• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGANGGURAN, PENGELUARAN PEMERINTAH DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN KAB KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN 2006 2010 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGANGGURAN, PENGELUARAN PEMERINTAH DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN KAB KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN 2006 2010 SKRIPSI"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENGANGGURAN, PENGELUARAN

PEMERINTAH DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP

KEMISKINAN KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

TAHUN 2006-2010

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Listyaningrum Kusuma Wardani NIM 7450407052

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 22 Agustus 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. ST. Sunarto, M.S Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si

NIP. 194712061975011001 NIP. 197902082006041002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 3 September 2013

Penguji Skripsi,

Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 196812091997022001

Anggota I Anggota II

Dr. ST. Sunarto, M.S Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si

NIP. 194712061975011001 NIP. 197902082006041002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ekonomi

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, September 2013

Listyaningrum Kusuma W.

NIM. 7450407052

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Jatuh bangun itu biasa, berusahalah hingga keberhasilan kamu dapatkan. Karena jika kamu memutuskan untuk berhenti, tak akan ada hasil yang kamu dapat dan sia-sialah perjuanganmu itu. (penulis)

Berpikirlah positif atas segala rencana Tuhan untuk kita, dengan begitu akan lebih meringankan langkah kita. Yakinlah, bahwa Tuhan lebih tau apa yang kita butuhkan, dan apa yang terbaik untuk kita. (penulis)

Persembahan:

Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ayah, Ibuku tercinta dan adikku tersayang yang senantiasa memberikan doa, cinta, kasih sayang, dan perhatian yang sungguh luar biasa serta tak kenal lelah dalam memberikan dukungannya baik moral, spiritual dan material.

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010”.

Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Strata 1 (satu) guna meraih gelar Sarjana Ekonomi. Penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang dengan kebijaksanaanya memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan studi dengan baik.

3. Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi.

4. Dr. ST. Sunarto, M.S, Dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 5. Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si, Dosen pembimbing II yang telah memberikan

(7)

vii

6. Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Dosen penguji utama yang telah menguji dan mengarahkan sampai terselesaikannya skripsi ini.

7. Dosen dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang yang telah membantu dan memperlancar dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Staf dan karyawan BPS Jawa Tengah yang telah membantu dalam penyediaan data penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Nuas, seorang pria yang selalu ada dan senantiasa mendukungku penuh dalam proses penyelesaian skripsi ini.

10. Saudara dan sahabat-sahabatku Copi, Ana, Na2, Upe, Inu, Crist, Yokki, Kak Dik, Icit, Bewok, dan Dwi yang selalu memberi semangat, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dengan baik. 11. Rekan-rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2007 yang

sama-sama berjuang untuk dapat segera menyelesaikan skripsi.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang telah membantu.

Semarang, September 2013

(8)

viii

SARI

Wardani, Listyaningrum Kusuma. 2013. Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah dan Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dr. ST. Sunarto, M.S. II. Prasetyo Ari Bowo, S.E, M.Si.

Kata kunci: Kemiskinan, Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk.

Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks. Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah sendiri pada tahun 2006-2010 mengalami penurunan. Tetapi, tingkat kemiskinannya tertinggi dibanding lima Provinsi lainnya di pulau Jawa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 baik secara parsial maupun simultan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kab/Kota di Jawa Tengah Variabel dalam penelitian ini yaitu pengangguran (X1), pengeluaran pemerintah (X2), jumlah penduduk (X3) dan kemiskinan (Y). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan data time series yang berupa data tahun 2006-2010 dan data cross section yang menggunakan 35 Kab/Kota di Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda data panel dengan metode GLS serta model Fixed Effect sedangkan untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya digunakan alat analisis koefisien determinasi dan pengujian secara parsial menggunakan uji t-statistik dan pengujian secara simultan menggunakan uji F-t-statistik. Selain itu, juga dilakukan uji asumsi klasik dimana semua pengujian di atas menggunakan perhitungan program Eviews 7.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan. Pengeluaran pemerintah negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Sedangkan jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk berpengaruh secara simultan terhadap kemiskinan.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman.

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

2.2.2. Hubungan Pengangguran terhadap Kemiskinan ... 23

(10)

x

2.4 Jumlah Penduduk ... 27

2.5 Penelitian Terdahulu ... 29

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... . 36

3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 36

3.2 Populasi Penelitian ... 36

3.3 Variabel Penelitian yang Dirumuskan Secara Operasional ... 36

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 38

4.1.8 Hasil Estimasi Regresi Menggunakan Fixed Effect Model ... 88

4.2 Pembahasan ... 90

4.2.1 Pengaruh Pengangguran terhadap Kemiskinan ... 92

(11)

xi

4.2.3 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan ... 94

4.2.4 Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah, dan Jumlah Penduduk terhadap Kemiskinan ... 95

BAB V PENUTUP ... 96

5.1 Kesimpulan ... 96

5.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman. 1.1 Tingkat Kemiskinan Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun

2006-2010 (persen) ... 4 3.1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi... 45 4.1 Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 48 4.2 Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di atas Tingkat

Kemiskinan Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 54 4.3 Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di bawah Tingkat

Kemiskinan Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 55 4.4 Kab/Kota dengan Tingkat Kemiskinan di atas dan di bawah

Rata-rata Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

2006-2010 ... 56 4.5 Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

2006-2010 ... 58 4.6 Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di bawah

Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2006-2010 ... 63 4.7 Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di atas

Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2006-2010 ... 64 4.8 Kab/Kota dengan Jumlah Pengangguran Terbuka di atas dan di

bawah Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di

Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 65 4.9 Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2006-2010 ... 67 4.10 Kab/Kota dengan Pengeluaran Pemerintah di bawah Rata-rata

Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

(13)

xiii

4.11 Kab/Kota dengan Pengeluaran Pemerintah di atas Rata-rata Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

2006-2010 ... 72 4.12 Kab/Kota dengan Realisasi Pengeluaran Pemerintah di atas dan

di bawah Rata-rata Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota

di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 74 4.13 Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 75 4.14 Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di bawah Rata-rata Jumlah

Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 80 4.15 Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di atas Rata-rata Jumlah

Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 81 4.16 Kab/Kota dengan Jumlah Penduduk di atas dan di bawah

Rata-rata Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

2006-2010 ... 82 4.17 Uji t ... 84 4.18 Perbandingan Regresi Auxiliary Regression dengan

(14)

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman 1.1 Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 3 1.2 Jumlah Pengangguran Terbuka di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 5 1.3 Realisasi Pengeluaran Pemerintah di Jawa Tengah Tahun

2006-2010 ... 7 1.4 Jumlah Penduduk di Jawa Tengah Tahun 2006-2010... 10 4.1 Rata-rata Tingkat Kemiskinan Tiap Kab/Kota di Jawa Tengah

Tahun 2006-2010 ... 51 4.2 Rata-rata Jumlah Pengangguran Terbuka Tiap Kab/Kota di Jawa

Tengah Tahun 2006-2010 ... 61 4.3 Rata-rata Realisasi Pengeluaran Pemerintah Tiap Kab/Kota di

Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ... 69 4.4 Rata- rata Jumlah Penduduk Tiap Kab/Kota di Jawa Tengah

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Grafik Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

2006-2010 (persen) ... 103

2 Grafik Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa) ... 104

3 Grafik Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah) ... 105

4 Grafik Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa) ... 106

5 Tabel Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (persen) ... 107

6 Tabel Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa) ... 108

7 Tabel Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah) ... 109

8 Tabel Jumlah Penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa) ... 110

9 Tabel Jumlah Pengangguran Terbuka Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ln) ... 111

10 Tabel Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ln) ... 112

(17)

xvii

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara. Terlebih untuk negara sedang berkembang, salah satunya Indonesia. Kemiskinan menjadi fenomena tersendiri sepanjang sejarah Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan di Indonesia yang awalnya begitu tinggi yaitu sekitar 40% pada tahun 1976, telah berhasil mengalami penurunan menjadi sekitar 11 persen pada tahun 1996. Pada tahun 1998 tingkat kemiskinan tercatat sebesar 24,2% yang utamanya disebabkan oleh meroketnya harga-harga komoditas baik makanan maupun non-makanan. Sejalan dengan menurunnya kembali harga-harga kebutuhan makanan dan non-makanan tingkat kemiskinan juga kembali turun menjadi sekitar 19% pada tahun 2000.

Kemiskinan memang persoalan yang kompleks, karena tidak hanya berkaitandengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi. Tetapi, berkaitan pula dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan serta ketidakberdayaannya untuk berpartisipasi dalam pembangunan serta berbagai masalah yang berkenaan dengan pembangunan manusia. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah (Wijayanti Wahono, 2005).

(19)

Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parahnya lagi kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan dan sandang secara terbatas.

Kemiskinan juga telah membatasi hak rakyat untuk (1) Memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat untuk menjalankan spiritual dengan Tuhannya; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik (Sahdan, 2005).

(20)

tidak memiliki pekerjaan, serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat dilakukan secara terpisah dari masalah-masalah pengangguran, pendidikan, kesehatan dan masalah-masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya dilakukan lintas sektor, lintas pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi.

Di Indonesia sendiri, menurut data Statistics Indonesia tingkat kemiskinan pada periode tahun 2006-2010 terlihat mengalami penurunan tetapi masih cenderung tinggi karena berada di atas sepuluh persen. Pada tahun 2006 tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 17,75 persen. Pada tahun-tahun berikutnya secara berturut-turut terus mengalami penurunan yaitu sebesar 16,85 persen di tahun 2007, kemudian menjadi 15,42 persen pada tahun 2008. Pada tahun 2009 dan 2010 tingkat kemiskinan Indonesia masing-masing adalah sebesar 14,15 persen dan 13,33 persen. Selama kurun waktu yang sama, di Jawa Tengah tingkat kemiskinan juga mengalami kecenderungan menurun. Hal ini terlihat dari grafik 1.1 di bawah ini:

Grafik 1.1

Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Sumber: BPS, Jateng dalam Angka tahun 2007-2011 (data diolah) 0

10 20 30

2006 2007 2008 2009 2010 22.19 20.43 19.23 17.72 16.56

(21)

Meskipun mempunyai kecenderungan menurun namun dalam kurun waktu tersebut tingkat kemiskinan di Jawa Tengah masih tertinggi dibandingkan dengan Provinsi lain di pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1

Tingkat Kemiskinan Enam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2006-2010 (persen) menanggulangi kemiskinan belum berhasil sepenuhnya. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tertinggi di antara lima Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dalam kurun waktu tersebut sebesar 19,23 persen. Peringkat kedua ditempati oleh Provinsi Jawa Timur, dilanjutkan Provinsi DIY yang menempati peringkat ketiga dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 18,10 persen. Peringkat keempat ditempati oleh Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata tingkat kemiskinan mencapai 12,86 persen. Peringkat kelima ditempati oleh Provinsi Banten dengan rata-rata tingkat kemiskinan 8,36 persen dan terakhir ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 4,04 persen.

