• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Progresif Dan Kearifan Lokal: Telaah Tentang Etika Kepemimpinan Lokal (Jawa) Sebagai Sumber Pengayaan Asas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum Progresif Dan Kearifan Lokal: Telaah Tentang Etika Kepemimpinan Lokal (Jawa) Sebagai Sumber Pengayaan Asas"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA

HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP

(HIBAH PASCA)

HUKUM PROGRESIF DAN KEARIFAN LOKAL:

TELAAH TENTANG ETIKA KEPEMIMPINAN LOKAL (JAWA) SEBAGAI SUMBER PENGAYAAN ASAS

Ketua Tim Peneliti: Dr. Nurhadiantomo

Anggota Peneliti:

Wardah Yuspin, S.H., M. Kn., Ph. D.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

(2)
(3)

iii RINGKASAN

Setelah dilakukan rekonstruksi, Hukum Progresif memiliki struktur keilmuan, pertama, bahwa Hukum Progresif memiliki paradigma moral dan akal budhi. Kedua, konsep “hukum untuk manusia”, yang semula dijadikan paradigma, selanjutnya diletakkan sebagai doktrin. Ketiga, tujuannya adalah pembebasan, keadilan, dan kebenaran. Yang dimaksud pembebasan di sini adalah bebas dari suasana dan rasa ketidakadilan, sebagai akibat hukum. Keadilan yang dimaksud yaitu rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sementara, arti kebenaran di sini adalah kebenaran hukum, yaitu bagaimana hukum itu dapat bekerja dan tampil secara mandiri dan otentik. Keempat, menolak untuk mempertahankan status quo. Kelima, memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku formalisme dalam berhukum. Ketujuh, lebih cenderung pada substansialisme daripada memahami dan menghayati hukum. Kedelapan, dalam memahami dan menerapkan hukum, logika peraturan dapat disempurnakan dengan logika pengalaman.

Karena sifatnya yang terbuka dan senantiasa melakukan pencarian, Hukum Progresif, selain secara selektif-adaptif mengadopsi ide-ide yang bersifat global, sekaligus juga menggali dan memberdayakan ajaran-ajaran klasik yang bersumber dari keberdayaan lokal, yang disebut sebagai kearifan lokal. Penggalian dan pengembangan kearifan lokal yang sosial-budaya, sebagai sumber pengayaan asas-asas Hukum Progresif.

(4)

iv

kehidupan etnis ataupun komunitas yang bersangkutan, yang masih relevan dengan era kekinian. Karena kepemimpinan pada semua tingkat dan cakupan menjadi faktor penentu keberhasilan suatu organisasi, penggalian, pengembangan, dan kontekstualisasi nilai-nilai, dan norma-norma kepemimpinan itu memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat modern yang kompleks.

Salah satu kearifan lokal yang memiliki potensi untuk digali, dikembangkan, dan dilakukan kontekstualisasi, adalah nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang bersumber dari kebudayaan Jawa. Sumber-sumber tersebut terdapat pada jenjang hulu, seperti yang ada pada ajaran Hasta Brata, KGPAA Mangkunegara I, Serat Wulang Reh, Serat Wedhatama, dan sebagainya. Karena nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang bersumber dari kebudayaan Jawa itu dapat dijadikan pegangan hidup, terutama dalam kehidupan berorganisasi, kemudian dapat dikonstruksi menjadi Etika Kepemimpian Jawa.

(5)

v Abstrak

Setelah dilakukan rekonstruksi, Hukum Progresif memiliki struktur keilmuan, pertama, bahwa Hukum Progresif memiliki paradigma moral dan akal budhi. Kedua, konsep “hukum untuk manusia”, yang semula dijadikan paradigma, selanjutnya diletakkan sebagai doktrin. Ketiga, tujuannya adalah pembebasan, keadilan, dan kebenaran. Yang dimaksud pembebasan di sini adalah bebas dari suasana dan rasa ketidakadilan, sebagai akibat hukum. Keadilan yang dimaksud yaitu rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sementara, arti kebenaran di sini adalah kebenaran hukum, yaitu bagaimana hukum itu dapat bekerja dan tampil secara mandiri dan otentik. Keempat, menolak untuk mempertahankan status quo. Kelima, memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku formalisme dalam berhukum. Ketujuh, lebih cenderung pada substansialisme daripada memahami dan menghayati hukum. Kedelapan, dalam memahami dan menerapkan hukum, logika peraturan dapat disempurnakan dengan logika pengalaman.

Karena sifatnya yang terbuka dan senantiasa melakukan pencarian, Hukum Progresif, selain secara selektif-adaptif mengadopsi ide-ide yang bersifat global, sekaligus juga menggali dan memberdayakan ajaran-ajaran klasik yang bersumber dari keberdayaan lokal, yang disebut sebagai kearifan lokal. Penggalian dan pengembangan kearifan lokal yang sosial-budaya, sebagai sumber pengayaan asas-asas Hukum Progresif.

Kearifan lokal yang bersumber dari kebudayaan Jawa, memiliki dimensi yang sangat luas, seperti ajaran tentang budhi pekerti, solidaritas sosial, kerukunan, lingkungan hidup, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Dari sinilah, peneliti hanya mengambil salah satu aspek, yaitu kepemimpinan, yang selanjutnya dikonstruksi menjadi Etika Kepemimpinan Jawa. Kata “etika” dalam arti yang sebenarnya berarti “filsafat mengenai bidang moral”. Jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma, dan istilah-istilah moral. Etika dalam arti yang lebih luas yaitu “keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya (Magnis Suseno, 1991). Karena itu, etika yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman dalam kehidupan etnis ataupun komunitas yang bersangkutan, yang masih relecan dengan era kekinian. Karena kepemimpinan pada semua tingkat dan cakupan menjadi faktor penentu keberhasilan suatu organisasi, penggalian, pengembangan, dan kontekstualisasi nilai-nilai, dan norma-norma kepemimpinan itu memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat modern yang kompleks.

Salah satu kearifan lokal yang memiliki potensi untuk digali, dikembangkan, dan dilakukan kontekstualisasi, adalah nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang bersumber dari kebudayaan Jawa. Sumber-sumber tersebut terdapat pada jenjang hulu, seperti yang ada pada ajaran Hasta Brata, KGPAA Mangkunegara I, Serat Wulang Reh, Serat Wedhatama, dan sebagainya. Karena nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang bersumber dari kebudayaan Jawa itu dapat dijadikan pegangan hidup, terutama dalam kehidupan berorganisasi, kemudian dapat dikonstruksi menjadi Etika Kepemimpian Jawa.

(6)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

RINGKASAN ...iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ...vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 3

C. Roadmap Penelitian ... 3

D. Metode Penelitian ... 5

II. TUJUAN DAN KONTRIBUSI ... 8

A. Tujuan ... 8

B. Kontribusi ... 9

III.KERANGKA TEORETIK ... 10

A. Hukum Progresif ... 10

B. Hukum Alam ... 13

C. Hukum Positivisme ... 20

D. Aliran Historis ... 22

E. Studi Hukum Kritis ... 27

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Lokasi Penelitian... 30

(7)

vii

2. Seni dan Budaya ... 36

3. Afinitas Kultural Masyarakat terhadap Karaton ... 39

4. Karaton sebagai Pusat Pencerahan ... 43

5. Peranan Karaton sebagai Supra Sistem ... 46

B. Nilai-nilai Kepemimpinan Jawa ... 51

1. Dunia Simbolik ... 51

2. Kewajiban Asasi ... 71

V. PENUTUP ... 79

A. Simpulan ... 79

B. Formulasi ... 82

C. Saran ... 82

(8)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan terpaan kapitalisme global dalam sistem dunia, hukum liberal juga semakin mendominasi kehidupan hukum dalam percaturan global. Negara-negara developmentalis, yaitu negara-negara bekas jajahan yang melaksanakan pembangunan menurut konsep dan bantuan dana yang bersumber dari negara-negara maju, termasuk Indonesia, tidak luput dari pengaruh hukum liberal. Harus diakui, bahwa afinitas Indonesia terhadap sistem global, tentunya membawa rahmat, di samping beban, bagi perkembangan hukum nasional. Dalam pembangunan hukum nasional, seperti munculnya UU Lingkungan Hidup, UU Antimonopoli, UU Perlindungan Konsumen, UU Cyber, dan seterusnya, yang sebelumnya belum ada, tentunya akan bermanfaat dalam kehidupan bernegara-bangsa. Tetapi keberadaan hukum liberal tersebut, tidak terlepas dari kritik-kritik tajam, karena spirit yang ada padanya. Gerakan Studi Hukum Kritis di Amerika Serikat, sejak tahun 1970-an hingga sekarang, tetap melontarkan kritik tajam terhadap keberadaan hukum liberal. Kritik terhadap hukum liberal itu, antara lain bahwa paradigm hukum liberal dikembangkan oleh kaum positivisme normologik, mestinya ke arah pemikiran nomologik; doktrin persamaan di depan hukum, seharusnya ada keberpihakan pada kaum lemah dan miskin; dan seterusnya (Unger, 1986).

(9)

2

Perubahan yang mendasar dari masa Orde Baru dengan sistem politik yang cenderung otoriter-represif ke era Reformasi dengan sistem politik yang cenderung demokratis-partisipatif, antara lain ditandai dengan kebijakan otonomi daerah yang diperluas (UUD 1945 Pasal 18, UU No. 22/1999, UU No. 32/2004, UU No. 12/2008). Seiring dengan perkembangan kebijakan otonomi daerah itu, tumbuh dan berkembang apresiasi terhadap kearifan lokal-tradisional, yang masih relevan dengan kondisi masyarakat dan kecenderungannya. Dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 2 ayat (1) disebutkan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat danprinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dari sini terlihat, bahwa “pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan beserta hak tradisionalnya”, memiliki arti yang luas. Dalam konteks fokus penelitian, adalah penggalian dan pengembangan kearifan-kearifan lokal-tradisional, termasuk Etika Kepemimpinan lokal yang bersumber dari pandangan tradisional komunitas yang bersangkutan. Penggalian dan pengembangan nilai-nilai lokal-tradisional tersebut, selain bermanfaat daerah atau lingkungan sosial-budaya yang bersangkutan, jika diangkat ke tingkat yang lebih melalui dialog antar budaya lokal, yang pada gilirannya akan tercipta “jaringan makna” (web of significance), yaitu pertalian secara silang-menyilang antar budaya lokal sebagai

serat-serat budaya bangsa.

(10)

3

Nusantara tersebut, sebagai salah satu konstruksi dari Etika Kepemimpinan Nusantara, dan menjadi salah satu unsur pokok dari asas-asas Hukum Progresif. Pada Tahun III ini juga akan disusun konstruksi Hukum Progresif secara lengkap, termasuk asas-asas yang menyertainya yang belum sempat di lakukan konstruksi sebelumnya.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah bagaimana konsep Etika Kepemimpinan yang berbasis Kebudayaan Jawa, atau disebut dengan Etika Kepemimpinan Jawa, baik dalam dunia simbolik maupun dunia realitas sosial, yang dapat dijadikan salah satu sumber pengayaan asas-asas Hukum Progresif.

C. RoadmapPenelitian

Peneliti menempuh pendidikan jenjang S3 pada Program Doktor Ilmu Hukum-Universitas Diponegoro (1998-2003), Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, penagmpu mata kuliah Teori Hukum, dan promotor bagi peneliti, baik dalam acara perkuliahan maupun konsultasi disertasi, telah berbicara tentang pemikiran Hukum Progresif. Pemikiran tentang Hukum Progresif tersebut juga tersebar dari tulisan Prof. Satjipto pada sebuah media cetak nasional, dan sejumlah forum seminar. Pemikiran Hukum Progresif ini memperoleh apresiasi tidak hanya dari murid-muridnya, tetapi juga cendikiawan hukum yang lain seperti Prof. Dr. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi.

(11)

4

ketidakadilan, sebagai akibat hukum. Keadailan yang dimaksud yaitu rasa keadilan yang hidup dalam masyrakat. Sementara arti kebenaran di sini adalah kebenaran hukum, yaitu bagaimana hukum itu dapat bekerja dan tampil secara mandiri dan otentik. Keempat, menolak untuk mempertahankan status quo. Kelima, memberikan perhatian besar terhadap perilaku manusia dalam hukum. Keenam, lebih cenderung pada substansialisme daripada formalisme dalam berhukum. Ketujuh, bersandar pada kecerdasan spiritual dalam memahami dan menghayati hukum. Kedelapan, dalam memahami dan menerapkan hukum, logika peraturan, dapat disempurnakan dengan logika pengalaman (Hasil perbincangan tatap-muka, 2006; Rahardjo, 2007; Rahardjo 2010).

Karena sifatnya yang terbuka dan senantiasa melakukan pencarian, Hukum Progresif, selain secara selektif-adaptif mengadopsi ide-ide yang bersifat global, sekaligus juga menggali dan memberdayakan ajaran-ajaran klasik yang bersumber dari kebudayaan lokal, yang di sebut sebagai kearifan lokal.

Berkaitan dengan penggalian dan pengembangan kearifan lokal tersebut, Prof. Satjipto mengambil ajaran dalam khasanah spiritual Timur (Jawa) yaitu “menu budi”, yang artinya pengerakan seluruh potensi kejiwaan. Pada abad ke-21 yang kian marak dan dipadati teknologi, sains, dan berpikir nasional, menu budi masih relevan. Kendati dalam suasana demikian, sikap menu budi tetap bernilai tinggi, karena kita dapat melakukan menu budi secara nasional. Tanpa sikap itu, sains dan teknologi hanya akan membawa malapetaka (Rahardjo, 2010: 77-78). Dalam konsep Islam, menu budi secara rasional ini, mendekati konsep dzikir-pikir.

(12)

5

bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya” (Magnis Suseno, 1991). Karena itu, etika yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman dalam kehidupan etnis ataupun komunitas yang bersangkutan yang masih relevan dengan era kekinian. Karena kepemimpinan pada semua tingkat dan cakupan menjadi faktor penentu keberhasilan suatu organisasi, penggalian, pengembangan dan kontekstualisasi nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan itu memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat modern yang kompleks.

Salah satu kearifan lokal yang memiliki potensi untuk digali, dikembangkan dan dilakukan kontekstualisasi, adalah nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang bersumber dari kebudayaan Jawa. Sumber-sumber tersebut terdapat pada jenjang hulu, seperti yang ada pada ajaran Hasta Brata, KGPAA Mangkunegara I, Serat Wulang Reh, Serat Wedhatama, dan sebagainya. Karena nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang bersumber dari kebudayaan Jawa itu dapat dijadikan pegangan hidup, terutama dalam kehidupan berorganisasi, kemudian dapat dikonstruksi menjadi Etika Kepemimpinan Jawa. Substansi dari Etika Kepemimpinan Jawa itu, dapat dikonversi menjadi salah satu masukan bagi sejumlah asas dalam proses pembentukan asas-asas Hukum Progresif. Sebagaimana diketahui bahwa asas atau prinsip hukum merupakan landasan bagi kaidah-kaidah hukum.

D. Metode Penelitian

1. Ruang Lingkup

(13)

6

kepemimpinan menjadi begitu penting artinya bagi suatu negara dan masyarakat, ketika sistem yang ada belum berjalan secara sistemik.

2. Teknik Pengumpulan Data

Lokasi penelitian ini adalah salah satu pusat atau sumber Kebudayaan Jawa terpenting di tanah air yaitu Karaton Surakarta Hadiningrat dan masyarakat yang berada pada bekas wilayah Vostenlanden Surakarta, yang masuk wilayah Provinsi Jawa Tengah. Sumber-sumber tertulis, terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer terdiri dari sejumlah naskah klasik yang ada di perpustakaan Karaton Surakarta dan situs di sekitarnya. Data sekunder terdiri dari sumber-sumber tertulis dan hasil olahan para ahli. Sumber-sumber tertulis tersebut, terutama untuk memenuhi data bagi dunia simbolik. Sementara, data bagi dunia sosial terutama diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam.

3. Teknik Analisis Data

(14)

7

4. Alur Penelitian

Diagram 1:

Alir Penelitian Tahun I Menuju Penelitian Tahun II dan Tahun III

Prof. Dr. Satjipto Rahardjo: Hukum Progresif memiliki karakteristik:

- hukum adalah untuk manusia

- berbasis pada paradigma moral dan akal budhi - hukum adalah untuk

manusia sebagai doktrin - pembebasan, keadilan,

dan kebenaran sebagai tujuan

- menolak status quo - peranan perilaku

manusia dalam berhukum

- lebih cenderung pada substansialisme daripada formalisme dalam berhukum

- kecerdasan spiritual - logika peraturan dapat

disempurnakan dengan logika pengalaman

Proses Penelitian Tahun I: Etika Kepemimpinan Jawa

Proses Penelitian Tahun II: Etika Lingkungan Hidup Holistik Etnis Dayak

Pandangan global yang relevan dengan wawasan Hukum Progresif

Hasil Penelitian Tahun I: - temuan-temuan penelitian

- hasil konversi dan restrukturisasi: asas-asas Hukum Progresif (Tahap I)

Hasil Penelitian Tahun II: - temuan-temuan penelitian

- hasil konversi dan restrukturisasi: asas-asas Hukum Progresif (Tahap II)

Hasil Penelitian Tahun III: - temuan-temuan penelitian

- hasil konversi dan restrukturisasi: asas-asas Hukum Progresif (Tahap III)

(15)

79

V. PENUTUP

SIMPULAN, FORMULASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

1. Etika kepemimpinan Jawa, merupakan ajaran-ajaran yang berupa nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari kebudayaan Jawa tentang kepemimpinan, yang dapat dijadikan sebagai pedoman menata kehidupannya. Sumber-sumber ajaran itu ada yang tertulis seperti Serat Wulang Reh dan Serat Wedhatama, tetapi ada yang berasal dari sumber lisan (walaupun terdokumentasi) seperti ajaran Hasta Brata, Tri Dharma

dari KGPAA Mangkunegara I dan Ajaran Ki Hajar Dewantara. Ajaran-ajaran itu berada dalam dunia simbolik, tetapi Ajaran-ajaran-Ajaran-ajaran itu juga dapat muncul dari dunia empiris atau dunia pengalaman masyarakat Jawa. 2. Dalam ajaran Hasta Brata, manusia yang disebut sebagai pemimpin,

memiliki karakteristik yang terpuji, dan yang paling dasar adalah

keikhlasan, termasuk amanah, kesabaran, kejujuran, rela berkorban, dan berlapang dada, seperti sifat bumi sebagai penyangga utama kehidupan manusia. Watak keteladanan, termasuk kesetiaan, kejujuran, keadilan, dan kebenaran, seperti matahari sebagai penunjang kehidupan manusia. Memberikan pencerahan, termasuk membesarkan hati orang yang dipimpin, seperti halnya bulan. Pemberi petunjuk, pengarahan dan motivasi bagi bawahan, seperti bintang. Pemimpin mesti berwibawa, termasuk adanya kharisma yang dimilikinya, ibarat mega. Empati yang tinggi, yaitu kemampuan merasakan dan memikirkan terhadap apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh mereka yang dipimpin, sebagai persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin, ibarat angin. Berwawasan luas, seperti samudera, tentunya juga menjadi persyaratan bagi sang pemimpin. Selain itu, pemimpin sudah semestinya mempunyai sikap tegas, yang diibaratkan seperti api. Dengan demikian, secara ringkas dapat diketengahkan, bahwa konsep kepemimpinan menurut ajaran

(16)

80

karakteristik: keikhlasan, keteladanan, pencerahan, memberi petunjuk, berwibawa, empati, berwawasan luas, dan sikap tegas.

3. Sejak berdirinya Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, (II-Islam), Kasunanan Kartasura, hingga Kasunanan Surakarta, Islam telah dijadikan agama negara. Tetapi intensitas keagamaan yang tinggi terjadi pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana IV, Raja Karaton Kasunanan Surakarta, dengan menegakkan Syari’ah Islam di lingkungan keraton.

Serat Wulang Reh, salah satu karya Paku Buwana IV, yang termasyhur hingga saat ini dan menjadi salah satu pegangan hidup di kalangan priyayi. Serat Wulang Reh berisi ajaran-ajaran Islam dalam bentuk tembang. Secara tegas, Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dalam bernegara dan bermasyarakat, melaksanakan rukun Islam yang tentunya sebagai perwujudan dari rukun iman, dan seterusnya. Karena itu, seorang pemimpin harus mampu memahami dan menghayati isi dan inti ajaran Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia. Sementara itu, ajaran yang ada dalam Serat Wedhatama, karya Mangkunegara IV, terutama berfokus pada pengembangan watak dan kepribadian. Selain olah bathin, unsur-unsur modernitas yang menekankan pada ajaran itu. Hal demikian, merefleksikan alam pikiran Mangkunegara IV sebagai seorang modernis yang beriman.

(17)

81

Dewantara, yang isinya: Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan harus mampu memberi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah dapat memberikan motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang mampu memberikan kepercayaan). Baru sebagian saja ajaran Ki Hajar Dewantara yang diadopsi secara formal, baik sebagai asas hukum maupun sebagai lambang instansi pemerintah, yaitu konsep “Tut Wuri Handayani”. Unsur ajaran yang lain, walaupun telah disosialisasikan dalam berbagai forum, tetapi intensitasnya masih terbatas.

5. Bekerja dari pengalaman sejarah sosial masyarakat Jawa, yang masih kontekstual hingga saat ini, yang memuat message (isi pesan) yang luhur tentang ajaran kepemimpinan yang menyangkut hubungan antara pemimpin dengan bawahan (orang yang dipimpin), yang bersifat timbal-balik. Pola hubungan ini berbasis pada hubungan patron-klien pada zaman patrimonial pada masa lampau, dengan perubahan dan kelangsungan makna hubungan itu, yang masih terasa hingga saat sekarang ini dalam dunia realitas. Di satu pihak, bawahan (pihak yang dipimpin) memberikan loyalitas tinggi kepada pemimpinnya, dan di pihak lain, pemimpin harus mampu memberikan perlindungan dan mewujudkan kesejahteraan pada pihak yang dipimpinnya. Selanjutnya, disampaikan rekonstruksi Etika Kepemimpinan Jawa, dalam bentuk skema berikut ini:

Skema 2:

Rekonstruksi Etika Kepemimpinan Jawa

Berpedoman pada Al-Qur’an, sikap dan tindakannya sebagai ibadah karena Allah Swt semata.

Kepribadian unggul (Jatmiko ing Budhi) dengan karakteristik: berlandaskan keikhlasan, termasuk amanah, sabar, dan rela berkorban; keteladanan, termasuk jujur, benar, dan adil; pencerahan, termasuk membesarkan hati (optimisme); memberi petunjuk, termasuk pengarahan dan motivasi; berwibawa, termasuk adanya kharisma; empati, termasuk aspirasi dan partisipasi; berwawasan luas dan ketegasan; dan berpengetahuan modern sesuai dengan zamannya.

Sikap Sosial:

1. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib melu hanggondheli/ hangrungkebi (wajib ikut mempertahankan), Mulat sarira hangrasa wani (mawas diri, merasa belum berbuat sesuatu atau belum optimal).

2. Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan harus

mampu memberi teladan), Ing Madyo

Mangun Karso (di tengah dapat memberikan motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang mampu memberikan kepercayaan).

Kewajiban Asasi

Pemimpin memiliki kewajiban asasi (kewajiban yang paling dasar) untuk memberikan

(18)

82

B. Formulasi

Fokus penelitian ini adalah Etika Kepemimpinan Jawa, sebagai salah satu kearifan lokal yang penting, yang dapat dijadikan bahan pengayaan substansi, khususnya asas-asas Hukum Progresif. Dari simpulan hasil penelitian tersebut, selanjutnya direkonstruksi ke dalam bahasa asas yang lebih ringkas dan terinci, dengan memperhatikan perkembangan masyarakat secara lebih kontekstual, sebagai berikut:

1. Bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, dan “bagi yang beragama Islam”, dapat memahami isi Al-Qur’an dan Al-Hadits.

2. Memiliki kepribadian unggul, Jatmika ing Budhi, dnegan karakteristik seperti keikhlasan, amanah, keteladanan, pencerahan, kewibawaan, empati, ketegasan, berwawasan luas, termasuk pengetahuan hukum dan masyarakat secara komprehensif.

3. Rumongso melu handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib melu hanggondheli/ hangrungkebi (wajib ikut mempertahankan), Mulat sarira hangrasa wani (mawas diri, merasa belum berbuat sesuatu atau belum optimal).

4. Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan harus mampu memberi teladan), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah dapat memberikan motivasi), dan Tut Wuri Handayani (di belakang mampu memberikan kepercayaan).

5. Kewajiban Asasi bagi pemimpin, termasuk pejabat-pimpinan, untuk senantiasa memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada pihak yang dipimpin, dalam arti terbatas adalah bawahan langsung, dan dalam konteks yang lebih luas adalah rakyat pada umumnya.

C.Rekomendasi

(19)

83

(20)

84

DAFTAR PUSTAKA

Absori, 2001. Penegakan Hukum Lingkungan & Antisipasi dalam Era Perdagangan

Bebas, Surakarta, Muhammadiyah University Press.

___________, 2006. Pilihan Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup: Studi

Manifestasi Kekuatan Otonomi Masyarakat dalam Melakukan Pilihan Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, (ringkasan desertasi), Semarang, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.

“Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan”, 1999.

bahan Penataran Hukum Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan,

Surabaya, Fakultas Hukum-Universitas Airlangga.

Agustin, Ary Ginanjar, 2004. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan

Spiritual : ESQ, Emotional Quetient, Jakarta, Penerbit Arga.

Ali, Fachry, 1986. Refleksi paham “Kekuasaan Jawa” dalam Indonesia Modern,

Jakarta, PT Gramedia.

Anwar, Yesmil, & Adang, 2008, Pengantar Sosiologi Hukum, Bandung: Grasindo.

Cahyowati, SW Endah, dan D. Krismantoro, 2000. Hak Atas Tanah karaton

Surakarta, Ditinjau dari Hukum Agraria, Yogyakarta, Fakultas

Hukum-Universitas Atma Jaya, April.

Colletta, Nat J. dan Umar Kayam, (Ed.), 1987. Kebudayaan dan Pembangunan:

Sebuah Pendekatan terhadap Antroplogi Terapan di Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Darori, Muhammad Irnawan, 2014. Rekonstruksi Hukum Kenotariatan yang

Berwawasan Ke-Indonesiaan (Studi tentang Ketidakpastian Hukum Kenotariatan berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), Surakarta, Naskah Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum – Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Davies, Howard dan Holdcroft, David, 1991, Jurisprudence: Text and Commentary,

London: Butterwoth & Co. Ltd.

Erwin, Muhammad, 2011, Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Farihin. 2012 (April, 14). Positivisme, tokoh-tokoh Positivisme.

(21)

85

Fauzi, Akhmad, 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan

Aplikasi, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Hartono, J., dan B. Hestu Cipto Handoyo, 2000. Hak Atas Tanah Karaton Surakarta,

Ditinjau dari Hukum Tata Negara, Yogyakarta, Kerjasama Universitas Atma Jya Yogyakarta dengan Yayasan Kebudayaan Karaton Surakarta.

Hadikusuma, Hilman, 2006. Antropologi Hukum Indonesia, PT Alumni Bandung.

Hifni, 2010. Kearifan Lokal Masyarakat Dayak dalam Mengelola Hutan dan

Melestarikan Lingkungan Hidup, makalah, Bandar Lampung, Program

Pascasarjana – Universitas Bandar Lampung.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt529c62a965ce3/menggali-karakter-hukum-progresif diakses pada tanggal 23 Juni 2014

http://kiteklik.com/2011/01/gerakan-studi-hukum-kritis-dan.html diakses pada tanggal 24 Juni 2014

Huijbers, Theo, 1982, Filsafat hukum dalam lintasan sejarah, Yogjakarta: Kanisius.

Iskandar, Pranoto, 2011, Memahami Hukum di Indonesia, Cianjur: IMR Press.

Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1992. Penduduk

Indonesia selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I, Jakarta.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2006. Status Lingkungan Hidup Indonesia

2005, Jakarta.

Koentjaraningrat. 1995. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta, Penerbit

Djambatan.

Magnis-Suseno, Frans, 1991. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa, Jakarta, PT Gramedia.

_____________, 2006. “Etika Politik dalam Tegangan Kebudayaan Lokal,

Nilai-nilai Bangsa, dan Kecerdasan Global: Penguatan Kembali Makna

Kebangsaan”, makalah disampaikan pada seminar nasional dengan tema:

Kebudayaan Politik pada Era Otonomi Daerah: Etika Politik dan Pemberdayaan Adat Istiadat Lokal, kerjasama Departemen Dalam Negeri – Forum Komunikasi dan Informasi Karaton se Nusantara – Pusat Studi Kawasan Universitas Muhammadiyah Surakarta, di Surakarta, 10 September.

Mahfud MD, Moh., Bahan Kuliah Politik Hukum, Program Pascasarjana UII.

(22)

86

Masrur, Ali & Mustafid, Fuad, 2007, Teori common link G.H.A. Juynboll,

Yogjakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara Yogjakarta.

Milovanoic, Dragan, 1994, A Primer in the Sociology of Law, New York: Harrow

and Heston.

Mulder, Niels, 1984. Kebatinan dan Kehidupan Sehari-hari Orang Jawa, Jakarta, PT

Gramedia.

Muslich KS, H.M., 2006. Moral Islam dalam Serat Piwulang Pakubuwana III,

Yogyakarta, Global Pustaka Utama.

Narimo, Sabar, 2009. Karakteristik Psiko – Sosio Kultural Manusia dalam Serat

Wulang-Reh Karya Pakoe Boewono IV: (Tinjauan Pendidikan Masyarakat

Jawa), Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana – Universitas Negeri

Yogyakarta.

Nurhadiantomo, 1984. Politik Bendungan dan Konsekuensinya terhadap Relasi

Antar Kelas Agraris di Wilayah Hilir, Desa Bekonang, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, Surakarta, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian – Universitas Muhammadiyah Surakarta.

__________, 2007. Pandangan Hidup Jawa tentangKeberadaan Lingkungan Hidup

dan Sumberdaya Alam, (makalah), seminar nasional, Karaton Surakarta – Kementrian Lingkungan Hidup, 29 April 2007, di Karaton Surakarta.

__________, 2012. Etika Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan Lokal, di

Lingkungan Kultural Jawa, dengan Pendekatan Sosiologi Terpadu,

Surakarta: Laporan Penelitian – Hibah Kompetensi, DP2M-Dirjen DIKTI – Universitas Muhammadiyah Surakarta.

__________, 2012. Teori dan Filsafat Ilmu Hukum, Bandar Lampung: Bahan

Kuliah, Program Studi Magister Ilmu Hukum – Universitas Bandar Lampung.

Poespoprodjo, W., 1986, Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktik,

Bandung: Remaja Karya.

Poloma, Margaret M., 2010. Sosiologi Kontemporer, Jakarta, PT Raja Grafindo

Persada.

Prasetyo, Teguh, dan Barakatullah, Abdul Halim, 2012, Filsafat, Teori, & Ilmu

Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Priatna, Elan, 2003, Emansipasi Intelektual Menurut Jurgen Hambermas, Bandung:

Katarsis.

Purwadi, 2001. Babad Tanah Jawi: Menelusuri Jejak Konflik, Yogyakarta, Pustaka

(23)

87

Rahardjo, Satjipto, 2006, Membedah hukum progresif, Kompas: Jakarta.

______________, 2009, Hukum dan perilaku: hidup baik adalah dasar hukum yang

baik, Kompas: Jakarta.

______________, 2012, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

______________, 2007. Membedah Hukum Progresif, Jakarta, Penerbit Buku

Kompas.

______________, 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta, Penerbit

Buku Kompas.

Ramadhan, Muammar, (Ed.), 2007. Dialog Hutan Jawa: Mengurai Makna Filosofis

PHBM, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Rapar, 1989, Filsafat Politik Agustinus, Jakarta: Rajawali Pers.

Rasjidi, Lili, 1982, Dasar- Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya

Bakti.

Rasjidi, Lili, dan Rasjidi, Thania, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung, CV.

Mandar Maju.

Rasjidi, Lili, dan Sidharta, Arief, 1989, Filsafat Hukum (Mazhab dan Refleksinya),

Bandung: Remadja Karya.

Ritzen, George – Douglas J. Goodman, 2007. Teori – Sosiologi Kontemporer,

Jakarta, Kencana Lenada Media Group.

Saptomo, Ade, 2010. Hukum dan Kearifan Lokal, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Sidharta, B. Arief, 2000, Hukum dan Logika, Bandung: Alumni.

Soetiksno, Mr., 2003, Filsafat Hukum, Jilid 2, Jakarta: Pradnya Paramita.

Sulistyo, Budi dkk (Ed.), MDGs (Millenium Development Goals), Penerbit Buku

Kompas.

Supeni, Siti, 2010. Internalisasi Nilai-nilai Kepemimpinan Budaya Jawa pada

Kepala Sekolah Dasar di Surakarta, Yogyakarta: Naskah Disertasi, Program Pascasarjana – Universitas Negeri Yogyakarta.

(24)

88

Widhaningrat, Joko Suwandi, 1986/1987. Telaah Isi Serat Wulang Reh, Ditinjau dari

Ajaran Islam, Surakarta: Naskah Skripsi, Fakultas Ilmu Agama Islam – Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan yang Lain

UU RI No.19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistant Organic Pollutans (Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar yang Persisten)

UU RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PP RI No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

PP RI No.41 Tahun 2001 tentang Pengendalian dan Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

PP RI No.21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim

Referensi

Dokumen terkait

Syaiful Anwar, Wakil Rektor III UIN Raden Intan Lampung, wawancara , dicatat pada tanggal 13/05/2018.. kepemimpinan yang demokratis. Teori ini ternyata diaplikasikan oleh Prof.

Perlu diperhatikan bahwa gerak geser ini gayut muatan, tidak seperti gerck geser elektrik sehingga untuk nuatan beda ekan memberikan arah yang beda pula.. Jan Polman,

Derivatives statistics are published monthly in the balance of payments and quarterly in the international investment position at market value (Appendix 3). Likewise, they are used in

Di hari sebelum penyimpanan pada suhu dingin tekstur buah pisang masih sangat segar dan keras, berwarna hijau kekuningan, beraroma khas pisang dan sedikit ada memar serta bagian

Yang menjadi peserta dalam kegiatan ini adalah Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM dan seluruh program UKM essensial dan pengembangan serta lintas sector (Camat, UPTB PP, dan KB

Seperti pada infused water lemon 48 jam dan infused water mentimun 24 jam, 36 jam dan 48 jam, hasil setiap pengencerannya diperoleh lebih dari 300 koloni maka total jumlah

yang diterima seseorang dari teman- temannya mengenai sebuah gagasan atau tindakan, semakin besar tekanan untu tindakan, semakin besar tekanan untu percaya pada gagasan atau

Agihan masa yang diperuntukkan mungkin berbeza daripada yang dirancang dan kawalan kelas mungkin akan menjadi kurang terkawal kerana murid akan menjadi bising kerana