• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preservation Vy Using Natural Compound of Picung Kernel (Pangium edule ReinW) Influence on Freshness and Safety of Marckerel (Rastrelliger brachysoma blkr)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Preservation Vy Using Natural Compound of Picung Kernel (Pangium edule ReinW) Influence on Freshness and Safety of Marckerel (Rastrelliger brachysoma blkr)"

Copied!
261
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGAWETAN MENGGUNAKAN

BIJI PICUNG

(Pangium edule

Reinw)

TERHADAP KESEGARAN DAN KEAMANAN

IKAN KEMBUNG SEGAR

(Rastrelliger brachysoma

Blkr)

R.A. HANGESTI EMI WlDY ASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNY AT AAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis .. Pengaruh Pengawetan Menggunakan Biji Picung (pangillm edllie Reinw) Terbadap Kesegaran dan Keamanan lkan Kembung Segar (Rastrelliger brachysoma blkr) " adalah karya saya sendiri dengan araban komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2006

(3)

ABSTRACT

RA. HANGESTI EMI WIDYASARI. Preservation By Using Natural Compound of Picung Kernel (Pangium edule ReinW) Influence on Freshness and Safety of Mackerel (Rastrelliger brachysoma bllrr) Under the direction of JOHN HALUAH, EN DANG SRI HERUWATI.

The lack of ice used as fish freshness control leads the fisherman to use picung kernel (pangium edule Reinw) to manage the fish .freshness. Beside consumed traditionally as food in Indonesia, the picung kernel is also used as a medical substance to cure scabies, as insecticide,

soap,

or as a raw material for edible oil and colourant of yam, or asfish preservative.

Picung is widely available in Indonesia so that enable to use in several fishing grounds and fishing ports which suffer from ice deficiency. Based on the experimental result on the addition of picung kernel and salt to fresh fish (Rastrelliger brachysoma), the proportion of salt: picung kernel, from 2%:2%, 2%:4%, 2%:6%, 3%:2%, 3%:4% and 3%:6% were found inhibit the decomposition rate of fish due to the reduction of bacterial grawth (Total Plate Count, Enterobacter dan H:zS Producer). The proportion of picung kernel 2% was the most effective and very economic to use in the preservation of mackerel.

The result was to demonstrate that the antimicrobe substance contained in the picung kernel may be used as natural preservative for fish products and seems to increased the shelf life of the fish within 6 days, stored at ambient temperature. Key words: Antimicrobe, picung kernel, Total Plate Count, Enterobacter, H2S

(4)

PENGARUH PENGAWETAN MENGGUNAKAN

BIJI PICUNG

(Pangium edule

Reinw)

TERHADAP KESEGARAN DAN KEAMANAN

IKAN KEMBUNG SEGAR

(RastTelliger brachysoma Blla)

R. A. HANGESTI EMI WIDYASARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Tesis

Nama

NRP

Program Studi

Pr

Ketua

Ketua Program

: Pengaruh Pengawetan Menggunakan Biji Picung (Pangium edule Reinw) Terhadap Kesegaran dan Keamanan Ikan Kembung Segar (Rastrelliger brachysoma)

: R. A. Hangesti Emi Widyasari

: C551030081

: Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Endan Prof. Riset

Anggota

Diketahui,

Studi Teknologi Kelautan

otodiputro, MS

(6)

Dihalalkan bagimu binatang buman !aut, begitu juga yang berasal dari /aut baik langsung kamu makan maupun diawetkan untuk mereka yang suka bepergian.

Dan diharamkan atasmu binatang human darat yang kamu sendiri

menangkapnya selama mengerjakan ibadah haji. Dan bertakwalah kepada Allah dimana kamu dikumpulkan kepada-Nya. (Qs. AI-Maidah (5): 96)

Dan Dia-Iah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan

berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohan korma yang bercabang dan tidak

bercabang, disirami dengan air yang sarna.

Kami melebihkan sebahagian tanaman-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda

(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Ra'd (13): 13-14)

(7)

v

(

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahim. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2004 - April 2005 di Laboratorium Pengolahan, Kimia dan Mikrobiologi Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, JI. K.S. Tubun Petamburan Jakarta, Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Genetik., Departemen Pertanian, Cimanggu Bogor dan Tempat Pendaratan lkan dan Pasar tradisional di sekitar Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten serta TPI Belanakan, Subang, Propinsi Jawa Barat denganjudul:

.. Pengaruh Pengawetan Menggunakan Biji Pienng (PtmgiRM etlllle Reinw) Terhadap Kesegaran dan Keamanan Ibn Kembung Segar (R/lSll'eUiger

brachysoma) .,

Ucapan terima kasib dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1) Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Se selaku ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dr. Endang Sri Heruwati, Prof. Riset selaku anggota komisi pembirnbing dan Ibu Dr. Josephine Wiryanti selaku dosen penguji yang banyak memberi birnbingan, araban, perhatian, dan masukan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

(8)

;

3) Terima kasih dan penghargaan yang tak terbingga penulis ucapkan kepada, BPPS Dikti Departemen Pendidikan Nasional dan Bapak P.A. Kodrat Pramudho, SKM, M.Kes., Promosi Kesehatan, Departemen Kesehatan, atas pendanaan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sebingga dapat menyelesaikan studi juga kepada P.T. Indofood Sukses Makmur, atas bantuan sebagian dana pada penelitian tersebut.

4) Penulis juga menyampaikan terirna kasih kepada Bapak & Ibu Staf Peneliti serta Tenaga Teknis di Balitro & Balitbiogen Bogor, Departemen Pertanian, yang banyak membantu memberikan bimbingan selama melakukan penelitian.

5) Ungkapan terirna kasih dan cinta yang tulus serta ikhIas disampaikan kepada anakku Drncella Benala Dyahati dan Dipasena Yannaresta serta suamiku Endang Husaini A S, ibu R.A. Setiati Koesoemo (aim) dan bapak R.M. Soegiarto Prawirokoesoemo (a1m), ibu dan bapak Yusuf mertuaku, bapak Wisnoebroto, serta kakakku (flen, Hern, 8oni, Diat, Kodrat, Budi, Ita, Koko) adikku Emi dan keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

6) T erirna kasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa TKL khususnya Sakinah & angkatan tabun 2003 (Ibrahim, Darmiati, Hasnia, Zen, Eva, Wiwit, Bahdad, Kudrat, Bangkit, Sulaeman, Adam, Rinda, Hasan, Arief, Andrius, Ruspandi, Mahdi, Mercy, Rini, Yahyah, Ashar), Syamsuleha, Wiwit, Jum yang banyak membantu & memberi dorongan serta motivasi. 7) Kepada Masyarakat Menes dan PasarlPPI Labuhan Pandeglang, Banten 8) Kepada semua pihak yang telah membantu secara moril maupun materil,

penulis menyampaikan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal. Amin.

(9)

\

! l

,

I

\

R1WAYAT BmUp

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Desember 1966 dari ayah RM. Soegiarto Prawirokoesoemo dan ibu RA. Setiati Koesoemo. Penulis merupakan putri ke sembilan dari sepuluh bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Tanah Sareal I Bogor tahun 1979, menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Bogor tahun 1982. Pada tahun 1985 menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun 1988 menyelesaikan pendidikan program Diploma di Diklat AUP (Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta) jurusan Pemanfaatan Hasil Perikanan. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor lulus pada tahun 2000. Penulis pada tahun 2003 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pascasaIjana di Program Studi Teknologi Kelautan PascasaTjana Institut Pertanian Bogor.

(10)

DAFTARISI

PRAKATA ... . RIWAYATHIDUP ... III DAFT AR lSI.. .... ... ... ... .... ... IV

DAFTAR TABEL ... VI

DAFTAR GAMBAR... VIIl

DAFTARLAMPIRAN... IX

1. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... ... .... ... ... ... ... ... .... . 1

l.2 Perumusan Masalah .. ... .... ... .... ... ... .... .... .... ... ... .... .... ... ... ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma Blkr)... 5

2.2 Karakteristik Biji Picung ... ... .... .... ... 7

2.3 Komposisi Kimia dan Kegunaan Picung ... 9

2.4 Senyawa Antimikroba ... 12

2.4.1 Sianogenik Glukosida. ... ... .... ... .... .... ... .... ... ... ... 13

2.4.2 Tanin ... 17

2.5 Garam Sebagai Pengawet Makanan ... 19

2.6 Mutu Mikrobiologis ... 20

2.7 Mutu dan Daya Awet Ikan Segar ... 21

2.8 Karakteristik Bakteri Patogen dan Perusak Makanan ... 21

2.8.1 Escherichia coli ... .... ... 21

2.8.2 Salmonella typhimurium ... 22

2.8.3 Staphylococcus aureus ... 22

2.8.4 Bacillus cereus...... 23

2.8.5 Pseudomonasfluorescens ... 23

3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 24

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 24

3.2 Bahan dan A1aL... 24

3.3 Metode Penelitian ... 25

3.3.1 Proses Penambahan Campuran Picung dan Garam pada Ikan Segar... 27

3.3.2 Pengamatan ... 30

3.3.2.1. Analisis Kimia... 30

(1) Analisis / Uji KualitatifFormalin... 30

(2) Analisis Protein Kasar .... ... ... ... ... ... .... ... .... ... ... 31

(3) Analisis Kadar Lemak ... ... ... ... .... ... .... ... 32

(4) Analisis Kadar Air... 32

(11)

