• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dan Karakteristik Kepala Keluarga Serta Perilaku Penghuni dengan Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dan Karakteristik Kepala Keluarga Serta Perilaku Penghuni dengan Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Tahun 2015"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK LINGKUNGAN RUMAH DAN KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA SERTA

PERILAKU PENGHUNI DENGAN KEJADIAN ISPA DI DESA JADI MAKMUR DUSUN PASAR I

KECAMATAN BAGAN SINEMBAH TAHUN 2015

KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA

1. Nomor Responden :

2. Nama :

3. Jenis Kelamin : 4. Status Pendidikan :

PENGETAHUAN RESPONDEN

1. Menurut Saudara/I bagaimana rumah yang memenuhi syarat kesehatan yang tidak padat huniannya ?

a. Meliputi luas untuk ruang tidur, untuk dinding, lantai, untuk ruang di dalam rumah, untuk ruang dapur, dan luasnya > 8m² untuk 1 sampai 2 penghuni.

b. Rumah yang bersih, dan luas

2. Menurut Saudara/i, berapakah ukuran luas rumah untuk 1sampai 2 penghuni ? a. > 8 meter

(2)

89

3. Menurut Saudara/i, bagaimana ventilasi yang sesuai dalam kriteria rumah sehat?

a. bersih

b. harus dilengkapi sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara

4. Apakah anggota keluarga anda pernah mengalami gejala batuk, pilek yang kadang disertai demam selama kurang lebih 14 hari?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah ada anggota keluarga bapak yang mempunyai kebiasaan merokok? a. Ya

b. Tidak ada

6. Berapa banyak anggota keluarga ibu yang merokok? a. Satu

b. Lebih dari satu

7. Menurut yang saudara/i ketahui, dimana biasanya anggota keluarga merokok setiap harinya ?

a. Di dalam rumah b. Diluar rumah

8. Menurut Saudara/I, dimana sebaiknya anggota keluarga merokok saat ada di rumah? ?

a. Di semua ruangan

(3)

9. Menurut Saudara/i, apa dampak bahaya merokok bagi kesehatan ?

a. Dapat menyebabkan gangguan kehamilan dan janin, jantung, kanker, serta kematian

b. Batuk- batuk

10. Apakah terdapat ventilasi di rumah ( lubang angin, jendela (biasa dibuka), pintu, exhause fan, AC ?

(4)

91

SIKAP KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA

Keterangan : S = Setuju

TS = Tidak Setuju

No Pernyataan Jawaban

S TS

1 Apakah Bapak setuju rumah yang sehat adalah rumah yang tidak padat huni.

2 Apakah Bapak setuju ukuran luas rumah > 8m² dihuni oleh 1 sampai 2 penghuni

3 Apakah Bapak setuju ventilasi yang sesuai dalam kriteria rumah sehat tidak harus memiliki sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

4 Apakah Bapak setuju Terlalu banyak jumlah penghuni dalam ruangan sempit tidak menyebabkan kurangnya jumlah oksigen dalam ruangan.

5 Apakah Bapak setuju Ruangan di dalam rumah tidak harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, kamar mandi dan ruang bermain anak.

6 Apakah Bapak setuju gejala- gejala batuk, pilek yang kadang disertai demam, sesak napas, selama kurang lebih 14 hari merupakan gejala penyakit ISPA.

7 Apakah Bapak setuju merokok di dalam rumah merupakan salah satu cara supaya udara di dalam rumah tetap sehat.

(5)

TINDAKAN KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA

Keterangan : 1= Baik

0 = Buruk

No Pernyataan Jawaban

Baik Buruk

1 Apakah setiap hari bapak / Ibu membuka jendela rumah di pagi/ siang hari?

2 Apakah bapak/ ibu setiap hari membuka jendela kamar tidur?

3 Apakah bapak/ ibu mempunyai kebiasaan merokok?

4 Apakah saat berada di dalam rumah setiap harinya bapak/ anggota keluarga yang lain selalu merokok?

(6)

93

Lampiran 2

LEMBAR OBSERVASI KARAKTERISTIK RUMAH DUSUN BANGUN JADI PASAR I KECAMATAN BAGAN SINEMBAH KABUPATEN

ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

A. Tabel Pengukuran Komponen Rumah

NO. Komponen Yang

Dinilai Kriteria Nilai Kategori

1 Ventilasi a.Luas ventilasi > 10% luas lantai

1 MS

b.Luas ventilasi < 10% luas lantai

(7)

Lampiran 11 Lanjutan.

MASTER DATA

Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dan karakteristik Kepala Keluarga Serta Perilaku Penghuni Dengan Kejadian Ispa di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

(8)

95

11 1 Tua 1 Laki-laki 1 SMP 0 Buruk 0 Buruk 1 Baik

12 0 Muda 1 Laki-laki 1 SMP 1 Baik 0 Buruk 0 Buruk

13 1 Tua 1 Laki-laki 1 SMP 0 Buruk 0 Buruk 0 Buruk

14 1 Tua 0 Perempuan 1 SMP 1 Baik 1 Baik 0 Buruk

15 1 Tua 1 Laki-laki 1 SMP 1 Baik 1 Baik 0 Buruk

16 1 Tua 1 Laki-laki 0 SD 1 Baik 1 Baik 0 Buruk

17 1 Tua 0 Perempuan 1 SMA 0 Buruk 0 Buruk 0 Buruk

18 1 Tua 0 Perempuan 1 SMA 1 Baik 1 Baik 0 Buruk

19 1 Tua 1 Laki-laki 0 SD 0 Buruk 0 Buruk 0 Buruk

20 1 Tua 0 Perempuan 1 SMA 0 Buruk 0 Buruk 0 Buruk

21 1 Tua 1 Laki –laki 1 SMA 0 Buruk 0 Buruk 1 Baik

22 0 Muda 1 Laki-laki 1 SMA 1 Buruk 1 Baik 1 Baik

23 0 Muda 1 Laki-laki 0 SD 1 Buruk 0 Buruk 1 Baik

24 0 Muda 0 Perempuan 0 SD 0 Buruk 0 Buruk 1 Baik

(9)

26 0 Muda 1 Laki-laki 1 SMA 1 Baik 0 Buruk 0 Buruk

27 0 Muda 1 Laki-laki 1 SMA 0 Buruk 0 Buruk 1 Baik

28 0 Muda 1 Laki-laki 1 SMA 1 Baik 0 Buruk 0 Buruk

29 0 Muda 0 Perempuan 0 SD 0 Buruk 0 Buruk 0 Buruk

30 0 Muda 1 Laki-laki 0 SD 0 Buruk 0 Buruk 1 Baik

Keterangan:

Umur: Jenis Kelamin

21-30 = 0 Laki-laki = 1

31- 40 = 1 Perempuan = 0

Status Pendidikan: Pengetahuan:

SD = Rendah 1 = Baik

SMP - SMA = Cukup 0 = Buruk

(10)

