• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN DEKRIMINALISASI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT PEROLEHANKEKAYAAN BERDASARKAN RUU PENGAMPUNAN PAJAK NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN DEKRIMINALISASI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT PEROLEHANKEKAYAAN BERDASARKAN RUU PENGAMPUNAN PAJAK NASIONAL"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju

modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi

kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan

juga seperti, kejahatan Korupsi (corruption), tindak prilaku korupsi akhir-akhir ini

ramai di perbincangkan, baik media massa maupun media cetak. yang

sesungguhnya fenomena kejahatan ini korupsi sudah ada di masyarakat sejak

lama. Kemudian setelah perang dunia kedua berakhir, muncul era baru, gejolak

korupsi ini meningkat di negara yang sedang berkembang, negara yang baru

memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat

menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah

ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Tindak pidana korupsi ini

mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang seseungguhnya

dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang

malah merugikan negara.

Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka.

Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat

(2)

beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat. Tindak pidana korupsi

di Indonesia perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus

dilakukan secara tegas, untuk menjamin hukum, menghindari keragaman

penafsiran hukum dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak sosial

dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak sosial dan ekonomi

masyarakat diperlukan penanganan yang tegas terhadap pelaku tindak pidana

dengan jabatan dan status sosialnya di masyarakat.1

Walaupun demikian, peraturan Perundang-Undangan yang khusus mengatur

tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, Undang-Undang

tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun

peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :

1. Undang-Undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi,

2. Undang-Undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi,

3. Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi,

4. Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas

Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan ketentuan Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

1

(3)

jenis penjatuhan sanksi pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap tindak

pidana korupsi adalah sebagai berikut :2

1. Pidana Mati

2. Pidana Penjara

3. Pidana Tambahan

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan

maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui prosedural

ketentuan Pasal 20 ayat (1)-(5) Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu

korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap

korporasi dan/atau pengurusnya.

2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut

dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan

hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri

maupun bersama-sama.

3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka

korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat

diwakilkan kepada orang lain.

2

(4)

4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di

pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke

sidang pengadilan.

5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk

menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada

pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

Namun di sisi lain ada pihak-pihak yang ingin melemahkan sanksi-sanksi yang

terdapat di dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas

Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni RUU Pengampunan

Pajak Nasional atas usul dari 33 anggota DPR RI dari empat fraksi dalam hal ini

Pelaku Koruptor dan Pelaku Pencucian Uang diusulkan mendapat Pengampunan.

Kurang lebih ada sekitar Rp 7.000 triliun uang warga negara Indonesia yang tidak

masuk ke dalam sistem perbankan nasional. Uang itu berasal dari berbagai

sumber, baik dari hasil pengemplangan pajak, tindak pidana korupsi hingga tindak

pidana pencucian uang.3 untuk menarik uang tersebut, 33 anggota DPR RI dari empat fraksi mengusulkan pembentukan RUU Pengampunan Pajak Nasional.

Dengan adanya UU tersebut, pengampunan dapat diberikan kepada siapa saja,

termasuk koruptor dan pelaku tindak pidana pencucian uang selama mereka

memberikan uang tebusan.

3

(5)

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU pengampunan pajak Nasional yang

didapat, bahwa :4

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan

Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh

fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana

di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini

diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak,

pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di

bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun

pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau

pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum

Undang-Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti

permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10, Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh

pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana

teroris, narkoba dan perdagangan manusia. Dengan demikian, koruptor dapat

4

(6)

berpeluang mendapatkan pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan

dari hasil korupsi .

Sedangkan di Pasal 9, orang pribadi atau badan yang mendapatkan pengampunan

nasional dapat memperoleh fasilitas berupa penghapusan pajak terutang, sanksi

administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban

perpajakan sebelum Undang-Undang Pengampunan Pajak Nasional ini

diundangkan.

Penjelasannya adalah dapat berbagai kejahatan masa lampau yang berkaitan

dengan uang/dana hasil tindak pidana, yang diduga belum selesai ditangani oleh

instansi penegak hukum. Hal ini diduga karena sulitnya instansi penegak hukum

membuktikan asal dan aliran dana hasil tindak pidana tersebut.

Tindak pidana tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, Tindak Pidana

tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar

jumlahnya milyaran dan bahkan sampai dengan triliunan. RUU Pengampunan

pajak Nasional dinilai tidak mencerminkan keadilan dan menunjukkan bahwa

pemerintah menyerah terhadap praktik kejahatan perpajakan dan keuangan yang

dilakukan oleh perusahaan yang akhirnya menimbulkan kejahatan korupsi yang

sangat besar . Pemerintah harusnya menindak tegas perusahaan yang tidak patuh

dalam pembayaran pajak, perusahaan yang tidak memiliki NPWP dan tidak

melaporkan surat pemberitahuan (SPT) Pajak.

Inilah yang menimbulkan upaya kalau sudah terjadi arah dekriminalisasi terhadap

tindak pidana terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak

(7)

sekali sifat dapat dipidananya suatu perbuatan yang semula merupakan tindak

pidana dan penghapusan sanksi pidananya Pengampunan Pajak Nasional juga

ditujukan untuk mengampuni saksi pidana tertentu dengan membayar uang

tebusan, sebagaimana ditetapkan dalam RUU Pengampunan Pajak Nasional

tersebut. Adapun besaran tarif uang tebusan berkisar antara 3 sampai 8 %. Seperti

yang dijelaskan di dalam bab III tentang tarif dan cara menghitung uang tebusan,

tarif uang tebusan untuk periode pelapor surat permohonan pengampunan pajak

nasional bulan Oktober 2015 sampai dengan Desember 2015 sebesar 3 % dari

nilai harta yang dilaporkan, sedangkan tarif 5 % berlaku untuk pelaporan antara

bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016 dan tarif 8 % dikenakan bagi mereka

yang baru melaporkan antara bulan Juni 2016 hingga Desember 2016 (pasal 4).5

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang di atas tersebut maka penulis

mengadakan penelitian yang berjudul “ Tinjauan Yuridis Kebijakan

Dekriminalisasi Tindak Pidana Korupsi Terkait Perolehan Kekayaan Berdasarkan

RUU Pengampunan Pajak Nasional”.