(6) Analisis / Uji Cepat Sianogen ... 33

(7) Analisis Kadar Tanin ... 35

(8) Analisis / Penentuan Nilai Total Volatile Base (TVB)... 37

(9) Analisis Kadar TMAffrimetil Amin ... 38

(10) Analisis Nilai pH ... 39

(11) Analisis Kadar Garam... 40

3.3.2.2. Analisis Mikrobiologi... 40

(1) Penentuan Hitungan Bakteri Totall1PC ... 40

(2) Analisis Bakteri Enterobacter ... 41

(3) Analisis Bakteri H2S producer ... ... .... .... ... 42

3.3.2.3. Uji Organoleptik... 43

3.4 Analisis Data ... ... 44

4. RASIL DAN PEMBAHASAN ... ... ... .... .... .... ... .... ... 46

4.1 Penelitian Pendahuluan ... ' 46

4.2 Penelitian Utama. .... ... ... .... ... ... ... ... .... ... ... 48

4.2.1 Hasil Analisis Kimia Ikan Kembung Segar dan Picung Segar... ... 48

4.2.1.1 Hasil Analisis Kadar Air ... ... ... ... 49

4.2.1.2 Hasil Analisis Kadar Abu ... .... .... .... ... 51

4.2.1.3 Hasil Analisis Kadar Garam ... " ... ... ... ... ... 53

4.2.1.4 Hasil Analisis Nilai pH... 55

4.2.1.5 Hasil Analisis Kadar TVB. ... 57

4.2.1.6 Hasil Analisis Kadar TMA. ... 60

4.2.1.7 Hasil Analisis Kadar Tanin ... .... .... ... .... ... .... ... 62

4.2.1.8 Hasil Analisis Kadar Sianogen ... 63

4.2.2 Hasil Analisis Mikrobiologi ... 66

4.2.2.1 Hasil Analisis TPC ... ... ... 66

4.2.2.2 Hasil Enterobacter.. ... ... .... .... ... .... .... ... ... 68

4.2.2.3 Hasil Analisis Bakteri H2S Producer .... ... .... .... .... ... .... 70

4.2.3 Hasil Analisis Organoleptik... 73

4.2.3.1 Rupa (Kenampakan) ... 73

4.2.3.2 Wama... 74

4.2.3.3 Tekstur ... 75

4.2.3.4 Aroma ... 77

4.2.3.5 Rasa ... 78

5. SIMPULANDAN SARAN ... 81

5.1 Simpulan ... 81

5.2 Saran ... 82

DAFTARPUSTAKA... 83

(12)

DAFfAR TABEL

Halaman

1. Kandungan Gizi Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma Blkr) Segar

dalam 100 gr Ikan ... 6

2. Komposisi Daging Biji Picung Segar Setiap 100 gr ... .... .... ... ... 10

3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Ikan Segar SNI 01-2729-1992... 21

4. Perbandingan Penambahan Picung dan Gararn dalam Satu Kilogram

Ikan pada Penelitian Pendahuluan ... ... 25

5. Perbandingan Penambahan Picung dan Garam dalam Satu Kilogram

Ikan pada Penelitian Utama... 26

6. Hasil Uji Organoleptik Penggunaan Carnpuran Picung dan Garam pada

Ikan Kembung Segar yang Disimpan Selarna 15 Hari pada Suhu Kamar 47 7. Kandungan Gizi Ikan Kembung Segar dan Penambahan Daging Biji

Picung Segar (Pangium edule Reinw) ... ... .... .... .... .... .... ... 49 8. Hasil Analisis Kadar Air Ikan Kembung Segar dengan Penambahan

Carnpuran Picung dan Garam. .... .... ... ... .... .... ... ... ... 50 9. Hasil Analisis Kadar Abu Ikan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Garam... 52

10. Hasil Analisis Kadar Garam Ikan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Gararn ... .... ... ... 54

11. Hasil Analisis Nilai pH Ikan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Garam ... 56

12. Hasil Analisis Nilai TVB Ikan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Gararn ... ... 58 13. Hasil Analisis Kadar TMA Ikan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Garam ... 60 14. Hasil Analisis Kadar Tanin pada Awal dan Akhir Pengarnatan Ikan

Kembung Segar dengan Penarnbahan Kombinasi Picung dan Gararn ... 62

15. Hasil Analisis Kadar Sianogen pada Awal dan Akhir Pengamatan Ikan

Kembung Segar dengan Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 64 16. Hasil Analisis Total Plate Count Ikan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Gararn ... 67 17. Hasil Analisis Enterobacter Ikan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Garam ... 69 18. Hasil Analisis Bakteri H2S Producer Ikan Kembung Segar dengan

Penarnbahan Kombinasi Picung dan gararn ... 71

19. Nilai Rata-Rata Organoleptik Parameter Rupa pada Ikan Kembung Segar dengan Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 74

20. Nilai Rata-Rata Organoleptik Parameter Wama pada Ikan Kembung Segar dengan Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... ... 75

(13)

Halaman 22. Nilai Rata-Rata Organoleptik Parameter Aroma pada Ikan Kembung Segar

dengan Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 77 23. Nilai Rata-Rata Organo\eptik Parameter Rasa pada Ikan Kembung Segar

(14)

DAFfAR GAMBAR

Halaman

I. Buah Picung (Pangium edule Reinw) ... ... ... .... ... .... ... ... 7 2. Daun Picung (Pangium edule Reinw)... 8 3. Biji Picung (Pangium edule Reinw) ... 9 4. Struktur Kimia Asam Hidnokarpat (A), Asaro Gorlat (B) dan Asam

Khaulmograt (C) (Hilditch dan Williams, 1964)... 10 5. Sianogenik Glukosida; (A) Amygdalin (B) Linamarin (C) Dhurrin ... 13 6. Struktur Amigdalin dan Produk-Produk Hidrolisisnya... 14 7. Alur Proses Aplikasi Penambahan Campuran Biji Picung dan Garam

pada lkan Kembung (Rastrelliger brachysoma Blkr) Segar... 28 8. Dokumentasi Alur Proses Aplikasi Penambahan Campuran Biji Picung dan

Garam pada Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma) Segar .... ... 29 9. Grafik Hasil Analisis Kadar Air lkan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Garam ... 51 10. Graflk Hasil Analisis Kadar Abu lkan Kembung Segar dengan Penambahan

Kombinasi Picung dan Garam ... ... 53 11. Grafik Hasil Analisis Kadar Garam lkan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 54 12. Graflk Hasil Analisis Kadar pH lkan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... ... 57 13. Grafik Hasil Analisis Kadar TVB Ikan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 59 14. Grafik Hasil Analisis Kadar TMA Ikan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 61 15. Grafik Kadar Tanin pada Pengamatan Ikan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 63 16. Grafik kadar Sianogen pada Pengamatan Ikan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 65 17. Grafik Hasil Analisis Total Plate Count Ikan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 68 18. Koloni Enterobacter pada Media Violet Red Bile Glukosa Agar ... 69 19. Grafik Hasil Analisis Enterobacter Ikan Kembung Segar dengan

Penambahan Kombinasi Picung dan Garam ... 70 20. Koloni Bakteri H2S producer dalam Media Iron Agar Formula ... 71

21. Grafik Hasil Analisis Bakteri H:zS Producer Ikan Kembung Segar

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

I. Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Segar... 89 2. Hasil Analisis Statistik Hasil Pengujian Kimia pada Penelitian

Pengawetan Ikan Kembung dengan Campuran Picung dan Garam ... 90 3. Hasil Analisis Statistik Hasil Pengujian Mikrobiologi pada Penelitian

Pengawetan Ikan kembung dengan Campuran Picung dan Garam ... 98 4. Hasil Analisis Statistik Hasil Pengujian Organoleptik pada Penelitian

Pengawetan Ikan Kembung dengan Campuran Picung dan Garam ... 100 5. Hasil Pengujian Residu Formalin pada Ikan Segar dan Ikan Asin

di Indonesia .. .... ... ... ... .... ... ... 120 6. Hasil Pengujian Kualitatif Formalin pada Ikan Kembung Segar dan

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumsi protein terutama protein hewani di Indonesia masih cukup rendah. Masalah defisiensi protein merupakan salah satu masalah gizi yang belum teratasi. Salah satu sumber bahan pangan yang banyak mengandung protein potensial tinggi ialah laut yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan perairan umum yang cukup luas di daratan Indonesia. Tetapi jika diinginkan meningkatkan produksi ikan dan hasil laut lainnya perlu pula dikembangkan teknologi pengawetannya. Hal ini perlu agar ikan dapat dibawa ketempat-tempat konsumen yang jauh dari sumber produksi.

