• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Impact of Lead (Pb) Pollution as Result of Acid Deposition on Local Male Sheep Production

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Impact of Lead (Pb) Pollution as Result of Acid Deposition on Local Male Sheep Production"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENCEMARAN TIMBAL (Pb)

AKIBAT HUJAN ASAM TERHADAP PRODUKSI

TERNAK DOMBA LOKAL JANTAN

DIDID DIAPARI

(P 062020031)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala

pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

DAMPAK PENCEMARAN TIMBAL (Pb)

AKIBAT HUJAN ASAM TERHADAP PRODUKSI

TERNAK DOMBA LOKAL JANTAN

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan

komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi

ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sejenis di Perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2009

DIDID DIAPARI

(3)

ABSTRACT

DIDID DIAPARI. The Impact of Lead (Pb) Pollution as Result of Acid Deposition on Local Male Sheep Production. Supervised by: H.M.H. BINTORO, JAJAT JACHJA AND KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO.

Since the year of 2000, UNEP (United Nations of Environmental Programe)

identifies that the ever increasing Carbon Dioxide (CO2), Methane (CH4) and

Nitrous Oxide (N2O) have caused global warming. In addition, carbon dioxide

(CO2) and nitrous oxide (N2O) along with sulphure oxide (SOx) and hidrogen

sulfide (H2S) gasses have caused acid deposition. In turns, this deposition can

stretch out endlessly heavy metal like lead and is accumulated in roughages which makes it harmful for animal production. In the other case the meat supply is still insufficient in Indonesia. Therefore, to fulfill the supply several efforts should be carried out. One of them is by increasing sheep production which is based on the reason that goat is prolific and high litter size. Howefer this effort cannot be achieved due to the presence of acid deposition and condition which bind heavy metals such as lead. These two substances will result in the decreasing daily gain of sheep because of the Pb accumulation in liver, kidney, as well as flesh. Accordingly, this research is aimed at:

a. finding out whether acid rain has taken place in Bogor Regency area and

subsequently finding out the Pb content in soil and roughage in this region.

b. predicting corelation Pb content between rain and soil, as well as between

soil and roughage in the Bogor regency area.

c. studying the acid impact and Pb in the sheep ration toward sheep daily gain

and toward the Pb content in liver, kidney and flesh.

The result showed that in Bogor regency area acid deposition on had taken place the dry season but not in the wet season. The Pb content both in the air and in the soil had not yet been affected by acid rain. Pb content from the soil did not affect the content in the roughage. The dry and organic matter digestibility of the acid ration is lower than that of the non-acid ration. The dry and organic matter digestibility of the Pb-ration is lower than that of the non-Pb-ration. Similarly, the VFA production of acid ration was lower than that of the non-Acid ration. On the contrary, the N-NH3 production of acid ration was higher than that of the no-acid ration. The Pb ration has higher N-NH3 production than that of the non-Pb ration. Acid ration decreased daily gain, but ration of high Pb-content did not affect the daily gain. Acid ration did not increase Pb content in the kidney but not in the liver and flesh. However, high Pb content in the ration will increase the Pb content of liver and kidney but not in the flesh.

(4)

RINGKASAN

DIDID DIAPARI. Dampak Pencemaran Timbal (Pb) akibat Hujan Asam terhadap Produksi Ternak Domba Lokal Jantan. Dibimbing oleh: H.M.H. BINTORO, JAJAT JACHJA dan KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO.

Meningkatnya produksi gas-gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous

oksida (N2O) sebagai sumber gas-gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global.

Disisi lain sebagian gas-gas tersebut diantaranya gas karbon dioksida (CO2) dan

nitrous oksida (N2O) merupakan sebagian gas-gas pembentuk hujan asam

bersama-sama dengan gas SOx dan gas hidrogen sulfida (H2S). Air hujan yang asam akan

mudah melarutkan logam-logam berat termasuk Pb. Bila kandungan Pb di air hujan tinggi karena Pb terlarut dalam air hujan yang asam, maka memungkinkan tanah akan tercemar Pb dan memungkinkan hijauan makanan ternak juga banyak mengandung Pb. Bila hijauan makanan ternak terkonsentrasi Pb dalam jumlah yang tinggi, maka akan mengganggu proses metabolisme ternak dan menurunkan produksi ternak disamping juga akan meningkatkan kadar Pb dalam organ tubuh ternak, termasuk dagingnya.

Penelitian tentang keberadaan hujan asam dan pencemaran Pb di Kabupaten Bogor dilakukan mulai pada pertengahan bulan Maret 2006 sampai akhir bulan Mei 2007. Tempat penelitian keberadaan hujan asam dan pencemaran Pb di Kabupaten Bogor diwakili Kecamatan Dramaga, Citeureup, Bojong Gede, Ciomas, Ciawi, Jasinga, Mega Mendung dan Kecamatan Cisarua. Pengambilan contoh air hujan dilakukan sebanyak tiga kali setiap kecamatan untuk dianalisis pH dan Pb. Untuk mengetahui pencemarannya dilakukan pengambilan contoh tanah permukaan dan kedalaman 20 - 30 cm serta Hijauan Makanan Ternak (HMT). Contoh-contoh tersebut diambil dari masing-masing kecamatan sebanyak tiga contoh untuk

dianalisis kandungan Pb-nya. Pengukuran pH contoh air hujan dilakukan in-situ atau

di tempat kejadian hujan dengan menggunakan pH-meter. Analisis Pb dilakukan

dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spechtrophotometer) di

Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dilakukan uji Z. Penelitian berlanjut dengan menggunakan hewan percobaan yang dimulai awal bulan Juni 2007 hingga berakhir pada akhir bulan November 2007.

Penelitian dengan hewan percobaan dilakukan secara in-vitro dan in-vivo.

Teknik in-vitro merupakan upaya penelitian skala laboratorium, sedang teknik

in-vivo menggunakan 12 ekor domba lokal jantan dengan bobot badan berkisar antara

13,9 – 16,5 kg/ekor. Mengingat kisaran bobot badan yang lebar, maka domba dikelompokkan menjadi 3 kelompok sebagai ulangan dan diberi perlakuan faktor asam dengan dua level, yaitu kontrol dan pH 4,1 dan faktor Pb dengan dua level, yaitu kontrol dan Pb 200 ppm, sehingga ada empat perlakuan, yaitu: perlakuan 1 (ransum tanpa cairan asam dan Pb) perlakuan 2 (ransum ditambah cairan asam dengan pH 4,1 dan tanpa Pb0, perlakuan 3 (ransum tanpa cairan asam dan ditambahkan Pb 200 ppm), perlakuan 4 (ransum dengan cairan asam pH 4,1 dan

ditambah Pb 200 ppm). Rancangan penelitian in-vivo menggunakan Rancangan

Kelompok berpola faktorial 2 x 2 dengan 3 kelompok sebagai ulangan. Penelitian

in-vitro menggunakan Rancangan Acak Lengkap berpola faktorial 2 x 2 dengan 3

(5)

dan kecernaan bahan organik (KcBO), produksi VFA (Volatile Fatty Acid) serta

produksi N-NH3 (nitrogen amoniak). Peubah penelitian in-vivo diantaranya:

konsumsi bahan segar dan bahan kering, pertambahan bobot badan, efisiensi pakan, rasio efisiensi protein dan kandungan Pb pada feses, darah, hati, ginjal dan daging domba.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Bogor belum terjadi hujan asam pada musim hujan dengan rataan pH 6,05 + 0,40; akan tetapi pada musim kemarau sudah terjadi hujan asam dengan rataan pH 5,09 + 0,44. Tidak ada hubungan keasaman air hujan dan keasaman tanah dan air hujan yang asam tidak melarutkan Pb. Keasaman air hujan tidak melarutkan Pb tanah dan tidak ada hubungan antara Pb air hujan dan Pb tanah, juga antara Pb tanah dengan Pb hijauan makanan ternak

Kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan berasam lebih rendah daripada pakan tanpa asam, Begitu pula kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan bertimbal lebih rendah daripada pakan tak bertimbal. Nilai rataan kecernaan bahan kering pakan berasam 66,08% dan pakan bertimbal 66,86%, sedang kecernaan bahan organik pakan berasam 66,59% dan pakan bertimbal 67,81%. Produksi VFA pakan berasam lebih rendah daripada pakan tanpa asam, dengan rataan nilai VFA pakan berasam 53,50 mM dan pakan tak berasam 85,33 mM..

Sebaliknya produksi N-NH3 pakan berasam lebih tinggi daripada pakan tanpa asam

dan pakan bertimbal lebih tinggi dari pakan tanpa Pb, dengan rataan nilai N-NH3

untuk pakan berasam sebesar 7,16 mM dan pakan bertimbal 7,54 mM.

Konsumsi bahan segar dan bahan kering semua ransum perlakuan relatif sama, akan tetapi pertambahan bobot badan domba jantan yang diberi ransum berasam lebih rendah daripada domba yang diberi ransum tanpa asam. Rataan pertambahan bobot badan domba yang diberi ransum berasam sebesar 0,060 kg/ekor/hari, sedang yang tanpa asam sebesar 0,097 kg/ekor/hari. Domba yang diberi ransum bertimbal pertambahan bobot badannya tidak berbeda dengan ransum tanpa timbal. Mengingat pertambahan bobot badan domba yang diberi ransum berasam lebih rendah daripada ransum tanpa asam, sedang konsumsi bahan kering relatif sama, maka efisiensi pakan dan rasio efisiensi protein dari domba yang diberi ransum berasam lebih rendah daripada ransum tanpa asam. Perlakuan penambahan Pb dalam ransum tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, efisiensi pakan dan rasio efisiensi protein. Penambahan Pb dalam ransum domba tidak banyak diserap dalam saluran pencernaannya, karena kandungan Pb dalam feses jauh lebih tinggi daripada pemberian Pb dalam ransumnya. Pemberian Pb dalam ransum hanya terakumulasi dalam darah, hati dan ginjal, sedang ransum yang berasam hanya akan mengakumulasi Pb dalam ginjal saja, tanpa terakumulasi dalam darah, hati, daging dan feses. Dengan demikian pencemaran air asam dan Pb tidak membahayakan kehidupan ternak domba dan tidak menyebabkan pengaruh pada manusia yang mengkonsumsi daging domba khususnya dan secara umum daging ruminansia.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB Tahun 2009

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan satu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(7)

DAMPAK PENCEMARAN TIMBAL (Pb)

AKIBAT HUJAN ASAM TERHADAP PRODUKSI

TERNAK DOMBA LOKAL JANTAN

DIDID DIAPARI

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

Pada Program studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Illahi rabbi karena berkat nikmat, rahmat dan

karuniaNYA penelitian ini bisa diselesaikan walaupun membutuhkan waktu yang

relatif lama. Yang mendasari pemilihan topik dalam penelitian ini adalah bahwa

pemanasan global sudah terjadi yang disebabkan adanya gas-gas karbon dioksida

(CO2), metan (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Gas-gas sumber pembentuk

pemanasan global tersebut sebagian dapat menyebabkan hujan asam. Disisi lain

keasaman air akan mudah mengikat logam berat yang berbahaya bagi kehidupan

termasuk ternak, sehingga perlu diteliti dampaknya terhadap ternak yang pada

akhirnya dikhawatirkan berdampak pada manusia yang mengkonsumsi ternak.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada

Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, MAgr.; Dr. Ir. H. Jajat Jachja, MAgr. dan

Prof. Dr. Ir. H. Khairil Anwar Notodiputro, MS. berturut-turut selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis

dalam menyelesaikan usulan penelitian dan disertasi ini. Penulis menghaturkan

banyak terimakasih atas arahan, bimbingan dan nasihat almarhum Prof. Dr. Ir. H.

Muhammad Sri Saeni, MS yang tak sempat menyaksikan dan memantau hasil

penelitian ini, semoga amalan dan ibadah almarhum diterima oleh Allah SWT,

mendapatkan tempat yang lapang di alam kuburnya dan mendapatkan raudatul

jannah di akhirat nanti. Amin. Penulis juga mengkhaturkan banyak terimakasih atas

nasihat dan upaya Prof.Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, MAgr. dalam membesarkan

hati penulis yang sempat lemah semangat untuk dapat menyelesaikan pendidikan

program doktor. Begitu pula ucapan terimakasih dan mohon maaf kepada Prof. Dr.

Ir. H. Khairil Anwar Notodiputro, MS selaku Dekan Pascsarjana IPB yang sempat

penulis ganggu untuk urusan keringanan biaya SPP. Tak lupa juga ucapan

terimakasih penulis kepada Dr. Ir. H. Jajat Jachja, MAgr. yang tidak menganggap

penulis sebagai bimbingannya, akan tetapi sebagai teman yang membukakan pintu

dengan kehadiran dan gangguan penulis baik di kantor maupun di rumah.

Ucapan terimakasih juga penulis khaturkan kepada Prof. Dr. Ir. H. Surjono

H. Sutjahjo, MS. selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan yang telah membukakan hati penulis bahwa pendidikan program doktor

(9)

penerpaan mental bagi penulis, termasuk juga penulis salut dan bangga kepada Prof.

Dr. Ir. H. Surjono H. Sutjahjo, MS. yang telah menertibkan dan menjaga nama baik

program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang dahulu dikenal

dengan program studi yang relatif gampang untuk meraih titel, juga tak lupa kepada

Dr. Drh. Akhmad Arif Amin atas segala bantuannya dan kemudahannya,

mudah-mudahan kita bisa menjaga nama baik program studi PSL.

Penulis juga mengkhaturkan terimakasih kepada Bapak Dekan Fakultas

Peternakan IPB yang waktu itu dijabat oleh Prof. Dr. Ir. Soedarmadi, MSc. yang

telah memperkenankan penulis melanjutkan kuliah program Doktor di Program

Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Ucapan terimakasih Kepada

Bapak Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Peternakan IPB yang telah memfasilitasi

penulis dan membantu segala sesuatunya sehubungan dengan kuliah program

Doktor penulis termasuk dalam pengadaan domba.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Bagus Priyo

Purwanto, MAgr. Dan Bapak Dr. Ir. Zainal Alim Mas’ud, DEA sebagai penguji luar

sidang komisi pada ujian tertutup, Berikut kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat,

MAgrSc. dan Dr. Sri Listyarini, Med. selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka

yang telah memberikan masukan dan perbaikan disertasi ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus tak lupa penulis sampaikan

kepada:

1. Dosen-dosen penulis (Prof. Dr. Drh. Aminuddin Parakkassi, Dr. Ir.

Kartiarso, MSc. dan Bapak Ir. Kukuh Budi Satoto, MS), senior penulis (Dr.

Ir. Komang G. Wiryawan) serta teman penulis (Ir. Lilis Khotidjah, MS) di

Bagian Nutrisi Ternak Daging dan kerja yang telah memberikan kesempatan

dan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian serta terimakasih atas bantuan

moril dan materiilnya selama ini.

2. Bapak Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi pakan Fakultas

peternakan beserta jajarannya yang telah memfasilitasi penulis dalam

penelitian dan sidang komisi.

3. Bapak Harjadinata dan Bapak misbah serta Heri yang banyak membantu

(10)

4. Adik angkat penulis (Sahwi) dan anak penulis Rani yang banyak membantu

penelitian ini baik di Kandang maupun selama penulis ujian dalam rangka

penyelesaian program doktor.

5. Bapak-bapak pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) yang telah

memperkenankan penulis kuliah program S3 di program Pascasarjana di

IPB, juga kepada bapak-bapak pengelola DAMANDIRI yang telah

memberikan bantuan dana untuk penyelesaian dan perbanyakan disertasi.

6. Bapak dan Ibu pengelola Media Peternakan yang tak bisa penulis sebutkan

satu per satu yang telah memperbaiki dan mengedit makalah penulis untuk

diterbitkan.

7. Bapak dan Ibu yang turut mendoakan keberhasilan penulis yang juga tak bisa

penulis sebutkan namanya satu per satu dalam prakata ini

Terakhir ucapan terimakasih dan salam hangat penulis sampaikan kepada

istri tercinta Susiati, SH. yang telah memberikan perhatian siang dan malam,

memberikan dorongan moril dan motivasi yang sangat berharga sehingga semangat

terus membara, termasuk juga bantuan materiel. Tak lupa kepada anak-anak penulis

Fiqria Khoirunnisa, Wildan Nur Rahman dan Nadia Firdausa atas bantuan morilnya

dan mudah-mudahan bisa menjadi anak yang beramal baik, patuh taat dan beriman

kepada Allah SWT, menjadi sholekha–sholekha dan sholeh, menjadi anak-anak

yang cerdas-cerdas berguna terutama bagi agama, nusa dan bangsa. Amin

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumenep – Madura pada tanggal 17 juni 1962, sebagai

putra kedua dari tujuh orang bersaudara dan dari pasangan ayahanda Bapak H.

Roebyanto Almarhum dan ibunda Hj. Rafiatul Adadiyah Almarhumah. Penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kalianget Timur II di Kalianget –

Sumenep tahun 1973, SMP Negeri Sumenep tahun 1976 dan SMA Negeri Sumenep

tahun 1980. Penulis lulus sarjana peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor pada tahun 1984 dan menjadi Technical Servisor di PT Ayam

Manggis (perusahaan pembibitan ayam) pada tahun 1985 – 1986. Pada tahun 1987

menjadi Manager Produksi di PT Ayam Manggis Grand Parent Stock dan pada

tahun 1988- 1991 menjadi Manager Produksi di PT.Sinar Puspita Jaya (perusahaan

peternakan ayam breeding dan komersial). Pada tahun 1991 diangkat menjadi staf

pengajar pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor sampai sekarang. Penulis menyelesaikan pendidikan

Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program

Studi Ilmu Ternak pada tahun 1996. Sampai sekarang penulis masih mengajar di

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor dan di Fakultas Pertanian Terpadu Universitas Al-Zaytun

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ………... xvi

DAFTAR GAMBAR ………... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xx

I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Tujuan Penelitian ………... 7

1.3. Kerangka Pemikiran ………..…... 7

1.4. Perumusan Masalah ………..…... 8

1.5. Hipotesis ………... 12

1.6. Manfaat Penelitian ………... 13

1.7. Novelty (Kebaruan) ………..…... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 14

2.1. Logam Berat dan Pencemarannya …………... 14

2.2. Logam Berat bagi Tanaman ………..…... 16

2.3. Logam Berat bagi Hewan dan Ternak ………..…... 17

2.4. Timbal (Pb) bagi Ternak ...………..…... 20

2.5. Timbal (Pb) bagi Manusia ...………..…... 23

III. METODE PENELITIAN ………... 26

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 26

3.2. Bahan dan Alat ………... 28

3.3. Rancangan Penelitian ……...…………... 28

3.3.1. Tahap Pertama: Pengamatan pH Air Hujan dan Contoh Air ... 29

3.3.2. Tahap Kedua: Analisis Timbal (Pb) ..……… 30

3.3.3. Tahap Ketiga: Penelitian In-vitro ..………… 33

3.3.3.1. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ... 34

3.3.3.2. Produksi VFA (Volatile Fatty Acid) Total ……… 35

3.3.3.3. Produksi N-NH3 (N-Amoniak) ...…... 35

3.3.4. Tahap Keempat: Penelitian in-vivo ………… 37

3.3.4.1. Konsumsi Pakan Bahan Segar dan Bahan Kering ... 40

3.3.4.2. Pertambahan Bobot Badan ... 41

3.3.4.3. Efisiensi Pakan ... 41

3.3.4.4. Rasio Efisiensi Protein ... 41

(13)

