• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN 2015"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG

PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN

KONDISI FISIK LINGKUNGAN KELURAHAN

KURIPAN KERTOHARJO KOTA

PEKALONGAN 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

Febi Listiyarini NIM.6411411018

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

(2)

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015,

XIV + 64 halaman + 12 tabel + 4 gambar + 18 lampiran

Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Tahun 2014 Kelurahan Kertoharjo masih mempunyai Mf-rate 9,7%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan.

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Pada penelitian ini digunakan Random Sampling. Jumlah sampelnya adalah 70.

Hasil penelitian ini didapatkan data responden yang memiliki pengetahuan cukup (24,3%) dan pengetahuan baik (75,7%). Responden yang memiliki sikap cukup (40,0%) dan sikap baik (60,0%). Responden yang memiliki kondisi fisik lingkungan buruk (40,0%) dan baik (60,0%). Tidak ada hubungan pengetahuan tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan dengan p-value (0,584>0,005) dan ada hubungan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan dengan p-value (0,014<0,005).

Saran yang peneliti rekomendasikan adalah meningkatkan sikap tentang pencegahan penularan filariasis yang baik terhadap kondisi fisik lingkungan.

(3)

Public Health Science Departement Faculty of Sport Science Semarang State University July 2015

ABSTRACT

Febi Listiyarini.

Relationship of Knowledge and Attitudes about Prevention of Transmission of Filariasis with Physical Environment Sub Kuripan Kertoharjo Pekalongan City in 2015,

XIV + 64 pages + 12 tables + 4 pictures + 18 attachments

Filariasis is a systemic infection caused by adult filarial worms that live in the human lymph nodes and blood transmitted by mosquitoes. In 2014 Kertoharjo have mf-rate 9,7%.

This study aims to determine the relationship between knowledge and attitudes about the prevention of transmission of filariasis with the physical condition of the environment.

This type of research is analytic with cross sectional approach. In this study used random sampling. The number of samples is 70.

From the results of this study, the data of respondents who have enough knowledge (24.3%) and a good knowledge (75.7%). Respondents who has enough attitude (40.0%) and a good attitude (60.0%). Respondents who have poor physical environmental conditions (40.0%) and good (60.0%). there is no relationship of knowledge about the prevention of transmission of filariasis with the physical condition of the environment with a p-value (0.584> 0.005) and there was a relationship attitudes about the prevention of transmission of filariasis with the physical condition of the environment with a p-value (0.014 <0.005).

Suggestions researchers recommend is to improve understanding attitude on the prevention of transmission of filariasis well to the physical condition of the environment.

Keywords : Filariasis, Physical Environment, Pekalongan.

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasik pekerjaan saya sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian manapun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam daftar pustaka.

Semarang, Agustus 2015

(5)
(6)

MOTTO dan PERSEMBAHAN

Motto:

Berdoa dan berusaha keras untuk sebuah cita-cita. (Penulis)

Persembahan:

1. Untuk yang tercinta Ayah yang tak hentinya memberikan kasih sayang, dukungan, serta doa penuh harapan.

2. Untuk yang tersayang Almh. Ibu yang pernah hidup untuk memberikan seluruh kasih sayang dan pengorbanannya.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan

dan Sikap Tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015” dapat

terselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini sudah tentu banyak pihak yang telah turut serta memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Bapak Dr. H. Harry Pramono, M.Si. atas ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes atas persetujuan penelitian.

3. Penguji I, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM, M.Kes atas arahan dan persetujuan penelitian.

4. Penguji II, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S,KM, M.Kes atas arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi.

(8)

6. Lurah Kuripan Kertoharjo, Bapak Bilal, S.Sos atas ijin dilakukannya penelitian oleh penulis.

7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Raminto dan Almarhumah Ibu Sudjinah serta kakakku Subandi dan Siswoyo atas motivasi, doa, kasih sayang, dan dukungan materiil selama perkuliahan hingga selesai.

8. Teman-teman Novia, Emy, Ina, Gilang, Mumun, Wulan yang telah terlibat dalam penelitian.

9. Teman-teman D’Kepo Fika, Dyas, Tyas, Exa, Dinda, Yuyun, Izza yang selalu memberikan semangat.

10.Dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyususnan skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis yakin dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Atas saran dan masukan yang diberikan, penulis mengucapkan terimakasih.

Semarang, Juli 2015

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO dan PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Keaslian Penelitian ... 7

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Definisi Filariasis ... 11

2.2 Epidemiologi Filariasis ... 11

(10)

2.5 Cara Penularan Filariasis... 14

2.6 Tanda dan Gejala Filariasis ... 16

2.7 Diagnosa Filariasis ... 17

2.8 Pengobatan Filariasis ... 18

2.9 Pencegahan Filariasis ... 20

2.10 Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Fisik Lingkungan ... 23

2.11 Praktik Pencegahan Filariasis dari Faktor Lingkungan ... 30

2.12 Kerangka Teori... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Kerangka Konsep ... 35

3.2 Variabel Penelitian ... 36

3.3 Hipotesis Penelitian ... 37

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 37

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 39

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

3.7 Sumber Data ... 41

3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ... 42

3.9 Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.10 Prosedur Penelitian... 44

3.11 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Gambaran Umum ... 47

4.2 Hasil Penelitian ... 49

BAB V PEMBEHASAN ... 54

(11)

5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ... 59

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1 Simpulan ... 60

6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian ... 7

Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran... 37

Tabel 3.2: Pembagian Sampel Masing-masing RW ... 40

Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur ... 48

Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Pekerjaan ... 48

Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan ... 48

Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan ... 49

Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Pencegahan Penularan Filariasis ... 50

Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Sikap tentang Pencegahan Penularan Filariasis 50 Tabel 4.7: Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Lingkungan ... 51

Tabel 4.8: Hubungan antara Pengetahuan tentang Pencegahan Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan ... 51

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.3: Tiga Spesies Cacing Filaria ... 13

Gambar 2.5: Siklus Penularan Filariasis ... 16

Gambar 2.11: Kerangka Teori ... 34

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Surat Tugas Pembimbing ... 65