Seperti kita ketahui, ikan dan produk olahannya merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable). Kemunduran mutu bahan pangan merupakan masalah utama yang dihadapi dalam penanganan bahan pangan terutama bahan pangan segar, akibat tingginya kandungan air. Kemunduran mutu bahan pangan, tersebut disebabkan oleh kegiatan enzimatis dalam tubuh ikan dan pertumbuhan mikroorganisme. Mikroba ini dapat berasal dari tubuh ikan itu sendiri maupun akibat penanganan pasca panen yang tidak memenuhi persyaratan. Bahan pangan yang telah mengalami kerusakan berarti telah mengalami kemunduran mutu sehingga tidak layak untuk dikonsumsi, meskipun kenampakannya masih sesuai dengan kriteria mutu.

Pengawetan ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara yang dianggap paling murah di Indonesia ialah dengan metode pengeringan, dengan met ode inipun masih menghadapi kendala karena dapat mengakibatkan perbedaan karakteristik ikan segar. Di beberapa daerah penangkapan ikan kadang-kadang garam tidak cukup tersedia.

(17)

tetapi sering ditemukan pabrik es ini tidak dioperasikan karena berbagai hambatan setempat. Selain itu sering teIjadinya kelangkaan bahan baku berakibat tidak menentunya hasil tangkapan yang didapat.

Sebagai upaya untuk mengawetkan produk bahan pangan, pengolah produk pangan sering menambahkan bahan pengawet kimia formalin atau insektisida lainnya. Penggunaan formalin 1m sudah sejak lama telah

disalahgunakan oleh pengolah (Lampiran 5 dan 6).

Formalin sebagai salah satu bahan kirnia, sampai sekarang banyak digunakan sebagai bahan pengawet ikan, daging, ayam dan hasil olahannya. Hal ini meresahkan masyarakat karena formalin adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan tambahan yang tidak terdaftar dan justru dilarang untuk digunakan pada pangan (non food grade). Formalin biasanya digunakan sebagai bahan untuk mengawetkan mayat atau preparat lain yang digunakan untuk penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut di atas dengan semakin tingginya kesadaran konsumen terhadap keamananan pangan, maka penggunaan bahan pengawet alami lebih menjadi pilihan konsumen sehingga merupakan potensi untuk dikembangkan.

Salah satu metode mengawetkan ikan yang telah dilakukan secara turun temurun oleh nelayan di kecamatan Labuan, kabupaten Pandeglang, propinsi Banten, adalah dengan menggunakan biji picung (Pang;um edule Reinw) atau nama lainnya adalah keluweklpangilpakemlgempanilawaran dan garam. Dengan metode ini garam yang digunakan untuk pengawetan lebih sedikit daripada yang diperlukan untuk pengolahan ikan asin atau ikan kering. Manfaat lain dari penerapan metode ini bahwa rasa ikan tidak terlalu asin dan mempunyai sifat seperti ikan segar untuk jangka waktu tertentu. Metode pengawetan ini terbukti dapat mengatasi masalah kelangkaan es di daerah Labuan dan sekitamya.

(18)

sebagai obat kudis, insektisida, sabun, bahan baku minyak goreng dan pewarna benang (Burkill, 1935). Hasil penelitian Indriyati (1989) melaporkan bahwa biji picung segar mempunyai aktivitas antibakteri pembusuk ikan secara in vitro seperti Bacillus

sp.,

Micrococcus

sp.,

Pseudomonas

sp.

dan coliform yang tumbuh pada ikan mas (Cyprirms carpio). Bukti tersebut menunjukkan bahwa biji picung memiliki sejenis bahan aktif yang bekerja sebagai antimikroba, sehingga mampu untuk mengawetkan pangan. Bahan aktif tersebut diduga lamt daIam pelamt organik dan dapat dipisahkan melalui proses ekstraksi.

Picung terdapat di seluruh Indonesia sehingga memungkinkan untuk dapat digunakan di daerah-daerah penangkapan maupun di tempat-tempat pendaratan ikan yang langka es atau garam.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang ditemui dengan menggunakan picung adalah belum adanya data atau pengalaman yang menyebutkan diketabuinya jumlah dan perbandingan antara picung dan garam yang jelas, efektif dan efisien untuk mengawetkan ikan. Picung dapat memberi efek negatif terhadap warna, bau dan rasa. Sedangkan garam walaupun berfungsi sebagai bahan pengawet dan dapat mengurangi efek browning, juga memberi efek terhadap rasa asin. Salah satu cara untuk mencegah Imemperlambat pembusukan pada pengawetan ikan segar

dengan

menggunakan picung, adalah dengan mencarnpur daging biji picung segar dan garam, pada proporsi tertentu yang digunakan sebagai bahan pengawet yang disimpan pada suhu kamar.

Cara pengawetan ini dimaksudkan untuk mengatasi adanya masalah kelangkaan es tanpa hams menggunakan

bahan

pengawet berbahaya sepert penggunaan formalin yang kini Marak digunakan. dengan demikian mutu ikan segar yang diawetkan masih dapat diterima oleh konsumen.

1.3 Tujuan dan Manraat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa :

(19)

(2) mutu yang sesuai dengan selera konsumen pada ikan segar yang diawetkan dengan daging biji picung segar yang dicampur garam.

(3) tingkat kemunduran mutu ikan segar secara enzimatis atau kimiawi dan mikrobiologis dengan menggunakan daging biji picung segar yang dicampur dengan garam sebagai bahan pengawet.

Manfaat dari peneiitian ini adalah untuk meningkatkan penyediaan ikan segar bagi masyarakatJkonsumen di tempat yang tidak tersedia es dengan memanfaatkan bahan aktifpicung sebagai bahan pengawet alami yang aman serta tidak mengubah sifat karakteristik mutu ikan yang disukai konsumen.

1.4 Hipotesis

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma Blkr)

Ditinjau dari aspek gizi, ikan merupakan bahan pangan somber protein hewani yang cukup potensial dan dapat disejajarkan dengan bahan pangan hewani lainnya seperti daging sapi, unggas, telur dan soso (Hadiwiyoto 1983).

Ikan kembung merupakan salah satu dari jenis ikan ekonomis penting, yaitu jenis ikan yang mempunyai nilai pasaran tinggi, volume produksi tinggi dan daya

produksi tinggi (Ditjen Perikanan 1990).

Klasifikasi ikan kembung, menurut Saanin (1984) adalah : Phylum : Chordata

Class Subclass Ordo Subordo Genus Family Spesies

: Pisces : Teleostei : Percommorphy : Scombroidea : Rastrelliger : Scomberidae

: Rastrelliger brachysoma (Blkr) Rastrelliger neglectus (van Kampen) Rastrelliger kanagurta (C)

Rangka Phylum Chordata dengan Klas Pisces dan Subklas Teleostei terdiri dari tulang benar, bertutup insang, sirip punggung terdiri dari bagian yang berjari-jari keras, langsung berhubungan bagian yang berberjari-jari-berjari-jari temah. Jari di belakang

(21)

badan tidak bersisik atau bersisik rudimenter. Genus Rastrelliger tulang mata bajak dan langit-Iangit tidak bergigi, sirip dubur tidak berjari-jari keras. Tulang saringan insang kelihatan jika mulut terbuka. Spesies Rastrelliger brachysoma

(Blkr) panjang 2,8 x tinggi, panjang kepala sarna dengan tinggi kepala. Spesies

Raslrelliger negleclus (van Kampen) atau kembung perempuan panjang 3,1 - 3,4 x tinggi, panjang kepala sarna dengan tingginya. Spesies Rastrelliger kanagurta

(C) atau kembung lelaki panjang 3,4 - 3,8 x tinggi, panjang kepala lebih dari tingginya.

Ikan kembung lelaki memiliki warna biru kehijauan pada bagian atas, putih kekuningan pada bagian bawah, dua baris totol-totol hitam pada bagian punggung, dan satu totol hitam dekat sirip dada. Ada garis warna gelap memanjang dibagian atas dari rusuk/garis rusuk. Bentuk badan sedikit langsing, gepeng, terdapat selaput lemak pada kelopak mata.

Tabel I Kandungan Gizi Ikan Kembung (Raftrelliger brachysoma BlAT) Segar dalarn 100 gram lkan

Komponen

Jumlah

Energi 103.00 kal

Protein 22.00gram

Lemak iNoァイセュ@

Kalsium 20.0 miligram

Fosfor 200.0 miligram

Besi 1.0 miligram

Vitamin A 30.00 SI

Vitamin Bl 0.05 miligram

Air 76.0 gram

Sumber: Depkes RI (1995)

Daerah penyebaran ikan kembung lelaki di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan, Sumatra Barat, Laut Jawa, Selat Malaka, Muna Buton dan laut Arafuru.

