HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN KONSUMSI SUSU PADA WANITA PREMENOPOUSE
DI LINGKUNGAN I KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN
TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh :
CHRISTIN NATALINA TAMBUNAN NIM. 071000146
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN KONSUMSI SUSU PADA WANITA PREMENOPOUSE
DI LINGKUNGAN I KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN
TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
CHRISTIN NATALINA TAMBUNAN NIM. 071000146
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul:
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN KONSUMSI SUSU PADA WANITA PREMENOPOUSE DI LINGKUNGAN I
PADANG BULAN MEDAN TAHUN 2012
Yang Dipersiapkan Dan Dipertahankan Oleh:
CHRISTIN NATALINA TAMBUNAN NIM. 071000146
Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juli 2012 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji
Prof. Dr. Albiner Siagian, MSi NIP. 19670613 199303 1 004
Penguji I
dr. Mhd. Arifin Siregar, MS NIP. 19581111 198703 1 004
Penguji II
Dra. Jumirah, Apt, MKes NIP. 19580315 198811 2 001
Penguji III
Ernawati Nasution, SKM, MKes NIP. 19700212 199501 2 001
Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan
ABSTRAK
Wanita berisiko empat kali lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibanding pria. Hal ini disebabkan dua faktor yaitu massa tulang wanita lebih rendah dibandingkan massa tulang pria dan wanita cenderung memiliki tulang yang lebih kecil. Selain itu, wanita mengalami menopause yang membuat kadar hormon estrogen mereka berkurang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dan konsumsi susu pada wanita premenopause di Lingkungan I Kelurahan Padang Bulan Medan 2012. Selain itu,penelitian ini juga untuk untuk mengetahui sumber pangan kalsium lain yang dikonsumsi wanita premenopouse.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan kuesioner dan food
frequency sebagai instrument penelitian. Populasi penelitian ini adalah wanita premenopouse yang menetap di Lingkungan I Padang Bulan sebanyak 47 orang dan
semuanya dipilih sebagai sampel dengan metode total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tergolong pada kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang (46,8%). Tindakan responden dalam mengonsumsi susu paling banyak dalam kategori kurang yaitu sebanyak 37 orang (78,7%). Hasil analisis dengan uji Chi-square menunjukkan bahwa pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tindakan wanita premenopouse dalam
mengonsumsi susu (p=0,408 > α=0,05).
Peningkatan pelayanan kesehatan dan adanya pemberian informasi yang benar dan lengkap tentang osteoporosis bagi wanita premenopose dan cara penanggulangannya konsumsi susu dan makanan berkalsium oleh petugas kesehatan sangat diperlukan agar angka penderita osteoporosis di kalangan wanita dapat dikurangi.
ABSTRACT
Women have risk four times higher for being affected by osteoporosis than men. This is due to two factors, which are women's bone mass are lower than men’s bone mass and women tend to have smaller bones. Beside that, women are experiencing menopause which caused their estrogen hormone reduce.
The purpose of this research was to know the relationship between the knowledge about osteoporosis and the consumption of milk premenopausal women at Lingkungan I Kelurahan Padang Bulan Medan by the year of 2012, besides it is also to know other calcium food sources which are consumed by premenopausal women. This is a descriptive research by using questionnaire and food frequency as for research instrument. The population of this research was premenopausal women who settled on Lingkungan I Padang Bulan as 47 people and it was all chosen as sample by total sampling method.
The results indicated that the knowledge of respondents were on moderate category as 22 people (46.8%). The action of respondents in consuming milk mostly on less category as 37 people (78.7%). Result analysis by using Chi-square test pointed out that knowledge does not have any significant relation to premenopausal women in consuming milk (p = 0.408> α = 0.05).
The improvement of health services and provision of correct and complete information about osteoporosis for premenopausal women and ways to overcome the consumption of milk and foods contain calsium by health workers is needed in order to reduce the number of osteoporosis among women.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Christin Natalina Tambunan
Tempat/Tanggal Lahir : Balige/26 Desember 1989
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jumlah Bersaudara : 5 orang
Alamat Rumah : Jalan Air Bersih Gg. Nusa Indah No 7
Dumai-Riau
Riwayat Pendidikan:
1. Tahun 1995-2001 SD Katolik Fillius Dei Dumai
2. Tahun 2001-2004 SMP Santo Tarcisius Dumai
3. Tahun 2004-2007 SMU Negeri 2 Dumai
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus Sang
Kepala Gerakan, atas berkat, kasih dan anugerah-Nya yang luar biasa sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Pengetahuan
Tentang Osteoporosis Dengan Konsumsi Susu Pada Wanita Premenopouse Di Lingkungan I Padang Bulan Medan 2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini penulis persembahkan secara khusus kepada kedua orangtua tercinta,
Ayahanda J.Tambunan dan Ibunda R.Silitonga yang telah membesarkan, mendidik,
dan memberikan dukungan materi dan doa restu kepada Ananda hingga saat ini.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang berperan amat penting
dalam memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi
ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs.Tukiman, MKM selaku Dosen Pembimbing Akademik.
