• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Data Lokasi Penelitian Sistem Pertanian Organik

Lokasi : Kebun organik PPLH Bohorok di Desa Timbang Lawan, Kec. Bahorok Kab. Langkat

Jenis tanah : Podsolik merah kuning Luas areal : 1,48 Ha

Ketinggian tempat : 115 m dpl Mulai pertanian organik :

- 19 Oktober 2005 (luas lahan ± 13.266 m2) - 9 Februari 2010 (luas lahan ± 1.200 m2) Jenis pupuk organik yang digunakan : 1. Pupuk hijau

2. Pupuk kandang sapi 3. Pupuk cair urine kambing 4. Pupuk cair nenas + EM4 Cara aplikasi pupuk organik :

- Pemberian pupuk hijau yaitu pupuk hijau berasal dari rerumputan yang tumbuh di pinggiran bedengan dan dedaunan yang dicacah lalu dikomposkan dengan menggunakan pupuk cair nenas + EM4 untuk mempercepat proses dekomposisi. Dosis pupuk : 10-20 kg / bedeng (1x10 m). Waktu penerapan dilakukan berdasarkan keadaan kesuburan tanah atau sekitar 2 bulan sekali pada awal penanaman.

- Dosis pemberian pupuk kandang sapi : 40-50 kg / bedeng. Waktu penerapan dilakukan berdasarkan keadaan kesuburan tanah atau sekitar 2 bulan sekali pada awal penanaman.

- Pupuk cair urine kambing digunakan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman yaitu dengan cara disemprotkan ke daun tanaman dengan dosis 1 : 10 liter air yang dilakukan pada 8 hari setelah tanam.

Sistem Petanian Konvensional

Lokasi : Kebun masyarakat di Desa Timbang Lawan, Kec. Bahorok Kab. Langkat

(2)

Luas areal : ± 1.000 m2

Ketinggian tempat : 115 m dpl Jenis pupuk kimia yang digunakan :

1. Pupuk urea dengan dosis 200-300 kg/Ha. 2. Pupuk SP-36 dengan dosis 50-200 kg/Ha. 3. Pupuk KCl dengan dosis 100 kg/Ha.

Aplikasi pupuk kimia di lakukan sebanyak 3 kali yaitu sebagai berikut.

1. Pupuk dasar, diberikan pada umur 0-7 hari setelah tanam. Pupuk yang diberikan adalah :

- Urea : 1/3 dari dosis

- SP-36 : semuanya (100% dari dosis) - KCl : ½ dari dosis

2. Pupuk susulan I, diberikan pada umur 25-30 hari setelah tanam. Pupuk yang diberikan adalah :

- Urea : 1/3 dari dosis - KCl : ½ dari dosis

3. Pupuk susulan II, diberikan pada umur 45-50 hari setelah tanam. Pupuk yang diberikan adalah :

(3)

Lampiran 2. Kriteria Permeabilitas Tanah Menurut Uhland dan O’Neal (1951) dalam Mukhlis (2007)

Kelas Permeabiitas (cm/jam)

Sangat Lambat < 0,125

Lambat 0,125 - 0,50

Agak Lambat 0,50 - 2,00

Sedang 2,00 - 6,25

Agak Cepat 6,25 - 12,50

Cepat 12,50 - 25,00

Sangat Cepat >25,00

Lampiran 3. Kriteria Klasifikasi Laju Infiltrasi Tanah Menurut Kohnke (1980)

Kriteria Infiltrasi (mm/jam)

Sangat Lambat < 1

Lampiran 4. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Tanah Menurut BPPP Medan (2006) Sifat

Tanah Satuan

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Lampiran 5. Kriteria pH Tanah Menurut BPPP Medan (2006)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aero, W. 2011. Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ardi, R. 2010. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan dan Kedalaman Hutan Alami. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Arifin, Z. 2011. Analisis Nilai Indeks Kualitas Tanah Entisol Pada Penggunaan Lahan yang Berbeda. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Arianti, F.A., H, Supadmo., dan A, Surahman. 2005. Inovasi Teknologi Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi Pada Tanaman Jagung di Lahan Marginal. BPTP Jawa Tengah, Semarang.

Buckman, H.O dan N.C, Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

BPPP. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. BPPP, Jakarta.

Elfiati, D dan Delvian. 2010. Laju Infiltrasi Pada Berbagai Tipe Kelerengan di Bawah Tegakan Ekaliptus di Areal HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Endriani dan Zulhalena. 2008. Kajian Beberapa Sifat Fisika Andisol pada Beberapa Penggunaan Lahan dan beberapa Kelerengan di Kecamatan Gunung Kerinci. Universitas Jambi, Jambi.

Hakim, N., M.Y, Nyakpa., A.M, Lubis., S.G, Nugroho., M.R, Saul., M.A, Diha., G.B, Hong., dan H.H, Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

Hanafiah, A. S., Sabrina, T., Guchi, H. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. USU Press, Medan.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.

Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik. Kreasi Wacana, Yogayakarta.

Kohnke, H. 1980. Soil Physics. McGraw-Hill Book Company, New York.

(5)

Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan.

Njurumana, G. N. D., Hidayatullah, M., Butarbutar, T. 2008. Kondisi Tanah Pada Sistem Kaliwu dan Mawar di Timor dan Sumba. Balai Penelitian Kehutanan Kupang, Kupang.

Nurmayani. 2009. Uji Pemberian Kascing dan Limbah Tembakau (Pabrik Rokok) Terhadap Beberapa Sifat Kimia Ultisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Nyakpa, M.Y., A.M, Lubis., M.A, Pulung., A.G, Amrah., A, Munawar., G.B, Hong., dan N, Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

Primadani, P. 2008. Pemetaan Kualitas Tanah Pada Beberapa Penggunaan Lahan di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Putra, M.P. 2009. Besar Aliran Permukaan (Run-Off) Pada Berbagai Tipe Kelerengan Di Bawah Tegakan Eucalyptus spp. (Studi Kasus di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Sektor Aek Nauli). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rabun, R. 2008. Identifikasi Iklim, Tanah dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian di Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sri, N.H dan Suci, H. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Subowo. 2012. Pemanfaatan Pupuk Hayati Cacing Tanah Untuk Meningkatkan Efisiensi Pengelolaan Tanah Pertanian Lahan Kering. Jurnal BPTP Sumsel, Palembang.

Sumarno., Unang, G., Pasaribu, D. 2009. Pengayaan Kandungan Bahan Organik Tanah Mendukung Keberlanjutan Sistem Produksi Padi Sawah. Iptek Tanaman Pangan, Bogor.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. Syamsuddin. 2012. Fisika Tanah. Universitas Hasanuddin, Semarang.

Triyono, K. 2007. Pengaruh Sistem Pengolahan Tanah dan Mulsa Terhadap Konservasi Sumber Daya Tanah. Jurnal Inovasi PertanianVol. 6 No. 1, Semarang.

(6)
(7)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun organik Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bohorok di Desa Timbang Lawan Kecamatan Bohorok Kabupaten Langkat dan di analisis di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian dan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan April 2014.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan contoh tanah yang di ambil dari lahan pertanian di Desa Timbang Lawan Kecamatan Bohorok Kabupaten Langkat dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), cangkul, bor tanah, meteran, kantong plastik, ayakan, dan alat-alat laboratorium lainnya untuk keperluan analisis.

Metode Penelitian

(8)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan awal

Persiapan awal yang dilakukan sebelum pengambilan sampel tanah di lapangan adalah kegiatan pra survey berupa pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari lokasi penelitian seperti kapan dimulai sistem pertanian organik, luas lahan pertanian organik, jenis tanah, dan perlakuan organik yang diberikan dapat dilihat pada lampiran 1.

Selanjutnya, untuk data primer diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan dan analisis di laboratorium.

Penentuan sampel tanah

Penentuan sampel tanah pada lokasi penelitian adalah berdasarkan waktu diterapkannya sistem pertanian organik sehingga diperoleh 3 sampel yaitu sistem pertanian organik yang dimulai dari tahun 2005, sistem pertanian organik yang dimulai dari tahun 2010, dan sistem pertanian yang belum menerapkan perlakuan organik sebagai pembanding dan dilakukan sebanyak 3 ulangan.

Pengambilan sampel tanah

(9)

ulangan lalu di analisis di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Untuk cara pengambilan parameter populasi cacing tanah yaitu dengan menggunakan metoda hand sorting dari lahan penelitian, yaitu pada garis sepanjang 10 m dilakukan pengambilan 5 titik sampel. Setiap titik sampel merupakan plot berukuran 25 x 25 cm dengan kedalaman 20 cm, untuk memudahkannya dibuatkan bingkai kayu seukuran itu pada gambar berikut.

