Karya Tulis
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR PANTAI DAN
PULAU-PULAU KECIL MELALUI PROGRAM
AGROMARINE POLITAN DI PROVINSI SUMATERA
UTARA
Murbanto Sinaga
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006
DAFTAR ISI
I. LATAR BELAKANG... 1
II. POTENSI ... 2
III. PERMASALAHAN ... 4
IV. MAKSUD DAN TUJUAN... 9
V. PROGRAM DAN KEGIATAN ... 10
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR PANTAI DAN
PULAU-PULAU KECIL MELALUI PROGRAM
AGROMARINE POLITAN DI PROVINSI
SUMATERA UTARA
I. LATAR BELAKANG
Wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat dikelola secara terpadu dengan
mengelompokkan atas 2 (dua) wilayah sesuai dengan lokasi dan karakteristik
topografinya yaitu :
1. Wilayah Dataran Tinggi.
2. Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau Kecil.
Untuk Wilayah Dataran Tinggi yang terdiri dari Kabupaten dan Kota
(Karo, Dairi, Pak-Pak Barat, Samosir, Simalungun, P. Siantar, Toba Samosir,
Tap. Utara dan Humbang Hasundutan), sejak tahun 2003 telah ditandatangani
kesepakatan bersama untuk menerapkan suatu konsep pembangunan pertanian
yang terintegarasi dan komprehensif yang dikenal sebagai Agropolitan
Dataran Tinggi Bukit Barisan.
Untuk Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau Kecil pada tanggal 13 April
2006 telah pula ditandatangani kesepakatan bersama untuk membangun
wilayah pesisir dan kelautan dengan suatu pola yang terintegrasi dan
komprehensif. Pola ini dikenal sebagai Program Agro marine politan, Pesisir
Pantai dan Pulau Kecil Sumatera Utara oleh 16 Kabupaten/kota di Sumatera
Utara.
Munculnya gagasan pembangunan Wilayah ini dilatar belakangi oleh
belum optimalnya pencapaian hasil–hasil pembangunan yang telah
dilaksanakan di Wilayah Pantai Timur dan Pantai Barat selama ini ditambah
masalah-masalah yang muncul secara langsung maupun tidak langsung
berpotensi mengancam kelestarian lingkungan dan pada akhirnya berpengaruh
negatif terhadap upaya-upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang
bermukim di Wilayah Pantai Pesisir dan Pulau Kecil di Provinsi Sumatera
Utara.
II. POTENSI
Potensi sumber daya kelautan, perikanan, kawasan pesisir pantai dan
pulau kecil di Provinsi Sumatera Utara adalah seperti yang tertera pada
Tabel.1 sebagai berikut ;
TABEL. 1. POTENSI SUMBER DAYA KELAUTAN, PERIKANAN, KAWASAN
PESISIR DAN PULAU KECIL DI SUMATERA UTARA.
NO URAIAN JUMLAH (KETERANGAN)
1 Luas Laut 110.000 Km2 (60,5 % Dari Total Luas Wilayah Sumatera Utara
2 Total Panjang Garis Pantai 1.300 Km 3 Panjang Garis Pantai Timur 545 Km 4 Panjang Garis Pantai Barat 375 Km
5 Panjang Garis Pantai P. Nias 380 Km
6 Jumlah Pulau 419 buah, dengan P. Simuk Pulau terluar di P.Barat dan P. Berhala sebagai Pulau terluar di P. Timur
7 Total Luas Hutan Mangrove (Tidak termasuk P. Nias)
63.467,4 Ha
Kondisi Baik : 27.019.57 Ha Kondisi Rusak : 36.447,83 Ha (tersebar di 6 kabupaten) 8 Total Sumber Daya Ikan Laut 1.352.990 ton per tahun
