OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI
REFINERY BLEACHED DEODORIZED PALM OIL
MENJADI METIL ESTER MENGGUNAKAN
KATALIS LITHIUM HIDROKSIDA
TESIS
Oleh
HENDAR HARAHAP
057022003/TK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI
REFINERY BLEACHED DEODORIZED PALM OIL
MENJADI METIL ESTER MENGGUNAKAN
KATALIS LITHIUM HIDROKSIDA
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Kimia pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
HENDAR HARAHAP
057022003/TK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI REFINERY BLEACHED DEODORIZED PALM OIL MENJADI
METIL ESTER MENGGUNAKAN KATALIS
LITHIUM HIDROKSIDA
Nama Mahasiswa : Hendar Harahap Nomor Pokok : 057022003 Program Studi : Teknik Kimia
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc) (Mersi Suriani Sinaga, ST. MT) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal
: 22 Pebruari 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
K e t u a : Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc
A n g g o t a : 1. Mersi Suriani Sinaga, ST. MT
2. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia
3. Prof. Dr. Ir. Ponten M Naibaho
ABSTRAK
Keberadaan minyak kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Produk utama kelapa sawit yang ramai diperbincangkan dewasa ini adalah metil ester atau disebut juga biodiesel sebagai sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan. Proses sintesa metil ester melalui transesterifikasi Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) menggunakan metanol dengan katalis lithium hidroksida dengan tiga variabel, konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi.
Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan reaktor batch dengan kapasitas 250 ml yang dilengkapi magnetic stirrer, thermocouple, reflux kondensor dan pipet volume untuk pengambilan sampel. Percobaan dilakukan menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) dengan desain percobaan berbentuk Central Composite design (CCD). Bahan yang digunakan adalah RBDPO, metanol teknis dan katalis lithium hidroksida. Kinetika reaksi dilakukan pada kondisi maksimum yang diperoleh pada konsentrasi katalis 0,5%, rasio molar RBDPO terhadap metanol 1:14, temperatur reaksi 65ºC dan waktu reaksi 30 menit dengan konversi metil ester sebesar 99,9165%.
Dari hasil percobaan optimasi diperoleh bahwa ketiga faktor (variabel) konsentrasi katalis lebih signifikan di bandingkan dengan rasio molar sedangkan variabel temperatur memiliki pengaruh terhadap transesterifikasi RBDPO menjadi metil ester. Transesterifikasi RBDPO menggunakan katalis lithium hidroksida menjadi metil ester merupakan reaksi orde-2 dengan konstanta kecepatan reaksi pada 65ºC sebesar 3,0727 × 10-3 liter.mol-1.menit-1 dengan persamaan kecepatan reaksi : ϒTG = - TG M
TG
C C k dt dC
. .
=
ABSTRACT
The existence of palm oil as one of vegetable oils resources, relatively accepted by domestic and world markets. The major palm oil product that being issued currently is methyl ester or called biodiesel as renewable energy resource and enviromental frendly. Synthesis methyl ester throught Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) transesterification used methanol and reaction rate were investigated.
The experiment conducted in laboratorium scale by used 250 ml volume batch reactor which is completed with magnetic stirrer, thermocouple, reflux concensor and volume pipette, respectively. The experiment is conducted by used Response Surface Methodology (RSM) with experiment design that in form Central Composite Design (CCD). The material that used are RBDPO, methanol and lithium hydroxide catalyst, respectively. Maximum reaction conditions were obtained with catalyst concentration of 0,5% wt, molar ratio of methanol to oil at 14:1, reaction temperature at 65ºC and reaction time 30 minutes. Convertion of RBDPO to methyl esters in excess of 99,9165% was archieved.
From the optimize results obtained that three factors (variables) catalyst concentration more significant than molar ratio, while temperature influence to RBDPO transesterification to methyl ester. The RBDPO transesterification used lithium hydroxide catalyst to methyl esters is second order reaction with 3,0727 × 10
-3
litre.mole-1.minute-1 reaction rate constant at 65ºC. Reaction rate equation : ϒTG = - TG M
TG
C C k dt dC
. .
=
Keyworld : Transesterification, RBDPO, Catalyst, Lithium Hydroxide, Methyl Ester
KATA PENGANTAR
Pertama sekali, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan
rahmat yang dikaruniakan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian
yang berjudul “Optimasi Transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized Palm
Oil Menjadi Metil Ester Menggunakan Katalis Lithium Hidroksida“.
Tesis ini disusun setelah melalui penelitian dan konsultasi dengan dosen
pembimbing Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc dan Mersi Suriani Sinaga ST, MT.
Untuk itu kepada Bapak dan Ibu pembimbing, penulis menyampaikan rasa
terima kasih dan hormat yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan curahan ilmu
yang diberikan selama ini.
Selanjutnya disampaikan pula rasa terima kasih dan penghargaan kepada yang
terhormat :
1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara atas fasilitas dan kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti Pendidikan Program Magister.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi Mahasiswa
Magister Teknik Kimia pada Sekolah Pascasarjana.
3. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia sebagai Ketua Magister Teknik Kimia Sekolah
4. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc yang memberi kesempatan kepada saya
untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data di Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Medan serta sumbangsih ilmu dan arahan dalam
penyelesaian tesis ini.
5. Mersi Suriani Sinaga, ST. MT yang memberikan sumbangsih ilmu dan
arahan dalam penulisan tesis ini.
6. Para staff dan teknisi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan yang
memberikan dorongan dan bantuan dalam proses penelitian untuk
penulisan tesis ini.
7. Para staff pengajar dan pegawai administrasi Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara serta Magister Teknik Kimia.
8. Kedua orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan hingga
selesainya penulisan tesis ini.
9. Para teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam proses
usulan hasil dan penulisan tesis ini.
10.Dina Anggraini Ritonga, SST yang telah membantu dalam proses
penelitian dan penyelesaian penulisan tesis ini.
Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih banyak dijumpai
kekurangan dari segi materi dan penulisannya, diharapkan kritik dan saran-saran yang
sifatnya membangun untuk menyempurnakan tesis ini.
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Hendar Harahap, SST
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 05 Pebruari 1981
Riwayat Pendidikan, Tamat : SD Negeri 016 Sekip, Pekanbaru tahun1993 SMP Negeri 8 Pekanbaru tahun 1996
SMU Negeri 9 Pekanbaru tahun 1999 Diploma IV Teknologi Kimia Industri Universitas Sumatera Utara tahun 2004.
