• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI (SELF CARE AGENCY) PADA ANAK DISABILITAS (TUNA GRAHITA DAN TUNA NETRA) DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI (SELF CARE AGENCY) PADA ANAK DISABILITAS (TUNA GRAHITA DAN TUNA NETRA) DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

NETRA) DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

pada Fakultas Kdokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : Pratiwi Nova Ariani

20120320018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

i

NETRA) DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusunoleh : Pratiwi Nova Ariani

20120320018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

ii

Gambaran Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency)

Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita Dan Tuna Netra)

Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

Disusun oleh :

Pratiwi Nova Ariani

20120320018

Telah disetujui untuk diseminarkan pada tanggal 23 Juni 2016

Dosen Pembimbing

Wulan Noviani, S.Kep., Ns., MM NIK : 19861116201404173169

Dosen Penguji

Dr. Titih Huriah,S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp. Kom NIK : 173045

Mengetahui

Kaprodi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)
(5)

iv

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT , Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan tauladan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita Dan Tuna Netra) Di Sekolah Luar

Biasa Negeri 1 Bantul”. Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memberikan gambaran kepada rekan-rekan kesehatan khususnya ilmu keperawatan tentang kemampuan perawatan diri pada anak disabilitas, sehingga perawat lebih mengetahui bukan hanya pasien yang sakit di rumah sakit yang membutuhkan perhatian lebih tetapi anak anak disabilitas pun juga membutuhkan perhatian lebih dalam perawatan diri.

Beberapa teori menyatakan bahwa anak disabilitas belum mampu untuk melakukan perawatan diri secara mandiri dan masih tergantung dengan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu pengalaman berharga dan membahagiakan bagi penulis, karena karya tulis ilmiah ini merupakan langkah awal untuk menyelesaikan penelitian. Pada saat berbahagia ini, ucapan terima kasih yang penulis sampaikan kepada :

1. dr. H. Ardi Pramono Sp. An, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., Sp. Mat., HNC, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan kemudahan selama penyusunan proposal karya tulis ini.

(6)

v untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

6. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta beserta jajarannya yang telah memberikan data-data yang dibutuhkan.

7. Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul beserta staf-staf pengajar yang telah memberikan data-data yang dibutuhkan dalam penyelesaian proposal karya tulis ini.

8. Bapak/ibu bagian kelas tuna grahita dan tuna netra SLB Negeri 1 Bantul yang telah mengizinkan dan membantu penelitian sehingga pengambilan data berjalan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

9. Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri 2 Bantul beserta staffnya yang telah membantu saya dalam pengambilan data uji validitas.

10. Kepala Sekolah Luar Biasa Rela Bhakti 1 Gamping yang tulus ikhlas membantu saya dalam pengambilan data uji validitas.

11. Bapak Teguh Wiyana dan Ibu Prastyowati selaku orang tua tercinta saya yang telah memberikan dukungan secara materi dan emosional sehingga peneliti selalu termotivasi untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat waktu, serta saudara-saudara saya yang telah memberikan dukungan materi maupun

semangat, motivasi serta do’a dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.

12. Sahabat-sahabat bimbingan Fajar Abrori, Nur Aulia Rahma, Adin Vivaldi, Agus Heri, Archilliandi dan Wakhidatun Nurul yang selalu memberikan semangat dalam proses menyelesaikan karya tulis ini.

(7)

vi

16. Semua sahabat dan teman-teman mahasiswa-mahasiswi ilmu keperawatan UMY 2012 yang memberikan semangat dan motivasi.

Semoga bantuan do’a dan dukungan yang telah diberikan dalam bentuk

apapun menjadi sebuah kebaikan dan amal ibadah serta mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna dan membutuhkan pembenahan. Penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan saran serta masukan sehingga menjadi koreksi dan perbaikan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

Pratiwi Nova Ariani

(8)

vii

kepada mu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepada Ku serta jangan ingkar (pada nikmat Ku)

(Q.S. Al-Baqoroh:152)

“Harga kebaikan manusia adlah diukur menurut apa yang telah

dilaksanakan atau diperbuatnya.” (Ali Bin Abi Thalib)

Impian besar menjadi nyata bila bermusuhan dengan rasa malas

Tanpa ilmu dan pengetahuan, kita seperti di lorong gelap yang dipaksa untuk berjalan, berjalan tanpa arah dan tujuan dan hanya

akan membuatmu tersesat

Sesungguhnya kesuksesan itu berjalan diatas kesusahan dan pengorbanan

“Kemenangan seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh

direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri.”

(9)

viii

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penelitian Terkait ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perawatan Diri (Self Care) ... 10

B. Ruang Lingkup Perawatan Diri (Self Care) ... 24

C. Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) ... 26

D. Anak Disabilitas ... 28

E. Kerangka Teori ... 38

F.Kerangka Konsep ... 39

G.Pertanyaan Peneliti ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 40

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

D. Variabel Penelitian ... 42

F. Definisi Operasional ... 42

G. Instrumen Penelitian ... 44

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45

(10)

ix

B. Pembahasan ... 62 C. Kekuatan Dan Kelemahan Penelitian ... 76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

x

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

57 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Kemampuan Perawatan Diri

(Self Care Agency) Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita dan Tuna Netra) di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

58

Tabel 4.3 Gambaran Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita Dan Tuna Netra) Berdasarkan Kelas Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

59

Tabel 4.4 Gambaran Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita Dan Tuna Netra) Berdasarkan Jenis Kelamin Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

60

Tabel 4.5 Gambaran Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita Dan Tuna Netra) Berdasarkan Usia Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

60

Tabel 4.6. Gambaran Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita Dan Tuna Netra) Berdasarkan Pendidikan Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

61

Tabel 4.7 Gambaran Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) Pada Anak Disabilitas (Tuna Grahita Dan Tuna Netra) Berdasarkan Riwayat Kesehatan Dulu Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul

(12)
(13)

xii

DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta

Kemenkes RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia Riskesda : Riset Kesehatan Dasar

UNICEF : United Nations International Children’s Emergency Fund

(14)

xiii Lampiran 3. Permohonan menjadi responden

Lampiran 4. Pernyataan kesediaan menjadi responden Lampiran 5. Kuesioner penelitian

Lampiran 6. Surat ijin survei pendahuluan Lampiran 7. Surat ijin uji validitas

Lampiran 8. Surat keterangan kelayakan etik penelitian Lampiran 9. Surat keterangan/izin dari BAPPEDA Lampiran 10. Surat permohonan ijin penelitian

Lampiran 11. Lembar hasil olah data uji validitas dan reliabilitas

Lampiran 12. Lembar hasil distribusi frekuensi karakteristik reponden dan kemampuan perawatan diri (self care agency)

(15)

xiv INTISARI

Latar Belakang : Self care agency adalah kemampuan yang kompleks dari individu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) memiliki kemampuan perawatan diri yang kurang dan bergatung pada orang tua mereka. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan,minum, eliminasi, dan lainnya. Hal ini menjadi salah satu perhatian khusus perawat tentang kemampuan perawatan diri pada anak disabilitas.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) berdasarkan karakteristik responden seperti kelas, usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan dulu dan suku.

