• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bibliografi PERADILAN AGAMA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bibliografi PERADILAN AGAMA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BIBLIOGRAFI

BUKU PERADILAN AGAMA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

MAKALAH

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Penyusunan Bibliografi sebagai Pengganti Ujian Akhir Semester Gasal dalam Mata Kuliah Peradilan dan Hukum Acara Islam

Disusun Oleh:

SAIDAH NAFISAH 12350036/AS-A/087717950342

Dosen:

Drs. Malik Ibrahim, M.Ag

AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

(2)

IDENTIFIKASI BUKU

Judul Buku : Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Penulis : Dr. A Mukti Arto, S.H., M.Hum.

Cetakan : I (pertama)

Penerbit : Pustaka Pelajar

Kota Penerbit : Jakarta

(3)

PENDAHULUAN

Peradilan Agama di Indonesia merupakan salah satu lingkungan peradilan yang memiliki spesifikasi dan keunikan tersendiri karena ia tunduk pada dua sistem hukum yang sumbernya berbeda. Ditinjau dari sudut asal muasal, tujuan dibentuk dan diselenggarakan serta fungsi yang diembannya, maka ia merupakan peradilan syariah Islam1 dan karenanya ia, berdasarkan ideologi, tunduk pada

hukum syariah Islam. Sedang jika ditinjau dari sudut statusnya yang di bentuk dan diselenggarakan oleh negara, maka ia merupakan Pengadilan Negara2 dan

karenanya berdasarkan konstitusi, ia tunduk pada hukum negara. Pengadilan merupakan bagian dari negara yang eksistensinya tidak terlepas dari sistem ketatanegaraan yang diatur dalam undang-undang.

Pergumulan antara dua sistem hukum tersebut melahirkan peradilan negara di bidang syariah Islam yang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia kemudian disebut dengan Peradilan Agama yang ternyata karena berkaitan erat dengan aspek ideologis, filosofis, sosiologis, politis maupun yuridis terus mengalami perkembangan yang unik dari waktu ke waktu. Perkembangan Peradilan Agama inilah yang hendak dijadikan fokus kajian karena sangat diperlukan dalam praktik penyelenggaraan peradilan guna melayani perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.

Buku ini terdiri dari 6 bab, yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab. Buku ini terdiri dari 413 halaman, halaman depan berisis cover, selanjutnya 4 halaman kata pengantar, 7 halaman kata sambutan dari berbagai pihak, 4 halaman daftar isi, 1 halaman daftar singkatan dan selanjutnya berisi pembahasan masing-masing bab dan sub bab yang diakhiri dengan daftar putaka dan riwayat hidup penulis. Adapun perincian babnya adalah sebagai berikut:

1Bagir Manan, Hukum Materil Perkawinan di Lingkungan Peradilan Agama, makalah pada Seminar Nasional Hukum Materil Peradilan Agama: Antara Cita Realita dan Harapan, Pusat Pengakajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani & Mimbar Hukum dan Peradilan, Jakarta, 19 Februari 2009, hlm. 20.

(4)

Bab I : Yang mana bab pertama berisi tentang latar belakang, fokus kajian, kerangka teori, kerangka konseptual dan metode kajian.

Bab II: Yang mana bab kedua berisi tentang peradilan agama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum undang-undang nomor 7 tahun 1989 dan peradilan syariah Islam di beberapa negara.

Bab III: Yang mana bab ketiga berisi tentang Perkembangan kedudukan peradilan pasca undang-undang nomor 7 tahun 1989.

Bab IV: Yang mana bab keempat berisis tentang perkembangan kelembagaan peradilan agama pasca undang-undang nomor 7 tahun 1989

Bab V : Yang mana bab kelima berisi tentang perkembangan kompetensi peradilan agama pasca undang-undang nomor 7 tahun 1989.

Bab VI: Sedangakan bab keenam ini berisi tentang hasil kajian dan rekomendasi. Sasaran buku ini ditunjukkan bagi siapapun yang mempunyai kepentingan atau tanggung jawab terhadap Peradilan Agama, terutama bagi para praktisi hukum, baik dia hakim, panitera, juru sita, ataupun unsur pegawai Peradilan Agama lainnya, para advokat, notaris, dan para administrator hukum, dan bagi para pejabat yang berkompeten dalam pembinaan dan pengembangan Peradilan Agama di Indonesia.

Bagi masyarakat pencari keadilan, terutama bagi penduduk yang beragama Islam yang merupakan mayoritas3, dan pencari keadilan yang mencari keadilan di

lingkungan Peradilan Agama.

(5)

PEMBAHASAN

Dahulu dalam sejarahnya di Indonesia, peradilan Agama memiliki beberapa nama atau penyebutan yang beragam akibat perbedaan kebiasaan atau dasar hukum yang berlaku pada saat itu.

Kemudian nama-nama tersebut diseragamkan oleh pasal 106 UU No. 7 Tahun 1989, yakni dengan nama: Pengadilan Agama (PA) sebagai pengadilan tingkat pertama, dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) sebagai pengadilan agama tingkat banding. Sekarang, nama Pengadilan Agama ini di Aceh diubah menjadi Mahkamah Syar’iyah Kabupaten / Kota untuk tingkat pertama dan Mahkamah Syar’iyah Aceh untuk tingkat banding.

Kata peradilan mempunyai tiga arti, yaitu proses, badan /kelembagaan, dan sistem. Peradilan sebagai proses , yakni proses peradilan (litigasi) yang berlangsung di pengadilan atau mahkamah yang prosedur atau tata caranya diatur sesuai hukum acara yang berlaku. Peradilan sebagai badan / kelembagaan merupakan himpunan satuan-satuan instansi pengadilan atau satuan kerja yang menghimpun unit-unit kantor pengadilan dalam satu lingkungan peradilan, seperti peradilan umum, lingkungan peradilan agama, dan sebagainya yang merupakan subsistem dari sistem peradilan. Sedangkan peradilan sebagai sistem merupakan sebuah tatanan holistik dan komprehensif yang meliputi kelembagaan, unit dan cara kerja. Sistem peradilan disebut juga dengan sistem kekuasaan kehakiman. Pengadilan dan mahkamah merupakan unit kerja / kantor / instansi yang menyelenggarakan peradilan.

Selanjutnya, peradilan memang sering disimpulkan sebagai kekuasaan negara dalam memeriksa, menghakimi, memutus, dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan pengadilan merupakan penyelenggara dari peradilan itu sendiri.4

(6)

Buku ini memberikan gambaran bagaimana perkembangan Peradilan Agama secara kronologis sejak dari kelahiran, perkembangan sampai menjadi bagian dari salah satu kekuatan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, dan berada satu atap di bawah Mahkamah Agung R.I. sejajar dengan lingkungan peradilan lain yang kedudukannya di jamin oleh konstitusi UUD 1945. Aspek ketatanegaraan Peradilan Agama itulah permasalahan yang menjadi titik fokus dalam menelususri jejak sejarah perkembangan kedudukan, kelembagaan, dan kompetensi Peradilan Agama di Indonesia. Buku ini terdiri dari 413 halaman.

Sebagaimana diutarakan sebelumnya, buku ini merupakan salah satu upaya bagi penulis untuk menemukan apa yang terjadi di balik fenomena perkembangan Peradilan Agama, serta mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.5

Pembahasan pada buku ini diawali dengan menguraikan latar belakang, fokus,teori dan metode kajian. Dimualai dengan membahas tentang latar belakang dan fokus kajian yang berisis 11 halaman lalu membahas kerangka teori, kerangka konseptual, dan metode kajian. Namun penjelasan di bab ini terlalu panjang namun cukup jelas jadi lebih terkesan untuk pembaca malas memahami mulai dari bab pertama.

Pada bab II, disebutkan bahwa Peradilan Agama di Indonesia bermula dari peradilan syariah islam yang diselenggarakan oleh masyarakat dan kemudian pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara ditingkatkan menjadi pengadilan negara dan selanjutnya pada 1882 oleh pemerintah kolonial Belanda diakui menjadi pengadilan negara yang terus berlanjut sampai sekarang. Peradilan syariah Islam merupakan suatu sistem peradilan yang dibentuk dan diselenggarakan oleh penguasa (negara) atas dasar perintah Allah SWT, dalam ajaran agama Islam dan merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara.

(7)

Pada bab-bab selanjutnya, buku ini memaparkan kedudukan, kelembagaan dan kompetensi Peradilan Agama pasca undang-undang. Kedudukan berarti status, tingkatan atau martabat.6Dalam buku ini yang dimaksud dengan kedudukan

Peradilan Agama ialah kedudukan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama sebagai Pengadilan Syariah Negara yang sesungguhnya dalam sebuah sistem ketatanegaraan.

Namun kedudukan Peradilan Agama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia perkembangannya semakin mantap yang saat ini hampir mencapai kriteria yang di harapkan, yakni sesuai dengan kehidupan dan sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 dan prinsip-prinsip peradilan syariah islam sehingga dikategorikan sebagai Pengadilan Negara yang sesungguhnya.

Beberapa hal yang masih belum memenuhi kriteria sebagai Pengadilan Negara yang sesungguhnya adalah mengenai pengakuan terhadap kedudukan protokol ketua, wakil ketua, dan hakim dan kedudukannya sebagai pejabat negara yang belum diatur secara rinci untuk kemudian direalisasikan sebagai ujud penghargaan yang sesungguhnya.

Kelembagaan berasal dari kata lembaga yang berarti badan organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Kelembagaan berarti sesuatu mengenai lembaga-lembaga atau bersifat lembaga.

Kelembagaan Peradilan Agama dalam struktur organisasi negara perkembangannya semakin mantap hingga saat ini hampir mendekati kesempurnaan berdasarkan prinsip-prinsip kelembagaan peradilan negara, yakni sebagai lembaga peradilan negara dan simbol syariah Islam dalam hidup ketatanegaraan Indonesia,

Sedangkan kompetensi artinya kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Kompetensi pengadilan adalah kekuasaan untuk menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara

(8)

yang diajukan kepadanya.7Kompetensi ini merupakan implementasi dari tugas

pokoknya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman8 yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kompetensi Peradilan Agama pasca UU No.7 Tahun 1989, yakni dalam UU No.3 Tahun 2006 dan UU No. 11 Tahun 2006, terus mengalami perkembangan sangat signifikasi dan bersifat memulihkan kembali kompetensi aslinya hingga pada saat ini telah mendekati kesempurnaan menurut konsep Peradilan syariah Islam yang seutuhnya ( kafaah) dan andal, meskipun belum sepenuhnya berhasil.

Sebagaimana dipaparkan di atas, buku ini membuktikan bahwa kedudukan kelembagaan Peradilan Agama terus mengalami perkembangan yang sangat segnifikan sehingga hampir memenuhi harapan, yakni sesuai dengan kehidupan ketatanegaraan menurut UUD 1945 meskipun dalam beberapa hal masih belum memenuhi kriteria yang diharapkan.

Dari segi tata cetak buku ini terlalu rumit dan tergolong sukar untuk di baca, namun penulis selalu memaparkan kesimpulan di akhir bab nya yang memudahkan pembaca untuk memahami dengan mudah bahasan dalam suatu bab tersebut. Penulispun kurang singkat dalam memaparkan pembahasannya.

Dibandingkan buku lain yang sejenis mengenai Peradilan Agama, tentu buku ini bisa menjadi acuan bagi para masyarakat pencari keadilan karena buku ini masih berupa buku baru yang memuat tentang penjelasan Peradilan Agama dalam ketatanegaraan Indonesia yang terbaru, yang masih jarang kita temui pembahasan tentang buku seperti ini di kancah luar.

7Pengertian ini diambil dari bunyi pasal 2 UU No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Meskipun UU tersebut telah dicabut, namun pengertian ini dalam praktik peradilan masih berjalan dan sangat relevan untuk menjadi definisi tentang kekuasaan mengadili.

(9)

PENUTUP

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddieqi, Jimly, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Press.

Bisri, Cik Hasan, 2003,Peradilan Agama di Indonesia, cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1999, Kamus Besar Bahasa Indonesia, . Jakarta: Balai Pustaka.

Tresna, R, 1978, Peradilan Di Indonesia Dari Abad Ke Abad, cet. III, Jakarta: Pradnya Paramita.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data yang sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis, maka dapat disimpulkan: 1) Subjek penelitian dikatakan berkemampuan matematika

lilin dalam tiga sesi tidak dipertimbangkan untuk menjadi juara.. Sinar di sekitar arena adalah campuran dari sinar IR, sinar tampak, dan UV, misalnya dari lampu ruang, blitz,

Dari tabel di atas kita bisa melihat bagaiamana motif diri menjadi faktor yang penting dalam mengembangkan kegiatan khithabah di kalangan mahasiswa.. Motif diri ini juga

Penulisan skripsi inidimaksudkan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana strata satu S-1 di Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah

Manusia diberikan amanah untuk berperan ganda sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah yang harus mampu disinerjikan secara seimbang dalam hubungan vertikal

Hasil analisis statistik One- Way Anova pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa taraf perlakuan metode blanching berpengauh signifikan (p=0,000) terhadap

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa basil skripsi yang berjudul: Wellbeing Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti Werdha Atas Dasar Keputusan Sendiri.. benar-benar merupakan

Berdasarkan hasil uji statistik di peroleh P Value = 0,026 yang artinya ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti terdapat hubungan bermakna