Selanjutnya cacing tanah yang ada pada plot tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Untuk menghitung populasi cacing tanah, dapat di hitung berdasarkan rumus berikut :

Jumlah cacing tanah K =

Jumlah unit sampel

Keterangan : K = Kepadatan populasi cacing tanah (individu/m2)

Parameter yang Diukur

Adapun parameter yang diukur adalah :

(10)

- Struktur tanah dengan menggunakan by feeling. - Bulk density tanah dengan metode ring.

- Total ruang pori tanah dengan menggunakan rumus : TRP = (1 - ) x 100% - Infiltrasi tanah dengan metode Double Ring Infiltrometer.

- Warna tanah dengan menggunakan buku Munshell. - Permeabilitas dengan metode De Boodt.

- pH tanah dengan menggunakan pH meter metode Elektrometri. - C-organik tanah dengan metode Walkey & Black.

- N total tanah dengan metode Kjeldhal. - P tersedia tanah dengan metode Bray II.

- K tukar tanah dengan menggunakan ekstrak NH4OAc. - Respirasi tanah dengan metode Titrasi.

- Jumlah mikroorganisme tanah dengan metode Most Probable Number (MPN). - Populasi cacing tanah dengan metode Hand Sorting.

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sifat Fisik Tanah

Warna dan struktur tanah

Hasil pengamatan warna dan struktur tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok menunjukkan bahwa tanah pada sistem pertanian organik memiliki warna lebih gelap sebagai indikasi tanah subur dan struktur tanah pada pertanian organik lebih baik karena bahan organik bertindak sebagai perekat antara partikel mineral primer dalam kemantapan agregat tanah.

Tabel 1. Warna dan Struktur Tanah pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Kedalaman

(cm) Warna Tanah

Struktur Tanah

Bentuk Ukuran Perkembangan

Pertanian Konvensional

0-20 2,5 Y 4/2 (Dark grayisy

yellow) Granular Halus Lemah 20-55 5 Y 3/2 (Olive black) Gumpal Sangat

brown) Granular Sedang Lemah >20 5 YR 4/2 (Grayish brown) Gumpal Sangat

brown) Granular Sedang Lemah >20 5 YR 4/2 (Grayish brown) Gumpal Sangat

(12)

Tekstur tanah

Hasil pengamatan tekstur tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok memiliki tekstur yang ideal bagi tanah pertanian yaitu lempung berdebu yang memiliki komposisi seimbang dalam menjerap hara.

Tabel 2. Tekstur Tanah pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik Perlakuan Ulangan % Pasir % Debu % Liat Tekstur Tanah Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa tekstur tanah pada sistem pertanian organik dan pertanian konvensional adalah sama yaitu lempung berdebu dengan kadar %pasir, %debu, dan %liat yang berbeda.

Bulk density dan total ruang pori tanah

Hasil pengamatan bulk density dan total ruang pori tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok diperoleh bahwa pemberian pupuk organik dapat memperbaiki (menurunkan) bulk density tanah dan total ruang porinya semakin tinggi total ruang porinya.

Tabel 3. Bulk Density (g/cm3), Partikel Density (g/cm3), dan Total Ruang Pori Tanah (%) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan

Ulangan Ulangan Ulangan

(13)

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa rataan bulk density tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2010 sebesar 0,84 g/cm3 dengan rataan total ruang pori tanah terendah sebesar 59,16 %, sedangkan rataan bulk density tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian organik 2005 sebesar 0,69 g/cm3 dengan rataan total ruang pori tanah tertinggi sebesar 66,72 %.

Infiltrasi tanah

Dari hasil pengamatan infiltrasi tanah diketahui bahwa infiltrasi tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok termasuk dalam kriteria agak cepat sampai sangat cepat.

Tabel 4. Infiltrasi Tanah (cm/jam) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan Kriteria

I II III

Pert. Konvensional 6 4 20 10 Agak Cepat

Pert. Organik 2010 48 24 48 40 Sangat Cepat

Pert. Organik 2005 4 14 24 14 Cepat

Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa rataan infiltrasi tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian pertanian organik 2010 sebesar 40 cm/jam dengan kriteria sangat cepat, sedangkan rataan laju infiltrasi tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian konvensional sebesar 10 cm/jam dengan kriteria agak cepat.

Permeabilitas tanah

(14)

Tabel 5. Permeabilitas Tanah (cm/jam) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan Kriteria

I II III

Pert. Konvensional 0,88 1,57 1,65 1,37 Agak Lambat Pert. Organik 2010 2,51 2,78 2,98 2,76 Sedang Pert. Organik 2005 2,23 4,28 3,87 3,46 Sedang

Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa rataan permeabilitas tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2005 sebesar 3,46 cm/jam dengan kriteria sedang, sedangkan rataan permeabilitas tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian konvensional sebesar 1,37 cm/jam dengan kriteria sangat agak lambat.

Sifat Kimia Tanah

pH tanah

Dari hasil analisis pH tanah di laboratorium, diperoleh pH tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok tergolong dalam kriteria agak masam. Tabel 6. pH Tanah pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan Kriteria

(15)

C-organik tanah

Berdasarkan data analisis C-organik tanah yang diperoleh, kandungan C-organik tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok tergolong dalam kriteria sangat rendah.

Tabel 7. C-organik Tanah (%) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan Kriteria

I II III Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa rataan C-organik tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2005 sebesar 0,86 % dengan kriteria sangat rendah, sedangkan rataan C-organik tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian organik 2010 sebesar 0,76 % dengan kriteria sangat rendah.

N-total tanah

Dari data analisis N-total yang diperoleh, kandungan N-total tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok termasuk dalam kriteria rendah.

Tabel 8. N-total Tanah (%) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan Kriteria

I II III

(16)

Dari Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa rataan N-total tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2005 sebesar 0,175 %, sedangkan rataan N-total tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian organik 2010 sebesar 0,166 %.

P-tersedia tanah

Berdasarkan hasil analisis P-tersedia tanah, dapat dilihat bahwa kandungan P-tersedia tanah pada sistem pertanian konvensional dan organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan memiliki kriteria rendah. Tabel 9. P-tersedia Tanah (ppm) pada Sistem Pertanian Konvensional dan

Organik

Perlakuan Ulangan Rataan Kriteria

I II III

Pert. Konvensional 6,29 6,52 6,05 6,29 Rendah Pert. Organik 2010 6,52 5,82 6,76 6,37 Rendah Pert. Organik 2005 6,29 5,58 6,05 5,97 Rendah Dari Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa rataan P-tersedia tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2010 sebesar 6,37 ppm dengan kriteria rendah, sedangkan rataan P-tersedia tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian organik 2005 sebesar 5,97 ppm dengan kriteria rendah.

K-tukar Tanah

(17)

Tabel 10. K-tukar Tanah (me/100 g) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan Kriteria

I II III

Pert. Konvensional 0,086 0,462 0,172 0,240 Rendah Pert. Organik 2010 0,468 0,436 0,710 0,538 Sedang Pert. Organik 2005 0,916 0,341 0,132 0,463 Sedang Dari Tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa rataan K-tukar tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2010 sebesar 0,538 me/100 g dengan kriteria sedang, sedangkan rataan K-tukar tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian konvensional sebesar 0,240 me/100 g dengan kriteria rendah.

Sifat Biologi Tanah

Respirasi tanah

Berdasarkan hasil pengamatan respirasi tanah, dapat dilihat bahwa pemberian bahan organik pada sistem pertanian organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok mampu meningkatkan respirasi tanah.

Tabel 11. Respirasi Tanah (CO2/100 g) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III

Pert. Konvensional 2,14 5,14 4,29 3,86

Pert. Organik 2010 8,14 4,71 6,00 6,29

Pert. Organik 2005 6,00 10,29 5,57 7,29

(18)

Jumlah mikroorganisme tanah

Dari data pengamatan jumlah mikroorganisme tanah, dapat dilihat bahwa pmberian bahan organik pada sistem pertanian organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah.

Tabel 12. Jumlah Mikroorganisme Tanah (n x 105/g) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III

Pert. Konvensional 0,9 0,7 1,5 1,03

Pert. Organik 2010 2,0 1,1 11,5 4,87

Pert. Organik 2005 110,0 9,5 110,0 76,50

Dari Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa rataan jumlah mikroorganisme tanah tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2005 sebesar 76,50 x 105/g, sedangkan rataan jumlah mikroorganisme tanah terendah terdapat pada perlakuan pertanian konvensional sebesar 1,03 x 105/g. Hubungan antara jumlah mikroorganisme tanah dengan respirasi tanah dapat dilihat pada Grafik 1 berikut ini.

