PENGARUH KADAR MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM
ALLOY FOAMYANG MENGGUNAKAN CaCO3SEBAGAIBLOWING AGENT
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
WICAHYA INDRA AGUSTIAN NIM. 070401006
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul“PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN
ALUMINIUM ALLOY FOAMYANG MENGGUNAKAN
CaCO3SEBAGAIBLOWING AGENT”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Strata-1 (S1) pada Departemen Teknik Mesin Sub bidang Proses Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, namun berkat dorongan, semangat, do’a, dan bantuan baik materiil, moril, maupun spiritual dari berbagai pihak akhirnya kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu sebagai manusia yang harus tahu terimakasih, dengan penuh ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Dr –Ing, Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Dosen pembimbing sekaligus Ketua Jurusan Departemen Teknik Mesin yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis. 2. Kedua orang tua penulis, Agus Ali, S.S dan Sulistiyani, adik serta abang
penulis M. Ilan Jauhari dan Ella Agustian, yang tidak pernah putus-putusnya memberikan dukungan, do’a serta kasih sayangnya yang tak terhingga kepada penulis.
3. Bapak Suprianto, ST, MT yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan laporan. 4. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin, yang
telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama penulis kuliah.
Palvis Syafri serta semua rekan mahasiswa Teknik Mesin yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
6. Asisten dan Laboran Lab. Proses Produksi yang selalu memberikan dukungan serta semangat kepada penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.
7. Tim NVC Research Center Departemen Teknik Mesin khususnya abangda Fadly A.K Nst. ST, Felix Asade, Rahman dan Batara GD. Srg yang banyak membantu selama penelitian.
8. Olive Arsenally yang selalu menginspirasi dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.
Penulis meyakini bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis akan sangat berterimakasih dan dengan senang hati menerima saran, usul, dan kritik yang membangun demi tercapainya tulisan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca, Terima kasih.
Medan, September 2012
ABSTRACT
The current state of the art with regards to the production of metallic foams is reviewed, with melt-based processes identified as the most promising for cost-effective large-scale production. The potential for metal carbonates as an alternative to currently-used titanium hydride foaming agents is explored, with calcium carbonate identified as the most suitable. Characteristic features of the compressive deformation of metallic foams based on magnesium as alloying agent are described in the context of use as an impact-absorbing material, from the experiment has knowncompressive strength aluminium for each 4% Mg, 6% Mg and 8% Mg is 38.95 MPa, 45.19 MPa and 50.82 Mpa. And density for each composition is 2.62 gr/cm3, 1.94 gr/cm3and3.44gr/cm3. Research about magnesium contained on alluminium alloy persue to investigating influenced for mechanical strength and phisical charcter of aluminium foam product, and make some variable for magnesium content having involved in strentgh of product and phisical characterization. By the product of aluminium foam investigated that aluminium with 4 % content of Mg have good cells rather than aluminium with 6 % and 8 % content of Mg.
ABSTRAK
Produksi aluminium foam dengan menggunakan kalsium karbonat sebagai
blowing agent melalui metode melt based processmenjanjikan pembuatan aluminium dengan skala besar yang murah. Kalsium karbonat sangat berpotensi untuk menggantikan titanium hidrida karena terbukti memiliki kesesuaian, karakteristik deformasi tekan dari aluminium foam dengan magnesium sebagai alloying agent dijelaskan dalam konteks sebagai material peredam impak, dari hasil pengujian diketahui gaya tekan untuk aluminium dengan 4% Mg, 6% dan 8% adalah 38.95 MPa, 45.19 MPa dan 50.82 Mpa. Sedangkan densitas untuk setiap komposisi adalah 2.62 gr/cm3, 1.94 gr/cm3 and3.44gr/cm3.Penelitianini bertujuan untuk meneliti bagaimanamagnesiumyang terkandungpada paduanaluminiummempengaruhi kekuatanmekanik dansifat fisis produkbusa aluminium, dan membuatbeberapa variabeluntuk kadarmagnesium yang dapat jugamempengaruhi kekuatan produksertasifatfisis. Dari produk yang dihasilkan diketahui bahwa aluminium dengan kadar Mg 4% memiliki sel yang lebih baik apabila dibandingkan dengan aluminium dengan kadar Mg 6% dan 8%.
DAFTAR ISI
1.2.2. Tujuan Khusus Peneliti ... 5
1.3. Manfaat Penelitian ... 5
1.4. Ruang lingkup penelitian ... 6
1.5. Batasan Masalah ... 7
1.6. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium ... 8
2.1.1. Kandungan Atom atau Unsur ... 10
2.1.2. Sifat-sifat Teknis Aluminium ... 11
2.2. Magnesium ... 12
2.2.1. Pembuatan Magnesium ... 14
2.3. Paduan Aluminium – Magnesium ... 16
2.4. Logam Busa (Metal Foam) ... 17
2.1.1. Penambahan Gas Secara Langsung ... 20
2.1.3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar) ... 23
2.1.4. Metode Kompaksi Antara Serbuk Aluminium Dengan Bowing Agent ... 24
2.1.5. Foaming of Ingots Containing Blowing Agents (Formgrip) ... 25
2.2. Senyawa Penghasil Gas (Blowing Agent) ... 26
2.2.1. Titanium Hidrida (TiH2) ... 27
2.2.2. Kalsium Karbonat (CaCO3) ... 28
2.2.3. Dolomite (CaMg(CO3)2) ... 29
2.2.4. Zirkonium Hidrida (ZrH2) ... 29
2.3. Tahapan Pembentukan Struktu Foam ... 30
2.3.1. Pertumbuhan Sel ... 30
2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Foam ... 31
2.3.2.1. Difusi Gas ... 31
2.3.2.2. Pengaturan Sel ... 32
2.3.2.3. Viskositas ... 32
2.3.2.4. Tegangan Permukaan ... 33
2.3.2.5. Oksidasi pada Aluminium ... 33
2.4. Karakteristik Mekanik pada Aluminium Foam ... 34
2.4.1. Tingkat Skala ... 34
2.4.2. Deformasi Tarik dan Tekan ... 35
2.4.3. Deformasi Metal Foam pada Pembebanan Tekan ... 36
2.4.3.1. Sifat pada Regangan Rendah ... 36
2.4.3.2. Keluluhan dan Plastisitas Metal Foam ... 37
2.4.4. Modus Kegagalan Getas dan Ulet ... 39
2.4.5. Modus Kegagalan untuk Energy Absorber ... 40
2.5.1. Aplikasi Struktur Ringan ... 42
2.5.2. Penyerap Energi Mekanik (Impak) ... 43
2.5.3. Pengontrol Panas ... 44
2.6. Uji Kekerasan (Hardness Test) ... 45
2.6.1. Brinnel (HB/BHN) ... 46
2.6.2. Rockwell (HR/RHN) ... 47
2.6.3. Vickers (HV/VHN) ... 50
2.6.4. Micro Hardness (Knoop Hardness) ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu ... 53
3.2. Bahan, Peralatan dan Metode ... 53
3.2.1. Bahan ... 53
3.2.2. Alat ... 56
3.2.3. Metode ... 61
3.3. Diagram Alir Penelitian ... 70
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Proses Foaming Produk Aluminium Magnesium Foam Dengan Blowing Agent CaCO3 ... 71
4.1.1. Pola Struktur Hasil Foaming ... 72
4.2. Analisa Kadar Mg pada Aluminium Foam Terhadap Densitas Produk ... 73
4.3. Analisa Kadar Mg paad Alumninium Foam Terhadap Kekuatan Tekan (Compressive Strength) ... 76
4.3.1. Analisa Patahan pada Sel Aluminium Foam Akibat Pembebanan Tekan ... 80