97

Frequency Table

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(11)

Observasi Pencahayaan

Frequency Percent Valid Percent

Frequency Percent Valid Percent

Frequency Percent Valid Percent

Frequency Percent Valid Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

0 14 46,7 46,7 46,7

1 16 53,3 53,3 100,0

(12)

99

Pertanyaan pengetahuan 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

0 5 16,7 16,7 16,7

(13)

Pertanyaan pengetahuan 8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 30 100,0 100,0 100,0

Pertanyaan Sikap 1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

0 20 66,7 66,7 66,7

1 10 33,3 33,3 100,0

(14)

101

Pertanyaan Sikap 4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

0 7 23,3 23,3 23,3

1 23 76,7 76,7 100,0

(15)

Pertanyaan Tindakan 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

0 5 16,7 16,7 16,7

1 25 83,3 83,3 100,0

(16)

103

Crosstabs

Umur Responden * Kejadian ISPA

Crosstab

Continuity Correctionb ,102 1 ,749 Likelihood Ratio ,476 1 ,490

Fisher's Exact Test ,713 ,374

Linear-by-Linear Association ,459 1 ,498

N of Valid Cases 30

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,07.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,125 ,491

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(17)

Jenis Kelamin * Kejadian ISPA

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,53.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,201 ,261

(18)

105

Status Pendidikan * Kejadian ISPA

status pendidikan * Kejadian ISPA Crosstabulation

Kejadian ISPA Total

Continuity Correctionb ,452 1 ,501

Likelihood Ratio 1,098 1 ,295

Fisher's Exact Test ,457 ,251

Linear-by-Linear Association 1,057 1 ,304

N of Valid Cases 30

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,60.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,188 ,296

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(19)

Observasi Ventilasi * Kejadian ISPA

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,07.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,142 ,431

(20)

107

Observasi Pencahayaan * Kejadian ISPA

Crosstab

Continuity Correctionb ,134 1 ,714

Likelihood Ratio ,537 1 ,464

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,132 ,464

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(21)

Observasi Jenis Dinding * Kejadian ISPA

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,60.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,082 ,654

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(22)

109

Observasi Kelembaban * Kejadian ISPA

Crosstab

Continuity Correctionb ,000 1 1,000 Likelihood Ratio ,117 1 ,732

Fisher's Exact Test 1,000 ,509

Linear-by-Linear

Association ,113 1 ,736

N of Valid Cases 30

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,53.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,062 ,732

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(23)

Observasi Kepadatan Hunian * Kejadian ISPA Crosstabulation

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,30.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,377 ,026

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(24)

111

Kategori pengetahuan * Kejadian ISPA

Crosstab

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,20.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,116 ,523

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(25)

Kategori Sikap * Kejadian ISPA

Continuity Correctionb 2,272 1 ,132 Likelihood Ratio 5,863 1 ,015

Fisher's Exact Test ,071 ,057

Linear-by-Linear

Association 3,783 1 ,052

N of Valid Cases 30

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,10.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,340 ,048

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(26)

113

Kategori Tindakan * Kejadian ISPA Crosstabulation

Kejadian ISPA Total

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig. Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,420 ,011

N of Valid Cases 30

a. Not assuming the null hypothesis.

(27)

Lampiran 5

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar lampiran 1: Tampak rumah dengan konstruksi dinding terbuat dari

(28)

115

Gambar lampiran 3 : tampak rumah sehat yang memenuhi syarat kesehatan

Gambar lampiran 4 : tampak rumah dengan konstruksi dinding yang tidak

(29)
(30)

117

Gambar lampiran 7 : konstruksi dinding rumah yang permanen

(31)
(32)
(33)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, UF,. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Universitas Indonesia, Jakarta.

Azwar, A,. 2002. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan

Masyarakat, Binarupa Aksara, Jakarta.

Chandra, Budiman,. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2004. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi

Saluran Pernapasan Akut. Ditjen PPM dan PLP, http:/www.depkes.go.id. Diakses tanggal 7 Februari 2015.

Depkes RI, 2001, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, Jakarta. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, Jakarta. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2009,

Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita dalam Pelita VI, Jakarta.

Entjang, I, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Evy R, 2008, Jumlah Perokok Pemula Meningkat, http://nasional.

kompas.com/read/2008/06/07/17531289/Jumlah.Perokok.Pemula. Meningkat, (diakses 2 Maret 2011).

Juli, S, 2002, Epidemiologi Lingkungan, Yogjakarta : Gajah Mada University Press.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 Tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan, Semarang.

Lameshow, S, Hosmer, DW, Janelle & Lwanga, SK 1997. Besar Sample dalam

Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Mark, E, 2009, Essentials of Health Behavior : Social and Behavioral Theory

(34)

86

Mukono, HJ, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Air langga University Press. Surabaya

Notoatmodjo, Soekidjo,. 2005. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta

Notoatmodjo, S. 2003, IlmuKesehatanMasyarakat, PT. Rineka Cipta. Jakarta. Permenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999, Tentang Persyaratan Kesehatan

Perumahan.

Prasetya, BY, 2005. Mendesain Rumah Tropis. PT. Trubus Agriwidya, Semarang.

Retno, W, dkk, 2004, Survei Cepat Gambaran Kondisi Fisik Rumah

Kaitannya dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen 2 Kabupaten Kebumen, Vol.III/No.02/Oktober 2004, hal,33

Riskesdas, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2013. Medan

Sastra, SM & Marlina, E,. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan,

ANDI, Yogyakarta.

Soematri, Irman,. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta

Sopiyudin, D. 2008, Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, Arkanas, Jakarta.

Sudigdo, S. 2013, Dasar-Dasar Mtodologi Penelitian Klinis, Edisi Ke Empat, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Sugiarto, 2003, Teknik Sampling, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suryanto, 2003. Hubungan Sanitasi Rumah dan Faktor Intern Anak Balita

dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita. Skripsi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya

Wardhana, Wisnu Arya,. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit : C.V Andi Offset. Yogyakarta

WHO, 2008. Infection prevention and control of epidemic and pandemic

prone acute respiratory diseases in health care, http://www.who.int,

(35)

WHO, 2006, Pneumonia The Forgotten Killer of Children.

http://whqlibdoc.who.int/publications/2006/9280640489_eng.pdf, (diakses 20 Oktober 2011).

Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan dengan cara mengamati paparan dan penyakit serentak pada individu- individu dari populasi tunggal, pada satu saat. Desain ini efisien untuk menjelaskan distribusi penyakit dihubungakan dengan distribusi sejumlah karakteristik populasi. Dalam rancangan ini, peneliti memotret frekuensi dan karakter penyakit, serta paparan faktor penelitian pada populasi dan pada satu saat tertentu. Penelitian ini untuk mencari estimasi besarnya prevalensi ISPA pada keluarga dan mencari hubungan antara variabel kondisi fisik lingkungan rumah dan karakteristik kepala keluarga serta perilaku penghuni dengan kejadian ISPA.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar 1 Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

3.2.2 Waktu Penelitian

(37)

3.4 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang merupakan warga Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau yang tercatat datang berobat pada bulan Oktober Tahun 2015 sebanyak 43 orang.