5

(8)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian tersebut maka masalahnya

dapat di identifikasikan sebagai berikut :

1. Apakah yang menjadi latar belakang kebijakan dekriminalisasi tindak pidana

korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak

Nasional?

2. Apakah kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan

kekayaan berdasarkan RUU pengampunan pajak nasional kedepannya sudah

sesuai atau belum dengan rasa keadilan dan diterima masyarakat?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah merupakan kajian dalam Hukum

Pidana yang membahas kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait

perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional. Ruang

lingkup penelitian ini yaitu Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu dan

Lampung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung, Kepolisian

(9)

C. Tujuan dan Kegunan Penelitian

1. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakang kebijakan dekriminalisasi tindak pidana

korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak

Nasional terhadap kejahatan korupsi

2. Untuk mengetahui RUU Pengampunan Pajak Nasional terhadap tindak pidana

korupsi kedepannya sudah sesuai dengan rasa keadilan yang diterima

masyarakat.

2. Kegunaan penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu

pengetahuan hukum, khususnya di dalam hukum pidana, dalam rangka yang

menjadi kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan

kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional terhadap tindak pidana

korupsi.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi

rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana

pada Fakultas Hukum Universitas Lampung mengenai yang menjadi kebijakan

dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan

(10)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.

1). Teori kebijakan Dekriminalisasi

Dekriminalisasi adalah penggolongan suatu perbuatan yang pada mulanya

dianggap sebagai pidana, tetapi kemudian dianggap sebagai perilaku biasa.6

Bahwa keputusan untuk melakukan kriminalisasi dan dekriminalisasi harus

didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan

bermacam-macam faktor, termasuk :7

1. Keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan

hasil-hasil yang ingin dicapai.

2. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan

tujuan-tujuan yang dicari.

3. Penilaian atau penafsiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya dengan

prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber tenaga

manusia.

4. Pengaruh sosial dari kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenan dengan

atau dipandang dari pengaruh-pengaruh yang sekunder.

6

Barda Nawawi Arief, 2011,Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. Jakarta.Hlm.231 7

(11)

Berdasarkan ketentuan Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

jenis penjatuhan sanksi pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap tindak

pidana korupsi adalah :8

1. Pidana Mati

2. Pidana Penjara

3. Pidana Tambahan

Sedangkan uraian lengkap mengenai pengaturan RUU Pengampunan Pajak

Nasional yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut :

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU pengampunan Pajak Nasional yang

didapat, bahwa :

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan

Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh

fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana

di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini

diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak,

pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di

bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun

pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

8

(12)

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau

pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum

Undang-Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti

permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10

Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana

terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan

perdagangan manusia.

Dengan demikian, koruptor dapat berpeluang mendapatkan pengampunan tindak

pidana terkait perolehan kekayaan dari hasil korupsi .

2). Teori Keadilan

Menurut Aristoteles Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa

ada 5 jenis perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang

dikemukakan oleh Aristoteles ini adalah sebagai berikut.9

a. Keadilan Komutatif adalah suatu perlakuan kepada seseorang dengan tanpa

melihat jasa-jasa yang telah diberikan.

b. Keadilan Distributif adalah suatu perlakuan terhadap seseorang yang sesuai

dengan jasa-jasa yang telah diberikan.

c. Keadilan Kodrat Alam ialah memberi sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan

oleh orang lain kepada kita sendiri.

9

(13)

d. Keadilan Konvensional adalah suatu kondisi dimana jika seorang warga negara

telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan.

e. Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama

baik seseorang yang telah tercemar.

Keadilan selalu hadir dalam setiap konsekuensi terbaik dan terbesar yang dimiliki

oleh setiap perilaku. Dengan demikian, keadilan utilitarian adalah keadilan yang

dipandang sangat bergantung pada asas manfaat dan kegunaan demi kebahagiaan

banyak orang. Berbeda dengan Utilitarianisme, Rawls memiliki hasil pemikiran

yang tertuang dalam istilahnya yang terkenal yaitu “The Principles of Justice

(Prinsip-Prinsip Keadilan). Prinsip Keadilan Rawls terdiri dari dua hal yaitu:10

(1) each person is to have an equal right to the most extensive total system of

equal basic liberties compatible with a similar system of liberty for all.

(2a) social and economic inequalitiesare to be arranged so that they are to the

greatest benefit of the least advantaged and

(2b) are attached to offices and positions open to all under conditions of fair

equality of opportunity.11

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau

menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang

berkaitan dengan istilah itu.

10

John rawls. 1971.A theory of justice, chapter II the principle of justice, terjemahan susanti adi nugroho : kencana prenada media group Hlm 9

11

(14)

a) Tinjauan adalah penyelidikan suatu peristiwa untuk mengetahui

sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya.12

b) Kebijakan deskrimnalisasi, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi

pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,

kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada

pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.

Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat

memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang

mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi

pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan..13 c) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

oleh peraturan Perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana, untuk dinyatakan sebagai tindak pidana,

selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan

Perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan

dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang

bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenaran.14

d) Tindak pidana korupsi. Kata "KORUPSI" berasal dari bahasa latin yaitu

"corruptio atau corruptus".Dalam UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi

yaitu setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum untuk

melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain

12

Marpaung, Leden. 2005,Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta. Hlm. 10 13

Huda, Choerul. 2006,Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan MenujuKepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan,Jakarta: Kencana.Hlm. 20

14

(15)

atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara.15

e) RUU Pengampunan Pajak Nasional adalah penghapusan pajak terutang,

penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di

bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang

tebusan.16

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka

sistematika penulisannya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang

lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan

konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana,

Pengertian Tindak Pidana Menurut Ahli, Unsur-Unsur Tindak Pidana, Faktor

Terjadinya Tindak Pidana, Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Korupsi,

Pengertian Tindak Pidana Korupsi, Ciri-Ciri Tindak Pidana Korupsi, Unsur-Unsur

Tindak Pidana Korupsi, Pengertian Pajak, Teori Kriminalisasi, Teori Kebijakan

Dekriminalisasi, Teori Kebijakan, Teori Keadilan,dan RUU Pengampunan Pajak

Nasional dengan Tindak Pidana Korupsi.

15

Chaerudin, Syaiful Ahmad, Syarif Fadillah,Startegi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, P.T Refika Aditama, Bandung. 2008.Hlm.20

16

(16)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan langkah-langkah atau cara yang dilakukan dalam penelitian

meliputi Pendekatan Masalah, Sumber dan Jenis Data, Pengumpulan Data dan

Pengolahan Data serta Analisa Data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini pembahasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan

dalam skripsi ini, akan dijelaskan Tinjauan Yuridis Kebijakan Dekriminalisasi

Tindak Pidana Korupsi Terkait Perolehan Kekayaan Berdasarkan RUU

Pengampunan Pajak Nasional.

V. PENUTUP

Bab ini dibahas mengenai kesimpulan terhadap jawaban permasalahan dari hasil

penelitian dan saran dari penulis yang merupakan alternatif penyelesaian

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengetian Tindak Pidana Menurut Ahli

Strafbaar feitmerupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik,

perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana.Kata

strafbaar feit terdiri dari 3 kata,yakni straf,baar dan feit.berbagai istilah yang di

gunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu,ternyata straf di terjemahkan

sebagai pidana dan hukum.perkataan baar di terjemahkan dengan dapat dan

boleh,sedangkan untuk kata feitdi terjemahkan dengan tindak,peristiwa,perbuatan

dan pelanggaran.

Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo,

pengertianstrafbaar feitdibedakan menjadi :

a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit”adalah suatu

pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar

dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan

menyelamatkan kesejahteraan umum ;

b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar

(18)

dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Sejalan dengan definisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di atas,

J.E Jonkers juga telah memberikan defenisistrafbaar feitmenjadi dua

pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo yaitu :

a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit”adalah suatu

kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang.

b. Definisipanjang atau lebih dalam memberikan pengertian “strafbaar

feit”adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan

dengan sengaja atau alfa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Suatu tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

menurut P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir pada umumnya memiliki dua

unsur yakni unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur

objektif yaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan.17

Unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolusatauculpa)

2. Maksud atauvoornemenpada suatu percobaan

3. Macam-macam maksud atauoogmerk

4. Merencanakan terlebih dahulu atauvoorbedachte raad

5. Perasaan takut atauvress

17

(19)

Unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah:

a. Sifat melanggar hukum

b. Kualitas dari si pelaku

c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan

suatu kenyataan sebagai akibat.18

Sedangkan menurut Leden Marpaung unsur tindak pidana yang terdiri dari 2 (dua)

unsur pokok, yakni:

Unsur pokok subjektif:

1) Sengaja (dolus)

2) Kealpaan (culpa)

Unsur pokok objektif:

1) Perbuatan manusia

2) Akibat (result) perbuatan manusia

3) Keadaan-keadaan

4) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum19

Kesalahan pelaku tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro berupa 2 (dua)

macam yakni:

a) Kesengajaan (Opzet)

Dalam teori kesengajaan (Opzet) yaitu mengkehendaki dan mengetahui

(willens en wettens)perbuatan yang dilakukan terdiri dari 2 (dua) teori yaitu:

18

Ibid, Hlm.193. 19

(20)

(1) Teori kehendak (wilstheorie), adanya kehendak untuk mewujudkan

unsur-unsur tindak pidana dalam UU .

(2) Teori pengetahuan atau membayangkan (voorstellings theorie), pelaku

mampu membayangkam akan timbulnya akibat dari perbuatannya.

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atauopzet.

b).Culpa

Arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan

hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak

pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga

akibat yang tidak disengaja terjadi.20

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa semua unsur tersebut merupakan satu

kesatuan dalam suatu tindak pidana, satu unsur saja tidak ada akan menyebabkan

tersangka tidak dapat dihukum. Sehingga penyidik harus cermat dalam meneliti

tentang adanya unsur-unsur tindak pidana tersebut.

Tindak pidana umum adalah tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang diatur

di dalam KUHP yang penyidikannya dilakukan oleh Polri dengan menggunakan

ketentuan yang terdapat dalam KUHAP. Tindak pidana khusus adalah tindak

pidana di luar KUHP seperti Undang Tindak Pidana Korupsi,

Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Undang-Undang Bea Cukai, Undang-Undang-Undang-Undang

Terorisme dan sebagainya yang penyidikannya dilakukan oleh Polri, Kejaksaan,

dan Pejabat Penyidik lain sesuai dengan ketentuan-ketentuan khusus hukum acara

20

(21)

pidana bersangkutan. Sementara itu, tindak pidana tertentu adalah tindak pidana di

luar KUHP yang tidak termasuk dalam tindak pidana khusus, seperti

Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang-Undang-Undang Keimigrasian, Peraturan Daerah, dan

sebagainya.

