• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN DISTRIBUSI SUHU DAN ALIRAN UDARA PANAS PADA ALAT PENGERING GABAH TIPE HIBRID MENGGUNAKAN SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN DISTRIBUSI SUHU DAN ALIRAN UDARA PANAS PADA ALAT PENGERING GABAH TIPE HIBRID MENGGUNAKAN SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

DYNAMICS (CFD)

SKRIPSI

FANNI WULANDARI 140308067

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

DYNAMICS (CFD)

SKRIPSI

FANNI WULANDARI 140308067

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Melaksanakan Seminar Hasil di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

(Adian Rindang, STP, M.Si) NIP. 198704282015042001

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

i

Pengering Gabah Tipe Rotari Menggunakan Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD). Dibimbing oleh ADIAN RINDANG.

Pengeringan gabah dilakukan untuk mengawetkan gabah sehingga mutu dapat dipertahankan selama penyimpanan. Sebuah model pindah panas telah dikembangkan menggunakan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) yang dapat melihat pola distribusi suhu dalam proses pengeringan konvektif gabah pada alat pengering rotari menggunakan energi kombinasi antara pembakaran biomassa sekam padi dengan elemen pemanas heater. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pola distribusi udara panas dalam ruang pengering menggunakan metode CFD dan dilanjutkan dengan validasi. Parameter yang digunakan sebagai input data CFD adalah kecepatan aliran udara dan suhu pada pengukuran eksperimental untuk waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Hasil analisis CFD menunjukkan pola aliran udara dan kecepatan udara pada ruang pengering cukup konstan dengan rata-rata 3,15 m/s. Suhu rata-rata pada silinder bagian atas adalah 50,94⁰C, sedangkan silinder bagian bawah 43,33⁰C. Pada waktu pengeringan 3 jam menghasilkan kontur udara panas yang cukup merata dengan suhu ruang pengering 49,02°C. Validasi yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup valid pada suhu ruang pengering dan kecepatan aliran udara, yang ditandai dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,988 dan 0,959.

Kata Kunci: suhu udara, aliran udara, pengering rotari,CFD

ABSTRACT

FANNI WULANDARI: Study Of Temperature And Hot Air Flow Distribution Of Hybrid Typed Grain Dryer Using Computational Fluid Dynamics (CFD) Simulation. Supervised By ADIAN RINDANG.

Grain drying is done to preserve grain so that the quality can be maintain during storage.

A heat transfer model has been developed using a Computational Fluid Dynamics (CFD) simulation that can see the temperature distribution pattern in the convective drying process of grain in rotary dryer using an energy combination of burning rice husk biomass and elements heating. The purpose of this research was to find at the pattern of distribution of hot air in the drying chamber using the CFD method and proceed with validation. Parameters in the experiment used as input to CFD was air flow velocity and temperature at experimental measurements for 1 hour, 2 hours, and 3 hours. The results of CFD analysis showed that the airflow pattern and air velocity in the drying chamber was quite constant with an average of 3,15 m/s. The average temperature in the upper cylinder of 50,94 C, while the lower cylinder of 43,33 C. At 3 hours drying, the contour of the hot air was fairly even with the drying chamber temperature of 49,02 C. The validation performed shows quite valid results in the temperature and air velocity of drying chamber which was indicate by R2 of 0,988 and 0,959 respectively.

Keywords: air temperature; air flow; rotary dryer; CFD

(4)

ii

Penulis lahir di Medan pada tanggal 09 April 1997, anak dari bapak Siswanto dan ibu Fitriani. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Sultan Iskandar Muda Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan lulus pada pilihan pertama di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA). Anggota pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FP USU 2017/2018. Anggota BKM AL-Mukhlisin 2015-2016. Penulis pernah menjadi asisten laboratorium Mekanika Fluida pada tahun 2015 dan laboratorium Robotika pada tahun 2016.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk. Gunung Malayu Palm Oil Mill, Sumatera Utara pada bulan Juli tahun 2017.

Kemudian pada tahun 2018 mengadakan penelitian skripsi dengan judul

“Kajian Distribusi Suhu dan Aliran Udara Panas Pada Alat Pengering Gabah Tipe Hibrid Menggunakan Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD)” di Medan.

(5)

iii

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Aliran Udara Dan Suhu Pada Alat Pengering Gabah Tipe Hibrid Menggunakan Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD)”.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua beserta keluarga besar tercinta yang telah memberikan segala dukungan kepada penulis baik moril maupun materil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Adian Rindang, STP, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, teman-teman Keteknikan Pertanian 2014 dan kepada TALENTA Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam pembiayaan penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2019 Penulis

(6)

iv

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Batasan penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 6

Gabah Padi (Oriza sativaL.) ... 6

Prinsip Dasar Pengeringan ... 8

Kadar Air ... 11

Pengering Tipe RotaryDryer ... 11

Metode Computational Fluid Dynamic(CFD) ... 13

Teknik Simulasi CFD ... 15

Analisa Teknik ... 19

Validasi Model Simulasi ... 22

METODOLOGI PENELITIAN ... 25

Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

Bahan dan Alat ... 25

Metode Penelitian ... 25

Prosedur Penelitian ... 30

Parameter Penelitian ... 31

Asumsi dalam Simulasi CFD ... 32

Kondisi Awal dalam simulasi CFD ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Analisa Distribusi Udara Panas ... 34

Validasi Suhu ... 42

Analisa Kecepatan Aliran Udara... 44

Validasi Kecepatan Aliran Udara ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

Kesimpulan ... 51

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 53

(7)

v

No. Hal.

1. Pengelompokan butiran gabah menurut USDA ... 7

2. Produksi padi 2011-2015 di Sumatera Utara ... 8

3. Kriteria pengukuran statistik nilai koefisien korelasi ... 23

4. Posisi sensor suhu di dalam ruang pengering ... 27

5. Data input kondisi batas (boundary condition) pada rotary dryer ... 29

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

No Hal.

1. Skema peletakan sensor pada silinder rotary dryer ... 26 2. Grafik suhu selama pengukuran langsung ... 35 3. Kontur suhu pada waktu 1 jam, 2 jam dan waktu 3 jam ... 39 4. Validasi suhu pengukuran langsung dan suhu simulasi CFD pada

waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam ... 43 5. Kecepatan aliran udara rata-rata pengukuran langsung ... 45 6. Vektor aliran udara pada waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam ... 48 7. Validasi kecepatan aliran udara pengukuran langsung dan simulasi

CFD pada waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam ... 49

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Flow chart penelitian ... 55

2. Perhitungan nilai koefisien pindah panas... 56

3. Perhitungan nilai heat flux ... 74

4. Data input CFD ... 76

5. Data input properti CFD ... 77

6. Distribusi suhu hasil pengukuran langsung di dalam silinder pengering... 78

7. Kecepatan aliran udara ... 79

8. Gambar alat pengering ... 80

9. Hasil meshing ... 81

10. Proses iterasi ... 82

11. Tahapan penggunaan ANSYS Fluent untuk simulasi... 83

12. Dokumentasi bahan dan alat pertanian ... 88

13. Gambar teknik ... 90

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penanganan pasca panen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian dapat diolah dan disimpan dengan kualitas yang tidak berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses penanganan pasca panen biji-bijian yang penting adalah pengeringan. Pengeringan merupakan usaha mengurangi sejumlah massa air dari dalam bahan sampai dengan kondisi tertentu sehingga aman untuk disimpan. Berkurangnya kandungan air dalam bahan akan menurunkan resiko kerusakan bahan akibat aktivitas enzimatis dan biologi sehingga bahan pertanian dapat dipertahankan kualitasnya selama proses penyimpanan (Winarno, 2007).