Lampiran 2: Ethical Clearance ... 66

Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ... 67

Lampiran 4: Surat Ijin Penelitian dari Ristekin ... 68

Lampiran 5: Surat Ijin Penelitian dari Dinkes Kota Pekalongan ... 69

Lampiran 6: Surat Uji Validitas dan Reliabilitas ... 70

Lampiran 7: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 71

Lampiran 8: Kuesioner Penelitian ... 72

Lampiran 9: Tabulasi Skor Uji Validitas Pengetahuan ... 76

Lampiran 10: Tabulasi Skor Uji Validitas Sikap ... 77

Lampiran 11: Data Pengetahuan Responden ... 78

Lampiran 12: Data Sikap Responden ... 81

Lampiran 13: Data Hasil Penelitian ... 84

Lampiran 14: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan ... 87

Lampiran 15: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sikap ... 89

Lampiran 16: Analisis Chi Square Data Pengetahuan dengan Kondisi Fisik Lingkungan ... 91

Lampiran 17: Analisis Chi Square Data Sikap dengan Kondisi Fisik Lingkungan ... 93

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki (elephantiasis), pembesaran lengan, payudara, dan alat kelamin pada wanita maupun laki-laki. Penyakit ini menyebabkan produktifitas penderitanya penurun dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit akibat kehilangan jam kerja yang disebabkan penyakit tersebut (Akhsin Zulkoni, 2011:55).

Data WHO menunjukkan bahwa 1,3 milyar penduduk dunia yang tinggal di 83 negara berisiko tertular filariasis dan 60% kasus berada di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara jumlah kasus mencapai 851 juta penderita dan Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus tertinggi. Di Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2009 berturut-turut jumlah kasus klinis yaitu 8.242, 10.427, 11.473, 11.699, dan 11.914 (Kemenkes RI, 2010:5).

(16)

2

Pekalongan ditemukan tahun 2002. Pada tahun 2004 mulai dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) yang menunjukkan bahwa Kota Pekalongan endemis filariasis karena Mf-rate (Microfilaria-rate) >1% (Dinkes Kota Pekalongan, 2012).

Angka kasus filariasis tahun 2010 berjumlah 63 kasus yang terdiri dari 55 kasus klinis dan 8 kasus kronis. Pada tahun 2011 menjadi 117 kasus yang terdiri dari 110 kasus klinis dan 7 kasus kronis. Pada tahun 2012 jumlah kasus menjadi 66 penderita yang terdiri dari 59 kasus klinis dan 7 kasus kronis dan tahun 2013 7 kasus klinis (Dinkes Kota Pekalongan , 2013). Program pencegahan penularan filariasis yang sudah dicanangkan Kota Pekalongan adalah Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP). Hasil pelaksanaan POMP menunjukkan pada tahun 2011 sampai 2013 berturut-turut 3,79%; 3,81%; dan 4,26% penduduk tidak minum obat. Pada tahun 2013 penduduk tidak minum obat dengan alasan 60% bepergian, 11% menolak, 2% meninggal, dan 27% dengan alassan lain (Dinkes Kota Pekalongan, 2013).

Survei pemeriksaan darah jari yang dilakukan dari tahun 2009 sampai 2012

terdapat Mf-rate>1% yaitu Kelurahan Tegalrejo 2,3%, Kelurahan Pabean 3,39%,

Kelurahan Bandengan 2,39% dan Kelurahan Kertoharjo 4,18%. Tahun 2011

Kelurahan Kertoharjo hasil Mf-rate-nya >1 % yaitu sebesar 3,5%. Tahun 2014

Kelurahan Kertoharjo masih mempunyai Mf-rate 9,7%. Artinya bahwa Kelurahan

Kertoharjo yang sekarang menjadi RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan

Kertoharjo masih menjadi daerah endemis filariasis. Program pencegahan filariasis

(17)

3

masyarakat juga menjadi perhatian untuk mencegah penularan filariasis

(Widoyono, 2008:141). Oleh karena itu untuk mengurangi perkembangan vektor

penularan filariasis perlu adanya pengendalian lingkungan.

Banyak faktor risiko yang dapat menimbulkan kejadian filariasis. Salah

satunya adalah faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kepadatan

vektor penularan filariasis. Faktor lingkungan dapat menunjang kelangsungan

hidup vektor sehingga pengendalian dari faktor lingkungan masih sangat

diperlukan. Oleh karena itu pengendalian vektor penularan filariasis perlu

dikendalikan untuk membuat kondisi lingkungn tidak cocok sebagai perkembangan

dan peristirahatan nyamuk, dimana pemberantasan tempat perkembangan nyamuk

melalui pembersihan saluran pembuangan air, pengaliran air yang tergenang,

penebaran bibit ikan pemakan jentik. Pemberantasan tempat peristirahatan nyamuk

melalui pembersihan semak-semak dan pembersihan kandang ternak (Widoyono,

2008:141).

Kondisi fisik lingkungan tercipta dari perilaku yang dipengaruhi dari praktik

seseorang, perubahan perilaku seseorang diikuti tahapan antara pengetahuan, sikap,

dan praktik. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu, untuk menciptakan kondisi lingkungan fisik yang diharapkan

diperlukan pendirian yang kuat untuk mencegah penularan filariasis dari kondisi

fisik lingkungan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:140). Terbentuknya sikap didasari

(18)

4

dimiliki diharapkan seseorang akan membentuk perilaku yang akan langgeng

bahkan selama hidup dilakukan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:18).

Menurut Risky Amalia (2013:1) tentang faktor risiko kejadian filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan tahun 2013, OR tempat perindukan nyamuk 8,556, OR keberadaan kandang disekitar rumah 11, OR kondisi sanitasi sekitar rumah 8,556, OR tingkat pengetahuan 10,714,. Menurut Ardias (2012:202) tentang faktor lingkungan dan perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Sambas bahwa OR habitat nyamuk 11,074 dan OR resting place 4,840.

Hasil survei pendahuluan pada tanggal 12 Februari 2014 pada 20 rumah menunjukkan bahwa kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo 90% terdapat semak-semak, 70% terdapat saluran pembuangan air limbah yang terbuka dan limbah tidak mengalir, 25% terdapat genangan air, 10% terdapat ternak disekitar rumah, dan 45% dari 20 responden pernah mengikuti penyuluhan filariasis.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Pencegahan

Penularan Filariasis dengan Kondisi Fisik Lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015”. Penelitian ini bagian dari penelitian hibah bersaing yang berjudul “Program Aktif-Mandiri (Aksi Tindakan Filariasis-Media

(19)

5

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Adakah hubungan pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Adakah hubungan pengetahuan tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015?

2. Adakah hubungan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

(20)

6

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

1.4 MANFAAT HASIL PENELITIAN

Manfaat dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Untuk Dinas Kesehatan Kota Pekalongan

Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Pekalongan untuk mengambil kebijakan dalam menanggulangi filariasis.