3. Faktor Terjadinya Tindak Pidana

Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak

kejahatan atau pidana. Bisa dilihat sebagai kenyataanya bahwa manusia dalam

pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan norma, terutama norma

hukum.

Separovic mengemukakan ada dua (2) faktor yang menyebabkan terjadinya

kejahatan,yaitu:21

1. Faktor personal termasuk di dalamnya faktor biologis (umur, jenis kelamin,

keadaan mental dan lain-lain) dan psikologis (agresivitas, kecerobohan,dan

keterasingan)

2. Faktor situasional seperti konflik, faktor tempat dan waktu

Dalam perkembanganya terdapat beberapa faktor berusaha untuk menjelaskan

sebab-sebab kejahatan.

A.Teori Tentang Sebab-sebab tindak pidana

Di dalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan

untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan.

21

(22)

Teori--teori tersebut pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan

hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan, namun dalam

menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda antara satu

teori dengan teori lainnya.

Adapun teori-teori kriminologi tentang tindak pidana, sebagai berikut:22

1. Teori Klasik

Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan tersebar di

Eropa dan Amerika. Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik. Menurut

psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa

senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia berhak memilih mana yang

baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang mendatangkan kesenangan dan

yang mana yang tidak.

Lalu Beccaria menyatakan bahwa semua orang melanggar yang Undang-Undang

tertentu harus menerima hukuman yang sama, tanpa mengingat umur, kesehatan

jiwa, kaya atau miskin, posisi sosial dan keadaan-keadan lainnya. Hukuman yang

dijatuhkan harus sedemikian beratnya, sehingga melebihi suka yang diperoleh dari

pelanggaran Undang-Undang tersebut.Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut

setiap hukuman yang dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah

diperhitungkan sebagai kesenangan yang diperolehnya, sehingga maksud

pendapat Beccaria adalah untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan

hukuman.

22

(23)

Pendapat ekstrim tersebut dipermak menjadi dua hal:

a. Anak-anak dan orang-orang gila mendapat pengecualian atas dasar

pertimbangan bahwa mereka tidak mampu untuk memperhitungkan

secaraintelegen suka dan duka.

b. Hukuman ditetapkan dalam batas-batas tertentu, tidak lagi secara absolut,

untuk memungkinkan sedikit kebijaksanaan.

Konsep keadilan menurut teori ini adalah suatu hukuman yang pasti untuk

perbuatan-perbuatan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari sifat si pembuat

dan tanpa memperhatikan pula kemungkinan adanya peristiwa-- peristiwa tertentu

yang memaksa terjadinya perbuatan tersebut.

2. Teori Neo Klasik.

Menurut Made Darma Weda bahwa Teori neo klasik ini sebenarnya merupakan

revisi atau pembaharuan teori klasik, dengan demikian teori neo klasik ini tidak

menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tenteng sifat-sifat manusia yang

berlaku pada waktu itu.Doktrin dasarnya tetap yaitu bahwa manusia adalah

makhluk yang mempunyai rasio yang berkehendak bebas dan karenanya

bertanggung jawab atas perbuatan-parbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa

katakutannya terhadap hukum.

Ciri khas teori neo klasik adalah sebagai berikut :23

a. adanya perlunakan/perubahan pada doktrin kehendak bebas. Kebebasan

kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan

23

(24)

untuk bertindak,sakit jiwa,atau lain-lain keadaan yang mencegah seseorang

untuk memperlakukan kehendak bebasnya.Premeditasi niat, yang dijadikan

ukuran dari kebebasan kehendak, tetapi hal ini menyangkut terhadap hal-hal

yang aneh, sebab jika benar, maka pelaku pidana untuk pertama kali harus

dianggap lebih bebas untuk memilih dari pada residivis yang terkait dengan

kebiasaan-kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum dengan berat.

b. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang berubah ini dapat berupa fisik

(cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan-keadaan lingkungannya atau

keadaan mental dari individu.

c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan

perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja, sebab-sebab

utama untuk mempertanggung jawabkan seseorang untuk sebagian saja

adalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat mempengaruhi

pengetahuan dan niat seseorang pada waktu melakukan kejahatan.

d. Dimasukkan persaksian/keterangan ahli di dalam acara pengadilan untuk

menentukan besarnya tanggung jawab,untuk menentukan apakah si

terdakwa mampu memilih antara yang benar dan salah.

Berdasarkan ciri khas teori neo klasik, tampak bahwa teori neo-klasik

menggambarkan ditinggalkannya kekuatan yang supra natural, yang ajaib

(gaib),sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing terbentuknya

pelaksanaan hukum pidana.

Dengan demikian teori-teori neo-klasik menunjukkan permulaan pendekatan yang

naturalistik terhadap perilaku/ tingkah laku manusia.Gambaran mengenai manusia

(25)

manusia sebagai makhluk yang berkehendak sendiri, yang bertindak atas dasar

rasio dan intelegensia dan karena itu bertanggungjawab atas kelakuannya.

Menurut A.S.Alam bahwa : Teori-teori klasik melihat bahwa orang yang tidak

mampu menentukan perbuatan nikmat atau tidaknya tidak dapat melakukan

kejahatan. Olehnya itu menurut ajaran teori neo-klasik, anak-anak dan orang yang

lemah ingatan dibebaskan dari tanggungjawab atas perbuatannya.

3. Teori Kartografi/Geografi

Teori kartografi yang berkembang di Perancis, Inggris, Jerman. Teori ini mulai

berkembang pada tahun 1830 - 1880 M. Teori ini sering pula disebut sebagai

ajaran ekologis. Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi kejahatan

dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosial. Bahwa

Teori ini kejahatan merupakan perwujudan kondisi-kondisi sosial yang ada.