3.4.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian kepala keluarga yang merupakan warga Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I yang tercatat datang di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar 1 Kecamatan Bagan Sinembah sebanyak 30 orang.

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus Lameshow sebagai berikut:

Rumus:

Z²1-α/2 = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki P = Estimasi proporsi populasi

(38)

39

Dengan menggunakan rumus tersebut jumlah sampel yang akan diteliti adalah 30, maka dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 30 orang kepala keluarga yang tersebar di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

3.4.3 Pengambilan Sampel

3.3.3.1 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel menggunakan metode secara acak sederhana (sistem random sampling) dengan desain studi cross sectional, kemudian melihat paparan

(39)

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil melalui peninjauan langsung ke lokasi penelitian dengan melakukan pengukuran, dan wawancara dimana peneliti melakukan tanya jawab dengan responden menggunakan kuesioner, dan melakukan observasi terhadap perilaku penghuni di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kecamatan Bagan Sinembah Tahun 2015.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data Puskesmas Pembantu di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Kecamatan Bagan Sinembah Tahun 2015.

3.6 Defenisi Operasional

1. ISPA adalah Penyakit infeksi saluran pernapasan yang bersifat akut dengan adanya batuk, pilek, serak, demam baik disertai maupun tidak disertai napas cepat atau sesak napas dari data rekam medis yang telah di diagnosa oleh dokter di Puskesmas Pembantu.

(40)

41

- Tidak Memenuhi syarat kesehatan bila tidak ada atau < 10% luas lantai.

3. Kelembaban adalah kadar uap air dalam kamar dinyatakan dalam persen (%). Dinilai dari besar kelembaban optimum didalam rumah sesuai dengan ketetapan depkes yaitu 40%-70%.

- memenuhi syarat kesehatan bila 40%-70%

- Tidak memenuhi syarat kesehatan bila < 40% atau > 70%.

4 Konstruksi dinding rumah adalah jenis dinding rumah tempat tinggal anggota keluarga. Permanen bila terbuat dari tembok/ beton diplester, semi permanen bila dari tembok/ beton tidak diplester, dibuat dari ½ kayu/bamboo/triplek dan ½ tembok, tidak permanen bila dibuat dari bamboo/kayu/triplek.

Pengukuran dinyatakan : - memenuhi syarat kesehatan bila permanen - Tidak memenuhi syarat kesehatan bila semi/

tidak permanen.

5. Kepadatan hunian rumah adalah tingkat kepadatan penghuni dalam rumah dinilai dari rasio luas lantai dengan jumlah penghuni tetap yang tinggal bersama.

- Padat bila rasio <8m²/ orang dari luas lantai rumah. - Tidak padat bila rasio ≥ 8m²/ orang dari luas lantai rumah.

(41)

7. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden sesuai yang tercatat di kartu tanda penduduk responden.

8. Status pendidikan adalah ijazah pendidikan terakhir yang diperoleh oleh pekerja dalam riwayat pendidikan.

9. Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam hal pemahamannya tentang penyakit ISPA.

10. Sikap adalah tanggapan responden terhadap penyakit ISPA yang dihubungkan dengan karakteristik dan perilaku responden.

11. Tindakan adalah Suatu bentuk perbuatan atau aktivitas nyata dari responden tentang penyakit ISPA.

12. Membuka Jendela di Pagi Hari adalah ada atau tidaknya kebiasaan anggota keluarga untuk membuka jendela di pagi hari.

- Tidak memenuhi syarat bila anggota keluarga tidak Membuka Jendela di Pagi Hari

- Memenuhi syarat bila anggota keluarga Membuka Jendela di Pagi Hari.

13. Merokok dalam rumah adalah Kebiasaan anggota keluarga yang merokok didalam rumah.

- Tidak memenuhi syarat bila anggota keluarga merokok didalam rumah.

(42)

43

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk memperoleh data yang kemudian diolah dan dianalisis. Berdasarkan kerangka konsep dan dari table penelitian, kemudian disusun instrumen untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner dan pengukuran. 3.6.1 Kuesioner

Pentingnya kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah untuk memperoleh suatu data yang sesuai dengan tujuan penelitian tersebut. Oleh karena itu, isi dari kuesioner adalah sesuai dengan hipotesis penelitian tersebut.

3.6.3 Pengukuran

a. Pengukuran Luas Ventilasi Kamar

Kriteria luas ventilasi yang memenuhi syarat apabila luas ventilasi lebih dari atau sama dengan 10% luas lantai dan tidak memenuhi syarat apabila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai. Alat yang digunakan untuk pengukuran luas ventilasi adalah rollmeter (Gambar 3.3).

(43)

b. Pengukuran Pencahayaan Alami Kamar

Kriteria pencahayaan alami yang memenuhi syarat adalah apabila lebih dari atau sama dengan 60 lux dan tidak menyilaukan mata, sedangkan tidak memenuhi syarat apabila kurang dari 60 lux. Alat yang digunakan untuk pengukuran pencahayaan alami adalah luxmeter (Gambar 3.4).

Cara penggunaannya yaitu:

1. Geser tombol “Off/On” kearah On.

2. Pilih kisaran Range yang akan diukur ( 2.000 lux, 20.000 lux atau 50.000 lux)

pada tombol Range.

3. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah

(44)

45

C. Pengukuran Kelembaban Udara Kamar

Kriteria memenuhi syarat apabila kurang dari 40%. Alat yang digunakan untuk pengukuran kelembaban udara adalah Hygrometer (kelembaban udara yang memenuhi syarat apabila berkisar antara 40%- 70% dan tidak Gambar 3.5).

Cara penggunaannya yaitu:

1. Ditentukan titik pengukuran kelembaban.

2. Hygrometer diletakkan di tempat yang telah ditentukan . 3. Selama pengukuran alat didiamkan tiga menit.

4. Hasil pengukuran dibaca setelah jarum hygrometer stabil atau konstan. d. Pengukuran Kepadatan Hunian Kamar

Kepadatan hunian kamar diukur dengan membagi antara luas kamar dengan jumlah anggota keluarga yang menghuni kamar. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 kriteria kepadatan hunian kamar yaitu memenuhi syarat apabila terdapat ≤2 orang per 8m2 kecuali anak di

(45)

3.7 Aspek Pengukuran

Adapun skala pengukuran variabel penelitian terhadap pengetahuan, dan sikap penghuni tentang ISPA yang diukur melalui pernyataan yang terdapat dalam lembar kuesioner.