4.4. Analisa Kadar Mg Terhadap Kekerasan (Hardness) Aluminium Foam ... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 88
5.2. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Diagram fasa magnesium ... 14
Gambar 2.2 : Diagram klasifikasi koloid berdasarkan fasa-fasa pembentuknya foam ... 17
Gambar 2.3 : Struktur dalam Metal Foam ... 18
Gambar 2.4 : Skema beberapa metode pembuatan metal foam ... 19
Gambar 2.5 : Skema proses penambahan gas secara langsung ... 20
Gambar 2.6 : Rentang ukuran dan fraksi foam yang diperbolehkanuntuk metal foam ... 21
Gambar 2.7 :Skema Proses foaming secara langsungdengan penambahan gas-releasing powders ... 22
Gambar 2.8 : Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutectic dari Solid-Gas; dan hasil proses ... 24
Gambar 2.9 : Prinsip Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent ... 25
Gambar 2.10 : Rute Proses Formgrip dan penampang melintang dari produknya ... 26
Gambar 2.11 : skema pertumbuhan struktur sel dengan ρ*/ ρ berkurang selama pengembangan logam cair dengan menggunakan foaming agent yang terdispersi. ... 30
Gambar 2.12 : Terminologi dan notasi struktur sel ... 31
Gambar 2.13 : Kelarutan H2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi Si. ... 32
Gambar 2.14 : Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar ... 33
Gambar 2.15 : Skema kurva tegangan regangan pada deformasi tahap awal untuk metal foam dengan pori tertutup ... 36
Gambar 2.18 : Skema kurva tegangan regangan untuk: a) foam ideal, b) foam yang mengalami kegagalan getas, dan c) foam dengan work hardening yang luas. Daerah efektif saat penyerapan energi mekanik terjadi pada bagian kelabu sebelum mencapai
pembebebanan tekan kritis σe ... 40
Gambar 2.19 : Struktur Kompleks dari Aluminium Foam ... 41
Gambar 2.20 : Diagram Sifat serta Aplikasi Aluminium Foam ... 42
Gambar 2.21 : (a) Pelat Aluminium Foam Sandwich (AFS) (b) Penggunaan Pelat AFS pada Lifting Arm (c) Prototipe Engine Mounting Bracket BMW ... 43
Gambar 2.21 : Prototipe Crash Absorber ... 44
Gambar 2.22 : Dua jenis Heat Exchanger yang Terbuat dari Open Cell Foam (gambar diambil dari ERG Aerospace) ... 45
Gambar 2.23 : Pengujian Brinnel dan perumusan untuk pengujian Brinnel ... 48
Gambar 2.24 : Pengujian Rockwell ... 48
Gambar 2.25 : Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell ... 51
Gambar 2.26: Pengujian Vickers dan bentuk indentor Vickers ... 52
Gambar 2.27 : Bentuk indentor Knoop ... 54
Gambar 3.1 : Aluminium Ingot ... 54
Gambar 3.2 : CaCO3 Powder ... 55
Gambar 3.3 : Aluminium Powder ... 56
Gambar 3.4: Magnesium ... 57
Gambar 3. 5 : Drum Mixer ... 57
Gambar 3.6 : Furnace ... 58
Gambar 3.7 : Cawan Lebur (Crucible) ... 59
Gambar 3.8 : Blower ... 59
Gambar 3.10: Timbangan ... 61
Gambar 3.11 : Mesin Bubut ... 62
Gambar 3.12 : Thermocouple type-K ... 63
Gambar 3.13 : Penimbangan dan Pencampuran Bahan ... 66
Gambar 3.14 : Rangkaian tahapan proses pembuatan aluminium foam ... 68
Gambar 3.15 : Pengujian densitas aluminium bulk secara sederhana menggunakan prinsip archimides ... 69
Gambar 3.16 : Universal Testing Machine ... 70
Gambar 3.17 : Alat uji Brinell ... 71
Gambar 3.18 : Diagram Alir Penelitian ... 72
Gambar 4.1 : Produk Aluminium foam (a. 4 % Mg ; b.6 % Mg ; c. 8 % Mg) . 74 Gambar 4.2 : Pola Struktur Hasil Foaming ... 76
Gambar 4.3 : Pengujian densitas dengan menggunakan prinsip archimides ... 77
Gambar 4.4 : Grafik hasil pengujian densitas ... 76
Gambar 4.5 : Standar dimensi ASTM E9-89a untuk spesimen uji tekan ... 78
Gambar 4.6 : Spesimen aluminium foam yang diberikan beban ... 79
Gambar 4.7 : Grafik kekuatan tekan aluminium foam ... 80
Gambar 4.8 : Pemodelan awal penekanan aluminium ... 81
Gambar 4.9 : Pemodelan penekanan aluminium foam saat pita deformasi mulai terbentuk ... 81
Gambar 4.10 : Pemodelan kegagalan aluminium foam secara getas dan ulet ... 82
Gambar 4.11 : Spesimen Al Foam yang mengalami patah getas... 83
Gambar 4.12 : Pemodelan penekanan aluminium foam saat perambatan pita deformasi ... 83
Gambar 4.13 : Daerah yang mendapatkan beban terkonsentrasi ... 83
Gambar 4.14 : Pemodelan perambatan pita deformasi ... 84
Gambar 4.15 : A. Spesimen Al foam 4% Mg ; B. Spesimen Al foam 6% Mg ; C. Spesimen Al foam 8% Mg ... 85
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Road Map Penelitian Tentang Aluminium ... 4 Tabel 2.1 : Rockwell Hardness Scales ... 49
Tabel 4.1 :Data Hasil Pengujian Densitas ... 74 Tabel 4.2 : Analisa kadar Mg pada Aluminium Foam terhadap densitas
produk ... 76
Tabel 4.3 : Analisa kuat tekan Aluminium Foam ... 79 Tabel 4.4 :Analisa Kadar Mg pada Aluminium Foam Terhadap Kekerasan
(Hardness) ... 85
ABSTRACT
The current state of the art with regards to the production of metallic foams is reviewed, with melt-based processes identified as the most promising for cost-effective large-scale production. The potential for metal carbonates as an alternative to currently-used titanium hydride foaming agents is explored, with calcium carbonate identified as the most suitable. Characteristic features of the compressive deformation of metallic foams based on magnesium as alloying agent are described in the context of use as an impact-absorbing material, from the experiment has knowncompressive strength aluminium for each 4% Mg, 6% Mg and 8% Mg is 38.95 MPa, 45.19 MPa and 50.82 Mpa. And density for each composition is 2.62 gr/cm3, 1.94 gr/cm3and3.44gr/cm3. Research about magnesium contained on alluminium alloy persue to investigating influenced for mechanical strength and phisical charcter of aluminium foam product, and make some variable for magnesium content having involved in strentgh of product and phisical characterization. By the product of aluminium foam investigated that aluminium with 4 % content of Mg have good cells rather than aluminium with 6 % and 8 % content of Mg.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alumunium adalah salah satu logam berwarna putih perak yang termasuk
dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7
gr.cm-3. Jari-jari atomnya adalah 117,6 pikometer (1x10-10 m). Alumunium adalah
unsur terbanyak ketiga yang ditemukan di bumi setelah Oksigen dan Silikon.
Jumlahnya sekitar 7,6% dari berat kerak bumi. Terdapat beberapa sifat penting
yang dimiliki Aluminium sehingga banyak digunakan sebagai Material Teknik
Aluminium sendiri merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan
korosi yangbaik dan hantaran listrik yang baik. Penggunaan aluminium di
duniapermesinan dan industri untuk menunjang proses fabrikasi telah
banyak diterapkan oleh berbagai perusahaan material. Aluminium digunakan
dalambidang yang luas, bukan hanya untuk peralatan rumah tangga tapi juga
dipakaiuntuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut dan
konstruksi-konstruksi yang lain. Untuk mendapatkan peningkatan kekuatan
mekanik,biasanya logam aluminium dipadukan dengan unsur Cu, Si, Mg, Ti, Mn,
Cr,Ni, dan sebagainya.
Beberapa jenis penggunan hasil paduan ini pada pembuatan material
kekuatan tertentu agar dapat digunakan dengan aman. Oleh karena itu penting
kiranya dilakukan penelitian sifat kekerasan dan kekuatan tekan dari Aluminium.