3. Bapak Prof. Dr., Ir., Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Dosen Pembimbing
4. Bapak dr. Mhd. Arifin Siregar, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses
perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Frans Siahaan, SSTP, MSP selaku Lurah Padang Bulan Medan.
7. Keluarga besarku ada abangku Hara dan Juan serta adik-adikku Leo dan Vincent
yang setia memotivasi dan menyemangati saya setiap waktu.
8. Sahabat terkasihku yang setia Rio, yang selalu memberi masukan dan semangat
kepada penulis.
9. Sahabat-sahabatku yang terkasih Rere, Vina, Monica, yang memberikan
semangat dan kasih sayang kepada penulis melalui masukan dan kritik yang
membangun.
10. Teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Cempaka, Damayanti, Ivo
,Emma, Yussy, Asrina, Endang, Cut, Maya, Jannah, Nazwa, Uci, Vina, Dewi,
Fera, Diba dan teman-teman lainnya yang telah banyak memberikan dukungan
dan bantuan serta kritik yang menambah semangat penulis serta seluruh
teman-teman stambuk 2007 yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu.
11. Teman-teman se-kost di Dipanegara 21, Grace, Ita, Udur, Riris, Lusi, Lian, Evia,
Elsa, Nova, Agus, Putri yang telah menemani penulis dan senantiasa memberikan
masukan dan semangat dengan tulus.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan
pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap kepada Tuhan Yesus
Kristus semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ...i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ...v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ...x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Perumusan Masalah ...4
1.3. Tujuan Penelitian ...4
1.4. Manfaat Penelitian ...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5
2.1. Osteoporosis ...5
2.2. Penyebab Osteoporosis ...6
2.3. Faktor Resiko Osteoporosis ...7
2.4. Pencegahan Osteoporosis ...7
2.5. Pengetahuan ...7
2.6. Premeopouse ...8
2.7. Pentingnya Susu pada Wanita Premenopouse ...9
2.8. Susu dan Jenisnya ...11
2.8.1.Susu ...11
2.8.2.Jenis Susu ...12
2.8.2.1. Susu Segar...12
2.8.2.2. Susu Skim ...12
2.8.2.4. Susu Bubuk ...13
2.8.2.5. Susu Kental Manis ...13
2.8.2.6. Susu kaleng tanpa penambahan zat lain...13
2.9. Konsumsi Susu di Indonesia ...14
2.10. Osteoporosis dan Pola Konsumsi ...16
2.11. Kerangka Konsep ...18
BAB III METODE PENELITIAN ...19
3.1. Jenis Penelitian ...19
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...19
3.2.1. Lokasi Penelitian ...19
3.2.2. Waktu Penelitian ...19
3.3. Populasi dan Sampel ...19
3.3.2. Sampel ...19
3.4. Metode Pengumpulan Data ...20
3.4.1. Data Primer ...20
3.4.2. Data Sekunder ...20
3.5. Instrumen Penelitian ...20
3.6. Defenisi Operasional ...21
3.7. Aspek Pengukuran ...21
3.8. Teknik Analisis Data ...22
3.8.1. Pengolahan Data ...22
3.8.2. Analisis Data ...22
BAB IV HASIL PENELITIAN ...24
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...24
4.1.1. Deskripsi Wilayah ...24
4.1.2. Deskripsi Responden ...25
4.1.2.1.Umur Responden ...24
4.1.2.2.Pendidikan Responden ...25
4.1.3. Hasil Analisa Data ...25
4.1.3.1.Pengetahuan tentang Osteoporosis ...25
4.1.3.2.Tindakan Mengonsumsi Susu ...26
4.1.3.3.Konsumsi susu wanita premenopouse ...26
4.1.3.4.Distribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Umur...28
4.1.3.5.Distribusi Pendidikan Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Osteoporosis ...29
4.1.3.6.Distribusi Pendidikan Responden Berdasarkan Tindakan Mengonsumsi Susu ...30
4.1.3.7.Distribusi Pengetahuan Responden dalam Tindakan Mengonsumsi Susu...31
4.2. Konsumsi makanan sumber kalsium wanita premenopose...31
BAB V PEMBAHASAN ...33
5.1. Gambaran Umum Wanita Premenopouse ...33
5.2. Hubungan Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Tindakan Konsumsi Susu ...35
5.3. Asupan Kalsium ...38
5.4. Hubungan Pengetahuan Osteoporosis dengan Konsumsi Bahan Makanan Sumber Kalsium Selain Susu ...42
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...45
6.1. Kesimpulan...45
6.2. Saran……. ...46
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan ...25
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Mengonsumsi susu ...27
Tabel 4.3. Tabulasi silang Pendidikan Terakhir Responden Berdasarkan Umur ...27
Tabel 4.4. Tabulasi silang Pengetahuan Responden tentang Osteoporosis dengan Umur ...28
Tabel 4.5. Tabulasi silang Pendidikan Responden dengan Pengetahuan tentang Osteoporosis………...28
Tabel 4.6. Tabulasi silang Pendidikan Responden dengan Tindakan Mengonsumsi susu ...29
Tabel 4.7. Tabulasi silang Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Tindakan Mengonsumsi Susu ...31
Tabel 4.8. Distribusi Konsumsi Lauk Pauk Responden ...31
Tabel 4.9. Distribusi Konsumsi Sayuran Responden ...32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Food Frequency
Lampiran 3 Output Data
Lampiran 4 Master Data
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian
ABSTRAK
