DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis dan Kepailitan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)
Ali, Mohammad Chidir. Kepailitan dan Penundaan Pembayaran. Bandung: Mandar Maju, 1995.
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar. Metode Peneliian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum USU, 2009.
Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010.
Hasibuan, Fauzi Yusuf. Seri Pendidikan Advokat: Praktek Hukum Acara Perdata . Jakarta: Fauzie & Partners, 2007
Lontoh, Rudi. A. Penyelesaian Utang-piutang. Bandung: Alumni, 2001.
Manik, Edward. Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Dilengkapi Dengan Studi Kasus Kepailitan). Bandung: Mandar Maju, 2012
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1979. Pradjoto, “RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan” (Makalah ini disampailkan
dalam seminar Sosialisasi RUU Tentang Kepailitan oleh BPHN dan Ellips Project , tanggal 27-28 Juli 1999)
R. Suryatin. Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita, 1983.
Subhan, Hadi. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana, 2008.
Sunarmi. Hukum Kepailitan Edisi 2. Jakarta: Sofmedia, 2010. Soekanto, Soejono. Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986.
Simanjuntak, Ricardo. “Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-Undang Kepailitan).” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17 (2002).
Sinaga, Syamsudin. Hukum Kepailitan Indonesia. Jakarta: Tatanusa, 2012.
Samudra, Teguh. “Strategi dan Taktik Beracara.” (Makalah disampaikan pada Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU), Jakarta, 6 April 2005).
Viktor Situmorang dan Henry Soekarso. Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.
Waluyo, Bernadette. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju, 1999.
Widjaja, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
\
II. Perundang-undangan
Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
Republik Indonesia. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
III. Website
Syarat Kepailit
Pelaksanaan Putusan Pailit Oleh Kurator.
BAB III
AKIBAT KEPAILITAN ATAS GUGATAN-GUGATAN HUKUM OLEH DAN TERHADAP DEBITUR
A. Gugatan-Gugatan Hukum dalam Kepailitan
Dalam kepailitan, dimungkinkan adanya gugatan-gugatan hukum. Adapun
gugatan hukum ini pastinya terkait dengan harta pailit. Seseorang yang hendak
melakukan gugatan ke pengadilan harus memiliki dasar gugatan. Di bawah ini terdapat
beberapa pengertian dari gugatan:
1. Sudikno Mertokusumo, terhadap gugatan ini, menggunakan istilah tuntutan hak yaitu
tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan
untuk mencegah eigenrichting.50
2. Teguh Samudra mengatakan gugatan adalah suatu bentuk tulisan yang berisikan
tentang alasan-alasan yang menjadi dasar adanya hubungan dan perselisihan para
pihak dan serta permintaan pihak yang menggugat kepada pengadilan agar
memutuskan hal yang dipersengketaka sebagaimana dikehendaki.
51
3. Dalam ketentuan Bab I Pasal I angka 2 RUU Acara Perdata merumuskan gugatan
adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa yang diajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan putusan.
Prinsipnya gugatan itu sedikitnya terdiri dari dua pihak yaitu penggugat dan
tergugat dan ada pula yang biasa disebut turut tergugat yaitu pihak ketiga yang masuk
dalam rangka membela hak / merasa dirugikan untuk mendapatkan haknya.52
50
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm. 33.
51
Teguh Samudra, “Strategi dan Taktik Beracara”, Makalah disampaikan pada Karya Latihan Bantuan Hukum (KALABAHU), Jakarta, 6 April 2005.
52
Fauzie Yusuf Hasibuan, Seri Pendidikan Advokat; Praktek Hukum Acara Perdata (Jakarta: Fauzie & Partners, 2007), hlm. 18.
mengajukan gugatan memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum.
Namun tidak semua orang yang memiliki kepentingan dapat mengajukan gugatan
semaunya ke pengadilan. Seseorang yang tidak menderita kerugian mengajukan gugatan,
tidak mempunyai kepentingan dan wajar apabila gugatannya tidak diterima oleh
pengadilan. Hanya kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum saja
yang dapat diterima sebagai dasar tuntutan hak.53
Dewasa ini gugatan lisan sudah tidak lazim lagi, bahkan menurut Yurisprudensi
MA tanggal 4 Desember 1975 No. 369 K/Sip/1973 orang yang menerima kuasa tidak
diperbolehkan mengajukan gugatan secara lisan. Tidak memenuhi syarat diatas gugatan
menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima/ NO.
ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan jika penggugat/ kuasanya sebelum
memasukkan gugatan meminta nasihat dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang
sudah banyak advokat/pengacara makka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa
baca tulis.
Ciri-ciri gugatan adalah: pertama, perselisihan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa; kedua, sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak; ketiga, bersifat partai dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai
tergugat.
Bentuk gugatan ada dua bentuk yakni tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg) dan
lisan (Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg). Tentang gugatan lisan bilamana penggugat buta
huruf maka surat gugatannya yang dapat dimasukkannya dengan lisan kepada ketua
pengadilan negeri yang mencatat gugatan (Pasal 120 HIR).
Syarat gugatan adalah:
1. Gugatan dalam bentuk tertulis;
2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan;
3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi).
Isi gugatan menurut Pasal 8 No. 3 vRv gugatan memuat:54 1. Identitas para pihak.
Identitas para pihak adalah ciri-ciri dari penggugat dan tergugat yaitu nama serta
tempat tinggalnya, kalau mungkin juga agama, umur dan status kawin.
2. Dasar atau dalil gugatan/posita/fundamentum petendi
Terdiri dari dua bagian yaitu bagian yng menguraikan tentang kejadian-kejadian atau
peristiwa dan bagian yang menguraikan tetang hukum. Uraian tentang kejadian
merupakan penjelasan duduk perkara, sedang uraian tentang hukum adalah uraian
tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan.
3. Tuntutan/petitum
Adalah apa yang oleh penggugat diminta atau diharapkan akan diputuskan oleh
hakim. Petitum itu akan mendapatkan jawabannya di dalam dictum atau amar
putusan.
Terkait dengan kepailitan, putusan pailit memiliki konsekwensi salah satunya
adalah terhadap gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban harta
kekayaan debitur pailit, hanya berhubungan dengan harta pailit saja. Gugatan-gugatan
dalam kepailitan dapat merupakan gugatan actio pauliana, gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit maupun gugatan yang diajukan oleh debitur pailit melalui kurator,
baik yang dilakukan sebelum adanya putusan pernyataan pailit maupun setelah adanya
54
putusan pernyataan pailit. Gugatan-gugatan tersebut, jika dilihat dari asal gugatannya ada
dua jenis yakni gugatan yang diajukan terhadap debitur dan gugatan yang diajukan oleh
debitur. Istilah tuntutan hak dan gugatan dipergunakan secara besamaan dan UU
Kepailitan dan PKPU. Hal ini dapat dilihat dalam ketenttuan Pasal 26-30 dan Pasal 47
UU Kepailitan dan PKPU.
Secara umum dalam UU Kepailitan dan PKPU terhadap gugatan-gugatan yang
ada dalam kepailitan menyangkut harta pailit dan gugatan mengenai hak atau kewajiban
yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 26 ayat 1. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk
memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit,
hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan dan ini telah jelas
diatur dalam Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU.
Gugatan dalam kepailitan dapat diajukan atau diteruskan oleh dan terhadap
debitur pailit. Prinsipnya setiap gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama
kepailitan terhadap kurator. Gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama
kepailitan dan menyangkut harta pailit, tidak dapat dilakukan. Ketentuan Pasal 27 UU
Kepailitan dan PKPU ini menunjukkan bahwa gugatan yang ada selama kepailitan dan
bertujuan untuk memperoleh suatu pemenuhan perikatan dari harta pailit tidak ada, tidak
dibolehkan, tidak diatur. Untuk memperoleh pemenuhan perikatan hanya dapat
dilakukan dengan pengajuan pendaftaran agar dicocokkan. Gugatan diajukan kepada
debitur pailit dapat terjadi karena akibat kepailitan debitur yang merugikan penggugat
misal kerugian tersebut berdasarkan pada kontrak timbal balik yang tidak boleh
Debitur pailit dalam UU Kepailitan dan PKPU dapat mengajukan suatu tuntutan
hukum kepada tergugat diluar tanggungan harta pailit (Pasal 28 ayat 1 dan 2). Namun
jika mengajukan gugatan yang terkait dengan harta pailit maka yang menjadi tergugatnya
memiliki hak untuk menangguhkan guna memanggil kurator agar mengambil alih
perkara, karena pada dasarnya dengan adanya putusan pernyataan pailit debitur paiit tidak
mempunyai kewenangannya terhadap harta pailit.