Di Indonesia, pengeringan produk pertanian seperti biji-bijian pada umumnya masih dilakukan dengan memanfaatkan panas matahari. Namun, cara ini sangat tergantung pada musim, membutuhkan waktu pengeringan yang lama, tenaga kerja yang banyak, dan tempat yang luas. Pengeringan dengan waktu yang lama dan suhu yang rendah memberikan kesempatan bagi aktivitas mikroorganisme baik bakteri maupun jamur untuk tumbuh dan berkembang sehingga terjadi proses pembusukan. Sedangkan pengeringan yang dilakukan dengan cepat pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen bahan yang dikeringkan, baik secara fisik maupun kimia.

Oleh karena itu, perlu dipilih cara pengeringan yang efektif dan efisien agar tidak terjadi kerusakan pada produk-produk pertanian (Gunasekaran et al., 2012).

(11)

Padi merupakan salah satu tanaman pangan terpenting. Padi telah menjadi komoditas strategis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Hal ini dikarenakan padi merupakan sumber makanan utama sebagian besar penduduk di Indonesia, dan juga merupakan salah satu sumber perekonomian sebagian besar penduduk di pedesaan. Semakin besar jumlah penduduk, maka akan semakin besar kebutuhan akan pangan, terutama beras. Sehingga, dibutuhkan peningkatan produksi beras nasional (Aryunis et al., 2008).

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki wilayah pertanian yang cukup luas. Namun ironisnya Indonesia masih mengimpor beras dari negara lain.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik sepanjang Januari-Oktober 2017, impor beras Indonesia mengalami peningkatan hingga mencapai 256,56 ribu ton dibanding impor periode Januari-Desember 2016 seberat 1,28 juta ton (BPS, 2017). Hal ini bertentangan dengan fakta bahwa Indonesia memiliki luas panen padi yang mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,67% atau luas panen padi mencapai 13,45 juta hektar pada tahun 2012 dan mencapai 15,04 juta hektar di tahun 2016 (Pusdatin, 2017).

Keterbatasan dalam penanganan pasca panen khususnya dalam proses pengeringan gabah menjadi salah satu faktor tidak terpenuhinya jumlah produksi pangan nasional. Pengeringan pada gabah merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan pasca panen sebab merupakan pekerjaan tingkat permulaan sebelum gabah digiling atau disimpan maka akibat pengeringan yang tidak baik maka akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit (Gunasekaran et al., 2012).

Tujuan pengeringan yaitu untuk mendapatkan gabah kering yang tahan simpan

(12)

dan memenuhi persyaratan kualitas gabah yang akan dipasarkan dengan cara mengurangi kadar air pada gabah (Rajkumar dan Khulantaisami, 2016).

Menurut Yahya (2015), kadar air padi setelah panen sekitar 20-23% basis basah pada musim kemarau dan 24-27% basis basah pada musim hujan.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai kualitas gabah, baik kualitas 1-3 mensyaratkan bahwa kadar air (KA) gabah 14% basis basah.

Kebijakan ini ditetapkan agar gabah dapat disimpan dalam jangka waktu 6 bulan yang selanjutnya disebut Gabah Kering Giling (GKG).

Selama ini pengeringan gabah di Indonesia sebagian besar dilakukan dengan metode penjemuran langsung di bawah sinar matahari. Metode ini dinilai paling murah karena melimpahnya energi matahari. Pada umumnya masyarakat mengeringkan gabah selama dua hari penuh saat panas terik dan tiga hari saat tidak terlalu terik. Akan tetapi pengeringan dengan metode penjemuran langsung ini memiliki kekurangan seperti resiko tercemar kotoran, kehilangan akibat di makan binatang, kehujanan, dan menurunnya aspek kualitas jagung pipilan akibat pengeringan yang tidak terkendali (Winarno, 2007).

Dalam menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, pengeringan secara konvensional sering tidak dapat dilakukan, dikarenakan cuaca yang tidak menentu. Dengan demikian gabah tidak dapat kering dan akan menimbulkan kerusakan, seperti busuk, berjamur, tumbuh kecambah, butir kuning, sehingga dalam kondisi demikian usaha peningkatan produksi gabah menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan alat pengering mekanis. Dalam penggunaannya, pengeringan mekanis ini selain dapat mempercepat proses pengeringan juga dapat menjaga kebersihan dan kualitas gabah karena berada di

(13)

dalam suatu ruang pengering sehingga terhindar dari debu dan kotoran lainnya (Gunasekaran et al., 2012).

Solusi dari permasalahan tersebut adalah penggunaan pengering mekanis tipe rotary dryer. Rotary dryer merupakan alat pengering berbentuk drum dan berputar secara kontinyu yang dipanaskan dengan tungku atau gasifier. Pengering rotari terdiri atas sirip yang berputar di dalam silinder sehingga bahan yang ada didalamnya akan ikut bergerak. Untuk dapat menganalisis dan merancang pengering rotari secara optimal perlu dipahami peristiwa perpindahan panas dan massa yang terjadi di dalam pengering rotari (Aman et.al., 2013).

Penelitian secara eksperimental mempunyai keterbatasan yaitu data yang tersedia hanya pada kondisi eksperimen saja dan belum komprehensif (parsial) serta permasalahan mengenai distribusi udara panas masih menjadi isu utama dalam teknologi pengeringan mekanis khususnya rotary dryer. Oleh karena itu untuk mendapatkan kondisi yang lebih komprehensif diperlukan penelitian dengan pengembangan sebuah model simulasi. Pengetahuan tentang fenomena pengeringan akan membantu pemahaman dalam mendesain proses dan menentukan kondisi operasi pengering rotari yang optimum (Tuakia, 2008)

Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) menjadi salah satu metode yang sering digunakan untuk memprediksi distribusi aliran udara pada suatu model. CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia dengan menyelesaikan persamaan matematika (Tuakia, 2008). Dengan demikian penggunaan CFD dapat membantu mengetahui keadaan fluida secara visual yang terdapat pada suatu ruang sehingga simulasi CFD dianggap penting dalam pemecahan masalah distribusi aliran udara panas

(14)

pada suatu model. Hal tersebut mengacu pada keunggulan simulasi CFD, salah satunya adalah mempermudah dalam mengevaluasi performa atau hasil modifikasi alat dengan sedikit waktu dan biaya (Tuakia, 2008).

Wulandani et al., (2009) memecahkan masalah distribusi aliran udara panas pada alat pengering ERK tipe rak berputar menggunakan simulasi CFD.

Dari hasil simulasi tersebut dihasilkan sebuah inovasi berupa desain pengering ERK tipe rak berputar yang optimal dengan bentuk trapesium. Simulasi CFD juga dapat memperkirakan suhu ruang pengering dan suhu komponennya dalam mengevaluasi kinerja pengering. Arnanda (2015) menjadikan evaluasi tersebut sebagai acuan modifikasi pengering dengan penambahan sirip pada penukar panas sebagai upaya pengembangan desain pengering ERK tipe rak ganda.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pola distribusi aliran udara panas dan suhu pada rotary dryer yang mengggunakan energi kombinasi.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai syarat untuk dapat menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai input informasi yang dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

3. Sebagai referensi bagi pihak yang membutuhkan, terutama untuk para petani padi (Oriza sativa L.)

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Gabah

Tanaman padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman biji- bijian yang berasal dari benua Asia. Biji padi disebut gabah, dan gabah yang sudah tua, akan diolah menjadi beras. Berikut ini merupakan sistematika dari tanaman padi :

Kingdom :Plantae Divisi :Angiospermae Kelas :Monocotyledoneae

Ordo :Poales

Famili :Poaceae

Genus :Oryza

Spesies :Oryza sativaL.

