• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of teenager quality indicators and factors affecting teenager quality

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of teenager quality indicators and factors affecting teenager quality"

Copied!
275
0
0

Teks penuh

(1)

INDIKATOR KUALITAS REMAJA DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

IGN. SUKSMADI SUTOYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Indikator Kualitas Remaja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2010

(3)

IGN. SUKSMADI SUTOYO. Study of Teenager Quality Indicators and Factors Affecting Teenager Quality. Under direction of UJANG SUMARWAN, ALI KHOMSAN, and HARTOYO.

This research was intended to analyze indicators of teenager quality and factors affecting the teenager quality (TQ). The study developed teenager quality index (TQI) and analyze the effect of TQI to their academic achievement. TQI consist of three indicators, such as body mass index (physical dimension), intelligent quotient, and emotional intelligent (non physical dimension). The study employed a cross sectional design survey involving 300 junior high school students public and private schools at five purposively selected subdistricts of Banyumas. The result indicates that about 21.0% of students considered to have a low and very low index of TQI. Meanwhile, the proportion of students, who have high index is about 7.7%. The study shows that the home and school environments as well as family monetary investment on children have a positive and significant influence on the quality of teenagers. Furthermore, the quality of students and the factors such as school condition, parent control on student time, student activity involvement, family monetary investment, year of schooling of mother, and student expectation to the teacher have significant influence on student academic achievement.

(4)

IGN SUKSMADI SUTOYO. Indikator Kualitas Remaja dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN, ALI KHOMSAN, dan HARTOYO.

Kualitas anak remaja merupakan satu kesatuan faktor fisik dan nonfisik. Faktor fisik dicerminkan dengan status gizi seseorang, sementara faktor nonfisik dicerminkan dari segi kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual. Kondisi kualitas anak remaja tersebut merupakan kontribusi dari faktor lingkungan keluarga dan sekolah. Kualitas remaja ini menjadi penting dalam dunia pendidikan, karena kualitas anak remaja tersebut ternyata berperan dalam peningkatan prestasi akademik, selain faktor lingkungan sekolah dan keluarga. Kualitas anak remaja ini menjadi penting sebagai pertanda keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi indikator kualitas remaja, membuat indeks kualitas remaja, menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas remaja, dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banyumas dengan mengambil 5 wilayah kecamatan. Pemilihan kecamatan dilakukan secara purposif, yaitu Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Baturaden, dan Purwokerto. Sasaran penelitian adalah siswa (anak) dan keluarga. Dari setiap kecamatan dipilih secara purposif dua sekolah yaitu satu sekolah negeri dan satu sekolah swasta. Dari setiap sekolah dipilih secara acak 30 siswa kelas dua, sehingga total sampel adalah 300 orang. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi dengan siswa dan wawancara dengan ibunya.

Jenis data yang diambil meliputi kualitas remaja mencakup nilai IQ siswa, serta tinggi dan berat badan siswa, dan nilai test (prestasi akademik), absensi dan NEM-SD, lingkungan keluarga (home environment), lingkungan sekolah, morbiditas. Data keluarga meliputi karakteristik demografi orang tua, sikap gizi ibu, struktur keluarga, sosial ekonomi keluarga, pengeluaran pendidikan anak, nilai anak, serta kepemilikan aset. Data diolah dengan SPSS 11.5 mencakup analisis diskriptif, uji beda, dan regresi. Adapun pembuatan indeks kualitas remaja dengan microsoft excell.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa sekolah negeri dan sekolah swasta dalam hal nilai ebtanas murni (NEM) SD, kecerdasan intelektual(IQ), kecerdasan emosi (EI), lingkungan sekolah, kondisi sekolah, aktivitas siswa, harapan siswa terhadap guru, lama pendidikan ayah, lama pendidikan ibu, pendapatan, kualitas remaja, prestasi akademis remaja. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa sekolah negeri cenderung lebih baik dibandingkan dengan sekolah swasta.

(5)

maka besar kemungkinan anak remajanya memiliki kualitas yang lebih baik. Lebih lanjut, kualitas remaja, kondisi sekolah, aktivitas siswa, lama pendidikan ibu, investasi pendidikan dan harapan siswa terhadap guru akan berpengaruh nyata terhadap prestasi belajar remaja.

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk memperhatikan kualitas lingkungan keluarga dan sekolah agar tercipta remaja yang berkualitas. Keluarga harus senantiasa melakukan investasi pendidikan anaknya, yaitu dengan mengalokasikan pendapatannya untuk pendidikan anaknya, agar anaknya bisa lebih berkualitas dan menunjukkan prestasi yang lebih baik. Pemerintah harus lebih memperhatikan kualitas sekolah swasta agar tidak terjadi perbedaan kualitas remaja yang besar. Pemerintah harus lebih fokus untuk membantu keluarga miskin agar anaknya bisa memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kualitasnya. Untuk mendukung peningkatan prestasi akademik disarankan perlunya upaya peningkatan kemampuan para guru sesuai dengan kompetensinya dan penyediaan fasilitas untuk aktivitas remaja.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

IGN. SUKSMADI SUTOYO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Sub Program Studi Ilmu Keluarga dan Konsumen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Ign. Suksmadi Sutoyo Nomor Pokok : P21600006

Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Ketua

Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, M.S. Anggota

Dr.Ir. Hartoyo, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

drh.M. Rizal M Damanik, M.Rep.Sc., Ph.D.

Dekan Program Pasca Sarjana

Prof.Dr.Ir. Khairil A Notodiputro, MS.

(9)

Saya mengucapkan puji syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat dari Nya maka saya dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini merupakan karya yang dapat diwujudkan atas bimbingan para dosen pembimbing dan para penguji luar komisi yang telah mengarahkan dan memperbaiki segala kekurangan yang ada pada disertasi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof.Dr.Ir. Ujang Sumarwan, MS selaku ketua komisi pembimbing atas kesabaran, bimbingan dan saran mulai penulisan proposal hingga penulisan disertasi ini.

2. Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, perhatian, serta saran demi kesempurnaan disertasi ini.

3. Dr.Ir. Hartoyo, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dengan penuh perhatian serta kesabaran demi kesempurnaan disertasi ini.

4. Dr.Ir. Diah K Pranadji, MS dan Dr.Ir. Euis Sunarti, MS selaku penguji pada sidang ujian tertutup yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan disertasi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS selaku penguji luar pada sidang ujian terbuka yang telah memberikan arahan dan masukan untuk perbaikan disertasi ini.

6. Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP selaku penguji luar pada sidang ujian terbuka yang telah memberikan saran-saran untuk perbaikan disertasi ini.

(10)

Mereka bekerja dengan telaten, teliti, dan bersemangat. Atas dukungan mereka saya mengucapkan terimakasih.

Disertasi ini juga tidak akan dapat diwujudkan tanpa dukungan lahir dan batin dari istriku tercinta Yashinta Maria Sri Eni dan anak-anakku Therezita Sahita Laksmi dan Elfrida Sahita Tiksna. Mereka telah mengorbankan waktu untuk kebersamaan dalam keluarga demi studi saya. Kepada ayah Ag. Sutoyo (alm.) dan ibu Y. Sudalmirah yang telah merawat, membesarkan, mendidik saya dengan penuh kasih sayang sehingga saya mendapatkan kemampuan untuk mandiri.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan, Pembantu Dekan, rekan kerja Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman, yang senantiasa memberikan perhatian dan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

Bogor, Februari 2010

(11)

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1961 di Yogyakarta, Jawa Tengah sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ag. Sutoyo (alm.) dan Y. Sudalmirah (alm.). Penulis menikah dengan Yashinta Maria Sri Eni dan dikarunia dua orang putri yaitu Therezita Sahita Laksmi dan Efrida Sahita Tiksna. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana (S1) di Jurusan Sosiologi, Universitas Gadjah Mada pada tahun 1988. Penulis menyelesaikan pendidikan Pascasarjana (S2) pada jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia pada tahun 1997. Penulis menyelesaikan Program Doktor (S3) pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK) Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2010.