P. Timur : 276.030 ton/thn P. Barat : 1.076.960 ton/thn
9 Jenis Ikan Unggulan P. Timur : Kakap, kerapu, teri,kembung, tenggiri, tambang, japuh, pari, cakalang, dan lain-lain.
P. Timur : Kakap, kerapu, teri, kembung, tenggiri, tuna, tongkol, layur, ikan hias, dan lain-lain.
10 Tingkat Pemanfaatan Ikan Laut (tahun 2003)
P. Timur : 90, 75 % (250.489 ton) P. Barat : 8, 75 % (94.703 ton) 11 Budidaya Perikanan Tambak 71.500 Ha
12 Budidaya Laut Perairan Laut 734.000 Ha
13 Potensi Pariwisata Bahari Belum teridentifikasi dengan baik 14 Potensi Pertambangan Kawasan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
- Pertambangan Minyak di Blok Asahan - Bahan Galian Strategis
Mis : Energi, Panas Bumi, Timah Putih - Bahan Galian Vital
Mis : Pasir, Kaolin, Bauksit
III. PERMASALAHAN
Di negara-negara yang relatif lebih dahulu berkembang dibandingkan
Indonesia, pada umumnya di wilayah pesisir pantai mereka berdiri kota-kota
dan pemukiman penduduk (Water Front City) yang tertata dengan rapi, bahkan
cenderung eksklusif karena didukung oleh keindahan panorama dan suasana
semilir angin dan deburan ombak dari laut. Kondisi di negara-negara maju
tersebut sangat bertolak belakang (kontradiksi) dengan yang terjadi di
Indonesia termasuk di Provinsi Sumatera Utara.
Umumnya wilayah pesisir di Sumatera Utara tidak tertata dengan baik
bahkan terkesan kumuh dan merupakan tempat bermukimnya masyarakat
yang kondisinya masih berada di bawah garis kemiskinan. Mengapa kondisi
seperti ini harus terjadi ? selain kelemahan pada strategi dan prioritas
pembangunan, pola pendekatan pembangunan wilayah pesisir dan kelautan
selama ini masih bersifat parsial. Daerah melaksanakan pembangunan secara
sendiri-sendiri di wilayahnya masing-masing. Pendekatan yang dilakukan
selama ini selain tidak efisien dan tidak efektif, tidak akan pernah berhasil
secara optimal sebab karakteristik wilayah pesisir dan kelautan memerlukan
pola pembangunan yang terpadu dan menyeluruh (Integratif and
Comprehensif) atau dikenal sebagai ”One Ocean and Marine Management”.
Beberapa permasalahan yang terjadi di Wilayah Pantai Timur dan
Pantai Barat di provinsi Sumatera Utara yang umumnya terjadi pula di
wilayah-wilayah pesisir di daerah-daerah lainnya di Indonesia antara lain
adalah :
1. Terjadinya ”Overfishing”
Kondisi ini terjadi utamanya akibat kegiatan penangkapan ikan yang
tidak teratur di daerah-daerah yang berlokasi dekat dengan garis pantai,
bukan di laut lepas yang jaraknya relatif jauh. Pada umumnya ikan yang
berada dekat garis pantai masih relatif kecil-kecil, belum saatnya untuk
ditangkap namun telah ditangkap oleh para nelayan. Akibat ditangkap
terlalu dini, ikan tersebut belum sempat dewasa dan bertelur untuk
berkembang biak. Ikan-ikan saat masih kecil-kecil dan belum dewasa
umumnya berada dekat ke garis pantai. Setelah besar dan dewasa
ikan-ikan tersebut pindah ke laut lepas yang jauh dari garis pantai. Ikan-ikan-ikan
yang telah besar dan dewasa inilah yang seharusnya boleh diizinkan
untuk ditangkap. Oleh sebab itu perlu disusun suatu aturan-aturan
(PERDA) yang mengatur zona penangkapan ikan sehingga Over Fishing
dapat dihindarkan.
