• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian potensi penurunan emisi gas rumah kaca pada rumah potong hewan (Studi Kasus RPH PT Elders Indonesia, Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian potensi penurunan emisi gas rumah kaca pada rumah potong hewan (Studi Kasus RPH PT Elders Indonesia, Bogor)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PADA RUMAH POTONG HEWAN

(STUDI KASUS RPH PT ELDERS INDONESIA, BOGOR)

SKRIPSI

IKA KARTIKA

F34070092

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

THE STUDY POTENTION OF EMISSION GREENHOUSE GAS REDUCTION

IN SLAUGHTER HOUSE (CASE STUDY : SLAUGHTER HOUSE OF PT

ELDERS INDONESIA, BOGOR)

Ika Kartika

Department of Agroindustrial Technology Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 251 8624622, email: ikakartika90@gmail.com

ABSTRACT

Slaughter house is one of the livestock industries that generate emissions of greenhouse gases from activities of their production, one of the emission gases is methane gas. Eco-efficiency in the slaughter house is a business strategy in the production of cattle through the use of less energy and reduce livestock methane simultaneously. Reducing greenhouse gas emission its doing by calculate the emissions from activity data and factor emission, with units of carbon dioxide equivalent, and collect the others data that could support the determination of emission reduction options. Greenhouse gas emissions on slaughter house resulted by electricity, generators, and LPG (Liquefied Petroleum Gases), as well as wastewater treatment and solid waste. The percentage of greenhouse gas by slaughter house with capacity ± 900 cattle per month, are 98,2% from waste treatment and 1,8% from energy consumption. The recommended options can be given to reducing greenhouse gas emissions are the use of solid and liquid waste to replace the gas consumption with biogas, the use of solid waste for composting process, efficiency use of lighting, and efficiency use of production machinery.The most potentially option for reduce the greenhouse gas emissions are use of solid and liquid waste for biogas which the reduce percentage amount of ± 69% and use of solid waste for composting process which the reduce percentage amount of ± 80,3%.

(3)

Ika Kartika. F34070092. Kajian Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Rumah Pemotongan Hewan (Studi Kasus : RPH PT Elders Indonesia, Bogor). Di bawah bimbingan Mohamad Yani. 2011.

RINGKASAN

Pemanasan global terjadi karena adanya emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat setiap tahun. Industri peternakan merupakan salah satu sektor industri yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dari kegiatan produksinya. Industri peternakan menyebabkan 18% emisi global. Penurunan emisi gas rumah kaca perlu dilakukan, khususnya di Indonesia, karena adanya komitmen dari Presiden RI pada pertemuan iklim di Kopenhagen tahun 2009 untuk menurunkan tingkat emisi di Indonesia sebanyak 26-41 % hingga tahun 2020.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi potensi sumber penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) pada RPH, menghitung emisi CO2 dan CH4 dari kegiatan pemotongan hewan, dan mengevaluasi opsi yang dapat dilakukan untuk menurunkan emisi GRK di RPH. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah RPH dapat melakukan pengurangan pengeluaran gas metan dari ternak dan menghemat penggunaan energi, sehingga dapat menurunkan tingkat emisinya serta RPH dapat menghemat biaya produksi dengan melakukan opsi yang disarankan. Penelitian ini dilakukan pada RPH PT Elders Indonesia yang memproduksi chilled meat. Bahan baku yang digunakan berupa ternak sapi, ternak sapi yang digunakan merupakan persilangan sapi Brahman dan sapi eropa (Bos Taurus). Kapasitas produksi dari RPH ini adalah sebesar ± 900 ekor sapi per bulan. Proses produksi dilakukan secara semi otomatis, yaitu menggunakan mesin-mesin yang dioperasikan secara manual oleh pekerja.

Emisi GRK yang dihasilkan RPH ini berasal dari penggunaan listrik, genset, dan LPG, serta pengolahan limbah cair dan limbah padat. Perhitungan perkiraan emisi dilakukan dengan menggunakan formulasi, data aktifitas dikalikan dengan faktor emisi dari setiap sumbernya. Data aktifitas RPH PT Elders Indonesia, berupa data energi yang dikonsumsi yaitu listrik, solar, dan LPG. Perhitungan emisi dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan sumber emisi GRK tersebut dengan tetapan faktor emisi dari laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2006 dan tetapan faktor emisi PLN untuk wilayah Jawa-Madura-Bali. RPH PT Elders Indonesia, membutuhkan listrik sebanyak ± 126,83 kW dengan konsumsi sebanyak 223,08 kWh per bulan. Genset yang digunakan memiliki kapasitas 225 kVA dengan konsumsi solar sebanyak 20-23 liter per jam dan membutuhkan solar setiap bulannya sebesar ± 3467 liter, sedangkan kebutuhan solar untuk mobil distribusi adalah sebesar ± 2160 liter per bulan. LPG yang digunakan per bulannya sebanyak 200 kg untuk keperluan pemanas air dan oven babat.

(4)

Opsi yang dapat diberikan untuk menurunkan emisi GRK pada RPH PT Elders Indonesia yaitu pemanfaatan limbahpadat dan cair untuk biogas, pemanfataan limbah padat untuk pupuk kompos, efisiensi penggunaan lampu, dan efisiensi penggunaan mesin produksi. Limbah padat dan pengolahan limbah cair dapat dimanfaatkan untuk disubtitusikan pada penggunaan gas di RPH. Emisi yang dapat dikurangi dari pemanfaatan ini adalah sebesar 0,37 ton CH4 per tahun atau setara dengan 8,51 ton CO2 equivalen. Penghematan yang dapat dilakukan dari pemanfaatan limbah ini adalah sebesar Rp. 1.103.250 – Rp 1.471.000 per bulan atau Rp 13.239.000 – Rp 17.652.000 per tahun. Opsi penurunan dengan merubah limbah padat (kotoran ternak) dengan proses pengomposan agar menjadi kompos, berpotensi menurunkan emisi sebesar 0,423 ton CH4 per tahun atau setara dengan 9,729 ton CO2 equivalen per tahun.

Efisiensi penggunaan lampu di RPH PT Elders Indonesia dengan mengurangi lampu dan efisiensi penggunaannya. Pengurangan lampu sebanyak 5 unit dapat mengurangi daya sebesar 132 watt. Emisi yang dapat diturunkan dari pengurangan lampu ini adalah sebesar 125,53 g CO2 per jam dan penghematan finansial sebesar Rp 75.000. Pemborosan penggunaan lampu terjadi pada 22 unit lampu selama 12 jam dengan energinya sebanyak 555 watt, jika dilakukan efisiensi penggunaan lampu maka RPH dapat mengurangi emisi sebanyak 6,33 kg CO2. Efisiensi mesin produksi dapat dilakukan dengan penggantian mesin vaccum dengan unit yang baru agar penggunaan listrik dapat diefisiensikan.

(5)

KAJIAN POTENSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PADA RUMAH POTONG HEWAN

(STUDI KASUS RPH PT ELDERS INDONESIA, BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IKA KARTIKA

F34070092

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kajian Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Rumah Potong Hewan (Studi Kasus RPH PT Elders Indonesia, Bogor)

Nama : Ika Kartika NIM : F34070092

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng)

NIP. 19630805 199002 1 001

Mengetahui :

Kepala Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP. 19621009 198903 2 001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Pada Rumah Potong Hewan (Studi Kasus RPH PT Elders Indonesia, Bogor) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan

belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

(8)

©Hak cipta milik Ika Kartika, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

(9)

BIODATA PENULIS

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini didedikasikan untuk Kedua orang tua penulis, ayah Yanizar Matropi dan bunda Tetty Widyastoety serta adik tersayang Muhammad Iqbal Immadudin yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang-orang di bawah ini :

1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M. Eng selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M. Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Jason Hatchett sebagai Operation Manager RPH PT Elders Indonesia yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di perusahaan tersebut.

5. Ibu Maryani Dewi selaku Kepala Produksi RPH PT Elders Indonesia yang telah memberikan pengarahan selama melakukan penelitian di perusahaan tersebut.

6. Cholillurrahman sebagai sahabat yang selalu memberikan dorongan moril untuk penulis. 7. Eka Melia Sari, Wardah Nazripah, Yuliana Kaneu T, Reiza Mutia, Biantri Raynasari, Eko

Nopianto, Eki Hercules, Surya Ramdan S, Julian Pradifta, Pandudamai IT, serta teman-teman TIN 44 terima kasih untuk persahabatan yang indah ini.

8. Adi Setiawan sebagai teman satu bimbingan, terima kasih untuk kebersamaannya.

9. Aidell Fitri, Yudia Putri Anne, Hanna Mery Aulia, Aulia Indiarti Zen, Risma Adelia, Atik Wuryani, Dini Herlina, Agung Kurniawan, Angga Saputra, Adam Sukma Putra, Gilang Sukma Putra, Akrom Mubarok, Soni Budi Setiawan, Reza Pradifta, Azis Kurniansyah, serta teman-teman Uni Konservasi Fauna (UKF) angkatan 5 dan keluarga besar UKF, terima kasih untuk rasa kekeluargaan yang tak akan pernah putus.

