KHASI
(
Pepe
JAH
FAKU
IAT ANT
eromia
pe
HE MERA
ULTAS MA
TIINFLAM
llucida
[L
AH (
Zing
E
DEPA
ATEMATI
INSTITU
MASI EK
]) DAN C
giber offic
ESTI SAH
ARTEMEN
IKA DAN I
UT PERTA
BOGO
2012
KSTRAK
CAMPUR
cinale
Ros
HIFAH
BIOKIMI
ILMU PEN
ANIAN BOG
OR
2
K HERBA
RANNYA
sc.) PADA
IA
NGETAHU
GOR
SURUHA
DENGAN
A TIKUS
UAN ALAM
AN
N
ABSTRAK
ESTI SAHIFAH. Khasiat Antiinflamasi Ekstrak Herba Suruhan (Peperomia
pellucida [L]) dan Campurannya dengan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)
pada Tikus. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan HUSNAWATI.
Herba suruhan dilaporkan memiliki potensi antiinflamasi, namun
pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal. Selain herba suruhan,
tanaman yang dapat digunakan sebagai obat antiinflamasi adalah jahe merah.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas formula campuran ekstrak herba
suruhan dan jahe merah dalam menghambat peradangan secara in vivo. Sebanyak
24 ekor tikus putih jantan galur Wistar dibagi menjadi enam kelompok: kelompok
kontrol (CMC 0.5%), natrium diklofenak (1.25 mg/kg BB), herba suruhan (100
mg/kg BB), herba suruhan (117.5 mg/kg BB), ekstrak formula 1, dan ekstrak
formula 2. Volume edema kaki tikus yang diinduksi karagenan diamati
menggunakan alat pletismometer selama 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa induksi karagenan 1% mampu meningkatkan volume telapak kaki tikus.
Meskipun belum didukung secara statistik, ekstrak herba suruhan dan
campurannya dengan jahe merah cenderung memiliki khasiat sebagai
antiinflamasi secara in vivo. Kemampuan antiinflamasinya sebanding dengan obat
antiinflamasi komersil natrium diklofenak dan memiliki efektivitas yang lebih
baik daripada ekstrak tunggalnya. Persentase daya antiinflamasi formula 1 sebesar
33.69% dan formula 2 sebesar 28.31%. Selain itu, campuran ekstrak ini mampu
menurunkan jumlah leukosit yang lebih besar dari natrium diklofenak.
Kata kunci : Herba suruhan, jahe merah, antiinflamasi, karagenan
ABSTRACT
ESTI SAHIFAH. Anti-inflammatory Activities of Suruhan Herb (Peperomia
pellucida [L]) Extract and its Mixture with Red Ginger (Zingiber officinale Rosc.)
in Rats. Under the direction of SULISTIYANI and HUSNAWATI.
Suruhan herb has been reported for its anti-inflammatory activity, but its
usage are still limited. Besides suruhan herb, the other plant which can be used as
anti-inflammatory drugs is red ginger. The objective of this research was to test
the effectivity of the formula mixture of suruhan herb and red ginger extracts as
anti-inflamation in vivo. A total of 24 male white Wistar strain rats were divided
into six groups: the control group (CMC 0.5%), the sodium diclofenac (1.25
mg/kg BB), the suruhan herb (100 mg/kg BW), the suruhan herb (117.5 mg/kg
BW), the formula 1 extract, and the formula 2 extract. The volume of the rats
carrageenan-induced foot paw was measured using plethysmometer for six hours.
The results showed that carragenan-induced increased the foot paw of rats.
Eventhough data were not statistically significant,
suruhan herb-ginger extract
tended to reduce inflammation in vivo. The effect was the same as the
commercialized anti-inflammatory drugs natrium diclofenac and was better than
the single extract.
The percentage of inflammatory inhibition of formula 1 was
33.69% and formula 2 was 28.31%. Moreover, mixture of suruhan herb-ginger
extract reduced leukocytes level more than natrium diclofenac.
KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN
(Peperomia
pellucida
[L]) DAN CAMPURANNYA DENGAN
JAHE MERAH (
Zingiber officinale
Rosc.) PADA TIKUS
ESTI SAHIFAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul
Skripsi : Khasiat Antiinflamasi Ekstrak Herba Suruhan (Peperomia
pellucida [L]) dan Campurannya dengan Jahe Merah (Zingiber
officinale Rosc.) pada Tikus
Nama
: Esti Sahifah
NIM
: G84080033
Disetujui
Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D
Ketua
dr. Husnawati
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia yang diberikan sehingga penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini
dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul Khasiat Antiinflamasi
Ekstrak Herba Suruhan (Peperomia Pellucida [L]) dan Campurannya dengan Jahe
Merah (Zingiber officinale Rosc.) pada Tikus. Kegiatan penelitian ini
dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Mei 2012 di Laboratorium Penelitian
Biokimia, Kandang Percobaan Departemen Biokimia, dan Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini merupakan bagian
dari Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) 2012 dengan judul
Kajian Tumbuhan Liar Herba Suruhan (Peperomia pellucida) sebagai
Antiinflamasi Alami dalam Ramuan Berbasis Jahe Merah yang didanai oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI).
Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. Sulistyani, M.Sc, Ph.D dan dr.
Husnawati selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, motivasi,
arahan dan semangat selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf di Laboratorium
Biokimia atas segala bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada drh. Min Rahminiwati, M.Si. Ph.D, drh. Aulia dan Pak
Edi atas bantuan dan bimbingannya pada saat penggunaan pletismometer dan
pengambilan darah tikus. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Shelly,
Banda, Nofa, dan Feki sebagai teman satu tim PKM atas kerjasama dan
bantuannya selama penelitian.
Terima kasih kepada Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik penulis atas segala kasih
sayang, perhatian, doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Begitu juga
terima kasih penulis ucapkan kepada Andi Kosasih atas perhatian, bantuan,
semangat, dan saran yang telah diberikan. Tak lupa penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Oneng, Ijah, Dian, Didit, Wulan, Nina, Aji, Rian, Balsuk,
Dita, teman-teman Biokimia 45, warga kosan Nabila Cempaka Atas, mba Rini,
mba Ika, dan juga sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
segala bantuan, dukungan, saran dan motivasi yang diberikan. Penulis berharap
semoga hasil penelitian dan karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Oktober 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 28 Agustus 1990 dari ayah Ajat
Sudrajat dan ibu Teti Komarawati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga
bersaudara dan dibesarkan di Karawang.
Pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri Srijaya 1 kemudian melanjutkan
pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tirtajaya
yang keduanya berada di Karawang. Tahun 2008 penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Karawang dan pada tahun
yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Di IPB penulis mengambil mayor Biokimia dari
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan
minor Pengolahan Pangan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Kimia Dasar pada saat matrikulasi untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
tahun ajaran 2010/2011 dan asisten praktikum Biokimia Umum untuk mahasiswa
S1 Biologi tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan di IPB dan organisasi mahasiswa daerah, diantaranya penulis
pernah aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman pada
tahun 2008/2009, staf Departemen Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif
Mahasiswa FMIPA periode 2009/2010, Staf divisi Pengembangan Sumber Daya
Manusia Organisasi Mahasiswa Daerah Karawang (Panatayudha) periode
2009/2010, dan staf divisi keilmuan Metabolisme Community of Research and
Education in Biochemistry (CREBs) periode 2010/2011.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Herba Suruhan (Peperomia pellucida [L]) ... 2
Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) ... 2
Inflamasi ... 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ... 7
Metode Penelitian ... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Volume Kaki Tikus setelah Induksi Karagenan 1% ... 9
Persentase Daya Antiinflamasi ... 10
Analisis Jumlah Leukosit Darah ... 12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 14
Saran ... 14
DAFTAR PUSTAKA ... 14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Herba suruhan (Peperomia pellucida [L]) ... 2
2 Rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) ... 3
3 Diagram perombakan asam arakidonat menjadi prostaglandin ... 4
4 Struktur kimia natrium diklofenak ... 6
5 Volume edema rata-rata kaki tikus terhadap waktu ... 9
6 Nilai AUC total ... 10
7 Persentase daya antiinflamasi ... 11
8 Persentase kenaikan jumlah leukosit ... 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rancangan penelitian ... 19
2 Ekstraksi herba suruhan dan jahe merah ... 20
3 Rendemen hasil ekstraksi herba suruhan dan jahe merah ... 20
4 Hasil uji fitokimia ekstrak herba suruhan dan jahe merah ... 20
5 Dosis ekstrak ... 21
6 Volume pemberian ekstrak pada hewan uji ... 23
7 Volume edema kaki tikus ... 24
8 Nilai AUC dan persentase daya antiinflamasi tiap tikus ... 25
9 Jumlah leukosit tiap tikus ... 27
10 Analisis varian (ANOVA) AUC pada
α
=0.05 ... 28
11 Analisis varian (ANOVA) AUC pada
α
=0.1 ... 29
12 Analisis varian (ANOVA) AUC pada
α
=0.3 ... 30
13 Analisis varian (ANOVA) AUC pada
α
=0.5 ... 31
14 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada
α
=0.05... 32
15 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada
α
=0.1... 33
16 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada
α
=0.3... 34
masyarakat, biasanya ditandai dengan bengkak, nyeri, kemerahan, dan panas. Cedera ringan seperti tertusuk duri, tersayat pisau atau suhu panas juga dapat menyebabkan peradangan. Obat sintetis antiradang yang digunakan selama ini masih menimbulkan beberapa efek samping yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu, akhirnya masyarakat cenderung untuk memakai obat tradisional karena dianggap memiliki keuntungan berupa harga yang relatif murah, mudah dalam memperoleh bahan bakunya, dan relatif aman karena adanya anggapan bahwa obat tradisional memberikan efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat sintetis (Katno dan Pramono 2003).
