• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi di dalam sekolah lapang padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi di dalam sekolah lapang padi"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI DI DALAM SEKOLAH LAPANG PADI

(Kasus di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat. Kota Bogor)

NURHAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini menyatakan sebenar-benarnya bahwa tesis yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Di Dalam Sekolah Lapang Padi

(Kasus di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) adalah

benar merupakan hasil karya dan hasil penelitian saya sendiri, dengan

pembimbingan dari komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi dan data

yang digunakan adalah berasal atau dikutip dari penulis lain yang telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka secara jelas dan dapat diperiksa

kebenarannya.

Bogor, Februari 2011

Nurhayati

(3)

NURHAYATI. Factors Influencing Communication Effectiveness in Field School of Integrated Crop Management of Rice: A case study in Cikarawang Village, Bogor Barat Sub-district, Bogor City. Under supervision of AIDA VITAYALA S. HUBEIS and SUTISNA RIYANTO.

A study was carried out to analyze the relationships among influencing factors to communication effectiveness in socialization of technological innovation in conducting the program of Field School of Integrated Crop Management of Rice, in Cikarawang Village, Bogor Barat Sub-district, Bogor City. Data were collected using questionnaire method, and then analyzed using τ - Kendal descriptive method. The results of the study showed that the factor of field guide characteristic had a significant correlation with the communication participation of farmer. The field guide characteristics also had a significant correlation with the technological innovation characteristic (i.e. trialibility and observability). Some elements of farmer characteristics (i.e. age and experience) significantly correlated with the communication participation of farmer. However, all elements of communication channels (type of media and place and time suitability) were not correlated with the communication participation of farmer. This could be due to the absence of other type of media, other than the direct communication (meeting, discussion and field practice). Farmer participation to the main activities of the field school program (PRA, meeting, discussion and field practice) significantly correlated with the knowledge enhancement (cognitive) and with the attitude change tendency (affective) of program-involved farmers. However, the communication participation of farmer was not correlated with the action of program-involved farmers to apply technological innovation of the field school. In other words, although program-involved farmers had obtained enough knowledge and had tendency to choose technological components in the field school program, but in general they had not yet applied optimally the components.

(4)

Dalam Sekolah lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi. Kasus di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan SUTISNA RIYANTO.

Teknologi pertanian khususnya teknologi padi telah banyak dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, namun demikian fakta lapangan menunjukkan teknologi tersebut belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh petani ( BBP2TP 2008). Dua tahun terakhir ini Departemen Pertanian telah meluncurkan suatu program percepatan adopsi teknologi khususnya untuk komoditas strategis (padi, jagung dan kedelai) dalam rangka mengantisipasi pemenuhan kebutuhan pangan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Program tersebut diperkenalkan dengan nama Sekolah Lapang – Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Panduan SL-PTT Deptan 2008).

SL-PTT merupakan program pembelajaran dan penyuluhan yang dilaksanakan di tingkat petani, dimana keseluruhan prosesnya berlangsung di lapangan (pada lahan pertanian yang dikelola oleh petani). Keberhasilan program SL-PTT sangat bergantung pada efektivitas komunikasi yang terjadi antara pemandu lapang sebagai pembawa/sumber pesan (source) dan petani sebagai penerima pesan (receiver). Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji efektivitas komunikasi dalam mengarahkan perubahan perilaku petani dalam SL-PTT Padi, (2) menganalisis hubungan partisipasi petani dalam SL-PTT Padi dengan efektivitas komunikasi, (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi petani dalam SL-PTT padi.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kuantitatif dengan metode survai. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan bertempat di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Sumber data primer diperoleh dari 30 responden yang diambil secara random. Analisis data yang digunakan adalah analis statistik deskriptif dan inferensia. Sedangkan untuk menentukan hubungan antar peubah (analisis korelasi) digunakan uji τ-Kendal.

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

(6)

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI

(Kasus di Kelurahan Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

NURHAYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Tanaman Terpadu Padi (kasus di Kelurahan

Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat. Kota Bogor)

Nama Mahasiswa : Nurhayati

Nomor induk : I 352 080 151

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ir. Sutisna Riyanto, MS Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

Puji syukur kekhadirat Allah SWT, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Tesis yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi di

dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi (kasus di Kelurahan

Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor). Harapan dan doa dipanjatkan

semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada peneliti, pengambil

kebijakan dan masyarakat petani.

Penelitian ini dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian terhadap masih

minimnya adopsi teknologi yang dihasilkan lembaga-lembaga penelitian pertanian

oleh masyarakat petani serta menggambarkan betapa pentingnya peran seorang

penyuluh pertanian dalam mengkomunikasikan transfer teknologi pertanian yang

dihasilkan selama ini.

Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Aida Vitayala S. Hubeis. selaku ketua komisi

pembimbing dan Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS. sebagai anggota komisi

pembimbing yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari

tahapan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku penguji luar komisi yang

banyak memberi masukan dan saran. Begitu pula kepada Bapak Dr. Ir. Djuara P.

Lubis, MS penulis menyampaikan terima kasih atas saran dan masukannya.

Ungkapan terima kasih kepada suamiku tercinta, kedua anakku tersayang,

Magfirah Sandi Pratama Puteri dan Muhammad Mulqan Amin Saputera atas

pengertian dan kesabarannya yang senantiasa menyemangati penulis. Begitu juga

Ayahandaku, kakakku dan adik-adikku, terima kasih telah memberikan dukungan

dan doanya.

Tak lupa penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Bapak Prof. Dr. Abdurachman Adimihardja MSc, dan Dr. Arivin Rivaie, MSc,

yang memberikan rekomendasi melanjutkan S2 di IPB. Terima kasih yang tak

terhingga kepada Bapak Rachmat Hendayana MS yang selalu menyemangati dan

(10)

Pada lembaran ini pula peneliti menyampaikan permohonan maaf kepada

semua pihak atas segala kesalahan dan kehilafan baik dalam bentuk ucapan

maupun tindakan.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi pembangunan pertanian pedesaan di Indonesia.

Bogor, Pebruari 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan pada

tanggal 17 Januari 1965 sebagai anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan

M. yunus Nyomba dan Saenab Senga. Tahun 1971 memulai pendidikan pada SD

Bontokapetta Maros . Enam tahun kemudian, tepatnya Tahun 1978 melanjutkan

pendidikan ke SMP Satu Maros. Pada Tahun 1981 melanjutkan ke SAKMA

(Sekolah Analis Kimia Makassar). Tahun 1985 menjadi pegawai negeri sipil pada

Pusat Penelitian Tanah Bogor dengan penempatan Stasiun Penelitian Tanah

Maros, selanjutnya memperoleh tugas belajar di Akademi Kimia Analis (AKA)

Bogor pada Tahun 1987. Bertugas kembali di Maros Sulawesi Selatan Tahun

1991 sampai Tahun 2000. Pada tahun 1993 memperoleh gelar sarjana (S-1) pada

jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas 45 Makassar.

Sejak Tahun 2001 sampai 2005 bertugas di Puslittanak Bogor, dan Tahun

2006 hingga sekarang bertugas di Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian (BBP2TP), dengan biaya sendiri pada tahun 2008 penulis

melanjutkan studi ke jenjang magister pada Program Mayor Komunikasi

Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

(12)

Agama adalah tuntunan hidup. Ilmu adalah suluh kehidupan.

Hukum adalah rambu-rambu kehidupan. Komunikasi adalah urat nadi kehidupan.

“Komunikasi yang baik dapat menyelesaikan banyak masalah dalam interaksi kehidupan. Sebaliknya, komunikasi yang buruk dapat melahirkan konflik yang berkepanjangan”

(13)

Tesis ini kupersembahkan

Untuk :

Suamiku Komisaris Besar Polisi Dr. Nursamran Subandi, M. Si serta kedua anakku tercinta Magfirah Sandi Pratama Puteri dan Muhammad Mulqan Amin

Saputera.