Dengan kata lain bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena faktor dari luar

manusia itu sendiri.

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh aliran ini banyak

dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels, yang lebih menekankan pada

determinasi ekonomi.Menurut para tokoh ajaran ini bahwa “kejahatan timbul

disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam

masyarakat.”Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa “Kejahatan itu merupakan

bayang-bayang manusia maka dari itu makin tinggi peradaban manusia makin

(26)

maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang

ekonomi. Dengan kata lain kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan

mengurangi terjadinya kejahatan.

5. Teori Tipologis

Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan teori

tipologis atau bio-typologis. Keempat aliran tersebut mempunyai kesamaan

pemikiran dan metodologi. Mereka mempunyai asumsi bahwa terdapat perbedaan

antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat.

Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut:24

a. Teori Lombroso/Mazhab Antropologis

Teori ini dipelopori oleh Cesare Lombroso. Menurut Lombroso bahwa, kejahatan

merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born).Selanjutnya

ia mengatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan

fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya.Adapun beberapa

proposisi yang dikemukakan oleh Lombroso yaitu:

1) Penjahat dilahirkan dan mempunyai tipe-tipe yang berbeda;

2) Tipe ini biasa dikenal dari beberapa ciri tertentu seperti tengkorak yang

asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut

yang jarang, dan tahan terhadap rasa sakit;

3) Tanda-tanda lahiriah ini bukan merupakan penyebab kejahatan tetapi

merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai perilaku

24

(27)

kriminal;

4) Karena adanya kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari melakukan

kejahatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan.

5) Penganut aliran ini mengemukakan bahwa penjahat seperti pencuri,

pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh ciri-ciri tertentu.

B. Tinjauan umum mengenai Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak pidana korupsi

Kata "KORUPSI" berasal dari bahasa latin yaitu "corruptio atau corruptus".

Namun kata "corruptio" itu berasal pula dari kata asal "corrumpere", yaitu suatu

kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin ini kemudian turun ke

banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitucorruption, Prancis yaitucorruption,

Belanda yaitucorruptie. Dari bahasa Belanda inilah yang kemudian turun ke

bahasa Indonesia, sehingga menjadi korupsi.

Dalam UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi yaitu setiap orang yang dengan

sengaja secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan

kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.25

Black’s Law Dictionary juga mengungkapkan mengenai Pengertian Korupsi,

Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk

memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari

pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di

25

(28)

dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang

berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain.

Dari pengertian korupsi yang dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa Pengertian Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan

uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian keuangan pada

negara.

Menurut Suyatno tindak pidana Korupsi dapat didefiniskan ke dalam 4 jenis

yaitu:26

(1) Discritionery corruption adalah korupsi yang dilakukan karena adanya

kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat

sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota

organisasi.

(2) illegal corruption merupakan jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan

bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.

(3)Mercenry corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk

memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan

kekuasaan.

(4) Ideological corruption yaitu suatu jenis korupsi illegal maupun discretionery

yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

26

(29)

2. Ciri-Ciri Tindak Pidana Korupsi

Berbicara mengenai Ciri-ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri

korupsi, sebagai berikut :27

1) Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang

membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.

2) Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang

melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.

3) Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.

Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.

4) Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.

5) Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki

kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

6) Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada

badan publik atau pada masyarakat umum.

7) Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif

dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.

8) Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan

kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.

27

(30)

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

terdiri dari 2 unsur, yaitu :28

1. Unsur-unsur subyektif yang meliputi :

a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi;

b. Perbuatan melawan hukum;

2. Unsur-unsur objektif yang meliputi :

a. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukannya;

b. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

C. Pengertian Pajak

Pajak (dari bahasa Latintaxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara

berdasarkan Undang-Undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat

balas jasa secara langsung. serta kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan

terhadap wajib pajak (orang pribadi atau badan) oleh Negara atau institusi yang

fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai

macam pengeluaran publik. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma

hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai

kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan

28

(31)

terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri

dari pajak langsung atau pajak tidak langsung dan dapat dibayarkan dengan uang

ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak

mengenakan pajak.29

D. Teori kebijakan Dekriminalisasi

Dekriminalisasi adalah penggolongan suatu perbuatan yang pada mulanya

dianggap sebagai pidana, tetapi kemudian dianggap sebagai perilaku biasa.30 Bahwa keputusan untuk melakukan kriminalisasi dan dekriminalisasi harus

didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan

bermacam-macam faktor, termasuk :31

1. Keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan

hasil-hasil yang ingin dicapai.

2. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya

dengan tujuan-tujuan yang dicari

3. Penilaian atau penafsiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya

dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber

tenaga manusia

4. Pengaruh sosial dari kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenan

dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruh yang sekunder

29

Huda, Choerul. 2006,Sistem Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menujukepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Jakarta: Kencana.Hlm. 19

30

Barda Nawawi Arief, 2011,Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. Jakarta.Hlm.231 31

(32)

Bersadarkan hal tersebut di atas maka pertanggung jawaban pidana atau kesalahan

menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :32

1. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan dari si

pembuat.

2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang

berhubungan dengan kelakuannya yaitu : disengaja dan sikap kurang hati-hati

atau lalai

3. Tidak alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban

pidana bagi si pembuat.

Berdasarkan ketentuan Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

jenis penjatuhan sanksi pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap tindak

pidana korupsi adalah sebagai berikut :

Pidana Mati

Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

Pidana Penjara

a. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara

32

(33)

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)

b. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)

c. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)

d. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, dan Pasal 36.

Pidana Tambahan

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

(34)

f. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan Undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

g. Terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi

Sedangkan uraian lengkap mengenai pengaturan RUU Pengampunan Pajak

Nasional yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut :

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU pengampunan Pajak Nasional yang

didapat, bahwa :

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan

Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh

fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana

di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini

diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak,

pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di

bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun

pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau

(35)

Undang-Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti

permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10

Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana

terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan

perdagangan manusia.

Dengan demikian, koruptor dapat berpeluang mendapatkan pengampunan tindak

pidana terkait perolehan kekayaan dari hasil korupsi .

E. Toeri Kebijakan

Ada beberapa teori tentang kebijakan diantaranya yaitu; menurut Ealaudan Pewitt

kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang

konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan

kebijakan tersebut. Serta, kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur

tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu dan menurut Edi Suharto menyatakan

bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk

mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam

mencapai tujuan tertentu.33

33

(36)

F. Teori Keadilan

Menurut Aristoteles Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa

ada 5 jenis perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang

dikemukakan oleh Aristoteles ini adalah sebagai berikut.34

a. Keadilan Komutatif adalah suatu perlakuan kepada seseorang dengan tanpa

melihat jasa-jasa yang telah diberikan.

b. Keadilan Distributif adalah suatu perlakuan terhadap seseorang yang sesuai

dengan jasa-jasa yang telah diberikan.

c. Keadilan Kodrat Alam ialah memberisesuatu sesuai dengan apa yang diberikan

oleh orang lain kepada kita sendiri.

d. Keadilan Konvensional adalah suatu kondisi dimana jika seorang warga negara

telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan.

e. Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama

baik seseorang yang telah tercemar.

Menurut Teori Plato jenis-jenis keadilan adalah sebagai berikut :35

A. Keadilan Moral, pengertian keadilan moral adalah keadilan yang terjadi

apabila mampu memberikan perlakukan seimbang antara hak dan

kewajibannya.

34

Masriani Yulies tina, 2012, pengantar hukum Indonesia, sinar grafika, Jakarta. Hlm 21 35

(37)

B. Keadilan Prosedural, pengertian keadilan prosedural adalah keadilan yang

terjadi apabila seseorang melaksanakan perbuatan sesuai dengan tata cara

yang diharapkan

Macam-macam Keadilan Secara Umum adalah sebagai berikut :36

Keadilan Komunikatif (Iustitia Communicativa) :

Pengertian keadilan komunikatif adalah keadilan yang memberikan kepada

masing-masing orang terhadap apa yang menjadi bagiannya dengan berdasarkan

hak seseorang pada suatu objek tertentu. Contoh keadilan komunikatif adalah

Iwan membeli tas andri yang harganya 100 ribu maka iwan membayar 100 ribu

juga seperti yang telah disepakati.

Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva) :

Pengertian keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada

masing-masing terhadap apa yang menjadi hak pada suatu subjek hak yaitu individu.

Keadilan distributif adalah keadilan yang menilai dari proporsionalitas atau

kesebandingan berdasarkan jasa, kebutuhan, dan kecakapan. Contoh keadilan

distributif adalah karyawan yang telah bekerja selama 30 tahun, maka ia pantas

mendapatkan kenaikanjabatan atau pangkat.

Keadilan Legal (Iustitia Legalis) :

Pengertian keadilan legal adalah keadilan menurut Undang-Undang dimana

objeknya adalah masyarakat yang dilindungi Undang-Undang untuk kebaikan

36

(38)

bersama.Contoh keadilan legal adalah Semua pengendara wajib menaati

rambu-rambu lalu lintas.

Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa):

Pengertian keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan hukuman atau

denda sesuai dengan pelanggaran atau kejatahannya. Contoh keadilan vindikatif

adalah pengedar narkoba pantas dihukum dengan seberat-beratnya.

Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa) :37

Pengertian keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan masing-masing

orang berdasarkan bagiannya yang berupa kebebasan untuk menciptakan

kreativitas yang dimilikinya pada berbagai bidang kehidupan. Contoh keadilan

kreatif adalah penyair diberikan kebebasan dalam menulis, bersyair tanpa

interfensi atau tekanan apapun.

Keadilan Protektif(Iustitia Protektiva) :

Pengertian keadilan protektif adalah keadilan dengan memberikan penjagaan atau

perlindungan kepada pribadi-pribadi dari tindak sewenang-wenang oleh pihak

lain. Contoh keadilan protektif adalah Polisi wajib menjaga masyarakat dari para

penjahat.

Keadilan selalu hadir dalam setiap konsekuensi terbaik dan terbesar yang dimiliki

oleh setiap perilaku. Dengan demikian, keadilan utilitarian adalah keadilan yang

dipandang sangat bergantung pada asas manfaat dan kegunaan demi kebahagiaan

banyak orang. Berbeda dengan Utilitarianisme, Rawls memiliki hasil pemikiran

37

(39)

yang tertuang dalam istilahnya yang terkenal yaitu “The Principles of Justice

(Prinsip-Prinsip Keadilan). Prinsip Keadilan Rawls terdiri dari dua hal yaitu:38

(1) each person is to have an equal right to the most extensive total system of

equal basic liberties compatible with a similar system of liberty for all.

(2a) social and economic inequalitiesare to be arranged so that they are to the

greatest benefit of the least advantaged and

(2b) are attached to offices and positions open to all under conditions of fair

equality of opportunity.

Prinsip pertama menyatakan bahwa setiap orang atau warga negara harus

mendapatkan hak yang sama dari keseluruhan sistem sosial dalammendapatkan

kebebasan paling hakiki yang ditawarkan pada manusia.

Kebebasan tersebut tertuang pada seperangkat hak yang melekat pada tiap

individu, seperti hak untuk menyatakan pendapat, hakuntuk berasosiasi, hak untuk

ikut serta aktif dalam sistem politik dan sosial, dan hal tersebut harus berlaku

secara sama pada setiap indivdu.

Prinsip pertama ini disebut sebagai prinsip mengenai kebebasan dan hak dasar

manusia yang perlu diperoleh dengan setara pada setiap individu. Prinsip kedua

menyatakan bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa agar

memberikan keuntungan terbesar bagi kalangan yang paling tidak beruntung

dalam masyarakat. Dengan kehadiran prinsip kedua bagian (a), maka bagian (b)

38

(40)

memberikan kesempatan yang fair pada setiap orang untuk mendapatkan

kesempatan yang sama dalam keseluruhan sistem sosial, politik, ekonomi. Maka

tugas pemerintah, masyarakat, dan individu menjadi mutlak untuk dijalankan

demi memenuhi keseluruhan prinsip tersebut.39

G. RUU Pengampunan Pajak Nasional Dengan Tindak Pidana Korupsi

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU Pengampunan Pajak Nasional yang

didapat, bahwa;40

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan

Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh

fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana

di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini

diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak,

pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di

bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun

pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau

pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum

Undang-39

John rawls.Ibid. Hlm 11 40

(41)

Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti

permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10

Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan

tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris,

narkoba dan perdagangan manusia.

Dengan demikian, koruptor dapat berpeluang mendapatkan pengampunan

tindak pidana terkait perolehan kekayaan dari hasil korupsi.

Sedangkan di Pasal 9, orang pribadi atau badan yang mendapatkan

pengampunan nasional dapat memperoleh fasilitas berupa penghapusan pajak

terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang

perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang

(42)

III. METODE PENELITIAN

Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat

bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan

dibahas berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode adalah cara

kerja untuk memahami objek yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian.

Soerjono soekanto mengatakan metodelogi berasal dari kata metode yang artinya

jalan, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan beberapa

kemungkinan yaitu suatu tipe penelitian yang digunakan untuk penelitian dan

penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, dan cara tertentu untuk

melaksanakan suatu prosedur. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam

melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :41

A. Metode Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada

peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan

dengan permasalahan yang akan diteliti. Pendekatan yuridis empiris dilakukan

untuk mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian perilaku,

41

(43)

pendapat, sikap yang berkaitan dengan yang erat hubungannya dengan penulisan

penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari dua sumber, yaitu data

primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.42secara

langsung dari hasil penelitian lapangan, baik melalui pengamatan dan

wawancara dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang

berhubungan langsung dengan asalah penullisan skripsi ini.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur

maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan

masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Pada umunya data sekunder

dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera.43 Data

sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

a) Bahan hukum primer, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP)

2. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20

tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3. Draft RUU Pengampunan Pajak Nasional

42

Amirudin, S.H.,M.Hum,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Hlm. 30.

43

(44)

b) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan

pendapat para pakar hukum.

c) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang mencakup

bahan memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, seperti kamus, bibliografi, karya-karya ilmiah, bahan seminar,

sumber dari internet, hasil-hasil penelitian para sarjana berkaitan dengan

pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan

dapat memberikan tanggapan terhadapinformasi yang diberikan. Pada penelitian

ini penentuan Narasumber hanya dibatasi pada:

1. Kabid P2 Humas Kanwil DJP Bengkulu-Lampung : 1 orang

2. Anggota DPRD Provinsi Lampung : 1 orang

3. Anggota Kepolisian Polda Lampung : 1 orang

4. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 2 orang

(45)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penyusunan skripsi ini sesuai dengan jenis dan sumber data sebagaimana

ditentukan diatas mempergunakan dua macam prosedur, dalam rangka

mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Prosedur Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang bersumber dari

dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas, yang

berhubungan dengan informan yang dikehendaki oleh peneliti. Data atau

informasi yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder . pengumpulan data

sekunder adalah terlebih menerima sumber pustaka, buku-buku, peraturan

perundang-undangan dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dengan baik yang diperoleh dari studi kepustakaan dan

studi lapangan kemudian diolah dengan cara sebagai berikut :

a Editing data, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteiti

kembali untuk mengetahui apakah data yang didapat itu sudah sesuai dengan

pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan

data.

b Interpretasi data, menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga

(46)

c Sistematisasi data, yaitu proses penyusunan dan penenmpatan sesuai dengan

pokok permasalahan secara sistematis sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya

adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan

mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan

menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,

sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan

dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan

umum.Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode

induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian

(47)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis yang berjudul “ Tinjauan Yuridis Kebijakan

Dekriminalisasi Tindak Pidana Korupsi Terkait Perolehan Kekayaan Berdasarkan

RUU Pengampunan Pajak Nasional”. Maka, dapat dibuat sebuah simpulan yakni

sebagai berikut :

1. Latar belakang kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait

perolehan kekayaan berdasarkan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak

Nasional, bahwa ada beberapa hal mendasar yang memicu Pemerintah membuat

RUU Pengampunan Pajak Nasional yakni sedikitnya pemasukan pajak yang

dihasilkan serta tidak sedikit WNI yang memiliki simpanan di luar negeri.

Namun, RUU Pengampunan Pajak Nasional belum bisa diterapkan di Indonesia

baik dari segi fasilitas pendukungnya kurang memadai dan banyaknya tindak

pidana yang terjadi di Indonesia yakni tindak pidana korupsi maupun tindak

pidana pencucian uang sehingga sebaiknya pemerintah merevisi RUU tersebut

agar bisa lebih membela hak rakyat dan tidak membela para pelaku kejahatan

tindak pidana korupsi tersebut sehingga tercipta Indonesia bersih dari bahaya laten

(48)

dengan hal positif karena dengan adanya RUU Pengampunan Pajak Nasional

diharapkan pundi-pundi uang yang di luar negeri yang di kumpulkan para pelaku

tindak pidana korupsi, pencucian uang dll bisa di harapkan di tarik dengan cara

seperti uang tebusan dan di kasih waktu tempo semakin cepat dibayarkan pajak

tebusan tersebut semakin besar persenan uang tebusan tersebut.

2 Kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan

berdasarkan RUU pengampunan pajak nasional kedepannya sudah sesuai atau

belum dengan rasa keadilan dan diterima masyarakat.Pemerintah yang

mengemban tugas negara dalam membuat Undang-Undang harus

sungguh-sungguh memperhatikan 2 (dua) hal yang telah dijelaskan di atas yaitu hukum

hendaknya membuat sejahtera dan bahagia masyarakat serta hukum yang

diciptakan harus berpihak kepada masyarakat dan itulah yang disebut “hukum

untuk manusia”.

Masalah yang seringkali muncul adalah tidak dipenuhinya nilai keadilan, terutama

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Seharusnya pemerintah

mengedepankan Rasa Keadilan Kodrat Alam untuk mencapai rasa keadadilan

yang di terima masyarakat dalam RUU Pengampunan Pajak Nasional, karena

dengan mengedepankan Keadilan Kodrat Alam RUU Pengampunan Pajak

Nasional tidak berat sebelah terhadap koruptor,pemerintah di harapkan dapat

meninjau ulang RUU pengampunan Pajak Nasional sebelum RUU Pengampunan

Pajak Nasional di sahkan, terutama pasal 10 yang di anggap menguntungkan

koruptor dan bertentangan dengan Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo.

Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

(49)

mencapai rasa keadilan baik hal-hal yang bersifat iternal maupun eksternal dari

masyarakat yang bersangkutan tempat berlakunya RUU tersebut, bila penerapanya

RUU pengampunan pajak nasional memperhatikan faktor internal dan faktor

eksternal hal itu bisa dikatakan sudah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat

karena pajak tujuan akhirnya yakni untuk meningkatkan pemasukan ke kas

Negara tersebut.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas maka penulis menyarankan kepada penegak hukum

khususnya pemerintah yang memiliki ide membuat RUU Pengampunan Pajak

Nasional dalam mengkaji suatu perkara diharapkan dapat benar-benar cermat

mempertimbangakan hal-hal baik itu hal internal maupun eksternal agar tercapai

rasa keadilan bagi masyarakat tempat undang-undang itu berlaku serta diharapkan

agar pemerintah merevisi RUU Pengampunan Pajak Nasional tersebut agar bisa

lebih membela hak rakyat dan tidak membela para pelaku kejahatan tindak pidana

(50)

Ali, Mahrus. 2011.Dasar-DasarHukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta.

Amirudin, S.H.,M.Hum, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Lampung. Penerbit Universitas Lampung

Arief, Barda Nawawi. 1996.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.Bandung:

Chaerudin, Syaiful Ahmad, Syarif Fadillah, Startegi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, P.T Refika Aditama, Bandung. 2008

Chazawi, Adami, Hukum Pembuktian Tindak Pidana korupsi, Penerbit P.T Alumni. Bandung. 2008 (Buku I)

---, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang. 2005 (Buku II)

E.Y Kanterdan S.R. Sianturi.Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, BPK Gunung Mulya, 1982

Hamzah, Andi,Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta. 2005

---, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT Raja grafindo Persada, Jakarta. 2006

---, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1986

Hartanti, Evi,Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta. 2006

Hamzah, Andi.1997.Asas-Asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

(51)

Mahmud,Menyelami Semangat Hukum Progresif Terapi Paradigmatik Bagi Lemahnya Hukum Indonesia, Yogyakarta. 2009.

Marpaung, Leden. 2005,Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta

---. 2009,Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta

Mulyadi, Lilik. 2010.Hal-Hal Mendasar Dalam Penjatuhan pemidanaan oleh hakim.Sinar Grafika cipta. Jakarta.

Murtadi. HukumTindakPidanaKorupsi, P.T RefikaAditama, Bandung. 2008

Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana, Jakarta,Aksara Persona Indonesia, 1987.

Poernomo, Bambang .1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, yudhistira

S. Ananda, 2009.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kartika, Surabaya.

Solehuddin,2011,Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sudarto. Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana.Bandung. Sinar Baru. 1986

Suparman, Eman. 2001, Persepsi tentang Keadilan dan Budaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa,jakarta.

Wahono, Francis .Kekerasan dalam Pendidikan :Sebuah Tinjauan Sosio-Ekonomi Didaktika,dalam Gelombang Perlawan

Referensi

Dokumen terkait

Catatan : Agar membawa dokumen penawaran asli sesuai yang di-upload lewat aplikasi SPSE.. Demikian undangan dari kami dan atas perhatiannya disampaikan

[r]

Peserta seleksi yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada POKJA 4 ULP

[r]

A cooperation  between the  Institute of  Ecology, Indonesian State Electric Company  (IOE  UNPAD­PLN),  Bandung,  Indonesia; and the  International Center  for 

Pengaruh Kompensasi melalui Komponen Gaji terhadap Kinerja Pegawai menunjukkan pengaruh yang positif berdasarkan hitungan statistik dengan besaran angka 6,58%. Hal ini

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menguasai konsep dasar matematika, sains, Dengan ilustrasi kegiatan yang dilakukan anak usia keilmuan yang mendukung mata

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) merupakan salah satu tantangan bagi bangsa indonesia untuk menghadapi MEA adalah antisipasi melalui optimalisasi