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman berkhasiat obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan. Menurut Katno dan Pramono (2003) ramuan obat tradisional umumnya mengandung dua atau lebih tanaman obat. Hal ini dilakukan dengan harapan agar efektivitas pengobatan tercapai melalui efek saling mendukung antar tanaman obat yang digunakan tersebut. Selain itu, adanya formulasi menggunakan campuran tanaman obat juga memberikan nilai tambah tersendiri yaitu adanya nilai unik atau khas pada produk kombinasi tersebut. Kelebihan lain dalam pemakaian obat kombinasi adalah lebih murah daripada obat tersebut diberikan terpisah tapi bersamaan pemakaiannya (Ansel et. al. 2011).
Diklofenak dan asetosal merupakan contoh obat sintetik antiradang yang telah banyak beredar di pasaran, namun pemakaian obat-obat tersebut dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan jika tidak sesuai takaran (Nasution 1992). Efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut di antaranya adalah meningkatnya resiko pendarahan pada lambung (gastrointestinal) dan secara jangka panjang memberikan efek negatif bagi hati dan ginjal (Nasution 1992). Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional dapat menjadi alternatif lain yang dapat memberikan kesembuhan selain obat sintetis.
Salah satu tanaman yang diduga dapat digunakan untuk menggantikan obat sintetik antiradang adalah herba suruhan (Peperomia pellucida [L]). Tanaman ini oleh masyarakat di Filipina digunakan untuk mengobati abses dan bengkak karena terbakar (Quisumbing 1987). Di Indonesia pemanfaatan herba
suruhan sangat dimungkinkan karena tidak membutuhkan perawatan yang khusus dan mudah ditanam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Monica (2004) herba suruhan memiliki efek antiinflamasi tertinggi pada dosis 2500 mg/kg BB.
Tanaman lain yang juga dapat digunakan untuk obat antiradang adalah jahe merah. Jahe merah merupakan herba unggulan khas Indonesia yang komponen bioaktifnya secara tradisional digunakan sebagai obat berbagai macam penyakit seperti batuk, penambah nafsu makan, dan antimual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yustinus (2010) ekstrak etanol rimpang jahe merah pada konsentrasi 100 ppm menunjukkan daya inhibisi sebesar 23.81% terhadap aktivitas siklooksigenase-2.
Sementara itu, Mudrikah (2006) telah menguji campuran ekstrak jahe merah dengan herba suruhan sebagai antihiperurisemia dengan penurunan konsentrasi asam urat sebesar 42.02%. Campuran ekstrak jahe merah dan herba suruhan sebagai antioksidan juga telah diteliti oleh Safaati (2007) dengan potensi antioksidan sebesar 24.43%. Tingginya angka tersebut karena adanya senyawa bioaktif dari campuran keduanya yang dimungkinkan dapat dikembangkan untuk pengobatan berbagai macam penyakit, misalnya sebagai antiinflamasi. Namun, belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa campuran kedua tanaman tersebut juga mampu menghambat proses inflamasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Herba Suruhan (Peperomia pellucida[L])
Tanaman Suruhan (Gambar 1) merupakan tanaman semak yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan juga terdapat di Asia Tenggara. Tanaman ini merupakan jenis herba yang memiliki tinggi 10-25 cm. Batangnya tegak dan berwarna hijau muda. Daunnya berbentuk lonjong dan memiliki panjang 1-4 cm dan lebar 2-5 cm. Ujung daunnya runcing dan pangkal daunnya bertoreh. Tepi daun rata, permukaan daun lunak, dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk bulir yang terdapat di ketiak daun atau di ujung batang. Bulir memiliki panjang 2-5 cm. Buahnya berbentuk bulat kecil dan berwarna hijau sedangkan bijinya berwarna hitam (Prosea 1999). Herba suruhan mempunyai beberapa nama daerah diantaranya yaitu saladan (Sunda), suruhan
(Jawa), gofu gorobho (Ternate), dan
tumpangan air (Sumatera) (Hariana 2006). Herba suruhan diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dikotyledonae, bangsa Piperalesles, suku Piperaceae, marga Peperomia, dan spesies Peperomia pellucida. Tanaman ini tersebar luas umumnya terdapat di kebun-kebun, daerah lembab dan gelap pada permukaan keras seperti dinding bangunan, atap, dan jalan setapak pada ketinggian 1000 m (Prosea 1999). Tanaman dengan genus Peperomia ini, digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat luar untuk mengobati sakit kepala ketika demam dan hasil perasan daunnya dapat digunakan untuk mengobati penyakit perut (Adi 2006). Sementara itu, di Filipina tanaman ini digunakan untuk mengobati abses dan bengkak karena terbakar (Quisumbing 1987).
Kandungan kimia tumbuhan suruhan diantaranya adalah siskuiterpena, alkohol, flavonoid, akasetin, apigenin, alkaloid, tanin, kalium oksalat, dan minyak atsiri. Tumbuhan ini memiliki rasa pedas dan bersifat menyejukkan, dapat digunakan sebagai antiradang, dan meredakan sakit. Masyarakat telah menggunakan tanaman ini untuk mengobati penyakit rematik, menurunkan asam urat, nyeri pada rematik, luka sakit perut, sakit kepala, radang kulit dan bisul. Dosis penggunaan tumbuhan ini adalah 15-30 gram, untuk pengobatan biasanya tumbuhan ini direbus dengan api kecil selama 15 menit dan diminum airnya. Bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh herba (Wijayakusuma 2006).
Berbagai penelitian lain mengenai khasiat herba suruhan telah dilakukan diantaranya penelitian Karyono dan Rahmawati (2004) melaporkan bahwa pemberian dekokta Peperomia pellucida mampu menurunkan kadar asam urat darah mencit. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air pada suhu 90oC selama 30 menit, terhitung setelah panci bagian bawah mulai mendidih (Farmakope Indonesia 1995). Selain itu ekstrak etanol herba suruhan dilaporkan memiliki bioaktivitas paling tinggi terhadap larva udang dibandingkan dengan ekstrak fraksi heksana, fraksi kloroform, dan air yaitu masing-masing sebesar 0.68%, 4.65%, 2.66%, dan 1.12% (Purba dan Nugroho 2007). Air rebusan herba suruhan juga mempunyai khasiat analgesik pada mencit putih betina yang diberikaan larutan asam asetat steril 1% v/v dengan dosis 300 mg/kg BB secara intraperitonial (Mulyani 2011). Intraperitonial adalah injeksi yang dilakukan pada rongga perut, namun injeksi ini tidak dilakukan pada manusia karena berbahaya.
Gambar 1 Herba suruhan (Peperomia
pellucida [L])
(www.anthropogen.com)
Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu, berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Nama daerah jahe antara lain
halia (Aceh), sipodeh (Minangkabau), jahi
[image:11.595.321.513.375.538.2]Jahe merah dapat hidup didaratan rendah hingga ketinggian 1500 meter dari permukaan laut dan tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna kemerahan dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun. Rimpang jahe ini berwarna jingga muda hingga merah. Jahe merah memiliki aroma yang sangat tajam serta rasa yang sangat pedas (Tim Lentera 2004). Jahe merah diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Zingiber, dan spesies Zingiber officinale Roscoe (Muhlisah 1999).
Rimpang jahe (Gambar 2) mengandung beberapa komponen kimia antara lain air, pati, minyak atsiri, oleoresin, serat kasar, dan abu. Jumlah masing-masing komponen tersebut berbeda-beda tergantung pada tempat tumbuhnya, kondisi lingkungan, dan umur panen. Hal ini juga dipengaruhi oleh iklim, curah hujan, varietas jahe, keadaaan tanah, dan faktor-faktor lain (Koswara 1995). Kandungan kimia jahe merah antara lain sineol, geraiol, zingiberan, zingeron, zingiberol, shagol, farsenol, d-borneol, linalol, kavikol, metilzingediol dan resin (Wijayakusuma 2006). Khasiat jahe merah dalam bidang pengobatan tradisional antara lain sebagai obat untuk rematik, sakit pada persendian, asam urat tinggi, pegal linu, asma, batuk, sakit perut, menurunkan kolesterol, masuk angin, mual, muntah, influenza, meningkatkan stamina, dan menambah nafsu makan (Wijayakusuma 2006).
Jahe memiliki khasiat analgesik dan antiinflamasi yang baik dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin. Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak jahe dalam air panas dapat menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipooksigenase dalam asam arakidonat sehingga menyebabkan penurunan jumlah prostaglandin dan leukotrien (Sidik 1997). Selain itu, berdasarkan penelitian Ratna
(2009) sediaan topikal berupa gel ekstrak kombinasi dari ekstrak jahe merah 2% dan ekstrak kunyit 2% juga mampu menghambat inflamasi pada mencit jantan.