Nama Orang Tua
Ayah : Ir. Efendi Harahap, MP
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Refinery Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) ... 6
2.2 Katalis ... 7
2.2.1 Katalis Heterogen ... 9
2.2.2 Katalis Homogen ... 10
2.2.3 Cara Kerja Katalis ... 11
2.3 Transesterifikasi ... 12
2.4 Metil Ester ... 18
3.3 Set – up Penelitian ... 23
3.4 Rancangan Percobaan ... 23
3.5 Pengolahan Data ... 25
3.5.1 Optimasi Proses Transesterifikasi RBDPO ... 25
3.5.2 Penentuan Kinetika Reaksi Transesterifikasi ... 26
3.6 Analisa Bahan Baku ... 28
3.7 Karakterisasi Metil Ester ... 28
3.8 Prosedur Penelitian ... 29
3.8.1 Prosedur Transesterifikasi ... 29
3.8.2 Flowchart Transesterifikasi ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan ... 31
4.1.1 Analisa Bahan Baku RBDPO ... 31
4.1.2 Penentuan Level Terkode CCD ... 33
4.1.2.1 Penentuan Konsentrasi Katalis ... 33
4.1.2.2 Penentuan Rasio Molar ... 34
4.1.2.3 Penentuan Nilai Temperatur ... 35
4.2 Optimasi Transesterifikasi ... 36
4.2.1 Pengaruh Konsentrasi Katalis, Rasio Molar dan Temperatur Terhadap Konversi Metil Ester ... 38
4.2.2 Interaksi Variabel Terhadap Konversi Metil Ester ... 41
4.3 Kinetika Transesterifikasi RBDPO Menjadi Metil Ester ... 52
4.3.1 Persamaan Kecepatan Reaksi ... 52
4.3.2 Proses Transesterifikasi RBDPO Menjadi Metil Ester ... 56
4.4 Karakterisasi Metil Ester ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran ... 61
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Spesifikasi RBDPO ... 7
2. Karakteristik Katalis Heterogen dan Homogen ... 9
3. Pengaruh Berbagai Jenis Katalis Pada Transesterifikasi ... 14
4. Spesifikasi Biodiesel ... 19
5. Karakteristik Biodiesel dan Petroleum Diesel ... 20
6. Perlakuan Terkode (CCD) ... 24
7. Central Composite Design untuk 3 Variabel ... 24
8. Interval Pengambilan Produk Metil Ester ... 27
9. Hasil Analisa Bahan Baku RBDPO ... 31
10.Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Konversi Metil Ester ... 34
11.Desain Matrik Hasil Pengamatan ... 37
12.Matrik Interaksi Variabel Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 40
13.Pengaruh Konsentrasi Katalis dan Rasio Molar Pada Interaksi Matrik Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 42
14.Pengaruh Konsentrasi Katalis dan Temperatur Pada Interaksi Matrik Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 46
15.Pengaruh Rasio Molar dan Temperatur Pada Interaksi Matrik Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 49
16.Konversi Metil Ester dan Gliserida Sisa Pada Transesterifikasi ... 59
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Proses Pengolahan CPO Menjadi RBDPO ... 6
2. Reaksi Transesterifikasi ... 17
3. Diagram Kerja Transesterifikasi ... 30
4. Pengaruh Waktu Terhadap Konversi Metil Ester ... 34
5. Responce Surface Metil Ester Dari Rasio Molar ... 43
6. Plot Kontur Metil Ester Dari Rasio Molar ... 44
7. Respon Surface Metil Ester Dari Temperatur Reaksi ... 47
8. Plot Kontur Metil Ester Dari Temperatur Reaksi ... 48
9. Respon Surface Metil Ester Dari Rasio Molar ... 50
10.Plot Kontur Metil Ester Dari Rasio Molar ... 52
11.Uji Pencocokan Kurva Orde Dua ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Prosedur Analisa ... 66
2. Data Hasil Percobaan ... 70
3. Kinetika Reaksi ... 71
4. Kromatografi Standard Gliserida ... 73
5. Kromatografi Bahan Baku RBDPO ... 74
6. Kromatigrafi Metil Ester ... 75
7. Analisa Statistik SPSS Softwere ... 76
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan
kontribusi penting pada pembangunan ekonomi di Indonesia, khususnya pada
pengembangan agroindustri yang memiliki daya saing tinggi. Hal ini disebabkan
kelapa sawit memiliki beberapa keunggulan sehingga mampu bersaing dalam
perdagangan nasional dan internasional. Produk-produk yang dihasilkan dari minyak
sawit sangat luas. Produk utama kelapa sawit yaitu minyak sawit mentah atau Crude
Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Dari kedua
produk ini dapat dibuat berbagai jenis produk pangan maupun produk oleokimia,
salah satunya yang sangat ramai diperbincangkan dewasa ini adalah metil ester atau
disebut juga biodiesel sebagai sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan.
Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati
relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Indonesia sekarang
merupakan negara penghasil CPO peringkat pertama di dunia dengan total produksi
Produk olahan CPO yang merupakan non pangan diantaranya adalah
oleokimia. Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil
ester. Asam lemak metil ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia.
Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu
seperti fatty alcohol, alkanolamida, α-sulfonat, gliserol monostearat, surfaktan
gliserin dan asam lemak lainnya. Selain itu metil ester saat ini telah digunakan
sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel (Hariyadi, 2004).
Crude Palm Oil (CPO) di pasaran biasanya mengandung sekitar 5% Free
Fatty Acid (FFA) yang akan mengganggu reaksi utama pembentukan biodiesel,
karena itu FFA ini harus dihilangkan atau dikonversi dengan menggunakan katalis
asam melalui reaksi esterifikasi (Prakoso, 2005).
Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO, maka diperlukan
usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir seperti Refined Bleached and
Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang memberikan nilai tambah yang tinggi. Produk
olahan dari RBDPO dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk pangan dan non
pangan. Produk pangan dari RBDPO terutama minyak goreng dan margarin. Produk
non pangan yaitu oleokimia yaitu ester, asam lemak, surfaktan, gliserin dan
turunan-turunannya.
Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan
2005). Transesterifikasi minyak kedelai dengan metanol juga dilakukan dengan
rentang temperatur reaksi 30-70°C dengan rasio molar 1:6 dan konsentrasi katalis
0,2% (w/w) pada putaran 150, 300 dan 600 rpm, dengan waktu reaksi 90 menit,
dimana pengambilan sampel dilakukan pada waktu 1-2 menit untuk interval 10-15
menit waktu transesterifikasi dengan volume sampel 2 ml, kemudian disimpan pada
lemari pendingin bertemperatur dibawah 5°C (Noureddini and Zhu, 1997).
Transesterifikasi menggunakan katalis heterogen juga dilakukan dengan
metode dan jenis katalis yang berbeda, seperti penggunaan Al2O3 sebagai katalis
heterogen dengan waktu reaksi selama 12 jam pada temperatur reaksi 550°C.
(Hak-Joo Kim et al., 2004). Katalis barium dapat mengkonversi metil ester hingga 100%
dengan waktu reaksi 15 menit dengan konsentrasi katalis 1,5% dari berat bahan baku
yaitu trigliserida (Mazzocchia, 2004). Penggunaan katalis heterogen memberikan
alternatif proses transesterifikasi untuk memperoleh metil ester, diantaranya katalis
Zirconium (Zr), Zirconia Sand dan Titanium (Ti) pada temperatur reaksi 60°C selama
180 menit (Khan, 2002).
Penggunaan katalis lithium hidroksida dapat digunakan kembali (reuse) pada
transesterifikasi. Penggunaan katalis tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui
konversi metil ester yang dihasilkan dibandingkan dengan katalis lainnya seperti
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian mengenai optimasi transesterifikasi RBDPO menjadi metil ester
menggunakan katalis lithium hidroksida dengan perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi
terhadap konversi metil ester serta kondisi maksimum transesterifikasi refined
bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium
hidroksida secara batch.
b. Bagaimana persamaan kinetika reaksi transesterifikasi refined bleached
deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida pada
kondisi maksimum.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi katalis, rasio molar, dan temperatur reaksi
terhadap konversi metil ester dan kondisi maksimum transesterifikasi
refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis
lithium hidroksida secara batch.
2. Mengetahui persamaan kinetika reaksi transesterifikasi refined bleached
deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida pada
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Sebagai informasi dasar proses produksi metil ester hasil transesterifikasi
refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis
lithium hidroksida secara batch.
2. Sebagai informasi aplikatif tentang kondisi optimum transesterifikasi
refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis
lithium hidroksida secara batch.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian transesterifikasi ini adalah
Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO), metanol teknis dan katalis
lithium hidroksida dengan variabel percobaan sebagai berikut :
- Konsentrasi katalis : 0,2 ; 0,5 ; 1 ; 1,5 dan 1,8% (w/w)
- Rasio molar RBDPO dengan metanol
RBDPO/MeOH yaitu : 1:8,6 ; 1:10 ; 1:12 ; 1:14 dan 1:15,4
- Temperatur reaksi : 52 ; 55 ; 60 ; 65 dan 68°C
Parameter uji yang digunakan untuk karakterisasi metil ester yang diperoleh
sesuai dengan American Society Test Material (ASTM) D6751 – 02 dan American
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO)
Unit pengolahan minyak sawit yang umum dilakukan adalah unit pabrik
minyak goreng sawit terdiri dari unit refined yang meliputi tangki bleaching dan
tangki deodorisasi dan unit fraksinasi meliputi kristalisasi (crystallizer) dan filter
press. Pada proses dry fractionation, minyak sawit mentah (crude palm oil) dirafinasi
terlebih dahulu menghasilkan refined bleached deodorized (RBD) Palm Oil dan
selanjutnya dilakukan fraksionasi untuk memperoleh olein dan stearin. Pada proses
wet fractionation, minyak sawit mentah difraksionasi terlebih dahulu menghasilkan
crude olein dan crude stearin dan selanjutnya dilakukan rafinasi terhadap crude olein
untuk menghasilkan RBD Palm Olein (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2002).
Polishing Filter CPO Tank Heat Excanger Asam phospat
Mixer Slurry
Tank Bleacher Niagara Filter
Selama proses fraksionasi akan dihasilkan asam lemak distilat (palm fatty acid
destilate, PFAD) sebagai hasil samping sekitar 2,5-3,5%, hal ini tergantung pada
kandungan asam lemak bebas bahan baku CPO yang diproses. Asam lemak destilat
umumnya digunakan sebagai bahan baku sabun dengan kualitas rendah. Dari RBD
Palm Oil yang diperoleh akan dihasilkan sekitar 65-68% fraksi cair (RBD palm olein)
dan sekitar 15-35% fraksi padat (RBD palm stearin) (Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
2002).
Beberapa parameter mengenai spesifikasi RBDPO disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Spesifikasi RBDPO
Parameter RBD Palm Oil
Asam lemak bebas, (% asam palmitat) 0,1 mak
Kandungan air & pengotor (%) 0,1 mak
Angka Iodin (Wijs) 50-55
Titik cair (°C, AOCS Cc 3-25) 33-39
Warna (5,25” Lovibond Cell) 3-6 Red mak
(Sumber : Palm Oil Refiners Association of Malaysia (PORAM), 2006).
2.2 Katalis
Katalis adalah substansi yang berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi kimia,
pada temperatur tertentu, namun tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap katalis
tersebut atau katalis juga dapat didefenisikan sebagai suatu zat yang mempercepat
laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh
pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih ce at atau
memungkinkan reaksi ada suhu lebih rendah akibat erubahan yang di icunya
terhada ereaksi (Wikipedia, 2006).
Katalis da at dibedakan kedalam dua golongan utama yaitu katalis homogen
dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda
dengan ereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada
dalam fase yang sama. Katalis heterogen menyediakan suatu ermukaan di mana
ereaksi- ereaksi (atau substrat) untuk sementara tersera . Ikatan dalam
substrat-substrat menjadi lemah sehingga memungkinkan terbentuknya roduk baru dimana
ikatan atara roduk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terle as (Wikipedia,
2006).
Berdasarkan fasanya, material katalis juga digolongkan menjadi katalis
homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen didefenisikan sebagai katalis yang
mempunyai fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalis heterogen
adalah katalis yang berada pada fasa yang berbeda dengan fasa campuran reaksinya.
Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan dengan katalis homogen karena
heterogenitas permukaannya (Kalangit, 1995). Walaupun demikian, karena mudah
dipisahkan dari campuran reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas,
2.2.1 Katalis Heterogen
Katalis heterogen dapat berupa padatan dalam cairan atau padatan dalam gas.
Sistem katalis heterogen luas digunakan dalam bidang industri, hal ini disebabkan
sistem katalis heterogen memiliki beberapa keuntungan misalnya dapat dipergunakan
pada suhu tinggi sehingga dapat dioperasikan pada berbagai kondisi. Penggunaan
katalis heterogen tidak memerlukan tahapan yang panjang untuk memisahkan antara
produk dan katalis (Shriver et al., 1990).
Adapun beberapa karakteristik katalis heterogen dibandingkan dengan katalis
homogen dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2 Karakteristik katalis heterogen dan homogen
Karakteristik Katalis Heterogen Katalis Homogen Pusat reaktif Hanya pada permukaan Semua atom logam
Jumlah Banyak Kecil
Massa difusi Terjadi Tidak terjadi
Spesifik/selektifitas Rendah Tinggi
Stoikometri Tidak dikenal Dapat diketahui
Modifikasi Sukar Mudah
Kondisi reaksi Tinggi Sedang
Pemisahan katalis Mudah Sulit
(Sumber : Shriver et al., 1990)
Untuk menilai suatu katalis, ada beberapa parameter yang harus diperhatikan,
yaitu :
1. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi
2. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di antara
beberapa reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh
dengan produk sampingan seminimal mungkin.
3. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti
pada keadaan semula.
4. Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan
yang terkonsumsi.
5. Regenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas dan selektivitas katalis
seperti semula. (Augustine, 1996).
2.2.2 Katalis Homogen
Secara umum, katalis homogen adalah katalis/senyawa yang memiliki fase
yang sama dengan reaktan ketika reaksi kimia berlangsung. Sebenarnya banyak sekali
penggunaan katalis homogen dalam industri, mulai dari yang konvensional, seperti
katalis asam atau basa hingga senyawa-senyawa organometalik. Selektifitas hasil
reaksi dan kondisi reaksi yang lembut adalah pertimbangan utama pemilihan katalis
homogen (Situs Web Kimia Indonesia, 2006).
Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih ereaksi untuk
membentuk suatu erantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk roduk
akhir reaksi dalam suatu roses.. Berikut ini meru akan skema umum reaksi katalitik,
A + C AC
B + AC AB + C
Meski un katalis (C) bereaksi oleh reaksi pertama, namun selanjutnya
dihasilkan kembali oleh reaksi kedua, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi
A + B + C AB + C (C merupakan katalis yang tidak ikut bereaksi)
(Situs Web Kimia Indonesia, 2006).
2.2.3 Cara Kerja Katalis
Dalam reaksi heterogen, katalis memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan
(bahan yang bereaksi). Pertama-tama reaktan akan terserap (adsorption) pada
permukaan aktif katalis, selanjutnya akan terjadi interaksi baik berupa reaksi
sebenarnya pada permukaan katalis, atau terjadi pelemahan ikatan dari molekul yang
terserap. Setelah reaksi terjadi, molekul hasil reaksi (produk) akan dilepas dari
permukaan katalis. Oleh karena itu, katalis yang baik perlu memiliki kemampuan
menyerap dan melepaskan yang baik pula (Morad, 2006).
Jika secara teknis memungkinkan, maka regenerasi katalis merupakan pilihan
yang terbaik bagi lingkungan dan secara ekonomi lebih menguntungkan karena
memperpanjang umur katalis, meminimalkan penggunaan bahan baku baru, serta
mengurangi kebutuhan untuk proses daur ulang atau pembuangan (Kementerian
2.3 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menjabarkan
reaksi organik dimana ester ditransformasi menjadi bahan lain melalui interchange
dari alkoxy. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi setimbang dan transformasi yang
terjadi oleh adanya pencampuran reaktan. Keberadaan katalis dapat mempercepat
reaksi untuk memperoleh konversi ester yang tinggi dengan menggunakan alkohol
berlebih.
Pada prinsipnya, transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak
dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (biasanya metanol) menjadi
alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester) atau biodiesel. Reaksi antar senyawa ester
misalnya CPO dengan senyawa alkohol (metanol) memerlukan katalis untuk
mempercepat prosesnya. Reaksi alkoholisis merupakan reaksi setimbang dengan
kalor reaksi kecil. Pergeseran reaksi ke kanan biasanya dilakukan dengan
menggunakan alkohol berlebih. Dalam reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan
ester untuk menghasilkan ester baru. Reaksi ini merupakan reaksi bolak balik yang
pada suhu kamar dan tanpa bantuan katalisator akan berlangsung sangat lambat
(Hendartomo, 2004).
Hasil penelitian pada temperatur 50°C menunjukkan bahwa konversi
trigliserida (TG) menjadi metil ester (ME) mencapai 73% dan konversi akan
menit konversi metil ester mencapai 80% dan setelah waktu reaksi 1 jam konversi
metil ester diperoleh 93 hingga 98% (Freedman et al., 1984).
Hasil penelitian transesterifikasi menggunakan katalis heterogen barium
hidroksida cukup signifikan dengan konversi sebesar 70% selama waktu reaksi 30
menit. Katalis kalsium oksida juga mampu menghasilkan konversi metil ester sebesar
50% setelah reaksi berlangsung 30 menit, kemudian meningkat menjadi 80% dan
setelah waktu reaksi 2,5 jam konversi mencapai 93% (Meher, 2005).
Transesterifkasi menggunakan katalis heterogen barium hidroksida
monohidrat pada temperatur 103°C dengan tekanan sebesar 3,5 atm selama waktu
reaksi 10 menit menggunakan konsentrasi katalis sebesar 1,5% dapat menghasilkan
konversi metil ester sebesar 99%. Pada temperatur ruangan, tekanan 1 atm dengan
konsentrasi katalis 0,5% menghasilkan konversi sebesar 97-98% selama waktu reaksi
15 menit. Konversi mencapai 99-100% pada waktu reaksi 15 menit dengan
konsentrasi katalis 1,5% pada temperatur ruangan (Mazzocchia, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan Foon et al., (2004) menunjukkan penggunaan
berbagai katalis heterogen pada transesterifikasi yang menghasilkan konversi metil
ester pada berbagai konsentrasi katalis dan variasi waktu seperti pada Tabel 2.3
Tabel 2.3. Pengaruh berbagai jenis katalis pada transesterifikasi minyak sawit Jenis Katalis Konsentrasi
Katalis (% w/w)
Waktu Reaksi (menit)
Konversi (% berat)
Na 0,1 16-32 99%
NaOH 0,2 16-32 98%
KOH 1 16-32 98%
H2SO4 1 > 300 50%
HCl 1 > 300 30%
Ion Exchange Resin (H+) 2 > 300 Sangat lambat
Dowex 50 (Na+) 1 > 300 Sangat lambat
Silika Gel 1 > 300 Sangat lambat
Ket : FFA : 0,05% ; Rasio Metanol/RBDPO : 15,6 ; Temperatur : Temperatur Refluks
(Sumber : Foon et al., 2004 )
Alkohol yang digunakan dalam reaksi alkoholisis pada umumnya adalah
metanol atau etanol. Pada umumnya alkohol dengan atom C lebih pendek mempunyai
kereaktifan yang lebih tinggi daripada alkohol dengan atom C lebih panjang. Untuk
meningkatkan hasil reaksi, perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi
reaksi alkoholisis, yaitu :
1. Suhu, semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi semakin besar.
2. Katalisator, fungsi katalisator adalah mengaktifkan zat pereaksi, sehingga
pada suhu tertentu konstanta kecepatan reaksi bertambah besar. Untuk
mempercepat reaksi katalisator yang biasa digunakan adalah katalisator asam
(misalnya asam klorida dan asam sulfat) atau katalisator basa (misalnya
natrium hidroksida dan kalium hidroksida).
3. Waktu reaksi, semakin lama reaksi berlangsung maka konversi akan semakin
4. Konsentrasi zat pereaksi, kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi zat
pereaksi. Semakin pekat konsentrasi zat pereaksi kecepatan reaksi semakin
tinggi.
5. Kecepatan pengadukan, tumbukan yang terjadi antara zat pereaksi akan
semakin banyak jika kecepatan pengadukan semakin besar, sehingga
kecepatan reaksi akan bertambah besar.
6. Perbandingan pereaksi, reaksi alkoholisis dilakukan dengan menggunakan
alkohol berlebihan. Alkohol dapat ditambahkan dengan kelebihan 65% dari
kebutuhan stoikiometris atau dengan perbandingan rasio molar alkohol yang
di perlukan berbanding minyak sebesar 5:1
Transesterifikasi yang menghasilkan metil ester menurut standar uni eropa
harus memenuhi kemurnian metil ester minimum sebesar 96,5% (w/w) agar dapat
dipakai sebagai substitusi bahan bakar mesin diesel atau biodiesel(Karaosmanoglu et
al, 1996).
Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan
untuk memproduksi metil ester dari refined fatty oil. Metode ini bisa menghasilkan
metil ester (FAME) hingga 98% dari bahan baku minyak tumbuhan (Bouaid et al.,
2005). Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung
kadar asam lemak bebas (free fatty acid - FFA) tinggi (yakni lebih dari 1%)
Ramadhas et al., (2005), maka perlu dilakukan proses pra esterifikasi untuk
(2005) melakukan dua tahap esterifikasi untuk memproses minyak biji karet mentah
(unrefined rubber seed oil) menjadi metil ester. Kedua proses tersebut adalah :
1. Esterifikasi asam yang merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis
asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar dibawah 1%.
Asam sulfat (sulphuric acid) 0,5% (w/w) dan alkohol (umumnya metanol)
dengan molar rasio antara alkohol dan bahan baku minyak sebesar 6:1 terbukti
memberikan hasil konversi yang baik.
2. Esterifikasi alkali yang dilakukan merupakan proses transesterifikasi terhadap
produk tahap pertama di atas. Sodium hidroksida 0,5% (w/w) dan alkohol
(umumnya metanol) dengan rasio molar antara alkohol dan produk tahap
pertama sebesar 9:1 digunakan dalam proses transesterifikasi ini.
Kedua proses esterifikasi diatas dilakukan pada temperatur 40-50°C.
Esterifikasi dilakukan di dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan
konstan. Keberadaan pengaduk ini penting untuk memastikan terjadinya reaksi di
seluruh bagian reaktor. Produk esterifikasi alkali akan berupa metil ester di bagian
atas dan gliserol di bagian bawah (akibat perbedaan densitas). Setelah dipisahkan dari
gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dicuci dengan air distilat panas (10 vol%).
Karena memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan metil ester, air pencuci ini
juga akan terpisahkan dari metil ester dan menempati bagian bawah reaktor. Metil
ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar
Reaksi stoikometris membutuhkan 1 mol trigliserida bereaksi dengan 3 mol
alkohol. Dalam hal ini digunakan alkohol berlebih untuk meningkatkan konversi
alkyl ester dan untuk memudahkan pemisahan fasanya dari gliserol yang terbentuk
(Schuchardt et al., 1998). Reaksi transesterifikasi antara minyak atau lemak alami
dengan metanol digambarkan sebagai berikut :
[image:31.612.118.515.250.506.2](Sumber : Rahayu, 2005)
Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi
Pada Gambar 2.2 reaksi merupakan reaksi tiga tahap dan reversibel dimana
mono dan trigliserida terbentuk sebagai intermediate. Reaksi stoikometris
membutuhkan 1 mol trigliserida dan 3 mol alkohol. Dalam hal ini digunakan alkohol
berlebih untuk meningkatkan konversi alkyl ester dan untuk memudahkan pemisahan
Pada tahap pertama konversi trigliserida menjadi digliserida, kemudian
digliserida terkonversi menjadi monogliserida yang pada akhirnya akan terkonversi
menjadi gliserol. Konversi metil ester adalah bentuk molekul dari masing-masing
tahapan di atas (Freedman et al., 1986), (Noureddini and Zhu 1997). Tiga tahapan
reaksi transesterifikasi, yaitu :
Trigliserida (TG) + R’OH ↔ Digliserida (DG) + R’COOR1
Digliserida (DG) + R’OH ↔ Monogliserida (MG) + R’COOR2
Monogliserida (MG) + R’OH ↔ Gliserol (GL) + R’COOR3
2.4 Metil Ester
Metil ester diperoleh melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi
dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk
yaitu metil ester (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk
samping. Bahan baku utama untuk pembuatan metil ester antara lain minyak nabati,
lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang (Rahayu, 2005).
Minyak nabati yang digunakan dapat dalam bentuk minyak. Produk metil
ester tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku serta
pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Alkohol yang digunakan sebagai
pereaksi untuk minyak nabati adalah metanol, namun dapat pula digunakan etanol,
isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alkohol
hasil metil ester juga dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi proses produksi,
lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran alkohol (Rahayu, 2005).
Kriteria dasar untuk metil ester dapat dipergunakan sebagai bahan bakar
biodiesel mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh American Standard for
Testing Material (ASTM), pada umumnya kualitas biodiesel mengacu pada beberapa
faktor, diantaranya :
1. Kualitas bahan baku.
2. Komposisi asam lemak dari minyak tumbuhan ataupun hewan.
3. Proses produksi dan bahan yang digunakan pada proses tersebut.
[image:33.612.159.497.283.392.2]4. Tempat produksi.
Tabel 2.4 memberikan nilai dari berbagai parameter untuk metil ester dapat
digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel atau biodiesel.
Tabel 2.4 ASTM D 6751-02 Spesifikasi biodiesel
Parameter Metode Batas Terendah Satuan
Titik nyala D 93 130 min °C
Kadar air & endapan D 2709 0,05 mak % Volume
Viskositas kinematik, 40°C D 445 1,9 – 6,0 mm2/s
Kadar abu D 874 0,02 mak wt. %
Kadar sulfur total D 5453 0,05 mak wt. %
Copper Strip Corotion D 130 No. 3 mak -
Angka setana D 613 47 min -
Titik kabut D 2500 - °C
Residu karbon D 4530 0,05 mak Wt.%
Bilangan asam D 664 0,8 mak mg KOH/g
Gliserol bebas D 6584 0,02 wt.%
Gliserol total D 6584 0,24 wt.%
Kandungan phospor D 4951 10 ppm
[image:33.612.114.506.457.687.2]Secara umum, biodiesel memiliki angka cetane yang lebih tinggi
dibandingkan dengan solar. Biodiesel pada umumnya memiliki rentang angka cetane
dari 46 - 70, sedangkan bahan bakar diesel memiliki angka cetane 47 - 55 (Bozbas,
2005). Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester (fatty acid alkyl ester,
misalnya) menyebabkan tingginya angka setana biodiesel dibandingkan dengan solar
(Knothe, 2005).
Tingginya harga viskositas SVO (straight vegetable oil) atau refined fatty oil
yang mendasari perlu dilakukannya proses kimia yaitu transesterifikasi, untuk
menurunkan harga viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas bahan
bakar solar. Perbedaan viskositas antara minyak mentah/refined fatty oil dengan
biodiesel juga bisa digunakan sebagai salah satu indikator dalam proses produksi
[image:34.612.108.513.443.600.2]biodiesel (Knothe, 2005).
Tabel 2.5 Karakteristik biodiesel dan petroleum diesel
Sifat Fisika/Kimia Biodiesel Petroleum Diesel
Densitas, (gr/ml) 0,8624 0,8750
Viskositas, (cSt) 5,55 4,0
Titik nyala, (°C) 172 98
Angka setana 62,4 53
Kadar air, (%) 0,1 0,3
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak beracun
dan dibuat dari minyak nabati atau minyak goreng bekas. Secara kimia biodiesel
termasuk dalam golongan mono-alkil ester dengan panjang rantai karbon antara 12
sampai 20 yang mengandung oksigen. Hal ini yang membedakannya dengan
petroleum diesel yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidrokarbon tanpa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian optimasi transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized Palm Oil
menjadi metil ester menggunakan katalis heterogen lithium hidroksida dilaksanakan
di laboratorium oleokimia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)/Indonesian Oil
Palm Research Institute (IOPRI), Jl. Bridjend Katamso No.51, Kampung Baru,
Medan - Sumatera Utara.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Refined Bleached
Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang diperoleh dari pabrik refined minyak sawit
lokal. Metanol teknis dan katalis Lithium Hidroksida Monohidrat dengan kemurnian
99% yang diperoleh dari BDH Chemical Ltd ; Poole England.
Bahan yang digunakan untuk analisa metil ester meliputi KOH, n-Hexane,
alkohol netral, kalium iodida, KOH, choloform, asam asetat, asam periodat, natrium
3.3 Set-up Penelitian
Reaksi transesterifikasi dilakukan pada reaktor batch dengan volume 250 ml
yang dilengkapi dengan magnetic stirrer, thermocouple, reflux kondensor dan pipet
volume untuk pengambilan sampel. Reaktor dimasukkan ke dalam penangas berisi
mineral oil sebagai media dengan set temperatur reaksi konstan oleh thermocouple.
Pengadukan dilakukan pada kecepatan putaran konstan 750 rpm selama proses
transesterifikasi.
Reaktor diisi dengan RBDPO yang telah ditentukan jumlahnya, kemudian
dipanaskan sampai temperatur yang dikehendaki. Kemudian sejumlah katalis lithium
hidroksida dan metanol teknis dimasukkan ke dalam reaktor secara masing-masing,
kemudian waktu reaksi dimulai pada saat kedua bahan tersebut bercampur. Setelah
waktu pengambilan sampel yang dikehendaki tercapai, dilakukan pengambilan
sampel untuk menghitung konversi metil ester.
3.4 Rancangan Percobaan
Metode Response Surface Methodology (RSM) digunakan untuk merancang
percobaan dalam menentukan kondisi optimum transesterifikasi RBDPO menjadi
metil ester menggunakan katalis lithium hidroksida dengan tiga faktor sebagai
variabel bebas, yaitu :
1. Konsentrasi katalis (% berat berdasarkan berat trigliserida)
2. Rasio molar RBDPO terhadap metanol. (perbandingan molar)
Percobaan dirancang mengikuti bentuk Central Composite Design (CCD)
(Cochran & cox, 1962). Level terkode untuk penelitian disajikan pada Tabel 3.1 dan
[image:38.612.117.518.208.683.2]3.2 dibawah ini.
Tabel 3.1 Perlakuan terkode transesterifikasi RBDPO
Perlakuan Terkode Perlakuan
-1,682 -1 0 1 1,682
Katalis (% w/w) 0,2 0,5 1 1,5 1,8
Rasio Molar
(MeOH/RBDPO) 8,6 10 12 14 15,4
Temperatur (°C) 52 55 60 65 68
Tabel 3.2 Central Composite Design (CCD)untuk 3 variabel
No Konsentrasi Katalis (% w/w) (X1) Rasio molar (MeOH/RBDPO) (X2)
Temperatur Reaksi (°C) (X3)
1 -1 -1 -1
2 1 -1 -1
3 -1 1 -1
4 1 1 -1
5 -1 -1 1
6 1 -1 1
7 -1 1 1
8 1 1 1
9 -1,682 0 0
10 1,682 0 0
11 0 -1,682 0
12 0 1,682 0
13 0 0 -1,682
14 0 0 1.682
15 0 0 0
16 0 0 0
17 0 0 0
18 0 0 0
19 0 0 0
Response Surface Methodology (RSM) adalah suatu metode rancangan
percobaan yang digunakan secara luas dalam penelitian-penelitian untuk memperoleh
kondisi optimum dari variabel operasi. (Cohran and Cox, 1962). Nilai optimum yang
diperoleh dapat berupa titik maupun daerah/zona tertentu. Hal ini memberi bantuan
dalam menentukan kondisi operasi yang digunakan berkaitan dengan keterbatasan
alat dan ketersediaan bahan yang digunakan. Diharapkan dengan jumlah
perlakuan/run percobaan yang lebih sedikit dapat memberikan hasil yang sama
dengan metode lain yang jumlah run/perlakuannya jauh lebih banyak.
3.5 Pengolahan Data
3.5.1 Optimasi Transesterifikasi RBDPO
Metode responce surface methode digunakan untuk mengamati pengaruh
konsentasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi pada transesterifikasi RBDPO
untuk mengetahui kondisi optimum transesterifikasi. Untuk melihat
pengaruh-pengaruh diatas, digunakan regresi multiple untuk memenuhi persamaan berikut ini :
Y = β1+β2x1+β3x2 + β4x3 +β5x1x2+β6x2x3+β7x1x3+β8x12+β9x22+β10x32+ε
Keterangan :
Y adalah variabel respons yang diukur, yaitu konversi pembentukan metil ester, β1
sampai dengan β10 merupakan konstanta linier kuadratik dan hasil regresi koefisien
diagonal dan ε adalah error
Penyelesaian persamaan regresi multipel dilakukan dengan metode SPSS dan
3.5.2 Kinetika Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi RBDPO dengan metanol menggunakan katalis lithium
hidroksida menghasilkan ester asam lemak, yaitu metil ester dan gliserol dengan
monogliserida dan digliserida sebagai intermediate. Tahap reaksi sebagai berikut :
Tahap 1 :
CH2 – O – COR1 CH2 – O - COR1
CH – O – COR2 + CH3OH ↔ CH – O – COR2 + R3-COOCH3
CH2 – O – COR3 CH2 – OH
Trigliserida Metanol Digliserida Metil Ester Tahap 2 :
CH2 – O – COR1 CH2 – O - COR1
CH – O – COR2 + CH3OH ↔ CH – OH + R2-COOCH3
CH2 – OH CH2 – OH
Digliserida Metanol Monogliserida Metil Ester Tahap 3 :
CH2 – O – COR1 CH2 – OH
CH – OH + CH3OH ↔ CH – OH + R3-COOCH3
CH2 – OH CH2 – OH
Percobaan untuk memperoleh data kinetika reaksi dilakukan dengan
melangsungkan reaksi transesterifikasi dalam sebuah reaktor batch pada kondisi
transesterifikasi optimum yang diperoleh, dimana sampling dilakukan sesuai interval
pada teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
acuan referensi Noureddini, dan Zhu, (1997) yaitu untuk sepuluh menit pertama
dilakukan pengambilan sampel pada interval 1-2 menit, dan sampel berikutnya
dilakukan pada interval 10-15 menit. Pengambilan dilakukan sebanyak 14 kali untuk
[image:41.612.108.452.300.571.2]setiap satu run reaksi.
Tabel 3.3 Interval pengambilan produk metil ester
No. Sampel Menit ke-
1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 10 10 11 15 12 20 13 25 14 30
Sampel diambil pada rentang waktu reaksi yang telah ditetapkan, dan
ditempatkan pada botol sampel vial kaca 50 ml sebanyak 1 gram sampel, kemudian
menetralkan reaksi dengan asam sulfat (H2SO4) dan disimpan dalam freezer
bertemperatur -5°C.
Perhitungan waktu reaksi dilakukan segera setelah pencampuran dilakukan.