1.4.2 Untuk Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan pustaka di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakt dan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri semarang dalam pnegembangan ilmu di bidang Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

1.4.3 Untuk Peneliti

(21)

7

1. Dapat memperoleh ilmu, pengalaman serta penerapan materi yang telah diperoleh dalam perkuliahan dan penelitian dapat dilakukan untuk tugas akhir atau skripsi.

2. Penerapan pengetahuan tentang Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang dimiliki terhadap kenyataan dilapangan.

3. Sebagai upaya pengembangan pribadi dalam berfikir logis, terstruktur, dan tersistematis.

4. Dapat diketahui seberapa penting penerapan Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Masyarakat.

1.5 KEASLIAN PENELITIAN

Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang judul, penelitian, nama peneliti, tahun, tempat penelitian, desain penelitian, variabel, dan hasil penelitian (Tabel 1.1).

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian

No Judul

Penelitian Hasil Penelitian

(22)

8

(23)

9

(24)

10

1. Penelitian menjelaskan mengenai faktor pengetahuan dan sikap yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

2. Variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu adalah kondisi fisik lingkungan.

3. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain cross sectional.

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Agustus 2015.

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan

Pengambilan data ini termasuk dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan kajian Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Pencegahan Penularan

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI FILARIASIS

Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki (elephantiasis), pembesaran lengan, payudara, dan alat kelamin pada wanita maupun laki-laki. Penyakit ini menyebabkan produktifitas penderitanya penurun dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit akibat kehilangan jam kerja yang disebabkan penyakit tersebut (Akhsin Zulkoni, 2011:55).

Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular pada saluran dan kelenjar kemih yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat manahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:1).

2.2 EPIDEMIOLOGI FILARIASIS

(26)

12

ditemukan di kota Jakarta, Tangerang, Pekalongan, Semarang, dan kota lain (Inge Sutanto, 2009:40).

Survei prevalensi filariasis yang telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkkan bahwa prevalensi infeksi cukup tinggi, mulai dari 0,5% sampai 19,46%. Prevalensi dapat berubah dan pada umumnya kondisi akan berubah dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Oleh karena itu perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoir, vektor, dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing (Inge Sutanto, 2009:40).

Sebagai vektor filariasis, perilaku nyamuk merupakan penentu penyebaran filariasis dan timbulnya daerah endemis filariasis. Perilaku vektor tersebut yaitu: (1) derajat infeksi alami yang dapat diketahui dengan hasil pembedahan nyamuk yang tersebar dialam (2) sifat antropofilik dan zoofilik yang meningkatkan jumlah sumber infeksi (3) umur nyamuk yang panjang hingga mampu mengembangkan pertumbuhan larva mencapai stadium infektif untuk ditularkan (4) dominasi terhadap spesies nyamuk lain (5) mudah menggunakan tempat pengandung air sebagai tempat perindukan nyamuk dari telur sampai dewasa (Rosdiana Safar: 2010:246).

2.3 ETIOLOGI FILARIASIS

(27)

13

2.3.1 Wuchereria Bancrofti

Wuchereria Bancrofti dewasa berbentuk seperti rambut, berwarna putih susu. Panjang tubuh cacing jantan sekitar 4 cm, ekor yang melengkung dilengkapi spikulum yang tidak sama panjang. Panjang cacing betina sekitar 10 cm, mempunyai ekor yang runcing (Soedarto, 2011:221).

2.3.2 Brugia Malayi

Brugia Malayi betina panjangnya dapat mencapai 55 mm, sedangkan cacing jantan hanya sekitar 23 mm (Soedarto, 2011:225).

2.3.3. Brugia Timori

Brugia Timori betina sekitar 39 mm, sedangkan cacing jantan panjangnya sekitar 23 mm (Soedarto, 2011:225).

Gambar 2.3: Tiga Spesies Cacing Filaria

(Sumber:Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:2)

2.4 VEKTOR

(28)

14

1) Wuchereria Bancrofti perkotaan dengan vektor Culex Quinquefasciatus yang tempat perindukannya air kotor dan tercemar (Inge Sutanto, 2009:41). Selain itu dapat hidup pada tempat yang berair jernih dan permukaan dapat ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan air (Rosdiana Safar, 2010:245). Artinya bahwa kondisi lingkungan dengan keadaan saluran air pembuangan limbah yang tidak mengalir,rawa-rawa dan genangan air sangat berpotensi menjadi penularan filariasis.

2) Wuchereria Bancrofti pedesaan dengan vektor Anopheles, Aedes, dan Armigeres.

3) Brugia Malayi dengan vektor Mansonia sp, dan Anopheles Barbirostris. Mansonia dapat berkembang biak dalam rawa-rawa.

4) Brugia Timori dengan vektor Anopheles Barbirostris. Vektor ini dapat berkembang biak di daerah sawah, baik didekat pantai maupun didaerah pedalaman.

2.5 CARA PENULARAN FILARIASIS

Penularan filariasis pada seseorang terjadi gigitan nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva. Nyamuk mendapat cacing filaria kecil (mikrofilaria) ketika menghisap darah penderita yang mengandung mikrofilaria atau binatang reservoir yang mengandung mikrofilaria (Akhsin Zulkoni, 2011:59).

(29)

15

2.5.1 Tahap Perkembangan Dalam Tubuh Nyamuk (Vektor)

1) Nyamuk menghisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terhisap dan masuk lambung nyamuk.

2) Setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung kemudian menembus dinding lambung menuju rongga badan dan selanjutnya ke thoraks.

3) Didalam thoraks, larva stadium I berkembang menjadi larva stadium II dan selanjutnya berkembang menjadi larva stadium III yang infektif. Waktu perkembangan dari larva stadium I ke stadium III untuk W. Bancrofti antara 10-14 hari dan untuk B. Malayi dan B. Timori 7-10 hari.

4) Lava stadium III menuju alat tusuk (probosis) nyamuk dan akan berpindah ke manusia jika nyamuk tersebut menggigit.

5) Mikrofilaria dalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembangbiak sehingga diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi.

2.5.2 Tahap Perkembangan Dalam Tubuh Manusia (Hospes Reservoir)

1) Larva stadium III dalam tubuh manusia menuju sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina.