Kemudian selain gugatan-gugatan tersebut di atas ada dikenal gugatan actio pauliana. Untuk kepentingan harta pailit, kepada pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan
kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Pembatalan hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan
hukum dilakukan, debitur, dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Namun hak tersebut tidak berlaku bagi perbuatan
hukum debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena
undang-undang. Hal-hal tersebut di atas diyatakan dalam Pasal 41. Gugatan actio pauliana diajukan oleh kurator ke pengadilan dan kreditur dapat mengajukan bantahan terhadap tuntutan kurator.
B. Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh Dan Terhadap Debitur.
Putusan pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekayaan debitur.
Kekayaan tersebut akan dikuasai oleh kurator. Kurator kemudian yang akan mengurus
dibawah pengawasan hakim pengawas. Hukum kepailitan ini sangat melindungi harta
pailit sebagai sita umum terhadap pembayaran utang kepada kreditur-kreditur. Akibat
dari putusan pailit membawa konsekuensi bahwa gugatan hukum yang bersumber pada
hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit harus diajukan oleh atau terhadap
kurator.
Gugatan yang diajukan terhadap debitur pailit selama kepailitan jika gugatan
tersebut mengakibatkan suatu penghukuman maka penghukuman tersebut tidak
mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit, sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat 2.
Suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur sejauh bertujuan
untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang
berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur
(Pasal 29 UU Kepailitan dan PKPU). Gugatan gugur berbeda dengan gugatan batal.
Apabila gugatan batal sejak awal tidak memiliki kekuatan hukum atau dianggap tidak
terjadi karena tidak memiliki dampak hukum apapun, berbeda dengan gugatan gugur
memiliki kekuatan hukum namun gugatan tersebut digugurkan karena tidak adanya
keseriusan kepada penggugat dalam perkara tersebut.
Suatu tuntutan hukum yang diajukan oleh debitur dan yang sedang berjalan
selama kepailitan berlangsung menurut Pasal 28 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU, atas
permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada
tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang
ditentukan oleh hakim. Mengenai mengambil alih perkara maksudnya adalah pengalihan
kedudukan kreditur sebagai tergugat, dialihkan kepada kurator (penjelasan Pasal 28 ayat
mengindahkan panggilan tersebut maka tergugat berhak memohon supaya perkara
digugurkan, dan jika hal ini tidak dimohonkan maka perkara dapat diteruskan antara
debitur dan tergugat, di luar tanggungan harta pailit. Ketentuan tersebut juga berlaku juga
dalam hal kurator menolak mengambil alih perkara tersebut. Permohonan pengguguran
gugatan itu adalah hak dari tergugat yang bisa dipergunakan atau tidak. Apabila tergugat
tersebut menggunakannya maka diberlakukanlah pengaturan pengguguran gugatan dalam
Pasal 124 HIR. Selanjutnya tanpa mendapat panggilan, setiap waktu kurator berwenang
mengambil alih perkara dan mohon agar debitur dikeluarkan dari perkara sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 28 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Kurator setiap waktu dapat
mengambil alih perkara tersebut. Meskipun telah beberapa lama kurator tidak
mengindahkan atau secara jelas menolak untuk mengambil alih kasus tersebut, namun
jika kurator menganggap perlu untuk mengambil kembali atau memperhatikan kembali
kasus tersebut maka kurator diperbolehkan untuk mengambil kasus tersebut kembali. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU.
Menurut Pasal 30 UU Kepailitan dan PKPU jika suatu perkara dilanjutkan oleh
kurator terhadap pihak lawan maka kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala
perbuatan yang dilakukan oleh debitur sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit,
apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan debitor tersebut dilakukan dengan maksud
untuk merugikan kreditur dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya.
Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU menentukan:
1. Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan
harus dihentikan dan sejak saat itu tidak ada suatu Putusan yang dapat dilaksanakan
termasuk juga dengan menyandera debitur.
2. Semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim
Pengawas harus memerintahkan pencoretannya.
3. Debitur yang sedang dalam penahanan harus dilepaskan seketika setelah putusan
pernyataan pailit diucapkan.
Ketentuan tentang hal ini tidak berlaku bagi kreditur pemegang hak jaminan
(penjelasan Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU). Selanjutnya, disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya
antara lain adalah pencoretan terhadap penyitaan tanah atau kapal yang terdaftar.
Selama kepailitan debitur tidak dikenakan uang paksa (Pasal 32 UU Kepailitan
dan PKPU). Uang paksa dalam ketentuan pasal ini mencakup uang paksa yang dikenakan
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan menurut Pasal 322 UU Kepailitan dan
PKPU.
C. Peran Kurator Terkait Adanya Gugatan Hukum Oleh dan Terhadap Debitur Pailit.
Tidak semua orang dapat menjadi kurator. Dahulu sewaktu masih berlakunya
peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya balai harta peninggalan yang dapat menjadi
kurator tersebut. Akan tetapi, sekarang ini oleh UU Kepailitan dan PKPU diperluas
sehingga yang dapat bertindak sebagai kurator adalah balai harta peninggalan dan kurator
lainnya. Yang dimaksud dengan kurator lainnya yaitu kurator yang bukan BHP adalah
1. Perorangan yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang
dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit dan
2. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator55
Istilah kurator belum begitu popular dimasyarakat Indonesia. Ada yang
beranggapan kurator adalah orang yang mencintai dan/atau mengurusi koleksi
gambar-gambar atau lukisan kuno. Ada pula yang beranggapan bahwa kurator adalah pengampu
terhadap pengampu anak yang belum dewasa atau orang gila. Oleh karena itu dibutuhkan
defenisi singkat dari kurator tersebut. Kurator menurut Pasal 1 angka 5 UU Kepailitan
dan PKPU adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan
hakim pengawas
.
56
1. Pengelolaan usaha Debitur; .
Menurut penjelasan Pasal 70 UU ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU yang dimaksud
dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan
pengurus sedangkan yang dimaksud dengan terdaftar dalam Pasal 70 ayat 2 UU
Kepailitan dan PKPU adalah telah memenuhi syarat pendaftaran sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan adalah anggota aktif organisasi profesi kurator dan pengurus.
Disamping adanya kurator (kurator tetap) sebagaimana telah diterangkan, UU
Kepailitan dan PKPU juga memperkenalkan adannya kurator sementara (interim receiver) sebagaimana diatur dalam Pasal 10. Pada prinsipnya tugas kurator sementara ini lebih terbatas dibandingkan dengan tugas kurator tetap. Kurator sementara hanya
bertugas untuk mengawasi:
55
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 41
56
2. Pembiayaan kepada Debitur;
3. Pengalihan Harta Debitur;
4. Penjaminan Harta Debitur.
Kurator sementara ini dapat diajukan oleh setiap kreditur, kejaksaan, Bank
Indonesia, BAPEPAM atau Menkeu sebelum putusan pailit dijatuhkan, yang dalam hal
ini ditunjuk oleh setiap kreditur atau jaksa dalam hal kepailitan untuk kepentingan umum.