2. Terjadinya Kontaminasi Akibat Budidaya Tambak Udang.
Menjamurnya tambak-tambak udang, khususnya tambak-tambak udang
intensive terutama disepanjang Pantai Timur menimbulkan dampak
negatif terhadap kondisi tanah di wilayah pantai. Umumnya budidaya
tambak udang memakai obat-obatan dan pakan yang mengandung zat-zat
kimiawi. Kondisi ini mengakibatkan tanah di wilayah tersebut
terkontaminasi, salah satu akibatnya adalah menurunnya kesuburan tanah
di wilayah pesisir. Menurunnya kesuburan tanah juga akan menyebabkan
semakin menurunnya produktivitas tambak udang yang telah ada di
wilayah tersebut. Guna menghindari akibat negatif yang ditimbulkan,
diperlukan suatu program kegiatan revitalisasi tambak udang dengan
teknologi sederhana dan tepat guna. Dampak negatif lainnya yang
ditimbulkan oleh budidaya tambak udang adalah terjadinya konversi
lahan hutan mangrove menjadi areal tambak. Kondisi ini mengancam
kelestarian ekosistem di daerah pesisir dan kelautan. Hutan tanaman
mangrove selain berfungsi untuk menghindari tejadinya erosi juga
merupakan tempat ikan-ikan bertelur dan berkembang biak. Akar
pepohonan tanaman mangrove membantu produksi oksigen yang sangat
diperlukan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan-ikan yang
masih kecil di perairan hutan mangrove. Kepunahan tanaman mangrove
akan mengancam kelestarian wilayah pesisir dan perkembangan
kehidupan ikan-ikan di perairan sekitar garis pantai.
3. Akitivitas atau kegiatan-kegiatan yang berdampak negatif terhadap
kelestarian lingkungan pantai.
Berbagai aktivitas kehidupan masyarakat (masyarakat biasa maupun
bisnis) yang tidak teratur dan dikelola dengan baik di wilayah pesisir
pantai dan pulau-pulau kecil mengancam kelestarian dan kelangsungan
ekosistem lingkungan pantai. Berbagai aktivitas tersebut antara lain :
3.1. Pencemaran lingkungan pantai yang disebabkan oleh :
a. Sampah lokal
b. Limbah dari kapal-kapal.
c. Limbah dari kegiatan pertanian.
d. Limbah dari kegiatan pertambangan.
e. Limbah dari kegiatan industri.
3.2. Eksploitasi Sumber Daya Alam yang tidak teratur dan berlebihan.
Eksploitasi yang berlebihan terhadap SDA di wilayah pesisir
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan pantai yang
potensial. Eksploitasi yang berlebihan tersebut antara lain :
a. Penggunaan Hutan.
b. Penambangan Galian
c. Terjadinya penggundulan hutan khususnya pasir di titik lokasi
tertentu.
3.3. Pertumbuhan Penduduk dan kegiatan pembangunan di wilayah
pesisir yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan pantai. Kegiatan yang menyebabkan kerusakan
lingkungan pantai antara lain :
a. Pembangunan perumahan yang semeraut di sepanjang garis
pantai.
b. Kegiatan Reklamasi Pantai akibat kebutuhan lahan.
3.4. Gangguan ekosistem lingkungan pantai akibat sedimen yang
dibawa oleh arus aliran sungai ke muara pantai.
3.5. Gangguan ekosistem lingkungan pantai akibat adanya
pembangunan pemecah gelombang (break water) yang tidak tepat
lokasi dan tidak dikelola dengan baik.
4. Kegiatan usaha perikanan tidak dilakukan dengan menerapkan sistem
bisnis perikanan terpadu yang berbasis pada industri.
5. Masih minimnya prasarana di wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau
kecil .
6. Masih minimnya dukungan permodalan dan perbankan dan lembaga
keuangan lainnya.
7. Masih rendahnya aksesibilitas terhadap teknologi pengolahan dan pasca
panen.