(14)

Halaman

Efektivitas Komunikasi ... 10

Faktor-faktor Keefektivan Komunikasi ……… 16

Keefektivan Komunikasi SL-PTT Padi ... 19

Adopsi Inovasi ... 23

Tahap penyebaran inovasi ... 27

Partisipasi ... 28

Karakteristik Individu ... 30

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

Data dan Instrumentasi ... 38

Definisi Operasional ... 38

Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ... 46

Pengolahan dan Analisis Data ... 48

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum ... ... 51

Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51

Deskripsi SL-PTT Padi ... 55

(15)

xvi

Efektivitas Komunikasi ... 78

Partisipasi Komunikasi ... 85

Hubungan antara Efektivitas Komunikasi dengan Partisipasi Komunikasi ... 87

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Petani ... 90

Hubungan antara Karakteristik Pemandu Lapang dengan Prtisipasi Komunikasi……… . 90

Hubungan antara Karakteristik Inovasi dengan Partisipasi Komunikasi ... 92

Hubungan antara Saluran Komunikasi dengan Partisipasi Komunikasi ... 97

Hubungan antara Karakteristik Petani Dengan Partisipasi Komunikasi ... 98

KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

Kesimpulan ... 101

Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ……… 103

(16)

1. Koefisien Cronbach alhpa hasil uji coba kuesioner ... 48

2. Populasi Penduduk Desa Cikarawang, Bogor Barat menurut umur dan jenis kelamin (Oktober, 2009) ...

52

3. Sebaran penduduk Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga yang bekerja menurut mata pencaharian ...

53

4. Karakteristik petani (responden) ... 57 5. Distribusi pemandu lapang menurut penguasaan materi ... 61

6. Distribusi pemandu lapang menurut pengalaman ... 63

7. Distribusi pemandu lapang menurut kemampuan berkomunikasi 66

8. Distribusi responden menurut penilaian tentang keuntungan relatif paket teknologi SL-PTT padi ...

71

9. Distribusi responden menurut penilaian tentang kesesuaian komponen teknologi SL-PTT padi dengan kondisi petani dan lahan setempat ...

72

10. Distribusi responden menurut penilaian tentang tingkat

kerumitan dari komponen teknologi Sl-PTT padi ... 73

11. Distribusi responden menurut penilaian tentang kemudahan

untuk dicoba komponen teknologi SL-PTT padi ... 74

12. Distribusi responden menurut penilaian tentang kemudahan

untuk diamati dari komponen teknologi SL-PTT padi ... 76

13. Distribusi responden menurut intensitas komunikasi langsung

petani dengan pemandu lapang ... 77

14. Sebaran dan rataan skor efektivitas komunikasi SL-PTT padi .... 79

15. Distribusi responden menurut pemahaman tentang teknologi

SL-PTT padi ... 81

16. Distribusi responden menurut sikap tentang paket teknologi

SL-PTT padi ... 82

(17)

xviii

18. Distribusi responden menurut partisipasi komunikasi SL-PTT padi ...

85

19. Distribusi responden menurut frekuensi mengikuti kegiatan praktek lapang ...

86

20. Hubungan antara efektivitas komunikasi dengan partisipasi

komunikasi ... 87

21. Hubungan karakteristik pemandu lapang dengan partisipasi

komunikasi ... 90

22. Hubungan karakteristik inovasi teknologi dengan patisipasi

komunikasi ... 93

23. Hubungan saluran komunikasi dengan partisipasi komunikasi .... 97

(18)

Nomor Halaman

1. Universal komunikasi antar manusia (DeVito 1997) ... 7

2. Skema percepatan adopsi PTT dalam SL-PTT ... 19

3. Bagan alur pelaksanaan SL-PTT Padi ... 22

4. Tahap penyebaran inovasi (Rogers, 1981) ... 26

5. Kerangka pemikiran faktor efektivitas komunikasi di dalam SL-PTT padi ... 33

(19)
(20)

Nomor Halaman 1. Kuesioner Penelitian ………... 109

2. Uji validitas dan reliabilitas ……….. 127

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi pertanian khususnya teknologi padi telah banyak dihasilkan

oleh Badan Litbang Pertanian, namun demikian fakta lapangan menunjukkan

teknologi tersebut belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh petani (BBP2TP 2008).

Dua tahun terakhir ini Kementrian Pertanian telah meluncurkan suatu program

percepatan adopsi teknologi khususnya untuk komoditas strategis (padi, jagung

dan kedelai) dalam rangka mengantisipasi pemenuhan kebutuhan pangan yang

semakin meningkat dari waktu ke waktu. Program tersebut diperkenalkan dengan

nama SL-PTT, yaitu Sekolah Lapang – Pengelolaan Tanaman Terpadu (Suryana

dkk., 2008).

SL-PTT merupakan program pembelajaran dan penyuluhan yang

dilaksanakan di tingkat petani, dimana keseluruhan prosesnya berlangsung di

lapangan (pada lahan pertanian yang dikelola oleh petani). Hamparan sawah milik

petani peserta program PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) disebut hamparan

SL-PTT dan hamparan sawah tempat praktek sekolah lapang disebut laboratorium

lapang (LL). Pada setiap SL-PTT, petani akan dipandu oleh pemandu lapang yang

akan membantu petani dalam aplikasi teknologi pertanian yang dicanangkan

untuk dapat diadopsi oleh petani pada lahan pertanian yang mereka kelola. Pada

proses pembelajaran dan penyuluhan dimaksud diharapkan dapat terjadi

komunikasi dua arah (antara petani dan penyuluh) secara efektif, sehingga

pesan-pesan yang disampaikan oleh pemandu lapang kepada petani dapat diadopsi

secara optimal, sedangkan pemandu lapang dapat memperoleh informasi yang

tepat tentang kendala-kendala yang dihadapi petani di lapangan dalam aplikasi

teknologi dimaksud sebagai bahan masukan (umpan balik) untuk penyempurnaan

program di masa yang akan datang

Penerapan PTT Padi dirancang berdasarkan pengalaman penerapan

berbagai sistem intensifikasi padi yang pernah dikembangkan di Indonesia yang

mencakup pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman

(OPT), dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan

produktivitas, pendapatan petani, dan kelestarian lingkungan. Pada hakekatnya

(22)

partisipatif. Dimana Integrasi dalam implementasinya adalah mengintegrasikan

OPT, air, tanaman, sumberdaya lahan dan iklim agar mampu meningkatkan

produktivitas lahan dan tanaman sehingga dapat memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi petani. Interaksi adalah dimana pelaksanaannya

berlandaskan pada hubungan sinergis atau interaksi antara dua atau lebih

komponen teknologi. Dinamis PTT bersifat dinamis karena selalu mengikuti

perkembangan teknologi dan penerapannya disesuaikan dengan keinginan dan

pilihan petani. Oleh karena itu PTT selalu mencirikan spesifik lokasi. Teknologi

yang dikembangkan melalui pendekatan PTT senantiasa mempertimbangkan

lingkungan fisik, biofisik, iklim dan kondisi sosial ekonomi petani setempat. PTT

bersifat partisipatif, artinya membuka ruang bagi petani untuk memilih,

mempraktekkan, dan bahkan memberikan saran kepada penyuluh dan kepada

peneliti untuk menyempurnakan PTT, serta menyampaikan pengetahuan yang

dimiliki kepada petani yang lain.

Keberhasilan program SL-PTT sangat bergantung pada efektivitas

komunikasi yang terjadi antara pemandu lapang sebagai pembawa/sumber pesan

(source) dan petani sebagai penerima pesan (receiver). Dalam kaitan itu, perlu

dilakukan suatu kajian dan analisis untuk mengetahui apakah proses komunikasi

di dalam sekolah lapang mampu membuat suatu perubahan kognitif (cognitive

changes), afektif (affective changes) dan konatif (conative changes) pada petani

peserta program tersebut sehingga pada akhirnya mereka mampu mengadopsi dan

mengaplikasikan teknologi yang diperkenalkan dalam rangka pencapaian sasaran

utama yaitu peningkatan produktivitas dan kesejahteraan.

Perumusan Masalah

Tujuan utama pelaksanaan program Sekolah Lapang Pengelolaan

Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi yang telah dilaksanakan di setiap kabupaten di

seluruh Indonesia sejak tahun 2007 adalah meningkatkan produktivitas dan

pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi melalui pengelolaan

lahan, air, tanaman, OPT dan iklim secara terpadu (Suryana dkk., 2008).

