ABSTRAK
Pengaruh Padat Tebar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan Benih Clownfish Jenis Amphiprion percula Dalam Sistem Flow Through
Oleh
Muhammad Farzuki
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh padat tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan benih A. percula. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan, yaitu perlakuan A (30 ekor/ 30 liter), perlakuan B (60 ekor/ 30 liter), perlakuan C (90 ekor/ 30 liter) dan perlakuan D (120 ekor/ 30 liter) masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali selama 50 hari masa pemeliharaan. Ikan dipelihara menggunakan wadah akuarium dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. percula yang dipelihara dengan kepadatan tebar berbeda menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup (SR) tertinggi pada padat tebar 30 ekor/ 30 liter dengan pertumbuhan berat mutlak sebesar 0,75 gr; panjang mutlak 1,82 cm; laju pertumbuhan harian 0,015 gr/ hari dan SR 100%. Sedangkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup (SR) terendah diperoleh pada padat tebar 120/ 30 liter ekor menghasilkan pertumbuhan berat mutlak sebesar 0,37 gr; panjang mutlak 0,91 cm; laju pertumbuhan harian 0,007 gr/ hari dan SR 91%. Berdasarkan analisis ragam, kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian A. percula, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup dari A. percula.
PENGARUH PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH CLOWNFISH JENIS
Amphiprion percula DALAM SISTEM FLOW THROUGH
Oleh
MUHAMMAD FARZUKI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN
pada
Jurusan Budidaya Perikanan Fakultas Pertanian
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH CLOWNFISH JENIS
Amphiprion percula DALAM SISTEM FLOW THROUGH
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD FARZUKI
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir ... 5
2. Amphiprion percula ... 7
3. Persiapan Akuarium dan Wadah Filter ... 17
4. Benih Ikan ... 17
5. Jenis pakan yang digunakan ... 18
6. Sampling ... 19
7. Sistem flow through ... 20
8. Proses sampling kualitas air dan alat kualitas air ... 21
9. Histogram Pertumbuhan Berat Mutlak (gr) ... 24
10.Histogram Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm)... 25
11.Histogram Laju Pertumbuhan Harian (gr/ hari) ... 26
12.Histogram Tingkat Kelangsungan Hidup/ SR (%)... 27
13.Ikan ClownfishAmphiprion percula yang sakit ... 30
21.Pellet ... 54
22.Artemia ... 54
23.Pengambilan sampling KA ... 54
24.Sampling amonia ... 54
25.pH meter ... 55
26.Alat pengukur KA ... 55
DAFTAR ISI
D. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan ... 10
E. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Sintasan ... 11
F. Kualitas Air ... 12
III. METODE PENELITIAN ... 15
A. Tempat dan Waktu ... 15
B. Alat dan Bahan ... 15
C. Desain Penelitian ... 15
D. Pelaksanaan Penelitian ... 16
1. Persiapan Wadah ... 16
2. Penebaran Benih dan Padat Tebar Ikan ... 17
3. Pemberian Pakan ... 18
4. Sampling ... 18
6. Kualitas Air ... 20
E. Pengamatan ... 21
1. Pertumbuhan Berat Mutlak ... 21
2. Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 22
3. Laju Pertumbuhan Harian ... 22
4. Survival Rate (SR) ... 22
F. Analisis Data ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
A. Hasil ... 24
1. Pertumbuhan Berat Mutlak ... 24
2. Pertumbuhan Panjang Mutlak... 25
3. Laju Pertumbuhaan Harian ... 26
4. Kelangsungan Hidup (SR) ... 27
5. Kualitas Air ... 28
B. Pembahasan ... 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
A. Kesimpulan ... 34
B. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. R. 1972. The anemonefishes : Their classification and biology. T. F. H. Public. Inc., New Jersey : 288 p.
Anwar, N. 2008.Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan Distribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Palabuhan Ratu.http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=798. dikutip pada tanggal 26 Mei 2011 pukul 15.00 WIB.
Ari W. Kadek., S. Antoro dan Anindiastuti. 2007. Pemeliharaan Larva Clownfish (A. ocellaris) dalam Buletin Budidaya Laut No. 23 Tahun 2007, hal. : 17-24, BBPBL – Lampung, Ditjenkan Budidaya. DKP.
Arifin, M.Z. 1991. Budidaya Lele. Dohara Prize. Semarang
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for aquaculture. Alabama. Auburn University.
Brandao FR, Gomes LC, Chagas EC, Araujo LD, Silva ALF dan Silva CR. 2004.
Stocking density of mantrinxa juveneniles during second growth fish in cages. Fish Culture Performance in The Tropics Manaus. Hlm 127-129.
Burgess. 2009. ATLAS of Marine Aquarium Fishes. T. F. H. Publication. USA.
Effendi, I. 1997.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Bogor.
Effendi, I. 2004.Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Forteath, N., Wee, L. and Frith, M., (1993), Water Quality, in P. Hart and O’Sullivan (eds) Recirculation System : Design, Construction and Management, Universityof Tasmania at Launceston, Australia: 1-22.
Gilang, HP., Z. Jamil, A. Fitri, I. Kamaludin, M. Dewi. 2010. PKM : Pengembangan Usaha Ikan Badut Amphiprion ocellaris Pada Sistem Resirkulasi Berbasis In Land Aquaculture. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Gomes LC, Baldisserotto B dan Senhorini JA. 2000. Effect of stocking density on water quality, survival, and growth of larvae of the matrinxa, Brycon cephalus (Characidae), in Ponds. Journal Aquaculture, 183 (1). 73-81.
Hepher, B. Dan Y. Pruginin. 1981. Commercial Fish Farming with Special Referance and Fish Culture in Israel. John Willwy and Sons, new York. Hal 88-127.
Hernowo dan S.R. Suyanto. 2008. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hickling CF. 1971. Fish Culture. Faber and Faber. London.
Hoar WS, Radall DJ dan Brett JR. 1979. Fish Physiology Volume III. Bioenergenetics and Growth. Academic Press. San Diego.
Huet M. 1972. Text Book of Fish Culture Cultivation. Fishing New Books Ltd. London.
Islam MS, Rahman M dan Tanaka M. 2006. Stocking density positively influences the yield and farm profitability in cage aquaculture of suchi catfish, Pangasius sutchi. Journal of Apllied Ichtyology, 22 (5) :441-445.
Kordi, M. G. dan AB. Tancung.2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Kramer, Steve. 2005. An Exploration of the Clownfish : Clownfish 2 and Clownfish 1, Havergal College. Toronto, Ontario, Canada.
Lesmana, S. 2001. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar.PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Margonof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat. http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=567. dikutip pada tanggal 22 Mei 2011 pukul 15.00 WIB.
Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press. Bogor.
Mebs, D. 1994. Anemonfish symbiosis : Vulnerability and Resistance of Fish to the Toxin of the Sea Anemone. Toxicon.Vol. 32 (9) : 1059-1068.
Murtiati. Elyani, Yuke. Murtiana, Titi. Sunarma, Ade. 2010. Perekayasaan Teknik Perbaikan Kualitas Air dan Kesehatan Ikan Pada Sistem Resirkulasi. http://bbat-sukabumi.tripod.com/air.html. dikutip pada tanggal 26 Mei 2011 pukul 15.00 WIB.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. Vol xxx. No.3. 21-26.
Suharti, S.R. 1990.Mengenal Kehidupan Kelompok Ikan Anemon (Pomacentridae). Oseana, Volume XV, Nomor4 : 135-145.
Supriyatna, A., Romdlianto, M., dan Sri Gede, A. 2008. Pengamatan Pertumbuhan dan Sintasan Benih Kerapu Lumpur, Ephinephelus coioides yang Dipelihara dengan Kepadatan Berbeda. Buletin. Tek. Lit. Akuakultur Vol. 7 No. 2.
Suyanto, S. R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
SchmittouHR. Cramer MC Jiang Zhang, 1997a. Beberapa Prinsip dan Praktek Budidaya Ikan Kepadatan Tinggi Dalam Keramba Volume Rendah. Soy In Aqua program. American Soybean Associaton. Jakarta.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solo, Jawa Tengah pada
tanggal 07 Desember 1986. Penulis merupakan anak
pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak
Paimin. dan Ibu Suparmi.
Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SDN 1 Pundung Rejo lulus
pada tahun 2000, SMPN 9 Bandar Lampung lulus pada tahun 2003 dan SMA YP.
Unila Bandar Lampung lulus pada tahun 2006. Penulis masuk ke Universitas
Lampung (Unila) melalui jalur SPMB pada tahun 2006 dan memilih Fakultas
Pertanian jurusan Budidaya Perairan.
Selama kuliah, penulis pernah melakukan Praktik Umum (PU) di Balai
Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Ciherang-Jawa Barat dengan judul
Pembenihan Ikan KOI (Cyprinus carpio) pada tahun 2010. Penulis juga pernah
menjadi Asisten dosen untuk mata kuliah Biologi Laut (Biola)‚ Produktivitas
Kolam (Prokol) dan Budidaya Ikan Hias. Selain kuliah, penulis juga aktif dalam
berbagai organisasi. Penulis pernah menjadi anggota bidang Minat Dan Bakat
pada HIMAPERILA periode 2007/2008.
Penulis menyelesaikan studi di Program Studi Budidaya Perairan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung dengan melakukan penelitian di Balai Besar
dengan September tahun 2011 dengan judul “Pengaruh Padat Tebar Yang
Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan Benih Clownfish Jenis Amphiprion
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumberdaya perikanan yang
melimpah.Salah satu komoditas bernilai ekonomis tinggi adalah ikan hias
Clownfish (ikan badut) dari jenis Amphiprion percula, yang berasal dari perairan
sekitar Papua.Pangsa pasar ikan tersebut cukup tinggi, hal tersebut dapat dilihat
dari harga benih ikan dimana ukuran per centimeter(cm) adalah lima ribu rupiah,
sehingga dapat dijadikan usaha perikanan yang menjanjikan(Ariet al., 2007).
Pemenuhan kebutuhan pasar ikan hias air tawar sebagian tercukupi dari hasil
tangkapan dan sebagian besar sudah dipenuhi dari hasil budidaya. Jenis dan
keragaman ikan hias air laut lebih tinggi dari ikan hias air tawar, namun kegiatan
usaha budidaya ikan hias laut belum banyak terdengar. Sementara itu, banyak
jenis ikan hias air laut sudah tergolong biota yang terlindungi.Oleh karena itu
perlu diadakan pengembangan usaha budidaya laut, terutama Clownfish untuk
memenuhi kebutuhan pasar yang cukup tinggi (Gilang et al., 2010).
Pembudidaya Amphiprion percula selama ini hanya menerapkan sistem budidaya
resirkulasi dan flow through, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan pengetahuan
tentang pentingnya padat tebar Amphiprion percula yang ideal. Kepadatan tebar
Pruginin, 1981). Saat ini telah dilakukan beberapa upaya penelitian dan
pengkajian tentang cara penangkaran dan budidaya Amphiprion percula, dimana
padat penebaran ideal ikan ini belum diketahui secara pasti.Beberapa
pembudidaya ikanmelakukan pemeliharaan ikan dengan kepadatan tebar yang
bervariasi.Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kepadatan
tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan benih Amphiprion percula.
Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan padat tebar yang berbeda
yaitu 30 ekor, 60 ekor,90ekor dan 120 ekor dengan volume air 30 liter. Sistem
flow through diterapkan dalam penelitian karena budidaya ikan Clownfish
dilakukan di sekitar pesisir pantai yang memiliki sumber air lautmemadai(Murtiati
et al., 2010).
Dengan menggunakan sistem flow throughair akan terus mengalir selama 24
jamsehinggakualitas air lebih terjaga karenaair selalu berganti setiap saat.Sistem
flow through tidak hanya dilakukan pada budidaya air tawar saja, tetapi juga dapat
diterapkan pada budidaya air laut(Gilang et al, 2010).
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mempelajaripengaruh
padat tebar yang berbeda terhadappertumbuhan dan sintasan benih Amphiprion
C. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dan memberikan
informasi tentang kepadatan tebar yang ideal bagi Amphiprion percula, sehingga
pertumbuhan dan sintasan dapat optimal. Kegunaannya secara umum adalah dapat
berperan dalam meningkatkan produktivitas budidaya perikanan di masa yang
akan datang, sehingga kebutuhan pasar terpenuhi.
D. Kerangka Pemikiran
Pengembangan budidaya Amphiprion percula telah memberikan dampak positif
dalam meningkatkan produksi ikan hias air laut. Teknologi yang digunakan dalam
budidayaClownfish telah mengalami banyak kemajuan, walaupun demikian
budidaya masih sering mengalami kendala antara lain pertumbuhan dan
kelangsungan hidupyang kurang optimum(Ari et al., 2007).
Kepadatan yang rendah berdampak pada pertumbuhan yang baik dan tingginya
derajat kelangsungan hidup tetapi produksi per area rendah (Gomes et al., 2000).
Pada kepadatan yang rendah, buangan metabolik yang disekresikan ikan dan sisa
pakan yang tidak termakan tidak mengakibatkan penurunan kualitas air.
Kepadatan tebar benih akan menentukan tingkat intensitas pemeliharaan. Semakin
tinggi tingkat kepadatan tebar benih, berarti semakin banyak jumlah benih per
satuan luas atau volume.
Heppher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan ikan
yang terkontrol akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan jika
telah sampai pada batas tertentu, pertumbuhan akan berhenti sama sekali.
Kepadatan ikan yang tinggi berdampak pada rendahnya pertumbuhan dan
meningkatnya stres pada ikan (Montero et al., 1999). Tingginya interaksi sosial
pada ikan dengan kepadatan tinggi akan menimbulkan heterogenitas ukuran ikan
(Cavero et al., 2003 dalam Brandao, 2004). Akan tetapi peningkatan kepadatan
ikan akan meningkatkan total produksi (Hepher dan Pruginin, 1981) dan biaya
produksi per unit menjadi rendah (Islam et al., 2006).
Fase larva pada ikan Amphiprion percula merupakan fase yang paling rentan
terhadap perubahan kualitas air yang drastis sehingga diperlukan pengelolaan air
yang baik dalam pemeliharaannya yaitu menggunakan sistem flow through.
Sistem flow through yang dikenal selama ini banyak dilakukan dalam budidaya di
sekitar pesisir pantai yang memiliki sumber air laut yang melimpah. Dengan
dilakukan flow through makakualitas air lebih terjaga (Murtiati et al., 2010).
Permasalahan yang sering dijumpai pada pengembangan Clownfish adalah masih
rendahnya ketersediaan (kelangkaan) benih dan sulitnya Clownfish
dibudidayakan. Salah satu solusi untuk meningkatkan suplai benih adalah dengan
cara pemeliharaan secara intensif melalui peningkatan kepadatan tebar(Ari et al,
2007). Clownfish yang digunakan dalam penelitian adalah benih Amphiprion
percula yang berukuran 1,8 - 2,1 cm dengan kepadatan tebar yaitu 30 ekor dengan
air 30 liter (1 ekor/ liter), 60 ekor dengan air 30 liter (2 ekor/ liter), 90 ekor
dengan 30 liter (3 ekor/liter) dan 120 ekor dengan air 30 liter (4 ekor/liter).
mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan sintasan.
Secara umum kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pikir
E. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 = τi = 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap pertumbuhan dan sintasan benih Amphiprion
ClownfishAmphiprion percula Sebagai ikan hias
Sulit didapatkan/ diperoleh Populasi ClownfishAmphiprion percula di alammenurun
Permintaan pasar cukuptinggi
Dilakukan upaya budidaya
Padat Tebar
Pakan Kualitas air (flow through)
Produksi meningkat
Kelestarian berkelanjutan akan Sumber Daya Alam Clownfish Amphiprion percula
percula.
H1 = τi ≠ 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumberdaya perikanan yang
melimpah.Salah satu komoditas bernilai ekonomis tinggi adalah ikan hias
Clownfish (ikan badut) dari jenis Amphiprion percula, yang berasal dari perairan
sekitar Papua.Pangsa pasar ikan tersebut cukup tinggi, hal tersebut dapat dilihat
dari harga benih ikan dimana ukuran per centimeter(cm) adalah lima ribu rupiah,
sehingga dapat dijadikan usaha perikanan yang menjanjikan(Ariet al., 2007).
Pemenuhan kebutuhan pasar ikan hias air tawar sebagian tercukupi dari hasil
tangkapan dan sebagian besar sudah dipenuhi dari hasil budidaya. Jenis dan
keragaman ikan hias air laut lebih tinggi dari ikan hias air tawar, namun kegiatan
usaha budidaya ikan hias laut belum banyak terdengar. Sementara itu, banyak
jenis ikan hias air laut sudah tergolong biota yang terlindungi.Oleh karena itu
perlu diadakan pengembangan usaha budidaya laut, terutama Clownfish untuk
memenuhi kebutuhan pasar yang cukup tinggi (Gilang et al., 2010).
Pembudidaya Amphiprion percula selama ini hanya menerapkan sistem budidaya
resirkulasi dan flow through, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan pengetahuan
tentang pentingnya padat tebar Amphiprion percula yang ideal. Kepadatan tebar
Pruginin, 1981). Saat ini telah dilakukan beberapa upaya penelitian dan
pengkajian tentang cara penangkaran dan budidaya Amphiprion percula, dimana
padat penebaran ideal ikan ini belum diketahui secara pasti.Beberapa
pembudidaya ikanmelakukan pemeliharaan ikan dengan kepadatan tebar yang
bervariasi.Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang tingkat kepadatan
tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan benih Amphiprion percula.
Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan padat tebar yang berbeda
yaitu 30 ekor, 60 ekor,90ekor dan 120 ekor dengan volume air 30 liter. Sistem
flow through diterapkan dalam penelitian karena budidaya ikan Clownfish
dilakukan di sekitar pesisir pantai yang memiliki sumber air lautmemadai(Murtiati
et al., 2010).
Dengan menggunakan sistem flow throughair akan terus mengalir selama 24
jamsehinggakualitas air lebih terjaga karenaair selalu berganti setiap saat.Sistem
flow through tidak hanya dilakukan pada budidaya air tawar saja, tetapi juga dapat
diterapkan pada budidaya air laut(Gilang et al, 2010).
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mempelajaripengaruh
padat tebar yang berbeda terhadappertumbuhan dan sintasan benih Amphiprion
C. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dan memberikan
informasi tentang kepadatan tebar yang ideal bagi Amphiprion percula, sehingga
pertumbuhan dan sintasan dapat optimal. Kegunaannya secara umum adalah dapat
berperan dalam meningkatkan produktivitas budidaya perikanan di masa yang
akan datang, sehingga kebutuhan pasar terpenuhi.
D. Kerangka Pemikiran
Pengembangan budidaya Amphiprion percula telah memberikan dampak positif
dalam meningkatkan produksi ikan hias air laut. Teknologi yang digunakan dalam
budidayaClownfish telah mengalami banyak kemajuan, walaupun demikian
budidaya masih sering mengalami kendala antara lain pertumbuhan dan
kelangsungan hidupyang kurang optimum(Ari et al., 2007).
Kepadatan yang rendah berdampak pada pertumbuhan yang baik dan tingginya
derajat kelangsungan hidup tetapi produksi per area rendah (Gomes et al., 2000).
Pada kepadatan yang rendah, buangan metabolik yang disekresikan ikan dan sisa
pakan yang tidak termakan tidak mengakibatkan penurunan kualitas air.
Kepadatan tebar benih akan menentukan tingkat intensitas pemeliharaan. Semakin
tinggi tingkat kepadatan tebar benih, berarti semakin banyak jumlah benih per
satuan luas atau volume.
Heppher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan ikan
yang terkontrol akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan jika
telah sampai pada batas tertentu, pertumbuhan akan berhenti sama sekali.
Kepadatan ikan yang tinggi berdampak pada rendahnya pertumbuhan dan
meningkatnya stres pada ikan (Montero et al., 1999). Tingginya interaksi sosial
pada ikan dengan kepadatan tinggi akan menimbulkan heterogenitas ukuran ikan
(Cavero et al., 2003 dalam Brandao, 2004). Akan tetapi peningkatan kepadatan
ikan akan meningkatkan total produksi (Hepher dan Pruginin, 1981) dan biaya
produksi per unit menjadi rendah (Islam et al., 2006).
Fase larva pada ikan Amphiprion percula merupakan fase yang paling rentan
terhadap perubahan kualitas air yang drastis sehingga diperlukan pengelolaan air
yang baik dalam pemeliharaannya yaitu menggunakan sistem flow through.
Sistem flow through yang dikenal selama ini banyak dilakukan dalam budidaya di
sekitar pesisir pantai yang memiliki sumber air laut yang melimpah. Dengan
dilakukan flow through makakualitas air lebih terjaga (Murtiati et al., 2010).
Permasalahan yang sering dijumpai pada pengembangan Clownfish adalah masih
rendahnya ketersediaan (kelangkaan) benih dan sulitnya Clownfish
dibudidayakan. Salah satu solusi untuk meningkatkan suplai benih adalah dengan
cara pemeliharaan secara intensif melalui peningkatan kepadatan tebar(Ari et al,
2007). Clownfish yang digunakan dalam penelitian adalah benih Amphiprion
percula yang berukuran 1,8 - 2,1 cm dengan kepadatan tebar yaitu 30 ekor dengan
air 30 liter (1 ekor/ liter), 60 ekor dengan air 30 liter (2 ekor/ liter), 90 ekor
dengan 30 liter (3 ekor/liter) dan 120 ekor dengan air 30 liter (4 ekor/liter).
mampu memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan sintasan.
Secara umum kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pikir
E. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 = τi = 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap pertumbuhan dan sintasan benih Amphiprion
ClownfishAmphiprion percula Sebagai ikan hias
Sulit didapatkan/ diperoleh Populasi ClownfishAmphiprion percula di alammenurun
Permintaan pasar cukuptinggi
Dilakukan upaya budidaya
Padat Tebar
Pakan Kualitas air (flow through)
Produksi meningkat
Kelestarian berkelanjutan akan Sumber Daya Alam Clownfish Amphiprion percula
percula.
H1 = τi ≠ 0 : Perlakuan kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Burgess (1990), taksonomi ikan Clownfish strain Amphiprion percula
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actynopterigii
Ordo : Perciformes
Famili : Pomacentridae
Genus : Amphiprion
Spesies : Amphiprion percula
Gambar 2. Amphiprion percula
(www.clownfish.com)
JenisAmphiprion percula adalah salah satu dari 27 jenis ikan anemon. Ikan
Amphiprion percula berasal dari famili Pomacentridae, seperti jenis ikan
anemon. Amphiprionpercula adalah ikan hias air laut yang banyak dibudidayakan
di akuarium. Amphiprion percula memiliki ciri-ciri warna tubuh jingga(orange),
dihiasi 3 garis warna putih dengan siluet hitam gelap dan garis putih terletak di
bagian pangkal kepala, badan dan perut serta pangkal ekor, tubuh kecil, gerakan
lincah dan suka bersembunyi atau berlindung pada anemon (Burgess, 2009).Ikan
tersebut termasuk ikan yang cepat beradaptasi dengan lingkungan baru dan dalam
pemberiaan pakan sangat mudah,karena Amphiprion percula ditemukan di
perairan hangat, sehingga metabolisme mereka lebih tinggi daripada spesies air
laut dalam, sehinggaAmphiprion perculasangat aktif dan lincah dalam akuarium
dibandingkan dengan ikan air tawar (Allen, 1972).
B. Habitat Clownfish
Clownfish merupakan ikan yang mempunyai daerah relatif luas, terutama di
daerah seputar Indo Pasifik. Di perairan Papua, ditemukan Clownfish tidak kurang
dari 8 spesies, salah satu yang terkenal dan bernilai ekonomis tinggi adalah
Amphiprion percula.Pada umumnya dijumpai pada laguna berbatu di seputar
terumbu karang, daerah pesisir/teluk, pada perairan jernih sampai kedalaman 50
meter (Ari et al, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi sebaran dan arah sebaran dari Clownfish
adalah adanya larva, tersedianya anemon laut, faktor-faktor hidrografi dan adanya
daratan penghalang. Secara alami kehidupan Clownfish selalu berada dalam radius
kurang lebih 1 meter dari anemon, karena keduanya membentuk simbiosis
anemon, dan sebaliknya anemon mendapatkan bahan makanan dari kotoran
(feces) Clownfish. Disamping itu, anemon juga memberikan perlindungan yang
efektif dengan menghasilkan substansi toksin yang berbahaya bagi musuh-musuh
Clownfish. Anemon juga dimanfaatkan Clownfish sebagai breading ground untuk
meletakkan dan melindungi telur-telurnya di sekitar jangkauan rumbai tentakel.Di
alam, Amphiprion percula bersimbiosis dengan anemon laut Heteractis magnifica.
Meskipun Amphiprion percula dapat beradaptasi dengan spesies anemon lainnya,
tetapi tidak untuk semua jenis anemon. Anemon cukup sulit untuk hidup dan
beradaptasi dengan akuarium dan Amphiprion percula dapat bertahan hidup tanpa
anemon dalam akuarium, selama tidak ada predator disekitarnya(Mebs, 1994).
C. Pakan dan Kebiasaan Pakan
Clownfish adalah omnivorus yang mengkonsumsi zooplankton, udang-udangan
dan alga bentik yang dijumpai di habitat mereka. Clownfish menghabiskan
sebagian besar hidupnya untuk mencari makan dan pasangan dalam wilayahnya
yang tidak jauh dari anemon, dimana daerah tersebut akan dipertahankan dari
predator dan hewan-hewan pengganggu lainnya (Suharti, 1990).
Ikan Clownfish termasuk ikan diurnal yaitu ikan yang beraktifitas di siang hari.
Waktu yang digunakan dalam mencari makan tiap jenis Clownfish tidak sama.
Sebagai contoh, pasangan Amphiprion chrysopterus menghabiskan kurang lebih
90% waktunya untuk makan dan berenang-renang diantara tentakel. Ikan dewasa
dapat menjelajah beberapa meter dari pusat teritorinya selama aktifitas
larva umur 1-10 hari diberi pakan hidup berupaBrachionus sp. dan selanjutnya
dapat juga diberi tambahan zooplankton lain dari jenis kopepoda dan nauplii
Artemia sampai umur 30 hari. Pada umur 25 hari larva telah dilatih pakan formula
atau pellet. Pellet yang digunakan adalah produksi merek NRD atau love larva 4/6
mikron dengan kandungan protein 55%, lemak 9%, serat 1.9%, dan kadar air 8%
(Ari, 2007).
D. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan
Padat penebaran menurut Hickling (1971) adalah jumlah ikan per satuan volume
air, sedangkan Effendi (2004) menyatakan bahwa padat penebaran ikan adalah
jumlah ikan atau biomassa yang ditebar per satuan luas atau volume wadah
pemeliharaan.
Ikan dapat ditebar dengan kepadatan yang maksimal sehingga ruang gerak
individu menjadi faktor pembatas produksi. Namun demikian, dengan semakin
meningkatnya kepadatan, kualitas air akan menurun dan pemanfaatan pakan
menjadi tidak merata. Hal tersebut menjadi faktor pembatas ikan pada kepadataan
tinggi (Schmittou et al, 1997). Sesuai dengan Huet(1972) yang menyatakan
pertumbuhan ikan yang menurun dalam kepadatan tinggi lebih disebabkan oleh
kompetisi pakan dibandingkan kompetisi ruang.
Dengan demikian bertentangan dengan pendapat umum bahwa kepadatan tinggi
atau overcrowding ikan bukan merupakan faktor pembatas utama terhadap kinerja
produksi. Di dalam kolam, faktor utama yang membatasi produksi pada kepadatan
(Schmittou et al.,1997)dan kompetisi pakan (Huet, 1972).
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu,
sedangkan pertumbuhan populasi adalah pertambahan jumlah (Effendie, 1997).
Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
yang meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis ikan, serta faktor eksternal yang
berhubungan dengan pakan dan lingkungan meliputi, bahan buangan metabolik,
sisa pakan yang tidak termakan, ketersediaan oksigen dan komposisi fisika kimia
air. Jumlah ikan yang ditebar juga bergantung pada produktivitas
kolam.Peningkatan produksi melalui peningkatan padat penebaran hanya dapat
dilakukan dengan pengolahan pakan dan lingkungan (Hepher dan Pruginin, 1981).
E. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Kelangsungan Hidup (SR)
Menurut Effendi (1997) kelangsungan hidup suatu populasi ikan merupakan nilai
persentase jumlah ikan yang hidup dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan
tertentu. Tingkat kelangsungan hidup ikan atau survival rate (SR) akan
menentukan jumlah produksi yang diperoleh. Pada ikan kelangsungan hidup
berkaitan erat dengan ukuran. Ikan-ikan yang berukuran kecil (benih) akan lebih
rentan terhadap parasit, penyakit dan penanganan yang kurang hati-hati sehingga
memiliki SR yang rendah (Hepher dan Pruginin, 1981).
Sintasan ikan dipengaruhi oleh kondisi fisika-kimia perairan. Secara alamiah
setiap organisme mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dalam batas-batas tertentu
kisaran toleransi suatu hewan, maka cepat atau lambat hewan tersebut akan mati
(Hoar, 1979).
Peningkatan padat penebaran akan menurunkan nilai oksigen terlarut akibat
tingginya kebutuhan oksigen karena proses metabolisme, pengelolaan makanan,
aktivitas pergerakkan dan proses respirasi. Ketersediaan oksigen merupakan salah
satu penentu konsumsi pakan ikan (nafsu makan), karena oksigen merupakan
salah satu unsur yang diperlukan untuk mengubah makanan menjadi energi. Saat
nafsu makan berkurang, asupan pakan ke dalam tubuh ikan tersebut akan
berkurang sehingga energi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan tidak terpenuhi.
Hal tersebut bila berlangsung lama akan dapat menyebabkan kematian (Effendi,
2004).
F. Kualitas Air
Kebutuhan air dalam pemeliharaan benih ikan hias lebih sedikit dari pemeliharaan
ikan laut lainnya seperti pemeliharaan benih kerapu. Hal tersebut dikarenakan
media pemeliharaan kecil dan kotoran yang dikeluarkan benih Clownfish tidak
sebanyak benih kerapu. Dengan pengelolaan media pemeliharaan yang tepat akan
memperkecil peluang media menjadi keruh dan menekan munculnya penyakit dan
parasit.Parameter kualitas air yang baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan
Tabel 1. Parameter Kualitas Air Benih Clownfish
No. Parameter Kualitas Air Standar Mutu
1 Suhu (0C) 27 – 30* MenteriLingkungan Hidup No. 51 Th. 2004
Dari kisaran parameter kualitas air di atas dapat menghasilkan pertumbuhan benih
yang cukup optimal dan serangan parasit atau parasit jarang terjadi.
1. Suhu
Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas
dalam air (Zonneveld et al., 1991). Suhu yang semakin tinggi akan meningkatkan
laju metabolisme ikan sehingga respirasi yang terjadi semakin cepat. Hal tersebut
dapat mengurangi konsentrasi oksigen di air sehingga dapat menyebabkan stres
bahkan kematian pada ikan.
2. pH
Menurut Kordi dan Tancung (2007), tinggi rendahnya suatu pH dalam perairan
salah satunya dipengaruhi oleh jumlah kotoran dalam lingkungan perairan
khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme.
3. DO
Kebutuhan oksigen setiap jenis ikan berbeda karena perbedaan sel
darahmerahnya. Kandungan oksigen yang rendah perlu dilakukan penanganan
khusus, misalnya diberi aerasi sehingga terjadi difusi oksigen dari udara bebas ke
4. Amoniak
Pada budidaya ikan, konsentrasi amonia bergantung pada kepadatan populasi,
metabolisme ikan, pergantian air dan suhu (Boyd, 1990).Amonia dapat timbul
akibat kotoran ikan dan adanya pembusukan senyawa organik oleh bakteri.
5. Nitrit
Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan
proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama
pembentukan protein. Di perairan, nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk
amonia, ammonium, nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) serta beberapa senyawa
nitrogen organik lainnya (Anwar, 2008).
Menurut Margonof (2007) keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen
anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat
(NO3-), ion ammonium (NH4+) dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganSeptember 2011
bertempat di BBPBL(Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut) Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah akuarium yang berukuran 40 x 40 x
40 cmsebanyak 12 buah, aerator, pipa, selang, timbangan, saringan, alat tulis,
termometer, pHmeter danDOmeter. Bahan yang digunakan adalah benih ikan
ClownfishjenisAmphiprion percula yang berukuran 1,8 – 2,1 cm dan airlaut serta
pellet dan pakan alami.
C. Desain Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang
digunakan adalah padat tebar yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
Perlakuan A = 30 ekor dengan air 30 liter (1 ekor/ liter)
Perlakuan C = 90 ekor dengan air 30 liter (3 ekor/liter)
Perlakuan D = 120 ekor dengan air 30 liter (4 ekor/liter)
Model linier yang digunakan pada metode penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yij = µ + τi + εij
εij = Galat percobaan pada perlakuan padat tebar A, B, C, D pada ulangan ke
1, 2, 3.
(Mattjik dan Sumartajaya, 2002)
D. Pelaksanaan Penelitian 1. PersiapanWadah
Penelitian menggunakan perlakuan padat tebar dengan sistem flow through yang
terdiri atas 12 unit akuarium untuk pemeliharaan ikan yang berukuran 40 x 40 x
40 cm serta 1 unit bak fiber kerucut sebagai wadah filter air (Gambar 3). Tahap
persiapan wadah meliputi pembuatan konstruksi sistem flow through, penempatan
wadah, pengisian air, sterilisasi dan stabilisasi sistem. Jenis filter yang digunakan
adalah filter fisik yaitu berupa arang aktif, pasir (kerikil) dan busa.Sebelum
pembuatan konstruksi dilakukan sterilisasi alat-alat terlebih dahulu dengan
alat-alat pendukung lainnya seperti selang sifon, baskom, alat-alat saring dan paralon yang
bertujuan untuk meminimalisasi penyebaran penyakit.
Gambar 3. Persiapan akuarium dan wadah filter
2. Penebaran Benih dan PadatTebarIkan
Ikan yang digunakan dalam penelitian adalahAmphiprion perculadengan panjang
awal 1,8 – 2,1 cm dan bobot ikan antara 0,27 - 0,31 gr yang berasal dari BBPBL
Lampung. Padat tebar yang digunakan yaitu 30, 60, 90 dan 120 ekor. Sebelum
ditebar, benih ikan diaklimatisasi terlebih dahulu dengan cara memasukkan air
laut sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah
diaklimatisasi dengan sendirinya akan keluar dari wadah.
Gambar 4. Benih Ikan
Wadah filter
Akuarium pemeliharaan
Pipa pengganti anemon
3. Pemberian Pakan
Pemberian pakan buatan berupa pellet (tenggelam) dan pakan alami selama
pemeliharaan. Pada minggu pertama ikan diberi pakan berupa pellet jenis LL-3
dan pakan alami, sedangkan untuk minggu kedua dan seterusnya pakan yang
diberikan berupa campuran dari pellet jenis LL-3 dengan jenis LL-4 serta
pemberian pakan alamiberupa Artemia sp.. Pakanpellet diberikan secara ad
satiation(sekenyangnya)dengan frekuensi 2 kali sehari pada pukul 08.00 dan
14.00 WIB.Sedangkan pakan alami diberikan agar ketersediaan pakan di dalam
akuarium tetap ada. Pakan alami diberikan dua kali sehari yaitu pukul 10.00 dan
pukul 15.00 WIB.
Gambar 5. Jenis pakan yang digunakan
4. Sampling
Sampling yang dilakukan adalah pengukuranterhadap pertumbuhan panjang dan
beratAmphiprion percula yang dilakukan setiap 10 hari.Sampling dilakukan
Gambar 6. Sampling ikan (Farzuki, 2011)
5. Pergantian Air dengan Sistem Flow through
Sistem flow through yaitu air dibiarkan mengalir setiap saatdimana air akan terus
mengalir selama 24 jam. Sistem flow through dapat diterapkan di daerah pesisir
pantai dikarenakan ketersediaan air yang melimpah.
Konstruksi sistem flow through dengan penempatan dan penyusunan alat-alat
yang digunakan serta pengisian air akuarium dengan penyambungan pipa-pipa
penyaluran air ke dalam akuarium. Sebelum digunakan untuk pemeliharaan ikan
sistem dijalankan selama 2 hari untuk menstabilkan debit air sekaligus memeriksa
komponen yang belum berfungsi. Debit air yang digunakan selama penelitian
adalah sebesar 50 ml/ detik, hal tersebut mengikuti penelitian sebelumnya yaitu
penelitian Ari et al, (2007) dimana kecepatan debit air dalam sistem flow through
sebesar 50 ml/ detik dengan ukuran akuarium 80x45x50 cm. Pengukuran debit air
dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan mengisi gelas ukur dan dicatat
waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh gelas ukur tersebut.Sistem flow
through diterapkan dengan tujuan untuk menciptakan kondisi seperti di alam
sebagai habitat asli anemon dan memudahkan sirkulasi udara(Ariet al., 2007).
H 20
Pada sistem flow through air dialirkan dari tandon ke wadah filter yang kemudian
dialirkan kembali ke wadah akuarium. Aliran air yang telah melewati akuarium
akan dikeluarkan melalui pipa yang telah diberi lubang dan kemudian air akan
keluar melalui saluran pembuangan (outlet).
Gambar 7. Sistem flow through
6. Kualitas Air
Fisika-kimia air pada sistem flow through yang diamati selama pemeliharaan
berupa suhu (0C), pH, DO(mg/l), nitrit (mg/l) dan amoniak (mg/l).Pengamatan
dilakukan pada pagi hari.
Gambar 8. Proses sampling kualitas air dan alat kualitas air
Outlet/ pembuangan air keluar
Pipa pengeluaran air ke outlet
Pipa air masuk/
E.Pengamatan
Parameter yang diamati selama penelitian meliputi jumlah ikan, pertumbuhan
panjang dan berat ikan yang diamati selama 10 hari sekali sertakualitas air berupa
suhu (0C), pH danDO (mg/l) yang dilakukan setiap lima hari sekali.Parameter
tersebut digunakan untuk menentukan pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan
harian dan kelangsungan hidup (SR) Amphiprion percula.
1. Pertumbuhan Berat Mutlak
Menurut Effendi (1997), pertumbuhan berat mutlak dapat dinyatakan dengan
rumus :
Menurut Effendi (1997), pertumbuhan panjang mutlak dapat dinyatakan dengan
3. Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian adalah laju pertumbuhan ikan dalam kurun waktu
tertentu (hari). Menurut Effendi (1997), laju pertumbuhan harian dapat dinyatakan
dengan rumus :
Keterangan :
GR = Laju pertumbuhan harian (gr/ hari)
Wt = Berat rata-rata akhir ikan (gr)
Wo = Berat rata-rata awal benih ikan (gr)
t = Lama pemeliharaan (hari)
4. Survival Rate(SR)
Survival rate (SR) adalah jumlah ikan yang hidup dibandingkan dengan jumlah
ikan pada saat awal tebar.SR digunakan untuk mengetahui berapa besar persentase
ikan yang hidup selama proses penelitian.
Menurut Effendi (1997), Survival Rate (SR) dapat dinyatakan dengan rumus :
SR= x 100%
Keterangan :
SR = Kelangsungan hidup ikan
Nt = Jumlah ikan pada akhir penelitian
N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam pada
selang kepercayaan 95%.Apabila dalam analisis didapat hasil yang berbeda nyata,
maka dilakukan uji lanjut dengan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada selang
MOTTO
Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh.
Cacatnya ilmu pengetahuan adalah lupa.
Jangan pernah menyerah sebelum kamu mencoba dan melaluinya.
Sukses adalah keberhasilan yang anda capai di dalam menggunakan
talenta-talenta yang telah Tuhan berikan kepada Anda.
(Rick Devos)
Kita belajar hanya untuk dua hal, pengalaman untuk di ceritakan
dan pengetahuan untuk di bagi.
Kesuksesan berawal dari keberanian
(Bob Sodino)
Judul : Pengaruh Padat Tebar Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan
Sintasan Benih Clownfish Jenis Amphiprion percula Dalam
Sistem Flow Through
Nama : Muhammad Farzuki
NPM : 0614111045
Program Studi : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Rara Diantari, S.Pi., M.Sc. Berta Putri, S.Si., M.Si.
NIP. 197908212003122001 NIP. 198109142008122002
2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan
Ir. Siti Hudaidah, M.Sc.
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Rara Diantari, S.Pi., M.Sc. ... Sekretaris : Berta Putri, S.Si., M.Si. ... Penguji Utama : Henni Wijayanti M., S.Pi., M.Si. ... 2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.
NIP. 19610826 198702 1 001
PERSEMBAHAN
Dengan ucapan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas
terselesaikannya sebuah karya kecil dan sederhana hasil sebuah
pemiki
ran, tenaga, usaha, dan do’a….
ku persembahkan karya ini untuk orang
–
orang
terkasih dan tersayang.
Bapak , Ibu, Adik
–
adikku (Pika dan Muhyi) dan Ai sebagai ucapan
terima kasih atas perjuangan, semangat, pengorbanan dan do’a yang
tiada henti
–
hentinya selama ini
Seluruh kelu
arga besarku tercinta, atas dukungan dan do’anya
Teman
–
teman Budidaya Perairan Universitas Lampung khususnya
angkatan 2006, kakak tingkat 2004 dan 2005, serta adik
tingkat 2007, 2008, 2009, 2010, 2011.
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, rahmat dan
karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya, semoga kita semua senantiasa menjadi
hamba yang bertaqwa. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, semoga kita tercatat sebagai umatnya yang kelak
mendapatkan syafa’at di hari akhir.
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Perikanan
(S.Pi) pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Skripsi yang dibuat berjudul “Pengaruh Padat Tebar yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Benih Clownfish jenis Amphiprion percula
dalan Sistem Flow Trough”. Semoga dapat menambah khasanah keilmuan kita.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun. Dengan segenap rasa syukur kehadirat Allah SWT dan
dengan dilandasi kerendahan hati, ungkapan terima kasih yang tulus dan ikhlas
penyusun ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian
2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Rara Diantari, S.Pi., M.Sc. selaku Pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan, dukungan, saran serta
kritik dalam proses pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi.
4. Ibu Berta Putri, S.Pi., M.Si. selaku Pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan, dukungan, saran serta
kritik dalam proses penyelesaian skripsi.
hatchery ikan Clownfish di Balai Bssar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) yang telah membantu selama proses penelitian.
9. Leo, Arif dan Om’Bayu yang telah membantu dalam proses persiapan
penelitian.
10.Vira, Ume, Tutut, Tia, De2w atas waktu dan kebersamaannya dalam proses
penyusunan skripsi.
11.Anak-anak SAUNG HIDRILA yang selalu memberikan inspirasi dan
12.Sahabatku teman-teman Budidaya Perairan 2006, atas kebersamaan,
dukungan, semangat dan perhatian yang telah diberikan.
13.Seluruh mahasiswa Budidaya Perairan angkatan 2004 – 2011.
14.Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih
atas dukungan dan bantuannya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kita
semua.
Bandar Lampung, Februari 2012 Penyusun
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkanbahwa perlakuan
kepadatan tebar yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadappertumbuhan
Amphiprion percula, hal itu sesuai dengan hasil yang diperoleh bahwa semakin
tinggi tingkat kepadatan tebar maka laju pertumbuhannya semakin rendah.
Pertumbuhan ikan tertinggi dihasilkandari perlakuan Adengan padat tebar 30 ekor
yaitu 1 ekor/liter dengan tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan 100%.
B. Saran
Dari hasil penelitian dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai padat tebar