8. Masih belum adanya Blue Print (Cetak Biru) pembangunan perikanan
dan kelautan yang disepakati bersama dan diimplementasikan secara
produktif dan strategis.
IV. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan Program Agro-Marine Politan di pesisir pantai dan
pulau-pulau kecil ini adalah :
1. Percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan di
wilayah pesisir dan pulau kecil.
2. Percepatan peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha perikanan
khususnya nelayan dan pembudidayaan ikan tradisional di wilayah pesisir
dan pulau kecil.
3. Percepatan peningkatan kesehatan dan kecerdasan masyarakat khususnya
penduduk yang berdomisili di wilayah pesisir pantai dan pulau kecil.
4. Revitalisasi pengembangan dan pengolahan berbagai komoditas yang
terdapat di pesisir pantai dan pulau kecil dengan orientasi berbasis
industri.
Misalnya : a. Industri pengolahan hasil perikanan seperti;
cold-storage (pembekuan), pengalengan, tepung, ikan, added
value products, sunimi dan lain-lain.
b. Aqua-farming seperti budidaya rumput laut.
c. Tanaman pesisir pantai seperti pohon jarak dan anggur.
5. Percepatan pembangunan dan pengelolaan lokasi-lokasi wisata bahari dan
wisata pantai.
6. Revitalisasi kegiatan perlindungan kelestarian wilayah pesisir pantai dan
pulau kecil.
V. PROGRAM DAN KEGIATAN
A. Program
Secara garis besar, program agro-marine politan dapat
dikelompokkan atas 2 (dua) program utama yaitu ;
1. Program percepatan pembangunan dan pengembangan sektor
unggulan dan andalan yang secara spesifik hanya akan
maksimal hasilnya jika dikelola di wilayah pesisir pantai dan
kelautan.
Misalnya : Aqua farming, wisata bahari, wisata pantai
dan industri pengelolaan komoditas pesisir
pantai dan kelautan.
2. Program perllindungan kelestarian alam wilayah pesisir pantai
dan pulau kecil.
Misalnya : Cagar alam pesisir pantai dan pulau kecil
(sanctuary). Untuk mendukung program ini diperlukan
identifikasi penentuan zona sanctuary dan penerbitan peraturan
per-undang-udangan (Perda) yang mengatur tentang
kegiatan-kegiatan apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan di zona
sanctuary pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.
B. Kegiatan :
Agar maksud dan tujuan agro-marine politan pesisir pantai dan
pualu kecil tercapai, akan dilaksanakan berbagai kegiatan.
Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
tingkat urgensi kebutuhan.
Berbagai kegiatan yang akan dilakukan antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Membentuk Tim Badan Koordinasi Dewan Pakar, Tim Teknis,
Kontrak Bisnis dan Staf Pelaksana Harian Program
Agro-Marine Pesisir Pantai dan Pulau Kecil Provinsi Sumatera Utara.
2. Menyusun Master Plan Program Agro-Marine Politan Pesisir
Pantai dan Pulau Kecil Propinsi Sumatera Utara.
Penyusunan Master Plan dimaksud dilaksanakan melalui
tahap-tahap kegiatan sebagai berikut :
2.1. Mengumpulkan data-data pendukung dari Dinas
Perikanan dan Kelautan, proyek yang berhubungan
dengan pesisir pantai seperti Proyek MCRM (Marine
and Coastal Resources Management), serta referensi
lainnya.