Wanita berisiko empat kali lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibanding pria. Hal ini disebabkan dua faktor yaitu massa tulang wanita lebih rendah dibandingkan massa tulang pria dan wanita cenderung memiliki tulang yang lebih kecil. Selain itu, wanita mengalami menopause yang membuat kadar hormon estrogen mereka berkurang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dan konsumsi susu pada wanita premenopause di Lingkungan I Kelurahan Padang Bulan Medan 2012. Selain itu,penelitian ini juga untuk untuk mengetahui sumber pangan kalsium lain yang dikonsumsi wanita premenopouse.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan kuesioner dan food
frequency sebagai instrument penelitian. Populasi penelitian ini adalah wanita premenopouse yang menetap di Lingkungan I Padang Bulan sebanyak 47 orang dan
semuanya dipilih sebagai sampel dengan metode total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tergolong pada kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang (46,8%). Tindakan responden dalam mengonsumsi susu paling banyak dalam kategori kurang yaitu sebanyak 37 orang (78,7%). Hasil analisis dengan uji Chi-square menunjukkan bahwa pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tindakan wanita premenopouse dalam
mengonsumsi susu (p=0,408 > α=0,05).
Peningkatan pelayanan kesehatan dan adanya pemberian informasi yang benar dan lengkap tentang osteoporosis bagi wanita premenopose dan cara penanggulangannya konsumsi susu dan makanan berkalsium oleh petugas kesehatan sangat diperlukan agar angka penderita osteoporosis di kalangan wanita dapat dikurangi.
ABSTRACT
Women have risk four times higher for being affected by osteoporosis than men. This is due to two factors, which are women's bone mass are lower than men’s bone mass and women tend to have smaller bones. Beside that, women are experiencing menopause which caused their estrogen hormone reduce.
The purpose of this research was to know the relationship between the knowledge about osteoporosis and the consumption of milk premenopausal women at Lingkungan I Kelurahan Padang Bulan Medan by the year of 2012, besides it is also to know other calcium food sources which are consumed by premenopausal women. This is a descriptive research by using questionnaire and food frequency as for research instrument. The population of this research was premenopausal women who settled on Lingkungan I Padang Bulan as 47 people and it was all chosen as sample by total sampling method.
The results indicated that the knowledge of respondents were on moderate category as 22 people (46.8%). The action of respondents in consuming milk mostly on less category as 37 people (78.7%). Result analysis by using Chi-square test pointed out that knowledge does not have any significant relation to premenopausal women in consuming milk (p = 0.408> α = 0.05).
The improvement of health services and provision of correct and complete information about osteoporosis for premenopausal women and ways to overcome the consumption of milk and foods contain calsium by health workers is needed in order to reduce the number of osteoporosis among women.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Di Indonesia masih dijumpai masalah kesehatan reproduksi yang memerlukan
perhatian semua pihak. Masalah-masalah kesehatan reproduksi tersebut muncul dan
terjadi akibat pengetahuan dan pemahaman serta tanggung jawab yang rendah. Akses
untuk mendapatkan informasi yang benar dan bertanggung jawab mengenai alat-alat
dan fungsi reproduksi juga tidak mudah didapatkan (Bambang, 2005).
Wanita berisiko empat kali lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibanding
pria hal ini disebabkan dua faktor yaitu massa tulang wanita lebih rendah dibanding
pria dan cenderung memiliki tulang yang lebih kecil selain itu karena wanita
mengalami menopause. Masa premenopause dengan berbagai perubahan fisiologis
yang terjadi akan menjadi momok atau rasa ketakutan bagi setiap wanita yang akan
menjalaninya, kendati hal ini alamiah terjadi pada semua wanita, namun efek
sampingnya banyak mempengaruhi keharmonisan rumah tangga bila tidak siap
menghadapinya. Perubahan fisik dimana terdapat keriput, buah dada menjadi lembek,
darah haid menjadi banyak atau sedikit sekali dan perubahan psikologis lainnya akan
terjadi pada masa premenopause (Anthony, 2006).
Premenopause adalah suatu kondisi fisiologis wanita yang telah memasuki masa
penuaan (biasanya 40-45 tahun) yang ditandai dengan menurunnya kadar hormonal
estrogen ovarium yang sangat berperan dalam reproduksi seksualitas, sering
mengganggu aktifitas wanita bahkan mengancam kebahagiaan berumah tangga.
panas dari dada hingga wajah), night sweat (keringat di malam hari), dryness vaginal
(kekeringan vagina), penurunan daya ingat, insomnia (susah tidur), depresi, mudah
lelah, penurunan libido, rasa sakit jika berhubungan seks.
