• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minami Kalimantan No Bukit Hulu Banyu Zoku No Dentouteki Na Fuku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Minami Kalimantan No Bukit Hulu Banyu Zoku No Dentouteki Na Fuku"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

i

MINAMI KALIMANTAN NO BUKIT HULU

BANYU

ZOKU NO DENTOUTEKI NA FUKU

KERTAS KARYA DIKERJAKAN

O L E H

RAWINDA AFRISNA

NIM. 072203006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

(2)

ii

MEDAN 2010

MINAMI KALIMANTAN NO BUKIT HULU

BANYU

ZOKU NO DENTOUTEKI NA FUKU

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

RAWINDA AFRISNA

NIM. 072203006

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

(Zulnaidi, S.S., M.Hum) (Drs. Nandi S)

NIP. 19670807 2004 01 1 001 NIP. 19600822 1988 03 1 002

Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian

Program pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Dalam Bidang Studi Bahasa Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

(3)

iii MEDAN

2010

Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi D3 Bahasa

Jepang

Ketua,

Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum

NIP 19620727 1987 03 2 005

Medan, Juli 2010

(4)

iv PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D. NIP 19650909 1994 03 1 004

Panitia :

No. Nama Tanda Tangan

1. Adriana Hasibuan, S.S., M. Hum ( )

2. Zulnaidi, S.S., M.Hum ( )

3. Drs. Nandi S ( )

(5)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta Shalawat dan Salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul ”PAKAIAN ADAT TRADISIONAL BUKIT HULU BANYU DAERAH KALIMANTAN SELATAN “.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulis. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Zulnaidi, S.S., M.Hum. selaku dosen pembimbing dan dosen wali yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis, sampai kertas karya ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs. Nandi selaku dosen pembaca.

5. Seluruh Staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

6. Teristimewa kepada keluarga besar penulis, Ayahanda Afridal Sk dan ibunda Rosminar Nasution. Juga kepada adik tercinta Audra Pebrina dan Safriyan Wayan Danah. Terima kasih atas semua dukungannya dan Doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

(6)

vi 7. Tidak lupa penulis juga ingin mengucapkan banyak rasa terima kasih buat Atashi no sinyuu Mel (poh), Yana (padang), Vina (ndut), juga buat Aan (cungkring), Izal (leboy), Wahyu (bogel), Tomy dan teman-teman stambuk 07 khususnya Bahasa Jepang dan juga buat seseorang yang pernah hadir dalam hidup aku dan segenap keluarga besar Hinode. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan kertas karya ini.

Akhir kata penulis memohon maaf kepada para pembaca atas segala kesalahan ataupun kekurangan dalam pengerjaan kertas karya ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.

Medan, Juli 2010

Penulis

RAWINDA AFRISNA

(7)

vii DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 1

1.3 Tujuan Penulisan ... 1

1.4 Metode Penelitian ... 2

BAB II GAMBARAN UMUM BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN 2. 1 Letak Geografis ... 3

2. 2 Penduduk ... 3

2. 3 Mata Pencaharian ... 4

2. 4 Agama ... 4

BAB III PAKAIAN ADAT TRADISIONAL BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN SELATAN 3.1 Pengertian Pakaian Adat ... 5

3.2 Bahan dan Pembuatan Pakaian Adat ... 5

3.3 Pakaian Adat Dalam Upacara Keagamaan ... 6

3.4 Pengguna Pakaian Adat ... 7

3.4.1 Pakaian Bayi dan Anak-anak... 7

3.4.2 Pakaian Remaja ... 8

3.4.3 Pakaian Orang Dewasa dan Orang Tua ... 9

BAB IV. KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan ... 11

4.2 Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA

(8)

viii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Alasan Pemilihan Judul

Secara alamiah sifat-sifat manusia telah berkembang untuk menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya. Dari kegiatan ini lahirlah karya-karya dan kreasi manusia untuk memenuhi kepentingan hidupnya. Bermacam-ragam kebiasaan telah diturunkan, dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Cara tersebut terpolakan dan dipegang teguh, sehingga menimbulkan ciri-ciri tersendiri, serta menjadi kebiasaan-kebiasaan. Di dalamnya terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang ditetapkan dan menjadi anutan bersama. Salah satu ciri tersebut adalah pakaian tradisional yang ada di Indonesia, khususnya Daerah Bukit Hulu Banyu Kalimantan Selatan.