(12)

DAFTAR TABEL ………. xiv

Tinjauan Paradigma Pendidikan………. 25

Tinjauan Sumberdaya Keluarga………. 29

Kajian Empiris Kualitas Anak……… 31

Kajian Indikator Kualitas Anak pada Penelitian Terdahulu…………. 31

Faktor-faktor Berpengaruh terhadap Kualitas Anak ………. 38

KERANGKA PEMIKIRAN ……… 82

Validasi dan Reliabilitas Instrumen ……… 105

Pengolahan Data dan Analisis Data ……….. 108

Keterbatasan Penelitian……… 115

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 117

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ………..……… 117

Gambaran Umum Kabupaten Banyumas menurut Letak Geografi, Luas Wilayah, dan Topografi ………...……… 117

Gambaran Kependudukan di Kabupaten Banyumas ……….. 117

Karakteristik Contoh berdasarkan Sekolah Negeri dan Swasta………….. 124

Karakteristik Keluarga Contoh ………...… 160

Indeks Kualitas Remaja………... 187

Analisis Regresi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Pengeluaran Pendidikan untuk Contoh ……… 189

(13)

Emosi Remaja ………. 200

Analisis Regresi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kecerdasan Intelektual Remaja ………. 204

Analisis Regresi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Status Gizi Remaja ……… 209

Analisis Regresi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kualitas Remaja………. 214

Analisis Regresi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Prestasi Akademik Remaja. ………... 220

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 231

Kesimpulan ………. 231

Saran ………... 235

DAFTAR PUSTAKA ……….. 237

(14)

Halaman

1 Klasifikasi IQ………. 80

2 Populasi siswa sekolah contoh berdasarkan jenis kelamin ... 88

3 Peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran ……… 91

4 Kategori status gizi remaja laki-laki berdasarkan IMT dan umur dengan Persentil ……… 100

5 Kategori status gizi remaja perempuan berdasarkan IMT dan umur dengan Persentil ……… 101

6 Kategori status gizi remaja... 102

7 Jenis data, peubah dan skoring yang digunakan ... 103

8 Variabel yang dioperasikan dalam penelitian……… 107

9 Jarak antara Kota Kabupaten Banyumas dengan kota-kota di sekitarnya……… 117

10 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin keadaan tahun 2000 – 2005.. 118

11 Jumlah SMP negeri dan swasta di Kabupaten Banyumas tahun 2005………. 119 12 Jenjang pendidikan penduduk di 5 Kecamatan Kabupaten Banyumas... 120

13 Jumlah sekolah dan siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas 2001 – 2005 di Kabupaten Banyumas …… 121

14 Penduduk menurut jenis pekerjaan (usia 10 tahun ke atas) …………... 123

15 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ………... 124

16 Rata-rata dan persentasi sebaran contoh berdasarkan alokasi waktu (jam/hari) ……… 125

17 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi remaja ……… 127

18 Sebaran contoh berdasarkan sikap gizi remaja ……….. 128

19 Sebaran contoh berdasarkan lingkungan sekolah ………... 129

20 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas siswa ………... 131

21 Sebaran contoh berdasarkan kondisi sekolah ………. 132

22 Sebaran contoh berdasarkan lingkungan keluarga ………. 134

23 Sebaran contoh berdasarkan pemanfaatan waktu ……….. 135

24 Sebaran contoh berdasarkan ikatan keluarga ………. 136

25 Sebaran contoh berdasarkan kategori IQ ………... 138

26 Sebaran contoh berdasarkan kriteria IMT/U ... 140

27 Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT/U dan jenis kelamin……. 141

28 Kategori normal dan tidak normal status gizi remaja berdasarkan IMT/U ………. 142

29 Kategori normal dan tidak normal status gizi remaja berdasarkan IMT/U dan jenis kelamin ………... 142

30 Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT/U dan umur remaja…… 142

31 Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT/U dan umur remaja ……. 143

32 Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosi ………... 144

33 Sebaran contoh berdasarkan mengenali emosi diri ... 145

34 Sebaran contoh berdasarkan kendali diri ………... 145

(15)

39 Frekuensi konsumsi pangan dalam mingguan ………... 150

40 Frekuensi konsumsi pangan dalam mingguan sekolah negeri dan swasta ………. 151

41 Uji beda Aabsensi, NEM-SD, nilai pelajaran SMP negeri dan swasta .. 152

42 Absensi siswa berdasarkan status sekolah ………. 152

43 NEM SD berdasarkan status sekolah ………... 153

44 Nilai Rata-rata (6 mata pelajaran) berdasarkan status sekolah …... 154

45 Nilai PPKN berdasarkan status sekolah ... 155

46 Nilai IPS berdasarkan status sekolah ………. 156

47 Nilai Bahasa Inggris berdasarkan status sekolah ………. 157

48 Nilai Matematika berdasarkan status sekolah ... 158

49 Nilai Bahasa Indonesia berdasarkan status sekolah ……….. 159

50 Nilai IPA berdasarkan status sekolah ……… 160

51 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori jumlah anggota keluarga ……….. 161

52 Sebaran keluarga contoh berdasarkan struktur keluarga ……… 162

53 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori usia ayah ……... 163

54 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori usia ibu ……… 165

55 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jenjang pendidikan ayah ……… 166

56 Sebaran keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan ayah ………… 167

57 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jenjang pendidikan ibu ... 168

58 Sebaran keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan ibu …………. 169

59 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan kerja utama ayah ….. 170

60 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan kerja utama ibu ……. 171

61 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori pendapatan ………….. 172

62 Sebaran keluarga contoh berdasarkan investasi pendidikan …………. 174

63 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori tingkat kesejahteraan .. 175

64 Sebaran keluarga contoh berdasarkan status kepemilikan rumah…….. 176

65 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kepemilikan aset ……… 177

66 Sebaran keluarga contoh berdasarkan alokasi waktu ayah dan ibu …... 179

67 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pengetahuan gizi ………... 181

68 Sebaran keluarga contoh berdasarkan sikap gizi ………... 183

69 Rata-rata nilai anak ………... 183

70 Sebaran contoh berdasarkan kategori frekuensi sakit dalam 1 bulan…. 184 71 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang diderita 1 bulan terakhir…. 185 72 Rata-rata lama sakit (hari) yang diderita contoh 1 bulan terakhir ……. 186

73 Sebaran contoh berdasarkan kategori lama sakit... 186

74 Kategori indek status gizi remaja... 188

75 Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pendidikan ………. 190

76 Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendampingan anak belajar (ayah) ………. 194

77 Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan keluarga ……….. 197

(16)
(17)

Halaman

1 Kerangka berpikir ……… 83

2 Diagram pengambilan sampel...……… 90

3 Bagan lokasi pengambilan sampel dan jumlah sampel……... 91

(18)

Halaman

(19)

Latar Belakang

Keluarga adalah orang yang bertempat tinggal bersama yang dihubungkan dengan ikatan-ikatan biologis, perkawinan, adat istiadat, atau dengan adopsi (Sussman & Steinmetz 1987). Reuter (1989) memberikan batasan keluarga sebagai dua orang atau lebih yang dihubungkan dengan darah, adopsi, perkawinan atau kesepakatan untuk hidup di dalam rumahtangga yang sama. Namun lebih khusus lagi dalam UU No 10 tahun 1992 dinyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami-istri dengan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya (BKKBN, 1996). Keberadaan anak dalam keluarga memberikan konsekuensi pada pengalokasian dana dan waktu oleh kedua orang tua. Apa yang dikorbankan tersebut merupakan investasi yang dapat disebut human investment. Investasi ini human capital didasarkan pada proposisi bahwa ada pengeluaran tertentu (sacrifies) yang dilakukan secara sengaja untuk menghasilkan kapasitas produktif pada manusia agar mampu memberikan jasa di masa yang akan datang (Schultz 1974).

(20)

Alokasi sumberdaya dalam keluarga tersebut menyesuaikan dalam perkembangan usia anak, semakin dewasa anak maka semakin membutuhkan alokasi sumberdaya yang semakin besar pula sesuai kebutuhan pada usianya. Usia masa remaja dapat dibagi kedalam tiga tahap: remaja awal (11-14 tahun), remaja tanggung (15-17 tahun), dan remaja lanjut (18-21 tahun). Pada masa remaja ini dibutuhkan kalori dan gizi yang banyak dikarenakan pertumbuhan fisik. Selain itu pada masa remaja terjadi pertumbuhan berkaitan dengan hormonal, kognitif, dan emosional (Shelornenself D 2000). Remaja mengalami perubahan sosial (bergeser dari keluarga ke kelompok sebaya), perubahan fisik (masa pubertas), perubahan emosional (pemantapan identitas personal), perubahan kognitif (berpikir secara hipotetis dan berbagai perspektif), dan perubahan seksual (perubahan hormonal mempengaruhi perubahan fisik dan seksual) (Dobbs L 2002). Perubahan-perubahan tersebut membutuhan kemampuan penyesuaian keluarga terhadap remaja maupun remaja itu sendiri agar dapat mengalami perkembangan kualitas remaja menjadi lebih baik.

Syarief (1997) mendefinisikan kualitas sebagai gabungan karakateristik yang menentukan derajat kehandalan (degree of excellence) sumberdaya manusia. Kualitas SDM dapat diartikan sebagai gabungan dari karakteristik segenap sumberdaya yang ada dalam diri manusia, mencakup karakteristik fisik, akal, kalbu, dan nafsu yang menentukan kehandalan manusia baik sebagai makhluk indiividu maupun makhluk sosial.

Kualitas fisik dicerminkan oleh kesehatan dan ketahanan jasmani yang memungkinkan seseorang dapat hidup sehat, aktif, produktif, dan berumur panjang. Kualitas akal dicerminkan oleh daya pikir atau kecerdasan intelektual. Manusia yang berakal selalu terdorong untuk menggali rahasia alam dan kehidupan, dan dengan itu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berkembang. Kualitas kalbu dicerminkan oleh keluhuran budi pekerti, moral dan akhlak. Dengan demikian dalam kualitas anak tersebut mengandung unsur kualitas fisik (jasmani), kualitas akal (kecerdasan intelektual), dan kualitas kalbu (mental spiritual).

(21)

muda tersebut tentunya akan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia di kemudian hari. Kualitas SDM dapat dikaitkan dengan perkembangan siklus hidup manusia sejak dalam kandungan sampai memasuki usia lanjut. Pernyataan tersebut menjadi perhatian karena ada kaitan antara kualitas hidup usia muda dengan usia dewasa. Kualitas hidup manusia muda dicerminkan dengan tingginya prevalensi gizi kurang (Basuni 2002), upaya perbaikan gizi kurang menggembirakan (Atmarita et all 2000), kekurangan gizi berdampak pada IQ rendah (Karsin 2000), dan rendahnya status gizi berhubungan dengan pengetahuan gizi yang rendah (Khomsan 1998), serta keterlambatan mendaftar sekolah menambah permasalahan lemahnya intelektual yang disebabkan oleh kekurangan gizi (Jukes 2002). Beberapa hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia memerlukan perhatian yang serius.

Penelitian dalam bidang pendidikan memberikan penjelasan bahwa selain kondisi sosial ekonomi keluarga ada hal lain yang berpengaruh terhadap kualitas pendidikan yaitu lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah tersebut mencakup guru, aktivitas siswa, kondisi sekolah, dan iklim belajar (Sukadi 1994). Penelitian lain dari Andrea (2003) menjelaskan bahwa prestasi belajar anak dipengaruhi juga oleh orderly (aturan tata tertib), congenial dan well maintained school (ruang sekolah, tanah lapang, fasilitas air dan toilet, fasilitas ruang kelas). Status gizi mempunyai pengaruh terhadap pendidikan. Sedangkan lingkungan keluarga, Levine dan Havighurst (1992) tentang Home Environment and Cognitive Development memberikan kontribusi korelasi antara home environment dengan perkembangan kognitif. Para sosiolog dan psikolog mengidentifikasikan 6 karakteristik home environment yang secara langsung berhubungan dengan perkembangan kognitif dan achievement di sekolah.

Beberapa hal tersebut mengetengahkan arti penting kualitas sumberdaya manusia dewasa yang tidak lepas dipengaruhi kondisi pada saat muda. Pada tahap berikutnya perkembangan dari anak-anak ke remaja akan membawa konsekuensi pada kualitas sumberdaya. Apabila pada masa anak-anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang baik maka akan menghasilkan sumberdaya remaja yang berkualitas.

(22)

mampuan pengetahuan. Perbedaan perkembangan kognitif antara laki-laki dan perempuan ada pada keyakinan akan kemampuan kognitif dan ketrampilan. Remaja perempuan cenderung merasa yakin pada kemampuan membaca dan ketrampilan sosial dibandingkan remaja laki-laki, dan remaja laki-laki cenderung merasa yakin pada bidang atletik dan matematika (Eccles, Baarber, Jozefowics et all 1999)

Remaja yang mengalami kekurangmampuan pengetahuan akan menghadapi masalah dalam hal membaca, berbicara, menulis, mengingat. aritmatika, atau berpikir. Jika remaja yang mengalami problem tersebut masuk sekolah menengah maka akan mengahadapi resiko kegagalan sekolah apabila permasalahan tersebut tidak diatasi. Bahkan remaja yang mengalami kekurangmampuan pengetahuan menghadapi tekanan emosional 2 atau 3 kali lebih tinggi dibanding remaja lainnya, dan wanita lebih banyak mengalaminya dibandingkan dengan laki-laki (Svetaz et all 2000).

Perkembangan emosional remaja mencakup rasa identitas diri berkaitan dengan orang lain dan belajar mengatasi stres dan mengelola emosi. Remaja perlu memiliki kemampuan menguasai emosi untuk mengelola stres dan efektif berhubungan dengan orang lain atau disebut sebagai kecerdasan emosional (Goleman 1994). Perkembangan fisik mencakup perkembangan pubertas dan seksual, penampilan fisik dan citra tubuh. (Jacquelyn HG & Mary C 2002). Perkembangan fisik berkaitan juga dengan perkembangan kognitif dimana metode instruksional dan kurikulum dapat mengarahkan motivasi dan kegiatan belajar siswa. Namun disebutkan juga bahwa perkembangan fisik merupakan suatu faktor stres yang dapat menurunkan motivasi dan kegiatan belajar siswa. Faktor stres tersebut dapat berhubungan dengan perkembangan fisik yaitu transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah atas. Remaja masuk sekolah pada level 8 dari level 6 dan 7 mengalami perubahan negatif dalam motivasi, persepsi diri, dan achievement. (Eccles & Midgley 1989). Keadaan seperti ini tentunya dapat berpengaruh terhadap performa belajar. Dengan demikian antar ketiga perkembangaan (fisik, kognitif, dan emosi) ada keterkaitan berkaitan dengan pendidikan remaja.

(23)

standar kelulusan dengan nilai tidak kurang dari 4,25. Standar nilai ini secara berangsur dari tahun ke tahun ditingkatkan sehingga ini dapat dikatakan sebagai bagian upaya meningkatkan prestasi pendidikan anak remaja. Bahkan ketika kemampuan penguasaan siswa terhadap ilmu dikompetisikan menunjukkan hasil yang rendah. Hasil studi International Educational Achievement (IEA) menunjukkan, bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada di urutan ke 38 dari 39 negara yang diteliti. Sementara penelitian the Third International Mathematics and Science Repeat tahun 1999 menunjukkan kemampuan siswa SMP Indonesia di bidang ilmu pengetahuan alam di urutan ke 32 dan untuk matematik di posisi ke 34 dari 38 negara yang diteliti (Harsono 2003). Ini menunjukkan bahwa kualitas anak SMP di Indonesia dalam bidang pendidikan jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Dengan demikian faktor yang menentukan kualitas remaja SMP perlu diketahui sehingga standar rendah nilai kelulusan semakin dapat dicapai dan ditingkatkan.

Salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index. Human Development Index negara Indonesia berturut-turut menduduki posisi 98 dari 174 negara (1998), pada posisi 109 (2000) (Karsin 2004) dan tahun 2003 pada posisi 112 dari 174 negara (UNDP 2003), tahun 2004 menduduki peringkat 111 dari 177 negara (UNDP 2004). Indeks tersebut mengundang perhatian untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Kualitas manusia menjadi sangat penting sebagai pertanda keberhasilan pembangunan.

Gambaran-gambaran tersebut menunjukkan adanya kekurangan dalam hal kualitas sumberdaya manusia sehingga perlu dilakukan penelitian. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi lingkungan akademis dan pembuat kebijakan mengenai pembangunan sumber daya manusia. Oleh karena itu permasalahan penelitian yang menjadi fokus untuk dikaji adalah sebagai berikut:

(24)

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengukur kualitas remaja dan pengaruh faktor individu, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial terhadap kualitas remaja. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1 Mengidentifikasi indikator kualitas remaja dan mengukur kualitas remaja di Kabupaten Banyumas.

2 Menganalisis faktor individu, lingkungan keluarga dan sekolah terhadap kualitas remaja.

4 Menganalisis pengaruh faktor kualitas remaja serta faktor lingkungan keluarga terhadap prestasi akademis.

Manfaat

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Fungsi Keluarga

Kiranya perlu diketengahkan bahwa antara keluarga dan kelompok mempunyai pengertian yang berbeda. Klein (1996) menjelaskan mengenai perbedaan keluarga dengan kelompok sebagai berikut:

a. Keluarga bertahan dalam waktu yang lama dibandingkan dengan kelompok sosial lainnya (kedudukan orang tua bertahan mulai dari anak-anak lahir, dewasa, menikah, kelahiran cucu, dan berakhir dengan kematian salah satu pasangan),

b. Keluarga merupakan kesatuan antar generasi (orang tua – anak),

c. Keluarga meliputi hubungan yang bersifat biologis (kelahiran) dan affinal (hukum) di antara para anggotanya,

d. Aspek biologis (dan juga affinal) keluarga menjalin mereka ke dalam organisasi kekeluargaan yang besar.

Koenig dan Bayer (1967) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi keluarga sebagai berikut:

a. Fungsi keluarga bagi masyarakat, yaitu hubungan antara keluarga dengan satuan sosial yang luas.

b. Fungsi dari subsistem dalam keluarga bagi keluarga itu sendiri, yaitu hubungan keluarga dengan subsistem.

c. Fungsi keluarga bagi individu anggota keluarga termasuk perkembangan kepribadian, yaitu hubungan keluarga dan pribadi.

Sifat-sifat di atas menjelaskan keluarga sebagaimana yang dimaksud dalam konsep keluarga tradisional/konvensional. Dengan demikian kesatuan orang yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas dapat dikatakan sebagai kelompok sosial, seperti hubungan gay dan lesbian, begitu pula pasangan kumpul kebo.

(26)

mencerminkan perkembangan masyarakat yang bergeser dari nilai-nilai dan pola-pola keluarga konvensional ke arah new relationship.

Jawaban terhadap tantangan tersebut dikemukakan oleh Carlson (1999) yang menekankan bahwa dari kebenaran sejarah, dari ilmu sosial, dari ilmu alam, dan agama-agama besar dinyatakan bahwa keluarga adalah alami dan merupakan unit pokok dalam masyarakat. Begitu juga dengan Rosen (1991) meletakkan keluarga dalam fungsi berdasarkan hukum. Bidang hukum dihadapkan pada penentuan keluarga, keluarga yang konvensional ataukah yang new relationship. Menurutnya, hubungan keluarga itu sah jika atas dasar ikatan darah, perkawinan, atau adopsi. Akan tetapi munculnya bentuk hubungan baru dalam rumah tangga, khususnya hubungan antara pasangan gay dan lesbian, mendorong pengadilan untuk memutuskan apakah konsep hubungan keluarga sah secara tradisional ataukah harus diperluas mencakup hubungan baru yang tidak mempunyai dasar hukum. Pengadilan menyatakan bahwa pasangan adalah orang yang mempunyai status perkawinan sah dan hukum tidak membuat ketentuan perkawinan antar jenis kelamin yang sama. Bahkan ditandaskan bahwa perkawinan adalah perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Kesimpulan dari uraian tersebut bahwa ternyata hubungan keluarga tradisional merupakan dasar yang dipakai dalam pengadilan. Ini artinya, bentuk keluarga yang konvensional masih menjadi bentuk keluarga yang dikehendaki oleh banyak orang dan oleh karena itu perlu dipertahankan. Dengan demikian posisi keluarga menurut pandangan struktural fungsional bagaimanapun membuktikan bahwa keberadaan bentuk keluarga yang konvensional masih menjadi bentuk utama di dalam masyarakat.

(27)

individu. Penyimpangan darinya akan dikendalikan oleh norma sosial dan dikenai sangsi sosial agar tidak mengancam keteraturan sosial. Ini sebagai wujud dari mekanisme equilibrium (keseimbangan) di dalam masyarakat.

Pandangan konservatif menganggap keluarga dan masyarakat sebagai suatu organisme, dan masing-masing bagian memiliki fungsi untuk keseluruhan. Pandangan konservatif juga menekankan responsibilities (tanggung jawab) pada pria maupun wanita di dalam keluarganya. Tanggung jawab ini merupakan manifestasi social status (posisi sosial) seseorang dalam keluarga atau disebut juga sebagai peran sosial (social role). Peran tersebut bersifat saling melengkapi untuk mewujudkan fungsi keluarga sebagaimana mestinya.

(28)

perilaku menyimpang agar berubah menjadi perilaku yang mengikuti norma sosial yang ada.

Selanjutnya aspek fungsional keluarga tidak dapat dipisahkan dengan aspek struktural karena keduanya saling berkaitan. Status sosial dalam struktur keluarga memiliki fungsi dan peran sesuai dengan yang diharapkan agar dapat menunjang kelangsungan hidup keluarga. Perubahan struktur keluarga akan merubah fungsi keluarga itu sendiri dan bahkan keluarga sebagai suatu sistem akan terganggu kinerjanya. Perubahan struktur keluarga tersebut dapat dicontohkan dengan kasus perceraian, kematian orang tua. Peristiwa-peristiwa tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi keluarga menjadi tidak normal.

Levi (diacu dalam Megawangi 1999) menyebutkan bahwa agar keluarga dapat berfungsi maka diperlukan persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai sistem dapat berfungsi:

Pertama, differensiasi peran. Soekanto (1983) mendefinisikan diferensiasi peran sebagai proses dimana peranan-peranan dalam masyarakat bertambah banyak dan meningkat spesialisasinya. Keluargapun memiliki beragam peran, yaitu: ayah sebagai pemimpin, ibu sebagai pengelola rumah tangga, dan anak sebagai pengikat keluarga dan curahan kasih sayang. Diferensiasi peran dalam keluarga ini sangat penting karena pada masing-masing peran tersebut dialokasikan agar keluarga dapat berfungsi secara normal.

Kedua, alokasi solidaritas. Distribusi relasi antar anggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antaranggota. Misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak lelaki mungkin lebih utama daripada hubungan antara suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi anta anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan

(29)

Keempat, alokasi politik. Distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan.

Kelima, alokasi integrasi dan ekspresi. Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga.

Apabila kelima fungsi tersebut berjalan normal maka secara khusus mempunyai pengaruh terhadap anak dimana anak menjadi mampu bertindak sesuai harapan keluarga dan masyarakat. Dari segi fungsi diferiensasi peran maka keluarga melakukan sosialiasi peran terhadap anak berupa peran sesuai dengan jenis kelamin dan kemampuan cognitif, afektif, dan psikomotorik kepada anak. Bilamana sosialisasi ini berhasil maka anak akan mampu menjalankan peran sebagaimana mustinya. Dari segi alokasi solidaritas membutuhkan keterkaitan emosional antara anggota keluarga, orang tua dengan anak. Ikatan emsoional yang erat antara orang tua dan anak menciptakan kehangatan interaksi dan rasa diterima anak dalam keluarga. Kondisi ini memberikan pengaruh baik terhadap perkembangan emosi anak. Dari segi alokasi ekonomi, keluarga mendistribusikan pendapatannya untuk kepentingan keluarga berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Dari segi alokasi politik dibutuhkan agar keluarga mempunyai pemimpin keluarga atau kepala keluarga yang mampu membawa arah keluarga menjadi keluarga normal. Dan alokasi integrasi dan ekspresi merupakan suatu proses sosialisasi nilai-nilai sosial kepada anak dan diharapkan nilai-nilai sosial tersebut terinternalisasi pada diri anak, sehingga anak mampu bertindak sesuai dengan harapan masyarakat.

Tinjauan Teori Ekonomi Keluarga

(30)

Konsep rumah tangga menunjukkan arti ekonomi dari suatu keluarga, misalnya: bagaimana keluarga mengelola kegiatan ekonomi keluarga; pembagian kerja dan fungsi; berapa pendapatan dan konsumsi suatu rumah tangga; jenis dan jasa apa yang dihasilkan; dan sebagainya (Rahardjo 1984).

Kajian para ekonom cenderung memfokuskan pada rumah tangga daripada keluarga. Zeitlin (1995) menyebutkan bahwa di dalam rumah tangga para anggotanya menyatukan resources mereka untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga. Rumah tangga biasanya beranggotakan anggota keluarga yang berkaitan dengan darah (kerabat), perkawinan, dan kadang-kadang ditambah dengan anggota yang tidak ada hubungan darah (kerabat). Rumah tangga didefinisikan atas dasar residence, sedangkan family didefinisikan atas dasar kekerabatan.

Keluarga mempunyai fungsi untuk bertanggung jawab dalam menjaga menumbuhkan dan mengembangkan anggota-anggotanya. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan untuk mampu bertahan, tumbuh dan berkembang perlu tersedia, yaitu:

a. Pemenuhan akan kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan untuk pengembangan fisik dan sosial

b. Kebutuhan akan pendidikan formal, informal dan nonformal untuk pengembangan intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual (Suprihatin Guhardja dkk 1992).

(31)

Schultz (1961) memfokuskan adanya lima hal utama yang dapat meningkatkan kemampuan manusia dimana orang melakukan investasi, sebagai berikut: a) fasilitas dan jasa kesehatan yang akan berpengaruh terhadap harapan hidup, kekuatan dan ketahanan, dan daya hidup serta ketahanan mental; b) on the job training, c) pendidikan formal, d) progam studi untuk orang dewasa, e) migrasi. Sedangkan Bryant (1990) menjelaskan bahwa melakukan investasi terhadap anggota keluarga yaitu (investing in human capital) dapat dilakukan melalui berbagai cara berikut: a) Pendidikan formal, b) Pelatihan dan pengalaman, c) Pemanfaatan waktu dan uang untuk memelihara kesehatan. Seseorang melakukan investasi pada kesehatan dengan melakukan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan fisik dan mental seseorang. Ini dapat dilakukan dengan kegiatan aerobik, periksa ke ahli kesehatan, periksa ke dokter gigi, dan nutrisi yang baik. d) Migrasi.

Investasi pada human capital tersebut didasarkan pada proposisi bahwa ada pengeluaran tertentu (sacrifies) yang dilakukan untuk menciptakan cadangan produktif pada manusia yang memberikan jasa di masa yang akan datang (Schultz, 1974). Anak-anak dipandang sebagai bentuk dari human capital. Ada pengorbanan yang diberikan kepada anak-anak berupa membesarkan dan merawat. Bahkan semakin bertambah umur maka akan semakin besar pengeluaran keluarga yang dibutuhkan. Tjiptoherijanto dan Hasmi (2000) menyebutkan bahwa investasi dalam human capital dimaksudkan sebagai upaya yang dicapai melalui kesehatan dan pendidikan. Dan dari sisi human development (UNDP, 1995) ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu: 1) usia panjang dan sehat, 2) berpendidikan baik, dan 3) mendapatkan akses ke sumber daya yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang baik.

(32)

bagi sumber daya manusia. Namun, di samping itu waktu juga dapat mempunyai makna kerja tanpa upah, karena waktu tersebut dialokasikan untuk perkembangan anak; sedangkan alokasi uang merupakan distribusi sumber daya ekonomi rumah tangga untuk berbagai kepentingan, termasuk untuk perkembangan anak.

Ananta dan Hatmadji (1985) mengemukakan beberapa indikator yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Indikator tersebut tidak berbeda dengan dua tipe investasi modal manusia, yaitu bidang pendidikan dan kesehatan. Kedua bidang tersebut merupakan indikator kualitas anak yang ditentukan seberapa banyak alokasi investasi yang diberikan.

Menurut Becker (1991 dalam Curtis dan Phipps 2000) children’s well being pada dasarnya tergantung pada keputusan investasi yang dilakukan oleh orang tua mereka. Pendekatan ini mengandaikan masing-masing individu hidup dalam dua periode yaitu masa kanak-kanak dan masa dewasa. Utility orang tua pada saat ini dianggap sebagai fungsi dari konsumi saat ini dan child’s income pada waktu yang akan datang:

dimana c1 adalah adult consumption saat ini dan I2 adalah child’s income pada

waktu yang akan datang ketika anak sudah dewasa. Ketika anak menjadi dewasa maka utilitasnya akan menjadi:

Becker beranggapan bahwa orang tua mengalokasikan sumberdaya antara personal consumption saat ini dengan investasi di masa mendatang untuk anak mereka agar dapat memaksimalkan parent’s utility saat ini. Maksimisasi utility tergantung dari keterbatasan pendapatan yang ada, dan perbandingan harga dari barang konsumsi dengan investasi pada anak. Childen’s well being pada masa yang akan datang tergantung seberapa banyak orang tua melakukan investasi kepada anak-anak pada saat ini. Investasi pada anak berarti melakukan pengeluaran untuk skill, kesehatan, belajar, motivasi, credentials, dan

u2= U(c2, I3)

(33)

karakteristik-karakteristik lainnya. Prediksi dari kerangka ini adalah bahwa pendapatan anak akan bergantung pada pendapatan orang tua (secara positif) dan jumlah anak dalam keluarga (secara negatif), karena bertambahnya anak berarti mengurangi uang yang dialokasikan kepada setiap anak.

Investasi kepada anak tidak hanya bersifat material, akan tetapi berupa non material yaitu waktu. Leibowitz (1974) menambahkan gagasan bahwa investasi kepada anak juga tergantung pada kuantitas dan kualitas waktu orang tua yang diberikan kepada anak tidak berbeda dengan investasi material. Sebenarnya Leibowitz menjelaskan bahwa income merupakan penghasilan atas stock of human capital dimana tergantung dari empat sumber dari capital, yaitu home investment (mencakup kuantitas dan kualitas waktu dan barang), measured ability (IQ), final schooling level, dan postschool investment. Menurut Leibowitz karakteristik genetik orang tua berhubungan dengan ability anak (IQ). Karakteristik genetik orang tua menentukan sifat menurun pada anak. Sumbangan genetik dan pendidikan orang tua menentukan kuantitas dan kualitas waktu untuk anak. Pendapatan keluarga mempengaruhi kuantitas dan kualitas waktu dan barang. Home investment bersama dengan heredity menentukan human capital (IQ). Final schooling level ditentukan oleh family income dan ability (IQ). Pendidikan orang tua (ibu) berpengaruh baik secara langsung maupun melalui heredity pada schooling level Begitu juga pendidikan ibu secara signifikan berhubungan dengan IQ.

Curtis dan Phipps (2000) membuktikan bahwa parental time berkorelasi dengan child outcome, khususnya pada keberhasilan sekolahnya. Parental time disini dirinci kedalam bentuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah (PR), membacakan untuk anak, mengajak tamasya, memberikan dukungan pada aktivitas sekolah ( pekerjaan rumah dan sekolah, mengantar sekolah, mengikuti piknik sekolah bersama anak).

Kuantitas – Kualitas

(34)

pilihan fertilitas yang menekankan pada family size. Ada lima hal yang perlu diperhatikan agar dapat menentukan family size secara benar:

1. Ukuran keluarga akan lengkap jika mempertimbangkan fecunditas perempuan sehingga merupakan jumlah anak yang dibesarkan hingga dewasa.

2. Anak merupakan barang yang dihasilkan oleh rumah tangga yang membutuhkan kombinasi parental time dan barang yang dibeli.

3. Fokus pada waktu ibu dikarenakan pada kenyataannya mayoritas waktu untuk melahirkan dan membesarkan anak ada pada ibu

4. Adanya kepuasan yang diterima oleh orangtua dari child service. Child service merupakan aliran service dari anak yang dinikmati oleh orangtua pada tiap-tiap tahun yang berasal dari anak-anak mereka.

5. Child service berasal dari dua komponen anak, yaitu jumlah anak dalam keluarga dan human capital yang diterima oleh masing-masing anak. Perbedaan ini perlu dilakukan karena pengeluaran untuk anak meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan. Dipihak lain, bertambahnya jumlah anak maka akan meningkatkan penggunaan waktu dan uang untuk anak. Oleh karena itu, anak yang memiliki human capital yang lebih banyak akan memberikan aliran child services yang lebih besar, dan orang tua lebih bahagia jika anak-anak mereka sehat, berpendidikan, berketrampilan, kecukupan pangan, pakaian, dan tinggal dalam rumah yang layak.

Permintaan jumlah anak merupakan komponen dari permintaan child services dan mengabaikan hal ini akan menghilangkan aspek penting dari perilaku fertilitas. Child services tersebut dapat diwujudkan dalam notasi:

Notasi tersebut menunjukkan bahwa kuantitas child services yang diproduksi dan dinikmati oleh orangtua (C) merupakan hasil produksi dari jumlah anak (N) dan human capital untuk per anak (Q). Kemudian anggapan dalam model fertilitas yang sederhana adalah kedua orangtua memperoleh kepuasan dengan memproduksi dan mengkonsumsi dua barang, yaitu child services dan parental

(35)

services. Jumlah parental services dilambangkan dengan S. Dengan demikian preferensi kedua orangtua ditampilkan dalam fungsi utility sebagai berikut:

Banyak penelitian memfokuskan kepada masalah preferensi orang tua terhadap kuantitas dan kualitas anak. Penelitian-penelitian tentang kuantitas dan kualitas anak tersebut mempunyai fokus sendiri-sendiri seperti: kajian tentang hipotesa kuantitas dan kualitas anak di negara-negara berkembang (Martina 1996); investasi pada anak dalam keluarga pedesaan di Indonesia (Hartoyo 1998); kuantitas dan kualitas pengasuhan anak (Lundholm & Ohlsson 2000); kuantitas dan kualitas sekolah (Handa & Simler 2000); struktur keluarga, fertilitas dan kualitas anak (Ribero 2000); investasi kepada anak (Brown & Flinn 2002); kuantitas versus kualitas: pengaruh ukuran keluarga terhadap sekolah (Millimet 2003); pengaruh family size terhadap investasi pada kualitas anak (Caceres 2004); kuantitas – kualitas: pengaruh positif dari ukuran keluarga terhadap kelulusan sekolah (Qian 2005); dan trade off kuantitas dan kualitas (Millimet & Wang 2005).

Pendidikan Anak Sebagai Bentuk Investasi

Pandangan para ahli ekonomi terhadap pendidikan adalah sebagai bagian dari investasi terhadap sumberdaya manusia (Bryant 1990; Schultz 1961&1974; Febrero&Schwartz 1995). Pendidikan dikatakan sebagai investasi karena investasi pada hakekatnya adalah pengorbanan di masa kini untuk memperoleh keuntungan di masa depan; sedang pendidikan itu sendiri harus melibatkan suatu bagian waktu, yang tentu saja mengurangi kesempatan untuk menghasilkan yang lain (Fadjri 2000). Selain itu pendidikan sendiri merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Sistem Pendidikan Nasional 1994). Dimana setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Oleh karena itu pendidikan menjadi salah satu sasaran utama dalam pembangunan nasional.

(36)

Sistim pendidikan nasional menyebutkan adanya penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan. Jalur pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional. Sedangkan pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan. Dan pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan. (Sistem Pendidikan Nasional, 1994). Pendidikan keluarga tersebut dapat disebut juga sebagai sosialisasi keluarga terhadap anak.

Menurut Bryant (1988) alasan utama melakukan investasi human capital melalui pendidikan formal adalah untuk meningkatkan pendapatan mereka di masa datang dan juga untuk meningkatkan kemakmuran mereka. Bahkan dikemukakan bahwa tambahan pendidikan akan meningkatkan produktivitas individu di pasar tenaga kerja, dan para pekerja menerima upah yang lebih tinggi dengan pendidikannya yang lebih tinggi.

(37)

investasi human capital terhadap perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki sehingga masyarakat dan orang tua menurunkan jumlah investasi seperti itu.

Becker (Becker 1993 diacu dalam Yueh 2001) mengembangkan model tiga periode sebagai formulasi lebih lanjut dari keputusan investasi orang tua pada children’s human capital. Becker menentukan investasi tersebut dengan peragaan fungsi utility baik orang tua maupun anak dipengaruhi dengan altruism dan rasa bersalah. Yueh (2001) mengetengahkan tiga model investasi orang tua pada anak dengan mempertimbangkan dua rates of return, yaitu personal rate of return dan family rate of return. Pertama, personal rate of return, orang tua akan menginvestasikan lebih banyak resources pada anak dengan return yang lebih besar. Adanya diskriminasi dalam pasar tenaga kerja akan membedakan rates of return childrens’s human capital dan orang tua akan secara menginvestasikan sedikit kepada anak yang akan memberikan returns lebih rendah. Pertimbangan adanya perbedaan penerimaan gaji akan menurunkan return dari pendidikan anak perempuan dan orang tua akan menginvestasikan sedikit pada human capital anak perempuan. Kedua, familial rate of return, orang tua mempertimbangkan adanya transfer ketika pensiun. Familial rate of return didasarkan pada rate of return dari transfer yang diharapkan kepada orang tua ketika mereka pensiun dan ini merupakan bagian dari pendapatan keluarga anak mereka di masa yang akan datang. Akan tetapi faktor lain mempengaruhi keputusan investasi apabila transfer dilakukan oleh keluarga anak di masa mendatang daripada anak itu sendiri, karena ada potential return investasi yang lebih besar pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki berdasarkan pendapatan keluarga anak di masa mendatang.

(38)

Penemuan ini diartikan sebagai penolakan terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa pilihan pada tenaga kerja anak merupakan pertimbangan orang tua untuk memperoleh kepentingan atau tujuan orang tua itu sendiri. Penelitian ini relevan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa keluarga bersifat altruistic dalam melakukan investasi terhadap anak.

Kajian Yueh (2001) menghasilkan adanya perbedaan investasi human capital berdasarkan gender dan tidak bersifat altruistic. Sedangkan kajian Bhalotra (2004) menunjukkan bahwa investasi human capital oleh orangtua kepada anak adalah altruistic. Namun, kajian lain tentang motive investasi human capital terhadap anak berdasarkan gender memberikan hasil tidak adanya perbedaan investasi (Kevane & Levine 2003). Kevane & Levine melakukan penelitian di negara sedang berkembang, Indonesia. Mereka mencoba mengetahui pengaruh perkawinan yang dilakukan dengan investasi yang dilakukan oleh orang tua. Mereka menduga bahwa anak perempuan mendapatkan investasi lebih rendah daripada anak laki-laki. Perkawinan tersebut menjadikan investasi yang diberikan kepada anak perempuan pada akhirnya diperoleh pada pihak keluarga laki-laki, sehingga tidak perlu menginvestasikan banyak kepada anak perempuan. Namun pada kenyataannya ditemukan sedikit bukti adanya preferensi anak laki-laki di daerah virilocal dan ini konsisten dengan bukti lain tidak adanya preferensi anak laki-laki secara sistematis di Indonesia. Juga berdasarkan data Indonesian Family Life Survey tidak ditemukan adanya hubungannya yang kuat antara virilocality dengan perbedaan investasi atau perlakuan terhadap anak perempuan.

Dengan demikian kajian ekonomi menunjukan adanya beberapa interest berkenaan dengan preferensi anak hubungannya dengan investasi yang akan dilakukan oleh keluarga. Di satu pihak investasi dilakukan kepada anak tanpa ada preferensi akan tetapi lebih pada sisi altruistic, namun di sisi lain dikarenakan pertimbangan pada kepentingan atau tujuan orangtua.

Alokasi Waktu Orang Tua Untuk Perkembangan Anak

(39)

work dan public work membawa konsekuensi terjadinya perbedaan alokasi waktu antara wanita dan pria dalam dunia publik dan domestik. Oleh karena itu dapat dilihat pula perbedaan penggunaan waktu antara wanita dan pria dalam rumah tangga. Hasil survey penggunaan waktu antara tahun 1970 – 1990 menunjukkan bahwa rata-rata alokasi waktu perhari dalam keluarga untuk wanita adalah 0.52, sedangkan pria sebanyak 0.2 (Klevmarken dan Stafford 1997). Hal tersebut menunjukkan bahwa wanita jauh lebih banyak dibandingkan dengan pria dalam hal mengalokasikan waktu untuk keluarga, khususnya dalam perawatan anak.

Alokasi waktu yang lebih banyak tersebut memang sesuai dengan peran wanita dalam keluarga. Peranan wanita dapat diperinci atas tiga peranan, yaitu: a) sebagai penyumbang tenaga rumah tangga, b) sebagai pengatur rumah tangga dan pengambil keputusan, c) di luar rumah tangga sebagai pendukung beragam lembaga/organisasi sosial ekonomi dan politik yang ada di dalam masyarakat. (Sajogyo 1983).

Guhardja (1992) mengemukakan bahwa pekerjaan rumahtangga adalah pekerjaan yang dilakukan dalam rumahtangga dan berhubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup anggotanya (barang maupun jasa), mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaannya sehingga kebutuhan yang diidentifikasikasi sebagai kebutuhan pangan maupun non-pangan dapat terpenuhi. Fungsi pekerjaan rumahtangga sebagai penghasil barang dan jasa maka pekerjaan rumahtangga sesungguhnya merupakan kegiatan produktif yang dilakukan oleh anggota rumahtangga itu sendiri atau oleh orang yang dipekerjakan sebagai pelaksana pekerjaan rumahtangga sehari-hari yang dikenal sebagai pembantu rumahtangga atau pramuwisma. Pekerjaan rumahtangga tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis pekerjaan antara lain:

1. menyediakan makanan dan keperluan yang berhubungan dengan makanan tersebut

2. memenuhi kebutuhan non-makanan:

3. mengasuh dan merawat serta mendidik anak

(40)

untuk melakukan pekerjaan dengan upah. Household work mencakup semua penggunaan waktu per minggu untuk kegiatan household production seperti: memasak, mencuci, merawat halaman, merawat anak, merawat anggota keluarga yang sakit, kegiatan perencanaan dan belanja serta kegiatan pengelolaan rumah tangga lainnya. Leisure time merupakan waktu yang tidak digunakan untuk market work maupun household work.

Dengan adanya status sosial ekonomi yang berbeda antara rumah tangga yang satu dengan lainnya, maka dimungkinkan ada relevansinya dengan tiga kategori alokasi waktu rumah tangga. Status sosial ekonomi keluarga tinggi (lapisan atas) maka wanita cenderung mengalokasikan banyak waktu untuk kepentingan rumah tangga. Lapisan tengah mengalokasikan waktu untuk bekerja sehingga waktu wanita dalam rumah tangga berkurang. Pada lapisan bawah, pola nafkah ganda merupakan strategi untuk bertahan hidup. Wanita dalam keluarga lapisan bawah cenderung mengalokasikan banyak waktu untuk mencari nafkah, sehingga waktu yang dialokasikan untuk keluarga berkurang. Dengan demikian dapat diketahui taraf alokasi wanita dalam tiga kategori alokasi terlebih berkaitan dengan alokasi waktu terhadap anak, semakin tinggi lapisan sosial ekonomi keluarga maka semakin tinggi curahan waktu untuk keluarga.

(41)

menikah sekitar lebih 1.500 jam dibandingkan dengan suami menikah tidak bekerja berkulit putih.

Waktu kerja ibu di luar rumah tangga mempunyai kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga begitu juga terhadap kualitas anak. Conger (dalam Robert 1999) mengemukakan bahwa keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Ia menggunakan sampel anak-anak dewasa di pedesaan Amerika. Hasil yang ditemukan bahwa permasalahan ekonomi keluarga mempengaruhi kemampuan akademis mereka. Bahkan tanpa dengan memperhatikan variabel pendidikan orang tua ditemukan hasil adanya hubungan langsung antara tekanan ekonomi dan prestasi rata-rata mereka.

Pembagian alokasi waktu dalam rumah tangga tidak lepas dari gender. Susan Losh-Hesselbart (Sussman dan Steinmetz 1988) mengemukakan bahwa di dalam rumah tangga wanita mempunyai peran instrumental dan pria mempunyai peran ekspresif. Selama kegiatan wanita tercurahkan pada kegiatan rumah tangga dan pria pada kegiatan bekerja di luar rumah, maka alokasi waktu untuk mengelola rumah tangga tidaklah terganggu. Akan tetapi terserapnya wanita dalam dunia kerja menjadikan waktu yang dialokasikan untuk kegiatan instrumental (rumah tangga) menjadi kegiatan kerja berupah. Piotrkowski et al (Sussman dan Steinmetz 1988) dalam kajiannya tentang families and work mengetengahkan bahwa waktu yang dialokasikan dalam kerja berupah merupakan waktu yang tidak dialokasikan untuk melaksanakan fungsi-fungsi keluarga dan juga tidak untuk anggota keluarga. Pemisahan yang berhubungan dengan kerja melibatkan ketiadaan kontak tatap muka antara anggota keluarga. Waktu juga merupakan sumberdaya penting yang digunakan keluarga menyelesaikan tugas-tugas keluarga dan juga menjaga solidaritas keluarga.

(42)

yang mengalami keterbatasan peran. Beberapa kajian telah menemukan bahwa jumlah waktu kerja berkaitan dengan konflik keluarga dan kerja dengan kesulitan mengatur aktivitas pribadi dan keluarga.

Ilahi (2000) meninjau perbedaan region dan rural-urban menemukan distribusi waktu berdasarkan gender, namun alokasi waktu pria dan wanita tersebut sebagai respon terhadap tekanan-tekanan dan insentif-insentif ekonomi. Apakah pasar tenaga kerja dan barang-barang ada atau tidak mempunyai pengaruh yang penting sebagai penentu apakah pria dan wanita merubah alokasi waktu mereka sebagai respon terhadap perubahan-perubahan dari luar dalam lingkungan mereka. Sebagai contoh, efek –efek perubahan komersialisasi pertanian pembedaan gender tersebut terhadap penggunaan waktu beragam menurut bagaimana fungsi tenaga kerja yang baik dan pasar barang-barang. Dengan demikian perubahan ekonomi yang meningkatkan akses individu ke pasar tenaga kerja, barang-barang, kredit, asuransi dan day-care pasti akan menurunkan kebutuhan penggunaan sumberdaya waktu perempuan sebagai buffer. Disebutkan juga bahwa pemanfaatan waktu dan kemiskinan sangatlah berkaitan. Rumahtangga miskin menunjukkan adanya beban kerja yang tinggi yang harus ditanggung oleh wanita. Beban kerja ini akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan rumahtangga karena tersedianya lapangan kerja.

(43)

Tinjauan Education Paradigm

Pendidikan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya mansia. Pendidikan secara umum mencakup pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal (UURI No 20/2003 Sisdiknas). Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Dan dalam undang-undang tersebut ditambahkan juga adanya pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan Formal dan Non-formal

Pada awal mula istilah school dalam bahasa Latin mempunyai arti leisure atau recreation (Giddens 1993). Arti tersebut masih relevan untuk tahap pendidikan taman-kanak-kanak (TK) sebagai tahap persiapan memasuki pendidikan dasar. Meskipun demikian di tingkat persiapan tersebut sudah dikenalkan juga baca tulis dan menghitung. Pada tahap ini anak diberi pelajaran yang dapat mengasah psikomotorik, afektif, dan cognitifnya. Namun semakin tinggi tingkat pendidikan maka tidak sekedar leisure dan rekreasi, akan tetapi semakin dituntut pada penguasaan ilmu dan teknologi yang beraneka ragam sesuai dengan jamannya. Kemampuan tersebut tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal akan tetapi juga dilengkapi dengan pendidikan nonformal sehinga akan menyempurnakan kinerja individu di kemudian waktu.

(44)

keluarga, lingkungan pendidikan (sekolah dan para guru) dan masyarakat. Keluarga menyediakan segala kebutuhan materi dan non materi untuk keberhasilan pendidikan anak. Para guru mengasah ketrampilan, ilmu dan teknologi dan juga moral. Masyarakat merupakan ajang belajar dan praktek dari penguasaan ilmu serta teknologi. Sumberdaya berkualitas ini diharapkan dapat menjadi faktor pendorong pembangunan nasional. Dan secara individual memberikan kontribusi kesejahteraan di masa mendatang.

Pendidikan dianggap juga sebagai upaya untuk meraih kesetaraan sosial. Para ekonom pendidikan senantiasa menyampaikan gagasan bahwa perkembangan pendidikan secara alami akan mengurangi ketimpangan pendapatan (Boudon 1977). Namun pada kenyataannya pendidikan itu sendiri secara tidak langsung menciptakan ketimpangan sosial. Peningkatan waktu untuk pendidikan tidaklah mengurangi ketimpangan sosial akan tetapi justru meningkatkan ketimpangan ekonomi. Dengan demikian pendidikan menjadi modal utama untuk melakukan persaingan dalam angkatan kerja sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan individu.

Akan tetapi partisipasi anak ke dalam dunia pendidikan tersebut ditentukan oleh latar belakang keluarga. Finnie et al (2004) menemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga dengan pendidikan orang tua yang tinggi memiliki partisipasi yang tinggi, sebaliknya anak yang berasal dari keluarga dengan pendidikan orang tua semakin rendah maka partisipasi dalam dunia pendidikan juga semakin merendah. Tipe keluarga juga berpengaruh terhadap tingkat partisipasi anak kedalam dunia pendidikan. Anak yang berasal dari keluarga lengkap cenderung menunjukkan angka yang meningkat dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga tunggal.

Latar belakang keluarga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas anak dalam hal keberhasilan pendidikannya. Sparkers (1999) menganggap bahwa keberhasilan pendidikan yang dicapai oleh anak tergantung juga dari latar belakang keluarga atau faktor-faktor bukan sekolah. Faktor-faktor tersebut adalah:

(45)

• Ekonomi Sosial: pendapatan rendah, orang tua tidak bekerja, klas sosial (pekerjaan orang tua) dan lingkungan tempat tinggal yang padat;

• Pendidikan dan ketrampilan orang tua;

• Struktur keluarga: family size, orang tua tunggal, tempat penitipan anak; • Etnisitas/bahasa: kelompok etnis, berbahasa Inggris;

• Lainnya: kepentingan orang tua/keterlibatan/latihan-latihan.

Dari sisi lembaga pendidikan maka kinerja sekolah berpengaruh terhadap prestasi anak. Artinya sekolah yang berkualitas akan menghasilkan output siswa yang berkualitas (Lloyd 2001; Bacolod and Tobias 2003). Lloyd (2001) menemukan bahwa kualitas sekolah (jam belajar, bahan pelajaran, kualitas guru, dinamika klas, perlakuan guru dam sikap guru) berhubungan dengan tingkat pencapaian prestasi siswa. Sedangkan Bacolod and Tobias (2003) menemukan adanya hubungan antara kualitas sekolah dengan prestasi akademik siswa. Fasilitas minimal pada sekolahan memberikan kontribusi pada prestasi belajar siswa. Fasilitas dasar minimal yang harus dimiliki sekolahan adalah fasilitas listrik, ukuran klas, dan program pelatihan guru.

Proses pendidikan dapat dikatakan sebagai adanya input yang diolah dalam lembaga pendidikan dan menghasilkan output. Proses tersebut melibatkan lingkungan keluarga, karakteristik anak didik, dan lingkungan sekolah sebagai unsur yang menentukan kualitas output siswa. Sekolah memang merupakan ajang untuk transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Latar belakang keluarga memberikan dukungan baik materiil maupun non materi untuk anak dalam mengikuti proses pendidikan. Sedangkan karakteristik anak didik mencakup jenis kelamin, prestasi sebelumnya dan tingkat kecerdasan.

(46)

bentuk inflasi pendidikan dikarenakan perbandingan kuantitas dan kualitas output pendidikan yang semakin bertambah sementara penyerapan tenaga kerja terbatas sehingga dibutuhkan persyaratan sertifikasi pendidikan yang semakin tinggi untuk pekerjaan tertentu.

Pendidikan Informal dan Usia Dini

Pendidikan informal dan usia dini tidak dapat dipisahkan. Pada hakekatnya pendidikan informal berlangsung dalam lingkungan keluarga, begitu juga dengan pendidikan usia dini. Pendidikan dalam lingkup keluarga ini dapat dikatakan sebagai bentuk sosialisasi keluarga kepada anak. Sosialisasi tersebut mencakup berbagai dimensi seperti: psikomotorik, afektif, dan cognitif. Sosialisasi psikomotorik merupakan pelatihan gerak agar dapat melakukan kegiatan mandiri. Sosialisasi afeksi merupakan pelatihan yang menumbuhkan perkembangan emosi anak secara positif. Dan sosialisasi cognitif merupakan pengenalan pengetahuan secara umum termasuk etika sesuai dengan perkembangan usianya.

Pendidikan keluarga tersebut dapat dikatakan melengkapi pendidikan formal Nordblom (2001) menganggap bahwa pendidikan dalam keluarga dapat melengkapi dari pendidikan formal karena mencakup kebutuhan waktu dan barang-barang, usaha-usaha untuk mengajari kebiasaan-kebiasaan anak, membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah, membeli komputer, atau mengirim untuk mengikuti pendidikan bahasa. Begitu juga masalah kesehatan dan aspek fisik lainnya serta makanan bergizi dan obat merupakan hal yang penting untuk human investment.

(47)

Sumberdaya tersebut ditransfer oleh orang tua kepada anak melalui pendidikan dalam keluarga. Hasil dari transfer tersebut ditunjukkan dalam peran yang ditampilkan anak dalam keluarga tersebut. Peran tersebut dapat dilakukan secara baik hanya jika anak mempunyai kondisi fisik yang sehat, memiliki kecerdasan intelektual maupun emosional. Kesemua faktor tersebut memberikan dukungan terhadap segi psikomotorik, afeksi, dan kognitif anak yang diwujudkan dalam peran anak dalam keluarga.

Tinjauan Sumberdaya Keluarga

Household resources dapat diartikan sebagai sumber dari kekuatan, potensi, dan kemampuan untuk mencapai suatu manfaat atau tujuan. Menurut Bryant (1990) household resources dapat dipilah ke dalam human resources dan physical resources. Human resources mencakup time, skill, dan energy dari setiap anggota rumah tangga. Physical resources mencakup financial resources yang dapat diurutkan dari yang most liquid sampai dengan yang less liquid. Sumber daya yang most liquid berupa cash, sedangkan yang less liquid berupa credit line, saving accounts, saham, surat obligasi, mobil, rumah, dan tanah.

Dengan maksud yang sama Deacon (tanpa tahun) juga mengemukakan bahwa resources mencakup human resources dan material resources. Human resources merupakan segala sesuatu yang diberikan pada orang yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Human resources menunjukkan personal characteristic seperti cognitive insights, psychomotoric skill, affective attributes, health, energy, dan time. Material resources merupakan nonhuman means untuk mencapai tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan. Material resources mencakup consumption good, housing, household capital, physical energy, money, dan investments.

(48)

pribadi/personal dan ciri-ciri interpersonal. Ciri-ciri pribadi adalah semua pengetahuan (cognitve), perasaan (affective) dan ketrampilan (psichomotoric). Selain itu, ciri-ciri pribadi mencakup juga enerji manusia, status kesehatan, bakat, tingkat intelegensia, minat dansensitivitas (kepekaan) Sedangkan ciri-ciri interpersonal sumberdaya manusia adalah jalinan hubungan natar manusia dalam membentuk suatu kerjasama gotong royong atau keintiman, keterbukaan/ketertutupan antar personal dalam kaitannya dengan pengembangan. Aspek koginitf menyangkut nilai-nilai dalam hal jangkauan/penguasaan pengetahuan dimana mengenal tahapan-tahapan, yaitu: mengetahui, memahami, menganalisa, mensintesis, dan mengevaluasi. Aspek afektif lebih berhubungan dengan sisi subyektif. Afektif merupakan ciri pribadi yang tampak sebagai sumberdaya dalam hubungan antara personal dan dalam penggunaan sumberdaya materi (non manusia). Ada tiga spek pribadi dalam afeksi, yaitu: sikap, perasaan, dan ciri-ciri pribadi (baik hati, lapang dada, pemurah, dan bertanggung jawab). Sedangkan aspek psikomotorik adalah sumberdaya yang berupa kekuatan gerak fisik untuk mengerjakan suatu pekerjaan serta kemampuan untuk menggunakan peralatan, seperti: mencangkul, menyopir traktor, memperbaiki alat, memasak, dan mencuci pakaian, serta lain-lainnya.

Gambar

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran
Tabel 2  Populasi siswa sekolah contoh berdasarkan jenis kelamin
Gambar 2  Diagram pengambilan sampel.
Gambar 3  Bagan lokasi pengambilan sampel dan jumlah sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Following the successful first International Symposium on Spatiotemporal Computing held in July 2015 (ISSC’2015) at George Mason University, Fairfax, VA, the second International

Variabel suku bunga (SBI) memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks ASEAN 5, hal ini dikarenakan SBI merespon positif guncangan yang diberikan dirinya sendiri,

Pada perangkat analisis yang dikembangkan, data propulsi roket diperlukan sebagai parameter untuk perhitungan gaya dan momen aero- dinamika.. Dalam simulasi,

Opini audit going concern yang telah diterima auditee pada tahun sebelumnya akan menjadi faktor pertimbangan yang penting bagi auditor dalam mengeluarkan opini audit going

Judul Skripsi : Uji Efektifitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan Metarrhizium anisopliae (Metch) Sorokin Terhadap Chilo sacchariphagus

Dengan demikian apapun bentuk yang dilakukan oleh sikap manusia untuk mempertahankan, memperbaharui atau memurnikan tradisi agama, tetap saja harus dipandang

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala ruang dan

Menurut Syakir dan Dhalimi (1996), penggunaan setek panjang 5 – 7 ruas tidak efisien dalam penggunaan bahan tanam serta tingkat resiko kematian cukup besar. Penggunaan setek pendek