2.2. Melaksanakan survey dan identifikasi di sepanjang garis
pantai di wilayah pesisir pantai timur, pantai barat dan
pulau-pulau kecil. Berdasarkan survey dan identifikasi
yang dilaksanakan akan diperoleh hasil-hasil sebagai
berikut :
1. Terinventarisasinya dan teridentifikasinya kondisi
fisik dan karakteristik pesisir pantai di sepanjang
garis pantai Sumatera Utara. Pada umumnya
karakteristik pantai di Sumatera Utara terbagi atas 3
(tiga) karekteristik yang berbeda yaitu :
a. Pantai dengan kondisi pasir
b. Pantai dengan kondisi rawa
c. Pantai dengan kondisi batu-batuan
2. Tersusunnya ”Mapping” rencana kegiatan
pengembangan pesisir pantai berdasarkan kondisi
dan karakteristik yang terdiri atas 3 (tiga)
karakteristik pantai yang berbeda.
1). Pantai Pasir.
Di wilayah pantai yang kaya akan pasir dapat
dikembangkan sektor wisata pantai dan wisata
bahari (Marine Tourism Resort). Pola
pengembangan tidak harus intensif tetapi harus
bersifat ”tematis”. Di zona Pesisir Pantai Pasir
dapat pula dikembangkan budidaya ikan
tradisional (marine culture) dan rumput laut
(aqua culture). Jenis tanaman yang cocok
dikembangkan di sepanjang wilayah pesisir
pantai pasir adalah tanaman jarak (catatan:
Tanaman jarak telah diuji coba di Wilayah
Pesisir India dan berhasil). Demikian halnya
dengan tanaman anggur yang telah pula berhasil
dibudidayakan di wilayah pesisir Pulau Bali.
Tanaman anggur lebih tepat di wilayah pesisir
sebab masa curah relatif lebih singkat.
2). Pantai Berbatu-batuan.
Di wilayah pantai yang berbatu-batuan lebih
tepat dikembangkan wisata bahari. Misalnya;
Diving untuk pantai yang lautnya masih kaya
akan biota laut. (Ikan hias, tanaman laut, karang
laut).
3). Pantai yang berawa
Wilayah pantai berawa-rawa adalah lokasi hutan
mangrove (bakau). Wilayah ini perlu dilindungi
dan dilestarikan menjadi ”Marine Sanctuary”
atau cagar alam wilayah pesisir. Hutan
mangrove sangat berjasa terhadap kelestarian
ekosistem ikan laut dan menjaga keutuhan garis
pantai dari erosi gelombang air laut. Untuk
menjaga kelestariannya perlu disusun PERDA
yang melarang kegiatan-kegiatan yang dapat
mengancam kepunahan hutan mangrove.
Sosialisasi PERDA dengan bahasa yang atraktif
bagi masyarakat pesisir pantai perlu dirancang
dengan baik.
Agar PERDA dipatuhi oleh masyarakat pesisir
pantai, harus pula dicari alternatif kegiatan
sebagai kompensasinya.
Misalnya : Budidaya ikan tradisional, rumput
laut, tanaman jarak dan perkebunan anggur.
2.3. Teridentifikasinya wilayah pesisir pantai yang lautnya
masih kaya akan biota laut termasuk ikan-ikan atau laut
yang biotanya terancam punah akibat Over Fishing.
2.4. Teridentifikasinya titik-titik/ lokasi jalan arteri yang
apabila dihubungkan dapat berfungsi menjadi koridor
transportasi hasil-hasil budidaya dan industri di
sepanjang garis pantai.
2.5. Teridentifikasinya zona-zona yang dapat dikembangkan
menjadi Marine Farming yang berbasis industri di
sepanjang koridor pesisir pantai.
2.6. Teridentifikasinya tambak-tambak tempat budidaya
udang yang tanahnya telah terkontaminasi di sepanjang
pesisir pantai.
2.7. Teridentifikasinya (Feaders) jalan-jalan utama yang
perlu ditingkatkan guna menghubungkan kota-kota di
wilayah pesisir pantai dengan jalan koridor (poros) di
sepanjang garis pantai.
2.8. Teridentifikasinya lokasi-lokasi pembangunan industri
pengolahan hasil yang diperoleh dari wilayah pesisir
(darat dan lautan) di sepanjang garis pantai.