Gejala premenopause, untuk sebagaian wanita belum mengerti bahkan tidak
mengetahui kalau mereka berada pada masa ini. Hal ini disebabkan karena mereka
belum memahami dan kurangnya pengetahuan tentang perubahan fisiologis yang
terjadi pada wanita menjelang masa menopause. Informasi yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan beberapa ibu tentang perubahan yang terjadi pada masa
menopause menunjukkan atas ketidak pahaman dan kurangnya pengetahuan. Jawaban
yang diterima adalah mereka sering sakit kepala, banyak darah yang keluar pada saat
haid membuat mereka takut, cemas dan berprasangka kalau mereka sakit kanker
kandungan.
Secara garis besar periode daur kehidupan wanita melampaui beberapa tahap
diantaranya pra konsepsi, konsepsi, pra kelahiran, pra pubertas, pubertas, reproduksi,
menopause/klimakterium, pasca menopause dan senium/lansia (Manuaba, 2002).
Satu hal yang paling terlihat dan pasti terjadi pada wanita dewasa pada masa penuaan
adalah terjadinya menopause atau berhentinya menstruasi (Kuntjoro, 2002). Proses
menuju menopause terjadi ketika fungsi indung telur mulai mengalami penurunan
dalam memproduksi hormon. Pada saat mulai terjadi penurunan fungsi ini
gejala-gejala menopause mungkin mulai terasa meskipun menstruasi tetap datang. Saat itu
mulai nampak ada perubahan pada ketidakteraturan siklus haid.
Menopause sangat berhubungan dengan terjadinya osteoporosis. Pada
Perubahan hormon ini menurunkan kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium
secara drastis, sehingga penyerapan kalsium menjadi tidak efisien. Osteoporosis
menjadi salah satu ancaman bagi wanita menopause (Anonim, 2004).
Menurut Supari (2005) 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita
osteoporosis (keropos tulang). Tingginya angka resiko osteoporosis tersebut
merupakan salah satu penyebabnya, yaitu meningkatnya angka harapan hidup
masyarakat Indonesia. Pada tahun 2005, angka harapan hidup masyarakat Indonesia
mencapai 67,68 tahun. Faktor lain yang tak kalah penting adalah kurangnya
kesadaran masyarakat untuk mencegah datangnya penyakit itu sendiri. Hal itu
ditandai dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya
254 mg per hari.
Wanita premenopause akan lebih mudah mengurangi kecemasan dan mampu
melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila mereka mendapatkan
pengetahuan yang faktual dan akurat mengenai osteoporosis dan asupan kalsium
(Mustopo, 2005). Dari survei pendahuluan yang saya lakukan di Lingkungan I
Padang Bulan, sebanyak 15 wanita premenopouse yang tidak mengonsumsi susu. Hal
ini karena kondisi ekonomi dan kurangnya pengetahuan tentang manfaat susu bagi
mereka. Mereka menganggap konsumsi susu bukan untuk usia mereka. Jadi penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Tentang
Osteoporosis Dengan Konsumsi Susu Pada Wanita Premenopause di Lingkungan I
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan tentang
osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita premenopause di Lingkungan I
Kelurahan Padang Bulan Medan 2012.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan
konsumsi susu pada wanita premenopause di Lingkungan I Kelurahan Padang Bulan
Medan 2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sumber pangan kalsium lain yang dikonsumsi wanita
premenopouse.
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita
premonopouse.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya
ibu-ibu agar lebih memperhatikan kesehatannya terutama osteoporosis dengan
konsumsi susu pada masa premenopause.
2. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan dalam
membuat kebijakan tentang pentingnya pencegahan osteoporosis dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.
Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan
kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran
ketika usia semakin tua. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig
atau pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan
makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun.
Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin
bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya
usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan
massa tulang yang berakibat pada osteoporosis (Tandra, 2009).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi
oleh meningkatnya risiko patah tulang.
Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai
struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan
membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan
karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan
pergantian sel.
2.2. Penyebab Osteoporosis
Penyebab osteoporosis pada wanita terjadi karena kurangnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75
tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen
produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4
tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3%
dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause. Berbeda dengan osteoporosis
senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya
terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang
wanita.
Selain jenis osteoporosis diatas ada juga jenis osteoporosis sekunder yang
disebabkan keadaan medis atau obat-obatan dan osteoporosis juvenil idiopatik
merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada
kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang ( Junaidi, 2007).
2.3. Faktor Risiko Osteoporosis
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang
berbeda. Faktor risiko osteoporosis tersebut adalah jenis kelamin, usia, ras,
pigmentasi dan tempat tinggal, riwayat keluarga, sosok tubuh, dan menopouse.