Pada masa pembangunan sekarang ini usaha untuk mengembangkan kebudayaan nasional dari unsur-unsur kebudayaan daerah sangat diperlukan, terutama negara Indonesia yang memiliki berbagai suku bangsa. Masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengenal pakaian-pakaian tradisional disetiap suku daerah di Indonesia. Salah satunya pakaian adat Tradisional Bukit Hulu Banyu di Kalimantan Selatan. Oleh karena itu saya tertarik membuat karya tulis yang berjudul Pakaian Adat Tradisional Bukit Hulu Banyu Kalimantan Selatan.

(9)

ix 1.2Batasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis hanya membahas mengenai pakaian tradisional Daerah Bukit Hulu Banyu, yakni penggunaan pakaian anak-anak, pakaian keagamaan, pakaian orang tua dan pakaian dewasa.

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperkenalkan pakaian tradisional di Daerah Bukit Hulu Banyu Kalimantan Selatan.

2. Untuk menambah wawasan penulis tentang pakaian tradisional yang ada di Indonesia.

3. Untuk melengkapi persyaratan untuk dapat lulus dari D3 Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara.

1.4Metode Penelitian

Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan, yaitu: metode pengumpulan data dan informasi dengan cara membaca buku atau refrensi yang berkaitan dengan informasi tentang pakaian adat tradisional daerah Bukit Hulu Banyu. Data yang dikumpulkan di rangkum, dikumpulkan dan kemudian di uraikan dalam kertas karya ini..

(10)

x

BAB II

GAMBARAN UMUM BUKIT HULU BANYU KALIMANTAN

SELATAN

2.1. Letak Geografis

Bukit Hulu Banyu adalah kabupaten yang ada di propinsi Kalimantan Selatan. Propinsi ini terletak antara 1º Lintang Selatan -4º Lintang Selatan, dan membujur arah timur ke arah barat antara Bujur Timur -116º Bujur Timur. Daerah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah. - Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.

- Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimatan Timur - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Luas Daerah 40.387 Km² atau 40.387.557 Ha. Secara topografi daerah Propinsi Kalimantan Selatan ini dapat dibagi atas daerah rawa pasang surut seluas 200.000 Ha, daerah rawa monoton 500.000 Ha, daerah alang-alang 600.000 Ha, daerah dataran rendah 200.000 Ha, daerah berhutan meliputi bukit-bukit dari pegunungan, serta daerah bukit-bukit dan pegunungan seluas 2.100.000 Ha.

2.2 Penduduk

Penduduk Bukit Hulu Banyu Kalimantan Selatan meliputi daerah 228 Km² dengan jumlah penduduk 6415 jiwa. Dari jumlah tersebut, 3000 jiwa tercatat masih menganut kepercayaan lama. Mereka yang menganut kepercayaan lama ini tinggal secara tersendiri di dalam balai. Balai adalah rumah besar tempat

(11)

xi bersama, didirikan dengan system gotong-royong dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat dilingkungan daerah mereka.Bahan yang digunakan terutama bambu kayu ulin, dan rumbia untuk atap balai. Bagian tengah balai lantainya agak direndahkan tempat ini secara khusus digunakan untuk tempat upacara keagamaan. Bagi setiap keluarga yang tinggal didalamnya mendapat satu buah kamar untuk tidur dan satu buah untuk tempat memasak. Satu kelompok tetap dibalai yang lama, satu kelompok yang lainnya pindah ke balai yang baru dibuat oleh penduduk, pola seperti ini sudah sekian lama berlangsung.

2.3 Mata Pencaharian

Mata pencaharian pokok Bukit Hulu Banyu adalah bertani. Sistem pertanian yang mereka anut tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah yang lain. Orang Bukit Hulu Banyu juga mempunyai kebun-kebun karet, tetapi jumlahnya sangat terbatas, Di lain pihak kebun-kebun bambu yang mereka usahakan dapat dibanggakan sebagai suatu usaha yang berhasil. Bambu bagi orang-orang Bukit memegang peranan penting dalam melancarkan transportasi. Bambu setelah ditebang menjadi rakit dengan itulah hasil perkebunan dan hasil hutan dipasarkan ke kota. Namun bukan itu saja mereka juga pandai menenun kain, walaupun jumlah penenun pada saat ini sudah mulai berkurang, selain itu kain tenunan yang mereka buat tidak dipakai untuk pakaian sehari-hari, tetapi hanya untuk khusus hajat-hajatan saja.