Inflamasi
Inflamasi merupakan respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologi. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur perbaikan jaringan (Mycek et al. 2001). Gejala yang ditimbulkan dari reaksi peradangan meliputi kemerahan (eritema), panas (kalor), pembengkakan (edema), nyeri (dolor), dan terganggunya fungsi (functio laesa). Kemerahan terjadi akibat adanya sel darah merah yang terkumpul pada daerah cedera jaringan dan terjadinya dilatasi arteriol. Panas terjadi karena bertambahnya pengumpulan darah dan dimungkinkan juga adanya pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus. Pembengkakan terjadi akibat merembesnya plasma sel ke dalam jaringan intestinal pada tempat cedera. Nyeri terjadi karena pelepasan mediator-mediator nyeri seperti histamin, kinin, dan prostaglandin. Terganggunya fungsi terjadi karena adanya gangguan nyeri dan penumpukan cairan sehingga mengurangi mobilitas pada daerah itu (Kee dan Hayes 1996).
Reaksi inflamasi melibatkan tiga proses utama yaitu aliran darah ke daerah inflamasi meningkat, permeabilitas kapiler meningkat dan migrasi leukosit ke jaringan radang (Wilmana 1995). Sel darah putih atau leukosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh dengan menyediakan pertahanan terhadap benda-benda asing yang dapat menimbulkan peradangan dan infeksi dalam tubuh. Leukosit mempunyai dua fungsi, yaitu menghancurkan agen infeksi melalui proses fagositosis atau dengan membentuk antibodi dan limfosit yang lebih sensitif (Guyton 1996).
Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut melepaskan fosfolipid yang akan diubah oleh enzim fosfolipase menjadi asam arakidonat (Gambar 3). Setelah asam arakidonat tersebut bebas maka akan diaktifkan oleh enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Kedua enzim tersebut mengubah asam arakidonat ke dalam bentuk Gambar 2 Tanaman dan rimpang jahe merah
yang tidak stabil yaitu endoperoksida dan asam hidroperoksida. Endoperoksida selanjutnya dimetabolisme melalui jalur siklooksigenase (COX). Pada jalur ini terdapat dua enzim yang berperan yaitu enzim COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 terdapat banyak di jaringan seperti di saluran cerna, sedangkan COX-2 tidak terdapat di jaringan namun dibentuk selama peradangan oleh sel-sel radang. Enzim COX-1 mengubah endoperoksida menjadi tromboksan dan prostasiklin. Tromboksan berperan dalam vasokontriktif dan menstimulasi agregasi keping darah, sedangkan prostasiklin berperan dalam proteksi lambung, vasodilatasi bronkhi, dan antitrombotis. Prostaglandin yang berperan dalam peradangan dihasilkan oleh enzim COX-2 yang mengubah endoperoksida menjadi prostaglandin (Katzung 2004). Sementara itu, asam hidroperoksida yang
dihasilkan dari perombakan asam arakidonat oleh enzim lipooksigenase selanjutnya diubah menjadi leukotrien dan menghasilkan LTB4
yang berperan dalam peradangan (Katzung 2004). LTB4 disintesis di makrofag dan
bekerja menstimulasi migrasi leukosit. Selain LTB4, dihasilkan juga LTC4, LTD4, dan LTE4
yang berperan dalam vasokontriktif dan permeabilitas pembuluh paru. Mediator-mediator ini dinamakan slow reacting subtance of anaphylaxis (SRS-A) (Tjay dan Raharja 2002).
[image:13.595.109.505.128.784.2]Secara umum respon inflamasi dibagi tiga fase yaitu inflamasi akut, respon imun dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal dari luka jaringan. Hal tersebut terjadi melalui pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, leukotrien, dan biasanya didahului oleh pembentukan respon
Gambar 3 Diagram perombakan asam arakidonat menjadi prostaglandin (Tjay dan Raharja 2002). TXA2 = tromboksan A2, PGI2 = prostasiklin I2, PGE2 = prostaglandin E2, PGF2 =
prostaglandin F2, LTB4 = leukotrien B, LTC = leukotrien C, LTD = leukotrien D, LTE
imun. Respon imun terjadi bila sel yang mempunyai kemampuan imunologi diaktivasi untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang dilepaskan selama respon terhadap peradangan akut atau kronis. Inflamasi kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada respon akut. Mediator-mediator yang terlibat pada inflamasi kronis antara lain interleukin-1,2,3, granulocyte macrophage colony stimulating factor, tumor necrosis factor-α, interferon, platelet-derived growth factor
(Katzung 2002 dalam Lumbanraja 2009).
Peran Enzim Siklooksigenase dalam Inflamasi
Enzim siklooksigenase (COX) atau prostaglandin H sintase (PGHS) merupakan enzim (EC 1.14.99.1) yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin hasil dari metabolisme asam arakidonat (Martin et. al. 2008). Enzim ini terdiri dari dua isoform, yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 bersifat konstitutif karena merupakan bentuk enzim utama yang terdapat dibanyak jaringan dan bertanggung jawab dalam menjaga fisiologi normal dan homeostatis tubuh termasuk kebutuhan mukosa lambung dan pengaturan aliran darah ginjal. Sementara itu, enzim COX-2 bersifat induktif karena tidak ditemukan di jaringan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh berbagai stimulus seperti endotoksin, sitokin, dan mitogen pada sel yang mengalami inflamasi (Leahy et. al. 2000).
Siklooksigenase adalah enzim kunci dalam sintesis prostaglandin yang merupakan salah satu mediator inflamasi yang penting. Aktivasi enzim COX-2 ini menyebabkan terjadinya biosintesis prostaglandin. Enzim ini mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin G2 (PGG2), selanjutnya
PGG2 diubah lagi menjadi prostaglandin H2
(PGH2) oleh aktivitas peroksidase (Martin et. al. 2008). PGH2 selanjutnya diubah menjadi
prostaglandin E2 (PGE2) oleh endoperoksida
isomerase dan diubah menjadi prostaglandin F2 (PGF2) oleh endoperoksida reduktase.
PGE2 menyebabkan otot berelaksasi sehingga
merangsang pengaliran darah akibat terjadinya pelebaran pembuluh darah dan penurunan tekanan darah. Hal inilah yang menyebabkan ketika terjadi inflamasi maka aliran darah ke jaringan inflamasi meningkat. Akibatnya terjadi kemerahan disekitar jaringan yang mengalami inflamasi akibat adanya pengumpulan darah di daerah tersebut. Sementara itu PGF2 memberikan sinyal ke
otot untuk berkontraksi sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah.
Penghambatan sintesis prostaglandin dengan cara menginhibisi aktivitas enzim siklooksigenase-2 dapat menekan atau mengurangi reaksi inflamasi, sehingga gejala inflamasi yang mengganggu seperti rasa nyeri yang berlebihan, kemerahan, pembengkakan, dan panas bisa dikurangi (Kee dan Hayes 1996). Selain itu dengan penghambatan secara selektif terhadap enzim COX-2 maka enzim COX-1 yang berperan dalam perlindungan mukosa lambung tidak ikut terhambat sehingga akan mengurangi efek samping yang tidak diinginkan seperti gangguan gastrointestinal (Nasution 1992).
Obat Antiinflamasi
Obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin dan menghambat migrasi leukosit ke daerah radang (Ratna 2009). Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antiinflamasi terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah golongan obat antiinflamasi steroid. Obat-obat golongan ini bekerja menghambat sintesis prostaglandin dengan cara menghambat enzim fosfolipase, sehingga fosfolipid yang berada pada membran sel tidak dapat diubah menjadi asam arakidonat. Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek inflamasi tidak ada. Namun, obat-obat golongan ini memberikan efek samping seperti moonface, hipertensi, osteoporosis dan hambatan pertumbuhan. Contoh obat antiinflamasi steroid adalah deksametason, betametason dan hidrokortison.