10. Seluruh penghuni Puri Sembilan yang selalu membawa keceriaan setiap hari.

Terima kasih untuk seluruh pihak telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga tulisan ini bermanfat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2011

(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR………...…...…. vii

DAFTAR LAMPIRAN……….……….………. viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG………..……….………...… 1

B. TUJUAN PENELITIAN……….………….……… 2

C. MANFAAT PENELITIAN……….………. 2

D. PERUMUSAN MASALAH……….……..………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENCEMARAN UDARA………...……….…. 3

B. PEMANASAN GLOBAL DAN EMISI GAS RUMAH KACA…………...……….... 3

C. EMISI GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) DAN GAS METANA (CH4)………. 4

D. CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM (CDM)………..………... 6

E. INDUSTRI PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER EMISI GAS RUMAH KACA..….…. 7

F. PERHITUNGAN DAN PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA………..…… 8

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN………..……….. 11

B. TATA LAKSANA PENELITIAN……….………..…… 11

C. ANALISIS DATA……… 15

IV. SEKILAS TENTANG RPH PT ELDERS INDONESIA A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN…..……….. 16

B. KETENAGAKERJAAN………... 17

C. SISTEM MANAJEMEN PENDUKUNG………. .. 17

D. PROSES PRODUKSI……….. 18

E. PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH……… 23

V. PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RPH A. SUMBER EMISI... 25

B. EMISI GAS RUMAH KACA RPH PT ELDERS INDONESIA... 29

C. ANALISA OPSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA... 36

D. UPAYA PENGELOAAN RPH TERHADAP PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA... 42

(12)

v

(13)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kontribusi Beberapa Senyawa Gas dalam Efek Rumah Kaca……… . 5

Tabel 2. Faktor Emisi Pembakaran Bahan Bakar………... 8

Tabel 3. Faktor Emisi Peternakan………..…. 9

Tabel 4. Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain……… . 10

Tabel 5. Faktor Emisi berdasarkan Sumber Emisinya……… 14

Tabel 6. Konversi Satuan Energi Berdasarkan Bahan Bakar yang Digunakan……….. 14

Tabel 7. Penanganan dan Pengolahan Limbah RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Jenis Limbah……….…… 23

Tabel 8. Data Sarana Pengolahan Air Limbah……….. . 24

Tabel 9. Kebutuhan Listrik RPH PT Elders Indonesia……… 25

Tabel 10. Kebutuhan Solar RPH PT Elders Indonesia……….. 26

Tabel 11. Kebutuhan LPG RPH PT Elders Indonesia………... 26

Tabel 12. Limbah Padat RPH PT Elders Indonesia……….………. 28

Tabel 13. Pengujian Limbah Cair RPH PT Elders Indonesia (April 2011)……….. 29

Tabel 14. Penggunaan Lampu di RPH PT Elders Indonesia……… 39

Tabel 15. Pengurangan Lampu………. 39

Tabel 16. Penggunaan Lampu diberbagai Kondisi Pada RPH PT Elders Indonesia……… 40

(14)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Efek Rumah Kaca (ERK)……….………... 4

Gambar 2. Konsentrasi Karbondioksida di Atmosfer 1960-2010…... 5

Gambar 3. Grafik Prakiraan Emisi CH4 dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007……… 7

Gambar 4. Kerangka Berpikir..……… 11

Gambar 5. Tahapan Penelitian……… 12

Gambar 6. Penurunan Ternak……….. 18

Gambar 7. Stunning Gun (a) dan Stunning Box (b)………... 19

Gambar 8. Brisket Saw……… 20

Gambar 9. Splitter Carcass……… 21

Gambar 10. Bone saw……..………. 22

Gambar 11. Konsumsi Listrik RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011..……..….. 25

Gambar 12. Konsumsi Energi RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011..……..….. 27

Gambar 13. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan Listrik Tahun 2010 s.d. April 2011………... 30

Gambar 14. Perkiraan Emisi GRK dari Penggunaan LPG dan Solar (Genset dan Mobil Distribusi) Tahun 2010 s.d. April 2011……….……… 30

Gambar 15. Perkiraan Total Emisi GRK yang Dihasilkan Pada Tahun 2010 s.d. April 2011 oleh RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Sumber Emisinya………...…… 31

Gambar 16. Perkiraan Emisi CH4 dari Pengolahan Limbah Ternak RPH PT Elders Indonesia……….. 32

Gambar 17. Perkiraan Emisi CH4 dari Penggemukkan Sapi………. 33

Gambar 18. Perkiraan Emisi CO2 dan CH4 yang Dikeluarkan RPH PT Elders Indonesia.……….. 33

Gambar 19. Perkiraan Emisi GRK Equivalen CO2………...…….……….. 34

Gambar 20. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CH4 dengan CO2………...…………. 34

Gambar 21. Perbandingan Perkiraan Total Emisi CH4 equivalen CO2 dengan Total Emisi CO2.... 35

Gambar 22. Diagram Persentase Emisi Gas Rumah Kaca Pada RPH PT Elders Indonesia……… 35

(15)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi RPH PT Elders Indonesia………..………. 49

Lampiran 2. Diagram Alir Proses Produksi………..…... 50

Lampiran 3. Bagian-bagian Daging Komersial (Aus-Meat)……….…. 51

Lampiran 4a. Mesin Produksi RPH PT Elders Indonesia………. 52

Lampiran 4b. Kebutuhan Operasional RPH PT Elders Indonesia………. 52

Lampiran 4c. Kebutuhan Lampu RPH PT Elders Indonesia………..…. 52

Lampiran 5. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Listrik RPH PT Elders Indonesia….. 53

Lampiran 6. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari LPG RPH PT Elders Indonesia….… 54

Lampiran 7a. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Solar untuk Genset RPH PT Elders Indonesia………..……… 55

Lampiran 7b. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Solar untuk Mobil Distribusi RPH PT Elders Indonesia………..……… 56

Lampiran 8. Perhitungan Total Emisi dari Stationery Combution.…………...………….… 57

Lampiran 9a. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Limbah Padat RPH PT Elders Indonesia……… 58

Lampiran 9b. Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca dari Pengolahan Limbah Cair RPH PT Elders Indonesia……….. 59

Lampiran 10. Perhitungan Total Emisi Gas Rumah Kaca RPH PT Elders Indonesia…………. 59

Lampiran 11a. Denah Area Kandang RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya.. 60

Lampiran 11b. Denah Area Slaughter Floor RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya………….……….……….. 61

Lampiran 11c. Denah Area Bonning dan Packing Room RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya……….………. . 62

Lampiran 11d. Denah Area Office Room RPH PT Elders Indonesia dan Penggunaan Lampunya……….………….……. . 63

Lampiran 11e. Denah RPH PT Elders Indonesia dan Penerangan Lainnya………...……... 64

(16)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Pemanasan global merupakan isu lingkungan yang sedang marak saat ini. Gas rumah kaca adalah penyebab terjadinya pemanasan global yang juga mengakibatkan terjadinya perubahan iklim di muka bumi. Efek rumah kaca terbentuk karena adanya interaksi antara karbon dioksida (CO2) dalam atmosfir yang jumlahnya bertambah oleh radiasi solar. Industri merupakan salah

satu sektor yang memiliki andil dalam perubahan lingkungan. Industri juga merupakan sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dari kegiatan produksinya. Umumnya industri menggunakan bahan bakar minyak untuk melakukan proses produksi, hal tersebut merupakan sumber terbesar dalam peningkatan jumlah CO2 di atmosfir. Menurut Anonim (2011) yang

dipublikasikan dalam website Wikipedia, menyatakan bahwa sektor industri menyumbangkan gas emisi sebesar 16,8% per tahun dan pada tahun 2005, Indonesia merupakan negara keempat terbesar dalam menyumbangkan gas emisi ke udara sebesar 6% per tahunnya dengan gas emisi rumah kaca sebesar 12,9 ton per kapita.

Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang meratifikasi Protokol Kyoto pada tahun 1998. Indonesia termasuk dalam salah satu Negara Non-Annex I dalam Protokol Kyoto. Negara Non-Annex I dalam Protokol Kyoto tidak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yang telah ditandatangani dalam Protokol Kyoto akan tetapi negara Non-Annex I perlu melakukan penurunan emisi GRK dengan mekanisme Clean Development Mechanism (CDM). Mekanisme ini tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Mekanisme CDM merupakan suatu cara yang dapat diambil oleh negara maju untuk berinvestasi di negara berkembang dalam mencapai target menurunkan emisi GRK. Sementara itu, negara berkembang berkewajiban untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan tujuan utama konvensi. Pengurangan emisi yang disertifikasi (Certified Emission Reduction-CER) melalui penerapan CDM merupakan sebuah bukti atas bantuan negara maju terhadap negara berkembang dalam upaya penurunan emisi di negaranya. Di negara berkembang, kerjasama ini merupakan sesuatu yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan.