(12)

xii 2.4 Agama

Suku Bangsa Bukit Hulu Banyu memeluk kepercayaan lama. Kekuasaan yang paling tinggi menurut kepercayaan lama dipegang oleh Nining Bahatara. Yang berkuasa atas alam semesta dan segala isinya. Kepercayaan ini tidak mempunyai kitab suci sebagai panutan. Mereka yang tergolong pengikut kepercayaan ini menjalankan upacara-upacara yang bersifat ritual berdasarkan pada norma-norma yang telah mereka terima secara turun-temurun. Selain itu nampaknya unsur-unsur islam juga terserap kedalam kepercayaan yang dianut oleh orang-orang Bukit Hulu Banyu ini. Sementara unsur kepercayaan yang dahulu dianut masih tetap tertinggal di dalam kehidupan masyarakat Bukit Hulu Banyu dan dalam beberapa hal tercampur dengan kepercayaan agama Islam. Selama itu dianggap tidak bertentangan maka dikerjakan sebagai suatu tradisi yang wajar oleh mereka. Namun dalam hal tradisi mereka juga melakukan beberapa upacara yang mereka lakukan setiap tahun adalah pesta adat Suku Bangsa Bukit Hulu Banyu. Upacara ini dilaksanakan setiap habis panen, sebagai tanda syukur kepada yang Maha Kuasa.

(13)

xiii

BAB III

PAKAIAN ADAT TRADISIONAL DAERAH BUKIT

HULU BANYU

KALIMANTAN SELATAN

3.1 Pengertian Pakaian Adat

Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan kebudayaan suatu masyarakat. Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahwa orang tersebut dari suatu daerah, jadi pakaian adat mewakili masyarakat suatu daerah membedakannya dengan adat daerah lain. Busana yang dipakai untuk menutup tubuh manusia dikenakan secara turun-temurun. Pakaian tersebut mempunyai suatu lambang dan menjadi bagian pada upacara tertentu.

Pakaian tradisional di setiap suku daerah masing-masing dapat kita lihat jelas pada waktu upacara pernikahan atau upacara keagamaan. Pakaian tradisional setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dan sekaligus menunjukkan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan.

3.2 Bahan dan Pembuatan Pakaian Adat

Pada awalnya, manusia memanfaatkan kulit pepohonan dan kulit hewan sebagai bahan pakaian, kemudian memanfaatkan benang yang dipintal dari kapas, bulu domba serta sutera yang kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian. Kini dikenal berbagai macam jenis kain diantaranya. Kain sutera, wol,

(14)

xiv dan mori, bahan ini yang sering digunakan oleh masyarakat Suku Bukit Hulu Banyu.

Pembuatan kain sutera merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi tekstil. Jenis sutera yang paling umum adalah sutera dari kepompong yang dihasilkan. Sutera bertekstur mulus, lembut, namun tidak licin. Pemintalan benang sutera dari kepompong ulat sutera, sehingga seluruh kepompong dapat diurai menjadi sehelai benang yang tak terputus. Ini membolehkan sutera ditenun menjadi kain yang lebih kuat. Sutera juga dihasilkan oleh beberapa jenis serangga lain, namun hanya jenis sutera dari ulat sutera yang digunakan untuk pembuatan tekstil. Pernah juga dijalankan kajian terhadap sutera-sutera lain yang menampakkan perbedaan dari aspek molekul. Sutera dihasilkan terutama oleh larva serangga yang lengkap, tetapi juga dihasilkan oleh beberapa serangga dewasa Produksi sutera juga kerap dijumpai khususnya pada serangga, dan kadang kala digunakan untuk membuat sarang. Jenis yang lain juga menghasilankan sutera, seperti laba-laba. Proses pembuatannya ialah , Mula-mula kain dijadikan bahan dijahit jelujur dengan jarum tangan. Jahit itu harus menuruti motif yang sudah dibuat sebelumnya pada kain. Setelah selesai disaring kain langsung dicelup perlahan-lahan kedalam zat pewarna. Kalau sudah kering barulah kain tersebut diberi motif-motif tambahan. Bagian pinggirannya menurut kebiasaan diberi motif bunga. Motif-motif ini dilukis pada bagian tengah kain, kalau dahulu dipakai rotan sebagai kuasnya tetapi sekarang sudah menggunakan spidol.