seperti maag bersifat asam terhambat, a ada sehingg terlalu asam Obat an dikonsumsi asam asetils natrium dik dalam pene diklofenak adalah seba yang digun secara kom kemampuan turunan asam penghambat selektif dan bioavailabili memiliki ef antipiretik diakumulasi diabsorbsi mempunyai 3 jam. Oba plasma dan sebesar 40 dianjurkan seperti artrit untuk peng (Katzung 20 ialah mual, kepala. Sela berhati-hati (Wilmana 1
Gambar 4 S
Karagenan
Bahan y inflamasi y pembengkak adalah kar suatu poli ekstraksi rum merah) da Gigartina, alga merah pembuatan (2000) m merupakan
g karena biasa m. Selain itu k
akibatnya pro ga akan berb m (Tjay dan Ra ntiinflamasi k masyarakat salisilat atau a klofenak sepe elitian ini. P (Gambar 4) agai pemband nakan karena mersil telah n antiinflamas m fenilasetat. t siklooksigen n kuat, serta itas asam ar fek antiinflam
(Katzung i di cairan
setelah pem waktu paruh at ini terikat n mengalami 0-50%. Pen
untuk kondis tis rematoid d gobatan nyer
004 ). Efek gastritis, erit ain itu pemak pada pende 995). Struktur kimia sebagai Pem yang digunak yang menyeb kan buatan ragenan. Kar sakarida ya mput laut kela alam suasana dan Eucheum
h yang bias karagenan. A menyatakan
suatu polisa
anya obat- oba karena enzim oteksi lambun bahaya jika la aharja 2002). komersil yang
diantaranya asetosal (aspir erti yang dig Penggunaan
dalam peneli ding terhadap
natrium dik terbukti m si. Diklofenak
Obat ini mer nase yang rela mampu men rakidonat. O masi, analges 2004). Dik sinovia serta mberian ora yang pendek t 99% pada
i efek linta nggunaan ob
si peradangan dan osteoartrit ri otot rangk samping yang tema kulit da kaian obat in erita tukak la
a natrium dikl
micu Peradang
kan sebagai i babkan edem pada penelit ragenan mer ang diperole
as Rhodophyca
a basa. Ch ma merupaka a digunakan Angka dan Su bahwa ka akarida linie at AINS COX-1 ng tidak ambung g biasa a yaitu rin) dan gunakan natrium itian ini ekstrak klofenak memiliki k adalah rupakan atif non ngurangi Obat ini sik, dan klofenak a cepat al dan yaitu 1-protein as awal bat ini n kronis tis serta ka akut g lazim an sakit ni harus ambung lofenak gan induktor ma atau tian ini rupakan h dari
ae (alga
hondrus, an jenis n untuk uhartono aragenan er yang tersusun da beberapa a anhidrogalakt 1,3 dan β -beberapa ato dengan ikata pengulangan dapat dibagi iota karagena Zat lain memicu terbe
oil 5%, dextra
dan serotonin Penggunaan radang memi lain yaitu tid menimbulkan respon yang antiinflamasi iritan yang l 2005). Mekanism pembentukan menginduksi dilepaskannya seperti histam prostaglandin sel ketika ter rusaknya sel, histamin in permeabilitas bereaksi lok vasodilatasi, kapiler da dilepaskannya sebagai penye setelah berga inflamasi yan histamin, (Lumbanraja migrasi fagos terjadi pemb (Hamor 1996 Edema a belakang tik adalah mod inflamasi aku Hidayati et. a
bertahan sela angsur berk (Baghdikian e
kaki belakang 1% tersebu pletismomete hukum Arc dimasukkan memberikan besarnya sam ari unit-unit atom hidro tosa dengan i -1,4 secara m hidroksil t an ester. Be unit polisa menjadi lam an, dan kappa yang dapat entuknya ede
an 1%, egg wh
n kreatinin sul karagenan se iliki beberapa
dak meningg n luka jaringa g lebih pek
dibandingka lainnya (Sisw me kerja n edema cedera a mediator-m min, serotoni n. Histamin ak
rjadi reaksi hi misalnya kar ni menyebab s kapiler. Se
kal menimbu meningkatk an menin a prostaglan ebab radang a abung dengan ng dilepaskan
serotonin, 2009). Sela sitke daerah bengkakan pa 6).
atau pembeng kus yang di del standar ut (Chakrabort
al. 2008). Ede ama 6 jam da kurang dalam
et al. 1997). P g tikus yang d ut diukur m er. Alat ini b chimedes, ya
ke dalam gaya atau tek ma dengan vo
t galaktosa oksil dan ikatan glikosi bergantian. terikat gugus erdasarkan st akarida, kara mbda (λ) kara
(k) karagenan t digunakan ema adalah m
hite fresh und
lfat (Patimah ebagai pengin a keuntungan galkan bekas, an, dan memb
ka terhadap an dengan se wanto dan N
karagenan yaitu d sel seh mediator inf in, bradikinin kan dilepaska ipersensitivita rena luka. Pele
bkan penin ementara brad
ulkan rasa kan permea
gkatkan p ndin. Prostag akan berpoten n mediator-me
secara lokal dan leuk ain itu terjad
inflamasi akib ada daerah te
gkakan pada iinduksi kara untuk perc ty et al. 2004 ema buatan ini an akan bera m waktu 24 Pembengkakan diinduksi kara menggunakan bekerja berda aitu benda zat cair kanan ke atas olume zat cair
dipindahkan. Besarnya volume zat cair (raksa) yang dipindahkan tersebut sama dengan volume edema kaki tikus yang terjadi.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), berumur 2 bulan, sehat, memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 189 gram-285 gram. Jahe merah yang digunakan diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Bogor yang berumur sekitar 8-9 bulan, sedangkan herba suruhan diperoleh di sekitar daerah Depok. Ekstrak etanol 70% herba suruhan dan ekstrak air jahe merah diperoleh dari kegiatan PKMP yang telah dikerjakan oleh Rahmania et. al. 2012.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak air jahe merah, ekstrak etanol 70% herba suruhan, NaCl, akuades, karagenan 1% dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0.9%), Carbocyl Methyl Cellulosa (CMC) 0.5%, natrium diklofenak, EDTA, xylol, betadine, darah tikus, larutan Turk (asam asetat glasial 2.5%, gentian violet, akuades), pakan standar, dan sekam.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus di kandang percobaan Biokimia, pletismometer di laboratorium Farmakologi FKH IPB, gunting bedah, sarung tangan, masker, neraca analitik, mikropipet, alat pencampur vortex, sonde oral, kapas, stopwatch, timbangan tikus, coolbox, tabung Eppendorf, hemositometer, hand counter, mikroskop, deck glas, pipet, dan alat gelas.
Metode Penelitian
Persiapan Sampel Herba Suruhan (Peperomia pellucida [L]) dan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)
Simplisia herba suruhan kering dibuat serbuk dengan cara diblender, lalu diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan metode maserasi. Perbandingan serbuk simplisia herba suruhan dan pelarut etanol 70% adalah 1:10 Hasil maserasi dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporatorpada suhu 40-50oC hingga didapatkan ekstrak pekat herba suruhan berupa pasta. Sebanyak 14 gram serbuk simplisia herba suruhan yang diekstraksi menghasilkan ekstrak pekat herba suruhan berupa pasta sebanyak 3.29 gram,
sehingga diperoleh rendemen sebesar 23.5% (Rahmania et. al. 2012).
Sementara itu, simplisia jahe merah kering diblender hingga menjadi serbuk, lalu diekstraksi menggunakan pelarut air dengan metode refluks pada suhu 100oC selama 2 jam. Perbandingan serbuk simplisia jahe merah dan pelarut air adalah 1:10. Hasil rebusan tersebut kemudian disaring dan air rebusan yang diperoleh dipekatkan dengan
freeze drier hingga didapatkan ekstrak yang berupa serbuk jahe merah. Sebanyak 142.5 gram serbuk simplisia jahe merah yang direfluks diperoleh ekstrak jahe merah berupa serbuk sebanyak 30.48 gram, sehingga diperoleh rendemen sebesar 21.39% (Rahmania et. al. 2012).
Masing-masing rendemen ekstrak yang didapatkan tersebut selanjutnya digunakan untuk mengkonversi dosis tradisional yang biasa digunakan oleh masyarakat sehari-hari (berdasarkan dalam resep Hembing Wijayakususma 2006) untuk dicekokkan ke tikus (Lampiran 5).
Dosis Ekstrak dan Pembuatan Campuran Ekstrak
Dosis ekstrak yang digunakan adalah dosis tradisional yang umum digunakan oleh masyarakat sehari-hari dan dosis berdasarkan hasil uji daya hambat terhadap aktivitas enzim siklooksigenase-2 (uji in vitro) yang dilakukan oleh Rahmania et. al. 2012. Dosis tradisional jahe merah dan herba suruhan segar masing-masing adalah 15 g/hari dan 30 g/hari (Wijayakusuma 2006). Dari dosis tradisional tersebut kemudian dikonversikan dengan rendemen masing-masing ekstrak sehingga diperoleh dosis ekstrak herba suruhan dan jahe merah yang dicekok ke tikus masing-masing sebesar 117.5 mg/kg BB dan 53.48 mg/kg BB (Lampiran 5). Dosis tradisional campuran ekstrak herba suruhan dan ekstrak jahe merah dibuat dengan cara mencampurkan sebanyak 117.5 mg/kg BB ekstrak pekat herba suruhan dengan 53.48 mg/kg BB serbuk ekstrak jahe merah (ekstrak formula 1).
Sementara itu, berdasarkan uji in vitro
ekstrak herba suruhan dicampurkan dengan 87.5 mg/kg BB ekstrak jahe merah/ekstrak formula 2).
Hewan Coba dan Rancangan Percobaan
(Modifikasi dari Hakim et. al. 2008 dan
Prayoga 2008)
Hewan coba yang digunakan dalam percobaan adalah tikus yang sebelumnya telah diadaptasikan selama satu bulan dalam kandang percobaan Biokimia IPB. Adaptasi hewan coba bertujuan untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Tikus yang digunakan dalam percobaan adalah sebanyak 24 ekor yang dibagi menjadi enam kelompok secara acak. Masing-masing kelompok terdiri atas empat ekor tikus. Selain itu bobot badan tikus diukur untuk menentukan dosis ekstrak yang akan diberikan pada tikus tersebut. Sebelum perlakuan kaki tikus diberi tanda batas pada lututnya untuk menyamakan persepsi pembacaan pada setiap jamnya. Kemudian volume awal kaki tikus diukur dengan pletismometer (Vo).
Masing-masing kelompok diberi perlakuan secara per oral. Kelompok I merupakan kelompok kontrol karagenan atau kelompok inflamasi yang hanya diberi larutan CMC 0.5%. Kelompok II merupakan kontrol positif atau pembanding, tikus diberi obat antiinflamasi yaitu natrium diklofenak dengan dosis 1.25 mg/kg BB. Kelompok III sampai kelompok VI merupakan kelompok perlakuan yang dicekok ekstrak. Kelompok III merupakan kelompok herba suruhan dosis in vitro, yaitu tikus yang dicekok ekstrak tunggal herba suruhan dengan dosis 100 mg/kg BB (berdasarkan uji daya hambat terhadap aktivitas enzim siklooksigenase-2). Kelompok IV merupakan kelompok herba suruhan dosis tradisional, yaitu tikus yang dicekok ekstrak tunggal herba suruhan dengan dosis 117.5 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional dalam resep Hembing Wijayakusuma 2006). Kelompok V merupakan kelompok ekstrak formula 1, yaitu tikus yang dicekok campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah dengan dosis 87.5 mg/kg BB:87.5 mg/kg BB (berdasarkan uji daya hambat terhadap aktivitas enzim siklooksigenase-2). Kelompok VI merupakan kelompok ekstrak formula 2, yaitu tikus yang dicekok dengan campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah dengan dosis 117.5 mg/kg BB:53.48 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional dalam resep Hembing Wijayakusuma 2006).
Satu jam setelah perlakuan semua hewan percobaan diinduksi inflamasi dengan
menginjeksikan larutan karagenan 1% sebanyak 0.1 mL pada telapak kaki belakang tikus. Selanjutnya volume kaki tikus diukur setiap satu jam selama enam jam setelah induksi karagenan 1% (Vt) untuk mengetahui volume edema kaki tikus yang terjadi setiap jamnya (Vu).
Analisis Jumlah Leukosit Darah (Wijaya dan Monica 2004)
Pengambilan darah dilakukan dari ekor tikus yang sebelumnya telah diolesi dengan larutan xylol. Lalu ujung ekor disayat kurang lebih 1 cm hingga darah keluar. Sebanyak kurang lebih 0.5 mL darah tikus diambil sebelum induksi karagenan 1% (sebagai kontrol), pada jam 4, jam 6, dan jam ke-8 setelah penyuntikan karagenan 1%. Darah ditampung dalam tabung Eppendorf yang telah ditambahkan EDTA supaya tidak menggumpal. Setelah itu ekor tikus yang terluka diberi betadin. Kemudian darah yang telah didapatkan dihitung jumlah leukositnya di bawah mikroskop menggunakan kamar hitung. Perhitungan :
AL = x P =
. x 20 = N x 50
Keterangan : AL = angka leukosit
N =jumlah sel yang ditemukan V = volume bilik hitung
P = pengenceran
Analisis Statistik
Volume edema dihitung dari selisih volume kaki tikus sebelum dan setelah diinjeksi dengan karagenan 1% pada waktu tertentu. Rumus volume edema:
Vu = Vt – Vo
Keterangan:
Vu : Volume edema kaki tikus pada waktu tertentu
Vt : Volume kaki tikus setelah diradangkan dengan karagenan 1%
Vo : Volume awal kaki tikus sebelum diradangkan dengan karagenan 1%
Area Under the Curve (AUC) yaitu luas daerah di bawah kurva antara rata-rata volume edema setelah induksi karagenan 1% terhadap waktu pengamatan. AUC dihitung dari rata-rata volume edema jam ke-1 sampai jam ke-6 waktu percobaan. Perhitungan nilai AUC menggunakan metode trapezoid.
AUC tn = Vtn-1 + Vtn (tn – tn-1)
Keterangan
Vtn-1 : rata-rata volume edema pada tn-1
Vtn : rata-rata volume edema pada tn
Presentase daya antiinflamasi (%DAI) penghambatan volume edema dihitung dengan rumus:
% DAI = AUCk – AUCp x 100%
AUCk
Keterangan :
AUCk : AUC rata-rata untuk kontrol negatif
AUCp : AUC untuk kelompok perlakuan pada
tiap individu
Dalam penelitian ada beberapa tikus yang datanya tidak diikutkan dalam perhitungan untuk analisis statistik dikarenakan tidak memenuhi persyaratan sehingga jumlah tikus pada masing-masing kelompok berbeda. Oleh karena itu data-data tersebut sebelumnya dilakukan uji General Linier Model (GLM) untuk melihat kehomogenan ragam data atau melihat kenormalan sebaran data yang diperoleh. Hasil analisis GLM menunjukan bahwa data tersebar normal dan homogen sehingga dapat dilakukan analisis statistik selanjutnya untuk melihat perbedaan pengaruh antar kelompok percobaan.
Analisis data volume edema, AUC, %DAI, dan jumlah leukosit darah dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α=0.05. Jika terdapat perbedaan bermakna maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berpengaruh. Semua data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Volume Kaki Tikus setelah Induksi Karagenan 1%
Khasiat antiinflamasi diuji terhadap tikus
Wistar dengan melihat kemampuan ekstrak dalam mengurangi pembengkakan (edema) pada kaki tikus akibat induksi karagenan 1% dengan pengukuran menggunakan alat pletismometer. Gambar 5 menunjukkan bahwa induksi karagenan 1% mampu meningkatkan volume kaki tikus. Besarnya volume kaki tikus atau pembengkakan yang dihasilkan setelah induksi karagenan berbeda pada setiap kelompoknya. Pada kelompok kontrol karagenan (CMC 0.5%) menghasilkan peradangan yang terus meningkat dari jam ke-1 sampai jam ke-3 dan mulai mengalami
penurunan pada jam ke-4 dan jam ke-5, tetapi kembali naik pada jam ke-6. Volume edema rata-rata pada jam ke-1 sampai jam ke-3 yang terjadi pada kelompok kontrol karagenan ini pun lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lainnya. Lebih besarnya volume edema yang terjadi dibandingkan dengan kelompok lain karena pada kelompok ini tidak diberikan obat antiinflamasi ataupun ekstrak yang mampu menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi akibat cedera sel yang diinduksi karagenan, sehingga volume edema yang dihasilkan lebih besar dibandingkan kelompok yang lainnya (Lumbanraja 2009)
Pada kelompok kontrol positif yaitu natrium diklofenak, volume edema terus meningkat mulai dari jam 1 hingga jam ke-4 dan mulai menurun pada jam ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa pada jam ke-5 obat tersebut mulai memberikan efek antiinflamasi, ditandai dengan penurunan volume edema yang terbentuk. Volume edema rata-rata kelompok perlakuan natrium diklofenak juga lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kontrol karagenan dan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak. Hal ini karena natrium diklofenak merupakan salah satu jenis obat antiinflamasi nonsteroid yang dapat menekan respon inflamasi dengan cara menghambat kerja enzim siklooksigenase sehingga prostaglandin yang merupakan
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
1 2 3 4 5 6
Volum
e edem
a
(m
L)
Waktu (jam)
[image:18.595.325.522.467.647.2]penyebab akibatnya v lebih kecil yang lain (K Volume perlakuan suruhan 100
vitro) menca berangsur m volume ede herba suruh konversi d maksimal pa rata kelom ekstrak form BB) lebih k kontrol ka suruhan. Vo dan menca Sementara kelompok p formula 2 (1 juga lebih k karagenan terjadi pad karagenan.
Variasi terjadi pada berhubungan berbeda yan hewan uji memberikan suatu obat. oleh perbed obat atau 1998 dalam Perse Melalui yang dipero antiinflamas Daya ant kemampuan kaki tikus ak daya antiinf membanding (AUC) atau volume edem natrium dik karagenan mulai dari j percobaan. memberikan tunggal her ekstrak herb mengurangi dengan kont AUC berar peradangan volume edem dibandingkan Katzung 2004) edema rata-yang diberi 0 mg/kg BB (
apai maksima menurun pada ema rata-rata han 117.5 mg/ ari dosis tra ada jam ke-3. mpok perlaku mula 1 (87.5 m
kecil apabila d aragenan dan olume edema apai maksima itu, volum perlakuan yan 117.5 mg/kg B kecil dibandin
dan volume da jam ke
volume ede a masing-masi n dengan mek ng diberikan karena set n respon yang
Respon terseb daan genetik
mekanisme Rustam et. al
entase Daya A
kurva volum oleh maka d si dari mas
tiinflamasi n ekstrak men
kibat induksi flamasi terseb gkan Area
u luas daera ma rata-rata k lofenak denga setelah diind jam ke-1 sam
Luas AU n informasi ten rba suruhan ba suruhan da
peradangan a trol karagenan rti ekstrak m
tidak ter ma yang terja n dengan ke )
-rata pada ke ikan ekstrak
(berdasarkan al pada jam k jam ke-5. Sem kelompok pe /kg BB (berd adisional) m Volume edem uan yang di mg/kg BB:87.5
dibandingkan n ekstrak ini terus me al pada jam me edema r ng diberikan BB:53.48 mg/ ngkan dengan e edema m e-2 setelah ma maksima ing kelompok kanisme respo oleh masing-tiap individu
g berlainan t but dapat dise
dalam metab imunologi (K
l. 2007).
Antiinflamas
me edema r dapat diketahu ing-masing ini menun ngurangi radan karagenan 1% but diperoleh Under the
ah di bawah kelompok ekst an kelompok duksi karagen mpai jam ke-6 UC (Gamb ntang khasiat maupun ca an jahe merah apabila diband n. Semakin ke mampu meng rbentuk, adi pun elompok elompok herba hasil in
[image:19.595.324.508.499.680.2]ke-4 dan mentara erlakuan dasarkan mencapai ma rata-iberikan 5 mg/kg dengan tunggal eningkat m ke-4. rata-rata ekstrak /kg BB) kontrol maksimal induksi al yang k diduga on tubuh -masing u dapat terhadap ebabkan bolisme Katzung si rata-rata ui daya ekstrak. njukkan ng pada %. Nilai dengan Curve h kurva trak dan kontrol nan 1% 6 waktu bar 6) ekstrak ampuran h dalam dingkan ecil nilai ghambat j edema yan karagenan. Berdasark bahwa natriu AUC terkecil yang lainnya. perlakuan ca dan jahe me relatif ham diklofenak d kelompok ek ataupun ko menunjukkan suruhan dan j lebih baik dibandingkan Natrium di sederhana d mempunyai prostaglandin antiinflamasi (Wilmana mengurangi telapak kaki pada kelomp dengan kelom penghambata merupakan sa Hasil anal pada α=0.05 natrium diklo yang diberi maupun camp jahe merah berbeda nya 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 AUC to tal (m L.j am )
Gambar 6 Ni ( s s e f g terbentuk
kan gambar te um diklofen l dibandingkan . Sementara it ampuran ekst erah memilik mpir sama
dan lebih k kstrak tungg ontrol kara n bahwa camp
jahe merah me dalam men n ekstrak tung iklofenak m dari asam f efek farmak n yaitu seba yang rela 1995), s peradangan tikus. Oleh se pok ini lebih mpok yang l an terhadap p
alah satu medi lisis statistik m
, α=0.1, dan ofenak dan k ekstrak tung puran ekstrak menunjukkan ata dengan 0.95 0.59 1.0 Kelompo
ilai AUC total ), natrium suruhan 100 suruhan 117.5 ekstrak formu formula 2 (
k akibat in
ersebut dapat nak memiliki an dengan kelo
tu, kedua kelo trak herba su ki nilai AUC
dengan n kecil dibandi gal herba su
genan. Hal puran ekstrak emiliki khasia ngurangi inf ggal herba su merupakan d
fenil asetat kologi mengh agai analgetik
atif non s ehingga m
yang terjadi ebab itu, nilai kecil dibandi lain karena a prostaglandin iator inflamas menunjukkan n α=0.3 nilai kelompok per ggal herba su k herba suruha n hasil yang
kelompok k
00
0.94
0.63 0.6
ok perlakuan
l. Kontrol kar m diklofenak
mg/kg BB 5 mg/kg BB ula 1 ( ),
karagenan. menunjukka α=0.5. Arti dihasilkan m yang diberik pengaruh misalnya terjadi pa metabolisme mengakibatk bioaktif ya sehingga m antiinflamas kelompok n ekstrak herb nyata denga kelompok ek berbeda ny campuran e merah terseb yang sama s tidak demik suruhan.
Hasil an ini salah sa kurangnya u mempengaru ketepatan Sumertajaya minimal ula dilakukan Federer (t-1 jumlah kelo jumlah sam (Hasrudin d peluang has kesalahan s dengan ke Kesalahan s statistik y hipotesis no Probabilitas II disebut be yaitu ukuran dan nilai ko (Widhiarso maka sema untuk menu bermakna an Berdasar dapat dilihat tunggal he (berdasarkan dan ekstrak mg/kg BB tradisional) tersebut bera dengan dos Nilai AU an perbedaan inya bahwa merupakan ak kan dan 50%
dari luar. mekanisme ada tubuh e oleh usus kan berku ang terkandu mengurangi ef
si (Lehninger natrium diklo ba suruhan dan
an kontrol ka kstrak tungga yata. Hal ekstrak herba but memiliki seperti natrium kian dengan e
nalisis statistik atunya mungk ulangan dalam uhi signifik yang dipero a 2006). angan dalam se
dengan me 1) (n-1) ≥ 1 ompok perla mpel per k
dan Santoso sil uji statisti statistik tipe ekuatan (po
statistik tipe ang terjadi ol yang seharu
untuk melak eta. Uji ini terg n sampel, ting orelasi atau se
2012). Sem kin besar ke unjukkan ada ntar kelompok rkan perband t bahwa daya erba suruhan n hasil in vi
k tunggal he (berdasarkan
sebesar 0.53 arti bahwa eks is tersebut se
UC tersebut n yang nyat 50% respon kibat dari pe % lainnya mer
Pengaruh metabolisme
tikus. M dan hati m urangnya s
ung dalam fektivitasnya r 1982). Pada
fenak dan ca n jahe merah aragenan, sed al herba suruha ini berarti a suruhan da khasiat antiin m diklofenak, ekstrak tungga
k yang tidak kin disebabka m percobaan s
kansi atau oleh (Mattji
Penentuan etiap kelompo enggunakan 15, dengan t
kuan dan n kelompok pe
2006). Sela ik untuk beb
II dapat di
wer) uji s II adalah ke ketika me usnya tidak d kukan kesalah
gantung pada gkat signifika elisih antar pa makin besar emampuan pe anya perbedaa k. dingan nilai antiinflamasi n 100 mg/k
itro) sebesar erba suruhan konversi dar 3% (Gambar
strak tunggal ecara in vivo
t baru ta pada n yang erlakuan rupakan tersebut e yang Misalnya mungkin senyawa ekstrak sebagai a α=0.5 ampuran berbeda dangkan an tidak bahwa an jahe nflamasi , namun al herba sinergis an oleh ehingga tingkat ik dan jumlah ok dapat rumus adalah adalah erlakuan ain itu, bas dari lakukan statistik. esalahan enerima diterima. han tipe tiga hal ansi (α), arameter sampel, enelitian an yang AUC, ekstrak kg BB -6.17% n 117.5 ri dosis 7). Hal suruhan
o belum
bisa dibukt Sementara ekstrak herba 1 (berdasarka dan campuran merah formu dosis tradisi antiinflamasi formula ters antiinflamasi diklofenak p 37.57%. Pr natrium diklo dosis 2.25 m antiinflamasi Sari dan Hak diklofenak s 4.5 mg/kg antiinflamasi menunjukkan natrium dikl daya antiinfla Penelitian
et. al. (2012)
vitro ekstrak konsentrasi 1 dosis 100 m penghambata 47.54%. Peng suruhan terh secara in vitr
[image:20.595.324.514.508.754.2]lebih baik merah maup suruhan dan inhibisinya m dan 15.18%. ‐60% ‐40% ‐20% 0% 20% 40% 60% 80% Daya an tiin flam asi (%) Gambar 7 N 1 m ( tikan efek daya antiin a suruhan dan an hasil in vit
n ekstrak herb ula 2 (berdasa ional) sebesa campuran e sebut hampir yang ditimb ada penelitian rayoga (200 ofenak sebaga mg/kg BB m
sebesar 75.9 kim (1999) me ebagai pemb g BB me
sebesar 9 n bahwa sem lofenak yang amasinya sem n yang dilakuk
) menunjukka k tunggal he 100 ppm atau mg/kg BB an terhadap en ghambatan ek hadap aktivit
ro juga menu daripada eks pun campur n jahe merah
masing-masin Ketidaksiner 37.57% -6.17% 0 Kelompo Persentase Natrium diklof
00 mg/kg BB mg/kg BB (
), ekstrak f
antiinflama flamasi cam jahe merah fo
tro) sebesar 3 ba suruhan da arkan konvers ar 28.31%. ekstrak pada
r mendekati ulkan oleh n n ini yaitu s 08) menggu ai pembanding menunjukkan 96%. Sementa enggunakan n banding pada enunjukkan 91.30%. Ha makin tinggi g digunakan akin besar. kan oleh Rah an bahwa sec erba suruhan u sebanding d
memiliki ak nzim COX-2 s kstrak tunggal tas enzim C unjukkan hasi
strak tunggal ran ekstrak
h yang pres ng sebesar 4 rgisan yang % 0.53% 33.69% 28. ok perlakuan daya antiinf fenak ( ), s B ( ), suruhan
), ekstrak for formula 2 (
asinya. mpuran ormula 3.69% an jahe si dari Daya kedua daya natrium sebesar unakan g pada n daya ara itu, natrium dosis daya al ini dosis maka hmania cara in
bisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya yaitu dikarenakan secara in vivo
ekstrak mengalami metabolisme oleh tubuh tikus terlebih dahulu sehingga mengakibatkan senyawa-senyawa pada ekstrak yang berperan sebagai antiinflamasi berkurang aktivitasnya (Ma et. al. 2002). Metabolisme tersebut bisa berupa rusaknya senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak oleh kerja enzim pencernaan atau tidak maksimalnya penyerapan yang terjadi sehingga senyawa-senyawa yang seharusnya berperan sebagai antiinflamasi ikut dikeluarkan kembali dari tubuh. Sementara itu secara in vitro ekstrak langsung menghambat aktivitas enzim COX-2 sehingga dengan konsentrasi 100 ppm pun sudah memberikan khasiat antiinflamasi yang cukup tinggi.
Namun demikian ada kecenderungan bahwa dengan peningkatan dosis herba suruhan maka efek antiinflamasinya secara in vivo akan semakin meningkat. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Monica (2004) yang menyatakan bahwa ekstrak herba suruhan memiliki efek antiinflamasi secara in vivo pada dosis 1500 mg/kg BB sampai 2500 mg/kg BB serta adanya korelasi linier antara peningkatan dosis dari ekstrak herba suruhan terhadap efek antiinflamasi yang ditimbulkan. Sementara pada penelitian ini dosis herba suruhan yang digunakan jauh lebih kecil 15-25 kali dari dosis tersebut. Berdasarkan penelitian Sio et. al. (2001)herba suruhan memiliki nilai LD50
sebesar 11.78 g/kg BB dan masuk ke dalam kategori sligthly toxic atau sedikit toksik. Nilai LD50 atau letal dosis 50 merupakan dosis
suatu senyawa kimia yang bisa mematikan 50% populasi (Klaassen 1986). Oleh sebab itu, peningkatan dosis herba suruhan untuk melihat peningkatan efek antiinflamasinya bisa dilakukan selama tidak melebihi dosis yang diperbolehkan. Hal ini terkait dengan efek toksik yang dimiliki herba suruhan. Suatu bahan dapat berfungsi sebagai obat jika diberikan dalam dosis amannya namun bisa menjadi racun yang membahayakan apabila diberikan dalam dosis yang melebihi batas yang diperbolehkan, dalam hal ini jika diberikan melebihi nilai LD50-nya.
Rustam et. al. (2007) dalam penelitiannya mengenai antiinflamasi ekstrak etanol kunyit menggunakan metode pengukuran edema buatan pada telapak kaki tikus yang diinduksi karagenan 1% menunjukkan hasil bahwa ekstrak etanol kunyit yang digunakan dalam berbagai dosis memperlihatkan efek antiinflamasi, namun efek antiinflamasi yang
paling besar ditunjukkan oleh dosis yang paling tinggi yaitu dosis 1000 mg/kg BB yang dapat menekan edema sebesar 78.37%. Penelitian lain mengenai antiinflamasi menunjukkan bahwa pada dosis 720 mg/kg BB, ekstrak etanol Lantana camara L. mempunyai aktivitas antiinflamasi yang paling efektif yaitu sebesar 38.1% (Hidayati
et. al 2008). Sementara Hakim et. al. (2008) dalam penelitiannya mengenai antiinflamasi menunjukkan bahwa ekstrak etanol patikan kebo (Euphorbia hirta L.) mempunyai efek yang paling besar pada dosis 544 mg/kg BB.
Kemampuan antiinflamasi campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah yang lebih baik dari pada ekstrak tunggalnya secara
in vivo kemungkinan karena adanya pencampuran senyawa bioaktif yang saling mendukung dari keduanya yang mampu meningkatkan penghambatan terhadap pelepasan prostaglandin dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Penghambatan ini kemungkinan disebabkan oleh senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dimiliki oleh keduanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmania et. al. (2012) menunjukkan bahwa herba suruhan mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, fenolik, alkaloid, tanin, saponin, dan steroid. Sementara ekstrak jahe merah mengandung senyawa flavonoid, fenolik, alkaloid, tanin, dan terpenoid. Hasil ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Mudrikah (2006) yang menyatakan bahwa herba suruhan memiliki senyawa metabolit sekunder yang lebih kompleks yaitu berupa senyawa alkaloid, tanin. flavonoid, saponin, fenolik, dan steroid. Sementara ekstrak jahe merah hanya mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan fenolik. Berdasarkan uji fitokimia tersebut maka ekstrak formula 1 dan 2 banyak mengandung senyawa flavonoid, fenolik, alkaloid, dan tanin. Flavonoid secara umum mempunyai kemampuan menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase yang akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan leukotrin yang berperan dalam peradangan.
Analisis Jumlah Leukosit Darah
leukosit ke jumlah leuk 1996). Mela khasiat an digunakan d leukosit y ekstrak. Hasil pe kontrol ka leukosit ya jamnya. Jam jumlah leuk dibandingka jam ke-6 besarnya de karena tidak peradangan ke daerah jumlahnya 1995). Pad jumlah leuk karena pera induksi kara jumlah leuk
et. al. 1997) Berbeda kontrol po sebaliknya. menghamba diklofenak m kelompok jamnya sete jumlah leuk meningkat dikarenakan seperti pros adanya peng yang berp -100% -50% 0% 50% 100% 150% 200% 250% Persent ase kenai k an jum lah le ukosi t Gambar daerah radan kosit semakin alui keadaan in ntiinflamasi dengan melih ang terjadi nelitian menu aragenan me ang cenderun m ke-4 menun kosit satu seten an jam ke-0, terjadi penin ngan jam ke-4 k adanya za
sehingga terj h radang y pun ikut m da jam ke-8 kosit, hal ini adangan yan agenan mulai kosit juga iku ).
dengan ositif menun
Adanya z at peradanga menyebabkan ini cenderun elah induksi k
kosit yang te setiap jamny n mediator-m staglandin iku ghambatan ter peran dalam 47% 47% ‐8% kontrol karagenan
r 8 Persentase
ng tersebut s n bertambah (
ni maka dapa dari ekstrak at penurunan akibat pem unjukkan bahw enunjukkan ng meningkat njukkan peni ngah kali lebi
demikian jug ngkatan yang 4. Hal ini dise t yang meng jadi migrasi yang menye meningkat (W 8 terjadi pen mungkin dise ng diakibatka i berkurang s ut turun (Bag
kontrol kar njukkan hal zat yang an seperti jumlah leuko ng menurun karagenan. Pen
rjadi pun cen ya. Hal ini m mediator in ut terhambat rhadap enzim m mengubah ‐13% ‐30% 35% natrium diklofenak kenaikan jum ehingga (Guyton at dilihat k yang jumlah mberian wa pada jumlah t setiap ngkatan ih besar ga pada g sama ebabkan ghambat leukosit ebabkan Wilmana nurunan ebabkan an oleh ehingga ghdikian ragenan, l yang mampu natrium osit pada setiap nurunan nderung mungkin nflamasi karena COX-2 asam j j 88% ‐13% % 19 k herba suruh 100 mg/kg Kelom
mlah leukosit :
arakidonat m migrasi leuko menurun. Ke satu setenga diduga karen sementara pe jumlah leu (Katzung 200 Hal yan kelompok y Semua kelo peningkatan hingga jam k leukosit semu cenderung m senyawa-seny dalam ekst menghambat leukosit yang daerah radan karena terh radang terseb juga menun digunakan m lama jika diklofenak u dapat dilihat yang lebih lam
Kenaikan masing kelo Kenaikan te herba suruh mengalami Selanjutnya s ekstrak formu BB, dan ekst kenaikan ju sebesar 98%, 216% ‐28% 9% ‐ han BB herba suru 117.5 mg BB mpok perlakua
jam ke-4 ( ),
menjadi prost osit pada kelom enaikan jumla ah kali (35% na efek dari eradangan ma ukosit men 04). ng berbeda yang diberi ompok perl jumlah leuko ke-4, namun mua kelompok menurun. Hal yawa bioaktif trak mulai mediator pe g sebelumny ng berangsur hambatnya but. Selain itu njukkan bahw membutuhkan
dibandingkan untuk mengu
dari penurun ma dari natriu jumlah leuk ompok ini p rtinggi terjad han 117.5
kenaikan secara berturu
ula 2, herba trak formula umlah leukos 88%, dan 7%
7% % ‐48% ‐3% uhan g/kg ekstrak fo 1 an
, jam ke-6 ( )
taglandin, seh mpok ini cend ah leukosit s %) pada jam i obat telah
sih terjadi seh ngalami ken
ditunjukkan perlakuan ek akuan meng osit terlebih d setelah itu j k perlakuan e ini diduga k f yang terkand
bekerja d eradangan seh ya berkumpul
r-angsur berk mediator-me u, keadaan te wa ekstrak
waktu yang n dengan n urangi perad nan jumlah le um diklofenak
kosit pada m pun berbeda di pada kelo
mg/kg BB hingga ut-turut disusu
suruhan 100 1 yang meng sit masing-m %. Kenaikan j
98%
% ‐30
6%
ormula ekstrak f 2
), jam ke-8 (
[image:22.595.114.512.83.285.2]leukosit yang berbeda-beda pada masing-masing kelompok perlakuan diduga karena variasi mekanisme respon tubuh terhadap ekstrak tersebut (Katzung 1998 dalam Rustam
et. al. 2007). Hal ini seperti yang terlihat pada kelompok ekstrak tunggal herba suruhan 100 mg/kg BB dan 117.5 mg/kg BB.