Grafik 1. Hubungan antara Jumlah Mikroorganisme Tanah dengan Respirasi Tanah

(19)

logaritma menaik. Hal tersebut menunjukkan jumlah mikroorganisme tanah berbanding lurus dengan respirasi tanah, dimana jumlah mikrrorganisme tanah tinggi maka respirasi tanah juga tinggi. Nilai R2 = 0,851 menunjukkan bahwa pendugaan hubungan jumlah mikroorganisme tanah dalam meningkatkan respirasi dalam tanah sebesar 85,10%.

Populasi cacing tanah

Berdasarkan data pengamatan populasi cacing tanah, dapat dilihat bahwa pemberian bahan organik pada sistem pertanian organik di kebun organik PPLH Bohorok di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok mampu meningkatkan populasi cacing tanah.

Tabel 13. Populasi Cacing Tanah (individu/m2) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III

Pert. Konvensional 8,0 7,2 24,0 13,07

Pert. Organik 2010 54,4 43,2 45,6 47,73

Pert. Organik 2005 25,6 69,6 32,8 42,67

Dari Tabel 13 di atas dapat dilihat bahwa rataan populasi cacing tanah

tertinggi terdapat pada perlakuan pertanian organik 2005 sebesar 47,73 individu/m2, sedangkan rataan jumlah cacing tanah terendah terdapat pada

(20)

Grafik 2. Hubungan antara Populasi Cacing Tanah dengan Respirasi Tanah

Dari Grafik 2 dapat dilihat bahwa penerapan sistem pertanian organik menunjukkan perubahan populasi cacing tanah yang mengikuti garis logaritma menaik. Hal tersebut menunjukkan populasi cacing tanah berbanding lurus dengan respirasi tanah, dimana populasi cacing tanah tinggi maka respirasi tanah juga tinggi. Nilai R2 = 0,872 menunjukkan bahwa pendugaan hubungan besarnya populasi cacing tanah dalam meningkatkan respirasi dalam tanah sebesar 87,20%.

Pembahasan

Sifat Fisik Tanah pada Sistem Pertanian Organik

(21)

konvensional dan pemberian bahan organik pada sistem pertanian organik dapat memperbaiki ukuran struktur tanah dari halus pada pertanian konvensional menjadi sedang. Hal ini didukung oleh Sumarno, dkk (2009) menyatakan bahwa tanah yang diberikan bahan organik berfungsi memberikan warna gelap atau kehitaman dengan manfaat sebagai indikasi tanah subur. Njurumana, dkk (2008) menambahkan bahwa makin tinggi kandungan bahan organik, maka warna tanah semakin gelap. Putra (2009) menyatakan struktur tanah merupakan partikel-partikel tanah seperti pasir, debu, dan liat yang membentuk agregat tanah antara suatu agregat dengan agregat yang lainnya. Dengan kata lain struktur tanah berkaitan dengan agregat tanah dan kemantapan agregat tanah. Bahan organik berhubungan erat dengan kemantapan agregat tanah karena bahan organik bertindak sebagai bahan perekat antara partikel mineral primer.

Dari hasil pengamatan tekstur tanah (Tabel 2) menunjukkan bahwa tekstur tanah pada sistem pertanian organik dan pertanian konvensional adalah lempung berdebu. Tekstur tanah ini adalah paling ideal bagi tanah pertanian karena memiliki komposisi yang seimbang antara fraksi pasir dan liatnya. Hal ini sesuai dengan BPPP (2006) dan Syamsuddin (2012) yang menyebutkan tekstur tanah yang paling ideal bagi tanah pertanian adalah lempung berdebu yang memiliki komposisi seimbang antara fraksi kasar dan halus dan kapasitasnya menjerap hara yang baik.

(22)

dengan total ruang pori sebesar 64,47%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan organik dapat memperbaiki (menurunkan) bulk density tanah. Berdasarkan penelitian Endriani dan Zulaeha (2008) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi bahan organik tanah maka semakin rendah bobot volume tanah dan semakin tinggi total ruang porinya dan diperjelas oleh Elfiati dan Delvian (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bulk density tanah maka semakin rendah total ruang porinya dan sebaliknya.

Berdasarkan hasil pengamatan infiltrasi (Tabel 4) diketahui laju infiltrasi pada sistem pertanian organik dan pertanian konvensional tergolong dalam kriteria agak cepat sampai sangat cepat. Tinggi rendahnya laju infiltrasi tanah tersebut dipengaruhi oleh tinggi rendahnya bulk density tanah. Hal ini sesuai dengan Elfiati dan Delvia (2010) yang menyatakan bahwa semakin rendah nilai bulk density tanah maka laju infiltrasi tanah akan semakin cepat, sehingga besarnya laju infiltrasi tanah akan berbanding terbalik dengan besarnya bulk density tanah.

(23)

besar pula permeabilitas tanah. Artinya laju pergerakan air semakin besar apabila total ruang pori di dalam tanah besar.

Sifat Kimia Tanah pada Sistem Pertanian Organik

Penerapan pertanian organik dapat memperbaiki pH tanah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 pada pertanian konvensional memiliki kriteria pH agak masam dikarenakan pemakaian pupuk pabrik terutama urea. Hal ini sesuai dengan Sri dan Suci (2003) yang menyebutkan pemakaian pupuk pabrik terutama urea yang makin lama akan memasamkan tanah, sedangkan bahan organik memiliki daya sangga yang besar untuk menstabilkan pH tanah.

(24)

bahwa penambahan bahan organik pada pertanian organik lebih kuat pengaruhnya ke arah perbaikan sifat-sifat tanah pengelolaan jangka panjang atau berkesinambungan.

Peningkatan P-tersedia sejalan dengan kenaikan pH, tetapi tidak dengan C-organik dan N-total. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9 bahwa P-tersedia pada pertanian organik dan pertanian konvensional di desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok tergolong rendah. Hal ini sejalan dengan pH tanah yang tergolong agak masam yang menyebabkan P-tersedia tanah rendah, tetapi tidak sejalan dengan C-organik dan N-total tanah. Hal ini sesuai dengan Nyakpa, dkk (1988) yang menyebutkan bahwa mineralisasi P organik akan meningkat seirama dengan kenaikan pH, tetapi mineralisasi karbon organik dan nitrogen tidak demikian. Nisbah dari total karbon organik dan nitrogen terhadap total P organik bertambah dengan meningkatnya pH tanah.

(25)

Sifat Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik

Pada pertanian organik 2005 memiliki jumlah mikroorganisme tanah tertinggi dibandingkan dengan pertanian konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan organik pada tanah mampu meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah. Hal ini sesuai dengan Ardi (2010) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah adalah bahan organik.

Jumlah produksi CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme tanah berbanding lurus dengan jumlah mikroorganisme tanah, dimana aktifitas mikroorganisme tinggi maka produksi CO2 juga tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh bahan organik. Hal ini sesuai dengan Penelitian Ardi (2010) yang menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh bahan organik, kelembaban, aerasi, dan sumber energi. Jika aktivitas mikroorganisme tinggi maka produksi CO2 juga tinggi.

(26)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penerapan sistem pertanian organik mampu memperbaiki karakteristik sifat fisik tanah yaitu warna tanah menjadi kehitaman, menurunkan bulk density dan meningkatkan total ruang pori, meningkatkan laju infiltrasi dan permeabilitas tanah.

2. Penerapan sistem pertanian organik mampu memperbaiki karakteristik sifat kimia tanah dengan meningkatkan pH tanah, C-organik tanah, N-total tanah, P-tersedia tanah, dan K-tukar tanah.

3. Penerapan sistem pertanian organik mampu memperbaiki karakteristik sifat biologi tanah dengan meningkatkan respirasi tanah, jumlah mikroorganisme tanah, dan populasi cacing tanah.

Saran

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pertanian Organik

Sistem pertanian organik secara umum tidak jauh berbeda dengan sistem pertanian konvensional. Aero (2011) mengemukakan beberapa variabel yang menjadi perhatian utama apakah sistem pertanian tersebut dikategorikan sebagai pertanian organik atau bukan, yaitu :

- Lahan pertanian harus dikonversi dari lahan pertanian konvensional menjadi organik tanpa tercemar bahan kimia sintetik selama ≥ 3 tahun.

- Menggunakan pupuk organik. - Menggunakan bibit varietas lokal.

- Pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida organik.

- Lahan dan sumber air irigasi untuk pertanian organik harus dipisahkan dari pertanian konvensional.

Pada sistem pertanian organik, masukan unsur hara dapat melalui pemberian bahan organik tanah. Winarso (2005) mendefinisikan bahan organik tanah sebagai sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan dan terdiri dari baik masih hidup maupun mati. Di dalam tanah, bahan organik ini dapat berfungsi memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi tanah.

(28)

Tabel 1. Perbandingan Anatomi Konsep Pertanian Organik dan Konvensional

Uraian Pertanian Organik Pertanian Konvensional

Perlakuan Pra

Bibit Berasal dari varietas bibit-bibit lokal.

Berasal dari bibit unggul, hibrida, dan transgenik (transformasi gen). Pola tanam Ditanam secara tumpang

sari, pergiliran tanaman, dan sebagainya (mix

cropping).

Monokultur (satu jenis tanaman pada satu hampar lahan).

Pengairan Sederhana dan berkelanjutan

Mekanis, sehingga mempercepat pengurasan air yang tersedia pada lahan.

Bentuk fisik tanaman Kokoh, tidak mengandung banyak air.

Lemah, mengandung banyak air, sehingga mudah diserang hama dan penyakit.

Umur tanaman Panjang Pendek

Pertumbuhan Agak lambat, karena tumbuh secara alami.

Cepat tumbuh Resistensi hama

penyakit

Tahan hama dan penyakit. Mudah diserang hama dan penyakit.

Pemupukan Menggunakan bahan-bahan kimia organis (asli dan mudah terurai secara alami).

Kimia non-organis (sintetis,

sehingga sulit terurai dan menimbulkan timbunan gizi tidak berimbang, dan tidak tahan untuk

disimpan lama.

Rasa Enak (aromatik) Kurang enak (tawar)

(29)

mengemukakan bahwa kesuburan tanah dan hasil tanaman tidak dapat ditingkatkan hanya dengan menggunakan pupuk kimia saja. Pandangan umum yang berkembang pada saat ini bahwa bahan organik mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kesuburan fisik, kimia dan biologi, sehingga penggunaan pupuk organik mulai populer di kalangan masyarakat dalam menerapkan sistem pertanian organik.

Walaupun pertanian organik merupakan sistem pertanian lama yang dijadikan konsep baru, akan tetapi secara praktek belum dipakai sebagai kebijakan banyak negara seperti di Cina dan Indonesia. Winarso (2005) menyebutkan ada empat alasan utama sehingga konsep pertanian organik belum dipakai sebagai kebijakan nasional atau departemen pertanian, yaitu :

- Pertanian organik tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan penduduk secara layak.

- Dalam pertanian organik produksi tanaman dan efisiensi produksi lebih rendah dan membutuhkan biaya dan harga produksi lebih mahal.

- Pupuk organik yang digunakan dalam pertanian organik sering berasal dari ladang-ladang pertanian konvensional, sehingga belum benar-benar organik. - Semua hara yang diserap oleh tanaman dari tanah dalam bentuk anorganik (ion),

dengan tidak membedakan berasal dari pupuk organik atau anorganik.

(30)

pada sistem pertanian organik mengandung lebih banyak unsur dalam bentuk tersedia yang diperlukan tanaman, hara yang terkandung dilepaskan secara perlahan-lahan sehinggan ketersediaan hara sesuai dengan pertumbuhan tanaman, humus berfungsi sebagai bahan kelasi dan mempercepat penyerapan unsur tertentu, serta pupuk organik memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Sutanto, 2002).

Ada beberapa indikator untuk menilai kualitas tanah, yaitu :

- Indikator fisik meliputi tekstur tanah, kedalaman tanah, top soil atau zona perakaran, infiltrasi, berat isi tanah, dan kemampuan menyimpan air.

- Indikator kimia meliputi bahan organik tanah (BOT), atau karbon dan nitrogen organik, pH tanah, daya hantar listrik (EC), dan N, P, dan K dapat diekstrak. - Indikator biologi meliputi karbon dan nitrogen mikroorganisme, potensial

nitrogen dapat termineralisasi (inkubasi anaerobik) dan respirasi tanah, kadar air, dan temperatur tanah.

Berdasarkan kriteria di atas, dapat disederhanakan bahwa pengelolaan pertanian yang berkelanjutan adalah mempertahankan produktivitas tanah untuk generasi mendatang baik secara ekologi, ekonomi, dan budaya (Winarso, 2005).

Sifat Fisik Tanah

(31)

kehidupan. Kesetimbangan ketiganya sangat tergantung pada bagaimana kita mengelola tanahnya.

Nurmayani (2009) menyebutkan pemberian bahan organik yang dilakukan pada sistem pertanian organik mampu memperbaiki beberapa sifat fisik tanah, diantaranya struktur tanah dan pembentukan agregat tanah menjadi lebih stabil sehingga aerasi tanah menjadi lebih baik dan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman akan maksimal. Sifat humus dari bahan organik adalah gembur, bobot isi rendah dan dengan kelembaban tanah tinggi serta temperatur tanah yang stabil meningkatkan kegiatan jasad mikro tanah, sehingga pencampurannya dengan bagian mineral memperbaiki struktur tanah yang gembur dan remah serta mudah diolah. Struktur tanah yang demikian merupakan keadaan fisik tanah yang baik untuk media pertumbuhan.

Peranan pemberian pupuk organik pada sistem pertanian ini terhadap sifat fisika tanah antara lain adalah : (a) memperbaiki struktur tanah karena bahan

organik dapat mengikat partikel tanah menjadi agregat yang mantap, (b) memperbaiki distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air (water

holding capacity) tanah menjadi lebih baik dan pergerakan udara (aerasi) di dalam

tanah juga menjadi lebih baik, dan (c) mengurangi (buffer) fluktuasi suhu tanah (Wiwik dan Diah, 2012).

Warna tanah

(32)

mencapai 20 kali bobot bahan organik tanah dengan manfaat menyediakan kelembaban tanpa menjenuhi dan menghindarkan cekaman kekeringan. Kombinasi dengan mineral liat tanah berfungsi merekat partikel tanah menjadi agregat tanah yang remah dengan manfaat memperbaiki struktur aerasi dan permeabilitas tanah terhadap air.

Warna tanah menunjukkan kandungan bahan organik tanah tersebut. Makin tinggi kandungan bahan organik, maka warna tanah semakin gelap. Berdasarkan pengamatan Njurumana, dkk (2008) menyebutkan bahwa warna tanah dengan sistem kaliwu (pengelolaan lahan oleh masyarakat secara turun temurun) memiliki warna tanah coklat tua, sedangkan warna tanah dengan sistem mawar (pengelolaan lahan di sekitar sumber mata air) memiliki warna tanah coklat tua keabu-abuan. Maka dapat dilihat bahwa tanah dengan sistem kaliwu cenderung lebih gelap dibandingkan tanah dengan sistem mawar. Kedua jenis sistem tersebut merupakan bentuk agroforestri tradisional yang dikembangkan di Timor dan Sumba.

Struktur tanah

(33)

memiliki ukuran agregat kecil sehingga mudah dalam meresapkan air (infiltrasi) pada saat turun hujan kondisi ini baik untuk mengurangi laju aliran permukaan, namun juga pada kondisi jenuh mudah terangkut oleh air permukaan karena agregat-agregat tidak terikat kuat dengan sesamanya (Putra, 2009).

Hardjowigeno (2003) menyebutkan bahwa tanah dengan bentuk struktur tanah granular memiliki ciri membulat atau banyak sisi, masing-masing butir struktur tidak porous, sedangkan struktur tanah remah memiliki ciri membulat atau banyak sisi, masing-masing struktur bersifat porous. Tanah dengan struktur granular atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah dengan struktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi.

Pemberian bahan organik pada sistem pertanian organik dapat menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan daya tahan air tanah. Peranan bahan organik tanah dapat meningkatkan laju resapan air dan mengurangi laju aliran permukaan, sehingga mampu mengurangi laju aliran permukaan pada saat hujan terjadi (Putra, 2009).

(34)

Tekstur tanah

Winarso (2005) menyatakan tekstur mempunyai arti kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, tekstur dapat dirasakan apakah tanah tersebut kasar dan tajam atau halus dan lembut. Secara kuantitatif, sebutan tekstur menunjukkan distribusi ukuran-ukuran partikel yang terdapat dalam tanah tersebut. Dengan demikian, tekstur tanah merupakan suatu ciri tanah yang permanen dan alami yang paling sering dipergunakan untuk mengelompokkan susunan fisiknya Bahan-bahan padatan tanah berdasarkan sifat dan ukurannya dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu pasir (ukuran >2 mm dan bersifat kasar dan tidak lekat), debu (ukuran 0,05 hingga 0,002 mm dan bersifat licin tetapi tidak lekat), dan liat (ukuran <0,002 mm dan bersifat licin dan lekat). Sedangkan bagian tanah yang berukuran <0,001 mm disebut koloid. Tekstur adalah perbandingan relatif dari pasir, debu, dan liat di dalam tanah. Selanjutnya perbandingan antara fraksi pasir, debu, dan liat suatu tanah berdasarkan Departement Pertanian Amerika Serikat (USDA) dikelompokkan menjadi 12 kelas yang disebut kelas tekstur tanah.

Di lapangan tekstur tanah dapat ditentukan dengan memijit tanah basah di antara jari-jari, sambil dirasakan halus-kasarnya yaitu dirasakan adanya butiran-butiran pasir, debu, dan liat. Berdasarkan perbandingan tersebut, maka dikenal 12 kelas tekstur tanah. Tekstur tanah yang paling ideal bagi tanah pertanian adalah lempung berdebu (Syamsuddin, 2012).

(35)

optimal untuk pertanian. Hal ini disebabkan oleh kapasitasnya menjerap hara pada umumnya lebih baik dari pada liat (BPPP, 2006).

Tanah bertekstur ringan (kandungan pasir tinggi), mudah diolah dan mudah merembeskan air (infiltrasi). Oleh karena itu, tanah-tanah bertekstur lempung berpasir memiliki daya serap air yang tinggi dan kapasitas infiltrasi yang baik karena memiliki pori makro dan mikro yang dapat menyimpan air dan udara, hal ini sangat baik karena air hujan yang jatuh lebih banyak terinfiltrasi sehingga hanya sedikit yang menjadi aliran permukaan (Putra, 2009).

Bulk density tanah

Bulk density (berat jenis suatu tanah) adalah besar massa tanah persatuan volume, termasuk butiran padat dan ruang pori, umumnya dinyatakan dalam g/cm3. Sedangkan bentuk density adalah berat suatu massa tanah persatuan volume tanpa pori-pori tanah dengan g/cm3. Mauli (2008) menyatakan kerapatan lindak tanah berhubungan erat dengan penetrasi tanah, semakin tinggi nilai penetrasi tanah maka BD tanah tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pemadatan tanah dapat memampatkan fase padat tanah sehingga berat persatuan volume meningkat. Pada pengolahan tanah yang sangat intensif yang dilakukan pada sistem pertanian konvensional dengan penyumbangan bahan organik yang rendah akan menyebabkan pemadatan tanah cukup tinggi, sehingga terjadinya peningkatan BD tanah.

(36)

porositas tanah, artinya apabila kerapatan lindak rendah, maka porositasnya tinggi. Kerapatan lindak menggambarkan kerapatan pori dalam tanah, kerapatan lindak yang rendah menunjukkan bahwa tanah memiliki pori-pori yang banyak sehingga dapat meresapkan air (infiltrasi) dengan baik dan dapat mengurangi laju aliran permukaan. Tinggi rendahnya kerapatan lindak dipengaruhi oleh bahan organik. Pemasukan bahan organik yang tinggi pada sistem pertanian organik dapat memperbesar kerapatan lindak sehingga dapat memperbaiki pori-pori tanah (Putra, 2009).

Penambahan pupuk organik pada sistem pertanian organik di samping menambah unsur hara juga dapat memperbaiki kegemburan tanah di wilayah perakaran, memperbaiki lengas tanah, mengurangi kelarutan Al. Penggunaan bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah terutama dalam meningkatkan kandungan C-organik, Ca, K, P, kapasitas tanah memegang air, menurunkan kejenuhan Al dan bulk density tanah. Selanjutnya Arianti, dkk (2005) mengemukakan bahwa pemberian pupuk organik dapat mengefisienkan penggunaan pupuk N buatan. Untuk meningkakatkan efisiensi dan efektifitas pupuk organik, khususnya pupuk kandang, pemberiannya dianjurkan pada lubang tugal tanaman. Oleh sebab itu untuk tetap mempertahankan tingkat kesuburan tanah pemberian pupuk organik perlu dilakukan.

Total ruang pori tanah

(37)

Mauli (2008) menyatakan total ruang pori berkorelasi negatif dengan BD tanah, semakin besar jumlah total ruang pori akan semakin kecil BD tanah.

Struktur tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan pertumbuhan akar dan bagian tanaman di atas tanah. Apabila tanah padat maka ruang pori tanah berkurang sehingga pertumbuhan akar terbatas yang akhirnya produksi menurun. Struktur tanah berpengaruh kuat pada kerapatan isi tanah (bulk density). Kerapatan isi tanah tinggi, tanah padat, dikatakan struktur buruk, karena jumlah ruang pori sedikit lebih kecil. Kondisi ini sering membatasi pertumbuhan tanaman (Winarso, 2005).

Pada sistem pertanian organik, total ruang pori tanah berhubungan dengan kandungan bahan organik tanahnya, makin tinggi bahan organik tanah akan semakin rendah bobot volume tanah dan semakin tinggi total ruang pori tanah. Hasil penelitian Endriani dan Zulhalena (2008) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi bahan organik tanah semakin rendah bobot volume dan semakin tinggi total ruang porinya.

Infiltrasi tanah

(38)

Faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah yang berpengaruh terhadap laju infiltrasi yaitu tekstur tanah, struktur tanah, bulk density, dan total ruang pori tanah. Elfiati dan Delvian (2010) mengemukakan bahwa fraksi berpasir mempunyai kapasitas infiltrasi lebih besar dibandingkan fraksi liat, dan setiap jenis tanah mempunyai kemampuan untuk berinfiltarsi yang berbeda, dari bervariasi sangat tinggi sampai rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi akan tetapi liat tanah sebaliknya mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Tinggi atau rendahnya laju infiltrasi juga dipengaruhi kerapatan lindak, total ruang pori tanah, dan kandungan C-organik tanah. Hubungan antara kerapatan lindak dan total ruang pori dimana jika semakin tinggi kerapatan lindak maka semakin rendah total ruang pori dan sebaliknya jika semakin rendah kerapatan lindak maka semakin tinggi total ruang pori.

Permeabilitas tanah

Permeabilitas tanah yaitu suatu sifat menyatakan laju pergerakan suatu zat cair melalui suatu media berpori. Dalam hal ini adalah laju pergerakan air melalui pori-pori tanah. Menurut Mauli (2008) permeabilitas tanah erat kaitannya dengan total ruang pori tanah dimana semakin besar total ruang pori tanah maka semakin besar pula permeabilitas tanah. Artinya laju pergerakan air semakin besar apabila total ruang pori di dalam tanah besar.

(39)

permukaan tanah oleh kanopi tanaman seperti pada sistem pertanian organik yang menggunakan penutup permukaan tanah oleh kanopi tanaman.

Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah merupakan hal yang sangat penting di dalam tanah. Sifat kimia tanah ini juga berkaitan dengan kesuburan tanah, dan hal yang sering menjadi masalah pada kesuburan tanah ini adalah unsur nitrogen, fosfor dan kalium yang sering sekali mengalami defisiensi di dalam tanah, sehingga sering ditambahkan ke dalam tanah melalui pemupukan (Hakim, dkk, 1986).

Winarso (2005) menyatakan parameter kesuburan tanah standar adalah pH tanah, kadar bahan organik, N, P, dan K tersedia yang merupakan faktor yang sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, produksi tanaman, serta fungsi dan keragaman mikroorganisme tanah. Parameter tanah tersebut umumnya sangat sensitif terhadap pengelolaan tanah. Untuk tanah-tanah terpolusi dan terdegradasi, indikator-indikator tersebut merupakan bagian data minimum dari indikator kimia tanah.

pH tanah

(40)

Pada umumnya tanah yang tidak diperlakukan dengan budidaya organik menunjukkan kecenderungan pH lebih rendah. Hal ini disebabkan pemakaian pupuk pabrik terutama urea yang makin lama akan memasamkan tanah. Bahan organik yang diberikan mempunyai daya sangga yang besar sehingga apabila

tanah cukup mengandung komponen ini, maka pH tanah relatif stabil (Sri dan Suci, 2003).

Menurut Buckman dan Brady (1982) beberapa unsur esensial cenderung menjadi kurang tersedia jika pH naik 5,0 – 7,5 atau 8,0 misalnya besi, mangan dan seng. Sedangkan tersedianya molibden berbanding terbalik, yaitu makin tinggi pH makin tersedia. Kalau fosfor, yang biasanya tidak pernah larut dalam tanah, pada pH sekitar 6 ternyata ketahanannya berkurang. Dalam keadaaan demikian, kebanyakan tumbuhan dapat mengabsorbsi dengan tidak banyak kesulitan.

(41)

C-organik tanah

Sutanto (2002) mengemukakan kriteria kualitas bahan organik yang berkaitan dengan kandungan bahan organik adalah nisbah C/N. Bahan organik yang mengalami proses pengomposan baik dan menjadi pupuk organik yang stabil mempunyai nisbah C/N antara 10-15. Nisbah C/N yang tinggi pada produk akhir menunjukkan mikroorganisme akan aktif memanfaatkan nitrogen untuk membentuk protein. Apabila produk pupuk oraganik dengan nisbah C/N tinggi diaplikasikan ke dalam tanah maka mikroorganisme akan tumbuh dengan memanfaatkan N tersedia tanah, sehingga terjadi immobilisasi N. Apbila nisbah C/N rendah pada awal proses pengomposan, maka nitrogen akan hilang melalui proses volatilisasi amonium.

(42)

nisbah C/N, melalui pengaruh selektifnya terhadap organisme tanah dapat mengendalikan nitrifikasi dan adanya nitrat dalam tanah (Hakim, dkk, 1986).

Sri dan Suci (2003) menyebutkan bahwa pemberian bahan organik akan meningkatkan kandungan karbon tanah. Tingginya karbon tanah ini akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik, kimia dan biologi pada sistem pertanian organik. Karbon merupakan sumber makanan mikroorganisme tanah, sehingga keberadaan unsur hara ini dalam tanah akan memacu kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksi-reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N dan sebagainya.

Unsur hara N

Winarso (2005) menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur hara esensial dan dibutuhkan dalam jumlah banyak sehingga disebut unsur hara makro. Nyakpa, dkk (1988) menyebutkan tanaman menyerap unsur nitrogen dalam bentuk NO3-, namun bentuk lain yang juga dapat diserap adalah NH4-, dan Urea (CO(N2)2). Dalam keadaan aerasi baik senyawa-senyawa N akan diubah ke dalam bentuk NO3-. Nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein, dan di samping itu unsur ini juga bagian yang integral dari klorofil.

(43)

melaui air hujan. Proses demikian senantiasa berlangsung, diperkirakan antara 5-10 kg N/ha/tahun.

Hampir seluruh nitrogen dan kebanyakan fosfor dan belerang berada dalam bentuk organik. Bentuk ini tidak dapat diabsorbsi tanaman. Dekomposisi bahan organik tanah melepaskan unsur hara yang semula berbentuk organik menjadi bentuk anorganik yang tersedia bagi tanaman (Hakim, dkk, 1986).

Nitrogen organik terdapat di dalam protein dan komplek molekul lainnya. Umumnya terdapat sebagai senyawa amina (--NH2), dan senyawa lain terikat dalam struktur rantai atau cincin dengan karbon (C). Kedua bentuk N tersebut terikat oleh senyawa kovalen dan tidak dapat mengionisasi. Bahan organik tersebut harus terlebih dahulu mengalami dekomposisi sebelum N-nya tersedia bagi tanaman (Nyakpa, dkk, 1988).

Hasil pengukuran N total tanah pada penelitian Sri dan Suci (2003) yang dibudidaya dengan pertanian organik mengandung N total lebih banyak meskipun peningkatannya tidak secara mencolok. Peningkatan N total tanah berasal dari mineralisasi bahan organik yang ditambahkan dalam pertanian organik, sementara pada sistem pertanian konvensional N ditambahkan dalam bentuk pupuk N. Ternyata penambahan pupuk N dalam tanah tidak mesti diikuti peningkatan kandungan N total dalam tanah. Hal ini karena lebih banyak N yang hilang terangkut panen, atau melalui pelindian dan penguapan.

(44)

perbedaan kadar unsur N. Akan tetapi Urea hanya menyumbangkan 1 unsur hara yaitu N, sedangkan bahan organik memberikan hampir semua unsur yang dibutuhkan tanaman dalam perbandingan yang relatif seimbang, walaupun kadarnya sangat kecil. Sehingga jangka panjang pengelolaan tanah atau kesinambungan usaha tani sangat baik apabila memperhatikan dan mempertahankan kadar bahan organik tanah (Winarso, 2005).

Unsur hara P

Fosfor merupakan unsur hara esensial tanaman. Tidak ada unsur hara lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam tanaman, sehingga tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal. Winarso (2005) menyebutkan fungsi fosfor di dalam tanaman yaitu untuk proses fotosintesis, respirasi, tranfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di dalam tanaman lainnya. Nyakpa, dkk (1988) menyatakan P merupakan unsur yang mobil, dan bilamana terjadi kekurangan unsur ini pada suatu tanaman, maka P pada jaringan-jaringan tua akan ditranslokasikan ke jaringan yang masih aktif. Apabila terjadi kekurangan unsur P akan menghambat pertumbuhan tanaman, dan gejalanya sulit diketahui sebagaimana gejala-gejala yang kelihatan pada tanaman yang kekurangan unsur N dan K.

(45)

P-organik di dalam tanah sekitar 10% terdapat dalam mikroorganisme, nilai ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan P-total. Bentuk P-organik terdistribusi paling besar di permukaan tanah dibandingkan dengan subsoil, karena sesuai dengan akumulasi bahan organik tanah (Winarso, 2005).

Fosfat tanah pada umumnya berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman akan menyerap fosfor dalam bentuk orthophosfat (H2PO4-, HPO42- dan PO42-). Jumlah masing-masing bentuk sangat tergantung kepada pH tanah, tetapi umumnya bentuk H2PO4- terbanyak dijumpai pada pH tanah berkisar antara 5,0 – 7,2 (Hakim, dkk, 1986).

Tanaman menyerap P dalam bentuk fosfat organik, yaitu asam nukleat dan phytin. Kedua bentuk senyawa ini terbentuk melalui proses degradasi dari dekomposisi bahan organik yang langsung dapat diserap tanaman. Dengan demikian ketersediannya di dalam tanah terbatas dan tidak stabil, tergantung dari populasi organisme. Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dari P organik, kecuali pada tanah organik. Tetapi kadar P organik pada tanah mineral selalu lebih tinggi terdapat pada top soil atau lapisan olah, karena adanya penimbunan bahan organik (Nyakpa, dkk, 1988).

(46)

Nyakpa, dkk (1988) menyatakan P organik mempunyai sifat dan ciri berbeda dengan karbon organik dan nitrogen. Hasil percobaan menunjukkan bahwa mineralisai P organik akan meningkat seirama dengan kenaikan pH, tetapi mineralisai karbon dan nitrogen tidak demikian. Pengamatan di lapang mendapatkan bahwa nisbah dari total karbon organik dan nitrogen terhadap total P organik bertambah dengan meningkatnya pH tanah.

Unsur hara K

Menurut Nurmayani (2009) kalium merupakan unsur hara makro ketiga yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman juga berperan penting dalam perkembangan akar tanaman. Ketersediaan K yang tinggi mampu meningkatkan perkembangan akar, produksi cabang-cabang dan akar lateral.

(47)

Pada penelitian Sri dan Suci (2003) menunjukkan bahwa sistem pertanian organik meningkatkan kandungan K tersedia tanah, meskipun pada sistem pertanian konvensional terdapat lokasi dengan kandungan K tersedia lebih tinggi, hal ini terjadi karena baru saja dilakukan pemupukan KCl. Sistem pertanian organik memungkinkan keseimbangan nutrisi yang lebih baik.

Sifat Biologi Tanah

Menurut Winarso (2005) parameter biologi tanah merupakan indikator sensitif terhadap pengaruh atau perubahan tanah-tanah terdegradasi dan terpolusi. Oleh karena itu, kunci seperangkat data minimum untuk menilai proses-proses dan kualitas tanah tersususn dari sejumlah parameter sifat-sifat biologi tanah. Indikator tanah yang paling baik adalah biomas mikroorganisme dan aktivitas mikroorganisme. Biomas mikroorganisme merupakan indikator sensitif penurunan jangka panjang total bahan organik tanah, akan tetapi tidak menunjukkan indikator sensitif terhadap pengaruh polutan organik yang diaplikasikan atau yang masuk di dalam tanah.

Wiwik dan Diah (2012) menyebutkan peranan pupuk organik terhadap sifat biologi tanah adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikro dan meso fauna tanah. Dengan cukupnya tersedia bahan organik maka aktivitas organisme tanah yang juga mempengaruhi ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah menjadi lebih baik.

(48)

organik dan transport gas ke atmosfer oleh mikroba seperti metan CH4 (Winarso, 2005).

Dengan naiknya pH tanah dan tersedianya beberapa hara yang dibutuhkan biologi tanah menyebabkan jasad hidup ini lebih mudah diperoleh energi dalam jumlah banyak. Sejalan dengan hal itu, populasi dan aktivitas mereka pun meningkat (Hakim, dkk, 1986).

Respirasi tanah

Pemberian bahan organik dapat meningkatkan proses dekomposisi dan mineralisasi yang dilakukan mikroorganisme tanah akan melepaskan unsur nitrogen, fosfor, belerang dan unsur mikro yang diperlukan tanaman dan organisme lainnya. Pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi tanah dapat meningkatkan aktivitas dan jumlah mikroorganisme tanah, sehingga respirasi tanah akan meningkat. Respirasi tanah yang tinggi menunjukkan tingkat dekomposisi dan oksidasi bahan organik yang baik (Arifin, 2011).

(49)

Mikroorganisme tanah

Udara dan air merupakan faktor pembatas yang membatasi jumlah dan jenis mikrobia. Mineral liat di dalam tanah berfungsi sebagai “carrier” dari biota, enzim, produk metabolik, dan berbagai senyawa perangsang atau penghambat pertumbuhan (Hanafiah, dkk, 2009).

Mikroorganisme tanah bertanggung jawab dalam proses dekomposisi residu bahan organik atau bahan organik di dalam tanah. Apabila jaringan tanaman di dalam tanah terdekomposisi karena kegiatan bermacam mikroorganisme, maka akan dihasilkan bermacam-macam senyawa organik dan anorganik. Karbohidrat dan protein dengan mudah terdekomposisi menjadi fosfat (PO4), sulfat (SO4), nitrat (NO3), amoniak (NH3), karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan beberapa unsur lain seperti kalsium (Ca). Minyak, lemak dan lilin relatif sukar terdekomposisi. Hasil akhir proses dekomposisi adalah bahan berukuran kolodial berwarna hitam disebut humus. Humus mempunyai kapasitas yang tinggi dalam menjerap air dan hara, daya sangga tinggi dan aktivitas lain di dalam tanah (Sutanto, 2002).

Menurut Ardi (2010) faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah yaitu bahan organik, keadaan iklim daerah, jenis vegetasi, kelembaban udara yang tersedia dengan baik. Keadaan vegetasi yang tumbuh di tanah merupakan penghalang untuk terjadinya erosi, karena erosi juga mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah. Erosi akan membuat mikroorganisme tanah kehilangan sumber makanannya karena terangkut erosi.

(50)

hidup dengan baik. Mikroorganisme tanah banyak ditemukan di daerah perakaran. Selain itu mikroorganisme juga dapat tumbuh dengan baik pada lapisan atas atau horison permukaan. Mikroorganisme tanah lebih banyak ditemukan pada permukaan tanah karena bahan organik lebih tersedia. Oleh karena itu mikroorganisme lebih banyak berada pada lapisan atas.

Cacing tanah

Salah satu organisme makro tanah yang paling penting adalah cacing tanah biasa, yang terdiri atas sejumlah spesies Lumbricus terrestris, yang berwarna kemerahan dan Allobophora caliginosa yang berwarna merah muda kepucatan. Cacing tanah itu dalam beberapa hal mempunyai arti penting. Kotoran cacing tanah dalam kotoran terkandung bahan organik yang lebih tinggi, berupa N-total dan nitrat, Ca, Mg yang bertukar, P tersedia, pH dan % kejenuhan basa dan kemampuan penukaran basa. Hasil ini menyokong pengamatan dalam pasal yang terdahulu dalam hubungannya dengan peningkatan pertumbuhan yang diamati dan di sekitar kotoran cacing tanah (Buckman dan Brady, 1982).

(51)

Cacing tanah dan serangga tanah selain membuat ruangan-ruangan dalam tanah sehingga udara bisa masuk, ia juga mempercepat pelapukan dan kotorannya sangat bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pergerakan cacing tanah bermanfaat juga memindahkan mineral tanah dari bagian satu ke bagian tanah yang lain (Isnaini, 2006).

Pembuatan lobang oleh cacing tanah diperuntukkan sebagai tempat menyimpan dan mencerna makanan. Hasil pencernaan sisa-sisa bahan yang dimakan dilepaskan kembali sebagai buangan padat (casting). Casting cacing tanah mempunyai indek stabilitas agregat, pH, KTK, K, dan bahan organik lebih tinggi dibanding tanah disekitarnya. Lobang-lobang yang dibuat cacing tanah mampu memasukkan air ke dalam tanah dengan volume yang lebih besar. Dengan peningkatan laju infiltrasi, maka laju aliran permukaan dan erosi tanah menjadi berkurang (Subowo, 2012).

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif, Kabupaten Langkat terdiri atas 23 wilayah kecamatan, 240 desa, dan 37 kelurahan. Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah Kecamatan Bahorok dengan luas 95.510 ha, dan yang paling sempit adalah Kecamatan Binjai dengan luas 4,955 ha. Kecamatan dengan desa terbanyak adalah Kecamatan Salapian dengan 25 Desa/Kelurahan, sedangkan kecamatan dengan Desa/Kelurahan paling sedikit adalah Kecamatan Sawit Seberang dengan 5 Desa/Kelurahan.

(52)

Serangan di sebelah Utara, Kabupaten Karo di sebelah selatan, Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah Barat, dan Kecamatan Salapian di sebelah Timur.

Desa timbang lawan merupakan salah satu Kecamatan yang terletak pada 3,5065833 LU dan 98,1662667 BT serta memiliki luas 100,85 km2 (9,15%).

Lokasi pertanian organik ini terletak di tengah-tengah lahan masyarakat, berada di kebun organik Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bohorok di Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bohorok Kabupaten Langkat dengan luas lahan ±1,48 Ha dengan tanah datar yang dibatasi oleh tanaman pagar yang mengelilingi lokasi penelitian sebagai tanaman pelindung. Pertanian organik ini dimulai pada 19 Oktober 2005 pada lahan seluas ±13.266 m2 dan 9 Februari 2010 pada lahan seluas ±1.200m2.

(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan pemakaian pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan masalah lingkungan yang serius. Seiring dengan berkembangnya kesadaran tentang sistem pertanian organik, makin disadari pentingnya pemanfaatan bahan organik dalam pengelolaan hara di dalam tanah. Penggunaan bahan organik ke dalam tanah pada sistem pertanian ini diyakini dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga menentukan warisan untuk generasi mendatang.

(54)

berkelanjutan, produk yang dihasilkan lebih berkualitas dan lebih sehat sehingga target pasarnya semakin meningkat.

Prinsip pertanian organik didasarkan pada : prinsip kesehatan, yaitu pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan; prinsip ekologi, yaitu pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan; prinsip keadilan, yaitu pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama; dan prinsip perlindungan, yaitu pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Winarso (2005) menyebutkan bahwa salah satu aspek yang terpenting pada sistem pertanian organik baik di negara maju maupun berkembang adalah peningkatan efisiensi pupuk. Peningkatan efisiensi pemupukan akan dapat mengurangi pemakaian pupuk dan biaya produksi, serta di sisi lain akan menurunkan resiko permasalahan lingkungan. Penerapan teknologi di negara berkembang termasuk di Indonesia secara umum masih membutuhkan penelitian, pelatihan/pendidikan, dan manajemen tingkat tinggi. Penelitian dan penyuluhan atau pendidikan akan memainkan peranan kunci dalam rangka pencapaian keberhasilannya sehingga akan tercapai pertanian yang berkelanjutan.

(55)

diharapkan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga menunjang pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Penelitian perubahan sifat-sifat tanah setelah beberapa kali dilakukan sistem pertanian organik perlu dilakukan untuk mengetahui manfaat sistem ini terhadap perbaikan sifat-sifat tanah untuk menjamin penggunaan selanjutnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merasa perlu dilakukan suatu penelitian mengenai karakteristik beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada sistem pertanian organik.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada sistem pertanian organik.

Kegunaan Penelitian

(56)

ABSTRAK

RIZKY DHARMAWAN MARGOLANG : Karakteristik Beberapa Sifat Fisik,

Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik. Dibimbing oleh Ibu Jamilah, SP. MP. dan Ibu Mariani Sembiring, SP. MP.

Penelitian ini dilakukan di kebun organik Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bohorok di Desa Timbang Lawan Kecamatan Bohorok Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 - April 2014. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada sistem pertanian organik. Penelitian dilakukan dengan metode survey dengan cara mengevaluasi sifat tanah pada areal pertanian berdasarkan waktu diterapkannya sistem pertanian organik, sehingga diperoleh 3 sampel yaitu sistem pertanian organik yang dimulai dari tahun 2005, sistem pertanian organik yang dimulai dari tahun 2010, dan sistem pertanian yang belum menerapkan perlakuan organik sebagai pembanding dan dilakukan sebanyak 3 ulangan. Parameter yang diukur adalah tekstur tanah, struktur tanah, bulk density tanah, total ruang pori tanah, infiltrasi tanah, warna tanah, permeabilitas tanah, pH tanah, C-organik tanah, N total tanah, P tersedia tanah, K tukar tanah, respirasi tanah, jumlah mikroorganisme tanah, dan populasi cacing tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem pertanian organik mampu memperbaiki karekteristik sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Karakteristik sifat fisik tanah yaitu warna tanah menjadi kehitaman, menurunkan bulk density tanah dan meningkatkan total ruang pori tanah, meningkatkan laju infiltrsi tanah dan permeabilitas tanah. Karakteristik sifat kimia tanah yaitu dengan meningkatkan pH tanah, C-organik tanah, N-total tanah, P-tersedia tanah, dan K-tukar tanah. Karakteristik sifat biologi tanah yaitu dengan meningkatkan respirasi tanah, jumlah mikroorganisme tanah, dan populasi cacing tanah.

(57)

ABSTRACT

RIZKY DHARMAWAN MARGOLANG: Characteristics of Some Physical, Chemical, and Biological Soil in Organic Farming Systems. Guided by Mrs. Jamilah, SP. MP. and Mrs. Mariani Sembiring, SP. MP.

This research was carried out in an organic garden Environmental Education Center (PPLH) Bohorok in the Village District of Bohorok Fight Weigh Langkat. This study was conducted in November 2013 - April 2014. The purpose of the study to determine the characteristics of some of the physical, chemical, and biological properties of soil in organic farming systems. The study was conducted by survey method by evaluating the nature of the soil in agricultural areas based on time implementation of organic farming systems, in order to obtain 3 samples that organic farming systems which started from 2005, organic farming systems which started in 2010, and agricultural systems that have not implemented the treatment as a comparison of organic and do as much as 3 replications. Parameters measured were soil texture, soil structure, soil bulk density, total soil pore space, soil infiltration, soil color, soil permeability, soil pH, soil organic C, total soil N, available soil P, K exchange land, soil respiration , the number of soil microorganisms and earthworms populations.

The results showed that the application of organic farming systems capable of repairing characteristics physical, chemical and biological properties of soil. Characteristics of the physical properties of the soil that is ground into a blackish color, lowered soil bulk density and increase total soil pore space, increasing the rate infiltrsi soil and soil permeability. Characteristics of soil chemical properties by increasing soil pH, soil organic C, total soil N, available soil P and K-exchange ground. Characteristics of the biological properties of soil by increasing soil respiration, the amount of soil microorganisms and earthworm populations.

(58)

KARAKTERISTIK BEBERAPA SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH PADA SISTEM PERTANIAN ORGANIK

SKRIPSI

OLEH:

RIZKY DHARMAWAN MARGOLANG 090301103/AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(59)

KARAKTERISTIK BEBERAPA SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH PADA SISTEM PERTANIAN ORGANIK

SKRIPSI

OLEH:

RIZKY DHARMAWAN MARGOLANG 090301103/AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(60)

Judul : Karakteristik Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik

Nama : Rizky Dharmawan Margolang

NIM : 090301103

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Jamilah, SP. MP. Mariani Sembiring, SP. MP.

Ketua Anggota

Mengetahui

(61)

ABSTRAK

RIZKY DHARMAWAN MARGOLANG : Karakteristik Beberapa Sifat Fisik,

Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik. Dibimbing oleh Ibu Jamilah, SP. MP. dan Ibu Mariani Sembiring, SP. MP.

Penelitian ini dilakukan di kebun organik Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bohorok di Desa Timbang Lawan Kecamatan Bohorok Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 - April 2014. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada sistem pertanian organik. Penelitian dilakukan dengan metode survey dengan cara mengevaluasi sifat tanah pada areal pertanian berdasarkan waktu diterapkannya sistem pertanian organik, sehingga diperoleh 3 sampel yaitu sistem pertanian organik yang dimulai dari tahun 2005, sistem pertanian organik yang dimulai dari tahun 2010, dan sistem pertanian yang belum menerapkan perlakuan organik sebagai pembanding dan dilakukan sebanyak 3 ulangan. Parameter yang diukur adalah tekstur tanah, struktur tanah, bulk density tanah, total ruang pori tanah, infiltrasi tanah, warna tanah, permeabilitas tanah, pH tanah, C-organik tanah, N total tanah, P tersedia tanah, K tukar tanah, respirasi tanah, jumlah mikroorganisme tanah, dan populasi cacing tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem pertanian organik mampu memperbaiki karekteristik sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Karakteristik sifat fisik tanah yaitu warna tanah menjadi kehitaman, menurunkan bulk density tanah dan meningkatkan total ruang pori tanah, meningkatkan laju infiltrsi tanah dan permeabilitas tanah. Karakteristik sifat kimia tanah yaitu dengan meningkatkan pH tanah, C-organik tanah, N-total tanah, P-tersedia tanah, dan K-tukar tanah. Karakteristik sifat biologi tanah yaitu dengan meningkatkan respirasi tanah, jumlah mikroorganisme tanah, dan populasi cacing tanah.

(62)

ABSTRACT

RIZKY DHARMAWAN MARGOLANG: Characteristics of Some Physical, Chemical, and Biological Soil in Organic Farming Systems. Guided by Mrs. Jamilah, SP. MP. and Mrs. Mariani Sembiring, SP. MP.

This research was carried out in an organic garden Environmental Education Center (PPLH) Bohorok in the Village District of Bohorok Fight Weigh Langkat. This study was conducted in November 2013 - April 2014. The purpose of the study to determine the characteristics of some of the physical, chemical, and biological properties of soil in organic farming systems. The study was conducted by survey method by evaluating the nature of the soil in agricultural areas based on time implementation of organic farming systems, in order to obtain 3 samples that organic farming systems which started from 2005, organic farming systems which started in 2010, and agricultural systems that have not implemented the treatment as a comparison of organic and do as much as 3 replications. Parameters measured were soil texture, soil structure, soil bulk density, total soil pore space, soil infiltration, soil color, soil permeability, soil pH, soil organic C, total soil N, available soil P, K exchange land, soil respiration , the number of soil microorganisms and earthworms populations.

The results showed that the application of organic farming systems capable of repairing characteristics physical, chemical and biological properties of soil. Characteristics of the physical properties of the soil that is ground into a blackish color, lowered soil bulk density and increase total soil pore space, increasing the rate infiltrsi soil and soil permeability. Characteristics of soil chemical properties by increasing soil pH, soil organic C, total soil N, available soil P and K-exchange ground. Characteristics of the biological properties of soil by increasing soil respiration, the amount of soil microorganisms and earthworm populations.

(63)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 28 Agustus 1991 dari Ayahanda H. Achtar Margolang, SH. dan Ibunda Hj. Dra. Zainani Naibaho. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kisaran dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui ujian tertulis Ujian Masuk Bersama. Penulis memilih Program Studi Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah.

(64)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Karakteristik Beberapa Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah pada Sistem Pertanian Organik.”

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Jamilah, SP. MP. dan Ibu Mariani, SP. MP. selaku ketua dan anggota

komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul hingga penyelesaian penelitian ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2014

(65)

DAFTAR ISI

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pertanian Organik ... 4

Sifat Fisik Tanah ... 7

Permeabilitas tanah ... 15

Sifat Kimia Tanah ... 15

Mikroorganisme tanah ... 25

Cacing tanah ... 27

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 28

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

Bahan dan Alat ... 30

Metode Penelitian... 30

Pelaksanaan Penelitian ... 31

Persiapan awal ... 31

Penentuan sampel tanah ... 31

Pengambilan sampel tanah ... 31

(66)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 34 Pembahsan ... 43 KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar

Tabel 1. Warna dan Struktur Tanah pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik
Tabel 2. Tekstur Tanah pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik
Tabel 4. Infiltrasi Tanah (cm/jam) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik
Tabel 5. Permeabilitas Tanah (cm/jam) pada Sistem Pertanian Konvensional dan Organik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi tekstur dan kadar bahan organik tanah dalam proses pemadatan berpengaruh nyata terhadap bobot isi, permeabilitas, pori drainase total, pori air tersedia, dan

Mengkaji sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi seperti: stabilitas agregat, bobot isi, tekstur, distribusi pori, permeabilitas, dan kadar bahan organik

Sri Natallia Ketaren : Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Andisol Pada Sistem Pertanian Organik Akibat Pengolahan Tanah Dan Pemberiaan Pupuk Organik, 2008.. USU Repository

Sedangkan Karakteristik sifat fisik pada lahan produksi tinggi memiliki pori drainase sangat rendah sampai dengan sedang, warna tanah orange, tekstur tanah liat berpasir, kekuatan

Pemberian kompos berpengaruh sangat nyata terhadap bulk density, peningkatan porositas, permeabilitas, indeks stabilitas agregat, pori drainase cepat, pori air

Sifat-sifat fisik tanah seperti bobot isi, porositas, infiltrasi, permeabilitas serta sifat-sifat kimia tanah seperti bahan organik dan pH tanah mengalami perbaikan seiring

Untuk mengetahui pengaruh pemupukan organik, semi organik dan anorganik terhadap perubahan sifat fisik (berat volume tanah dan permeabilitas) dan sifat kimia

Agregat tanah yang lebih gembur menyebabkan bulk density tanah menurun dan meningkatkan porositas tanah, jumlah pori makro tanah, sehingga permeabilitas lebih cepat