Mengapa diperlukan kurator sementara, karena sebelum putusan pernyataan pailit
diputuskan, status debitur belum pailit, sehingga dia masih berwenang untuk mengurus
harta-hartanya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh
Debitur yang belum pailit tersebut, maka dia perlu diawasi, dalam hal ini diawasi oleh
kurator sementara tersebut.57
Dalam permohonan kepailitan apabila debitur atau kreditur tidak mengajukan usul
pengangkatan kurator ke pengadilan, maka BHP bertindak selaku kurtor. Akan tetapi
apabila diangkat kurator yang bukan BHP maka kurator tersebut haruslah independen dan
tidak mempunyai benturan kepentingan dengan pihak debitur atau kreditur. Apabila
diketahui kurator ternyata mempunyai hubungan terafiliasi dengan debitur sehingga
menimbulkan kepentingan, maka kurator tersebut maupun puhak lain termasuk Hakim
Pengawas dapat meminta untuk penggantian kurator. dalam hal ini permohonan
penggantian kurator diajukan berdasarkan atas usul kreditur konkuren maka harus
berdasarkan rapat kreditur dengan mempertimbangkan dari hasil suara terbanyak
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 90 UU Kepailitan dan PKPU.58
57
Selain dari tidak adanya bentura kepentingan kurator juga memiliki tanggung
jawab yang sangat besar, dia bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugaian
terhadap harta pailit (Pasal 72). Untuk mengantisipasi potensi kerugian atau kelalaian
tersebut maka kurator berkewajiban menyampaikan laporan tiga bulanan kepada Hakim
Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 74 ayat 1 UU
Kepailitan dan PKPU).59
Pada prinsipnya tugas umum dari kurator adalah melakukan pengurusan dan/ atau
pemberesan terhadap harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 69 ayat (1) UU
Kepailitan dan PKPU. Dalam menjalankan tugasnya tersebut kurator bersifat independen
baik dengan pihak debitur maupun terhadap kreditur. Oleh karena itu kurator tidak
diharuskan memperoleh perstujuan dari atau menyempaikan pemeritahuan terlebih
dahulu kepada debitur atau salah saatu organ debitur dalam menjalankan tugasnya, Kurator maupun pengurus pada dasarnya adalah orang pribadi yang sama namun
status sebagai kurator baru terjadi jika telah terjadi suatu putusan pailit dalam proses
kepailitan, tetapi dalam hal terjadi penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ada
yang namanya kurator, yang ada hanya pengurus dan diakui oleh UU Kepailitan hanyalah
pengurus swasta.
Akan halnya tentang hak, kewajiban kewenangan dan tanggung jawab pengurus
dalam PKPU sebenarnya mirip dengan yang diatur untuk kurator. segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengurus ini dibahas dalam bab yang membahas tentang penundaan
kewajiban pembayaran utang.
meskipun dalam keadaan biasa di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan
tersebut dipersyaratkan (Pasal 69 ayat 2).60
Kurator sudah berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit
sejak adanya putusan pernyataan pailit, sungguhpun terhadap putusan tersebut diajukan
kasasi (Pasal 16 UU Kepailitan dan PKPU). Ini adalah sebagai konsekuensi hukum dari
sifat serta merta dari putusan pernyataan pailit (Pasal 8 ayat 5 UU Kepailitan dan PKPU),
walaupun demikian, tidak berarti kurator dapat melakukan tindakan pengurusan dan
pemberesan sesukanya. Tindakan kurator haruslah memperhatikan antara lain hal-hal
berikut61
1. Apakah dia berwenang untuk melakukan hal tersebut; :
2. Apakah merupakan saat yang tepat (terutama secara ekonomi dan bisnis) untuk
melakukan tindakan tertentu;
3. Apakah terhadap tindakan tersebut diperlukan terlebih dahulu persetujuan ataupun
ijin keikutsertaan dari pihak-pihak tertentu seperti dari pihak Hakim Pengawas,
Pengadilan Niaga, Panitia Kreditur, Debitur dan sebagainya;
4. Apakah terhadap tindakan tersebut melakukan prosedur tertentu seperti harus dalam
rapat dengan kuorum tertentu, harus dalam sidang yang dihadiri/dipimpin oleh
Hakim Pengawas dan sebagainya;
5. Harus dilihat bagaimana cara yang layak dari segi hukum kebiasaan dan sosial
dalam menjalankan tindakan-tindakan tertentu, misalnya jika menjual asset
tertentu, apakah melalui Pengadilan, lelang, bawah tangan dan sebagainya.
Hal yang sama juga penting dalam kedudukannya sebagai kurator adalah dalam
kaitannya dengan pembebanan harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotik, maka perlu adanya persetujuan dari Hakim Pengawas. Hal ini
bukanlah berarti pembatasan atas kewenangan kurator, namun lebih kepada perlindungan
terhadap potensi kerugian yang nantinya akan berdampak terhadap pembayaran
kewajiban debitur terhadap para kreditur.62
Kurator dalam kepailitan juga memiliki kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penggugat atau tergugat berkenaan dengan gugatan yang
berhubungan dengan harta pailit (Pasal 26 ayat 1). Apabila tuntutan itu ditujukan kepada
debitur dan mengakibatkan suatu sanksi penghukuman terhadap debitur pailit, maka
penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit. Misalnya
tuntutan terhadap debitur pailti tersebut adalah tuntutan atas suatu perjanjian utang
piutang, maka gugatan tersebut tidak dapat berakibat terhadap harta pailit yang nota bene
sudah dalam penguasaan kurator dan masuk dalam sita umum. Tuntutan tersebut hanya
dapat dimasukkan dalam daftar tagihan kreditur.
Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kurator apabila ada yang keberatan dapat
melakukan permohonan kepada Hakim Pengawas agar Kurator tidak melaksanakan
kegiatan tersebut atau melakukan suatu perbuatan yang sewajibnya dilakukan oleh
kurator (Pasal 77 ayat 1). Demikian pula kurator, dia harus memberikan tanggapan atas
adanya keberatan dari pihak kreditur. Berdasarkan tanggapan tersebut, maka Hakim
Pengawas nantinya harus memberikan penetapan dalam jangka waktu paling lambat 3
hari. Sementara jika ada yang keberatan terhadap ketetapan Hakim Pengawas dapat naik
banding ke Pengadilan Niaga (Pasal 68 ayat 1).
Demikian pula apabila debitur pada saat kepailitan berlangsung terdapat suatu
tuntutan terhadap pihak lain, maka pihak lain tersebut maupun hakim harus memanggil
kurator untuk bertindak atas kepentingan debitur. apabila kurator tidak mengindahkan
permohonan pihak lain tersebut, maka pihak lain tersebut dapat meminta supaya perkara
tersebut digugurkan, namun apabila pihak lain tidak mengajukan hal tersebut maka
perkara tersebut akan diteruskan antara debitur dan tergugat dan apabila akan diteruskan
antara debitur dan tergugat dan apabila diputuskan suatu sanksi hal ini akan menjadi di
luar harta pailit.63
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PENGGUGAT YANG DIRUGIKAN TERKAIT DENGAN ADANYA KETENTUAN GUGATAN YANG
GUGUR DEMI HUKUM
A. Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan
Pailitnya debitur banyak akibat yuridis diberlakukan kepadanya oleh
undang-undang. Akibat-akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitur. ada beberapa akibat
yuridis yang berlaku demi hukum segera setelah pernyataan pailit mempunyai hukum
tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal seperti ini, pengadilan niaga,
hakim pengawas, kurator, kreditur , dan siapapun yang terlibat dalam proses kepailitan
tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut.
Ini merupakan dampak yang disebut by the operation of law yang salah satunya adalah penetapan gugatan terhadap debitur gugur demi hukum dengan diucapkannya pailit atas
debitur tersebut. 64
Hal ini terkait dengan dampak pailit yang mengakibatkan debitur tidak dapat lagi
mengurusi hartanya sendiri dan seluruh harta debitur tersebut masuk kedalam harta pailit Penentuan gugatan gugur demi hukum ini segera dengan sendirinya hukum
kepailitan tersebut diputuskan maka akan berdampak pada gugatan-gugatan tersebut
menjadi gugur demi hukum. Menurut Pasal 29 UU Kepailitan dan PKPU yang
menyatakan bahwa suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap debitur
sejauh bertujuann untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan
perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan
pailit terhadap debitur.
64
dan diurusi oleh kurator dengan pengawasan hakim pengawas. Sehingga apabila ada
gugatan yang ditujukan kepada debitur pailit, maka gugatan tersebut sebenarnya sudah
keliru dan objek gugatan tersebut yakni harta pailit sudah tidak dalam penguasaan
tergugat (debitur pailit), sehingga apabila ada gugatan yang berhubungan dengan harta
pailit menurut UU Kepailitan dan PKPU ditujukan kepada kurator yang mengurusi harta
pailit. Sehingga begitu debitur diputus pailit oleh Hakim Pengadilan Niaga maka pada
saat itulah baik gugatan sebelum maupun perkaranya yang sedang berjalan, sejauh
bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit, gugur demi hukum
dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur.
Dalam hal debitur pailit sebagai penggugat (gugatan diajukan oleh debitur pailit),
tergugat dapat memintakan agar perkara ditangguhkan dahulu untuk memberikan waktu
kepada tergugat untuk mengalihkan perkaranya kepada kurator. Jika kurator tidak
mengindahkan panggilan untuk mengambil alih perkara, tergugat berhak agar perkara
digugurkan. Atau jika permohonan tersebut tidak dilakukan, perkara antar debitur pailit
dan tergugat dapat diteruskan tanpa membebaninya kepada harta pailit karena tergugat
dianggap melepaskan haknya untuk menggugurkan gugatan. Hal ini demi melindungi
harta pailit yang akan digunakan untuk pembayaran utang kepada para kreditur dan
dijelaskan dalam Pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 UU Kepailitan dan PKPU.
Jika kurator tidak datang menghadap hakim, putusan pengadilan dapat
berpengaruh terhadap harta pailit. Meskipun kurator secara jelas menolak mengambil
harta pailit sebaiknya datang menghadap hakim agar putusan pengadilan tersebut tidak
berdampak atau berpengaruh terhadap harta pailit.65
65
Munir Fuady, Op.,Cit., hlm. 67.
Gugatan gugur apabila berkenaan dalam kondisi perbuatan penggugat atau
pemohon tidak terlihat adanya keseriusan dalam berperkara sama hal nya dengan tidak
datang ke persidangan meskipun telah beberapa kali dipanggil secara patut. Apabila surat
gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formil maka gugatan tersebut tidak dapat
diterima namun apabila tidak memenuhi syarat materil maka konsekuensi hukumnya
adalah batal demi hukum. Namun pembatalan putusan yang sering dilakukan dalam
perkara perdata adalah pembatalan putusan/penetapan, contohnya pembatalan putusan
oleh majelis hakim tingkat pertama dalam perkara verzet, pembatalan putusan pengadilan
tingkat pertama oleh pengadilan tinggi karena salah menerapkan hukum dan pembatalan
putusan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama dan atau pengadilan tingkat banding yang salah menerapkan hukum.
Kemudian dalam kondisi selanjutnya yakni gugatan diteruskan apabila gugatan
oleh dan terhadap debitur tersebut ditetapkan untuk diteruskan karena kurator tidak
mengindahkan atau menolak panggilan oleh tergugat dimana debitur menjadi pihak
penggugat, kemudian tergugat tersebut juga melepaskan haknya untuk memohon agar
perkara digugurkan maka perkara tersebut dilanjutkan. Kondisi ini juga terdapat apabila
gugatan terhadap debitur telah dinyatakan gugur demi hukum dan kemudian memakai
haknya untuk mendaftarkan kembali gugatan tersebut dan tidak mengajukan pendaftaran
utangnya untuk dicocokkan maka gugatan tersebut dilanjutkan. Dengan dilanjutkannya
Pengguguran gugatan dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 124 HIR yang
berbunyi : Jika penggugat tidak datang menghadap PN pada hari yang ditentukan itu,
meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap
mewakiliny, maka surat gugatannya dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya
perkara; akan tetapi penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah
membayar lebih dahulu perkara yang teresebut tadi. Putusan gugur adalah putusan yang
menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah
hadir meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan. Putusan
gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan
gugatan/permohonan.
Dalam Pasal 124 HIR ketentuan gugur demi hukum ini bersifat fakultatif tidak
imperatif, yakni dengan demikian penerapannya, memberi kewenangan kepada Hakim:
1. Dapat menggugurkan gugatan secara langsung pada sidang pertama;
2. Dapat mengundurkan sidang dengan jalan memerintahkan juru sita, untuk memanggil
penggugat untuk kedua kalinya.
Dalam hal ini ketentuan gugatan gugur demi hukum dalam kepailitan ini berlangsung
sejak debitur diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga. Maka gugatan tersebut dinyatakan
gugur demi hukum terkait karena pailitnya debitur sebagai salah satu pihak dalam perkara
tersebut dimana kepailitannya tersebut berpengaruh kepada objek yang diperkarakan
yakni yang sekarang telah ditetapkan menjad harta pailit.
Ketentuan gugur demi hukum ini haruslah dimengerti makna gugur yang
dilakukan demi hukum. Frasa demi hukum dalam ketentuan ini berdasarkan suatu sebab
hukum yakni ketentuan gugur yang dilakukan demi keadilan dan kepatutan, dimana
bersamaan debitur sebagai salah satu pihak perkara dijatuhi putusan pailit, maka gugatan
tersebut demi hukum dinyatakan gugur.
Putusan pengguguran gugatan diambil dan dijatuhkan:
1. Sebelum diperiksa materi pokok perkara;
2. Oleh karena itu, putusan diambil berdasarkan alasan formil yaitu atas alasan
penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
3. Dengan demikian putusan pengguguran bukan putusan mengenai pokok perkara,
sehingga dalam putusan tidak melekat ne bis in idem yang digariskan Pasal 1917 KUHPerdata. Berarti sekiranya pun putusan telah mempunyai ketentuan hukum tetap,
pada putusan tidak melekat unsur ne bis in idem.66
Namun dalam hukum kepailitan ketentuan gugatan gugur demi hukum ini
ditentukan dalam keadaan gugatan tersebut akan atau sedang berlangsung ditetapkan
gugur demi hukum karena debitur yang menjadi salah satu pihak perkara dijatuhi putusan
pailit dan objek perkara telah menjadi harta pailit, hal ini lah yang menjadi pengaruh
hukum kepailitan dalam ketentuan gugatan gugur demi hukum perdata tersebut.
Mengenai penjatuhan putusan penggugurkan gugatan, dapat berpedoman kepada
ketentuan Pasal 176 Rv:
1. Dilakukan tanpa hadirnya penggugat, dalam sidang secara sederhana;
2. Namun tetap dituangkan dalam bentuk putusan sebagaimana mestinya.
Begitu juga dalam hal gugatan gugur demi hukum dalam kepailitan ini, memang
dilakukan secara sederhana namun tetap dituangkan dalam bentuk putusan gugur demi
hukum sebagaimana semestinya.
66
Menurut Pasal 276 Rv, untuk tegasnya kepastian hukum:
1. Putusan pengguguran gugatan diberitahukan kepada penggugat;
2. Pemberitahuan dilakukan oleh juru sita, sesuai dengan ketentuan Pasal 390 HIR.
Dengan adanya pemberitahuan ini menjadi dasar penggugat untuk melakukan upaya
hukum yang proporsional untuk hal tersebut.
Dalam putusan pengguguran tidak melekat unsur ne bis in idem, sehingga putusan itu tidak termasuk putusan yang disebut Pasal 1917 KUHPerdata. Oleh karena itu, sangat
tepat ketentuan Pasal 124 HIR yang memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan
kembali gugatan itu kepada PN untuk diproses sebagaimana mestinya. Terhadap
pengajuan kembali tergugat tidak dapat mengajukan keberatan atau perlawanan.
Dalam kepailitan, gugatan yang ditujukan kepada debitur dinyatakan gugur demi
hukum dapat diajukan kembali, dan apabila penggugat tersebut berkenan untuk
mendapatkan haknya terhadap harta pailit haruslah mengajukan hak nya tersebut untuk
didaftarkan, namun apabila gugatan tersebut diajukan kembali dan diputuskan untuk
diteruskan maka penghukuman gugatan tersebut dibebankan diluar harta pailit.
Pengajuan kembali gugatan dianggap sebagai perkara baru. Oleh karena itu,
terhadap pengajuan berlaku ketentuan Pasal 121 ayat (4) HIR:
1. Harus terlebih dahulu dibayar biaya perkara, sejumlah panjar perkara yang ditentukan
oleh panitera.
2. Atas bukti pembayaran itu, baru dilakukan pendaftaran dalam register.
Semua gugatan hukum berkenaan dengan hak dan kewajiban yang berhubungan
dengan harta debitur pailit haruslah diajukan oleh atau terhadap kurator dikarenakan
menyebabkan penghukuman terhadap debitur pailit, hukuman teresebut tidak mempunyai
kekuatan hukum terhadap harta pailit. Sesuai dengan Pasal 26 UU Kepailitan dan PKPU.
Syarat terjadinya putusan gugur dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat:
1. Pengguguran gugatan sah dalam hukum apabila;
a. Penggugat telah dipanggil secara patut, penggugat telah dipanggil secara patut
apabila:
1) Surat panggilan telah dilakukan secara resmi oleh juru sita sesuai dengan
ketentuan undang-undang untuk hadir atau menghadap pada hari tanggal
sidang yang ditentukan;
2) Panggilan dilakukan dengan patut, yaitu antar hari panggilan dengan hari
persidangan tidak kurang dari tiga hari.
b. Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah, penggugat tidak hadir atau tidak
menghadap persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, dan juga tidak
menyuruh kuasa atau orang lain untuk mewakilinya. Jika ketidakhadiran
berdasarkan alasan yang sah, ketidakhadiran penggugat tidak dapat dijadikan
alasan untuk menggugurkan gugatan. Pengguguran yang demikian tidak sah dan
bertentangan dengan hukum.
2. Pengguguran dilakukan hakim secara ex-officio, pasal 124 HIR memberi
kewenangan secara ex-officio kepada hakim untuk menggugurkan gugatan apabila
terpenuhi syarat dan alasan untuk itu. Dengan demikian kewenangan itu dapat
dilakukan hakim, meskipun tidak ada permintaan dari pihak tergugat. Namun hal itu
tidak mengurangi hak tergugat untuk mengajukan permintaan pengguguran. Malahan
merupakan tindakan sewenang-wenang kepada tergugat. Sebab ketidakhadiran itu,
berakibat proses pemeriksaan tidak dapat dilakukan karena berbenturan dengan asas
pemeriksaan contradiktoir.
3. Rasio pengguguran gugatan, maksud utama dalam pelembagaan pengguguran
gugatan dalam tata tertib beracara adalah sebagai berikut:
a. Sebagai hukuman kepada penggugat, pengguguran gugatan oleh hakim merupakan
hukuman kepada penggugat atas kelalaian atau keingkarannya menghadiri atau
menghadap di persidangan. Sangat ayak menghukum penggugat dengan jalan
menggugurkan gugatan karena ketidakhadiran itu dianggap sebagai pernyataan
pihak penggugat bahwa dia tidak berkepentingan lagi dalam perkara tersebut.
b. Membebaskan tergugat dari kesewenangan, dianggap sangat tragis membolehkan
tergugat berlarut-larut secara berlanjut ingkar menghadiri sidang yang
mengakibatkan persidangan mengalami jalan buntu pada satu segi dan pada segi
lain tergugat dengan patuh terus menghadiri sidang sehingga mendatangkan
kerugian moril dan materil bagi tergugat.
Akibat hukum putusan gugur diatur dalam Pasal 77 Rv, sebagai berikut:
1. Pihak tergugat, dibebaskan dari perkara dimaksud. Putusan pengguguran gugatan
yang didasarkan atas keingkaran penggugat menghadiri sidang pertama, merupakan
putusan akhir (eind vonnis) yang bersifat menyudahi proses pemeriksaan secara formil. Artinya putusan itu mengakhiri pemeriksaan meskipun pokok perkara belum
diperiksa. Itu sebabnya undang-undang menyatakan dibebaskan dari perkara itu.
2. Terhadap putusan pengguguran gugatan tidak dapat diajukan perlawanan atau verzet.
a. Langsung mengakhiri perkara, karena itu langsung pula mengikat kepada para
pihak atau final binding.
b. Selain terhadapnya tidak dapat diajukan perlawanan, juga ditutup upaya hukum
sehingga tidak dapat diajukan banding atau kasasi.
3. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh
penggugat adalah mengajukan gugatan baru dengan materi pokok perkara yang sama,
karena dalam putusan gugur tidak melekat ne bis in idem sehingga dapat diajukan
sebagai perkara baru, dan untuk itu penggugat dibebani membayar biaya perkara
baru.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Para Penggugat Yang Dirugikan Terkait Adanya Ketentuan Gugatan Gugur Demi Hukum Dalam Kepailitan
Gugatan yang mengandung tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap
debitur sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan
perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan
pailit terhadap debitur. Begitu debitur diputus pailit oleh hakim maka gugatan terhadap
debitur yang terkait terhadap harta pailit gugur demi hukum karena telah beralihnya
kepengurusan harta pailit kepada kurator dan debitur pailit tidak memiliki kekuasaan atau
kewenangan dalam mengurus harta kekayaannya sendiri karena harta tersebut telah
dijadikan schuld (jaminan pembayaran utang) terhadap seluruh krediturnya yang sering disebut sebagai budel pailit.
Perlindungan terhadap gugatan yang dinyatakan gugur demi hukum dalam
Namun dalam gugatan tersebut difokuskan untuk mendapatkan hak atau menuntut
kewajiban dari harta pailit maka sesuai dengan Pasal 27 UU Kepailitan dan PKPU hanya
dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan. Selanjutnya tuntutan
kewajiban terhadap harta pailit tersebut dilanjutkan kedalam rapat verifikasi utang.
Dalam pencocokan piutang tersebut apabila ada pihak yang membantah piutang tersebut
maka pihak yang membantah itu akan menjadi pengganti debitur sebagai tergugat dalam
perkara yang ditujukan terhadap debitur.
Terhadap gugatan oleh debitur yang dapat dimintakan gugur demi hukum oleh
tergugat untuk mendapatkan waktu untuk memanggil kurator dalam perkara tersebut
namun apabila kurator tersebut tidak mengindahkan atau menolak panggilan tersebut dan
kemudian tergugat tersebut berhak meminta gugur perkara. Apabila tergugat
memohonkan gugatan tersebut gugur maka berlakulah ketentuan permohonan
pengguguran gugatan dalam KUHAPerdata. Namun apabila tergugat tidak melakukan
permohonan tersebut maka tergugat dianggap melepaskan hak nya dan kemudian perkara
dilanjutkan nantinya hukuman perkara tidak dibebankan kepada harta pailit.
Gugatan yang ditujukan kepada untuk memenuhi perikatan yang menyangkut
dengan harta pailit, hanya dapat diajukan dengan melaporkannya untuk dicocokan
piutangnya. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan
perikatan dari harta pailit hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk
dicocokkan dalam verifikasi utang.
Dalam pendaftaran pencocokan utang, maka penggugat tersebut akan dapat maju
dalam tahap verifikasi utang. Verifikasi adalah suatu mekanisme dan prosedur dalam
diadakan untuk itu, yang dihadiri oleh kurator atau pengurus, debitur, dan kreditur, yang
dipimpin hakim pengawas, serta dibantu oleh panitera pengganti. Rapat verifikasi
bertujuan untuk menagih, mencocokkan, dan mengesahkan tagihan-tagihan yang sudah
masuk kepada kurator ataupun pengurus.67
1. Hakim pengawas sebagai pimpinan rapat;
Pencocokan verifikasi utang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam
proses kepailitan. Karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya ditentukan
pertimbangan dan urutan hak dari masing-masing kreditur. Rapat pencocokan piutang
dipimpin oleh hakim pengawas, sedangkan berita acara rapat ditandatangani oleh hakim
pengawas dan panitia (Pasal 126 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU).
Rapat pencocokan piutang tersebut dihadiri oleh:
2. Panitera sebagai pencatat;
3. Debitor, dalam hal ini debitur harus hadir dan dia harus hadir sendiri serta tidak bisa
diwakilkan (Pasal 121 UU Kepailitan dan PKPU);
4. Semua kreditur dapat hadir sendiri atau memakai kuasa (Pasal 123 UU Kepailitan
dan PKPU);
5. Kurator harus hadir.
Setelah pernyataan pailit memiliki kekuatan hukum tetap, maka debitur
dinyatakan pailit dengan berkekuatan hukum tetap. Kemudian hakim pengawas
menetapkan:
1. Batas akhir pengajuan tagihan,
2. Batas akhir verifikasi pajak,
67
3. Waktu mengadakan pencocokan piutang hal ini ditegaskan dalam Pasal 113 ayat 1
UU Kepailitan dan PKPU.
Selama penetapan ini tidak ada batasan waktu yang tetap dalam jarak antara penetapan
yang dibuat hakim pengawas hingga batas akhir pengajuan tagihan.
Waktu mengadakan pencocokan piutang dan perdamaian dilaksanakan dalam
waktu 14 hari sesuai dengan Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU. Debitur pailit dapat
memasukkan rencana perdamaian sesuai dengan Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU dan
daftar piutang mulai ditempatkan di kantor kurator sesuai dengan Pasal 119 UU
Kepailitan dan PKPU diantara waktu batas akhir pengajuan tagihan hingga waktu
mengadakan pencocokan piutang dan perdamaian yang dapat dilaksanakan selama 14
hari. Setelah waktu pengadaan pencocokan piutang dan perdamaian dalam Pasal 145 UU
Kepailitan dan PKPU selesai maka dilanjutkan dengan rapat untuk mengambil keputusan
rencana perdamaian dalam hal Pasal 147 UU Kepailitan dan PKPU selama selang waktu
21 hari. Setelah itu dilanjutkan dengan sidang pengadilan niaga untuk mengesahkan
perdamaian (homologasi) dalam hal Pasal 147 (Pasal 156 ayat (3) UU Kepailitan dan
PKPU) setelah selang 8 hingga 14 hari sejak waktu mengadakan pencocokan piutang dan
perdamaian (Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU). Selang 8 hari dari sidang pengadilan
niaga untuk pengesahan perdamaian dalam hal 147 UU Kepailtan dan PKPU dilanjutakan
dengan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan niaga yang menerima
atau menolak perdamaian dalam sidang homologasi sesuai Pasal 160 UU Kepailitan dan
PKPU.
Jika dilakukan verifikasi bersama dengan pembahasan tentang perdamaian,
tentang perdamaian, pembahasan tersebut dilakukan paling cepat adalah segera setelah
dilakukan verifikasi, hal ini tertuang dalam Pasal 145 UU Kepailitan dan PKPU. Sebab
waktu pemungutan suara untuk menerima rencana perdamaian, sudah harus diketahui
adanya kreditor /piutang konkuren diakui, kreditur /piutang konkuren sementara diakui,
dan kreditur/piutang yang dibantah, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 151 jo. Pasal 152 UU Kepailitan dan PKPU.
Sampai dengan menjelang hari terakhir pengajuan tagihan, dilakukan hal-hal
sebagai beriktut:
1. Segera setelah ditetapkan hari terakhir pengajuan tagihan dan hari rapat verifikasi,
kurator member tahu hari batas terakhir pengajuan piutang kepada kreditur dan juga
diberitahu hari rapat verifikasi. Jika kreditur diketahui, diberitahukan dengan surat
tertulis. Namun jika tidak diketahui, diberitakan lewat dua surat kabar harian yang
ditetapkan oleh hakim pengawas (Pasal 144 UU Kepailitan dan PKPU).
2. Segala piutang diajukan kepada kurator dengan menunjukkan bukti tertulis (Pasal
115 UU Kepailitan dan PKPU).
3. Kurator melakukan pengujian kebenaran piutang (Pasal 116)
4. Kurator membuat daftar piutang dan mencatat piutang dalam daftar tersebut. daftar
piutang tersebut terdiri atas:
a. Daftar piutang yang diakui (Pasal 177 UU Kepailitan dan PKPU);
b. Daftar piutang yang dibantah, misalnya jika terdapat disputes pada jumlah
c. Daftar piutang untuk sementara diakui, misalnya terhadap piutang yang disputes
nya hanya tentang ada tidaknya preferensi (Pasal 118 ayat 2 UU Kepailitan dan
PKPU).
d. Daftar pro memori (for the record) dalam hal ini terhadap bunga yang timbul setelah pailit terhadap kreditur separatis (Pasal 134 ayat 3 UU Kepailitan dan
PKPU).
5. Kurator menyediakan di kantornya daftar piutang dan diberitahukan kepada kreditur
(selama tujuh hari menjelang rapat verifikasi) disertai pemberitahuan dan panggilan
lagi untuk mengikuti rapat (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).
6. Piutang yang terlambar diajukan, juga masih diperkenankan asalkan:
a. Selambat-lambatnya dua hari sebelum rapat verifikasi dan
b. Dalam rapat verifikasi tidak ada yang keberatan (Pasal 133 ayat 1)
Ketentuan ini tidak berlaku jika kreditur berhalangan untuk melaporkan hal tersebut
terlebih dahulu karena tempat tinggalnya jauh (Pasal 133 ayat UU Kepailitan dan PKPU).
Dalam rapat pencocokan piutang (rapat verifikasi) dihadiri oleh:
1. Hakim pengawas sebagai pimpinan rapat;
2. Panitera sebagai pencatat;
3. Debitur, dalam hal ini debitur harus hadir dan dia harus hadir sendiri, serta tidak bisa
diwakilkan (Pasal 121 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU);
4. Semua kreditur dapat hadir sendiri atau memakai kuasa (Pasal 123 UU Kepailitian
dan PKPU)
5. Kurator harus hadir;
Dalam rapat, hakim pengawas membacakan daftar piutang (Pasal 124 ayat 1 UU
Kepailitan dan PKPU). Kurator berwenang untuk menarik kembali, baik pengakuan
sementara atau pembatalan yang telah dilakukannya (Pasal 124 ayat 3 UU Kepailitan dan
PKPU). Kurator dapat menuntut kreditur (atau kuasanya) agar menguatkan dengan
sumpah piutangnya yang tidak dibantah (Pasal 124 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU).
Jika kreditur telah meninggal dunia, kurator dapat meminta ahli warisnya yang berhak
harus menerangkan di bawah sumpah bahwa mereka dengan itikad baik percaya bahwa
utang tersebut memang ada dan belum dilunasi (Pasal 124 ayat 4 UU Kepailitan dan
PKPU). Terhadap piutang yang dimintakan sumpah, sementara sumpah belum dilakukan
(karena kreditur tersebut tidak hadir) maka piutang tersebut diterima dengan syarat,
sampai sumpah dilakukan pada hari yang ditetapkan (Pasal 125 ayat 1 UU Kepailitan dan
PKPU).
Dapat dijelaskan pula bahwa dalam prosedur verifikasi kurator memberitahukan
penetapan rapat kepada kreditur dan mengiklankanya dalam surat kabar harian yang
berskala nasional dan lokal. Semua tagihan kreditur diberikan kepada kurator. Kurator
mencocokan piuutang tersebut dengan pencatatan debitur pailit. piutang yang diakui
dimasukkan dalam daftar piutag uang diakui, piutang yang dibantah dimasukkan dalam
daftar tersendiri. Kurator membuat panggilan terhadap kreditur untuk menghadiri rapat
pencocokan piutang. Hakim pengawas membacakan daftar utang piutang yang diakui dan
dibantah. Hakim pengawas dapat memerintahkan pembantah untuk disumpah
menguatkan bantahannya. Apabila ada bantahan terhadap piutang dan tidak dapat
diselesaikan oleh Hakim Pengawas maka berdasarkan penjelasan Pasal 127 ayat 1 UU
sederhana. Setelah rapat verifikasi berakhir, kurator membuat laporan tentang harta pailit
yang diberikan kepada kepaniteraan pengadilan niaga.
Hakim pengawas dapat menunda rapat verifikasi delapan hari. Penundaan yang
dinyatakan dalam rapat dianggap sebagai panggilan resmi. Segala sesuatu yang terjadi
dalam rapat dicatat panitera pengganti dalam berita acara rapat yang diteken Hakim
Pengawas dan panitera pengganti.