(15)

xv 3.3 Pakaian Adat Dalam Upacara Keagamaan

Agama yang dianut orang Bukit Hulu Banyu adalah pemimpin upacara dalam kepercayaan lama. Agama ini sebenarnya bukan agama dalam pengertian mempunyai Nabi dan Kitab Suci. Demikian pula dalam tata upacara ritual yang tercermin dalam aruh bawanang, lebih tepat disebut upacara adat leluhur sebagai warisan nenek moyang.

Setidaknya hal demikian ditinjau dari pakaian yang dikenakan menunjukkan satu jenis yaitu upacara keagamaan adalah juga upacara adat. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan agama kepercayaan lama. Kegiatan kehidupan sehari-hari, antara orang Bukit yang telah masuk Islam tetapi tidak melaksanakan ajaran agama yang baru dipeluknya itu dengan orang Bukit yang masih memeluk agama (kepercayaan) tidak ada hal perbedaan kecuali dalam hal makanan. Adat yang bersumber dari kebiasaan yang turun-temurun tetap

dilakukan bersama.

Upacara adat leluhur dilaksanakan dalam waktu yang tidak seragam. Ada yang tiga malam, ada pula yang tujuh hari tujuh malam, walaupun alur komunikasi sulit, tetapi kesepakatan pergantian disatu balai dari dengan balai yang lain tetap dirundingkan. Biasanya baju yang dikenakan berupa baju kemeja atau baju tangan panjang yang bentuknya antara kameja dan kebaya panjang tangan. Panjang tangan baju sampai mencapai buku tangan dan bentuknya agak lebar. Kantong bawah lebih besar dari pada kantong atas. Bagian atas kantong memakai les dari bahan yang tidak sewarna. Bentuknya menyerupai segitiga.

(16)

xvi Biasanya baju dan celana terbuat dari kain tapung, kain kipar atau kain drill. Kain tapung yang digunakan adalah kain tapung glondongan bukan kain tapung bekas.

Selain memakai baju, celana, pakaian upacara bagi balian dilengkapi dengan sehelai kain segi empat yang ukurannya lebih besar dari saputangan. Warna dasarnya putih, sedangkan seluruh tepinya berhiaskan bermacam-macam motif bunga-bungaan. Mereka menyebutnya kain bawatan, kain demikian tidak lain dari saputangan bagian batik yang bagian tengahnya masih tersisa warna putih bahan dasar. Kain segiempat tersebut mula-mula dilipat dua membentuk segitiga sama kaki, kemudian diikat di kepala sejajar dengan setengah bagian dahi, kemudian diikat ujung-ujungnya. Agar kelihatan lebih rapi dan bisa terus digunakan oleh mereka.

3.4 Pengguna Pakaian Adat

3.4.1 Pakaian Bayi Dan Anak-anak

Bayi yang dilahirkan dilingkungan Suku Bangsa Bukit Hulu Banyu tidak mendapatkan perawatan dari tenaga yang mempunyai profesi seperti dukun atau bidan. Ia lahir hanya ditangani oleh ayah dan ibunya. Setelah bayi lahir ia dimandikan oleh ayahnya, kemudian dibungkus dengan lampin. Lampin terbuat dari kain tapih batik atau kain sarung untuk laki-laki bekas pakai. Kain itu dipotong segi empat panjang dengan ukuran sesuai dengan tubuh bayi, kain bekas seadanya itulah yang digunakan sebagai lampin. Dengan hanya menggunakan lampin dari kain bekas mereka beranggapan cukup dapat berfungsi memberikan perlindungan kepada bayi dari dinginnya udara pengunungan. Orang tuanya memberikan salawar caping bagi anaknya terutama pada saat mereka

(17)

xvii tidak tidur. Salawar caping adalah celana bayi berbentuk segi tiga memakai karet pinggangnya sehingga mudah mengenakan pada anak. Bentuk salawar caping bagi anak putra berbeda dengan salawar caping bagi anak putri. Salawar caping bagi anak putra tidak tepat membentuk segitiga, karena kaki celananya agak panjang.

Setelah anak berusia sekitar 6 - 10 tahun, maka akan jelas perbedaannya antara pakaian bayi dan anak-anak, pakaian untuk anak putra dan pakaian untuk anak putri. Biasanya pakaian untuk anak laki-laki pada hakikatanya sama dengan pakaian sehari-hari yaitu celana pendek bertali silang dengan baju lengan pendek. Namun ada juga pebedaan antara baju bepergian dan pakaian rumah untuk anak laki-laki, pakaian bepergian mereka hanya terletak pada bahan pakaian. Bahan pakaian untuk bepergian terbuat dari kain yang lebih baik dan lebih mahal dari pada untuk dirumah. Anak laki-laki biasanya mengenakan celana panjang. Celana panjang tersebut memakai tali pengikat pada pinggang, jenis pakaian ini kebanyakan dibuat sendiri oleh ibu-ibu untuk anaknya, jarang jarang yang mau mengupah kepada tukang jahit. Anak-anak yang bercelana panjang dan berbaju taluk belangga memakai alas kaki berupa sandal dan tutup kepala kupiah beludru hitam.