Ciri-ciri umum tanaman padi ini adalah termasuk dalam terna semusim yang berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Padi saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat (Mustofa, 2011). Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapatkan sinar matahari yang yang lama.

Temperatur rata-rata yang dibutuhkan tanaman padi yaitu sekitar 20-37,8oC (Grist, 1975).

Asal kata “gabah” berasal dari bahasa Jawa yakni bulir padi. Biasanya mengacu pada bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya (jerami). Gabah adalah bulir hasil tanaman padi yang telah dilepaskan dari tangkainya dengan cara

(16)

dirontokkan. Bobot gabah pada kadar air 0% berkisar antara 12-44 mg, sedangkan bobot sekam rata-rata sebesar 20% dari bobot gabah (Patiwiri, 2006).

Subspesies padi yang ditanam di dunia secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga subspesies, yaitu japonica (tipe A), javanica (tipe B), dan indica (tipe C). Pengelompokkan ini didasarkan pada bentuk gabah baik dari panjang maupun lebarnya (Patiwiri, 2006). Karakteristik fisik gabah pada beberapa varietas padi berbeda-beda baik dalam hal dimensi dan visual gabah. Perbedaan dimensi gabah dari beberapa varietas padi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengelompokan butiran gabah menurut USDA

Tipe butiran Panjang butiran Rasio panjang/lebar

Butir pendek <5,5 mm <2,1

Butir sedang 5,5-6,6 mm <2,1-3,0

Butir panjang >6,6 mm >3,1

Sumber: Patiwiri (2006)

Gabah bulir padi atau gabah merupakan komoditas vital bagi Indonesia, Pemerintah memberlakukan regulasi harga dalam perdagangan gabah.

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2012 tentang kebijakan pengadaan gabah/beras 2 dan penyaluran beras oleh pemerintah, terdapat istilah-istilah khusus yang mengacu pada kualitas gabah sebagai dasar penentuan harga :

1. Gabah Kering Panen (GKP), gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 18% bb tetapi lebih kecil atau sama dengan 25% bb (18%<KA<25%),

2. Gabah Kering Simpan (GKS), adalah gabah yang mengandung kadar air antara 14% bbsampai dengan 18% bb (14%<KA<18)

3. Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang mengandung kadar air maksimal 14% bb (Bulog, 2011).

(17)

Tabel 2. Produksi padi 2011-2015 di Sumatera Utara

Tahun Produksi (ton/tahun)

2011 2012 2013 2014 2015

36.07403 37.15514 37.27249 36.31039 40.44829

Sumber : Biro Pusat Statistik (2015).

Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%.

Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen (GKP), memiliki kadar air antara 20-27%. Apabila gabah disimpan sebelum digiling, kadar airnya harus diturunkan terlebih dahulu dengan cara dikeringkan sampai kadar air maksimum 18%. Pada kadar air ini gabah disebut gabah kering (Hasbullah dan Dewi , 2009).

Menurut Gunasekaran et al., (2012) kendala yang dihadapi oleh para petani untuk menghasilkan gabah berkualitas yang sesuai standar Bulog adalah kurang maksimalnya kualitas gabah kering yang dihasilkan karena masih banyak petani yang menerapkan sistem pengeringan secara konvensial dalam pengeringan gabah yaitu dengan cara menjemurnya dibawah sinar matahari. Cara konvensional ini sering tidak efisien karena cuaca yang sulit di prediksi, lahan sempit yang menyebabkan sulitnya proses pengeringan gabah sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan gabah dengan kualitas baik.

Prinsip Dasar Pengeringan

Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan massa secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan massa air yang terkandung dalam suatu bahan yang dipindahkan dari permukaan bahan ke udara

(18)

pengering dalam media pengering. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara pengering karena adanya perbedaan kandungan uap air pada udara pengering dengan kandungan uap air pada bahan yang akan dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara pengering lebih sedikit atau dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi (RH) yang rendah sehingga terjadi penguapan. Suatu proses pengeringan terdiri dari tiga periode laju pengeringan, yaitu : a). Periode laju pengeringan menaik, b) Periode laju pengeringan konstan dan c) Periode laju pengeringan menurun (Austin, 2015).

Mekanisme pengeringan dapat dipengaruhi oleh karakteristik produk, kontak antara udara panas dan permukaan produk serta karekteristik pindah panas dan massa dari luar produk ke bagian dalam produk atau sebaliknya. Pada awalnya, laju pengeringan akan bergantung pada laju perpindahan panas dan massa dari permukaan produk ke udara sekitarnya namun pada saat ini jumlah air yang dikeluarkan dari produk (KA bebas produk) relatif banyak. Sehingga saat produk mencapai KA kritis dimana KA bebas telah diuapkan, maka tingkat pengeringan akan ditentukan oleh laju pergerakan air dari dalam ke permukaan produk, dan jarak panas tersebut melewati bagian dalam bahan/produk yang akan dikeringkan (Heldman dan Singh, 2009).

Prinsip dalam proses pengeringan adalah terjadinya pindah panas dari sumber panas menuju alat pengering sehingga menyebabkan terjadinya difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan ke lingkungan (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Proses pengeringan yang terjadi pada ruang pengering yaitu mengalirkan udara bertemperatur tinggi yang ada dalam ruang pengering menuju permukaan bahan yang akan dikeringkan yaitu gabah. Pengaliran panas atau pindah panas

(19)

dapat terjadi yaitu secara konduksi dan konveksi. Hal ini mengakibatkan kandungan air dari gabah akan menguap dan terbawa oleh aliran udara keluar (Nusyirwan, 2014).

Suhu pengeringan sangat menentukan laju penguapan air selama proses pengeringan. Jika perbedaan suhu antara media pemanas dengan bahan yang akan dikeringkan besar, maka kecepatan pindah panas ke dalam bahan juga semakin besar. Proses penguapan yang berlangsung secara kontinyu menyebabkan gabah akan semakin kering (Taib et al., 2008).

Dalam pengeringan pada umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum guna meningkatkan nilai efesiensi alat. Berbagai cara dilakukan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan.

Transfer energi melalui interaksi molekuler dilakukan oleh suatumolekul yang berada pada tingkat energi (temperatur) yang lebih tinggi memberikan energi ke molekul-molekul yang di dekatnya pada tingkat energi yang lebih rendah.

Transfer ini bisa terjadi dalam sebuah sistem yang mempunyai gradien temperatur dan yang di dalamnya terdapat molekul zat padat, zat cair dan udara (Welty et al., 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah luas permukaan bahan, suhu, kecepatan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer, dan lama pengeringan (Erlina dan Tazi, 2009).

Pada proses pengeringan bahan hasil pertanian, besar suhu yang digunakan dalam pengaliran udara pengering yang baik adalah 45oC-75oC. Pengeringan yang dilakukan pada suhu dibawah 45oC menyebabkan masih berkembang biaknya mikroba dan jamur yang dapat merusak produk sehingga waktu simpan dan mutu produk menjadi rendah. Namun pada suhu udara pengering diatas 75oC

(20)

menyebabkan struktur kimiawi dan sifat produk rusak karena perpindahan panas dan massa air yang berdampak perubahan struktur sel (Saced et al., 2008).

Kadar Air

Kadar air suatu bahan adalah kandungan air yang terdapat pada bahan yang dinyatakan dalam persen. Penentuan kadar air suatu bahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) kadar air basah, dan (2) kadar air basis kering.