2.4. Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda
maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,
yaitu dengan memenuhi asupan kalsium tubuh, menghindari paparan sinar matahari
yang berlebihan, berolahraga secara teratur, menghindari rokok dan minuman
beralkohol, serta melakukan deteksi dini osteoporosis. Jumlah kalsium harian dari
asupan makanan dan suplemen yang dibutuhkan untuk tetap sehat dalam upaya
pencegahan osteoporosis menurut rekomendasi Institute of Medicine (IOM): < 1
tahun : 210-270 mg, usia 1 sampai 3 tahun : 500 mg, usia 4 sampai 8 tahun : 800 mg,
usia 9 sampai 18 tahun : 1.300 mg, usia 19 sampai 50 tahun : 1.000 mg, < 51 tahun :
1.200 mg.
2.5. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
umumnya datang dari pengalaman, bisa juga didapat dari informasi yang disampaikan
oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
2.6. Premenopouse
Kata “Menopause” terdiri dari dua kata yang berasal dari kata Yunani yang
berarti “Bulan” dan “Penghentian sementara” yang lebih tepat disebut dengan
“Monocease”. Secara medis istilah menopause berarti “monocease” karena
berdasarkan defenisinya maka menopause itu berarti berhentinya masa menstruasi
(Reitz, 1993).
Premenopause adalah kondisi fisiologis pada wanita yang telah memasuki
proses penuaan (aging) yang ditandai dengan menurunnya kadar hormon estrogen
ovarium yang sangat berperan dalam hal sexualitas. Premenopause sering menimpa
wanita yang berusia menjelang 40 tahun ke atas. Menurut Depkes RI (1993),
menopause adalah perdarahan terakhir dari uterus yang masih dipengaruhi oleh
hormone dari otak dan sel telur.
Wanita yang mendekati menopause, produksi hormone estrogen, hormon
progesterone dan hormone seks lainnya mulai menurun. Keadaan ini menyebabkan
Menopause berhubungan dengan perubahan hormonal sehingga wanita mengalami
perubahan status fisik dan emosional.
2.7. Pentingnya Susu Pada Wanita Premenopouse
Sumber utama kalsium untuk masyarakat pada negara-negara maju adalah susu
dan hasil olahannya yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain
kalsium adalah sayuran berwarna hijau dan kacang-kacangan. Roti dan bijian,
menyumbang asupan kalsium yang nyata karena konsumsi yang sering. Ikan dan
makanan sumber laut mengandung kalsium lebih banyak dibanding daging sapi
maupun ayam.
Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1200 g kalsium, jumlah tersebut
sekitar 1 – 2% dari berat tubuh. Sebanyak 99% kalsium terdapat pada jaringan yang
mengandung mineral seperti tulang dan gigi, yang berada dalam bentuk kalsium
fosfat (bersama dengan sejumlah kecil kalsium karbonat), yang berfungsi membentuk
kekuatan dan struktur tulang. Seiring dengan pernyataan tersebut, menurut
Ernes(2006), tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1000 hingga 1500 gram
kalsium (tergantung pada jenis kelamin, ras, ukuran tubuh), yang mana 99%
ditemukan pada tulang dalam bentuk hidroksiapatit. Kebutuhan kalsium sangat
ditentukan oleh kebutuhan tulang dan aktivitas fisik. Kalsium merupakan zat gizi
mikro yang sangat penting. Zat gizi ini pada umumnya memperlihatkan pengaruh
menguntungkan pada tulang untuk segala usia, walaupun hasilnya tidak selalu
konsisten.
Peranan utama kalsium adalah untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang dan
berperan penting dalam proses pembekuan darah dan kontraksi otot.
Kalsium membutuhkan lingkungan yang asam agar dapat diserap secara efisien.
Penyerapan terutama terjadi pada bagian atas usus halus. Usus halus cenderung selalu
dalam kondisi asam karena menerima keasaman dari perut yang kadangkala menjadi
netral oleh karena adanya pelepasan cairan dari pankreas. Penyerapan kalsium pada
permukaan usus halus tergantung pada keaktifan hormon vitamin D. Tubuh manusia
menyerap sekitar 20% hingga 40% kalsium dari makanan yang dikonsumsi, akan
tetapi apabila tubuh membutuhkan kalsium dalam jumlah ekstra tinggi (bayi dan ibu
hamil), penyerapan meningkat mencapai 50% hingga 70%. Remaja cenderung
menyerap kalsium lebih banyak daripada orang lanjut usia.
Kekurangan kalsium memang sangat sering dialami oleh wanita pada masa
premenopouse hal ini diakibatkan oleh berkurangnya hormone estrogen. Ketika
terjadi kekurangan kalsium maka kepadatan tulang akan berkurang dan mulai terjadi
gejala osteoporosis, kehilangan kepadatan tulang merupakan masalah yang penting.
Tulang yang rapuh bisa mengakibatkan postur tubuh yang buruk, sakit di punggung,
patah tulang panggul, dan masih banyak lagi masalah kesehatan lainnya. Karena
itulah fungsi kalsium amat penting untuk tulang kita. Kristal pada kalsium di dalam
tulanglah yang menjaga tulang tetap kuat.