(22)

adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan hal tersebut akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai. Semakin turunnya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu kemiskinan (Sukirno, 2010).

Angkatan kerja yang tumbuh cepat tentu akan menambah beban tersendiri bagi perekonomian yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja. Jika lowongan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang sudah ada (Dumairy, 1996). Jumlah pengangguran terbuka di Jawa Tengah dari tahun 2006-2010 terlihat fluktuatif. Pada kurun waktu tersebut, terlihat bahwa jumlah pengangguran terbuka masih lebih dari satu juta jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 1.2 berikut ini:

Grafik 1.2

Jumlah Pengangguran Terbuka di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

(23)

Jumlah pengangguran terbuka di Jawa Tengah pada kurun waktu 2006-2010 cenderung fluktuatif. Jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2006 hingga 2007, mengalami kenaikan yang signifikan. Akan tetapi, tidak demikian pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2007 tercatat sebesar 1.360.219 jiwa, kemudian mengalami penurunan sebesar 132.911 jiwa tahun 2008. Pada tahun 2009 jumlah pengangguran terbuka di Jawa Tengah kembali mengalami kenaikan, akan tetapi di tahun 2010 berhasil terjadi penurunan.

Upaya menurunkan tingkat pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan adalah sama pentingnya. Secara teori, jika masyarakat tidak menganggur berarti mempunyai pekerjaan dan penghasilan, dan dengan penghasilan yang dimiliki dari bekerja diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Jika kebutuhan hidup terpenuhi, maka tidak akan miskin. Sehingga dikatakan dengan tingkat pengangguran rendah (kesempatan kerja tinggi) maka tingkat kemiskinan juga rendah (Yacoub, 2012).

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prastyo menemukan bahwa pengangguran berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Persoalan kemiskinan memang menjadi salah satu target kebijakan pembangunan di setiap negara. Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan berbagai upaya pembangunan dan kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembangunan tersebut. Usaha yang telah dilakukan tersebut dapat dilihat dalam bentuk peningkatan pengeluaran pemerintah.

(24)

nyata dan keberhasilan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Oleh karena itu, belanja modal disalurkan dalam berbagai sektor pembangunan diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah dengan tujuan akhirnya untuk meningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Sama halnya, penelitian yang dilakukan oleh Ari Mulianta Ginting dan Rasbin menemukan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Berikut ini adalah perkembangan realisasi pengeluaran pemerintah di Jawa Tengah tahun 2006-2010 terlihat dari grafik 1.3 berikut:

Grafik 1.3

Realisasi Pengeluaran Pemerintah di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (ribuan rupiah)

Sumber: BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Kab/Kota berbagai edisi (data diolah)

Pada grafik 1.3 terlihat bahwa dari tahun 2006-2010 perkembangan realisasi pengeluaran pemerintah di Jawa Tengah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meskipun tingkat kemiskinan mengalami penurunan tetapi masih tergolong tinggi karena masih berada di atas 10 persen. Kondisi ini memberikan

0 10,000,000,000 20,000,000,000 30,000,000,000 40,000,000,000

2006 2007 2008 2009 2010

Realisasi Pengeluaran Pemerintah

(25)

indikasi bahwa sebagian besar anggaran pemerintah belum mampu menyelesaikan masalah kemiskinan.

Pada umumnya perkembangan penduduk di negara sedang berkembang sangat tinggi dan besar jumlahnya. Jumlah penduduk yang besar apabila diikuti dengan kualitas yang memadai dari segi pendidikan, kesehatan, nilai moral dan etika dan lain sebagainya merupakan modal pembangunan yang handal bagi suatu negara, namun sebaliknya apabila kualitasnya rendah justru akan menjadi beban pembangunan sehingga akan menjadi penghambat pembangunan. Masalah pertumbuhan penduduk tidak hanya sekedar masalah jumlah, masalah penduduk juga menyangkut kepentingan pembangunan serta kesejahteraan penduduk secara keseluruhan.

Pada umumnya penduduk dipandang sebagai penghambat pembangunan. Keberadaannya apalagi dalam jumlah besar dan dengan pertumbuhan yang tinggi, dinilai hanya menambah beban pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan memperkecil pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah ketenagakerjaan. Pada literatur modern penduduk justru dipandang sebagai pemacu pembangunan. Berlangsungnya kegiatan produksi adalah berkat adanya orang yang membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang dihasilkan. Konsumsi dari penduduk ini yang menimbulkan permintaan agregat. Peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan (Dumairy, 1996).

(26)

macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomi dalam produksi yang akan menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya produksi dan menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya akan merangsang output atau produksi agregat yang lebih tinggi. Pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang berarti tingkat kemiskinan akan turun (Todaro, 2006).

Tekanan masalah kependudukan atas pembangunan sesungguhnya tidak terlalu berhubungan dengan aspek jumlah, melainkan lebih terkait dengan variabel-variabel lain kependudukan. Variabel-variabel tersebut antara lain: sebaran, komposisi, kepadatan dan pertumbuhan penduduk dan ada juga karakteristik penduduk yang bersangkutan seperti tingkat pendapatan, kesehatan dan kemiskinan (Dumairy, 1996).

(27)

Grafik 1.4

Jumlah Penduduk di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (jiwa)

Sumber : BPS, Jateng dalam Angka tahun 2006-2011 (data diolah)

Pada grafik 1.4 terlihat bahwa dari tahun 2006-2010 jumlah penduduk di Jawa Tengah mengalami peningkatan dari 32.177.730 jiwa di tahun 2006 menjadi 32.864.563 jiwa pada tahun 2009. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Jawa Tengah mengalami penurunan sehingga menjadi 32.382.657 jiwa.

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan maka peneliti tertarik menganalisis masalah ini. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian ilmiah dengan judul “Pengaruh Pengangguran, Pengeluaran Pemerintah, dan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun

2006-2010”.

1.2. Perumusan Masalah

Tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2006-2010 cenderung menurun. Walaupun demikian, rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tergolong tertinggi di antara lima Provinsi lainnya di Pulau Jawa. Berdasarkan data dari Statistic Indonesia, Rata-rata tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dalam

(28)

kurun waktu tersebut sebesar 19,23 persen. Peringkat kedua ditempati oleh Provinsi Jawa Timur, dilanjutkan Provinsi DIY yang menempati peringkat ketiga dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 18,10 persen. Peringkat keempat ditempati oleh Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata tingkat kemiskinan mencapai 12,86 persen. Peringkat kelima ditempati oleh Provinsi Banten dengan rata-rata tingkat kemiskinan 8,36 persen, dan terakhir ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 4,04 persen.

Kemiskinan berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin tidak memiliki pekerjaan (pengangguran). Berdasarkan data BPS Jawa Tengah, jumlah pengangguran terbuka di Jawa Tengah kurun waktu 2006-2010 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2006 hingga 2007 jumlah pengangguran terbuka mengalami kenaikan. Namun tidak demikian halnya pada tahun berikutnya yaitu dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 132.911 jiwa sedangkan pada tahun 2009 kembali mengalami kenaikan. Kemudian mengalami penurunan kembali di tahun 2010.

(29)

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik kemiskinan, pengangguran, pengeluaran

pemerintah, dan jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010?

2. Apakah ada pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010?

3. Apakah ada pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan

Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010?

4. Apakah ada pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di

Jawa Tengah tahun 2006-2010?

5. Seberapa besar pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010 secara simultan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui karakteristik kemiskinan, pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010?

2. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan Kab/Kota

di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

(30)

4. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

5. Untuk mengetahui pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010 secara simultan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis :

1. Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti maupun pembaca tentang

bagaimana perkembangan dan karakteristik kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan terutama mengenai bagaimana pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010 secara parsial dan simultan.

1.4.2 Manfaat Praktis :

(31)
(32)

15

BAB II

TELAAH TEORI

2.1. Kemiskinan

Menurut World Bank dalam Kumalasari (2011), mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan dalam kesejahteraan, dan terdiri dari banyak dimensi. Ini termasuk berpenghasilan rendah dan ketidakmampuan untuk mendapatkan barang dasar dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup dengan martabat. Kemiskinan juga meliputi rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, akses masyarakat miskin terhadap air bersih dan sanitasi, keamanan fisik yang tidak memadai, kurangnya suara, dan kapasitas memadai serta kesempatan untuk hidup yang lebih baik itu.

Kemiskinan menurut BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Pendekatan ini dihitung menggunakan Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Jadi, dalam pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

(33)

sosial, yang meliputi: asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.

Menurut BPS dalam Ben Hasan (2011), secara konseptual kemiskinan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.

2. Kemiskinan absolut, yaitu kemiskinan karena ketidakmampuannya untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

(34)

2. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau

masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.

4. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.

b. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak mendapat menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata (Suryawati, 2005).

2.1.1 Penyebab Kemiskinan

(35)

daya yang terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi. Ketiga, kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal.

Menurut Nasikun dalam Suryawati (2005), salah satu sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu: population growth, prespektif yang didasari oleh teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung. Seperti halnya dalam Mustika (2011), tesis yang paling mendasar dari Malthus adalah bahwa “jumlah penduduk cendrung meningkat lebih cepat dari persediaan bahan makanan”.

Berdasarkan tesis tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk tumbuh bagaikan deret ukur dan persediaan bahan makanan berdasar deret hitung. Akibatnya sumber daya bumi tidak mampu mengimbangi kebutuhan manusia yang terus bertambah dengan cepat. Hal itulah yang menimbulkan kemiskinan.

2.1.2 Kriteria kemiskinan

BPS telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

(36)

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia, kayu berkualitas rendah, tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di dokter atau puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak

tamat SD/hanya SD.

(37)

2.1.3 Teori Lingkaran Kemiskinan

Penyebab kemiskinan bermuara pada teori lingkaran kemiskinan dari Nurkse. Lingkaran kemiskinan adalah suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi suatu keadaaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. Adanya keterbelakangan dan ketertinggalan sumber daya manusia (yang tercermin oleh tingkat pendidikan yang rendah), ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada rendahnya akumulasi modal sehingga proses penciptaan lapangan kerja rendah (tercemin oleh tingginya jumlah pengangguran). Rendahnya akumulasi modal disebabkan oleh keterbelakangan dan seterusnya (Kuncoro, 1997).

2.2. Pengangguran

(38)

1. Pengangguran friksional, yaitu para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja tetapi karena sedang mencari kerja lain yang lebih baik.

2. Pengangguran siklikal, yaitu penganguran yang melebihi pengangguran

alamiah. Pada umumnya pengangguran ini terjadi sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat. Penurunan permintaaan agregat mengakibatkan perusahaan mengurangi jumlah pekerja atau gulung tikar. 3. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh

adanya perubahan struktur kegiatan ekonomi.

4. Pengangguran teknologi, yaitu pengangguran yang ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia dengan mesin-mesin dan bahan kimia. Sedangkan bentuk-bentuk pengangguran berdasarkan cirinya dapat digolongkan sebagai berikut (Sukirno, 2010):

1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah mereka yang mampu

dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka.

2. Pengangguran tersembunyi adalah jumlah pekerja dalam suatu kegiatan

ekonomi lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya ia dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.

(39)

pertanian dan perikanan. Petani akan mengganggur saat menunggu masa tanam dan saat jeda antara musim tanam dan musim panen.

4. Setengah menganggur adalah pekerja-pekerja yang mempunyai masa kerja seperti mungkin hanya bekerja satu hingga dua hari seminggu atau satu hingga empat jam sehari, jam kerja yang jauh lebih rendah dari yang normal.

2.2.1 Dampak Pengangguran

(40)

2.2.2 Hubungan Pengangguran terhadap Kemiskinan

Menurut Sukirno (2010), salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat, hal ini yang dapat mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai.

Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Ketiadaan pendapatan menyebabkan para penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya. Apabila pengangguran di suatu negara adalah sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.

2.3. Pengeluaran Pemerintah

(41)

utama yaitu sebagai sebuah alat yang dapat digunakan pemerintah untuk mengatur prioritas nasional, mengalokasikan output nasional di antara konsumsi umum, pribadi dan investasi.

Penyediaan berbagai macam barang dan jasa konsumsi publik yang dibiayai oleh pajak bagi kelompok penduduk yang paling miskin, merupakan instrumen lain yang cukup berpotensi untuk mengentaskan kemiskinan. Sebagai contoh: pengadaan proyek-proyek perbaikan fasilitas-fasilitas kesehatan publik di daerah – daerah pedesaan serta pinggiran dan pusat pemukiman kumuh di kota-kota, pembangunan tangki-tangki air bersih, serta pengadaan listrik di daerah-daerah terpencil (Todaro, 2006).

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung banyak faktor antara lain: proyeksi jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai, serta pertimbangan politik dan keamanan sehingga dapat disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah pada suatu periode tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak didasarkan pada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan pendapatan nasional.

Pada hakekatnya pengeluaran pemerintah daerah menyangkut dua hal yaitu:

(42)

lain-lain, angsuran pinjaman/hutang dan bunga, bantuan keuangan, pengeluaran tidak termasuk bagian lain, dan pengeluaran tidak disangka. 2. Pengeluaran pembangunan, yaitu pembiayaan untuk pembangunan daerah

sebagai kegiatan pemerintahan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan dalam sektor pertanian, industri, perhubungan, pariwisata dan sektor-sektor lain.

Adanya perubahan tentang struktur pengeluaran pemerintah daerah (Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002) dijelaskan sebagai berikut:

1. Belanja aparatur daerah adalah belanja administrasi umum, belanja operasi

dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dapat dinikmati masyarakat (publik).

2. Belanja pelayanan publik adalah belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dapat dinikmati masyarakat (publik).

Sturktur pengeluaran pemerintah daerah Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 kemudian mengalami perubahan kembali menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang dapat diterangkan sebagai berikut :

(43)

hasil kepada Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga.

2. Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program, seperti: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Adapun hubungan pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan yaitu: Peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan sangat dibutuhkan, sesuai dengan peranan pemerintah yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi. Peranan tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi jika tujuan pembangunan yaitu pengentasan kemiskinan ingin terselesaikan. Anggaran yang dikeluarkan untuk pengentasan kemiskinan menjadi stimulus dalam menurunkan angka kemiskinan dan beberapa persoalan pembangunan yang lain.

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung banyak faktor. Salah satunya adalah jumlah pajak yang akan diterima. Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan pemerintah. Sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk membiayai administrasi pemerintahan dan sebagian untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi suatu negara (Sukirno, 2010).

(44)

layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan) dengan beberapa hal. Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan.

2.4. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan permasalahan mendasar. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.

Meskipun terdapat pertentangan mengenai konsekuensi positif dan negatif yang ditimbulkan oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk, namun selama beberapa dekade mulai muncul gagasan baru. Gagasan tersebut dikemukakan oleh Robert Cassen dalam Todaro (2006) adalah sebagai berikut:

a) Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah akan tetapi

juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materiil.

(45)

merupakan penyebab utama dari keterbelakangan, harus disadari bahwa hal tersebut merupakan salah satu faktor penting penyebab keterbelakangan di banyak negara.

c) Pertumbuhan penduduk secara cepat menimbulkan berbagai konsekuensi

ekonomi yang merugikan dan hal itu merupakan masalah yang utama harus dihadapi negara-negara Dunia Ketiga. Mereka kemudian mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat mendorong timbulnya berbagai macam masalah ekonomi, sosial dan psikologis yang melatarbelakangi kondisi keterbelakangan yang menjerat negara-negara berkembang.

Pertumbuhan penduduk juga menghalangi prospek tercapainya kehidupan yang lebih baik karena mengurangi tabungan rumah tangga dan juga negara. Disamping itu, jumlah penduduk yang terlampau besar akan menguras kas pemerintah yang sudah sangat terbatas untuk menyediakan berbagai pelayanan kesehatan, ekonomi dan sosial bagi generasi baru. Melonjaknya beban pembiayaan atas anggaran pemerintah tersebut jelas akan mengurangi kemungkinan dan kemampuan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup generasi dan mendorong terjadinya transfer kemiskinan kepada generasi mendatang yang berasal dari keluarga berpenghasilan menengah ke bawah. (Todaro, 2006).

Adapun hubungan jumlah penduduk terhadap kemiskinan yaitu:

(46)

ada hanya dialokasikan lebih banyak ke pertumbuhan tenaga kerja yang tinggi dari pada disumbangkan untuk meningkatkan capital kepada setiap tenaga kerja. Selanjutnya ini akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang lambat di sektor-sektor yang modern dan peningkatan pengangguran. Dampak berikutnya adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan rasio ketergantungan (dependency ratio) juga tinggi, yang akan mengurangi tingkat tabungan masyarakat.

Menurut Nelson dan Leibenstein dalam bukunya “Theory of Low Level Equilibrium Trap in Underdeveloped Economies”, menganalisis mengenai pengaruh langsung dari perkembangan penduduk terhadap perkembangan tingkat kesejahteraan. Menurut pendapat mereka bahwa perkembangan penduduk yang pesat di negara-negara berkembang menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak mengalami tingkat pertambahan yang berarti dan dalam jangka panjang mungkin menurun serta meningkatkan jumlah penduduk miskin.

2.5. Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian tentang kemiskinan yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti dengan daerah dan periode waktu yang berbeda pula, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Adit Agus Prastyo (2010) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi

(47)

kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dengan pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan menggunakan jenis data sekunder. Penggunaan dummy wilayah dalam penelitian ini adalah untuk melihat variasi tingkat kemiskinan di 35 Kab/Kota di Jawa Tengah. Sedangkan hasil dari penelitian ini adalah bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum Kab/Kota, pendidikan, dan tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Yuni Astuti (2012) yang berjudul

“Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap

Kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2006-2009”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh PDRB, pendidikan, dan pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dan menggunakan jenis data sekunder. Sedangkan, hasil dari penelitian ini adalah bahwa variabel pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan PDRB serta pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Candra Mustika yang berjudul “Pengaruh

PDB dan Jumlah Penduduk terhadap kemiskinan di Indonesia periode

(48)

waktu 1990-2008. Dalam penelitian ini, metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Indonesia selama periode 1990 sampai 2008 terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 8,57 persen dan terendah pada tahun 2005 sebesar 0,47 persen. Sedangkan, jumlah penduduk miskin cenderung berfluktuasi dan berdasarkan indeks keparahan ternyata wilayah pedesaan cenderung mengalami tingkat kemiskinan yang lebih parah dari perkotaan. Hasil regresi menunjukkan bahwa variabel PDB dan variabel jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2009) yang berjudul “Pengaruh

Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Daerah, dan Jumlah Penduduk terhadap

Kemiskinan (Studi Kasus Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun

2007)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan variabel

(49)

berpengaruh negatif terhadap kemiskinan serta jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Adam Sebastian (2009) yang berjudul

“Beberapa Faktor Ekonomi yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota

Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pendapatan perkapita, tabungan perkapita, kesempatan kerja, pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan di Kota Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan menggunakan alat bantu komputer program Statistic Program For Social science (SPSS) versi 13.0. Sedangkan, hasil dari penelitian ini adalah bahwa variabel pendapatan perkapita secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, sedangkan tabungan perkapita, kesempatan kerja, pengeluaran pemerintah secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Masniari Dalimunthe (2008) yang berjudul

“Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor Pendidikan dan

Kesehatan terhadap Penduduk Miskin di Sumatera Utara”. Penelitian ini

(50)

dari penelitian ini adalah bahwa secara parsial seluruh variabel independen signifikan (α=1%) terhadap jumlah penduduk miskin.

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Menurut Bank Dunia salah satu sebab kemiskinan adalah karena kurangnya pendapatan dan aset untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima. Kemiskinan bisa juga berkaitan dengan keterbatasan lapangan pekerjaan dan biasanya mereka yang dikategorikan miskin tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), serta tingkat pendidikan dan kesehatan mereka pada umumnya tidak memadai. Mengatasi masalah kemiskinan tidak dapat dilakukan secara terpisah dari masalah pengangguran, pendidikan, kesehatan dan masalah-masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan masalah-masalah kemiskinan.

Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Kondisi menganggur menyebabkan seseorang tidak memiliki pendapatan, akibatnya kesejahteraan yang telah dicapai akan semakin merosot. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang terjebak dalam kemiskinan.

(51)

Peningkatan jumlah penduduk, memiliki konsekuensi logis terhadap penyediaan fasilitas dasar (pendidikan, kesehatan, kebutuhan pangan, dan perumahan) dan juga lapangan pekerjaan. Apabila hal tersebut tidak dapat dipenuhi, pertambahan jumlah penduduk tersebut akan mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Jika pendapatan dan faktor yang lain diasumsikan tetap, maka peningkatan jumlah anggota keluarga akan mengurangi kemampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Dengan demikian akan meningkatkan peluang penduduk menjadi miskin.

Berdasarkan latar belakang permasalahan serta tinjauan pustaka di atas, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Menurut Suharsimi (2006) hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Maka, dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

Pengangguran (X1)

Pengeluaran Pemerintah (X2)

Kemiskinan (Y)

Jumlah penduduk (X3)

H1

H4 H3

(52)

1. Ada pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

2. Ada pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

3. Ada pengaruh jumlah penduduk terhadap kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010.

4. Ada pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk

(53)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS Jawa Tengah) khususnya data tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Data utama yang diperlukan adalah semua variabel yang diteliti meliputi kemiskinan, pengangguran, pengeluaran pemerintah, dan jumlah penduduk. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan time series dan cross section. Data time series dari tahun 2006-2010. Sedangkan data cross section menggunakan 35 Kab/Kota di Jawa Tengah.

3.2. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus (Suharsimi, 2002). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah Kab/Kota di Jawa Tengah yang meliputi 35 Kab/Kota. Dalam penelitian ini menggunakan seluruh obyek penelitian yang diambil dari populasi yang meliputi 35 Kab/Kota di Jawa Tengah.

3.3. Variabel Penelitian yang Dirumuskan Secara Operasional

(54)

dan jumlah penduduk. Adapun definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kemiskinan dapat dilihat melalui penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan setara 2100 kalori dan kebutuhan non makanan yang mendasar. Penelitian ini menggunakan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Data kemiskinan yang digunakan adalah persentase penduduk miskin menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2006-2010. Variabel ini memiliki satuan persen.

2) Pengangguran terbuka adalah mereka yang mampu dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka. Data pengangguran terbuka yang digunakan adalah jumlah pengangguran terbuka menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2010. Variabel ini memiliki satuan jiwa.

3) Pengeluaran pemerintah adalah suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya pengeluaran atau belanja pemerintah tiap tahunnya yang tercermin dalam dokumen APBN untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional. Data yang digunakan realisasi pengeluaran pemerintah yang dipublikasikan oleh BPS Jawa Tengah. Variabel ini memiliki satuan ribuan rupiah.

(55)

menetap. Data yang digunakan jumlah penduduk menurut Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2010. Variabel ini memiliki satuan jiwa.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Menurut Suharsimi (2002), metode dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan-laporan tertulis, baik berupa angka ataupun keterangan. Selain data-data laporan tertulis untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data, informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Data Panel

Menurut Gujarati (2004), data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu.

Analisis data menggunakan regresi data panel mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

(56)

2. Menggabungkan informasi data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika penghilangan variabel ( ommited-variable) (Widarjono, 2009).

Beberapa keunggulan lain dengan menggunakan metode data panel menurut Wibisono dalam Shochrul R. Ajija, yaitu:

1. Panel data memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit dengan mengijinkan variabel spesifik individu.

2. Kemampuan mengontrol heterogenitas individu ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

3. Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang dan peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom) sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien.

4. Data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu.

Ada 3 teknik pendekatan mendasar yang digunakan dalam mengestimasi model regresi dengan data panel, yaitu:

a. Model Pooled Least Square (Common Effect)

(57)

bahwa model ini sama halnya dengan metode OLS (Ordinary Least Square) karena menggunakan kuadrat kecil biasa. Pada beberapa penelitian data panel, model ini seringkali tidak pernah digunakan sebagai estimasi utama karena sifat dari model ini yang tidak membedakan perilaku data sehingga memungkinkan terjadinya bias, namun model ini digunakan sebagai pembanding dari kedua pemilihan model lainnya.

b. Model Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Pendekatan model ini menggunakan variabel boneka yang dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga Covariance Model. Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV) dan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 2004). Penggunaan model ini tepat untuk melihat perubahan perilaku data dari masing-masing variabel sehingga data lebih dinamis dalam mengintrepetasi data. Pemilihan model antara common effect dengan fixed effect dapat dilakukan dengan pengujian Likelihood Test Ratio

dengan ketentuan apabila nilai probabilitas yang dihasilkan signifikan dengan alpha maka dapat diambil keputusan menggunakan model fixed effect.

c. Model Pendekatan Efek Acak (Random Effect).

(58)

konsekuensi berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) sehingga pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan variabel gangguan (error term) yang dikenal dengan random effect. Model ini mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu (Widarjono, 2009).

Keputusan penggunaan model fixed effect ataupun random effect

ditentukan dengan menggunakan Uji Hausman dengan ketentuan apabila probabilitas yang dihasilkan signifikan dengan alpha maka dapat digunakan metode fixed effect. Namun, apabila sebaliknya maka dapat memilih salah satu yang terbaik antara model fixed effect dengan random effect.

3.5.2 Model Regresi Data Panel

Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pengangguran, pengeluaran pemerintah dan jumlah penduduk terhadap kemiskinan digunakan analisis data panel yang merupakan kombinasi antar deret waktu dan deret hitung. Model persamaannya adalah sebagai berikut:

KMit = β0 + β1 lnUPMit + β2 lnPPit + β3 JPit + uit

Dimana :

KM = kemiskinan lnUPM= pengangguran

lnPP = realisasi pengeluaran pemerintah JP = jumlah penduduk

β0 = konstanta

(59)

β2 = koefisien regresi realisasi pengeluaran pemerintah β3 = koefisien regresi jumlah penduduk

i = menunjukkan objek t = menunjukkan waktu u = error

3.5.2.1 Uji Statistik

a. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Jika nilai koefisien determinasi ini mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2006).

b. Uji Parsial (Uji t)

Uji t statistik pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Apabila thitung > ttabel maka kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2006).

(60)

Pengambilan keputusannya yaitu apabila thitung > ttabel dapat diketahui bahwa variabel independen tersebut merupakan variabel penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen pada model.

c. Uji Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Apabila Fhitung > F tabel maka H0 ditolak dan menerima Ha (Ghozali, 2006).

Estimasi model pada softwareEviews 7, uji F dapat dilakukan dengan cara melihat nilai Fhitung kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel. Penentuan nilai

Ftabel menggunakan tabel F dengan variabel independen sebagai df numerator dan

jumlah observasi yang telah dikurangi variabel independen sebagai denumerator

nya. Apabila Fhitung > Ftabel dapat diketahui bahwa seluruh variabel independen memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen.

3.5.2.2 Uji Asumsi Klasik

(61)

a. Multikolinearitas

Pada dasarnya multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear yang sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variabel bebas (Kuncoro, 2007). Multikolinearitas merupakan hubungan linear antar variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini dapat dideteksi dari nilai R2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai dengan teori (Gujarati, 2004). Deteksi hanya dengan menggunakan nilai R2 yang tinggi diperlukan kehati-hatian, akan lebih tepat jika mendeteksi dengan melihat perbandingan antara nilai R2 regresi parsial (auxiliary regression) dan nilai R2 regresi utama (Widarjono, 2009). Apabila nilai R2 regresi parsial (auxiliary regression) lebih besar dibandingkan nilai R2 regresi utama, maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas dalam data panel dapat diatasi dengan pemberian pembobotan (cross section weight) atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung) menjadi signifikan.

b. Heteroskedastisitas

Heterokesdastisitas merupakan variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan dari observasi ke observasi lain. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan uji park yang dikembangkan oleh Park pada tahun 1996 yaitu dengan cara menambah satu variabel residual kuadrat. Variabel residual baru akan dihitung dengan melakukan estimasi (regresi). Jika

(62)

Eviews memiliki fasilitas cross section weight dan white cross section covariance

yang mampu mengatasi masalah heteroskedastisitas (Gujarati, 2010).

c. Normalitas

Pada dasarnya untuk jumlah observasi kurang dari 30 harus dilakukan uji normalitas sedangkan jumlah observasi lebih dari 30 tidak diperlukan uji normalitas karena distribusi sampling error term telah mendekati normal (Ajija, 2011). Selain itu, sampel dalam jumlah kecil yaitu di bawah 100 observasi asumsi kenormalan merupakan peranan yang penting dan untuk sampel dalam jumlah besar asumsi kenormalan dapat diabaikan (Gujarati, 2010).

d. Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Deteksi autokorelasi adalah dengan cara uji Durbin-Watson(d) (Widarjono, 2009). Caranya yaitu dengan memperhatikan jumlah observasi dan jumlah variabel independen tertentu termasuk konstanta serta mencari nilai kritis dL dan du distatistik Durbin-Watson. Penentuan ada tidaknya autokorelasi didasarkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi

Nilai Statistik d Hasil

0 < d < dL Menolak hipotesis nol, ada autokorelasi positif dL≤ d ≤ du Daerah keragu-raguan, tidak ada keputusan

du < d < 4-du Menerima hipotesis nol, tidak ada autokorelasi positif/negatif 4-du < d < 4-dL Daerah keraguan-raguan, tidak ada keputusan

(63)
(64)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kemiskinan di Jawa Tengah

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang ditandai oleh keterbatasan, ketidakmampuan, dan kekurangan, seperti: ketidakmampuan untuk mendapatkan pendidikan, akses fasilitas air bersih, fasilitas jamban, dan kesehatan yang memadai, serta kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar sandang dan pangan. Selain itu, masyarakat miskin umumnya memiliki masalah dalam mendapatkan kesempatan kerja dan usaha, serta lemahnya perlindungan terhadap aset usaha. Keterbatasan modal, kurangnya keterampilan dan pengetahuan menyebabkan masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan peluang yang sempit untuk mengembangkan usaha.

(65)

Tabel 4.1

Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (persen)

Kab / Kota 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 3.1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi
Tabel 4.1
tabel 4.1 dapat diketahui pula bahwa:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pabrik Anilin ini direncanakan didirikan di daerah Cilegon, Banten dan menghasilkan produk sebanyak 3.000 Ton/Tahun, Proses yang digunakan dalam prarancangan pabrik Anilin ini

pengabsahan, distribusi dan penyimpanan serta media yang digunakan dalam komunikasi kedinasan. Tulisan dinas adalah semua bentuk tulisan yang berisi keterangan atau pendapat

Simalungun dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 seperti nomor induk kependudukan (NIK), nama penduduk, nomor kartu keluarga, alamat penduduk, jenis pekerjaan, tanggal

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jumlah penduduk memiliki pengaruh yang positif dan signifikan, serta pengangguran dan kemiskinan memiliki pengaruh yang

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH PENDUDUK DAN TENAGA KERJA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA JAWA TENGAH TAHUN

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan Faktur Pajak Standar tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran,

Pentium II Xeon yang hadir pada tahun 1998 mengandung inovasi teknis yang dirancang khusus untuk mengakomodasi kebutuhan komputer server, disamping untuk menjalankan