(22)

2.2 Karakteristik Biji Picung

Pohon picung banyak ditemukan di hutan-hutan atau ditanam di

pekarangan rumah, berikut ini taksonomi tanaman picung. Picung memiliki nama

botani Pangium edule Reinw termasuk tanaman berkeping ganda (dicotiledon), menurut Heyne (1987) klasifikasinya adalah sebagai berikut :

Kingdom Plantarum

Divisi Spermatophyta

Subdivisi Angiospermae

Klas Dicotyledone

Ordo Parietales (Cistales)

Famili Flacourtiaceae

Genus Pangium

Spesies Pangium edule Reinw

Gambar 1 Buah Picung (Pangium edule Reinw)

Menurut Burkill (1935) dan Heyne (1987). Picung sering pula disebut

pucung (Jakarta) atau kluwak (Jawa), pakem (didaerah Bali, Jawa, Kalimantan), pacung atau picung (Sunda), gempalli atau hapesong (Toba), kayu tuha huah

(Lampung), leho (Enggano), kapenceung, kapecong atau simaung

(23)

Tumbuhan picung dapat hidup pada berbagai kondisi tanah dan tumbuh liar di hutan maupun tempattempat lain yang dekat air, dengan ketinggian 300 -1000 meter di atas permukaan laut, didaerah pinggiran sungai, daerah hutan jati, tanah yang kering ataupun tergenang air, tanah berlempung, bahkan kadang-kadang pada tanah yang berbatu dan ada juga yang disengaja ditanam orang. Tumbuhan ini berbatang besar dan tinggi, diameter batang bisa mencapai 2,5 meter dan tingginya dapat mencapai 10 - 40 meter (Heyne 1987).

[image:23.574.38.459.11.754.2]

Menurut Koorders dan Valeton (1896) dalam Heyne (1987) kayunya dianggap tidak awet dan seringkali digunakan sebagai batang korek api. Kulit kayu tanaman picung berwama coklat kemerahan dan licin, tetapi kadang-kadang kasar dengan banyak celah mengeras. Daun tanaman picung berbentuk seperti jantung dengan permukaan licin dan mengkilap. Di bagian puncak banyak terdapat cabang yang masih muda berbulu, sedangkan cabang yang tua tak berbulu

Gambar 2 Daun Picung (Pang;um edule Reinw)

(24)
[image:24.573.52.463.0.771.2]

Menurut Burkill (1935) pohon picung berbuah sejak berumur 15 tabun secara terus rnenerus sepanjang musim. Buahnya agak tidak simetris, berbentuk bulat telur dengan kedua ujung tumpul. Ukuran buah bervariasi dengan panjang 17-30 cm dan lebar 7-10 cm atau lebih. Tangkai buah berulruran panjang 8-15 cm dengan diameter 7-12 mm. Di dalam buah picung terdapat banyak biji berwama kelabu, berbentuk telur limas dan keras. Dalam biji terdapat daging biji yang banyak mengandung lemak picung. Menurut Heyne (1987), Musim berbuahnya jatuh pada awal musim hujan, 300 biji buah setiap pohonnya, di dalam picung terdapat 20-30 biji yang berbentuk segitiga dengan panjang 5 cm. Kulit biji kasar dengan perikarp setebal 6-10 mm, berkayu dan beralur. Biji-biji tersebut tertutup oleh daging buah yang berwama putih apabila masih segar dan kehitaman jika sudah lama disimpan.

Gambar 3 Biji Picung (Pangium edule Reinw) 2.3 Komposisi Kimia dan Kegunaan Picung

(25)

kepala, pusing, mual dan muntah apabila termakan atau terhirup pernapasan, dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian. Biji picung di Philipina digunakan sebagai campuran racun anak panah (Quisumbling 1947).

Daging biji picung sebagian besar terdiri atas air, lemak, karbohidrat, protein dan sebagian kedl mineral dan vitamin (Tabel 2).

Tabel2 Komposisi Daging Biji Picung Segar Setiap 100 gr*

Komposisi penyusun

Kadar

Kalori (kal) 237.0

Protein (g) 10.0

Lemak(g) 24.0

Karbohidrat (g) 13.5

Kalsium(Cal HュセI@ 40.0

F osfor (I') (mg) 100.0

BesiJFel (mg) 2.0

Vitamin A (mg) 0

Vitamin B I (mg) 0.15

Vitamin C (mg) 30.0

Air (g) 51.0

..

.

.

*Daftar komposisl bahan makanan, Dlr. Gizi Depkes. (1995)

Lemak biji picung apabila diasamkan akan menghasilkan asam lemak siklik yang tidak jenuh yaitu asam hidnokarpat (CIc;H2S02) dan asam khaulmograt (C1sH3202). Asam lemak siklik ini mempunyai sifat antibakteri (Hilditch dan Williams 1964). Struktur kimia senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

(CH2)10COOH (CH2)6CHCH(CH2)4COOH (CH)12COOH

Gambar 4 Struktur Kimia Asam Hidnokarpat (A), Asam Gorlat (B) dan Asam Khaulmograt (C) (Hilditch dan Williams 1964)

(26)

.\!lwar (1992) dan Panghegar (1990) mengisolasi komponen antioksidan alami daTi daging biji picung Komponen biji picung yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan antara lain : vitamin C, ion besi, B karoten dan golongan flavonoid. Aktivitas dari senyawa antioksidan ini diteliti lebih lanjut oleh Adidjaja (1991) dan Romlah (1992). Adidjaja (1991) meneliti aktivitas antioksidan alami dari biji picung, sedangkan Romlah (1991) mempelajari perubahan aktivitas antioksidan dan lemak selama fermentasi daging biji plcung. Sedangkan Meirianto (1988) dalam Indriyati (1989) melaporkan bahwa pembaluran ikan mujair (Tilapia mossambica) dengan ekstrak 10% daging picung segar memberikan penurunan nilai TBA yang sarna dengan penambahan antioksidan sintetis BHT sebanyak 0,01% dan 0,02%. Hal ini menunjukkan adanya komponen anti oksidasi lipid pada ikan mujair yang diberi ekstrak 10% daging picung segar.

Rumphius (1741-1755) dalam Heyne (1987) menyatakan bahwa selama tnl tanaman picung lebih banyak digunakan sebagai tanaman obat-obatan tradisional. Penggunaan tersebut antara lain: (1) daun dan biji setelah diseduh dapat digunakan sebagai desinfektan, (2) kulit, kayu dan daun picung digunakan sebagai racun ikan, (3) minyak dari daging picung digunakan untuk membuat ekstrak yang dipakai untuk obat rheumatik dan penyakit kulit, (4) daging biji picung segar yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk obat pembasmi kutu.

Seduhan dingin dari daun-daun segar ataupun biji-biji picung dapat digunakan sebagai obat antiseptik, pemusnah hama dan pencegah parasit yang mustajab. Mengenai daya pembunuh yang kuat daTi picung ini dapat dimanfaatkan bagi pemberantasan serangga perusak tanaman budidaya. Sifat atsiri dari racunnya memiliki keuntungan karena setelah penggunaannya tidak ada bau atau rasa apapun yang tertinggal pada tanaman yang telah diperlakukan dengannya (Greshoff (\893) dalam Heyne 1987).

(27)

udang. Seduhan dari daun-daunnya yang diteteskan dalam luka terlantar akan mematikan ulat-ulat dan organisme hewan lainnya.

2.4 Senyawa Antimikroba

Senyawa antimikroba didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Reid dan Pelczar, 1979 dalam Winamo (1991). Menurut Winamo (1991) senyawa antimikroba adalah jenis bahan tambahan makanan yang digunakan dengan tujuan untuk mencegah kebusukan atau ketidak amanan oleh mikroorganisme pada bahan pangan.

Beberapa jenis senyawa yang mempunyai aktivitas antimikroba menurut Winamo (1991) adalah sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam lemak rantai medium dan esternya, sorbat, sulfur dioksida dan sui fit, nitrit, senyawa kolagen dan surfaktan, dimetil dikarbonat dan dietil bikarbonat, antimikroba alami baik dan produk hewani, tanaman maupun mikroorganisme, misalnya bakteriosin. Senyawa antimikroba dalam biji picung adalah asam sianida dan tanin. (Gimlette 1929 dalam Burkil 1935, Hilditch & Williams el al. 1964).

Selain asam sianida, biji picung juga mengandung tanin. Keistimewaan senyawa-senyawa tersebut adalah kemampuannya untuk mengobati lepra, kudis dan beberapa penyakit sejenis (Hilditch & Williams 1964) serta mempunyai peranan dalam pengawetan ikan karena bersifat antibakteri sehingga mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan (Gimlette 1929 dalam BurkiIl1935).

(28)

Menurut Emmawati (1998) dan Kristikasari (2000), biji picung memiliki "ktivita, antimikroba, sedangkan menurut Indriyati (1989) biji picung memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri pembusuk ikan secara in vitro seperti bakteri Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, lndriyali (1989) menduga bahwa komponen antibakteri pada biji picung adalah asam sianida, asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam gorlat dan tanin.

2.4.1 Sianogenik Glukosida

Daftar sianogenik gluko,ida yang menyangkut toksisitasnya pada manusia telah dibuat Wong (1989) ada 3 jenis, Salah satunya adalah amigdali n pertama kali diidentifikasi dalam almond pahit dan juga terdapat dalam biji buah-buahan lainnya, Pada umumnya sianida yang dihasilkan oleh bahan-bahan nabati lersebu( bervariasi antara 10 - 800 mg per 100 g, Biji almond pahit mengandung 250 mg

HeN per 100 g.

®

Gambar 5 (A) Amygdalin (B) Linamarin (C) Dhurrin

(29)

dalam jumlah sedikit sekali tersebar luas dalam tanaman, terutama dalam bentuk sianogenik glukosida, konsentrasi yang relatif tinggi ditemukan dalam rumput-rumputan tertentu, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji buak. Tetapi perlu diingat bahwa glukosida tersebut bukan satu-satunya sumber sianida dan juga sianida tersebut bukan hanya berasal dari tanaman, tetapi kapang, bakteri dan bahkan beberapa jenis hewan dapat memproduksi sian ida (paris 1913 dalam Muchtadi 1989). Biji picung merupakan tanaman yang banyak mengandung ginokardin glukosida yang mudah melepaskan asam sianida dengan bantuan enzim ginokardase. Pelepasan asam sianida tersebut dapat dicegah dengan pemanasan yang menghancurkan enzim ginokardase (Burkil1 \935). Ginokardin glukosida dan enzim ginokardase sekarang masing-masing dikenal dengan nama sianogenik glukosida dan enzim glukosidase (Muchtadi 1989).

AMYGDAlIN

+ 2 Glucose

CYNIOHYIlRIN

HCN

HYDROCYANIC AC10

+

o

iiセ@

H-C-{2;

BENZALDEHYDE

Gambar 6 Memperlihatkan Struktur Amigdalin dan Produk-Produk Hidrolisisnya.

(30)

Kandungan sianida dalam ketela pohon (singkong) sangat bervariasi. Kadar sianida rata-rata dalam singkong manis di bawah SO mglkg. Menurut F AO, singkong dengan kadar SO mglkg masih aman untuk dikonsumsi. Pengupasan kulit, pengirisan tipis-tipis, pengeringan, perendaman dan fermentasi dalam pengolahan singkong dapat menurunkan atau menghilangkan kandungan sianida yang ada.

Tanda-tanda keracunan HCN umumnya antara lain; sakit kepala, pusing, mata melotot, muntah, mencret, sesak nafas, badan menjadi lemah dan mengalami sianosis, yaitu seluruh badan kebiru-biruan. Sianosis merupakan tanda spesifik keracunan HCN.

Ion fero banyak terdapat dalam darah sebagai komponen hemoglobin. Apabila ion sianida terdapat dalam darah maka ion fero dalam darah akan bereaksi dengan ion sianida sehingga hemoglobin kehilangan kemampuannya untuk mengangkut oksigen. Pada konsentrasi rendah asam sianida tersebut dapat mengakibatkan pusing, mual dan muntah pada orang, sedangkan pada konsentrasi tinggi (>50 mg) dapat mengakibatkan kernatian (Wong 1989).

Asam sianida adalah suatu asam lemah yang berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai bau khas dan apabila terbakar mengeluarkan nyala biru. Senyawa sianida dapat bereaksi dengan beberapa ion logam membentuk senyawa Fe(CN)/- atau Fe(CN)63- (Winarno 1991).

Semua senyawa tersebut adalah beta - g1ukosida, yang kurang larut dalam air. Karena sifatnya tersebut senyawa ini merupakan tempat penyimpanan yang baik dari senyawa lain seperti sianida, sampai tiba saatnya untuk digunakan. Diduga bahwa kepentingan senyawa tersebut bagi tanaman adalah sebagai alat pertahanan terhadap serangan insekta (Con 1969 dalam Muchtadi 1989).

(31)

terasi pucung didaerah Madiun (Jawa timur), kecap pangi di kepulauan Saparua serta dapat dibuat dage di Jawa barat (Vooderman 1899 dalam Heyne 1987).

Menurut Burkill (1935) penghilangan racun pada biji picung dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : (1) biji picung dikupas dan direbus, kemudian direndam sehari dalam air mengalir, selanjutnya direbus lagi. Hasilnya dikenal dengan nama "dage", (2) seperti cara pertama dan setelah perebusan kedua dibiarkan kurang lebih satu minggu supaya terjadi ヲ・イュ・ョエ。ウセ@ (3) merendam biji picung yang telah direbus dan dibungkus dengan abu, dibiarkan kurang lebih 40 hari supaya terjadi fermentasi. Cara ini menghasilkan cita rasa terbaik yang dikenal dengan "kluwak", seperti cara ketiga, tetapi hari ke -15 direbus dan direndam dalam air mengalir dan akhirnya dibiarkan terjadi fermentasi lebih lanjut, yaitu kurang lebih 4 hari.

Dosis mematikan minimal dari HCN rnelalui mulut telah diperkirakan antara 0,5 sampai 3,5 mglkg berat badan (Wong 1989). Dosis mematikan sianida alkalis kira-kira 2 kali lipatnya HCN. Suatu dosis yang relatif sangat tinggi dapat menyebabkan kematian dalarn beberapa menit, tetapi pada dosis yang lebih rendah telah dilaporkan bahwa penderita dapat bertahan hidup sampai 3 jam. Gejala yang timbul mula-mula adalah mati rasa pada sekujur tubuh dan pusing-pusing. Hal ini diikuti oleh kekacauan mental dan pingsan, sianosis, kejang-kejang dan sawan (menggelepar-gelepar), dan akhirnya koma (pingsan yang lama). Dosis yang lebih rendah (non fatal) dapat mengakibatkan sakit kepala, sesak pada tenggorokan dan dada, berdebar-debar, serta kelemahan pada otot-otot. Hidrolisis terhadap sianogenik glukosida dapat terjadi apabila bahan dihancurkan dengan adanya air, sehingga terjadi pe\epasan HeN. Untuk menghilangkan HCN yang terbentuk secara tradisi dilakukan pencucian dengan air mengalir setelah pengupasan. Senyawa HCN mudah teruapkan selama perebusan, tetapi bila dilakukan dalarn wadah tertutup rnaka HCN akan berkondensasi lagi dan larut dalam air perebus.

(32)

kekurangan makan dimana keasaman perutnya sangat rendah (pH tinggi), otolisis dapat berlangsung terus dalam perut untuk beberapa lama, sampai perut terisi oleh cairan lambung. Salah satu percobaan menunjukkan bahwa apabila tidak terdapat enzim glukosidase dalam jumlah cukup, cairan saliva atau Hel encer pada suhu tubuh tidak dapat melepaskan HeN dalam jumlah yang nyata dari kacang Phaseolus lunatus (Muchtadi 1989).

Pencegahan keracunan oleh sianida dapat dilakukan dengan penghilangan HeN yang terbentuk selama pengupasanlpenghancuran bahan dan dengan cara pencucian serta perebusan dan menghilangkan air perebusannya.

2.4.2 Tanio

Tanin merupakan senyawa polifenol alami yang mengandung gugus hidroksi fenolik dan gugus karboksil dengan bobot molekul yang cukup tinggi (500 - 3000 Dalton) sehingga dapat membentuk ikatan yang stabil dengan protein dan makromolekul lain dalam kondisi yang sesuai (Hidayat 2003). Senyawa ini terdapat sebagai serbuk amorf yang berwarna kekuningan sampai coklat terang dan akan menjadi gelap bila dibiarkan di udara terbuka, mempunyai bau yang khas dan berasa sepat. Senyawa polifenol ini larut dalam senyawa polar tetapi tidak larut dalam senyawa non polar (Hidayat 2003).

Berdasarkan struktur kimia dan reaksinya, tanin digolongkan menjadi tanin terhidrolisis (hidrolyzable tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin). Tanin terhidrolisis yang dibagi menjadi galotanin dan elagitanin (Hidayat 2003) dapat dihidrolisis oleh enzim dan asam menjadi senyawa polifenolat dan gula. Tanin terkondensasi yang sering disebut proantosianidin merupakan polimer katekin dan epikatekin yang banyak terdapat dalam tanaman leguminosa.

(33)

hidrofobik yang terjadi antara gugus nonpolar dari protein (dari asam amino yang memiliki rantai samping non polar) dan tanin (cincin benzena). Adapun yang mendominasi kekuatan ikatan ini adalah ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik.

Interaksi tanin-protein sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Interaksi yang optimal terjadi pada pH isoelektrik protein (Hidayat 2000). Nilai pH yang rendah akan menurunkan kekuatan ikatan tanin-protein sebagai akibat adanya efek elektrostatik dari protein.

Senyawa tanin biasanya terdapat pada tanaman dan dapat bereaksi dengan kulit hewan mengakibatkan warna coklat, oleh karena itu sering digunakan untuk menyamak kulit. Tanin membentuk warna kehitaman dengan beberapa ion logam misalnya ion besi, kalsium, tembaga dan ion magnesium. Senyawa tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan asam gal at, asam kafeat dan khlorogenat serta ester dari asam-asam tersebut yaitu 3 - galloilepikatekin, 3 - galloilgallokatekin, fenilkafeat dan sebagainya. (Muctadi 1989). Adanya tanin tersebut dapat menyebabkan warna daging biji picung menjadi coklat. Reaksi tersebut dikenal dengan reaksi "browning enzymatic", yang terjadi jika dikatalis oleh enZlm polifenolase dengan substrat berupa senyawa fenolik (Winarno 1991).

Efektivitas antimikroba dalam mengawetkan bahan makanan terjadi baik dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme (Winarno 1991). Mekanisme zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain (I) merusak dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, misalnya oleh senyawa fenolik, (3) menyebabkan denaturasi sel, misalnya oleh alkohol dan (4) menghambat kerja enzim di dalam sel (Reid dan Pelczar 1977 dalam Winarno 1991).

