• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaminan sosial berbasis komunitas bagi pekerja mandiri sektor informal dalam upaya pengembangan jenis perlindungan sosial: studi kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jaminan sosial berbasis komunitas bagi pekerja mandiri sektor informal dalam upaya pengembangan jenis perlindungan sosial: studi kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung"

Copied!
288
0
0

Teks penuh

(1)

JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS

BAG1 PEKERJA MANDlRl SEKTOR INFORMAL

DALAM UPAYA PENGEMBANGAN

JENlS PERLINDUNGAN SOSIAL

(Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung)

Yunizar Mutiara

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INPORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Jaminan Sosial Berbasis Komunitas bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial: Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicanturnkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, September 2006

(3)

Abstrak

YUNIZAR MUTIARA, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial (Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung). Dibimbing oleh CAROLINA NITIMIHARDJO dan FREDIAN TONNY NASDIAN.

Masalah kemiskinan bukan merupakan isu baru, melainkan isu yang tiada hentinya dibicarakan sepanjang masa. Cukup mengenaskan bahwa dijaman yang sudah semakin canggih, kemiskinan masih merupakan masalah yang sangat dominan. Namun terjadi situasi yang sangat kontradiktif, dimana disatu sisi ada program pengentasan kemiskinan dan sisi lainnya sering juga kemiskinan dijadikan alat untuk kepentingan kelompok tertentu. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu kondisi yang ditolak oleh manusia, namun pada kenyataannya sulit untuk dihindari.

Jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.232.624 jiwa dengan kepadatan rata-rata 13.346 jiwa/Km2, sedangkan jumlah penduduk miskin sebanyak 71.292 orang atau 3,193% dan yang bekerja sebagai pekerja mandiri sektor informal sebanyak 390.709 jiwa atau 17,5%. (jabar.bps.go.id:2005).

Perlindungan sosial merupakan kewajiban negara, sesuai dengan ketentuan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara", dan Pasal 34 Ayat 2 yang menyatakan "negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", maka amanat tersebut semakin relevan seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi daerah dan otonomi masyarakat. Namun bukan berarti masvarakat tidak bisa turut bemeran dalam membentuk sistem iaminan sosial. Pengelolaan jaminan sosial tersebut dapat melibatkan institusi lokal yang diprakarsai oleh komunitas lokal. Sasaran vang akan diberdayakan adalah pekeria mandii sektor informal yang berada di ~ & r a h a n . - Jamika ~ecamatan ~ojongloa Kaler Kota - .

Bandung.

Tujuan kajian adalah mengkaji jaminan sosial berbasis komunitas sebagai upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif dan selanjutnya menyusun rencana program pengembangan jaminan sosial dimaksud melalui pemberdayaan komunitas Kelurahan Jamika, karena Intewensi dalam bentuk pemberdayaan merupakan salah satu altematif yang penting dalam proses pengembangan masyarakat.

(4)

Abstract

YUNIZAR MUTIARA, Community-Based Social Security in the Effort to Develop the Kinds of Social Protection (A Case Study Conducted at Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandzing). This study was advised by CAROLINA NITIMIHARDJO and FREDIAN TONNY NASDIAN.

The poverty problem is not the new issue but it is the one that will continue to be discussed all the time. It is worried that, in the more and more sophisticated era, the poverty is still to be dominant problem. However, it has been a contradictory situation where on one hand, the awakening program of poverty has been facilitated but on the other hand, the poverty itself often becomes a way to meet the certain group interest. The poverty is actually a condition rejected by human being but is difficult to be avoided.

The number of Bandung people is 2,232,624 persons with the average density of 13,346-2, while the number of poor population is 71,292 persons or 3.193 %

and people who work as independent workers in the informal sector are 390,709 persons or 17.5 % (jabar.bps.go.id;2005).

The Social Protection is the government obligation and this is relevant to the law regulation included in the Undang-Uizdang Dasar 1945 (The 1945 Constitution) specifically on the Article 34 Clause 1 that says, "the poor and the neglected child are maintained by the state'', and the Article 34 Clause 2 that says, "the state develops social security system for all Indonesian people and empowers the weak and unable people in accordance with the human dignity". Therefore, the above message is much more relevant in line with the paradigm change of Indonesia development prioritizing regional and community independence (otonomy). Yet, this does not mean that the community may not participate in the establishment of the social security system. The management of social security may involve local institutions initiated by the local community. The target to be empowered is the independent workers working in the informal sector living at Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Koia Bandung.

The purpose of the study is to implement the community-based social security as the effort in developing a kinds of the inclusive social protection and further, to formulate the planning of development program of the so-called social security through the empowerment of Kelurahan Jamika community for the empowerment intervention is one important alternative in developing the community.

(5)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak eipta dilindungi

Dilarang tnengutip dun memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk

(6)

JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS

BAG1 PEKERJA MANDlRl SEKTOR INFORMAL

DALAM UPAYA PENGEMBANGAN

JENIS PERLINDUNGAN SOSIAL

(Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung)

Yunizar Mutiara

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh geiar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tugas Akhir : Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal Dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial.

(Studi Kasus di Kelurahan Jarnika, Kecarnatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat)

Nama

N I M

: YUNIZAR MUTIARA

Dr.Carolina Nitirnihardio Ketua

Disetujui

Komisi Pembimbing

/

Ir. Fredian Tonnv, MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyar

(8)

PRAKATA

Dengan penuh rasa syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhimya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil kajian pengembangan masyarakat ini.

Penulis mengkaji tentang "Jaminan Sosial Berbasis Komunitas bagi Pekega Mandiri Sektor Informal dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial" yang berada di Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada:

1. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo dan bapak Ir. Fredian Tonny, MS, selaku pembimbing pada pelaksanaan kajian yang penulis lakukan..

2. Ketua dan dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali ilmu-ilmu pengembangan masyarakat. 3. Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung yang telah memberikan

kelancaran kepada seluruh mahasiswa Program Pascasarjana MPPM angkatan 2005.

4. Bapak Drs. Muntasir Umar selaku Lurah Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung beserta aparatnya yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan praktek di wilayahnya dan memberikan bantuan teknis lainnya. 5. Ibu Indriati, Ketua Yayasan Setia Budi Utama, yang memberikan berbagai

informasi mengenai pelaksanaan Program Askesos di Kelurahan Jamika.

6. Suami dan puteri tercinta serta kedua orang tua yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, dan pengertian selama menempuh pendidikan ini hingga selesai.

7. Teman-teman dan semua pihak yang telah banyak membantu hingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini.

Semoga kajian pengembangan masyarakat ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang akan menindaklanjuti dan khusus bagi masyarakat Kelurahan Jamika dapat memberikan makna yang berarti dalam peningkatan taraf kehidupannya.. Penulis menyadari, hasil kajian ini masih belum sempurna, untuk itu saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan, sehingga akan memperkaya rencana program yang akan dilaksanakan bagi pengembangan masyarakat di Kclurahan Jamika, Kecamatan 13ojongloa Kaler, Kota Bandung.

Bandung, September 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat pada tanggal 16 Juni 1964 dari pasangan H. Kemas Miswar dengan Hj. Wan Azzah.

Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi di Kota Bandung. Sekolah Dasar penulis selesaikan pada tahun 1976, pada tahun 197911980 penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, tahun 1982J1983 penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan pada tahun 198811989, penulis menyelesaikan kuliah di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.

(10)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

...

DAFTAR LAMPIRAN

I

.

PENDAHULUAN

...

1

.

1 Latar Balakang

...

1.2 Rumusan Masalah

.

.

...

1.3 Tujuan Kqian

. .

...

...

1.4 Kegunaan Kajian

11

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

2.1 Kemiskinan dalarn Perspektif Pekerjaan Sosial

...

2.2 Konsep Jaminan Sosial

...

2.3 Konsep Pemberdayaan

...

111

.

METODOLOGI KAJIAN

...

. .

...

3.1 Kerangka Pemlkiran

. .

3.2 Metode Kajian

...

. .

3.2.1 Batas-Batas Kajian

...

. . .

3.2.2 LokasiKqlan

...

. .

3.2.3 Waktu Kajian

...

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

...

3.2.5 Pengolahan dan Analisis Data

...

