• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Struktur Dan Komposisi Tegakan Terhadap Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Struktur Dan Komposisi Tegakan Terhadap Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

21 P2.P1.P 23.8184 2.1069 25.7041 11.7304 24.4070 68.7861 23.9071 4.704 26.510

22 P2.P2.P 24.1308 2.0450 25.9719 11.0749 24.6718 70.6154 24.2086 4.226 25.159

23 P2.P3.P 24.2688 2.0622 26.1175 11.5487 24.8216 70.0979 24.3247 3.024 26.878

24 P2.P4.P 29.8216 2.0953 31.7232 10.1862 30.3748 70.9087 29.9030 4.281 24.811

25 P2.P5.P 23.5982 2.0594 25.4388 11.8874 24.0980 72.8458 23.6763 4.243 22.911

26 P3.P1.P 29.4390 2.0715 31.2989 11.3770 29.9717 71.3587 29.5168 4.183 24.458

27 P3.P2.P 23.5725 2.0920 25.4414 11.9375 24.1335 69.9823 23.6476 4.018 25.999

28 P3.P3.P 21.8511 2.1907 23.7929 12.8180 22.4222 70.5891 21.9274 3.929 25.482

29 P3.P4.P 27.9217 2.0723 29.7723 11.9799 28.4769 69.9989 28.0241 5.533 24.468

30 P3.P5.P 28.0416 2.1042 29.9239 11.7888 28.5908 70.8229 28.1177 4.043 25.134

Keterangan :

BKT : Berat Kering Tanur/Oven

BB : Berat Basah/Segar

BKU : Berat Kering Udara

P.P.S : Plot Petak Salagundi

P.P.P : Plot Petak Pinus

Zat Terbang/Zat Mudah Menguap

(3)

KADAR AIR UJI SAMPEL TUMBUHAN BAWAH

NO Kode BKT Cawan BB Sampel BKT Sampel % KA

1 P1.P1.S 4.6490 27.5420 18.8600 93.8076

2 P1.P2.S 4.5330 33.0540 17.0450 164.1784

3 P1.P3.S 4.6030 34.2130 18.0730 153.9941

4 P1.P4.S 4.5630 21.3690 14.8050 108.6409

5 P1.P5.S 4.5460 29.7600 18.8860 107.5314

6 P2.P1.S 4.9180 23.6340 16.8010 98.8892

7 P2.P2.S 4.8900 13.2110 11.1530 110.9373

8 P2.P3.S 4.6200 21.8790 16.6190 82.3402

9 P2.P4.S 4.6150 21.0900 14.8960 105.1357

10 P2.P5.S 4.6450 16.0810 13.9860 72.1550

11 P3.P1.S 4.6190 31.4200 18.8410 120.9253

12 P3.P2.S 4.5180 29.9910 17.0040 140.1970

13 P3.P3.S 4.4510 13.9740 12.0910 82.9058

14 P3.P4.S 4.8370 45.0150 19.4890 207.2277

15 P3.P5.S 4.5490 25.1040 18.1600 84.4391

16 P1.P1.P 4.5630 24.7470 12.2270 222.8993

17 P1.P2.P 4.5910 27.2420 14.8790 164.7939

18 P1.P3.P 4.7100 35.8130 19.7090 138.7693

19 P1.P4.P 4.6330 27.3470 18.8610 92.2055

20 P1.P5.P 4.6550 48.6730 19.8140 221.0832

21 P2.P1.P 4.5270 39.8040 21.9290 128.7323

22 P2.P2.P 4.4830 33.9040 20.1190 116.8329

(4)

24 P2.P4.P 4.5250 59.7410 28.1690 152.6688

25 P2.P5.P 4.5670 38.7520 19.7580 155.0984

26 P3.P1.P 4.5400 23.8350 14.4660 140.1269

27 P3.P2.P 4.5790 30.3870 14.6040 203.1122

28 P3.P3.P 4.6000 20.4710 12.8360 148.5551

29 P3.P4.P 4.5300 26.9460 15.8940 137.1172

(5)

HASIL UJI INDEPENDENT SAMPLES T TEST

Group Statistics

TEGAKAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

CADANGAN KARBON

TUMBUHAN BAWAH

PINUS 3 4.8867 .37581 .21697

SALAGUNDI 3 4.9333 2.66485 1.53855

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

CADANGAN

KARBON

Equal variances assumed 11.546 .027 -.030 4 .977 -.04667 1.55378 -4.36064 4.26731

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, A. Sudhartono, dan A. Wahid. 2014. Biomassa Dan Karbon Tumbuhan Bawah Sekitar Danau Tambing Pada Kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Warta Rimba. ISSN: 2406-8373 Volume 2, Nomor 1 Hal: 164-170. Arief, A. 1994. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests. FAO Forestry Paper : 134. Roma.

Fathonah SD, Nurjani E, 2013. Carbon Depositon Component Of Forestry Vegetation Biomassin Plipir Village, District Purworejo, Central Java Province. 2 (2)

Filter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

Hairiah K, Ekadinata A, Sari R, dan Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon dari Tingkat Lahan ke Benteng Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office. Universitas Brawijaya. Malang.

Hairiah, K. 2007. Perubahan Iklim Global : Neraca Karbon di Ekosistem Daratan. Universitas Brawijaya. Malang.

Hairiah. K., Rahayu S, 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor.

Hanafi N, B.R. Bernardianto 2012. Pendugaan Cadangan Karbon Pada Sistem Penggunaan Lahan Di Areal Pt. Sikatan Wana Raya.Media Sains 4 (2) Hilwan, I. Dadan M. dan Weda P. 2013. Keanekaraaman Jenis Tumbuhan Bawah

pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanagara, Kalimantan Timur. IPB. Bogor. Hutapea, I. 2015. Wisata Salib Kasih (Studi Etnografi mengenai Wisata Religi di

Kecamatan Siatasbarita, Kabupaten Tapanuli Utara). Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. USU [Skripsi]

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

(7)

Krisnawati, H., W.C. Adinugroho, dan R. Imanuddin. 2012. Monograf : Model-Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Manuri, S, Chandra A.S. P, Agus D.S. 2011. Teknik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project – German International Cooperation (MRPP-GIZ). Palembang.

Marisa, H. 1990. Pengaruh Ekstrak Daun Pinus (Pinus merkusii Jungh. Et De Vriese) Terhadap Perkecambahan Dan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.). Tesis Pasca Sarjana. Biologi ITB. Bandung.

Mason, C.F. 1980. Ecology. Second Edition. New York: Longman Inc.

Muhdi. 2008. Model Simulasi Kandungan Karbon Akibat Pemanenan Kayu di Hutan Alam Tropika. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pananjung, W.G. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium Cyclocarpum Griseb.) Dan Trembesi (Samanea saman Merr.) Di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pasaribu, G., Bonifasius Sipayung dan Gustan Pari. 2010. Analisis Komponen

Kimia Empat Jenis Kayu Asal Sumatera Utara. Badan Litbang Dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. 2014. Pokja Sanitasi Kab.Tapanuli Utara. Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman. Tarutung.

Sekarini, D.A. 2010. Studi Keanekaragaman Jenis Dan Kandungan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Tusam (Pinus meskusii Jungh. Et De Vriese) Dan Jati (Tectona Grandis L.F) Di KPH Malang,Perum Perhutani Unit Ii Jawa Timur. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setyawan AD, S Setyaningsih, Sugiyarto 2006. Pengaruh jenis dan kombinasi tanaman sela terhadap diversitas dan biomassa gulma di bawah tegakan sengon (Paraserienthes falcataria L. Nielsen) Resort Pemangkuan Hutan Jatirejo Kediri. Biosmart. Vol. 8:1. April 2006 Hlm 27-32

Sihaloho, I. 2014. Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tumbuhan Bawah Di Arboretum USU [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan.

(8)

Soerianegara I dan A. Indrawan. 1988. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor : Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Soerianegara I dan A. Indrawan. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Suhaendi, H. 2007. Kajian Teknis Konservasi Pinus merkusii Strain Kerinci.

Prosiding ekspose hasil-hasil penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomasa Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programe. Bogor.

(9)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Desa Simorangkir Julu dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai Maret 2016.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil titik kordinat di lapangan, parang atau gunting rumput untuk memotong bagian-bagian tumbuhan bawah, timbangan untuk menimbang berat sampel, kantong plastik sebagai tempat penyimpanan sampel yang diambil di lapangan, kertas label untuk melabeli setiap sampel yang diampil pada setiap plot, oven untuk mengovenkan sampel, kamera untuk dokumentasi kegiatan, alat tulis untuk mencatat data dilapangan, kalkulator untuk menghitung data. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan bawah di bawah tegakan pohon.

Metode Penelitian

Desain plot penelitian

(10)

berukuran 1m x 1m, sehingga jumlah petak contoh yang diteliti sebanyak 30 petak contoh. Dalam buku Pengukuran Cadangan Karbon (Hairiah dkk., 2011) tidak ada dituliskan berapa jumlah plot yang harus dibuat untuk pendugaan karbon tumbuhan bawah. Namun pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti membuat 30 petak contoh yang dianggap dapat mewakili luasan yang diteliti. Petak contoh pengamatan diletakkan secara systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Bawah

Prosedur Penelitian

A. Stratifikasi Dan Komposisi Tegakan

Analisis vegetasi

(11)

Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah dan pohon. Rumus yang digunakan mengacu kepada buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).

Analisis Vegetasi

Dominansi = Luas Bidang Dasar Suatu Jenis/Luas Petak Contoh

Dominasi Relatif (DR) = Dominansi Suatu Jenis/Dominansi Total x 100%

d. Indeks Nilai Penting (INP)

INP = KR + FR (Untuk tumbuhan Bawah, Semai dan Pancang) INP = KR + FR + DR (Untuk Tiang dan Pohon)

e. Indeks keanekaragaman dari Shannon – Wiener

H’ = -

(12)

N = Total seluruh individu

f. Indeks kemerataan

E = H’ / ln (s)

Keterangan:

E = Indeks kemerataan

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener S = jumlah jenis

B. Pengukuran biomassa

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling). Pemanenan dilakukan dengan mengambil seluruh tumbuhan bawah yang terdapat pada setiap petak contoh. Penentuan sample plot dilakukan dengan menggunakan metode sistematis dengan menggunakan petak contoh dengan ukuran 2m x 2m (Hairiah dkk., 2011).

1. Pengumpulan data di lapangan

Pengumpulan data tumbuhan bawah di lapangan dilakukan dengan pemanenan seluruh tumbuhan bawah pada petak contoh yang berukuran 2m x 2m. Model plot yang digunakan adalah persegi. Peletakan petak contoh pada penelitian ini adalah secara sistematis (Systematic sampling). Semua sampel tumbuhan bawah tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap plotnya. Berat basah tumbuhan bawah adalah hasil penjumlahan semua berat basah semua plot tumbuhan bawah (Hairiah dkk., 2011).

Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

(13)

2. Pemanenan semua tumbuhan bawah yang terdapat dalam petak contoh dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai kode titik contohnya.

3. Penimbangan berat basah tumbuhan bawah dan dicatat beratnya dalam tally sheet.

4. Penyimpanan semua sampel tumbuhan bawah ke dalam kantong plastik untuk mempermudah pengangkutan ke laboratorium.

2. Analisis di laboratorium

Kadar air

Cara pengukuran kadar air contoh uji berdasarkan ASTM D 4442-07 adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.

2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

Pengukuran kadar karbon

Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Kadar zat terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

(14)

b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran

40-60 mesh.

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 g, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbang Sartorius.

f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.

g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tumbuhan bawah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

2. Kadar abu

Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900oC selama 6 jam.

b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.

c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

(15)

3. Kadar karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tumbuhan bawah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan untuk memperoleh data Kadar Air (KA), Biomassa, dan juga Kadar Karbon yang terdapat pada tumbuhan bawah. Rumus yang digunakan mengacu kepada buku pendugaan cadangan karbon tersimpan (Hairiah dan Rahayu, 2007).

1. Perhitungan Kadar Air

Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus: % KA = − × 100%

Keterangan:

% KA= Persentase Kadar Air (%) BB = Berat Basah contoh sampel (gram) BKT = Berat Kering Tanur (gram) (Hairiah dan Rahayu, 2007).

2. Perhitungan Biomassa

Biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan rumus: B = x

x

Keterangan: B = Biomassa

BB tot = Berat basah total (kg) A = Area Contoh (m2)

(16)

(Hairiah dan Rahayu, 2007).

3. Perhitungan Karbon

Kadar zat terbang

Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut :

Kadar Zat Terbang = − x 100% Dimana :

A = Berat Kering Tanur pada suhu 105oC

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950oC

Kadar abu

Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Abu = x 100 %

Kadar karbon

Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:

Kadar karbon terikat arang = 100% −kadar zat terbang arang−kadar abu

Analisis Data Secara Statistik

Independent Sample T Test pada software SPSS 16.0 digunakan untuk

menguji signifikansi beda rata-rata cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus dan tegakan Salagundi. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 = Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus dan tegakan

(17)

H1 = Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus dan tegakan

(18)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Simorangkir Julu merupakan nama desa yang berada di Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Desa ini berada didaerah wisata Salib Kasih. Dilihat dari lokasinya, Desa Simorangkir Julu berada di daerah kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung yang sering digunakan sebagai lahan pertanian, lalu lintas, lokasi pencarian kayu bakar, dan pembangunan-pembangunan sarana dan prasarana wisata. Luas hutan yang terdapat pada desa ini adalah 131 ha. Mayoritas penduduk desa ini bermata pencaharian sebagai petani. Sebagian besar hutan merupakan hasil reboisasi yang dilakukan pada tahun 1976 dengan jenis tanaman Pinus (Pemkab Taput, 2014).

Gambar 2. Peta Lokasi Desa Simorangkir Julu

(19)

hutan. Desa Simorangkir Julu terletak di kaki pegunungan Siatas Barita. Desa Simorangkir Julu mempunyai batas-batas sebagai berikut:

-Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Simorangkir Habinsaran -Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pea Tolong

-Sebelah Timur berbatsan dengan Desa lobu Hole -Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hutagalung

Desa Simorangkir Julu memiliki tanah yang subur. Penduduk setempat memanfaatkannya sebagai sumber penghasilan atau penyedia lapangan pekerjaan dengan mengolah lahan yang tersedia sebagai lahan pertanian dengan menanam tananamn bahan makanan mencakup tanaman padi, palawija dan holtikultura. Desa Simorangkir Julu berada diketinggian 500 m di atas permukaan laut. Iklim di Desa Simorangkir Julu yaitu iklim tropis, dengan suhu rata-ratanya berkisar 21oC

–33oC, curah hujan berkisar antara 2.000 mm –4.000 mm per tahun dan rata-rata lama hari hujan 209 hari per tahun (Hutapea, 2015).

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan yang dilakukan di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara pada tegakan Pinus sebanyak 3 plot, yaitu Plot I (N 02000’56,9’’: E099000’15,8’’), Plot II (N 02001’05,1’’: E099000’24,1’’), dan Plot III (N 02002’4.51’’: E099000’32,07’’). Pada tegakan Salagundi juga terdapat 3 plot, yaitu Plot I (N 02003’16,12’’: E099000’54,03’’), Plot II (N 02003’33,56’’: E099001’19,61’’) dan Plot III (N 02003’05,84’’: E099000’28,21’’).

Struktur dan Komposisi Tegakan Pinus (Pinus merkusii)

A. Tingkat Pohon

Pinus merkusii tergolong jenis yang membutuhkan cahaya sinar matahari

(21)

meskipun jumlahnya hanya sedikit. Bentuk tajuk dan kondisi tutupan tajuk pada tegakan pinus dapat kita lihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tegakan Pinus Di Hutan Desa Simorangkir Julu

Berdasarkan hasil analisis vegetasi dilapangan diperoleh data bahwa pohon yang mendominasi pada tegakan Pinus adalah pohon pinus (Pinus merkusii) dengan nilai INP 249,27 dan jenis yang paling rendah yaitu Anti Api

(Adinandra dumasa). Indeks Nilai Penting tingkat pohon pada tegakan dapat kita

lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks Nilai Penting Pohon pada Tegakan Pinus

Nama Latin Nama Lokal K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP

Pinus

merkusii Pinus 1005 96.33 1 55.56 2159.38 97.38 249.27

Adinandra

dumasa Anti Api 38.33 3.67 0.8 44.44 57.99 2.62 50.73

TOTAL 1043.33 100 1.8 100 2217.37 100 300

(22)

Secara umum INP yang tinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan lain dalam suatu areal tertentu (Soerianegara dan Indrawan 2008). Selain itu pohon pinus sangat mendominasi lahan tersebut diakibatkan oleh adanya proses reboisasi pada lahan tersebut yang dilakukan pada tahun 1976 dan tanaman utama dalam proses reboisasi tersebut adalah tanaman Pinus sedangkan jenis tanaman Anti Api merupakan tumbuhan yang tumbuh melalui penyebaran secara alami kedalam tegakan pinus (tanpa adanya campur tangan manusia).

B. Tingkat Tiang

Pada tegakan Pinus tidak terdapat jenis tiang. Kemungkinan ini diakibatkan oleh proses reboisasi yang dilakukan serentak pada tahun 1976 sehingga tanaman tingkat semai memerlukan waktu lama untuk mencapai tingkat tiang dan adanya zat penghambat tumbuh dari alelopati yang dihasilkan tanaman Pinus (Marisa, 1990).

C. Tingkat Pancang

(23)

Tabel 2 . Indeks Nilai Penting Pancang pada Tegakan Pinus

NO Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP

1 Hau Dolok Syzygium racemosum 13600 30.9 0.53 13.79 44.7

2 Kemenyan Styrax benzoin 8400 19.09 0.8 20.69 39.78

3 Monis-monis Ganophyllum fslcstum 6800 15.45 0.4 10.34 25.79

4 Kayu Manis Cinnamomun burmanii 3600 8.18 0.6 15.52 23.69

5 Tukkar Nakkir Parastemon Urophyllum 4000 9.1 0.53 13.79 22.88

6 Maila matua Tristia sp 3200 7.27 0.33 8.62 15.89

7 Sepang Hymenocardia punctata 2400 5.45 0.4 10.34 15.79

8 Ulutasi Knema mandarahan 2000 4.55 0.27 6.89 11.44

TOTAL 44000 100 3.87 100 200

Meskipun pada tingkat pohon tanaman pinus sangat mendominasi namun berbeda pada tingkat pancang. Hau Dolok mendominasi tingkat pancang pada tegakan pinus kemugkinan akibat adanya proses invasi kedalam lokasi tersebut. Umumnya invasi terjadi karena suatu kompetisi. Hau Dolok merupakan tanaman liar yang biasanya tumbuh di dataran tinggi. Selain itu hau Dolok mengalami penyebaran melalui penyerbukan oleh lebah dan serangga sehingga mampu dengan mudah untuk menyebar dilokasi ini. Gambar tanaman Hau Dolok dapat dilihat pada Gambar 4.

(24)

Setiap spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli (Pananjung, 2013).

D. Tingkat Semai

Pada tegakan Pinus, jenis semai yang mendominasi yaitu Monis-monis (Ganophyllum falcatum) dengan INP 67,23 dan jenis yang paling sedikit yaitu Haumbang (Marinda tictoria) dan Kandi (Garcinia nigrolineatea) dengan INP 2,73. Berdasarkan hasil analisis vegetasi dapat kita peroleh data seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 . Indeks Nilai Penting Semai pada Tegakan Pinus

(25)

Meskipun pada tingkat pohon tanaman pinus sangat mendominasi namun berbeda pula pada tingkat semai. Monis-monis mendominasi tingkat semai pada tegakan pinus kemugkinan akibat adanya proses invasi kedalam lokasi tersebut. Jenis tumbuhan ini dapat ditemukan pada hampir seluruh plot pengamatan, Frekuensi sebesar 0,8. Oleh karena itu, tanaman ini mampu tumbuh baik ditempat ini dan penyebarannya hampir merata di seluruh plot. Gambar tanaman Monis-monis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 . Monis-monis (Ganophyllum falcatum)

Selain itu, monis-monis merupakan jenis yang toleran terhadap naungan sehingga mampu tumbuh baik dibawah tegakan Pinus. Filter dan Hay (1998) dalam Setyawan (2006) menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan.

(26)

mati karena adanya naungan sehingga cahaya langsung tidak diperoleh (Suhaendi, 2007). Selain itu, individu pada tingkat pohon Pinus yang tumbuh rapat, sehinga tidak memberi ruang yang cukup untuk pertumbuhan permudaan Pinus di bawah tegakan Pinus itu sendiri.

Struktur dan Komposisi Tegakan Salagundi (Roudholia teysmanii)

A. Tingkat Pohon

(27)

Gambar 6 . Tegakan Salagundi (Roudholia teysmanii)

Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pohon dapat kita ketahui bahwa pohon yang mendominasi pada tegakan Salagundi adalah pohon Salagundi (Roudholia teysmaii) dengan nilai INP 96.16 dan jenis yang paling rendah yaitu Haumbang (Marinda tictoria) dengan INP 6,08. Data analisis vegetasi tingkat pohon pada tegakan Salagundi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks Nilai Penting Pohon Pada Tegakan Salagundi

(28)

Besarnya indeks nilai penting Pohon Salagundi menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi tersebut. Jenis tersebut selanjutnya disebut sebagai jenis yang dominan dalam tegakan itu. Kemampuan pohon Salagundi dalam menempati sebagian besar lokasi pada tegakan Salagundi menunjukkan bahwa pohon tersebut memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan tersebut. Selain Salagundi terdapat pula jenis tanaman lain yang tumbuh bersamaan dengan membentuk interaksi dengan pohon Salagundi seperti Medang, Hau Dolok, Antarasa, Hoting, Maila Matua, Haumbang, dan lain-lain seperti pada Tabel 5. Pohon-pohon ini tumbuh secara melalui penyebaran secara alami melalui serangga, monyet dan angin yang membawa biji tanaman-tanaman tersebut dan membentuk komunitas pada tegakan Salagundi.

B. Tingkat Tiang

(29)

Tabel 5 . Indeks Nilai Penting Tiang pada Tegakan Salagundi

(30)

sebanyak-biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli (Pananjung, 2013).

C. Tingkat Pancang

Pada tegakan Salagundi, jenis pancang yang mendominasi yaitu Hau Dolok (Syzygium racemosum) dengan INP 52,04 dan jenis yang paling rendah yaitu Kayu Batu (Shorea dasyphylla) dengan INP 10,11. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat pancang dibawah tegakan Salagundi diperoleh data yang tercantum dalam Tabel 6.

Tabel 6 . Indeks Nilai Penting Pancang pada Tegakan Salagundi

NO Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP

1 Hau Dolok Syzygium racemosum 9600 29.63 0.87 22.41 52.04

2 Tinggiran Carallia bradiata 6400 19.75 0.6 15.52 35.27

3 Pinus Pinus merkusii 5200 16.045 0.73 18.97 35.01

4 Haumbang Marinda tictoria 4400 13.58 0.67 17.24 30.82

5 Atarasa Castanopsis itermis 3200 9.88 0.53 13.79 23.67

6 Salagundi Roudholia teysmanii 2000 6.17 0.27 6.89 13.07

7 Kayu Batu Shorea dasyphylla 1600 4.94 0.2 5.17 10.11

TOTAL 32400 100 3.87 100 200

(31)

biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli (Pananjung, 2013).

D. Tingkat Semai

Pada tegakan Salagundi, jenis semai yang mendominasi yaitu Hau Dolok (Syzygium racemosum) dengan INP 48,84 dan jenis yang paling rendah yaitu Ulutasi (Knema mandarahan) dengan INP 6,07. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tingkat semai dibawah tegakan Salagundi diperoleh data yang tercantum dalam Tabel 7.

Tabel 7 . Indeks Nilai Penting Semai pada Tegakan Salagundi

NO Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP

1 Hau Dolok Syzygium racemosum 9166.67 26.96 0.47 21.88 48.84

2 Tinggiran Carallia bradiata 8000 23.53 0.33 15.63 39.15

3 Haumbang Morinda tictoria 7000 20.59 0.33 15.63 36.21

4 Tambicu Xylophia curtusii 3500 10.29 0.2 9.38 19.67

5 Pinus Pinus merkusii 2000 5.88 0.27 12.5 18.38

6 Salagundi Roudholia teysmanii 1500 4.41 0.2 9.38 13.79

7 Atarasa Castanopsis itermis 1000 2.94 0.13 6.25 9.19

8 Dungon-Dungon Heritiera littoralis 833.33 2.45 0.13 6.25 8.7

9 Ulutasi Knema mandarahan 1000 2.94 0.067 3.13 6.07

TOTAL 34000 100 2.13 100 200

(32)

dalam suatu areal tertentu Selain itu, Hau Dolok merupakan jenis yang toleran terhadap naungan. Filter dan Hay (1998) dalam Setyawan (2006) menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan.

Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Pinus dan Salagundi

Berdasarkan hasil pengamatan jenis-jenis tumbuhan bawah yang dilakukan di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, diperoleh 26 jenis tumbuhan bawah yaitu : Andor bilah-bilah (Colacasia sp), Antalobung (Pennisetum purpureum), Apus tutung (Clidemia hirta), Berus (Axonopus compressus), Boji-boji (Stachytarpheta indica), Buar-buar Arachis pintoi, Sapilpil (Dicranopteris sp), Pakis Payung (Peuraria phaseoloides), Pakis Besar (Peuraria phaseoloide), Ranti-ranti (Solanum nigrum),

Ria-ria (Eupatorium pallessen), Rias Hutan (Borreria laevi), Rumput bambu (Eleusine indica), Rumput Pahit Jepang (Ageratum conyzoide), Rumput tinta (Crassocephalum crepidoide), Senduduk (Melastoma polyanthum), Stulan (Dicksonia antarctica), Sumpit-sumpit (Plantago lagopu), Tali uak-uak (Axonopus compressu), Tali Damar-Damar (Lantana camara), Tandiang (Euphorbia hirta), Teh-tehan (Borreria laevi), Ujung-ujung (Cyperus rotundu), Damar-Damar (Ageratum conyzoide), Antalobung (Pennisetum purpureum), Tali Sirungguk. Hasil inventarisasi tumbuhan bawah pada tegakan Pinus (Pinus merkusii) ditemukan 23 jenis dan pada tegakan Salagundi (Roudholia teysmanii)

(33)

Jenis-jenis tumbuhan bawah yang terdapat pada kedua tegakan dapat kita lihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Pinus.

No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah

(34)

Tabel 9. Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Salagundi.

No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah

1 Antalobung Pennisetum purpureum 317 2 Ria-ria Eupatorium pallessens 152 3 Senduduk Melastoma polyanthum 136 4 Sapilpil Dicranopteris sp 66

8 Pakis Payung Portula quadrifolia 7 9 Damar-Damar Ageratum conyzoides 4 10 Ujung-ujung Cyperus rotundus 4 11 Tali Sirungguk Leicospesia erutium 3 12 Kantung Semar Nephentes sumatrana 2

Jumlah jenis yang ditemukan pada tegakan Pinus lebih banyak, hal ini disebabkan naungan pada Pinus lebih terbuka sehingga cahaya yang masuk ke lantai tegakan lebih banyak dibandingkan dengan tegakan Salagundi. Sinar matahari yang berlimpah akan memicu pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan bawah yang bersifat senang cahaya (intoleran). Filter dan Hay (1998) dalam Setyawan (2006) menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan.

(35)

dianggap menjadi faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan. Adanya perbedaan intensitas cahaya seperti pada tegakan Pinus dan Salagundi, menyebabkan jenis- jenis tersebut tetap dijumpai pada kedua tegakan. Perbedaan intensitas cahaya ini juga dapat menyebabkan adanya jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada salah satu tegakan. Seperti jenis-jenis Andor bilah-bilah (Colacasia sp), Berus (Axonopus compressus), Boji-boji (Stachytarpheta indica), Buar-buar Arachis pintoi, Pakis Besar (Peuraria phaseoloide), Ranti-ranti (Solanum nigrum), Rias Hutan (Borreria laevi), Rumput

bambu (Eleusine indica), Rumput Pahit Jepang (Ageratum conyzoide), Rumput tinta (Crassocephalum crepidoide), Stulan (Dicksonia antarctica), Sumpit-sumpit (Plantago lagopu), Tali Damar-Damar (Lantana camara), Tandiang (Euphorbia hirta), Teh-tehan (Borreria laevi) pada tegakan Pinus. Sedangkan hanya pada tegakan Salagundi dapat ditemukan Damar-Damar (Ageratum conyzoide), Tali Sirungguk dan Kantung Semar (Nephentes sumatrana). Adanya jenis jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada salah satu tegakan karena jenis-jenis-jenis-jenis tersebut tidak toleran terhadapa naungan berupa tajuk tegakan yang mengurangi intensitas cahaya yang masuk menyebabkan jenis-jenis tersebut hanya dijumpai pada salah satu tegakan (Fitter dan Hay 1994).

(36)

conyzoide) dengan INP 2,58. Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada tegakan Pinus dan Salagundi diperoleh data yang tercantum dalam Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10 . Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Pinus

No Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP

1 Apus tutung Clidemia hirta 75166.67 48.86 0.8 21.43 70.29 2 Tali uak-uak Axonopus compressus 13000.26 8.45 0.667 17.86 26.31 3 Antalobung Pennisetum purpureum 29333.33 19.07 0.267 7.14 26.21 4 Sapilpil Dicranopteris sp 15333.33 9.97 0.467 12.5 22.47 5 Ranti-ranti Solanum nigrum 2333.33 1.52 0.2 5.36 6.87 6 Tali Damar-Damar Lantana camara 2666.72 1.73 0.133 3.57 5.3 7 Rumput tinta Crassocephalum crepidoides 2333.38 1.52 0.133 3.57 5.09 8 Boji-boji Stachytarpheta indica 3500 2.28 0.067 1.79 4.06

Tabel 11 . Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Tegakan Salagundi

No Nama Lokal Nama Ilmiah K KR F FR INP

1 Antalobung Pennisetum purpureum 52834.39 42.72 0.27 8.16 50.89 2 Ria-ria Eupatorium pallessens 25333.84 20.49 0.53 16.33 36.81

(37)

Tingginya nilai INP suatu jenis dipengaruhi oleh faktor kerapatan jenis per satuan luas dan nilai frekuensi ditemukannya suatu jenis dalam plot pengamatan. Jenis tumbuhan yang mendominasi pada masing-masing tegakan dapat dilihat pada Gambar 7.

a b

Gambar 7. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi: (a) Apus tutung (Clidemia hirta) pada tegakan Pinus, (b) Antalobung (Pennisetum purpureum) pada tegakan Salagundi

(38)

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’) sebesar 1,71 pada tegakan Pinus dan pada tegakan Salagundi sebesar 1.6. Hal ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada termasuk dalam kategori sedang. Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Indeks keanekaragaman yang sedang diakibatkan oleh faktor lingkungan yang menjadi pembatas tumbuhan dapat tumbuh dilingkungan dataran tinggi seperti Hutan Desa Simorangkir Julu. Menurut Alisafri (2010) faktor lingkungan yang akan mempengaruhi keberadaan pertumbuhan adalah ketinggian tempat di atas permukaan laut. Ketinggian tempat akan mempengaruhi kekayaan jenis, struktur dan komposisi vegetasi tumbuhan bawah, keadaan tanah, suhu, intensitas cahaya dan air. Suhu udara sangat berpengaruh terhadap metabolisme yakni dalam proses fotosintesis tumbuhan. Dengan demikian ketinggian tempat secara tidak langsung akan berperan dalam proses fotosintesis serta akan menjadi faktor pembatas yang akan menghambat pertumbuhan tumbuhan bawah

(39)

Kadar Air

Berdasarkan hasil uji analisis laboratorium kadar air tumbuhan bawah pada masing-masing tegakan memiliki perbedaan. Kadar air yang paling besar terdapat pada tumbuhan bawah pada tegakan Pinus sebesar 155,1 % sedangkan kadar air yang lebih kecil yaitu pada tegakan Salagundi sebesar 115,5%. Hal ini dikarenakan jenis tumbuhan bawah yang berbeda pada kedua tegakan, sehingga kadar air yang berbeda dari setiap jenis tumbuhan berpengaruh terhadap kadar air tumbuhan bawah pada kedua tegakan tersebut.

Menurut Ellya (2009) kadar air tumbuhan merupakan perbandingan berat air yang terkandung pada tumbuhan dengan berat kering tumbuhan tersebut. Perbandingan dari pengurangan berat dan berat awal inilah yang kemudian diubah menjadi persen dan kadar air ditemukan. Pada organ tumbuhan, kadar air sangat bervariasi, tergantung dari jenis tumbuhan, struktur dan usia dari jaringan organ

Berdasarkan data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kandungan air pada tumbuhan bawah ± 1,5 kali lipat berat keringnya. Berdasarkan hasil laboratorium diperoleh kadar air tumbuhan bawah pada kedua tegakan yang disajikan dalam Tabel 12.

(40)

Biomassa Tumbuhan Bawah

Jumlah biomassa tumbuhan bawah dari seluruh petak contoh pada kedua tegakan rata-rata sebesar 18,77 ton/ha. Bila dibandingkan biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan, rata-rata biomassa yang paling tinggi terdapat pada tegakan Pinus yaitu sebesar 19,5 ton/ha dan paling rendah pada tegakan Salagundi sebesar 18,05 ton/ha. Perbedaan besar nilai biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan sebesar 1,45 ton/ha. Perbedaan biomassa tumbuhan bawah yang besar pada kedua tegakan diakibatkan karena lebih banyaknya tumbuhan bawah yang terdapat pada tegakan Pinus. Hal ini juga dipengaruhi oleh tutupan tajuk yang menghambat pertumbuhan tumbuhan bawah dibawah tegakan Salagundi. Menurut Hanafi (2012) semakin rapat tajuk pohon penyusun suatu lahan maka biomassa tumbuhan bawah akan semakin berkurang karena kurangnya cahaya matahari yang mencapai lantai hutan, sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetasi bawah menjadi tertekan. Hal ini akan berpengaruh pada besarnya cadangan karbon pada biomassa tumbuhan bawah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh biomassa tumbuhan bawah pada kedua tegakan pada tabel 13.

(41)

Karbon Tumbuhan Bawah

Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Salagundi (4,93 ton/ha) lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada tegakan Pinus (4,88 ton/ha). Meskipun biomassa tumbuhan bawah pada tegakan Pinus lebih besar dari tumbuhan bawah pada tegakan Salagundi dan juga tingginya kerapatan tumbuhan bawah pada tegakan Pinus, namun akibat adanya perbedaan jenis tanah dan adanya zat alelopati yang di keluarkan oleh pohon Pinus maka jumlah karbon yang tersimpan pada tumbuhan bawah tegakan Pinus lebih kecil dibandingkan dengan tegakan Salagundi. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanah serta cara pengelolaannya.

Penelitian Sekarini (2010) di Wilayah KPH Malang menunjukkan kandungan karbon tumbuhan bawah untuk pinus tua sebesar 7,822 ton/ha sedangkan kandungan karbon tumbuhan bawah untuk pinus muda hanya sebesar 4,410 ton/ha. Cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus di Hutan Desa Simorangkit Julu (4,93 ton/ha) mendekati jumlah pinus muda Wilayah KPH Malang yang hanya sebesar 4,410 ton/ha. Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang dilakukan diperoleh kandungan karbon tumbuhan bawah pada kedua tegakan pada Tabel 14.

(42)

Pada plot ke II dibawah tegakan Salagundi terdapat cadangan karbon tumbuhan bawah yang cukup besar yaitu 8,01 ton/ha bila dibandingkan dengan cadangan karbon pada plot lainnya. Ini diakibatkan oleh banyaknya ditemukan tumbuhan bawah berkayu (memiliki kambium) yang memiliki nilai karbon besar pada plot tersbut.

Berdasarkan hasil uji Independent Sample T Test pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai Signifikansinya sebesar 0,4895 (P > 0,05). Nilai signifikansi diatas 0,05 menunjukkan bahwa cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus dan tegakan Salagundi tidak berbeda secara nyata. Berdasarkan hasil analisis data statistik, tampak bahwa kandungan karbon tumbuhan bawah baik pada tegakan pinus maupun pada tegakan salagundi di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung tidak dipengaruhi struktur dan komposisi tegakan yang ada diatasnya. Tetapi, cadangan karbon tumbuhan bawah lebih dipengaruhi oleh keanekaragaman dan kerapatan jenis tumbuhan bawah, jenis tanah, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh tumbuhan bawah tersebut.

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada Hutan Desa Simorangkir Julu ada 26 jenis, 23 jenis ditemukan pada tegakan Pinus dan pada tegakan Salagundi juga ditemukan 12 jenis dengan beberapa jenis yang berbeda. 2. Pada tegakan Pinus, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu Apus

tutung (Clidemia hirta) dengan INP 70,29 dan jenis yang paling sedikit yaitu Ria-ria (Eupatorium pallessen) dan Tandiang (Euphorbia hirta) dengan INP 1,89. Pada tegakan Salagundi, jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu Antalobung (Pennisetum purpureum) dengan INP 50,88 dan jenis yang paling rendah yaitu Ujung-ujung (Cyperus rotundu) dan Damar-Damar (Ageratum conyzoide) dengan INP 2,58.

3. Karbon tersimpan pada tumbuhan bawah Hutan Desa Simorangkir Julu rata-rata sebesar 4,91 ton/ha dimana rata-rata karbon tumbuhan bawah pada tegakan Salagundi (4,93 ton/ha) lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada tegakan Pinus (4,88 ton/ha).

Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menghitung besarnya kandungan karbon pada tingkat pohon pada tegakan Pinus dan Salagundi.

(44)

TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Iklim

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrogen oksida (N2O) yang lebih

dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007).

Pada saat tumbuhan atau satwa hutan mati, akan terjadi proses dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO2 ke atmosfer. Di

(45)

karbon oleh hutan. Sehingga luas dan kualitas hutan semakin menyusut (Manuri dkk, 2011).

Muhdi (2008) menyatakan jumlah karbon di atmosfer dipengaruhi oleh besarnya hasil fotosintesis, respirasi tegakan, respirasi serasah, dan respirasi tanah. Tumbuhan memerlukan sinar matahari, karbon dioksida yang diserap dari udara, serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, karbon dioksida oleh tanaman diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya disimpan dalam organ tumbuhan seperti daun, batang, ranting, bunga, dan buah (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Biomassa

Brown (1997) menyatakan biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam satuan gram, atau dalam kalori. Oleh karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa diukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr per m2 atau ton per ha. Biomassa juga didefenisikan sebagai total berat kering dari bahan organik dinyatakan dalam satuan kilogram atau ton (Krisnawati dkk. 2012 dalam Sitorus, 2013).

(46)

(dan organisme fototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO2 dari

atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan-lain-lain. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan produktifitas primer. Dalam aktifitas respirasi, sebagian CO2 yang

sudah terikat akan dilepaskan kembali dalam bentuk CO2 ke atmosfer. Selain

melalui respirasi, sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui berbagai proses, misalnya dekomposisi. Sebagian dari biomassa mungkin akan berpindah atau keluar dari ekosistem karena terbawa aliran air atau agen pemindah lainnya (Sutaryo, 2009).

Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan dan jasad renik. Biomassa ini merupakan hasil fotosintesis berupa selulosa, lignin, gula, bersama dengan lemak, pati, protein, damar, fenol, dan senyawa lainnya (Arief 1994 dalam Sitorus, 2013).

Menurut Sutaryo (2009) biomassa dapat dihitung dengan 4 cara, yaitu : 1. Sampling dengan pemanenan (Destructive Sampling) secara in situ.

Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya.

2. Sampling tanpa pemanenan (Non Destructive Sampling) dengan data pendataan

hutan secara in situ

(47)

atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa.

3. Pendugaan melalui penginderaan jauh

Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil penginderaan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar.

4. Pembuatan model.

Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamatan in situ atau penginderaan jauh yang terbatas Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sampel plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan alometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa.

Cadangan Karbon

Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C”

(48)

kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi (Manuri dkk, 2011).

Hariah dkk (2011) menyebutkan bahwa cadangan karbon atau karbon tersimpan pada ekosistem daratan disimpan dalam 3 komponen pokok, yaitu: 1. Bagian hidup (biomassa)

Massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting, dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.

2. Bagian mati (nekromassa)

Massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum terlapuk.

3. Tanah (bahan organik tanah)

Bahan organik tanah adalah sisa makhluk hidup (tanaman, hewan, dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya < 2 mm.

Wibowo (2010) menyebutkan terdapat lima sumber karbon (carbon pools), yaitu :

1. Karbon di atas permukaan tanah

(49)

b. Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. 2. Karbon di dalam tanah

Biomasa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama.

3. Nekromassa

Merupakan batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah yang merupakan komponen penting dari C. 4. Serasah

Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

5. Bahan organik tanah

Sisa tanaman, hewan, dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, dimana sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

Tumbuhan Bawah

(50)

liana. Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok (Sutaryo, 2009).

Tumbuhan bawah merupakan vegetasi dasar yang secara alami tumbuh dibawah tegakan pohon atau lantai hutan yaitu meliputi semak, herba, rumput,paku-pakuan dan lainnya. Tumbuhan bawah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem hutan alam. Di dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah menempati dua strata yaitu strata keempat (semak belukar) danstrata kelima (penutup tanah). Dengan demikian selain berfungsi sebagai penahan pukulan air hujan, juga berfungsi sebagai penahan aliran permukaan sekaligus meningkatkan infiltrasi air (Sekarini, 2010).

Tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan selain permudaan pohon hutan, yang meliputi rerumputan dan vegetasi semak belukar. Jenis-jenis pohon kecil (perdu), semak-semak, dan tumbuhan bawah serta liana perlu dipelajari juga karena merupakan indikator tempat tumbuh, merupakan pengganggu bagi pertumbuhan permudaan pohon-pohon penting, penting sebagai penutup tanah, dan penting dalam pencampuran serasah dan pembentukan bunga tanah. Sebagai bagian dari suatu komunitas, tumbuhan bawah mempunyai korelasi yang nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominansinya (Soerianegara dan Indrawan 2008 dalam Pananjung 2013).

(51)

kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif. Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai gulma yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada tanaman monokultur yang dibudidayakan (Hilwan dkk., 2013).

Terbentuknya pola keanekaragaman dan struktur spesies vegetasi hutan merupakan proses yang dinamis, erat hubungannya dengan kondisi lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Salah satu komponen dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah tumbuh-tumbuhan bawah. Meskipun mempunyai pengaruh negatif karena dapat menjadí pesaing bagí tanaman pokok, tumbuhan bawah berperan penting dalam ekosistem hutan. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan penutup tanah pada stratum E, sehingga tumbuhan bawah juga dapat berfungsi sebagai pencegah erosi (Soerianegara dan Indrawan 2008 dalam Sihaloho, 2014).

(52)

Hasil penelitian Sihaloho (2014) di Arboretum USU karbon tersimpan pada tumbuhan bawah yaitu 1,08 ton/ha dimana pada tegakan Mindi sebesar 1,59 ton/ha dan pada tegakan Mahoni sebesar 0,57 ton/ha. Perbedaan cadangan karbon ini dikarenakan tutupan tajuk, intensitas cahaya matahari , banyaknya serasah dan tingginya kadar air tumbuhan bawah

Kawasan Hutan Desa Simorangkir Julu

Provinsi sumatera utara yang memiliki banyak potensi hutan baik berupa hutan pegunungan, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan hutan mangrove. Provinsi Sumatera Utara mempunyai 33 kabupaten salah satunya Kabupaten Tapanuli Utara. Tiap kabupaten memiliki tipe hutan yang berbeda-beda seperti di kabupaten Asahan, Karo, Toba Samosir, Samosir dan lain- lain. Salah satu kecamatan dikabupaten Tapanuli Utara adalah Kecamatan Siatas Barita. Kecamatan ini berada dikawasan wisata rohani Salib Kasih. Hutan di Desa Simorangkir Julu merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas

(53)
(54)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan yang sangat luas serta memiliki banyak sumber daya alam yang berupa keindahan pemandangan alam seperti pegunungan yang sejuk, pantai yang hangat, laut yang biru, lautan tropis yang hijau, danau, air terjun dan masih banyak lagi pesona alam lainnya. Hutan yang dapat dijadikan sebagai modal tersebut perlu ditata dan dipelihara lingkungannya sehingga diharapkan mampu mengundang wisatawan untuk datang mengunjunginya. Manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai nilai tinggi, serta hasil hutan antara lain rotan, getah, buah-buahan, madu

dan yang lainnya. Begitu pula dengan manfaat lainnya yakni terhadap pengaturan tata

air, mencegah erosi, memberikan efek kesehatan terhadap lingkungan, memberikan

rasa keindahan, sektor pariwisata, mengurangi pengangguran, dan menambah devisa

negara.

Pemanfaatan hutan yang tidak diimbangi oleh usaha pemeliharaan dan

perawatan akan mengakibatkan kerusakan hutan sekaligus kerugian bagi manusia.

Kerusakan hutan juga berdampak pada perubahan iklim global hingga terjadi

pemanasan bumi atau yang sering disebut dengan istilah global warming akibatkan

peningkatan gas rumah kaca (GRK) di lapisan udara dekat permukaan bumi

(atmosfer).

(55)

Selama ini penelitian banyak membahas cadangan karbon pada tegakan berbagai macam jenis. Disebutkan pula biomassa pohon dan vegetasi hutan berisi cadangan karbon yang sangat besar sehingga dapat memberikan keseimbangan siklus karbon keperluan seluruh makhluk hidup dimuka bumi. Namun, jarang sekali penelitian tentang cadangan karbon tumbuhan bawah di suatu kawasan hutan terutama Hutan Produksi Terbatas (HPT). Pengukuran tumbuhan bawah relatif lebih sulit dan kompleks, mengingat variasi vegetasi yang tinggi. Parameter yang diukur pada saat inventarisasi karbon tumbuhan bawah adalah, ketinggian dan kerapatan tumbuhan bawah serta komposisi vegetasi. Diperlukan analisa lanjutan untuk mengetahui hubungan antara parameter tersebut dengan total biomasanya. Selain itu, faktor tipe tutupan lahan, kemungkinan juga berpengaruh terhadap total biomasa tumbuhan bawah.

Simorangkir Julu merupakan nama desa yang berada di Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Desa ini berada didaerah wisata Salib Kasih. Kecamatan Siatas Barita memiliki luas kira- kira 92,92 Km2. Dilihat dari lokasinya, Desa Simorangkir Julu berada di daerah kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan sering digunakan sebagai lahan pertanian, lalu lintas, lokasi pencarian kayu bakar, dan pembangunan-pembangunan sarana dan prasarana wisata. (Pemkab Taput, 2014).

(56)

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis struktur dan komposisi tegakan di Hutan Desa Simorangkir Julu yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. 2. Menghitung cadangan karbon Above Ground Biomass pada tumbuhan

bawah di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak pengelola Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara dalam memelihara vegetasi hutan yang berfungsi sebagai penyerapan karbon di Hutan Desa Simorangkir Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

(57)

ABSTRAK

INDRA ALEXANDER SARAGIH: Pengaruh Struktur Dan Komposisi Tegakan Terhadap Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung. Dibimbing oleh MUHDI dan KANSIH SRI HARTINI

Pemanfaatan hutan yang tidak diimbangi oleh usaha pemeliharaan dan perawatan akan mengakibatkan kerusakan hutan sehingga terjadi peningkatan kadar karbon di atmosfer. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit, dan tumbuhan bawah merupakan penyimpan karbon. Namun, pertumbuhan tumbuhan bawah sangat sangat dipengaruhi oleh struktur dan komposisi tegakan diatasnya. Pengukuran karbon tumbuhan bawah di hutan desa ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai kepentingan hutan tersebut dalam menyimpan karbon sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara. Obyek penelitian ini adalah tegakan dan tumbuhan bawah di Hutan Desa Simorangkir Julu. Metode yang digunakan dengan menganalisis pengaruh struktur dan komposisi tegakan terhadap tumbuhan bawah. Metode destructive sampling digunakan untuk memanen seluruh tumbuhan bawah yang berada pada petak contoh 2m x 2m dalam menganalisis karbonnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 26 jenis tumbuhan bawah. Karbon tersimpan yang terdapat pada tumbuhan bawah pada tegakan Pinus adalah 4,88 ton/ha dan tumbuhan bawah pada Tegakan Salagundi sebesar 4,93 ton/ha. Berdasarkan analisis secara statistik cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus dan tegakan Salagundi tidak berbeda secara nyata. Cadangan karbon tersebut lebih dipengaruhi oleh keanekaragaman dan kerapatan jenis tumbuhan bawah, jenis tanah, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh.

(58)

ABSTRACT

INDRA ALEXANDER SARAGIH: Effect of Structure and Composition Stands to Groundcover Stock In Simorangkir Julu Village Forest, Tarutung. Under the supervision of MUHDI and KANSIH SRI HARTINI.

The utilization of forest which not offset by maintenance and care efforts will lead to the destruction of forests so that increase carbon levels in atmosphere. All components of the vegetation either trees, shrubs, lianas and epiphytes, groundcovers are carbon sink. However, the growth of groundcover very strongly influenced by the structure and composition of stands. Measurements of carbon groundcover in this village forest needs to determine the value of the importance of forests to be carbon sink as part of efforts to mitigate climate change in the North Tapanuli. Object of this research is the stand and groundcover in the forest village Simorangkir Julu. The method used is analysation effect of the structure and composition stands to groundcover. Destructive sampling method use to harvesting groundcover in 2m x 2m sample plots for carbon analyze.

The results of this research indicate that there were 26 species of groundcover. Carbon stock o f grouncover in Salagundi stand is 4,93 tonnes/ ha, and in Pine stand 4,88 tonnes/ ha. Based on statistical analysis of carbon stocks groundcover in pine stands and Salagundi stands not significantly different. Carbon stocks are more influenced by the diversity and density of groundcover, soil type, and environmental condition..

(59)

PENGARUH STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN

TERHADAP CADANGAN KARBON TUMBUHAN BAWAH

DI HUTAN DESA SIMORANGKIR JULU TARUTUNG

SKRIPSI

Oleh :

Indra Alexander Saragih 121201053

(60)

PENGARUH STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN

TERHADAP CADANGAN KARBON TUMBUHAN BAWAH

DI HUTAN DESA SIMORANGKIR JULU TARUTUNG

SKRIPSI

Oleh :

Indra Alexander Saragih 121201053

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(61)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Dan Komposisi Tegakan Terhadap Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung

Nama : Indra Alexander Saragih

NIM : 121201053

Program studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut.,MP NIP. 197406192001121002 NIP. 197208182014102001

Mengetahui

Dekan Fakultas Kehutanan

(62)

ABSTRAK

INDRA ALEXANDER SARAGIH: Pengaruh Struktur Dan Komposisi Tegakan Terhadap Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung. Dibimbing oleh MUHDI dan KANSIH SRI HARTINI

Pemanfaatan hutan yang tidak diimbangi oleh usaha pemeliharaan dan perawatan akan mengakibatkan kerusakan hutan sehingga terjadi peningkatan kadar karbon di atmosfer. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit, dan tumbuhan bawah merupakan penyimpan karbon. Namun, pertumbuhan tumbuhan bawah sangat sangat dipengaruhi oleh struktur dan komposisi tegakan diatasnya. Pengukuran karbon tumbuhan bawah di hutan desa ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai kepentingan hutan tersebut dalam menyimpan karbon sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara. Obyek penelitian ini adalah tegakan dan tumbuhan bawah di Hutan Desa Simorangkir Julu. Metode yang digunakan dengan menganalisis pengaruh struktur dan komposisi tegakan terhadap tumbuhan bawah. Metode destructive sampling digunakan untuk memanen seluruh tumbuhan bawah yang berada pada petak contoh 2m x 2m dalam menganalisis karbonnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 26 jenis tumbuhan bawah. Karbon tersimpan yang terdapat pada tumbuhan bawah pada tegakan Pinus adalah 4,88 ton/ha dan tumbuhan bawah pada Tegakan Salagundi sebesar 4,93 ton/ha. Berdasarkan analisis secara statistik cadangan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Pinus dan tegakan Salagundi tidak berbeda secara nyata. Cadangan karbon tersebut lebih dipengaruhi oleh keanekaragaman dan kerapatan jenis tumbuhan bawah, jenis tanah, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh.

(63)

ABSTRACT

INDRA ALEXANDER SARAGIH: Effect of Structure and Composition Stands to Groundcover Stock In Simorangkir Julu Village Forest, Tarutung. Under the supervision of MUHDI and KANSIH SRI HARTINI.

The utilization of forest which not offset by maintenance and care efforts will lead to the destruction of forests so that increase carbon levels in atmosphere. All components of the vegetation either trees, shrubs, lianas and epiphytes, groundcovers are carbon sink. However, the growth of groundcover very strongly influenced by the structure and composition of stands. Measurements of carbon groundcover in this village forest needs to determine the value of the importance of forests to be carbon sink as part of efforts to mitigate climate change in the North Tapanuli. Object of this research is the stand and groundcover in the forest village Simorangkir Julu. The method used is analysation effect of the structure and composition stands to groundcover. Destructive sampling method use to harvesting groundcover in 2m x 2m sample plots for carbon analyze.

The results of this research indicate that there were 26 species of groundcover. Carbon stock o f grouncover in Salagundi stand is 4,93 tonnes/ ha, and in Pine stand 4,88 tonnes/ ha. Based on statistical analysis of carbon stocks groundcover in pine stands and Salagundi stands not significantly different. Carbon stocks are more influenced by the diversity and density of groundcover, soil type, and environmental condition..

(64)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 2 Desember 1992 dari ayah Walter Mahan Saragih dan ibu Lisbeth Bakara. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun 2012 diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)

Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2014 di Hutan Mangrove Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2016 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan selama satu bulan.

(65)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Dan Komposisi Tegakan Terhadap Cadangan

Karbon Tumbuhan Bawah Di Hutan Desa Simorangkir Julu Tarutung” ini tepat

pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membimbing, mendidik, dan memberikan semangat,

serta mendukung penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Muhdi S.Hut., M.Si dan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut, MP selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Daniel Simorangkir selaku Kepala Desa Simorangkir Julu dan seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa/i yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Gambar

Gambar 1. Desain Plot Tumbuhan Bawah
Gambar 2. Peta Lokasi Desa Simorangkir Julu
Gambar 3. Tegakan Pinus Di Hutan Desa Simorangkir Julu
Gambar 4 . Hau Dolok (Syzygium racemosum)
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Goodwill relating to an associate or a joint venture is included in the carrying amount of the investment and is neither amortized nor individually tested for impairment. Any

[r]

Pada Penulisan Ilmiah ini, Penulis mencoba menerapkan suatu sistem registrasi secara komputerisasi pada Koperasi Pegawai PLN Cabang Depok, yang akan digunakan untuk pemberian

[r]

Perhitungan hasil pemilu yang diciptakan programmer merupakan program aplikasi yang bersumber dari kehidupan politik Bangsa Indonesia dengan adanya pemilihan umum yang berfungsi

Kepada Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional diperbantukan sebuah sekretariat, yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di

 Jumlah penduduk yang bekerja di Sumatera Barat pada Agustus 2014 mencapai 2,18 juta orang, naik 120 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2013 sebesar 2,06 juta orang..

(1) Tujuan umum penerapan sistem kredit di Universitas Airlangga adalah agar dapat lebih memenuhi tuntutan pembangunan, karena di dalam