• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 7 Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 7 Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 7

Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Jika anda sudah mempelajari bab ini, diharapkan anda sudah dapat:

 Mendaftarkan, kemudian menguraikan secara singkat seluruh kriteria keabsahan data.

 Menyusun ihktisar prosedur seluruh teknik pemeriksaan: perpanjangan keikutsertaan, ketekunan, pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecakupan referansial, kajian kasus negatif, pengecekan anggota, uraian rinci, dan auditing

Pendahuluan

Salah satu pertanyaan yang sudah diusahakan menjawabnya pada Bab 1 ialah,”Apakah penelitian kualitatif itu benar-benar ilmiah?” Pokok persoalan yang menjadi latar belakang pertanyaan ini, selain persoalan generalisasi, juga menyangkut derajat kepercayaan yang tidak mantap dari pihak penyangga. Dalam tubuh pengetahuan penelitian kualitatif itu sendiri sejak awal pada dasarnya sudah ada usaha meningkatkan derajat kepercayaan data yang disini dinamakan keabsahan data. Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh penelitian kualitatif. Dengan kata lain, apabila peneliti melakukan pemeriksaan data secara cermat sesuai dengan teknik yang diuraikan dalam bab ini, maka jelas bahwa hasil upaya penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segala segi.

Guna memenuhi harapan itu, mahasiswa atau peneliti diharuskan mempelajari teknik pemeriksaan data. Bab ini memepersoalkan unsur penelitian itu. Sehubungan dengan itu, bab ini membahas tiga persoalan pokok. Pertama,

(2)

A. Alasan dan Acuan

Yang dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi:

1) Mendemonstrasikan nilai yang benar,

2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan

3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. Isu dasar dari hubungan keabsahan data pada dasarnya adalah sederhana. Bagaimana peneliti membujuk agar pesertanya ( termasuk dirinya ) bahwa temuan-temuan penelitian dapat dipercaya, atau dapat dipertimbangkan? Dibawah ini dikemukakan perbandingan antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif dilihat dari segi ‘konstruknya’nya.

KONSTRUK KUANTITATIF KUALITATIF

‘Nilai benar’ Validitas internal Kredibilitas Aplikabilitas Validitas eksternal Transferabilitas

(keteralihan)

Konsistensi Reliabilitas Dependabilitas

(kebergantungan)

Netralitas Objektivitas Konfirmabilitas

(kepastian)

Sama dengan penelitian kuantitatif bahwa suatu studi tidak akan valid jika tidak reliabel, maka penelitian kualitatif tidak akan bisa transferabel jika tidak kredibel, dan tidak akan kredibel jika tidak memenuhi kebergantungan.

Kriteria yang digunakan dan didefiniskan pada satu perspektif barang kali tidak cukup jika digunakan untuk memutuskan tindakan-tindakan dalam suatu perspektif lainnya. Dengan kata lain bahwa kriteria untuk penelitian kualitatif tidak dapat digunakan untuk memutuskan perspektif penelitian kuantitatif.

(3)

Mengapa hal itu diperbaharui? Jawabannya dapat diperoleh dari pandangan dan pendapat seorang ahli paradigma alamiah, yakni Egon Guba ( Linconln dan Guba, 1981; 291-294, catatan: Penulis menemui dan berdiskusi dengan beliau di Indiana University, Bloomington, Februari 1988, sewaktu menulis naskah buku ini).

Mula-mula hal itu harus dilihat dari segi kriteria yang digunakan oleh non-kualitatif. Istilah yang digunakan oleh mereka antara lain ialah ‘validitas internal’,’validitas eksternal’, dan ‘reliabilitas’.

Pertama, validitas internal yang dinyatakan sebagai variasi yang tejadi pada variabel terikat dapat ditandai sejauh variasi pada variabel bebas dapat dikontrol. Karena banyak faktor yang mungkin berpengaruh dalam suatu hubungan sebab-akibat, maka digunakan kontrol atau randomisasi sebagai upaya mengisolasi variabel bebasnya. Persoalan yang dihadapi menjadi tidak mudah karena menurut Campbell dan Stanley (1963) ada delapan ‘bahaya’ yang mengancam validitas internal tersebut. Kedepalan ancaman tersebut adalah riwayat (history), maturasi, pemilihan subjek, mortalitas eksperimen, dan interaksi maturasi. Jika ingin memperoleh hasil yang tidak terkotori oleh ancaman bahaya tersebut, kedelapan segi itu harus dikontrol, dan hal itu yang amat sukar dilakukan.

Kedua, validitas eksternal, menurut Cook dan Campbell (1967:37), ialah perkiraan validitas yang diinferensikan berdasarkan hubungan sebab-akibat yang diduga terjadi, dapat digeneralisasikan pada dan diantara ukuran alternatif sebab-akibat dan diantara jenis orang, latar, dan waktu. Jika sampel dipilih secara tepat dari populasi menurut ukuran dan ciri yang tepat, maka kriteria tersebut mungkin dapat dicapai dengan keterbatasan tertentu. Namun, seringkali terjadi latar yang digunakan itu adalah laboratorium, terutama untuk kepentingan kontrol. Bagaimana caranya menggeneralisasikan suatu latar laboratorium kedalam latar masyarakat misalnya, menjelaskan bahwa upaya generalisasi tersebut tidak dapat terpenuhi.

(4)

dengan tes-retes, atau dalam bentuk paralel. Teknik ini harus betul-betul dilakukan jika menginginkan alat pengukuran yang benar-benar reliabel. Persoalan yang dihadapi biasanya tidak mudah karena ancaman-ancaman seperti tindakan peneliti yang kurang hati-hati dalam proses pengukuran, instrumen penelitian yang tidak sempurna, pengukuran yang berlangsung tidak terlalu lama, berbagai macam kebingungan, dan faktor-faktor lainnya.

Uraian tersebut diatas memberikan kesan bahwa dari segi validitas dan reliabilitas, bila tidak dilakukan dengan tepat dan benar serta secara lebih berhati-hati, ancaman terhadap pengotoran hasil penelitian akan benar-benar menjadi kenyataan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk dan Miller (1986:21) bahwa tidak ada satu pun eksperimen yang dapat dikontrol secara tepat dan tidak ada instrumen pengukuran yang dapat dikalibrasi secara akurat. Oleh karena itu, ukuran pada suatu tingkatan tertentu mempunyai kelemahan dan ketepatan pengukurannya sangatlah terbatas.

Uraian tersebut menyatakan banyaknya kelemahan dari pengguanan ukuran validitas dan reliabilitas dari tinjauan kaca mata nonkualitatif itu sendiri. Dilihat dari sisi yang lain, penelitian kualitatif dengan paradigma alamiahnya yang berbeda dengan paradigma nonkualitatif jelas tidak dapat menggunakan kriteria validitas dan reliabilitas tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1981:294) yang menyatakan bahwa dasar kepercayaan yang berbeda. Dengan perkataan sehari-hari dapatlah dinyatakan bahwa kita tidak dapat mengukur baju dengan liter. Berdasarkan hal tersebut maka paradigma alamiah menggunakan kriteria yang disesuaikan dengan tuntutan inkuirinya sehingga pendefinisian kembali kriteria terebut merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Pendefinisian kembali itu jelas mengarah pada teknik kontrol atau pengawasan terhadap keabsahan data yang perlu pula direformulasikan.

(5)

B. Kriteria Keabsahan data

Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

Penerapan kriterium derajat kepercayaan (kredibilitas) pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi: pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaanya bisa dicapai; kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

Kriterium keteralihan berbeda dengan validitas eksternal dari nonkualitatif. Konsep validitas itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sempel yang secara representatif mewakili populasi itu.

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi tersebut.

(6)

dicapai disini ialah bagaimana mencari kondisi yang benar-benar sama. Di samping ituterjadi pula ketidakpercayaan pada instrumen penelitian.hal ini benar-benar sama dengan alamiah yang mengandalkan orang sebagai instrumen. Mungkin karena keletihan, atau keterbatasan mengingat sehingga membuat kesalahan. Namun, kekeliruan yang dibuat orang demikian jelas tidak mengubah keutuhan kenyataan yang distudi. Juga tidak mengubah adanya desain yang muncul dari data, dan bersamaan dengan hal itu tidak pula mengubah pandangan dan hipotesis kerja yang dapat bermunculan. Meskipun demikian, paradigma alamiah menggunakan persoalan tersebut sebagai pertimbangan, kemudian mencapai suatu kesimpulan untuk menggantinya dengan kriterium kebergantungan. Konsep kebergantungan lebih luas daripada reliabilitas. Hal tersebut disebabkan oleh peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang tersangkut. Bagaimana hal itu akan dibicarakan dalam konteks pemeriksaan.

Kriterium kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut segi nonkualitatif. Nonkualitatif menetapkan objektivitas darti segi kesepakatan antar subjek. Di sini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif sedangkan jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dapat dikatakan objektif. Jadi objektivitas-subjektivitas suatu hal bergantung pada orang seorang. Menurut Scriven (1971), selain itu masih ada unsur ‘kualitas’ yang melekat pada konsep objektivitas. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan.berkaitan dengan persoalan itu, subjektif berarti tidak dapat dipercaya, atau melenceng. Pengertian terakhir inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian objektivitas-subjektivitas menjadi kepastian (confirm-ability).

(7)

Dengan demikian kebergantungan itu bukan lagi pada orangnya, melainkan pada datanya itu sendiri. Jadi, isinya disini bukan lagi berkaitan dengan ciri penyidik, melainkan berkaitan dengan ciri-ciri data. Dapatkah data itu dipastikan?

C. Teknik Pemeriksaan keabsahan Data

Sebelum masing-masing teknik pemeriksaan diuraikan, terlebih dahulu ikhtisarnya dikemukakan. Ikhtisar itu terdiri dari kriteria yang diperiksa dengan satu atau beberapa teknik pemeriksaan tertentu. Ikhtisar tersebut dikemukakan dalam tabel 4 berikut ini

KRITERIA TEKNIK PEMERIKSAAN

Kredibilitas

(derajat kepercayaan) (1) Perpanjangan keikut-sertaan(2) Ketekunan pengamatan (3) Triangulasi

(4) Pengecekan sejawat (5) Kecukupan referensial (6) Kajian kasus negatif (7) Pengecekan anggota

Keteralihan (8) Uraian rinci

Kebergantungan (9) Audit kebergantungan

Kepastian (10) Audit kepastian

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Sebagaimana sudah dikemukakan, peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian.

Perpanjangan keikut-sertaan berarti peneliti tinggal dilapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpula data tercapai. Jika hal itu dilakukan maka akan membatasi:

1) Menbatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks, 2) Membatasi kekeliruan (biases) peneliti,

(8)

Perpanjangan keikusertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Mengapa demikian?

Pertama, peneliti dengan perpanjangan keikutsertaannya akan banyak mempelajari ‘kebudayaan’, dapat menguji ketidakbenaran informasi yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subjek. Dengan demikian, penting sekali perpanjangan keikutsertaan peneliti guna berorientasi dengan situasi, juga guna memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati.

Perpanjangan keikutsertaan juga menuntut peneliti agar terjun ke lokasi dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data. Pertama-tama dan yang terpenting ialah distorsi pribadi. Menjadi ‘asing ditanah asing’ hendaknya mendapat perhatian khusus peneliti jangan sampa over-acting. Tampaknya, jika sejak awal peneliti tidak diterima pada latar peneltian, distorsi itu bisa saja hilang. Dipihak lain, peneliti sendiri biasanya mengahasilkan distorsi karena adanya nila-nilai bawaan dan bangunan tertentu. Yang jelas, tidak ada seorang pun peneliti yang memasuki lapangan tanpa bawaan tersebut. Untunglah bahwa ada kemungkinan menyediakan dasar untuk mengujinya. Jika peneliti menghasilkan catatan lapangan dan mebuat penafsiran yang selalu dapat diramalkan atas dasar formulasi sebelumnya, maka berarti peneliti mungkin belum tinggal dilapangan dalam waktu yang cukup lama atau terus-menerus bertindak tanpa logika ataupun tidak meninggalkan perangkat etnosentrismenya.

Distorsi dapat berasal dari responden seperti yang telah disinggung di atas. Banyak diantaranya terjadi tanpa sengaja. Ketidaksengajaan tersebut mungkin terjadi karena beberapa hal seperti distorsi retrospektif dan cara pemilihan; salah mengajukan pertanyaan dan tentunya juga jawaban yang diperoleh; motovasi setempat, misalnya keinginan untuk menyenangkan peneliti, atau sebaliknya tidak termotivasi untuk memuaskan secara penuh kepedulian peneliti.

(9)

menentukan apakah benar-benar ada distorsi; apakah distorsi itu tidak disengaja atau disengaja; disengaja atau tidak, darimana atau dari siapa sumbernya; dan bagaimana strategi menghadapinya, semuanya dimungkinan dapat diatasi dengan adanya perpanjangan keikutsertaan.

Di pihak lain, perpanjangan keikutsertaan juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri. Jadi, bukan sekedar menerapkan teknik yang menjamin untuk mengatasinya. Selain itu, kepercayaan subjek dan kepercayaan diri pada peneliti merupakan proses pengembangan yang belangsung setiap hari dan merupakan alat untuk mencegah usaha coba-coba dari pihak subjek. Usaha membangun kepercayaan diri dan kepercayaan subjek memerlukan waktu yang cukup lama. Celakanya, dengan peristiwa tertentu yang tidak menyenangkan kepercayaan itu dapat hancur dalam sekejap mata. Membangunnya kembali akan memakan waktu lama lagi. Hal itu perlu disadari oleh peneliti.

2. Ketekunan/Keajegan Pengamatan

Keajegan pengamatan berati mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhtungkan dan apa yang tidak dapat.

Seperti yang telah diuraikan, maksud perpanjangan keikutsertaan ialah untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti. Berbeda dengan hal itu, ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.

(10)

pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. Untuk keperluan itu teknik ini menuntut agar peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan.

Kekurangtekunan pengamatan terletak pada pengamatan terhadap pokok persoalan yang secara terlalu awal. Hal itu mungkin dapat disebabkan oleh tekanan subjek atau sponsor atau barangkali juga karena ketidaktoleransian subjek, atau sebaliknya peneliti terlalu cepat mengarahkan fokus penelitiannya walaupun tampaknya belum patut dilakukan demikian. Persoalan itu biasanya terjadi pada situasi ketika subjek berdusta, menipu, atau berpura-pura, sedangkan peneliti sudah sejak awal mengarahkan fokusnya, padahal barangkali belum waktunya berbuat demikian.

3. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

(11)

Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil perbandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau pemikiran. Yang penting disini ialah bisa mengetahui adanya alasan-alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut (Patton 1987: 331).

Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987: 329), terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekaan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Teknik triangulasi jenis ketiga ini ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara lain ialah dengan membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analisis lainnya.

Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1981: 307), berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Dipihak lain Patton (1987:327) berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakan penjelasan sebanding (rival explanation).

(12)

membantu peneliti dalam menjelaskan derajat kepercayaan atau hipotesis kerja asli, hal ini merupakan penjelasan ‘utama’ peneliti. Melaporkan hasil penelitian disertai penjelasan sebagaimana yang dikemukakan tadi jelas akan menimbulkan derajat kepercayaan data yang diperoleh.

Jadi triangulasi merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat me-rechek

temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan:

1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan, 2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data,

3) Menfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan dapat dilakukan.

4. Pemeriksaaan Sejawat Melalui Diskusi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Teknik ini mengandung beberapa maksud sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data.

Pertama, untuk membuat agar hasil peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Dalam diskusi analitik tersebut kemelencengan peneliti disingkap dan pengertian mendalam ditelaah yang nantinya menjadi dasar bagi klarifikasi penafsiran. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan agar disusun sehingga dapat diklarifikasi menurut persoalan-persoalan yang berkaitan dengan teori substantif, metodologi, hukum dan peraturan, etika, atau lain-lain yang relevan.

Peneliti sebagai pemimpin diskusi hendaknya sepenuhnya menyadari posisi, keadaan, dan proses yang ditempuhnya sehingga dapat diperoleh hasil yang diharapkan.

(13)

pemikiran peneliti. Ada kemungkinan hiptesis yang muncul dalam benak peneliti sudah dapat dikonfirmasikan, tetapi dalam diskusi analitik ini mungkin sekali dapat terungkap segi-segi lainnya yang justru membongkar pemikiran peneliti. Sekiranya peneliti tidak dapat mempertahankan posisinya, maka dia perlu mempertimbangkan kembali arah hipotesisnya.

Diskusi analitik ini pun dapat memberikan kesempatan kepada peneliti untuk ikut merasakan keterharuan para peserta diskusi sehingga memungkinkannya membersihkan emosi dan perasaannya guna dipakai untuk membuat sesuatu yang tepat.

Pada dasarnya tdak ada formula yang pasti tentang bagaimana cara menyelenggarakan diskusi semacam itu. Diskusi itu ada baiknya apabila memanfaatkan cara wawancara psikoanalitik. Para peserta baiknya terdiri dari rekan sejawat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang dipersoalkan, terutama tentang isi maupun metodologinya. Peserta sebaiknya jangan terlalu muda atau jauh lebih tua dari peneliti untuk menjaga suasana diskusi, dan jangan pula mengambil peserta dari mereka yang mempunyai kewenangan, kekuasaan, atau orang yang disegani. Beritahukan kepada peserta bahwa peranan mereka lebih merupakan pengkriktik yang tajam dari pada pengagum hasil karya penelitian. Usahakan agar baik peneliti maupun para peserta membuat catatan yang bermanfaat bagi peneliti untuk melihat dan menbandingkan posisinya.

Dengan demikian pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan jalan mengumpulan rekan-rekan yang sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tetang apa yang diteliti, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan. Jika hal itu dilakukan maka hasilnya:

1) Menyediakan pandangan kritis,

2) Mengetes hipotesis kerja (temuan-teori substantif),

(14)

4) Melayani sebagai pembanding.

Ada bahaya yang dihadapi peneliti dengan teknik ini. Peneliti mungkin akan sampai pada titik untuk merasa bahwa apa yang dicapainya, keputusannya, atau pandangannya tidak sebagaimana mestinya. Jika demikian, akan berakibat negatif pada para pihak peneliti seperti mengurangi semangat dan tenaga. Selain itu, peneliti akan sangat terpengaruh oleh peranan dan cara analisis peserta. Hal-hal seperti itu hendaknya disadari oleh peneliti sehingga ia siap menghadapinya, dan sejak awal sebelum diskusi sebaiknya sudah menentukan strateginya.

5. Analisis Kasus Negatif

Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding. Dalam suatu latihan kepemimpinan perusahaan, sebagian perserta berhasil dengan baik dan telah menduduki kedudukan yang baik. Peserta yang tidak menyelesaikan program dan meninggalkan latihan sebelum waktunya diambil sebagai kasus untuk meneliti kekurangan progam latihan tersebut. Kasus negatif demikian digunakan sebagai kasus negatif untuk menjelaskan hipotesis kerja alternatif sebagai upaya meningkatkan argumentasi penemuan.

6. Pengecekan Anggota

Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data, kategori, analitis, penafsiran dan kesimpulan. Para anggota yang terlibat yang mewakili rekan-rekan merekan dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.

(15)

tanggapan seseorang dapat dimintakan tanggapan dari orang lainnya. Demikian pula pendapat satu kelompok dapat pula dapat dicek dengan pendapat kelompok lainnya, misalnya tanggapan kelompok guru dicek dan dimintakan tanggapan dari kelompok pemimpin sekolah.

Pengecekan secara informal demikian dapat bermanfaat dalam hal-hal sebagai berikut:

 Menyediakan kesempatan untuk mempelajari secara sengaja apa yang

dimaksudkan oleh responden dengan jalan bertindak dan berlaku secara tertentu atau memberikan informasi tertentu.

 Memberikan kesempatan kepada responden untuk segera memperbaiki kesalahan dari data menantang suatu penafsiran yang barangkali salah.

 Memberikan kesempatan bagi responden agar dapat memberikan data tambahan karena dengan memberikan ‘konsep’ tulisan peneliti, responden barangkali akan mengingat lagi hal-hal yang belum terpkirkan pada waktu lalu.

 Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mencatat persetujuan atau keberatan responden sehingga, jika terjadi persoalan, misalnya keberatan dari pihak responden di kemudian hari dijadikan bukti tertulis yang dapat diandalkan.

 Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mengihktisarkan hasil perolehan sementaranya yang memudahkannya untuk melangkah kepada analisis data.

 Memberikan kesempatan bagi responden untuk mengadakan penilaian terhadap keseluruhan kecukupan data secara menyeluruh dan mengeceknya dengan data dari pihak dirinya sendiri.

(16)

untuk keperluan ini disertai tanggapan yang diperoleh dari sumber lainnya sebaiknya telah diperbanyak dan diberikan beberapa hari sebelum diskusi dimulai. Dalam diskusi ini masih banyak tanggapan dan kritikan yang diperoleh, namun satu hal yang harus dipegang oleh peneliti, yaitu ia tidak perlu terikat seluruhnya terhadap hal itu. Walaupun demikian, ia perlu mendengarkan dan mencatatnya sebagai bahan penafsiran nantinya.

Dapat diikhtisarkan bahwa pengecekan anggota berarti peneliti mengumpulkan para peserta yang telah ikut menjadi sumber data dan mengecek kebenaran data dan interpretasinya. Hal itu dilakukan dengan jalan:

1) Penilaian dilakukan oleh responden, 2) Mengoreksi kekeliruan

3) Menyediakan tambahan informasi secara sukarela,

4) Memasukkan responden dalam kancah penelitian, menciptakan kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisis data, 5) Menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan.

Teknik ini, bagaimanapun ada kelemahannya. Misalnya anggota yang terlibat itu berasal dari satu kubu yang sengaja mau menghancurkan hasil penemuan, atau sengaja membelokkan penemuan karena tidak sesuai dengan kebijaksanaan yang selama ini berlangsung. Hal demikian harus disadari oleh peneliti. Jika memang ada gelagat yang demikian, peneliti secepatnya mencari dan menemukan strategi untuk mengatasinya.

Terakhir perlu dikemukakan bahwa tampaknya teknik pengecekan anggota ini sama dengan triangulasi dengan sumber. “Tampaknya’ bukan berarti sama, dan memang keduanya berbeda. Triangulasi mempersoalkan data, sedangkan pengecekan anggota mempersoalkan sesuatu yang telah dibangun dalam bangunan setengah jadi yang berupa kategori, hipotesis, atau laporan penelitian. Cara melaksanakannya pun berbeda. Pengecekan anggota dilakukan pada mereka yang terlibat, sedangkan triangulasi kepada mereka yang bukan anggota yang terlibat.

(17)

Usaha membangun keteralihan dalam penelitian kualitatif jelas sangat berbeda dengan nonkulaitatif dengan validitas eksternalnya. Dalam penelitian kualitatif hal itu dilakukan dengan cara uraian rinci (thick description). Keteralihan bergantung pada pengetahuan seorang peneliti tentang konteks pengirim dan konteks penerima. Dengan demikian peneliti bertanggung-jawab terhadap penyediaan dasar secukupnya yang memungkinkan seseorang merenungkan suatu aplikasi pada penerima sehingga memungkinkan adanya pembandingan.

Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Jelas laporan itu harus mengacu pada fokus penelitian. Uraiannya harus mengungkapkan secara khusus sekali segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pembaca agar ia dapat memhami temuan-temuan yang diperoleh. Temuan itu sendiri tentunya bukan bagian dari uraian rinci, melainkan penafsiranya yang dilakukan dalam bentuk uraian rinci dengan segala macam pertanggungjawaban berdasarkan kejadian-kejadian nyata.

Jadi, jelas disini bahwa untuk mencapai kriterium keteralihan suatu temuan hendaknya pihak peneliti dibekali dengan pengetahuan secukupnya dengan konteks pengirim dan penerima. Dengan kata lain, peneliti tidak dapat membahas keteralihan jika ia hanya mempunyai sekeping data dari penelitiannya saja.

Jadi dapat dilihat bahwa hasil penelitian naturalistik sangat bergantung pada kesamaan konteks. Karena itu maka apabila konteks pengirim relatif sama dengan konteks penerima maka barulah temuan itu dapat ditransfer. Untuk itu maka peneliti harus melakukan penelitian kecil dan bila ditemukan konteksnya relatif sama barulah transfer itu dapat dilakukan. Jika hal itu dilakukan berarti peneliti melakukan uraian data yang cukup banyak berarti cukup ‘tebal’ (thick description).

8. Auditing

(18)

Penelusuran audit (audit trail) tidak dapat dilakanakan apabila tidak dilengkapi dengan catatan-catatan pelaksanaan keseluruhan proses dan hasil studi. Pencatatan pelaksanaan itu perlu diklasifikasi terlebih dahulu sebelum auditing itu dilakukan sebagaimana yang dilakukan pada auditing fiskal.

Klasifikasi itu dapat dilakukan seperti yang diselenggarakan oleh Halpern (1983, dalam Lincoln dan Guba, 1985:319-320) sebagai berikut:

1) Data mentah, termasuk bahan yang direkam secara elektronik, catatan lapangan tertulis dokumrn,foto, dan semacam hasil survei;

2) Data yang diredusi dan hasil analsis data, termasuk didalamnya penulisan secara lengkap catatan lapangan, ikhtisar catatan, informasi yang dibuat per satuan seperti kartu, ikhtisar data kuantitatif (jika ada), dan catatan teori seperti hipotesis kerja, konsep, dan semacamnya;

3) Rekonstruksi data dan hasil sintesis, termasuk didalamnya struktur organisasi: tema, definisi, dan hubungan-hubungannya; temuan dan kesimpulan; dan laporan akhir dan hubungannya dengan kepustakaan mutakhir, integrasi konsep hubungan dan penafsirannya;

4) Catatan tentang proses penyelenggaraan, termasuk didalamnya catatan metodologi: prosedur, desain, strategi, rasional, catatan tentang keabsahan data: berkaitan dengan derajat kepercayaan, kebergantungan dan kepastian; dan penelusuran audit.

5) Bahan yang berkaitan dengan maksud dan keinginan, termasuk usulan penelitian, catatan pribadi: catatan reflektif dan motivasi: dan harapan dan peramalan

6) Informasi tentang pengembangan instrumen, termasuk berbagai formulir yang digunakan untuk alat penjajakan, jadwal pendahuluan, format pengamat dan survei.

Proses auditing dapat mengikuti langkah-langkah seperti yangdisarankan oleh Halpern, yaitu: pra-entri penetapan hal-hal yang dapat diaudit, kesepakatan formal, dan berakhir penentuan keabsahan data.

(19)

seperlunya, atau mengehentikan usulan auditing. Sesudah itu auditi memilih auditor potensial untuk melaksanakan auditing itu. Kesepakatan dicapai dimana auditi harus menyediakan kerangka yang menyatakan jenis audit yang akan dilakukan disamping peneliti sebagai auditi menjelaskan secara singkat maksud, tujuan, proses, dan hasil temuan studi. Auditi menjelaskan secara rinci cara pencatatan yang telah diadakan selama penelitian. Kemudian kesepakatan dicapai lagi dalam tiga bentuk kondisi, yaitu meneruskan, meneruskan dengan perubahan, atau menghentikan sama sekali. Jika diadakan perubahan, maka perubahan itu harus dibuat secara tertulis tentang apa dan bagaimana perubahan itu dikehendaki. Dalam kesepakatan itu perlu pula ditetapkan apakah auditing itu diadakan selama studi atau hanya mengaudit hasilnya saja.

Pada tahap penetapan dapat tidaknya diaudit, tugas auditi ialah menyediakan segala macam pencatatan yang diperlukan dan bahan-bahan penelitian yang tersedia seperti yang sudah dikemukakan kalsifikasinya. Selain itu ia hendaknya menyediakan waktu secukupnya untuk keperluan mengadakan konsultasi jika hal itu diperlukan.

Di pihak lain, tugas pertama auditor ialah mempelajari seluruh bahan yang tersedia. Sesudah itu ia meminta penjelasan-penjelasan seperlunya tentang apa yang belum dipahaminya secara mantap. Auditor perlu memahami bahan-bahan yang tersedia dengan keadaan yang sebenarnya. Ia harus mengtahui benar bagaimana hubungan antara penelusuran audit dengan kejadian yang sebenarnya atau dengan hasil yang ditemukan. Ia harus bisa menelusuri apa yang terdapat dalam penelususan audit dengan data yang dilaporkan melalui pengamatan, wawancara, rekaman kaset, atau video.

(20)

itu berkaitan secara sistematis dengan pendekatan dan metodologi yang digunakan, baik pada waktu penggunaan awal ataupun kemudian penggunaan sebenarnya.

Tahapan berikut dinamakan persetujuan dan kesepakatan resmi antara auditor dengan auditi. Pada tahap ini auditor dengan auditi mengadakan persetujuan tertulis tentang apa yang telah dicapai oleh auditor. Persetujuan yang dilakukan hendaknya mencakup batas waktu pelaksanaan; tujuan pelaksanaan audit berkaitan dengan kebergantungan atau kepastian; penjabaran peranan yang akan dimainkan baik oleh auditor maupun oleh auditi; penyusunan logistik yang diperlukan seperti waktu, tempat, bantuan material yang diperlukan, dan sebagainya; penetapan format yang dibutuhkan sebagai kerangka dan isi laporan auditor; dan kriteria perundingan kembali jika diperlukan, misalnya apa yang harus dilakukan apabila auditor itu melenceng, keliru, atau salah.

Tahap berikutnya ialah penetapan penentuan keabsahan. Tahap ini merupakan tahap terpenting. Penelusuran audit meliputi pemeriksaan teradap kepastian

(21)

menelaah apakah ada atau tidak instropeksi. Terakhir, auditor menelaah kegiatan peneliti dalam melaksanakan pemeriksaan keabsahan data, misalnya bagaimana peneliti mengunakan triangulasi, analisis kasus negatif, dan lain-lain secara memadai. Jika auditor selesai melakukan pekerjaanya pada tahap ini, maka dia sudah siap mengambil keputusan tentang keseluruhan studi, yaitu berkaitan dengan sejauh mana data dan penafsirannya didasarkan atas data daripada sebagai usaha konstruksi sendiri.

Dalam halnya dengan pemeriksaan kepastian, dalam pemeriksaan terhadap kebergantungan terdapat beberapa langkah kecil. Pertama-tama auditor berurusan dengan kecukupan inkuiri dan pemanfaatan metodologinya. Dalam hal ini auditor berusaha memenuhi patokan, apakah keputusan inkuiri dan metodologinya ditemukan, diperiksa, dan ditunjang. Kemelencengan peneliti juga ditelaah untuk menetapkan sejauh mana peneliti terlalu cepat mengakhiri suatu kegiatan pengumpulan data. Hal itu perlu dilakukan karena hal demikian itu berarti peneliti lebih percaya pada pengetahuan a priori-nya sendiri. Juga auditor perlu menelaah: sejauh manakah seluruh data telah dimanfaatkan dan dianalisis, dan sejauh manakah setiap bidang yang tercakup secara beralasan sudah ditelaah oleh peneliti? Juga sejauh manakah tindak-tanduk peneliti dipengarhi oleh persoalan praktis seperti pengaruh ‘sponsor’ penelitian atau karena pengaruh subjek? Sejauh manakah peneliti telah berusaha menemukan kasus negatif dan data positif? Jika sekiranya ditemukan peneliti telah bekerja sama dengan subjek, perlu dicatat. Pengaruh perasaan dan emosi dari pihak peneliti perlu pula diperiksa. Keputusan tentang sampling dan proses triangulasi perlu juga ditelaah. Terakhir, unsur-unsur rancangan penelitian yang muncul dari penelitian agar juga diperiksa, dan auditor hendaknya mencatat jika sekiranya terjadi hambatan atatu ketidak-stabilan. Jika auditor telah selesai dengan seluruh tugas ini, maka ia kini sudah siap mengakhiri pemeriksaaanya tentang kebergantungan.

(22)

diakhiri, sesuai dengan haknya, auditi berhak mempelajari isi laporan tersebut terlebih dahulu. Hasil penelaahan auditi dibicarakan dan dibahas bersama. Maksudnya ialah agar auditi dapat mengetahui bahwa langkah-langkah yang ada dalam perjanjian telah diakukan seluruhnya. Jika dari sisi auditi terlihat ada kekeliruan, hal itu dapat dibicarakan untuk diperbaiki. Dalam hal keduanya tidak terdapat kesesuaian pendapat, auditor tetap berhak menyajikan laporannya, sedang auditi dapat memberikan catatan khusus mengenai hal itu. Jika proses itu telah dilaksanakan, maka perundingan tentang temuan auditing dibicarakan, apa saja kekurangannya dan bagaimana cara mengatasinya.

Pemanfaatan Pemeriksaan Keabsahan Data dalam Proposal dan dalam Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Sewaktu menulis proposal penelitian bagi para peneliti kualitatif Pemeriksaan Keabsahan data ini sudah harus dinyatakan pada bagian akhir proposal. Hal ini penting karena pertanggung-jawaban kepercayaan terletak pada kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data. Jadi sejak proposal penelitian Pemeriksaan Keabsahan data ini sudah harus dinyatakan dan direncanakan teknik apa saja yang digunakan.

Sewaktu menyelenggarakan penelitian setiap langkahnya sebaiknya dilakukan teknik pemeriksaan keabsahan data. Hasil pencatatan teknik pemeriksaan data tersebut harus dipertanggung-jawabkan dalam penulisan skripsi (S1), tesis (S2), dan disertasi (S3). Pada bagian atau bab tentang metodologi penelitian apa yang dirancang dalam proposal penelitian diceritakan secara singkat tentang proses yang digunakan dalam rangka pemeriksaan keabsahan data. Beberapa contoh hasil pemeriksaan data itu kemudian dicantuman sebagai Lampiran dalam penelitian itu.

Rangkuman

(23)

memperbaharui dan mengacu pada teknik yang disodorkan oleh para ahli inkuiri alamiah.

Referensi

Dokumen terkait