Berdasarkan nilai AUC total, kedua dosis ekstrak tunggal herba suruhan mengalami peradangan yang jumlahnya hampir sama seperti yang terlihat dari volume edema pada kedua kelompok tersebut. Demikian juga dengan jumlah leukosit, terjadi kenaikan jumlah leukosit pada kedua ekstrak tunggal herba suruhan tapi jumlah kenaikannya berbeda. Hal ini disebabkan respon imun yang dimiliki oleh masing-masing hewan pada kedua kelompok tersebut berbeda akibatnya respon dalam kenaikan jumlah leukosit pun berbeda. Respon imun dari jumlah leukosit yang terjadi tergantung dari individu masing-masing (Katzung 1998 dalam Rustam et. al.
2007). Semakin tinggi kenaikan jumlah leukosit akibat terjadinya inflamasi berarti respon imun dari hewan tersebut semakin sensitif. Meski demikian dapat dilihat bahwa ada kesinergisan antara volume edema dengan kenaikan jumlah leukosit, yaitu ketika terjadi peradangan maka jumlah leukosit akan semakin meningkat.
Juga dapat dilihat bahwa penurunan jumlah leukosit kelompok yang diberi campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang diberi ekstrak tunggal herba suruhan. Kelompok ekstrak formula 1 dan ekstrak formula 2 masing-masing mampu menurunkan jumlah leukosit sebesar 48% dan 30%, sementara ekstrak tunggal herba suruhan 100 mg/kg BB dan ekstrak tunggal herba suruhan 117.5 mg/kg BB hanya menurunkan jumlah leukosit masing-masing sebesar 13% dan 28%. Selain itu kelompok ekstrak formula 1 (berdasarkan hasil in vitro) mampu menurunkan jumlah leukosit lebih besar dibandingkan dengan natrium diklofenak yang merupakan pembanding atau kontrol positif pada penelitian ini. Natrium diklofenak hanya mampu menurunkan jumlah leukosit sebesar 30%, sedangkan ekstrak formula 1 mampu menurunkan jumlah leukosit hingga 48%. Hal ini diduga karena adanya pencampuran senyawa bioaktif dari keduanya sehingga mampu mengurangi peradangan yang lebih efektif, terlihat dari penurunan jumlah leukosit yang lebih tinggi dari ekstrak tunggal herba suruhan maupun natrium diklofenak.
Selain itu, kemampuan ekstrak tunggal herba suruhan berdasarkan konversi dari dosis tradisional (117.5 mg/kg BB) dan ekstrak formula 2 (117.5 mg/kg BB: 53.48 mg/kg BB) mampu menurunkan jumlah leukosit lebih lama (hingga jam ke-8). Hal ini diduga karena pada kedua dosis tersebut herba suruhan yang digunakan dosisnya lebih tinggi sehingga lebih efektif dalam menurunkan jumlah leukosit. Juga dapat dilihat bahwa kenaikan jumlah leukosit yang terjadi pada kelompok herba suruhan 100 mg/kg BB dan ekstrak formula 1 pada jam ke-8 lebih kecil daripada kenaikan jumlah leukosit kelompok natriun diklofenak pada jam ke-8. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tunggal herba suruhan dan formula ekstrak mempunyai efek antiinflamasi yang lebih lama dalam menurunkan jumlah leukosit dibandingkan dengan natrium diklofenak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Meskipun belum didukung secara statistik, ekstrak herba suruhan dan campurannya dengan jahe merah cenderung memiliki khasiat antiinflamasi secara in vivo yang kemampuannya sebanding dengan obat antiinflamasi komersil natrium diklofenak dan memiliki efektivitas yang lebih baik daripada ekstrak tunggalnya. Persentase daya antiinflamasi ekstrak formula 1 sebesar 33.69% dan ekstrak formula 2 sebesar 28.31%. Selain itu, campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah mampu menurunkan jumlah leukosit yang lebih besar dari natrium diklofenak.
Saran
Perlu ditambah kelompok ekstrak tunggal jahe merah sebagai pembanding terhadap kelompok campuran. Perlu variasi dosis yang lebih banyak agar dapat ditentukan dosis efektif campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah. Selain itu perlu ditambahkan jumlah tikus dalam setiap kelompok percobaan supaya hasil yang diperoleh lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Angka SL, Suhartono MT. 2000.
Bioteknologi Hasil Laut: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
[Anonimous]. 2012. Jahe Merah, Minuman sehat Beromset Cerah. [terhubung berkala]
http://www.bisnisukm.com/jahe-merah-minuman-sehat-beromset-cerah.html. (Januari 2012)
Ansel HC, Allen LV, Popovich NG. 2011.
Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System 9th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wolters.
Baghdikian B et al. 1997. An analitical study, antiinflammatory and analgesic effects of
Hapagophytum procumbens and
Harpagophytum zeyheri. Planta Medica 63: 171-176.
[Departemen Kesehatan]. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Guyton AC. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Tengadi KA, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology.
Hakim LT, Wahyuningtyas N, Wahyuni AS. 2008. Efek antiinflamasi ekstrak patikan kebo (Euphorbia Hirta L) pada tikus putih jantan. Pharmacon9: 1-5.
Hamor GH. 1996. Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Lea, Febiger, penerjemah; Foye WO, editor. Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari:
Principle of Medicinal Chemistry.
Hariana A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hasrudin dan Santoso. 2006. Hubungan derajat hispatologis ginjal mencit balb/C dengan pemberian propoxur 4.05% dosis bertingkat per oral [artikel karya tulis ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2008. Kandungan kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol Lantana camara L. pada tikus putih (Rattus novergicus L.). Bioteknologi 5: 10-17.
Karyono SS, Rahmawati D. 2004. Pengaruh pemberian dekok sirih-sirihan (Peperomia pellucida) terhadap penurunan kadar asam urat darah pada mencit [skripsi]. Malang: Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya.
Katno, Pramono S. 2003. Tingkat manfaat dan keamanan tanaman obat dan obat tradisional [Makalah]. Yogyakarata: Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada.
Katzung BG. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.
Kee JL, Hayes ER. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Anugrah, penerjemah. Jakarta : EGC. Terjemahan dari: Pharmacology: A Nursing Process Approach.
Klaassen CD. 1986. Toxicology: The Basic Science of Poisons 3th Edition. USA: Macmillan Publishing Company.
Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Leahy KM et al. 2002. Cyclooxygenase-2 inhibition by celecoxib reduces proliferation and induces apoptosis in angiogenis endothelial cell in vivo. Cancer Res. 62: 625-631.
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 3. Thenawidjaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:
Principles of Biochemistry.
Lumbanraja LB. 2009. Skrining fitokimia dan uji efek antiinflamasi ekstrak etanol daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap radang pada tikus [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Ma MK, Woo MH, McLeod HC. 2002. Genetic basic of drug metabolism. Am J Health Syst Pharm 59: 2061-2069.
Martin PR et al. 2008.
15-Deoxy-delta12,14-prostaglandin-J2 up-regulates
cyclooxygenase-2 but inhibits prostaglandin-E2 production through a
thiol antioxidant-sensitive mechanism.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006.
Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor : IPB Press.
Mudrikah F. 2006. Potensi ektrak jahe merah dan campurannya dengan herba suruhan sebagai antihiperurisemia pada tikus [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Muhlisah F. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon, Budi Daya dan Manfaatnya.
Yogyakarta: Penerbit Kanisus.
Mulyani D. 2011. Uji efek analgetik herba suruhan (Peperomia pellucida) pada mencit putih betina. Scientia 1: 38-42.
Mycek M et al. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi ke-2. Jakarta: Widya Medika.
Nasution AR. 1992. Efek samping obat antiinflamasi non steroid. Cermin Dunia Kedokteran 78: 36-39.
Patimah R. 2010. Efek antiinflamasi infusa rimpang temu putih (Curcuma zedoaria
(Berg) Roscoe) pada tikus putih jantan [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Prayoga S. 2008. Efek antiinflamasi ekstrak etanol daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) pada tikus putih jantan galur wistar [skripsi]. Surakarata: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Prosea. 1999. Plant Resources of South-East Asia: Medicinal and Poisonus Plants I.
Leiden: Backhyus Publishers.
Purba R, Nugroho DS. 2007. Analisis dan uji bioaktivitas daun kaca (Peperomia pellucida [L] Kunth). Jurnal Kimia Mulawarman 5: 5-8.
Quisumbing E. 1987. Medicinal Plants of Philipines. Quezon: Publishing.
Rahmania S, Gunarsa B, Sahifah E, Kaswati NMN, Utami FP. 2012. Kajian tumbuhan liar herba suruhan (Peperomia pellucida) sebagai antiinflamasi alami dalam ramuan berbasis jahe merah [laporan akhir PKMP]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ratna TS. 2009. Uji Efek antiinflamasi dari kombinasi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) dan ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam sediaan topikal pada mencit jantan [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
Rustam E, Atmasari I, Yanwirasti. 2007. Efek antiinflamasi ekstrak etanol kunyit (Curcuma domestica Val.) pada tikus putih jantan galur Wistar. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 2: 112-115.
Safaati NS. 2007. Potensi ramuan jahe merah dan herba suruhan sebagai antioksidan pada tikus putih hiperurisemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Sari IP, Hakim L. 1999. Pengaruh air perasan kubis (Brassica oleraces L.) terhadap terapi inflamasi dengan diklofenak.
Majalah Farmasi Indonesia 10: 203-206.
Sidik. 1997. Acuan