Pengambilan sampel dilakukan pada interval waktu yang telah ditentukan. Parameter
yang diamati adalah konversi metil ester dan kadar gliserida sisa yang meliputi
monogliserida, digliserida dan trigliserida. Pemodelan kinetika reaksi dilakukan
dengan menggunakan software excel Program.
3.6 Analisa Bahan Baku
Analisa sampel dilakukan terhadap bahan baku, hasil utama dan side product.
Analisa sampel bahan baku menentukan kadar asam lemak bebas dalam RBDPO
dilakukan dengan metode PORIM (1995) dan AOCS (1995) sebagaimana terlampir
pada Lampiran A.
Analisa metil ester sebagai produk utama dan analisa gliserida sisa yang
terdiri dari monogliserida, digliserida dan trigliserida dilakukan menggunakan
kromatografi gas (Gas Cromatografy).
3.7 Karakterisasi Metil Ester
Karakterisasi metil ester dilakukan setelah terjadi pemisahan tiga (3) lapisan
yang terbentuk setelah transesterifikasi akibat perbedaan densitas. Lapisan paling atas
merupakan metil ester, lapisan tengah merupakan suspensi katalis dan lapisan bawah
Uji karakterisasi yang dilakukan terhadap metil ester meliputi :
1. Kadar Asam Lemak Bebas menggunakan AOCS Methode Ca 5a-40
(1991).
2. Kadar air menggunakan AOCS Official Method Ca 2c-25(1989).
3. Viskositas kinematik menggunakan metode ASTM D 445-01.
4. Gliserol bebas menggunakan metode ASTMD 6584.
5. Densitas menggunakan metode ASTM D1298-96.
Prosedur karakterisasi metil ester di atas disajikan pada Lampiran A.
3.8 Prosedur Penelitian
3.8.1 Transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)
Prosedur penelitian sintesa metil ester meliputi :
1. RBDPO yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam reaktor (labu leher tiga)
yang dilengkapi thermocouple dan pemanas berpengaduk (hot plate stirrer).
2. Campuran dipanaskan pada media pemanas dan reaksi transesterifikasi
dijalankan pada temperatur 65°C selama 30 menit.
3. Setelah reaksi transesterifikasi berlangsung selama 30 menit, reaksi
dihentikan dan pada labu leher tiga akan terbentuk tiga (3) lapisan akibat
perbedaan densitas. Tiga (3) lapisan tersebut yaitu , lapisan atas merupakan
metil ester, lapisan tengah merupakan suspensi katalis dan lapisan bawah
4. Kemudian campuran hasil transesterifikasi di centrifuge untuk memisahkan
ketiga lapisan secara sempurna.
5. Setelah proses pemisahan 3 lapisan berlangsung, metil ester kemudian
dianalisa dan dilakukan karakterisasi. Suspensi katalis dan gliserol juga
dipisahkan masing-masing.
6. Prosedur 1 sampai dengan 5 dilakukan kembali untuk berbagai variasi
konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi.
3.8.2 Flowchat Transesterifikasi
- Asam Lemak Bebas RBDPO
- Kadar Air
Pemisahan Metil Ester,
Katalis dan Gliserol Transesterifikasi
Metil Ester
Produk
Sentrifuge
Analisa/Karakterisasi
Metanol Katalis
Lithium Hidroksida
[image:44.612.139.526.301.685.2]BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan
4.1.1 Analisa Bahan Baku RBDPO
Analisa terhadap bahan baku RBDPO meliputi kandungan asam lemak bebas
[image:45.612.123.465.318.431.2]dan kadar air disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil analisa bahan baku RBDPO
Parameter Hasil
Asam Lemak Bebas 0,3855 %
Kadar Air 0,01955 %
Analisa kadar asam lemak bebas mengikuti metode PORIM, (1995) dan
analisa kadar air mengikuti metode AOAC (1995) dengan prosedur analisa dapat
dilihat pada Lampiran A. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas
bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) sebesar 0,3855%,
kadar asam lemak bebas (ALB) tersebut masih di bawah batas maksimum sebesar 1%
untuk proses transesterifikasi, dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Darnoko & Cheryan (2000A) dinyatakan bahwa penggunaan bahan baku dengan
kadar asam lemak bebas diatas 1% menyebabkan meningkatnya hasil reaksi samping,
yaitu reaksi penyabunan pada reaksi transesterifikasi yang menghasilkan suspensi
yang sama dikemukakan oleh Chengros (1996) yang menyatakan asam lemak bebas
juga lebih reaktif bereaksi dengan katalis basa menghasilkan sabun dibanding
trigliserida dan reaksi berlangsung secara non reversibel. Reaksi asam lemak bebas
dengan katalis logam basa menghasilkan reaksi saponifikasi. Hal ini akan
memberikan masalah baru pada tahap pemurnian metil ester, dimana gliserol akan
sulit dipisahkan dari metil ester hasil reaksi saponifikasi menghasilkan sabun yang
dapat mengemulsi campuran metil ester dan gliserol.
Kadar air hasil analisa bahan baku RBDPO sebesar 0,01955%, berdasarkan
hasil penelitian Freedman et. al., (1984) menyatakan bahwa kadar air dari bahan baku
minyak sawit untuk proses transesterifikasi yang baik ≤ 0,1%. Kadar air yang lebih
tinggi akan mengakibatkan inaktivasi katalis logam basa selama reaksi berlangsung.
Hal ini harus dihindari karena akan menyebabkan reaksi berjalan sangat lambat
bahkan terhenti. Kadar air yang relatif tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya
reaksi hidrolisis dimana konversi transesterifikasi semakin kecil sedangkan
pembentukan emulsi semakin besar.
Penelitian tentang ester yang dilakukan oleh Wright et al., (1944) juga
menyatakan bahwa transesterifikasi menggunakan katalis alkali/basa dimana gliserida
dan alkohol harus memiliki kandungan air yang cukup rendah atau bahan-bahan yang
digunakan sebagai reaktan merupakan jenis anhydrous karena air dapat menyebabkan
katalis yang menyebabkan viskositas menurun dan terbentuk gels sehingga sulit
untuk memisahkan ester dan gliserol.
Berdasarkan hasil analisa asam lemak bebas dan kandungan air terhadap
bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) sebesar 0,3855% dan
0,01955% dapat dilangsungkan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis lithium
hidroksida. Analisa kedua parameter di atas didasarkan pada penggunaan katalis
lithium hidroksida yang tergolong pada katalis basa, sehingga dilakukan perlakuan
analisa awal terhadap bahan baku untuk mengetahui jalur proses transesterifikasi
yang sesuai dengan karakteristik bahan baku.
4.1.2 Penentuan Level Terkode Central Composite Design (CCD)
4.1.2.1Penentuan Konsentrasi Katalis
Katalis yang digunakan pada transesterifikasi ini adalah lithium hidroksida.
Konsentrasi yang digunakan sebagai centre point ditentukan melalui penelitian
pendahuluan dan laporan dari hasil penelitian, seperti pada transesterifikasi yang
dilakukan oleh Mazzocchia (2004) menggunakan katalis heterogen Ba(OH)2 H2O
dengan konsentrasi katalis 0,5-1,5% (% berat berdasarkan berat trigliserida).
Berdasarkan sifat katalis heterogen yang sama dimiliki oleh Ba(OH)2 H2O dan LiOH
H2O maka ditetapkan nilai konsentrasi katalis pada centre point sebesar 1% (% berat
4.1.2.2Penentuan Nilai Rasio Molar
Percobaan pendahuluan transesterifikasi mengunakan katalis heterogen
lithium hidroksida dilakukan pada empat (4) variasi rasio molar RBDPO dengan
metanol, yaitu 1:6 ; 1:8 ; 1:10 dan 1:12 dengan variasi konsentrasi katalis dengan
rentang waktu pengambilan sampel pada setiap 30 menit selama waktu reaksi 120
[image:48.612.119.522.306.671.2]menit.
