• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi minyak ikan lemuru dan pemanfaatannya dalam ransum ayam petelur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi minyak ikan lemuru dan pemanfaatannya dalam ransum ayam petelur"

Copied!
291
0
0

Teks penuh

(1)

LEMURU DAN PEMANFAATANNYA DALAM RANSUM

AYAM PETELUR

MONTESQRIT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :

Penggunaan Bahan Pakan sebagai Bahan Penyalut dalam Mikroenkapsulasi Minyak Ikan Lemuru dan Pemanfaatannya dalam

Ransum Ayam Petelur

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2007

(3)

Mikroenkapsulasi Minyak Ikan Lemuru dan Pemanfaatannya dalam Ransum Ayam Petelur. Dibimbing oleh WIRANDA GENTINI PILIANG, SLAMET BUDIJANTO dan DESIANTO BUDI UTOMO.

Mikroenkapsulasi terhadap minyak ikan bertujuan untuk melindungi minyak ikan dari oksidasi dan mengubahnya ke dalam bentuk tepung serta memudahkan dalam pengangkutan dan penanganan. Beberapa bahan pakan seperti dedak gandum, dedak padi, jagung giling,corn gluten meal, bungkil kedele serta tepung daging dan tulang dapat digunakan sebagai bahan penyalut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi dengan berbagai imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut (3 : 1, 2 : 1, 1 ; 1, 1 : 2 dan 1 : 3) dan untuk memanfatkan mikrokapsul minyak ikan tersebut dalam ransum ayam petelur. Karakteristik mikrokapsul dievaluasi berdasarkan persentase minyak terkapsul, minyak tidak terkapsul dan efisiensi enkapsulasi. Imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut mempengaruhi (P<0.01) minyak terkapsul dan efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul minyak ikan dengan pengering semprot dan pengering drum. Penambahan mikrokapsul minyak ikan ke dalam ransum ayam petelur tidak nyata mempengaruhi performa produksi dan kualitas telur akan tetapi meningkatkan (P<0.01) asam lemak ω-3 kuning telur serta menurunkan (P<0.01) kolesterol serum dan kuning telur.

(4)

Sardines Fish Oil and It’s Application on Laying Hens Diet. Under the supervisions of WIRANDA GENTINI PILIANG, SLAMET BUDIJANTO, and DESIANTO BUDI UTOMO.

Microencapsulation is useful to protect fish oil from oxidation and convert it from liquid to a powder form in order to simplify the handling and transporting system. Some feedstuffs like wheat bran, rice bran, corn, soybean meal, corn gluten meal and meat and bone meal could be used as coating materials. The objectives of this research were to evaluate the effect of using wheat bran, soybean meal and meat and bone meal with different ratios of carbohydrate to protein (3:1, 2:1, 1:1, 1:2 and 1:3) as coating materials and to determine the effects of fish oil microcapsule in laying hens diet. The characteristics of the microcapsule were evaluated based on the percentage of the encapsulated oil, unencapsulated oil and encapsulation efficiency. The higher the protein content in coating materials caused the higher the percentage of the encapsulated oil and the higher the encapsulation efficiency obtained. The inclusion of fish oil micro-capsule in laying hens diet did not affect the production performances, however increased (P<0.01) the omega-3 fatty acid in the yolk and decreased (P<0.01) the cholesterol in the serum as well as in the egg yolk.

(5)
(6)

LEMURU DAN PEMANFAATANNYA DALAM RANSUM

AYAM PETELUR

MONTESQRIT

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Nama : Montesqrit

NIM : 985044

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr Drh. Desianto Budi Utomo, M.Sc. Ph.D

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc

Tanggal Ujian : 7 Mei 2007

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2003 ini adalah bahan pakan dan mikroenkapsulasi minyak ikan, dengan judul Penggunaan Bahan Pakan sebagai Bahan Penyalut dalam Mikroenkapsulasi Minyak Ikan Lemuru dan Pemanfaatannya dalam Ransum Ayam Petelur.

Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan atas pengarahan dan bimbingan dari Tim Komisi Pembimbing. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Ibuk Prof. Dr. Ir. Wiranda Gentini Piliang, MSc, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Slamet Budijanto, M.Agr dan Bapak Drh. Desianto Budi Utomo, M.Sc. Ph.D masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas kerelaannya memberikan penulis pengarahan dan bimbingan. Keikhlasan para pembimbing membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, sungguh merupakan suatu pemberian yang tiada ternilai harganya, melalui kesempatan ini penulis hanya mampu memanjatkan doa semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang setimpal.

Melalui disertasi ini secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Drh. Desianto Budi Utomo, M.Sc. Ph.D atas kesediaan beliau menyediakan penulis fasilitas penelitian sebagai pendamping dana dari URGE yang jumlahnya terbatas. Tanpa bantuan materi tersebut, sulit rasanya penelitian yang membutuhkan biaya besar ini dapat dilaksanakan. Semoga pengorbanan ini menjadi amal soleh dan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Nahrowi selaku Ketua Program Studi Ilmu Ternak yang telah ikut memberikan masukan dan nasehat yang bermanfaat pada waktu ujian tertutup dan ujian terbuka. Selanjutnya kepada Bapak Dr. Komang G. Wirawan yang banyak memberi masukan pada waktu ujian tertutup. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Toto Toharmat M.Sc dan Bapak Dr. Arnold P Sinurat MS selaku penguji pada ujian terbuka yang telah banyak memberi masukan, demikian juga kepada Bapak Dr. Ronny Rahman Noor Mrur.Sc. selaku dekan Fakultas Peternakan yang juga turut memberikan masukan dalam penulisan disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Andalas dan Bapak Dekan Fakultas Peternakan Universitas Andalas atas bantuan, izin dan dorongan moral yang telah diberikan untuk menyelesaikan pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Rektor IPB dan Bapak Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan mengikuti program Doktor, kepada semua Staf Pengajar Sekolah Pascasarjana IPB atas ilmu yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada URGE Ditjen Dikti yang membiayai studi pascasarjana di IPB.

(10)

Comfeed Indonesia) yang turut membantu penulis disaat penulis butuh bantuan. Kepada sahabat seperjuangan di Mess Unand, anggota IKBUA dan IMPACs, Bapak Dr. Yan Heryandi MS, Dr. Wisri Puastuti MSi, Dr. Rusfidra MP, Ibuk Dr. Sumiati MSc, Ibuk Drh. Yulia Yellita MP, Bapak Ir Deni Sorel MSi, Bapak Dr. Adrizal MS dan kawan-kawan satu bimbingan yang telah menyum-bangkan pemikirannya penulis ucapkan terima kasih.

Kehadapan Ibunda Syahniar Samad dan Ayahnda Daimuri St Mudo (Alm) tercinta yang selalu memberikan doa restu dan semangat, menekankan pentingnya menuntut ilmu dan beribadah serta mengajarkan hidup mandiri sangat terasa bagi penulis manfaatnya. Kepada kakak-kakakku keluarga Martha F. Muliawan dan keluarga Deswita Akmal serta kepada mertua Bapak Dasaruddin Ajus (Alm), Ibunda Dra. Ratna Wilis dan adik-adik Muswirdas SP, Lotfi ST dan Deded Isnaini SPt yang juga turut memberikan motivasi serta do’a restunya. Khususnya pada yang tercinta istriku dr. Elwitria Daily serta yang tersayang anak-anakku Hubbul Khaira Monteswi dan M. Nabil Ghifari Monteswi atas doa, pengertian, pengorbanan dan dorongan moril yang telah diberikan selama mengikuti pendidikan ini. Kepada semua saudara dan famili serta teman-teman satu program studi dan semua pihak yang tidak mungkin disebut satu persatu disampaikan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa semua yang telah dicapai dan diwujudkan dalam tulisan ini masih jauh dari yang diharapkan. Apabila ada kemanfaatan dari tulisan ini semata karena kebesaran dan ilmu-Nya dan apabila ada kesalahan itu semata karena keterbatasan dan kekurangan penulis. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi amal ibadah yang diridhoi-Nya. Amin.

Bogor, Juli 2007

(11)

November 1970, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Daimuri St Mudo (Alm) dan Ibu Syahniar Samad.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1983 dari SD Inpres 6/75 Sungai Puar Kabupaten Agam. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1986 dari SMP Negeri 2 Sungai Puar dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 1989 dari SMA Negeri 3 Bukit Tinggi. Pada tahun 1989 penulis melanjutkan pendidikan pada Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang dan lulus sebagai Sarjana Peternakan pada tahun 1993. Pada tahun 1994 sampai 1995 penulis bekerja pada PT Japfa Comfeed Indonesia di Bandar Lampung. Sejak tanggal 3 September 1995 penulis diterima pada Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan beasiswa unggulan dari URGE (University Research and Graduate Education) batch II, dan memperoleh gelar Magister Sains (MSi) pada tahun 1998. Pada tahun yang sama mendapat kesempatan lagi dengan bantuan beasiswa unggulan dari URGE (University Research and Graduate Education) batch V untuk melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi Ilmu Ternak, Sekolah Pascasarjana IPB.

(12)

DAFTAR TABEL ………. xii DAFTAR GAMBAR………. xiv DAFTAR LAMPIRAN ……… xv PENDAHULUAN ………....

Latar Belakang ……….. Tujuan Penelitian………... Manfaat Penelitian………. Hipotesa……….. 1 1 3 3 3 TINJAUAN PUSTAKA………

Minyak Ikan………

Mikroenkapsulasi..……….…….……….…………...…………...

BahanPenyalut ………..

Bahan Pakan sebagai Bahan Penyalut…...……… Teknik Pengeringan..………... Aplikasi Mikroenkapsulasi dalam Bidang Pakan ...………..

Upaya Peningkatan Kandungan Asam Lemak ω-3 Kuning Telur dengan Penambahan Sumber Asam Lemak ω-3 dalam Ransum Ayam Petelur ………. 4 4 6 8 13 17 19 20 BAHAN DAN METODE ..……….

Penelitian Tahap I………... Tujuan Penelitian...……….. Tempat Penelitian....……….. Bahan dan Alat ………..

Metode Penelitian ………..

Seleksi Bahan Pakan sebagai Bahan Penyalut………... Penentuan Kandungan Padatan dalam Emulsi dan Imbangan Minyak dan Bahan Penyalut ………. Formulasi Imbangan Karbohidrat dan Protein dalam Bahan Penyalut ………... Penelitian Tahap II ……… Tujuan Penelitian……….……….. Tempat Penelitian……….. Bahan dan Alat………... Metode Penelitian………...

29 29 29 29 29 30 30 32 34 37 37 37 37 39 HASIL DAN PEMBAHASAN ………...

Penelitian Tahap I………...……… Seleksi Bahan Pakan sebagai Bahan Penyalut………..

(13)

Penyalut ………. Penelitian Tahap II………...

Pengaruh Perlakuan Ransum terhadap Performan Ayam Petelur . Pengaruh Perlakuan Ransum terhadap Kualitas Telur …………. Pengaruh Pemberian Mikrokapsul Minyak Ikan terhadap Komposisi Asam Lemak Kuning Telur ……… Pengaruh Pemberian Mikrokapsul Minyak Ikan terhadap Konsentrasi Kolesterol Serum dan Kolesterol Kuning Telur………...

52 71 71 76 81

86

PEMBAHASAN UMUM ……… 89

KESIMPULAN DAN SARAN……… 93

DAFTAR PUSTAKA ………... 94

(14)

1 Karakteristik minyak ikan lemuru hasil proses pengalengan dan penepungan……… 5 2 Karakteristik mutu minyak ikan lemuru hasil proses penepungan

sebelum dan setelah dimurnikan………. 6 3 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dengan imbangan

bahan inti dan bahan penyalut serta total padatan dalam emulsi……… 10 4 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dengan imbangan

kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut…………... 12 5 Jenis dan level dari non starch polysacharide dalam beberapa bahan

pakan……….……… 14 6 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dalam bidang pakan. 20 7 Perkembangan hasil penelitian pemberian sumber asam lemak ω-3

da-lam ransum ayam petelur berdasarkan umur ayam dan da-lama pemberian 21 8 Perkembangan hasilpenelitian pemberian sumber asam lemak ω-3

da-lam ransum ayam petelur terhadap kandungan asam lemak ω-3

kuning telur dan performa ayam petelur ..……… 23 9 Kandungan dan komposisi asam lemak pada telur ayam (%)………… 28 10 Jumlah minyak ikan dan bahan penyalut yang digunakan untuk

menentukan kandungan padatan dalam emulsi dan imbangan minyak (M) dan penyalut (P)……… 32 11 Kandungan zat makanan bahan pakan sebagai bahan penyalut (100%

BK)*………... 34 12 Formulasi imbangan karbohidrat (KH) dan protein (Prot) dalam bahan

penyalut dengan menggunakan komposisi dari bahan pakan………... 35 13 Susunan dan kandungan zat makanan ransum ayam petelur umur

52-59 minggu ……….. 38 14 Tingkat stabilitas emulsi bahan pakan sebagai bahan penyalut alternatif

(%)……….……….. 43 15 Karakteristik mikrokapsul dengan perlakuan imbangan karbohidrat dan

protein menggunakan pengering drum dan pengering semprot... 54 16 Kandungan asam lemak ω-3 dan zat makanan antara minyak ikan

komersial dibandingkan dengan mikrokapsul minyak ikan hasil

(15)

18 Rataan performan ayam petelur umur 52–59 minggu dengan perlakuan pemberian mikrokapsul minyak ikan (MMI)………... 72 19 Kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh rangkap

tunggal dalam kuning telur dan ransum penelitian dengan pemberian

mikrokapsul minyak ikan (%)……… 81

20 Kandungan asam lemak ω-6, asam lemak ω-3 dan imbangan ω-6 : ω -3 dalam kuning telur dengan perlakuan pemberian mikrokapsul

minyak ikan (%) ……… 82 21 Kandungan asam lemak ω-6, asam lemak ω-3 dan imbangan ω-6 : ω

-3 dalam ransum ayam petelur dengan perlakuan pemberian

mikrokapsul minyak ikan (%)……… 83 22 Pengaruh pemberian mikrokapsul minyak ikan dalam ransum ayam

petelur terhadap konsentrasi kolesterol serum dan kolesterol kuning

(16)

1 Mekanisme absorbsi lemak (Piliang dan Djojosoebagio 2006)………. 26

2 Proses pembentukan telur (USDA 2000)……… 27

3 Prosedur kerja seleksi bahan pakan sebagai bahan penyalut………. 31

4 Prosedur kerja penentuan kandungan padatan dalam emulsi dan imbangan minyak dan bahan penyalut ……….. 33

5 Prosedur kerja pembuatan mikrokapsul berdasarkan formulasi imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut………. 36

6 Bagan penempatan unit perlakuan di kandang ………. 39

7 Diagram alir penelitian ………. 42

8 Pengaruh kandungan padatan dalam emulsi dan imbangan minyak ikan dan penyalut terhadap kadar minyak terkapsul dengan menggunakan bahan penyalut yang mengandung karbohidrat ……….. 46

9 Pengaruh kandungan padatan dalam emulsi dan imbangan minyak ikan dan penyalut terhadap efisiensi enkapsulasi dengan mengguna-kan bahan penyalut yang mengandung karbohidrat……… 49

10 Perlakuan imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut terhadap mikrokapsul minyak ikan lemuru dengan pengering semprot dan pengering drum………... 53

11 Perubahan bilangan peroksida selama penyimpanan……….... 63

12 Perubahan bilangan TBA selama penyimpanan ………...…… 65

13 Perubahan total oksidasi selama penyimpanan ……….… 67

14 Morfologi permukaan luar dari mikrokapsul yang dikeringkan dengan pengering drum dengan menggunakan SEM (scanning electron microscope) pada perbesaran 750 -1500 x……….. 69

15 Morfologi permukaan luar dari mikrokapsul yang dikeringkan dengan pengering semprot dengan menggunakan SEM (scanning electron microscope) pada perbesaran 750 - 2000 x……….. 70

16 Morfologi permukaan luar dari mikrokapsul pakan udang (A) dan mikrokapsul minyak kedele (B) dengan menggunakan SEM (scanning electron microscope) pada perbesaran 1000 - 2000 x.………. 70

17 Pengaruh pemberian mikrokapsul minyak ikan terhadap nilai haugh unit telur yang diamati selama 2, 4, 6 dan 8 minggu... 77

18 Pengaruh pemberian mikrokapsul minyak ikan terhadap indeks warna kuning telur yang diamati selama 2, 4, 6 dan 8 minggu………. 78

(17)

1 Kandungan zat makanan dan komposisi asam lemak mikrokapsul

minyak ikan... 104

2 Komposisi dan kandungan asam lemak ransum penelitian masing-masing perlakuan(%)……….….. 105

3 Komposisi dan kandungan asam lemak kuning telur masing-masing perlakuan (%)………... 106

4 Grafik performa ayam selama masaflushingdan adaptasi (3 dan 2 minggu) serta masa penelitian (8 minggu) ……….. 107

5 Prosedur Analisis ……… ………… 109

6 Analisis ragam untuk kadar minyak terkapsul pada percobaan imbangan minyak dan bahan penyalut dan total padatan dalam emulsi ……….. 115

7 Analisis ragam untuk efisiensi enkapsulasi pada percobaan imbangan minyak dan bahan penyalut dan total padatan dalam emulsi ……….. 115

8 Analisis ragam untuk kadar minyak terkapsul pada formulasi imbangan karbohidrat dan protein denganpengering semprot……… 116

9 Analisis ragam untuk kadar minyak terkapsul pada formulasi imbangan karbohidrat dan proteindengan pengering drum……….. 116

10 Analisis ragam untuk kadar minyak tidak terkapsul pada formulasi imbangan karbohidrat dan protein dengan pengering semprot……… 117

11 Analisis ragam untuk kadar minyak tidak terkapsul pada formulasi imbangan karbohidrat dan protein denganpengering drum………… 117

12 Analisis ragam untuk efisiensi enkapsulasi pada formulasi imbangan karbohidrat dan protein dengan pengering semprot………. 117

13 Analisis ragam untuk efisiensi enkapsulasi pada formulasi imbangan karbohidrat dan protein denganpengering drum……… 118

14 Analisis ragam selisih performa ayam petelur data flushing dan data penelitian ……….. 118

15 Analisis ragam untuk konsumsi ransum ayam pertelur (g/ekor/hari) .. 120

16 Analisis ragam untuk produksi telur hen day (%)... .. 120

17 Analisis ragam untuk berat telur (g/butir)……….. 120

18 Analisis ragam untuk produksi massa telur (g/ekor/hari)... 121

19 Analisis ragam untuk konversi ransum ayam petelur ... 118

(18)

23 Analisis ragam untuk total asam lemak jenuh dalam kuning telur... 119

24 Analisis ragam untuk asam lemak tidak jenuh rangkap tunggal dalam kuning telur………. 119

25 Analisis ragam untuk asam lemak ω-6 dalam kuning telur... 119

26 Analisis ragam untuk DHA dalam kuning telur... 122

27 Analisis ragam untuk asam lemak ω-3 dalam kuning telur... 123

28 Analisis ragam untuk imbangan ω-6 : ω-3 dalam kuning telur... 123

29 Analisis ragam untuk PUFA dalam kuning telur... 123

30 Analisis ragam untuk kolesterol serum ... 124

31 Analisis ragam untuk kolesterol kuning telur ... 124

(19)

Asam lemak ω-3 merupakan asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Asam lemak ω-3 dalam tubuh berfungsi mengurangi resiko penyakit jantung (Lewis et al. 2000; Sim 2000), menunda hilangnya fungsi kekebalan (Fernandes 1995) serta meningkatkan perkembangan penglihatan dan otak (Neuringeret al. 1998).

Asam lemak ω-3 tersebut tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus didatangkan dari luar tubuh melalui makanan yang dikonsumsi. Kebutuhan asam lemak ω-3 yang direkomendasikan bagi tubuh per hari sebesar 0.5% dari energi makanan atau ekuivalen dengan 1.1 – 1.5 g/hari/orang dewasa (Anonim 1990). Sumber asam lemak ω-3 terutama EPA dan DHA dari makanan dapat diperoleh dari ikan laut. Sebagian orang ada yang tidak suka mengkonsumsi ikan laut, sehingga telur yang mengandung asam lemak ω-3 merupakan sumber makanan alternatif untuk memenuhi kebutuhan asam lemak ω-3 bagi tubuh.

Minyak ikan dapat digunakan untuk meningkatkan asam lemak ω-3 kuning telur pada ayam petelur. Penambahan minyak ikan dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan kandungan asam lemak ω-3 terutama EPA (Eicosapentanoic Acid) dan DHA (Docosahexanoic Acid) pada kuning telur (Hargis et al. 1991; Van Elswyk et al. 1992,1994,1995; Sudibya 1998; Gonzales dan Leeson 2000; Rusmana 2000). Sudibya (1998) telah melaporkan bahwa minyak ikan lemuru dapat digunakan sampai 4% dalam ransum ayam petelur dan dapat meningkatkan kandungan asam lemak ω-3 kuning telur.

Minyak ikan banyak tersedia di Indonesia karena Indonesia negara kepulauan yang mempunyai lautan luas. Salah satu minyak ikan yang banyak tersedia adalah minyak ikan lemuru. Minyak ikan lemuru merupakan hasil samping proses pengalengan maupun penepungan ikan lemuru. Proses pengalengan dan penepungan ikan lemuru menghasilkan rendemen berupa minyak ikan masing-masing sebesar 5%(b/b) dan 10% (b/b). Potensi tersebut belum banyak termanfaatkan dalam ransum ternak.

(20)

menyebabkan mudah teroksidasi sehingga menyulitkan dalam penyimpanan. Pencampuran minyak ikan lebih sulit karena terjadinya penggumpalan, sehingga ransum tidak homogen. Berdasarkan hal diatas perlu upaya untuk mengolah minyak ikan tersebut guna memudahkan penanganannya.

Salah satu upaya untuk memudahkan penanganannya adalah dengan memerangkap minyak ikan tersebut dengan bahan penyalut, proses tersebut diistilahkan dengan mikroenkapsulasi. Tujuan mikroenkapsulasi adalah melin-dungi asam lemak ω-3 yang terdapat dalam minyak ikan dari oksidasi dan pengolahan, mengubah minyak ikan menjadi bentuk tepung, menutupi aroma amis dari minyak ikan dan meningkatkan daya simpan (Andersen 1995; Keogh et al. 2001; Subramanian dan Stagnitti 2004).

Penggunaan bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi bertujuan mempertahankan dan menyaluti komponen aktif minyak ikan terhadap perlakuan panas selama proses pengeringan serta mempermudah atau mempercepat proses pengeringan. Bahan penyalut yang umum digunakan untuk mengubah minyak menjadi partikel-partikel padat adalah bahan murni (pure material) yang mengandung satu macam zat makanan yaitu berupa karbohidrat ataupun protein. Bahan yang mengandung karbohidrat di antaranya dekstrin, maltodekstrin, corn syrup solid dan gum arab. Bahan yang mengandung protein adalah gelatin, kasein, isolat protein kedele dan whey protein isolat. Permasalahan dalam penggunaan bahan penyalut ini adalah harganya yang mahal sehingga mikrokapsul yang dihasilkan tidak ekonomis untuk digunakan dalam ransum ternak.

(21)

serta pengaruhnya terhadap performa produksi ayam petelur dan kandungan asam lemak ω-3 pada kuning telur belum banyak diketahui.

Tujuan Penelitian

1. Menyeleksi penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut alternatif dalam mikroenkapsulasi minyak ikan.

2. Mempelajari karakteristik mikrokapsul yang dihasilkan dari proses mikroenkapsulasi minyak ikan dengan menggunakan imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut alternatif.

3. Melihat pengaruh pemberian mikrokapsul minyak ikan terhadap performa produksi ayam petelur, kualitas telur dan kandungan asam lemak ω-3 pada kuning telur serta kandungan kolesterol serum dan kuning telur.

Manfaat Penelitian

Mendapatkan bahan penyalut alternatif untuk mikroenkapsulasi minyak ikan. Bahan penyalut alternatif tersebut berasal dari bahan pakan yang biasa dikonsumsi oleh ternak, banyak tersedia dan harga lebih murah dibandingkan dengan bahan penyalut yang umum digunakan dalam proses mikroenkapsulasi minyak ikan, dengan demikian produk mikroenkapsulasi tersebut dapat dimanfaatkan dalam ransum ternak.

Membantu industri pakan dalam penanganan minyak ikan serta mening-katkan nilai guna minyak ikan tersebut dengan menjadikannya dalam bentuk mikrokapsul. Mikrokapsul tersebut lebih mudah dalam penanganan, penyim-panan, pencampuran ke dalam ransum serta dapat terhindar dari oksidasi sehingga daya simpan lebih tinggi.

Hipotesa

1. Beberapa bahan pakan dapat digunakan sebagai bahan penyalut alternatif dalam proses mikroenkapsulasi minyak ikan.

2. Imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut yang digunakan dalam proses mikroenkapsulasi dapat mempengaruhi karak-teristik mikrokapsul yang dihasilkan.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Ikan

Minyak ikan lemuru merupakan limbah atau hasil samping dari proses pengalengan maupun penepungan ikan lemuru. Ikan lemuru (Sardinella longiceps) merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Populasi terbesar terdapat di daerah sekitar Selat Bali. Ikan pelagis adalah ikan yang banyak hidup di laut dalam dan mengandung banyak asam lemak ω-3, di antaranya selain ikan lemuru yaitu ikan tuna, salmon, menhaden dan lain-lain. Ikan-ikan tersebut telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber asam lemak ω-3.

Proses pengalengan ikan lemuru diperoleh rendemen berupa minyak sebesar 5% (b/b) dan dari proses penepungan sebesar 10% (b/b). Pengalengan satu ton ikan lemuru akan diperoleh 50 kg limbah berupa minyak ikan dan selanjutnya dari satu ton bahan mentah sisa-sisa penepungan akan diperoleh kurang lebih 100 kg hasil samping berupa minyak ikan lemuru (Setiabudi 1990).

Minyak ikan yang diperoleh dari proses pengalengan ikan pada umumnya berwarna kuning dengan bau khas minyak ikan, sedangkan dari proses penepungan umumnya berwarna coklat gelap dan baunya menyengat. Minyak ikan yang diperoleh dari hasil penepungan kualitasnya kurang baik dibandingkan dengan proses pengalengan. Hal ini disebabkan oleh bahan yang digunakan memiliki mutu yang rendah yaitu berupa sisa hasil proses pengalengan ikan lemuru seperti kepala, ekor, tulang dan isi perut serta ikan-ikan yang rusak dan tidak layak dikalengkan. Kurang baiknya kualitas minyak ikan dari proses penepungan menyebabkan tingginya asam lemak bebas dan bilangan peroksida serta mempengaruhi kandungan asam lemak ω-3. Karakteristik fisik dan kimia minyak ikan lemuru yang diperoleh dari proses pengalengan dan penepungan dapat dilihat pada Tabel 1.

(23)

umur simpan minyak ikan lemuru dapat menurunkan kandungan asam lemak ω-3. Minyak ikan yang diperoleh dari proses pengalengan dan penepungan yang disimpan selama satu bulan mengandungasam lemak ω-3 masing-masing sebesar 19.35% dan 12.15%, setelah disimpan selama 3 bulan kandungan asam lemak ω-3 turun menjadi 17.15% dan 11.15%.

Tabel 1 Karakteristik minyak ikan lemuru hasil proses pengalengan dan penepungan

Minyak ikan lemuru Karakteristik

Proses pengalengan Proses penepungan

Warna Kuning Coklat kehitaman

Bau Kurang menyengat Menyengat

Nilai asam lemak bebas (%) 5.02 16.22

Bilangan iod (g/100g) 170.71 169.75

Bilangan peroksida (meq/kg) 4.88 8.73

Asam lemak ω-3 (%) 29.68 25.84

EPA (%) 15.15 15.39

DHA (%) 11.36 8.79

Sumber : Dewi (1996)

Kandungan asam lemak ω-3 (EPA dan DHA) pada minyak ikan juga dipengaruhi oleh jenis ikan. Minyak ikan lemuru mempunyai EPA dan DHA lebih tinggi dibandingkan dengan minyak ikan menhaden, tuna dan herring. Kandungan EPA dan DHA pada minyak ikan tersebut masing-masing sebesar 37%, 34%, 27% dan 17% (Niazi 1987). Tingginya kandungan EPA dan DHA dalam minyak ikan lemuru merupakan potensi yang besar di Indonesia dan perlu dimanfaatkan dengan baik.

Minyak ikan yang diperoleh dari proses penepungan ikan lemuru memiliki mutu yang rendah. Pemurnian minyak ikan dapat mempengaruhi warna dan bau minyak ikan serta dapat mengurangi kotoran-kotoran yang ada pada minyak ikan seperti sterol, asam lemak bebas, fosfatida dan pigmen. Karakterisitik mutu minyak ikan setelah dilakukan pemurnian dengan tahap pemisahan gum, netralisasi dan pemucatan dapat dilihat pada Tabel 2.

(24)

minyak kasarnya yaitu sebesar 188.35 vs 190.40g/100g (Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa proses pemurnian tidak menyebabkan perubahan pada jumlah ikatan rangkap minyak sehingga perubahan sifat fisik tidak terjadi (Permadi 1999).

Tabel 2 Karakteristik mutu minyak ikan lemuru hasil proses penepungan sebelum dan setelah dimurnikan

Minyak ikan lemuru Karakteristik

Sebelum dimurnikan Setelah dimurnikan

Warna Coklat kehitaman Kuning

Bau Menyengat Kurang menyengat

Nilai asam lemak bebas (%) 15.75 0.09

Bilangan iod (g/100g) 190.40 188.35

Sumber : Permadi (1999)

Kandungan asam lemak dari minyak ikan berbeda dengan minyak nabati. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak ω-3 rantai panjang (EPA dan DHA), sedangkan minyak nabati lebih banyak mengandung asam lemak ω-6 (Bimbo 1987). Asam lemak ω-6 adalah asam lemak yang memiliki posisi ikatan rangkap pertama pada atom karbon nomor enam dari ujung gugus metilnya, sedangkan asam lemak ω-3 memiliki posisi ikatan rangkap pertama pada atom karbon nomor tiga dari ujung gugus metil. Minyak ikan merupakan sumber asam lemak ω-3 rantai panjang dan sangat rentan terhadap oksidasi. Salah satu metode untuk melindungi minyak ikan adalah dengan mikroenkapsulasi.

Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses yang mengubah komponen dalam bentuk cairan/minyak ke dalam bentuk padat, dimana droplet kecil dari minyak diperangkap oleh matrik kering dari protein atau karbohidrat (Shahidi dan Han 1993; Heinzelmannet al. 2000). Menurut Bakan (1994) mikroenkapsulasi adalah proses untuk memerangkap partikel padat, dropletcair atau gas ke dalam polimer pembungkus yang tipis. Partikel yang diperangkap disebut bahan inti, sedangkan bahan pengisinya disebut penyalut.

(25)

tujuan lainnya untuk memberi perlindungan terhadap bahan inti dari pengaruh lingkungan seperti cahaya, udara dan kelembaban (Shahidi dan Han 1993).

Tujuan proses mikroenkapsulasi pada minyak ikan adalah:

1. melindungi asam lemak ω-3 yang terdapat dalam minyak ikan dari oksidasi dan pengolahan yaitu dengan cara menekan atau memper-lambat oksidasi (Heinzelmannet al. 2000; Kolanowski 2004; Sunet al. 2005).

2. mengubah minyak ikan menjadi bentuk tepung sehingga daya simpan dapat ditingkatkan dengan menghindari kontak antara minyak ikan dan udara (Keoghet al. 2001).

3. menutupi aroma amis dari minyak ikan (Reddy 1998; Keoghet al. 2001; Subramanian dan Stagnitti 2004)

4. meningkatkan stabilitas dan daya simpan (Andersen 1995; Keogh et al. 2001).

Andersen (1995) menyatakan bahwa penggunaan mikroenkapsulasi dapat meningkatkan daya simpan asam lemakω-3 lebih dari dua tahun dimana bilangan peroksida setelah penyimpanan selama dua tahun tidak melebihi 8.2 meq/kg dan kandungan EPA dan DHA tidak mengalami penurunan. Selanjutnya menurut Keogh et al. (2001) dengan proses mikroenkapsulasi bau amis dari minyak ikan dapat dikurangi dan mikrokapsul minyak ikan dapat disimpan selama 31 minggu (lebih kurang 7.5 bulan) pada suhu 40C.

Beberapa bahan penyalut dan teknik pengeringan telah digunakan dalam mikroenkapsulasi minyak ikan. Bahan penyalut yang umum digunakan di antaranya gum arab dan gelatin (Permadi 1999; Sustriawan 2002), golongan dekstrin (Sun et al. 2005; Kagami et al. 2003), isolat protein kedele dan corn syrup solid (Afeli 1998; Lianawati 1998) dan protein susu (Keogh et al. 2001; Heinzelmann et al. 2000). Teknik pengeringan yang digunakan adalah dengan pengering semprot (Afeli 1998; Permadi 1999; Sustriawan 2002; Keogh et al. 2001; Kagami et al. 2003; Kolanowski et al. 2004) dan dengan pengering beku (Heinzelmannet al. 2000ab).

(26)

antaranya: (1) bentuk bahan inti yang disalut (padat, cair atau gas), (2) sifat fisikokimia (solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik), (3) stabilitas terhadap suhu dan pH, (4) jenis bahan penyalut yang digunakan, (5) medium mikroenkapsulasi yang digunakan (pelarut air atau bukan air), (6) prinsip proses mikroenkapsulasi (cara fisik atau kimia) dan (7) ukuran mikrokapsul yang diinginkan.

Komponen mikroenkapsulasi terdiri atas bahan inti dan bahan penyalut. Bahan inti adalah bahan yang diperangkap dalam proses mikroenkapsulasi. Bahan-bahan yang dapat dijadikan mikroenkapsulasi dapat dibagi ke dalam lima kategori di antaranya: flavor, vitamin dan mineral, herbal dan bioaktif (seperti kreatin dan bakteri probiotik), bahan makanan lain seperti enzim dan yeast serta minyak dan lemak (termasuk asam lemak ω-3 dan ω-6).

Bentuk bahan inti yang disalut untuk bidang pertanian lebih banyak bentuk cair dengan tujuan untuk mendapatkan hasil dalam bentuk tepung. Menurut Fang et al. (2003) proses mikroenkapsulasi bahan berbentuk cair menjadi bentuk padat terdiri atas dua tahap yakni: 1). melibatkan emulsifikasi dari lemak dengan larutan cair dari bahan penyalut untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air dan ke 2) melibatkan dehidrasi yang cepat dari emulsi.

Menurut Thies (1996) faktor yang mempengaruhi jumlah minyak terkapsul adalah bahan penyalut, bahan pengemulsi dan kondisi operasi pengeringan. Untuk mengetahui persentase jumlah minyak yang terkapsul dapat dilakukan dengan penentuan efisiensi enkapsulasi. Menurut Kelly dan Keogh (2000) efisiensi enkapsulasi adalah tingkat kemampuan bahan penyalut untuk memerangkap mikropartikel atau bahan inti dari kerusakan selama proses pengeringan. Semakin tinggi efisiensi enkapsulasi berarti semakin banyak minyak yang terlindungi dari panasnya pengeringan dan oksidasi.

Bahan Penyalut

(27)

fisikokimia dan fungsionil dari tepung yang dihasilkan serta meningkatkan jumlah total padatan.

Menurut Bakan (1994) persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu bahan untuk dijadikan bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi di antaranya adalah: dapat memberikan lapisan tipis yang bersifat kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia dengan bahan inti tetapi tidak dapat bereaksi karena reaksi dapat mengakibatkan perubahan atau kerusakan bahan inti, mampu memerangkap bahan inti serta dapat membentuk dan menstabilkan emulsi. Selanjutnya menurut McNamee (2001) bahan penyalut harus mempunyai sifat-sifat pembentuk film dan aktif permukaan serta karena bahan penyalut berfungsi untuk membentuk matrik kering sekitar droplet minyak maka bahan penyalut harus dapat berikatan dengan bahan inti dan mencegah kontak dengan udara.

Pengaruh imbangan antara bahan inti dan bahan penyalut serta total padatan dalam emulsi

Imbangan antara bahan inti dan bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi serta total kandungan padatan dalam emulsi dapat mempengaruhi mikrokapsul yang dihasilkan. Total kandungan padatan dalam emulsi merupakan imbangan antara bahan padatan yaitu bahan penyalut dan bahan inti dengan pelarut (air).

Jenis bahan inti dan bahan penyalut serta komposisi campuran kandungan bahan penyalut yang digunakan dapat mempengaruhi hasil mikroenkapsulasi. Jumlah bahan penyalut yang digunakan lebih banyak daripada minyak karena fungsinya untuk memerangkap bahan inti. Jika bahan penyalut terlalu banyak menyebabkan campuran bahan penyalut dan minyak kental sehingga sulit untuk dikeringkan.

(28)

Tabel 3 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dengan imbangan bahan inti dan bahan penyalut serta total padatan dalam emulsi

Peneliti Bahan inti (I)

Bahan penyalut (P)

Imbangan I : P

Total padatan(%)

Hasil penelitian

Keoghet al. 2001

Minyak ikan

SK, PK, SM

1 : 2 30–34.5 Mikrokapsul dapat menurun-kan bau amis dan meningkat-kan daya simpan sampai 31 minggu.

Heinzel-manet al. 2000

Minyak ikan

SK, laktosa

1 : 2 43 Tidak ada hubungan antara efisiensi enkapsulasi dan stabilitas penyimpanan.

Linet al. 1995

Minyak cumi-cumi

MD, G, SK

1 : 2 1 : 3

- Minyak terkapsul dan efisi-ensi enkapsulasi lebih tinggi pada imbangan 1 : 3 daripada 1 : 2.

Sunet al. 2005

Minyak ikan

BS, WPI 1 : 2,1: 4 1 : 6

- Efisiensi enkapsulasi lebih tinggi pada imbangan 1: 6.

Permadi 1999

Minyak ikan lemuru

GA, G 1 : 2 1 : 4

12.5 dan 15

Efisiensi enkapsulasi lebih tinggi pada imbangan 1 : 4.

Ariati 1998

Konsentrat asam lemak

-3

GA, IPK 1 : 4 1 : 8

10 Kadar minyak terkapsul lebih tinggi pada imbangan 1 : 4 dibandingkan 1 : 8.

Pedroza-Islaset al. 1999

Pakan udang

GA, MD 1 : 2 1 : 3

25 Ukuran partikel mikrokapsul lebih besar pada imbangan 1 : 3.

Jimenez et al. 2004

Asam linoleat konjungasi

WPK 1 : 4 30 Efisiensi enkapsulasi 89.6%, minyak tidak terkapsul 1.77%. Kim&Morr 1996 Minyak jeruk GA, IPK, WPI, SK

1 : 2 30 Efisiensi enkapsulasi 73– 86%, kadar air 4–5%.

McNamee et al. 1998

Minyak kedele

GA 1 : 4 s/d 5 : 1

10 Efisiensi enkapsulasi menu-run dengan meningkatnya imbangan minyak dan penyalut .

McNamee et al. 2001

Minyak kedele

GA, MD 1 : 2 15 - 45 Efisiensi enkapsulasi me-ningkat dengan mening-katnya total padatan dari emulsi.

Hoganet al. 2001a, 2001b

Minyak kedele

SK/WPK 1 : 4 s/d 3 : 1

12.5 - 40 Efisiensi enkapsulasi menu-run dengan meningkatnya imbangan minyak dan penyalut.

(29)

Imbangan kandungan karbohidrat dan protein yang digunakan dalam bahan penyalut

Bahan penyalut yang umum digunakan untuk mengubah minyak menjadi partikel-partikel padat adalah bahan yang mengandung karbohidrat ataupun protein. Bahan yang mengandung karbohidrat di antaranya dekstrin, malto-dekstrin, corn syrup soliddan gum arab. Bahan yang mengandung protein adalah gelatin, kasein, isolat protein kedele dan whey protein isolat. Bahan-bahan tersebut dapat digunakan sendiri-sendiri maupun dalam bentuk kombinasinya.

Bentuk kombinasi antara kandungan karbohidrat dan protein lebih meng-untungkan dalam proses mikroenkapsulasi karena dapat meningkatkan stabilitas minyak terhadap kerusakan oksidatif (Ono dan Aoyama 1979), dinding mikrokapsul dapat menghasilkan produk yang mudah direhidrasi (Linet al.1995) serta lebih efektif dan memiliki sifat fungsional yang lebih unggul daripada hanya menggunakan karbohidrat (Young et al. 1993). Stabilitas minyak terhadap kerusakan oksidatif dapat dilakukan dengan uji bilangan peroksida, uji TBA (thiobarbituric acid) dan uji total oksidasi.

Dalam proses mikroenkapsulasi kandungan protein dan karbohidrat dari bahan penyalut berperan dalam emulsi minyak dan air. Pada emulsi minyak dan air, protein berfungsi sebagai penstabil primer dimana lapisan protein diadsorpsi disekeliling butiran minyak, di samping itu juga berfungsi sebagai pengemulsi dan agen pembentuk film (lapisan), sedangkan karbohidrat hanya sebagai penstabil sekunder dengan berfungsi sebagai pengental atau kerangka pada fase larutan (Dickinson dan Clements 1996) selain itu karbohidrat juga berfungsi sebagai bahan pembentuk matrik dan dapat meningkatkan stabilitas minyak (Sheu dan Rosenberg 1995).

Karbohidrat tidak mempunyai sifat-sifat emulsifikasi sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan penyalut jika bahan penyalut yang bersifat aktif permukaan tidak tersedia (Bangs dan Reineccius 1988). Penggunaan karbohidrat sebagai bahan penyalut dapat meningkatkan sifat-sifat pengeringan dan pembentukan lapisan kulit kering di sekitar droplet (Reineccius 1988; Sheu dan Rosenberg 1995).

(30)
[image:30.595.109.513.215.712.2]

1988), kekentalan rendah pada konsentrasi tinggi, dan sifat-sifat pembentuk film dan pengeringan yang baik (Reineccius 1988). Perkembangan hasil-hasil penelitian mikroenkapsulasi dengan imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dengan imbangan kandungan karbohidrat dan protein optimal dalam bahan penyalut

Jenis bahan penyalut Peneliti Bahan inti Karbohidrat

(KH)

Protein (P)

Imbangan KH : P optimal Sustriawan

2002

Minyak ikan tuna

Gum arab Gelatin 1 : 1

Afeli 1998 Minyak ikan tuna

Corn syrup solid

Isolat protein kedele dan potasium kaseinat

1 : 2

Ariati 1998 Konsentrat asam lemak-3

Gum arab Isolat protein kedele 1 : 3

Mustikawati 1998

Konsentrat asam lemak-3

Gum arab Isolat protein kedele 1 : 1

Sunet al. 2005

Minyak ikan β-siklodekstrin Whey protein isolat 2 : 1

Permadi 1999

Minyak ikan lemuru

Gum arab Gelatin 3 : 1

Linet al. 1995

Minyak cumi-cumi

Maltodekstrin Gelatin dan sodium kaseinat

2 : 1

Kristiani 1997

Minyak kapang Maltodekstrin dan dekstrosa

Kaseinat dan isolat protein kedele

1 : 1

Lianawati 1998

Minyak ikan tuna

β - siklodekstrin dancorn syrup solid

Isolat protein kedele dan potasium kaseinat

1 : 2

(31)

2001a; Kim dan Morr 1996). Kombinasi penggunaan protein dan karbohidrat sebagai bahan penyalut dapat mengurangi penggumpalan dan lekukan pada permukaan (Sheu dan Rosenberg 1995; Linet al.1995).

Bahan Pakan sebagai Bahan Penyalut

Produk dari proses mikroenkapsulasi berupa mikrokapsul lebih banyak dimanfaatkan untuk produk pangan dan hasilnya dikonsumsi oleh manusia. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses mikroenkapsulasi tersebut baik bahan inti ataupun bahan penyalut haruslah bahan yang bersih, sehat dan dapat dikonsumsi. Bahan penyalut yang digunakan merupakan bahan murni yang mengandung satu macam zat makanan dan bahan tersebut harganya mahal.

Pemanfaatan mikrokapsul dalam ransum ternak dapat dilakukan dengan memperhatikan biaya penggunaan bahan penyalut. Bahan penyalut yang berharga tinggi bisa diganti dengan bahan penyalut alternatif yang berasal dari bahan pakan. Bahan-bahan tersebut harganya murah, banyak tersedia di lapangan dan dapat dikonsumsi ternak dengan baik karena sudah biasa digunakan sebagai bahan pakan. Bahan-bahan yang mempunyai kandungan protein dan karbohidrat dapat dipilih untuk digunakan sebagai bahan penyalut. Bahan pakan yang akan dise-leksi untuk digunakan sebagai bahan penyalut alternatif adalah: dedak gandum, dedak padi, jagung giling, bungkil kedele, corn gluten meal serta tepung daging dan tulang.

a. Dedak gandum

Penggunaan dedak gandum sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi belum ada laporan. Dedak gandum dipilih sebagai bahan penyalut alternatif karena mengandung polisakarida yang larut dalam air. Menurut Minemotoet al. (1997) polisakarida larut dalam air dapat menjadi bahan penyalut yang baik untuk mikroenkapsulasi. Bahan penyalut yang dapat digunakan untuk mengubah minyak menjadi partikel-partikel padat adalah bahan penyalut larut air baik satu jenis maupun kombinasinya.

(32)

(arabinoxylan) terdiri atas dua pentosa yaitu arabinosa dan xilosa, struktur molekulnya terdiri atas 1,4 β xylan (Choct 1997). Sifat penting dari pentosan adalah kemampuannya untuk menyebar dalam air dan membentuk larutan kental. Sifat tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah polimer bercabang (Pomeranz 1991).

Kandungan pentosan pada dedak gandum lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pakan lain seperti jagung giling dan dedak padi. Kandungan pentosan pada dedak gandum bervariasi dengan kisaran sebesar 18 - 22.5% (Hashimoto et al. 1987; Pomeranz 1991; Choct 1997), sedangkan pada jagung kandungan pento-sannya 4% (Steiner 1968 disitasi dari Pomeranz 1991) serta pada dedak padi kandungan pentosannya 8.59–10.9% (Hashimotoet al. 1987).

Kandungan polisakarida bukan pati (Non Starch Polysacharide) pada jagung lebih kecil dibandingkan dengan bungkil kedele, dedak padi, dan dedak gandum. Kandungan polisakarida bukan pati yang larut dalam air yaitu arabinoxylan (pentosan) pada jagung juga lebih rendah dibandingkan dengan dedak gandum dan dedak padi. Kandungan polisakarida bukan pati dari jagung, dedak gandum, dedak padi dan kedele dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis dan level dari non starch polysacharide dalam beberapa bahan pakan

Bahan pakan Arabino xylan

β- glucan Selulosa Manosa Galaktosa Asam uronat

Total NSP

Jagung 5.2 - 2.0 0.2 0.6 - 7.9

Dedak padi 8.5 - 11.2 0.4 1.2 0.4 21.7

Dedak gandum 21.9 0.4 10.7 0.4 0.8 1.1 35.3

Kedele 4.9 - 4.4 0.9 4.5 3.6 19.2

Sumber : Choctet al. (1997)

(33)

b. Dedak padi

Penggunaan dedak padi sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi belum ada laporan. Dedak padi dipilih sebagai bahan penyalut alternatif karena dedak padi dapat menyerap lemak dan air, kemampuan menyerap lemak atau minyak sekitar 1.5 x dari berat dedak dan kemampuan menyerap air sekitar 2x dari berat dedak (Giles 1965 dan Susulshi 1962 disitasi dari Pomeranz 1991). Kemampuan menyerap air tersebut lebih rendah dibandingkan dengan dedak gandum dimana menurut Choct (1997) dedak gandum mampu menyerap air lebih 10x dari beratnya.

c. Jagung giling

Jagung dipilih sebagai bahan penyalut alternatif karena dapat memberikan sumbangan sebagai karbohidrat dalam enkapsulasi. Jagung yang telah diproses lebih lanjut ke dalam bentuk dekstrin, maltodesktrin ataupun Corn syrup solid telah banyak digunakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi di bidang pangan (Bangs dan Reineccius 1988; Afeli 1998; Lianawati 1998; Kenyon 1992). Penggunaan jagung yang telah diproses tersebut membutuhkan biaya yang lebih besar sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi untuk bidang pakan. Jagung yang digunakan sebagai bahan penyalut pada enkapsulasi dalam pakan digunakan jagung giling yang biasa diberikan dalam ransum ternak yang harganya lebih murah.

d. Bungkil kedele

Bungkil kedele merupakan hasil ikutan atau bahan yang tersisa setelah kedele diolah dan minyaknya dipisahkan. Bungkil kedele mengandung protein dan karbohidrat dalam proporsi yang hampir sama. Protein pada bungkil kedele defisiensi asam amino metionin dan sistein tetapi memiliki kandungan lisin dan triptopan yang tinggi, sedangkan karbohidrat dalam bungkil kedele sebesar 40% dari berat kering (Potter dan Potchanakorn 1984). Interaksi dengan komponen bahan pakan lain dapat meningkatkan nilai guna bungkil kedele sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi dan sebagai bahan pakan.

(34)

penyalut dalam mikroenkapsulasi (Kim dan Morr 1996; Afeli 1998; Ariati 1998; Kristiani 1997; Lianawati 1998).

Salah satu alasan utama untuk membuat isolat/konsentrat protein dari kedele adalah untuk menurunkan atau menghilangkan flavor kedele yang tak diingini. Flavor kedele yang tidak menyenangkan tersebut dikenal dengan beany. Isolat protein kedele tersebut dapat digunakan sebagai bahan penyalut terutama untuk produk mikroenkapsulasi yang aplikasinya untuk di konsumsi manusia.

Selain sebagai sumber protein, bungkil kedele juga mengandung berbagai jenis karbohidrat. Potter dan Potchanakorn (1984) menyatakan bahwa bungkil kedele mengandung oligosakarida (sukrosa, stakiosa dan rafinosa) maupun polisakarida (pektin, arabinogalaktan dan selulosa). Kandungan oligosakarida dan polisakarida masing-masing sebesar 15 dan 16.5%. Fraksi oligosakarida meru-pakan komponen karbohidrat yang lebih mudah dicerna dari keseluruhan karbo-hidrat yang terkandung dalam bungkil kedele.

e.Corn gluten meal

Corn gluten meal merupakan hasil samping dari industri pengolahan sirup jagung dan pati jagung, kandungan proteinnya tinggi yaitu sekitar 60% akan tetapi defisiensi asam amino lysin. Corn gluten meal juga tinggi pigmen xanthophyl yaitu sekitar 300 mg/kg (Leeson dan Summer 2001). Menurut NRC (1994)corn gluten meal mengandung 3720 ME (kcal/kg), 62% protein kasar, 2,5% lemak, 1,3% serat kasar dan 0,5 % posfor.

Corn gluten meal dipilih sebagai bahan penyalut alternatif karena mengandung protein yang tinggi yaitu 62% dan juga mengandung gluten. Gluten merupakan protein yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi (Jackson dan Lee 1991).

f.Tepung daging dan tulang

Tepung daging dan tulang dipilih sebagai bahan penyalut alternatif karena merupakan sumber utama dari gelatin. Menurut Foegeding et al. (1996) pema-nasan tepung daging dan tulang akan menghasilkan gelatin. Gelatin telah umum digunakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi (Linet al. 1995).

(35)

seperti: potongan daging, organ-organ dan bahagian yang tidak dimakan, tulang, janin dan karkas yang diafkir, sedangkan darah, kulit, tanduk, kuku, manur, isi lambung dan potongan kulit tidak dibolehkan untuk ditambahkan. Menurut Leeson dan Summer (2001) sebanyak 200 kg tepung daging dan tulang dapat dihasilkan dari 1 ton karkas atau sebesar 20% dari berat karkas akan dihasilkan tepung daging dan tulang.

Komposisi nutrisi dari tepung daging dan tulang adalah protein kasar 50%, energi metabolisme 2500 kcal/kg, lemak kasar 6%, serat kasar 2,5%, kalsium 8 %, posfor 4% dan asam linoleat 0,6% (Leeson dan Summer 2001). Kandungan lemak tinggi sehingga tidak dapat disimpan lama (Miles dan Jacob 1998).

Kandungan asam amino pada tepung daging dan tulang adalah sebagai berikut: glisin (6.5%), treonin (1.62%), sistin (0.4%), tirosin (1.10%), valin (2.34%), fenilalanin (1.70%), triptopan (0.5%), dan metionin (0.77%). Glisin, treonin, sistin dan tirosin tergolong asam amino polar yang bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Kandungan glisin pada tepung daging dan tulang lebih dominan, jumlahnya sekitar 6.5% dari keseluruhan asam amino dan lebih tinggi diban-dingkan dengan tepung ikan, tepung bulu ayam dan tepung darah serta dengan protein nabati.

Kandungan asam amino bersifat polar seperti glisin dan arginin lebih banyak pada gelatin dibandingkan dengan tepung daging dan tulang. Dengan demikian gelatin lebih baik dibandingkan dengan tepung daging dan tulang, tetapi dari segi harga tepung daging dan tulang lebih murah sehingga dapat digunakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi untuk aplikasi pada ternak. Kekurangan dari tepung daging dan tulang dibandingkan dengan gelatin adalah terbatas penggunaannya sebagai bahan penyalut. Tepung daging dan tulang hanya dapat digunakan sebagai bahan penyalut untuk mikroenkapsulasi pakan ternak.

Teknik Pengeringan

(36)

pada sifat fisik dan kimia bahan inti, sensitifitas bahan inti, ukuran mikrokapsul, mekanisme pelepasan, aplikasi dalam makanan dan faktor ekonomi (Risch 1995).

a. Pengering semprot

Pengering semprot merupakan teknik pengeringan yang paling umum digunakan dalam proses mikroenkapsulasi. Proses yang terjadi pada pengeringan semprot meliputi penyemprotan bahan melalui atomizer, kontak antara bahan dan udara pengering, evaporasi dan pemisahan partikel kering (Masters 1985). Atomisasi akan menghasilkandropletyang berukuran kecil, sehingga luas permu-kaan menjadi besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Kontak bahan dengan udara pengering menyebabkan terjadinya evaporasi. Terjadi transfer panas dari udara pengering ke droplet, sehingga air yang terdapat di dalam dropletakan menguap. Partikel kering yang diperoleh selanjutnya dipi-sahkan dari udara dan dikumpulkan.

Keuntungan menggunakan pengering semprot adalah menghasilkan produk yang kondisinya seragam, produk menjadi kering tanpa bersentuhan dengan permukaan logam panas, biaya pengeringan 30 sampai 50 kali lebih rendah daripada pengering beku dan dapat dimanfaatkan untuk mengkapsulkan minyak atau sumber asam lemak ω-3 (Wanasundara dan Sahidi 1995). Sebagai bahan yang sensitif terhadap panas, asam lemak ω-3 sangat efektif dikapsulkan dengan metode ini. Hal ini disebabkan waktu kontak antara udara pengering dan droplet yang disemprotkan ke dalam ruang pengering terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga kemungkinan terjadinya degradasi karena panas dapat diminimumkan.

b. Pengering drum

Salah satu metode pengeringan yang ekonomis adalah pengering drum. Dalam operasi pengeringan tersebut bahan berbentuk bubur atau cairan dituangkan di atas permukaan drum, dan drum berputar untuk membentuk suatu permukaan tipis pada permukaan (Anonim 2003). Selanjutnya produk yang kering dilepaskan dari permukaan drum dengan menggunakan pisau pengeruk. Lapisan kering berupa lipatan-lipatan tersebut digiling menjadi suatu bubuk yang halus.

(37)

beberapa detik (Moore 1995). Pengering drum juga dapat digunakan untuk mengeringkan bahan yang sensitif terhadap oksidasi. Desobryet al. (1997) telah berhasil menggunakan pengering drum dalam enkapsulasi β-carotene. Sama halnya dengan minyak ikan, β- carotene merupakan zat yang sensitif terhadap oksidasi selama penyimpanan.

Faktor yang mempengaruhi tingkat pengeringan adalah: 1). lamanya bahan berada dalam drum, 2) temperatur permukaan dan 3) ketebalan film. Pengeringan hanya dapat dilakukan pada bahan dalam bentuk bubur dan produk harus mampu bertahan pada suhu tinggi dalam waktu singkat tanpa mengalami perubahan kualitas (Anonim 2003).

Keuntungan penggunaan alat pengering drum adalah kecepatan pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis serta biaya pengeringan lebih murah. Kelemahannya hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk pasta atau bubur yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat (Brennan et al. 1990). Selanjutnya menurut Moore (1995) salah satu syarat untuk proses pengeringan dengan alat pengering semprot maupun pengering drum adalah bahan tersebut dalam bentuk cairan pekat.

Aplikasi Mikroenkapsulasi dalam Bidang Pakan

Aplikasi mikroenkapsulasi mempunyai cakupan yang luas di antaranya dalam bidang bioteknologi, biomedis, farmasi, teknologi pangan, pertanian, pakan ikan dan pakan ternak (Bain 1998; Wong 1998). Penggunaan produk mikroenkapsulasi untuk ransum ternak belum banyak digunakan dan juga sangat sedikit data penelitian yang menyinggung hal tersebut. Beberapa data perkembangan penggunaan mikroenkapsulasi dalam industri peternakan dapat dilihat pada Tabel 6.

(38)
[image:38.595.111.512.107.463.2]

Tabel 6 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dalam bidang pakan

No Sumber Hasil

1 Bain 1998 Mikroenkapsulasi asam amino lisin dengan menggunakan bahan penyalut dari khitin dan diaplikasikan untuk pakan udang dewasa.

2 Wong 1998 Mikroenkapsulasi asam amino lisin dengan menggunakan bahan penyalut dari dekstrin, pati jagung, β-siklodekstrin untuk pakan udang dewasa. 3 Pedroza-Islaset

al. 1999

Mikroenkapsulasi bahan pakan udang dengan bahan penyalut gum arab, maltodekstrin danmesquite gum. 4 Van-Immerseel

et al. 2004

Pemberian mikrokapsul asam lemak rantai pendek (asam butirat) sebagai feed aditif dalam ransum anak ayam untuk mengontrol bakteri patologi Salmonella enteritidis.

5 Putnamet al. 2003

Perkembangan teknologi mikroenkapsulasi memberikan petunjuk yang berharga bagi nutrisionis ruminansia untuk menghasilkan nutrien tertentu ke lokasi penyerapan dalam usus halus.

6 Xinget al. 2004 Pemberian lemak yang dienkapsulasi ke dalam ransum berbentuk tepung atau pelet untuk babi pertumbuhan . 7 Emanuelle

2005

Teknologi mikroenkapsulasi potensial untuk menghasilkan nutrien yang dapat meningkatkan kesehatan ternak, reproduksi dan produksi susu .

Upaya Peningkatan Kandungan Asam Lemak ω-3 Kuning Telur dengan Penambahan Sumber Asam Lemak ω-3 dalam Ransum Ayam Petelur

Kandungan asam lemak ω-3 pada telur dapat ditingkatkan dengan cara penambahan bahan pakan yang mengandung asam lemak ω-3 ke dalam ransum ayam petelur. Sumber asam lemak ω-3 yang biasa ditambahkan di antaranya flaxseed, canola, biji chia, ganggang laut dan minyak ikan. Sumber asam lemak ω-3 yang berasal dari tanaman, kandungan asam lemak ω-3 banyak mengandung asam linolenat, sedangkan sumber asam lemak ω-3 dari produk laut seperti minyak ikan dan ganggang, kandungan asam lemak ω-3 yang mengandung EPA dan DHA lebih tinggi.

(39)
[image:39.595.110.510.170.470.2]

lemak ω-3 dalam ransum ayam petelur berdasarkan umur ayam dan lama pemberian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perkembangan hasilpenelitian pemberian sumber asam lemak ω-3 dalam ransum ayam petelur berdasarkan umur ayam dan lama pemberian

Peneliti Sumber asam

lemak ω-3

Umur ayam (minggu)

Lama pemberian (minggu)

Hargiset al. 1991 Minyak ikan 36 18

Van Elswyket al. 1992 Minyak ikan 40 9

Van Elswyket al. 1994 Minyak ikan 22 24

Van Elswyket al. 1995 Minyak ikan 36 4

Herber dan Van Elswyk 1996

Minyak ikan dan ganggang laut

24 56

4 4 Scheideler dan Froning

1996

Minyak ikan dan flaxseed

43 7

Meluzziet al. 2000 Minyak ikan 39 4

Baucellset al. 2000 Minyak ikan 20 14

Sudibya 1998 Minyak ikan 24 8

Rusmana 2000 Minyak ikan 16 10

Carrillo-Dominguezet al. 2005

Crustacea laut 65 3

Schreineret al. 2004 Seal blubber oil 26 9

Ayerza dan Coates 2000

Biji chia (Salvia hispanica)

27 13

Gonzales dan Leeson 2000

Minyak ikan 19 36

Penambahan bahan makanan yang mengandung asam lemak ω-3 ke dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan asam lemak ω-3 dalam kuning telur. Penambahan 3 - 4 % minyak ikan dalam ransum ayam petelur dapat mening-katkan asam lemak ω-3 kuning telur 4 - 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian minyak ikan (Hargis et al.1991; Van Elswyk et al. 1992, 1994, 1995; Baucells et al. 2000; Gonzalez dan Leeson 2000). Penambahan 4.8% ganggang laut menyebabkan total asam lemak ω-3 dalam kuning telur meningkat sebesar 5 kali (Herber dan Van Elswyik 1996). Pemberian 8% flaxseed menyebabkan kandungan asam lemak ω-3 terutama asam linolenat meningkat 5 kali (Cherian dan Sim 1991).

(40)

lemak ω-6. Menurut Keshavarz (1999) komposisi asam lemak dalam kuning telur dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dalam ransum, jika asam lemak dalam ransum banyak mengandung asam lemak jenuh atau asam lemak tidak jenuh rangkap tunggal maka dalam kuning telur ditemukan banyak asam lemak tersebut. Disamping itu penambahan sumber makanan yang banyak mengandung asam lemak ω-3 tersebut juga lebih banyak mempengaruhi kandungan asam lemak dalam kuning telur dibandingkan dengan pengaruhnya terhadap performa produksi (konsumsi ransum, produksi telur, berat telur, produksi massa telur dan konversi ransum) dan kualitas telur (nilai Haugh unit,indeks warna kuning telur dan berat kerabang telur). Beberapa hasil penelitian penambahan sumber asam lemak ω-3 dalam ransum ayam petelur dan pengaruhnya terhadap komposisi asam lemak dalam kuning telur, performa produksi dan kualitas telur dapat dilihat pada Tabel 8.

Kandungan asam lemak ω-3 pada kuning telur dengan penambahan produk laut seperti minyak ikan dan ganggang dalam ransum ayam petelur nyata lebih tinggi kandungan EPA dan DHA. Penambahan sumber asam lemak ω-3 yang berasal dari tanaman sepertiflaxseeddan minyaklinseed,kandungan asam lemak ω-3 dalam kuning telur nyata lebih tinggi asam linolenat, sedangkan EPA dan DHA ditemukan dalam jumlah kecil (Caston dan Leeson 1990; Scheider dan Froning 1996; Baucellset al.2000).

(41)
[image:41.595.112.507.157.737.2]

penelitian pemberian ω-3 dalam ransum ayam petelur (Marshall et al. 1994; Baucellset al. 2000; Meluzziet al. 2000; Gonzalez dan Leeson 2000).

Tabel 8 Perkembangan hasilpenelitian pemberian sumber asam lemak ω-3 dalam ransum ayam petelur terhadap kandungan asam lemak ω-3 kuning telur dan performa ayam petelur

Peneliti Sumber asam lemak ω-3

Hasil penelitian Hargiset al.

1991

Minyak ikan menhaden(0 dan 3%)

Tidak mempengaruhi SAFA dan MUFA, asam

lemak ω-3 meningkat 4 kali,imbangan ω-6 :

ω-3 turun menjadi 3 : 1. Tidak mempengaruhi performa produksi.

Van Elswyket al. 1992

Minyak ikan menhaden(0 dan 3%)

Tidak mempengaruhi SAFA dan MUFA, asam

lemak ω-3 meningkat 4.5 kali, imbangan ω-6 :

ω-3 turun dari 18 menjadi 3. Tidak nyata mempengaruhi berat telur.

Van Elswyket al. 1994

Minyak ikan menhaden(0 dan 3%)

Meningkatkan asam lemak ω-3 sebesar 4 kali

dan menurunkan imbangan ω-6 : ω-3 dari 18 menjadi 3. Tidak mempengaruhi produksi telur.

Van Elswyket al. 1995

Minyak ikan men-haden(0, 0.5, 1.5, dan 3%)

Kandungan asam lemak ω-3 pada pemberian

1.5 dan 3% tidak berbeda nyata dan meningkat 6 kali dibanding ransum kontrol.

Herber dan Van Elswyk 1996

Minyak ikan (1.5%) dan ganggang laut (2.4 dan 4.8%)

Tidak mempengaruhi SAFA dan MUFA, asam

lemak ω-3 meningkat 3-4 kali, imbangan ω-6 :

ω-3 turun dari 18 menjadi 3. Tidak mempengaruhi performa produksi.

Sudibya 1998 Minyak ikan lemuru

Tidak mempengaruhi SAFA dan MUFA. Konsumsi ransum, berat telur dan kualitas telur tidak beda nyata. Produksi dan konversi ransum berbeda nyata.

Gonzalez dan Leeson 2000

Minyak ikan men-haden(2, 4 dan 6%)

Kandungan asam lemak ω-3 meningkat dengan

meningkatnya pemberian minyak ikan.

Cherian dan Sim 1991

Flaxseed(8%) Asam linolenat meningkat 5 kali. Tidak mempengaruhi performa produksi.

Carilla-Dominguezet al. 2005

Crustacea laut (6%)

Asam lemak ω-3 meningkat 4 kali. Imbangan

asam lemak ω-6 : ω-3 turun dari 15 menjadi 5.

Tidak mempengaruhi performa produksi.

Schreineret al. 2004

Seal blubber oil (5%)

Tidak mempengaruhi SAFA dan MUFA, asam

lemak ω-3 meningkat 1.5 kali. Tidak

mempengaruhi performa produksi.

Keterangan: SAFA :Saturated fatty acid(asam lemak jenuh),

MUFA :Monounsaturated fatty acid(asam lemak tidak jenuh rangkap tunggal)

(42)

imbangan antara asam lemak ω-6 dan ω-3. Penambahan sumber asam lemak ω-3 dalam ransum dapat menurunkan imbangan ω-6 : ω-3 dalam kuning telur sampai 5 : 1. Imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 sebesar 5 : 1 dalam kuning telur menghasilkan telur yang baik bagi kesehatan dan layak untuk dikonsumsi. Beberapa lembaga luar negeri yang menangani bidang pangan merekomendasikan imbangan ω-6 : ω-3 yang menyehatkan dan layak untuk dikonsumsi adalah 5 : 1 (Simopoulos 1989; Anonim 1990; British Nutrition Foundation 1992; Food and Agricultural Organization 1994).

Penambahan minyak ikan dalam ransum ayam petelur perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan masalah. Masalah yang timbul dalam penggunaan minyak ikan untuk ayam petelur adalah tidak homogennya ransum serta bau amis baik pada ransum maupun pada telur setelah dimasak. Menurut Marshall et al. (1994) pemberian minyak ikan lebih dari 3% dalam ransum menjadikan telur yang dihasilkan berbau amis. Bau amis tersebut disebabkan oleh adanya senyawa volatil di dalam minyak ikan yang terserap dalam saluran pencernaan unggas (Van Elswyk et al. 1995; Karahadian dan Lindsay 1998). Proses perlakuan terhadap minyak dengan cara mikroenkapsulasi dapat mengurangi bau amis tersebut, karena salah satu tujuan dari proses mikroenkapsulasi tersebut adalah dapat mengurangi atau menutupi bau amis pada minyak ikan (Reddy 1998; Subramanian dan Stagnitti 2004).

Permasalahan lain dalam penggunaan minyak ikan adalah dalam transportasi, penyimpanan dan penanganannya sebelum dicampurkan ke dalam ransum ternak. Pengangkutan minyak ikan dalam bentuk cair membutuhkan wadah khusus (drum), sehingga membutuhkan biaya tambahan. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang menyebabkan mudah teroksidasi sehingga menyulitkan dalam penyimpanan. Pencampuran minyak ikan lebih sulit karena terjadinya penggumpalan, sehingga ransum tidak homogen. Semua permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penambahan mikrokapsul minyak ikan ke dalam ransum ayam petelur.

(43)

(1990) enkapsulasi dari minyak memudahkan dalam penanganan dan pencampuran ke dalam ransum, sebaliknya jika minyak dalam bentuk cair digunakan dalam ransum maka diperlukan sistem khusus untuk menanganinya.

Penambahan mikrokapsul minyak ikan sebagai sumber asam lemak ω-3 dalam ransum ayam petelur sebagai alternatif dari penambahan minyak ikan merupakan suatu hal yang baru dan belum banyak dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Selama ini sumber asam lemak ω-3 yang biasa ditambahkan ke dalam ransum ayam petelur guna menghasilkan telur yang kaya asam lemak ω-3 adalah minyak ikan, flaxseed, canola, biji chia dan ganggang laut. Pemberian sumber asam lemak ω-3 tersebut diharapkan dapat meningkatkan kandungan asam lemak ω-3 kuning telur.

Inkorporasi sumber asam lemak ω-3 dalam ransum sampai dalam kuning telur sehingga dapat meningkatkan EPA dan DHA pada kuning telur dapat dilihat pada gambar mekanisme absorbsi lemak (Gambar 1). Lemak dalam ransum mengandung trigliserida, kolesterol dan pospolipid. Trigliserida ada yang rantai pendek, menengah dan panjang. Minyak ikan banyak mengandung trigliserida rantai panjang (jumlah atom karbon lebih dari 14), setelah dicampurkan ke dalam ransum menyebabkan ransum juga banyak mengandung trigliserida rantai panjang.

(44)
[image:44.595.100.529.74.520.2]

Gambar 1 Mekanisme absorbsi lemak (Piliang dan Djojosoebagio 2006).

Kolesterol kuning telur dibuat di hati, dibawa melalui darah dalam bentuk lipoprotein dan dideposisikan ke folikel kuning telur. Kandungan kolesterol tersebut ada hubungannya dengan kandungan asam lemak ransum. Jika asam lemak banyak mengandung SAFA maka dapat meningkatkan kolesterol, jika banyak mengandung MUFA maka tidak berpengaruh pada kolesterol, sedangkan jika banyak mengandung PUFA maka dapat menurunkan kolesterol (Piliang dan Djojosoebagio 2006).

Di dalam hati asam lemak disintesa melalui proses lipogenesis membentuk trigliserida baru. Bahan-bahan tersebut kemudian keluar dari hati dengan bantuan lipoprotein terutama dengan VLDL yang membawanya ke jaringan adiposa untuk

Bergabung dengan misel

TG rantai panjang Kolesterol Posfolipid

Proses emulsifikasi oleh empedu

Kilomikron

hati

Asam lemak + kolesterol

lysolesitin

Resintesis TG TG rantai pendek

dan sedang

Gliserol + asam lemak

Lipase pankreas Kolesterol esterase phospolipase

Bebas ester

MG + asam lemak

Koleste rol

Kolesterol pospolipid

(45)

disimpan dan selanjutnya di bawa ke dalam ovari pada ayam petelur. Ovarium bertanggung jawab membentuk sel telur (ova). Terdapat sekitar 12.000 butir ova berukuran mikro tetapi hanya sekitar 200-300 butir yang mencapai matang dan diovulasikan. Ovarium menghasilkan hormon estrogen, progesteron dan testoteron yang berguna selama proses pembentukan ova. Ketersediaan nutrisi sangat mempengaruhi perkembangan ova dalam ovarium.

[image:45.595.103.489.85.805.2]

Ova yang matang dikeluarkan dari ovari (Gambar 2) masuk ke saluran sel telur (oviduct) dengan suatu proses yang dikenal sebagai ovulasi. Ketika telur matang, hormon progesteron yang diproduksi oleh indung telur, merangsang hipotalamus dan menyebabkan anterior pituitary mengeluarkan luteinizing hormone (LH). Pembentukan putih telur terjadi di magnum dan dibantu oleh hormon estrogen dan progesteron. Selaput kerabang dibentuk di isthmus dan kerabang telur di bentuk di uterus (Whittow 2000).

Gambar 2 Proses pembentukan telur (USDA 2000).

(46)
[image:46.595.132.494.198.440.2]

lemak dan 1% karbohidrat. Lemak dalam kuning telur tersusun atas 63% trigliserida, 30% pospolipid dan 5% kolesterol. Kandungan Asam lemak utama dalam trigliserida pada telur tanpa penambahan sumber asam lemak ω-3 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kandungan dan komposisi asam lemak pada telur ayam (%)

Asam lemak Proporsi (%)

Palmitat (16:0) 23.7

Stearat (18:0) 7.8

Arakhidat (20:0) 0.2

Total SAFA 32.4

Palmitoleat (16:1) 3.0

Oleat (18:1) 45.6

Eikosanoat (20:1) 0.3

Total MUFA 49.8

Linoleat (18:2) 13.3

Arakidonat (20:4) 2.6

Total-6 16.1

Linolenat (18:3) 0.5

EPA (20:5)

-DPA (22 : 5) 0.1

DHA (22:6) 0.9

Total-3 1.5

Sumber: Gibsonet al. (1998) dan disitasi dari Davis dan Reeves (2002).

(47)

BAHAN DAN METODE

Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu:

Tahap I : pembuatan mikrokapsul minyak ikan menggunakan berbagai bahan pakan sebagai bahan penyalut alternatif dengan pengering semprot maupun pengering drum.

Tahap II : pemanfaatan mikrokapsul minyak ikan dalam ransum ayam petelur guna menghasilkan telur yang kaya asam lemakω-3 dan rendah kolesterol.

Penelitian Tahap I

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memilih bahan pakan yang dapat digunakan sebagai bahan penyalut alternatif, mengoptimasikan penggunaan bahan penyalut tersebut berdasarkan imbangan minyak dan bahan penyalut dan kandungan padatan dalam emulsi serta menyusun formulasi imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut alternatif yang terpilih dalam proses mikroenkapsulasi minyak ikan.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Pilot PlantSEAFAST Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(48)

Peralatan yang digunakan antara lain gelas piala, tabung reaksi, kertas saring, gelas ukur, stirrer, timbangan analitik, homogenizer, drum dryer, spray dryer,refrigerator, vortex, soxhlet, hot plate, spektrofotometer, gas kromatografi danScanning Electron Microscope.

Metode Penelitian

Pada penelitian tahap pertama dilakukan 3 percobaan yakni: (1) seleksi bahan pakan sebagai bahan penyalut, (2) penentuan kandungan padatan dalam emulsi dan imbangan minyak dan bahan penyalut serta (3) formulasi imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut.

Persiapan sampel minyak ikan dan bahan penyalut

Minyak ikan yang diperoleh dari hasil samping pengolahan tepung ikan dimurnikan terlebih dahulu melalui tahapan pemisahan bagian bukan minyak, netralisasi dan pemucatan.

Bahan-bahan pakan yang digunakan sebagai bahan penyalut alternatif adalah dedak gandum, dedak padi, jagung giling,corn gluten meal, bungkil kedele dan tepung daging dan tulang. Bahan diayak dengan saringan ukuran 80 mesh. Hasil saringan tersebut digunakan sebagai bahan penyalut.

Seleksi Bahan Pakan sebagai Bahan Penyalut

Seleksi bahan pakan sebagai bahan penyalut bertujuan memilih bahan pakan yang dapat digunakan sebagai bahan penyalut alternatif dalam proses mikroenkapsulasi minyak ikan. Bahan pakan tersebut di antaranya: dedak gandum, dedak padi, jagung giling, bungkil kedele, tepung daging dan tulang (meat and bone meal) dan corn gluten meal. Seleksi bahan pakan tersebut dilakukan berdasarkan tingkat stabilitas emulsi. Bila tingkat stabilitas emulsi tinggi berarti bahan pakan dapat berikatan dengan minyak ikan sehingga tidak terjadi pemisahan yang cepat setelah bahan-bahan tersebut dihomogenisasi, sebaliknya bila tingkat stabilitas emulsi rendah berarti bahan pakan tidak dapat berikatan dengan minyak ikan dan cepat memisah setelah dihomogenisasi.

(49)

diawali dengan menimbang masing-masing bahan pakan sebesar 10 gram dan melarutkannya dalam 100 ml pelarut (air), kemudian diaduk sampai tercampur merata selama ±15 menit pada kondisi suhu 40 – 500C. Minyak ikan sebanyak 25% dari berat bahan pakan yang digunakan ditambahkan ke dalam larutan tersebut. Larutan bahan penyalut dan minyak ikan dicampur dan dihomogenisasi selama 10 menit pada kondisi 10.000 rpm, setelah itu masing-masing perlakuan didiamkan dan diuji stabilitas emulsinya.

Penetapan stabilitas emulsi ditentukan berdasarkan persentase pemisahan selama waktu penyimpanan, dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100 (Lamaret al. 1976) seperti yang disajikan dengan rumus di bawah:

[image:49.595.97.540.105.791.2]

% stabilitas = (volume keseluruhan–volume pemisahan) x 100 volume keseluruhan

Gambar 3 Prosedur kerja seleksi bahan pakan sebagai bahan penyalut. Diaduk selama 15 menit pada kondisi suhu 40–500C

Larutkan

Emulsi

Ditambahkan minyak ikan (2.5 g)

Homogenisasiselama 10 menit dengan homogenizer pada 10.000 rpm

Bahan penyalut (10 g) Aquades (100 ml)

Didiamkan selama 1, 2,3, 4 dan 5 jam

(50)

Penentuan Kandung

Gambar

Tabel 3 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dengan imbangan bahaninti dan bahan penyalut serta total padatan dalam emulsi
Tabel 4Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dengan imbangan
Tabel 6 Perkembangan hasil penelitian mikroenkapsulasi dalam bidang pakan
Tabel 7 Perkembangan hasil penelitian pemberian sumber asam lemak ω-3 dalamransum ayam petelur berdasarkan umur ayam dan lama pemberian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lebih rendahnya imbangan asam lemak linolenat : linoleat pada ransum yang mengandung minyak kelapa sawit akan memacu transformasi metabolik asam linoleat menjadi

Hipotesis dalam penelitian ini adalah suplementasi minyak ikan lemuru dalam ransum basal mampu menurunkan konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik, serta

Minyak ikan lemuru mengandung asam lemak tak jenuh dan tinggi akan asam. lemak omega-3 sebagai sumber energi (Sudibya et al

Hasil penelitian menunjukan bahwa Penggunaan minyak maggot dalam pakan buatan untuk ikan nila salin memberikan pengaruh nyata terhadap efisiensi pemanfaatan pakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan alternatif bahan pakan lokal tepung daun kayambang ( Salvinia molesta ) sebagai sumber protein

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi minyak sawit oleh minyak ikan lemuru dan suplementasi vitamin E dalam ransum ayam broiler terhadap

Judul Penelitian : Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng ( Chanos chanos Forsk) dalam Ransum Sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan minyak ikan dalam pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap bobot dada dan bobot paha, namun memberikan pengaruh