4.1. Pengamatan pH ... ... 44

4.1.1. Pengamatan pH Air Hujan ... 46

4.1.2. Pengamatan pH Tanah ... 52

4.1.3. Hubungan pH Air Hujan dan pH Tanah ... 54

4.2. Analisis Pb ... 56

4.2.1. Kandungan Pb Air Hujan ... 58

4.2.1.1. Hubungan pH dan Pb Air Hujan Musim Hujan ... 60

4.2.1.2. Hubungan pH dan Pb Air Hujan Mmusim Kemarau ... 61

4.2.2. Kandungan Pb Tanah ... 60

4.2.2.1 Hubungan pH dan Pb Tanah Permukaan Musim Hujan ... 63

4.2.2.2 Hubungan pH dan Pb Tanah Permukaan Musim Kemarau ... 65

4.2.3. Kandungan Pb Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan Hubungannya dengan pH dan Pb Tanah Permukaan ... 66

4.3. Penelitian In-vitro ... 70

4.3.1. Kecernaan Bahan Kering (KcBk) dan Bahan Organik (KcBO) ... 70

4.3.2. Produksi Volatile Fatty Acid (VFA ) ... 75

4.3.3. Produksi Nitrogen Amoniak (N-NH3) ... 77

4.4. Penelitian In-vivo ... 79

4.4.1. Konsumsi Bahan Segar dan Bahan Kering pada Domba Pemeliharaan ... 79

4.4.2. Pertambahan Bobot Badan Domba Pemeliharaan 82

4.4.3. Efisiensi Pakan Domba ... 85

4.4.4. Rasio Efisiensi Protein ... 87

4.4.5. Kandungan Timbal (Pb) dalam Feses, Darah, Hati, Ginjal dan Daging. ... 88

4.4.5.1. Kandungan Timbal (Pb) dalam Feses Domba ... 88

4.4.5.2. Kandungan Timbal (Pb) dalam Darah Domba ... 88

4.4.5.3. Kandungan Timbal (Pb) dalam Hati Domba ... 89

4.4.5.4. Kandungan Timbal (Pb) dalam Ginjal Domba ... 92

4.4.5.5. Kandungan Timbal (Pb) dalam Daging Domba ... 93

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 95

5.1. Kesimpulan ... 95

5.2. Saran ... 95

VI. DAFTAR PUSTAKA ………....……... 97

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Kandungan Logam dan Pembuangan Limbah dalam

Penggunaan Energi Batu Bara dan Minyak di Eropa

Tahun 1979 ... 15

2. Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa Ternak ... 21

3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum Berdasarkan Bahan Kering 37 4. Kandungan Zat Makanan Ransum Berdasarkan Bahan Kering 38 5. Derajat Keasaman (pH) Air Hujan Musim Hujan dan Kemarau dari Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor ... 44

6. Derajat Keasaman (pH) Tanah Permukaan dan Kedalaman 20 cm di Musim Hujan dan Kemarau dari Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor, Satu Kecamatan di Depok dan Bekasi ... 50

7. Kandungan Pb Contoh Air Hujan Musim Hujan dan Kemarau dari Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor (ppm) ... 57

8. Kandungan Pb Contoh Tanah Permukaan dan Kedalaman 20 cm dari Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor (ppm) ... 60

9. Kecernaan Bahan Kering (%) ... 68

10. Kecernaan Bahan Organik (%) ... 70

11. Produksi VFA Ransum Penelitian (mM) ... 76

12. Produksi N-NH3 Ransum Penelitian (mM) ... 75

13. Konsumsi Rumput dan Konsentrat Bahan Segar (Kg/ekor/hari) ... 77

14. Konsumsi Rumput dan Konsentrat Bahan Kering (Kg/ekor/hari) ... 78

15. Pertambahan Bobot Badan Domba (Kg/ekor/hari) ... 80

16. Efisiensi Pakan Domba (%) ... 82

17. Rasio Efisiensi Protein (%) ... 84

18. Kandungan Pb dalam Feses Domba (ppm) ... 86

(15)

20. Konsentrasi Pb dalam Hati Domba (ppm) ... 91

21. Konsentrasi Pb dalam Ginjal Domba (ppm) ... 92

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Konsentrasi Gas Karbondioksida (CO2), Metana (CH4) dan Nitrous

Oksida (N2O) dari Pra Industri sampai Tahun 2000 …………... 2

2. Kerangka Pemikiran ……… 9

3. Prosedur Pengabuan Basah Analisis Tanah ... 31

4. Prosedur Pengabuan Basah Analisis Hijauan Makanan Ternak, Feses,

Darah, Hati, Ginjal dan Daging Domba ... 32

5. Derajat Keasaman (pH) Air Hujan di Musim Hujan pada

Dataran Rendah ... 47

6. Derajat Keasaman (pH) Air Hujan di Musim Kemarau pada

Dataran Rendah ... 47

7. Derajat Keasaman (pH) Air Hujan di Musim Hujan pada

Dataran Tinggi ... 48

8. Derajat Keasaman (pH) Air Hujan di Musim Kemarau pada Dataran

Tinggi ... 49

9.Derajat Keasaman (pH) Air Hujan pada Musim Kemarau

di Kabupaten Bogor ... 49

10. Derajat Keasaman (pH) Tanah Permukaan dan Kedalaman

20 – 30 cm pada Musim Kemarau di Kabupaten Bogor ... 51

11. Derajat Keasaman (pH) Tanah Permukaan dan Kedalaman

20 – 30 cm pada Musim Kemarau di Kabupaten Bogor ... 52

12.Derajat Keasaman (pH) Tanah Permukaan di Kecamatan

Dataran Rendahdi Kabupaten Bogor ... 53

13.Derajat Keasaman (pH) Tanah Permukaan di Kecamatan

Dataran Tinggidi Kabupaten Bogor ... 53

14. Hubungan pH Air Hujan dan Tanah Permukaan pada

Musim Hujan ... 55

15. Hubungan pH Air Hujan dan Tanah Permukaan pada

(17)

16. Hubungan pH dan Pb Air Hujan pada Musim Hujan

di Kabupaten Bogor ... 58

17..Hubungan pH dan Pb Air Hujan pada Musim Kemarau

di Kabupaten Bogor ... 59

18..Hubungan Pb Air Hujan Musim Hujan dan Tanah Permukaan

di Beberapa Kecamaatan di Kabupaten Bogor ... 61

19. Hubungan Pb Tanah Permukaan dan kedalaman 20 -30 cm

di Beberapa di Kabupaten Bogor ... 62

20. Hubungan pH Air Hujan Musim Hujan dan Pb Tanah

Permukaan di Beberapa di Kabupaten Bogor ... 64

21. Hubungan pH Air Hujan Musim Kemarau dan Pb Tanah

Permukaan di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor ... 68

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor Tahun 2003 (mm) ... 102

2. Data Curah Hujan Kabupaten Bogor Tahun 2004 (mm) ... 102

3. Anova Kecernaan Bahan Kering Konsentrat (%) ... 103

4. Anova Kecernaan Bahan Organik Konsentrat (%) ... 103

5. Anova Volatile Fatty Acid (VFA) Konsentrat (mM) ... 103

6. Anova N-Amoniak Konsentrat (mM) ... 104

7. Anova Konsumsi Bahan Segar (Kg/ekor/hari) ... 104

8. Anova Konsumsi Bahan Kering Ransum (Kg/ekor/hari) ... 104

9. Anova Pertambahan Bobot Badan (Gram/ekor/hari) ... 105 10. Anova Efisiensi Pakan ... 105

11. Anova Rasio Efisiensi Pakan ... 105

12. Anova Kandungan Pb dalam Feses Domba (ppm) ... 106

13. Anova Kandungan Pb dalam Darah Domba (ppm) ... 106

14. Anova Kandungan Pb dalam Hati Domba (ppm) ... 106

15. Anova Kandungan Pb dalam Ginjal Domba (ppm) ... 107

16. Anova Kandungan Pb dalam Daging Domba (ppm) ... 107

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan iklim sudah dirasakan oleh kebanyakan orang di dunia, termasuk

di Indonesia sebagai akibat banyaknya penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan

alih-guna lahan yang menyebabkan banyaknya produksi gas: karbon dioksida (CO2),

metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Gas-gas tersebut dinamakan gas rumah

kaca (GRK) yang meneruskan radisasi gelombang pendek dari cahaya matahari,

tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang atau radiasi balik

yang dipancarkan bumi yang bersifat panas, sehingga suhu atmosfir bumi makin

meningkat (Murdiyarso, 2003a). Menurut United Nations Environment Programme

(UNEP), konsentrasi karbon dioksida (CO2) sebelum pra industri relatif konstan,

yaitu berkisar 280 ppmv, tetapi pada sekitar tahun 2000 konsentrasinya sebesar 360

ppmv (Gambar 1). Kenaikannya hampir 28,6% bila dibandingkan dengan era pra

industri (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan PT Persero Sucofindo,

2002). Lebih lanjut dinyatakan bahwa sekitar tahun 1900 konsentrasi gas nitrous

oksida (N2O) relatif konstan sekitar 290 ppmv, akan tetapi pada tahun 2000 dengan

bertambah pesatnya industri, konsentrasi gas N2Omeningkat menjadi 310 ppmv atau

meningkat 6,9% bila dibandingkan dengan tahun 1900 (Gambar 1) Lebih lanjut

Murdiyarso (2003a) menyatakan bahwa bila pola konsumsi, gaya hidup dan

pertumbuhan penduduk tidak berubah, maka diperkirakan 100 tahun yang akan

datang konsentrasi CO2 diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua

kali lipat dari zaman pra industri yang akibatnya suhu rata-rata bumi akan meningkat

sebanyak 4,5oC dari kondisi sekarang. Dengan suhu sekarang misalkan 35oC, maka

peningkatan 4,5oC menjadi 39,5oC akan berdampak terhadap berbagai sektor

kehidupan manusia yang luar biasa, seperti: menurunnya produksi pangan,

terganggunya fluktuasi dan distribusi ketersediaan air, serta menyebarnya hama dan

penyakit tanaman. Untuk itu dilakukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi

(Earth Summit) yang dikenal dengan nama United Nations Conference on

Environment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil bulan Juni tahun

1992. Pada konferensi tersebut para pemimpin dunia sepakat untuk mengadopsi

(20)

Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC), kemudian

dilanjutkan dengan kesepakatan Protokol Kyoto tahun 1997. Protokol Kyoto tahun

1997 merupakan dasar bagi negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca

sebanyak 5% dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang tahun 2008 -2012, tetapi

Amerika Serikat Serikat yang merupakan negara penyumbang gas emisi rumak kaca

terbesar dunia(36,1%) yang menolak meratifikasi Protokol Kyoto tersebut

(Murdiyarso, 2003b). Indonesia mera- tifikasi Clean Development Mechanism =

CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih = MPB sebagai implementasi dari

Protokol Kyoto tersebut.

Gas-gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O)

sebagai sumber gas-gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global tersebut

sangatlah sulit dikurangi mengingat negara Amerika Serikat yang menyumbangkan

36,1% keberadaan gas-gas tersebut di atmosfir menolak meratifikasi Protokol Kyoto

dan disisi lain sebagian gas-gas tersebut diantaranya gas karbon dioksida (CO2) dan

nitrous oksida (N2O) merupakan sebagian gas-gas pembentuk hujan asam

bersama-sama dengan gas-gas SOx dan gas hidrogen sulfida (H2S). Hujan asam terbentuk

Gambar 1. Konsentrasi Gas Karbon Dioksida (CO2), Metan (CH4) dan

Nitrous Oksida (N2O) dari Industri sampai Tahun 2000

(21)

karena adanya asam nitrit, asam nitrat, asam sulfit, asam sulfat, dan asam karbonat.

Asam-asam tersebut terbentuk dari gas-gas N2O, SOx

,

CO2

,

dan H2S yang berikatan

dengan air.

Proses pembentukan hujan sebenarnya sama dengan proses penyulingan air

yang berawal dari pemanasan air, sehingga air menguap membentuk uap air dan

dengan kondensasi karena adanya pendinginan, maka uap air jatuh membentuk air

suling, yaitu air murni yang mempunyai pH mendekati netral (pH = 7). Hal ini sama

dengan proses hujan, sehingga harusnya pH air hujan mendekati pH netral juga,

akan tetapi karena di atmosfir terdapat gas sulfur oksida seperti misalnya sulfur

trioksida (SO3) yang bila bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfat seperti

reaksi berikut:

SO3 + H2O H2SO4

Asam sulfat yang terbentuk bersama-sama dengan air dalam bentuk hujan

mempengaruhi pH air hujan, karena asam sulfat akan terurai seperti reaksi berikut:

H2SO4 H+ + HSO4

Terbentuknya H+ akan menyebabkan pH hujan lebih rendah dari 7,0

(penyebab suasana asam), maka dalam kondisi normal hujan yang jatuh ke

permukaan bumi mempunyai kurang dari pH 7,0. Hujan asam terjadi bila pH air

hujan lebih rendah dari 5,6 (Saeni, 1995), dan hal ini bisa terjadi bila terdapat

gas-gas lain yang menyebabkan pembentukan asam-asam dan bila konsentrasi gas-gas-gas-gas

pembentuk asam lebih tinggi dari normal. Gas-gas lain yang menyebabkan

terbentuk asam adalah gas NOx (berupa gas nitrogen monoksida = NO dan nitrogen

dioksida = NO2), gas SOx (berupa sulfur dioksida = SO2 dan sulfur trioksida = SO3)

dan gas hidrogen sulfida (H2S). Gas-gas NO, NO2, SO2, SO3, dan gas H2S

dihasilkan dari:

1) Tingkah laku manusia (antropogenik) yang membakar bahan bakar fosil

(seperti batu-bara, minyak dan gas bumi) sebagai akibat dari meningkatnya

perkembangan industri dan transportasi, juga akibat dari pembakaran hutan

yang menyebabkan tanaman mati dan tidak dapat lagi memanfaatkan gas

CO2

(22)

Nitrogen monoksida berikatan dengan uap air membentuk asam nitrit

(HNO2) dan gas nitrogen dioksida bereaksi dengan uap air membentuk asam nitrat

(HNO3). Begitu pula gas sulfur dioksida bila bereaksi dengan uap air membentuk

asam sulfit (H2SO3) dan gas sulfur trioksida bila berikatan dengan uap air

membentuk asam sulfat (H2SO4). Baik asam nitrit, asam nitrat, asam sulfit, asam

sulfat dan hidrogen sulfida akan menurunkan pH air hujan.

Hujan asam terjadi baik secara kering (dry deposition), maupun secara basah

(wet deposition). Dry deposition merupakan hujan asam yang terjadi bila gas-gas

pembentuk hujan asam tertiup angin, badai dan jatuh ke bumi kemudian bereaksi

dengan air hujan. Wet deposition terjadi bila gas-gas pembentuk hujan asam

bereaksi dengan uap air membentuk hujan asam, hanya terjadinya di atmosfir.

Penurunan pH air hujan akan memungkinkan terjadinya kondisi asam dalam

tanah dan terjadinya pencemaran logam berat. Menurut Darmono (1995) tanah yang

bersifat asam akan menaikkan daya larut logam, termasuk logam berat. Lebih lanjut

dinyatakan bahwa asam-asam mudah mengikat logam-logam berat seperti: timah

hitam = plumbum (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg). Logam-logam berat yang

larut seperti misalnya As, Pb, Cd dan Hg (Saeni, 1989) memungkinkan diserap oleh

tanaman. Hal ini diperkuat dengan penelitian Harahap (2004) yang menyatakan

bahwa kandungan timbal pada akar dan daun tanaman teh lebih tinggi di Perkebunan

Teh Sidamanik, Pematangsiantar, Sumatera Utara dari pada kandungan timbal di

akar dan daun tanaman teh di Perkebunan Teh Gunung Mas, Bogor dan di

Perkebunan Teh Malabar, Pangalengan, Bandung. Tingginya kandungan timbal

pada akar dan daun tanaman teh di Perkebunan Teh Sidamanik disebabkan karena

pH tanah di Perkebunan Teh Sidamanik lebih rendah daripada di Perkebunan Teh

Gunung Mas, Bogor dan di Perkebunan Teh Malabar, Pangalengan, Bandung.

Tingginya kandungan timbal di akar dan daun tanaman teh pada pH tanah

yang lebih rendah menunjukkan bahwa penurunan pH tanah akan meningkatkan

kandungan timbal tanah yang larut atau timbal yang mudah diserap tanaman dan

timbal tanah yang larut dengan konsentrasi tinggi akan meningkatkan kandungan

timbal pada tanaman. Madyiwa et al. (2002) menyatakan bahwa penambahan Pb

dalam pot tanaman rumput star grass akan menyebabkan penambahan kandungan Pb

(23)

Kejadian tersebut tak terkecuali akan terjadi pada hijauan makanan ternak. Dengan

tingginya kandungan Pb tanah yang larut akibat tanah yang masam akan

meningkatkan kandungan timbal pada hijauan makanan ternak dan akan

menyebabkan terganggunya proses metabolisme ternak dan memungkinkan

meningkatnya kandungan timbal dalam urat daging ternak dan penurunan produksi

daging ternak. Disisi lain permintaan akan daging di Indonesia semakin meningkat

dengan meningkatnya jumlah penduduk. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik

(2000) Jumlah populasi penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa dengan tingkat

pertumbuhan 1,5% per tahun. Dengan meningkatnya penduduk Indonesia,

permintaan daging di Indonesia semakin meningkat yang ditunjukkan dengan

banyaknya import daging sebesar 70.626 ton pada tahun 2006 dari penyediaan

daging sebanyak 1.457.560 ton (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Import

daging yang paling banyak berupa daging sapi sebesar 25.949 ton atau lebih dari

sepertiga import daging Indonesia, disisi lain, produksi dan konsumsi daging sapi

merupakan urutan kedua di Indonesia setelah daging ayam (Direktorat Jenderal

Peternakan, 2007). Hal ini terjadi karena jumlah perusahaan peternakan ayam di

Indonesia relatif lebih banyak dibanding dengan jumlah perusahaan peternakan sapi.

Disamping itu harga daging ayam relatif lebih murah dibanding harga daging sapi,

sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat ekonomi menengah kebawah. Untuk

mengurangi kekurangan daging sapi (daging ternak ruminansia) tersebut sekaligus

membantu mengurangi kekurangan konsumsi protein hewani, maka alternatif lain

dari ternak ruminansia adalah daging domba yang perlu diupayakan melalui skala

usaha indutri, karena masih sedikitnya jumlah pengusaha industri peternakan domba

di Indonesia. Disamping itu domba bersifat prolific (beranak banyak), karena dalam

1 tahun bisa beranak dua kali, dan sekali melahirkan (litter size) bisa lebih dari satu

ekor. Hal ini ditunjukkan dari hasil data penelitian Romjali et al. (1996) bahwa

litter size domba lokal sumatera sebesar 1,54 + 0,65. Berbeda dengan sapi yang

hanya beranak satu ekor per sekali kelahiran (litter size = 1) dan hanya bisa beranak

dua kali dalam 3 tahun.

Produksi peternakan secara umum, tak terkecuali termasuk peternakan

domba, sangat tergantung pada faktor dalam dan faktor luar ternak itu sendiri.

Faktor dalam yang dimaksudkan adalah faktor genetika ternak atau faktor

(24)

yang dimaksudkan adalah faktor yang mempengaruhi ternak dari luar ternak yang

disebut dengan lingkungan (environment), baik berupa cara pemberian pakan

(feeding), manajemen atau pemeliharaan ternak maupun lingkungan alamnya.

Upaya peningkatan produksi ternak melalui breeding membutuhkan waktu yang

relatif lama dan biaya yang relatif mahal, sebaliknya upaya peningkatan produksi

ternak melalui feeding, maupun manajemenpemeliharaan ternaktidak terlalu mahal

dan relatif murah. Masalah lingkungan alam (environment) merupakan masalah

yang sulit diantisipasi terutama adanya fenomena alam. Seperti yang telah

diutarakan sebelumnya bahwa pemanasan global sudah terjadi karena tingginya

konsentrasi gas-gas karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O)

dan sebagian gas tersebut bersama-sama dengan gas-gas SOx dan gas hidrogen

sulfida (H2S) akan membentuk hujan asam yang memungkinkan pH tanah menjadi

asam. Keasaman tanah yang tinggi akan memungkinkan meningkatnya kandungan

Pb di tanaman yang menyebabkan terganggunya proses metabolisme ternak dan

penurunan produksi daging ternak. Apalagi kenyataan menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 terjadi banyak sekali ikan yang mati karena adanya pencemaran logam

berat di Teluk Jakarta khususnya pencemaran merkuri (Hg). Hal ini tidak menutup

kemungkinan terjadi juga pada hewan lain seperti ternak domba, karena adanya

masalah seperti hujan asam (acid deposition), peningkatan jumlah industri dan

jumlah kendaraan bermotor serta pembakaran hutan.

Hal lain yang menurunkan pH air hujan disamping dihasilkannya gas-gas

pembentuk asam adalah peningkatan yang tidak normal (peningkatan secara drastis)

gas-gas pembentuk asam. Disamping hujan asam pencemaran logam berat juga

disebabkan oleh berkembangnya industri dan kendaraan bermotor. Laporan dari

Kantor Statistik Kabupaten Bogor (1989) bahwa pada tahun 1988 jumlah mobil

angkutan penumpang umum di Kabupaten Bogor yang dimiliki oleh swasta

sebanyak 91 buah, dan perusahaan industri sebanyak 425 buah, sedang laporan dari

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2007) pada tahun 2006 jumlah mobil

angkutan penumpang berjumlah 1.762 buah dan jumlah industri menjadi 31.349

buah. Peningkatan jumlah mobil angkutan penumpang sebanyak lebih kurang 18

kali lipatnya dan peningkatan jumlah industri sebanyak lebih kurang 73 kali lipatnya

(25)

pencemaran logam berat sepertii As, Pb, Cd dan Hg. Untuk itu penelitian tentang

pencemaran logam berat khususnya timbal (Pb) terhadap produksi ternak domba

perlu diteliti.

1.2. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui terjadinya hujan asam di Kabupaten Bogor dan untuk

mengetahui kandungan timbal (Pb) di tanah-tanah Kabupaten Bogor dan

dalam hijauan makanan ternak yang biasa dipergunakan oleh peternak di

Kabupaten Bogor.

b. Untuk mengkaji korelasi kandungan timbal (Pb) antara Pb dalam air

hujan dan tanah; tanah dan hijauan makanan ternak.

c. Untuk mengkaji dampak timbal (Pb) dalam ransum ternak domba lokal

jantan terhadap produksinya dan mengkaji akumulasi timbal (Pb) di

feses, darah, hati, ginjal dan daging domba lokal jantan.

1.3. Kerangka Pemikiran

Perubahan iklim dunia juga menentukan terhadap perubahan cuaca setempat.

Perubahan iklim dan cuaca sangat tergantung pada kondisi setempat seperti:

peningkatan transportasi, perkembangan industri, kemajuan pertanian, pembakaran

hutan atau penebangan pepohonan. Peningkatan transportasi, perkembangan

industri, kemajuan pertanian, pembakaran hutan atau penebangan pepohonan yang

banyak akan meningkatkan akumulasi gas-gas di udara seperti karbon dioksida

(CO2), metan (CH4), nitrous oksida (N2O), sulfur oksida (SOx) dan hidrogen sulfida

(H2S). Peningkatan gas-gas seperti (CO2), metan (CH4), nitrous oksida (N2O) akan

menyebabkan efek rumah kaca dan mengakibatkan pemanasan global. Gas karbon

dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), sulfur oksida (SOx) dan hidrogen sulfida

(H2S) bila berikatan dengan uap air akan membentuk asam dan menyebabkan hujan

asam. Hujan asam yang ditandai dengan rendahnya pH akan mudah melarutkan

logam-logam berat, termasuk logam-logam berat di tanah. Baik logam berat asal air

hujan maupun logam berat asal tanah yang sama-sama mudah larut memungkinkan

diserap tanaman tidak terkecuali tanaman makanan ternak yang pada akhirnya bila

dikonsumsi oleh ternak akan meengganggu metabolisme dan menurunkan produksi

(26)

Produksi ternak dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar ternak. Faktor

dalam ternak berupa genetika ternak atau dalam pengembangan genetika ternaknya

diistilahkan dengan pemuliaan ternak (breeding), melalui perbaikan genetika

bangsa-bangsa ternak dengan cara inseminasi buatan (IB), transfer embrio, kloning

atau mutasi gen. Faktor luar ternak diistilahkan dengan lingkungan (environment)

bisa berupa feeding atau pemberian pakan pada ternak, manajemen atau cara

pemeliharan ternak dan lingkungan alam ternak atau lingkungan tempat ternak

dipelihara. Lingkungan alam yang banyak mempengaruhi produksi ternak

diantaranya: banyaknya industri dan transportasi di sekitar tempat ternak dipelihara,

pengaruh iklim setempat baik suhu dan kelembaban, disamping kondisi hujan asam

yang diperkirakan banyak berpengaruh pada produksi ternak.

Produksi ternak khususnya produksi daging domba ditunjukkan oleh

pertambahan bobot badan domba, atau semakin tinggi pertambahan bobot badan

domba akan semakin tinggi pula produksi daging domba. Pertambahan bobot badan

domba dipengaruhi oleh proses metabolisme di dalam saluran pencernaan dan dalam

tubuh. Proses tersebut dipengaruhi oleh konsumsinya. Selanjutnya konsumsi ternak

dipengaruhi oleh cara pemberian pakannya, baik pemberian bahan makanan

tambahan (feed additif), pemberian zat perangsang tumbuh (growth promotor) yang

berupa hormon, enzim dan antibiotik serta manipulasi pakan. Konsumsi ternak

dipengaruhi oleh iklim atau cuaca, pencemaran pakan termasuk pula adanya hujan

asam. Untuk lebih jelasnya alur kerangka pemikiran faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi ternak disajikan dalam Gambar 2.

1.4. Perumusan Masalah

Fenomena-fenomena alam sudah mulai banyak terjadi, diantaranya:

a. Pada tahun 1980-an, Bogor merupakan kota sejuk yang hampir tiap hari hujan

dan masih terlihat sebagian minyak sayur yang ada dalam botol membeku.

Pada kenyataannya saat sekarang ini di Bogor sudah relatif panas dan

kejadian hujanpun

tidak tiap hari. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa pemanasan global

sudah terjadi akibat efek rumah kaca yang ditandai dengan.

Peningkatan produksi gas-gas: karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan

(27)
(28)

Gas rumah kaca tersebut meneruskan radisasi gelombang pendek dari cahaya

matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang atau

radiasi balik yang dipancarkan bumi yang bersifat panas, sehingga terjadi

Global Warming atau pemanasan global seperti yang dinyatakan oleh

Murdiyarso (2003a).

b. Awal bulan Mei 2004 di Teluk Jakarta ditemukan banyak ikan yang mati

akibat fenomena alam yang salah satunya disebabkan karena pencemaran

logam berat, yaitu logam merkuri (Hg). Hal ini dimungkinkan mengingat

hasil penelitian Rahman (2006) yang menyatakan bahwa udang dan

rajungan/kepiting yang ada di perairan Pantai Batakan dan Pantai Takisung,

Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan mempunyai kandungan logam

berat berupa timbal (Pb) yang tinggi, yaitu berkisar 66,995 – 96,250 ppm

untuk udang dan berkisar 75,630 – 90,515 ppm untuk rajungan/kepiting.

Nilai tersebut jauh lebih tinggi dari batas ambang yang ditentukan oleh FAO

yaitu harus kurang dari 2 ppm. Tingginya kandungan Pb di udang dan

rajungan/kepiting disebabkan karena tingginya pencemaran Pb baik di udara

maupun di laut yang terkontaminasi air hujan yang asam yang mudah

mengikat logam berat termasuk Pb.

c. Hasil penelitian Harahap (2004) yang menyatakan bahwa keasaman akan

mengikat lebih banyak timbal. Hal itu ditunjukkan dengan tingginya

kandungan timbal di akar dan daun tanaman teh di Perkebunan Teh

Sidamanik, Pematangsiantar, Sumatera Utara daripada kandungan timbal di

akar dan daun tanaman teh di Perkebunan Teh Gunung Mas, Bogor dan di

Perkebunan Teh Malabar, Pangalengan, Bandung. Tingginya kandungan

timbal di akar dan daun tanaman teh yang ada di Perkebunan Teh Sidamanik

karena pH tanah di Perkebunan Teh Sidamanik mempunyai pH lebih rendah

daripada pH tanah di Perkebunan Teh Gunung Mas, Bogor dan di

Perkebunan Teh Malabar, Pangalengan, Bandung. Dari hasil penelitian

tersebut bisa saja terjadi pada logam berat lain termasuk air raksa yang ada di

Teluk Jakarta. Mengingat sifat dari air raksa yang sangat berbahaya dan

langsung dapat menyebabkan kematian pada makhluk hidup termasuk ikan,

(29)

Teluk Jakarta banyak menampung limbah dari beberapa industri, termasuk

limbah perairan yang tercemar limbah industri, sehingga kejadian keracunan

air raksa di Teluk Jakarta bisa terjadi.

d. Pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) yang

dikenal dengan nama United Nations Conference on Environment and

Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil bulan Juni tahun 1992,

para pemimpin dunia sepakat untuk mengadopsi Konvensi Kerangka

Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations

Framework Convention on Climate Change, UNFCCC), kemudian

dilanjutkan dengan kesepakatan Protokol Kyoto tahun 1997 yang merupakan

dasar bagi negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak

5% dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang tahun 2008 -2012. Seharusnya

pada tahun 2008 pemanasan global tidak terjadi, akan tetapi pemanasan

global sudah terjadi yang salah satu penyebabnya adalah Amerika Serikat

penyumbang sebanyak 36,1% gas emisi rumak kaca terbesar dunia menolak

meratifikasi Protokol Kyoto tersebut (Murdiyarso. 2003b) dan dari data

laporan pada tahun 2000 konsentrasi gas CO2 meningkat menjadi 360 ppmv

atau meningkat 28,6 % dari tahun 1900 dan konsentrasi gas nitrogen oksida

meningkat mencapai 6,9% dari pra industri, seperti terlihat pada Gambar 1

(Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan PT Persero Sucofindo,

2002).

Dari keempat contoh kasus tersebut adalah suatu hal yang mungkin apabila

kasus dampak perubahan iklim khususnya hujan asam (acid deposition) dan

pencemaran logam berat akan dan sudah terjadi terutama di Kabupaten Bogor,

karena wilayah industri lebih banyak terdapat di Kabupaten Bogor daripada di Kota

Bogor. Dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Ciawi pada

tanggal 11 agustus 2005, tepatnya pada lebih kurang pukul 1600 waktu Indonesia

bagian barat, air hujan yang ditampung mempunyai pH sebesar 4,4 dan sebagai

perbandingan pada tanggal yang sama, tepatnya pada lebih kurang pukul 1700 waktu

Indonesia bagian barat, di Kota Depok dilakukan penampungan air hujan dan

mempunyai pH sebesar 4,5.

Dengan demikian dari data tersebut memungkinkan Kabupaten Bogor dan

(30)

mudah mengikat logam-logam berat seperti: timah hitam = plumbum (Pb), kadmium

(Cd) dan merkuri (Hg). Mengingat Kabupaten Bogor memungkinkan terjadi hujan

asam dan menurut Darmono (1995) kondisi asam akan mengikat logam-logam

berat, seperti halnya yang dinyatakan oleh Saeni (1995), maka Kabupaten Bogor

memungkinkan terjadinya pencemaran logam berat. Pencemaran logam berat di

tanah dan air tanah akan berakumulasi di hijauan makanan ternak. Timbal yang

terakumulasi dalam hijauan makanan ternak memungkinkan akan terakumulasi di

tubuh ternak yang pada akhirnya juga akan terakumulasi di tubuh manusia, sehingga

permasalahannya:

a. Apakah hujan asam sudah terjadi di Kabupaten Bogor baik pada musim

hujan maupun pada musim kemarau?.

b. Apakah Air hujan baik pada musim hujan maupun kemarau mengikat

timbal (Pb)?.

c. Apakah keasaman air hujan mempengaruhi keasaman tanah dan

memungkinkan terjadi pencemaran timbal (Pb) di tanah.

d. Apakah kandungan timbal (Pb) di tanah mempengaruhi kandungan

timbal (Pb) di hijauan makanan ternak di Kabupaten Bogor.

e. Apakah pencemaran timbal (Pb) di hijauan makanan ternak, akan

mempengaruhi kandungan timbal (Pb) di feses, darah, hati, ginjal dan

daging ternak domba.

f. Apakah pencemaran timbal (Pb) mempengaruhi produksi ternak domba,

khususnya terhadap pertambahan bobot badan ternak domba?.

1.5. Hipotesis

a. Hujan asam sudah terjadi di Kabupaten Bogor baik pada musim hujan

maupun pada musim kemarau.

b. Air hujan yang asam akan meningkatkan kandungan timbal (Pb) air

hujan.

c. Keasaman air hujan akan menyebabkan keasaman tanah dan

menyebabkan pencemaran timbal (Pb) dalam tanah.

d. Tanah yang mengandung timbal (Pb) lebih banyak akan terakumulasi

(31)

e. Ransum ternak yang tinggi kandungan timbalnya tidak akan

meningkatkan kandungan timbal (Pb) dalam feses, tetapi akan

terakumulasi pada darah, hati, ginjal dan daging ternak domba lokal

jantan.

f. Kandungan timbal (Pb) dalam ransum ternak yang tinggi akan

menurunkan produksi ternak khususnya mengurangi pertambahan bobot

badan ternak domba lokal jantan.

1.6. Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi awal pengaruh pencemaran logam berat terhadap

metabolisme dan pertambahan bobot badan domba, sehingga penelitian

lanjutan dapat dilaksanakan tentang upaya meminimalkan dampak

pencemaran logam berat terhadap pertambahan bobot badan dan

mengurangi akumulasi logam berat dalam tubuh ternak.

b. Untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran logam berat dalam rangka

upaya peningkatan produksi ternak khususnya, dan umumnya untuk

pengembangan peternakan.

c. Sebagai informasi tentang pencemaran logam berat sehubungan dengan

kesehatan penduduk di Bogor khususnya dan umumnya untuk kehidupan

manusia.

d. Sebagai masukan bagi instansi-instansi terkait termasuk dalam hal ini

bagi Dinas Pertanian, sub Dinas Peternakan dan Perikanan Laut di Bogor

dan secara umum Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan.

1.7. Novelty (Kebaruan)

Penelitian tentang hujan asam termasuk juga penelitian tentang pencemaran

timbal (Pb) terhadap tanaman sudah dilakukan, akan tetapi penelitian pencemaran

timbal sebagai akibat dari adanya hujan asam dan kaitannya dengan pencemaran

timbal dalam ransum ternak, dan akumulasinya dalam tubuh ternak serta bagaimana

pencemaran timbal mempengaruhi proses metabolisme dan pertambahan bobot

badan ternak domba belum dilakukan. Untuk itu penelitian tentang pencemaran

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat dan Pencemarannya

Logam berasal dari bumi yang bisa berupa bahan organik dan bahan anorga-

nik Diantara sekian banyak logam, ada yang keberadaannya di dalam tubuh mahluk

hidup baik pada tanaman, hewan atau ternak dan manusia merugikan bahkan

beracun. Logam yang dimaksud umumnya digolongkan pada logam berat.

Menurut Saeni (1989) bahwa yang dimaksud dengan logam berat adalah unsur yang

mempunyai bobot jenis lebih dari 5 g/cm3 yang biasanya terletak di bagian kanan

bawah sistem periodik diantaranya: ferum (Fe), timbal (Pb), krom (Cr), kadmium

(Cd), seng (Zn), tembaga (Cu), air raksa (Hg), mangan (Mn) dan arsen (As).

Pencemaran logam-logam berat diawali dari proses pertambangan yang

kemudian dicairkan dan dimurnikan menjadi logam-logam murni. Pertambangan

logam dilakukan, karena pada dasarnya logam sangat diperlukan dalam proses

produksi dari suatu pabrik, baik pabrik cat, aki atau baterai, pabrik percetakan

sampai pabrik alat-alat listrik. Limbah proses produksi dari beberapa pabrik tersebut

menyebabkan pencemaran logam berat baik pencemaran di air, udara, dan tanah.

Pencemaran di air, lebih banyak berdampak pada hewan-hewan air, sedang ternak

dan manusia tercemar logam berat dari air melalui air yang diminum. Udara yang

tercemar dengan logam berat akan terakumulasi dalam tanaman baik melalui udara

maupun dari tanah yang terlarut logam berat yang kemudian terserap oleh tanaman.

Ternak dan manusia tercemar logam berat disamping dari air yang diminum juga

dari tanaman tercemar yang dikonsumsi oleh ternak dan manusia serta dari udara

melalui pernafasannya. Dari sekian banyak logam berat, seperti yang diutarakan

oleh Saeni (1989) seperti: Fe, Pb, Cr, Cd, Zn, Cu, Hg, Mn dan As, empat logam

berat diantaranya bersifat merugikan dan beracun baik bagi ternak maupun bagi

manusia diantaranya: As, Cd, Pb dan Hg, sehingga Pacyna (1987) dalam Darmono

(1995) meneliti kandungan keempat logam berat tersebut dalam pembuangan limbah

sehubungan dengan penggunaan energi batubara dan minyak bumi di Eropa tahun

1979 seperti tercantum dalam Tabel 1.

Menurut Saeni (1997), Pb merupakan logam berat yang paling berbahaya

kedua setelah Hg, karena racun Hg bersifat akut, sedang Pb bersifat akumulatif, akan

(33)

sedikit diantara logam berat. Hal ini terlihat dari Tabel 1. merkuri merupakan

limbah pembuangan penggunaan energi batubara dan minyak bumi yang paling

rendah, yaitu sebesar 221 ton/tahun dibandingkan dengan As = 678 ton/tahun, Cd =

256 ton/tahun dan Pb = 2.835 ton/tahun, sehingga Hg relatif kurang menjadi pusat

perhatian bagi manusia daripada Pb, mengingat kandungan Hg dari pencemaran

yang relatif rendah. Dengan demikian timbal menjadi pusat perhatian manusia tidak

[image:33.612.137.520.284.470.2]

hanya karena bahayanya, akan tetapi juga karena pencemarannya paling tinggi

(Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan Logam dari Pembuangan Limbah dalam Penggunaan Energi Batu Bara dan Minyak di Eropa Tahun 1979

Sumber As Cd Pb Hg

A. Pembakaran batu bara: --- (Ton/Tahun) ---

1. Energi listrik 205 64 733 86 2. Pabrik 240 77 870 - 3. Rumah tangga dan komersial 16 5 73 135

B. Pembakaran minyak

1. Energi listrik 79 37 450 SR 2. Industri dan Rumah tangga serta 138 73 709 SR komersial

____________________________________________________________________ J u m l a h 678 256 2.835 221

_________________________________________________________________________________ Keterangan: SR = sangat rendah, tanda – berarti tak terdeteksi

Sumber: Pacyna (1987) dalam Darmono (1995)

Timbal secara alami terdapat sebagai timbal sulfida, timbal karbonat, timbal

sulfat dan timbal klorofosfat (Faust and Aly, 1981). Kandungan Pb dari beberapa

batuan kerak bumi sangat beragam. Batuan eruptif seperti granit dan riolit memiliki

kandungan Pb kurang lebih 200 ppm. Timbal (Pb) mempunyai titik lebur yang

rendah, sehingga mudah digunakan dan membutuhkan biaya yang relatif sedikit bagi

industri. Dengan demikian akan memungkinkan mudahnya terjadi pencemaran di

udara dan tanah.

Sumber utama pencemaran udara adalah asap kendaraan bermotor.

Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa pembakaran bensin sebagai sumber

pencemar lebih dari separuh pencemaran udara di daerah perkotaan, yaitu sekitar 60

(34)

partikel Pb yang dikeluarkan oleh asap kendaraan bermotor berukuran antara 0,08 –

1,00 µg dengan masa tinggal di udara selama 4 – 40 hari. Masa tinggal yang lama

menyebabkan partikel Pb dapat disebarkan angin hingga mencapai 100 – 1000 km

dari sumbernya. Hal tersebut yang menyebabkan pencemaran timbal di udara

mudah tersebar. Sebagai illustrasi, kandungan timbal di udara di daerah Jakarta,

Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) berkisar 0,5-1,5 µg/m3 sebelum

pemerintah menghapuskan bensin bertimbal pada tanggal 1 Juli 2001. Setelah

tanggal 1 Juli 2001 harusnya kandungan timbal ini menurun, akan tetapi di udara

daerah Serpong justru kandungan timbalnya tambah meningkat yaitu mencapai

1,7-3,5 µg/m3 (Anonim, 2005). Illustrasi lain tentang pencemaran Pb dinyatakan

Surtipanti dan Suwirna (1987) bahwa pencemaran Pb dalam buangan limbah

industri di Jabotabek ternyata telah melebihi batas maksimal yang diizinkan untuk

limbah. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan Pb tidak sangat tergantung pada

bahan bakar minyak, akan tetapi karena sifat dari Pb yang mempunyai titik lebur

yang rendah sehingga mudah menguap ke udara yang menimbulkan pencemaran

ditambah dengan mudahnya Pb digunakan dan murah dalam mengoperasikannya di

dalam industri. Sumber pencemaran Pb di dalam tanah dapat berasal dari asap

kendaraan bermotor, penambangan dan industri serta cat tembok yang larut bersama

air hujan (Burau, 1982).

2.2. Logam Berat bagi Tanaman

Smith (1981) menyebutkan bahwa sejumlah besar logam berat dapat

tersasosiasi dengan tumbuhan tinggi. Diantaranya ada yang dibutuhkan sebagai

unsur mikro (Fe, Mn dan Zn) dan logam berat lainnya yang belum diketahui

fungsinya dalam metabolisme tumbuhan (Pb, Cd dan Ti). Lebih lanjut Smith (1981)

menyatakan bahwa semua logam berat berpotensi mencemari tumbuhan dan gejala

akibat pencemaran logam berat, yakni: klorosis dan nekrosis pada ujung dan sisi

daun serta busuk daun yang lebih awal, akan tetapi menurut Kuperman dan Carreiro

(1997) kontaminasi logam berat dalam tanah akan merugikan dan mempengaruhi

aktivitas dan jumlah mikroorganisme, sehingga mempengaruhi proses penguraian

dan perputaran zat makanan bagi tumbuhan. Kozlowski et al. (1991) menyatakan

bahwa pencemaran udara terhadap tanaman dapat mempengaruhi: pertumbuhan,

(35)

termasuk pertumbuhan akar dan pertumbuhan daun. begitu pula yang dinyatakan

oleh Akinola dan Adedeji (2007) bahwa baik tanah maupun rumput Benggala

(Panicum maximum Jacq.) sepanjang jalur ekpress Lagos-Ibadan, Nigeria tercemar logam berat.

2.3. Logam Berat bagi Hewan dan Ternak

Contoh-contoh logam berat yang dinyatakan oleh Saeni (1989) diantaranya:

Fe, Pb, Cr, Cd, Zn, Cu, Hg, Mn dan As. Dari logam-logam berat tersebut, menurut

Anggorodi (1979) Fe, Cr, Zn, Cu dan Mn termasuk dalam kelompok logam berat

dan merupakan mineral yang esensial dan tergolong mineral mikro bagi ternak,

maka logam berat yang tergolong nonesensial dan bersifat racun bagi ternak adalah

kelompok logam: Pb, Cd, Hg, dan As.

dari keempat logam berat tersebut yang paling tinggi kandungannya dalam

buangan limbah penggunaan energi batubara dan minyak bumi adalah Pb (Tabel 1).

Timbal merupakan logam berat yang paling berbahaya kedua setelah Hg (Saeni,

1997), sehingga perlu mengamati tentang Pb. Timbal (Pb) yang sering disebut

dengan timah hitam merupakan salah satu mineral yang tergolong pada mineral

nonesensial bagi ternak, karena tak dibutuhkan bagi ternak dan keberadaannya

dalam ransum bila kebanyakan dapat menyebabkan keracunan.

Berdasarkan hasil penelitian pencemaran Pb dan logam berat lainnya pada

beberapa hewan diillustrasikan sebagai berikut:

a) Hasil penyebaran Cd, Fe, dan Pb pada jaringan ikan paus muda atau anak

ikan paus yang dipelihara di pantai South East Gulf California (Mexico)

diperoleh data bahwa deposit Pb terjadi di hati sebesar 0,9 µg/g. Deposit

logam berat lain seperti kadmium (Cd) pada ikan paus muda terjadi di ginjal

sebesar 5,7 µg/g, sedang untuk mineral besi (Fe) terdeposit di daging sebesar

1.009 µg/g (Inzunza dan Osuna, 2002).

b) Disisi lain, penelitian yang dilakukan di Cina Selatan, tepatnya di Pearl River

Estuary, yang dilakukan terhadap ikan, kepiting, udang dan kerang-kerangan,

ternyata penimbunan Pb pada ikan sebesar 0,94 – 30,7 mg/kg bobot badan.

(36)

dan kerang-kerangan (Ip, et al., 2005). Lebih lanjut Rahman (2006) meneliti kandungan Pb dan Cd pada beberapa jenis krustasea di Pantai Batakan dan

Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, ternyata udang dan

rajungan yang ada di perairan Pantai Batakan dan Takisung telah terkontami-

nasi Pb dan Cd diatas batas ambang yang telah ditentukan oleh FAO. Batas

ambang yang ditentukan oleh FAO, yaitu sebesar kurang dari 2 ppm untuk

kandungan Pb dan kurang dari 1 ppm untuk kandungan Cd. Kandungan Pb

dan Cd pada udang berkisar 66,995 – 96,250 ppm dan 8,00 – 13,25 ppm,

sedang pada rajungan berkisar 75,630 – 90,515 ppm dan 8,520 – 11,375

ppm.

c) Burung-burung merpati yang berasal dari daerah pedesaan, perkotaan, dan

daerah industri di korea telah diteliti konsentrasi Pb dan Cd pada tulang dan

ginjalnya. Konsentrasi tulang dan ginjal burung merpati yang berasal dari

daerah pedesaan hampir seimbang dengan yang berasal dari daerah industri.

Konsentrasi Pb dan Cd yang paling tinggi pada tulang dan ginjal, berasal dari

burung merpati asal daerah perkotaan daripada daerah pedesaan dan industri.

Konsentrasi Pb dan Cd pada tulang dan ginjal burung merpati tidak

menunjukkan penurunan dengan menurunnya tingkat pencemaran Pb dan Cd

di atmosfir, yang menunjukkan bahwa sistem pencernaan lebih penting

daripada sistem pernafasan pada pencemaran Pb dan Cd (Nam dan Lee,

2005).

d) Lebih lanjut penelitian pada keong yang diberi makan logam berat dan

mineral esensial, pada jaringan lunaknya terdeposit Zn dan Cu sedang Pb tak

terdeposit, walaupun pada pakannya sudah diberikan Pb sebanyak 0,4 –

12700 µg/kg pakan. Dengan demikian keong tak mendeposit logam berat

dalam jumlah yang relatif banyak di kerangnya (Laskowski dan Hopkin,

1996).

e) Pada penelitian tikus yang diberi air minum tercemar Pb sebanyak 1.000

ppm tidak menyebabkan perubahan tingkah laku, akan tetapi terjadi

perubahan aktivitas lokomosi atau aktivitas gerak (Ma, et al., 1999). Proses

(37)

menyusui, ternyata lebih lambat waktu pubertasnya dengan pemberian

Pb-asetat 1 ml/hari atau dengan kandungan Pb 12 mg/ml air selama 30 hari.

Pengaruh pencemaran Pb lebih sensitif pada tikus yang bunting daripada

tikus yang sedang menyusui (Dearth, et al., 2002).

f) Penambahan Pb sebanyak 0,15 ppm dalam air yang terdapat juvenil ikan

bandeng (Chanos chanos Forskall) akan memperlihatkan degenerasi lemak

pada hatinya (Alivia dan Djawad, 2000). Lebih lanjut Ghalib et al. (2002)

meneliti penambahan Pb sebanyak 0,15 ppm dapat menyebabkan kerusakan

insang dan mengurangi konsumsi oksigen..

g) Marçal et al. (2005) menyatakan bahwa tanah-tanah di Brazil tepatnya di

São Paulo State ditemukan campuran mineral logam berat yang dapat

menyebabkan keracunan pada ternak sapi. Lebih lanjut Lee et al. (1996)

meneliti tentang konsentrasi Cd dalam ginjal dan hati domba Romney yang

digembalakan pada padang penggembalaan yang rendah konsentrasi kadmi-

umnya (0,18 µg/g bahan kering) dan yang tinggi konsentrasi kadmiumnya

(0,52 µg/g bahan kering) dengan umur domba yang berbeda. Hasilnya

menunjukkan bahwa padang penggembalaan yang konsentrasi Cd-nya tinggi

akan meningkatkan konsentrasi Cd ginjal dan hati dibandingkan di padang

penggembalaan yang konsenterasi Cd-nya rendah. Sapi yang umur 6 bulan

lebih tinggi kandungan Cd dalam ginjal dan hati dibandingkan dengan sapi

umur 28 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa domba Romney akan menyerap

Cd lebih banyak pada padang penggembalaan yang konsentrasi Cd tinggi

daripada pada padang penggembalaan yang konsentrasi Cd-nya rendah dan

domba Romney muda lebih tinggi penyerapan Cd-nya daripada yang lebih

tua.

h) Disisi lain penelitian Nicholson et al. (1999) yang meneliti kandungan

beberapa logam berat, seperti: Zn, Co, Ni, Pb, Cd, As, Cr dan Hg pada

beberapa pakan ternak dan feses/kotoran ternak di negara Inggris. Hasilnya

menunjukkan bahwa Pb pakan sapi pedaging berkisar 2,84 – 4,43 ppm

berdasarkan bahan kering, dan Pb kotoran paling tinggi sebesar 18,00 ppm.

Mengingat kandungan Pb di feses relatif lebih tinggi dari Pb pakan, maka

(38)

melalui kotoran dalam jumlah yang relatif lebih besar daripada kandungan

Pb pakan.

Dalam dunia peternakan, logam diistilahkan dengan mineral yang juga

diperlukan, bahkan sangat menentukan terhadap produksi ternak. Pada umumnya

produksi ternak akan tinggi bila kecukupan zat organik seperti protein, karbohidrat

dan lemak juga tercukupi, akan tetapi tidak jarang terlihat bahwa secara visual

produksi ternak masih tidak normal walaupun bahan organik cukup banyak

dikonsumsi. Dalam hal seperti ini biasanya praduga diarahkan pada defisiensi atau

kelebihan atau ketidakseimbangan mineral dalam bahan makanan, sehingga

logam-logam atau mineral-mineral tertentu menjadi esensial bagi ternak. Dengan

demikian, maka logam-logam bagi ternak dikelompokkan menjadi logam esensial

dan logam nonesensial. Logam esensial adalah kelompok logam yang diperlukan

dalam proses fisiologis ternak dan merupakan unsur nutrisi yang bila kekurangan

dapat menyebabkan kelainan fisiologis ternak yang disebut dengan defisiensi

mineral.

Logam nonesensial merupakan kelompok logam yang tidak berguna atau

belum diketahui kegunaannya dalam tubuh ternak, sedang logam esensial

merupakan kelompok logam yang berguna bagi tubuh ternak. Kelompok mineral

nonesensial menurut Parakkasi (1999) merupakan kelompok mineral yang beracun

seperti: As, Cd, Pb dan Hg. Anggorodi (1979) mengelompokkan logam esensial

dalam mineral makro yang terdiri atas: kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium

(Na), kalium (K), fosfor (P), klor (Cl) dan sulfur (S) dan mineral mikro yang terdiri

atas kobalt (Co), tembaga (Cu), Iodium (I), besi (Fe), mangan (Mn), molibdenum

(Mo), selenium (Se) dan seng (Zn). Hendler et al. (1990) mengelompokkan mineral

makro merupakan kelompok mineral yang dibutuhkan dalam ransum dalam jumlah

lebih dari 100 mg/hari sedang kelompok mineral yang dibutuhkan dalam ransum

dalam jumlah kurang dari 100 mg/hari yang diistilahkan dengan trace element atau

unsur renik.

2.4. Timbal (Pb) bagi Ternak

Timbal merupakan unsur kimia yang dalam tabel periodik mempunyai

(39)

Plumbum. Ciri-ciri Pb diantaranya: memiliki tampilan bluish white, massa atom

207,2 g/mol, densitas pada suhu kamar 11,34 g/cm3, densitas cair pada titik lebur

10,66 g/cm3, titik lebur 327,46 oC, titik didih 1.749 oC, kalor peleburan 4,77 kJ/mol,

kalor penguapan 179,5 kJ/mol dan kapasitas kalor pada suhu 25 oC sebesar 26,65

J/mol.K (Wikipedia Indonesia, 2006).

Dalam pertambangan, Pb berbentuk sulfida logam (PbS), yang sering disebut

galena. Senyawa galena banyak ditemukan dalam pertambangan-pertambangan di

seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan Pb yaitu dapat

menye-babkan keracunan, yang kebanyakan disemenye-babkan oleh pencemaran udara, terutama di

kota-kota besar (Darmono, 1995). Pb terdapat dalam dua bentuk, yaitu anorganik

dan organik. Dalam bentuk anorganik, Pb bisa digunakan untuk industri: baterai,

cat, percetakan, gelas, polivinil, plastik, pelapis kabel dan mainan anak-anak. Dalam

bentuk organik Pb digunakan dalam industri perminyakan, berupa Lead Alkyl

Compound, seperti Tetra Methyl Lead (TML) dan Tetra Ethyl Lead (TEL) (Komite

Penghapusan Bensin Bertimbal, 1999).

Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat neurotoksin yang dapat masuk

dan terakumulasi dalam tubuh manusia ataupun hewan, sehingga bahayanya

terhadap tubuh semakin meningkat (Lu, 1995 dan Kusnoputranto, 2006). Menurut

Underwood dan Suttle (1999), Pb biasanya dianggap sebagai racun yang bersifat

akumulatif dan akumulasinya tergantung levelnya. Hal itu menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh pada ternak jika terdapat pada jumlah di atas batas ambang.

Lebih lanjut Underwood dan Suttle (1999) mencantumkan batas ambang untuk

ternak unggas dalam pakannya, yaitu: batas ambang normal sebesar 1 – 10 ppm,

batas ambang tinggi sebesar 20 – 200 ppm dan batas ambang toksik sebesar lebih

dari 200 ppm. Disisi lain Darmono (1995) mencantumkan dosis keracunan Pb pada

[image:39.612.131.523.641.721.2]

beberapa ternak, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa

Gambar

Tabel 1.  Kandungan Logam dari Pembuangan Limbah dalam Penggunaan      Energi Batu Bara dan Minyak di Eropa Tahun 1979
Tabel 2.  Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa Ternak
Gambar 3.  Prosedur Pengabuan Basah Analisis Tanah  (Balai Penelitian Tanah, 2005)
Tabel 3.  Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum Berdasarkan Bahan Kering
+7

Referensi

Dokumen terkait

peserta diklat dapat berupa teori dan atau praktik-..  Memudahkan guru dalam mengelola proses. bela<ar# misaln&a mengubah kondisi bela<ar dari suasana guru

Keadaan demikian merupakan salah satu karakteristik problema perkotaan yang berdampak luas, tidak terkecuali dampak pada segi kualitas lingkungan hidup, yaitu perubahan

Sampel di ambil dari kegagalan katup yang mengalami pembebanan termal karena suhu tinggi dan tekanan di dalam silinder nomor 3 ( tiga ) yang mengalami patahan

Tahap awal dari penelitian ini adalah identifikasi dan penetapan kadar tanin yang terdapat dalam daun jambu biji, karena senyawa tanin ini yang akan berfungsi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) Tindak pidana yang dapat dikategorikan tindak pidana yang bersifat pelanggaran administratif, yaitu perbuatan yang

Reaksi kondensasi Claisen-Schmidt merupakan reaksi kondensasi aldol silang yang mereaksikan senyawa aldehid aromatik dan senyawa keton aromatik dengan menggunakan

Dari hasil yang diperoleh dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test terhadap senyawa klorocalkon dinyatakan bahwa dari masing-masing senyawa ini positif

Padahal dalam tulisan- tulisan yang membahas gerakan Kahar seringkali dituliskan mengenai adanya usaha dari Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia DI/TII di Sulawesi Selatan