Greenhouse Gas Calculation perlu dilakukan di Indonesia, karena adanya komitmen dari Presiden RI pada pertemuan iklim di Kopenhagen tahun 2009 untuk menurunkan tingkat emisi di Indonesia sebanyak 26-41 % hingga tahun 2020. Agar komitmen tersebut dapat terwujud, seluruh sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca di Indonesia perlu melakukan upaya penurunan. Inpres No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, juga menyebutkan bahwa himbauan kepada semua instansi pemerintah dan swasta untuk melaksanakan upaya penghematan energi, untuk mengatasi peningkatan masalah krisis energi dunia dan degradasi lingkungan.

Gas metan (CH4) dari industri peternakan merupakan salah satu emisi gas yang

menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Penelitian terbaru mengatakan bahwa industri peternakan ditengarai sebagai sumber emisi gas rumah kaca terbesar di bumi. Peternakan merupakan salah satu sektor yang menghasilkan gas rumah kaca berupa gas CH4 yaitu ternak

yang menghasilkan 18% emisi global. Menurut IPCC (1995) CH4 memiliki dampak 21 kali lebih

(17)

2 Pengaruh gas metan dari sektor peternakan terhadap pemanasan global sangat besar sehingga mempengaruhi konsumsi daging sapi di Indonesia. Menurut BPS pada tahun 2008, konsumsi daging sapi di Indonesia semakin menurun hingga 0,8% pada tahun 2008 per kapita per minggu. Pada tahun 2008, dapat dikatakan bahwa setiap penduduk Indonesia mengkonsumsi 0,03 kg daging sapi per bulan atau 0,36 kg daging sapi per tahun. Penurunan konsumsi ini akan menyebabkan turunnya permintaan daging sapi terhadap industri peternakan. Industri peternakan memerlukan strategi bisnis yang tepat sehingga dapat meningkatkan produk dan kinerja lingkungannya secara bersamaan. Eco-efficiency pada industri peternakan merupakan strategi bisnis dalam memproduksi hasil peternakan dengan menggunakan sedikit energi dan menurunkan gas metan dari ternak secara bersamaan.

B.

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengevaluasi potensi sumber penghasil emisi GRK pada RPH 2. Menghitung emisi CO2 dan CH4 dari kegiatan pemotongan hewan

3. Mengevaluasi opsi yang dapat dilakukan untuk menurunkan emisi GRK di RPH

C.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. RPH dapat melakukan pengurangan pengeluaran gas metan dari ternak dan menghemat penggunaan energi, sehingga dapat menurunkan tingkat emisinya

2. RPH dapat mengurangi biaya produksi dengan melakukan opsi yang disarankan

3. RPH ikut berpartisipasi dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) penurunan emisi gas rumah kaca

D.

RUANG LINGKUP

Penelitian ini dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) sebagai salah satu dari industri peternakan yang menghasilkan emisi CO2 dan CH4. Titik berat pada penelitian ini adalah emisi

(18)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

PENCEMARAN UDARA

Udara adalah campuran beberapa macam gas dan berupa atmosfir yang mengelilingi bumi dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan di bumi. Susunan udara bersih dan kering adalah nitrogen (N2) sebanyak 78,09%, oksigen (O2)

sebanyak 21,94%, argon (Ar) sebanyak 0,93%, dan karbon dioksida (CO2) sebanyak 0,032%

(Wardhana 2004).

Emisi merupakan zat atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang berpotensi sebagai unsur pencemar udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer. Sumber emisi berasal dari setiap usaha atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik (Anonim 2010).

Pencemaran udara merupakan adanya komponen-komponen asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan udara dari keadaan normalnya. Pencemaran udara disebabkan oleh pembangunan yang berkembang pesat pada sektor industri dan teknologi serta meningkatnya kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (Wadhana 2004). Penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan industri dimulai sejak akhir abad ke-19, udara dicemari oleh gumpalan-gumpalan asap hitam sebagai hasil pembakaran bahan bakar tersebut (Buchari et al 2001).

Menurut Soemarno (1999) pencemaran udara ada dua macam berdasarkan sumbernya yaitu, alami dan non-alami. Pencemaran udara alami adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara, diakibatkan oleh proses-proses alam, sedangkan pencemaran non-alami adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara yang diakibatkan oleh hasil samping aktivitas manusia yang tanpa disadari.

B.

PEMANASAN GLOBAL DAN EMISI GAS RUMAH KACA

Pemanasan global merupakan salah satu dampak dari terjadinya pencemaran udara di bumi. Peristiwa ini diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfir, temperatur pada air laut, dan temperatur pada daratan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang menimbulkan gas rumah kaca dan dapat mengakibatkan efek rumah kaca (Anonim 2011).

Burnie (2005) menyatakan bahwa efek rumah kaca merupakan hal yang sangat penting bagi semua kehidupan di bumi. Efek tersebut mengubah atmosfer menjadi isolator searah, energi sinar matahari yang akan mencapai tanah terhalangi oleh aliran kembali energi tersebut keluar dari bumi menuju ke luar angkasa sehingga jika tidak ada efek rumah kaca suhu di bumi pada malam hari akan sangat dingin. Kekuatan efek rumah kaca (Gambar 1) tergantung pada jumlah karbon yang ada di atmosfer, semakin banyak terdapat gas tersebut maka semakin sulit panas keluar dari bumi. Pendapat ini ditambahkan oleh Fardiaz (1992) efek rumah kaca merupakan meningkatnya suhu rumah kaca karena adanya atap dan dinding kaca yang terbentuk oleh konsentrasi gas CO2 yang tinggi di atmosfer, menjadi seperti filter

satu arah sehingga CO2 mengabsorbsi radiasi gelombang panjang dan menyebabkan suhu

(19)

4 Gambar 1. Efek Rumah Kaca (ERK)

(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Greenhouse_gas)

Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca, ada enam jenis emisi gas rumah kaca yang telah disepakati dalam Protokol Kyoto, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), chloro-fluoro-carbon (CFCs), hydro-fluoro-carbon

(HFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6) (Susanta dan Sutjahjo 2007).

C.

EMISI GAS KARBONDIOKSIDA (CO

2

) DAN GAS METANA (CH

4

)

Karbon merupakan salah satu bahan yang terdapat di udara sebagai karbon dioksida (CO2), di air sebagai CO2 terlarut, dan di tanah sebagai bebatuan karbonat. Karbon adalah

bahan dasar penyusun semua kehidupan, senyawa-senyawa ini dimakan oleh konsumen, sehingga karbon berpindah-pindah dari tanaman ke hewan dan dari hewan kembali lagi ke udara berupa gas (Gonick dan Outwater 2004).

Unsur karbon dalam CO2 bukan termasuk polutan udara dan komponen yang

terdapat dalam susunan udara, serta CO2 yang secara terus-menerus mengalami sirkulasi ke

dalam dan ke luar atmosfer melalui aktivitas tanaman dan hewan merupakan hal yang normal dan tidak menimbulkan kerusakan, namun dengan bertambahnya aktivitas manusia, menyebabkan siklus tersebut terganggu sehingga jika diakumulasikan dari seluruh aktivitas yang terjadi maka akan terjadi kenaikan CO2 di atmosfer dan menyebabkan adanya efek

rumah kaca (Fardiaz 1992).

Burnie (2005) menyatakan bahwa, seorang ahli fisika Inggris bernama John Tyndall menemukan sifat dari gas karbondioksida yang tidak biasa, yaitu gas tersebut tembus cahaya namun menghalangi panas. Sifat inilah yang menjadi penyebab efek rumah kaca. Selama kurun waktu 100 tahun gas karbon dioksida meningkat 44 % dari 250 part per million (ppm) saat sebelum revolusi industri, menjadi 360 ppm. Hal tersebut termasuk dalam perubahan yang luar biasa cepat. Gas karbon dioksida tambahan tersebut sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil.

(20)

5 peningkatan suhu di bumi. Selama penelitian tersebut berlangsung, IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1–6,4 °C (2,0 hingga 11,5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

Gambar 2. Konsentrasi Karbondioksida di Atmosfer 1960-2010 (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global)

Menurut Hanks (1996) dan Porteous (1992) dalam Suprihatin et al (2008), senyawa CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan, senyawa CH4 berasal

dari peternakan, sampah, dan lahan pertanian, senyawa NOx berasal dari kegiatan industri dan

penggunaan pupuk, senyawa CFC (chloro-fluoro-carbon) berasal dari penggunaan AC (air conditioning), lemari pendingin, dan busa aerosol, sedangkan senyawa O3 (ozon) berasal dari

konversi polutan otomobil oleh sinar matahari. Disajikan dalam Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Kontribusi Beberapa Senyawa Gas dalam Efek Rumah Kaca

Senyawa Sumber

Kontribusi Relatif terhadap Efek

Gas Rumah Kaca (dalam persen)

Hanks (1996) Porteous (1992)

CO2

Pembakaran bahan bakar fosil,

penebangan hutan 60 50

CH4

Sapi, dekomposisi sampah (landfill),

lahan persawahan 15 20

NOx Industri, pupuk 5 5 (mencakup air)

CFC AC, refrigerator, busa aerosol 12 15

O3

Konversi polutan otomobil oleh sinar

matahari 8 10

Sumber : Hanks (1996) dan Porteous (1992) dalam Suprihatin et al (2008)

Murdiyarso et al (1994) menyatakan bahwa gas rumah kaca kedua terbesar yang menyebabkan terjadinya pemanasan global adalah CH4, karena metana menyumbang sekitar

(21)

6 Selulosa → gula (glukosa) → asetat → CH4 + CO2

Selama ini dapat diketahui bahwa produksi metana sebagian besar berasal dari limbah domestic seperti kotoran sapi, sludge, dan pembuangan domestik. Ginting (2007) menambahkan Gas metana terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar.

Menurut Whitman et al (1992) dalam Boone (2000), metana adalah produk penting yang terbentuk dari hasil degradasi bahan organik oleh bakteri di lingkungan seperti tanah tergenang, lahan basah, muara, sedimen air tawar dan laut, serta saluran pencernaan binatang. Setiap tahunnya ada 350-500 juta ton gas metana yang dihasilkan dari peternakan, penggunaan bahan bakar fosil, gas alam, kultivasi padi, dan lahan tempat pembuangan akhir sampah.

Emisi metana merupakan gas emisi yang juga potensial mencemari lingkungan bahkan berkontribusi dalam pemanasan global. Walaupun gas karbodioksida merupakan gas yang paling berpengaruh terhadap pemanasan global, radiasi gas metana lebih tinggi dibandingkan karbondioksida. Pemanasan metana terhadap atmosfer meningkat 1% setiap tahunnya, dan hewan ternak berkontribusi menghasilkan gas metana sebesar 3% dari total gas rumah kaca (Tyler dan Ensminger 2006).

Kontribusi gas rumah kaca terhadap pemanasan global tergantung dari jenis gasnya. Setiap gas rumah kaca mempunyai potensi pemanasan global (Global Warming Potential – GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2 dengan nilai 1 (satu). Semakin besar

nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak (Sugiyono 2006; Tyler dan Ensminger 2006). CO2 merupakan gas rumah kaca yang terpenting karena kontribusinya yang paling tinggi

terhadap efek rumah kaca, yaitu sebesar 55% (Murdiyarso et al 1994).

Setiap gas rumah kaca memiliki GWP berbeda-beda dan dibandingkan dengan besarnya GWP CO2. CH4 memiliki dampak 21 kali lebih tinggi (BPPP 2004, Wuebbles et al

2000) dan 23 kali lebih tinggi (Venterea 2005) dibandingkan gas CO2 sehingga gas ini

termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global.

D.

CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM

(CDM)

Clean Development Mechanism (CDM) merupakan salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto sebagai upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan negara berkembang (Non-annex I) seperti Indonesia dengan bantuan dari negara maju (Annex I). CDM merupakan salah satu mekanisme yang ditawarkan dalam Protokol Kyoto yang ditandatangani pada COP III untuk UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) pada tahun 1997, sedangkan yang lainnya adalah International Emission Trading (IET) dan Joint Implementation (JI) (Anonim 2002).

(22)

7 Secara umum menurut Mudiyarso (2003) CDM merupakan kerangka multilateral yang memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya, sementara itu negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Panjiwibowo et al (2003) menambahkan bahwa CDM, pada dasarnya dibedakan atas kegiatan yang menurunkan emisi GRK pada sumber dan kegiatan yang menyerap GRK dari atmosfer. Kegiatan menurunkan emisi dari sumbernya terfokus pada sektor pemanfaatan energi, sedangkan kegiatan menyerap GRK dari atmosfer dikenal dengan carbon sequestration, kegiatan non-energi seperti kehutanan.

Sektor-sektor yang menjadi sumber emisi GRK dan yang termasuk dalam CDM adalah sektor energi, sektor transportasi, sektor industri, sektor komersial dan rumah tangga, sektor persampahan, serta sektor kehutanan (Panjiwibowo et al 2003).

E.

INDUSTRI PETERNAKAN SEBAGAI SUMBER EMISI GAS RUMAH

KACA

Sumber emisi dari sektor industri adalah pemakaian energi, proses produksi yang menghasilkan emisi GRK dan limbah yang mengeluarkan gas CH4 (Wiharja 2010). Industri

peternakan merupakan termasuk salah satu sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor yang menjadi sumber emisi GRK. Gas metana dari sektor pertanian merupakan gas terbesar kedua yang mempengaruhi pemanasan global (Departemen Pertanian 2007).

Gambar 3. Grafik Prakiraan Emisi CH4 dari Sapi Potong di Indonesia, 2004-2007

Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup 2009

Pada Gambar 3 menunjukan bahwa perkiraan emisi CH4 yang dihasilkan dari

peternakan, khususnya sapi potong, terus meningkat setiap tahunnya. Jika besarnya emisi CH4

diequivalenkan dengan CO2, maka emisi yang dikeluarkan sektor peternakan sapi potong akan

menghasilkan emisi yang besar (Kementrian Lingkungan Hidup 2009).

Menurut penelitian pada tahun 2006 diketahui bahwa 51% emisi GRK berasal dari industri peternakan. Emisi CH4 dari industri peternakan berasal dari 2 (dua) aktivitas, yaitu

aktivitas pencernaan hewan (enteric fermentation) dan pengolahan kotoran ternak (manure management) (Departemen Pertanian 2007). Industri peternakan, khususnya rumah potong hewan termasuk industri yang menghasilkan emisi GRK berupa gas CO2 dari penggunaan

energi seperti listrik dan gas CH4 dari hewan ternak.

0 100 200 300 400 500

2004 2005 2006 2007

E

m

is

i

G

RK

(

Ribu

T

o

n)

(23)

8

F.

PERHITUNGAN DAN PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

1. Perhitungan Emisi

Perhitungan emisi dapat dilakukan dengan menghitung konsumsi energi. Menurut Laksamana (2007) konsumsi energi bertujuan untuk mengetahui dan memperkirakan besarnya energi yang dibutuhkan dalam proses produksi. Perhitungan tersebut dapat pula dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi proses produksi serta tindakan-tindakan penghematan dan konservasi energi pada masing-masing bagian produksi. Menurut Goswani (1986) Konservasi energi merupakan kegiatan pengurangan atau penghematan penggunaan energi melalui suatu cara peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi tanpa mengurangi produktivitas produksi. Studi yang dilakukan secara global sejak awal tahun 1970-an menunjukkan bahwa konservasi energi dapat dilakukan melalui penerapan manajemen energi.

Perhitungan emisi, dilakukan dengan menggunakan dasar perhitungan emisi yang telah diakui oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Laporan IPCC 2006, perhitungan emisi yang diakibatkan pembakaran bahan bakar adalah sebagai berikut :

Faktor emisi yang digunakan berdasarkan dari bahan bakar yang digunakan pada industri yang bersangkutan, nilai yang digunakan merupakan nilai-nilai konstanta yang telah ditentukan (default) oleh IPCC. Tabel 2. di bawah ini merupakan faktor emisi untuk pembakaran stasioner oleh IPCC tahun 2006.

Tabel 2. Faktor Emisi Pembakaran Bahan Bakar

No. Produk Faktor Emisi CO2 (Kg/TJ)

1 Bensin 69.300

2 Solar 74.100

3 Minyak Tanah 71.900

4 Batubara 94.600

5 LPG 63.100

6 Briket Batubara 97.500

7 Arang Kayu 112.000

8 Kayu Bakar 112.000

Sumber : IPCC Report 2006

(24)

9 Tabel 3. Faktor Emisi Peternakan

No Produk Faktor Emisi CH4 (kg/ekor)

1 Hewan Ternak (Fermentasi Pencernaan)

Sapi perah 61

Sapi Potong 47

Kerbau 55

Kuda 18

Kambing 5

Dmba 5

Babi 1

2 Hewan Ternak (Pupuk Kandang)

Sapi perah 31

Sapi Potong 1

Kerbau 2

Kuda 2,19

Kambing 0,2

Dmba 0,22

Babi 7

3 Hewan Unggas (Pupuk Kandang)

Ayam pedaging 0,22

Ayam petelur 0,03

Itik 0,03

Sumber : IPCC Report 2006

Formulasi untuk perhitungan yang berasal dari peternakan juga telah ditetapkan oleh IPCC tahun 2006, yaitu sebagai berikut:

2. Penurunan Emisi CO

2

Emisi CO2 semakin menunjukkan penigkatan dari tahun ke tahun, sehingga perlu

adanya strategi dalam mengurangi emisinya. Salah satu strateginya adalah mengganti energi dengan energi terbarukan (renewable energy). Energi terbarukan merupakan salah satu cara untuk memperkecil tingkat emisi CO2 dengan cara mengganti energi yang berasal dari bahan

(25)

10 Penurunan emisi dapat dilakukan dengan menginventarisasi emisi karbon yang dihasilkan suatu perusahaan. Metode tersebut digunakan untuk mengestimasikan emisi karbon yang dapat diturunkan industri. Greenhouse Gas Inventory merupakan metode pendekatan yang digunakan dalam proses penurunan emisi gas rumah kaca (Putt del Pino et al 2006). Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsentrasi CO2 dari atmosfer, yaitu

mengurangi produksi CO2 dengan 2 (dua) cara berupa mengganti bahan bakar fosil dengan

energi terbarukan dan mereboisasi hutan, serta menghilangkan sebagian CO2 dari atmosfer

dengan terknologi terbarukan (Newman 1993).