3.7.1 Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan. Bila responden dapat menjawab dengan benar diberi nilai 1, tetapi jika salah diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu :

a. Baik, apabila nilai yang diperoleh > 60% yaitu dengan total skor > 6 b. Buruk, apabila nilai yang diperoleh < 60% yaitu dengan total skor < 6

3.7.2 Sikap

Sikap responden diukur melalui 8 pertanyaan. Bila responden dapat menjawab dengan benar diberi nilai 1, tetapi jika salah diberi nilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu :

a. Baik, apabila nilai yang diperoleh > 60% yaitu dengan total skor > 5 c. Buruk, apabila nilai yang diperoleh < 60% yaitu dengan total skor < 5

3.7.3 Tindakan

(46)

47

3.8 Kondisi Fisik Rumah

1. Ventilasi

Cara pengukurannya berdasarkan alat ukur Roll meter yang dilakukan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

- Tidak Memenuhi syarat apabila ventilasi <10% dari luas lantai = 0 - Memenuhi syarat apabila ventilasi >10% dari luas lantai = 1

2. Pencahayaan Alami

Cara pengukurannya berdasarkan alat ukur Luxmeter yang digunakan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

- Memenuhi syarat apabila pencahayaan alami 60-120 Lux = 1

- Tidak memenuhi syarat apabila pencahayaan alami ≤20 dan ≥120 Lux = 0

3. Dinding

Cara pengukurannya berdasarkan pengamatan/observasi yang digunakan oleh peneliti. Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala ordinal yang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

- Memenuhi syarat apabila dinding kedap air dan mudah dibersihkan (tembok dan batu) = 1

- Tidak memenuhi syarat apabila dinding terbuat dari kayu, papan, bambu dan tidak kedap air = 0

4. Kepadatan Hunian

(47)

5. Kelembaban

- Memenuhi syarat apabila kelembaban 40-70% = 1

- Tidak memenuhi syarat apabila kelembaban <40% dan >70% = 0

3.9 Teknik Perolehan Data

Teknik perolehan data dilakukan sesuai dengan instrumen penelitian yang digunakan. Instrumen yang dipakai untuk pengumpulan data adalah berupa pengamatan/observasi (dinding) dan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang pengetahuan, sikap, lembar observasi tentang membuka jendela rumah dan merokok di dalam rumah serta cara pengukuran kondisi fisik rumah seperti ventilasi, pencahayaan, kelembaban, dan kepadatan Hunian.

3.9.1 Pengukuran Langsung

Pengukuran langsung meliputi pengukuran luas ventilasi kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, dan kepadatan hunian kamar.

3.9.2 Observasi

(48)

49

3.10 Pelaksanaan Perolehan Data

Langkah pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap yaitu: 3.10.1 Tahap Pra-perolehan Data

Tahap pra-perolehan adalah kegiatan sebelum dilakukan penelitian. Adapun langkah pada tahap pra-perolehan data yaitu:

1. Koordinasi dengan Kepala Puskesmas tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian.

2. Koordinasi dengan Kepala Kelurahan tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian.

3. Penentuan responden berdasarkan kriteria yang ditetapkan. 4. Persiapan kuesioner penelitian.

5. Persiapan lembar hasil pengukuran. 3.10.2 Tahap Perolehan Data

Tahap perolehan data adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan perolehan data. Adapun langkah pada tahap perolehan data yaitu:

1. Persiapan alat pengukur luas ventilasi kamar (rollmeter), alat pengukur pencahayaan alami kamar (luxmeter), dan alat pengukur kelembaban udara kamar (hygrometer) yang sudah dikalibrasi.

2. Persiapan responden berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. 3. Pengarahan pada responden tentang prosedur penelitian.

(49)

7. Pengukuran kepadatan hunian kamar dengan menggunakan rollmeter. 8. Pencatatan hasil pengukuran pada lembar hasil pengukuran.

9. Pengisian kuesioner oleh responden. 3.10.3 Tahap Pasca-perolehan Data

1. Pencatatan hasil perolehan data 2. Pengolahan dan analisis data.

3.11 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis agar memberikan arti yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini. 3.11.1 Pengolahan Data

Menurut Muchamad Fauzi (2009) data yang diperoleh di lapangan diolah menggunakan komputer yang dilakukan melalui proses dengan tahapan sebagai berikut:

A. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan,

karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan yang terdapat pada pencatatan yang ada di lapangan dan bersifat koreksi (Muchamad Fauzi, 2009).

(50)

51

C.Tabulasi

Pada tahap ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan khususnya dalam tabulasi silang. Tabel tabulasi dapat berbentuk table pemindahan, tabel biasa, dan tabel analisis (Muchamad Fauzi, 2009).

D. Entry

yaitu pemindahan data kedalam komputer untuk diolah dengan computer. Pengolahan data menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS).

3.11.2 Analisa Data

Analisis Data Dalam Penelitian Ini Yaitu : a. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yang menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak untuk dilakukan analisa dengan melihat gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data sudah optimal.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat yaitu Analisis data dilakukan dengan uji statistic menggunakan chi-square, untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Apabila p

(51)

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Secara geografis letak Kecamatan Bagan Sinembah terletak pada bagian utara Kabupaten Rokan Hilir. Luas wilayah Kecamatan Bagan Sinembah adalah 66,95 km2. Berdasarkan luas desa di Kecamatan Bagan Sinembah, luas desa terbesar adalah Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Pasar I dengan luas 12,06 km2 dari total luas Kecamatan Bagan Sinembah dan luas desa terkecil adalah Desa Dusun Bangun Pintar dengan luas 1,68 km2.

Kecamatan Bagan Sinembah mempunyai batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Sei Meranti.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sei Merah 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sei Ompong 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bagan Sari

Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Pasar I adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir. Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Pasar I mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Desa Pintar 2. Sebelah Selatan : Desa Bakti

(52)

53

4.1.2 Gambaran Demografi

Jumlah penduduk Kecamatan Bagan Sinembah berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2014 sebanyak 41.851 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 21.078 jiwa (50,37%) dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 20.773 jiwa (49,63%).

Dengan luas wilayah 66,95 km2, maka rata-rata kepadatan penduduk Kecamatan Bagan Sinembah mencapai 625 jiwa/km2. Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Pasar I adalah desa yang mempunyai kepadatan penduduk terbesar yaitu 1.991 jiwa/km2, dengan jumlah penduduk 2.512 jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki 1.802 jiwa dan perempuan 1.710 jiwa. Berdasarkan jumlah Kepala Keluarga desa ini dihuni oleh 113 KK. Mayoritas penduduk Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Pasar I memiliki suku bangsa jawa dan melayu dengan jumlah masing-masing 1.052 dan 437. Perkiraan jumlah penduduk menurut umur di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Pasar I pada usia 0-9 tahun yaitu 894, usia 10-19 tahun yaitu 736, usia 20-29 tahun yaitu 505, usia 30-39 tahun yaitu 532, usia 40-49 tahun yaitu 371, usia 50-59 tahun yaitu 302, usia 60-65+ tahun yaitu 185.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk distribusi frekuensi dari variabel atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.