Metode Penelitian : Desain penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey. Sampel dalam penelitian berjumlah 85 anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) berusia 6-18 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Analisa data menggunakan deskriptif statistik. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang dikembangkan berdasarkan teori Orem.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan perawatan diri (self care agency) anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) terbanyak berada pada kategori cukup sebanyak 38 anak (44,7%). Gambaran kemampuan perawatan diri berdasarkan karakteritik responden, sebanyak 29 anak (42,6%) dari kelas anak tuna grahita dalam kategori baik, sebanyak 24 anak (49%) berjenis kelamin laki-laki, dengan kategori cukup, sebanyak 18 anak (48,6%) berusia 6-11 tahun dengan kategori baik, sebanyak 19 anak (51,4%) pada usia 12-16 dengan kategori cukup, sebanyak 27 anak (50,9%) tingkat pendidikan SD dengan kategori cukup dan sebanyak 15 anak (52,22%) responden tidak memiliki riwayat kesehatan dulu dengan kategori cukup.

Kesimpulan dan Saran : Kemampuan perawatan diri (self care agency) anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) cukup. Peneliti menyarankan selanjutnya untuk melakukan penelitian kualitatif dalam menggali kemampuan self care agency pada anak disabilitas.

(16)

xv

Background : Self care agency was a complex ability of individuals to fulfill their daily needs. Children with disabilities (mentall disabled and blind) had less the self care ability and dependent with their parents. It could influence their dependent to did daily activities such as ate, drunk, elimination, and others. It was become one of special nurses concern about the self care ability on the children with disabilities.

Objective : The aim of this research was to describe the self care agency on children with disabilities (mental disabled and blind) based on respondent characteristics such as class, aged, gender, medical history, and the tribe or culture.

Methods : The research design was use quantitative descriptive with survey approach. Samples were 85 children with mental disabled and blind was age 6-18 years old. The sampling technique used purposive sampling technique. Data were analyzed use descriptive statistics. Research instrument were use a questionnaire developed based on the theory of Orem.

Results : The results showed that self care agency on children with disabilities (mental disabled and blind) were dominated with enough category 38 children (44,7%). The Description of Self Care Agency on Children with disabilities (mental disabled and blind)based on respondent characteristic, as much as 29 children (42,6%) of mental disable class with good categorize, as much as 24 children (49%) of male with enough categorize, as much as 18 children (48,6%) was age 6-11 years old with enough categorize, as much as 19 children (51,4%) was age 12-16 years old with enough categorize, as much as 27 children (50,9%) was elementary school level with enough categorize and as mjuch as 15 children (52,22%) who respondents didn’t have history of health with enough categorize.

(17)
(18)

xv

Background : Self care agency was a complex ability of individuals to fulfill their daily needs. Children with disabilities (mentall disabled and blind) had less the self care ability and dependent with their parents. It could influence their dependent to did daily activities such as ate, drunk, elimination, and others. It was become one of special nurses concern about the self care ability on the children with disabilities.

Objective : The aim of this research was to describe the self care agency on children with disabilities (mental disabled and blind) based on respondent characteristics such as class, aged, gender, medical history, and the tribe or culture.

Methods : The research design was use quantitative descriptive with survey approach. Samples were 85 children with mental disabled and blind was age 6-18 years old. The sampling technique used purposive sampling technique. Data were analyzed use descriptive statistics. Research instrument were use a questionnaire developed based on the theory of Orem.

Results : The results showed that self care agency on children with disabilities (mental disabled and blind) were dominated with enough category 38 children (44,7%). The Description of Self Care Agency on Children with disabilities (mental disabled and blind)based on respondent characteristic, as much as 29 children (42,6%) of mental disable class with good categorize, as much as 24 children (49%) of male with enough categorize, as much as 18 children (48,6%) was age 6-11 years old with enough categorize, as much as 19 children (51,4%) was age 12-16 years old with enough categorize, as much as 27 children (50,9%) was elementary school level with enough categorize and as mjuch as 15 children (52,22%) who respondents didn’t have history of health with enough categorize.

(19)

1

Masalah ketergantungan melakukan perawatan diri sering terjadi pada kelompok anak (orang yang sangat muda), tua, orang yang sakit atau orang yang cacat (Kittay, 2005). Survei Rumah Tangga yang dilakukan UNICEF dan University of Wisconsin (2008) untuk memantau kondisi kesehatan di negara berkembang memperoleh data bahwa terdapat 52,4% anak usia 6-9 tahun yang berada di sekolah serta mengalami cacat/disabilitas atau ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri.

Kemandirian pada anak terutama pada anak usia sekolah berbeda dengan kemandirian remaja atau orang dewasa. Kemandirian anak usia sekolah adalah kemampuan yang berkaitan dengan tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan untuk anak adalah belajar makan, berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan, pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

(20)

kepribadian inferiority (rendah diri). Salah satu penyebab timbulnya inferioritas pada anak adalah tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (Jahja, 2011).

Anak disabilitas atau anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan fisik, mental-intelektual, sosial dan emosional dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (Triutari, 2014). Beberapa anak dikatakan disabilitas atau anak penyandang cacat seperti penyandang tuna grahita, tuna netra, tuna wicara, Down Syndrome, tuna daksa, bibir sumbing dan tuna rungu (Kemenkes RI, 2014). Tuna grahita adalah individu yang mempunyai kecerdasan intelektual dibawah normal dan disertai dengan ketidakmampuan adaptasi perilaku yang muncul pada masa perkembangan atau sebelum usia 18 tahun (Ciptono & Suprianto, 2010). Tuna netra adalah individu yang tidak dapat melihat sehingga mengalami keterbatasan dalam tingkat dan variasi pengalaman, keterbatasan dalam kemampuan menemukan sesuatu, dan keterbatasan berinteraksi dengan lingkungan (Rudiyati, 2009).

(21)
(22)

Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah yang artinya :“Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta’ala membangun Islam

ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali setiap yang

bersih.” (HR Ath-Thabrani).

World Health Organization (WHO) tahun 2004 melaporkan bahwa 15,3% populasi dunia (978 juta orang dari 6,4 milyar) mengalami disabilitas sedang atau parah, dan 2,9% (185 juta) mengalami disabilitas parah. Populasi usia 0-14 tahun prevalensinya berturut-turut adalah sebesar 5,1% (93 juta orang) dan 0,7% (13 juta orang). Populasi usia 15 tahun atau lebih, sebesar 19,4% (892 juta orang) dan 3,8% (175 juta orang). Prevalensi penyandang disabilitas tahun 2012 dari semua umur di Asia Tenggara sebesar 16,0%. Prevalensi anak disabilitas di Indonesua tahun 2013 dari disabilitas sedang sampai sangat berat sebesar 11% serta prevalensi data penyandang disabilitas yaitu penyandang tuna grahita sebesar 0,14%, tuna netra sebesar 0,17%, tuna wicara sebesar 0,14%, Down syndrome sebesar 0,13%, tuna daksa (cacat anggota badan) sebesar 0,08%, bibir sumbing 0,08% dan tuna rungu sebesar 0,07% (Riskesda, 2013). Prevalensi anak umur 24-59 tahun yang menyandang satu jenis cacat pada Riskesdas tahun 2013 adalah sebesar 0,53% dengan jenis kecacatan tertinggi adalah tuna netra dan terendah adalah tuna rungu (Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan, 2014).

(23)

anak dan remaja dengan disabilitas yang menjadi penduduk DIY yaitu sejumlah 3507 anak, dengan rentang usia 0-18 tahun. Prevalensi anak dan remaja disabilitas di Yogyakarta, usia 0-5 tahun sebesar 21 %, usia 6-12 tahun sebesar 35 % dan usia 13-18 tahun sebanyak 44 %. Sedangkan anak dengan disabilitas menurut semua jenis kelamin di Kabupaten Bantul berjumlah 842 anak.

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 6-8 November 2015 di SLB Negeri 1 Bantul, hasil observasi peneliti melihat anak-anak disabilitas yang masih tergantung dengan orang tuanya seperti makan, minum, duduk dan berdiri. Hasil wawancara kepada dua orang guru bahwa anak tuna grahita dan tuna netra banyak yang tergantung dalam aktivitas seperti toileting, makan dan minum. Jumlah anak disabilitas tahun ajaran 2015/2016, terdapat kurang lebih 337 anak penyandang disabilitas yaitu penyandang tuna netra 16 anak, tuna rungu 90 anak, tuna grahita 153 anak, tuna daksa 60 anak dan autisme 18 anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas pada latar belakang maka dapat diambil

(24)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) di SLB Negeri 1 Bantul.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) berdasarkan kelas tuna grahita dan tuna netra.

b. Mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) berdasarkan usia 6-18 tahun.

c. Mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

d. Mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) berdasarkan riwayat kesehatan dulu

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Sekolah

Sekolah diharapkan dapat mengembangkan program pengajaran mengenai perawatan diri pada anak tuna grahita dan tuna netra bekerja sama dengan orang tua dan tenaga kesehatan sehingga anak tuna grahita dan tuna netra dapat mampu untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri.

(25)

a. Dapat mengetahui gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) di SLB Negri 1 Bantul.

b. Peneliti dapat mengetahui manfaat dari perawatan diri (self care) pada anak disabilitas.

3. Bagi Perawat

Kesadaran perawat diharapkan dapat meningkat terhadap perawatan diri (self care) pada anak disabilitas.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih dalam kemampuan perawatan diri (self care agency) pada semua anak disabilitas.

E. Penelitian Terkait

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah :

1. Fauziah Rachma Wati (2014) dalam penelitiannya yang berjudul

(26)

self-care berpengaruh secara signifikan terhadap kebersihan gigi dan mulut pada siswa tunanetra di SLB-A YKAB dengan tingkat kepercayaan 95%. Terdapat perbedaan sangat bermakna antara OHI-S sebelum dan sesudah diberikan perlakuan self-care pada siswa tunanetra di SLB-A YKAB Surakara.

Persamaan pada penelitian kali ini pada tempat karena penelitian dilakukan di Sekolah Luar Biasa dan pada sampel yang menggunakan anak tuna netra.

Perbedaan terletak pada judul, desain penelitian, variabel, cara pengambilan sampel dan analisa data.

2. Suamiati Sinaga (2014) dalam penelitian tesisnya yang berjudul

(27)
(28)

10

Pada dasarnya semua manusia mempunyai kebutuhan untuk melakukan perawatan diri dan mempunyai hak untuk melakukan perawatan diri secara mandiri, kecuali bila orang itu tidak mampu. Self care menurut Orem (2001) adalah kegiatan memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit yang dilakukan oleh individu itu sendiri.

Teori defisit perawatan diri (Deficit Self Care) Orem dibentuk menjadi 3 teori yang saling berhubungan :

1. Teori perawatan diri (self care theory) : menggambarkan dan menjelaskan tujuan dan cara individu melakukan perawatan dirinya. 2. Teori defisit perawatan diri (deficit self care theory) : menggambarkan

dan menjelaskan keadaan individu yang membutuhkan bantuan dalam melakukan perawatan diri, salah satunya adalah dari tenaga keperawatan.

(29)

Adapun penjelasan mengenai ketiga teori keperawatan di atas adalah sebagai berikut :

1. Teori perawatan diri (self care theory) berdasarkan Orem terdiri dari : a. Perawatan diri adalah tindakan yang diprakarsai oleh individu dan

diselenggarakan berdasarkan adanya kepentingan untuk mempertahankan hidup, fungsi tubuh yang sehat, perkembangan dan kesejahteraan.

b. Agen perawatan diri (self care agency) adalah kemampuan yang kompleks dari individu atau orang-orang dewasa (matur) untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhannya yang ditujukan untuk melakukan fungsi dan perkembangan tubuh. Self Care Agency ini dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman hidup, orientasi sosial kultural tentang kesehatan dan sumber-sumber lain yang ada pada dirinya.

(30)

Model Orem’s menyebutkan ada beberapa kebutuhan self care atau yang disebut sebagai self care requisite, yaitu

a. Kebutuhan perawatan diri universal (Universal self care requisite) Hal yang umum bagi seluruh manusia meliputi pemenuhan kebutuhan yaitu

1) Pemenuhan kebutuhan udara, pemenuhan kebutuhan udara menurut Orem yaitu bernapas tanpa menggunakan peralatan oksigen.

2) Pemenuhan kebutuhan air atau minum tanpa adanya gangguan, menurut Orem kebutuhan air sesuai kebutuhan individu masing-masing atau 6-8 gelas air/hari.

3) Pemenuhan kebutuhan makanan tanpa gangguan, seperti dapat mengambil makanan atau peralatan makanan tanpa bantuan. 4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi dan kebersihan permukaan

tubuh atau bagian bagian tubuh.

Penyediaan perawatan yang terkait dengan proses eliminasi, seperti kemampuan individu dalam eliminasi membutuhkan bantuan atau melakukan secara mandiri seperti BAK dan BAB. Menyediakan peralatan kebersihan diri dan dapat melakukan tanpa gangguan.

5) Pemenuhan kebutuhan akifitas dan istrahat.

(31)

memahami gejala-gejala yang mengganggu intensitas tidur. Menggunakan kemampuan diri sendiri dan nilai serta norma saat istirahat maupun beraktivitas.

6) Pemenuhan kebutuhan menyendiri dan interaksi sosial.

Menjalin hubungan atau berinteraksi dengan teman sebaya atau saudara serta mampu beradaptasi dengan lingkungan.

7) Pemenuhan pencegahan dari bahaya pada kehidupan manusia. Bahaya yang dimaksud berdasarkan Orem adalah mengerti jenis bahaya yang mebahayakan diri sendiri, mengambil tindakan untuk mencegah bahaya dan melindungi diri sendiri dari situasi yang berbahaya.

8) Peningkatan perkembangan dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi, keterbatasan dan keinginan manusia pada umumnya. Hal-hal ini dapat mempengaruhi kondisi tubuh yang dapat mempertahankan fungsi dan struktur tubuh manusia dan mendukung untuk pertumbuhan serta perkembangan manusia. b. Kebutuhan Perkembangan Perawatan Diri (Development self care

requisite)

(32)

perkembangan diri sesuai tahap perkembangan yang dapat terjadi pada manusia adalah :

1) Penyediaan kondisi-kondisi yang mendukung proses perkembangan.

Memfasilitasi individu dalam tahap perkembangan seperti sekolah.

2) Keterlibatan dalam pengembangan diri.

Mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendukung perkembangannya.

3) Pencegahan terhadap gangguan yang mengancam.

Beberapa hal yang dapat mengganggu kebutuhan perkembangan perawatan diri pada anak menurut Orem yaitu : a) Kurangnya pendidikan anak usia sekolah.

b) Masalah adaptasi sosial.

c) Kegagalan individu untuk sehat.

d) Kehilangan orang-orang terdekat seperti orang tua, saudara dan teman.

e) Perubahan mendadak dari tempat tinggal ke lingkungan yang asing.

(33)

c. Kebutuhan Perawatan Diri Pada Kondisi Adanya Penyimpangan Kesehatan (Health Deviation Self Care Requisite)

Kebutuhan ini dikaitkan dengan penyimpangan dalam aspek struktur dan fungsi manusia. Seseorang yang sakit, terluka mengalami kondisi patologis tertentu, kecacatan atau ketidakmampuan seseorang atau seseorang yang menjalani pengobatan tetap membutuhkan perawatan diri. Adapun kebutuhan perawatan diri pada kondiri penyimpangan kesehatan atau perubahan kesehatan antara lain :

1) Pencarian bantuan kesehatan.

2) Kesadaran akan resiko munculnya masalah akibat pengobatan atau perawatan yang dijalani.

3) Melakukan diagnostik, terapi, dan rehabilitatif, memahami efek buruk dari perawatan.

4) Adanya modifikasi gambaran atau konsep diri.

5) Penyesuaian gaya hidup yang dapat mendukung perubahan status kesehatan.

2. Teori Defisit Perawatan Diri (Deficit Self Care Theory)

(34)

bertindak/beraktivitas dengan tuntunan kebutuhan tentang perawatan diri, sehingga ketika tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka seseorang akan mengalami penurunan/defisit perawatan diri. Orem memiliki metode untuk proses penyelesaian masalah tersebut, yaitu bertindak atau berbuat sesuatu untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, sebagai pendidik, memberikan support fisik, memberikan support psikologis dan meningkatkan pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik orang lain. Adapun kerangka konseptual Orem sebagai berikut :

H H

H H

(35)

Penjelasan gambar tersebut sebagai berikut :

Perawatan diri adalah kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri. Perawatan diri dapat mengalami gangguan atau hambatan apabila seseorang jatuh pada kondisi sakit, kondisi yang melelahkan (stres fisik dan psikologik) atau mengalami kecacatan. Defisit perawatan diri terjadi bila agen keperawatan atau orang yang memberikan perawatan diri baik pada diri sendiri atau orang lain tidak dapat memenuhi kebutuhan perawatan dirinya. Seorang perawat dalam melakukan kegiatan ini harus mempunyai pengetahuan tentang asuhan keperawatan sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat bagi klien.

a. Agen Keperawatan

(36)

memberikan bantuan dalam mengatasi gangguan kesehatan dengan membina hubungan antara perawat dan klien. Menurut orem hal pertama yang harus dikuasai di dalam nursing agency

adalah “construct of required operations” yang terdiri dari domain

sosial, interpersonal, dan teknologi-profesional. 1) Domain sosial

Domain pertama, karakteristik sosial merujuk untuk memiliki pengetahuan tentang cara untuk menerima budaya lain, nilai-nilai, etika, dan moral. Perawat mampu berinteraksi dengan pasien, keluarga mereka, dan penyedia perawatan kesehatan lainnya dengan baik dan sopan. Domain sosial juga mengacu pada profesi keperawatan secara keseluruhan dan kontrak sosial yang melekat dalam praktek keperawatan misalnya lembaga keperwatan memberi legitimasi hokum pada setiap praktik keperawatan. Seseorang yang tidak memiliki pendidikan perawat atau bahkan tidak mendapatkan pelatihan tidak diperbolehkan melakukan praktik keperawatan. Masyarakat memberi legitimasi sebagai perawat ketika perawat telah lulus dari pendidikan dan telah lulus ujian lisensi.

2) Domain Interpersonal

(37)

dalam. Tidak hanya perawat mampu menunjukkan empati untuk pasien serta memiliki keinginan untuk membantu pasien yang mencapai tujuan perawatan diri mereka, tetapi perawat harus menyadari pentingnya hubungan dan berkomunikasi secara efektif dengan klien maupun keluarga.

3) Domain teknologi-profesional

Domain terakhir, teknologi-profesional mengacu pada pengetahuan tentang cara untuk melakukan tugas keperawatan dengan baik, seperti pengukuran tekanan darah dengan keyakinan dan kemudahan serta kemampuan berpikir kritis yang diperlukan untuk proses keperawatan dan penelitian keperawatan. Sebagai contoh, perawat dapat membantu pasien memenuhi tujuan perawatan diri mereka menggunakan proses keperawatan.

b. Agen perawatan diri

(38)

c. Kebutuhan perawatan diri terapeutik

Kebutuhan akan perawatan diri adalah kesluruhan upaya-upaya perawatan diri yang ditampilkan untuk menemukan syarat-syarat perawatan diri dengan cara menggunakan metode-metode yang tepat dan berhubungan dengan seperangkat teknologi terkini. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan self care (basic

conditioning factor) berdasarkan Orem tahun 2001 yaitu : 1) Usia

Usia merupakan salah satu faktor penting pada self care. Bertambahnya usia sering dihubungkan dengan berbagai keterbatasan maupun kerusakan fungsi sensoris. Pemenuhan kebtuhan self care akan bertambah efektif seiring dengan bertambahnya usia dan kemampuan (Orem, 2001).

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin mempunyai kontribusi dalam kemampuan perawatan diri. Pada laki-laki lebih banyak melakukan penyimpangan kesehatan seperti kurangnya menejemen berat badan dan kebiasaan merokok dibandingkan pada perempuan. 3) Status Perkembangan

(39)

perilaku seseorang akan berubah sepanjang hindupnya sehingga perawat harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien dalam memberikan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2010).

4) Status kesehatan

Status kesehatan berdasarkan Orem antara lain status kesehatan saat ini, status kesehatan dahulu (riwayat kesahatan dahulu) serta persepsi tengtang kesehatan masing masing individu. Status kesehatan meliputi diagnosis medis, gambaran kondisi pasien, komplikasi, perawatan yang dilakukan dan gambaran individu yang mempengaruhi kebutuhan self care (self care requisite). Tinjauan dari self care menurut Orem, status kesehatan pasien yang mempengaruhi kebutuhan self care dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : sistem bantuan penuh (wholly compensatory system), sistem bantuan sebagian (partially compensatory system) dan sistem dukungan pendidikan (supportif-education system).

5) Sosiokultural

(40)

6) Sistem pelayanan kesehatan

Sumber daya dari pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan tersedia untuk individu dalam melakukan diagnostik dan pengobatan.

7) Sistem keluarga

Peran atau hubungan anggota keluarga dan orang lain yang signifikan serta peraturan seseorang di dalam keluarga. Selain itu, sistem keluarga juga meliputi tipe keluarga, budaya yang mempengaruhi keluarga, sumber-sumber yang dimiliki individu atau keluarga serta perawatan diri dalam keluarga. 8) Pola hidup

Pola hidup yang dimaksud adalah aktivitas normal seseorang yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 9) Lingkungan

Tempat seseorang biasanya melakukan perawatan diri di lingkungan rumah.

10) Ketersediaan sumber

Ketersediaan sumber ini termasuk ekonomi, personal, kemampuan dan waktu. Ketersediaan sumber-sumber yang mendukung perawatan diri atau proses penyembuhan pasien. 3. Teori Sistem Keperawatan (Theory of Nusing System)

(41)

pasien dalam melakukan perawatan mandiri. Terdapat tiga kategori sistem keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri klien/individu berdasarkan Orem tahun 2001 sebagai berikut :

Sistem bantuan penuh (wholly compensatory system)

Tindakan klien

Tindakan Perawat

sistem bantuan sebagian (partly compensatory system)

Tindakan Keperawatan

Tindakan klien

Sistem dukungan pendidikan (supportif-education system)

Tindakan Keperawatan Tindakan klien

(42)

a. Sistem Bantuan penuh (Wholly Compensatory System)

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien yang dalam keadaan tidak mampu secara fisik dalam melakukan pengontrolan pergerakan serta memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi yang termasuk dalam kategori ini adalah pasien koma yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, tidak mampu melakukan pergerakan dan tidak mampu mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya.

b. Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System)

Tindakan keperawatan yang sebagian dapat dilakukan oleh klien/individu dan sebagian dilakukan oleh perawat. Perawat membantu dalam memenuhi kebutuhan self care akibat keterbatasan gerak yang dialami oleh klien/individu.

c. Sistem Dukungan Pendidikan (Supportif-Education System)

Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada klien/individu yang membutuhkan edukasi dalam rangka mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan edukasi.

B. Ruang Lingkup Perawatan Diri pada Anak Tuna Grahita dan Tuna Netra

(43)

1. Kebersihan badan, terdiri dari mencuci tangan, cuci muka, cuci kaki, sikat gigi dan buang air kecil.

2. Makan dan minum, yaitu meliputi makan menggunakan tangan, makan menggunakan sendok, minum menggunakan cangkir, gelas atau

sedotan.

3. Berpakaian, terdiri dari memakai pakaian dalam, memakai baju kaos, memakai celana atau rok, memakai kemeja,memakai kaos kaki serta sepatu dan berhias.

4. Menolong diri yaitu menghindari dan mengendalikan bahaya. 5. Komunikasi, terdiri dari aktivitas herbal dan non verbal.

6. Adaptasi lingkungan terdiri dari kegiatan sosialisasi dan modifikasi lingkungan.

7. Penggunaan waktu luang, yaitu seperti kegiatan rekreasi, bermain, dan istrahat.

8. Keterampilan sederhana, terdiri dari keterampilan di rumah menyediakan kebutuhan sendiri dan orang lain.

Seseorang dikatakan berfungsi dengan baik apabila dapat melakukan beberapa aktivitas sehari-hari atau pemenuhan kebutuhannya sendiri seperti mandi, makan, minum, berpakaian, bergerak, bepergian,

mengerjakan pekerjaan rumah maupun bersosialisasi. Seperti halnya pada anak disabilitas khususnya anak tuna grahita dan tuna netra harus

(44)

C. Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency) Berdasarkan Orem 1. Definisi Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency)

(45)

2. Komponen Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency)

Menurut Orem (2001) dalam Baker dan Denyes (2008) terdapat tiga komponen self care agency yaitu :

a. Kemampuan dasar dan disposisi (Foundational Capabilities And Disposition)

Kemampuan dasar meliputi sensasi, persepsi, dan memori, sedangkan disposisi meliputi pemahaman seseorang mengenai dirinya sendiri, kesadaran diri dan citra diri atau motivasi seseorang dalam mencapai tujuan untuk perawatan diri sesuai dengan karakteristik dan maknanya bagi kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Kecerdasan umum juga diidentifikasi sebagai kemampuan dasar yaitu kemampuan individu secara umum untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir secara rasional dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya.

b. Komponen kekuatan atau tenaga (Power Components)

Kemampuan spesifik untuk mempertahankan kesehatan yang berhubungan dengan tindakan perawatan diri.

c. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri (Capabilities To Perform Self Care Operations)

(46)

dan budaya. Self care berhubungan erat dengan basic conditioning factor yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhan self care seperti usia, jenis kelamin, status perkembangan, status kesehatan, sosiokultural, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga, pola keluarga, pola hidup, lingkungan dan ketersediaan sumber.

D. Anak Disabilitas 1. Definisi Anak

Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara sehingga perlu perhatian dan harapan dalam pemenuhan hak-haknya (Kemenkes RI, 2014). Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan (Yusuf, 2011). Pada anak normal, pertumbuhan dan perkembangan terjadi mulai dari pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, emosional dan intelektual (Aziz, 2005).

2. Anak Disabilitas

(47)

mengalami kecelakaan dalam beraktivitas (Kemenkes RI, 2014). Potensi yang dimiliki penyandang cacat/disabilitas dapat dikembangkan sesuai dengan talenta yang dibawa sejak lahir. Namun karena kecacatan tersebut, anak disabalitas mengalami hambatan fisik, mental dan sosial, untuk mengembangkan dirinya secara maksimal (Marjuki, 2010). Pengertian penyandang cacat diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 4 Tahun 1997 sebagai berikut: “Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental serta penyandang cacat fisik dan mental” (Marjuki, 2010).

Kementrian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2014 mengatakan anak penyandang cacat (disabilitas) adalah anak yang mempunyai

kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau

merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan

secara selayaknya yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang

cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental. 3. Anak Tuna Grahita

Anak Tuna grahita adalah anak yang memiliki intelegensi yang

signifikan berada dibawah rata rata dan disertai dengan

(48)

(tuna grahita) adalah anak yang mempunyai keterlambatan dan keterbatasan dalam semua area perkembangan sehingga mereka mengalami kesulitan untuk memiliki kemampuan dalam merawat diri sendiri dan cenderung memiliki ketergantungan dengan lingkungan terutama pada orang tua dan saudara-saudaranya (Rini, 2012). American Association on Mental Deficiency mendefinisikan tuna grahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum yang berada di bawah rata-rata yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, muncul sebelum usia 18 tahun dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.

4. Faktor-faktor Penyebab Anak Tuna Grahita

Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya tunagrahita pada anak dikelompokkan sebagai berikut (Sandra, 2010) :

a. Biologis

1) Genetik/kelainan kromosom

(49)

jumlahnya menjadi tiga. Penambahan jumlah kromosom 21 yang jumlahnya menjadi tiga disebut dengan trisomi. Trisomi juga ditemukan pada anak sindrom down (Soetjiningsih dalam Muttaqin, 2008).

2) Pre-natal

Kondisi tunagrahita terjadi akibat adanya masalah kesehatan sebelum bayi dilahirkan misalnya hidrosefalus. Selain itu, sering terpapar radiasi atau sinar-X ketika ibu memeriksakan kandungannya.

3) Peri-natal

Posisi janin dalam rahim ibu menentukan kelancaran proses melahirkan. Jika posisi kepala janin dibawah lebih meminimalkan lama trauma kepala janin saat dilahirkan. Posisi janin sungsang atau melintang dapat memperlama trauma pada kepala janin saat dilahirkan. Area kepala merupakan sistem saraf pusat, apabila kepala janin mengalami trauma akan berdampak buruk salah satunya kemampuan intelejensinya. 4) Pasca-natal

(50)

5) Gangguan metabolisme

Kondisi tunagrahita yang disebabkan oleh gangguan metabolisme, baik metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Gangguan ketiga metabolisme tersebut dapat mengganggu proses absorbsi nutrisi gizi dalam tubuh yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan yang kurang optimal.

b. Psikososial

Penyebab lain tunagrahita adalah faktor-faktor sosial budaya. Sosial budaya akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Apabila kondisi sosial budaya kurang kondusif maka akan berdampak buruk pada proses tumbuh kembang anak (Sandra, 2010). Adanya masalah interaksi sosial yang memungkinkan seseorang sulit bergaul dengan masyarakat. Selain itu, kurangnya pendidikan yang mendukung perkembangan mental sehingga tidak mampu beradaptasi menghadapi masalah.

5. Karakteristik Anak Tuna Grahita

Karakteristik anak tuna grahita menurut Kemenkes RI tahun 2010 antara lain :

a. Memiliki prestasi sekolah kurang secara menyeluruh. b. Tingkat kecerdasan (IQ) di bawah 70.

(51)

e. Penampilan fisiknya kurang proporsional.

f. Perkembangan bicara terlambat dan bahasa terbatas.

Karakteristik anak tuna grahita secara fisik dalam menurut Sandra (2010) antara lain :

a. Penampilan fisik tidak seimbang misalnya kepala terlalu besar/kecil.

b. Pada masa pertumbuhannya tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

c. Terlambat dalam perkembangan berbicara dan berbahasa. d. Tidak perhatian terhadap lingkungan.

e. Koordinasi gerakan kurang. f. Hipersaliva.

6. Tuna grahita dikelompokkan berdasarkan pada beratnya gangguan atau disabilitas pada anak tuna grahita menurut Yusuf (2011) antara lain a. Tuna Grahita Ringan (Debil)

(52)

b. Tuna Grahita Sedang (Imbisil)

Anak imbisil mempunyai IQ antara 30-40. Anak imbisil setingkat lebih tinggi dari anak idiot, tetapi masih dapat belajar berbahasa, dapat mengurus dirinya sendiri dengan pengawasan yang teliti. Pada kondisi ini, dapat diberikan latihan-latihan ringan, tetapi dalam kehidupannya selalu bergantung pada orang lain, tidak dapat berdiri sendiri/mandiri. Kecerdasannya sama dengan anak normal berumur 3 sampai 7 tahun. Anak tuna grahita sedang ini tidak dapat bersekolah di sekolah biasa.

c. Tuna Grahita Berat (Idiot)

Anak Idiot mempunyai IQ antara 0-29. Tuna grahita berat termasuk individu terbelakang yang paling rendah. tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja. Biasanya anak dengan kondisi seperti ini tidak dapat mengurus dirinya sendiri, seperti : mandi, berpakaian, makan dan sebagainya serta ketergantungan dengan orang lain. Rata-rata perkembangan intelejensinya sama dengan anak normal 2 tahun.

7. Anak Tuna Netra

(53)

penglihatannya normal. Keterbatasan pada anak tuna netra antara lain : keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru, keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan dan keterbatasan dalam mobilisadi, (Sidik, 2014).

a. Klasifikasi Tuna Netra

Menurut Azmil & Santoso (2013) kemampuan melihat, tunanetra (visual impairment) dapat dikelompokkan pada:

1) Buta (Blind), ketunanetraan jenis ini terdiri dari:

a) Buta total (totally blind) adalah mereka yang tidak dapat melihat sama sekali baik gelap maupun terang.

b) Memiliki sisa penglihatan (residual vision) adalah mereka yang masih bisa membedakan antara terang dan gelap. 2) Kurang Penglihatan (Low Vision), jenis-jenis tunanetra kurang

lihat adalah:

a) Light Perception, apabila hanya dapat membedakan terang dan gelap.

b) Light Projection, tenanetra ini dapat mengetahui perunahan cahaya dan dapat menentukan arah sumber cahaya.

3) Tunnel Vision atau penglihatan pusat, penglihatan tunanetra adalah terpusat sehingga apabila melihat obyek hanya terlihat bagian tengahnya saja.

(54)

5) Penglihatan bercak, pengamatan terhadap obyek ada bagian-bagian tertentu yang tidak terlihat.

b. Karakteristik Anak Tuna Netra

1) Karakteristik anak tunanetra menurut Kemenkes RI (2010) antara lain:

a) Mempunyai kemampuan berhitung, menerima informasi dan kosakata hampir menyamai anak normal.

b) Mengalami kesulitan dalam hal pemahaman yang berhubungan dengan penglihatan; kesulitan penguasaan keterampilan sosial yang ditandai dengan sikap tubuh tidak menentu, agak kaku, serta antara ucapan dan tindakan kurang sesuai karena tidak dapat mengetahui situasi yang ada di lingkungan sekitarnya.

c) Umumnya mereka menunjukkan kepekaan indera pendengaran dan perabaan yang lebih baik dibandingkan dengan anak normal, serta sering melakukan perilaku stereotip seperti menggosok-gosokkan mata dan meraba-raba sekelilingnya.

2) Karakteristik anak tuna netra menurut Departemen Pendidikan dan Budaya (Depdikbud) tentang Ortodidaktik Anak Tuna Netra tahun 2012 antara lain :

a) Tidak mampu melihat.

(55)

c) Kerusakan nyata pada kedua bola mata.

d) Sering meraba-raba atau tersandung waktu berjalan, e) Mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya, f) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh atau bersisik

atau kering.

g) Pandangan hebat pada kedua bola mata. 3) Karakteristik Psikis Anak Tuna Netra

Menurut Azmil & Santoso (2013) ketidakmampuan yang berbeda antara tunanetra butadengan tuna netra kurang lihat juga berpengaruh pada karakter psikisnya. yaitu:

a) Ciri khas psikis tuna netra buta

Tunanetra buta tidak memiliki kemampuan menguasai lingkungan jarak jauh dan bersifat meluas pada waktu yang singkat.Ketidakmampuan ini mengakibatkan rasa khawatir, ketakutan dan kecemasan berhadapan dengan lingkungan. b) Ciri khas psikis tuna netra kurang lihat

(56)

karakteristik fisik, karakteristik emosi, dan karakteristik

Gambar 2.1 Kerangka teori diadopsi dari model Orem.

Kemampuan Perawatan

mempengaruhi self care (basic conditioning factors) berdasarkan Orem 2001 :

2. 1. Usia

3. 2. Jenis kelamin

4. 3. Status Perkembangan 5. 4. Status kesehatan 6. 5. Sosiokultural

7. 6. Sistem keperawatan kesehatan 8. 7. Sistem keluarga

9. 8. Pola hidup 10. 9. Lingkungan

11. 10. Ketersediaan sumber 12.

Baik

Sedang Kurang Kebutuhan perawatan diri (Self

Care Requisite) berdasarkan Orem 2001 :

1.Kebutuhan perawatan diri universal (Universal Self Care Requisite)

2.Kebutuhan perkembangan perawatan diri (Development self care requisite)

(57)

F. Kerangka Konsep

: Diteliti

Gambar 2.2 Kerangka konsep diadopsi dari model Orem.

G. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul ?

Kebutuhan perawatan diri (Self Care Requisite) berdasarkan Orem 2001 :

1.Kebutuhan perawatan diri universal (Universal Self Care Requisite)

2.Kebutuhan perkembangan perawatan diri (Development self care requisite)

3.Kebutuhan perawatan diri pada kondisi adanya penyimpangan (Health Deviation Self Care Requisite)

Kemampuan Perawatan Diri (Self Care Agency)

pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna

netra)

Baik

Sedang

(58)

40 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan survei (Arikunto, 2013). Survei pada penelitian ini yaitu dengan cara mengumpulkan informasi tanpa intervensi (Nursalam, 2013). Seperti pada penelitian gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah anak tuna grahita dan tuna netra di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul yang berjumlah 169 anak.

2. Sampel Penelitian

Sampel terdiri atas beberapa bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampling merupakan proses menyeleksi jumlah dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013).

(59)

sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2013). Apabila populasi kurang dari 100 lebih baik dijadikan sampel semua, tetapi apabila sampel lebih dari 100 dapat diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih (Arikunto, 2010). Karena populasi dalam penelitian, anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) yang berjumlah 169 anak, maka sampel yang digunakan menurut Arikunto (2010) adalah (50% x 169 = 85). Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah 85 anak.

Penentuan kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Kriteria inklusi

1) Orang tua dengan anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) yang kooperatif.

2) Orang tua dengan anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) yang berusia 6-18 tahun.

3) Orang tua yang mengerti dan mau mengisi kuesioner dengan bantuan asisten penelitian di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul.

b. Kriteria eksklusi

(60)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan April 2016. D. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimilki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu misal pekerjaan, pengetahuan, pendapatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Variabel pada penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu gambaran kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul.

E. Definisi Operasional

(61)

(health deviation self care requsite). Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan perawatan diri tersebut, peneliti dapat mengatahui kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra). Penilaian kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) dengan memberikan kuesioner kebutuhan perawatan diri pada kondisi adanya penyimpangan kesehatan (health deviation self care requisite) kepada orang tua dengan mengisi

ceklist (√) pada Y/T pada kolom kuesioner, Y yang berarti jawaban “ya”

dengan nilai 1 dan T yang berarti jawaban “tidak” dengan nilai 0. Skala

ukur yang digunakan oleh peneliti adalah skala ordinal dan alat ukur menggunakan kuesioner.

Hasil dari kuesioner tersebut diintrepetasikan dengan menggunakan pengkategorian menurut Arikunto (2010) sebagai berikut :

1. Kemampuan perawatan diri (self care agency) kategori baik apabila 76-100% dengan nilai 27-35.

2. Kemampuan perawatan diri (self care agency) kategori cukup apabila 60-75% dengan nilai 21-26.

(62)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) yang dilihat dari kebutuhan perawatan diri (self care requisite) berdasarkan teori Orem. Kuesioner dalam penelitian ini kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori Orem. Kuesioner ini berisi 35 pernyataan yang disusun berdasarkan kebutuhan perawatan diri (self care requisite) berdasarkan teori Orem yaitu kebutuhan perawatan diri universal (universal self care requisite) meliputi 15 item, kebutuhan perkembangan perawatan diri (development self care requisite) meliputi 5 item dan kebutuhan perawatan diri pada kondisi adanya penyimpangan kesehatan (health deviation self care requisite) meliputi 15 item. Kuesioner ini menggunakan skala Guttman dengan

(63)

Tabel 3.1 Kisi-kisi kuesioner kemampuan perawatan diri pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra)

Komponen Nomor Soal Jumlah Item

Pemenuhan kebutuhan udara 1 1

Makan dan minum 2 3

Eliminasi dan hygiene 3 4

Aktivitas dan istirahat 4 2

Interaksi social 5 1

Pencegahan dari bahaya 6 2

Sosialisasi dan perkembangan 7 2

Memfasilitasi dalam mendukung perkembangan

8 3

Keterlibatan dalam pengembangan diri 9 2

Sakit 10 3

Jatuh/cidera 11 3

Tidak mampu beraktivitas 12 3

Gangguan penglihatan 13 3

Gangguan intelektual 14 3

Total 35

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Prinsip validitas ini adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2013).

(64)

secara signifikan dengan skor total. Apabila instrument valid maka indeks korelasinya (r) ≥0,5 (Arikunto, 2010).

r = N (∑XY) - (∑X∑Y)

Keterangan :

r = Korelasi product moment N = Jumlah sampel

X = Skor variabel X Y = Skor variabel Y

XY = Skor variabel X dikalikan skor variabel Y

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai r Validitas Menurut Arikunto (2010)

Nilai r Interpretasi

0,81-1,00 0,61-0,80 0,21-0,40 0,00-0,20

Sangat tinggi Tinggi Cukup

Sangat rendah Sumber : Rahmiendah (2013)

(65)

Terdapat 35 pernyataan yang valid yaitu pada soal nomor 1, 2, 3, 5, 7, 8, 11, 12, 15, 17, 21, 22, 24, 25, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 37, 39, 41, 42, 43, 47, 48, 49, 53, 54, 55, 59, 60, 61 dan 65. Terdapat 30 soal yang tidak valid yaitu pada soal nomor 4, 6, 9, 10, 13, 14, 16,18, 19, 20, 23, 26, 27, 28, 33, 36, 27, 28, 33, 36, 38, 40, 44, 45, 46, 50, 51, 52, 56, 57, 58, 62, 63 dan 64. Item kuesioner yang tidak valid tersebut tidak digunakan atau dieliminasi pada penelitian ini karena item yang valid sudah mewakili setiap komponen item kuesioner penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil yang pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tanpa diukur atau diamati dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2013).

Instrumen kemampuan perawatan diri dilakukan pengukuran reliabilitas dengan rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (Arikunto, 2013) adalah:

r =

Keterangan:

r = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya bentuk pertanyaan = Jumlah varians butir

∑pq = Jumlah hasil perkalian p dan q

(66)

Koefisien reliabilitas dapat dikategorikan dalam kriteria tinggi apabila nilai r lebih dari 0,76, kriteria sedang apabila nilai r antara 0,06-0,75 dan kriteria rendah apabila nilai r sama dengan 0,06 (Arikunto, 2010). Kuesioner kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra) yang sudah dilakukan uji validitas dilanjutkan dengan uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach. Item kuesioner penelitian ini, semua pernyataan yang sudah valid setelah diuji reliabilitas juga reliabilitas tinggi (0,980).

Kuesioner penelitian ini di uji validitas dan uji reliabilitas di SLB Negeri 2 Bantul dan SLB Rela Bhakti 1 Gamping.

H. Cara Pengumpulan Data 1. Tahap persiapan

(67)

penelitian yaitu melalui wawancara dan observasi. Studi pendahuluan dilakukan pada tanggal 6-8 November 2015, hasil observasi peneliti melihat anak-anak disabilitas yang ketergantung dengan orang tuanya seperti makan, minum, duduk dan berdiri. Hasil wawancara kepada dua orang guru bahwa anak tuna grahita dan tuna netra banyak yang tergantung dalam aktivitas seperti toileting, makan dan minum. Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah menyusun proposal penelitian dan dilanjutkan seminar proposal penelitian. Kemudian peneliti juga mengisi lembar uji etik dan telah disetujui dari pembimbing maupun pihak sekolah. Tahap selajutnya adalah uji etik kelayakan proposal penelitian kepada tim etik FKIK UMY. Penelitian ini sudah dinyatakan layak etik pada tanggal 20 Februari 2016. Setelah surat layak etik keluar, peneliti memberikan ke Tata Usaha FKIK untuk meminta surat perizinan ke Bappeda Bantul.

Tahap selanjutnya yaitu mendapat surat tembusan dari Bappeda Bantul untuk diberikan kepada Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Bantul, Kepala SLB Negri 1 Bantul dan Dekan FKIK UMY. Surat permohonan penelitian dari Bappeda Bantul berlaku dari 7 April 2016 sampai 7 Juli 2016.

(68)

Bhakti 1 Gamping. Setelah mendapatkan perizinan uji validitas dari SLB Negeri 2 Bantul dan SLB Rela Bhakti 1 Gamping kemudian peneliti menanyakan persetujuan atau informed consent tanpa ada paksaan dari pihak peneliti dan menjelaskan kepada pihak sekolah dan responden tentang uji validitas kuesioner untuk penelitian dengan mengisi kuesioner.

Uji validitas dilakukan di SLB Negeri 2 Bantul dengan 11 responden dan SLB Rela Bhakti 1 Gamping dengan 9 responden. Setelah kuesioner uji valid terkumpul, peneliti input data uji validitas menggunakan software komputer statistic. Setelah hasil validnya keluar, peneliti mengedit kembali kuesioner yang valid untuk penelitian dan mengeliminasi kuesioner yang tidak valid.

2. Tahap Pelaksanaan

(69)

Kuesioner diberikan dan diisi oleh orang tua dari anak disablitas (tuna grahita dan tuna netra) menjadi responden, sebelumnya peneliti dan asisten peneliti menjelaskan tentang kuesioner dan identitas responden dirahasiakan. Apabila responde bersedia mengisi kuesioner, responden diminta untuk menyetujui informed consent untuk membantu mengisi kuesioner penelitian. Pengumpulan data dilakukan peneliti dan asisten penelitian pada sampel dengan cara membagikan koesioner tentang kemampuan perawatan diri (self care agency) yang diisi oleh orang tua dengan anak tuna grahita dan tuna netra di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Bantul. Pengumpulan data dilaksanakan selama 2 hari, hari pertama mendapatkan 71 responden dan hari kedua mendapatkan 14 responden.

3. Penulisan laporan

Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibuat dalam bentuk tabel dan dilihat distribusi, frekuensi dan persentasenya kemudian diuraikan dalam hasil, pembahasan dan disimpulkan hasilnya.

I. Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer menurut Notoatmojo (2012), langkah-langkah pengolahan data yaitu : a. Penyuntingan (editing)

(70)

sudah diisi oleh responden dan lembar kuesioner dicek kembali kelengkapan, kejelasan dan konsistensinya.

b. Pengkodean (coding)

Pengkodean merupakan kegiatan pemberian kode angka pada data yang terdiri atas beberpa kategori. Pemberian kode ini sangat penting dalam pengolahan dan analisa data terlebih jika menggunakan komputer. Pemberian kode pada data yaitu berdasarkan jenis kelamin laki-laki diberi kode 1 dan jenis kelamin perempuan diberi kode 2. Berdasarkan usia, 6-11 tahun diberi kode 1, 12-16 tahun diberi kode 2 dan 17-18 tahun diberi kode 3. Berdasarkan tingkat pendidikan, TK diberi kode 1 , SD diberi kode 2, SMP diberi kode 3 dan SMA diberi kode 4. Berdasarkan kemampuan perawatan diri kategori baik diberi kode 1, cukup diberi kode 2 dan kurang diberi kode 3.

c. Entri Data

Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam komputer.

d. Tabulasi

Tabulasi merupakan kegiatan memasukkan data-data dan mengatur angka-angka sehingga dapat jumlah kasus dalam berbagai kategori.

(71)

Pengkategorian menurut Arikunto (2010) : Baik : 76-100%

Cukup : 60-75% Kurang : <60%

e. Pembersih Data (cleaning)

Merupakan kegiatan membersihkan data yang sudah tidak dipakai setelah semua data hasil penelitian dimasukkan dalam program.

2. Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa univariat yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian dan analisis untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan persentase dari variabel. Fungsi analisa ini pada data yang bersifat kuantitatif adalah menyederhanakan dan meringkas kumpulan dari hasil pengukuran sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang beragam. Analisa univariat dapat menggunakan statistik deskriptif dari software komputer statistik. Tujuannya yaitu untuk menjelaskan atau membandingkan karakteristik pada variabel yang diteliti dari angka atau jumlah dan persentase masing-masing kelompok, tanpa ingin mengetahui pengaruh/ hubungan dari karakteristik (responden) yang ingin diketahui (Sugiono, 2012).

J. Etik Penelitian

(72)
(73)

55 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum SLB Negeri 1 Bantul

Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Bantul berdiri sejak tahun 1971 dan beberapa kali mengubah nama serta berpindah lokasi dan pada akhirnya menetap di Jalan Wates 147, Km 3, Desa Ngetisharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. SLB Negeri 1 Bantul ini merupakan salah satu Sekolah Luar Biasa Negeri terlengkap di Yogyakarta dengan 5 (lima) jurusan yaitu Tuna Netra (A), Tuna Rungu/Wicara (B), Tuna Grahita (C), Tuna Daksa (D) dan Autisme. Jumlah siswa disabilitas tahun 2016, terdapat kurang lebih 337 anak penyandang disabilitas yaitu penyandang tuna netra 16 anak, tuna rungu 90 anak, tuna grahita 153 anak, tuna daksa 60 anak dan autisme 18 anak. Tenaga kerja di SLB Negeri 1 Bantul ini sebanyak 88 orang yang terdiri dari 1 kepala sekolah, 39 guru madya, 19 guru muda, 17 guru pertama, 2 orang CPNS, 1 Ka Subbag TU, 4 pegawai administrasi umum, 1 penjaga kantor, 2 orang caraka, 1 orang pramu kantor dan 1 orang penjaga sekolah. Kepala sekolah di SLB Negeri 1 Bantul bernama Bapak Muh. Basuni, M.Pd.

(74)

digunakan guru untuk mengajar siswa menggunakan metode ceramah, waktu pembelajaran dimulai dari hari senin sampai hari sabtu pada puul 07.00-12.00 WIB. Sarana lain yang terdapat di SLB Negeri 1 Bantul yaitu tersedianya kantin, toilet/kamar mandi, tempat cuci tangan seperti washtfle atau kran air yang tersedia di depan kelas masing-masing jurusan, UKS, klinik rehabilitas, sanggar kerja terlindung (shelter workshop), pusat informasi dan teknologi, perpustakaan, arama siswa, fasilitas olahraga serta tempat bermain seperti lapangan sekoah, ruang musik dan tempat ibadah.

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 6-8 November 2015 di SLB Negeri 1 Bantul, hasil observasi peneliti melihat anak-anak disabilitas yang masih tergantung dengan orang tuanya seperti makan, minum, duduk dan berdiri. Hasil wawancara kepada dua orang guru bahwa anak tuna grahita dan tuna netra banyak yang tergantung dalam aktivitas seperti toileting, makan dan minum sehingga hal ini menjadi fokus perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tentang kemampuan perawatan diri (self care agency) pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra).

2. Karakteristik Responden

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka konseptual Orem’s self care untuk
Gambar 2.1 Kerangka teori diadopsi dari model Orem.
Gambar 2.2 Kerangka konsep diadopsi dari model Orem.
Tabel 3.1 Kisi-kisi kuesioner kemampuan perawatan diri pada anak disabilitas (tuna grahita dan tuna netra)
+7

Referensi

Dokumen terkait