Wardhana (2004) menyatakan emisi gas rumah kaca dari sektor industri dapat ditanggulangi atau dikurangi secara teknis dengan cara mengganti sumber energi yang digunakan, yaitu mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar LNG (Liquid Natural Gases) yang akan menghasilkan gas buang yang lebih bersih. Fiantisca (2002) juga menyatakan bahwa cara mereduksi emisi CO2 dari industri adalah dengan menggunakan

bahan bakar bio, peralatan hemat energi, reboisasi, mengurangi penggunaan mesin produksi berumur tua, dan meminimalkan penggunaan material yang tidak ramah lingkungan.

3. Penurunan Emisi CH

4

Kotoran ternak dari sektor peternakan yang tidak dikelola akan menghasilkan emisi gas metana. Pemanfaatan kotoran ternak dapat dilakukan dengan cara diolah menjadi biogas atau pupuk organik (kompos) (Departemen Pertanian (2007). Pernyataan ini ditegaskan oleh Agenda Riset Bidang Energi 2009-2013 yang dikeluarkan Institut Pertanian Bogor (2008) bahwa limbah rumah potong hewan akan lebih termanfaatkan jika digunakan sebagai biogas. Wahyuni (2009) menyatakan bahwa pembuatan biogas memerlukan digester untuk menguraikan kotoran ternak menjadi emisi gas metana agar dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar alternatif. Pada Tabel 4 bahwa 1 m3 biogas setara dengan gas elpiji sebanyak 0,46 kg.

Tabel 4. Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain

Keterangan Bahan Bakar Lain

1 m3 Biogas

Elpiji 0,46 kg

Minyak Tanah 0,62 liter

Minyak Solar 0,52 liter

Bensin 0,80 liter

Gas Kota 1,50 m3

Kayu Bakar 3,50 kg

Sumber : Wahyuni 2009

(26)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

KERANGKA PEMIKIRAN

Pemanasan global yang semakin meningkat menuntut industri peternakan untuk ikut serta dalam upaya penurunan emisi gas. Penurunan emisi gas dengan metode Greenhouse Gas Inventory. Penggunaan metode ini berupa cara perhitungan emisi karbon yang dikeluarkan oleh industri, dengan adanya perhitungan jejak karbon maka industri dapat mengontrol dan mengurangi emisi karbon yang dikeluarkan. Berikut ini adalah gambaran kerangka berpikir dalam penelitian ini (Gambar 4).

Gambar 4. Kerangka Berpikir

B.

TATA LAKSANA PENELITIAN

1.

Sumber Data

Penelitian dilaksanakan di RPH PT Elders Indonesia, Darmaga Bogor. Waktu pelaksanaan dilakukan selama 2 (dua) bulan antara tanggal 14 Maret sampai dengan 14 Mei

Pemanasan global Penggunaan energi

yang boros

Penggunaan bahan bakar fosil

Emisi gas CO2

meningkat

Tuntutan penurunan emisi GRK Protokol Kyoto

Industri peternakan sebagai penghasil CH4 dan pengguna

bahan bakar fosil

Perhitungan Gas Rumah Kaca

Upaya penurunan emisi GRK Inventarisasi Gas

Rumah Kaca

Berkembangnya industri peternakan

Emisi gas CH4

(27)

12 2011. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung terhadap sumber emisi dan wawancara dengan bagian yang berkaitan. Pengamatan langsung dilakukan terhadap konsumsi listrik, pengukuran tingkat iluminasi dengan lux meter, perhitungan neraca massa dari 10 ekor ternak sapi, dan pengujian limbah cair. Data sekunder didapatkan melalui penelusuran literatur dan diskusi dengan forum yang dapat membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

2.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan terhadap sumber emisi GRK RPH. Berikut ini adalah diagram metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini (Gambar 5).

Gambar 5. Tahapan Penelitian

a)

Tahap Perencanaan dan Identifikasi (

Plan and Identify

)

Tahap perencaan merupakan tahapan yang dilakukan untuk merencanakan kajian yang akan dilakukan dan menentukan area atau bagian dari industri yang akan dilakukan efisiensi. Tahap identifikasi merupakan tahap mengidentifikasi bagian-bagian dari industri yang memiliki potensi menghasilkan emisi gas rumah kaca,

Perencanaan dan identifikasi

Klasifikasi sumber emisi CO2 dan CH4

Identifikasi data

Menghitung emisi

Opsi penurunan emisi

Analisa finansial

(28)

13 khususnya CO2 dan CH4 . Fokus dari tahap ini adalah sumber emisi atau energi yang

digunakan dan jumlah yang dipergunakan pada industri tersebut.

b)

Tahap Klasifikasi Sumber Emisi CO

2

dan CH

4

(

Classification)

Tahap klasifikasi merupakan tahapan setelah tahap perencanaan dan identifikasi. Pada tahap ini dilakukan pengelompokan emisi CO2 dan CH4 berdasarkan

sumbernya. Berdasarkan sumbernya emisi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu emisi langsung (direct emissions) dan emisi tidak langsung (indirect emissions). Tahap klasifikasi ini diperlukan untuk membedakan perhitungan emisi CO2 dan CH4 yang

dihasilkan dari sumber yang berbeda-beda pula.

c)

Tahap Identifikasi Data (

Gather Data

)

Tahap identifikasi data merupakan tahap pengelompokan data menjadi dua bagian, yaitu data aktivitas dan faktor emisi. Dua bagian tersebut dibutuhkan untuk menghitung emisi CO2. Data aktivitas yang digunakan berupa data kuantitas yang

berasal dari aktivitas yang menjadi sumber emisi secara langsung dan tidak langsung, sedangkan faktor emisi yang digunakan berdasarkan penggunaannya.

d)

Tahap Menghitung Emisi (

Calculate the Emissions)

Tahap perhitungan emisi dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan sumber emisi GRK tersebut dan mengonversi nilai emisi GRK menjadi ekuivalen dengan emisi karbondioksida. Pengolahan dan analisis data untuk emisi GRK dilakukan dengan formulasi perhitungan emisi CO2 (Putt del Pino dan Bhatia 2002):

Data aktivitas RPH PT Elders Indonesia, berupa data energi yang dikonsumsi yaitu listrik, solar, dan LPG. Perhitungan emisi dilakukan dengan mengelompokan berdasarkan sumber emisi GRK tersebut dengan tetapan faktor emisi dari laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2006. Perhitungan ini akan menghasilkan nilai dengan satuan ton CO2.

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup, faktor emisi PLN untuk wilayah Jawa-Madura-Bali adalah sebesar 0,891 tCO2/MWh (MENLH 2009) maka perhitungan

emisi yang dikeluarkan dari penggunaan listrik adalah sebagai berikut :

(29)

14 Tabel 5. Faktor Emisi berdasarkan Sumber Emisinya

Sumber

Emisi

Faktor Emisi (Kg/TJ)

CO2 CH4 N2O

LPG 63.100 5 0,1

Solar 74.100 10 0,6

Emisi yang berasal dari penggunaan energi, akan dilakukan konversi terlebih dahulu terhadap data aktivitas ke dalam satuan energi, Tabel 6 merupakan konversi satuan energi berdasarkan bahan bakar yang digunakan sebagai sumber energi di RPH PT Elders Indonesia.