3.2.6 Metode Perencanaan Program

...

IV

.

PETA SOSIAL KELURAHAN JAMIKA

...

...

4.1. Lokasi

...

4.2. Kependudukan
(11)

V

.

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN

...

MASYARAKAT DI KELURAHAN JAMIKA

...

5.1 Deskripsi Kegiatan

...

5.2 Aspek Pengembangan Ekonomi Lokal 5.3 Aspek Pengembangan Modal dan

...

Gerakan Sosial

5.4 Aspek Kebijakan dan Perencanaan

Sosial

...

5.5 Ikhisar

...

VI

.

JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS BAG1 PEKERJA MANDIRI SEKTOR INFORMAL

DALAM UPAYA PENGEMBANGAN JENIS PERLINDUNGAN SOSIAL DI KELURAHAN

JAMIKA KECAMATAN BOJONGLOA KALER

...

6.1 Keragaan Pekerja Mandiri Sektor Informal

...

6.1 Karakteristik Pekerja Mandiri Sektor Informal

Di Kelurahan Jamika

...

6.2 Pemanfaatan Potensi Lokal Oleh Peke rja Mandiri

Di Sektor Informal

...

6.3. Perluasan Jejaring bagi Pekerja Mandiri Sektor

...

Informal
(12)

VII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS PEKERJA MANDIRI Dl SEKTOR INFORMAL SECARA PARTISIPATIF

...

7.1. Tahap Identifikasi Masalah

...

7.2. Tahap Identifikasi Potensi Lokal

...

7.3. Tahap Pendayagunaan Sumber-Sumber

Lokal

...

...

...

7.4. Tahap Perencanaan Program

...

7.4.1 Penyusunan Tujuan

...

7.4.2 Perancangan Program

...

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEBIJAKAN

.

...

...

...

...

8.1. Kesimpulan

...

8.2. Rekomendasi Kebijakan

...

8.2.1 Rekomendasi Kebijakan Kepada Pemerintah Daerah dan Dinas Sosial 8.2.2 Rekomendasi Kebijakan Kepada

Pemerintah Lokal

...

8.2.3 Rekomendasi Kebijakan Kepada

Lembaga-Lembaga yang Ada di Lokasi

...

8.2.4 Rekomendasi Kebijakan Kepada

Pekerja Mandiri di Sektor Informal Dan Institusi Lokal

...

(13)

DAFTAR

TABEL

1. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

...

2. Jarak Kantor Kelurahan ke Pusat Pemerintahan

...

3. Penggunaan Tanah Kelurahan

...

4. Jumlah Penduduk Kelurahan Jamika Berdasarkan Usia Dan Jenis Kelamin

...

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

...

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

..

7. Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal Berdasarkan Jenis Usaha

...

8. Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal yang Mengikuti Program Askesos Berdasarkan Pendidikan

...

9. Potensi Lokal yang dapat Diakses oleh Pekerja Mandiri Sektor Informal

...

10. Akses dan Kontrol Pekerja Mandiri di Sektor Informal Terhadap Kelembagaan Formal dan Informal Serta Faktor Pendukung

...

11. Daftar Stakeholder dalam Penguatan Kapasitas Pekerja Mandiri Sektor Informal

...

12. Rancangan Pelaksanaan Program Penguatan kapasitas Pekerja Mandiri di sektor Informal melalui Institusi Lokal Dalam Upaya Pengembangan Perlindungan Sosial

...

...

...

Halaman

30

36

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Pembangunan

...

Sosial d m Kesejahteraan Sosial

2. Bidang-Bidang yang Terkait Dengan Pembangunan Sosial

...

3. Kerangka Pemikian Kajian Jaminan Sosial Berbasis

...

Komunitas

...

4. Peta Wilayah Kelurahan Jamika

5. Piramida Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Kelurahan Jamika Tahun 2005

...

6. Hubungan Kepemimpinan Formal d m Informal

...

7. Dua Titik Tolak Gerakan Sosial: Ketertindasan dan Pengharapan

...

...

8. Tipologi Kelembagaan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman PengumpiIan Data

...

2. Pedoman Wawancara (Responden): Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal

...

(Anggota Askesos dan Non Anggota)

3. Pedoman Wawancara Bagi Institusi Lokal

...

dan Pengelola Program Askesos

4. Pedoman wawancara (Informan)

...

5. Rencana Kerja Diskusi Kelompok

...

6. Pedoman diskusi Kelompok Bagi Stakeholder

...

7. Rencana Kerja Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif

...

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas dalam masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dirnana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan.

Pada masa Orde Baru pemerintahan yang bersifat sentralistik sangat kuat dalam segala aspek. Pembangunan di daerah dikendalikan oleh Pusat, sehingga cenderung membuat pasif masyarakat di daerah dan mematikan daya kreatifitas mereka. Namun dengan berjdannya waktu, keadaan tersebut tahap demi tahap berubah. Desentralisasi, demokratisasi, dan akuntabilitas pemerintahan daerah merupakan tiga kata kunci yang penting dalam perubahan tersebut dan dalam implementasi otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Nomor 32 Tahun 2004. Otonomi daerah bermakna sebagai peluang yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan kualitas masyarakatnya dan berbagi tanggungjawab dengan pemerintah pusat dalam rneningkatkan pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya.

Hal ini rnerupakan sirnbol perubahan dalam tata pemerintahan di Indonesia pasca Reformasi 1998. Era tersebut sebagai ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan. Mandat dalam Undang- undang No. 32 tahun 2004 tersebut menyatakan bahwa masyarakat memperoleh kesempatan untuk mengartikulasikan aspirasinya secara leluasa ke dalam mekanisme formal dalam sistem politik pemerintahan di tingkat daerah. Kehidupan bermasyarakat dan bernegara rnenjadi semakin dinamis dan yang paling penting adalah adanya pengalaman baru bagi masyarakat untuk mengembangkan kreatifltas dan prakarsanya secara konstruktif.

(17)

menyatakan "negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", maka amanat tersebut semakin relevan seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi daerah dan otonomi masyarakat.

Masalahnya sekarang, masyarakat telah ter"ninabobokanV pada ketergantungan pemerintah pusat, sehingga memarjinalkan peran masyarakat lokal. Setelah termarjinalisasi akibat represi kekuasaan pusat selama tiga dekade, masyarakat lokal mengalami kesulitan untuk mengartikulasikan otonominya sebagai gerakan perkembangan yang mandiri

Ketika gelombang krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, ekses yang ditimbulkannya masih sangat terasa hingga sekarang. Kondisi yang sudah buruk tersebut semakin parah dengan ditambahnya konflik internal yang muncul sebagai manifestasi krisis kebangsaan. Kerusakan akibat kebrutalan massa semakin memperberat beban krisis.

Krisis yang berkepanjangan ini tak m g berimplikasi pada penurunan derajat hidup rakyat. Pengangguran dan kemiskinan adalah akibat yang tidak dapat dihindari. Diantara masyarakat yang paling rentan tertimpa beban krisis, tidak lain adalah rakyat yang berpenghasilan rendah atau marginal.

Keadaan masyarakat yang semakin terpuruk, menunjukkan situasi darurat yang segera memerlukan pertolongan. Fenomena yang terjadi seperti ini memerlukan "campur tangan" dari pihak yang benvenang untuk mengubah keadaan mereka agar memiliki kehidupan yang lebih baik. "Campur tangan" tersebut dapat berbentuk perlindungan sosial dan atau pemberdayaan.

(18)

Jaminan sosial merupakan komponen dalam kaitannya dengan hak-hak asasi manusia yang berlaku universal bagi seluruh warga Negara. Tujuan utama jaminan sosial adalah memberikan perlindungan sosial terhadap upaya pemenuhan hak atas kebutuhan dasar. Kaidah ini menekankan bahwa, jaminan sosial mengandung muatan normatif yang mengatur hak dari setiap warga Negara untuk memperoleh taraf kesejahteraan sosial yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, jaminan sosial dapat diformulasikan secara kontekstual dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai refleksi dari pelaksanaan kewajiban Negara terhadap warganya yang mengalami resiko sosial (social hazards).