Tabel 4.2 Pengaruh waktu reaksi pada rasio molar RBDPO/MeOHa terhadap konversi metil esterb,c
Konversi Metil Ester (%) Pada Rasio Molar RBDPO/MeOH Waktu
(menit)
1 : 6 1 : 8 1 : 10 1 : 12
0 0 0 0 0
30 96,3631 95,1191 99,7167 99,8973
60 97,7501 96,8029 99,7877 99,9381
90 98,3183 97,5557 99,8153 99,9432
120 98,6942 98,009 99,8367 99,9461
a
% mol/mol
b
berat berdasarkan jumlah metil ester
c
jumlah katalis lithium hidroksida 1% (w/w) pada temperatur reaksi 65°C
0 25 50 75 100
0 40 80 120
Waktu Reaksi (menit)
K onver si M e ti l E s te r ( % )
Rasio Mol 1:6 Rasio Mol 1:8 Rasio Mol 1:10 Rasio Mol 1:12
Gambar 4.1 memperlihatkan pengaruh waktu terhadap konversi metil ester
pada reaksi transesterifikasi untuk berbagai variasi rasio molar pada konsentrasi
katalis 1% dengan temperatur reaksi 65°C menunjukkan konversi metil ester
cenderung meningkat pada rasio molar 1:12, mengarah pada konsep dan kondisi
tersebut maka center point ditetapkan pada rasio molar 1:12, level bawah ditetapkan
pada 1:8,6 dan level atas ditetapkan pada 1:15,4.
4.1.2.3Penentuan Nilai Temperatur
Untuk menentukan nilai atau harga temperatur pada level terkode mengacu
pada titik didih metanol sebesar 68°C, sehingga diharapkan fasa antara kedua reaktan
bereaksi berada dalam fasa yang sama yaitu fasa cair, agar metanol dapat bereaksi
tidak pada temperatur kritisnya. Penelitian yang dilakukan Darnoko & Cheryan
(2001A) menyatakan bahwa pada kondisi temperatur ruangan wujud alami RBDPO
adalah setengah padat (semisolid) sehingga sangat sulit untuk bereaksi/homogenisasi
dengan metanol. Oleh karena itu temperatur minimum yang digunakan pada proses
transesterifikasi sebesar 50°C. Hal ini dikarenakan pada suhu dibawah 50°C wujud
alami RBDPO adalah semisolid sehingga viskositas RBDPO relatif tinggi yang akan
mempengaruhi proses pengadukan pada transesterifikasi.
Dari pertimbangan hal di atas maka temperatur maksimum transesterifikasi
menggunakan metanol ditetapkan pada 68°C, hal ini dikarenakan titik didih metanol
sebesar 68°C, sehingga diharapkan metanol bereaksi tidak pada temperatur kritisnya
ditentukan sebesar 60°C, yang mana suhu pada level atas sebesar 68°C dan level
bawah sebesar 52°C. seperti terlihat pada Tabel 3.1 rancangan nilai temperatur ini
lebih menitikberatkan pada kondisi level atas yang tidak melebihi temperatur kritis
metanol dan level bawah pada kondisi dimana RBDPO tidak pada wujud setengah
padat (semisolid).
4.2 Optimasi Transesterifikasi
Transesterifikasi menggunakan katalis lithium hidroksida yang dilakukan
meliputi variabel konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi seperti
terlampir pada Tabel 3.1. Optimasi dari pengaruh-pengaruh variabel pada
transesterifikasi di atas mengikuti metode Response Surface Methodology (RSM)
dengan desain percobaan berbentuk Central Composite Design (CCD).
Berdasarkan Tabel 4.3 desain hasil percobaan untuk konversimetil ester yang
terbentuk dan sisagliserida yang masih ada pada akhir reaksi transesterifikasi dengan
rasio molar RBDPO/metanol pada konsentrasi katalis untuk temperatur reaksi yang
bervariasi memperlihatkan kecenderungan semakin meningkat konversi metil ester
dengan menurunnya kadar sisa gliserida. Dari hasil percobaan diperoleh konversi
metil ester pada kondisi maksimum transesterifikasi sebesar 99,9165% dan konversi
minimum sebesar 99,2179%, sedangkan sisa maksimum sebesar 0,770% dan
Tabel 4.3 Desain matrik Central Composite Design (CCD ) dan Response (Hasil Pengamatan)
Level terkode Central Composite Design (CCD)
Faktor
X1 X2 X3
Respon
Kode LiOH H2O
Kode Rasio
Metanol/RBDPO Kode Suhu
Metil ester (%berat)
Gliserida sisa (%berat) No
% Mol/Mol °C % %
1 -1 0,5 -1 10 -1 55 99,5346 0,4479
2 1 1,5 -1 10 -1 55 99,6456 0,3490
3 -1 0,5 1 14 -1 55 99,5162 0,4656
4 1 1,5 1 14 -1 55 99,5950 0,3960
5 -1 0,5 -1 10 1 65 99,2179 0,7700
6 1 1,5 -1 10 1 65 99,7131 0,2799
7 -1 0,5 1 14 1 65 99,9165 0,0820
8 1 1,5 1 14 1 65 99,7057 0,2850
9 -1,682 0,2 0 12 0 60 99,6940 0,2969
10 1,682 1,8 0 12 0 60 99,6990 0,2985
11 0 1 -1,682 8,6 0 60 99,7041 0,2876
12 0 1 1,682 15,4 0 60 99,5883 0,4029
13 0 1 0 12 -1,682 52 99,6589 0,3350
14 0 1 0 12 1,682 68 99,4534 0,5378
15 0 1 0 12 0 60 99,5989 0,3933
16 0 1 0 12 0 60 99,5234 0,4633
17 0 1 0 12 0 60 99,6031 0,3893
18 0 1 0 12 0 60 99,5696 0,4212
19 0 1 0 12 0 60 99,6080 0,3825
20 0 1 0 12 0 60 99,6448 0,3475
Ket :
X1 = Konsentrasi Katalis (% berat berdasarkan berat trigliserida)
X2 = Rasio Molar (RBDPO/Metanol)
Peningkatan konsentrasi katalis dari 0,5% hingga 1,5%pada rasio molar tetap
sebesar 1:10 dengan temperatur tetap sebesar 55ºC memberikan peningkatan konversi
metil ester dari 99,5346% ke 99,6456% yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Peningkatan konversi metil ester hanya sebesar 0,1%, tidak begitu signifikan namun
terlihat pengaruh peningkatan konsentrasi katalis pada konversi metil ester.
Peningkatan rasio molar dari 1:8,6 ke 1:15,4 pada konsentrasi katalis tetap
sebesar 1% dengan temperatur tetap sebesar 60ºC terjadi penurunan konversi metil
ester dari 99,7041% menjadi 99,5883%. Penurunan yang terjadi sebesar 0,12% yang
tidak begitu signifikan namun dapat dilihat pengaruh rasio molar terhadap konversi
metil ester.
Dari variabel konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi yang
digunakan dalam transesterifikasi terlihat pengaruh dari ketiga variabel
transesterifikasi, namun tidak begitu signifikan terhadap konversi metil ester. Hal ini
terlihat pada konversi metil ester yang cenderung tidak bertambah secara signifikan
dengan naik atau turunnya variabel transesterifikasi seperti konsentrasi katalis, rasio
molar dan temperatur reaksi.
4.2.1 Pengaruh Konsentrasi Katalis, Rasio Molar dan Temperatur Reaksi
Terhadap Konversi Metil Ester
Dengan mengaplikasikan bentuk analisa multi regresi hasil data pengamatan
= 99,7419 + 0,074X1 + 0,015X2 – 0,01X3 + 0,360X12 + 0,074 X22 + 0,015X32 +
0,536 X1X2 + 0,074 X1X3 – 0,610 X2X3 ...(4.1)
Persamaan 4.1 pemodelan statistik response surface untuk konversi metil
ester dengan signifikansi koefisien regresi untuk konversi metil ester terhadap model
disajikan pada Tabel 4.4. Dari tabel tersebut, suku yang terdiri dari satu faktor
menunjukkan efek linier, suku berpangkat dua menunjukkan efek kuadratik terhadap
hasil dan suku yang terdiri dari dua faktor menunjukkan efek interaksi antara kedua
variabel. Nilai p dan t digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya
masing-masing suku. Semakin kecil nilai p maka semakin signifikan harga koefisiennya dan
semakin berpengaruh terhadap hasil pengamatan.