(23)

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) di beberapa

lokasi di Jawa Barat menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam

diseminasi inovasi teknologi meliputi kendala-kendala pada aspek kelembagaan

penyuluhan, yaitu terbatasnya informasi teknologi yang diterima oleh penyuluh di

lapangan (Laporan Tim Diseminasi Teknologi Pertanian BBP2TP, 2009).

Hasil penelitian Djunaedi (2000) mengenai efektivitas komunikasi di

dalam program imbal swadaya di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara profil penerima dengan efektivitas

komunikasi. Sedangkan hasil penelitian Rangkuti (2007) tentang jaringan

komunikasi petani dalam adopsi inovasi teknologi pertanian menunjukkan bahwa

kondisi karakteristik petani mempunyai pengaruh nyata terhadap jaringan

komunikasi petani dalam proses adopsi inovasi teknologi traktor tangan untuk

pengolahan lahan sawah. Penelitian yang dilakukan oleh Zulvera (2002) tentang

efektivitas komunikasi dalam implementasi program SLPTH (Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu) menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara

keaktivan petani dalam proses belajar di SLPHT dengan kemampuan penyuluh

dalam melakukan komunikasi kepada petani. Hasil penelitian Astuti (2003)

tentang keefektivan komunikasi dalam pelaksanaan program penanggulangan

kemiskinan menyatakan adanya hubungan yang nyata antara faktor situasional

dengan keefektivan komunikasi, yaitu hubungan dalam persepi anggota terhadap

P4K, dukungan anggota terhadap kelompok P4K, dan kesesuaian syarat pinjaman

kepada anggota kelompok.

Hasil penelitian Muhammad et al. (2001) mengenai adopsi teknologi

pertanian (yang direkomendasikan) oleh petani sebagai indikator dari komunikasi

efektif Pemandu Lapang menunjukkan bahwa kesadaran petani terhadap teknologi

yang direkomendasikan di antara para responden sangat rendah, sehingga laju

adopsi teknologi tersebut sangat kecil. Secara umum, mereka yang peduli

terhadap rekomendasi tersebut, tingkatan adopsinya juga kecil. Hal ini

berimplikasi terhadap kurangnya kesadaran dari sebagian responden dan

merupakan alasan utama dari tidak diadopsinya rekomendasi tersebut. Gambaran

(24)

Hasil-hasil penelitian di atas secara garis besar menunjukkan bahwa

keberhasilan suatu program diseminasi dan adopsi inovasi terknologi oleh petani

sangat dipengaruhi oleh efektivitas komunikasi. Menurut Effendy (2003),

komunikasi dikatakan efektif jika dapat menimbulkan dampak, (1) kognitif, yaitu

meningkatan pengetahuan komunikan, (2) afektif, yaitu perubahan sikap dan

pandangan komunikan serta (3) konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan

yang terjadi pada komunikan. Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan

kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Perubahan pada afektif meliputi

efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap. Sedangkan efek pada

konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan

cara tertentu.

Sejalan dengan uraian di atas, untuk mengetahui sejauh mana efektivitas

komunikasi pada tataran pemandu lapang dengan petani sebagai salah satu

prasyarat utama kesuksesan program SL-PTT, perlu dilakukan kajian dan analisis

secara mendalam dan terarah. Beberapa permasalahan komunikasi yang dijadikan

fokus dalam penelitian ini, meliputi :

1. Bagaimana efektivitas komunikasi dalam mempengaruhi perubahan perilaku

petani dalam SL-PTT Padi ?

2. Bagaimana hubungan partisipasi petani dalam SL-PTT Padi dengan efektivitas

komunikasi ?

3. Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan partisipasi petani dalam SL-PTT

Padi ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan,

penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengkaji efektivitas komunikasi dalam mempengaruhi perubahan perilaku

petani dalam SL-PTT Padi.

2. Menganalisis hubungan partisipasi petani dalam SL-PTT Padi dengan

(25)

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi petani

dalam SL-PTT Padi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini mencoba menggambarkan efektivitas komunikasi dalam

penyelenggaraan program SL-PTT Padi dan analisis hubungan antar variabel yang

mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

secara akademis ke arah perkembangan ilmu komunikasi serta penyempurnaan

program SL-PTT atau program serupa (diseminasi teknologi pertanian)

berikutnya.

Manfaat untuk Akademisi

Dari sudut pandang akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat, yaitu :

1. Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan terhadap mahasiswa

dalam melakukan penelitian, khususnya yang berkaitan dengan efektivitas

komunikasi dalam diseminasi teknologi pertanian.

2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa/peneliti yang melakukan penelitian

berkaitan dengan efektivitas komunikasi dalam diseminasi teknologi

pertanian.

Manfaat untuk Program

Hasil-hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berkontribusi positip

terhadap pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan diseminasi teknologi

pertanian berikutnya, khususnya sebagai :

1. Bahan evaluasi bagi instansi terkait dalam penyusunan perencanaan dan

pelaksanaan SL-PTT Padi dengan memperhatikan faktor-faktor yang

berhubungan dengan efektivitas komunikasi.

2. Bahan masukan bagi pihak yang terlibat dalam sosialiasi SL-PTT Padi, untuk

mempermudah petani memahami SL-PTT Padi.

3. Bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam menetapkan

(26)
(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi

Kincaid dan Schramm (1978) mengemukakan bahwa komunikasi adalah

proses saling membagi atau menggunakan informasi secara bersama dan bertalian

antara pelaku dan proses komunikasi informasi. Sedangkan, DeVito (1997)

memberikan batasan bahwa komunikasi mengacu pada suatu tindakan oleh dua

orang atau lebih, yang mengirim dan menerima suatu pesan yang terdistorsi oleh

suatu gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu, dengan pengaruh tertentu

dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Selain itu, dikenal juga

komunikasi yang sifatnya umum (komunikasi universal).

Menurut Berlo (1960), komunikasi merupakan proses penyampaian pesan,

akan tetapi perlu dipahami bahwa komunikasi tidak hanya sampai pada batas

penerima tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan dan diterima. Berlo

menyebutnya sebagai model linier atau searah. Dalam model linier, komunikasi

dikatakan efektif jika penerima mampu menerima pesan sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh sumber. Model komunikasi linier sering juga disebut sebagai

model SMCRE (Source, Message, Channel, Receiver and Effect).

Komunikasi merupakan proses dimana dua orang atau lebih melakukan

suatu pertukaran informasi yang pada gilirannya terjadi kesepakatan dan

hubungan yang mendalam (Prodjosaputro 1978). Ini menjelaskan hakekat

hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), setelah itu

diharapkan perubahan sikap, tingkah laku dan kebersamaan dalam menciptakan

saling pengertian diantara orang-orang yang ikut pada proses komunikasi

(Wursanto 1987).

Komunikasi juga tidak lain dari satu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan

penyampaian yang mengandung arti atau makna, merupakan sentra dari segala

sesuatu yang dilakukan. Komunikasi akan menjadi buruk karena adanya hambatan

komunikasi atau karena tidak terjadi komunikasi. Berhasil atau tidak suatu

komunikasi adalah akibat langsung dari kemampun atau ketidak-mampuan untuk

(28)

Gambar 1. Universal komunikasi antar manusia (DeVito 1997)

Model komunikasi di atas menunjukkan peran komunikator dan

komunikan terjadi secara bergantian. Artinya, khusus dalam konteks pemberian

umpan balik, komunikan dapat seketika menjadi komunikator dan demikian pula

sebaliknya. Proses komunikasi semacam ini menurut DeVito (1997) tidak lagi

linier, tetapi berkesinambungan.

Dalam berkomunikasi orang dapat berbuat, berpikir atau merasakan suatu

cara tertentu tentang adanya respons atau tanggapan orang yang diajak

berkomunikasi. Respons dari lawan bicara kita adalah umpan balik yang dapat

ditanggapi oleh penerima, sepanjang reaksi dari respons dipahami oleh pemberi

dan penerima pesan. Respons dapat terjadi secara sengaja dan dapat pula terjadi

secara tidak sengaja dari bentuk komunikasi yang digunakan (Effendy 2003).

Komunikator yang efektif harus peka terhadap semua tanda-tanda yang

memberitahu atau mengisyaratkannya agar dapat bereaksi kepada pendengarnya.

Untuk mencapai komunikasi yang efektif, umpan balik sangat diperlukan.

Namun umpan balik tidak selalu memberikan hasil yang positif, karena

adakalanya umpan balik adalah gangguan. Seringkali kita menghadapi umpan

(29)

balik dalam suatu komunikasi, tetapi kemudian tidak melakukan sesuatu untuk

mendorong timbulnya penerimaan dari umpan balik tersebut (Robbins 1986).

Menurut Effendy (2003), komunikasi adalah upaya sistematis untuk

pembentukan pendapat dan sikap. Sedangkan Kincaid dan Schramm (1978)

berpendapat bahwa tujuan dasar dalam komunikasi antar manusia adalah

mencapai pengertian bersama yang lebih luas dan mendalam. Komunikasi tidak

lain adalah bicara tentang apa, dikomunikasikan kepada siapa, bilamana, mengapa

dan bagaimana, selalu merupakan pertimbangan dan penentu dalam merancang

suatu pesan agar dapat sampai ke tempat yang dituju. Dengan demikian

karakteristik pesan yang dikomunikasikan harus jelas, lengkap dan memiliki

metode yang tepat, diulang seperlunya, dirasakan bermanfaat kepada kedua belah

pihak, relevan dan terpercaya.

Komunikasi adalah suatu proses yang sangat asasi, yaitu pengalihan

(transfer) atas informasi, perasaan, penilaian, hiburan, gagasan atau ide. Informasi,

perasaan, gagasan atau ide dalam proses komunikasi dikenal sebagai lambang

yang mengandung arti atau makna. Oleh karena itu, komunikasi sering

didefenisikan sebagai kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau

makna. Secara umum Effendy (1993) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu

proses di mana seorang komunikator menyampaikan perangsang (biasanya

lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku

komunikan.

Komunikasi merupakan suatu kegiatan usaha manusia untuk

menyampaikan kepada orang lain apa yang menjadi pikiran, harapan atapun

pengalamannya (Susanto 1995). Dalam kehidupan sosial, komunikasi mempunyai

kemampuan untuk mengubah masyarakat. Sebaliknya, individu dapat juga

menyusaikan diri dengan kelompoknya melalui komunikasi. Dengan demikian,

arti khusus dari komunikasi sosial adalah sejauh mana akibat sosial yang

ditimbulkannya dari kegiatan komunikasi yang dilakukan. Dalam penelitian

komunikasi, perhatian diarahkan pada usaha-usaha untuk mengubah pengetahuan

untuk sikap dengan mengubah tempat, sumber, pesan, saluran atau penerima

(30)

Pelaksanaan kegiatan pembangunan, bukan hanya hasil dari kegiatan

pembangunannya yang perlu dioptimalkan, tetapi proses dalam pencapaian tujuan

juga perlu diperhatikan. Dalam hal ini, tinjauan komunikasi berperan dalam

pengambilan keputusan suatu proses pembangunan. Komunikasi mempengaruhi

hubungan-hubungan sosial serta proses-proses yang berlangsung di dalamnya.

Proses komunikasi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor ketepatan (fidelity)

sumber maupun penerima, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, pengetahuan,

sistem sosial dan budaya dari sumber dan penerima (Berlo 1960).

DeFlour (1989) melakukan modifikasi teori respons dengan teorinya yang

dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi (individual differences).

Diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu berinteraksi secara

berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audiens. Teori ini

secara eksplisit telah mengakui adanya intervensi peubah-peubah psikologis yang

berinteraksi dengan terpaan media massa dalam menghasilkan efek. Berangkat

dari teori perbedaan ini, DeFlour mengembangkan model psikodinamik yang

didasarkan pada keyakinan bahwa kunci dari persuasi yang efektif terletak pada

modifikasi struktur psikologis internal dan individu. Melalui modifikasi inilah

respons tertentu yang diharapkan muncul dalam perilaku individu akan tercapai.

Efektivitas Komunikasi

Menurut Tubbs dan Moss (2000), komunikasi yang efektif memiliki dua

konsep, yaitu konsep sederhana dan konsep umum. Konsep sederhana

menyatakan bahwa komunikasi efektif apabila berhasil menyampaikan pesan

seperti apa yang dimaksud (hal ini merupakan salah satu ukuran dari efektivitas

komunikasi). Sedangkan menurut konsep umum, komunikasi efektif apabila

rangsangan yang disampaikan atau dimaksudkan oleh pengirim/sumber berkaitan

erat dengan rangsangan yang ditangkap atau yang dipahami oleh penerima pesan.

Apabila S melambangkan sumber atau pengirim pesan, dan R adalah penerima

pesan, komunikasi dinyatakan mulus apabila keinginan S identik dengan respons

yang diberikan R (Goyer 1970). Penerimaan pesan yang sempurna sebagaimana

yang dimaksudkan pengirim pesan kenyataannya sangat sulit tercapai bahkan

(31)

Persamaannya digambarkan sebagai berikut:

Semakin besar kaitan antara respons yang diberikan oleh penerima dengan

pesan yang disampaikan oleh pengirim berarti semakin efektif komunikasi yang

dilakukan. Nilai R/S = 0 terjadi apabila respons yang diterima dari penerima tidak

ada kaitannya dengan pesan yang disampaikan oleh pengirim. Komunikasi

dikatakan efektif apabila pesan yang dimaksud oleh pengirim berkaitan erat

dengan pesan yang diterima oleh penerima. Selanjutnya, Tubbs dan Moss (2000)

menyatakan ada lima hal yang menjadi ukuran efektivitas komunikasi, yaitu: (1)

pemahaman, (2) kesenangan, (3) pengaruh pada sikap, (4) hubungan yang makin

baik, dan (5) tindakan. Lima hal tersebut masing-masing dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1) Pemahaman

Pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan

seperti yang dimaksudkan pengirim pesan. Komunikator dikatakan efektif apabila

penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan.

Seringkali juga komunikator menyampaikan pesan yang tidak disengaja, yang

juga dipahami dengan baik.

Kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah kegagalan dalam

menyampaikan isi pesan yang cermat. Sebagai contoh seorang wanita yang

melaporkan pemanas minyak miliknya rusak, disampaikan kepada manajer

perusahaan pelayanan sebuah perusahaan minyak. Lalu manajer langsung

menanggapi dengan pertanyaan sebagai berikut, berapa ketinggian termostatnya,

dan wanita itu langsung meninggalkan teleponnya seketika mengamati alat yang

dipertanyakannya, beberapa menit kemudian balik lagi dan menjawab: “ lima

kaki setengah inci, seperti biasanya”. Kesimpangsiuran seperti ini merupakan

kegagalan yang khas untuk memperoleh pemahaman. Jenis kesalahpahaman

seperti ini mudah diperbaiki melalui penjernihan umpan balik yang diterima.

Makin banyak orang yang terlibat dalam suatu diskusi, makin sulit

(32)

kelompok seringkali terjadi obrolan lepas yang sulit dikendalikan meskipun sudah

ditentukan pokok-pokok yang hendak dibicarakan. Apabila hal ini terjadi, maka

kegagalan komunikasi serta kegagalan mendapatkan suatu resolusi dari

permasalahan yang dibicarakan sangat mungkin terjadi. Situasi yang seperti ini

hanya dapat diatasi melalui penjelasan, penyimpulan dan pengarahan pendapat

kelompok.

Berkenaan dengan komunikasi publik, materi penyempurnaan pemahaman

dalam menyampaikan informasi sangat dibutuhkan. Kata “pemahaman” sering

diartikan sebagai tambahan informasi. Pembicara publik harus memahami bahwa

umpan balik yang diterimanya seringkali amat terbatas, jadi pembicara harus

berusaha agar se-obyektif dan se-cermat mungkin menjelaskan masalah yang

dikemukakannya. Penggunaan sarana pendukung, sejumlah contoh, analogi, dan

sejenisnya dapat membantu memperjelas materi pembicaraan.

Dalam komunikasi massa, penyebaran informasi menjadi tujuan utama

(siaran warta berita, film dokumenter, acara video, dll). Mereka yang

berkecimpung dalam media massa harus mampu mengembangkan keahlian

komunikasi mereka, sehingga mereka dapat mengatur, menyajikan, dan

menafsirkan informasi dengan cara yang dapat meningkatkan pemahaman.

Sebagai contoh, salah satu stasiun televisi menyajikan acara dengan topik depresi,

dari acara tersebut diulas dengan jelas mengenai depresi dan apa yang menjadi

gejala, penyebab, dan bagaimana cara penanggulangannya apabila kondisi

tersebut dialami oleh seseorang. Namun demikian, karena terbatasnya waktu

untuk umpan balik maka sangat sulit untuk menilai secara cermat pemahaman

para penerima atau pemirsanya.

2) Kesenangan

Berkomunikasi tidak selalu ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan

atau tujuan-tujuan tertentu. Seringkali komunikasi dilakukan hanya untuk saling

bersapa agar tetap terjaga suatu kebersamaan atau jalinan hubungan yang

harmonis. Komunikasi semacam ini biasa disebut komunikasi fatik (phatic

communication) Misalnya, sapaan “hei”, “apa kabar”, “bagaimana keadaanmu”,

kata-kata ini merupakan contoh kata yang sengaja dirancang agar dapat

(33)

kesenangan dalam berkomunikasi berkaitan erat dengan perasaan kita terhadap

orang yang diajak berinteraksi tersebut.

3) Mempengaruhi sikap

Apabila dalam suatu perundingan terjadi suatu perbedaan yang sangat

tajam, maka dapat saja terjadi kebuntuan. Hal ini dikenal dengan istilah kegagalan

komunikasi. Seandainya di antara yang berunding saling memahami, maka dapat

diperkirakan perbedaan di antaranya dapat dikurangi dan akhirnya persetujuan

bersama dapat diupayakan. Menurut (Acuff 1993), sepanjang sejarah belum

pernah ada kebutuhan sebesar kebutuhan terhadap keahlian berunding secara

internasional, yakni kemampuan para perunding untuk mempengaruhi pihak lain

dengan cara yang positif dan konstruktif. Memahami dan menyetujui adalah dua

hal yang sama sekali berlainan. Ketika kita memahami pesan seseorang, itu dapat

saja berarti kita tidak menyetujuinya, mungkin saja pemahaman tersebut

membawa kita pada ketidak-setujuan yang lebih kuat dari sebelumnya.

Sikap untuk mempengaruhi orang lain lazim dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam berbagai kesempatan kita selalu berupaya mempengaruhi sikap orang lain

dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita. Proses mengubah dan

merumuskan kembali sikap (attitude influence), berlangsung terus seumur hidup.

Dalam hubungan antara dua orang, pengaruh sikap sering disebut “pengaruh

sosial”, dalam obrolan dengan biro penasehat disebut “bujukan halus” (gentle persuasion). Proses mempengaruhi sikap bila diterapkan pada konteks komunikasi

publik atau komunikasi massa, disebut “membujuk” (persuasi). Dalam keinginan

untuk mengubah sikap orang lain, perlu disadari bahwa bisa saja kita gagal

melakukannya. Tapi bukan berarti kita gagal memberi pemahaman. Kegagalan

dalam mengubah pandangan seseorang tidak dapat disamakan dengan kegagalan

dalam meningkatkan pemahaman.

4) Memperbaiki hubungan

Beberapa hal penting yang perlu disadari untuk mendapatkan komunikasi

yang sempurna, misalnya kesiapan jauh sebelumnya, pemilihan kata yang tepat

(34)

komunikasi yang sempurna. Secara keseluruhan komunikasi membutuhkan

suasana psikologi yang positif dan penuh kepercayaan.

Dikemukakan bahwa kegagalan utama dalam berkomunikasi muncul bila

isi pesan tidak dipahami secara cermat. Pada pihak lain, kegagalan lainnya

muncul karena gangguan dalam hubungan insan yang berasal dari

kesalahpahaman. Hal ini tumbuh dari rasa frustasi, kemarahan dan kebingungan

(kadang-kadang muncul ketiga hal tersebut sekaligus) sebagai akibat kegagalan

awal dalam pemahaman. Keadaan jenis ini cenderung mempertentangkan

komunikator-komunikator yang terlibat sehingga penanganannya menjadi sulit.

Jenis pemahaman lainnya yang berpengaruh besar dalam hubungan insan

adalah memahami motivasi orang lain. Kadang-kadang komunikasi dilakukan

bukan untuk menyampaikan informasi atau untuk mengubah sikap seseorang , tapi

hanya untuk dipahami.

5) Tindakan

Banyak orang yang berpendapat bahwa komunikasi apapun tidak ada

gunanya bila tidak memberi hasil sesuai dengan apa yang diharapkan. DeVito

(1997), menyatakan bahwa ada lima faktor yang mempengaruhi komunikasi yang

efektif, yaitu :

a) Keterbukaan pikiran

Keterbukaan yang menunjukkan adanya sikap untuk saling terbuka antara

pelaku komunikasi dalam melangsungkan komunikasinya.

b) Empati, yaitu kemampuan seseorang memproyeksikan dirinya dalam

peran terhadap orang lain.

c) Kepositipan, yaitu sikap yang positif terhadap diri sendiri maupun

terhadap orang lain.

d) Dukungan, yaitu sikap pelaku komunikasi yang mendukung terjadinya

komunikasi tersebut, tetapi pihak yang diajak berkomunikasi sudah

menolak sejak awal, maka komunikasi yang diharapkan tidak akan terjadi.

e) Kesamaan, yaitu adanya unsur kesamaan yang dimiliki oleh pihak-pihak

yang berkomunikasi. Misalnya, adanya unsur kesamaan bahasa dan

(35)

Untuk mengukur tingkat efektivitas komunikasi Sekolah Lapang, dalam

penelitian ini diamati perilaku petani yang berhubungan dengan peubah kognitif,

afektif dan konatif. Pelaksanaannya dengan melakukan kajian terhadap aktifitas

dan proses komunikasi petani dengan pemandu lapang dalam kegiatan diseminasi

teknologi pertanian yang direkomendasikan pada program tersebut.

Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif

jika dapat menimbulkan dampak:

1) Kognitif, yaitu meningkatan pengetahuan komunikan.

2) Afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya

tergerak akibat komunikasi.

3) Konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan.

Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan

tambahan pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan

emosi, perasaan dan sikap. Sedangkan efek pada konatif berhubungan dengan

perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu (Jahi 1988).

Selanjutnya, Jahi (1988) berpendapat bahwa secara ideal untuk mencapai

komunikasi yang efektif, makna yang diterima dari suatu pesan harus sama

dengan makna yang dimaksud oleh pengirim pesan. Komunikasi yang efektif

mampu mencegah berbagai konflik (perselisihan), terutama yang didasari oleh

kesalahpahaman atau penerimaan yang tidak tepat.

Effendy (2001) mengatakan agar terjadi komunikasi yang efektif, maka

komponen-komponen komunikasi perlu diperhatikan mulai dari komunikator,

pesan, saluran dan komunikan sebagai sasaran komunikasi.

1) Komunikator

Seorang komunikator harus terpercaya (credible), agar mendapat

kepercayaan dari komunikan. Komunikator akan mampu mengubah sikap, opini,

dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik.

2) Pesan

Schramm (1971) dan Effendi (1993) menyebutkan bahwa agar pesan

mendapat tanggapan baik dari komunikan hendaknya: (a) pesan harus dirancang

(36)

(b) pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman

bersama antara komunikator dan komunikan sehingga sama-sama mengerti, (c)

pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan

suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak.

3) Saluran

Menurut teori komunikasi pembangunan, saluran terdiri dari dua tahap.

Pada tahap awal, arus informasi pembangunan yang dilancarkan oleh pemerintah

melalui berbagai media pada mulanya akan diterima oleh pemuka masyarakat.

Pada tahap berikutnya, pemuka masyarakat akan meneruskan informasi tersebut

kepada orang-orang yang berada disekitarnya (Effendy 1993). Teori ini

menyimpulkan bahwa pemuka masyarakat merupakan saluran komunikasi yang

penting, dan hal ini sejalan dengan pendapat Rogers (2003) bahwa saluran

komunikan yang dapat dipergunakan dalam proses difusi inovasi adalah media

massa dan media interpersonal.

4) Komunikan

Dalam bahasannya tentang difusi inovasi, Rogers (2003) menyatakan

bahwa komunikan adalah anggota suatu sistem sosial. Ia menyebutkan

komunikasi adalah kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terkait

dalam kerjasama. Effendy (2003) mengatakan bahwa komunikan akan menerima

suatu pesan apabilah berada dalam kondisi sebagai berikut ini: (a) apabila

komunikan benar-benar mengerti apa yang dimaksud dari komunikator, (b) pada

saat dia mengambil keputusan, dia sadar bahwa keputusannya sesuai dengan

tujuannya, (c) pada saat mengambil keputusannya bersangkutan dengan

kepentingan pribadinya, dan (d) mampu menempatinya baik secara mental

ataupun secara fisik.

Faktor-faktor Keefektivan Komunikasi

Menurut Schramm dan Donald (1971) kondisi yang harus dipenuhi untuk

membangkitkan tanggapan yang diinginkan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Pesan yang dirancang sedimikian rupa harus menarik.

2) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang

(37)

3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan

beberapa cara untuk memperoleh kebutuhhan tersebut.

4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang

layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia

digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Berkaitan dengan itu, maka para ahli komunikator biasanya memulai

dengan meneliti sedalam-dalamnya tujuan dari komunikan dan menempatkan

pengetahuan tentang komunikan sebagai ketentuan utama dalam komunikasinya.

Pengetahuan tentang komunikan dimaksud meliputi :

1) Waktu yang tepat untuk suatu pesan.

2) Bahasa yang digunakan agar pesan dapat dimengerti.

3) Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif.

4) Jenis kelompok di mana komunikasi akan dilksanakan.

Selajutnya, Schramm (1971) menyatakan bahwa faktor penunjang komunikasi

efektif mencakup dua komponen, yaitu komponen-komponen komunikan dan

komponen komunikator.

Faktor pada Komponen Komunikan

Berkaitan dengan komponen komunikan, ada empat kondisi yang harus

dipenuhi, meliputi :

1) Komunikan benar-benar memahami dan mengerti dengan baik pesan

komunikasi.

2) Pada saat dia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya sesuai

dengan tujuannya.

3) Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu

bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.

4) Ia mampu untuk menempatinya, baik secara mental mapun secara fisik.

Cutlip dan Allen (1971) mengemukakan fakta fundamental yang perlu

diingat oleh komunikator:

1) Komunikan terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja, dan bermain satu

sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial.

2) Karena itu setiap orang adalah subjek bagi berbagai pengaruh, diantaranya

(38)

3) Komunikan membaca, mendengarkan dan menonton komunikasi yang

manyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam

4) Tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikan harus

menguntungkan bagi komunikan.

Faktor pada Komponen Komunikator

Ditinjau dari komponen komunikator, untuk melaksanakan komunikasi

efektif terdapat dua faktor penting, yaitu keterpercayaan sumber (source

credibility) dan daya tarik komunikator (source attractiviness). Dua hal tersebut

didasarkan pada kebutuhan utama dari seorang komunikan untuk menerima suatu

pesan, yang mencakup:

1) Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar, jadi

komunikator mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai

dimana dia memperoleh kepercayaan dari komunikan, dan apa yang

dinyatakannya.

2) Hasrat seseorang untuk menyamakan dirinya dengan komunikator atau bentuk

hubungan lainnya dengan komunikator akan sukses dalam komunikasinya,

apabilah dia berhasil memikat perhatian komunikan.

Kepercayaan kepada komunikator (Source Credibility) ditentukan dari

keahliannya untuk dapat atau tidak dipercaya. Beberapa penilitian menunjukkan

bahwa kepercayaan yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap,

sedangkan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang menyenangkan.

Lebih dikenal dan disenanginya komunikator oleh komunikan, lebih cenderung

komunikan untuk mengubah kepercayaan kearah yang dikehendaki komunikator.

Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan

perubahan sikap melalui daya tarik (Source Atractiveness), jika pihak komunikan

merasa bahwa komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan

opini secara memuaskan. Misalnya, komunikator dapat disenangi atau dikagumi

sedemikian rupa, sehingga pihak komunikan akan menerima kepuasan dari usaha

menyamakan diri dengannya melalui kepercayaan yang diberikan. Atau

komunikator dianggap mempunyai kesamaan dengan komunikan sehingga

(39)

Keefektivan Komunikasi SL-PTT Padi

Sekolah Lapang – Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi

Sekolah lapang mulai diperkenalkan di Indonesia belum lama ini, dan

disosialisasikan pertama kali pada kegiatan Program Nasional Pengendalian

Hama Terpadu Tahun 1990. Empat tahun kemudian, Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) telah dilaksanakan di lebih dari 10.000

desa di Indonesia. Sedangkan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

(SL-PTT) untuk komoditas strategis (padi, jagung dan kedele) dimulai Tahun

2007. Program ini merupakan program pengembangan dari program yang ada

sebelumnya, seperti SL-PHT dan SL-I. Saat ini program SL-PTT telah

dilaksanakan diseluruh Provinsi di Indonesia dan sudah menjangkau setiap

Kabupaten dan Desa.

SL-PTT Padi diharapkan mampu memberdayakan petani agar memiliki

kemandirian dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha taninya,

kemandirian dalam menumbuhkan dan memecahkan masalahnya sendiri, serta

kemampuan dalam menstransfer ilmunnya ke petani lainnya, dengan demikian

akan tercipta petani yang tangguh, dalam arti ahli mengelola usaha taninya, ahli

meneliti, ahli menyuluh dan ahli mengajar petani lainnya. Pada akhirnya petani

memiliki daya tahan dan mampu beradaptasi terhadap sumber daya alam yang

semakin terbatas, serta memiliki daya kompetisi yang tinggi terhadap gejolak

perubahan pasar yang semakin kompetitif.

Pendekatan inilah yang dihadirkan dalam SL-PTT Padi, PTT Padi

merupakan landasan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan serta sarat dengan pengetahuan. Kegiatan PTT Padi yang bercirikan

usaha pengembangan merupakan kegiatan terpadu dan sinergis. Para petani,

konsumen, penyuluh, masyarakat luas, pembuat kebijakan, aparat pemerintah

pusat dan daerah, semuanya memiliki andil dalam program dan gerakan ini. PTT

Padi menyediakan peluang bagi berbagai pihak untuk menghimpun dan

(40)

Gambar 2. Skema percepatan adopsi PTT dalam SL-PTT

(Sumber : Panduan Pelaksanaan SL-PTT Padi Deptan, 2008)

Keseluruhan proses belajar - mengajarnya di dalam program SL-PTT Padi

dilakukan di lapangan. Hamparan SL-PTT Padi adalah hamparan sawah milik

petani peserta program penerapan SL-PTT Padi. Dalam lokasi atau hamparan

sawah dengan luas 25 ha, satu ha diantaranya adalah Laboratorium lapang (LL)

tempat praktek petani anggota SLPTT Padi. Di sekolah lapang seolah-olahnya

seorang murid dan guru, dimana petani sebagai murid dan sebagai guru adalah

pemandu lapang I dan pemandu lapang II. Antara murid dan guru tidak ada

perbedaan, yang diutamakan adalah kebersamaan, masing-masing dapat

menerima dan memberi pengetahuan.

SL-PTT Padi ini kurang lebih sama dengan sekolah yang ada dalam suatu

ruangan, yaitu mempunyai kurikulum tersendiri dan aturan-aturannya. Ada

evaluasi pra dan pasca kegiatan dan juga sertifikat. Pelaksanaannya adalah

memiliki hamparan sawah seluas 25 ha, 24 ha diantaranya untuk SLPTT dan satu

ha lainnya untuk laboratorium lapang (LL).

SLPTT Padi bertujuan mempercepat alih teknologi dengan pelatihan dari

peneliti atau nara sumber lainnya. Nara sumber memberikan ilmu dan teknologi

(41)

TOMT (Training of Master Trainer). PL I terdiri dari penyuluh pertanian, Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), dan pengawas benih

tanaman (PBT) tingkat provinsi yang telah di latih di tingkat nasional (Balai Besar

Penelitian Tanaman Padi. BB-Padi). Seterusnya PL I menurungkan iptek tersebut

kepada PL II yang terdiri atas penyuluh pertanian, POPT dan PBT tingkat

Kabupaten dan Kota. Pelatihan bagi PL II diselenggarakan di tingkat provinsi dan

materinya diberikan oleh nara sumber dan PL I. Pelatihan bagi pemandu lapang

diselengarakan di Kabupaten/Kota. Peserta pelatihan adalah penyuluh pertanian,

POPT dan PBT tingkat kecamatan/desa. Materi pelatihan diberikan oleh

narasumber dan PL II.

Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT

dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara alamiah

dari alumni SL-PTT kepada petani disekitarnya. Seiring dengan perjalanan waktu

dan tahapan SL-PTT, petani diharapkan merasa memiliki PTT yang

dikembangkan.

Mekanisme Pelaksanaan SL-PTT Padi

Pelaksanaan SL-PTT terdiri dari beberapa tahap diantaranya tahap

persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengamatan, tahap evaluasi pelaksanaan

SL-PTT, workshop dan laporan. Untuk persiapan SL-PTT diantaranya pemilihan

desa dan hamparan lahan sawah seluas 25 ha, beserta kelompok tani. Dalam

hamparan 25 ha terdapat satu ha yang merupakan laboratorium lapang (LL).

Selain itu dilakukan pemilihan petani peserta, tempat dan area (LL), bahan dan

alat belajar, materi dan waktu belajar. Persiapan ini dibahas dan dilakukan di

tingkat desa/kecamatan dan ditingkat kelompok tani.

Pertemuan ditingkat desa dan kecamatan dilakukan untuk mendapakan

dukungan dari aparat desa dan pejabat kecamatan dalam hal penentuan lokasi,

jumlah dan nama calon peserta. Pada pertemuan ini ditentukan juga waktu

pertemuan di kelompok tani. Pertemuan persiapan SL-PTT Padi di tingkat

kecamatan diupayakan kehadiran Camat, KCD, POPT dan penyuluh pertanian

untuk menentukan desa yang akan dijadikan lokasi SL-PTT Padi. Pertemuan

ditingkat desa mengikut sertakan pemuka desa, tokoh masyarakat, penyuluh

(42)

Perempuan di persiapakan ditingkat desa dan kecamatan dilakukan empat sampai

lima kali sebelum SL-PTT Padi dimulai.

Pertemuan persiapan di tingkat kelompok tani merupakan upaya

inventarisasi kelompok tani, nama, dan luas garapan masing-masing petani di

lokasi atau kawasan SL-PTT Padi seluas 25 Hektar. Dalam pertemuan dibicarakan

waktu pelaksanaan SL- PTT Padi, kegiatan mingguan, lokasi laboratorium lapang,

tempat belajar, materi pelajaran dan PRA. Dalam kelompok tani dilakukan

pembagian kelompok tani menjadi sub-sub kelompok. Perkelompok anggotanya

20-30 petani. Pertemuan di tingkat petani dilakukan paling lambat tiga minggu

sebelum SL-PTT Padi dimulai.

Tahap pelaksanaan proses belajar dalam SL-PTT Padi berlangsung secara

periodik menurut studi tanaman, aktivitas pengelolaan hama dan penyakit

tanaman padi, dan kemungkinan terjadinya anomali iklim. Pertemuan periodik

dimulai beberapa minggu sebelum tanam untuk melihat potensi, kendala, dan

peluang melalui pelaksanaan PRA. Pertemuan berikutnya dilakukan pada saat

pengolahan tanah, pembuatan persemaian, pemupukan, pengairan, dan pada saat

tanam padi dalam fase anakan maksimum, primordial, bunting, berbunga,

pengisian bulir, panen, dan pascapanen. Adakalanya diperlukan pertemuan non

reguler jika ada masalah yang mendesak untuk dipecahkan, misalnya kerusakan

saluran irigasi atau serangan hama dan penyakit tanaman.

Proses belajar pada SL-PTT di kerjakan pada pagi hari dengan waktu

enam jam, supaya petani masih mempunyai waktu untuk mencari nafkah dan

kegiatan lainnya. Disiapkan tabel sebagai jadwal kegiatan belajar dan bekerja

pada kelompok tani SL-PTT Padi, agar pengaturan waktunya dapat teratur

dengan baik.

Apabilah tugas rutin mereka telah selesai dilakukan, maka diteruskan

dengan pengamatan yang dilakukan sendiri oleh petani. Baik kondisi lahan

ataupun pertumbuhan tanaman di lokasi SL-PTT, petani mampu mengamati

dengan baik dan mendiskusikan dengan petani lainnya esok harinya. Dalam

pengamatan dianjurkan untuk mengamati sebanyak-banyaknya

perubahan-perubahan pertumbuhan yang terjadi misalnya: cuaca, keadaan air, populasi hama

(43)

kerusakan tanaman, tinggi tanaman, jumlah rumpun yang diamati paling sedikit

dua rumpun, ini untuk memudahkan perhitungan tingkat kerusakan tanaman oleh

hama pemakan daun, seluruh kejadian harus teramati dan tercatat dalam buku

yang telah disiapkan sebelumnya.

Mekanisme pelaksanaan dilapangan dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 3. Bagan alur pelaksanaan SL-PTT Padi (Suryana dkk, 2008)

Adopsi Inovasi

Menurut Rogers (2003) inovasi adalah suatu ide, penerapan atau praktek

teknologi atau sumber yang dianggap baru oleh seseorang. Sebuah inovasi

biasanya terdiri dari dua komponen yaitu komponen ide dan komponen obyek

yang berupa aspek material atau produk fisik dari ide tersebut. Inovasi berkaitan

dengan tiga hal penting, yaitu :

1) Variasi merupakan modifikasi bentuk sesuatu yang telah ada sebelumnya

2) Subtitusi adalah dimana ide atau bahan baru digunakan untuk mengganti

(44)

3) Mutasi adalah kombinasi dan reorganisasi elemen-elemen yang telah ada atau

penggabungan elemen lama dengan yang baru.

Ukuran kebaharuan dari suatu inovasi adalah bersifat subyektif menurut

pandangan individu, sehingga diterima atau ditolaknya suatu inovasi merupakan

suatu proses mental sejak ia mengetahui sampai dengan keputusan yang diambil

untuk menolak atau menerima inovasi tersebut. Menurut Rogers (2003)

kecepatan adopsi inovasi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

1) Keuntungan relatif (relative advantage), yaitu ketika suatu inovasi lebih menguntungkan dibandingkan dengan yang lama.

2) Kesesuaian (compatability), yaitu ketika suatu inovasi masih tetap konsisten dengan nilai-nilai budaya yang ada.

3) Kerumitan (complexity), yaitu ketika suatu inovasi mempunyai sifat-sifat yang

rumit sulit dipahami dan diikuti.

4) Dapat dicoba (trialabilitiy), yaitu ketika suatu inovasi dapat diuji coba dengan

mudah sesuai situasi dan kondisi setempat.

5) Mudah diamati (observabilitiy), yaitu ketika suatu inovasi segera dapat dilihat

atau kasat mata dan dirasakan hasilnya.

Masalah-masalah yang cukup mendasar yang dialami di negara-negara

berkembang adalah masalah proses transformasi, melalui pengalihan, penerapan,

dan pengembangan ilmu dan teknologi. Proses transformasi industri di dalam

Negara-negara terbelakang, dapat dipandang sebagai proses pembangunan guna

mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Difusi inovasi menurut Rogers (2003), merupakan bentuk khusus

komunikasi. Ciri komunikasi adalah pesan-pesan yang disebarluaskan berisi

ide-ide, praktek ataupun hal-hal baru. Difusi dapat diartikan sebagai proses dimana

suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu

tertentu di kalangan warga dalam suatu sistem sosial. Pengkajian difusi adalah

telaah tentang pesan - pesan yang bersifat inovatif (ide baru), sedangkan

pengkajian komunikasi meliputi telaah terhadap semua bentuk pesan. Perbedaan

lainnya adalah bahwa di dalam riset komunikasi kita hanya memperhatikan pada

(45)

terjadinya perubahan tingkah laku yang tampak dari komunikan. Akan tetapi riset

difusi, lebih mengarahkan perhatian pada perubahan tingkah laku yang tampak,

dimana komunikan menyatakan menerima atau menolak inovasi yang diberikan,

bukan sekedar perubahan sikap dan pengetahuan saja.

Dengan begitu, ada empat unsur utama dalam difusi inovasi yaitu inovasi,

saluran-saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial sebagai berikut:

1) Inovasi

Inovasi ataupun unit adopsi yang lain (misanya organisasi). Tidak begitu

penting apakah suatu ide yang dimaksud memang benar-benar baru secara

objektif jika diukur menurut urutan waktu sejak hal itu pertama kali dipakai

atau ditemukan. Kebaruan menurut persepsi sesorang terhadap ide

menentukan reaksi terhadap hal tersebut. Kalau ide tersebut tampak baru bagi

seseorang, maka hal tersebut merupakan suatu inovasi. Kebaruan inovasi baik

masyarakat tidak hanya menyangkut pengetahuan baru, karena bisa saja

inovasi tersebut merupakan informasi lama namun masyarakat tersebut belum

memutuskan sikap, untuk menyukai dan tidak menyukainya ataupun untuk

menerima atau menolaknya. Oleh karena itu, aspek kebaruan dalam satu

inovasi terlihat dari pengetahuan, persuasi, atau suatu kepuasan untuk

mengadopsi.

2) Saluran –saluran Komunikasi

Komunikasi diartikan sebagai proses dimana partisipan menciptakan beberapa

informasi dan menyebarkan informasi tersebut untuk mencapai suatu

pengertian bersama. Difusi merupakan bentuk khusus dari komunikasi dimana

informasi yang dipertukarkan menyangkut ide-ide baru. Inti dari difusi adalah

pertukaran informasi dari satu individu ke individu lainnya.

3) Individu atau unit adopsi lain yang mengetahui atau berpengalaman

menggunakan inovasi,

4) Individu lain atau unit lain yang belum menggunakan inovasi.

5) Saluran komunikasi yang menghubungkan kedua belah pihak.

Saluran komunikasi merupakan alat di mana pesan dapat sampai dari individu

ke individu lainnya. Sifat dari hubungan pertukaran informasi antar sepasang

(46)

akan menyampaikan inovasi ke penerima dan yang menentukan efek dari

penyampaian tersebut. Prinsip yang mendasar dalam komunikasi adalah

penyampaian ide terjadi antar dua individu yang memiliki kesamaan atau

homofili. Homofili diartikan sebagai tingkat dimana pasangan individu yang

berinteraksi adalah sama dalam atribut-atribut tertentu seperti keyakinan,

pendidikan, status dan lainnya. Komunikasi akan berjalan efektif ketika dua

individu homofilus.

6) Waktu

Waktu merupakan elemen terpenting dalam proses difusi. Dimensi waktu

dalam proses difusi terkait dalam aspek berikut :

7) Proses keputusan inovasi dimana seseorang sejak pertama kali mengetahui

inovasi sehingga menerima atau menolaknya.

8) Kemampuan penerimaan seorang individu maupun unit adopsi, yakni dalam

hal kecepatan atau kelambatan relatif dalam mengadopsi suatu inovasi

dibandingkan dengan anggota lain dari suatu sistem.

9) Kecepatan adopsi (rate of adoption) suatu inovasi di lingkungan suatu sistem,

biasanya diukur melalui jumlah anggota sistem yang mengadopsi inovasi

dalam jangka waktu tertentu.

10)Sistem sosial

Sistem sosial didefinisikan sebagai seperangkat unit yang saling berhubungan

dan tergabung dalam upaya bersama memecahkan masalah untuk mencapai

cita-cita bersama. Anggota atau unit sistem dapat berupa individu, kelompok

informal, organisasi atau unit. Penting untuk dicatat bahwa difusi terjadi di

lingkungan suatu sistem karena struktur sosial dari sistem berpengaruh pada

difusi melalui beberapa cara. Sistem sosial membentuk batasan di lingkungan

dimana satu inovasi menyebar.

Ketika pertama kali suatu inovasi disodorkan atau di perkenalkan kepada

masyarakat, orang pada umumnya memperhatikan hal-hal yang dapat membantu

mempercepat proses penyebarannya. Dengan demikian inovasi tersebut perlu

dikembangkan atau dimodifikasi agar dapat cepat diterima di masyarakat luas.

(47)

keputusan mengadopsi suatu inovasi atau tidak yakni, biaya memadai, manfaat

besar, efisiensi tinggi, resiko kecil, dan mudah dilaksanakan(Muhadjir 2001).

Tahap Penyebaran Inovasi

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh

seseorang. Jika dia menerima (mengadopsi) inovasi, maka dirinya mulai

menggunakan ide baru, praktek baru, atau barang baru itu dan menghentikan

penggunaan ide-ide yang digantikan oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah

proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil

keputusan untuk menerima atau menolak, dan kemudian mengukuhkannya

(Rogers 2003).

Gambar 4.Tahap penyebaran inovasi (Rogers, 2003)

Adopsi inovasi dapat terjadi secara terindividu (optional), kelompok (kolektif),

dan kekuasaan (otoritas). Tahapan proses adopsi inovasi secara individual sebagai

berikut :

1) Tahap mengetahui atau mengenal (knowledge)yaitu ketika seseorang pertama kali mengetahui, mengenal dan sadar terhadap kehadiran suatu inovasi.

2) Tahap persuasive (peruasion) yaitu ketika seseorang membentuk sikapnya

atau minat untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.

3) Tahap keputusan (decision) yaitu proses dimana seseorang membuat suatu

penilaian sebagai pertimbangan untuk menerima atau menolak inovasi tadi.

4) Tahap pelaksanaan (implementation) yaitu ketika seseorang mulai

melaksanakan keputusannya dengan cara mencoba dalam skala kecil guna

Privat atau publik

Menolak atau menerima

Gambar

Gambar 1. Universal komunikasi antar manusia (DeVito 1997)
Gambar 2. Skema percepatan adopsi PTT dalam SL-PTT
Gambar 3. Bagan alur pelaksanaan SL-PTT Padi (Suryana dkk, 2008)
Gambar 4. Tahap penyebaran inovasi (Rogers, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain inovasi dalam teknologi yang dilakukan oleh usaha- usaha tersebut, ditemukan juga inovasi dalam produk seperti inovasi dalam cita rasa dan proses

Hasil analisis tentang hubungan antara intensitas getaran, umur, masa kerja, lama kerja, kebiasaan olahraga, dan sikap kerja dengan keluhan Musculoskeletal

Hal tersebut membuktikan argumen yang ingin disampaikan Pandji adalah benar bahwa konsumen sebenarnya ingin membeli produk yang dijual asalkan konsumen juga dibantu

Dari hasil ini dapat dilihat, tutupan mangrove optimal bagi pertumbuhan udang windu adalah luas tutupan mangrove sedang yaitu sekitar 30-60 % dari luas tambak,

Dari wawancara yang dilakukan dengan pengurus pondok pesantren Santriwati tersebut dituturkan beberapa hal yang dikeluhkan, secara umum para santri pondok pesantren yang baru

Metode yang dilakukan ialah mengambil data pada beberapa kategori dan kondisi serta menghitung perbandingan selisih nilai antara Radial, Cortoid, termometer dan

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peta pikiran (Mind Mapping) merupakan satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual, peta

Di tengah-tengah kesibukan anda saat ini, perkenankanlah saya memohon kesediaan anda untuk meluangkan waktu sejenak menjadi responden penelitian guna mengisi skala ini, penelitian