2.5 Garam Sebagai Pengawet Makanan

(34)

aman bagi kesehatan dan tersedia dimanamana barangkali merupakan faktor -faktor penting yang menentukan pilihan terhadap pemakaian garam.

Garam merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu, bahan pengawet pada ikan, telur, daging dan buah serta untuk industri kimia. Afriantono (1989) menyatakan bahwa penggunaan garam dalam proses pengolahan bertujuan untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan dalam tubuh ikan, serta menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan organisme lainnya. Sedangkan menurut Afriantono (1989) perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk melarutkan sisa-sisa darah, memberikan rasa dan memperbaiki tekstur ikan. Selain dapat menarik air, garam juga mencegah terjadinya proses autolisis oleh enzim sebab kebanyakan enzim tersebut akan musnah atau ditahan aktifitasnya (Moelyanto

1982).

Menurut Afriantono (1989), selama proses penggaraman akan terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan yang diikuti dengan keluamya cairan dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan garam di sekitar tubuh ikan dengan cairan yang ada dalam tubuh ikan. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam. Bersamaan dengan keluamya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Lama-kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan, bahkan akhimya pertukaran garam dan cairan tersebut terhenti setelah terjadi keseimbangan.

Larutan garam dapur yang encer mempunyai tekanan uap yang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan air murni, demikian juga titik bekunya menjadi lebih rendah. Masing-masing molekul garam bergabung sedemikian rupa dengan molekul air sehingga tidak lagi menunjukkan sifat-sifat normalnya (Widaningsih 2001)

(35)

yang diserap myosin dan penambahan muatan listrik pada protein serta akibat penambahan NaCI & KCI, secara seder han a merupakan pengisapan air (hydration) yang bertambah dari bagian-bagian protein yang muatan listriknya makin besar (Moelyanto 1982).

Di samping memberikan rasa gurih pada ikan yang diolah, garam dapat menarik cairan dari dalam tubuh ikan maupun bakteri. Proses ini akan menghambat aktivitas biologis bakteri bahkan dapat menyebabkan kematiannya (Afriantono 1989). Sebenarnya garam tidak bersifat membunuh mikroorganisma (germicidal). Ingram dan Kitchel (1967) telah memberikan indikasi berbagai mikroorganisma, khususnya bakteri patogen yang mungkin dapat tumbuh pada produk-produk yang diawet dengan garam. Dalam konsentrasi rendah (1-3%) justru garam membantu pertumbuhan bakteri. Ada bakteri yang dapat tumbuh pada garam konsentasi tinggi misalnya : red halophilic bacteria (merah). Aktomiosin tak larut dalam air tetapi larut dalam larutan garam NaCI

±

1,0 % (Hadiwiyoto 1983).

2.6 Mutu Mikrobiologis

Mutu mikrobiologis dari produk pangan ditentukan oleh tingkat pertumbuhan mikroba dan mikroba spesifik yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Sebagai akibat dari pertumbuhan tersebut akan terjadi perubahan sifat fisik dan kimianya yang akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Apabila perubahan tersebut diterima oleh konsumen berarti produk tersebut baik dan apabila konsumen menolak berarti produk tersebut dinyatakan telah mengalami penurunan mutu atau telah mengalami kerusakan.

(36)

Tabel 3 Spesifikasi Persyaratan Mutu Ikan Segar SNI 01-2729-1992

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

a. Organoleptik : Nilai hedonik Min. 7 Nilai minimal (skala 1-9)

b. Cemaran Mikroba :

1. ALT/gr, maks Koloni/gram 5 x 105 2. Escherichia coli APMlgram <3 3. Vibrio cholera* Per 25 gram negatif *) blla dlmmta oleh Importlr

Keterangan: ALT = Angka Lempeng Total

APM = Angka Paling Memungkinkan

2.7 Mutu dan Daya Awet Ikan Segar

Salah satu tujuan dari pengawetan ikan segar dengan menggunakan bahan bioaktif alami biji picung (Pangium edule Reinw) ada1ah untuk meningkatkan umur simpan (daya awet) dari ikan segar. Peningkatan umur simpan ikan segar terutama dipengaruhi oleh faktor suhu dingin (0_5° C). Secara umum aw ikan segar adalah 6,8 sedangkan kerusakan ikan segar ditandai dengan timbulnya bau busuk dan lendir di permukaan tubuh ikan.

2.8 Karakteristik Bakteri Patogen dan Perusak Makanan 2.8.1 Escherichia coli

(37)

2.8.2 Salmonella typhimurium

Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobactericeae, merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang. Salmonella sp. tidak membentuk spora, bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif, motil dengan flagela peritrikat (Salle 1978 dalam Fardiaz 1983). Salmonella typhimurium dapat tumbuh pada suhu antara 5_47° C dengan suhu optimum 35-37"C. Nilai pH optimim untuk pertumbuhannya berkisar 6,5-7,5 sedangkan aw optimum untuk pertumbuhannya ada1ah 0,945-0,999 (Fardiaz 1983).

Menurut Fardiaz 1983 makanan-makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella typhimurium adalah telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, susu dan hasil olahannya. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit tipus pada manusia.

2.8.3 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berbentuk kokus dan termasuk famili Micrococcaceae. Bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif dengan membentuk kumpulan sel-sel seperti buah anggur. Beberapa galur membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut air. Sifat koagulase positif dari galur bakteri ini dapat memproduksi bermacam-macam toksin sehingga mempunyai potensi patogenik tinggi dan dapat menyebabkan keracunan makanan (Fardiaz 1983).

Staphylococcus aureus membutuhkan aw minimal 0,86 untuk pertumbuhannya, dengan aw optimum 0,990-0,995. Sedangkan suhu optimum petumbuhannya adalah 3SoC-38°C. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus serta dapat menyebabkan intoksikasi dan infeksi seperti bisul, pneumonia, mastitis pada hewan dan manusia (Fardiaz 1983).

2.8.4 Bacillus cereus

(38)

1983) Umumnya makanan terkontaminasi oleh Bacillus cereus setelah pendinginan yang lambat, pada makanan yang telah dimasak dalam waktu lama, dan pada waktu dan suhu yang kondusifpertumbuhan substansial (Fardiaz 1992) 2.S.5 Pseudomonas fluorescens

Pseudomonas mernpakan salah satu jenis bakteri gram negatif yang berbentuk batang lurns atau kokus dan pada umumnya memproduksi pigmen yang larut air. Sebagian besar bakteri ini bersifat aerob obligat dan oksidase positif (Fardiaz 1992). Spesies Psedomonas banyak ditemukan dalam air dan tanah dan sering menyebabkan kebusukan pada makanan (Fardiaz 1983).

(39)

3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2004 sampai dengan April 2005. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan, Kimia dan Mikrobiologi Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, 11. K.S. Tubun Petamburan Jakarta, Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Genetik, Departemen Pertanian, Cimanggu Bogor dan Tempat Pendaratan Ikan dan Pasar tradisional di sekitar Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten serta TPI Belanakan, Subang, Propinsi Jawa Barat.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kembung segar bebas formalin dari Tempat Pendaratan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara dan Tempat Pendaratan Ikan Belanakan, Subang, Iawa Barat,test kit buatan aquamerck, biji picung (Pangium edule) dari Desa Pabuaran Kecamatan Sukamakmur Cileungsi Kabupaten Bogor, dari Pasar Ciampea dan Desa Rumpin Leuwiliang kabupaten Bogor serta garam yang diperoleh dari pasar Anyar Bogor dan pasar Palmerah Jakarta Barat, serta bahan-bahan kimia lain dan media dari Laboratorium Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, JI. K.S. Tubun Petamburan Jakarta dan Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Genetik, Departemen Pertanian, Cimanggu Bogor.

(40)

serta bahan kimia dan media sebagaimana tercantum dalam sub bab 3.3.2. Disamping itu dipergunakan pula alat-alat untuk uji organoleptik, seperti piring, gelas, plastik, nampan dan sebagainya.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Pemilihan campuran daging biji picung dan campuran garam yang paling unggul dilakukan berdasarkan uji organoleptik.

Pada penelitian pendahuluan, ikan kembung bebas formalin yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari Muara Angke Jakarta dengan ukuran 10 ekor/kg. Ikan tersebut dibuang isi perut dan insangnya, dicuci bersih kemudian ditiriskan lalu ditimbang sesuai kebutuhan. Garam dan picung yang telah dicacah ditimbang sesuai dengan kebutuhan ikan yang telah dipersiapkan dengan perbandingan penambahan garam dan picung sebagai berikut :

Tabel 4 Perbandingan Penambahan Picung dan Garam dalam % terhadap Bobot Ikan pada Penelitian Pendahuluan

Picung

Garam 2% 4% 6% 8% 10%

1% glp2 glp4 glp6 glp8 glplO

2% g2p2 g2p4 g2p6 g2p8 g2pl0

3% g3p2 g3p4 g3p6 g3p8 g3pl0

4% g4p2 g4p4 g4p6 g4p8 g4pl0

5% g5p2 g5p4 g5p6 g5p8 g5pl0

(41)

Kriteria mutu yang diuji adalah rupa, warna, tekstur, aroma dan rasa pada bahan baku ikan. Penilaian oleh orang dewasa dilakukan menurut skala hedonik dengan kategori penilaian sebagai berikut :

1

=

sangat tidak suka 2 = tidak suka

3 biasa 4 = suka 5 = sangat suka

Berdasarkan hasil analisis organoleptik pada penelitian pendahuluan diperoleh hasil kombinasi unggulan yang dilanjutkan untuk penelitian utama, yaitu mempelajari pengaruh penambahan atau penggunaan daging biji picung pada ikan kembung segar dengan kombinasi konsentrasi garam 2% dan 3% dengan picung 2%, 4% dan 6% terhadap penerimaan yang dihasilkan.

Tabel 5 Perbandingan Penambahan Picung dan Garam dalam (% terhadap Bobot Ikan) pada Penelitian Utama

Picung

Garam 2% 4% 6%

2% g2p2 g2p4 g2p6

3% g3p2 g3p4 g3p6

(42)

dan nilai pH dilakukan setiap 3 hari sekali selama pengamatan. Analisis mikrobial meliputi analisis jumlah total bakteri I Total Plate Count, Enterobacter dan H2S

producer dan analisis organoleptik meliputi parameter rupa, wama, aroma, tekstur dan rasa yang dilakukan dengan menggunakan lembar skala hedonik (terlampir) dilakukan setiap 3 hari sekali selama pengamatan. Evaluasi terhadap kesukaan dilakukan oleh 10 orang dewasa.

3.3.1 Proses Pen am bah an Campuran Picung dan Garam pada Ikan Segar Pada prinsipnya, proses penambahan kombinasi campuran picung dan garam pada ikan segar meliputi tahap persiapan bahan ; pengupasan biji picung, pencongke1an dan pencacahan serta pencampuran daging biji picung dengan garam dan pembuangan isi perut ikan kembung. Kemudian pencampuran bahan yang terdiri dari pelumuran campuran picung dan garam pada ikan kembung segar dan pengemasannya.

(43)

1. Pengupasan Biji Picung

2. Pencacahan Daging Biji Picung

I

I

Ikan

I

3. Pencampuran

(picung dengan Garam)

I

Pembuangan lsi Perut

I

2. Pencacahan Daging Biji Picung

I

I

Pencucian

I

4. Pelumuran

(Campuran Picung & Garam pada lkan Kembung Segar)

5. Pengemasan

(dalam ember plastik bertutup, setiap hari dibuka selama 5

menit)

6. Penyimpanan (pada suhu kamar/ruang)

7. Pengamatan

(pengujian pada 0 hari setelah 8 jam perlakuan dan setiap 3 hari sekali selama 9 hari penyimpanan)

[image:43.573.66.459.55.663.2]
(44)
[image:44.571.69.431.59.648.2]
(45)

3.3.2 Pengamatan

Analisis terhadap penggunaan campuran picung dan garam pada produk ikan kembung segar meliputi analisis kimia, mikrobiologis dan organoleptik terhadap produk ikan kembung segar yang menggunakan campuran picung dan garam.

3.3.2.1 Analisis Kimia

(1) Analisis/Uji KualitatifFormalin (Merck, Jerman)

Pengujian formalin secara kualitatif dilakukan dengan test kit Aquamerck, buatan Jerman. Prinsipnya adalah membandingkan hasil titrasi dengan kartu standar wama.

1) Alat dan Bahan: 1 set Formaldehyde Test kit terdiri dari;

1 buah botol reagent Fo - 1, 1 buah botol reagent Fo - 2, 1 buah botol plastik semprot ukuran 5 ml, 2 buah tabung dengan penutup, 1 buah kartu standar warna, 1 buab kaca pembanding (sliding comparator). 2) Persiapan : Sampel yang sudah diblender bersama aquades disaring 3) Prosedur :

- Botol sampel dibilas beberapa kali sebelum digunakan

- Sampel disiapkan 5 ml dan blanko5 ml, lalu ditambahkan 5 tetes reagen Fo-l kedalam botol tersebut dengan menggunakan pipet, kemudian dikocok.

- pH diuji dengan kertas pH, pH hams diatas 13, jika perlu dengan menggunakan reagen Fo-\ (cairan sodium hidroksida).

- Kemudian ditambahkan 1 sendok kecil reagen Fo-2 lalu ditutup rapat dan dikocok dengan kuat hingga reagen lamt sempuma. Tes tube dimasukkan, ditempatkan dalam slide comparator diatas indikasi kartu wama standar lalu dibandingkan, sepanjang skala wama slide comparator hingga sarna warna diantara tes tube dibuka gambaran standar diatas.

(46)

wama dari yang terpilih pada pembanding kaca atau jika perlu diperkirakan nilai tengahnya.

(2) Analisis Protein Kasar (Yunizal et al. 1998)

1) Destruksi

1) Kedalam labu Kjeldhal 300 ml dimasukkan contoh yang telah dicacah kecil-kecil dan homogen 1 hingga 2 g, kemudian ditambahkan campuran destruksi 3 g dan 20 ml asam sulfat pekat p.a.

2) Labu Kjeldhal tersebut dipanaskan di atas pemanas listrik hingga wama larutan semula hitam berubah menjadi wama jemih. Selama pemanasan pada ujung labu Kjeldhal dipasang corong untuk mencegah penguapan larutan asam sulfat pekat.

3) Setelah selesai destruksi, labu Kjeldhal didinginkan kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke labu ukur 250 ml menggunakan aquades.

2) Destilasi

1) Filtrat ditampung dalam 25 ml larutan H2B03 5% yang telah ditambah metil

red 3 tetes dan bromokresol green.

2) Destilasi dihentikan setelah uap destilasi tidak bereaksi basa lagi (uji lakmus) atau wama cairan berubah biru.

3) Ujung kondensor dibilas dengan air suling. 3) Titrasi

I) Larutan kemudian dititrasi dengan Hel standar 0,01 N dengan metil red dan bromokresol green sehingga berwarna merah.

2) Perhitungan: Kadar Protein

(47)

(3) Analisis Kadar Lemak (Crude Fat) (Yunizal et aI, 1998)

1) Ke dalam selongsong lemak dimasukkan contoh sebanyak 2 g hingga 3 g yang telah dicacah kecil-kecil dan homogen. Dapat juga digunakan contoh kering yang diketahui kadar aimya.

2) Selanjutnya contoh dalam selongsong lemak ditutup dengan kapas bebas lemak.

3) Selongsong lemak tersebut dimasukkan ke dalam mang ekstraktor tabung Soxlet, disiram dengan etil eter hingga permukaan. Setelah etil eter berpindah kedalam labu lemak, kemudian disiram kembali selongsong lemak di atas hingga permukaan sepamh dari mangan ekstraktor terisi dengan etil eter. 4) Labu lemak dan tabung Soxlet dipanaskan di atas pemanas listrik bersuhu

sekitar 400C selama 6 jam.

5) Labu lemak dilepaskan dari tabung Soxlet, dituangkan etil eter yang berada dalam mangan ekstraktor ke dalam labu lemak.

6) Etil eter dalam labu lemak didestilasikan dengan alat destilasi berputar hingga semua etil eter menguap, kemudian labu lemak dikeringkan dalam oven dengan suhu 102°C hingga 10SoC sampai tercapai berat konstan.

7) Perhitungan: Kadar Lemak

= Berat minyak pada labu lemak (g) x 100% Berat contoh (g)

(4) Penentnan Kadar Air (Yunizal et al. 1998).

... (2)

1) Botol timbang yang bersih beserta tutupnya dipanaskan dalam oven bersuhu 1020C hingga 10SoC selama kurang lebih 10 hingga 12 jam.

2) Botol timbang dikeluarkan dari dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit.

3) Ke dalam botol timbang di atas dimasukkan contoh yang telah dicacah kecil-kecil dan homogen sebanyak I hingga 4 gram, selanjutnya dikeringkan dalam oven 1020C hingga 105°C.

(48)

Perhitungan:

Kadar Air = Berat pada butir 3) - Berat pada butir 4) x 100% Berat contoh

(5) Analisa Abu Total (Yunizal et al. 1998)

... (3)

1) Cawan abu porselin dipijarkan sampai merah dalam tungku pengabuan bersuhu 650°C selama 1 jam (kenaikan suhu tungku pengabuan harus bertahap).

2) Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar suhu kamar, cawan abu porselin didinginkan dalam desikator selama 30 menit, dan berat cawan abu porselin kosong ditimbang.

3) Ke dalam cawan abu dimasukkan kira-kira 2 gram contoh yang telah dicacah kecil-kecil dan homogen, kemudian dimasukkan ke dalam oven sampai hampir kering.

4) Se1anjutnya cawan yang berisi contoh diabukan dalam tungku pengabuan sampai kira-kira 650°C dan dibiarkan pada suhu ini selama 1 jam (cawan abu menjadi merah), lalu didinginkan dalam desikator hingga beratnya konstan. Perhitungan :

Kadar Abu = Berat pada butir 3) - Berat pada butir 4) x 100% ... . ... (4) Berat contoh (gram)

(6) Uji Cepat Sianogen (Bradburry et aI. 1999)

(49)

(ppm). Cara ini merupakan cara penetapan yang paling cepat. Adapun cara kedua yaitu diukur serapannya dengan spektrofotometer pada /.. 510 nm (Bradbury et al. 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi serapan kompleks asam isopurpurat antara lain yaitu kadar sianogen, jumlah asam pikrat yang tersedia, pH sistem, waktu inkubasi dan suhu (Wiliams et at. 1980 dalam Bradbury et al. 1999). Aseton sianohidrin dalam kondisi asam akan bersifat stabil dan akan segera terurai menjadi sianida dalam suasana basa. Proses hidrolisis linamarin menjadi sianida akan berlangsung sempuma pada pH 8 dan suhu 25-30°C (Egan et al. 1998 dalam Bradbury et al. 1999). Waktu inkubasi yang digunakan untuk penetapan kadar total sianogen adalah 16-24 jam (Bradbury et at. 1999).

1) Pembuatan Kertas Pikrat

Sebanyak 1,4000 g asam pikrat dilarutkan dalam 100 mllarutan Na2C03 2,5%. Kertas Whatman No. 3 MM dicelupkan ke dalam larutan tersebut selama 20 detik, lalu diangin-anginkan sampai kering. Kertas pikrat kering dipotong-potong dengan ukuran 1 x3 cm dan dilekatkan pada kertas transparansi yang juga telah dipotong-potong dengan ukuran 1 x 4,5 cm. Kertas pikrat tersebut disimpan dalam wadah tertutup sebelum digunakan untuk menghindari debu dan terkena sinar rnatahari.

2) Preparasi contoh daging biji Picung (Pangium edule Reinw)

Setiap daging biji diiris halus dan dicampur merata, contoh ditimbang sebanyak 100 mg dengan timbangan analitik untuk ditetapkan kadar total sianogennya. 3) Penetapan kadar total sianogen (sianogen potensial)

I) Sebanyak 100 mg dari setiap contoh masing-masing dimasukkan ke dalam botol kit.

2) Kemudian ditambahkan 0,5 ml akuades, selanjutnya ditambahkan 0,5 ml buffer fosfat 1 M pH 8.

(50)

dengan cepat. Posisi kertas pikrat menggantung diatas larutan sehingga tidak bersentuhan dengan larutan tersebut.

4) Selanjutnya sistem diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam.

5) Setelah melewati waktu inkubasi, kertas pikrat diambil dan dilepaskan plastiknya, lalu dibandingkan langsung dengan kartu standar sianogen untuk ditetapkan kadar sianogennya.

6) Selanjutnya kertas pikrat dilarutkan dalam 5 ml akuades selama 30 menit sambi I sekali-sekali digoyangkan.

7) Larutan pikrat -sianogen yang terbentuk diukur intensitas warnanya dengan spetrofotometer double beam Hitachi 150-20 pada panjang gelombang 510 nm.

8) Membandingkan kertas pikrat terhadap kartu standar sianogen hanya digunakan sebagai verifikasi terhadap kemungkinan adanya kekeliruan dalam pengukuran dengan spektrofotometer dan pengukuran ini bersifat semi kuantitatif Data hasil pengukuran dengan spektrofotometer lebih teliti (kuantitatit).

9) Standar yang digunakan adalah KCN dengan konsentrasi beragam. Setiap contoh yang diukur, nilai absorbansinya diplot terhadap kurva standar CN-. 10) Blanko dibuat dengan cara yang sarna seperti contoh, tetapi tidak

menyertakan contoh.

11) Kadar total sinaogen dapat dirumuskan :

Perhitungan: Total sianogen (ppm) = Bobot CN (Ug) ... (5)

Bobot contoh (g) (7) Analisis Kadar Tanin (AOAC 1984)

1) Pereaksi Folin Denis

1) Kedalam 750 ml air suling ditambahkan 100 g Natrium tungstat (Na2V04) 20 g asam phospomolibdat dan 50 ml asam phosphat 85%.

(51)

2) Larutan Na2C03jenuh anhidrat

Ditambahkan 35 gram Na2C03 anhidrat ke dalam 100 ml air suling pada suhu

70°-80°C kemudian diaduk sampai larutljenuh dan ditepatkan lalu didinginkan semalam.

3) Larutan standar asam tanat

100 gram asam tanat dimasukkan ke dalam 100 ml air suling kemudian dikocok dan diencerkan sampai 1 liter (1 ml + 0,1 mg asam tanat) dibuat larutan segar setiap kali digunakan.

4) Persiapan kurva standar

1) Ditambahkan 2 cc pereaksi Folin Denis ke dalam labu takar 100 ml yang telah diisi 50-70 ml air suling

2) kemudian dipipet 0,3 ; 0,6; 0,9 : 1,2 dan 1,3 mllarutan standar asam

tanat lalu ditambahkan 5 mllarutan Na2C03 jenuh ke dalam masing-masing labu dan ditepatkan hingga 100 ml dengan air suling setela13 itu dikocok dan dibiarkan selama 40 menit

3) kemudian dibaca absorbansinya pada A. 725 nm dan dibuat kurva standar. 5) Persia pan contoh

1) Ditimbang

±

2 gram contoh yang telah dihaluskan dan dimasukkan ke dalam labu didih 500 cc,

2) lalu ditambahkan 350 ml air suling dan direfluk selama 3 jam (dipanaskan dengan pipa pendingin tegak)

3) kemudian disaring dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 500 ml ditepatkan kemudian dipipet 2 ml filtrat kedalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan 2 ml pereaksi Folin Denis serta 5 ml Na2C03 jenuh lalu ditepatkan dan dibiarkan selama 40 menit

4) kemudian diukur absorbansinya A. 725 nm

(52)

%Tanin (mg/IOO gr) = fp X xmg X 100 ... Keterangan: fp = faktor pengenceran

B = berat contoh (gram)

B

(8) Penentuan Nilai Total Volatile Base I TVB (DSN, 1991)

. ... (6)

Prinsip kerjanya adalah menguapkan basa-basa menguap (volatile bases)(ammonia, mono-, di-, trimetilamin dan lain-lain) yang terdapat dalam ekstrak daging ikan yang bersifat basa pada suhu 35°C selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam. Senyawa tersebut diikat oleh asam borat kemudian dititrasi dengan lamtan HCI 0,02 N.

1) Tabap persiapan contob

Contoh dicacah hingga halus, kemudian ditimbang

±

25 gram dan dimasukkan ke dalam blender lalu ditambahkan 75 ml larutan trichloro acetic acid (TCA) 7% dan diblender selama I menit. Lamtan tersebut disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh filtrat yang jernih. Sebelum dianalisis, filtrat dapat disimpan dalam kulkas.

2) Tabap analisa TVB

I) Larutan asam borat dipipet sebanyak I ml dan dimasukkan ke bagian dalam (inner chamber) cawan Conway, dengan menggunakan mikro pipet I ml yang lain, filtrat contoh dimasukkan ke bagian luar (outer chamber) cawan Conway sebelah kiri, kemudian ditambahkan I ml K2C03 jenuh pada

bagian luar (outer chamber) cawan Conway sebelah kanan dan cawan Conway segera ditutup rapat (bagian pinggir cawan Conway dan tutupnya harus sudah diolesi dengan vaselin agar diperoleh penutupan yang rapat). 2) Pada pembuatan blanko, filtra

Gambar

Gambar 2 Daun Picung (Pang;um edule Reinw)
Gambar 3 Biji Picung (Pangium edule Reinw)
Gambar 7 Alur Proses Aplikasi Penambahan Campuran Biji Picung dan
Gambar 8 Dokumentasi Alur Proses Aplikasi Penambahan Campuran Biji Picung dan Garam pada Ikan Kembung Segar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah sebelumnya siswa mengerjakan soal penjumlahan dan pengurangan dengan penyebut yang berbeda, maka siswa akan memberi perlakuan yang sama pada kasus perkalian... terlebih

BUDAYA ORGANISASI DAN KEPUASAN PENGGUNA PADA EFEKTIVITAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI BANK PERKREDITAN.. RAKYAT DI

Sambil berkenalan dan bercengkraman dengan keluarga Bapak I Made Gempol saya mulai mencari informasi mengenai keadaan keluarga Bapak I Made Gempol, saya

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih padi varietas IR-64, benih padi varietas Ciherang (panen bulan April 2008), bakterisida sintetis (Agrept 20 WP ( streptomycin

Ketua Program studi

yang dilakukan adalah untuk mendapatkan keefektifan perlakuan media audio visual terhadap pemahaman tentang tata cara pengurusan jenazah siswa.. O 2 adalah

a) Pelajari Buku kepanduan bahari yang memberikan keterangan dan penjelasan-penjelasan umum mengenai peta, suar, arus dan keterangan-keterangan setempat harus

Hasil pengujian hipotesis yang diperoleh dengan taraf signifikan 5% menunjukkan bahwa Opini Audit, Audit Report Lag, dan Ukuran Kantor Akuntan Publik berpengaruh secara