Tabel 6. Konversi Satuan Energi Berdasarkan Bahan Bakar yang Digunakan

Bahan Bakar Kalor Satuan

Solar

10,7 kWh/L

1187 L/ton

12668 kWh/ton

LPG (Liquified Petroleum Gases)

7,4 kWh/L

1850 L/ton

13721 kWh/ton

Sumber: AZoCleantech (Statistik Energi Digest Inggris 2005)

Perhitungan emisi metana (CH4) peternakan dapat dilakukan dengan

perhitungan yang berasal dari jumlah ternak per tahunnya dengan faktor emisi sebesar 47 kg CH4/ekor/tahun untuk fermentasi pencernaan ternak sapi dan 1 kg

CH4/ekor/tahun, berikut adalah perhitungannya :

Menurut IPCC 2002, Gas metana memiliki nilai GWP sebesar 23 dan gas nitrooksida memiliki GWP sebesar 293. GWP merupakan nilai yang relatif sama dengan CO2, maka konversinya sebagai berikut:

Maka perhitungan emisi yang equivalen dengan emisi karbon yang adalah sebagai berikut :

(30)

15

e)

Tahap Opsi Penurunan Emisi

Tahap penentuan opsi penurunan emisi merupakan tahap pemberian opsi-opsi yang dapat dilakukan perusahaan untuk menurunkan emisi karbon yang dihasilkan. Penentuan opsi ini dilakukan setelah sumber emisi dan jumlah emisi yang dihasilkan diketahui.

f)

Tahap Analisa Finansial

Tahap analisa finansial merupakan tahap perhitungan penurunan emisi secara ekonomi. Analisa ini dilakukan dengan menentukan keuntungan secara finansial yang akan didapatkan perusahaan jika melakukan opsi yang disarankan.

g)

Tahap Penulisan Laporan

Penulisan laporan prakiraan penurunan emisi merupakan laporan estimasi yang dibuat untuk membantu industri dalam mengimplementasikan penurunan emisi CO2. Laporan ini akan menjelaskan tahapan yang harus dilakukan RPH dalam upaya

penurunan emisi CO2, opsi yang dapat dipilih untuk mengimplementasikan program

tersebut, dan keuntungan yang didapatkan industri jika melakukan program ini.

C.

ANALISA DATA

(31)

IV.

SEKILAS TENTANG RPH PT ELDERS INDONESIA

A.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT Elders Indonesia merupakan perusahaan penanaman modal asing yang bergerak di bidang peternakan, yaitu penggemukan (feedlot) dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Perusahaan ini berdiri di Indonesia pada tanggal 5 September 2000 dengan akte notaris No 3 dan pengesahan oleh Departemen Kehakiman No 1.861.HT.01.01 tanggal 9 Maret 2001. Bank Marsden Pty. Ltd dan PT Elders Limited merupakan pemegang saham perusahaan yang berada di Australia. Kantor pusat perusahaan ini berada di Wisma Raharja Lantai 8 Jalan TB Simatupang Kavling No 1 Cilandak, Jakarta Selatan, sedangkan RPH PT Elders Indonesia terletak di Jalan Agatis, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Perusahaan tersebut juga memiliki unit penggemukan sapi yang berada di KM 52 Trans Sumatra Highway Gunung Sugih, Lampung Tengah.

RPH PT Elders Indonesia awalnya merupakan RPH tradisional yang dikelola oleh Fakultas Peternakan IPB, kemudian pada tahun 2000 pengelolaan RPH berpindah ke PT Ausi Fres Import Indonesia. Pada tahun 2002 pengelolaannya dialihkan kepada PT Celmor Perdana Indonesia yang merupakan cabang dari Celmor Company Australia.

Pada tahun 2000, PT Elders Indonesia pertama kali bergerak dalam usaha penggemukan sapi (feedlot) yang diimport dari Australia. Waktu penggemukan berkisar antara 90-100 hari hingga mencapai spesifikasi yang diharapkan. Awalnya PT Elders Indonesia melakukan kerjasama dengan RPH PT Celmor Perdana Indonesia pada tahun 2005. Kerjasama yang dilakukan berupa jasa pemotongan ternak sapi di RPH yang dimiliki PT Celmor Perdana Indonesia. Pada 26 Juni 2006, terjadi pengalihan pengelolaan RPH sepenuhnya ke PT Elders Indonesia.

Visi dari PT Elders adalah untuk menjadi tolak ukur bagi kualitas dan inovasi dalam usaha untuk mendukung perkembangan pertanian di Indonesia, sedangkan misi dari peursahaan ini adalah memperoleh yang terbaik dari Elders sebagai perusahaan dalam memberikan manfaat kepada Indonesia dan peningkatan industri pedesaan di negara ini. PT Elders akan melakukan misi tersebut dengan cara yang menguntungkan dan saling mendukung peserta lokal yang lain, staff dan masyarakat lokal yang akan mereka layani.

(32)

17

B.

KETENAGAKERJAAN

RPH PT Elders Indonesia dikepalai oleh seorang manajer dan memiliki lima divisi, yakni Finance/Human Resource Development, Production, Quality Control or Quality Assurance, Maintenance, dan Purchase/Warehouse. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hari kerja dibagi menjadi dua macam hari kerja. Hari ganjil yaitu Senin, Rabu, dan

Jum’at merupakan hari pemotongan (killing), sedangkan hari genap yaitu Selasa, Kamis, dan

Sabtu merupakan hari boning. Waktu kerja dimulai pada pukul 07:30 WIB dan selesai pukul 16:00 WIB, dengan dua kali istirahat selama hari kerja, yaitu pada pukul 09:30 s.d. 10:00 dan pukul 12:00 s.d. 13:00.

C.

SISTEM MANAJEMEN PENDUKUNG

1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

RPH PT Elders Indonesia telah menerapkan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk melindungi pekerjanya. Pekerja di RPH ini di lengkapi dengan alat pelindungan diri (APD), APD disesuaikan dengan kebutuhan pekerja di unit kerja masing seperti, sepatu bot, apron, masker, iron gloves, helm, sarung pisau dengan ikat pinggang rantai. Pada unit pemingsanan (stunning) disediakan earplug untuk melindungi stunner dari kebisingan. Peralatan-peralatan tersebut diletakan di dalam ruang produksi dan selalu dibersihkan setelah dipakai.

RPH ini juga menyediakan peralatan kesehatan dan keselamatan kerja seperti menyediakan tempat cuci tangan, kamar mandi dan toilet khusus pekerja serta ventilasi yang cukup untuk sanitasi pekerja, serta terdapat kotak P3K dan alat pemadam api ringan (APAR) yang disimpan di ruangan dekat pos satpam. APAR di RPH Elders tersedia dua unit, kedua unit tersebut diletakan di pos jaga dan ruang maintenance untuk mempermudah pengambilan jika terjadi kebakaran.

Pengawasan terhadap K3 dilakukan setiap hari selama bekerja sebagai tindakan preventif yang dilakukan pihak manajemen. Pengawasan ini dilakukan sebagai proses mengingatkan pekerja yang melakukan tindakan tidak aman baik yang disengaja atau tidak disengaja. Selain itu, perusahaan juga mengikutka pekerjanya pada program JAMSOSTEK. Hal tersebut dilakukan sebagai tindakan antisipasi jika terjadi kecelakaan kerja.

2. Pemeliharaan

(33)

18

3.

Quality Control or Quality Assurance

RPH PT Elders Indonesia sangat menjaga kualitas dari daging yang dihasilkan dan keamanan kesehatan. Hal tersebut dilakukan dengan memperkerjakan seorang dokter hewan untuk mengawasi kesehatan ternak sebelum dipotong dan setelah daging dipotong. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk melindungi konsumen dari penyakit ternak, seperti anthrax. Seorang Quality controler setiap harinya mengawasi dan mengevaluasi kualitas dari produk yang mereka hasilkan.

4.

Hazard Analysis and Critical Control Point

(HACCP)

HACCP merupakan sistem yang digunakan untuk mengetahui, mengukur dan mengendalikan bahaya yang signifikan terhadap keamanan produk. RPH PT Elders Indonesia memiliki 8 (delapan) titik sebagai titik kritis produksi(Critical Control Point/CCP). CCP 1 terdapat pada bagian kandang, CCP 2 terdapat pada proses pemeriksaan jeroan merah, CCP 3 terdapat pada penyimpanan daging di chiller carcass, CCP 4 terdapat pada proses vacuum daging, CCP 5 terdapat pada blast freezer, CCP 6 dan CCP 7 terdapat pada proses penyimpanan dan pemeriksaan sebelum dilakukan pengiriman, kedua kegiatan tersebut dilakukan di dalam chiller carton, serta CCP 8 terdapat pada proses pengiriman (delivery).

D.

PROSES PRODUKSI

Proses produksi di RPH PT Elders Indonesia terdapat 14 (empat belas) tahap proses hingga ke tangan distributor dengan mengimplementasikan HACCP pada prosesnya. Kapasitas produksi dari RPH ini adalah sebesar ± 900 ekor sapi per bulan. Diagram alir proses dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut penjelasan dari tahapan prosesnya, antara lain:

1.

Penurunan dan Pengistirahatan

[image:33.595.252.428.618.742.2]

Ternak sapi yang akan dipotong berasal dari feedlot PT Elders Indonesia, ternak tersebut dibawa ke RPH beberapa hari sebelum pemotongan dilakukan. Ternak yang telah sampai, diistirahatkan dikandang dan diperhatikan dengan baik kesejahteraannya agar ternak sapi tidak berada dalam keadaan stress (Gambar 6).

(34)

19

2.

Pembersihan dan Pemandian

Ternak sapi yang siap dipotong, harus dibersihkan dan dimandikan terlebih dahulu. Hali ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada tubuh sapi juga dapat menenangkan sapi yang stress. Pembersihan dan pemandian dilakukan dengan mengalirkan air ke badan sapi dan dilakukan oleh satu orang pekerja.

3.

Pemingsanan (

Stunning

)

Pemingsanan merupakan tahapan yang dilakukan untuk membuat hewan menjadi tidak sadar atau dapat disebut proses pelumpuhan. Tahapan ini dilakukan agar sapi tidak mudah berontak saat proses penyembelihan, sapi yang berontak dengan membantingkan tubuhnya akan mempengaruhi produk akhirnya. Semakin banyak memar yang terdapat pada ternak sapi potong maka akan semakin menurun pula kualitas dagingnya. Selain itu, pemingsanan dilakukan agar lebih mudah dalam proses penyembelihan.

Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan alat Stunning Gun (Gambar 7a). Alat tersebut seperti senapan pneumatic yang bobotnya ± 5 kg. Proses penembakan dengan stunning gun, dilakukan pada stunning box (Gambar 7b). Penembakan harus ditembakan tepat di dahi sapi.

(a) (b)

Gambar 7. Stunning Gun (a) dan Stunning Box (b)

(Sumber : http://media.qcsupply.com/catalog dan http://www.bonner-bg.com/shared)

4.

Penyembelihan dan Pengeluaran Darah (

Bleeding

)

Penyembelihan dilakukan segera setelah proses pemingsanan dilakukan. Tahapan ini dilakukan pada saat sapi dalam posisi rebah setelah proses pemingsanan. Produk yang dihasilkan merupakan produk daging sapi halal yang telah disertifikasi. Menurut Phillips (2002) proses penyembelihan yang halal harus dilakukan secara islami dengan menyebutkan

“Bismillahi Allahuakbar” saat memotong leher bagian bawah yaitu bagian tenggorokan, vena

jugularis dan artery carotis. Sapi yang telah mati, jika sudah tidak ada lagi pergerakan tubuhnya. Pisau untuk penyembelihan harus steril setiap kali penyembelihan dilakukan, pensterilan pisau sembelih dilakukan dengan cara membersihkannya menggunakan air panas.

(35)

20 di bawah sehingga sebagian besar darah dalam tubuh sapi dapat dikeluarkan. Semakin banyak darah yang keluar maka kualitas daging yang didapatkan akan semakin baik.

5.

Pemotongan Kepala dan Kaki

Sapi yang telah dipastikan dalam kondisi mati, maka tahapan pemotongan kepala dan kaki segera dilakukan. Pemotongan kepala dilakukan pada bagian persendian leher yang paling ujung dan dekat otak, biasa disebut dengan ulak-ulak. Pemotongan kepala dan kaki bagian depan dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan pisau steril. Kaki bagian belakang sapi dipotong dengan menggunakan cutter leg pada bagian phalageal bones. Kepala dan kaki yang telah dipotong dipindahkan ke ruang penimbangan offal untuk ditimbang.

6.

Pengulitan dan Pemotongan Ekor

Proses pengulitan dilakukan saat posisi sapi sudah bergantung pada crane dengan menggunakan pisau yang steril. Tahapan ini dimulai dengan membuat irisan panjang pada bagian dada tengah sampai bagian perut sapi, kemudian dilanjutkan dengan membuat irisan pada keempat kaki ternak. Proses ini biasanya dilakukan oleh lebih dari satu pekerja.

7.

Pembelahan Dada dan Pengeluaran Jeroan

[image:35.595.248.432.516.594.2]

Pembelahan dada dilakukan dengan menggunakan brisket saw (Gambar 8), alat yang sejenis dengan gergaji mesin. Hal ini dilakukan untuk membuat lubang agar memudahkan dalam pengeluaran jeroan dari tubuh sapi, dengan mengiris perut sapi hingga bagian dada. Pembelahan dada dimulai dengan menyayat garis perut, kemudian jeroan dikeluarkan melalui lubang yang telah dibuat pada bagian perut.

Gambar 8. Brisket Saw

(Sumber: http://www.jarvisnz.com/mg1.htm)

(36)

21

8.

Pembelahan Karkas dan Pencucian Karkas

Pembelahan karkas dilakukan dengan menggunakan splitter carcass (Gambar 9). Karkas sapi dibelah menjadi dua bagian yang sama besar. Splitter carcass merupakan alat berupa gergaji atau pisau otomatis yang dapat membelah karkas. Saat proses pembelahan, dari alat tersebut akan keluar air ketika dinyalakan dan air akan berhenti ketika alat tersebut mati. Penggunaan air pada alat tersebut adalah untuk mempermudah proses pembelahan.

Gambar 9. Splitter Carcass (Sumber: http://www.jarvisnz.com/bv.htm)

Proses pembelahan ini juga dibantu tangga hidrolik untuk mempermudah pemotongan dari bagian atas ke bawah. Tangga hidrolik dikendalikan dengan menggunakan kaki untuk mempermudah pekerja dalam melakukan pekerjaan tersebut. Pencucian karkas dilakukan setelah pembelahan karkas. Pencucian ini dilakukan bertujuan untuk membersihkan bagian bekas pembelahan dan sisa lemak pada bagian paha dan brisket.

9.

Penimbangan Karkas dan Pemberian Stampel

Karkas yang telah terbagi menjadi dua bagian disebut hot carcass. Hot carcass kemudian ditimbang dengan menggunakan carcass scale yang terdapat pada crane tempat menggantungkan kaskas. Pemberian stempel dilakukan setelah proses penimbangan dengan menggunakan crayon khusus daging (food grade) atau disebut meat crayon. Pada stempel tersebut terdapat nomor urutan penyembelihan dan bagian sisi karkas, untuk karkas sisi kanan adalah A dan karkas sisi kiri adalah B.

10.

Pelayuan

Karkas yang telah ditimbang, diberi stempel, dan dibersihkan selajutnya akan dimasukkan ke dalam ruang pelayuan (chiller). Karkas-karkas tersebut akan digantung selama ± 24 jam pada suhu 4-10°C.

11.

Pemisahan Tulang dan Daging

(37)

22 diperlukan adalah 16°C. Proses deboning terdiri atas tiga tahapan, yaitu boning, cutting, dan trimming.

Boning merupakan tahap pemisahan daging dengan tulang. Cutting merupakan tahap pemotongan bagian-bagian daging sesuai dengan potongan komersilnya (Lampiran 3) dan proses pemotongan tulang dilakukan dengan bone saw (Gambar 10). Proses terakhir dari deboning adalah trimming, proses ini merupakan proses pembersihan lemak yang menempel pada daging dan daging yang masih menempel pada tulang.

Gambar 10. Bone Saw

(Sumber: http://image.made-in-china.com/4f0j00mCMTnQpGOtof/Bone-Saw-GRT-BS210A-.jpg)

12.

Pengemasan dan Pengepakan

Potongan daging yang telah dipotong sesuai dengan potongan komersialnya, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan plastik sesuai dengan ukuran daging. Kemasan plastik merupakan plastik khusus vacuum yang dapat digunakan pada proses vakum. Daging-daging yang telah dikemas dengan plastik akan di vakum dengan menggunakan vacuum pack machine. Hal tersebut dilakukan untuk menjadikan daging lebih tahan lama, proses vakum tersebut dilakukan dalam keadaan hampa udara (pressmeat).

Produk yang dihasilkan tidak hanya daging komersial saja, tetapi juga berupa tulang, lemak, dan tendon. Produk-produk tersebut dikelompok berdasarkan jenisnya, kemudian dikemas ke dalam kardus-kardus yang telah dilapisi plastik linier di dalamnya. Proses pelabelan dilakukan setelah produk-produk tersebut dikemas ke dalam kardus. Isi label pada produk adalah tanggal produksi, masa kadaluarsa, jenis produk, bobot produk, jumlah produk, saran penyimpanan (keep chilled atau keep frozen), dan produsen. Produk yang telah dikemas dan diberi label, kemudian diikat dengan menggunakan alat stripping band machine.

13.

Penyimpanan

(38)

23 chilled harus disimpan di bawah suhu 4°C, sedangkan keep frozen harus disimpan di bawah suhu -20°C.

14.

Pemasaran dan Distribusi

Pemasaran produk yang dilakukan RPH PT Elders Indonesia tidak langsung ke tangan konsumen. Pemasaran dilakukan melalui perusahaan distributor yaitu PT Sukanda Djaya. Distribusi dilakukan menggunakan mobil yang dilengkapi box refrigerator agar kualitas daging tetap terjaga hingga ke tangan distributor.

E.

PENANGANAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

Limbah merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh sebuah perusahaan. Setiap perusahaan pengolah hasil pertanian pasti akan menghasilkan limbah yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampak terhadap lingkungan ekologis. RPH PT Elders Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang melakukan pengolahan hasil pertanian berupa produk olahan dari ternak sapi. RPH PT Elders Indonesia mengeluarkan 3 (tiga) macam jenis limbah, yaitu limbah padat, cair, dan gas. Penanganan dan pengolahan limbah tersebut dilakukan berdasarkan jenis limbahnya, berikut penjelasannya dalam Tabel 7.

Tabel 7. Penanganan dan Pengolahan Limbah RPH PT Elders Indonesia Berdasarkan Jenis Limbah.

Jenis

Limbah Sumber Limbah Penanganan dan Pengolahan

Padat

Kotoran Ternak

Dibuang pada tempat penampungan

kotoran khusus limbah peternakan Sisa Pakan

Isi Rumen

Sisa Lemak Di kumpulkan pada karung dan dibuang

Cair

Darah Dijual kepada pengumpul darah

Air sisa pembersihan kandang

Dibuang pada satu saluran menuju ke

kolam IPAL untuk diolah lebih lanjut Air sisa pembersihan karkas

Air buangan cuci tangan dan mandi

karyawan (syarat higienis produksi)

Air buangan toilet

Air cucian piring

Air sisa klorin

Gas Cerobong asap dari genset

Asap dari proses pembakaran dialirkan

ke dalam bunker bawah tanah untuk

(39)

24

Penanganan terhadap limbah padat yang dihasilkan dilakukan dengan

mengumpulkannya pada sebuah penampungan limbah peternakan yang terdapat di belakang RPH. Pada penampungan ini dapat dilakukan proses pengomposan sederhana sehingga dapat dihasilkan pupuk, pupuk ini dapat digunakan untuk pupuk tanaman.

Limbah cair yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia sebagian besar berasal dari air sisa pembersihan kandang dan proses produksi. Pengolahan yang dilakukan pada air limbah ini adalah dengan mengalirkannya ke dalam satu parit untuk menuju ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang kemudian dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air.

Tabel 8. Data Sarana Pengolahan Air Limbah

No Kolam Dimensi (m) Volume (m3) Retensi (hari)

1 Trapping 5,5 x 2,3 x 3 37,95 0,76

2 Kolam I 6,13 x 5,25 x 4 128,73 2,56

3 Kolam II 8 x 5 x 3 120 2,39

4 Kolam III 8,1 x 6,8 x 3 165,24 3,29

5 Kolam IV 5,3 x 5,3 x 2 56,18 1,12

Keterangan : m3 air yang digunakan RPH per hari sebesar 50,15 m3 dengan kapasitas 20 ton produk daging per hari.

IPAL di RPH PT Elders Indonesia terdiri dari kolam trapping dan kolam lainnya sebanyak 4 unit. Sarana yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8. Pengujian air limbah dilakukan setiap setahun sekali oleh RPH PT Elders Indonesia dengan menggunakan jasa dari Laboratorium Pengujian yang ada di Institut Pertanian Bogor.

Limbah yang dihasilkan RPH PT Elders Indonesia selain limbah padat dan cair adalah limbah gas. Limbah gas yang dihasilkan berasal dari cerobong genset. Genset ini dilengkapi dengan bunker yang berfungsi sebagai pereduksi gas hasil pembakaran dari genset sebelum dibuang ke udara bebas. Cerobong genset di RPH tersebut memiliki tinggi sekitar ± 7 meter.

(40)

V. PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA RPH

A.

SUMBER EMISI

Sumber emisi gas rumah kaca (GRK) RPH PT Elders Indonesia berasal dari penggunaan listrik, genset, LPG (Liquified Petroleum Gases), pengolahan limbah cair, dan pengolahan limbah padat. RPH PT Elders Indonesia merupakan salah satu industri pengolahan pangan dengan produk berupa daging kemasan (chilled meat) dengan kapasitas produksi sebesar ± 900 ekor per bulan.

[image:40.612.227.415.334.419.2]

Proses produksinya dilakukan secara semi otomatis, maksud dari semi otomatis adalah dalam proses produksinya menggunakan mesin-mesin yang dioperasikan oleh pekerja. Mesin-mesin yang dioperasikan oleh pekerja antara lain adalah pintu stunning box, cutter leg, brisket saw, splitter carcass, pencuci babat, oven babat, bone saw, vaccum, shrink tank, dan strapping machine. Mesin-mesin yang diopersikan secara otomatis adalah carcass chiller, sterilized tank, belt conveyor, blast freezer, dan carton chiller.

Tabel 9. Kebutuhan Listrik RPH PT Elders Indonesia Kebutuhan Unit kWatt

Mesin Produksi 24 99,22

Operasional 42 24,08

Penerangan (Lampu) 144 3,52

Total 126,83

Tabel 9 menunjukkan RPH ini membutuhkan listrik sebanyak 99,22 kW untuk mesin-mesin produksi (Lampiran 4a), 24,08 kW untuk kebutuhan operasional lainnya (Lampiran 4b), dan ± 3,53 kW untuk kebutuhan penerangan (Lampiran 4c). Total kebutuhan listrik RPH Elders adalah sebesar ± 126,83 kW.

Gambar 11. Konsumsi Listrik RPH PT Elders Indonesia Januari 2010 s.d. April 2011 0

50 100 150 200 250 300 350

Ja

n

F

eb

M

ar

A

pr

M

ei

Ju

n

Ju

l

A

gu

st

S

ep

O

k

t

N

ov

D

ec Jan

F

eb

M

ar

ch

A

pri

l

k

Wh

(41)

26 Gambar 11 merupakan grafik konsumsi listrik yang digunakan oleh RPH PT Elders Indonesia selama tahun 2010 hingga April 2011. Dari grafik dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi penggunaan listrik setiap bulannya selama satu tahun. Pada tahun 2010 rata-rata konsumsi listrik RPH mencapai 223,08 kWh/bulan. Konsumsi listrik berbanding lurus dengan emisi GRK yang dihasilkan dari konsumsi listrik.

[image:41.612.227.414.330.399.2]

Fluktuasi listrik sering terjadi di RPH PT Elders Indonesia, keadaan ini dapat menghambat proses produksi. RPH memerlukan peralatan yang dapat menggantikan energi listrik selama keadaan fluktuatif listrik terjadi, alat yang digunakan berupa genset. Kapasitas genset yang digunakan RPH ini adalah sebesar 225 kVA, dengan konsumsi solar sebanyak 20-23 liter per jam dan membutuhkan solar setiap bulannya sebesar ± 3467 liter. Selain penggunaan genset, emisi yang dikeluarkan dari bahan bakar solar adalah berasal dari mobil delivery yang digunakan RPH PT Elders untuk proses distribusi ke perusahaan distributor yaitu PT Sukanda Djaya. Kebutuhan solar untuk mobil distribusi adalah sebesar ± 2160 liter per bulan, dengan jarak tempuh ±342 km per hari. Tabel 10 menunjukkan kebutuhan energi solar dari penggunaan mesin genset dan mobil distribusi.

Tabel 10. Kebutuhan Solar RPH PT Elders Indonesia Kebutuhan Unit Liter

Genset 24 3467

Mobil Distribusi 42 2160

Total 5627

[image:41.612.228.412.522.589.2]

Penggunaan LPG pada industri juga dapat mengeluarkan emisi GRK. RPH ini menggunakan bahan bakar LPG pada proses produksinya. LPG yang digunakan sebanyak 200 kg untuk keperluan pemanas air dan oven babat (Tabel 11). Air panas digunakan dalam proses produksinya sebagai syarat higienis produk tersebut, sedangkan oven sebagai proses pengolahan babat.

Tabel 11. Kebutuhan LPG RPH PT Elders Indonesia

Kebutuhan Unit Kg

Oven Babat 1 50

Water Heater 3 150

(42)

27 Konsumsi energi oleh RPH PT Elders Indonesia berdasarkan sumbernya dari Januari 2010 hingga April 2011 ditunjuka

Gambar

Gambar 6. Penurunan Ternak
Gambar 8. Brisket Saw
Tabel 9. Kebutuhan Listrik RPH PT Elders Indonesia
Tabel 11. Kebutuhan LPG RPH PT Elders Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga pada penelitian ini akan memberikan Model Reegineering Ekonomi berbasis Koperasi Berkelanjutan melalui pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat Pesisir sebagai salah

Pada model alternatif I, peta yang digunakan dalam penentuan tingkat prioritas adalah ”peta intersect IV” yang merupakan hasil terakhir dari serangkain proses overlay peta. Hasil

Benda yang tidak dapat menghantarkan panas dengan baik dinamakan ...b. Perpindahan panas tanpa melalui zat perantara

Termasuk di dalamnya adalah metode Wagner Whittin (WW).. menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programan dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan

Pertalian atau hubungan antara pemerintah Kabupaten Purbalingga, masyarakat baik sebagai pemohon informasi maupun yang menyatakan keberatan informasi, serta Komisi

Bi ikasleek aurrera egiten dute irakaslearen mezuekin ezartzea lortzen duten kohere n- tzia-graduan. Ikasturte hasieran bi haurren arteko diferentzia indibidualak

Sedangkan KAMMI, lebih cenderung menampung masa dari kader-kader yang su- dah sejak di SMA mengikuti organisasi Rohis (Rohani Islam), meskipun tidak punya kesepa- katan

selain itu mereka tak lupa untuk menggosok gigi menggunakan sikat gigi yang diberi pasta gigi sehingga gigi mereka menjadi putih dan kuat bobi dan nita juga terhindar dari