(30)

16

3) Perkembangan larva stadium III menjadi cacing dewasa dan menghasilkan mikrofilaria untuk W. Bancrofti selama 9 bulan dan untuk B. Malayi dan B. Timori selama 3 bulan.

Gambar 2.5: Siklus Penularan Filariasis

(Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx)

2.6 TANDA DAN GEJALA FILARIASIS

Menurut Ditjen PP & PL Depkes RI (2009:5), tanda dan gejala filariasis terdiri dari:

2.6.1 Tanda dan Gejala Klinis Akut

(31)

17

2) Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa luka), di lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas, dan sakit.

3) Radang saluran kelenjar getah bening yang berasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan.

4) Abses filarial terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.

5) Pembengkakan tungkai, lengan, payudara, skrotum yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (limfadema dini).

2.6.2 Tanda dan Gejala Klinis Kronis

Pembengkakan yang menetap pada tungkai, lengan, payudara, dan skrotum.

2.7 DIAGNOSA FILARIASIS

Menurut Inge Sutanto (2009:35), diagnosa filariasis dapat dipastikan dengan pemeriksaan:

2.7.1 Diagnosis Parasitologi

1) Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah. Pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari yaitu pukul 20.00 s.d 02.00 waktu setempat (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:5). Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.

(32)

18

2.7.2 Diagnosis Radiologi

1) Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya bisa digunakan untuk infeksi filaria W. Bancrofti.

2) Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan adanya zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.

2.7.3 Diagnosis Imunologi

Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi W. Bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah.

Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4 pada filariasis Brugia. Kadar antibodi IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia. Deteksi antibodi tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi aktif.

Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang mikrofilaria tidak dijumpai di dalam darah, tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.

2.8 PENGOBATAN

(33)

19

2.8.1 Diethilcarbamazyne (DEC)

Pada kasus yang masih bersifat subklinis (gejalanya belum tampak) sebaiknya diberikan antibiotik profilaksis dengan terapi suportif misalnya dengan antipiretik dan analgesik. Sedangkan jika sudah mikrofilaremia negatif, yaitu ketika cacing dewasa sudah terlihat, barulah DEC menjadi acuan obat utama. Penggunaan standar DEC yaitu 6 mg/kgBB (total dosis 72 mg) selama 12 hari yang mampu membunuh parasit-parasit yang ada didalam tubuh. Biasanya penggunaan DEC dosis tunggal dikombinasikan dengan Albendazole atau Ivermectin dengan hasil mikrofilarisidal yang efektif. Penggunaan DEC diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih.

2.8.2 Ivermecitin (Mectizan)

Ivermecitin diberikan 400 mg dua kali sehari selama 21 hari, obat ini merupakan alternatif yang mampu menunjukkan hasil yang baik.

2.8.3 Albendazole

Albendazole diberikan 400 mg dua kali sehari selama 21 hari, obat ini merupakan alternatif yang mampu menunjukkan hasil yang baik.

2.8.4 Doksisiklin

(34)

20

2.9 PENCEGAHAN

Menurut Widoyono (2008:141), pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan:

2.9.1 Pengobatan Masal

Pengobatan massal dilakukan didaerah endemis dengan Mf-rate >1% dengan menggunakan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albendazole sekali selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah demam dari reaksi obat diberikan Paracetamol.

Pengobatan massal diikuti seluruh penduduk di daerah endemis yang berusia 2 tahun ke atas. Pengobatan dapat ditunda pada orang yang sedang sakit, anak-anak di bawah usia 2 tahun, dan wanita hamil (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009:6).

2.9.2 Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah pemberantasan tempat perkembangan nyamuk melalui saluran pembuangan air limbah, pengaliran air yang tergenang, penebaran ikan pemakan jentik, menghindari dai gigitan nyamuk dengan memasang kelambu, menggunakan obat nyamuk oles, memasang kasa pada ventilasi rumah, dan menggunakan obat nyamuk bakar atau semprot

Menurut Inge Sutanto (2009:275) pengendalian vektor dibagi menjadi (1) pengendalian secara alami dan (2) pengendalian secara buatan.

2.9.2.1Pengendalian Secara Alami

(35)

21

daerah dengan ketinggian tertentu dari permukaan laut. Perubahan musim, iklim yang panas, udara dingin, udara kering, angin, curah hujan, dan tanah tandus yang tidak memungkinkan perkembangbiakan vektor. Adanya burung, katak, cicak yang dapat memakan vektor.

2.9.2.2Pengendalian Secara Buatan

Pengendalian secara buatan yang dapat dilakukan atas usaha manusia adalah:

1) Pengendalian lingkungan (environment control), yaitu dilakukan dengan cara mengelola lingkungan, dengan memodifikasi atau manipulasi lingkungan sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok untuk yang dapat mencegah atau membatasi perkembangan vektor. Cara ini paling aman karena tidak merusak keseimbangangan alam dan tidak mencemari lingkungan. Dalam modifikasi lingkungan yaitu mengubah sarana fisik yang bersifat permanen, misalnya (1) mengatur irigasi, (2) menimbun tempat yang dapat menampung air atau mengalirkan genangan air, (3) pengubahan rawa menjadi sawah, (4) dan mengubah hutan menjadi tempat pemukiman. Dalam manipulasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara pembersihan atau pemeliharaan sarana yang ada supaya tidak menjadi tempat perindukan vektor dan hasilnya tidak bersifat permanen. Misalnya (1) membersihkan tanaman air, (2) melancarkan saluran pembuangan air limbah.

(36)

22

sementara dan menyebabkan pencemaran lingkungan dan kemungkinan timbul resistensi pada vektor. Misalnya (1) pemakaian paris green, temefos, dan fention untuk membunuh larva nyamuk, (2) penggunaan herbisida untuk membunuh tanaman air untuk perkembangan nyamuk, dan (3) penggunaan insektisida residual spray untuk membunuh nyamuk dewasa.

3) Pengendalian mekanik dilakukan dengan alat yang langsung membunuh, menangkap, menghalau, menyisir vektor. Misalnya, (1) menggunakan baju lengan panjang, menggunakan kasa nyamuk pada ventilasi rumah.

4) Pengendalian fisik menggunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan, dan penggunaan alat listrik untuk pengadaan angin dan penyinaran. Misalnya, (1) memasang hembusan angin keras pada pintu masuk, (2) memasang lampu kuning untuk menghalau nyamuk.

5) Pengendalian biologik dengan memperbanyak pemangsa sebagai musuh alami bagi vektor. Pemangsa yang efktif untuk nyamuk yaitu ikan yang dapat memangsa larva nyamuk.

6) Pengendalian genetika bertujuan untuk mengganti populasi vektor yang berbahaya dengan populasi yang baru dan tidak berbahaya. Caranya yaitu dengan memandulkan dengan bahan kimia.

(37)

23

2.9.3 Peran Serta Masyarakat

Ketersediaan masyarakat dalam pemeriksaan survei darah jari, bersedia meminum obat anti filariasis secara teratur sesuai dengan ketentuan petugas, memberitahukan kepada petugas kesehatan jika menemukan penderita filariasis, dan bersedia membersihkan sarang nyamuk atau tempat perkembangan nyamuk.

2.10 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI FISIK LINGKUNGAN

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat menularkan filariasis. Kondisi fisik lingkungan di daerah endemis sangat diperlukan untuk mencegah penularan filariasis. Filariasis didaerah endemi dapat diduga jenisnya dengan melihat keadaan lingkungan. (Inge Sutanto, 2009:41).

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:137).Menurut Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo (2012:18) bahwa perilaku untuk mewujudkan kondisi lingkungan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

2.10.1 Faktor Predisposisi (predisposing factors)

2.10.1.1 Pengetahuan

(38)

24

1) Tahu (know)

Untuk mengetahui sesorang tahu atau tidak dapat diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Apakah masyarakat mengetahui bagaimana cara mencegah filariasis dari faktor lingkungan.

2) Memahami (comprehention)

Seseorang dapat dikatakan memahami suatu objek maka harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi adalah pengaplikasian prinsip dari pemahaman yang diketahui pada situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan kemudian mencari hubungan komponen yang terdapat dalam objek yang diketahui.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk meringkas dengan kata-kata sendiri dari materi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan sesorang untuk menilai dari suatu objek tertentu.

(39)

25

Menurut Rizky Amelia (2014:8) bahwa pengetahuan mengenai penyakit filariasis sangat penting sebagai penunjang keberhasilan upaya pemberantasan penyakit filariasis yang dilakukan. Upaya pencegahan yang dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan yang aplikatif dan sederhana dilakukan seperti pencegahan filariasis dengan pengendalian vektor untuk membentuk kondisi lingkungan supaya tidak cocok sebagai perindukan dan peristirahatan nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang filariasis berisiko 10,714 kali dengan kejadian filarisis. Dalam penelitian Dina Agustiantiningsih (2013:194) bahwa hubungan pengetahuan dengan praktik pencegahan filariasis berhubungan (p-value=0,000).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukann dengan wawancara yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dalam subjek penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:140).

2.10.1.2 Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap objek tertentu. Sikap meliputi faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan untuk mengungkapkan dari objek tertentu. Menutut Newcomb dalam Soekidjo Notoatmojdo (2012:140), bahwa sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksaan motif tertentu.

Menurut Alport dalam Soekidjo Notoatmodjo (2012:141) sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1) Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap objek

(40)

26

Komponen-komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi merupakan hal yang sangat penting.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2012:141) sikap mempunyai 4 tingkat dalam intensitasnya, yaitu:

1) Menerima (receiving) diartikan bahwa seseorang mau menerima stimulus yang diberikan.

2) Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan

3) Menghargai (valving) diartikan seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek

4) Bertanggung jawab (responsible) adalah bertanggung jawab apa yang telah diyakininya. Sesorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.

Sikap merupakan cerminan suka tidaknya seseorang terhadap obyek tertentu. Untuk membentuk kondisi fisik lingkungan sebagai upaya pencegahan filariasis diperlukan pendirian atau keyakinan yang kuat bahwa kondisi fisik lingkungan dapat mencegah penularan filariasis.

(41)

27

Dina Agustiantiningsih (2013:194) bahwa hubungan sikap dengan praktik pencegahan filariasis berhubungan (p-value=0,000).

2.10.2 Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan perilaku sesorang. Faktor pemungkin meliputi sarana dan prasana yang mendukung untuk perilaku kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:19).

2.10.2.1Sosialisasi Pencegahan Penularan Filariasis

Sosialisasi pencegahan penularan merupakan kegiatan pencegahan filariasis. Sosialisasi ini merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya filariasis. Menurut Dina Agustiantinisngsih (2013:195) bahwa sosialisasi pengobatan masal merupakan inti dari kegiatan pengobatan masal supaya orang mau minum obat untuk mencegah filariasis. Maka sosialiisasi mengenai kondisi lingkungan fisik perlu di lakukan supaya masyarakat tidak berisiko untuk tertular filariasis.

2.10.3 Faktor Penguat (reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat meliputi dukungan tenaga pelaksana eliminasi dan dukungan keluarga.

2.10.3.1Dukungan Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE)

(42)

28

dirumah dan lingkungan sekitarnya, dan mengajak bergotong royong membersihkan tempat berkembang biak nyamuk dalam lingkungan pemukoman (Ditjen P2 & PL Depkes RI, 2008:6).

2.10.3.2Dukungan Keluarga

Dukungan terdiri dari informasi yang menuntun orang bahwa ia diurus, disayangi, memiliki rasa nyaman, dipedulikan, dihargai, dan dibantu atau di dukung (Eunike R. Rustiana, 2005:80). Dukungan yang diberikan orang tua adalah dasar perilaku terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka (Soekidjo Notoatmodjo, 2012:44).

Dukungan keluarga dapat diberikan kepada anggota keluarganya yang dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan kepada keluarga yang lainnya. Semakin tinggi pengetahuan maka akan semakin efektif dalam mendukung keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan melalui kondisi fisik lingkungan. Pada hasil penelitian bahwa dukungan keluarga berhubungan dengan praktik pencegahan filariasis (p-value=0,000) (Dina Agustiantiningsih, 2013:195).

2.10.4 Karakteristik individu

2.10.4.1Pendidikan

(43)

29

filariasis (p-value=0,041) (Dina Agustiantiningsih, 2013:193). Pendidikan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan kata lain mengupayakan agar perilaku masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2013:18).

2.10.4.2 Umur

Umur atau usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan, dan kekuatan sesorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (A Wawan, 2010:17). Dalam penelitian ini ditentukan usia dewasa yaitu umur 18 sampai 55 tahun. 2.10.4.3 Jenis pekerjaan

(44)

30

2.10.5 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan mempunyai pendekatan yang menetapkan sasaran ketersediaan, keterjangkauan, dan ketepatan. Pelayanan kesehaatan meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif untuk mencapai kesehatan. Selain itu melibatkan pendidikan atau promosi pola perilaku peningkatan kesehatan. Pelayanaan kesehatan memberikan prioritas pada orang yang membutuhkan, memberikan perhatian pada masalah kesehatan utama di suatu komunitas (Eunike R. Rustiana, 2005:5).

2.11 PRAKTIK PENCEGAHAN FILARIASIS DARI FAKTOR

LINGKUNGAN

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis dan mata rantai penularannya. Secara umum lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik, lingkungan biologi, lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya (Ditjen P2 & PL Depkes RI, 2008:16).

2.11.1 Lingkungan Fisik

(45)

31

2.11.1.1Kondisi saluran pembungan air limbah (SPAL)

Dalam penelitan Santoso (2011:3) bahwa jenis dan kondisi tempat penampungan air limbah dengan kejadian filariasis berhubungan (p-value=0,000). Penderita yang tidak mempunyai SPAL akan membiarkan air limbah mengalir begitu saja, dan mengakibatkan genangan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan berpotensi tejadinya kejadian filariasis.

Menurut Rizky Amelia (2014:6) tempat perindukan nyamuk sebaiknya ditiadakan dengan cara selalu menjaga kebersihan lingkungan, secara rutin membersihkan SPAL, tidak membiarkan sampah menumpuk, dan minimal seminggu sekali sebaiknya dibersihkan untuk pengendalian vektor. Hasil penelitian bahwa tempat perindukan nyamuk (breeding place) berisiko 8,556 kali terhadap kejadian filariasis.

2.11.1.2Kondisi genangan air

(46)

32

8,707 kali lebih besar menderita filariasis dibandingkan dengan responden yang rumahnya tidak memiliki habitat nyamuk, karena genangan air menjadi habitat nyamuk Cx. Quinquefasciatus diluar rumah, dengan jumlah air (50 cc) nyamuk sudah dapat menggunakannya sebagai habitat.

2.11.1.3Kondisi kandang ternak

Menurut Bagus Febrianto, dkk (2008:53) keberadaan kandang ternak mempunyai hubungan dengan kejadian filariasis (p-value=0,02). Keberadaan kandang ternak di dekat rumah mempunyai dampak yang besar untuk tertular filariasis. Kandang ternak mempunyai temperatur dan kelembaban ideal untuk perkembangbiakan vektor.

2.11.1.4Kondisi semak-semak

(47)

33

2.11.2 Lingkungan Biologi

Menurut Mukono (2000:11) dalam hubungannya dengan penyakit maka dari sektor lingkungan biologi dapat dibagi dalam beberapa hal sebagai berikut: 1. Agen penyakit yang infeksius

2. Reservoir (manusia atau binatang)

3. Vektor pembawa penyakit (lalat, nyamuk, dll) 4. Tumbuhan dan binatang

Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis. Contoh lingkungan biologi adalah tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia sp. Dalam penelitian Santoso (2011:6) bahwa keberadaan ternak berhubungan dengan kejadian filariasis (p-value=0,000). Keberadaan ternak dapat menjadi penghambat untuk terjadinya penularan filariasis, yaitu dapat menjadi penghambat agar nyamuk tidak menggigit manusia bila kandang ternak terletak diantara tempat perkembangbiakan dan rumah pemiliknya.

2.11.3 Lingkungan Sosial, Ekonomi, Dan Budaya

(48)

34

2.12 Kerangka Teori

Gambar 2.1: Kerangka Teori

(Sumber: Modifikasi Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo (2012:18),

Dina Agustiantiningsih(2013), Rizky Amelia (2014), Eunike R. Rustiana

(2005), A. Wawan (2010), Depkes RI (2008), Santoso (2011), Ardias, dkk 3. Jenis pekerjaan

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan konsep serta variabel yang akan diukur atau diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:22).

Gambar 3.1: Kerangka Konsep

Variabel Bebas: 1. Pengetahuan tentang

pencegahan penularan filariasis

2. Sikap tentang

pencegahan penularan filariasis

Variabel Terikat: Kondisi Fisik

Lingkungan

(50)

36

3.2 VARIABEL PENELITIAN

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010:103), yang dimaksud variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki kelompok lain. Pada penelitian ini variabel yang digunakan yaitu:

3.2.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel risiko atau sebab (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:104). Variabel bebas yang diteliti adalah pada penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap pada masyarakat RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan.

3.2.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:104). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kondisi fisik lingkungan di RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan.

3.2.3 Variabel Perancu

Variabel perancu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat tetapi bukan variabel antara (Sudigdo Sastroasmoro, 1995:158). Variabel perancu dalam penelitian ini dikendalikan dengan restriksi. Restriksi yaitu menyingkirkan variabel perancu dari setiap subyek penelitian (Sudigdo Sastroasmoro, 1995:163).

(51)

37

3.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:105).

3.3.1 Hipotesis Mayor

Ada hubungan pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

3.3.2 Hipotesis Minor

1) Ada hubungan pengetahuan tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015. 2) Ada hubungan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi

fisik lingkungan Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

3.4 DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN VARIABEL

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel penelitian. Adapun definisi operasional penelitian (Tabel 3.1).

Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

No Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

(52)

38

Kuesioner 0. Sikap kurang, jika skor fisik tempat tinggal responden meliputi syarat kondisi fisik lingkungan dan hal-hal yang perlu dan tidak mengalir.

(53)

39

3.5 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik. Penelitian analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena antar faktor risiko dengan faktor efek. Sedangkan pendekatan yang digunakakan adalah cross sectional yaitu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antar faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:37).

3.6 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.6.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:117). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan yang berjumlah 3.334 penduduk (Rekapitulasi jumlah penduduk Kelurahan Kuripan Kertoharjo, Februari 2015).

3.6.2 Sampel Penelitian

Bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010:118). Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus:

(54)

40

dibulatkan menjadi 66

Keterangan: n = besar sampel N = besar populasi P = target populasi (0,5)

d = derajat kesalahan yang diterima 10% (0,1)

= standar deviasi normal untuk 1,64 dengan confidence interval 90% (Stanley

Lemeshow, 1997:54).

Pengambilan sampel dilakukan setelah restriksi, untuk mengendalikan variabel perancu tingkat pendidikan minimal lulusan SMA dan umur 18-55 tahun, diharapkan kriteria tersebut memiliki pemahaman tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan. Pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan metode acak proporsional berdasarkan jumlah penduduk dari setiap RW. Masing-masing RW V sebesar 11, RW VI sebesar 11, RW VII sebesar 11, RW VIII sebesar 8, RW IX sebesar 13, RW X sebesar 12 yang dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2: Pembagian Sampel Masing-masing RW

No. RW Jumlah Penduduk Jumlah Sampel

(1) (2) (3) (4)

1. V 530

(55)

41

3. VII 575

4. VII 395

5. IX 674

6. X 609

Jumlah 3334 66

3.7 SUMBER DATA

Sumber data penelitian ini adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber

data penelitian ini yaitu:

3.7.1 Data Primer

Data primer yaitu pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh

peneliti (Eko Budiarto, 2002:5). Data primer diperoleh melaui kuesioner. Kuesioner

dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan informasi melalui jawaban dari

responden mengenai pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan

filariasis.

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu pengumpulan data yang diinginkan diperoleh dari

orang lain dan tidak dilakukan oleh penelliti sendiri (Eko Budiarto, 2002:5). Data

sekunder yang diambil diperoleh dari buku, jurnal, instansi, referensi lain yang

(56)

42

3.8 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA

3.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk mengungkap data (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:87). Instrumen dalam penelitian ini adalah: 3.8.1.1 Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan dan sikap responden mengenai upaya pencegahan filariasis di RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015 dengan masing-masing skor pengetahuan sebanyak 10 dari 10 soal dan skor sikap sebanyak 10 dari 10 soal. 3.8.1.2 Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk membuktikan kondisi fisik lingkungan dalam upaya pencegahan filariasis di RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015 dengan skor total 6 dari 6 soal.

3.8.2 Teknik Pengambilan Data

3.8.2.1 Wawancara

Wawancara secara langsung untuk memperoleh data pengetahuan dan sikap responden tentang pencegahan penularan filariasis di RW V sampai RW X Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015.

3.8.2.2 Observasi

(57)

43

3.9 VALIDITAS DAN RELIABILITAS

3.9.1 Validitas

Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (kuesioner) dapat dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor seriap variabel dengan skor totalnya. Suatu pertanyaan dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya.

Rumus yang digunakan yaitu dengan korelasi “product moment”:

Keterangan:

= koefisien korelasi antara X dan Y

N = jumlah subjek X = skor item Y = skor total

∑X = jumlah skor item

∑Y = jumlah skor total

∑X2

= jumlah kuadrat skor item ∑Y2

= jumlah kuadrat skor total (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:166).

(58)

44

3.9.2 Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas yaitu “Spearman Brown”:

r1=

Keterangan:

r1 = reliabilitas internal seluruh instrumen

rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua (Sugiyono, 2010:185).

3.10 PROSEDUR PENELITIAN

Dalam penelitian diperlukan prosedur penelitian agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan sesuai dengan rencana. Adapun tahapannya sebagai berikut:

1) Tahap persiapan, meliputi:

1. Uji coba alat ukur ( kuesioner) dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas. 2) Tahap pelaksanaan, meliputi:

1. Pemilihan subyek penelitian yang sudah di retriksi.

2. Subjek penelitian yang terpilih kemudian dilakukan wawancara dan observasi langsung guna mendapatkan informasi/data penelitian.

(59)

45

3.11 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

3.11.1 Teknik Pengolahan

Data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan, diolah sesuai dengan tujuan dan kerangka konsep penelitian. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

3.11.1.1 Editing

Sebelum diolah data yang sudah terkumpul perlu diperiksa terlebih dahulu. Data atau keterangan yang telah dikumpulkan yang berupa daftar pertanyaan dibaca sekali lagi dan diperbaiki jika dirasakan masih ada kesalahan dan keraguan data. 3.11.1.2 Coding

Data yang sudah dikumpulkan dapat berupa kalimat yang pendek atau panjang, untuk memudahkan analisa, maka jawaban tersebut perlu diberi kode. Cara memberikan kode yaitu dengan memerikan angka pada tiap jawaban.

3.11.1.3 Scoring

Yaitu memberikan skor atau nilai pada setiap jawaban yang diberikan oleh responden

3.11.1.4 Tabulasi

Tabulasi dimaksudkan untuk memasukkan data ke dalam tabel dan mengatur angka sehingga dapat dihitung dalam berbagai kategori.

3.11.1.5 Entry Data

(60)

46

3.11.2 Analisis Data

3.11.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:182). Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan dan sikap serta variabel terikat yaitu kondisi fisik lingkungan.

3.11.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yag diduga berhubungan atau berkorelasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:183). Analisi bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan dan sikap serta variabel terikat yautu kondisi fisik lingkungan.

Selanjutnya diuji dengan analisis statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square, karena skala variabel berbentuk kategorik. Taraf signifikan yang digunakan adalah 95% atau taraf kesalahan 0,05. Syarat uji Chi Square adalah tidak ada sel yang nilai observed-nya bernilai nol, dan sel yang digunakan mempunyai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka dilakukan dilanjutkan uji alternatifnya.

(61)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan maka disimpulkan bahwa:

1) Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang pencegahan penularan

filariasis dengan kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo

Kota Pekalongan 2015

2) Ada hubungan antara sikap tentang pencegahan penularan filariasis dengan

kondisi fisik lingkungan di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan

2015

6.2 SARAN

6.2.1 Bagi masyarakat Kelurahan Kuripan Kertoharjo

Diharapkan ada peningkatan peran serta masyarakat mengikuti kegiatan

sosialisasi dalam pencegahan penularan filariasis yang di berikan dari puskesmas

(62)

61

6.2.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Terkait

Bagi tenaga kesehatan diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan ke masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan penyuluhan ke masyarakat menjadi 2 tahun sekali tentang pencegahan penularan filariasis terhadap kondisi fisik lingkungan di wilayah Kuripan Kertoharjo.

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Akhsin Zulkoni, 2011, Parasitologi, Nuha Medika, Yogyakarta.

Ardias, dkk, 2012, Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Sambas, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Volume XI, No 2, Oktober 2012, hlm. 199-207.

Arry Kurniyanti, 2007, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Desa Bringin Kecamatan Juwana Kabupaten Pati Tahun 2007, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

A. Wawan dan Dewi M, 2010, Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta.

Bagus Febianto, dkk, 2008, Faktor Risiko Filariasis di Desa Samborejo Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah, Buletin Penelitian Kesehatan, Volume 36, No 2, Tahun 2008, hlm. 48-58.

Dina Agustiantiningsih, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Pencegahan Filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan Tahun 2013, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

_______, Praktik Pencegahan Filariasis, 2013, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume VIII, No 2, Januari 2013, hlm. 190-197.

Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, 2012, Laporan P2P Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, Dinkes Kota Pekalongan, Pekalongan.

_______, 2013, Laporan P2P Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, Dinkes Kota Pekalongan, Pekalongan.

Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, 2011, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010, Dinkes Provinsi Dati I Jateng, Semarang. _______, 2012, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011, Dinkes

Provinsi Dati I Jateng, Semarang.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Epidemiologi Filariasis, Ditjen P2 & PL Depkes RI, Jakarta.

(64)

63

_______, 2009, Mengenal Filariasis (Penyakit Kaki Gajah), Ditjen P2 & PL Depkes RI, Jakarta.

Eko Budiarto, 2001, Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta.

Endang Puji Astuti, dkk, Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Kepatuhan Minum Obat Filariasis di Tiga Desa Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2013, Volume 24, No 4, Desember 2014, hlm. 199-208. Eunike R. Rustiana, 2005, Psikologi Kesehatan, Universitas Negeri Semarang

Press, Semarang.

Febrina Winda Lusika Sidauruk, 2013, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Program Eliminasi (Minum Obat) Filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekallongan Selatan Kota Pekalongan Tahun 2013, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Ike Ani Windiastuti, dkk, 2013, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah, Sosial Ekonomi, dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Filariasis di Pekalongan Selatan Kota Pekalongan, Volume XII, No 1, April 2013, hlm. 51-57.

Inge Sutanto, dkk, 2009, Parasitologi Kedokteran, Balai Penerbit UI, Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Filariasis di Indonesia,

Kemenkes RI, Jakarta.

Mukono, 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya.

Risky Amalia, 2014, Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis, Unnes Journal of Public Health, Volume III, No 1, Maret 2014, hlm. 1-12.

_______, 2013, Faktor Risiko Kejadian Filariasis Di Kelurahan Kertoharjo Kecamatan Pekalongan Selatan Tahun 2013, Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Rosdiana Safar, 2010, Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi, dan Helmintologi, Yrama Widya, Bandung.

Santoso, 2007, Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kasus Filariasis di Masyarakat (Analisis Lanjut Hasil Riskesdas 2007), Volume III, No 1, Tahun 2011, hlm. 1-7.

Soedarto, 2011, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Sagung Seto, Jakarta.

(65)

64

_______, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Stanley Lemeshow, dkk, 1997, Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kuaitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung.

Widoyono, 2008, Penyakit Tropis epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan, Erlangga, Semarang.

(66)

65

(67)

66

(68)

67

(69)

68

(70)

69

(71)

70

(72)

71

(73)

72

Lampiran 8: Instrumen Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN FILARIASIS DENGAN KONDISI FISIK KELURAHAN

KURIPAN KERTOHARJO KOTA PEKALONGAN 2015

Nomor Responden : Tanggal Penelitian :

I. IDENTITAS RESPONDEN

Pendidikan Terakhir : 1. Tamat SMA/MA/SMK 2. Tamat Perguruan Tinggi Pekerjaan :

II. PENGETAHUAN

PETUNJUK PENGISIAN: Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar.

1. Apakah penyakit filariasis itu?

a. Penyakit yang menyebabkan pembengkakan di kaki,tangan, payudara, dan kemaluan

b. Pennyakit yang menyebabkan pembengkakan di kaki saja c. Penyakit keturunan

2. Apakah penyebab penyakit filariasis (penyakit kaki gajah)? a. Nyamuk

b. Cacing c. Tikus

3. Apakah penyakit filariasis merupakan penyakit menular? a. Ya

b. Tidak (lanjut ke pertanyaan nomor 5)

4. Penyakit filariasis (penyakit kaki gajah) ditularkan oleh? a. Nyamuk

b. Cacing c. Tikus

5. Lingkungan yang berisiko untuk penularan filariasis (penyakit kaki gajah) adalah

(74)

73

6. Lingkungan yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk adalah, kecuali a. Air yang menggenang pada kaleng bekas

b. Saluran irigasi sawah yang tidak mengalir c. Sungai

d. Saluran pembuangan air limbah yang tidak mengalir

7. Dimanakah letak kandang ternak kambing/sapi/kerbau untuk mencegah penularan filariasis (penyakit kaki gajah)?

a. Kandang ternak menjadi satu dengan rumah b. Kandang ternak dipisah dengan rumah c. Tanpa kandang

8. Kondisi saluran pembuangan air limbah yang baik untuk mencegah penularan filariasis (penyakit kaki gajah) adalah

a. Tertutup, mengalir b. Terbuka, tidak mengalir c. Tanpa saluran pembuangan

9. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencegah filariasis (penyakit kaki gajah) adalah

a. Mengalirkan atau menimbun genangan air b. Menguras bak mandi 1 bulan sekali

c. Menampung air hujan

10.Kegiatan untuk menjaga lingkungan supaya tidak menjadi tempat perindukan nyamuk,

Gambar

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian
Gambar 2.3: Tiga Spesies Cacing Filaria
Gambar 2.5: Siklus Penularan Filariasis
Gambar 2.1: Kerangka Teori
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap perempuan terhadap pencegahan penularan HIV/AIDS di Kelurahan Kebon Pisang Kecamatan Sumur Bandung

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis paru di kelurahan

Sehingga kesimpulannya adalah tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang penyakit lepra dengan sikap penderita lepra dalam upaya pencegahan penularan lepra di Wilayah

Kelurahan pertanyaan tentang gejala filariasis hanya 8 % saja yang Pabean merupakan daerah pantai dan beriklim tropis tahu yaitu menjawab lebih dari satu gejala filariasis

Hubungan antar variabel adalah positif artinya semakin baik tingkat pengetahuan keluarga maka akan semakin positif sikap keluarga dalam pencegahan

Gambaran sikap mengenai pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS masyarakat di Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang sebagian besar memiliki sikap

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan media informasi dengan pengetahuan, sikap dan tindakan pencegahan penularan Covid-19 pada masyarakat Desain

Kelurahan pertanyaan tentang gejala filariasis hanya 8 % saja yang Pabean merupakan daerah pantai dan beriklim tropis tahu yaitu menjawab lebih dari satu gejala filariasis