Dari analisa statistik pada percobaan ini menunjukkan bahwa konsentrasi
katalis (X1) dan rasio molar (X2) memberikan pengaruh yang positif, dimana konversi
metil ester akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai variabel konsentrasi
katalis dan rasio molar. Sedangkan temperatur reaksi (X3) memberikan pengaruh
negatif, dimana kenaikan temperatur berpengaruh negatif terhadap kenaikan konversi
metil ester. Temperatur reaksi berkaitan erat dengan temperatur metanol sebagai
reaktan, dalam hal ini temperatur reaksi tidak melebihi titik didih metanol. Pada
penelitian pendahuluan terlihat kenaikan temperatur reaksi melebihi titih didih
Tabel 4.4 Matrik interaksi variabel response terhadap konversi metil ester
Metil Ester
Faktor Koefisien Std. error Nilai - t Nilai - p
Intersep 99,7419 0,523 190,268 *0,000
Konsentrasi Katalis (X1) 0,074 0,077 0,949 *0,007
Konsentrasi Katalis (X12) 0,360 0,232 428,592 *0,000
Rasio Molar (X2) 0,015 0,019 0,789 *0,009
Rasio Molar (X22) 0,074 0,075 0,978 *0,007
Temperatur Reaksi (X3) -0,01 0,008 -0,132 *0,009
Temperatur Reaksi (X32) 0,015 0,018 0,813 *0,009
(X1) * (X2) 0,536 0,08 1238,797 *0,000
(X1) * (X3) 0,074 0,074 0,987 *0,006
(X2) * (X3) -0,61 0,03 3304,993 *0,000
Ket : * faktor signifikansi ; p < 0,05
Pada efek kuadratiknya Persamaan 4.1 menunjukkan pengaruh positif dari
semua variabel percobaan yang terdiri dari konsentrasi katalis (X1), rasio molar (X2)
dan temperatur reaksi (X3). Sedangkan interaksi antara konsentrasi katalis (X1)
terhadap rasio molar (X2) berpengaruh positif terhadap konversi metil ester, dimana
kenaikan konsentrasi katalis pada kenaikan rasio molar akan meningkatkan konversi
metil ester. Begitu juga interaksi antara konsentrasi katalis (X1) dan temperatur reaksi
(X3) berpengaruh positif terhadap kenaikan konversi metil ester, dimana kenaikan
konsentrasi katalis (X1) pada kenaikan temperatur (X3) akan meningkatkan konversi
metil ester. Namun interaksi antara rasio molar (X2) dan temperatur reaksi (X3)
berpengaruh negatif terhadap konversi metil ester. Dimana kenaikan rasio molar pada
Pengaruh konsentrasi katalis, rasio molar, temperatur reaksi dan interaksi
terhadap terhadap konversi metil ester dalam model kuadratiknya ditunjukkan pada
Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa seluruh parameter kecuali temperatur reaksi (X3) yang
memiliki pengaruh positif dalam suku liniernya dari konsentrasi katalis (X1) dan rasio
molar (X3) terhadap konversi metil ester memiliki pengaruh yang sangat signifikan
dengan tingkat kepercayaan pada seluruh parameter (100%) yang ditandai dengan
nilai p sama dengan < 0,05.
4.2.2 Interaksi Variabel Terhadap Konversi Metil Ester
Data reaksi transesterifikasi RBDPO dengan menggunakan katalis heterogen
lithium hidroksida untuk menghasilkan metil ester yang menggunakan pengaruh 2
perlakuan pada masing-masing faktor yang diujikan dan dianalisa menggunakan
metode RSM dapat dilihat pada Gambar 4.2 hingga 4.7.
Gambar 4.2 hingga 4.7 menunjukkan surface dan plot kontur yang
memprediksikan konversi metil ester sebagai fungsi pada konsentrasi katalis (X1),
rasio molar MeOH/RBDPO (X2) dan temperatur reaksi (X3). Plot kontur
menunjukkan kondisi-kondisi reaksi optimum untuk memperoleh konversi metil ester
Surface dan kontur merupakan fungsi dari dua faktor pada waktu yang sama
dan fungsi faktor lainnya pada level tetap (nol untuk setiap kejadian) yang sangat
membantu dalam menerjemahkan kedua faktor utama dan pengaruh interaksinya.
4.2.2.1 Pengaruh Konsentrasi Katalis Dengan Rasio Molar
Persamaan responce surface methodology dari reaksi transesterifikasi pada
Gambar 4.2 dan 4.3 yang dipengaruhi oleh kombinasi konsentrasi katalis (X1) dan
rasio molar MeOH/RBDPO (X2) terhadap konversi metil ester sebagai berikut :
[image:56.612.113.521.288.477.2]= 99,568 + 0,036X1 + 0,032X2 – 0,034X12 – 0,015X22 - 0,0923X1X2...(4.2)
Tabel 4.5 Pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar pada interaksi matrik response terhadap konversi metil ester
Metil Ester
Faktor Koefisien Std. error Nilai - t Nilai - p
Intersep 99,568 0,232 428,592 *0,000
Konsentrasi Katalis (X1) 0,036 0,075 0,978 *0,006
Konsentrasi Katalis (X12) 0,034 0,08 1238,797 *0,000
Rasio Molar (X2) 0,032 0,018 0,813 *0,000
Rasio Molar (X22) -0,015 0,03 3304,993 *0,000
(X1) * (X2) -0,923 0,074 0,987 *0,008
Ket : * faktor signifikansi ; p < 0,05
Dari Persamaan (4.2) di atas mengenai analisa statistik menyangkut konversi
metil ester terindikasi bahwa konsentrasi katalis (X1) memberikan pengaruh positif
pada peningkatan konversi metil ester. Faktor selanjutnya yang memberikan
pengaruh terhadap peningkatan konversi yaitu rasio molar (X2). Kedua respon
tersebut memiliki pengaruh yang bernilai positif pada konversi metil ester. Walaupun
interaksi konsentrasi katalis dan rasio molar berpengaruh negatif terhadap konversi
100 99.8 99.6 99.4
Gambar 4.2 Permukaan respon metil esterdari rasio molar vs konsentrasi katalis
Gambar 4.2 dan 4.3 memperlihatkan proses transesterifikasi menggunakan
katalis lithium hidroksida menghasilkan metil ester berbentuk sadel dimana
kombinasi pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar terhadap konversi metil ester
tidak memiliki nilai maksimum dan minimum, yang mana terdapat dua permukaan
konversi metil ester yang bernilai maksimum dan minimum. Masing-masing
permukaan tersebut memiliki kecenderungan konversi metil ester yang berbeda.
Hal ini diperlihatkan dengan kecenderungan menurunnya konversi metil ester
dengan meningkatnya rasio molar pada penurunan konsentrasi katalis. Begitu juga
sebaliknya dengan kenaikan konsentrasi katalis pada penurunan rasio molar akan
memberikan kenaikan konversi metil ester. Secara teknis pada percobaan ini terlihat
1:15,4 konversi metil ester cenderung menurun sebesar 99,5883%. Penurunan ini
tidak begitu signifikan karena hanya sebesar 0,3%. Begitu juga pada pengaruh
konsentrasi katalis, peningkatan konsentrasi katalis tidak memberikan pengaruh yang
signifikan, hal ini terlihat pada konsentrasi katalis minimum sebesar 0,2% diperoleh
konversi metil ester 99,6990%, sedangkan pada konsentrasi katalis 1,8% diperoleh
konversi sebesar 99,6990%. Diperoleh selisih konversi yang tidak begitu signifikan,
sehingga secara teknis konsentrasi katalis dan rasio molar tidak memberikan
pengaruh yang signifikan pada perolehan konversi metil ester.
100 99.8 99.6 99.4
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0
Konsentrasi Katalis (% w/w) 8
9 10 11 12 13 14 15 16
Rasio Molar (mol
/m
[image:58.612.115.526.326.603.2]ol)
Terdapat dua skombinasi untuk memperoleh konversi metil ester maksimum
pada kondisi sadel, yaitu dengan peningkatan konsentrasi katalis dikombinasikan
dengan penurunan rasio molar ataupun peningkatan rasio molar dengan penurunan
konsentrasi katalis. Hal ini berbeda dengan hasil perhitungan statistik yang
menyatakan pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar bernilai positif terhadap
konversi metil ester.
Reaksi samping antara katalis basa lithium hidroksida mungkin terjadi yang
menyebabkan pembentukan sabun, namun reaksi ini tidak berpengaruh secara
signifikan karena kadar asam lemak bebas dari bahan baku RBDPO yang digunakan
relatif kecil yaitu sebesar 0,3855% (lebih kecil dari batas maksimum 1%).
4.2.2.2 Pengaruh Konsentrasi Katalis Dengan Temperatur Reaksi
Persamaan responce surface methodology dari reaksi transesterifikasi pada
Gambar 4.4 dan 4.5 yang dipengaruhi oleh kombinasi konsentrasi katalis (X1) dan
temperatur reaksi (X3) terhadap konversimetil ester sebagai berikut :
= 99,605 + 0,034X1 - 0,061X3 + 0,028X12 - 0,02X32 + 0,011X1X3 ...(4.3)
Dari Persamaan (4.3) di atas mengenai analisa statis