Beberapa persamaan kadar air suatu bahan (Henderson dan Perry, 1976) : Ka (%bb) =

x 100 % ... (1) Ka (%bk) =

x 100 % ... (2) Dimana :

bb = kadar air basis basah (%) bk = kadar air basis kering (%) mw = berat air (kg)

ms = berat padatan (kg)

Kadar air gabah yang optimal setelah dilakukan pengeringan adalah 14%

bb, ini merujuk pada kadar air optimal untuk melakukan penggilingan yaitu 13- 15% bb. Hal ini karena jika kadar air lebih tinggi maka gabah akan sulit dikupas, sedangkan jika kadar air gabah lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah.

Gabah yang baru di panen (GKP) memiliki kadar air antara 18-25% bb (Hasbullah dan Dewi , 2009).

Pengering Tipe Rotary Dryer

Rotary dryer atau dapat juga disebut dengan drum dryer merupakan alat

(21)

menggunakan tungku atau gasifier. Alat pengering ini dapat bekerja pada aliran udara melalui poros silinder horizontal berputar yang dialiri udara panas untuk menguapkan air produk. Penggunaan silinder horizontal berputar dimaksudkan untuk memungkinkan aliran udara mengalir secara merata melalui permukaan produk yang dikeringkan (Aman et al., 2013). Pada bagian dalam silinder pengering diberi sirip untuk memudahkan produk terkena aliran udara panas secara merata dan lebih banyak mengalami penyusutan serta mempercepat waktu pengeringan (Jumari dan Purwanto, 2005).

Pengering tipe rotary biasa digunakan untuk mengeringkan bahan yang berbentuk bubuk, granular, gumpalan partikel padat dengan ukuran besar.

Pemasukkan dan pengeluaran bahan terjadi secara otomatis serta berkesinambungan akibat adanya gerakan vibrator, putaran lubang umpan, gerakan berputar dan gaya gravitasi. Sumber panas yang digunakan dapat berasal dari uap listrik, batubara dan gas (Zikri et al., 2015).

Secara umum, alat rotary dryer terdiri atas sebuah silinder yang berputar di atas sebuah bearing dengan kemiringan yang kecil menurut sumbu horizontal, rotor, gudang piring, perangkat transmisi, perangkat pendukung, cincin meterai, dan suku cadang lainnya. Panjang silinder biasanya bervariasi antara 4 sampai lebih dari 10 kali diameternya (bervariasi dari 0,3 sampai 3 m) (Land, 1991).

Rotary dryer memiliki tiga komponen utama, yaitu tungku pembakaran (furnace), penukar panas (heat excanger), dan silinder ruang pengering. Prinsip kerja dari pengering rotary dryer adalah memanfaatkan panas dari furnace yang dialirkan ke dalam penukar panas, yang kemudian diteruskan ke silinder ruang pengering. Umpan padatan dimasukkan dari salah satu ujung silinder dan karena

(22)

rotari, pengaruh ketinggian dan slope kemiringan, produk keluar dari salah satu ujungnya. Rotary dryer ini dipanaskan dengan kontak langsung antara udara panas yang dihasilkan dari sumber panas berupa pembakaran biomassa atau aliran listrik yang dialirkan ke dalam penukar panas, yang kemudian diteruskan ke silinder ruang pengering (Aman et al., 2013).

Metode Computational Fluid Dynamic (CFD)

Computational Fluid Dynamic (CFD) merupakan metode untuk mengkaji fenomena pergerakan fluida yang dianalisis secara komputasi. Secara definisi CFD merupakan ilmu yang menganalisis sistem yang meliputi aliran fluida, panas dan fenomena lain seperti reaksi kimia yang menggunakan simulasi berbasis komputer dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika) yang menjelaskan mengenai hukum-hukum konversi massa, momentum dan energi (Tuakia, 2008).

Metode pemodelan CFD adalah salah satu metode pilihan dalam permodelan selama proses pengeringan gabah. Fungsional CFD adalah untuk melihat distribusi suhu dan aliran udara dalam pengering sehingga dapat menjadi acuan dalam membuat suatu modifikasi pengering atau mengevaluasi pengoperasian pengering (Ferrua dan Singh, 2009).

Mirade dan Daudin (2000) menggunakan metode CFD untuk mengetahui pola aliran udara dalam pengering sosis modern sebagai upaya dalam memperoleh informasi mengenai sirkulasi udara optimal pada pengering yang diperlihatkan CFD. Hasil simulasi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh besarnya aliran udara yang terkandung dalam suatu pola aliran udara serta

(23)

mengidentifikasi kesalahan pengukuran aliran udara horizontal dalam ruang pengering.

Prosedur pendekatan program simulasi CFD menurut Tuakia (2008) antara lain :

1. Pembuatan geometri dari model atau masalah yang ada.

2. Bidang atau volume yang diisi oleh fluida dibagi menjadi sel-sel kecil (meshing).

3. Pendefinisian model fisiknya, misalnya : persamaan-persamaan gerak + entalphi + konveksi spesies (zat-zat yang akan didefinisikan, biasanya berupa komponen dari suatu reaktan).

4. Pendefinisian kondisi-kondisi batas (boundary condition), termasuk di dalamnya sifat-sifat dan perilaku dari batas-batas model atau problem.

Untuk kasus transient, kondisi awal juga dikondisikan.

5. Persamaan-persamaan matematika yang membangun CFD diselesaikan secara iteratif, bisa dalam kondisi tunak (steady state) atau transien.

6. Analisa dan visualisasi dari solusi CFD.

Tiga tahapan yang harus dilakukan dalam simulasi CFD menurut Tuakia (2008) yaitu :

1. Preprocessing

Preprocessing merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (Computer Aided Design), membuat mesh yang sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluidanya.

2. Solving

(24)

Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing.

3. Postprocessing

Postprocessing adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang dapat berupa gambar, kurva dan animasi.

Sedangkan hal-hal yang harus diperhatikan ketika akan menyelesaikan suatu kasus dengan menggunakan fluida, yaitu :

1. Menentukan tujuan pemodelan 2. Pemilihan model komputasional 3. Pemilihan model fisik

4. Penentuan prosedur

Teknik Simulasi CFD

Analisa prediksi aliran fluida dalam suatu sistem dapat dilakukan dengan memanfaatkan komputer, dimana metode tersebut dapat disebut dengan CFD.

Persamaan yang digunakan untuk pengaturan aliran fluida adalah persamaan differensial parsial, persamaan tersebut harus dikonversikan terlebih dahulu ke dalam persamaan-persamaan aljabar, karena persamaan tersebut tidak dapat langsung digunakan di dalam CFD.

Menurut Tuakia (2008) persamaan differensial tersebut harus ditransformasikan ke dalam persamaan aljabar yang sederhana dengan menggunakan metode diskritisasi. Metode yang dipilih umumnya menentukan kestabilan dari program numerik CFD yang digunakan atau program software

(25)

yang ada. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam cara mendiskripsikan model yang digunakan, khususnya cara mengatasi bagian yang kosong. Beberapa metode yang dapat digunakan yaitu :

a. Metode beda hingga (finite difference methode) b. Metode elemen hingga (finite element methode) c. Metode volume hingga (finite volume methode)

d. Metode skema resolusi tinggi (high resolution schema methode) Software pendukung yang digunakan dalam CFD antara lain : 1. Gambit (geometry and mesh building intelegent toolkit)

Gambit dapat menyediakan berbagai macam aplikasi permodelan dan dapat mengimpor dari berbagai format seperti ACIS, STEP, Parasolid, IGES dan lain-lain serta dapat melakukan meshing dengan berbagai bentuk mesh, sehingga pemodelan yang akan dibuat dapat lebih fleksible.

2. Auto Cad

Untuk mempermudah penggambaran, perancangan geometri dan pemberian dimensi dapat digunakan software desain auto cad yang merupakan Computer Aided Design (CAD).