Desain kendaraan udara, laut, maupun darat selalu mengalami kemajuan,
terutama didorong oleh 2 faktor penting, yaitu pertimbangan berat kendaraan
(berkaitan dengan performa) dan keselamatan pengendara. Metal foamtelah
diketahui mempunyai kombinasi sifat material seperi kekakuan lentur yang tinggi
dengan berat spesifik yang rendah. Selain itu, metal foam mempunyai
karakteristik kompresi yang baik serta dikombinasikan dengan kemampuan
penyerapan energi yang tinggi. Riset mengenai metal foam terutama dengan
menggunakan aluminium, telah dikembangan sejak tahun 50-an. Akan tetapi,
secara komersial mulai marak dikembangkan kembali pada tahun 90-an dan
diperkirakan akan terus berlanjut. Aluminium foam mempunyai sifat yang sesuai
untuk dikembangkan pada industri otomotif (kendaraan).
Alumunium foam adalah material hasil rekayasa yang menjanjikan karena
di samping ringan (1/5 kali berat aluminium padat), memiliki kekuatan (strength)
dan kekakuan (stiffness) yang tinggi, karakteristik khusus dari material ini adalah
mempunyai kemampuan menyerap energi (dump energy) yang tinggi dari
berbagai arah pembebanan. Secara umum, karakteristik aluminium foam adalah
sebagai berikut :
• Memiliki kombinasi antara nilai density yang rendah dengan kestabilan proses
yang tinggi. Densitas aluminium foam didefinisikan sebagai fraksi berat dari
aluminium foam terhadap aluminium pejal ketika mengisi volume yang
• Kekakuan yang tinggi pada berat jenis yang rendah (high strength 10 MPa,
stiffness 1 GPa)
• Penyerapan energi impak yang tinggi, tanpa menghiraukan arah datangnya
impak
• Insulasi panas yang baik
• Efisiensi yang tinggi dalam menyerap suara
• Ketahanan terhadap panas dan tidak mudah terbakar
• Dapat didaur ulang sepenuhnya
Tantangan utama untuk memproduksi aluminium adalah menceri rute
proses yang termurah namun tetap memiliki karakteristik mekanik yang baik. Dari
berbagai jenis rute, melt based process dinilai menjanjikan efisiensi biaya
produksi dalam skala produksi yang besar. Beberapa proses seperti AlporasTM,
CymatTM, telah menjadi produk komersil yang lazim digunakan. Namun
penggunaan titanium hidryde (TiH2) masih dinilai terlalu mahal dalam proses
tersebut.
Usaha untuk mengganti blowing agent telah dilakukan dengan
menggunakan CaCO3, selain lebih mudah dalam penanganan, ketersediaan
CaCO3yang banyak mnjadikannya cukup murah. Akan tetapi, penggunaan
CaCO3sebagai blowing agent masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Hal
ini dilakukan untuk mendapatkan produk yang reproducible, memberikan
Studi tentang alumunium foam baru pertama kali dilakukan di Departemen
Teknik Mesin USU, namun untuk studi tentang aluminium alloy sendiri
sebelumnya telah beberapa kali dilakukan di Departemen Teknik Mesin.
Tabel 1.1 : Road Map Penelitian Tentang Aluminium
Tahun Rumusan Masalah Peneliti
2011 perubahan temperatur penuangan pada proses pengecoran
Aluminium akan mempengaruhi laju pembekuan dan menyebabkan terjadinya laju porositas, sehingga akan mempengaruhi sifat mekanis yaitu ketangguhan impak, dan kekerasan coran Aluminium sekrap. Semakin meningkatnya temperatur penuangan akan menghasilkan bentuk struktur mikro dan sifat mekanis yang berbeda.
Hamdi Abdul Hakim
2011 Pada dasarnya unsur silikon dapat meningkatkan kekerasan
(hardness) dan kekuatan tarik (tensile strength) dari unsur Aluminium. Tetapi jika kadar yang diberikan berlebihan, maka terdapat kemungkinan kekuatan tarik dan kekerasan akan menurun. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar optimum Silikon (%)yang akan dilebur dengan Aluminium sekrap.
Muhammad Wirza
2012 Unsur magnesium dapat meningkatkan kemampuan serap
bunyi dan kekuatan tarik (tensile strength) dari unsur Aluminium. Tetapi jika kadar yang diberikan berlebihan, maka terdapat kemungkinan kekuatan tarikakan menurun. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan serap bunyi Magnesium yang akan dilebur dengan Aluminium.
M. Syahreza Nst
2012
pengamatan struktur mikro melalui foto mikro dan pengujian kekerasan aluminiuum magnesium.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum Penelitian
Membuat aluminium-magnesium foam dengan CaCO3sebagai blowing
agentserta mengamati pengaruh penambahan magnesium terhadap kekuatan dan
sifat mekanik nya.
1.2.2 Tujuan Khusus Penelitian
1. Mengetahui proses pembuatan aluminium magnesium foam dengan
proses direct foamingmelalui melt based process.
2. Mengamati fenomena yang terjadi selama proses foaming
3. Mengetahui serta mengamati hasil dari uji densitas, kekerasan serta
kekuatan tekandari aluminium magnesium foam
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana stabilitas
aluminium foam yang dibentuk dengan penambahan kadar Mg dan foaming agent
CaCO3. Dengan demikian diperoleh data dari aluminium foam yang telah dibuat.
Selain itu penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan industri maupun instansi pemerintah, juga kepada para
peneliti-peneliti lain dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah membuat produk aluminium
magnesium foam menggunakan blowing agent CaCO3. Bahan baku yang digunakan sebagai parent material adalah aluminium dan magnesium, aluminium
berasal dari raw material aluminium dengan kemurnian >97% yang dilebur
kembali bersama campuran magnesium yang dipakai sebagai bahan campuran.
Sedangkan pengujian yang dilakukan adalah uji tekan, uji kekerasan dan uji
densitas.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah pembuatan aluminium foam
dengan metode direct foaming melalui tahap melt based process dengan blowing
agent CaCO3. Dalam proses ini tidak dilakukan penambahan thickening agent dan
solid refractory yang lazim digunakan pada proses komersil. Paremeter produksi
semisal peleburan bahan baku, pencampuran foaming agent, pengadukan dan
penanganan proses dilakukan dengan cara yang sama.
1.6 Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini menggunakan metode penganalisaan dengan hasil uji.
Bab I Pendahuluan, bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai
Tugas Akhir yang meliputi, pembahasan tentang latar belakang, batasan masalah,
tujuan, manfaat dan sistematika penulisan. Tinjauan pustaka pada bab kedua,
berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok
permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa
persoalan. Pada bab IIIberupa Metodologi Penelitian berisikan metode
pembuatan aluminium foam. Berisi juga spesifikasi dari bahan yang digunakan
dan jumlah campuran yang digunakan dalam proses pembuatan aluminium foam
serta berisi langkah-langkah pengujian yang digunakan dalam pengamatan bab
IVpada skripsi ini merupakan hasil dan pembahasan, berisikan penyajian hasil
yang diperoleh dari uji tekan,uji densitas dan kekerasan. Bab V Kesimpulan Dan
Saran, berisikan jawaban dari tujuan dari penelitian. Daftar Pustaka, berisikan
literatur yang digunakan sebagai refenrensi dalam penulisan tugas akhir ini.
Lampiran, merupakan lampiran data-data yang diperoleh selama penelitian berupa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aluminium
Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi,
dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di
kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari
kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam
bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan
lain-lain) (USGS). Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium
merupakan logam yang cukup reaktif.
Selama 50 tahun terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas
penggunaannya setelah baja. Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya
yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium
paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang
paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat
terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya.
Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan
dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga
abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil aluminium murni
200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah
ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi.
Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu
terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara
bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.
Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi
galvanik dengan paduan tembaga.
Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik.
Jika dibandingkan dengan massanya, aluminium memiliki keunggulan
dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas
dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat.Aluminium murni 100% tidak
memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri, namun
aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100%
aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya.
Pengotor yang mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah
gelembung gas di dalam yang masuk akibat proses peleburan dan
pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna, material cetakan akibat kualitas
cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang
tidak baik (misalnya pada proses daur ulang aluminium). Umumnya, aluminium
murni yang dijual di pasaran adalah aluminium murni 99%, misalnya aluminium
foil.
Pada aluminium paduan, kandungan unsur yang berada di dalamnya
bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn,
2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam
penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg.
Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal
pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr, 0,25% Zn,
dan 0,1% Cu.
2.1.1. Kandungan Atom atau Unsur
Alumunium murni mempunyai kemurnian hingga 99,96% dan minimal
99%. Zat pengotornya berupa unsur Fe dan Si. Alumunium paduan memiliki
berbagai kandungan atom-atom atau unsur-unsur utama (mayor) dan minor. Unsur
mayor seperti Mg, Mn, Zn, Cu, dan Si sedangkan unsur minor seperti Cr, Ca, Pb,
Ag, Fe, Sn, Zr, Ti, Sn, dan lain-lain. Unsur- unsur paduan yang utama dalam
almunium antara lain:
1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun menurunkan
elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik). Kandungan Cu
dalam alumunium yang paling optimal adalah antara 4-6%.
2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile.
3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi.
4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan alumunium dan menurunkan nilai
ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga baik.
5. Silikon (Si), menyebabkan paduan alumunium tersebut bisa diperlakukan
2.1.2. Sifat-sifat Teknis Alumunium a. Kekuatan
Kekuatan dan kekerasan aluminium tidak begitu tinggi. Namun, dengan adanya
pemaduan dan heat treatment dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya.
Kebanyakan material aluminium ditingkatkan kekuatannya dengan suatu
mekanisme penguatan bahan logam yang disebut precipitation hardening. Dalam
precipitation hardening harus ada dua fasa, yaitu fasa yang jumlahnya lebih
banyak disebut matriks dan fasa yang jumlahnya lebih sedikit disebut precipitate.
Mekanisme penguatan ini meliputi tiga tahapan, yaitu solid solution treatment:
memanaskan hingga diatas garis solvus untuk mendapatkan fasa larutan padat
yang homogen, quenching: didinginkan dengan cepat untuk mempertahankan
struktur mikro fasa padat homogeny agar tidak terjadi difusi, dan aging:
dipanaskan dengan temperatur tidak terlalu tinggi agar terjadi difusi fasa alpha
pada jarak membentuk precipitate. Selain itu, ada beberapa cara pengujian
kekerasan yang berstandar yang digunakan untuk menguji kekerasan logam yaitu
antara lain pengujian Brinell, Rockwell, Vickers, Shore, dan Meyer.
b. Modulus Elastisitas
Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight ratio, aluminium lebih
baik. Aluminium yang elastis memiliki titik lebur yang lebih rendah dan
kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses dalam berbagai cara. Hal
ini yang memungkinkan produk-produk dari aluminium yang akan dibentuk pada
c. Keuletan (ductility)
Semakin tinggi tingkat kemurnian aluminium maka akan semakin tinggi tingkat
keuletannya.
d. Fatigue (Kelelahan)
Bahan aluminium tidak menunjukan batas kepenatan, karena aluminium akan
gagal jika ditekan.
e. Recyclability (daya untuk didaur ulang)
Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa downgrading dari
kualitas. Yang kembali dari aluminium, peleburannya memerlukan sedikit energy,
hanya sekitar 5% dari energy yang diperlukan untuk memproduksi logam utama
yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.
f. Reflectivity (daya pemantulan)
Aluminium adalah reflektor yang terlihat cahaya serta panas, dan yang
bersama-sama dengan berat rendah, membuatnya ideal untuk bahan reflektor misalnya
perabotan ringan.
2.2. Magnesium
Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan
cukup kuat. Magnesium mudah ternoda di udara, dan magnesium yang
terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah
Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk
incendiary bombs.Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan
dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile.
Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika
digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi
grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional
propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi
uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of
magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam
kedokteran.Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan
di tungku-tungku pemanas.
Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan
hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku
cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana
diperlukan nilai inersia yang rendah.Logam magnesium ini mempunyai
temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1.
Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan
perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda dicetak tekan.
Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik
dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan
Gambar 2.1 Diagram fasa magnesium (Matter; 1999)
2.2.1. Pembuatan Magnesium
Cara yang paling murah untuk membuat magnesium adalah dengan proses
elektrolitik. Pada masa Perang Dunia II, magnesium dibuat juga dengan dua
proses lain, yaitu proses silikotermik atau proses ferosilikon dan proses reduksi
karbon. Proses reduksi karbon ternyata tidak pernah dapat beroperasi secara
memuaskan, sehingga sejak lama tidak lagi dipakai. Proses silikotermik masih
banyak digunakan saat ini.
• Elektrolisis Magnesium Klorida. Magnesium klorida yang diperlukan diperoleh dari air garam dan reaksi magnesium hidroksida (dari air laut
atau dolomit) dengan asam klorida. Produsen perintis magnesium, yaitu
Dow Chemical Co. di Freeport dan Velasco, Texas, membuat magnesium
dengan mengelektrolisis magnesium klorida dari air laut, dimana gamping
terdiri dari kalsium karbonat yang hampir murni, dibakar sehingga
menjadi gamping, dijadikan slake, dan dicampur dengan air laut sehingga
magnesium hidroksida mengendap. Magnesium hidroksida ini dipisahkan
dengan menyaringnya dan direaksikan dengan asam klorida yang dibuat
dengan klor yang keluar dari sel. Dari sini terbentuk larutan magnesium
klorida yang lalu diuapkan menjadi magnesium klorida padat di dalam
evaporator dengan pemanasan langsung dan diikuti dengan pengeringan di
atas rak. Klorida ini cenderung terdekomposisi pada waktu pengeringan.
Setelah dehidrasi (proses penghilangan air), magnesium klorida tersebut
diumpankan ke sel elektrolisis, dimana bahan ini terdekomposisi menjadi
logam dan gas klor.
• Proses Silikotermik atau Proses Ferosilikon. Langkah-langkah proses silikotermik terdiri dari pencampuran dolomit gilingan yang dijadikan
slake dengan ferosilikon sebanyak 70-80% dan fluorspar 1% dan
kemudian dijadikan pelet. Pelet itu diumpankan ke dalam tanur. Tanur
kemudian divakumkan dan dipanaskan sampai 1170 derajat celsius.
Kalsium oksida (CaO) yang terdapat di dalam dolomit bakaran itu
membentuk dikalsium silikat yang tak melebur dan dikeluarkan dari
reaktor pada akhir proses. Reaksi pokok proses silikotermik ini adalah
sebagai berikut. 2(MgO.CaO) + 1/6FeSi6 --> 2Mg + (CaO)2SiO2 + 1/6Fe
Pada akhir proses, tanur didinginkan sedikit dan magnesium dikeluarkan
dari kondensor dengan suatu prosedur yang berdasarkan atas perbedaan
2.3. Paduan Aluminium-Magnesium
Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan
sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya
diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak
ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan
mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan
korosi dan ketahanan aus.
Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur
logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak
menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah
karena korosi akan terjadi padasuhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga
menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat
rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur
tersebut.
Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal
berat jenisnya.Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium,
hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu
diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu.