4.2.1 Distribusi Karakteristik Responden

(53)

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Status Pendidikan di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Pasar I Tahun 2015

No Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

1. Umur

a. 21-30 tahun 13 43,3

b. 31-40 tahun 17 56,7

Total 30 100

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki 14 46,7

b. Perempuan 16 53,3

Total 30 100

3. Pendidikan

a. Rendah (Tidak sekolah, SD) 12 40,0

b. Cukup (SMP, SMA) 18 60,0

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa dari 30 orang responden, sebagian besar responden berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 56,7%, berdasarkan jenis kelamin, responden berjenis kelamin Perempuan yaitu sebanyak 53,3%, dan memiliki pendidikan yang cukup (SMP,SMA) sebanyak 60,0%.

4.2.2 Distribusi Kondisi Fisik Rumah

(54)

55

Tabel 4.2. Distribusi Komponen Rumah dengan kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

No. Komponen Rumah MS TMS Total ventilasi <10% yaitu sebanyak 56,7%, memiliki rumah dengan kelembaban 40%-70% yaitu sebanyak 53,3%. Adapun pencahayaan di desa tersebut rata-rata rumah memiliki pencahayaan 60%-120% yaitu sebanyak 50,00%.

Selain itu sebagian besar rumah didesa tersebut memiliki konstruksi dinding yang kedap air yaitu sebanyak 60,0%, dan memiliki kepadatan hunian rumah yang padat yaitu sebanyak 63,3%.

(55)

4.4 Distribusi Perilaku Penghuni Rumah

4.4.1 Distribusi Pengetahuan Kepala Keluarga Berdasarkan Kejadian ISPA di Desa Bangun Jadi Tahun 2015

Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang kondisi fisik rumah yang sehat di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

Pengetahuan Responden

Skor

Ya Tidak

n % n %

Menurut Saudara/I bagaimana rumah yang memenuhi syarat kesehatan yang tidak padat huniannya ?

a. Meliputi luas untuk ruang tidur, untuk dinding, lantai, untuk ruang di dalam rumah, untuk ruang dapur, dan luasnya > 8m² untuk 1 sampai 2 penghuni.

b. Rumah yang bersih, dan luas

16 53,3 14 46,7

Menurut bapak/ibu, berapakah ukuran luas rumah untuk 1sampai 2 penghuni?

a. > 8 meter b. 8 meter

16 53,3 14 46,7 Menurut Saudara/i, berapakah ukuran luas ventilasi

yang sesuai dalam kriteria rumah sehat?

a. Ukuran luas ventilasi >10% dari luas lantai b. Harus dilengkapi sarana ventilasi untuk

pengaturan sirkulasi udara

15 50 15 50

Menurut bapak/ibu, dinding yang bagaimana yang terdapat pada rumah sehat ?

a. Setengah bata,setengah tembok yang tidak diplester/papan/tidak kedap air, terbuat dari anyaman bambu

b. Permanen (tembok yang diplester, batu)

7 23,3 23 76,7

Menurut bapak/ibu apakah dengan melarang anggota keluarga merokok didalam rumah merupakan salah satu cara pencegahan ISPA?

a. Ya (2) b. Tidak (0)

(56)

57

Skor

Pengetahuan Responden Ya Tidak

n % n %

Menurut yang saudara/i ketahui, bila ada anggota keluarga yang merokok dimana sebaiknya anggota keluarga merokok?

a. Didalam rumah

b. Diluar rumah 25 83,3 5 16,7

Menurut Saudara/I, apakah dampaknya apabila dalam rumah tidak mendapat cahaya matahari ?

a. Ruangan menjadi gelap dan Menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit

b. Tidak ada dampaknya

14 46,7 16 53,3

Menurut Saudara/i, apa dampak bahaya merokok bagi kesehatan ?

a. Dapat menyebabkan gangguan kehamilan dan janin, jantung, kanker, serta kematian b. Batuk- batuk

15 50 15 50

Menurut bapak/ibu, apakah dampaknya bila jumlah penghuni tidak sesuai dengan luas ruangan tempat tidur ?

a. Kurangnya oksigen didalam ruangan, ruangan menjadi sempit

b. Tidak ada menimbulkan bahaya

0 0,0 30 100

Berdasarkan Tabel 4.4 lebih banyak responden menjawab bahwa rumah yang memenuhi syarat kesehatan yang tidak padat huniannya adalah Meliputi luas untuk ruang tidur, untuk dinding, lantai, untuk ruang di dalam rumah, untuk ruang dapur, dan luasnya > 8m² untuk 1 sampai 2 penghuni yaitu sebanyak 16 kepala keluarga (53,3%). Pada pertanyaan selanjutnya sebanyak 16 kepala keluarga (53,3%) mengetahui bahwa ukuran luas rumah untuk 1sampai 2 orang /kamar adalah 8m².

(57)

Jadi sebanyak 23 kepala keluarga (76,7%), tidak mengerti dan tidak tahu bahwa dinding yang terdapat pada rumah sehat ialah permanen(tembok yang diplester batu). Kepala keluarga yang menyatakan dengan melarang anggota keluarga merokok didalam rumah bukan merupakan salah satu cara pencegahan ISPA yaitu sebanyak 16 kepala keluarga (53,3%) yang menjawab pernyataan tersebut. Kebanyakan kepala keluarga yaitu 17 kepala keluarga (56,7%) menyatakan bahwa pencahayaan yang terdapat pada rumah sehat ialah Terang,dan tidak silau sehingga dapat digunakan untuk membaca.

Sebanyak 25 kepala keluarga (83,3%) menyatakan bahwa bila ada anggota keluarga yang merokok sebaiknya anggota keluarga merokok diluar rumah. Sebanyak 16 kepala keluarga (53,3%) sudah mengetahui dampak apabila dalam rumah tidak mendapat cahaya matahari maka Ruangan menjadi gelap dan Menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit

(58)

59

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan kategori Pengetahuan Responden

Tingkat Pengetahuan Jumlah %

Buruk 10 33,3

Baik 20 66,7

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang hubungan kondisi fisik rumah dan karakteristik kepala keluarga serta perilaku penghuni dengan kejadian ISPA berada pada kategori baik yaitu sebanyak 20 kepala keluarga (66,7%). Semakin lama seseorang mengetahui tentang kondisi fisik rumah yang sehat maka akan semakin meningkatkan pengetahuan seseorang tentang rumah yang sehat ataupun prilaku penghuni nya. Sehingga kebersihan rumah dan kebersihan diri sendiri pun akan makin membaik dan semakin banyak pula penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan akibat kondisi fisik rumah yang tidak sehat dapat dicegah.

4.5 Sikap Kepala Keluarga

(59)

Tabel 4.6. Distribusi Kepala Keluarga Berdasarkan Sikap tentang Kondisi adalah rumah yang tidak padat huni.

11 36,7 19 63,3 30 100 Apakah bapak/ ibu setuju ukuran luas rumah >

8m² dihuni oleh 1 sampai 2 orang/kamar

14 46,7 16 53,3 30 100 Apakah bapak/ ibu setuju ventilasi yang sesuai

dalam kriteria rumah sehat tidak harus memiliki sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

10 33,3 20 66,7 30 100

Apakah bapak/ ibu setuju Terlalu banyak jumlah penghuni dalam ruangan sempit tidak menyebabkan kurangnya jumlah oksigen dalam ruangan.

9 30 21 70 30 100

Apakah Bapak setuju Ruangan di dalam rumah tidak harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, kamar mandi dan ruang bermain anak.

13 43,3 17 56,7 30 100 rumah merupakan salah satu cara supaya udara di dalam rumah tetap sehat.

21 70 9 30 30 100

Apakah Bapak setuju Merokok dapat membahayakan bagi kesehatan serta mengakibatkan kematian.

7 23,3 23 76,7 30 100

(60)

61

(33,3%). Kemudian sebanyak 21 kepala keluarga (70%) tidak setuju bahwa Terlalu banyak jumlah penghuni dalam ruangan sempit tidak menyebabkan kurangnya jumlah oksigen dalam ruangan dan masih ada kepala keluarga sebanyak 9 kepala keluarga (30%) yang setuju dengan pernyataan tersebut. Sebagian besar kepala keluarga sebanyak 17 kepala keluarga (56,7%) tidak setuju bahwa Ruangan di dalam rumah tidak harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, kamar mandi dan ruang bermain anak, tetapi masih ada kepala keluarga yang setuju sebanyak 13 kepala keluarga (43,3%).

Sebanyak 20 kepala keluarga (66,7%) tidak setuju jika gejala- gejala batuk, pilek yang kadang disertai demam, sesak napas, selama kurang lebih 14 hari merupakan gejala penyakit ISPA, kemudian 10 kepala keluarga menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut. Sebanyak 21 kepala keluarga (70,0%) setuju bahwa merokok di dalam rumah merupakan salah satu cara supaya udara di dalam rumah tetap sehat, tetapi masih ada 9 kepala keluarga (30%) yang setuju dengan pernyataan tersebut.

Sebagian besar kepala keluarga yaitu 23 kepala keluarga (76,7%) menyatakan tidak setuju jika Merokok dapat membahayakan bagi kesehatan serta mengakibatkan kematian., dan masih ada kepala keluarga yang setuju yaitu sebanyak 7 kepala keluarga (23,3%).

(61)

kategori yaitu baik, dan buruk Tingkat sikap kepala keluarga tentang kondisi fisik rumah terhadap kejadian ISPA dapat dilihat pada tabel 4.7. berikut ini:

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan kategori Sikap Responden

Tingkat Sikap Jumlah %

Buruk 23 76,7

Baik 7 23,3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh bahwa sebagian besar sikap kepala keluarga tentang kondisi fisik rumah terhadap kejadian ISPA berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 23 kepala keluarga (76,7%).

4.6 Tindakan

Tabel 4.8. Distribusi hasil observasi Responden Berdasarkan tindakan Tentang Perilaku Penghuni Rumah dengan kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

Pertanyaan Baik Buruk Total

setiap harinya bapak/ anggota keluarga selalu merokok?

22 73,3 8 26,7 30 100,0

Jika bapak mengalami keluhan pernafasan selalu pergi berobat?

25 83,3 5 16,7 30 100,0

(62)

63

bapak / Ibu tidak membuka jendela rumah di pagi/ siang hari. Lalu sebanyak 17 kepala keluarga (56,7%) tidak mau jika setiap hari harus membuka jendela kamar tidur tetapi masih ada kepala keluarga sekitar 13 kepala keluarga (43,3%) setiap hari nya mau membuka jendela kamar tidur. Kemudian sebanyak 24 kepala keluarga (80%) umumnya mempunyai kebiasaan merokok dan masih ada kepala keluarga sebanyak 6 kepala keluarga (20%) yang tidak mempunyai kebiasaan merokok Sebagian besar kepala keluarga sebanyak 23 kepala keluarga (73,3%) saat berada di dalam rumah setiap harinya bapak/ anggota keluarga yang lain selalu merokok, tetapi masih ada kepala keluarga yang saat berada di dalam rumah setiap harinya bapak/ anggota keluarga yang lain tidak selalu merokok sebanyak 7 kepala keluarga (26,7%).

Sebanyak 25 kepala keluarga (83,3%) apabila mengalami keluhan pernafasan selalu pergi berobat kemudian 5 kepala keluarga (16,7%) apabila mengalami keluhan pernafasan tidak selalu pergi berobat Berdasarkan perhitungan jumlah skor yang didapat dari pernyataan kepala keluarga pada pengukuran tindakan maka tingkat tindakan kepala keluarga tentang kondisi fisik rumah terhadap kejadian ISPA selanjutnya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu baik, dan buruk Tingkat sikap kepala keluarga tentang kondisi fisik rumah terhadap kejadian ISPA dapat dilihat pada tabel 4.9. berikut ini:

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan kategori Tindakan Responden

Tingkat Tindakan Jumlah %

Buruk 20 66,7

Baik 10 33,3

(63)

Berdasarkan tabel 4.9 diperoleh bahwa sebagian besar tindakan kepala keluarga tentang kondisi fisik rumah terhadap kejadian ISPA berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 20 kepala keluarga (66,7%).

4.7 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variable independen terhadap variabel dependen. Uji statistik yang dilakukan pada analisis bivariat ini adalah uji chi-square dengan derajat kepercayaan 95% ( = 0,05).

4.7.1 Analisis Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

Tabel 4.10 Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

Karakteristik

(64)

65

Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 64,3% dan tidak terkena ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,261 (p> 0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015. Sedangkan dari status pendidikan lebih banyak responden berpendidikan cukup yaitu sebanyak 61,1% tidak terkena ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,296 (p> 0,05), artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara Status Pendidikan Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

4.7.2 Analisis Hubungan Komponen Rumah Terhadap Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

Berdasarkan hasil analisis hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I dapat dilihat pada Tabel 4.11 dibawah ini.

Tabel 4.11. Hubungan Komponen Rumah Terhadap Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

(65)

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas menjelaskan bahwa sebagian besar rumah memiliki ventilasi yang berukuran >10% dan tidak terkena ISPA yaitu sebanyak 61,5% dibandingkan yang terkena ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,431 p> 0,05), artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara Ventilasi Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

Lebih banyak rumah yang memiliki pencahayaan berukuran <60% tidak terkena ISPA yaitu sebanyak 60,0% dibandingkan rumah yang terkena ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,464 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara Pencahayaan Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

Sebagian besar rumah responden memiliki Konstruksi Dinding rumah yang kedap air dan tidak terkena ISPA yaitu sebanyak 58,3%, tetapi terdapat juga rumah dengan konstruksi dinding tidak kedap air terkena ISPA, yaitu sebanyak 50,0%. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,654 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara Konstruksi Dinding Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

(66)

67

Selain itu sebagian besar rumah memiliki kepadatan hunian rumah yang padat dan terkena ISPA yaitu sebanyak 84,2%. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,026 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan

antara Kepadatan Hunian Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

4.7.3 Analisis Hubungan Perilaku Responden Terhadap Kejadian ISPA

4.7.3.1 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Perilaku dalam bentuk pengetahuan diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu baik (skor >6), buruk ( skor <6).

Tabel 4.12. Hubungan Pengetahuan Responden Terhadap Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

Pengetahuan

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas menjelaskan lebih banyak responden memiliki pengetahuan yang baik dan terkena ISPA yaitu sebanyak 75,0%. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,523 (p> 0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Responden Terhadap Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

4.7.3.2 Perilaku dalam Bentuk Sikap

(67)

Tabel 4.13. Hubungan Sikap Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

Sikap

Berdasarkan Tabel 4.13 di atas menjelaskan bahwa umumnya responden memiliki sikap yang baik yaitu sebanyak 100,0% tetapi terkena penyakit ISPA, namun lebih banyak juga responden yang memiliki sikap yang buruk dan terkena penyakit ISPA sebanyak 60,9%. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,048 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap Responden Terhadap Kejadian ISPA di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

4.7.4 Analisis Hubungan Tindakan Terhadap Kejadian ISPA

Tabel 4.14. Hubungan tindakan Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015

(68)

69

(69)

5.1 Karakteristik Responden

5.1.1 Umur

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan signifikan antara umur dengan kejadian ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,491 (p> 0,05), artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara umur Terhadap Kejadian ISPA. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa lebih banyak responden berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 58,8%. Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada usia bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi yaitu pada umur 31-40 tahun, yang artinya dianggap sudah mengerti akan kesehatan lingkungan dan mengetahui arti tentang pentingnya rumah sehat sehingga ingin menjaga kebersihan sarana dan prasarana dirumah termasuk kebersihan dan kesehatan diri.

(70)

71

5.1.2 Jenis Kelamin

Hasil penelitian menjelaskan bahwa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,261 (p> 0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

Dalam pedoman program pemberantasan penyakit ISPA, anak jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan ( Depkes RI, 2002).

5.1.3 Status Pendidikan

Hasil penelitian menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Status Pendidikan dengan Kejadian ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,296 (p> 0,05), artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara Status Pendidikan Terhadap Kejadian ISPA Di Desa Jadi Makmur Dusun Pasar I Tahun 2015.

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat ia hidup.

Dalam Juli Soemirat Slamet (2002), menyatakan bahwa kualitas pendidikan berbanding lurus dengan pencegahan penyakit. Demikian juga dengan pendapatan,kesehatan lingkungan, dan informasi yang dapat diperoleh tentang kesehatan.

(71)

terlambat membawa anak mereka yang sakit ke tenaga kesehatan atau tempat pelayanan kesehatan. Mereka beranggapan bahwa anak mereka hanya menderita batuk-batuk biasa, yang sebenarnya merupakan tanda awal ISPA.

5.2 Kondisi Fisik Rumah

5.2.1 Ventilasi

Berdasarkah hasil penelitian menunjukkan uji Chi Square tidak terdapat hubungan signifikan antara ventilasi dengan kejadian ISPA dengan nilai p = 0,431 bahwa jumlah ventilasi yang ada pada rumah responden yang terkena ISPA yang terbanyak adalah memenuhi syarat.

Ventilasi rumah berfungsi untuk menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, ventilasi yang baik adalah dengan luas minimal 10% dari luas lantai.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA, hal ini disebabkan karena sebagian rumah responden memiliki jendela dan pintu di depan rumah sehingga ventilasi yang berfungsi sebagai pertukaran udara dalam rumah menjadi lancar.

(72)

73

Tidak tersedianya ventilasi yang baik pada suatu ruangan akan membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan pencemaran oleh bakteri ataupun pelbagai zat kimia. Adanya bakteri di udara umumnya disebabkan debu, uap air dan sebagainya yang akan menyebakan penyakit pernapasan (Prasetya, 2005).

Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan udara tidak nyaman (kepengapan, bronchitis, asma kambuh, masuk angin) dan udara kotor (penularan penyakit saluran pernafasan), dan ventilasi yang baik harus memenuhi persyaratan agar udara yang masuk tidak terlalu deras atau terlalu sedikit, luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai.

Menurut Retno (2004), luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat rumah sehat yaitu < 10% luas lantai dapat menyebabkan suplai udara segar yang masuk ke dalam rumah tidak tercukupi dan pengeluaran udara kotor ke luar rumah juga tidak maksimal. Dengan demikian dapat menyebabkan kualitas udara dalam rumah menjadi buruk.

(73)

5.2.2 Kelembaban

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme antara lain bakteri, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara (Achmadi, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat hubungan signifikan antara kelembaban dengan kejadian ISPA dengan nilai p = 0,732, maka dapat dilihat bahwa kelembaban di rumah responden adalah memenuhi syarat. hal tersebut menunjukkan tidak adanya faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kelembaban di rumah responden yang terkena ISPA, misalnya jenis lantai, pencahayaan, ventilasi.

Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Bakteri pneumokokus seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk >80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang esensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri. Selain itu jika udara terlalu banyak mengandung uap air, maka udara basah yang dihirup berlebihan akan mengganggu pula fungsi paru (Azwar, 2002).

(74)

75

itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme.

Kualitas udara yang baik dalam rumah diantaranya harus memenuhi beberapa ketentuan diantaranya kelembaban udara dalam rumah berkisar antara 40-70%, suhu udara yang nyaman berkisar antara 180-300 Celcius, dan pertukaran udara = 5 kk/menit/orang. Kualitas udara yang kurang baik dapat memicu berbagai penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan, termasuk ISPA.

5.2.3 Pencahayaan

Menurut Sastra (2006), cahaya matahari sangat penting bagi kehidupan

manusia, terutama bagi kesehatan. Selain untuk penerangan cahaya matahari juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti ISPA, TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencahayaan rumah responden tergolong baik dimana dari hasil observasi yang dilakukan terhadap pencahayaan rumah responden tersebut sebagian besar sudah memenuhi syarat yaitu sebanyak 15 rumah (50,0%) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 15 rumah (50,0%). Pencahayaan alami yang memenuhi syarat (KepmenKes 1999) pencahayaan alami dianggap baik jika besarnya antara 60-120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux atau lebih dari 120 Lux.

Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,464 (p>

(75)

pencahayaan yang kurang baik mempunyai risiko 3,7 kali terkena ISPA bila dibandingkan dengan rumah yang dimasuki cahaya matahari.

Salah satu penyebab kurangnya pencahayaan alami yang masuk dalam rumah adalah karena daerah pemukimannya termasuk padat penduduk sehingga batas antara rumah yang satu dengan yang lain sangat sempit sehingga memperkecil kemungkinan sinar matahari untuk bisa masuk ke dalam rumah.

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai

daya untuk membunuh bakteri (Azwar, 2007). Hal ini dibuktikan oleh Robert Koch

(1843-1910), dari hasil penelitiannya Robert Koch menyimpulkan sinar matahari

dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit ISPA, dengan mengusahakan

masuknya sinar matahari .

Rumah yang memenuhi syarat kesehatan memerlukan cahaya yang cukup khususnya cahaya alami berupa cahaya matahari (UV). Pencahayaan alami ruangan di rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca.

(76)

77

jendela, pintu ataupun lubang angin) dirumah dengan minimal ukuran 10% dari luas lantai.

5.2.4 Konstruksi Dinding

Dinding adalah pembatas, baik antara ruangan dalam dengan ruang luar ataupun ruang dalam dengan ruang dalam yang lain. Bahan dinding dapat terbuat dari papan, triplek, batu merah, batako, dan lain-lain (Prasetya, 2005).

Dapat diketahui factor resiko lingkungan pada bangunan rumah mempengaruhi kejadian penyakit. Diantara factor resiko tersebut adalah konstruksi dinding dan lantai rumah (Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, 2007).

Hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Konstruksi Dinding Rumah Terhadap Kejadian ISPA . Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,654 (p>0,05).

Selain sebagai penyangga, dinding juga berfungsi melindungi bagian dalam rumah dari gangguan hujan, angin, panas matahari. Dinding rumah yang terbuat dari kayu dengan konstruksi kurang baik akan menimbulkan penyakit dan mudah terbakar.

(77)

sehat dimana dinding rumah sehat harus memiliki ventilasi, kedap air dan mudah dibersihkan.

5.2.5 Kepadatan Hunian

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,026 (p< 0,05), artinya ada hubungan yang signifikan antara umur Terhadap Kejadian ISPA. Kondisi kepadatan hunian akan mempengaruhi terhadap kualitas udara yang ada dalam ruangan. Seperti meningkatnya kadar CO2 dalam ruangan sehingga suplai O2 yang dibutuhkan penghuni dalam rumah jadi berkurang. Kepadatan penghuni juga akan mempengaruhi penularan ISPA melalui udara dengan penghuni rumah yang lain, sehingga resiko untuk tertular penyakit ini semakin besar.

Kepadatan yang berlebihan akan memudahkan penyakit-penyakit seperti tuberkolosis, influnza, dan maningitis ditularkan dari satu orang ke yang lain. Infeksi pernafasan akut oleh karena bakteri dan virus, bersama dengan tuberkulosis, mengakibatkan 5 juta kematian setiap tahun. Tuberkolosis (sebagian besar di paru-paru) menyebabkan lebih dari separuh di antara kematian-kematian ini (Wardhana, 2004).

(78)

79

Hasil penelitian ini sesuai dengan kepadatan penghuni yang ditetapkan oleh Permnkes RI (1999), yaitu luas kamar minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruangan.

5.3 Perilaku Responden

Perilaku responden meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan dalam penggunaan kayu bakar.

5.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khusunya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domainyang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (over behavior).

Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan dengan kejadian ISPA (p value= 0,523). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 responden dengan pengetahuan buruk, terdapat 9 kepala keluarga (64,3%) yang mengalami ISPA dan 5 orang (35,7%) yang tidak mengalami ISPA. Dari 16 responden yang memiliki pengetahuan baik, terdapat 12 orang (75,0%) yang mengalami ISPA dan 4 orang (25,0%) yang tidak mengalami ISPA. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa semakin buruk pengetahuan responden maka semakin tinggi kejadian ISPA dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.

5.3.2 Sikap

(79)

Setelah sesorang mengetahui stimulasi atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulasi atau objek kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan sikap dengan kejadian ISPA (p value=0,048). sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki sikap buruk besar kemungkinan mengalami ISPA dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap baik.

Hasil diatas menunjukkan bahwa dari 23 responden dengan sikap buruk, terdapat 14 orang (60,9%) yang mengalami ISPA dan 9 orang (39,1%) yang tidak mengalami ISPA. Dari 7 responden yang memiliki sikap baik, terdapat 7 orang (100,0%) yang mengalami ISPA. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa semakin buruk sikap responden maka semakin tinggi pula kejadian ISPA terjadi.

5.3.3 Tindakan

Tindakan adalah aturan yang dilakukan, melakukan atau mengadakan aturan-aturan untuk mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengertian yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak.

(80)

81

(81)

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis hubungan kondisi fisik rumah dan karakteristik kepala keluarga serta perilaku responden dengan kejadian ISPA di Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan HilirTahun 2015 dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Terdapat responden yang terkena ISPA yaitu sebanyak 63,3 %, dan tidak terkena ISPAyaitusebanyak36,7 %di KecamatanBagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir.

2. Menurut karakteristik kondisi fisik rumah diketahui bahwa sebanyak 13 rumah responden (43,3%) dengan ventilasi yang memenuhi syarat, 15 rumah responden (50,0%) dengan pencahayaan yang memenuhi syarat, 18 rumah responden (91,5%) dengan jenis dinding yang memenuhi syarat, 16 rumah responden (53,3%) dengan kelembaban yang memenuhi syarat, 19 rumah responden (63,3%) dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat.

3. Menurut karakteristik responden diketahui bahwasebanyak 17 orang responden berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 56,7%, berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar respon dan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 64,3%,dan untuk pendidikan respon adalah cukup (SMP/ SMA) sebanyak 61,1%.

Gambar

Gambar lampiran 1: Tampak rumah dengan konstruksi dinding terbuat dari
Gambar lampiran 4 : tampak rumah dengan konstruksi dinding yang tidak
Gambar lampiran 5 : tampak konstruksi dinding yang non permanen
Gambar lampiran 7 : konstruksi dinding rumah yang permanen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pokja ULP Pengadaan pada Satker Direktorat Advokasi dan KIE akan melaksanakan Pelelangan Sederhana/Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa

Sehubungan dengan Pemilihan LangsungPekerjaan Pengadaan dan instalasi Hydran Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami mengundang saudara untuk mengikuti rapat

•JWM adalah jumlah jam wajib mengajar (24 – 40 jam tatap muka per minggu) bagi guru kelas atau mata pelajaran atau jumlah konseli (150 – 250 konseli per tahun) yang dibimbing

[r]

[r]

[r]

Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Kelompok Kerja Provinsi Kepulauan Riau1. Ali Prakoso

kebijakan (gugus struktur dominasi), dan keleluasaan pemerintah pusat memberi ‘reward’ dan ‘sanksi’ (gugus struktur legitimasi) kesemuanya dapat dikendalikan oleh