3. Fluent

Dengan menggunakan program fluent, dapat diketahui parameter aliran dan perpindahan panas yang diinginkan. Fluent menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap sehingga aliran fluida dengan bentuk mesh tertentu dapat diselesaikan dengan cara yang lebih mudah. Fluent adalah salah satu jenis program CFD yang menggunakan metode volume hingga.

(26)

Ada beberapa elemen utama pada CFD jika menggunakan software fluent untuk analisa pola aliran udara dan suhu yaitu :

1. Pre-prosesor

Pre-prosesor terdapat input masalah aliran ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan solver di dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator. Tahap ini merupakan langkah pertama yang membangun dan menganalisa suatu model CFD.

Hal-hal yang harus dilakukan pada tahap ini meliputi : - Mendefenisikan grid (mesh).

- Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan.

- Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa jenis, panas jenis dan sebagainya).

- Menentukan kondisi batas yang sesuai.

Ketelitian dan ketepatan hasil tergantung dari jumlah sel didalam grid (mesh).

2. Solver

Proses solver biasanya menggunakan batas volume. Algoritma numerik metode ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

- Aproksimasi variable aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana.

- Diskritisasi dengan mensubtitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis.

- Menyelesaikan persamaan aljabar (Tuakia, 2008).

(27)

Persamaan aliran fluida menggunakan hukum kekebalan fisika dalam bentuk matematis, yaitu terdiri dari persamaan-persamaan :

- Hukum kekekalan massa steady state :

Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai berikut: laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju netto aliran massa ke dalam elemen terbatas (Mustafa, 2004). Adapun bentuk matematis dapat ditulis :

( u)

x

( v)

y

( w)

z = 0 ... (3) Di mana, komponen kecepatan arah x, y dan z adalah u,v dan w. Dimensi dx, dy dan dz, adalah massa jenis (kg/m3). Persamaan 1, disebut sebagai persamaan kontinuitas untuk fluida yang mempunyai sifat fluida yang tidak berubah terhadap waktu atau / t = 0

- Persamaan momentum steady state

Persamaan momentum merupakan persamaan Navier-Stokes dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan metode finite volume

Momentum arah x : * +

µ[ ] ... (4) Momentum arah y :

* + µ[ 2v

x2 2v

y2 2v

z2]... (5) Momentum arah z :

* + µ[ 2w

x2 2w

y2 2w

z2] ... (6)

(28)

Komponen kecepatan arah x, y dan z adalah u,v dan w. Dimensi dx, dy dan dz, adalah massa jenis (kg/m3), µ adalah viskositas fluida-sebuah konstanta proporsionalitas.

- Persamaan energi dalam kondisi steady state

Persamaan energi diturunkan dari persamaan termodinamika yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada pertikel (Pitts dan Leighton, 2011)

ρ* + * + K [ x2u2 y2v2 z2w2] .... (7) di mana komponen kecepatan arah x, y dan z adalah u,v dan w.

adalah massa jenis, K adalah kondiktivitas termal (W/m oC).

Analisis Teknik

Pengumpulan data teknik dilakukan sebagai langkah awal sebelum melakukan simulasi. Pencarian sejumlah data dari berbagai sumber dilakukan sebagai kebutuhan database dalam solidwork. Data yang dicari meliputi nilai parameter dari fluida udara kering, material penyusun ruang pengering. Nilai parameter yang dibutuhkan adalah specific heat ratio (cp/cv), berat molekul (kg/mol),viskositas dinamik (Pas), panas jenis (J/kg K), konduktivitas termal (W/m K), dan densitas (kg/m3).

Perpindahan panas yang terjadi pada gabah di dalam silinder pengering bersifat konduksi. Hal ini terjadi karena adanya kontak langsung antara gabah dengan dinding silinder dan sirip pengaduk. Persamaan dasar dari konsep

(29)

perpindahan panas konduksi adalah hukum Fourier yang dinyatakan dengan Persamaan 8 :

q

A

K (

)

... (8) Dimana :

T : suhu ( )

x : panjang dinding (m) A : luas dinding (m2)

k : konduktivitas termal (W/m )

:

laju perpindahan panas per satuan luas (heat flux) (W/m2)

Proses pemanasan yang terjadi dalam pengeringan gabah juga bersifat konveksi maka, energi panas yang dihasilkan oleh tungku pemanas dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 8 :

= h A 1- 2 ... (9) Dimana:

h : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K) A : luasan (m2 )

T1 : suhu di dalam silinder (⁰C).

T2 : suhu pada saluran masuk (⁰C)

h = u . k

L ...(10) Dimana :

h : koefisien pindah panas (W/m2. K) Nu : bilangan Nusslet

(30)

k : konduktivitas termal (W/m K) L : panjang silinder (m)

Konveksi Paksa

Perpindahan kalor konveksi bergantung pada angka Reynold (Re) dan Prandtl (Pr). Bentuk paling sederhana koefisien perpindahan kalor konveksi paksa dapat dinyatakan dalam bentuk berikut:

Nu =

(

0,825

0,387 a

16

[1 (0,492 r ) 9 16]

8 27

)

1 2

...(11)

Dimana :

Nu : bilangan Nusslet

Ra : bilangan Rayleigh number

Ra = Gr x Pr ...(12) Dimana :

Gr : bilangan Grasfhoff Pr : bilangan Prandtls

Gr = g L

3

2 ...(13) Dimana :

g : gravitasi (0,981m/s2)

: ( 1

uhu fluida operasi K

T : selisih suhu ruang pengering dengan dinding ( K) L : panjang silinder (m)

(31)

Perhitungan nilai Reynold yang digunakan sebagai input data profil aliran fluida dalam dilakukan dengan menggunakan persamaan 12:

e=

...(14) Dimana:

V : Kecepatan fluida (m/s) : Massa jenis fluida (kg/m3) D : Diameter pipa (m)

: Viskositas kinematik fluida (m2/s) (Holman, 1988)

Validasi Model Simulasi

Validasi merupakan proses perbandingan parameter antara model simulasi dengan sistem yang disimulasikan. Validasi model simulasi dilakukan dengan membandingkan antara hasil simulasi suhu dan kecepatan udara pada titik tertentu yang diinginkan dengan hasil pengukuran langsung dilapangan. Perhitungan nilai validasi dilakukan menggunakan koefisien determinasi (R2).

Koefisien determinasi (R2) adalah proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung berdasarkan model statistik atau merupakan rasio variabilitas nilai- nilai yang dibuat model dengan variabilitas nilai data pengukuran langsung. R2 digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model. Dalam analisis regresi, R2 ini dijadikan sebagai pengukur seberapa baik garis regresi mendekati nilai data pengukuran langsung. Nilai R2 menyatakan besarnya kontribusi variabel terhadap turunnya variabel . Jika R2 sama dengan 1, maka angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna. Semakin

(32)

besar nilai R2 artinya model semakin mampu menjelaskan variabel (Rindang, 2011)

Interpretasi lain ialah bahwa R2 diartikan sebagai proporsi variasi respon (variabel tidak bebas, ) yang diterangkan oleh regresor (variabel bebas, ) dalam model. Jika R2 = 1 berarti model regresi dapat menerangkan semua variabilitas variabel . Jika R2 = 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel dengan variabel . Misalnya, jika R2 = 0,8 berarti bahwa sebesar 80% variasi variabel dapat dijelaskan oleh variabel , sedangkan sisanya 20% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui atau variabilitas yang inheren (Supranto, 2000).

Dalam hubungannya dengan korelasi (r) maka determinasi (R2)merupakan kuadrat dari koefisien korelasi yang berkaitan dengan variabel bebas dan variabel terikat Oleh karena itu, penggunaan koefisien determinasi (R2) dalam korelasi tidak harus diinterpretasikan sebagai besarnya pengaruh variabel terhadap Dikatakan dua variabel mempunyai hubungan, belum tentu variabel satu mempengaruhi variabel yang lain (Supranto, 2000).

Menurut Fahmi et al., (2017) dalam melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dibuat kriteria dari pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel sebagai berikut.

Tabel 3. Kriteria pengukuran statistik nilai koefisien korelasi

r = 0 Tidak ada kolerasi antara dua variabel 0 <r ≤ 0,25 Kolerasi sangat lemah

0,25 < r ≤ 0,50 Kolerasi cukup 0,50 < r ≤ 0,75 Kolerasi kuat

0,75 < r ≤ 0,99 Kolerasi sangat kuat

r = 1,00 Kolerasi sempurna

(33)

Dalam konteks korelasi antara dua variabel maka pengaruh variabel terhadap tidak nampak. Korelasi merupakan penanda awal bahwa variabel mungkin berpengaruh terhadap , sedang bagaimana pengaruh itu terjadi dan ada atau tidak, akan sulit membuktikannya. Dengan demikian jika tujuan penelitian hanya untuk mengukur hubungan maka sebaiknya menggunakan koefisien korelasi. Sedang jika ingin mengukur besarnya pengaruh variabel terhadap sebaiknya menggunakan regresi determinasi.

(34)

METODELOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Juni 2018 di Laboratorium Teknik Biosistem Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian dan Pusat Riset Sustainable Energy Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah padi varietas ciherang sebanyak 35 kg dengan umur tanaman 120 hari dan sekam padi sebanyak 5,6 kg sebagai bahan bakar biomassa. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sensor suhu tipe DS18B20, sensor suhu dan RH tipe DHT22, termokopeltipe K, data logger, heater, microcontroller suhu,kipas sentrifugal/blower, aplikasi solidwork, software ANSYS, stopwatch.

Metode Penelitian 1. Metode ekperimen

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimentatif yaitu dengan melakukan pengamatan dengan 17 titik penyebaran suhu dan 4 titik penyebaran sensor RH yang tersebar pada silinder pengering. 1 buah sensor suhu dan RH ditempelkan pada HE, 1 buah sensor suhu dan RH pada bagian hopper, 13 sensor suhu lain pada dinding silinder dan 2 lainnya diletakkan di bagian outlet suhu dan outlet bahan hasil pengeringan. Geometri titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2.

(35)
(36)

Posisi sensor suhu di dalam silinder pengering dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 4. Posisi sensor suhu didalam ruang pengering.

Kode Sensor

Jumlah Posisi Fungsi

01 1 Pangkal silinder bagian atas Sensor suhu

02 1 Tengah silinder bagian atas Sensor suhu

03 1 Pangkal silinder bagian bawah Sensor suhu 04 1 Tengah silinder bagian bawah Sensor suhu 05 1 Pangkal silinder bagian bawah Sensor suhu 06 1 Tengah silinder bagian bawah Sensor suhu

07 1 Ujung silinder bagian bawah Sensor suhu

08 1 Tengah silinder bagian atas Sensor suhu

09 1 Tengah silinder bagian atas Sensor suhu

10 1 Ujung silinder bagian atas Sensor suhu

11 1 Ujung silinder bagian bawah Sensor suhu

12 1 Tengah silinder bagian atas Sensor suhu

13 1 Pangkal silinder bagian atas Sensor suhu

14 1 Pipa masuk HE Sensor suhu dan RH

15 1 Umpan masuk gabah (hopper) Sensor suhu dan RH 16 1 Umpan keluar udara panas Sensor suhu dan RH

17 1 Tempat gabah keluar Sensor suhu dan RH

2. Metode Simulasi CFD

Pembuatan simulasi meliputi serangkaian tahap yang diawali dengan pengumpulan data teknik dan diakhiri dengan penyajian hasil simulasi berupa plot kontur serta tampilan aliran udara didalam pengering rotary dryer. Pengumpulan data teknik dilakukan sebagai langkah awal sebelum melakukan simulasi.

Pencarian sejumlah data dari berbagai sumber dilakukan sebagai kebutuhan database dalam solidwork. Data yang dicari meliputi nilai parameter dari fluida udara kering, material penyusun ruang pengering. Nilai parameter yang dibutuhkan adalah specific heat ratio (cp/cv), berat molekul (kg/mol), viskositas dinamik (Pas), panas jenis (J/kg K), konduktivitas termal (W/m K) dan densitas (kg/m3).

(37)

a. Pembentukan geometri

Dengan menggunakan software Gambit 2.2.30 akan dibuat geometri dari alat pengering. Pembentukan geometri dengan Gambit secara garis besar dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu :

1. Bottom-up

Pembentukan goemetri yang dilakukan dengan pembuatan entity yang paling dasar yaitu dari membuat titik, kemudian dari kumpulan titik menjadi garis, kumpulan garis menjadi bidang dan kemudian dirubah menjadi volume.

2. Top-down

Metode top-down adalah pembuatan geometri yang dimulai dari pembuatan entity yang paling tinggi yaitu dari pembuatan volume atau bidang sesuai dengan bentuk dasar yang telah disediakan oleh Gambit (face/volume primitives).

b. Meshing geometri alat pengering

Setelah membuat geometri pada gambit, langkah selanjutnya adalah melakukan pembagian obyek menjadi bagian yang lebih kecil atau meshing (Lampiran. 8). Konsep pembuatan mesh pada gambit hampir sama dengan konsep pembuatan geometri. Pada proses meshing, juga terdapat metode bottom-up dan top-down. Untuk mendefinisikan sebuah geometri, kita harus memasukkan informasi dalam kondisi batas (boundarycondition). Penentuan kondisi batas meliputi beberapa hal :

1. Mengidentifikasi lokasi kondisi batas seperti sisi masuk (inlet), sisi keluar (outlet), dinding (wall) dan lain-lain.

(38)

2. Memasukkan informasi atau data pada batas yang telah ditentukan. Data yang diperlukan pada batas tergantung dari tipe kondisi batas dan model fisik yang dipakai (turbulensi, persamaan energi, multi fase dan lain-lain).

Dengan menggunakan Persamaan 4, 5, 6, 7. Kondisi batas yang dijadikan input diolah dan dikembangkan menjadi suatu model dengan menggunakan software Fluent 18.1 sehingga diperoleh suatu output. Data input kondisi batas (boundary condition) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 5. Data input kondisi batas (boundary condition) untuk Fluent 18.1pada silinder rotary dryer

Uraian Satuan Waktu

1 jam 2 jam 3 jam

Inlet Suhu udara Kecepatan udara

⁰C m/det

58,52 5,6

58,98 5,7

59,13 5,8 Dinding depan

Suhu udara

Koefisien pindah panas

⁰C W/m2.K

43,85 0,066

44,47 0,067

44,72 0,068 Dinding belakang

Suhu udara

Koefisien pindah panas

⁰C W/m2.K

47,27 0,067

47,56 0,068

47,78 0,07 Outlet

Suhu udara Kecepatan udara

⁰C m/det

44,23 3,18

45,03 3,2

47,81 3,2

Pengaturan dasar pada Fluent 18.1 diawali dengan memilih pressure- based sebagai tipe solver, implicit sebagai formulation, absolute sebagai tipe velocity formulation dan steady sebagai tipe time dan mengaktifkan model energi.

Model k-epsilon digunakan pada penelitian ini karena model ini yang sering digunakan pada simulasi aliran fluida dan perpindahan panas. Model k-epsilon merupakan model turbulensi yang cukup lengkap dengan dua persamaan yang memungkinkan kecepatan turbulen (turbulen velocity) dan skala panjang (length

(39)

scales) ditentukan secara independen (Tuakia, 2008). Analisis turbulensi pada aliran udara dalam ruang pengering dilakukan dengan model k-epsilon untuk memprediksi kecepatan distribusi udara. Persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan metode iterasi (Pantakar, 1980).

3. Metode Validasi

Validasi model simulasi dilakukan dengan membandingkan data hasil pengukuran langsung dan data hasil simulasi CFD pada titik tertentu yang diinginkan. Validasi dilakukan untuk mengetahui seberapa akurat hasil perhitungan menggunakan program CFD dibandingkan dengan pengukuran langsung. Hal ini ditandai dengan nilai koefisien determinasi (R2), apabila nilai mendekati 1 maka simulasi CFD sudah mendekati hasil yang sebenarnya.

Prosedur Penelitian

- Pengukuran langsung

1. Menyalakan sumber energi pemanas

2. Memasukkan 5 kg gabah ke dalam tabung silinder melalui hopper inlet

3. Melakukan pengukuran kecepatan aliran udara, suhu dan RH secara langsung di kondisi suhu ruang.

4. Mencatat masing-masing hasil pengukuran.

- Metode simulasi

1. Menggambar geometri alat pengering rotary tipe hibrid pada perangkat lunak Solid Works 2015 dan software Gambit 2.2.30 2. Menentukan inlet dan outlet udara pada alat pengering.

(40)

3. Menentukan kondisi batasan dan domain model ruang pengering, kemudian dilakukan proses grid (meshing) dengan interval tertentu.

4. Setelah itu geometri yang sudah dibuat diekspor ke program Fluent untuk dilakukan analisa lebih lanjut. Proses yang dilakukan pada program fluent antara lain :

a. Mendefenisikan model dan ditentukan solver.

b. Menentukan jenis fluida dan material penyusun bangunan alat.

c. Menentukan kondisi operasi (operating condition) yang terlibat.

d. Memasukkan nilai kondisi-kondisi batas (boundary condition) terhadap domain yang sudah dibuat dengan program Solid Works 2015.

e. Melakukan proses inisialisasi.

f. Melakukan proses iterasi.

g. Dilihat tampilan hasil simulasi dalam bentuk grid, kontur (suhu, dan kecepatan), vektor (suhu, kecepatan).

Parameter Penelitian

Secara umum, ada dua nilai parameter yang digunakan dalam simulasi CFD, yaitu data pengukuran langsung (sensor dan alat ukur) dan perhitungan matematika. Data yang didapat dengan pengukuran langsung adalah :

1. Suhu rata-rata

Pengukuran suhu menggunakan sensor suhu dan data logger untuk membaca hasil pengukuran suhu. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik di dalam ruang pengering dan dinding ruang pengering. Pengambilan data dilakukan setiap 30 menit sekali.

(41)

2. Kecepatan aliran udara panas

Pengukuran kecepatan aliran udara dilakukan dengan menggunakan anemometer pada bagian belakang ruang pengering.

3. Kecepatan aliran udara kipas sentrifugal menuju ruang pengering

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan anemometer pada bagian depan silinder pengering.

Data yang diperoleh dari perhitungan matematika pada Persamaan 8, 10, 11, 12, 13 dan 14 untuk mendapatkan input data terdapat pada Lampiran 2.

Asumsi dalam Simulasi CFD

Asumsi yang digunakan dalam simulasi suhu dan kecepatan aliran udara yaitu :

1. Udara bergerak dalam kondisi steady.

2. Aliran udara dianggap turbulen.

3. Udara tidak tertekan (incompresible , konstan.

4. Panas jenis, konduktifitas dan viskositas udara konstan.

5. Udara di sekitar laboratorium dianggap konstan selama simulasi.

6. Kapasitas gabah didalam ruang pengering dianggap 5 kg.

Kondisi Awal Dalam Simulasi CFD

Untuk semua simulasi dilakukan pada kondisi awal sebagai berikut : 1. Kecepatan udara awal adalah 0 m/s.

2. Permukaan suhu dinding luar = suhu lingkungan (30o C).

3. Tekanan udara adalah 1 atm (101,325 kPa).

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor penting yang harus diperhatikan pada proses pengeringan produk pertanian untuk menjaga mutu dan kualitas produk salah satunya adalah dengan memperhatikan suhu, hal ini karena suhu mempengaruhi proses laju penguapan air dan respirasi produk. Menurut Taib et al., (1988), suhu pengeringan sangat menentukan laju penguapan air selama proses pengeringan. Jika perbedaan suhu antara media pemanas dengan bahan yang akan dikeringkan besar, maka kecepatan pindah panas ke dalam bahan juga semakin besar.

Salah satu alat pengering mekanis yang cukup efektif dan efisien yaitu alat rotary dryer. Menurut Aman et al., (2013) rotary dryer merupakan alat pengering berbentuk tabung silinder horizontal dan berputar secara kontinyu yang dipanaskan dengan menggunakan elemen pemanas (heater) atau tungku biomassa.

Prinsip dari pengeringan rotari adalah bekerja pada aliran udara melalui poros silinder horizontal berputar yang dialiri udara panas untuk menguapkan air produk. Penggunaan silinder horizontal berputar dimaksudkan untuk memungkinkan aliran udara mengalir secara merata melalui permukaan produk yang dikeringkan.

Meski telah memiliki keunggulan dari hasil pengeringan, namun permasalahan mengenai distribusi aliran udara panas di dalam silinder penting untuk diketahui dalam proses pengeringan bahan hasil pertanian. Hal ini guna meningkatkan efektifitas dan efesiensi alat. Simulasi CFD menjadi metode yang baik untuk digunakan. Menurut Tuakia (2008) CFD dapat membantu mengetahui keadaan fluida secara visual yang terdapat pada suatu ruang sehingga dapat

(43)

diketahui informasi sebaran suhu yang terjadi selama proses pengeringan berlangsung.

Menurut Tuakia (2008) tahap awal dari simulasi CFD adalah membuat gambar CAD yang bertujuan untuk memasukkan boundary condition seperti suhu dan kecepatan fluida. Parameter yang dimasukkan dalam input simulasi CFD tersaji pada Tabel 3, proses iterasi pada simulasi CFD pada Lampiran 9 dan perhitungan koefesien pindah panas pada HE pada Lampiran 2. Hasil simulasi CFD memberikan gambaran sebaran suhu dan arah aliran udara pada ruang pengering yang cukup merata (Gambar 3).

Analisa Distribusi Udara Panas Suhu pengukuran langsung

Pengujian dan pengukuran suhu rotary dryer dilakukan selama tiga jam sejak pukul 15.00–18.00 WIB. Pengukuran suhu pada waktu tersebut menunjukkan peranan tungku biomassa dan heater sebagai sumber panas.

Pemilihan waktu untuk analisis distribusi suhu udara dilakukan berdasarkan kondisi kecepatan angin dan suhu udara lingkungan yang relatif stabil pada waktu tertentu (30 detik) sehingga diperoleh aliran udara yang turbulen di dalam silinder pengering dengan bilangan Reynolds > 4000 (Cengel, 2003).

Pengukuran suhu di dalam silinder pengering dilakukan menggunakan sensor suhu di 17 titik berdasarkan skema peletakan sensor (Gambar 1), dengan lama waktu simulasi 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Distribusi suhu yang terjadi selama waktu pengeringan ditampilkan pada Gambar 2.

(44)

Gambar 2. Grafik suhu selama pengukuran langsung

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa suhu pada silinder pengering berfluktuasi seiring dengan bertambahnya waktu. Suhu ruang pengering lebih besar dibandingkan dengan suhu lingkungan. Suhu ruang pengering yang lebih besar dapat mempercepat proses pengeringan. Menurut Saced et al., (2008) suhu udara pengeringan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinetika pengeringan gabah. Pada titik T1 merupakan puncak suhu tertinggi dengan rata- rata suhu 67,6 C. Hal ini karena letak sensor suhu tersebut berada pada bagian pangkal atas silinder yang akan dilewati udara panas setelah melalui penukar panas, sehingga titik ini dijadikan sebagai inlet udara panas. Udara panas yang dihasilkan dari tungku pembakaran akan dihembuskan oleh kipas sentrifugal untuk dialirkan ke dalam silinder pengering lewat penukar panas.

Kisaran suhu pada titik T2 untuk masing-masing pengujian selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam berturut-turut adalah 62,31 C, 62,73 C, 62,80 C. Pada titik ini terjadi penurunan suhu dari T1. Hal ini disebabkan letak sensor T2 berada di tengah silinder pengering bagian atas sehingga terjadi kehilangan panas saat udara

0 10 20 30 40 50 60 70 80

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17

Suhu (⁰C)

Titik Pengukuran

1 jam 2 jam 3 jam

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17

(45)

panas dihembuskan dari penukar panas menuju tengah silinder pengering.

Menurut Heldman dan Singh (2009) bahwa laju pengeringan akan bergantung pada laju perpindahan panas, jarak panas yang di lewati udara pengering.

Titik T3-T13 mengukur suhu pada bagian dinding silinder pengering.

Dinding silinder pengering terbagi atas dua bagian yaitu dinding bagian atas dan dinding bagian bawah. Meskipun terdapat perbedaan suhu yang cukup signifikan antara dinding silinder atas dan bawah, namun kestabilan suhu di dalam silinder tetap tercapai. Suhu rata-rata pada dinding silinder pengering adalah 45,94 C.

Menurut Saced et al., (2008) bahwa suhu pengeringan terbaik untuk mengeringkan gabah menggunakan aliran udara panas adalah antara 45-70 C.

Pengeringan yang dilakukan pada suhu di bawah 45 C menyebabkan masih berkembang biaknya mikroba dan jamur yang padat merusak produk sehingga waktu simpan dan mutu produk menjadi rendah.

Kisaran suhu pada dinding silinder bagian atas untuk masing-masing pengujian 1 jam, 2 jam dan 3 jam berturut-turut adalah 50,37 C, 50,99 C dan 51,39 C. Sedangkan suhu pada dinding silinder bagian bawah untuk masing- masing ujian berturut-turut adalah 43,38 C, 43,78 C dan 44,08 C. Suhu yang relatif rendah pada dinding silinder bagian bawah disebabkan supply udara panas yang tidak tersebar merata akibat tinggi saluran inlet hanya sebatas jari-jari silinder ruang pengering (dimulai dari pusat silinder sampai bagian atas).

Suhu outlet pada masing-masing pengujian terlihat lebih rendah daripada suhu ruang pengering. Suhu ini berada pada T16 dan T17 dengan rata-rata suhu pada masing-masing pengujian berturut-turut adalah 44,23 C, 45,03 C dan 47,81 C. Suhu outlet yang lebih rendah diakibatkan oleh adanya perpindahan

(46)

panas dari udara pengering menuju bahan dan udara panas membawa udara lembab keluar dari ruang pengering. Welty et al., (2002) menyatakan bahwa transfer energi melalui interaksi molekuler dilakukan oleh suatumolekul yang berada pada tingkat energi (temperatur) yang lebih tinggi memberikan energi ke molekul-molekul yang di dekatnya pada tingkat energi yang lebih rendah.

Transfer ini bisa terjadi dalam sebuah sistem yang mempunyai gradien temperatur dan yang didalamnya terdapat molekul zat padat, zat cair dan udara. Pada saat itu terjadi perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk uap air, wilayah pengering dengan suhu rendah berhubungan dengan distribusi aliran udara panasnya.

Suhu simulasi CFD

Analisis CFD dilakukan dengan memasukkan nilai suhu udara pengukuran langsung setiap waktu ke dalam data input simulasi. Suhu udara yang dimasukkan dalam simulasi CFD adalah suhu inlet selama 3 jam yang diukur dengan termokopel.

Penggunaan simulasi CFD diperlukan untuk mendapatkan suhu rata-rata setiap sisi silinder lebih tepat. Selain itu juga, berguna untuk melihat kontur sebaran suhu pada silinder pengering selama 3 jam. Suhu udara lingkungan yang digunakan sebagai input sumlasi CFD untuk masing-masing waktu simulasi1 jam, 2 jam dan 3 jam yaitu 58,52oC, 58,98oC dan 59,13oC. Kontur 3D simulasi CFD di dalam silinder pengering untuk waktu simulasi 1 jam, 2 jam, 3 jam dapat dilihat pada Gambar 3.

(47)

(a)

(b)

(48)

(c)

Gambar 3. a) Kontur suhu pada waktu 1 jam, b) waktu 2 jam dan c) waktu 3 jam

Tampilan suhu udara dalam pengering disajikan dalam bentuk plot kontur.

Berdasarkan gambar diatas bahwa terjadi perbedaan bentuk kontur 3D untuk masing-masing waktu simulasi 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Dari kontur yang dihasilkan terlihat bahwa suhu tertinggi untuk waktu simulasi 1 jam dan 2 jam berada di bagian atas silinder pengering (udara panas berada di bagian atas silinder). Hal ini disebabkan udara panas yang dihasilkan oleh ruang pembakaran masuk melalui rangkaian pipa galvanis yang letaknya di bagian atas silinder pengering, sehingga dengan bantuan kipas sentrifugal dan sirip menyebabkan udara panas bergerak secara turbulen pada sisi atas ruang pengering. Hal ini di dukung oleh Jumari dan Purwanto (2005) menyatakan bahwa bagian dalam silinder pengering dilengkapi sirip-sirip pengaliran bahan yang disusun secara horizontal searah dengan silinder yang berfungsi untuk mengalirkan bahan dan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil sebaran suhu yang diperoleh dari pengukuran dan simulasi CFD serta validasi simulasi CFD yang dihasilkan, maka dilakukan beberapa modifikasi penempatan posisi

FLOW MODELLING OF SIMPLIFIED HUMAN NASAL CAVITY BY USING COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD).. MUHAMMAD HAFIZ BIN

Simulasi suhu CFD pada pengering ERK hibrid tipe rak berputar skala lapang menunjukkan bahwa distribusi suhu rata-rata ruang pengering 53.6 o C dengan deviasi standar 1.2 o C

1) Pola aliran dan distribusi suhu udara pada rumah tanaman awal menunjukkan pola yang berbeda- beda sesuai dengan waktu simulasi. Suhu udara yang lebih tinggi berada di sekitar

Penelitian ini menggunakan simulasi computational fluid dynamics (CFD) untuk menganalisis performa tungku pada bagian geometri cerobong gas bakar, dan lubang

Verifikasi suhu udara di atas rak pengering hasil pengukuran dengan simulasi CFD pada panjang rak 50 cm dari tepi depan dan lebar rak 24 cm memberikan perbedaan hasil

Dari hasil simulasi CFD yang ditunjukkan oleh distribusi temperatur udara dalam rumah pengering, baik dengan beban maupun tanpa beban pengeringan menunjukan pada

Permodelan menggunakan inventor professional 2019 education stand-alone untuk kemudian dilakukan simulasi permodelan menggunakan Computational Fluid Dynamics CFD ultimate 2019