2.4. Logam Busa (Metal Foam)
Solid foam didefenisikan sebagai material koloid dengan adanya fasa gas
yang terdispersi kedalam fasa padat. Jenis-jenis koloid yang dapat tebentuk dari
dua fasa seperti terlihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 : Diagram klasifikasi koloid berdasarkan fasa-fasa
pembentuknyafoam (John Banhart, Advance Material; 1999)
Solid foam sering kali juga disebut dengan celullar foam karena fasa gas
yang terdispersi dalam solid membentuk konstruksi sel seperti pada gambar 2.3.
jika solid foam berasal dari materi logam (metal) maka dinamakan dengan metalic
foam.metal foam dibedakan dari logam berpori (posors metal) melalui nilai
Gambar 2.3 : Struktur dalam Metal Foam (AlporasTM)
Untuk menghasilkan aluminium busa (Aluminium foam), serbuk
aluminium perlu dicampur dengan gas pada temperatur tinggi sehingga
aluminium bisa mengembang dan mengandung pori-pori udara. Sesudah itu
campuran aluminium dan gas dikeluarkan dari dapur dan didinginkan, sehingga
aluminium foam akan membeku sesuai dengan bentuk cetakannya. Hasil dari
metode ini adalah sel tertutup aluminium busa yang menunjukkan kulit seperti
pengecoran yang tipis pada bagian permukaannya. Gas yang biasa digunakan
untuk membuat pori-pori pada logam bisa berasal dari tiga hal, yaitu gas dari luar
yang disuntikkan ke dalam logam cair, blowing agent atau pun gas-gas yang
terlarut. Pada gambar 2.4 menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan
untuk membuat metal foam. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa secara
umum metalfoam dapat dibuat dari logam yang berbentuk lelehan (melt) dan
Gambar 2.4 : Skema beberapa metode pembuatan metal foam (John Banhart,
Advance Material; 1999)
Pada umumnya gelembung gas yang terbentuk di dalam lelehan logam akan
cenderung naik ke atas permukaan lelehan logam karena adanya gaya tekan ke
atas oleh zat cair. Namun gaya tekan terhadap gelembung udara ini dapat
dikurangi dengan cara meningkatkan kekentalan lelehan logam, penambahan
serbuk keramik atau penambahan unsur pemadu yang akan menjadi
partikel-partikel penstabil. Adapun metode-metode yang umum digunakan untuk membuat
metal foam adalah :
1. Penambahan gas secara langsung (Hydro/Alcan)
2. Metode pemanfaatan Blowing Agent (Alporas)
3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)
4. Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent
(Foaminal/Alulight)
2.1.1. Penambahan Gas Secara Langsung
Pertama kali metode ini digunakan untuk membuat aluminium foam oleh
perusahaan Hydro Aluminium di Norwegia dan Cymat Aluminium Corporation di
Kanada. Skema yang dilakukan pada metode ini seperti ditunjukkan pada gambar
2.5.
Gambar 2.5 : Skema proses penambahan gas secara langsung (Curran; 2003)
Untuk mempertinggi kekentalan lelehan aluminium biasanya digunakan
partikel penguat seperti silicon-carbide, aluminium-oxide atau magnesium-oxide
sehingga kecenderungan naiknya gelembung gas ke permukaan lelehan logam
dapat dihambat. Pada metode ini, pertama kali disiapkan lelehan logam
aluminium yang mengandung salah satu partikel penguat tersebut di atas sehingga
campuran ini juga bisa disebut sebagai metal matrix composite. Namun dengan
cara ini, untuk memperoleh distribusi partikel yang merata di dalam lelehan
aluminium sangat sulit sehingga biasanya digunakan aluminium yang sudah
partikel rata-rata 5µm – 20µm. Apabila ukuran partikel terlalu kecil atau terlalu
besar maka akan muncul masalah pada kemampuan pencampuran (difficult to
mix), kekentalan lelehan logam dan kestabilan metal foam yang terbentuk. Oleh
karena itu ukuran dan fraksi volum partikel penguat harus berada pada rentang
yang diperbolehkan sebagaimana pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 : Rentang ukuran dan fraksi foam yang diperbolehkan untuk metal
foam(John Banhart, Advance Material; 1999)
Langkah kedua yaitu penyuntikan gas (udara, nitrogen atau argon) dengan
menggunakan rotating impeller atau vibrating nozzle yang akan membantu
pemerataan gelembung gas di dalam lelehan aluminium. Campuran lelehan
aluminum dan gelembung gas akan mengapung di bagian atas aluminium cair
kemudian akan mengalami pembekuan.
Densitas aluminium foam yang dihasilkan 0.069 gr/cm3 – 0,54 gr/cm3,
ukuran pori-pori yang dihasilkan antara 3mm sampai 25mm dan ketebalan
aluminium foam yang bisa dihasilkan mulai dari 50µm (L.D. Kenny, Mater. Sci.
gas, kecepatan impeller dan frekuensi getaran nozzle. Adanya gaya gravitasi
berpengaruh selama proses pengeringan sehingga akan mempengaruhi produk
akhir metal foam. Produk ini cenderung memiliki gardien pada densitas, ukuran
pori-pori dan pemanjangan pori-pori (pores elongation).
2.1.2. Metode pemanfaatan Blowing Agent (AlporasTM)
Di pasaran, metode ini disebut Alporas. Pada metode ini digunakan
blowing agent sebagai pengganti dari udara yang disuntikkan pada metode
pertama. Blowing agent akan terurai dan menghasilkan gas akibat proses
pemanasan. Skema metode pembuatan metal foam dengan metode ini ditunjukkan
pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 :Skema Proses foaming secara langsungdengan penambahan gas-releasing
powders.(Curran; 2003)
Pada metode ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu penambahan
15%wt kalsium (Ca) ke dalam lelehan aluminium 680oC kemudian diaduk selama
beberapa menit. Selama proses pengadukan, kekentalan lelehan aluminium akan
meningkat sampai 5 kali karena pembentukan oxide (CaO),
Pada proses ini sangat penting untuk menjaga lelehan logam yang sedang
mengembang agar tidak runtuh, oleh karena itu sebelumnya aluminium
ditambahkan Ca dan pada saat proses disuntikkan udara agar terbentuk CaO dan
CaAlO4 untuk meningkatkan viskositas dari lelehan. Dengan metode ini dapat
dihasilkan produk dengan ρ*/ ρs sekitar 0.05-0.3 dengan ukuran rongga 2-10 mm.
metode ini memiliki keterbatasan terhadap bentuk. Karena memrlukan
pengadukan pada saat penambahan senyawa penghasil gas maka metode ini tidak
dapat membentuk benda yang kompleks.
2.1.3. Solid-Gas Eutectic Solidification (Gasar)
Metode ini dikembangkan sejak beberapa dekade lalu dengan berdasar
pada teori bahwa beberapa jenis logam cair memiliki sistem eutectic bersama
dengan gas hidrogen. Apabila salah satu logam ini dilelehkan pada lingkungan
mengandung hidrogen dan tekanan tinggi (sampai 50 atm) akan diperoleh lelehan
logam dan hidrogen yang homogen. Apabila temperatur diturunkan, lelehan
logam akan mengalam transisi eutectic menjadi lelehan yang memiliki fasa
heterogen terdiri dari padatan dan gas (solid+gas). Apabila komposis sisem ini
mendekati komposis pada titik eutectic, maka proses segregasi akan terjadi pada
satu temperatur. Pada saat lelehan logam membeku, gas-gas akan berusaha keluar
dari lelehan namun terperangkap di dalam lelehan sehingga diperoleh logam padat
yang mengandung pori-pori berisi gas hidrogen. Metode ini menghasilkan produk
dengan pori-pori antara 10µm sampai 10mm dengan panjang pori-pori antara
100µm sampai 300µm dan derajat porositas 5% sampai 75%. Pada umumnya,
bentuk pori yang akan didapat berupa pori besar yang memanjang sesuai arah
gas-reinforced”. Saat ini metode ini telah diadaptasi oleh Jepang dengan penamaan
“lotus-structure” karena menyerupai akar lotus (teratai). Gambar 2.8
menunjukkan rute proses gasar dan hasil proses.
Gambar 2.8 : Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutectic dari Solid-Gas;
dan hasil proses(Curran; 2003)
2.1.4. Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing Agent
Aluminium foam juga bisa diperoleh dari serbuk aluminium yang dicampur
dengan blowing agent kemudian dikompaksi menjadi semi-finish product
(precursor) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.9. Metode kompaksi yang
bisa dilakukan dengan pembebanan uni-axial atau isostatic compression, misalnya
rod extruder atau powder rolling. Metode ini diawali dengan pencampuran serbuk
aluminium (aluminium murni, aluminium paduan atau serbuk campuran
aluminium dengan logam lain) dengan Langkah selanjutnya adalah pemanasan
precursor pada temperatur lebur aluminium sehingga blowing agent akan terurai
dan menghasilkan gas hidrogen. Lelehan precursor akan mengembang dan
menghasilkan struktur yang memiliki banyak pori. Waktu yang diperlukan untuk
ukuran precursor. Contoh metode kompaksi yang lazim digunakan adalah dengan
uniaxial atau isostatic compression, rod extrusion atau powder rolling.
Gambar 2.9 : Prinsip Metode kompaksi antara serbuk Aluminium dengan blowing
Agent(Curran; 2003)
2.1.5. Foaming of Ingots Containing Blowing Agents(Formgrip)
Metode ini dikembangkan dengan menggunakan bahan dasar ingot
aluminium agar tidak perlu menggunakan serbuk logam dalam pembuatan
aluminium foam. Material precursor juga dapat dibuat dengan mencampurkan
partikel titanium hydride (TiH2) kedalam logam cair, sesaat setelah cairan logam
akan membeku. Hasil precursor yang didapatkan, selanjutnya dapat diproses
dengan metode yang sama dengan yang sebelumnya. Untuk menghindari
pembentukan dini gas hidrogen saat pencampuran, maka pembekuan harus
dilakukan dengan cepat atau menggunakan blowing agent yang “dipasifkan”
sehingga mencegah pelepasan gas yang berlebihan. Salah satu metodenya adalah
dengan menggunakan mesin die-casting. Serbuk hidrida diinjeksikan kedalam
cetakan (die) bersamaan dengan logam cair. Untuk mendapatkan foam yang
Gambar 2.10 : Rute Proses Formgrip dan penampang melintang dari
produknya(Curran; 2003)
2.2. Senyawa Penghasil Gas (Blowing Agent)
Blowing agent atau foaming agent adalahzat yang dapat memproduksi
suatu struktur cellular melalui proses foaming pada berbagai material yang telah
mengeras atau pada fase transisi, contohnya plastic, polymer dan metal. Blowing
agent dicampurkan pada saat material parent dalam keadaan cair. Struktur seluler
pada matriks akan mengurangi kepadatan, meningkatkan panas dan penyerapan
akustik, serta meningkatkan kekakuan yang relatif lebih baik dari material aslinya.
Dalam pembuatan metal foam digunakan jenis blowing agent yang
merupakan senyawa penghasil gas. Dimana senyawa tersebut adalah suatu zat
yang stabil pada temperatur kamar namun dapat melepaskan gas apabila
dipanaskan. Contoh dari senyawa penghasil gas adalah TiH2 yang telah secara
melepaskan gas pada temperature dekomposisinya (400-1300oC) gas inilah yang
akan mempuat cairan logam mengembang. Senyawa logam termasuk hidrida,
oksida, nitride, sulfide dan karbonat juga cocok digunakan.
Persayaratan umum dari senyawa penghasil gas yang dapat digunakan
sebagai blowing agent adalah temperature dekomposisinya secara termodinamika
sesuai dengan temperatur dimana logam tersebut meleleh. Jika temperature
dekomposisi terlalu rendah maka reaksi akan berlangsung secara cepat sehingga
tidak cukup waktu untuk senyawa penghasil gas terdispersi secara merata pada
lelehan logam. Jika temperaturnya terlalu tinggi maka foam akan runtuh sebelum
pembekuan, selain itu secara ekonomi juga tidak menguntungkan.
Kenetika dan reaksi dekomposisi juga penting, foaming harus terjadi
secara cepat agar didapatkan ukuran rongga yang diinginkan sebelum foam runtuh
atau gelembung keluar dari lelehan. Volume dari gas yang dihasilkan dari gas
yang dihasilkan oleh senyawa penghasil gas juga merupakan hal yang penting,
senyawa penghasil gas dengan kemampuan menghasilkan gas yang tinggi
membutuhkan pengadukan yang lebih sedikit. Senyawa penghasil gas haru
memiliki densitas yang relative sama dengan lelehan agar senyawa penghasil gas
dapt terdispersi secara merata.
2.2.1. Titanium Hidrida (TiH2)
Titanium Hidrida merupakan jenis senyawa penghasil gas yang termasuk
dalam kategori chemical blowing. TiH2 adalah senyawa kimia dari titanium dan
gas yang telah digunakan secara komersil dan telah banyak digunakan dalam
industri.
Titanium hidrida merupakan senyawa penghasil gas yang baik dan telah
teruji dapat mengasilkan foam yang bagus untuk metal foam, namun
kekurangannya adalah senyawa ini sangat mahal dan sangat tidak efektif jika
hanya digunakan untuk produksi skala kecil.
2.2.2. Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat umumnya bewarna putih dan umumnya sering djumpai
pada batu kapur, kalsit, marmer, dan batu gamping. Selain itu kalsium karbonat
juga banyak dijumpai pada skalaktit dan stalagmit yang terdapat di sekitar
pegunungan. Karbonat yang terdapat pada skalaktit dan stalagmit berasal dari
tetesan air tanah selama ribuan bahkan juataan tahun. Seperti namanya, kalsium
karbonat ini terdiri dari 2 unsur kalsium dan 1 unsur karbon dan 3 unsur oksigen.
Setiap unsur karbon terikat kuat dengan 3 oksigen, dan ikatan ini ikatannya lebih
longgar dari ikatan antara karbon dengan kalsium pada satu senyawa. Kalsium
karbonat bila dipanaskan akan pecah dan menjadi serbuk remah yang lunak yang
dinamakan calsium oksida (CaO).
Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium
yaitu sekitar 2710 kg m3 sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan
aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca selain itu jika
terjadi pengurangan pCO2, ∆G reaksi akan menjadi lebih rendah sehingga
dekomposisi dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Jadi jika kita dapat
foaming pada temperatur yang lebih rendah. Hal-hal inilah yang merupakan
peluang penggunaan kalsium karbonat sebagai senyawa penghasil gas.
Kalsium karbonat merupakan senyawa penghasil gas yang memiliki
potensi yang bagus karena murah dan ketersediannya yang banyak. Kalsium
karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar
2710 kg m-3 (Andri Agusta : 2009) sehingga dapat terdispersi secara baik pada
lelehan aluminium dan telah digunakan untuk membuat foam dari kaca.
2.2.3. Dolomite (CaMg(CO3)2)
Dolomite atau yang dikenal juga Kalsium Magnesium Karbonat,
dolomit adalah
magnesium dan kalsium berbentuk tepung dengan rumus kimia CaMg(CO3)2.
Sama halnya seperti CaCO3 dolomit merupakan senyawa penghasil gas
dan memiliki potensi yang bagus karena harga yang ekonomis dan ketersediaan
yang banyak.
2.2.4. Zirkonium Hidrida (ZrH2)
Merupakan senyawa kimia campuran antara hidrida dan zirconium.
Dipasaran biasanya berupa serbuk berwana abu-abu kehitaman dan bersifat
mudah terbakar.
Sering digunakan dalam metalurgi serbuk sebagai hidrogen katalis dan
sebagai reducing agent, vacum tube getter, dan foaming agent pada produksi busa
metal. ZrH2 juga digunakan sebagai neutron moderator pada thermal-spectrum di
bakar dalam komposisi piroteknik.Dalam pembuatan aluminium foam ZrH2
bubuk dengan jumlah 0.6% - 1.4% (wt) ditambahkan pada aluminium cair, saat
foaming pada temperatur antara 933 – 1013 K.
2.3. Tahapan pembentukan struktur foam
2.3.1. Pertumbuhan Sel
Struktur sel umumnya terbangun melalui tahapan yang diperlihatkan pada
gambar 2.11. Bentuk sel pada umumnya hanya dikontrol oleh tegangan
permukaan, lalu membentuk pori bulat. Kemudian dilanjutkan dengan
pengembangan bentuk pori menjadi bertambah angular. Dikarenakan pergerakan
gelembnung relatif dengan gelembung lainnya menjadi sulit, maka akhirnya
membentuk jaringan 3 dimensi dari sel polihedral. Terminologi yang digunakan
untuk mengkarakterisasi struktur sel polyhedral dijelaskan melalui gambar 2.12.
Gambar 2.11 : skema pertumbuhan struktur sel dengan ρ*/ ρ berkurang selama
Gambar 2.12 : Terminologi dan notasi struktur sel(John Banhart, Advance
Material; 1999)
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Struktur Foam
2.3.2.1. Difusi Gas
Pada foam cair, perbedaan tekanan diantara sel dengan ukuran yang
berbeda akan menyebabkan terjadinya pengasaran, melalui mekanisme Otswald
Rippening. Tekanan gas didalam sel yang memiliki tekanan permukaan akan
berbanding terbalik dengan radius lengkungan selnya. Difusi yang terjadi, akan
tetapi dibatasi oleh tingkat difusivitas dan kelarutan berbagai macam gas
seringkali dapat diabaikan, kecuali H2 yang mempunyai kelarutan signifikan
dalam aluminium cair. Gambar 2.13 menunjukkan grafik kelarutan gas yang dapat
dikurangi secara signifikan dengan tambahan paduan Si. Dikarenakan, pada
proses foaming. Gelembung akan dipertahankan dalam keadaan cair untuk waktu
yang sebentar, maka dapat diasumsikan bahwa efek dari difusi gas pada struktur
Gambar 2.13: Kelarutan H2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi
Si.(John Banhart, Advance Material; 1999)
2.3.2.2. Pengaturan Sel
Jika dikomposisi pada sel yang berdekatan menunjukkan perbedaan
tekanan yang jauh dan tidak dapat terakomodasi dengan difusi, maka sel-sel dapat
mengatur kembali, lalu merubah sel tetangganya untuk mendistribusikan tekanan
kembali. Kemungkinan yang terjadi adalah permukaan sel dengan tegangan
permukaan yang rendah dapat melengkung.
2.3.2.3. Viskositas
Untuk membuat sel yang terdistribusi merata, maka gelembung harus
dapat ditahan didalam logam cair sampai foam membeku. Dengan kata lain,
kecepatan pergerakan naiknya gelembung dapat dikurangi. Pengaruh ukuran
gelembung dan tingkat viskositas logam cair pada kecepatan terminal gelembung
gas pada logam cair dapat diperoleh dengan menyeimbangkan kemampuan apung
2.3.2.4. Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan pada sel polyhedral akan menyebabkan pembulatan
bentuk sel dengan batas datar yang melebar dan permukaan sel yang menipis. Hal
ini diperlihatkan pada gambar 2.14. Kejadian ini dibarengi dengan pembekuan
logam cair dari permukaan sel ke batas datar sel.
Gambar 2.14 : Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar(John
Banhart, Advance Material; 1999)
Spesi yang bermigrasi dari permukaan gas-liquid, akan menurunkan energi
antar permukaan foam. Dengan membatasi efek dari tegangan permukaan pada
gelembung, maka akan mengurangi driving force aliran material dari permukaan
sel ke batas datar sel, karena bisa merusak (menipiskan) permukaan sel.
2.3.2.5. Oksidasi Pada Aluminium
Aluminium memiliki reaktifitas yang tinggi untuk membentuk lapisan
oksida sesuai dengan reaksi :
2Al(l) + 3/2O2(g) Al2O3(s)
Lapisan oksida ini lentur dan tidak terlalu signifikan mengganggu fluiditas dari
aluminium. Akan tetapi, keberadaan lapisan ini berefek pada tegangan
Permukaan aluminium solid dapat teroksidasi secara cepat, meskipun laju
oksidasi akan turun atau diabaikan saat mencapai batas ketebalan oksida pada
permukaan. Batas ini dikenal sebagai Mott thickness dengan nilai 2 nm pada
temperatur kamar, dan relative tidak sensitive terhadap tekanan parsial oksigen.
Diatas 200oC lapisan oksida akan tumbuh secara cepat dengan sekala waktu
harian sehingga ketebalan akan menebal secara signifikan.
2.4. Karakteristik Mekanik Aluminium Foam
2.4.1. Tingkat Skala
Metal foam dapat dikarakterisasi melalui 3 skala tingkatan, tingkat
pertama, metal foam dapat diperlakukan sebagai material teknik yang utuh (bulk
material), yaitu mengabaikan keberadaan porositas. Sifat material yang menjadi
perhatian adalah kekakuan, kekuatan, ketangguhan dan densitasnya. Sifat-sifat
tersbut merupakan fenomena pada material foam ketika berdeformasi plastis dan
mengalami strain hardening. Sifat-sifat ini menjadi parameter yang disesuaikan
dengan persyaratan untuk beberapa tipe produk foam komersil tertentu.
Pada tingkat kedua, metal foam dapat dilihat sebagai bagian sel-sel yang
dirangkaikan. Sifat yang diperhatikan, termasuk didalamnya adalah kisaran dan
distribusi dari ukuran sel pada sesimen tertentu; bentuk sel dan kelakuan ketika sel
tersebut di rangkaikan terhadap sel yang lain; ketebalan; dan profil permukaan
penampang melintang sel. Dalam usaha mengoptimalkan sifat mekanik dari metal
foam, maka saat ini telah terdapat penelitian yang mencari hubungan diantara
Pada tingkat ketiga, struktur mikro dari logam matriks foam menjadi hal
yang signifikan. Seperti halnya struktur sel, maka gambaran distribusi fasa dapat
menentukan sifat metal foam. Proses produksi dari metalfoam seringkali
memerlukan partikel atau fasa tambahan yang berperan sebagai penstabil atau
surfactant yang juga berefek pada performa mekaniknya. Pada tingkat ini,
hubungan antara struktur mikro dan sifat meterial utuh, masih menjadi bahan
penelitian lanjutan.
2.4.2. Deformasi Tarik dan Tekan
Sifat elastik dari beberapa metal foam komersial saat ini telah dipelajari
secara luas. Secara umum, sifat tersebut memperlihatkan kesamaan kelakuan pada
deformasi tarik dan tekan, terutama untuk regangan yang kecil.
Sifat utama yang diinginkan dari metal foam adalah kemampuan untuk
menyerap energi tekan plastis pada jumlah yang besar, kemudian
mentransmisikan beban yang rendah secara konstan. Oleh karena itu, saat ini
deformasi tekan pada metal foam telah dipelajari secara mendalam dibandingkan
dengan deformasi tarik. Evaluasi terhadap penentuan sifat tarik saat ini masih sulit
untuk disimpulkan. Deformasi plastis pada pembebanan tarik, hanya
memperlihatkan modus kegagalan dari foam saja.
Kekuatan luluh tarik pada metal foam biasanya sama atau lebih kecil
daripada kekuatan luluh tekan. Semisal, beberapa penelitian menemukan bahwa
kekuatan luluh tarik dan tekan dari metal foam AlporasTM, menunjukkan angka
2.4.3 Defomasi Metal Foam Pada Pembebanan Tekan 2.4.3.1. Sifat Pada Regangan Rendah
Karakteristik yang menonjol adalah tidak adanya daerah yang
memperlihatkan deformasi kembali pada keadaan semula. Modulus tangensial
pada awal kurva pembebanannya cukup rendah daripada pembebanan yang
terekam saat metal foam dilepaskan pembebanannya. Selain itu, pada siklus
pembebanan-pelepasan beban, seringkali terlihat adanya kurva histersis.
Gambar 2.15, memperlihatkan skema kurva tegangan-regangan dari metal
foam (closed-cell) pada pembebanan tekan. Dimana . Pembebanan dilakukan dengan
2 siklus, sehingga memperlihatkan tegangan luluh, modulus elastisitas pada saat
pembebanan dan modulus elastisitas saat pelepasan beban.
Gambar 2. 15: Skema kurva tegangan regangan pada deformasi tahap awal untuk
metal foam dengan pori tertutup(John Banhart, Advance Material;
1999)
Perlu diperhatikan, bahwa deformasi elastis yang terlokalisasi muncul sebagai
akibat dari tidak seragamnya bentuk foam. Pada metal foam (open-cell) yang
pembebanan dan pelepasan beban. Modulus elastis tetap menjadi sifat yang paling
penting pada pemakaian aluminium untuk aplikasi konstruksi.
2.4.3.2 Keluluhan & Plastisitas Metal Foam
Deformasi plastis pada skala besar dari closed-cell, umumnya dimulai oleh
kegagalan dari sebuah pita sel pada penampang melintang spesimen. Kegagalan
ini muncul pada salah satu pita yang mengalami konsentrasi deformasi lokal.
Konsentrasi ini terbentuk selama tahap deformasi elastis (dalam skala utuh), juga
seringkali muncul di daerah yang mempunyai densitas lokal terendah. Deformasi
yang terjadi pada pita tersebut, selanjutnya akan menyebabkan pemadatan lokal,
dimana deformasi plastis (pada skala utuh) terjadi saat adanya kegagalan pada sel
yang lain. Pembentukan pita yang gagal ini, ditandai oleh turunnya beban yang
diterima oleh foam, proses ini digambarkan secara skematis pada gambar 2.16.
Daerah pada metal foam, yang telah mengalami kegagalan plastis akan
selalu berdampingan dengan daerah yang mengalami deformasi elastis. Ketika
regangan plastis makro yang besar, peluluhan akan terjadi dengan cara
menggagalkan sel yang belum terdeformasi, sehingga memberikan tegangan datar
yang konstan (plateau stress): ditunjukkan pada tahap 2 dari skema kurva
Gambar 2.16 : Tiga tahapan pada kurva tegangan-regangan untuk metal
foam(John Banhart, Advance Material; 1999)
Kegagalan plastis, seringkali terjadi melalui penjalaran pita pertama yang
telah mengalami kegagalan sepanjang bidang spesimen. Pada sturuktur sel yang
tidak seragam, akan terkesan bahwa terdapat banyaknya keberadaan pita yang
gagal. Hal ini, adalah konsekuensi dari daerah yang mempunyai densitas lokal
tinggi pada struktur sel, yang mencegah penjalaran lanjutan, sehingga mendorong
terjadinya kegagalan plastis secara acak.
Ketika kegagalan pada pita sel berlanjut, terdapat satu titik dimana tidak
ada lagi ruang tersisa untuk berdeformasi dengan buckling. Hal ini digambarkan
melalui kenaikan secara tajam pada kurva tegangan-regangan, sebagai fungsi dari
kekuatan (tahap 3 pada gambar 2.16).
Possion's ratio, umumnya mempunyai harga mendekati nol, dikarenakan
tidak adanya peregangan lateral, yang biasanya terjadi saat deformasi plastis.
Denganadanya ruang bebas yang luas, berarti pita deformasi dapat mengikuti
jejak dimana resistansinya paling kecil, dan seringkali terdapat pada sudut 450
atau lebih pada arah penekanan. Kekuatan luluh hidrostatik, mempunyai
2.4.4 . Modus Kegagalan Getas dan Ulet
Modus kegagalan metal foam (closed cell) dapat dibagi kedalam dua
kategori, yaitu modus kegagalan getas dan ulet. Modus kegagalan ulet ditandai
oleh daerah plateau stress yang relatif halus pada kurva tegangan-regangan,
diiringi dengan kenaikan tegangan sebagai akibat dari strain hardening atau
pemadatan. Sedangakan modus kegagalan getas ditandai dengan adanya
penurunan (drop) setelah kekuatan tekan awal, dilanjutkan dengan kurva
tegangan-regangan yang bergerigi (naik-turun), memperlihatkan adanya foam
yang pecah. Karakteristik kurva tegangan-regangan pada dua tipe kegagalan
diperlihatkan pada gambar 2.17. Strain hardening dapat memberikan kenaikan
yang halus pada kurva tegangan-regangan. Akan tetapi, fenomena ini hanya terjdi
pada metal foam yang mengalami modus kegagalan ulet dan mempunyai
kandungan paduan.
2.4.5 Modus Kegagalan untuk Energy Absorber
Ketika mempertimbangkan kegunaan metal foam sebagai material
penyerap energi, terdapat 2 parameter kunci, yaitu: energi yang terserap per unit
massa ketika penekanan, dan tegangan dimana energi tersebut terserap. Parameter
pertama, ditunjukkan pada area dibawah kurva tegangan-regangan metal foam.
Berdasarkan aplikasi, bentuk kurva sebelum tegangan melampaui nilai kritis, σe,
adalah penting. seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.17, penurunan tegangan
setelah luluh, atau kenaikan strainhardening yang tinggi, dapat saja terjadi. pada
umumnya, hal ini tidak diinginkan. plateau stress(σplateau), dapat juga direkayasa
agar cocok dengan tegangan kompresi untuk aplikasi-aplikasi tertentu, sekalipun
dengan cara mengurangi densification strain.
Gambar 2.18: Skema kurva tegangan regangan untuk: a) foam ideal, b) foam yang
mengalami kegagalan getas, dan c) foam dengan work hardening yang luas. Daerah efektif saat penyerapan energi mekanik terjadi pada bagian kelabu
sebelum mencapai pembebebanan tekan kritis σe(John Banhart, Advance
2.5 Aplikasi-Aplikasi Aluminium Foam
Secara umum sifat-sifat yang dimiliki aluminium foam (kekakuan,
densitas, ketangguhan, dan lain sebagainya) terdapat juga pada material-material
lainya, namun keunggulan dari metal foam secara umum dan aluminium foam
secara khusus adalah kombinasi dari sifat-sifat tersebut yang tidak dapat di miliki
oleh material lain. Aluminium foam memiliki sifat :
a) Kekuatan (10 Mpa) dan Kekakuan (1 Gpa) struktur yang cukup tinggi.
b) Densitas yang rendah (sekitar 1/5 dari aluminium padatan).
c) Kemampuan untuk menyerap energi mekanik, panas, dan getaran yang besar.
d) Secara khusus untuk jalur indirect foaming aluminium foam juga dapat
membentuk struktur yang kompleks seperti pada gambar 2.19
Gambar 2.19: Struktur Kompleks dari Aluminium Foam(John Banhart, Metal Foam
Guide; 1999)
Kombinasi sifat-sifat yang dimiliki aluminium foam tersebut
menjadikannya cocok untuk beberapa aplikasi seperti konstruksi ringan, alat
otomotif. Aluminium foam juga berpotensi digunakan untuk aplikasi lain seperti
perkapalan, penerbangan serta teknik sipil. Diagram untuk beberapa aplikasi
didalam dunia otomotif serta sifat aluminium foam yang berhubungan
ditunjukkan pada gambar 2.20.
Gambar 2.20 : Diagram Sifat serta Aplikasi Aluminium Foam(John Banhart, Metal
Foam Guide; 1999)
2.5.1. Aplikasi struktur ringan
Foam secara intrinsik menggabungkan sifat kekakuan yang tinggi dengan
densitas yang rendah dibanding material bulk. Perlu di perhatikan bahwa jika
hanya kekuatan langsung yang diperhitungkan maka aluminium foam akan
memiliki performa yang sama atau bahkan sedikit lebih buruk dibanding material
bulk pada berat yang sama. Keuntungan sebenarnya dari foam adalah ketika
memperhitungkan beban bending yang dapat diterima suatu struktur sebagai
fungsi dari berat. Massa yang terdistribusi pada struktur rongga akan
meningkatkan momen inersia material secara keseluruhan sehingga akan
memberikan nilai kekakuan dan kekuatan terhadap beban bending yang lebih
berguna sebagai komponen penahan beban yang memiliki kekuatan yang tinggi
serta densitas yang rendah pada aplikasi di otomotif maupun penerbangan.
Aluminium foam dapat digunakan sebagai komponen penahan beban
secara langsung namun yang paling banyak digunakan adalah sebagai bagian dari
struktur yang saling berikatan (Gambar 2.21). Foam dapat digunakan sebagai
elemen pengisi bagian tengah sebuah struktur dari pelat logam seperti foam yang
mengisi struktur pipa atau batang untuk meningkatkan kekakuan tanpa menambah
berat secara signifikan.
Gambar 2.21 : (a) Pelat Aluminium Foam Sandwich (AFS) (b) Penggunaan Pelat AFS
pada Lifting Arm (c) Prototipe Engine Mounting Bracket BMW
2.5.2. Penyerap Energi Mekanik (impak)
Kategori dari aplikasi aluminium foam yang lain adalah pemanfaatan sifat
menyerap energi dari aluminium foam. Ketika ditekan foam menunjukkan hanya
sedikit deformasi elastis sebelum akhirnya runtuh. Pada sebagian besar foam