Pakaian untuk anak putri yang sudah berusia antara 10 – 15 tahun hanya menggunakan rok dan baju tangan pendek saja. Dan pakaian untuk bepergian menggunakan baju kebaya yang khusus dibuat mereka. Bahan kebaya untuk bepergian ini lebih baik dari pada untuk dirumah. Misalnya kain cita polos, cita berkembang dan kadang-kadang juga kain shantung (jenis sutera tipis). Kebaya

(18)

xviii ini dilengkapi dengan tutup kepala, alas kaki, dan perhiasaan. Bagi anak-anak pakaian kebaya mereka lebih baik dan mahal, bagi mareka yang memakai tutup kepala (selendang) biasanya mengenakan baju kebaya. Namun bagi anak-anak pada umumnya tidak terbiasa diberi perhiasan yang menyolok, kepala mereka hanya dipakaikan anting dan kalung rantai yang terbuat dari emas medalion.

3.4.2 Pakaian Remaja

Setelah mereka sudah remaja maka akan jelas perbedaan pada saat mereka bayi dan anak-anak sangat jauh saat mereka sudah beranjak remaja. Hal ini berlaku untuk remaja dan seterusnya hingga mereka dewasa, usia remaja bagi suku bangsa Bukit Hulu Banyu relative pendek karena mereka segera memasuki jenjang rumah tangga. Biasanya cara berpakaian remaja putra adalah kemeja tangan pendek, kemeja ini terbuat dari kain kaci atau kain belacu,yang agak baik terbuat dari kain king warnanya pun bermacam-macam, putih, hijau, biru, atau merah merupakan warna yang disuka. Sedangkan bagi remaja putri memakai baju kebaya para remaja untuk pakaian sehari-hari terbuat dari kain belacu polos tanpa kembang .Warna kesukaan adalah warna hitam, disamping warna hijau, merah. kuning, dan biru. Bisa pula memakai baju berkembang dari kain koplin dengan kembang yang besar-besar dan menyolok, potongan kebaya seperti kartini. Panjang badan bagian kebaya hanya pada bagian atas punggung. Potongannya rata dan tanpa hiasan atau renda, lengan baju agak sempit, baik bagian pangkal lengan, maupun bagian bawah. Jadi bentuknya seperti sebuah garis lurus, ujung lengan baju rata tanpa haiasan renda. Sebagai pasangan baju kebaya remaja putri memakai tapih kurung untuk pakaian sehari-hari di rumah.

(19)

xix Perbedaan pakaian yang mereka gunakan saat mereka masih, bayi, anak-anak, dan remaja memang terlihat jauh berbeda sekali.

3.4.3 Pakaian Orang Dewasa Dan Orang Tua

Pakaian laki-laki dewasa tidak jauh berbeda dengan pakaian remaja. Mereka juga menggunakan celana pendek terbuat dari kain belacu polos dalam pilihan warna ada kecendrungan orang dewasa untuk memilih warna yang tidak terlampau menyolok. Warna merah merupakan warna kegemaran misalnya, biru mudah, hijau mudah, kuning dan lain-lain. Perbedaan antara salawar handap remaja dengan salawar pada orang dewasa hanya pada pilihan warna saja, tetapi bagi orang dewasa yang sudah mendekati usia sudah tua ada kecendrungan memakai celana culuk seperti pakaian orang tua.

Pakaian perempuan dewasa warna baju kebaya yang menyolok tidak begitu di senangi lagi mereka lebih sering memilih baju agak mudah atau bermotif kembang di pilih kembang yang kecil-kecil. Baju yang ini kalau di lihat dari jauh tidak ubahnya seperti warna dasar baju itu sendiri, kebaya polos terbuat dari kain belacu, sedang yang berkembang dari kain kuplin. Tapih yang dikenakan di samping tapih kurung,juga kain panjang, untuk pakaian sehari-hari jarang sekali digunakan.

Namun semua berbeda ketika mereka sudah tua, semua cara berpakaian mereka berubah. Lelaki yang sudah berumur mengenakan sejenis pakaian yang dinamakan celana culuk dan baju kipar. Bahan yang digunakan adalah kain tapung yaitu kain katun tebal yang agak kasar. Kain ini biasanya digunakan pula

(20)

xx untuk membuat kasur. Celana culuk sebagai pasangan baju kipar merupakan bentuk perpanjangan dari celana, karena selain perbedaan pada panjangnya potongan dan cara membuatnya tidak berbeda. Celana ini juga mempunyai uluh-uluh untuk tempat memasukkan tali panjang kaki celana sampai antara lutut dan mata kaki, baik baju maupun celana tidak diberi pewarna dan tidak ada hiasan apa-apa. Dan biasanya orang yang sudah berumur selalu memakai kupiah hitam.

Pakaian perempuan yang sudah berumur tidak jauh berbeda dengan pakaian wanita dewasa. Mereka memakai pakaian kebaya tanpa kota baru yang terbuat dari kain belacu atau kuplin. Warna yang dipilih cendrung tidak menyolok kalau yang berkembang juga demikian. Tapih dipakai juga tapih bakurung, perempuan lanjut usia kecendrungan memakai tapih kamumu, yaitu kain hitam dari kain kamumu. Sebenarnya tapih kamumu adalah tapih untuk bekerja, tetapi untuk dipakai sehari-hari di rumah dipilih tapih kamumu yang masih baru dan belum pernah dipakai untuk bekerja. Namun bagi orang tua harus memakai penutup kepala dipakai serudung yang dibuat dari kain sutera atau jenis kain lainnya yang transparan. Kaum perempuan di daerah Bukit Hulu Banyu ini, di samping memakai serudung juga rambut disanggul, pakaian orang tua pada umunya sangat sederhana dibandingkan, anak-anak, remaja. Inilah pakaian yang sehari-hari mereka pakai untuk menutupi anggota tubuh mereka.

(21)

xxi

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari kertas karya ini adalah sebagai berikut :

1. Pakaian adat Tradisional Daerah Bukit Hulu Banyu tidak hanya dikenakan untuk berpergian tetapi juga dikenakan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pakaian adat biasanya memiliki suatu lambang untuk sebuah daerah. 3. Pakaian Tradisional suku bangsa Bukit Hulu Banyu terdiri dari beberapa

jenis, yaitu ;

a. Pakaian keagamaan b. Pakaian anak-anak c. Pakaian orang dewasa d. Pakaian orang tua

4.2 Saran

1. Penulis mengharapkan agar para pembaca dapat lebih mengenal salah satu pakaian tradisional yang ada di Indonesia.

2. Penulis mengharapkan agar kita bisa melestarikan dan menjaga kebudayaan kita, khususnya pakaian tradisional dari suku masing-masing.

3. Penulis mengharapkan agar para pembaca dapat lebih mengetahui fungsi dari pakaian adat tradisional daerah.

(22)

22 DAFTAR PUSTAKA

Achyadi, Yudi.1981. Pakaian Daerah Indonesia, Kalimantan Selatan : Jambatan. Koentjaraningrat,1984. Kebudayaan Mentalitet Dan Pembangunan, Jakarta ; Gramedia. Herusatoto, Budiono.1974. Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Yogyakarta : Hanindita.

Referensi

Dokumen terkait

Dicky Darmawan, 0843010190, Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Kasus Ibu Rumah Tangga Pengidap HIV/AIDS Di Jawa Pos (Sikap Suami Di Surabaya Terhadap

Generasi muda adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap. pengaruh budaya asing ini, sehingga dalam membangun sosial

Bahkan sejak kami berdiri hingga sekarang belum ada aturan main tentang detail pelaksanaan TJSP dari pemerintah yang bisa dijadikan acuan dalam melaksanakan program TJSP di

Masih dalam konteks kebijakan pemerintah, penegakan hukum inipun harus. didukung pendanaan yang mencukupi oleh pemerintah serta, yang

[r]

erikan layanan informasi dengan media audio visual, kondis engalami peningkatan yang signifikan. Perolehan skor to ar 5181, dengan nilai mean sebesar 207,24 dan siswa berad

Abstract : Scabies is itch human skin disease caused by the mite Sarcoptes scabiei var. The prevalence of scabies in boarding school was relative high. That condition must be

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan analisis data penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa pendidikan karakter merupakan tujuan dari MA Al-Mawaddah