Eksistensi jaminan sosial semakin relevan karena dalam kenyataan menunjuWtan bahwa warga masyarakat baik perorangan, kelompok, keluarga maupun komunitas tertentu seringkali mengalami ketidakpastian yang mengganggu atau menghambat fungsi sosialnya. Ketidakberfungsian sosial ini mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka, seperti kehilangan penghasilan ketika tidak bekerja, resiko kerja, pendidikan dasar untuk anak, pelayanan kesehatan dasar, dan kebutuhan dasar lainnya. Dalam kondisi seperti ini, jaminan sosial menjadi sangat penting karena merupakan landasan bagi pemenuhan pelaksanaan hak asasi manusia (HAM), sehingga mutlak dilaksanakan oleh pemerintah. Namun demikian bukan berarti masyarakat tidak dapat berperan serta dalam memberikan perlindungan sosial terhadap warga masyarakat lain yang tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsi sosialnya secara baik. Mereka bisa memberikan perhatiannya dalam berbagai bentuk bantuan baik yang bersifat materiil maupun non materiil.

Jurnlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.232.624 jiwa dengan kepadatan rata-rata 13.346 jiwaKm2, sedangkan jumlah penduduk miskin sebanyak 71.292 orang atau 3,193%. (jabar.bps.go.id:2005).

(19)

Untuk menunjang ha1 tersebut, maka perlu adanya pemberdayaan terhadap komunitas. Pemberdayaan itu sendiri merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, sehingga terbentuk komunitas yang mandiri. Di samping itu, "campur tangan" dalam bentuk pemberdayaan juga merupakan salah satu alternatif yang penting dalam proses pengembangan masyarakat. Tujuan pemberdayaan itu sendiii adalah untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat, kesejahteraan dan keseimbangan di dalam banyak segi kehidupan baik lingkungan fisik maupun sosial.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam proses pemberdayaan perlu dilakukan kolaborasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Untuk itu perlu dibentuk jejaring agar proses pemberdayaan tersebut dapat bermanfaat secara maksimal yang dirasakan oleh komunitas bersangkutan.

Pelaksanaan pemberdayaan itu sendiri tidak terlepas dari partisipasi dan inisiatif komunitas tersebut, karena adanya prakarsa lokal akan menegakkan konsep pembangunan yang partisipatif sekaligus memberdayakan potensi lokal.

Program pengembangan masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk mengubah pola hidup masyarakat miskin menjadi kehidupan yang lebih baik.

Dalam proses pengembangan masyarakat dapat dilakukan pendampingan melalui disiplin ilmu pekerjaan sosial. Pada hakekatnya pekerjaan sosial merupakan suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi diantara orang dengan lingkungan sosialnya, sehingga orang itu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupan mereka, mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan pokok kajian adalah : "Bagaimana strategi yang tepat untuk melaksanakan jaminan sosial berbasis

komunitas dalam upaya pengembangan model perlindungan sosial? "

1.2 Rumusan Masalah

(20)

heterogennya masyarakat setempat, tidak saja dari berbagai daerah di Indonesia namun juga dari etnis lain, terutama etnis Cina.

Kelurahan Jamika merupakan daerah yang menjadi pionir dikembangkannya mekanisme jaminan sosial melalui rintisan ujicoba program Askesos dari Departemen Sosial RI, dimana daerah ini terpilih karena beberapa ha1

,

yaitu :

1. Daerah terpadat di Indonesia

Penduduk Kelurahan Jamika adalah 25.461 jiwa yang terdiri dari 12.831 jiwa laki-laki dan 12.630 jiwa perempuan, tidak sebanding dengan jurnlah luas lahan yang hanya 54 Ha.

2. Antusias warga yang ingin ikut program Askesos dan tenaga-tenaga lapangan yang siap merekrut nasabah.

3. Keinginan yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sehingga berkembang dengan baik dan akhirnya mendapat dampak yang baik pula yaitu diadopsi menjadi kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat Provinsi dengan diluncurkannya dana APBD yang menyebar pada beberapa kabupatedkota lainnya.

Kelurahan Jamika sering dijadikan tempat pencanangan program-program pemerintah daiam memberdayakan masyarakat. Kelurahan Jamika juga telah mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak eksternal dalam pengembangan potensi kemasyarakatan melalui warganya yang banyak aktif di tingkat Kecamatan maupun Pemerintah Kota, dan selalu mendapat penghargaan.

(21)

Amanat konstitusi dan Undang-undang ini semakin relevan seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi daerah dan otonomi masyarakat.

Sistem jaminan sosial seperti yang telah diamanatkan dalam konstitusi dan Undang-undang, merupakan komponen dalam hak-hak asasi manusia yang berlaku universal bagi seluruh warga negara, yang diarahkan untuk memberikan perlindungan terhadap ketidakmampuan seseorang dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, jaminan sosial merupakan manifestasi dari hak setiap warga negara atas taraf kesejahteraan sosial yang layak bagi kemanusiaan.

Beranjak dari amanat tersebut di atas, maka berbagai upaya atau program perlindungan sosialljaminan sosial bagi warga negara telah dibentuk dan dilaksanakan, namun jangkauannya belum mencakup seluruh lapisan masyarakat, karena baru sebagian kecil saja yang dilayani, seperti Pegawai Negeri Sipil, TNI, POLRI, dan pekerja formal yang pelaksanaannya dilakukan oleh BUMN, seperti PT. TASPEN, PT. ASKES, Asabri, dan PT. Jamsostek, sedangkan sektor informal sampai saat ini belum ada yang menyentuh.

Menurut Badan Pusat Statistik, tahun 2004 jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 212.003.000 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, yang bekerja di sektor informal sebanyak 40.702.603 jiwa (19%), seperti pedagang kecil, penjual jasa (tukang ojeg, becak, kuli, dan lain-lain) serta buruh yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak lain (majikan-pekerja).

Jumlah penduduk Kota Bandung yang bekerja di sektor informal sebanyak 390.709 jiwa atau 17,5%. (jabar.bps.go.id:2005). Mereka inilah yang menjadi prioritas sasaran program jaminan sosial (perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial) karena termasuk para pekerja yang beresiko kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

(22)

Program Askesos merupakan suatu upaya penguatan kapasitas warga untuk dapat mengembangkan kegiatan ekonomi produktifnya secara optimal, namun dibarengi oleh adanya bentuk perlindungan sosial yang memang seharusnya menjadi tumpuan pemerintah. Perintisan model pemberdayaan melalui Program Askesos dalam konteks otonomi daerah, pada dasarnya dapat dikatakan bertujuan ganda, yaitu: pertama, melepaskan diri dari jebakan alur penghisapan sumberdaya warga ke luar kontrolnya; dan kedua, sekaligus mencari jalan untuk mengelola proses produksi dan konsumsi lokal yang dapat memenuhi syarat- syarat sosial dan ekologis yang tepat. Pada tingkatan awal Askesos ini lebih merupakan penguatan kapasitas kolektif yang belum bergerak kearah aksi.

Melalui Program Askesos, persoalan pengembangan dan pemecahan masalah dalam kegiatan ekonomi sehari-hari dibicarakan secara terprogram. Langkah pengembangan kemampuan ini merupakan salah satu kunci untuk dapat memberdayakan warga yang selama ini secara sadar maupun tidak berada pada posisi dimana sumberdaya mereka ditarik ke luar wilayah kelolanya, yakni pada kehidupan mereka yang marginal, sehingga yang diperoleh tidak dapat dinikmati apalagi disimpan dalam bentuk tabungan ataupun dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih krusial. Selama bertahun-tahun Kelurahan Jamika terkenal dengan kepadatan penduduknya yang dimbangi dengan kumuhnya pemukiman serta jumlah angka kemiskinan yang cukup signifikm, sehingga mengakibatkan penurunm produkstivitas warga, khususnya pengusaha kecil yang mandiri menjadi buruh usaha dan makin banyaknya penarik becak serta orang-orang yang di PHK akibat krisis ekonomi tahun 1998-2000 yang lalu. Secara m u m , posisi mereka tidak pemah beranjak dari kedudukannya yang terlalu rendah untuk dapat menjaga keselamatan ekonomi dan kesejahteraannya.

(23)

dengan fasilitator lokal yang dibantu oleh Yayasan Setia Budi Utama (YASBU) serta adanya Program yang diluncurkan oleh Departemen Sosial mengembangkan program bersama dalam Program Askesos yang dimulai pada tahun 1996. Aspek terpenting dari program ini adalah berupaya meneguhkan kembali kedaulatan ekonomi mereka atas sumber daya yang ada di Kelurahan Jamika dan sekitarnya

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dimmuskan masalah kajian sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan Jamika Kota Bandung ?

2. Bagaimana hubungan pekerja mandiri sektor informal dengan berbagai potensi lokal yang ada di wilayah Kelurahan Jamika ?

3. Bagaimana pengetahuan pekerja mandiri sektor informal mengenai keberadaan program janlinan sosial ?

4. Apakah faktor internal dan eksternal pekerja mandiri sektor informal dapat mempengaruhi jalannya program jaminan sosial ?

5. Bagaimana perenacanaan program pengembangan jaminan sosial dalam upaya pemberdayaan komunitas ?

1.3 Tujuau Kajian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan umum

yang akan dicapai melalui kajian ini adalah mengkaji jaminan sosial berbasis komunitas sebagai upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif dan selanjutnya menyusun rencana program pengembangan jaminan sosial dimaksud melalui pemberdayaan komunitas Kelurahan Jamika, khususnya peke rja mandiri sektor informal.

Untuk mencapai tujuan mum tersebut, maka tujuan khusus dari kajian ini adalah :

1. Mendeskripsikan karakteristik pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan Jamika Kota Bandung.

(24)

3. Memahami pengetahuan pekerja mandiri sektor informal terhadap keberadaan program jaminan sosial.

4. Menganalisis faktor internal dan eksternal pekerja mandiri sektor informal yang dapat mempengaruhi jalannya program jaminan sosial.

5. Merencanakan program pengembangan jaminan sosial dalam upaya pemberdayaan komunitas.

1.4 Kegunaan Kajian

1. Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi masukan model kebijakan yang partisipatif bertumpu pada warga masyarakat, khususnya bagi instansi yang terlibat dalam pelaksanaan jaminan sosial.

2. Kegunaan strategis, diharapkan dapat memberikan kontribusi atas penyusunan strategi pelayanan sosial yang melibatkan banyak pihak dan bertumpu pada kemampuan masyarakat lokal, sehingga perumusan kerangka kerja strategis penanganan masalah-masalah sosial tetap mempertimbangkan konteks lokal dalam perspektif pemberdayaan masyarakat.

(25)

11.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan daIam Perspektif Pekerjaan Sosial

Konsep kemiskinan bersifat multidimensional, oleh karena itu cara pandang yang dipergunakan untuk memecahkan persoalan kemiskinan hendaknya juga meliputi beberapa aspek dari kemiskinan. Menurut Tjokrowinoto dalam Sulistiyani (2005), dilihat dari sisi poverty projle masyarakat, kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan (welfare) semata, tetapi juga menyangkut persoalan kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan @owerless),

tertutupnya akses pada pelbagai peluang kerja, rendahnya akses terhadap pasar. Kemiskinan itu sendiri terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Ketidakberdayaan secara politik tampak nyata di dalam komunitas miskin, sehingga akses untuk ikut serta dalam proses formulasi kebijakan sulit dilakukan. Ketakberdayaan secara sosial tampak dalam bangunan stratifikasi sosio-kulhxal dalam masyarakat. Komunitas miskin biasanya menempati urutan paling bawah dalam segmentasi sosial masyarakat. Dengan demikian komunitas miskin memiliki porsi yang sangat kecil dalam proses pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.

Kata pembangunan sudah menjadi kata bagi segala hal. Secara umum, kata ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksud, terutama adalah kemajuan material, maka pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi.

Pembangunan sosial sebagai salah satu pendekatan dalam pembangunan seringkali dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini terkait dengan pemahaman banyak orang yang menggunakan istilah "pembangunan" yang dikonotasikan sebagai perubahan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya industrialisasi (Midgley dalam Adi : 2002).

(26)

development" (suatu proses perubahan sosial yang terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi).

[image:26.521.22.465.12.736.2]

Tujuan pembangunal sosial adalah pengembangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut pernyataan Adi (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut :

Gambar I

Faktor-Faktor yang berpengaruh

Pada Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial

Pembangun an Politik

an Ekonomi

Pembangun

piq+-lZ-t+

Pembangun

F l + F H

Pembangun Spiritual an Spiritual

(27)

Dari skema di atas, diasumsikan dengan pengembangan pendekatan pembangunan sosial yang dilakukan secara baik dapat juga mempengaruhi derajat kesejahteraan suatu masyarakat. Pembangunan sosial ditempatkan pada posisi yang penting dalam proses pembangunan kesejahteraan sosial.

Pada dasarnya, berbagai upaya pembangunan yang dilaksanakan ditujukan untuk mengembangkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan ha1 tersebut, Spicker dalam Adi (2002), menggambarkan usaha kesejahteraan sosial dalam kaitan dengan kebijakan sosial, sekurang-kurangnya mencakup lima bidang utama yang disebut dengan "bigfive", yaitu :

1. Bidang Kesehatan. 2. Bidang Pendidikan. 3. Bidang Perumahan. 4. Bidang Jaminan sosial 5. Bidang Peke jaan sosial.

[image:27.521.33.458.0.756.2]

Kelima bidang di atas bila dikaitkan dengan pembangunan sosial, dapat dilihat pada skema berikut :

Gambar 2

Bidang-Bidang yang terkait dengan Pembangunan Sosial

(28)

merupakan kunci untuk terjadinya proses pembangunan sosial secara optimal. Dan ini sangat terkait dengan ketujuh faktor yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga pembangunan kesejahteraan sosial diharapkan dapat memberdayakan manusia secara utuh.

Proses pembangunan mengandung konsekuensi baik bersifat positif maupun negatif, tergantung dari akses yang diberikan kepada masyarakat. Pembangunan merupakan proses pengembangan masyarakat, dimana dalam masyarakat terdapat komunitas-komunitas yang harus dipertimbangkan dengan memperhatikan unsur- unsur perasaan komunitas, yaitu seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan.

Dalam kehidupan senyatanya, banyak fenomena yang terjadi pada proses hakikat pembangunan itu sendiri, dimana dalam kehidupan masyarakat banyak terjadi permasalahan yang sangat kompleks. Permasalahan tersebut dapat timbul baik ekses dari pembangunan maupun dalam proses pembangunan itu sendiri.

Sering terjadi bahwa proses dan atau dampak dari pembangunan mengakibatkan kondisi masyarakat yang miskin. Kemiskinan itu sendiri dapat diartikan bilamana masyarakat berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik dalam aksesibilitas pada faktor produksi, peluangkesempatan berusaha, pendidikan, fasilitas hidup lainnya, sehingga dalain setiap aktivitas maupun usaha menjadi sangat terbatas (Sulistiyani : 2004). Tentunya ha1 ini perlu penanganan yang seksama, karena menyangkut hajat hidup orang perorangan maupun masyarakat. Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan yang sangat erat kaitannya dengan perspektif pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial adalah perlindungan sosial, dan pembangunan masyarakat menitik beratkan pada pemberdayaan.

(29)

Dalam pembangunan perlu adanya modal sosial yang terbagi dalam empat diiensi; pertama adalah integritas, yaitu adanya keterikatan antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. Kedua adalah pertalian, yaitu adanya ikatan di luar dari komunitasnya. Ketiga adalah integritas organisasional, yaitu kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya dan salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi warga masyarakat yang tidak mampu. Keempat adalah sinergi, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas. Titik berat pada sinergi ini adalah apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya (Nasdian & Dharmawan : ZOOS).

Pengembangan masyarakat berbasis komunitas, terutama komunitas yang kurang mampu harus ditopang oleh negara dan bentuk jaminan sosial merupakan hak setiap orang untuk mendapatkannya.

Jaminan sosial merupakan salah satu faktor yang berfungsi sebagai sistem perlindungan dasar bagi warga masyarakat beserta keluarganya, maka jaminan sosial pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan makro di bidang kesejahteraan sosial dan dilaksanakan berlandaskan komponen hak azasi manusia yang berdimensi luas bagi bak dan martabat manusia. Dengan demikian, jaminan sosial erat kaitannya dengan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya sebagaimana dituangkan dalam deklarasi universal HAM PBB tanggal 10 Desember 1948.