Setelah berakhirnya rapat pencocokan piutang, kurator wajib memberikan laporan
mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya kepada kreditor wajib diberikan semua
keterangan yang diminta oleh mereka. Setelah berakhirnya rapat, maka laporan tersebut,
beserta berita acara rapat pencocokan piutang wajib disediakan di Kepaniteraan dan
kantor kurator. Untuk mendapatkan salinan surat tidak dikenakan biaya. Setelah berita
acara rapat tersedia, kurator, kreditor, atau Debitur pailit dapat meminta kepada
Pengadilan supaya berita acara rapat tersebut diperbaiki, apabila dari dokumen mengenai
kepailian terdapat kekeliruan dalam berita acara rapat (Pasal 143 UU Kepailitan dan
PKPU).68
C. Upaya Hukum yang Dilakukan Oleh Para Penggugat
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada
seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai
tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga
seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga memutuskan atau
Akibat kepailitan terhadap gugatan-gugatan selama kepailitan ada yang
dinyatakan gugur demi hukum dan ada yang dapat dimohonkan pengguguran gugatan.
Gugatan yang diajukan terhadap debitur dinyatakan gugur demi hukum dengan
diputuskannya pailit terhadap debitur, sementara gugata yang diajukan oleh debitur dapat
dimohonkan gugur oleh tergugat untuk memanggil kurator dalam perkara tersebut.
Apabila tergugat tersebut memohonkan gugatan gugur, maka diberlakukanlah ketentuan
pengguguran gugatan.
Gugatan yang ditujukan terhadap debitur yang dinyatakan gugur demi hukum
dengan diputuskannya debitur berada dalam keadaan pailit, maka dapat melakukan upaya
hukum berupa hak untuk mendaftarkan kembali gugatannya tersebut dengan membayar
biaya perkara terlebih dahulu. Putusan di luar hadirna salah satu pihak tidak lain untuk
merealisir asas audi et altera partem, kepentingan kedua pihak harus diperhatikan.69
Gugatan yang diajukan oleh debitur yang dimohonkan gugur oleh tergugat karena
kurator tidak mengindahkan ataupun menolak gugatan, apabila dinyatakan gugur oleh
hakim, maka upaya yang dilakukan debitur adalah dengan mengajukan perlawanan/
verzet. Perlawanan ini adalah suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya
tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam Pasal 129 HIR.
Verzet dapat dilakukan dalam tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah Untuk memutuskan gugur gugatan penggugat, sisi gugatan tidak perlu diperiksa
sehingga putusan gugur itu tidak mengenai isi daripada gugatan. Adapun gugatan tersebut
yang diajukan kembali ditujukan kepada kurator apabila terkait dengan pemenuhan
kewajiban dari harta pailit dapat menuntut untuk mendaftarkan piutangnya untuk
dicocokkan.
69
putusan vetstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak
hadir. Syarat verzet adalah (Pasal 129 ayat (1) HIR):
1. Keluarnya putusan vestek
2. Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewat dari 14 hari
dan jika ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan
3. Verzet dimasukkan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum
dimana penggugat mengajukan gugatannya.
Dalam pasal 276 Rv, untuk kepastian hukum, putusan pengguguran gugatan
diberitahukan kepada penggugat. Pemberitahuan dilakukan oleh juru sita, sesuai dengan
ketentuan Pasal 390 HIR. Dengan adanya pemberitahuan ini menjadi dasar penggugat
untuk melakukan upaya hukum yang proporsional untuk hal tersebut. Dalam putusan
pengguguran ini tidak melekat unsur ne bis in idem, sehingga putusan ini tidak termasuk
putusan yang disebut dalam Pasl 1917 KUHPerdata. Oleh karena itu, Pasal 124 HIR
memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan itu kepada PN
untuk diproses sebagaimana mestinya. Terhadap pengajuan kembali gugatan itu, tergugat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Akibat kepailitan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU sangat memberi dampak kepada debitur dan pihak-pihak lain yang
berhubungan dengan debitur terutama yang menyangkut harta kekayaan debitur
pailit. Dengan pailitnya debitur maka debitur tidak memiliki hak lagi dalam
pengurusan harta kekayaannya dan dialihkan kepada seorang kurator. Harta debitur
pailit dimasukkan kedalam budel pailit dan dijadikan jaminan utang debitur sebagai
pembayaran utang ke seluruh kreditur. Akibat kepailitan ini dapat merugikan
berbagai pihak yang berhubungan dengan debitur pailit terkait harta pailit sehingga
pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
terkait harta pailit.
2. Akibat kepailitan atas gugatan-gugatan hukum oleh dan terhadap debitur adalah jika
diajukan oleh debitur, atas permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk
memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih
perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim dan apabila kurator tidak
mengindahkan panggilan tersebut atau menolak mengambil alih perkara tersebut
dimohonkan, maka perkara dapat diteruskan antara debitur dan tergugat, di luar
tanggungan harta pailit. Terhadap gugatan yang diajukan kepada debitur pailit
selama bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan
perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan
pernyataan pailit terhadap debitur. Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk
memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan kepada debitur
pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan.
3. Perlindungan hukum terhadap para penggugat yang dirugikan terkait dengan adanya
ketentuan gugur demi hukum cukup melindungi penggugat. Gugatan penggugat yang
sedang atau yang akan menggugat debitur pailit terkait dengan harta pailit yang
dinyatakan gugur demi hukum dapat memintakan penundaan perkara dengan waktu
tertentu untuk mengalihkan gugatan tersebut kepada kurator. Perkara akan ditunda
dan akan dilanjutkan dalam pencocokan piutang. Jika tuntutan tersebut dibantah pada
waktu pencocokan piutang dan pihak yang membantah menjadi pihak yang
menggantikan posisi debitur pailit dalam perkara yang bersangkutan dan diperiksa
secara sederhana. Apabila sebelum putusan pailit diputuskan sudah sampai pada
tahap penyerahan berkas perkara kepada hakim untuk diputus, penundaan perkara
tersebut memutuskan untuk meneruskan pemeriksaan perkara.
B. Saran
Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan tersebut, dapat diberikan saran sebagai
1. Hendaknya dalam menghindari adanya tuntutan yang gugur demi hukum ini para
pihak pelaku bisnis yang dapat dimungkinkan dijatuhi putusan pailit lebih intens
memperhatikan berita-berita baik di Koran nasional maupun lokal untuk
menghindari menggugat pada saat kepailitan debitur yang mengakibatkan gugatan
gugur demi hukum.
2. Hendaknya pelaku bisnis baik kreditur dan debitur menyimpan seluruh bukti-bukti
transaksi utang-piutang dengan baik sehingga dalam pembuktian piutang yang diakui
dapat dibuktikan dan diperiksa secara sederhana.
3. Hendaknya debitur pailit dapat cekatan dalam memeriksa sendiri catatan pengakuan
piutang para kreditur yang diakui atau tidak diakui kurator di dalam salinannya di
kantor kurator. Sehingga dapat memeriksa silang dengan bukti utang piutang yang
BAB II
AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU
A. Syarat dan Putusan Pailit
Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit.
kata pailit menandakan ketikmampuan untuk membayar serang debitur atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau yang dikenal dalam bahasa Inggris dengan
“Banckrupty”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”14
Kepailitan dalam kamus karangan Black Henry Campbell (Black’s Law Dictionary) yang mengatakan bahwa pailit atau Bankrupt adalah “the state or condition of operson (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay it’s debt as they are, or become due”. The term includes the person against whom an involuntary petition has been field a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt. Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar”
dari seseorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.15
Pengertian dan batasan pailit dalam UU Kepailitan dan PKPU tidak ditemukan,
hanya pengertian kepailitan yang ada dalam Pasal 1 angka 1 yaitu kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
undang ini. Hal ini menegaskan bahwa kepailitan adalah sita umum bukan sita individual.
Karena itu disyaratkan dalam UU Kepailitan dan PKPU bahwa untuk mengajukan
permohonan pailit, harus memiliki 2 (dua) atau lebih kreditur. Dalam sita umum maka
seluruh harta kekayaan debitur akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan
kurator, sehingga debitur tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta
kekayaannya.16
Kreditur terdiri atas kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur
preferen. Khusus kreditur separatis maupun kreditur preferen, mereka dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka
miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi
kreditur maka masing-masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan PKPU.
Dalam UU Kepailitan dan PKPU juga memberikan pengertian tentang kreditur
dan debitur pailit. Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa kreditur adalah orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka
pengadilan. Dan dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa debitur adalah orang yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat
ditagih di muka pengadilan. Sementara dalam Pasal 1 angka 4 UU Kepailitan dan PKPU
menyebutkan juuga debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan
Putusan Pengadilan.
17
1. Menolak untuk membayar;
Terhadap pengertian “tidak membayar”, menurut Pradjoto adalah:
3. Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan bahwa kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya;
4. Tidak diharuskan bahwa debitur tidak memiliki kemampuan untuk membayar dan memikul seluruh utangnya;
5. Istilah “tidak membayar” harus diartikan sebagai Naar De Letter, yaitu debitur pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah sama sekali berhenti membayar utangnya.18
Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa hukum kepailitan bukan mengatur
kepailitan debitur yang tidak membayar kewajibannya kepada salah satu kreditur nya
saja, tetapi debitur harus berada dalam keadaan insolvent.19 Seorang debitur berada dalam keadaan insolvent hanyalah apabila debitur tidak mampu secara financial untuk
membayar utangnya kepada sebagian besar para krediturnya. Seorang debitur tidak dapat
dikatakan telah dalam keadaan insolvent apabila hanya kepada seorang kreditur saja
maka debitur tersebut tidak membayar utangnya, sedangkan kepada kreditur-kreditur
lainnya debitur tetap dapat melaksanakan kewajiban pelunasan utang-utangnya dengan
baik.20
Untuk menyatakan debitur seorang debitur pailit tidak saja oleh karena
ketidakmampuan debitur tersebut untuk membayar utang-utangnya, tetapi juga termasuk
ketidakmampuan debitur tersebut untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang telah
diperjanjian.21 Secara hukum, seorang debitur tidak dapat dikatakan insolvent meskipun asset lebih besar dari utang. Hal ini berpokok pada pangkal dari istilah ‘tidak membayar’
dalam hukum kepailitan di Indonesia.22
18
Pradjoto, ”RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan,” Makalah ini disampaikan dalam Seminar Sosialisasi RUU Tentang Kepailitan oleh BPHN dan Ellips Project, tgl 27-28 Juli 1999 di Jakarta.
19
Sutan Remy Sjahdeini (selanjutnya Sutan Remi Sjahdeni I), “Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia,” Jurnal Hukum Bisnis Vol. 12,( 2002): hlm. 42-48.
20
Sunarmi, Op., Cit., hlm. 33.
21
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan pengertian ‘jatuh tempo’ berbeda dengan
pengertian ‘dapat ditagih’. Utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang telah expired
dengan sendirinya adalah ‘utang yang telah dapat ditagih’. Tetapi ‘utang yang telah dapat
ditagih’ belum tentu telah ‘jatuh waktu’. Utang hanyalah waktu. Utang hanyalah ‘jatuh
waktu’ apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai
‘jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitur sebagaimana ditentukan dalam perjanjian
itu.23
Ketentuan dalam Pasal 1238 KUHPerdata dapat dijadikan pegangan apabila
debitur tetap tidak membayar utangnya walaupun belum jatuh temo namun telah
diberikan somasi untuk membayar utangnya. Dengan pasal tersebut debitur dapat
ditentukan telah lalai apabila debitur dengan surat somasi tersebut telah dinyatakan lalai
dan di dalam surat tersebut debitur diberi waktu tersebut lewat debitur belum juga
melunasi utangnya maka debitur dianggap telah lalai. Kelalaian tersebut mengakibatkan
utang debitur telah dapat ditagih.
24
Apabila syarat sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU telah
terpenuhi, maka hakim menyatakan bahwa debitur pailit dan bukan dapat menyatakan
pailit. hal ini mengingat ketentuan bahwa prosedut pembuktian yang sumir dalam Pasal 8
ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan dengan fakta
atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur
dan fakta bahwa utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar sedangkan perbedaan
23
Sutan Remy Syadeini (selanjutnya disebut Sutan Remy Syadeini II), Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 70.
24
besarnya jumlah utang yang telah didalilkan oleh Pemohon Pailit dan Termohon Pailit
tidak menghalangi dijatuhkanya putusan pernyataan pailit.25
1. Debitur sendiri;
Pihak yang dapat mengajukan pailit adalah:
2. Seorang atau beberapa orang kreditur (Pasal 2 ayat 1);
3. Kejaksaaan demi kepentingan hukum (Pasal 2 ayat 2);
4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank (Pasal 2 ayat 3);
5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal menyangkut debitur yang merupakan
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring Dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan Dan Penyelesaian (Pasal 2 ayat 4)
6. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentungan publik
(Pasal 2 ayat 5)
Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit menurut UU Kepailitan dan PKPU
adalah:
1. Orang perorangan
2. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang bukan badan hukum
seperti maatschap, firma, dan perkumpulan komanditer.
3. Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum seperti
Perseroan Terbata (PT), Koperasi dan Yayasan,
4. Balai Harta Peninggalan.
Untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur harus sesuai dan
adalah debitur telah berhenti dan tidak mampu lagi membayar utang-utangnya. Artinya
debitur tidak melaksanakan kewajiban membayar utang-utangnya yang telah dapat
ditagih, lalu oleh pengadilan, debitur dinyatakan pailit. Seluruh harta debitur pailit berada
dalam sitaan umum untuk dijual oleh kurator. Hasil penjualan itu dibayarkan kepada
krediturnya secara proporsional.
Syarat permohonan pailit dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU terdiri
atas:
1. Ada utang;
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung
maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian
atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi
hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.
Secara normatif, makna utang di sinni sangat luas. Utang yang terjadi bukan
hanya karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit saja, tetapi juga kewajiban
membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian lainnya, antara lain seperti
perjanjian sewa-menyewa, perjanjian jual beli, perjanjian pemborongan, perjanjian
tukar-menukar, perjanjian sewa-beli, dan lain-lain. Demikian juga halnya kewajiban membayar
sejumlah uang yang timbul karena undang-undang adalah utang. Misalnya pajak yang
belum dibayar kepada negara adalah utang. Selain itu, kewajiban membayar uang
berdasarkan putusan pepngadilan termasuk putusan badan arbitrase yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap termasuk juga utang.26 2. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
26
Utang yang telah jatuh tempo, dapat terjadi karena beberapa hal, pertama, jatuh tempo biasa, yakni jatuh tempo sebagaimana yang disepakati bersama antar kreditur dan
debitur dalam perjanjian kredit; kedua, jatuh tempo yang dipercepat, yakni jatuh tempo yang mendahului jatuh tempo biasas karena debitur melanggar isi perjanjian, sehingga
pernagihannya diakselerasi. Debitur diwajibkan mencicil utangnya setiap bulan termasuk
bunga dan biaya-biaya lainnya. Apabila debitur tidak membayar angsuran cicilan
kreditnya tiga bulan berturut-turut, maka jatuh tempo dapat dipercepat; ketiga, jatuh tempo karena pengenaan sanksi/denda oleh instansi yang berwenang; keempat, jatuh tempo karena putusan pengadilan atau putusan badan arbitrase. Berdasarkan kebiasaan
yang berlaku di antara debitur dan kreditur, atau dapat juga dipakai sebagai dasar jatuh
tempo surat tegoran atau somasi.27
Tidak semua utang dapat ditagih. Utang yang dapat ditagih adalah utang yang
legal. Utang yang timbul berdasarkan perjanjian atau undang-undang. Bukan utang yang
illegal utang yang timbul dengan cara melawan hukum tidak dapat ditagih melalui
mekanisme dan prosedur hukum kepailitan.
28
3. Ada dua atau lebih kreditur
Untuk dapat mengajukan permohonan pailit harus ada dua atau lebih kreditur.
Jika unsur ini tidak dapat dibuktikan, maka permohonan pailit ditolak. Untuk
membuktikan adanya dua atau lebih kreditur, cukup dengan meminta daftar kreditur
misalnya dari bank atau dari kantor pajak. Bilamana ada sindikasi kreditur maka unsur