• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon pada Jalur Hijau Studi kasus : Tujuh Jalur Hijau Jalan di Lima Kecamatan Kota Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon pada Jalur Hijau Studi kasus : Tujuh Jalur Hijau Jalan di Lima Kecamatan Kota Pematang Siantar"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 jenis tanaman per

(2)

No Jenis Jumlah Biomassa

3 Mahoni (Swietenia mahagoni) 28 42033,76 116,761 53,71 197,116

4 Palem raj 3 5985,631 16,628 7,649 28,072

6. Jalur Melanthon Siregar

No Jenis Jumlah Biomassa

2 Mahoni (Swietenia mahagoni) 28 48185,26 51,261 23,580 86,538

3 Palem raj 3 6970,779 7,416 3,411 12,518

4 Glodokan (Polyalthea longifolia) 32 1833,258 1,95 0,897 3,292

5 Mangga (Mangifera indica) 1 881,0084 0,937 0,431 1,582

(3)

No Jenis Jumlah Biomassa (Kg/L.jalur)

Biomassa (Ton/Ha)

Simpanan Karbon (TonC/Ha)

Serapan Karbon (TonC/Ha

1 Mahoni (Swietenia mahagoni) 204 1723108 1435,923 660,524 2424,123

2 Palem raj 19 24726,21 20,605 9,478 34,784

3 Jambu air (Syzygium aqueum) 2 3211,476 2,676 1,231 4,158

4 Mangga (Mangifera indica) 1 123,3797 0,102 0,047 0,172

5 Nangka (Artocarpus heterophyllus) 1 353,1534 0,294 0,135 0,495

6 Glodokan (Polyalthea longifolia) 16 2493,914 2,078 0,956 3,508

(4)

Lampiran 2. Foto jenis tanaman

Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) Pohon Glodokan (Polyalthea

longifolia)

(5)

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) Palem raj

(6)

Pohon petai cina (Leucaena

(7)

Lampiran 3. Contoh perhitungan biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2

Diketahui:

Diameter = 27 cm (hasil pengukuran) Tinggi = 7 meter

Berat jenis = 1,02

Dimasukkan ke rumus biomassa, BK = 0,11 . ρ . D2,62 = 0,11 . 1,02 . 272,62 = 631,1984 kg/luas jalur

Jenis yang sama dalam satu jalur, ditotalkan nilai biomassanya maka diperoleh total biomassanya adalah 20063,32 kg /luas jalur. Diubah satuannya menjadi ton/luas jalur, maka diperoleh hasil 20,063 ton/luas jalur

Luas jalur = 0,676 ha

Maka, 20,063 ton/0,676 ha sehingga menjadi 29,679 ton/ha. Kemudian dimasukkan ke rumus simpanan karbon.

(8)

Kemudian masukkan ke rumus serapan CO2 Serapan CO2 = Simpanan Karbon x 3,67

= 13, 652 ton C/ha x 3,67 = 50,104 tonCO2/ha

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah dan Khairuddin. 2009. Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global. Jurnal Biocelebes. Vol. 3 No.1: 1-3, Juni 2009.

Antari, A.A.R.J. dan K. Sundra. 2002. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) pada Tanaman Peneduh Jalan di Kota Denpasar. Paper Jurusan Biologi F. MIPA-UNUD.

Arifin, H.S., A. Munandar, N.H.S.Arifin, Q. Pramukanto, dan V.D. Damayanti. 2007. Sampoerna Hijau Kotaku Hijau: Buku Panduan Penataan Taman Umum, Penanaman Tanaman, Penanganan Sampah dan Pemberdayaan Masyarakat. 188 hal.

Armis, R. R. 2011. Pengelolaan Lanskap Jalur Hijau Kota Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru. Bogor: IPB Press.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. Rome, Italy: FAO Forestry Paper 134.

Budihardjo, E. 2003. Kota dan Lingkungan. Jakarta : LP3ES.

Chave J, Andalo C, Brown S, Cairns MA, Chambers JQ, Eamus D, Fölster H, Fromard F, Higuchi N, Kira T, Lescure JP, Puig H, Riéra B, Yamakura T. 2005. Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and balance in tropical forests. Oecologia 145:87-99.

Desianti, A. 2011. Evaluasi Fungsi Ekologi Jalur Hijau Jalan Kawasan Sentul City Bogor. Bogor : IPB Press.

Dinas Kabupaten/Kota Pematang Siantar Sumatera Utara. 2002. Profil Kabupaten/kota.

Fandeli, Chafid, dkk. 2004. Perhutanan Kota. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM

Hairiah, K. dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. University of Brawijaya, Unibraw. Indonesia.

(10)

Maretnowati, N.A. 2004. Pengukuran Cadangan Karbon di Lahan Agroforesti di Desa Cileuya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, KPH Kuningan, BKPH Cibingbin, RPH Cileuya dan BKPH Luragung, RPH Sukasari. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Institut Pertanian Bogor. Nazaruddin. 1994. Penghijauan Kota. Jakarta. Penebar Swadaya.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 tahun 2008. Pedoman Penyediaan dan Pemanfaaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta Purwasih, H. 2013. Potensi Cadangan Karbon pada Beberapa Jalur Hijau di Kota

Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Putri, D.G. 2010. Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pusat Kota Ponorogo. Skripsi Mahasiswa Program Magister Jurusan Arsitektur, FTSP-ITS Surabaya.

Ratnaningsih, A.T. dan E. Suhesti. 2010. Peran Hutan Kota dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan. Journal of Environmental Science 2010:1(4).

Rochmayanto, Y., Darusman, D., Rusolono, T., dan Elias. 2010. Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp. Artikel Ilmiah Mahasiswa Pasca Sarjana Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Roesyane, A. 2010. Potensi Simpanan Karbon pada Hutan Tanaman Mangium (Acacia mangium Willd.) di Kph Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. Institut Pertanian Bogor.

Samosir, G. J. 2011. Potensi Karbon Tersimpan di Hutan Tri Dharma Universitas Sumatera Utara. Skripsi Mahasiswa Kehutanan USU. Universitas Sumatera Utara

Soriano, E.B., D.C. Raymond., C. Erni., H. Tugendhat. 2010. Apa itu REDD?. AIPP, FPP, IWGIA. Tebtebba.

Suparmoko, M. dan Maria R Suparmoko, 2000. Ekonomika Lingkungan. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Dipublikasikan oleh: Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

(11)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada daerah jalur hijau jalan di Kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun. Waktu pelaksanaan penelitian di lapangan yaitu pada bulan Mei 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jalur hijau Kota Pematang Siantar. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, walking stick, dan pita ukur.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei langsung. Dengan melakukan pengukuran langsung terhadap tinggi dan diameter tegakan yang berada pada lokasi jalur hijau yang ada di Kota Pematang Siantar.

Metode non destructive digunakan dalam pendugaan biomassa tanaman pada jalur hijau yaitu menggunakan model alometrik baik yang spesifik pada suatu jenis tanaman maupun yang umum karena tanpa melakukan penebangan

atau tanpa merusak tanaman di jalur hijau tersebut. Pengambilan data dilapangan

dilakukan dengan sensus yaitu dengan mengamati seluruh pohon yang berada

pada ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang sudah dipilih.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : a) Tahap Pengambilan Data

(12)

Data primer yang dibutuhkan adalah data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain data jenis tanaman, data diameter tanaman 1,3 m dari atas tanah dan data tinggi tanaman pada jalur hijau yang telah ditentukan.

- Data Sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan adalah data luasan ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang sudah dipilih.

b) Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data-data yang didapatkan pada hasil pengambilan data. Dari hasil pengambilan data kondisi jalur hijau jalan, dilakukan analisis untuk mengidentifikasi potensi cadangan karbon dan nilai ekonomi cadangan karbon di jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang sudah dipilih.

• Analisis Biomassa

Analisis data biomassa pohon dalam Purwasih (2013) dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik (non-destructive). Yaitu dengan rumus-rumus model alometrik pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Model alometrik spesifik dan umum dari berbagai jenis tanaman

Jenis Tanaman Model Alometrik Sumber

Mahoni Y= 0,048 . D2,68 Adinugroho dan

(Swietenia macrophylla) Sidiyasa, 2006

Palem-paleman B= exp(-2,134) . D2,530 Brown, 1997 dalam Manuri dkk, 2011

Umum (Tropis) Jenis BK= 0,11 .ρ. D2,62 Ketterings dkk, 2001 Pohon Bercabang

Pohon tidak bercabang Y= 3,14.ρ.H.D2/40 Hairiah et al, 2007

Keterangan:

Y, B, BK = Biomassa total (Kg/Ha)

D = Diameter pohon (cm)

ρ = Berat jenis

(13)

• Analisis Nilai Ekonomi Simpanan Karbon

Analisis nilai ekonomi juga dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomi dari kawasan jalur hijau jalan di Kota Pematang Siantar yang dipilih. Setelah dimasukkan kedalam model alometrik yang sesuai maka diperoleh nilai biomassa per satu individu tanaman. Selanjutnya individu untuk jenis yang sama ditotalkan nilai biomassanya sehingga diperoleh per satu jalur beberapa jenis tanaman yang memiliki satuan biomassa. Setelah itu ditotalkan nilai satu jenis tanaman dari seluruh jalur yang ada tanaman tersebut sehingga diperoleh nilai biomassa jenis tanaman dari seluruh jalur.

Setelah itu, dicari nilai simpanan karbon (TonC/Ha) per jenis tanaman dengan menggunakan rumus : Simpanan Karbon = 46 % atau 0,46 x Total Biomassa (Hairiah dan Rahayu, 2007 dalam Karo, 2011).

Harga karbon menggunakan harga hipotetis menurut Pirard (2005) dalam

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Pepohonan di Jalur Hijau Jalan

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008, ruang terbuka hijau untuk jalur hijau jalan dapat disediakan dengan penempatan tanaman 20%-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan kelas jalan. Pemilihan jenis tanaman untuk jalur hijau jalan memperhatikan fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya.

Jalur hijau jalan di Kota Pematang Siantar, yang diambil datanya adalah jalan Parapat, jalan Merdeka, jalan Ahmad Yani, jalan Sutomo, jalan D.I. Panjaitan, jalan Gereja dan jalan Melanthon Siregar. Total keseluruhan panjang jalan yang diamati pohonnya sekitar 12.340 meter.

Gambar 2. Ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti Jalan Parapat

Jalan DI Panjaitan

Jalan Melanthon S Jalan Sutomo Jalan Merdeka

(15)

Jalur hijau dapat berupa pohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota maupun di luar kota.

Menurut Hairiah, dkk (2007), pengukuran jumlah karbon (C) yang disimpan dalam tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman, sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan karbon dioksida (CO) yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.

Tabel 4. Data jalur hijau jalan yang diteliti

Lebar jalur pada jalur hijau tepi merupakan hasil dari penjumlahan lebar jalur tepi kanan dan tepi kiri yang biasanya sama lebarnya sehingga untuk mengetahui lebar jalur masing-masing di tepi kanan dan kiri hanya tinggal dibagi N

o

(16)

2 saja. Namun, untuk lebar median jalur belum tentu sama dengan lebar jalur tepinya.

Dari ketujuh jalan yang diteliti hanya satu jalan yang memiliki dua jalur yaitu jalan Ahmad Yani, yang memiliki panjang 1440 meter.Dimana jalan yang terpanjang adalah jalan Parapat dengan panjang 3000 meter dan yang terpendek adalah jalan D.I. Panjaitan dengan panjang 900 meter.

Jenis-jenis pohon yang terdapat di tujuh jalur hijau Kota Pematang Siantar diantarnya adalah sebagai berikut : glodokan (Polyalthea longifolia), kerai payung (Filicium decipiens), tanjung (Mimusops elengi), palem raj, nangka (Artocarpus heterophyllus), mahoni (Swietenia mahagoni), kelapa sawit

(Elaeis guineensis Jacq),Syzygium aqueum),

indica) dan petai cina (Leucaena leucocephala)

Tabel 5. Data sebaran pohon pada jalur hijau jalan

(17)

Hasil data sebaran tegakan pada ketujuh jalur hijau jalan menunjukkan bahwa populasi pohon tanjung terbesar berada pada jalan A. Yani kemudian jumlah pohon mahoni terbanyak berada pada jalan Parapat. Kemudian dapat disimpulkan bahwa total tegakan yang terbanyak dari ketujuh jalan yang sudah diamati adalah pohon mahoni dan pohon tanjung dengan masing-masing totalnya adalah 308 pohon dan 216 pohon.

Hasil pengamatan yang dilakukan pada ketujuh jalan juga menunjukkan bahwa jalan Parapat adalah jalan yang paling banyak jenis tegakannya, yaitu ada tujuh jenis dari total sepuluh tegakan yang ada. Hal tersebut juga didukung karena jalan Parapat adalah jalan yang paling panjang dari keenam jalan lainnya yaitu berkisar 3000 meter. Kemudian jalan yang paling sedikit ditanami tegakan adalah jalan Gereja, yaitu sekitar 26 individu.

Pada dasarnya mahoni juga merupakan tanaman yang cocok untuk ditanam di jalur hijau jalan karena memiliki akar dan cabang yang kuat sehingga tidak mudah patah sehingga menyebabkan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan. Hal ini sesuai dengan literatur Nazarudin (1996 dalam Purwasih, 2013) yang menyatakan bahwa mahoni merupakan pohon yang pantas untuk dijadikan pohon pelindung karena memiliki perakaran dan percabangan batang yang kuat.

(18)

daerah panas dan tahan terhadap angin sehingga cocok digunakan sebagai tanaman peneduh jalan yang akan dapat menyerap unsur pencemaran.

Fandeli (2004) juga menambahkan penanaman pohon untuk kawasan jalur hijau harus sesuai dengan kriteria antara lain karakteristik tanaman: struktur daun setengah rapat sampai rapat, dominan warna hijau, perakaran tidak menggangu pondasi, kecepatan tumbuhnya bervariasi, dominan jenis tanaman tahunan, berupa tanaman lokal, dan tanaman budidaya, dan jarak tanam setengah rapat sampai rapat, sekitar 90% dari luas areal yang harus dihijaukan.

Adapun koleksi foto dari ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti dapat dilihat di gambar 3

Gambar 3A. Jalan Sutomo Gambar 3B. Jalan Gereja

(19)

Gambar 3E. Jalan Merdeka Gambar 3F. Jalan Parapat

Gambar 3G. Jalan Ahmad Yani

Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2

Setiap jenis tanaman memiliki nilai biomassa, simpanan karbon dan daya serapan CO2 yang berbeda-beda. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi nilai biomassa, simpanan karbon dan daya serapan CO2. Pada penelitian ini, dilakukan penghitungan total biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 untuk jalur hijau pada ketujuh jalan yang diteliti.

(20)

Dalam aktivitas respirasi, sebagian CO2 yang sudah terikat akan dilepaskan kembali dalam bentuk CO2 ke atmosfer.

Selain melalui respirasi, sebagian dari produktivitas primer akan hilang melalui berbagai proses misalnya herbivor dan dekomposisi. Sebagian dari biomassa mungkin akan berpindah atau keluar dari ekosistem karena terbawa aliran air atau agen pemindah lainnya. Kuantitas biomassa dalam hutan merupakan selisih antara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi. Perubahan kuantitas biomassa ini dapat terjadi karena suksesi alami dan oleh aktivitas manusia seperti silvikultur, pemanenan dan degradasi. Perubahan juga dapat terjadi karena adanya bencana alam

Berikut ini adalah data nilai biomassa, simpanan karbon, dan simpanan CO2 pada ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti di Kota Pematang Siantar

Tabel 6. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 di berbagai jalur hijau No Jalur Kecamatan Luas

6 Jalan Melanthon Siregar

Total 5,036 2.338,030 1.075,491 3.947,052

(21)

maka akan selaras dengan nilai simpanan karbon dan serapan CO2 nya. Sehingga nilai simpanan karbon dan serapan CO2 tertinggi juga terdapat pada jalur hijau jalan Parapat dengan nilai 682,912 tonC/ha dan 2.505,925 tonCO2/ha. Sedangkan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 yang terendah terdapat di jalur hijau jalan Merdeka dengan luas jalur 0,7 ha dengan nilainya masing-masing 14,171 ton/ha, 6,518 tonC/ha dan 23,921 tonCO2/ha.

Faktor yang mempengaruhi nilai biomassa adalah banyaknya tanaman yang diperoleh, diameter tanaman, jenis tanaman dan nilai berat jenis tanaman tersebut. Semakin banyak tanaman maka semakin besar nilai biomassa yang dihasilkan. Untuk jenis tanaman yang berpengaruh adalah berat jenis tanaman tersebut dalam menentukan nilai biomassanya. Ada jenis tertentu yang memiliki nilai berat jenis yang tinggi sehingga mendukung untuk nilai biomassa yang semakin besar. Maulana (2009) dalam Purwasih (2013) menambahkan bahwa tingginya potensi simpanan karbon lebih dipengaruhi oleh komposisi diameter pohon dan sebaran berat jenis vegetasinya.

(22)

produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer.

Setelah diketahui nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jalur hijau penelitian, maka dapat diketahui nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis yang ditemui pada jalur hijau penelitian. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 tiap jenis tanaman

Tabel 7. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada berbagai jenis tanaman di seluruh jalur hijau penelitian

No Nama lokal Nama latin Biomassa

5 Nangka Artocarpus heterophyllus 0,294 0,135 0,495

6 Mahoni Swietenia mahagoni 2.070,173 952,279 3.494,864

7 Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq 22,915 10,541 38,685

8 Syzygium aqueum 2,676 1,231 4,518

9 Mangifera indica 1,039 0,478 1,754

10 Petai cina Leucaena leucocephala 0,656 0,302 1,108

Total 2.338,03 1.075,490 3.947,057

(23)

Nilai simpanan karbon per jenis tanaman merupakan total dari ketujuh jalur hijau jalan dimana setiap jenis yang sama akan ditotalkan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2. Dengan satuan ton/ha maka bisa disatukan atau digabungkan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 per jenis dari keseluruhan jalur penelitian. Berdasarkan data hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa jenis mahoni (Swietenia mahagoni) memiliki nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 yang tinggi dengan total nilai biomassa 2.338,03 ton/ha, kemudian total simpanan karbonnya 1.075,49 tonC/ha dan total serapan CO2 adalah 3.947,057 tonCO2/ha.

Begitu juga dengan pohon tanjung (Mimusops elengi) dan palem raja memiliki nilai biomassa, simpanan karbon serta serapan CO2 yang cukup besar. Dengan nilai biomassa masing-masing yaitu 119,378 ton/ha dan 87,777 ton/ha. Kemudian nilai simpanan karbonnya masing-masing adalah 54,914 tonC/ha dan 40,377 tonC/ha lalu serapan CO2nya berturut-turut adalah 201,534 tonCO2/ha dan 148,183 tonCO2/ha. Sedangkan nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 yang terendah adalah jenis Nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan nilai biomassanya adalah 0,294 ton/ha, nilai simpanan karbonnya adalah 0,135 tonC/ha dan nilai serapan CO2nya sebesar 0,495 tonCO2/ha.

(24)

lingkungan di sekitar daun, intensitas cahaya matahari, kedudukan daun, keadaaan saat penyerapan (gelap/terang) (Smith, 1981 dalam Desianti, 2011).

Nilai biomassa pohon dari hasil penelitian lain berbeda-beda dikarenakan diameter pohonnya, semakin besar diameter pohon maka kandungan karbon tersimpan akan semakin besar pula. Batang merupakan kayu dimana 40-45% tersusun atas selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga semakin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan semakin tinggi.

Adapun biomassa beberapa pohon dari penelitian lain dapat dilihat pada tabel 8

Tabel 8. Nilai biomassa pohon hasil penelitian lain No Jenis tanaman Biomassa

(ton/ha)

(25)

tingkat pencemaran tinggi, misalnya jalan yang tercemar, perlu dilakukan dengan cermat.

Korelasi yang signifikan terhadap rataan estimasi cadangan karbon juga ditunjukkan oleh nilai kerapatan dan jumlah jenis penyusun tegakan. Jumlah individu pohon dan jenis tanaman yang menyusun suatu tegakan merupakan parameter lain yang akan mempengaruhi nilai cadangan karbon suatu tegakan. Kerapatan mempuyai nilai korelasi negatif, hal ini dapat dijelaskan keterkaitannya dengan ruang tumbuh. Semakin tinggi kerapatan suatu tegakan maka pada umumnya akan disusun oleh tegakan yang berdiameter kecil dan sebaliknya semakin rendah kerapatan suatu tegakan akan mempunyai tegakan yang berdiameter besar karena disusun oleh tegakan berdiameter besar inilah yang menyebabkan tegakan tersebut mempunyai cadangan karbon yang besar. Jenis suatu tanaman akan mempengaruhi nilai cadangan karbon pada suatu tegakan, hal ini disebabkan terdapatnya keragaman nilai kerapatan kayu (wood density) yang dimiliki oleh masing-masing jenis tanaman.

Chave et.al, 8 (2005) mengatakan bahwa kerapatan kayu merupakan parameter penting untuk mendapatkan nilai dugaan yang akurat dalam pendugaan biomassa setelah diameter bahkan lebih penting dibandingkan tinggi.Jenis tanaman berkayu keras dengan nilai kerapatan kayu yang tinggi cenderung memiliki nilai cadangan karbon yang tinggi karena kayu tersusun oleh serat selulosa yang merupakan rangkaian dari rantai karbon.

(26)

dengan tahun penanamannya. Dari beberapa jalur hijau penelitian di Kota Medan maka diketahui emisi yang telah diserap oleh tanaman di jalur hijau penelitian yaitu sebesar 6.044,234 Ton CO2/Ha.

Jumlah biomassa, simpanan karbon serta serapan karbon di Kota Medan pada penelitian terdahulu itu lebih tinggi dikarenakan jumlah individu yang diamati lebih banyak serta cakupan wilayah yang diteliti juga lebih luas dan faktor lain juga berat jenis tanaman dan diameter tanaman. Menurut Ratnaningsih dan Suhesti (2010) biomassa tanaman merupakan ukuran yang sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan tanaman yang menyatakan berat bahan hidup yang dihasilkan oleh tanaman. Potensi biomassa dipengaruhi oleh umur pohon, dimana diameter merupakan fungsi dari umur pohon. Oleh karena itu, diameter merupakan peubah yang akan mempengaruhi kandungan bahan organik dalam pohon.

Nilai Ekonomi Simpanan Karbon

Penilaian terhadap nilai ekonomi dari jasa lingkungan yang dihasilkan oleh ketujuh jalur hijau jalan kota Pematang Siantar yang diteliti berupa simpanan karbon. Dimana karbon yang tersimpan pada seluruh pohon yang diamati dapat diukur dengan menggunakan harga hipotetis. Perhitungan nilai ekonomi karbon sangat penting pada saat ini, selain untuk mengetahui nilai ekonomi karbon juga memudahkan dalam pembayaran karbon dalam perdagangan karbon dalam Protokol Kyoto dan mekanisme reducing emissions from deforestation and degradation.

(27)

konservasi untuk penyehatan lingkungan seperti hutan kota sering tidak mampu bersaing bila dihadapkan pada kondisi yang mempertentangkannya dalam kerangka ekonomi, ketidakmampuan bersaing ini juga didasari karena hutan kota tidak diketahui nilai ekonomi dari manfaat-manfaat yang diberikannya. Padahal nilai hutan kota bila dikalkulasikan dan dihitung dari semua aspek manfaat yang dihasilkan akan menghasilkan hitungan rupiah yang tidak sedikit.

Nilai ekonomi karbon atau harga karbon di pasaran menurut sumbernya berbeda-beda, diantaranya yaitu menurut Pirard (2005) dalam Rochmayanto, dkk (2010) sebesar US$ 6, US$ 9, dan US$ 12 /tonC dan diambil harga rata-rata yaitu dengan harga pasar karbon US$ 9.

Tabel 9. Penilaian total harga pasar simpanan karbon Bentuk Simpanan karbon

(tonC/ha)

Harga penilaian pasar internasional

US $ 6 US $ 9 US $ 12

Jalur hijau 1075,49 US $ 6452,94 US $ 9679,41 US $ 12905,88

Total simpanan karbon yang tersimpan pada ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang diteliti yaitu 1075,49 tonC/ha, dimana perhitungan harga pasar karbon adalah sebagai berikut:

• Untuk harga US $ 6/tonC

Nilai ekonomi karbon = Total simpanan karbon x US $ 6 = 1075,49 tonC/ha x US $ 6

= US $ 6452,94

• Untuk harga US $ 9/tonC

(28)

• Untuk harga US $ 12/tonC

Nilai ekonomi karbon = Total simpanan karbon x US $ 12 = 1075,49 tonC/ha x US $ 12

= US $ 12905,88

Mekanisme reducing emissions from deforestation and degradation kredit karbon tidak hanya didapatkan dari pertumbuhan pohon-pohon baru tetapi juga dari upaya menghindari terjadinya deforestasi dan mengurangi jumlah stok karbon yang hilang akibat degradasi ekosistem hutan. Reducing emissions from deforestation and degradation menghindari adanya emisi karbon ke atmosfir dengan menjaga stok karbon yang ada dan mendatangkan suatu pengurangan emisi permanen. Penjagaan terhadap nilai penting konservasi, pengelolaan hutan lestari, serta peningkatan stok karbon melalui penanaman pengayaan juga tercakup dalam mekanisme reducing emissions from deforestation and degradation-plus.

Maka jika dirupiahkan total harga pasar simpanan karbon pada ketujuh jalur hijau yang diteliti (setelah diasumsikan US $ 1 adalah Rp 12.200,-) adalah

• US $ 6452,94 menjadi Rp 472.282.008,-

• US $ 9679,41 menjadi Rp 1.062.799.218,-

• US $ 12905,88 menjadi Rp 1.889.420.832,-

(29)

ini biaya sangat diperlukan sebagai suatu nilai atau rasio yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar nilai guna atau manfaat terhadap lingkungan dari kegiatan pengelolaan jasa lingkungan sumber daya tersebut (Suparmoko, 2000).

(30)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Potensi cadangan karbon dari ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang diteliti cukup bagus yaitu berkisar 1.075,49 tonC/Ha dan potensi serapan karbonnya 3.947,05 tonCO2/Ha

2. Nilai ekonomi dari simpanan karbon pada jalur hijau yang telah diteliti berkisar Rp 472.282.008,- ; Rp 1.062.799.218,- dan Rp 1.889.420.832,-

Saran

Saran dari penelitian ini adalah

1. Sebaiknya Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarukim) Kota Pematang Siantar lebih mengintensifkan perawatan terhadap tanaman di jalur hijau sehingga akan dapat diminimalisasikan tanaman yang akan tumbang atau rubuh karena umurnya yang sudah tua dan yang diserang hama.

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Jalur Hijau Jalan

Ketika orang berbicara tentang kota dan perkotaan yang biasa terlintas dalam benak semua orang adalah aneka rona kepadatan: bangunan, lalu lintas, manusia, barang, dan lain-lain. Bangunan-bangunan di kota besar dan kota raya atau metropolitan semakin berjubel dan semakin menjulang tinggi. Kepadatan lalu lintas semakin nyata, mengakibatkan kemacetan dimana-mana. Sehingga ada yang menyatakan bahwa jalan raya di ibukota kita nyaris seperti tempat parker terpanjang di dunia. Kepadatan manusianya pun tidak kalah menegrikan, berakibat pada merebaknya pemukiman kumuh, baik dalam bentuk perkampungan kumuh legal (slums) maupun maupun perkampungan kumuh liar (squatters)

(Budiharjo, 2003)

Jalur hijau jalan merupakan daerah hijau sekitar lingkungan permukiman atau sekitar kota-kota, bertujuan mengendalikan pertumbuhan pembangunan, mencegah dua kota atau lebih menyatu, dan mempertahankan daerah hijau, rekreasi, ataupun daerah resapan hujan. UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa jalur hijau diperuntukkan sebagai resirkulasi udara sehat bagi masyarakat guna mendukung kenyamanan lingkungan dan sanitasi yang baik.

(32)

perlindungan terhadap bentukan alam (Carpenter, Walker, dan Lanphear, 1975 dalam Armis, 2011)

Jalur hijau jalan dapat berperan untuk mengurangi polusi akibat emisi dari kendaraan, yang antara lain berbentuk gas pencemar dan partikel padat. Seperti disebutkan oleh Grey dan Deneke (1978) dalam Desianti (2011), tanaman dapat mengurangi konsentrasi polutan di udara melalui pelepasan oksigen dan pencampuran antara udara tercemar dengan udara bersih. Tanaman dapat mengurangi polusi udara melalui penyerapan gas pencemar dan penjerapan partikel. Karena itu, perkembangan jalan juga perlu memperhatikan pengembangan jalur hijau jalan.

Pencemaran Udara

Polusi atau pencemaran pada awalnya merupakan definisi yang diberikan terhadap hal-hal yang menyebabkan gangguan kesehatan umum. Sekarang ini penekanan polusi telah bergeser ke arah kualitas hidup. Pengertian polusi meluas mencakup semua bentuk degradasi lingkungan. Simonds (1978 dalam Desianti, 2011) menjelaskan bahwa polusi terjadi ketika suatu aktivitas atau proses menghasilkan produk samping yang mengganggu dan mengakibatkan terganggunya susunan atau sstem alami atau buatan.

(33)

dan unsur-unsur lain (Simonds, 1978 dalam Desianti, 2011). Fardiaz (1992 dalam Desianti 2011) menjelaskan bahwa udara di alam tidak pernah ditemukan dalam keadaan bersih tanpa polutan sama sekali. Proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya menghasilkan produk samping berupa gas-gas sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan karbon monoksida.

Pencemaran udara adalah adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari dalam keadaan normalnya (Wardhana, 2001 dalam Desianti, 2011). Kehadiran bahan atau zat asing ini pada jumlah tertentu dan waktu yang cukup lama akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan binatang.

Grey dan Deneke (1978 dalam Desianti 2011) menyebutkan bahwa polutan udara dapat berbentuk gas maupun partikel. Komponen pencemar udara yang banyak berpengaruh pada pencemaran udara yaitu karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), belerang oksida (SOx), hidrokarbon (HC), partikel (particulate). Jenis-jenis polutan ini termasuk dalam golongan pencemar udara primer yang jumlahnya mencakup 90% dari jumlah total polutan udara. Kelima kelompok pencemar udara primer ini memiliki dampak negatif bagi kesehatan manusia

Karbon

(34)

jumlah karbon yang tersimpan di hutan. Kegiatan deforestasi menghasilkan emisi tahunan yang tinggi dan memberikan kontribusi yang besar terhadap efek rumah kaca. Emisi gas terbesar yang dihasilkan kegiatan deforestasi adalah CO2. Karbon tersimpan dalam bahan yang sudah mati seperti serasah, batang pohon yang jatuh ke permukaan tanah, dan sebagai material sukar lapuk di dalam tanah (Whitmore, 1985 dalam Maretnowati, 2004).

Hutan, tanah, laut, dan atmosfer semuanya menyimpan karbon yang berpindah secara dinamis di antara tempat-tempat penyimpanan tersebut sepanjang waktu. Tempat penyimpanan ini disebut dengan kantong karbon aktif (active carbon pool). Penggundulan hutan akan mengubah kesetimbangan karbon dengan meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer dan mengurangi karbon yang tersimpan di hutan, tetapi hal ini tidak menambah jumlah keseluruhan karbon yang berinteraksi dengan atmosfer.

Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer melalui proses fotosintesis dengan menyerap CO2 dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana, dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Akar tumbuhan di bawah permukaan tanah juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri (Sutaryo, 2009 dalam Roesyane, 2010).

Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon

(35)

peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer di mana peningkatan ini menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas (Wahyu, 2010 dalam Karo, 2011).

Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 di mana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan dengan “net growth” (terutama dari pohon-pohon yang sedang berada pada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stok karbon tetapi tidak menyerap CO2 berlebih. Dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di atmosfer (Adinugroho, et al, 2009 dalam Karo, 2011).

(36)

atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat resprasi dan dekomposisi serasah, namun pelaksanaannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan maka jumlah karbon yang tersimpan akan merosot (Hairiah dan Rahayu, 2007 dalam Karo, 2011).

Hairiah dan Rahayu (2007 dalam Karo, 2011), juga menyatakan bahwa jumlah karbon tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah karbon tersimpan di atas tanah (biomassa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah karbon tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT).

Nilai Ekonomi Karbon

Nilai (value) adalah harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasaan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan berkonotasi nilai atau harga. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya.

(37)

kota, bagi kesejahteraan manusia merupakan pekerjaan yang sangat kompleks, mencakup berbagai faktor yang berkaitan dengan nilai sosial dan politik.

Nilai ekonomi atau total nilai ekonomi suatu sumberdaya secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu nilai penggunaan (use value) dan nilai intrinsik (non use value) (Pearce dan Turner 1990; Pearce dan Moran 1994; Turner, Pearce dan Bateman 1994 dalam Tyaspambudi 2014). Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai penggunaan (use value) dibagi lagi menjadi nilai penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value) dan nilai pilihan (option value).

Pengelolaan lingkungan dengan baik diperlukan sumber daya yang bukan hanya dari manusia saja, tetapi juga sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan tersebut. Misalnya untuk mengelola taman rekreasi diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Dimana dalam hal ini biaya sangat diperlukan sebagai suatu nilai atau rasio yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar nilai guna atau manfaat terhadap lingkungan dari kegiatan pengelolaan jasa lingkungan sumber daya tersebut (Suparmoko, 2000).

(38)

masyarakat lokal melalui alternatif pendapatan melalui penjualan jasa hutan, dan dapat memperbaiki produktivitas lahan.

Dalam periode antara 2008 dan 2012, Protokol Kyoto menetapkan target-target bagi negara-negara industri untuk menurunkan polusi mereka. Protokol ini juga memberikan keleluasaan bagi mereka untuk melakukannya, yang berarti bahwa mereka dapat memenuhi target-target ini dengan cara yang berbeda. Negara-negara industri (disebut juga negara-negara “maju”) yang telah berikrar dan karenanya harus mememenuhi target. Target ini dicantumkan dalam Annex 1 Protokol Kyoto, dan di UNFCCC dan Protokol Kyoto mereka disebut “Annex 1 Parties” (Para Pihak Annex 1). Beban yang jauh lebih berat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dibebankan kepada negara-negara maju. Hal ini dipandang adil karena mereka mampu membayar biaya pengurangan emisi dan juga secara historis, kontribusi negara-negara maju dalam pelepasan gas rumah kaca jauh lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang. Ini disebut sebagai prinsip “tanggung jawab yang sama namun berbeda”(Soriano, 2010).

Hasil-Hasil Penelitian yang Terkait

(39)

Penelitian yang dilakukan Julian Hisky Tyaspambudi (2014) dengan judul Valuasi Ekonomi Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyerap Karbon dan Penghasil Oksigen (Kasus: Kota Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara) menghasilkan total kandungan karbon Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 298,57 tonC/Ha dari tiga bentuk RTH yaitu hutan kota, taman buah dan jalur hijau. Dengan nilai ekonomi yang dihasilkan berdasarkan pendekatan harga karbon menurut Pirard (2005) yaitu Rp 22.087.900,18,- ; Rp 33.131.850,27,- dan Rp 45.884.907,46,-

Penelitian yang dilakukan Samosir tahun 2011 yang berjudul Potensi Karbon Tersimpan di Hutan Tri Dharma Universitas Sumatera Utara mengatakan sebagian besar karbon tersimpan pada tegakan mahoni yaitu 212,15 ton C (94,10%), diikuti tegakan sengon 5,58 ton C (2,48%), tegakan jati 5,48 ton C (2,43%), tegakan pulai 2,06 ton C (0,92%), tegakan rambutan 0,17 ton C (0,08%). Total karbon tersimpan untuk seluruh hutan Tri Dharma USU mencapai 225,45 ton C.

Tegakan pada lokasi penelitian dikelompokkan menjadi lima (5) jenis tegakan yaitu tegakan mahoni, sengon, jati, pulai dan rambutan. Karbon tersimpan untuk jenis mahoni paling tinggi yaitu 389,98 kg/pohon, diikuti jenis jati 260,81 kg/pohon, sengon 169,12 kg/pohon, pulai 128,97 kg/pohon, dan rambutan 87,04 kg/pohon.

(40)
(41)

KONDISI UMUM PENELITIAN

Profil Wilayah

Gambar 1. Peta administrasi Kota Pematang Siantar

Kota Pematang Siantar merupakan kota perdagangan yang secara geografi diapit Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, teh, dan pertanian. Kemudian kota ini juga menghubungkan jalan darat ke kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan. Sehingga, posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat.

(42)

Sehingga, posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat.

Kota Pematang Siantar mempunyai visi dalam pembangunan kotanya yaitu ”Terwujudnya Kota Pematang Siantar yang memiliki jati diri kota dalam daerah otonom yang maju, demokratis, berbudaya rukun dan harmonis yang didukung oleh masyarakat Kota Pematang Siantar yang beriman, bermoral, tangguh, produktif, berdaya saing dan mampu bekerja sama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”

Untuk mewujudkan visi di atas, maka yang menjadi misi dalam rencana tata ruang wilayah Kota Pematang Siantar yaitu pembentukan jati diri Kota Pematang Siantar yang mempunyai karakteristik berdasarkan pertimbangan historis dan nilai budaya geografis dan fisik kota, potensi sumber daya, fungsi kota dan kajian planologi kota, arsitektur bangunan dan sebagainya.

Kota Pematang Siantar terdiri dari 8 (delapan) kecamatan yaitu Kecamatan Siantar Marihat, Siantar Marimbun, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Utara, Siantar Timur, Siantar Martoba dan Siantar Sitalasari dengan jumlah kelurahan sebanyak 53 kelurahan.

Tabel 1. Luas wilayah Kota Pematang Siantar

No Kecamatan Luas (Km2)

1 Siantar Marihat 7,825

2 Siantar Marimbun 18,006

3 Siantar Selatan 2,020

4 Siantar Barat 3,205

5 Siantar Utara 3,650

6 Siantar Timur 4,520

7 Siantar Martoba 18,022

8 Siantar Sitalasari 22,723

Total 79,971

(43)

Letak Geografis

Secara geografis wilayah Kota Pematang Siantar berada antara 3° 01’ 09” - 2° 54’ 40” Lintang Utara dan 99° 6’ 23” – 99° 1’ 10” dengan luas wilayah 79,97 km2 dengan batas-batas sebagai berikut :

฀ Batas Utara : Kabupaten Simalungun ฀ Batas Selatan : Kabupaten Simalungun ฀ Batas Timur : Kabupaten Simalungun ฀ Batas Barat : Kabupaten Simalungun

Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Siantar Martoba (40,75 km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Siantar Selatan (2,02 km2). Struktur geologis wilayah ini adalah berada pada ketinggian 0,5-5 meter di atas permukaan laut dengan permukaan tanah yang berbukit-bukit (Dinas Kabupaten/Kota Pematang Siantar, 2002).

Sebagian besar kondisi jalan-jalan di kota ini bisa dikatakan relatif baik, dengan keseluruhan total jalan 321,97 km.

Tabel 2. Data jalan di Kota Pematang Siantar

NO. URAIAN SATUAN BESARAN

I. Data Jenis Permukaan

1. Nama Pengelola : Sub Dinas Bina Marga Kota Pematang Siantar

2. Panjang total Km 321,97

(44)

Demografi

Penduduk Kota Pematangsiantar pada tahun 2010 mencapai 234.698 jiwa yang tersebar pada 8 (delapan) kecamatan, dimana Kecamatan Siantar Utara merupakan kawasan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan 46.423 jiwa, sementara Kecamatan Siantar Marimbun merupakan kawasan dengan jumlah penduduk terkecil, yaitu 14.642 jiwa. Adapun kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Siantar Utara diikuti Siantar Barat dan Siantar Timur yaitu masing-masing 12.719 jiwa/km2, 10.915 jiwa/km2 serta 8.508 jiwa/km2.

(45)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota merupakan lingkungan dengan tingkat aktivitas yang tinggi. Sebagai pusat aktivitas penduduk seperti industri, perdagangan, pendidikan, dan jasa, kualitas lingkungan kota sering kali terimbas oleh aktivitas penduduknya. Pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran tanah adalah bentuk dampak yang ditimbulkan oleh tingginya tingkat aktivitas tersebut. Berbagai cara telah ditempuh untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan, antara lain, membangun ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau menjadi kebutuhan bagi masyarakat perkotaan.

Perencanaan ruang terbuka hijau yang memperhatikan segala aspek, yakni aspek fisik, sosial, dan ekologi, telah menciptakan suatu evolusi baru terhadap pengendalian lingkungan. Tingginya pengaruh ruang terbuka hijau terhadap pengendalian kualitas lingkungan menambah kebutuhan masyarakat terhadap ruang terbuka hijau ini. Ruang terbuka hijau dianggap mampu memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan dalam hal menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik (Armis, 2011).

(46)

yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam segala aspek kehidupan. Kota hijau juga menunjang kehidupan warga dan unsur lainnya seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, tanah, air, dan udara. Aspek-aspek kehidupan itu saling terkait sehingga memberikan fungsi kenyamanan, keamanan, dan keindahan (Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto, dan Damayanti, 2007).

Pemanasan global merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan dari meningkatnya aktivitas gas-gas rumah kaca. Akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini, maka sebagian panas yang seharusnya terpantul ke atmosfer menjadi terperangkap di bumi. Proses ini terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata bumi terus meningkat (Abdullah dan Khairuddin, 2009).

Pembangunan kota sering lebih banyak dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala pembangunan kota pada saat ini mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuhan banyak dialihfungsikan menjadi pertokoan, pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain. Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada giliran selanjutnya akan membaktikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota.

(47)

perkantoran, perbelanjaan, sekolah, perumahan, pabrik, dan sebagainya kurang memperhatikan aspek tata ruang kota. Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan nampaknya menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi dalam pembangunan di perkotaan.

Seiring semakin pesatnya pembangunan di daerah perkotaan dan semakin kurangnya ruang terbuka hijau harus diimbangi dengan pembangunan jalur hijau disisi atau tengah jalan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis potensi kandungan karbon pada jalur hijau dan menganalisis nilai ekonomi jalur hijau serta kandungan karbonnya.

Perumusan Masalah

Pembangunan kota yang berkelanjutan serta bangunan-bangunan yang semakin menjulang tinggi, seharusnya perlu diresapi, direnungi serta dihayati secara mendalam tentang aspek environment atau ekologi yang merupakan faktor penting tetapi terlalu sering diabaikan dalam perencanaan dan pembangunan kota. Itu pula yang menjadi alasan mengapa kota-kota kita menjadi semakin panas, pengap dan gersang ketika tiba musi kemarau.

(48)

kota seperti pembuatan taman kota, penanaman pohon pelindung di jalur hijau, penanaman tanaman pot ditengah kota sebagai tanaman hias (Nazaruddin, 1994).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui potensi cadangan karbon pada ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang telah dipilih.

2. Menganalisis nilai ekonomi cadangan karbon di tujuh kawasan jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang dipilih.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang potensi cadangan karbon yang pada ketujuh kawasan jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar.

(49)

ABSTRACT

BONA TUA AGUSTINUS TAMPUBOLON : Potential Analysis and Economic Value of Carbon Stock in the Green Line (Case study : Seven Green Line Road in Five City District Pematang Sianta ). Guided by AGUS PURWOKO

and SITI LATIFAH.

Green lane road can contribute to reduce pollution due to emissions from vehicles, which include gaseous pollutants and solid particles. The purpose of this study was to determine the potential of carbon stocks and analyze the economic value of the carbon content in the seventh green line Pematang Siantar City. The method used is a non destructive method that is using allometric models with census data retrieval.

These results indicate the potential of carbon reserves of the seventh green line city streets Pematangsiantar studied quite good, ranging from 1075.49 tonC/ha and potential carbon uptake 3947.05 tonCO2/ha then the economic value

of the carbon deposits on the green line which has been investigated by Pirard (2005) range from Rp 472.282.008,- ; Rp 1.062.799.218,- and Rp 1.889.420.832,-

(50)

ABSTRAK

BONA TUA AGUSTINUS TAMPUBOLON : Analisis Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon pada Jalur Hijau (Studi kasus : Tujuh Jalur Hijau Jalan di Lima Kecamatan Kota Pematang Siantar). Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan SITI LATIFAH.

Jalur hijau jalan dapat berperan untuk mengurangi polusi akibat emisi dari kendaraan, yang antara lain berbentuk gas pencemar dan partikel padat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi cadangan karbon dan menganalisis nilai ekonomi kandungan karbon di ketujuh jalur hijau Kota Pematang Siantar. Metode yang digunakan adalah metode non destructive yaitu menggunakan model alometrik dengan pengambilan data secara sensus

Hasil penelitian ini menunjukkan potensi cadangan karbon dari ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang diteliti cukup bagus yaitu berkisar 1.075,49 tonC/Ha dan potensi serapan karbonnya 3.947,05 tonCO2/Ha kemudian nilai ekonomi dari simpanan karbon pada jalur hijau yang telah diteliti menurut Pirard (2005) berkisar Rp 472.282.008,- ; Rp 1.062.799.218,- dan Rp

1.889.420.832,-

(51)

ANALISIS POTENSI DAN NILAI EKONOMI CADANGAN

KARBON PADA JALUR HIJAU

(Studi Kasus :Tujuh Jalur Hijau Jalan di Lima Kecamatan Kota Pematang Siantar)

SKRIPSI

Oleh:

Bona Tua Agustinus Tampubolon 101201099

Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(52)

ABSTRACT

BONA TUA AGUSTINUS TAMPUBOLON : Potential Analysis and Economic Value of Carbon Stock in the Green Line (Case study : Seven Green Line Road in Five City District Pematang Sianta ). Guided by AGUS PURWOKO

and SITI LATIFAH.

Green lane road can contribute to reduce pollution due to emissions from vehicles, which include gaseous pollutants and solid particles. The purpose of this study was to determine the potential of carbon stocks and analyze the economic value of the carbon content in the seventh green line Pematang Siantar City. The method used is a non destructive method that is using allometric models with census data retrieval.

These results indicate the potential of carbon reserves of the seventh green line city streets Pematangsiantar studied quite good, ranging from 1075.49 tonC/ha and potential carbon uptake 3947.05 tonCO2/ha then the economic value

of the carbon deposits on the green line which has been investigated by Pirard (2005) range from Rp 472.282.008,- ; Rp 1.062.799.218,- and Rp 1.889.420.832,-

(53)

ABSTRAK

BONA TUA AGUSTINUS TAMPUBOLON : Analisis Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon pada Jalur Hijau (Studi kasus : Tujuh Jalur Hijau Jalan di Lima Kecamatan Kota Pematang Siantar). Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan SITI LATIFAH.

Jalur hijau jalan dapat berperan untuk mengurangi polusi akibat emisi dari kendaraan, yang antara lain berbentuk gas pencemar dan partikel padat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi cadangan karbon dan menganalisis nilai ekonomi kandungan karbon di ketujuh jalur hijau Kota Pematang Siantar. Metode yang digunakan adalah metode non destructive yaitu menggunakan model alometrik dengan pengambilan data secara sensus

Hasil penelitian ini menunjukkan potensi cadangan karbon dari ketujuh jalur hijau jalan Kota Pematang Siantar yang diteliti cukup bagus yaitu berkisar 1.075,49 tonC/Ha dan potensi serapan karbonnya 3.947,05 tonCO2/Ha kemudian nilai ekonomi dari simpanan karbon pada jalur hijau yang telah diteliti menurut Pirard (2005) berkisar Rp 472.282.008,- ; Rp 1.062.799.218,- dan Rp

1.889.420.832,-

(54)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pematang Siantar pada tanggal 15 Agustus 1992 dan merupakan anak pertama dari Bapak H. Tampubolon dan Ibu F. Panjaitan

(55)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Potensi dan Nilai Ekonomi Cadangan Karbon pada Jalur Hijau Studi kasus : Tujuh Jalur Hijau Jalan di Lima Kecamatan Kota Pematang Siantar”.

Selama pengerjaan skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, saran, dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Agus

Purwoko, S.Hut., M.Si dan Ibu Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph. D yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

(56)

DAFTAR

ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL. ... vii

DAFTAR GAMBAR. ... viii

DAFTAR LAMPIRAN. ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan. ... 4

Manfaat Penelitian. ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Jalur Hijau Jalan. ... 5

Pencemaran Udara. ... 6

Karbon. ... 7

Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon ... 8

Nilai Ekonomi Karbon ... 10

(57)

KONDISI UMUM PENELITIAN

Profil Wilayah ... 15 Letak Geografis ... 17 Demografi ... 18 METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian ... 19 Bahan dan Alat ... 19 Metode Penelitian ... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Pepohonan di Jalur Hijau Jalan. ... 22 Biomassa, Simpanan Karbon dan Serapan CO2. ... 27 Nilai Ekonomi Simpanan Karbon. ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 38 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA

(58)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Luas wilayah Kota Pematang Siantar. ... 16 Tabel 2. Data jalan di Kota Pematang Siantar. ... 17 Tabel 3. Model alometrik spesifik dan umum dari berbagai jenis

tanaman ... 20 Tabel 4. Data jalur hijau jalan yang diteliti. ... 23 Tabel 5. Data sebaran pohon pada jalur hijau jalan. ... 24 Tabel 6.Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 di

berbagai jalur hijau. ... 28 Tabel 7. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 pada

(59)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Peta administrasi Kota Pematang Siantar... 15

Gambar 2. Ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti ... 22

Gambar 3A. Jalan Sutomo ... 26

Gambar 3B. Jalan Gereja ... 26

Gambar 3C. Jalan D.I. Panjaitan ... 26

Gambar 3D. Jalan Melanthon Siregar ... 26

Gambar 3E. Jalan Merdeka. ... 27

Gambar 3F. Jalan Parapat ... 27

(60)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran 1. Nilai biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 jenis

tanaman per jalur hijau. ... 42 Lampiran 2. Foto jenis tegakan ... 46 Lampiran 3.Contoh perhitungan biomassa, simpanan karbon dan

Gambar

Tabel 3. Model alometrik spesifik dan umum dari berbagai jenis tanaman
Gambar 2. Ketujuh jalur hijau jalan yang diteliti
Tabel 4. Data jalur hijau jalan yang diteliti
Tabel 5. Data sebaran pohon pada jalur hijau jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Srategic planning yang kuat yang menjiwai seluruh elemen organisasi telah diberdayakan secara baik oleh pimpinan universitas melalui leadership yang kuat merupakan perekat

[r]

tahun 2021”. Misi yang digariskan untuk pengembangan Kabupaten Sleman selama 5. tahun ke

[r]

Klik pilihan Enable this Content untuk menjalankan aplikasi ini.. SMP N

[r]

pemerintahan yang lebih baik. Pada tahun 2015, indeks reformasi. birokrasi di Sleman masih di angka 61,40 sedangkan hasil

Nama paket pekerjaan : Pembangunan Sarana Pengelolaan TAHURA (Menara Pengawas Kebakaran, Shelter, Deliniator dan Site Drain Jalan Masuk Tahura) di Taman Hutan Raya