Adalah tugas para Pekerja Sosial dan professional kemanusiaan lainnya menguak ketersembunyian, membuka keterisolasian, serta membangun keberdayaan para korban pelanggaran HAM, dengan mengggugah kesadaran mereka akan hak-haknya.

Pekerja sosial selalu bergerak dalam lima konteks, yaitu wilayah geografis, sosial ekonomi, politik, budaya dan keimanan yang dapat dianalisis secara masing-masing tetapi merupakan bagian dari keseluruhan yang dapat memperkuat koherensi d m kegayutan praktek pekerja sosial serta memberikan arah kepada aspek HAM dalam pekerjaan sosial.

(30)

bagi manusia yang tidak beruntung bukan semata-mata sebagai pilihan tetapi sebagai keadilan dasar yang wajib. Dalam kaitan ini, pekerjaan sosial sejak awal kelahirannya berurusan, berkepentingan dan memperjuangkan perwujudan hak mendasar manusia akan kehidupan dan keadilan sebagai asas prakteknya, walaupun dalam orientasi kebutuhan, bukan dalam orientasi hak. Nilai-nilai dan asas praktek pekerjaan sosial tersebut, kemudian menjadi komponen HAM. Transisi dari orientasi pemenuhan kebutuhan kepada perwujudan periu dilakukan karena hak-hak akan keberhakan individu manusia yang nampak yang hams dipenuhi negara terhadap warganya.

Hak Asasi Manusia tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai

,

etika, teori, misi dan praktek pekerjaan sosial. Hak-hak yang berkaitan dengan kebutuhan manusia perlu dipegang teguh dan melekat pada pertimbangan dan motivasi bagi tindakan pekerjaan sosial.

Pekerjaan sosial di dalam usahanya untuk mencapai tujuannya, yaitu memecahkan permasalahan sosial dan meningkatkan kemampuan orang dalam berinteraksi dengan orang lain maupun dengan sistem sumber perlu melaksanakan fimgsi-fimgsi sebagaimana dikemukakan oleh Pincus dan Minahan (Sukoco: 1992), yaitu :

1. Help people enhance and more effectively utilize their own problem-solving and coping capacities (membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami)

2. Establish initial linkages between people and resource systems (mengkaitkan orang dengan sistem-sistem sumber)

3. Facilitate interaction and modifi and built new relationships between people and societal resource systenzs (memberikan fasilitas interaksi dan merubah dan membangun hubungan dengan sistem-sistem sumber sosial)

4. Facilitate interaction and modzjj and built relationships between people within resource systems (memberikan fasilitas interaksi dan merubah dan membangun hubungan antara orang dengan sietem-sistem sumber)

(31)

6. Dispense material resource (menyalurkan sumber-sumber material)

7. Serve as agent of social control (memberikan pelayanan sebagai pelaksana kontrol sosial).

2.2 Konsep Jaminan Sosial

Jaminan sosial dalan rangka memberikan perlindungan bagi warga masyarakat, pertama kali dilaksanakan melalui pendekatan pertumbuhan ekonomi namun untuk melaksanakannya diperlukan modal dan investasi yang cukup besar dan pendekatan ini tidak dapat dirasakan langsung oleh setiap lapisan masyarakat.

Melalui beberapa tahapan perkembangan, terakhir digunakan pendekatan kebutuhan pokok (The Basic Needs Approach) dalam usaha menjangkau dan memecahkan masalah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Sasaran dari pendekatan ini adalah :

1. Membuka lapangan pekerjaan.

2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 3. Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.

Kemudian pendekatan ini diperluas dengan memasukkan beberapa unsur kebutuhan kebutuhan pokok yang bersifat non-material, yaitu : (1) Pemenuhan kebutuhan minimal keluarga berupa gizi pangan, sandang dan pemukiman, (2) Pelayanan umum seperti, angkutan umum, pendidikan dan kesehatan (Kertonegoro : 1987), sehingga dapat digunakan sebagai tolok ukur kualitas kehidupan (qziality of life) dari kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.

Strategi yang terbaru ini justru memperkuat peranan dan kebutuhan jaminan sosial dalam pengembangan masyarakat berbasis komunitas. Jaminan sosial merupakan bagian dari perlindungan sosial, dan jaminan sosial terbagi dalam dua bagian, yaitu bantuan sosial dan asuransi sosial.

(32)

Benda-Beckmann mengemukakan konsep m u m tentang jaminan sosial sebagai berikut :

Social security refers to the social phenomena with which the abstmct domain of social security is filled, efforts of individuals, groups of individuals and organizations to overcome insecuritues relate to their existence, that is, concerning food and water, shelter, care andphysical and mental health, edz~cation and income, to the extent that the contingencies are not considered a purely individual responsibility, as well as intended and unintended consequences of these efforts.

Jaminan sosial mengacu pada gejala-gejala sosial yang mengisi ranah jaminan sosial yang abstrak, yaitu upaya-upaya individu, kelompok- kelompok perorangan dan organisasi untuk menanggulangi ketidakpastian yang menyangkut eksistensi mereka, yaitu yang berkenaan dengan air dan makanan, tempat perlindungan, pemeliharaan dan kesehatan fisik serta mental, pendapatan dan pendidikan, selama kemungkinan itu tidak dianggap sebagai tanggungjawab perorangan semata, dan juga konsekuensi- konsekuensi yang dimaksud maupun tidak dimaksud dari upaya-upaya tersebut (Benda-Beckmann, 1994: 14).

Di Indonesia, bentuk jaminan sosial yang ada sangat eksklusif, karena ditujukan bagi sektor-sektor yang bersifat formal, sedangkan bagi sektor informal belum ada yang menyentuh.

Sebuah sistem jaminan sosial yang bermatra partisipatif dan inisiatif lokal adalah sebuah keniscayaan. Sistem ini bisa diberi nama "perlindungan sosial inklusif", yakni perlindungan sosial yang mencakup kelompok rentan dan lemah dalam masyarakat yang selama ini tidak terjangkau oleh sistem jaminan sosial yang ada. (Soeharto : 2005)

(33)

penanganannya. Hal ini membutuhkan jaringan yang komprehensif, dimana hubungan yang saling mengikat antara pemerintah sebagai penyelenggara jaminan sosial (subyek) dan masyar~akat tidak mampu sebagai obyek dari sistem jaminan sosial yang diselenggarakan.

Dalarn melaksanakan jejaring sosial perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Berbasis aktivitas di tingkat komunitas. 2. Saling percaya dan kecenderungan informal. 3. Kesetaraan.

4. Mengutamakan keikutsertaan semua pihak. 5. Komitmen yang sustainable.

6. Sinergi

7. Relasi yang bersifat horizontal dan vertikal.

8. Adanya sarana untuk mengembangkan kesadaran kritis.

Peranan pemerintah sangat dominan dalam penyelenggaraan jaminan sosial, karena memiliki tujuan yang salah satunya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam proses pembangunan.

Fokus kajian terletak pada proses kegiatan melalui asuransi sosial yang dilandasi oleh inisiasi komunitas Kelurahan Jamika. Soedjatmoko yang dikutip Nasdian & Dharmawan (2005), menyarankan agar pendekatan ini diterapkan secara komprehensif dan melibatkan masyarakat di pedesaan dan sektor informal dengan mengembangkan potensi, kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta satu konsep dasar sosiologi, yaitu bagaimana individu dan group sosial membuat kehidupan sosialnya menjadi seperti yang diinginkannya.

Adapun sektor informal diartikan sebagai lapangan k e j a atau usaha yang dilakukan tanpa atau tidak terikat swat ijin, ketentuan hukum dan tempat. Empat kategori sektor informal (World Bank ; 2002).

1. Pekerja berbasis rumah tangga, yaitu terikat dan bebas. 2. Pedagang dan pengecer jalananlkaki lima.

(34)

4. Pekerja diantara rumah dan jalan, seperti pemulung, penjual minyak tanah dan air bersih.

Mayoritas pedagang kaki lima hanya terdiri dari satu tenaga. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan dan modal kerja. Dana tersebut jarang sekali dipenuhi dari lembaga keuangan resmi, biasanya berasal dari sumber dana illegal atau dari supplier yang memasok barang dagangan. Sedangkan sumber dana yang berasal dari tabungan sendiri sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikit dari mereka yang dapat menyisihkan hasil usahanya, dikarenakan rendahnya tingkat keuntungan dan cara pengelolaan uang, sehingga kemungkinan untuk mengadakan investasi modal maupun ekspansi usaha sangat kecil (Hidayat : 1978).

Dalam masyarakat tentunya terdapat sekumpulan komunitas yang memiliki kepentingan yang sama, namun terdapat perbedaan karakteristik satu sama lainnya. Komunitas lokal dapat diartikan sebagai komunitas tertentu yang dibatasi secara administratif dan geografis baik pada level grass root (aka rumput), seperti kelompok-kelompok yang terdapat di tingkat RTIRW atau pada tingkat regional seperti tingkat kecamatan dan kabupaten (Suharto : 2004).

Secara urnurn, Mc Iver (1936) dalam bukunya "Community" yang dikutip oleh Arthur Dunham (1970) menyatakan: "A community is an aggregations of families and individuals, settled in a fairly compact and contiguous geographic

area with signiJicant elements of cornrnon l i f , as shown by manners, customs,

traditions and modes of speech". Mc Iver menekankan pada konsep komunitas sebagai suatn daerah kehidupan bersama dimana komunitas bukanlah suatu pertumbuhan.

Menurut pandangan sosiologis, yang dimaksud komunitas adalah warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat luas melalui kedalaman perhatian bersama atau oleh tingkat interaksi yang tinggi dan para anggota komunitas mempunyai kebutuhan bersama (Jim Ive : 1995).

(35)

interaksi sosial yang terbentuk diantara individu-individu anggota suatu komunitas. Ketiga elemen tersebut akan selalu tampil bersama-sama yang menentukan ciri sebuah komunitas dan saling terkait satu sama lain, oleh karenanya kornunitas disebut sebagai sebuah sistem sosial, yang berlangsung baik pada aras antar individu, maupun antar individu dengan kesatuan masyarakatnya secara keseluruhan.

Aras analisis sosiologi mengarah pada organisasi sosial yang melibatkan masyarakat dan kelompok serta sistem kelembagaan yang mempengaruhi keberadaan masyarakat dan kelompok yang terlibat. Tentunya kondisi yang dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat yang tidak mampu yang berada di bawah garis kemiskinan ha1 ini merupakan masalah sosial, sehingga di dalam penyelesaiannya memerlukan interaksi sosial, dimana hubungan antar individu sangat berpengaruh.

Tidak terlepas dari sistem jaminan sosial yang dilaksanakan melalui asuransi sosial, yang perlu mendapat perhatian juga adalah kelembagaan sosial. Kelembagaan sosial disebut juga pranata sosial. Menurut Koentjaraningrat (1990), pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas yang memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Proses pelembagaan dimulai dari warga komunitas mengenal, mengakui, menghargai, mentaati dan menerima norma-norma dalam kehidupan sehari-hari.

Pemberdayaan masyarakat selain meliputi penguatan individu anggota masyarakat itu sendiri, juga meliputi penguatan pranata. Pranata atau kelembagaan yang dimaksud baik berupa kelembagaan yang bersifat "badan atau organisasi, maupun berupa kelembagaan sosial. Salah satu ha1 yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan adalah tersedianya wadah sebagai sarana untuk berpartisipasi. Kemauan untuk berpartisipasi seperti menyumbangkan pemikiran, tenaga dan dana tak dapat direalisasikan jika tidak tersedia wadahnya (Madrie : 1986).

(36)

Seperti yang dikemukakan oleh Sulistyani (2004), potensi lokal yang dapat diakses oleh komunitas lokal, mencakup :

1. Lahan, baik yang bersifat sebagai pemukiman maupun tempat melakukan aktivitas ekonomi.

2. Tenaga keja, yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Apabila mereka tidak atau minim memiliki keterampilan apapun, disinilah pentingnya campurtangan pihak ketiga untuk memberdayakan mereka agar menjadi tenaga yang terampil.

3. Modal, terkait dengan aktivitas ekonomi dan sosial yang dimiliki masyarakat. Aktivitas ekonomi menyangkut asset produksi yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan ekonomi lokal serta merupakan dana investasi. Aktivitas sosial yang mereka miliki berupa perkumpulan warga, kelembagaan sosial, kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk dengan adanya unsur kepercayaan, kerjasama dan jaringan kerja yang terbentuk dengan baik, sehingga keberadaan berbagai kegiatan ekonomi lokal dan sosial dapat terus berjalan.

Pada setiap pelaksanaan kegiatan, selalu ada faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya kegiatan. Adapun faktor-faktor tersebut, yaitu :

a. Faktor Internal yang mencakup : 1) kebiasaan individu, dengan asumsi bahwa setiap individu pada umumnya akan bereaksi sesuai dengan kebiasaannya, 2) conditioning, bila suatu tindakan sudah terpolakan pada individu, maka akan sulit menolak informasi yang baru, 3) sikap menyamaratakan terhadap suku tertentu, 4) sikap ketergantungan terhadap sesuatu atau seseorang yang dimulai sejak awal.

b. Faktor Eksternal mencakup : 1) kesepakatan terhadap norma dan budaya tertentu yang berkaitan erat dengan kebiasaan dari kelompok masyarakat tersebut, 2) kelompok kepentingan, yaitu adanya kelompok yang memiliki tujuan berbeda dengan tujuan pengembangan masyarakat yang disebabkan adanya kepentingan tertentu.

(37)

manifestasi dari sikap yang sama. Seseorang dalam berhubungan dengan orang lain tidak terjadi begitu saja, tetapi ada kesadaran pada perbuatan yang dilakukan dan menyadari situasi yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan tersebut. Kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatan-perbuatan yang mungkin &an terjadi dinamakan sikap.

Sehubungan dengan adanya pengaruh internal maupun eksternal dalam diri seseorang, maka dalam proses pengembangan masyarakat hams memperhatikan karakteristik komunitas yang ada dalam suatu lokasi.

Pengembangan masyarakat itu sendiri bertujuan memberikan keleluasaan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang telah mereka tentukan sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Di samping itu, masyarakat juga diberi kekuasaan untuk mengelola dana sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak donatur.

2.3 Konsep Pemberdayaan

Dalam pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat dapat digunakan strategi pemberdayaan masyarakat. Pendekatan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal yang ditempuh melalui kesanggupan melakukan kontrol internal atas sumberdaya materi dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan.

Sebagai langkah untuk mewujudkan pembangunan yang partisipatif yang dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat, pemerintah dan masyarakat sama-sama memiliki peran yang strategis.

Konsep pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting karena memberi perspektif positif terhadap masyarakat kecil. Mereka tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan, melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya (Soeharto : 2003).

(38)

Pemaknaan pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu :

1. Pengembangan (enabling) yang berarti bahwa setiap masyarakat memiliki daya, namun seringkali mereka tidak menyadari dan ini hams digali dan dikembangkan.

2. Memperkuat potensi atau daya (empowering) dengan cara mendorong, mcmotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya.

3. Terciptanya kemandirian dan bukan menjebak masyarakat dalam ketergantungan (charity) (Sulistiyani : 2004).

Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasdah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan (Soeharto : 2005).

Pemberdayaan berkaitan dengan upaya memperoleh posisi tawar yang lebih besar, serta kemudahan aksesibilitas kepada sumber kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan komunitas berarti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga komunitas memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa ada kesan bahwa pengembangan itn adalah hasil kekuatan ekstemal.

Pemberdayaan dilakukan dengan pemanfaatan sumberdaya lokal, namun dalam pelaksanaannya tentunya hams memperhatikan pemeliharaan lingkungan, dalam arti bahwa apa yang akan dilakukan tidak mengeksploitasi sumberdaya dam. Untuk itu sinergi antar program yang dilakukan dalam masyarakat hams benar-benar terencana dengan baik.

(39)
(40)

Ill.

METODOLOGI

KAJIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Jaminan sosial merupakan salah satu faktor yang befingsi sebagai sistem perlindungan dasar bagi warga masyarakat yang rentan dan tidak mampu beserta keluarganya dari resiko yang dihadapi. Jaminan sosial itu sendiri pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan makro dibidang kesejahteraan sosial dan dilaksanakan berlandaskan komponen hak asasi manusia yang berdimensi luas bagi hak dan martabat manusia.

Jauh sebelum pengakuan resmi atas kebutuhan untuk jaminan sosial, masyarakat tradisional menggantungkan jaminan terhadap para warganya atas bantuan keluarga dan keluarga besar desa, dimana setiap generasi menerima tanggung jawab untuk memelihara orang tua dan mereka yang lemah. Namun, berkembangnya industrialisasi yang makin intensif, berbagai bentuk perlindungan ini menjadi berubah dan tidak cukup untuk menghadapi situasi yang baru tersebut. Sistem jaminan sosial yang berkembang saat ini telah berhasil melindungi sektor terorganisir, perkotaan, maupun formal, tetapi masih belum berhasil melindungi sektor informal yang memberikan sebahagian besar kesempatan kerja.

Permasalahan bagi masyarakat ekonomi lemah, termasuk pekerja mandiri sektor informal adalah memiliki keterbatasan modal, penguasaan teknologi yang sangat sederhana dan lemahnya akses terhadap pasar, sehingga berpengaruh terhadap penghasilan yang didapatnya dan berdampak pada tidak adanya perlindungan sosial dalam memelihara pendapatannya.

(41)

mulai mempertanyakan dan mengontrol efektifitas distribusi kredit yang selama ini lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Selain itu mereka juga belajar untuk menabung walau dalam skala kecil, karena dana premi yang mereka bayarkan akan dikembalikan dalam bentuk tabungan setelah masa pertanggungan selesai.

Pelaksanaan Askesos juga sesuai dengan paradigma baru pembangunan, yaitu paradigma people centered development. Hal ini dapat dilihat dari prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan berkelanjutan serta mengutamakan ekonomi lokal, hanya saja dalam pelaksanannya belurn sepenuhnya diserahkan pada masyarakat.

Askesos merupakan salah satu bentuk kegiatan sosial yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat rentan dari resiko sakit, kematian dan kecelakaan. Sehingga mereka akan merasa lebih tenang untuk melakukan usaha dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Namun saat peserta Askesos mulai merasakan manfaat program dimaksud, kegiatan tidak dapat dilanjutkan karena ada kendala pada pengelola Askesos yang tidak mampu iagi mengelola kegiatan tersebut. Pihak pengelola menuntut adanya penambahan dana klaim dari pemerintah, sementara pemerintah tidak mampu memberikan lebih dari yang diminta pihak pengelola.

Berdasarkan ha1 tersebut di atas, maka perlu adanya tindakan untuk menindaklanjuti kegiatan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan peserta Askesos khususnya dan para pekeja mandiri sektor informal lainnya yang berada di Kelurahan Jamika.

Pengembangan kapasitas komunitas berupa pengembangan individu dan kelompok terlebih pada golongan masyarakat yang memiliki kemampuan terbatas tersebut seperti pekerja mandiri sektor informal, dapat dijadikan pengungkit yang efektif untuk meningkatkan kemampuan usahanya, sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupannya.

(42)

yang diselenggarakan masyarakat dan sistem jaminan sosial yang bersifat eksklusif yang hanya mencakup peserta yang memiliki pekerjaan tetap, terutama mereka yang beke j a pada sektor formal. Di samping itu, kegiatan jaminan sosial berbasis komunitas di Kelurahan Jamika menjawab persoalan dimana negara kurang mampu menjangkau masyarakat secara keseluruhan untuk diberi jaminan.

[image:42.521.24.475.0.699.2]

Secara skematis, kerangka pemikiran yang akan diolah dapat dilihat pada gambar beiikut :

Gambar 3

Kerangka Pemikiran Kajian Jaminan Sosial Berbasis Komnnitas

Faktor Internal

Tercipta Perlindungan

Sosial Bagi Pekerja

Mandiri

Sektor Informal

3.2 Metode Kajian

(43)

mempertimbangkan kedekatan peneliti pada orang atau situasi yang diteliti serta dapat menangkap peristiwa aktual yang terjadi sesuai dengan topik kajian.

3.2.1 Batas-batas Kajian

Kajian ini dilakukan berdasarkan aras subyektif mikro, yang meliputi kajian pola perilaku, tindakan, interaksi sosial, persepsi, dan keyakinan serta ragam segi konstruksi realitas sosial di Kelurahan Jamika.

Tipe yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kajian terapan deskriptif, yaitu untuk memahami ciri-ciri dan sumber- sumber masalah manusia dan masyarakat serta mendokumentasikan suatu kejadian atau gejala sosial secara lengkap, rinci, dan mendalam. Dalam ha1 ini adalah memahami sumber masalah para pekerja sektor informal dan masyarakat Kelurahan Jamika pada umumnya serta membuktikan kebenaran suatu fenomena dalam masyarakat Kelurahan Jamika secara terbuka.

3.2.2 Lokasi Kajian

Kajian dilaksanakan di Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung. Kelurahan ini merupakan lokasi uji coba proyek Jaminan Sosial dari Departemen Sosial RI. Kelurahan ini juga banyak mempunyai potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dan diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat setempat.

3.2.3 Waktu kajian

(44)

TAHUN 2006

I

KEGIATAN

I

Juni Juli Agustus

I

September

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Pelaksanakan pengumpulan data menggunakan pendekatan subyektif mikro dengan mendokumentasikan suatu fenomena sosial secara lengkap, rinci dan mendalam serta memahami ciri-ciri dan sumber-sumber masalah, sehingga akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang situasi sosial masyarakat. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah :

1. Pengamatan berperan serta, dengan tujuan :

a. Melihat, merasakan, memaknai peristiwa dan fenomena sosial yang tejadi di masyarakat Kelurahan Jamika.

b. Membentuk pengetahuan bersarna.

2. Wawancara mendalam yang bertujuan untuk mendalami pandangan masyarakat Kelurahan Jamika tentang situasi sosial, budaya, ekonomi, politik, ekologi dan demografi di lingkungannya.

Wawancara ini dilakukan dengan warga masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Jamika serta aparat kelurahan dan tempat wawancara bervariasi, seperti di m a h , kantor kelurahan, toko dan warung serta di gang-gang yang kebetulan warga sedang berkumpul.

(45)

Data yang dikumpulkan bersumber dari berbagai unsur yang terkait dalam pelaksanaan praktek lapangan dimaksud. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 1

Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

4

5

6

Catatan:

pembicaraan dengan menggunakan tape recorder

Program Asuransi Kesejahteraan Sosial

Program Pelayanan Lanjut Usia "Tunas Harapan".

Berkaitan dengan Lokasi Pmktek Lapangan di Kelurahan lamika- Bandung dan YASBU di J1. Margabayu Raya-Bandung

pada saat melaksanakan

- Komunitas warga

- Tokoh Agama

- Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.

- Lutab

- Staf Kelurahan

- Bumh, Ibu-lbu, pe- dagang kecil, dll.

- Kelompok Remaja

- Ketua RW

- YASBU

-

Lurah

- Staf Kelurahan

- Ibu-lbu pengajian.

- Ketua RW

- Pengurus posyandu

- Ibu-ibuPKK

-

Buku catatan Kelu- raban Jamika.

-

Laporan Pemetaan Sosial di Kelurahan Jamika

- Buku laporan YASBU

wawancara, selain mencatat,

- Obsemasi

- Studi Dokumentasi

- Wawancara Mendalam

- Diskusi Terfokus

- Observasi Lapangan

- Studi dokumentasi

- Wawancara mendalam

- Wawancara kelompok

- Obsemasi lapangan

- Studi dokumentasi

- Wawancara individu

- Observasi lapangan

[image:45.524.30.458.25.683.2]
(46)

3.2.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan hasilnya disajikan secara deskriptif analitis. Beberapa tabel kategorisasi, peta dan grafik serta bagan akan digunakan untuk membantu penyajian hasil analisis data.

Langkah awal yang akan ditempuh adalah melakukan '>enyuntingan" data (melengkapi dan menstransformasi data mentah yang ditulis dalam catatan lapangan atau rekaman hasil wawancara), sehingga menjadi informasi yang sistematis, melengkapi informasi yang terkumpul dengan surnber-sumber lain yang mendukung (dokumen tertulis, peta, laporan).

Langkah kedua adalah melakukan kategorisasi data. Hal ini adalah tindakan untuk melakukan pengelompokan informasi hasil penyuntingan. Pengelompokan dilakukan atas dasar aspek-aspek yang diteliti, tingkatan dan tipe informan dan jenis informasi yang dapat dikumpulkan.

3.2.6 Metode Perencanaan Program

(47)

Sudrajat, dkk (2005), mendefinisikan bahwa TOP adalah teknik perencanaan pengembangan masyarakat secara partisipatif, sehingga sel~truh pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukakan ide dan menolong setiap orang untuk mampu mengapresiasikan ide orang lain.

Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan perencanaan program pengembangan masyarakat secara partisipatif sangat tergantung dari kemampuan fasilitator dalam membangkitkan, memanfaatkan dan mempertahankan kepentingan bersama.

Alasan digunakan pendekatan partisipatori perencanaan aksi program pemberdayaan adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan partisipatori adalah suatu pendekatan yang dapat memobilisasi sumberdaya yang ada di dalam masyarakat itu sendiri, baik sumberdaya atam maupun sumberdaya manusia, dan meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga dapat mandiii dan tidak tergantung pada pihak lain, dan juga menghilangkan secara perlahan hal-ha1 yang menekan atau menindas hak-hak masyarakat dalam mengolah potensi yang mereka miliki. Hal ini bermanfaat untuk menggali potensi yang dimiliki oleh masyarakat Kelurahan Jamika sebagai landasan pengembangan kapasitas yang dimiliki.

b. Pendekatan partisipatori adalah pendekatan yang dapat mendorong setiap orang dalam suatu kelompok tertentu untuk berpartisipasi secara aktif dalam suatu proses yang tejadi dalam kelompok tersebut tanpa memandang umur, jenis kelamin, kelas sosial, maupun latar belakang pendidikan. Pada proses ini komunitas akan merasa saling memiliki dan meningkatkan rasa tanggung jawab mereka terhadap program yang mereka bangun.

c. Pendekatan partisipatori terutarna sangat berguna dalam menerapkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan pada posisi pengambilan keputusan.

(48)

e. Pendekatan partisipatori dibuat untuk tingkat perencanaan di masyarakat, dimana masyarakat dapat saling belajar dan mengembangkan rasa hormat baik penghormatan terhadap pengetahuan seseorang maupun keterampilan yang dimiliki oleh seseorang.

Dalam melakukan pengkajian pengembangan masyarakat yang dilaksanakan melalui pendekatan partisipatori tersebut, tidak terlepas dari pinsip- prinsip partisipatori, yaitu :

a. Mengutamakan yang terabaikan, dengan tujuan masyarakat memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dari kegiatan- kegiatan pembangunan yang berlangsung, khususnya program jaminan sosial. Prinsip ini berupaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang ada di masyarakat.

b. Melakukan proses pemberdayaan, dengan tujuan agar masyarakat tidak mempunyai karakter ketergantungan pada pihak luar dari masyarakat itu sendiri, yaitu dengan cara menggali potensi yang mereka miliki sehingga pemanfaatan kekuatan internal lebih dominan.

c. Masyarakat Kelurahan Jamika sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator.

d. Saling belajar dan menghargai perbedaan.

e. Menciptakan kondisi yang santai dan informal, dengan tujuan masyarakat tidak merasa ditekan atau dipaksa dalam menjalankan program yang mereka tentukan sendiri mekanismenya.

f. Melakukan triangulasi, yaitu pemeriksaan ulang informasi yang didapat melalui berbagai surnber dengan latar belakang pendidikan, keterampilan, maupun pengetahuan yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan untuk mencapai keakuratan data.

g. Orientasi praktis, yaitu informasi yang didapat harus mampu memecahkan masalah yang ada untuk pengembangan kegiatan jamian sosial yang ada di masyarakat.

(49)

Dari berbagai faktor dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka perlu strategi program penguatan dan peningkatan surnber daya dan skala ekonomi dengan perencanaan yang matang dan disusun secara partisipatif bersama masyarakat dengan metode Technology of Participation (Top), yang selanjutnya disusun sebagai program pemberdayaan masyarakat lokal. Adapun sasaran utama program pemberdayaan ini adalah para pekerja mandiri di sektor informal.

Pada proses pemberdayaan tersebut, tentunya tidak luput dari partisipasi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan yang dimaksud. Untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, ada tiga faktor utama, yaitu (1) adanya kemampuan, (2) adanya kesempatan, (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi. Kemauan dan kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh pelaku secara individu ataupun kelompok, sedangkan kesempatan lebih dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan di luar diri pelaku dan lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan dimana tempat tinggal si pelaku.

Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan terutama dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sarana dan prasarana fisik, kelembagaan (formal dan lokal), kepemimpinan (formal dan lokal), pengaturan dan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sarana dan prasarana yang sangat berpengaruh aktivitas partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah transportasi dan telekomunikasi serta perangkat kelembagaan yang mengatur keterkaitan antar individu maupun kelompok dalam masyarakat.

Strategi yang dilakukan dalam pengkajian menggunakan metode Technology ofparticipation (Top) dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan komunitas melalui wawancara dan pengamatan di lapangan.

(50)

d. Penyusunan rencana program berdasarkan hasil identifikasi permasalahan lalu dianalisis. Dalam diskusi penyusunan usulan rencana program, sekaligus dilaksanakan penyusunan indikator-indikator dan jadual monitoring.

e. Hasil diskusi dan penyusunan rencana program disampaikan dalam acara saresehan yang mengunclang semua stakeholder untuk dimintakan tanggapan, masukan-masukan sebagai penyempurnaan penyusunan rencana program.

(51)

IV.

PETA SOSIAL

KELURAHAN

JAMIKA

Kondisi peta sosial Kelurahan Jamika menggambarkan potensi sosial ekonomi yang dimiliki oleh Kelurahan Jamika yang dapat digunakan untuk merancang suatu bentuk dan model pengembangan masyarakat, khususnya dalam upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif bagi salah satu komunitas kecil yang ada di Kelurahan Jamika, yaitu pekerja mandiri sektor informal.

Dalam kajian ini, kondisi peta sosial dijadikan sebagai bahan untuk menganalisa aspek-aspek kehidupan masyarakat Kelurahan Jamika yang dapat mempengaruhi para pekeja mandi

Gambar

Gambar I Faktor-Faktor yang berpengaruh
Gambar 2 Bidang-Bidang yang terkait dengan Pembangunan Sosial
gambar beiikut :
Tabel 1 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan.. 2) Nurse station perawat sebagai tempat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji

(m.1343H) yang merupakan guru Sheikh Yasin al-Fadani sendiri), Maka saya mengumpulkan sebanyak empat puluh Hadith dari empat puluh kitab dengan sanad-sanadku dalam

Bahan yang digunakan Polypropylene (PP). Produk yang dibuat terlihat pada Gambar 3. Sketsa gambar spesimen yang akan diuji ASTM D955.. Variasi tekanan injeksi plastik. Pengujian

Baik pengelola, orangtua siswa maupun tokoh masyarakat ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan PAUD KB Mekar Setia Budi juga karena mereka memang butuh layanan

Tujuan dari penelitian ini ada- lah untuk mengetahui pengaruh pelarut partisi pada kandungan senyawa fenolat dan aktivitas antioksidan yang meliputi aktivitas antioksidan

Hasil estimasi teknologi menunjukkan bahwa koefisien teknologi yang diproksi dengan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja berpendidikan tamatan

Benang merah yang kita temukan itu menjadi bukti bahwa kita, masyarakat Indonesia, sebetulnya mempunyai satu prinsip, satu adat, satu pandangan, dan satu tujuan hidup yang

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH ASURANSI Membahas tentang perlindungan hak-hak nasabah asuransi, kewenangan pemerintah dalam perlindungan konsumen, penyelesaian