Namun, layaknya jaringan lain di dalam tubuh, tulang kita juga melepas
jaringannya, dan kembali membentuk diri ketika tubuh menyerap kalsium dan
menutup kekurangan pada tulang tersebut. Sejak kecil kita sudah diajarkan
pentingnya membangun tulang yang kuat sedini mungkin. Tetapi, ketika kita
ketika level kalsium dalam darah menurun, makin banyak kalsium yang diambil dari
tulang, ini yang menyebabkan seseorang menderita osteoporosis. Wanita memerlukan
lebih banyak zat besi dan kalsium, karena mereka memiliki siklus haid yang
memungkinkan kalsium keluar berbarengan dengan darah yang keluar. Asupan
kalsium ini biasa didapat dari konsumsi susu yang kaya akan kalsium dan nutrisi
lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain susu kekurangan hormone estrogen pada
wanita masa ini dapat diatasi dengan konsumsi bahan pangan yang kaya akan
fitoestrogen. Zat ini biasanya terkandung dalam jenis kacang-kacangan dan berbagai
sayuran dan buah.
Status kalsium yang rendah menggambarkan terjadinya pengurangan massa
tulang yang banyak terjadi di negara-negara barat. Dari hasil perkiraan yang
diperoleh dari kriteria diagnosis WHO (berdasarkan pada kandungan mineral tulang),
sekitar 4-6 juta wanita dan 1-2 juta pria manula di Amerika Serikat menderita
osteoporosis.
2.8. Susu dan Jenisnya 2.8.1. Susu
Susu merupakan bahan makanan yang kadar kapurnya tertinggi diantara bahan
makanan lainnya dan diperlukan untuk keperluan tulang serta untuk memperlambat
pengeroposan tulang. Susu juga merupakan bahan makanan sumber protein
berkualitas tinggi dan mengandung semua asam amino esensial, namun sulit
diperoleh dari bahan makanan lain (Husaini, 1988). Selain itu, susu mengandung
lemak essensial, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan
2.8.2.1. Susu Segar
Susu sapi segar adalah hasil pemerasan sapi secara langsung, tanpa ditambah
zat-zat lain ataupun mengalami pengolahan. Susu ini tidak begitu manis dan
mengandung protein kira-kira tiga kali konsentrasinya dalam ASI. Dalam 100 gr susu
segar terkandung 115 mg kalsium.
2.8.2.2. Susu Asam
Susu asam adalah susu segar yang diolah dengan diasamkan mempergunakan
bakteri Laktobacillus spp. Ada pendapat bahwa kondisi asam ini menghambat
pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk didalam rongga usus sehingga produk
pembusukan yang lebih merugikan konsumen (terutama bayi). dapat dihindarkan atau
setidaknya dihambat. Untuk orang dewasa susu asam ini terdapat dalam bentuk
yougurt dimana dalam 100 gr tepung susu asam mengandung 981 mg kalsium
(Hardiansyah dan Rimbawan, 2000)
2.8.2.3. Susu Skim
Susu ini sebenarnya limbah produksi mentega, setelah lemak dalam susu
tersebut diambil untuk dijadikan mentega. Susu skim mengandung energi lebih
rendah, karena diambil lemaknya. Jenis susu ini masih baik dikonsumsi sebagai
suplemen protein, yang masih tetap berkualitas baik dan bahkan konsentrasinya
meningkat dengan pengurangan lemak tersebut. Kerugian lain dari susu skim adalah
kurangnya vitamin-vitamin yang larut lemak, terutama vitamin A dan D ( Hardinsyah
2.8.2.4. Susu Bubuk
Susu bubuk terjadi dengan mengeringkan susu sehingga tertinggal komponen
terpadat dari susu tersebut. Karenanya komponen padat ini merupakan sekitar 14%
dari susu asalnya. Pada proses pengeringan ini terjadi perubahan atau kerusakan pada
beberapa zat gizi komponennya, diantaranya vitamin A dan beberapa vitamin anggota
B kompleks. Karena itu pada susu bubuk ditambahkan berbagai zat gizi yang rusak
atau berkurang itu (Hardinsyah dan Rimbawan, 2000). Dalam 100 gr susu bubuk
mengandung 770 mg kalsium.
2.8.2.5. Susu Kental Manis
Susu ini biasanya dikemas dalam kaleng dan dihasilkan dengan menguapkan
sebagian airnya dari susu segar. Susu ini tidak baik diberikan pada bayi, tetapi masih
dapat dikonsumsi oleh orang dewasa. Karena sangat manis, biasannya susu ini
dipakai campuran dalam air kopi, air teh atau air cokelat. Susu kental manis lebih
tahan bila dibuka kalengnya, karena adanya gula kadar tinggi tersebut. Namun
demikian jangan dibiarkan terlalu lama karena dapat juga terjadi pembusukkan
(Hardinsyah dan Rimbawan, 2000). Susu ini mengandung 300 mg kalsium dalam 100
gr susu kental manis.
2.8.2.6. Susu kaleng tanpa perubahan atau penambahan zat lain
Susu ini sama dengan susu segar komposisinya, hanya mengalami proses
penstrelilan sebelum dikemas. Susu ini harus segera dihabiskan, jangan dibiarkan
diudara terbuka karena akan cepat menjadi rusak. Proses yang dialami disebut
2.9. Konsumsi Susu di Indonesia
Susu telah menjadi minuman sehari-hari di negara maju. Riset yang dilakukan
Canadean, sebuah lembaga riset minuman yang mempunyai kantor di beberapa
Negara, menyimpulkan bahwa konsumsi susu dunia meningkat dari tahun ke tahun.
Diindonesia, tingkat konsumsi susu masih sangat rendah. Perbandingan yang sangat
jauh terjadi apabila kita lihat tingkat konsumsi susu Indonesia dengan Kamboja,
Malaysia, Singapura, dan India yang merupakan negara-negara tetangga kita di Asia.
Tingkat konsumsi susu Indonesia pada tahun 2003 hanya 6,5 kg/kapita/tahun hanya
separuh dari Kaboja yaitu 12,5 kg/kapita/tahun, Malaysia yang saat itu telah
mencapai 23 kg/kapita/tahun sementara Singapura 26 kg/kapita/tahun, India sudah
mencapai 75 kg/kapita/tahun. Tahun 2007 disebutkan bahwa konsumsi susu di
Indonesia saat itu telah mencapai 11 kg/kapita/tahun (Anonim, 2004).
Kalau dilihat dari proporsi bentuk komoditi susu yang dikonsumsi, maka
masyarakat Indonesia merupakan konsumen susu cair yang sangat kecil di banding
negara-negara lain bahkan di Asia. Konsumsi susu cair di Indonesia hanya 18 %
apabila dibandingkan dengan India yang 98% , Thailand 88%, Cina 76,5%. Hal yang
perlu menjadi perhatian kita dan pemerintah khususnya adalah upaya mencapai
kemandirian produksi susu sehingga terlepas dari ketergantungan dari negara lain.
Selain dari kemadirian dari segi kuantitas hal yang tidak kalah penting adalah kualitas
dari sapi perah dan susu yang dihasilkan. Susu merupakan produk hewan yang sangat
mudah tercemar oleh mikroba khususnya bakteri termasuk bakteri patogen seperti
E.coli, dll yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas susu dan berpotensi
menimbulkan penyakit bagi konsumen (milkborne disease) (Wirawan, 2006).
Wanita dewasa (21-55 tahun) mengonsumsi susu minimal satu kali setiap
bulannya dan hampir seluruh wanita menyatakan mengonsumsi susu karena alas an
kesehatan. Hampir 60% sampel mempunyai pengetahuan tentang susu pada kategori
menengah dan hampir separuh sampel menerima informasi tentang susu dari media,
terutama iklan di televisi . Jenis susu yang dikonsumsi wanita dewasa adalah susu
bubuk batik full cream, skim maupun susu kalsium ; susu segar dan susu kental manis
.Hampir separuh sampel dikategorikan sering mengkonsumsi susu, yaitu 4-7 kali per
minggu dan hampir 60% sampel mengkonsumsi susu dalam jumlah tinggi, yaitu lebih
dari 840 g per bulan (Retnaningsih, 2002).
Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena osteoporosis. Susu
merupakan salah satu sumber kalsium yang memberikan dampak positif bagi
kesehatan terutama untuk mencegah osteoporosis. Konsumsi susu rata-rata penduduk
Indonesia mengalami penurunan dibandingkan angka konsumsi sebelum krisis
ekonomi. Pengetahuan, persepsi ancaman osteoporosis dan tingkat ekonomi memiliki
hubungan yang bermakna dengan penggunaan susu tinggi kalsium. Disarankan untuk
dilakukan penelitian lanjutan dan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang osteoporosis terutama mengenai sebab, akibat dan cara
pencegahannya. Wanita membutuhkan asupan kalsium yang cukup untuk mencegah
osteoporosis dan dinyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang
2.10. Osteoporosis dan Pola Konsumsi
Pola makan pada remaja akan menentukan pertumbuhan fisik optimal yang
akan dapat dicapai sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki (Khomsan 2004).
Dari hasil penelitian Tucker et al. (2002), pola makan yang lebih banyak buah dan
sayuran dapat mempertahankan tulang dari kerusakan pada pria, sedangkan yang
banyak mengonsumsi manisan diketahui mempunyai kepadatan tulang yang rendah
baik pada pria maupun wanita manula (umur 69 – 93 tahun).Peranan asupan protein
pangan pada osteoporosis masih kontroversial. Protein adalah suatu komponen
struktural penting dari tulang dan suplementasi protein dapat memperbaiki hasil
medis pada pasien patah tulang panggul. Akan tetapi alasan kenapa asupan protein
dapat mengurangi risiko patah pada tulang panggul belum diketahui dengan jelas.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa makanan yang relatif tinggi fosfor dan protein
di negara-negara industri diketahui mengurangi absorpsi kalsium dan memperburuk
masalah defisiensi protein.
Hasil penelitian Sellmeyer et al. (2001), menunjukkan bahwa wanita usia tua
(>65 tahun) dengan konsumsi bahan pangan yang lebih tinggi protein hewani
daripada nabati, lebih cepat menderita keropos tulang paha dan lebih besar menderita
risiko kerusakan tulang panggul daripada yang mengonsumsi lebih rendah pangan
hewani. Kenyataan ini menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi protein nabati
(sayuran) dan penurunan asupan protrein hewani akan dapat menurunkan kerapuhan
tulang dan risiko kerusakan tulang panggul. Akan tetapi, menurutnya, hasil ini masih
harus diperkuat dengan hasil penelitian prospektif lainnya dan diuji secara percobaan
Munger et al. (1999), yang melakukan suatu studi porspektif mengenai asupan
protein dan resiko patah tulang panggul pada wanita pasca menopause, menunjukkan
bahwa dengan mengosumsi lebih banyak protein hewani dapat menurunkan angka
kejadian patah tulang panggul pada wanita pascamenopause.
Sementara itu, konsumsi kopi dilaporkan dapat menyebabkan adanya risiko
tinggi dalam pengurangan massa tulang pada wanita. Akan tetapi, pada umumnya
studi hanya memfokuskan perhatian pada kandungan kafein yang ada. Sedangkan
pada teh, yang juga mengandung kafein, mempunyai kandungan zat yang lain seperti
flavonoid, yang dapat mempengaruhi massa tulang dengan cara yang berbeda.
Dari hasil penelitian Hegarty et al. (2000), diketahui bahwa wanita manula
(65-76 tahun) yang meminum teh, ternyata mempunyai ukuran kepadatan tulang yang
lebih tinggi daripada yang tidak meminum teh. Kondisi ini diduga karena adanya
kandungan flavonoid yang dapat melindungi tulang dari serangan osteoporosis pada
wanita manula.
Kebiasaan merokok merupakan suatu faktor risiko terjadinya penurunan
kepadatan tulang, akan tetapi mekanismenya belum diketahui dengan baik. Hasil
penelitian Krall dan Dawson-Hughes (1999), yang dilakukan pada pria dan wanita
manula, menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berkaitan dengan kerapuhan tulang
pada pangkal paha dan seluruh tubuh dan salah satu faktor yang berkontribusi adalah
kurang efisiennya absorpsi kalsium. Selanjutnya hasil penelitian Vogt
(1999),menemukan adanya zat antiestrogenik akibat merokok yang berperanan
2.11. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini
[image:34.612.94.528.171.267.2]adalah:
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Dari kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan tentang
osteoporosis mempengaruhi sikap dan pengetahuan osteoporosis juga mempengaruhi
tindakan konsumsi susu pda wanita premenopose. Dalam penelitian ini hanya melihat
bagaimana hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan tindakan
mengonsumsi susu pada wanita premenopose.
2.12. Hipotesa
1. Ho: Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan
konsumsi susu pada wanita premenopouse.
2. Ha: Ada hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi
susu pada wanita premenopouse. Pengetahuan
Osteoporosis
Konsumsi Susu Pada Wanita Premenopouse
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu melihat hubungan pengetahuan tentang
osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita premenopouse di Lingkungan I
Padang Bulan Medan 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah crossectional.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan I Padang Bulan Medan. Adapun
penelitian dilakukan di lokasi karena di lokasi ini yang paling banyak jumlah wanita
premenopouse di Kelurahan Padang Bulan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011-Mei 2012
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita yang berusia antara 40-45
tahun dan belum mengalami menopause sebanyak 47 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel merupakan seluruh wanita berusia antara 40-45 tahun dan belum
mengalami menopause di lingkungan I Padang Bulan Medan. Pengambilan sampel
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti melalui
wawancara dengan bantuan kuesioner meliputi data identitas responden (nama, jenis
kelamin, umur), untuk mengetahui pengetahuan tentang osteoporosis dan konsumsi
susu.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepala Lingkungan I Padang
Bulan Medan yang meliputi data umum dan data yang mendukung penelitian ini.
Data ini diperoleh dari kantor Kelurahan Padang Bulan Medan.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang berisi 30 pertanyaan dengan
rincian, 10 pertanyaan untuk mengukur pengetahuan responden tentang osteoporosis,
10 pertanyaan yang disediakan untuk menilai konsumsi susu dan 10 pertanyaaan
untuk menilai konsumsi responden yang tidak minum susu. Kemudian digunakan
food frequency untuk melihat konsumsi makanan responden selain susu. Formulir ini
berupa daftar sejumlah bahan makanan dan frekensi konsumsi terhadap baha
3.6. Defenisi Operasional Variabel
1. Pengetahuan tentang osteoporosis adalah hal-hal yang diketahui oleh wanita
premenopouse tentang osteoporosis.
2. Premenopouse adalah kondisi fisiologis pada wanita yang telah memasuki
proses penuaan (aging) yang ditandai dengan menurunnya kadar hormon
estrogen ovarium yang sangat berperan dalam hal sexualitas. