• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN AIR REBUSAN KENTANG (Solanum tuberosum L.), BAP DAN NAA TERHADAP INDUKSI TUNAS JATI EMAS (Cordia subcordata) SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN AIR REBUSAN KENTANG (Solanum tuberosum L.), BAP DAN NAA TERHADAP INDUKSI TUNAS JATI EMAS (Cordia subcordata) SECARA IN VITRO"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TUNAS JATI EMAS (

Cordia subcordata)

SECARA

IN VITRO

SKRIPSI

Oleh

Imanudin 20120210096

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

PENGARUH PE

PENAMBAHAN AIR REBUSAN KENTANG P DAN NAA TERHADAP INDUKSI TUNA

(Cordia subcordata)SECARAIN VITRO

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Imanudin 20120210096

elah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 25 Mei2016

lah diterima sebagai bagian persyaratan yang di memperoleh derajat Sarjana Pertanian

uji Utama Anggota Peng

(3)

Dengan ini saya menyatakan:

1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini ada gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing.

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Yogyakarta, 13 Juni 2016 Yang membuat pernyataan

(4)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi rabbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT penguasa segala alam. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, Saiyyidil awwalin wal akhirin, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Pengaruh Penambahan Air Rebusan Kentang (Solanum Tuberosum L.), BAP dan NAA Terhadap Induksi Tunas Jati Emas (Cordia subcordata)SecaraIn Vitro. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P, M.P selaku dosen pembimbing utama, dan Ketua Program Studi Agroteknologi yang senatiasa memberi masukan, arahan serta ilmu kepada penulis sehingga terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Ir. Sukuriyati Susilo Dewi, M.S selaku dosen pendamping, selalu memotivasi dan memberikan bimbingan, ilmu masukan dan arahan dalam terlaksananya penyusunan skripsi.

3. Ir. Agung Astuti, MSi. Selaku dosen penguji yang memberi arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan.

4. Bu Harini sebagai laboran lab kultur in vitro yang senantiasa membantu dan membimbing dalam kegiatan teknis saat pelaksanaan penelitian.

5. Ibu dan bapak yang senantiasa memberi dukungan dan motivasi dalam setiap urusan yang menyangkut akademik.

6. Dhanita, Nur Asiayang selalu memberikan do’a dan motivasi dari awal penelitian hingga penyusunan skripsi selesai.

7. Shandy, Bayu, Julio, Badri, Thoha, Muhamad Laode, Nofison, Imam Susila, yang senantiasa membantu dalam pelaksanaan penelitian

8. Teman-teman Agroteknologi UMY yang sampai saat ini menjaga kekompakan dalam memotivasi teman-teman.

(5)

sampai saat ini masih mensupport dan memberikan motivasi walaupun hanya lewat media sosial.

Atas segala bantuan, do’a dan dukungan yang telah diberikan semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat yang besar baik bagi penulis maupun pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 13 Juni 2016

(6)

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI... xii

ABSTRACT... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Jati Emas (Cordia subcordata) ... 4

B. KulturIn Vitro... 6

C. Air Rebusan Kentang (Salonum tuberosumL)... 9

D. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)... 11

E. Hipotesis ... 12

III. TATACARA PENELITIAN... 13

(7)

C. Metode Penelitian ... 13

D. Cara Penelitian ... 14

1. Tahapan Penelitian ... 14

2. Persiapan Alat dan Bahan ... 15

3. Pembuatan medium ... 15

4. Persiapan Eksplan ... 16

E. Parameter Pengamatan... 17

1. Persentase Eksplan Hidup (%) ... 17

2. Persentase Eksplan Kontaminasi (%)... 17

3. Persentase EksplanBrowning(%) ... 18

4. Jumlah Calon Tunas ... 18

F. Analisis Data ... 18

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 19

A. Persentase Eksplan Hidup... 20

B. Persentase Eksplan Kontaminasi ... 23

C. Persentase EksplanBrowning... 27

D. Jumlah Calon Tunas... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(8)

Tabel Halaan

1. Komposisi dan Kandungan Kentang Rebus...Error! Bookmark not defined. 2. Pengaruh Air Rebusan Kentang, BAP dan NAA terhadap Persentase

(9)

Gambar Halaman.

1. Tahapan Pengujian Efektivitas Air Rebusan Kentang untuk Induksi Tunas Jati Emas SecaraIn Vitro...Error! Bookmark not defined. 2. (a) Eksplan Kalus Jati Kontaminasi Bakteri 2 MST dan (b) Kontaminasi

Jamur 3 MST. ...Error! Bookmark not defined. 3. Grafik Persentase Eksplan Kontaminasi 1-8 MSTError! Bookmark not defined. 4. Grafik Persentase EksplanBrowning1-8 MST ..Error! Bookmark not defined.

5. (a) Persentase EksplanBrowningdan (b) Persentase EksplanRecoveryError! Bookmark not defi 6. Pengaruh Air Rebusan Kentang, BAP dan NAA terhadap Jumlah Calon

Tunas Jati Emas pada 7 dan 8 MST ...Error! Bookmark not defined. 7. Pengaruh Air Rebusan Kentang terhadap Jumlah Calon Tunas Jati Emas

(10)

Lampiran Halaman.

1.LayoutPenelitian...Error! Bookmark not defined. 2. Komposisi Medium...Error! Bookmark not defined. 3. Alur Pembuatan Medium WPM 0 ...Error! Bookmark not defined. 4. Alur Pembuatan Medium Perlakuan ...Error! Bookmark not defined. 5. Hasil Analisis Anova dan Sidik Ragam Jumlah Calon Tunas Minggu ke-7

dan 8 MST ...Error! Bookmark not defined.

(11)
(12)

This research aimed to know the influence of boiedl water potato combined with Benzyl Amino Purin and Naphtalene Acetic Acid in inducing shoot of golden teak in vitro. This research was held in laboratory in vitro culture, Faculty of Agriculture Universitas Muhammadiyah Yogyakarta on February until April 2016.

This research used single factor experimental method, with five treatments which consist of BAP(0,5;,1,0;,1,5;,2,0; 2,5 mg/l), NAA( 0.1;,0,2;,0,3;, 0,4;, 0,5 mg/l) and boiled water potato(100, 200, 300, 400, 500 ml/l).The parameter observed were are percentage of contamination, percentage of Browning, percentage of life and number of shoot bud.

The result showed that the addition of boiled water potato 300 ml/l + BAP 1,5 mg/l and NAA 0,3 mg/l was the best treatment as shown by the parameter highest shoot (40,66) on the 8th week, the percentage explant of life (90%), the percentage explant of contamination (10%), the percentage explants of Browning (30%) and the percentage explant of recovery (30%).

(13)

A.Latar Belakang

Tanaman Jati Emas (Cordia subcordata) merupakan salah satu tanaman

yang memberikan kontribusi nyata dalam menyediakan bahan baku kayu. Jati

Emas disebut juga Fast Growth Golden Teak (FGGT) yang artinya Jati Emas

berdaya tumbuh cepat. Jika Jati biasa (lokal) baru bisa dipanen pada umur 45

tahun, maka Jati Emas ini bisa dipanen pada umur 10-15 tahun. Kayu Jati Emas

banyak dicari untuk konstruksi dekoratif misalnya parquet flooring (lantai kayu),

dinding, mebel dan kusen kayu/jendela berkualitas tinggi, kayu yang berkualitas

ekspor. Kebutuhan menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun yaitu 120,111

m3 (2009), 147,563 m3 (2010), 136,952 m3 (2011), 138,130 m3 (2012), 169,121

m3 (2013), 30,882 m3 (2014) (BPS Jateng, 2014).

Kebutuhan bahan baku kayu terutama Jati yang semakin berkembang telah

meningkatkan kebutuhan bibit Jati. Bibit Jati biasanya diproduksi

secara konvensional menggunakan biji (generatif) sehingga produksi bibit dengan

jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas. Bibit yang baik merupakan

bibit yang berkualitas tinggi artinya bebas dari penyakit baik yang disebabkan

patogen maupun sifat genetis. Tanaman Jati dapat diperbanyak secara generatif

tetapi hasil perbanyakan secara generatif memiliki umur yang lebih panjang.

Sementara, perbanyakan secara vegetatif khususnya kultur in vitro dapat

mengasilkan tanaman dalam jumlah banyak, seragam dan dalam waktu yang

singkat. Perbanyakan dengan kultur in vitro merupakan metode memperbanyak

(14)

Penelitian yang dilakukan Yasodha et al. (2005) telah berhasil

memultiplikasi tunas Jati dengan mengkulturkan eksplan biji Jati dalam medium

MS yang mengandung 22,2 µM BAP dan 11,62 µM Kinetin.Wattimena (1992)

menyatakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kultur in vitro adalah

zat pengatur tumbuh. Benzyl Amino Purin (BAP) adalah zat pengatur tumbuh

golongan sitokinin yang jika dikombinasikan dengan Naphtalene Acetic Acid

(NAA) dari golongan auksin akan mendorong pembelahan sel dan morfogenesis

tanaman. Medium kultur in vitro yang dirancang untuk tanaman berkayu seperti

buah-buahan adalah Woody Plant Medium atau WPM, hasil komposisi dari Lloyd

dan McCown, 1981 (George dan Sherrington, 1984 dalamRahayu, 1993).

Penambahan zat orgaik kompleks dalam medium kultur in vitro merupakan

salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan sintetis, kandungan

yang terdapat dalam zat orgaik ompleks yang di tambahkan ke dalam medium

bersifat esensial bagi pertumbuhan tanaman secara in vitro. Penelitian ini

mencoba menggunakan air rebusan kentang yang dikombinasikan dengan BAP

dan NAA untuk menginduksi tunas Jati. Air rebusan kentang digunakan sebagai

zat organik kompleks yang ditambahkan ke dalam medium kultur in vitro, dimana

air rebusan kentang ini dapat meningkatkan pertumbuhan eksplan. Hal tersebut

dikarenakan adanya kandungan vitamin A, Tiamin (vitamin B1), riboflavin

(vitamin B2), piridoksin (vitamin B6), asam korbat (vitamin C), asam amino,

protein, kalsium, magnesium, fosfor, dan besi (Molnar et al., 2011). Hasil

penelitian Imanudin dkk. (2015) dengan penambahan air rebusan kentang 300 ml/l

(15)

menginduksi kalus pada eksplan Jati Emas (Cordia subcordata) 23,60 HST dan

diameter kalus mencapai 4.64 cm. Sementara hasil penelitian Hadi (2013)

menyatakan penambahan air rebusan kentang dengan konsentrasi 300 ml/l

kedalam medium dapat meningkatkan jumlah akar planlet Pisang Ambon

mencapai 4,33 cm.

B. Perumusan Masalah

Penambahan air rebusan kentang merupakan salah satu alternatif sebagai

penambah nutrisi dalam medium, hal tersebut dikarenakan harganya murah dan

mempunyai kandungan vitamin A, Tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2),

piridoksin (vitamin B6), asam askorbat (vitamin C), asam amino, protein,

kalsium, fosfor dan besi yang sifatnya esensial untuk pertumbuhan eksplan secara

in vitro. Oleh karena itu kajian mengenai seberapa besar pengaruh air rebusan

kentang untuk induksi tunas Jati Emas secara in vitro perlu dilakukan.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh air rebusan kentang (Solanum tuberosum L.) terhadap

pertumbuhan tunas Jati Emas (Cordia subcordata) secara in vitro.

2. Menentukan konsentrasi BAP dengan NAA yang dikombinasikan dengan air

rebusan kentang sebagai ZPT kultur yang efektif untuk pertumbuhan tunas

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jati Emas (Cordia subcordata)

Jati Emas (Cordia subcordata) merupakan bibit unggul hasil teknologi

kultur in vitro dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar. Jati

Emas ini sudah ditanam secara luas di Myanmar dan Thailand sejak tahun 1980.

Sementara itu penanaman Jati Emas di Malaysia secara meluas dilakukan pada

tahun 1990 dan di Indonesia dimulai pada tahun 1996 dengan penanaman Jati

Emas hingga 1 juta pohon di daerah Indramayu Jawa Barat. Untuk

perbandingan, tanaman Jati Emas berumur 5-7 tahun sudah mempunyai batang

dengan diameter 27 cm dan tinggi pohon mencapai 16 meter, pada umur yang

sama Jati biasa (Konvensional) memiliki diameter batang sekitar 3,5 cm dan

tinggi pohonnya sekitar 4 meter (Daru, 1994).

Jati Emas disebut juga Fast Growth Golden Teak (FGGT) yang artinya

Jati Emas berdaya tumbuh cepat, jika Jati biasa (lokal) baru bisa dipanen pada

umur 45 tahun, maka Jati Emas ini bisa dipanen pada umur 10-15 tahun. Pada

umur 5 tahun ditebang untuk penjarangan, hasil penebangan tersebut mempunyai

nilai ekonomi dan sudah laku dijual. Jati Emas diklasifikasikan sebagai kayu

keras, tekstur serat kayu lurus sehingga mudah dikerjakan dengan alat-alat

permesinan. Warna kayu putih kekuningan dan menjadi trend setter warna

furniture di Jepang dan Eropa. Kayu Jati Emas banyak dicari untuk konstruksi

dekoratif misalnya, parquet flooring (lantai kayu), dinding, mebel dan kusen kayu

atau jendela berkualitas tinggi. Sebagai kayu yang berkualitas ekspor, Jati Emas

(17)

Jati Emas cocok ditanam diperkebunan yang berada di daerah tropis,

sebagaimana umumnya tanaman Jati. Jati Emas juga termasuk tanaman pioner

yang dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, kecuali tanah gambut atau rawa.

Meskipun demikian, tanah yang ideal untuk penanaman Jati Emas adalah jenis

tanah aluvial dengan pH 5-8. Jati Emas diketahui sangat menyukai tanah yang

banyak mengandung kapur, Topografi tanah dengan kemiringan kurang dari 20 %

(Daru, 1994).

Jati Emas dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di daerah dataran

rendah (50-80 m dari permukaan air laut), tetapi Jati mas bisa ditanam di lokasi

yang berada di ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut. Artinya lokasi yang

dekat pantaipun dapat dijadikan tempat penanaman Jati Emas. Perbanyakan Jati

Emas biasanya diperbanyak dengan biji (generatif). Perbanyakan dengan biji

membutuhkan waktu yang relatif lama, hal ini dikarenakan umur Jati untuk

menghasilkan biji 7-10 tahun sedangkan untuk umur panen Jati Emas bisa di

panen umur 5-7 tahun. Siklus umur panen Jati Emas lebih cepat dibandingkan

dengan Jati biasa (lokal) oleh karena itu perlu teknologi untuk perbanyakan Jati

Emas dalam waktu singkat dan seragam. Teknologi kultur in vitro telah terbukti

dapat digunakan sebagai teknologi pilihan yang sangat menjanjikan untuk

pemenuhan kebutuhan bibit tanaman Jati Emas (Cordia subcordata). Metode

kultur in vitro dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman,

untuk dikembangbiakkan secara lama

relatif tanaman yang

untuk khususnya

generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur in vitro mempunyai beberapa

(18)

diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat

yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang

singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih

cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.

Perbanyakan secara vegertatif menggunakan teknik kultur in vitro dengan

teknik kultur kalus atau kultur sel, jika suatu eksplan ditanam pada medium padat

atau dalam medium cair dalam waktu 2-4 minggu, tergantung spesiesnya, akan

terbentuk massa kalus yaitu suatu massa amorf yang tersusun atas sel-sel

parenkim berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel in

vitro induk. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk

berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat

membentuk plantlet. Plantlet dapat disubkultur dengan cara mengambil sebagian

plantlet dan memindahkannya pada medium baru.

B. Kultur In Vitro

Kultur in vitro didefinisikan sebagai suatu teknik menumbuhkan bagian

baik berupa sel,

tanaman, in vitro, atau organ dalam kondisi aseptik dalam

medium buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur

Tumbuh) serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol

(Yusnita, dkk. 1996). Kebutuhan hara sel dan in vitro yang dikulturkan akan

mempengaruhi keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro.

Hara yang terdapat dalam medium terdiri atas komponen utama meliputi garam

mineral, sumber karbon (gula), vitamin dan zat pengatur tumbuh (Wetter dan

(19)

Perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan teknik alternatif yang

tidak dapat dihindari bila penyediaan bibit tanaman harus dilakukan dalam skala

besar dan dalam waktu relatif singkat (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Menurut Wetter dan Constabel (1991) bahwa kultur in vitro tanaman terdiri dari

sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ, in vitro dan sel tanaman. In vitro

dapat dikulturkan pada agar padat atau dalam medium hara cair. Jika ditanam

dalam agar, in vitro akan membentuk kalus, yaitu massa sel atau sel-sel yang tidak

tertata. Kultur agar juga merupakan teknik untuk meristem dan juga untuk

mempelajari organogenesis. Untuk mengembangkan tanaman secara in vitro

sampai menjadi plantlet dan akhirnya menjadi tanaman lengkap yang siap

dipindah ke medium tanah, maka terdapat beberapa tahapan utama yang harus

dilakukan, yaitu: (1) pemilihan sumber tanaman yang akan digunakan sebagai

bahan awal (in vitro meristem, eksplan, dan lain-lain), (2) penanaman dalam

medium yang sesuai sampai terjadi perbanyakan (misalnya dalam bentuk kalus),

(3) pembentukan tunas dan akar sampai terbentuk plantlet, (4) aklimatisasi, yaitu

proses adaptasi di luar sistem in vitro, (5) penanaman pada medium biasa (tanah

atau medium bukan artifisial lainnya) (Yuwono, 2006).

Formulasi dasar dari garam mineral buatan Murashige dan Skoog

merupakan medium kultur yang khas dan biasa digunakan dalam propagasi

tanaman secara in vitro. Nutrisi mineral dapat dibagi dalam tiga kelas: garam

mineral nutrisi makro, garam mineral nutrisi mikro dan sumber besi (Wetherel,

1982). Tunas–tunas yang terbentuk dari eksplan pada bagian yang bukan

(20)

Tunas-tunas ini dapat terbentuk langsung dari eksplan melalui proses terbentuknya kalus

terlebih dahulu. Teknik ini merupakan salah satu teknik mikropropagasi yang juga

banyak dilakukan dan dapat menghasilkan plantlet dalam jumlah jauh lebih

banyak dari teknik pembentukan tunas aksilar. Hasil penelitian dengan pemberian

BAP dan NAA yang optimum untuk pertumbuhan tunas anggrek pada perlakuan

1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA menghasilkan tunas dengan waktu rerata 13,33 HST,

tunas 2,33 dan jumlah daun 5,67 helai (Markal dkk, 2015).

Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (morfogenesis) kultur dan

sintesis metabolit sekunder adalah komponen organik dan anorganik dari medium,

zat pengatur tumbuh, cahaya dan temperatur. Medium merupakan faktor yang

sangat penting karena digunakan sebagai tempat tumbuhnya eksplan. Medium

dalam kultur in vitro merupakan campuran air dan hara yang mengandung

garam-garam organik dan zat pengatur tumbuh. Garam-garam-garam anorganik menyediakan

unsur makro seperti (N, P, K ,Ca, Mg dan Na) dan unsur hara mikro (B, Co, Mn,

I, Fe, Zn dan Cu) (Umi, 2008). Beberapa medium yang digunakan dalam kultur

in vitro antara lain, medium Nitsch and Nitsch, MS (Murashige and Skoog),

medium B5, medium WPM (Woody Plant medium). Medium yang sering

digunakan untuk sebagian besar spesies tanaman berkayu yaitu WPM (Dixon and

Gonzales, 1984). Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan dalam medium

kultur in vitro seperti air rebusan kentang, ekstrak ragi, air kelapa. Penambahan air

rebusan kentang dengan konsentrasi 200 ml/l memberikan pengaruh nyata

terhadap pertumbuhan jumlah akar pisang ambon secara in vitro dengan rata-rata

(21)

C. Air Rebusan Kentang (Salonum tuberosum L)

Kentang ( Solanum tuberosum L) adalah tanaman dari suku Solanaceae

yang memiliki umbi batang dan merupakan salah satu sumber utama karbohidrat.

Tanaman ini merupakan herba (tanaman pendek tidak berkayu) semusim dan

hidup di iklim yang sejuk. Air rebusan kentang digunakan sebagai zat organik

kompleks yang ditambahkan ke dalam medium kultur in vitro, dimana air rebusan

kentang dapat meningkatkan pertumbuhan eksplan karena mengandung beberapa

zat organik yang bersifat esensial bagi tanaman dalam kultur in vitro. Beberapa

kandungan dalam kentang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Kentang Rebus

Kandungan Mineral Kandungan vitamin

Kalsium (Ca) 8 mg Vitamin A 3 IU

Besi (Fe) 0,31 mg Asam askorbat ( vit C) 7,4 mg Magnesium (Mg) 20 mg Thiamin (B1) 0,098 mg Fosfor (P) 40 mg Riboflavin (B2) 9,0019 mg

Seng (Zn) 0,07 mg Niacin 1,312 mg

Natrium (Na) 5 mg Piridoksin (B6) 0,269 mg Kalium (k) 328 mg Asam amino

Sumber: http://asgar.or.id/health/nutrition-facts/kandungan-gizi-dan-komposisi-dari-kentang-rebus-tanpa-garam.

Nutrisi yang terdapat pada air rebusan kentang dapat dimanfaatkan sebagai

sumber nutrisi pada medium tumbuh karena mengandung unsur hara diantaranya

adalah asam amino dan fosfor serta Tiamin (vitamin B1). Asam amino berfungsi

untuk pertumbuhan dan diferensiasi kalus, selain itu unsur fosfor yang diberikan

dalam jumlah tinggi berpengaruh terhadap penambahan jumlah akar, sedangkan

Tiamin berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar dan

(22)

karbohidrat (Salisbury dan Ross, 1995). Air rebusan kentang yang

dikombinasikan dengan zat pengatur tumbuh dalam medium kultur diketahui

meningkatkan pertumbuhan kultur anther pada tanaman gandum, serealia dan

anggrek (Thorpe et al., 2008 dalam Molnar et al., 2011).

Penggunaan medium WPM sebagai medium dasar dalam penelitian ini

didasarkan pada jenis tanaman yang dikulturkan. Tanaman berkayu sering

mengeluarkan ekskresi yang mungkin menyebabkan racun terhadap medium

tanam, sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kultur. Penelitian

multiplikasi jeruk (Citrus nobilis L.) yang dilakukan Miryam et al. (2008)

menunjukkan bahwa penggunaan medium WPM dengan kombinasi Benzil Amino

Purin (BAP) dan Naphtalene Asetic Acid (NAA) menghasilkan persentase hidup

eksplan sebesar 82,42%. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Qosim (2006)

melaporkan bahwa penggunaan WPM dengan penambahan BAP menghasilkan

regenerasi tunas pada kultur kalus nodular manggis (Garcinia mangostana L).

Berdasarkan hasil penelitian Mohammad (2014) dengan kombinasi ZPT terhadap

tunas apikal jati terbanyak diperoleh dari medium dengan pemberian BAP 1,0

mg/L dan NAA 0,05 mg/L yakni 1 tunas per eksplan. Sedangkan tunas apikal Jati

akan efektif apabila dikulturkan padamedium WPM dengan penambahan BAP 1,0

mg/L dan NAA 0,05 mg/L. Sementara hasil penelitian Imanudin dkk. (2015)

dengan penambahan air rebusan kentang 300 ml/l pada medium WPM mampu

mengiduksi kalus pada eksplan Jati Emas (Cordia subcordata) 23,60 HST dan

diameter kalus mencapai 4,640 cm dengan konsentrasi 300ml/l dengan

(23)

D. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa yang umumnya aktif pada

konsentrasi yang sangat rendah dan dihasilkan dalam tubuh tanaman. Dewasa ini

ZPT bisa diproduksi secara buatan dengan fungsi yang sama. Ada beberapa

kelompok zat pengatur tumbuh yaitu: auksin, sitokinin, giberilin, etilen dan asam

absisik. Auksin dan sitokinin adalah senyawa yang paling penting untuk

pertumbuhan kultur in vitro. George dan Sherrington (1984) menyatakan bahwa

untuk proses caulogenesis atau rhizogenesis, morfogenesis akar dan tunas dari

kultur kalus biasanya dibutuhkan imbangan taraf zat pengatur tumbuh auksin dan

sitokinin. Auksin yang paling sering digunakan untuk menginisiasi pembentukan

kalus adalah jenis NAA, sedang untuk jenis sitokinin bisa dipakai kinetin atau

BAP.

Zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan adalah auksin dan sitokinin.

Golongan auksin dan sitokinin akan mempengaruhi respon eksplan yang

dikulturkan. Proporsi yang relatif tinggi dari auksin terhadap sitokinin

menyebabkan diferensiasi mengarah pada pertumbuhan akar dan jika sitokinin

lebih tinggi dari auksin maka in vitro akan terdiferensiasi ke arah pertumbuhan

tunas. Dalam percobaan kultur in vitro jenis auksin dan sitokinin yang digunakan

adalah NAA dan BAP karena kedua zat pengatur tumbuh tersebut relatif tahan

terhadap degradasi, sedangkan medium yang banyak dipakai adalah medium MS

(George and Sherrington, 1984).

Rahayu (1993) menggunakan potongan kotiledon yang berasal dari kultur

(24)

pada penambahan BAP 0,1 mg/l dengan kombinasi 0,1 mg/l NAA, namun

persentase tunas yang muncul adalah paling kecil. Sementara kalus lebih sedikit

muncul pada penambahan 10 mg/l BAP dan 1,0 mg/l NAA, tapi inisiasi tunas

adalah maksimum. Perlakuan BAP 0,5 mg/l dan NAA 0,1 mg/l memberikan

jumlah tunas total terbanyak pada medium MS dengan eksplan yang berasal dari

epikotil jeruk (Troyer Citrange) yang dikecambahkan secara in vitro.

Hasil penelitian kultur in vitro Jati menunjukkan bahwa penambahan 1

mg/l BAP dan 1 mg/l Kinetin ke dalam medium MS menghasilkan persentase

pertumbuhan kalus sebesar 23,64% dan tunas sebesar 12,79% dari eksplan ujung

apikal tanaman Jati (Lina dkk, 2013). Sementara multiplikasi tunas Jati telah

berhasil dilakukan dengan mengkulturkan eksplan biji Jati dalam medium MS

yang mengandung 22,2 µM BAP dan 11,62 µM Kinetin (Yosadha et al., 2005).

E. Hipotesis

Penambahan Air rebusan kentang ( Solanum tuberesum L) 300 ml/l

dengan kombinasi BAP 1,5 ml/l + NAA 0,3 ml/l diduga dapat meningkatkan

(25)

III. TATACARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Februari-April 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan berupa Air rebusan kentang, kalus Jati dan medium

WPM.

Alat penelitan yang digunakan meliputi: alat sterilisasi seperti, lampu

Bunsen, Autoklaf, alat inokulasi seperti LAF, pinset, plastik wrap, lampu bunsen,

alumunium foil, alat pengukur yaitu pH stik, gelas ukur, pipet ukur, timbangan

analitik dan peralatan glassware.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor

tunggal terdiri dari lima perlakuan yaitu konsentrasi air rebusan kentang (K)

dalam medium WPM yang mengandun BAP,0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 mg/l dan NAA

0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 mg/l. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 kali,

sehingga didapat 50 unit percobaan. Adapun perlakuan yang diuji sebagai berikut :

A = BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l.

B = BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l.

C = BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l.

D = BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l.

(26)

D. Cara Penelitian

1. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu: (1) Persiapan alat dan

bahan, (2) Pembuatan medium, (3) Homogenisasi Eksplan, (4) Induksi tunas

Jati, (5) Inkubasi, (6) Analisis data (Gambar 1).

Gambar 1. Tahapan Pengujian Efektivitas Air Rebusan Kentang untuk Induksi Tunas Jati Emas Secara In Vitro.

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN PENELITIAN: Persiapan bahan dan sterilisasi alat

INDUKSI TUNAS JATI :

Inokulasi tunas Jati ke dalam medium sesuai perlakuan PEMBUATAN MEDIUM:

1. Penimbangan unsur makro, mikro dan Perebusan kentang 2. Pembuatan medium woody plant medium (WPM)

a. Pembuatan medium WPM0

b. Pembuatan medium WPM sesuai dengan perlakuan

INKUBASI Pengamatan dan pengambilan data

ANALISIS DATA : Pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian

HOMOGENISASI:

(27)

2. Persiapan Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : Eksplan berupa

kalus Jati dari hasil penelitian sebelumya ; medium inokulasi berupa medium

WPM, Air rebusan kentang, BAP, NAA. Alat-alat yang digunakan meliputi :

Laminar Air Flow cabinet, lampu Bunsen, autoklaf, pinset, plastik wrap,

lampu bunsen, alumuniumfoil, pH stik, gelas ukur, pipet ukur, timbangan

analitik, dan peralatan glassware (lampiran 7 Gambar 1).

Sterilisasi alat-alat berupa glassware yang akan digunakan untuk

inokulasi eksplan dilakukan menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm dan

suhu 1210 C selama 20 menit sedangkan sterilisasi bakar dilakukan pada

peralatan dissecting kits (Pinset, gunting dan skalpel) di dalam LAF dengan

cara mencelupkan alat pada alkohol 70% dan membakarnya di atas bunsen

sebelum digunakan. Sterilisasi LAF dilakukan sebelum sterilisasi basah dan

bakar dimulai, dengan menyalakan lampu UV selama 15 menit.

3. Pembuatan Medium

Medium yang digunakan dalam penelitian ini adalah medium WPM.

Pembuatan medium diawali dengan penimbangan komposisi medium Makro,

mikro, ZPT, agar, sukrosa dan perebusan kentang. Air rebusan kentang

didapatkan dengan merebus kentang yang telah dikupas terlebih dahulu dan di

potong-potong menjadi bagian kecil dengan perbandingan kentang yaitu 1:1

(1 Liter aquades, 1 kg kentang), kemudian kentang direbus dan diambil airnya

tanpa disaring (lampiran 3 dan Gambar 2). Bahan yang digunakan terdiri dari

(28)

medium WPM. Semua bahan tersebut ditimbang terlebih dahulu sesuai

takaran berdasarkan perlakuan. Bahan-bahan tersebut dicampur dengan

menambahkan zat pengatur tumbuh BAP dan NAA sesuai perlakuan

kemudian diencerkan dengan aquades sampai campuran bahan-bahan

mencapai 400 ml. Kemudian ditambahkan sukrosa sebanyak 30 g/l. Agar

campuran tersebut merata, diaduk sampai homogen, selanjutnya yaitu

pengukuran pH larutan. pH larutan disesuaikan menjadi 6 yaitu dengan

penambahan NaOH 1 N untuk menaikkan pH atau HCl 1 N untuk

menurunkan pH. Apabila pH telah sesuai, maka pada larutan ditambahkan

bahan pemadat medium, yaitu agar-agar sebanyak 3g/l dan ditunggu sampai

mendidih. Setelah mendidih, larutan dituangkan ke botol-botol kultur, kurang

lebih 20 ml setiap botolnya. (Lampiran 7 Gambar 4).

Botol ditutup dengan plastik PP, kemudian dilakukan sterilisasi dengan

cara autoclave pada suhu 1210 C, pada tekanan 1 atm selama 30 menit.

Kemudian, botol diangkat dari autoclave, tutup dirapatkan dan didinginkan

agar medium menjadi padat. Botol-botol kultur berisi medium selanjutnya

disimpan pada rak-rak kultur.

4. Persiapan Eksplan

Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus Jati dari

hasil penelitian sebelumnya, persiapan yang dilakukan sebagai berikut:

a. Homogenisasi

Homogenisasi eksplan dilakukan dengan cara memindahkan eksplan

(29)

minimal dua (2) minggu sebelum dipindahkan ke medium yang diberi

perlakuan. Tujuan dari homogenisasi adalah untuk menyeragamkan eksplan

terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke medium perlakuan dengan taraf

konsentrasi yang berbeda, sehingga diharapkan efek dari perlakuan

sebelumnya tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan pada

perlakuan yang berbeda.

b. Induksi Tunas

Induksi kalus dilakukan dengan memacu pembelahan sel secara

terus-menerus menggunakan zat pengatur tumbuh, kalus selanjutnya akan

beregenerasi melalui organogenesis hingga menjadi tanaman baru, induksi

tunas dilakukan dengan memindahkan kalus dari medium homogenisasi

(WPM0) ke dalam medium perlakuan dengan berat kalus yang sama 0,5

gram per botol kultur ( Lampiran 7 gambar 3 ).

E. Parameter Pengamatan

1. Persentase Eksplan Hidup (%)

Jumlah eksplan yang hidup dihitung setiap minggu. Kriteria eksplan

hidup apabila warna hijau atau tumbuh tunas pada eksplan .

Rumus:

% eksplan hidup

=

2. Persentase Eksplan Kontaminasi (%)

Eksplan yang terkontaminasi dihitung setiap minggu, eksplan dikatakan

(30)

Rumus:

3. Persentase Eksplan Browning (%)

Eksplan yang mengalami pencoklatan/Browning dihitung setiap

minggu, kriteria eksplan Browning apabila pencoklatan pada eksplan lebih

dari separuh eksplan.

Rumus :

% eksplan Browning

=

4. Jumlah CalonTunas

Calon tunas dihitung sejak terbentuknya tonjolan-tonolan atau bakal

tunas pada eksplan. Eksplan yang diamati yaitu eksplan telah menunjukan

kemunculan calon tunas dengan dicirikan terbentuknya tonjolan-tonjolan

berwarna hijau pada kalus, pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah

calon tunas yang terbentuk dengan kaca pembesar (Lup).

F. Analisis Data

Setelah data hasil penelitian diperoleh, kemudian dilakukan analisis

menggunakan sidik ragam (Analysis of variance) dengan software SAS, bila ada

beda nyata antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji

DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf 5%. Hasil analisis data

(31)

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang

hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

dapat dicirikan dengan adanya koloni-koloni bakteri maupun spora jamur pada

permukaan medium atau permukaan eksplan dengan warna putih abu-abu atau

kehitaman dan berwarna merah muda. Kontaminasi jamur umumnya baru terlihat

pada 1-2 minggu setelah tanam (MST). Pengamatan kontaminasi eksplan meliputi

kontaminasi bakteri dan jamur, sedangkan eksplan Browning yaitu terjadinya

pencoklatan pada eksplan dipengaruhi oleh senyawa fenol yang dikeluarkan oleh

eksplan. Jumlah eksplan yang hidup dicirikan eksplan berwarna hijau atau

terbentuknya kalus maupun tunas. Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan

hidup, kontaminasi dan Browning dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Air Rebusan Kentang, BAP dan NAA terhadap Persentase Eksplan Hidup, Kontaminasi, Browning, Recovery dan Eksplan Mati Tanaman Jati Emas pada minggu ke-8.

(32)

A. Persentase Eksplan Hidup

Persentase eksplan hidup merupakan kemampuan suatu eksplan untuk

tumbuh dan berkembang dalam kultur in vitro. Persentase eksplan hidup dapat

dipengaruhi oleh persentase eksplan kontaminasi dan Browning, tujuan

pengamatan persentase eksplan hidup adalah untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh sterilisasi eksplan yang digunakan dalam penelitian.

Hasil pengamatan pada tabel 1 menunjukkan pada perlakuan BAP 1,0

mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500

ml/l, persentase eksplan hidup mencapai 100%. Hal tersebut diikuti dengan

jumlah persentase eksplan hidup pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l +

K 300 ml/l dan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l mencapai 90%,

sementara persentase eksplan hidup terendah pada perlakuan BAP 0,5 mg/l +

NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l sebesar 80 %. Hasil pengamatan jika lebih dari 50 %

persentase eksplan hidup dinyatakan tinggi, hal ini dapat dilihat bahwa dari semua

perlakuan menunjukkan persentase eksplan hidup tinggi mencapai 80 % - 100%.

Tingginya persentase eksplan hidup dikarenakan eksplan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah eksplan yang steril dari hasil penelitian sebelumnya,

sehingga tingkat kontaminasi terhadap eksplan rendah, selain itu penggunaan zat

pengatur tumbuh juga dapat mempengaruhi persentase hidup. Hal ini didukung

hasil penelitian Triwari et al., (2002) dengan penggunaan BAP terhadap

persentase hidup eksplan Jati dengan perlakuan BAP 22,2 µm mencapai 76,8 %.

Tingginya persentase eksplan hidup juga disebabkan oleh komposisi zat dalam

(33)

menyatakan bahwa kemampuan hidup eksplan pada kultur in vitro sangat

tergantung dari eksplan itu sendiri, jenis dan komposisi medium sangat

mempengaruhi besarnya daya tahan eksplan untuk hidup pada medium tersebut.

Selain itu diduga penggunaan medium WPM untuk induksi tunas Jati Emas

mampu memberikan persentase eksplan hidup yang cukup tinggi, dikarenakan

medium WPM secara umum biasa digunakan dalam kultur in vitro pada berbagai

jenis tanaman berkayu. Menurut Pardal et al. (2004) medium WPM banyak

digunakan pada berbagai spesies tanaman berkayu, karena memiliki kandungan

total ion yang rendah, tetapi kandungan sulfatnya tinggi. Unsur makro yang

terdapat pada medium WPM seperti unsur magnesium yang tinggi sangat

mendukung dalam pertumbuhan in vitro tanaman. Wetherell (1982) juga

menyatakan di dalam medium terkandung mineral, gula, vitamin dan hormon

dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat.

Kultur in vitro merupakan budidaya secara heterotrof, dimana sel tidak

dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan karbon seperti halnya tanaman

autotrof, sehingga sumber karbon harus diperoleh dalam bentuk karbohidrat yang

ditambahkan dari luar, sehingga gula merupakan sumber karbon. Jika tidak ada

sukrosa, maka aktivitas dan pertumbuhan kalus tidak dapat berlangsung dan pada

akhirnya sel-sel tersebut akan mati, karena tidak ada sumber energi (Campbell et

al., 2003). Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan hidup yang diamati

selama 8 minggu, persentase eksplan hidup minggu 1 dan 2 pada semua perlakuan

menunjukkan persentase eksplan hidup mencapai 100%, tetapi pada minggu ke-3

(34)

ml/l. Penurunan persentase eksplan hidup ini disebabkan oleh kontaminasi pada

eksplan yang bersifat endogen, hal ini dicirikan dengan terjadinya kontaminasi

pada minggu ke-3. Menurut Santoso dan Nursandi (2004) kontaminasi yang

bersifat endogen atau internal yang terdapat dalam eksplan responnya muncul

setelah beberapa hari bahkan sampai satu bulan. Penurunan persentase eksplan

hidup tidak hanya dipengaruhi oleh mikroorganisme, penurunan persentase hidup

pada eksplan juga dapat dipengeruhi oleh kematian eksplan akibat senyawa fenol

yang dikeluarkan oleh ekspan terlihat pada minggu ke-6, diikuti dengan

penurunan persentase eksplan hidup pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3

mg/l + K 300 ml/l pada minggu ke- 4. Denish (2007) mengungkapkan apabila

pencoklatan dibiarkan terus-menerus maka penyerapan unsur hara oleh eksplan

akan terhambat, sehingga pertumbuhan eksplan juga terhambat bahkan dapat

menyebabkan kematian.

Penurunan persentase eksplan hidup pada perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA

0,4 mg/l + K 400 ml/l, terjadi bukan disebabkan kontaminasi oleh

mikroorganisme melainkan terjadinya penurunan persentase eksplan hidup pada

minggu ke-4 karena eksplan mengalami kematian akibat pengeluaran senyawa

fenol oleh eksplan yang bersifat toksik, sehingga menyebabkan kematian pada

eksplan, sementara pada minggu ke-5 sampai minggu ke-8 persentase eksplan

hidup konstan tidak terjadi kontaminasi maupun mati akibat senyawa fenol yang

dikeluarkan oleh eksplan. Sari dkk, (2013) mengungkapkan bahwa akumulasi

senyawa fenol pada eksplan tersebut dapat menghambat, bahkan bersifat toksik

(35)

B. Persentase Eksplan Kontaminasi

Pengamatan eksplan kontaminasi bertujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan sterilisasi baik eksplan, alat maupun medium. Persentase eksplan

kontaminasi dapat dilihat dengan adanya bakteri dan jamur yang tumbuh di

permukaan eksplan maupun medium. Mencegah dan menghindari kontaminasi

merupakan hal yang mutlak dilakukan pada seluruh rangkaian percobaan dalam

kultur in vitro, karena lingkungan yang aseptik harus selalu dijaga.

Hasil dari tabel 1 menunjukkan bahwa pada perlakuan BAP 1,0 mg/l +

NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l ;, BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l dan

BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l persentase eksplan mencapai 0 %,

sementara pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l, dan BAP

1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l mencapai 10%. Kontaminasi diakibatkan

oleh mikroorganisme yaitu jamur dan bakteri, kontaminasi yang diakibatkan

bakteri dicirikan dengan timbulnya lendir pada permukaan medium maupun di

permukaan eksplan (Gambar2.a), sedangkan kontaminasi yang disebabkan oleh

jamur dicirikan dengan tumbuhnya miselium jamur pada permukaan medium

maupun eksplan dengan warna putih keabu-abuan, sehingga miselium jamur

menyelimuti eksplan dan terjadi kematian pada eksplan (Gambar 2.b). Sumber

kontaminasi pada eksplan dapat dipengaruhi oleh tingkat sterilisasi eksplan, alat

yang digunakan serta kontaminasi yang bersifat endogen atau internal. Menurut

Ermayanti (1997) sumber kontaminasi berasal dari mikroorganisme yang tumbuh

pada material tanaman yang dibiakkan, serta alat-alat yang digunakan. Ciri-ciri

(36)

(a) (b)

Gambar 1. (a) Eksplan Kalus Jati Kontaminasi Bakteri 2 MST dan (b) Kontaminasi Jamur 3 MST.

Eksplan yang terkontaminasi hanya dapat bertahan hidup sampai beberapa

hari setelah kontaminan menyebar ke seluruh permukaan eksplan dan medium.

Matinya eksplan disebabkan adanya persaingan antara eksplan dengan

kontaminan dalam penyerapan unsur hara. Mengingat eksplan maupun

kontaminan memerlukan suplai makanan berupa glukosa untuk dapat tumbuh dan

berkembang.

Kontaminasi dalam kultur in vitro adalah segala bentuk organisme atau

mikroorganisme lain yang tumbuh pada medium biakan in vitro di lingkungan

aseptik. Sumber kontaminan bisa berasal dari mikroorgansime yang tumbuh pada

material tanaman yang dibiakkan, alat-alat yang digunakan, dan lingkungan

tempat penyimpanan biakan di ruang inkubasi. Kontaminan seringkali tumbuh

lebih cepat dari in vitro yang sengaja ditumbuhkan sehingga akan terjadi

kompetisi penyerapan nutrien antara kontaminan dan in vitro yang sengaja

(37)

dapat menyebabkan kematian pada eksplan yang dikulturkan. Pengamatan

Persentase Eksplan Kontaminasi setiap minggu disajikan pada Gambar 3.

Keterangan:

Gambar 2. Grafik Persentase Eksplan Kontaminasi 1-8 MST

Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan kontaminasi yang diamati

selama 8 minggu pada gambar 3 menunjukkan bahwa persentase eksplan

kontaminasi pada minggu 1 semua perlakuan mencapai 0 %. Kontaminasi mulai

terjadi pada minggu ke-2 pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100

(38)

mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500

ml/l persentase eksplan kontaminasi sebesar 0 %.

Kontaminasi pada minggu ke-2 diakibatkan oleh bakteri dengan ciri-ciri

lendir berwarna kuning maupun merah muda. Kontaminasi bakteri dapat diketahui

dengan terlihatnya lapisan seperti lendir yang membentuk koloni-koloni di sekitar

bawah eksplan, serta di tepi medium dengan koloni bakteri yang berwarna

kekuning-kuningan. Ciri-ciri eksplan terkontaminasi oleh jamur pada minggu

ke-3, kontaminasi akibat jamur pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan

bakteri, hal ini disebabkan dalam medium terdapat nutrisi yang cukup untuk

pertumbuhan jamur,tumbuhnya miselium jamur pada permukaan medium maupun

eksplan dengan warna putih keabu-abuan, sehingga miselium jamur menyelimuti

eksplan dan terjadi kematian pada eksplan.

Bidwell (1979) mengungkapkan bahwa sifat spora jamur yang kecil dan

ringan membuatnya mudah terbawa oleh aliran udara. Kontaminasi yang terjadi

bersifat endogen ditunjukkan dengan kontaminasi muncul pada minggu ke-2 dan

ke-3. Menurut Andriyani (2005) kontaminan endogen yang berada dalam in vitro

tanaman muncul satu minggu setelah inokulasi, sedangkan menurut Santoso dan

Nursandi (2003) bakteri internal yang terdapat dalam eksplan, responnya muncul

setelah beberapa hari bahkan sampai satu bulan. Mikroorganisme dapat

mensekresikan senyawa tertentu yang bersifat toksik pada medium tumbuh

(39)

C. Persentase Eksplan Browning

Pencoklatan atau Browning merupakan suatu karakter munculnya warna

coklat atau hitam yang mengakibatkan tidak terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan eksplan. Selain itu Browning juga timbul karena adanya senyawa

fenol yang dikeluarkan akibat pemotongan atau pelukaan pada eksplan.

Hasil pengamatan persentase Browning pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

terjadinya pencoklatan eksplan pada minggu ke-2 setelah inokulasi sebesar 60 %

pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l dan pada perlakuan

BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l, mencapai 50%, sementara pada

perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 400 ml/l mencapai 40%.

Pengamatan persentase eksplan mengalami pencoklatan diakibatkan oleh senyawa

fenol yang dikeluarkan eksplan. Sementara persentase eksplan Browning yang

terendah pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 300 ml/l dan BAP

2,5 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 500 ml/l sebesar 30 %. Tingginya persentase

eksplan Browning diakibatkan oleh proses biologis tanaman yang mengeluarkan

senyawa berupa senyawa fenol. Pengeluaran senyawa fenol tinggi dapat

mengakibatkan kematian pada eksplan. Senyawa fenol merupakan enzim

polifenol oksidase dan tirosinase, dalam kondisi oksidatif akibat pelukaan enzim

secara alami disintesis oleh eksplan dimana saat sel rusak isi dari sitoplasma dan

vakuola menjadi tercampur, kemudian senyawa fenol akan teroksidasi yang

bersifat racun dan dapat merusak in vitro tanaman (Laukkanen et al., 1999).

Santoso dan Nursandi (2003) mengungkapkan bahwa terjadinya pencoklatan

(40)

atau biokimia seperti pengupasan, memar, pemotongan, serangan penyakit dan

kondisi yang tidak normal. Sementara rendahnya persentase Browning pada

eksplan diduga akibat respon eksplan terhadap senyawa atau zat pengatur tumbuh

yang diberikan dapat mendorong pertumbuhan mengarah pada pembelahan sel

sehingga eksplan dapat pulih kembali setelah perlakuan fisik berupa pemotongan

eksplan. Hasil pengamatan persentase Browning setiap minggu disajikan pada

gambar 4.

Gambar 3. Grafik Persentase Eksplan Browning1-8 MST

Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan Browning yang diamati

selama 8 minggu, menunjukkan bahwa persentase eksplan Browning semua

perlakuan pada minggu pertama mencapai 0 %. Pencoklatan pada eksplan mulai

0

Minggu Setelah Tanam (MST)

A

B

C

D

(41)

terlihat pada minggu ke-2. Gambar 4 menunjukkan bahwa persentase eksplan

Browning pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l mencapai

60 % sampai minggu ke- 4, sementara pada perlakuan BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2

mg/l + K 200 ml/l persentase Browning 50 % sampai minggu ke- 5 dan diikuti

persentase eksplan Browning pada perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K

400 ml/l mencapai 40 % sampai minggu ke-6, sedangkan laju eksplan Browning

terendah pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l dan BAP

2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l mencapai 30 % hanya sampai minggu ke-3

dan 4 (Gambar 4). Peningkatan laju persentase Browning disebabkan oleh

meningkatnya produksi senyawa fenol yang diikuti oleh aktivitas oksidasi

senyawa fenol sehingga terjadi pencoklatan pada eksplan (Prawiranata dkk. 1995).

Pencoklatan yang terjadi tidak selalu mengakibatkan kematian pada eksplan

sebagaimana terlihat pada gambar 5.

(a) (b)

Gambar 4. (a) Persentase Eksplan Browning dan (b) Persentase Eksplan Recovery

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beberapa eksplan dapat tumbuh

kembali setelah mengalami pencoklatan atau recovery. Recovery merupakan

(42)

sebagaimana terlihat pada gambar (5.b). Sebaliknya beberapa eksplan yang

mengalami pencoklatan atau Browning tidak mengalami recovery atau mati

(Gambar 5.a).

Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan yang mengalami recovery dari

Browning yaitu BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l sebesar 50 % dan

BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l terjadi recovery sebesar 50 % dari

eksplan yang Browning. Sementara perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K

300 ml/l, perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l dan BAP 2,5

mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l terdapat 30 % eksplan mengalami recovery

dari keseluruhan eksplan yang mengalami pencoklatan (Browning). Recovery

dimungkinkan bahwa eksplan telah mampu beradaptasi dan dapat menyerap

nutrisi yang terdapat dalam medium, eksplan yang mengalami recovery

mengalami perubahan dari sebelumnya yaitu dengan terbentuknya kalus baru hasil

dari diferensiasi pembelahan sel baru, hal ini didukung oleh Andriyani (2005)

bahwa recovery terjadi karena eksplan telah mampu beradaptasi dengan medium

tumbuh dan ZPT yang cukup tinggi.

Pierik (1987) mengungkapkan bahwa sel-sel yang telah terdiferensiasi

menjadi hidup kembali, hal ini disebabkan eksplan sebenarnya tidak mati namun

karena adanya air, nutrisi, dan zat pengatur tumbuh pada medium maka eksplan

mengalami imbibisi dan terjadi metabolisme sel sehingga eksplan yang awalnya

(43)

D. Jumlah CalonTunas

Pembentukan tunas merupakan salah satu faktor penting di dalam

perbanyakan tanaman dengan metode kultur in vitro. Hasil pengamatan

menunjukkan pada minggu ke-1 sampai 6 calon tunas belum muncul pada semua

perlakuan. Munculnya calon tunas terbentuk mulai pada minggu ke-7 dicirikan

dengan terbentuknya tonjolan-tonjolan warna hijau pada eksplan. Pengamatan

jumlah calon tunas pada eksplan Jati Emas disajikan pada gambar 6.

Keterangan :

Gambar 5. Pengaruh Air Rebusan Kentang, BAP dan NAA terhadap Jumlah Calon Tunas Jati Emas pada 7 dan 8 MST

Hasil analisis sidik ragam pada minggu ke-6 dan 7 menunjukkan adanya

beda nyata terhadap jumlah calon tunas Jati Emas ( Lampiran 5, Tabel Anova).

Pembentukan calon tunas pada kalus Jati Emas pada perlakuan BAP 1,5 mg/l +

NAA 0,3 mg/l+ K 300 ml/l minggu ke-7 mencapai 36,11 calon tunas, sedangkan

(44)

pembentukan calon tunas pada minggu ke-8 mencapai 40,66 calon tunas (Gambar

6 dan Lampiran 6). Jumlah calon tunas tertinggi pada perlakuan BAP 1,5 mg/l +

NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l baik pada minggu ke-7 maupun ke-8. Hal ini

menunjukkan bahwa eksplan mampu merespon zat organik kompleks berupa air

rebusan kentang dengan kombinasi BAP dan NAA ke dalam medium. Sumardi

(1996), menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja bersama-sama dalam

menciptakan kondisi optimum untuk pertumbuhan ekspan dan mendorong

pembentukan tunas maupun akar.

Manfaat dari hormon sitokinin ini diantaranya adalah untuk mempercepat

pertumbuhan tunas, mempercepat penambahan jumlah daun, memperbanyak

anakan, dan menghambat penuaan organ tanaman. Wetherell (1992) menyatakan

bahwa sitokinin mempunyai peran yang penting untuk propagasi secara in vitro,

yaitu mendorong pembelahan sel dalam in vitro eksplan dan mendorong

pertumbuhan tunas. Wareing dan Phillips (1970) mengemukakan bahwa sitokinin

merangsang pembelahan sel tanaman dan berinteraksi dengan auksin dalam

menentukan arah diferensiasi sel.

Peambahan NAA sejenis hormon auksin berfungsi untuk merangsang

pemanjangan sel karena auksin terdapat pada pucuk-pucuk tunas muda atau pada

in vitro meristem di pucuk, menyebar luas ke dalam seluruh tubuh tanaman.

Penyebarluasan auksin ini arahnya dari atas ke bawah hingga sampai pada titik

tumbuh akar, melalui in vitro pembuluh tipis (floem) atau in vitro parenkhim

(Hendaryono dan Wijayani, 1994). Mekanisme kerja auksin salah satunya adalah

(45)

akar dikarenakan dapat menginduksi sekresi ion H+ keluar melalui dinding sel,

pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini

mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel juga

mendorong enzim sellulase memotong-motong ikatan selulosa pada dinding

primer hingga dinding elastis dan sel membesar (Gunawan, 1987) .

Penambahan air rebusan kentang sebagai bahan organik yang banyak

mengandung hara berperan baik bagi pertumbuhan tanaman secara in vitro.

Vitamin yang terkandung dalam Air rebusan kentang dapat membantu dalam

pertumbuhan tanaman secara in vitro. Hal ini dikarenakan sel bagian tanaman

yang dikulturkan belum mampu membuat vitamin sendiri untuk kehidupannya,

sehingga air rebusan kentang yang mengandung tiamin (vitamin B1), piridoksin

(vitamin B6), riboflavin (vitamin B2) dan vitamin C (asam askorbat), sebagai zat

suplemen untuk mendorong pertumbuhan dan morfogenesis (George dan

Sherrington, 1984). Menurut Wetherell (1992), vitamin berfungsi sebagai

katalisator, stimulator pertumbuhan dan meminimalkan stres eksplan dalam

kultur. Hendaryono dan Wijayani (1994), menambahkan bahwa tiamin adalah

vitamin esensial untuk hampir semua kultur in vitro tanaman. Fungsi tiamin

adalah untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar dan juga berperan

sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat.

Hasil pengamatan pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100

ml/l; BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l dan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4

mg/l + K 400 ml/l; BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l, dengan

(46)

jumlah calon tunas cenderung setara (Gambar 6). Menurut Tripepi (1997) hal ini

kemungkinan berhubungan dengan kemampuan sel dalam mencapai batas

optimum, sehingga dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimum dapat

memacu diferensiasi pembentukan tunas. Eksplan mempunyai batas fisiologi

untuk dapat berdiferensiasi dapat dilihat pada gambar 7.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Keterangan:

a = BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l. b = BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l. c = BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l. d = BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l. e = BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l.

Gambar 6. Pengaruh Air Rebusan Kentang terhadap Jumlah Calon Tunas Jati Emas Minggu ke-8

Hasil pengamatan menunjukkan pada minggu ke-8 lebih terlihat jelas pada

(47)

calon tunas ditandai dengan adanya tonjolan-tonjolan berwarna kehijauan pada

eksplan (gambar 7). Perbedaan warna yang terjadi pada kalus menunjukkan

tingkat perkembangan kalus yang berbeda-beda pula, hal ini dipengaruhi oleh

konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan pada medium tumbuh. Warna

hijau pada kalus adalah akibat efek sitokinin dalam pembentukan klorofil.

Menurut Wattimena (1992), sitokinin berperan dalam memperlambat proses

senesensi (penuaan) sel dengan menghambat perombakan butir-butir klorofil dan

protein dalam sel. Pada penambahan sitokinin dengan konsentrasi yang semakin

meningkat cenderung menunjukkan warna hijau cerah. Kalus dengan warna yang

hijau tidak hanya dimungkinkan mengandung banyak pigmen klorofil akan tetapi,

kalus yang terbentuk juga memiliki ukuran cukup besar yang menandakan bahwa

kalus beregenerasi dengan baik dan sel-selnya masih aktif membelah dan

memiliki kemampuan untuk membentuk tunas (Lizawati 2012).

Pembentukan calon tunas pertama kali muncul pada eksplan merupakan

hasil dari diferensiasi kalus yang terus membelah dan berkembang sehingga

dengan adanya hormon sitokinin yang seimbang dapat memacu dalam

pembentukan calon tunas pada eksplan Jati Emas. Sitokinin yang sering

digunakan dalam kultur in vitro adalah BAP (Benzyl Amino Purine). BAP adalah

sitokinin yang sering digunakan karena paling efektif untuk merangsang

pembentukan tunas, lebih stabil dan tahan terhadap oksidasi serta paling murah

diantara sitokinin lainnya. Mekanisme kerja sitokinin dipengaruhi oleh

konsentrasi auksin. Sitokinin berperan dalam menghambat pertumbuhan akar

(48)

akar lateral melalui sel periskel dan memblok program pengembangan

pembentukan akar lateral sehingga menndorong pembentukan tunas (Santoso dan

Nursandi, 2003). Sitokinin mempunyai peran yang penting untuk propagasi secara

in vitro, yaitu mendorong pembelahan sel in vitro eksplan dan mendorong

pembentukan tunas (Wetherell, 1992).

Pengamatan terhadap parameter jumlah calon tunas bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh efektifitas BAP dan NAA yang

dikombinasikan dengan air rebusan kentang dengan konsentrasi tertentu untuk

menginduksi tunas pada kalus Jati Emas secara in vitro. Penambahan konsentrasi

BAP lebih dari 2 mg/l dan NAA 0,5 mg/l ke dalam medium mengakibatkan

terjadi penurunan calon tunas, diduga bahwa pemberian nutrisi dan zat pengatur

tumbuh melebihi batas optimum sehingga terjadinya penurunan jumlah calon

tunas (Gambar 7.e). Selain itu diduga bahwa eksplan Jati sudah memiliki senyawa

endogen sehingga eksplan tercukupi. George dan Sherrington (1984) menyatakan

bahwa kemampuan suatu eksplan untuk berdiferensisasi tidak hanya bergantung

pada penambahan sitokinin dan auksin pada medium pertumbuhan tetapi

(49)

A. Kesimpulan

1. Pemberian Air Rebusan Kentang pada medium WPM memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan Jati Emas secara in vitro

pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l dan Air rebusan

kentang 300 ml/l.

2. Konsentrasi BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l dan 300 ml/l Air rebusan

kentang yang terbaik dalam menginduksi tunas ditunjukkan oleh

jumlah calon tunas pada minggu ke-8 mencapai 40,66 calon tunas.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan medium

untuk mengurangi tingkat Browning akibat senyawa fenol yang relatif

tinggi pada kalus Jati Emas.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pertumbuhan

(50)

DAFTAR PUSTAKA

1993. Dasar Z.

Abidin, -dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh. Angkasa. Bandung. 85 hal.

2005. Pengaruh Macam dan Konsentrasi Auk

Andriyani. sin terhadap Induksi

Kalus Embriogenik Manggis (Garcinia mangostana L.) Asal Biji Secara In Vitro. Skripsi UMY. Tidak Dipublikasikan.

2013. Kandungan Gizi Dan Komposisi Kentang Rebustanpa Garam. Asgar.

ttp://asgar.or.id/health/nutrition-facts/kandungan-gizi-dan-komposisi-dari-kentang-rebus-tanpa-garam. Diakses 27 Mei 20016.

Bidwell, R.G.S., 1979. Plant Physiology. Mac Millan Publishing Co. Inc., New York.

BPS Jateng. 2014. Volume Penjualan Dalam Negeri Beberapa Macam Produksi Hasil Hutan di Jawa Tengah Tahun 2009 - Maret 2014.http://jateng.bps.go.id/webbeta/frontend/linkTabelStatis/view/id/ 1026. Diakses 14 April 2015.

Campbell. N.A, Reece. J.B, and Mitchell. L.W. 2003. Biologi. Alih Bahasa: Wasmen Manalu.. Erlangga. Jakarta.

Daru, M. 1994. Budidaya Tanaman Jati Emas. Kanisus,Yogykarta. Hal 24-30.

Denish A. 2007. Percobaan perbanyakan vegetatif kemaitan (Lunasia amara Blanco) melalui kultur in vitro [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hal. 21-30.

Dixon, R.A. & Gonzales. 1994. Plant cell culture. A Practical Approach. 2nd edition. New York: Oxford University Press. p 230.

Ermayanti, T.M. 1997. Mengenal dan Mengatasi Kontaminan Pada Biak Jaring Tanaman. Warta Biotek XI (3). 4-9.

George, E. F. Dan Sherrington, 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Eastern Press, Reading Berks. 709 p.

(51)

Hadi, S. 2013. Pengaruh Penambahan Air Rebusan kentang (Solanum Tuberosum L) Terhadap pertumbuhan Pisang Ambon ( Musa acuminate AAA) dalam teknik kultur in vitro. Program Serjana Pendidikan Biologi. Semarang.

Hendaryono, D. P. S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur In vitro, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Kanisius. Yogyakarta. Konservasi Tanaman Jati (Tectona grandis) Secara In Vitro.Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

H, Haggman H, Kontunen

Laukkanen -Soppela S, Hohtola A. 1999. Tissue browning of in vitro cultures of Scots pine: Role of peroxidase and polyphenol oxidase. Physiol. Plant. 106:337-34.

Lina, Evie R, Rahmad W. 2013. Pengaruh BAP dan Kinetin pada Media MS terhadap Pertumbuhan Eksplan Ujung Apikal Tanaman Jati Secara In Vitro. LenteraBio 2 (1): 57-61.

Lizawati, 2012. Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan Tunas Apikal Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Dengan Penggunaan 2,4 D DAN TDZ. 1 (2): 75-80.

Markal, A. Isda, M.N, Fatonah S. 2015. Perbanyakan Anggrek Grammatophyllum scriptum (Lindl.) Bl. Melalui Induksi Tunas Secara In Vitro Dengan Penambahan BAP dan NAA. JOM FMIPA 2 (1):108- 114.

A,

Miryam . Suliansyah I, dan Djamaran A. 2008. Multiplikasi jeruk kacang (Citrusnobilis L.) pada beberapa konsentrasi NAA dan BAP pada medium WPM secara in vitro. Jurnal Agronomi Indonesia 1:97-104.

Mohammad ,W.D.2014. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh BAP dan NAA Terhadap Pertumbuhan Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) Secara In Vitr. Depareen Silvikultur fakultas Kehutanan.IPB.

(52)

Pardal, S. J., Ika, M., E. G. Lestari., dan Slamet. 2004. Regenerasi Tanaman dan Transformasi Genetik Salak Pondoh untuk Rekayasa Buah partenokarpi. J. Bioteknologi Pertanian. 9 (2) : 49-55.

Pierik, R.I.M.,1987. In vitro Culture of Higher Plant. Marinus nijhoff Publisher. Netherland.213-217p.

Prawiranata W, Said H, Pin T. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Departemen Botani Fakultas Matematika dan IPA IPB: Bogor

Qosim. WA. 2006. Studi iradiasi sinar gamma pada kultur kalus nodular manggis untuk meningkatkan keragaman genetik dan morfologi regeneran. disertasi. Pascaserjana IPB. Bogor P:148.

M.S. 1993. Pengaruh

Rahayu, medium, auksin, dan sitokinin terhadap perbanyakan, perbanyakan tunas jeruk Troyer Citrange secara in vitro. Dalam Seminar Program Pascasarjana IPB. Bogor. 74 hal.

Sari YP. 2013. Pengaruh NAA dan BAP terhadap inisisasi tunas pada eksplan nodus tanaman zodia (Evodia suavelones sceff) secara invitro. Bioprospek, 6 (1): 1-11.

Salisbury, F. B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga Perkembangan Tumbuha dan Fisiologi Lingkungan. Bandung. ITB.

U, F Nursandi. 2003. Kultur

Santoso In vitro Tanaman. Universitas

Muhammadiyah Malang: Malang.

Sumardi. 1996. Penggunaan arang aktif pada beberapa komposisi NAA dan BAP dalam kultur durian (Durio zibethinus Murr.) secara in vitro. Tesis S2. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang 76 hal.

Tripod.com 2013. Prospek berkebun Jati Emas. http://Jatiemas. tripod. com/id21. htm. Diakses 6 Mei 2015.

Tripepi, R.R. 1997. Adventitious Shoot Regeneration. In R.I. Gereve (eds.) Biotechnology of ornaments plants. USA, CAB. International. p 112 – 121.

Gambar

Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Kentang Rebus
Gambar 1. Tahapan Pengujian Efektivitas Air Rebusan Kentang untuk Induksi         Tunas Jati Emas  Secara In Vitro
Tabel 1. Pengaruh Air Rebusan Kentang, BAP dan NAA terhadap Persentase Eksplan Hidup, Kontaminasi, Browning, Recovery dan Eksplan Mati Tanaman Jati Emas pada minggu ke-8
Gambar 1. (a) Eksplan Kalus Jati Kontaminasi Bakteri 2 MST dan (b) Kontaminasi Jamur 3 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait