ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA
KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
AHMAD YANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI LAIN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, September 2007
RINGKASAN
AHMAD YANI. F151020011. Analisis Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Dibimbing oleh HERRY SUHARDIYANTO, ROKHANI HASBULLAH DAN BAGUS PRIYO PURWANTO.
Sapi perah Fries Holland (FH) sangat peka terhadap perubahan iklim mikro terutama suhu dan kelembaban udara. Pada lokasi yang memiliki suhu tinggi dan kelembaban udara yang tidak mendukung, sapi perah akan mengalami cekaman panas yang berakibat pada menurunnya produktivitas. Penyebab tingginya suhu dan kelembaban udara adalah radiasi matahari, produksi panas ternak, tinggi dan luas kandang serta bahan atap. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu dan kelembaban udara pada kandang sapi perah adalah modifikasi disain kandang dengan cara menganalisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang melalui analisis pola aliran udara. Pola aliran udara pada ventilasi alamiah dapat dianalisis menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Melalui CFD disain kandang seperti tinggi dan luas dapat diubah-ubah sehingga diperoleh disain kandang dengan tinggi, lebar, luas bukaan ventilasi yang menghasilkan distribusi suhu yang lebih rendah dari disain lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis distribusi suhu dan kelembaban udara pada kandang sapi perah FH menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD), melakukan simulasi tinggi dan luas kandang sapi perah FH (dua arah angin) untuk mendapatkan distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) yang lebih baik dan merekomendasikan modifikasi desain kandang sapi perah FH (tinggi, luas, bukaan ventilasi kandang dan posisi bak penampung air).
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB pada Bulan Mei - Juli 2007. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang sapi perah FH, tambang, dan bambu. Kandang sapi perah memiliki kapasitas 20 ekor sapi dengan model kandang tail to tail yang memiliki ukuran: panjang 13 m, lebar 6,3 m dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang terbuat dari beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum terbuat dari beton. Peralatan yang digunakan meliputi weather station, termokopel, recorder, anemometer, mistar ukur, note book, personal computer (PC) dengan software autocad 2005, gambit 2.2.30 & fluent 6.2. Parameter iklim mikro yang diukur adalah suhu, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta radiasi matahari (sesaat). Suhu kulit sapi diperoleh dari pengukuran di empat titik yaitu punggung, dada, tungkai atas dan tungkai bawah. Validasi dilakukan dengan standar deviasi dan curve fitting.
kandang pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) menunjukkan bahwa distribusi suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 dari lantai paling rendah berada pada posisi dekat inlet, sedangkan distrubusi suhu udara tertinggi berada dekat outlet. Inlet dan outlet dipengaruhi oleh arah datangnya angin (depan, belakang, kanan dan kiri) karena bukaan ventilasi yang cukup besar di kanan, kiri, depan dan belakang kandang. Pada pukul 09:20 dan 15:20 WIB (arah angin dari depan), distribusi suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m, suhu udara tertinggi selain berada di dekat outlet juga berada di tengah kandang. Distribusi RH berbanding terbalik dengan distribusi suhu udara. Semakin tinggi suhu, maka RH udara dalam kandang semakin turun. Pada pukul 13:00 WIB (arah angin dari kiri) pada ketinggian 1,2 dan 1,6 distribusi suhu udara terendah berada di dekat inlet dan tertinggi berada di dekat outlet. Pada ketinggian 0,6 m suhu udara terendah berada di bagian yang berhadapan dengan inlet, karena udara tidak dapat menembus dinding (tinggi 1,05 m) dan berbalik kea rah inlet, maka suhu udara tertinggi berada di dekat inlet dan bagian tengah kandang. Distribusi suhu udara dan RH dalam kandang selain dipengaruhi oleh bukaan ventilasi, dipengaruhi juga oleh kecepatan dan arah datangnya angin, perbedaan temperatur di dalam & luar kandang, tinggi dan luasan kandang.
Validasi suhu udara dan RH hasil CFD dengan suhu udara dan RH hasil pengukuran memberikan nilai standar deviasi untuk suhu udara sebesar 0,39oC pada pukul 09:20 WIB, 0,33oC pada pukul 13:00 WIB dan 0,30oC pada pukul 15:20 WIB, sedangkan nilai standar deviasi untuk RH sebesar 2,44%. Rendahnya nilai standar deviasi menunjukkan bahwa validasi suhu udara dan RH memiliki akurasi yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk melakukan simulasi disain kandang. Validasi suhu udara dan RH dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong)
Simulasi dilakukan pada pukul 13:00 WIB (radiasi dan suhu udara lingkungan mencapai puncaknya) dengan memasukkan 20 ekor sapi perah FH dalam kandang (bobot rata-rata sebesar 350 kg). Distribusi suhu udara dalam kandang pada simulasi disain kandang sangat dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi (inlet dan outlet). Semakin besar bukaan inlet dan outlet (tinggi dan lebar kandang) distribusi suhu udara dalam kandang pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) akan semakin rendah. Disain kandang terpilih hasil simulasi memiliki ukuran tinggi 6,25 m; lebar 8,3 m; tinggi dinding 0,4 m dan bak penampung air dipindahkan dari posisi semula. Disain kandang terpilih sudah memperhitungkan panas yang diproduksi ternak (2.728,45 kJ/jam per ekor) dan memiliki suhu udara rata-rata pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) yang paling rendah dibandingkan disain kandang lainnya serta tingkat keseragaman suhu yang baik.
ABSTRACT
Ahmad Yani. Analysis and Simulation of Air Temperature Distribution in Dairy Barn by Using Computational Fluid Dynamics (CFD). Under the direction of HERRY SUHARDIYANTO, ROKHANI HASBULLAH and BAGUS PRIYO PURWANTO
This research was conducted in order to analyze temperature and relative humidity distribution in dairy barn of Fries Holland (FH) as a basic consideration for dairy barn design. Computational Fluid Dynamics (CFD) was used to analyze the temperature and relative humidity distribution in a dairy barn. The capacity of the dairy barn was 20 heads of FH with tail to tail model. The dimensions of the dairy barn were: 13 m in length, 6.3 m in width, and 5.75 m in high. The floor was made from concrete with 2o slope. Asbestos was used as roof of the dairy barn, whereas frame of the dairy barn was made from steel. The results of the analysis showed that during the daytime, air temperature inside the dairy barn increased by the height from floor level. The CFD simulation showed clearly the temperature distribution in the dairy barn. Air temperature obtained from CFD simulation agreed very well with that of the measured values. Therefore, it can be used as basic consideration for the dairy barn design with respect to low air temperature and uniform air temperature distribution. It was recommended that one of the best design configurations is 6.25 m high, 8.3 m wide, 0.4 m high of wall. The best design could decrease 0.474 oC of air temperature and increased dry matter intake of dairy cattle 0.403 kg per day per head. The amount of heat production of FH was considered to determinate the best design of dairy barn.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi undang undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar terhadap IPB
ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA
KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
AHMAD YANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)
Nama : Ahmad Yani NIM : F151020011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.S Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian
Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan, M.Agr Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro,MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul ”Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Tesis ini merupakan hasil penelitian yang penulis laksanakan dari bulan Februari – Juli 2007. Pengambilan data parameter iklim mikro, dimensi dan sifat termofisik bahan penyusun kandang, bobot dan luas kulit sapi perah dilakukan di Laboratorium Lapangan, Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Mei – Juli 2007.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sejak awal penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.S selaku Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan masukan dan pengayaan dalam tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri yang telah memberikan biaya bantuan pendidikan dan penelitian hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Magister Sains di IPB ini. Ucapan terimakasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Bagian Ternak Perah, DIPTP, FAPET, IPB atas diijinkannya penulis melakukan penelitian dan menggunakan sapi perah-nya; Bagian Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, FATETA, IPB; kepada rekan dan mahasiswa bimbingan: Sofyan (Bagon), Suharjo, Eni Sumarni, Gustaf, Elfiandra, Leo, Maisa, Surajudin, Pak Ahmad LBP, Ali, Ujang, Anta, Titin, Toriq. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh Staf Pengajar dan Penunjang DIPTP, FAPET, IPB atas dukungan dan do’anya; segenap pengelola dan kru Kantor Jasa Ketenagakerjaan (KJK) IPB; Pak Uci dan Bu Lilis atas pengertian, dukungan dan bantuannya dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang teramat dalam penulis sampaikan kepada Istri dan Anak tercinta Siti Roudhotul Zannah dan Azkia Fataya Ahmad yang selalu mendo’akan, mencurahkan kasih sayang dan mendorong penulis untuk menyesaikan tesis ini. Tidak lupa ucapan terima kasih dan do’a penulis sampaikan kepada Ibunda Warsih dan Ayahanda Muhadi yang telah melahirkan, membesarkan, memberikan kasih sayang, mendidik dan mengarahkan penulis untuk terus maju dan berkarya serta kakak, adik, dan keponakan-ponakanku. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu dan Bapak Mertua serta adik-adik iparku atas dukungan, pengertian dan do’anya.
Bogor, September 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 3 Mei 1972 dari Ayah Muhadi dan Ibu Warsih. Penulis merupakan putra keempat dari sembilan bersaudara.
Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri Palimanan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS) dan Yayasan Damandiri.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Produksi Panas Hewan Dalam Kandang... 3
Suhu Efektif ... 4
Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Sapi Perah FH ... 5
Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH ... 7
Distribusi Suhu dan RH pada Kandang Sapi Perah FH ... 9
Ventilasi ... 10
Efek Angin dan Efek Termal ... 11
Computational Fluid Dynamics (CFD)... 12
Simulasi ... 13
PENDEKATAN TEORITIS ... 15
Teknik Simulasi Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) . 15 Koefisien Konveksi pada Kandang Sapi Perah FH... 18
Koefisien Konveksi pada Kulit Sapi Perah ... 20
Perhitungan Distribusi RH Udara dalam Kandang ... 21
METODOLOGI PENELITIAN... 23
Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
Bahan dan Alat Penelitian... 23
Metode Peneltitan ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah ... 29
Validasi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah ... 45
SIMPULAN DAN SARAN ... 64
Simpulan ... 64
Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Produksi panas sapi perah (bobot badan 454,5 kg) ... 3
2 Indeks suhu dan kelembaban relatif untuk sapi perah ... 6
3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernafasan sapi FH ... 7
4 Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan
sapi perah FH pada suhu berbeda ... 7
5 Total produksi panas (kJ/kg.mbs.jam) yang dihasilkan sapi perah FH
pada berbagai tingkat konsumsi pakan (feed intake) ... 20
6 Lokasi titik-titik pengukuran suhu udara dalam kandang dengan
termokopel ... 25
7 Nilai massa jenis, panas jenis dan konduktivitas bahan penyusun
kandang ... 31
8 Data input boundary condition untuk fluent 6.2. pada tanggal
16 Juni 2007 ... 31
9 Suhu udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD ... 36
10 Kelembaban udara dalam kandang sapi perah FH hasil
analisis CFD ... 36
11 Hasil validasi suhu udara pengukuran dengan suhu udara
hasil CFD dalam kandang ... 45
12 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 untuk simulasi... 50
13 Suhu udara (oC) dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD
pada kondisi awal dengan inlet dari kanan/kiri dan depan/belakang ... 52
14 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain
kandang dengan arah angin dari depan/belakang ... 58
15 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain
kandang dengan arah angin dari kanan/kiri ... 59
16 Distribusi suhu udara pada disain kandang terpilih dan kandang
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram produksi panas sapi perah FH pada beberapa suhu lingkungan .... 5
2 Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE ... 16
3 Diagram proses pemanasan pada kurva psychrometric ... 21
4 Kandang sapi perah FH penelitian (a) dan sapi perah FH (b) ... 23
5 Kandang sapi perah FH (ortogonal) ... 24
6 Bentuk geometri kandang sapi perah FH ... 26
7 Diagram alir proses penyelesaian masalah simulasi kandang sapi perah FH menggunakan teknik CFD ... 28
8 Radiasi matahari (Watt/m2) pada tanggal 16 Juni 2007 ... 30
9 Suhu udara dan RH lingkungan pada tanggal 16 Juni 2007 ... 30
10 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007) 33
11 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007) ... 34
12 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007) ... 35
13 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) 37 14 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) ... 39
15 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) ... 40
16 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) 41 17 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) ... 43
18 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) ... 44
19 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 09:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) ... 46
21 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik
dalam kandang (pukul 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) ... 47
22 Validasi kelembaban udara hasil simulasiCFD terhadap kelembaban
udara pengukuran di 4 titik dalam kandang pukul 09:20 WIB (titik 1-4),
13:00 WIB (titik 5-8) dan 15:20 WIB (titik 9-12) pada tanggal
16 Juni 2007 ... 48
23 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang awal ... 49
24 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang simulasi ... 49
25 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal
(arah angin (inlet) dari kanan) ... 51
26 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi
awal simulasi (arah angin (inlet) dari kanan ... 53
27 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal
(arah angin (inlet) dari depan ... 55
28 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Perhitungan bilangan Reynolds ... 71
2 Validasi suhu udara dalam kandang ... 72
3 Validasi kelembaban udara dalam kandang ... 73
4 Bobot badan dan luas permukaan kulit sapi perah FH (15 Mei 2007) ... 74
5 Posisi peletakan sapi perah FH dalam kandang ... 75
6 Tinggi badan dan dalam dada sapi perah FH ... 76
DAFTAR SIMBOL
β koefisien ekspansi dari volume gas ideal (1/oK)
θ sudut kemiringan bidang (o)
ρ massa jenis udara (kg/m3)
μ viskositas dinamik udara (kg/m.det)
ν viskoitas kinematik udara (m2/det)
a suhu kulit bagian punggung (oC)
A luas area pindah panas (m2)
As luas permukaan kulit sapi (m2)
AM kecepatan angin (m/det)
b suhu kulit bagian dada (oC)
c suhu kulit bagian tungkai atas (oC)
d suhu kulit bagian tungkai bawah (oC)
D diameter spesifik kandang (m)
DBTb suhu bola kering pada tubuh sapi (oC)
DBTp suhu bola kering pada pernafasan sapi (oC)
ET suhu efektif pada ternak (oC)
g gaya grafitasi (m/det2)
GrL bilangan Grashoff
GT suhu lingkungan (oC)
h koefisien pindah panas konveksi (W/m2.oC)
k konduktivitas panas udara (W/m.oC)
L panjang karakteristik (m)
mTs suhu kulit (0C)
Nu bilangan Nusselt
p nilai suhu (oC)dan RH (%) hasil simulasi
Pr bilangan Prandtl
Ps tekanan jenuh uap (Pa)
Pv tekanan parsial uap (Pa)
Q besarnya panas yang dipindahkan (W)
Re bilangan Reynolds
RD radiasi matahari (cal/cm2.menit)
RH kelembaban relatif (%)
Ts suhu permukaan bahan (oC)
T∞ suhu udara pada jarak tertentu dari permukan bahan (oC)
u nilai suhu (oC) dan RH (%) hasil pengukuran
v kecepatan udara (m/det)
W berat tubuh sapi FH (kg)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar sapi perah yang ada di Indonesia adalah sapi bangsa Fries
Holland (FH), didatangkan dari negara-negara Eropa yang memiliki iklim sedang
(temperate) dengan kisaran suhu rendah berkisar 13 – 18oC (McDowell, 1972),
5-25oC (Jones and Stallings, 1999). Dengan kondisi asal iklim tersebut, sapi
perah FH sangat peka terhadap perubahan iklim mikro terutama suhu dan
kelembaban udara. Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi yang memiliki suhu
tinggi dan kelembaban udara yang tidak mendukung maka sapi tersebut akan
mengalami cekaman panas yang berakibat pada menurunnya produktivitas
sehingga potensi genetiknya tidak dapat tampil secara optimal.
Suhu udara di Indonesia pada umumnya tinggi yaitu antara 24 – 34oC, dan
kelembaban udara juga tinggi yaitu antara 60 - 90%. Hal ini dapat menyebabkan
proses penguapan dari tubuh sapi FH terhambat sehingga sapi mengalami
cekaman panas (Wierama, 1990). Tingginya suhu dan kelembaban udara tersebut
disebabkan oleh radiasi matahari yang tinggi, sehingga lokasi peternakan sapi
perah FH di Indonesia akan lebih baik jika berada pada ketinggian di atas 800 m
d.p.l. Selain radiasi, produksi panas hewan yang berupa panas laten dan panas
sensibel (Esmay, 1960), tinggi, luas, bahan atap dan bukaan ventilasi yang kurang
tepat merupakan penyebab naiknya suhu dan kelembaban udara dalam kandang
sapi perah (Soegijanto, 1999).
Salah satu upaya untuk menurunkan suhu dan kelembaban udara di dalam
kandang yaitu dengan sistem ventilasi agar terjadi pertukaran udara di dalam dan
luar kandang dengan baik sehingga panas dalam kandang dapat diminimalisir.
Pada ventilasi alamiah, pertukaran udara terjadi jika ada perbedaan tekanan
melalui bukaan bangunan dan angin. Luas bukaan ventilasi sangat mempengaruhi
pola aliran dan distribusi udara dalam kandang yang dapat menentukan besarnya
distribusi suhu dan kelambaban udara dalam kandang . Untuk memperoleh luas
bukaan ventilasi (alamiah) yang menghasilkan distribusi suhu dan kelambaban
udara dalam kandang yang baik, diperlukan analisis sifat dan pola aliran serta
Pemecahan analisis aliran udara dalam kandang dapat dilakukan dengan
Computational Fluid Dynamics (CFD). Metode CFD menggunakan analisis
numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan
yang terdiri atas persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi,
sehingga penyelesaian persamaan untuk benda 2 (dua) atau 3 (tiga) dimensi lebih
cepat dan dapat dilakukan secara simultan (Versteeg & Malalasekera, 1995).
Tinggi dan lebar kandang, luas bukaan ventilasi kandang dapat diubah-ubah di
dalam program simulasi untuk memperoleh distribusi suhu dan kelembaban udara
yang lebih rendah dalam kandang sehingga biaya disain konstruksi kandang dapat
dihemat dan tidak dilakukan dengan cara trial & error. Melalui teknik CFD dapat
ditentukan disain kandang dengan tinggi, lebar, luas bukaan ventilasi kandang
yang tepat sehingga diperoleh distribusi suhu dalam kandang yang lebih rendah
dari kondisi awal (sebelum dilakukan simulasi).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis distribusi suhu dan kelembaban udara pada kandang sapi perah
FH di daerah beriklim tropika basah menggunakan Computational Fluid
Dynamics (CFD)..
2. Melakukan simulasi tinggi dan luas kandang sapi perah FH (dua arah angin)
untuk mendapatkan distribusi suhu dalam kandang sapi perah FH yang lebih
baik.
3. Merekomendasikan disain kandang yang lebih baik bagi sapi perah FH di
daerah beriklim tropika basah (tinggi, luas, bukaan ventilasi kandang dan
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi Panas Hewan Dalam Kandang
Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe
ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi
lingkungan mikro. Panas yang dihasilkan dalam kandang harus diprediksi untuk
mendisain sistem kontrol lingkungan. Panas yang dihasilkan dan kemudian
dilepas oleh tubuh hewan terdiri atas panas sensibel (sensible heat) dan panas
laten (latent heat). Panas sensibel dan panas laten yang dihasilkan oleh hewan
dalam kandang merupakan komponen kritis keseimbangan panas untuk kondisi
setimbang dalam struktur kandang (Esmay, 1960).
Kehilangan panas pada lingkungan kandang akan meningkat seiring
dengan menurunnya bobot badan hewan pada kondisi temperatur lingkungan
kandang yang semakin menurun. Produksi panas yang berhubungan dengan bobot
badan hewan akan memperlihatkan penurunan kehilangan panas (heat loss)
dengan peningkatan bobot badan. Sebagai contoh sapi dengan bobot 400 – 500
kg menghasilkan panas 2 W/kg, lebih kecil dibandingkan dengan domba bobot
50 kg yang menghasilkan panas 3-4 W/kg dan unggas dengan bobot 2 kg
menghasilkan 6 W/kg (Esmay and Dixon 1986). Produksi panas sapi perah
dengan bobot 454.5 kg pada beberapa suhu dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel
1 dapat dilihat bahwa kenaikan suhu kandang akan menurunkan total panas yang
diproduksi oleh sapi perah. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak (sapi perah)
akan mempertahankan panas tubuhnya sesuai dengan keadaan suhu
lingkungannya.
Tabel 1 Produksi panas sapi perah (bobot badan 454.5 kg)
Suhu (oC) Panas laten (W) Panas sensible (W) Total panas (W)
4,44 278,4 766,6 1.055
10,00 322,4 674,0 996
15,56 392,7 556,8 949
21,11 410,3 498,2 908
26,67 556,8 293,1 849
Perolehan panas dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas
bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan
terjadi kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari
suhu nyaman. Perolehan dan penambahan panas tubuh ternak dapat terjadi secara
sensible melalui mekanisme radiasi, konduksi dan konveksi. Pada saat suhu udara
lebih tinggi dari suhu nyaman ternak, jalur utama pelepasan panas hewan terjadi
melalui mekanisme evaporative heat loss dengan jalan melakukan pertukaran
panas melalui permukaan kulit (sweating) atau melalui pertukaran panas di
sepanjang saluran pernapasan (panting) (Purwanto, 1993) dan sebagian melalui
feses dan urin (McDowell, 1972).
Suhu Efektif
Suhu efektif adalah suhu yang dimanfaatkan oleh ternak untuk
kehidupannya, dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara (RH), radiasi
matahari dan kecepatan angin (West, 1994). Suhu efektif dapat memperlihatkan
tingkat kenyamanan dan stress bagi sapi perah. Hubungan suhu efektif dengan
paremeter iklim mikro ditunjukkan pada beberapa persamaan berikut
(Yamamoto, 1983): (1) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan bola
kering; (2) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu tubuh sapi) dan
kecepatan angin; (3) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu
pernafasan) dan kecepatan angin; (4) hubungan suhu efektif dengan suhu bola
kering dan radiasi matahari; (5) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah
dan suhu udara lingkungan.
WBT DBT
ET =0,35 +0,65 ... (1)
AM DBT
ET = b −6 ... (2)
AM DBT
ET = p −10 ... (3)
RD DBT
ET = +11 ... (4) GT
DBT
Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Sapi Perah FH
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang
mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan
keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi
dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1968; Esmay, 1978). McDowell
(1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan
suhu lingkungan yang optimum. Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa
berkisar 17 – 21oC (Hafez, 1968); 13 – 18oC (McDowell, 1972); 4 – 25oC
(Yousef, 1985), 5 – 25oC (Jones & Stallings, 1999). Bligh dan Johnson (1985)
membagi beberapa wilayah suhu lingkungan berdasarkan perubahan produksi
panas hewan, sehingga didapatkan batasan suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu
antara batas suhu kritis minimum dengan maksimum (Gambar 1). Hubungan
besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut “Temperature Humidity
Index (THI)” yang dapat mempengaruhi tingkat stres sapi perah dapat dilihat
pada Tabel 2. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai
THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤
79), stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89) dan stres berat ( 90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema,
1990).
Tabel 2 Indeks suhu dan kelembaban relatif untuk sapi perah
Kelembaban relatif (%)
o
C 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
23,39 72 72 73 73 74 74 75 75
26,67 72 72 73 73 74 74 75 76 76 77 78 78 79 79 80
29,44 72 72 73 74 75 75 76 77 78 78 79 80 81 81 82 83 84 84 85
32,22 72 73 74 75 76 77 78 79 79 80 81 82 83 84 85 86 86 87 88 89 9 0
35,00 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 9 0 9 1 9 2 9 3 9 4 9 5
37,78 77 78 79 80 82 83 84 85 86 87 88 9 0 9 1 9 2 9 3 9 4 9 5 9 7 9 8 9 9
40,56 79 80 82 83 84 86 87 88 8 9 9 1 9 2 9 3 9 5 9 6 9 7
43,33 81 83 84 86 87 89 9 0 9 1 9 3 9 4 9 6 9 7 Stres Ringan
46,11 84 85 87 88 9 0 9 1 9 3 9 5 9 6 9 7 Stres Sedang
48,89 88 88 8 9 9 1 9 3 9 4 9 6 9 8 St re s Be ra t
Sumber : Wierama (1990)
Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu
lingkungan 18,3oC dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut, ternak
akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku
(behaviour). Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman
panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi
minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan
pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam
darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell,
1972); dan 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985) dan 8)
meningkatnya intensitas berteduh sapi (Combs, 1996). Respons fisiologis sapi FH
akibat cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Cekaman panas dapat direduksi dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH
melalui penyemprotan air dingin ke seluruh permukaan tubuh (Shibata, 1996).
Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suhu lingkungan mikro (sekitar
kandang) sebesar 5oC dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10
kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005).
Perubahan suhu pada kandang dapat mempengaruhi perubahan denyut
jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH. Denyut jantung sapi FH yang sehat
pada daerah nyaman (suhu tubuh 38,6oC) adalah 60 – 70 kali/menit dengan
perubahan suhu yang dilihat dari respons pernapasan dan denyut jantung
merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas
yang diterima dari luar tubuh ternak. Peningkatan denyut jantung merupakan
respons dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam
organ-organ yang lebih dingin (Anderson, 1983).
Tabel 3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH
Parameter Sumber Suhu lingkungan
Netral Cekaman
Suhu rektal (oC) 1
2
38.7 38.8
40.0 39.8
Denyut jantung (kali per menit) 1 2
77.0 64.0
79.0 67.0
Pernapasan (kali per menit) 1 2
48.0 31.0
87.0 75.0
Sumber : 1) Kibler (1962). Sapi FH dengan suhu netral 21.6oC dan suhu cekaman 32.2oC. 2) Purwanto (1993). Sapi FH dengan suhu netral 15oC dan suhu cekaman 30oC.
Tabel 4 Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan sapi FH pada suhu berbeda
Parameter Suhu
18oC 30oC
Produksi susu (kg/hari) Volume urine
Konsumsi minum (kg/hari) Konsumsi konsentrat (kg/hari) Konsumsi hay (kg/hari)
18.4 11.2 57.9 9.7 5.8 15.7 12.8 74.7 9.2 4.5
Sumber : McDowell (1972)
Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH
Bangunan perkandangan akan mendapatkan perolehan dan kehilangan
panas dan massa dari dan ke lingkungan sekitarnya melalui proses perpindahan
panas dan massa secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas
konduksi terjadi melalui dinding dan atap bangunan dengan arah masuk dan
keluar bangunan termasuk konduksi panas dari dan ke dalam tanah. Perpindahan
panas dan massa secara konveksi terjadi karena aliran udara yang masuk dan
dari radiasi matahari dan refleksinya serta difusivitasnya selalu memiliki nilai
positif. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang adalah radiasi yang
dipancarkan oleh permukaan bangunan dan yang diterima dari lingkungan di
sekitar bangunan. Panas lainnya yang ditimbulkan oleh penghuni atau peralatan
yang ada di dalam kandang juga harus dapat diperhitungkan (Soegijanto, 1999).
Perpindahan panas radiasi gelombang panjang terjadi antara ternak (sapi
perah FH) dengan lingkungan di sekitarnya melalui kulit sapi FH yang dominan
berwarna putih atau hitam. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang pada
ternak dengan lingkungannya terjadi karena ternak mengeluarkan panas tubuhnya
melalui permukaan kulit dan saluran pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986).
Perpindahan panas secara konveksi pada kandang sapi perah FH di lingkungan
tropika basah terjadi pada atap bangunan kandang, sapi perah, lantai, serta
bangunan penopangnya seperti dinding, kerangka dan peralatan lainnya.
Keseimbangan panas di permukaan lantai pada bangunan perkandangan
ternak sapi perah FH meliputi radiasi gelombang panjang dari lantai ke atap,
pindah panas konveksi dari permukaan lantai ke udara dalam kandang, dan pindah
panas konduksi dari permukaan lantai ke lapisan di bawahnya atau sebaliknya.
Keseimbangan panas di udara dalam kandang sapi perah lebih mudah dihitung
karena proses pindah panas terjadi secara konveksi dari penutup (atap) kandang ke
udara dalam kandang terjadi secara alami dan melalui bukaan ventilasi baik
masuk maupun keluar (Esmay dan Dixon, 1986). Perpindahan panas konveksi
dipengaruhi oleh koefisien konveksi udara, kecepatan angin dan suhu lingkungan.
Semakin besar nilai koefisien konveksi dan kecepatan angin, maka akan semakin
cepat keseimbangan panas dalam ruangan konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi pada penutup (atap) kandang
sapi FH, dinding bangunan, kerangka bangunan, ternak (sapi FH), air minum sapi
FH, tubuh sapi FH. Perpindahan panas konduksi sangat dipengaruhi oleh
konduktivitas bahan dan suhu lingkungan. Semakin besar nilai konduktivitasnya,
Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah FH
Distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah FH
dipengaruhi oleh luas dan tinggi bangunan, jumlah ternak, suhu lingkungan,
sistem ventilasi, radiasi matahari, peralatan peternakan, kecepatan angin,
pergerakan udara di sekitar bangunan. Pada bangunan pertanian (greenhouse),
faktor desain yang sangat menentukan distribusi suhu dan kelembaban udara
adalah dimensi bangunan, posisi dinding atau atap ventilasi, sudut pembukaan
ventilasi, jumlah span dan sebagainya (Boutet, 1987). Pertukaran udara dalam
kandang sapi perah dipengaruhi oleh besarnya suhu lingkungan, produksi panas
hewan, kelembaban, konsentrasi gas dalam kandang, jenis bahan atap bangunan,
pindah panas dari lantai, sistem dan luasan ventilasi, luas dan tinggi bangunan
kandang (Hellickson dan Walker, 1983).
Pindah panas pada kandang sapi perah dapat terjadi secara radiasi,
konveksi maupun konduksi (Wathes dan Charles, 1994) yang mengakibatkan
adanya distribusi suhu dalam kandang. Pindah panas secara radiasi dipengaruhi
oleh besarnya radiasi matahari atau bahan, kecepatan angin dan suhu lingkungan.
Pindah panas pada bahan bangunan kandang dipengaruhi oleh konduktivitas
bahan, tebal bahan dan waktu, sedangkan secara konveksi sangat dipengaruhi oleh
suhu lingkungan, kecepatan angin, waktu dan luasan daerah konveksi.
Analisis distribusi suhu dalam bangunan pertanian dapat dilakukan dengan
perhitungan besarnya pindah panas dan massa pada bangunan melalui sistem
ventilasi sehingga menghasilkan aliran udara yang baik di dalam kandang.
Pemecahan analisis aliran udara pada kandang sapi perah (bangunan pertanian)
dalam 2 atau 3 dimensi dapat dilakukan dengan metode finite element, metode
finite difference (Cheney dan Kincaid, 1990), metode spectral dan finite volume
dengan computational fluid dynamics atau CFD (Versteeg dan Malalasekera,
1995).
Metode finite difference menggambarkan φ yang tidak diketahui pada titik
atau node di dalam garis grid. Untuk mendapatkan nilai aproksimasi φ digunakan
deret ekspansi Taylor, sehingga menghasilkan persamaan aljabar untuk
menghitung nilai φ pada tiap titik grid. Metode finite element menggunakan fungsi
Fungsi pendugaan dimasukkan ke dalam persamaan atur, dan hasilnya terdapat
residual untuk perhitungan error. Selanjutnya error dikalikan dengan fungsi
pembobot dan diintegralkan. Hasilnya didapatkan persamaan aljabar yang lebih
mudah untuk dipecahkan. Metode spektral menduga variabel yang tidak diketahui
menggunakan deret Fourier atau deret polinomial Chebyshev. Pendekatan
pendugaannya secara menyeluruh pada semua domain perhitungan (tidak per
titik). Terdapat residual dan fungsi pembobot seperti metode finite element.
Metode finite volume dikembangkan dari finite difference khusus dan dapat
diaplikasikan pada kode CFD (FLUENT, PHOENICS, FLOW3D dan STAR-CD).
Algoritma numeriknya terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut : (1) integrasi
persamaan atur sepanjang volume kontrol domain perhitungan; (2) diskretisasi
yang meliputi substitusi berbagai tipe aproksimasi finite difference sehingga
menghasilkan persamaan aljabar (tahapan kunci); (3) penyelesaian persamaan
aljabar dengan metode iterasi.
Ventilasi
Ventilasi pada bangunan pertanian digunakan untuk mengendalikan suhu,
kelembaban udara, kotoran ternak dan pergerakan udara sehingga kondisi
lingkungan mikro yang dibutuhkan ternak dapat terpenuhi. Ventilasi terjadi jika
terdapat perbedaan tekanan udara. Ventilasi dengan tekanan udara tertentu dapat
mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan, intensitas dan pola
aliran serta rintangan setempat (Takakura, 1979). Laju ventilasi diukur dengan
satuan massa udara per unit waktu (Mastalerz, 1977). Laju ventilasi minimum
pada kandang biasanya didasarkan pada kebutuhan pergerakan udara untuk
kontrol kelembaban (Esmay, 1986).
Di daerah tropis seperti Indonesia, ventilasi bangunan kandang yang
biasanya digunakan adalah ventilasi alami karena dapat menekan biaya dan tenaga
kerja dibandingkan dengan ventilasi lainnya. Ventilasi alami terjadi karena
adanya perbedaan tekanan udara akibat faktor angin dan faktor termal. Faktor
angin dan termal ini dimanfaatkan untuk menggerakkan udara dan menentukan
laju ventilasi alami yang terjadi. Laju ventilasi alami memiliki hubungan yang
linier dengan kecepatan udara dan tergantung pada perbedaan tekanan udara yang
pertukaran udara dipengaruhi oleh total luas bukaan, arah bukaan, kecepatan
angin dan perbedaan temperatur di luar dan di dalam kandang (Mastalerz, 1977).
Kontrol manual sistem ventilasi alami dapat dilakukan dengan pembukaan
dan penutupan lubang ventilasi serta pengaturan bukaan pada dinding (Takakura,
1979). Pengaturan ventilasi alami agar tetap kontinyu sulit dilakukan karena
dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan dan arah angin yang tidak mudah
dikendalikan.
Efek Angin dan Efek Termal
Efek angin digolongkan menjadi dua komponen, yaitu efek turbulen dan
efek steady. Efek steady terjadi karena pada saat angin bertiup di atas dan di
sekeliling bangunan. Pergerakan angin ini dapat membangkitkan perbedaan
tekanan pada lokasi yang berbeda yang menghasilkan distribusi tekanan pada
bangunan. Distribusi tekanan di sekitar bangunan dinyatakan sebagai distribusi
dari koefisien tekanan. Apabila koefisien tekanan bernilai positif maka akan
terjadi aliran udara masuk (inflow) melalui bukaan pada bangunan. Apabila
koefisien tekanan bernilai negatif maka akan terjadi aliran udara keluar dari
bangunan (outflow). Efek turbulen terjadi karena kecepatan angin tidak bersifat
statis melainkan bervariasi secara kontinyu yang menghasilkan fluktuasi tekanan.
Efek termal timbul dari perbedaan temperatur di dalam dan di luar
kandang (Bockett & Albright, 1987). Konveksi panas dari atap dan material
penyusun kandang dapat meningkatkan temperatur udara dan menurunkan
kerapatan udara dalam kandang sehingga mengakibatkan perbedaan tekanan udara
di dalam dan di luar kandang yang pada akhirnya terjadi aliran udara keluar
masuk kandang melalui bukaan.
Akibat faktor termal, terdapat suatu bidang pada bukaan kandang dimana
tidak terjadi aliran udara karena tekanan udara di dalam dan di luar kandang
besarnya sama. Bidang ini disebut bidang tekanan netral. Posisi bidang tekanan
netral memberikan gambaran bukaan yang berfungsi sebagai saluran masuk dan
saluran keluarnya udara. Pada bagian bawah bidang tekanan netral, tekanan udara
luar lebih tinggi daripada tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran
tekanan udara di dalam lebih tinggi dari tekanan udara di luar sehingga terjadi
aliran udara keluar (Brockett & Albright, 1987).
Computational Fluid Dynamics (CFD)
Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang
meliputi aliran fluida, pindah panas dan massa, serta fenomena lain seperti reaksi
kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah digunakan
sejak tahun 1960 untuk mendesain mesin jet dan aircraft. CFD merupakan
pemanfaatan komputer untuk memprediksi secara kuantitatif apa yang terjadi
pada saat fluida mengalir sehingga prediksi aliran fluida pada berbagai sistem
dapat dilakukan dengan biaya murah dan waktu relatif singkat dibandingkan
dengan metode eksperimen. Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi
tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur
aliran fluida sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangat
penting. Persamaan pengatur aliran fluida adalah persamaan differensial parsial
dan komputer digital tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan
tersebut secara langsung sehingga persamaan tersebut harus ditransformasikan ke
dalam persamaan aljabar sederhana dengan metode diskritisasi (Versteeg dan
Malalasekera, 1995).
Ada beberapa teknik distritisasi yang digunakan dan masing-masing
memiliki prinsip yang berbeda seperti : 1) metode beda hingga (finite different
methode); 2) metode elemen hingga (finite element methode) dan 3) metode
volume hingga (finite volume methode). Dalam simulasi pola aliran udara, udara
digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam
persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan dipecahkan dengan teknik
CFD (tiga dimensi) berdasarkan analisis numerik menggunakan metode volume
hingga (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
Persamaan diskrit yang dihasilkan dari persamaan diferensial umumnya
dalam bentuk implisit. Pada persamaan implisit, satu set pernyataan simultan atas
banyak persamaan individual dihasilkan, dan persamaan tersebut harus
diselesaikan dengan persamaan tertentu dan salah satunya menggunakan iterasi.
terdapat pada implisit. Iterasi terus dilakukan sampai selisih antara ruas kiri
dengan ruas kanan persamaan mendekati nol (konvergen).
Untuk menyelesaikan persamaan diferensial diperlukan boundary
condition dan initial condition seperti kecepatan, tekanan, variabel turbulensi.
Kondisi batas pada inlet, outlet, bukaan ventilasi, dan material penyusun kandang
harus memiliki acuan dalam penyelesaian persamaan diferensial parsial. Dalam
simulasi aliran fluida, jenis grid yang digunakan menjadi suatu hal yang sangat
diperhatikan. Kompleksitas domain aliran, ketersediaan program solver dan
numerical diffusion (suatu kesalahan diskritisasi yang dapat timbul jika grid tidak
sejajar dengan arah aliran) menjadi pertimbangan dalam penentuan jenis grid yang
akan digunakan.
Ada beberapa software yang digunakan dalam CFD untuk menyelesaikan
permasalahan aliran udara pada kandang sapi perah FH yaitu software Fluent
6.2.16, Gambit 2.2.30 dan Auto CAD 2005. Penggunaan software Auto CAD
untuk mempermudah penggambaran geometri kandang sebelum diproses lebih
lanjut dalam software Gambit 2.2.30 (pembuatan mesh dan penentuan kondisi
batas geometri kandang yang akan disikulasikan).Adapun sofware Fluent 6.2.16
digunakan untuk analisis distribusi suhu dan pola alirannya. Software Fluent
6.2.16 telah banyak beredar di pasaran dan telah banyak digunakan untuk analisis
pola aliran udara dan distribusi suhu pada berbagai kondisi dengan tingkat validasi
yang tinggi. Pada pemecahan masalah aliran dan distribusi fluida dua fase atau
lebih seperti kelembaban relatif (udara dan uap air) software Fluent 6.2.16 belum
dapat digunakan sehingga diperlukan teknik perhitungan untuk menentukan
besarnya kelembaban relatif (RH) yang terdistribusi dalam kandang. Perhitungan
distribusi RH dalam kadang didasarkan pada terjadinya proses pemanasan dalam
kandang akibat panas konveksi dari atap dan material bahan penyusun kandang,
dimana kondisi tekanan uap dan kelembaban mutlak tetap dan tidak terjadi
penambahan uap air pada kondisi kandang kosong.
Simulasi
Simulasi adalah teknik penyusunan dari kondisi nyata (sistem) dan
kemudian melakukan percobaan pada model yang dibuat dari sistem. Simulasi
diterapkan untuk menganalisa interaksi masalah yang rumit dari sistem. Simulasi
berguna untuk mengetahui pengaruh atau akibat suatu keputusan dalam jangka
waktu tertentu (Avissar, et.all., 1982).
Dalam melakukan simulasi, terlebih dahulu harus dibuat model yang akan
dijadikan acuan untuk melakukan simulasi agar diperoleh nilai ekonomis, efektif,
mudah, resiko kecil. Kriteria umum agar model simulasi efektif adalah : 1) model
simulasi dapat memprediksi proses fisik dan fisiologi dalam sistem dengan
ketepatan yang masuk akal dan dapat dibuktikan dengan percobaan; 2) model
simulasi bersifat umum dan cukup fleksibel untuk diaplikasikan pada sistem
tertentu yang memiliki kondisi lingkungan yang beragam. Untuk mengetahui
kriteria tersebut, parameter lingkungan yang digunakan adalah kondisi batas yang
mudah diukur dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan sistem. Skala waktu,
parameter, initial condition dapat dengan mudah diubah-ubah, serta dapat dengan
mudah menyelesaikan persamaan-persamaan yang tidak linier dan dapat mengkaji
sistem secara utuh (Avissar, et.all., 1982).
Simulasi dapat dilakukan dengan pembuatan model persamaan
matematika, program komputer, atau pembuatan model prototipe sehingga sistem
yang akan disimulasikan dapat terwakili oleh model yang disimulasikan. Simulasi
analisis distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kadang sapi perah FH
dapat dilakukan dengan persamaan matematika, dan program komputer.
Parameter yang harus diperhitungkan dalam simulasi analisis distribusi suhu dan
kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah antara lain suhu lingkungan,
suhu udara dalam kandang, suhu tanah, radiasi matahari, kecepatan angin, sistem
dan besaran ventilasi, bahan-bahan bangunan (konduktivitas panas, emisivitas,
koefisien pindah panas, absorpsivitas), suhu diurnal ternak (sapi perah) seperti
suhu kulit, rektal, pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986). Simulasi distribusi
parameter iklim mikro seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, sudut datang
radiasi matahari telah banyak dilakukan pada bangunan pertanian terutama
greenhouse baik menggunakan persamaan-persamaan matematika, program
PENDEKATAN TEORITIS
Teknik Simulasi Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) Pola distribusi suhu dan kelembaban udara relatif (RH) pada suatu ruangan
tertentu dapat dianalisis menggunakan CFD. Dalam CFD, pola aliran udara
digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan melalui
persamaan diferensial berupa koordinat cartesian. Pemecahan secara matematik
dalam CFD dilakukan melalui analisis numerik tiga dimensi dengan metode
volume hingga melalui diskretisasi dan iterasi. Analisis distribusi dan simulasi
suhu dan RH pada kandang sapi FH dalam CFD dapat dilakukan dengan
menggunakan software gambit 2.2.30 (meshing dan boundary condition) dan
fluent 6.2 (mendefinisikan model 3D, pemakaian energi, viscous model, jenis
material dan sifat termofisik fluida, input nilai boundary condition, inisialisasi,
iterasi dan visualisasi). Computational Fluid Dynamics (CFD) mengandung 3
komponen utama, yaitu : pre-processor, solver dan post-processror (Versteeg dan
Malalasekera, 1995).
Pre-processor
Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan
aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan
operator, berfungsi sebagai transformer input berikutnya ke dalam bentuk yang
sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor, dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mendefinisikan geometri daerah yang
dikehendaki (perhitungan domain); 2)pembentukan grid (mesh) pada setiap
domain; 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan; 4) menetukan
sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan
sebagainya); 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan.
Ketepatan aliran dalam geometri yang dibentuk dalam CFD ditentukan
oleh jumlah sel di dalam grid yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan
atau ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus
selalu seragam, dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang
memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak
Solver
Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam
CFD dengan software fluent 6.2. Metode yang digunakan adalah metode volume
hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite
difference) khusus. Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan
sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked
[image:34.612.104.487.216.678.2]Equation) (Gambar 2).
Gambar 2 Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE START
Tahap 1. Pecahkan persamaan momentum diskrit ai,j,kui,j,k= Σanbunb+ (pi-1,j,k– pi,j,k)Ai,j,k+ bi,j,k ai,j,kvi,j,k= Σanbvnb+ (pi,j-1,k– pi,j,k)Ai,j,k+ bi,j,k ai,j,kwi,j,k= Σanbwnb+ (pi,j,k-1– pi,j,k)Ai,j,k+ bi,j,k
Tahap 2. Pecahkan persamaan koreksi tekanan ai,j,kp’i,j,k= ai+1,j,kp’i+1,j,k+ ai-1,j,kp’i-1,j,k+ai,j+1,kp’i,j+1,k
+ ai,j-1,kp’i,j-1,k+ ai,j,k+1p’i,j,k+1+ ai,j,k-1p’i,j,k-1+ b’i,j,k
Tahap 3. Kecepatan dan tekanan koreksi pi,j,k= p*i,j,k+ p’i,j,k
ui,j,k= u*i,j,k+ u’i,j,k vi,j,k= v*i,j,k+ v’i,j,k wi,j,k= w*i,j,k+ w’i,j,k Set
p* = p , u*=u v*=v, w*=w
φ*=φ
Tahap 4. Pecahkan seluruh persamaan transport diskret Ai,j,kφi,j,k= ai+1,j,kφi+1,j,k+ ai-1,j,kφi-1,j,k+ai,j+1,kφi,j+1,k
+ ai,j-1,kφi,j-1,k+ ai,j,k+1φi,j,k+1+ ai,j,k-1φi,j,k-1+ b’φi,j,k
Konvergen ?
Stop
Nilai duga awal p*,u*,v*,w*, φ*
u*,v*,w*
p*
p,u,v,φ*
φ
ya tidak
START
Tahap 1. Pecahkan persamaan momentum diskrit ai,j,kui,j,k= Σanbunb+ (pi-1,j,k– pi,j,k)Ai,j,k+ bi,j,k ai,j,kvi,j,k= Σanbvnb+ (pi,j-1,k– pi,j,k)Ai,j,k+ bi,j,k ai,j,kwi,j,k= Σanbwnb+ (pi,j,k-1– pi,j,k)Ai,j,k+ bi,j,k
Tahap 2. Pecahkan persamaan koreksi tekanan ai,j,kp’i,j,k= ai+1,j,kp’i+1,j,k+ ai-1,j,kp’i-1,j,k+ai,j+1,kp’i,j+1,k
+ ai,j-1,kp’i,j-1,k+ ai,j,k+1p’i,j,k+1+ ai,j,k-1p’i,j,k-1+ b’i,j,k
Tahap 3. Kecepatan dan tekanan koreksi pi,j,k= p*i,j,k+ p’i,j,k
ui,j,k= u*i,j,k+ u’i,j,k vi,j,k= v*i,j,k+ v’i,j,k wi,j,k= w*i,j,k+ w’i,j,k Set
p* = p , u*=u v*=v, w*=w
φ*=φ
Tahap 4. Pecahkan seluruh persamaan transport diskret Ai,j,kφi,j,k= ai+1,j,kφi+1,j,k+ ai-1,j,kφi-1,j,k+ai,j+1,kφi,j+1,k
+ ai,j-1,kφi,j-1,k+ ai,j,k+1φi,j,k+1+ ai,j,k-1φi,j,k-1+ b’φi,j,k
Konvergen ?
Stop
Nilai duga awal p*,u*,v*,w*, φ*
u*,v*,w*
p*
p,u,v,φ*
φ
Proses pemecahan matematika pada solver memiliki 3 tahapan yaitu:
1) aproksimasi aliran yang tidak diketahui dilakukan dengan menggunakan fungsi
sederhana; 2) diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam
persamaan aliran disertai dengan manipulasi matematis; 3) penyelesaian
persamaan aljabar.
Pada proses solver, terdapat 3 persamaan atur aliran fluida yang
menyatakan hukum kekekalan fisika, yaitu : 1) massa fluida kekal; 2) laju
perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum
II Newton); 3) laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang
ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I
Termodinamika).
Kekalan Massa 3 Dimensi Steady State
Keseimbangan massa untuk fluida dinyatakan sebagai berikut :
laju kenaikan massa = laju net aliran massa ke dalam dalam elemen fluida elemen terbatas
Atau dapat ditulis dalam bentuk matematika (Versteeg & Malalasekera,
1995) sebagai berikut :
( ) ( ) ( )
0 = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ z w y v xu ρ ρ
ρ
... (6)
Persamaan (6) merupakan persamaan kontinuitas untuk fluida. Ruas kiri
menggambarkan laju net massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan
sebagai faktor konveksi.
Persamaan Momentum 3 Dimensi Steady State
Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes
dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Versteeg & Malalasekera,
1995) sebagai berikut :
Momentum x: MX S z u y u x u x p z u w y u v x u
u ⎥+
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2 μ
ρ ... (7)
Momentum y: My S z v y v x v y p z v w y v v x v
u ⎥+
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2 μ
Momentum z: MZ S z w y w x w z p z w w y w v x w
u ⎥+
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2 μ
ρ ... (9)
Persamaan Energi 3 Dimensi Steady State
Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika (Versteeg &
Malalasekera, 1995) yang menyatakan bahwa : laju perubahan energi partikel
fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan
laju kerja yang diberikan pada partikel.
Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut :
i S z T y T x T k z w y v x u p z T w y T v x T
u ⎥+
⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2
ρ ... (10)
Persamaan state:
Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika,
kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel p dan ρ, maka persamaan state
untuk p dan i (Versteeg & Malalasekera, 1995) adalah sebagai berikut :
p = p (ρ,T) ... (11)
i = i (ρ, T) ... (12)
Untuk gas ideal : p = ρ R T ... (13)
i = CVT
Post-processor
Hasil yang diperoleh dari proses yang berada dalam pre-processor dan
solver akan ditampilkan dalam post-processor. Tampilan tersebut dapat berupa :
1) tampilan geometri domain dan grid; 2) plot vektor; 3) plot permukaan 2 dan 3
dimensi; 4) pergerakan partikel; 5) manipulasi pandangan; 6) output warna.
Koefisien Konveksi pada Kandang Sapi Perah FH
Koefisien pindah panas konveksi (h) pada material penyusun kandang
(atap, lantai, dinding tegak) merupakan sifat termal bahan yang sangat diperlukan
sebagai input data dalam solver. Koefisien pindah panas konveksi pada kandang
mekanis). Koefisien pindah panas konveksi pada dinding tegak dan atap untuk
konveksi alami didekati dengan persamaan (Cengel, 2003) sebagai berikut:
L k Nu
h= ………..………...….... (14)
dimana Nuadalah bilangan Nusselt yang dirumuskan sebagai berikut:
2 27 8 16 9 6 1 Pr 492 , 0 1 387 , 0 825 , 0 ⎪ ⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + +
= RaL
Nu ... (15)
L
Ra adalah Rayleigh number yang merupakan fungsi dari Grashof dan Prandtl numbers sebagai berikut:
(
)
Pr
Pr 2
3 ν
β T T L
g Gr Ra s L L ∞ − =
= ... (16)
Bilangan Nusselt (Nu) untuk atap kandang sapi perah FH dengan
kemiringan atap sebesar (20o), bilangan Grashof-nya dirumuskan sebagai
berikut:
(
)
2 3 cos νθβ T T L g
GrL = s − ∞ ... (17)
untuk RaL < 109
Bilangan Nusselt untuk lantai dirumuskan sebagai berikut :
4 1 54 , 0 RaL
Nu= ... (18)
untuk 104 < RaL < 107
3 1 15 , 0 RaL
Nu= ... (19)
Koefisien Konveksi pada Kulit Sapi Perah
Ternak akan memproduksi panas dalam tubuhnya sebagai upaya
menghasilkan energi yang diperlukan untuk kehidupannya (beraktifitas dan
penyesuaian terhadap lingkungan). Panas yang diproduksi tergantung dari feed
intake dan aktifitas ternak. Feed intake pada ternak dinyatakan dalam total
digestible nutrient (TDN) yang menunjukkan total bahan pakan yang dapat
dicerna oleh ternak.
Panas yang diproduksi ternak akan dilepas melalui mekanisme evaporative
heat loss dengan jalan melakukan pertukaran panas pada kulit atau saluran
pernapasan (Purwanto, 1993) dan sebagian melalui feses dan urin (McDowell,
1972). Pelepasan panas ternak ke lingkungan atau kandang merupankan upaya
dari ternak menjaga keseimbangan energi yang diproduksi yang besarnya
tergantung feed intake . Pelepasan panas ternak ke lingkungan melalui kulit
menunjukkan bahwa ternak merupakan salah satu sumber panas dalam kandang.
Material yang menjadi sumber panas dapat dianalogikan sebagai radiator di dalam
teknik simulasi menggunakan CFD.
Koefisien pindah panas konveksi (h) secara umum dirumuskan (Cengel,
2003) sebagai berikut :
(
− ∞)
=
T T A
Q h
s
... (20)
Dimana Q merupakan besarnya panas yang dipindahkan. Besarnya panas
yang dipindahkan dari tubuh ternak (sapi perah FH) tergantung dari produksi
panas yang dihasilkan oleh ternak (Purwanto et a.l ,1993) seperti terlihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Total produksi panas (kJ/kg.mbs.jam) yang dihasilkan sapi perah FH pada berbagai tingkat konsumsi pakan (feed intake)
Kondisi Konsumsi pakan (feed inteke level)
ternak Rendah (TDN 43,5
g/kg.mbs)
Menengah (TDN 58,0 g/kg.mbs)
Tinggi (TDN 72,5
g/kg.mbs)
Berdiri 25,48 29,87 33,90
Berbaring 21,07 25,19 28,53
Perhitungan Distribusi RH Udara Dalam Kandang
Pada kondisi kandang tidak diisi sapi (kandang kosong), dengan
menggunakan ventilasi alamiah, terjadi peningkatan suhu di dalam kandang akibat
panas yang dipindahkan secara konveksi oleh material penyusun kandang seperti
atap, dinding dan lantai. Meningkatnya suhu di dalam kandang yang lebih tinggi
dari suhu udara lingkungan mengindikasikan bahwa di dalam kandang dapat
terjadi pemanasan. Pemanasan udara dalam kandang dapat digambarkan dalam
kurva psychrometric. Suhu udara sebelum terjadi pemanasan dinyatakan dalam
TA, setelah adanya pemanasan berubah menjadi TB. Perubahan suhu selama
pemanasan berlangsung pada garis horizontal pada kurva psychrometric, pada
kondisi tekanan uap dan kelembaban mutlak tetap. Selama pemanasan tidak
terjadi penambahan uap air (jumlah udara kering yang masuk ke kandang sama
dengan jumlah udara kering yang keluar kandang). Pada kondisi tekanan atmosfir,
bila suhu meningkat maka akan terjadi penurunan kelembaban relatif (Gambar 3).
Gambar 3 Diagram proses pemanasan pada kurva psychrometric
Kelembaban relatif (RH) merupakan perbandingan antara tekanan uap
terhadap tekanan jenuh air pada suhu tersebut (Brooker et al., 1984) dan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
s v
P P
RH = ... (21)
Jika kelembaban mutlak (H) di dalam kandang konstan, maka :
v atm v P P P H −
= 0,6219 ... (22) TA Suhu bola kering (oC) TB
K e le m b ab an m u tl a k ( H ) Pemanasan RH A RH B
TA Suhu bola kering (oC) TB
dimana 255,38oK ≤ T ≤ 533,16oK dan Pv < Patm , sehingga tekanan uap
dalam kandang juga konstan. Jika kelembaban udara lingkungan (RHa) dan
kelembaban udara dalam kandang (RHrk), maka :
srk sa
a rk
P P RH RH
= ... (23)
2
4 3 2 ln
GT FT
ET DT CT BT A R Ps
−
+ + + + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
... (24)
dimana 273,16oK ≤ T ≤ 533,16oK (dari Keenan dan Keyes, 1936 dalam
ASAE standard, 1994) diperoleh nilai A,B,C,D,E,F,G dan R sebagai berikut:
A = -27.405,526 E = -0,48502 x 10-7
B = 97,5413 F = 4,34903
C = -0,146244 G = 0,39381 x 10-2
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai
Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sapi perah FH,
sapi perah FH, konsentrat, hijauan, air minum, tambang dan bambu. Kandang sapi
perah yang digunakan adalah kandang sapi perah FH (heifers) berkapasitas 20
ekor sapi dengan model kandang tail to tailyang memiliki ukuran: panjang 13 m,
lebar 6,3 m dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang terbuat dari semen beton dengan
kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat
pakan dan minum terbuat dari beton. Sapi perah yang digunakan adalah sapi perah
peranakan Fries Holland (FH) sebanyak 20 ekor dengan bobot badan berkisar 185
– 645 kg. Kandang dan sapi perah FH yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 4a dan Gambar 4b.
a b
Gambar 4 Kandang sapi perah FH penelitian (a) dan sapi perah FH (b)
Peralatan
Peralatan yang digunakan meliputi weather station, termokopel, recorder,
anemometer, termometer (bola basah dan bola kering), pyranometer, mistar ukur,
timbangan sapi, note book dan personal computer (PC) dengan software
Metode Penelitian
Pengumpulan Data Teknik dan Sifat Termofisik Bahan Penyusun Kandang
Data dimensi bangunan (panjang, lebar, tinggi), ukuran ventilasi, atap,
bak air minum serta jenis-jenis bahan yang menyusunnya diperoleh dari gambar
teknik pelaksanaan pembangunan kandang sapi perah FH yang dibuat pada
tanggal 24 Desember 1993. Data jenis bahan penyusun kandang digunakan untuk
mengetahui sifat termofisik seperti konduktivitas, massa dan panas jenis bahan.
Kandang sapi perah FH dalam bentuk ortogonal dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kandang sapi perah FH (ortogonal)
Pengukuran Parameter Iklim Mikro
Parameter iklim mikro yang diukur adalah suhu, kelembaban udara, arah
dan kecepatan angin serta radiasi matahari. Parameter iklim mikro di luar
kandang diukur menggunakan weather station yang diletakkan 6 m di sebelah
kanan kandang, sedangkan di dalam kandang diukur dengan termokopel,
termometer (bola basah dan bola kering), recorder dan anemometer. Radiasi
matahari yang diukur adalah radiasi matahari sesaat yang diterima oleh atap
kandang. Nilai hasil pengukuran weather station terbaca dan tersimpan dalam
note book. Pengukuran dilakukan tiap 20 menit. Untuk mengetahui sifat-sifat
udara lainnya digunakan kurva psychrometrict.
Termokopel sebagai sensor suhu dipasang sebanyak 32 unit dalam
kandang, bahan bangunan kandang, dan sapi dengan rincian sebagai berikut: di
atap kanan dan kiri (masing-masing 1 unit), lantai pada kedalaman 0,2 m (2 unit), U
S U
tembok kanan dan kiri (masing-masing 1 unit), bak air (1 unit), tembok atas (1
unit), di dalam kandang (24 unit) pada ketinggian (sumbu z) 0,6 m, 1,2 m dan 1,6
m. Pada tiap-tiap ketinggian termokopel diletakkan pada arah horizontal (sumbu
x) dengan jarak 1,2 dan 3,2 m (tengah kandang), sedangkan pada arah sumbu y,
termokopel diletakkan pada jarak 1,6, 2,7, 3,8 dan 6,0 m.
Termokopel dihubungkan dengan recorder untuk menampilkan temperatur
yang terukur dan diset pada selang 20 menit untuk setiap kali pengukuran dengan
selang pengukuran antara pukul 06.00-18.00. Secara lebih jelas lokasi titik-titik
termokopel dalam kandang sapi perah FH dapat dilihat pada Tabel 6 dan bentuk
geometri kandang sapi perah FH dapat dilihat pada Gambar 6.
Untuk mengukur kelembaban relatif (RH) udara di dalam dan luar
kandang, dipasang termometer (bola basah dan bola kering). Dipasang 4 buah
termometer bola basah dan bola kering dalam kandang pada posisi x = 1,2 dan 3,2
m, y = 2,7 dan 3,8, z = 1,6 m. Dipasang juga 1 buah termometer bola basah dan
[image:43.612.128.503.408.650.2]bola kering di luar kandang.
Tabel 6 Lokasi titik-titik pengukuran suhu udara dalam kandang dengan termokopel
X (m) Y (m) Z (m) Unit X (m) Y (m) Z (m) Unit
1,2 1,6 0,6 1 3,2 1,6 1,2 1
1,2 2,7 0,6 1 3,2 2,7 1,2 1
1,2 3,8 0,6 1 3,2 3,8 1,2 1
1,2 6,0 0,6 1 3,2 6,0 1,2 1
3,2 1,6 0,6 1 1,2 1,6 1,6 1
3,2 2,7 0,6 1 1,2 2,7 1,6 1
3,2 3,8 0,6 1 1,2 3,8 1,6 1
3,2 6,0 0,6 1 1,2 6,0 1,6 1
1,2 1,6 1,2 1 3,2 1,6 1,6 1
1,2 2,7 1,2 1 3,2 2,7 1,6 1
1,2 3,8 1,2 1 3,2 3,8 1,6 1
1,2 6,0 1,2 1 3,2 6,0 1,6 1
Gambar 6 Bentuk geometri kandang sapi perah FH
Pengukuran Luas Permukaan dan Suhu Kulit Sapi Perah FH
Luas permukaan kulit sapi perah FH sebagai area heat transfer merupakan
fungsi dari bobot badan sapi. Semakin besar bobot badan sapi, semakin besar luas
permukaan kulitnya dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Esmay dan Dixon,
1986):
As = 0,21 W 0,48 ………..…...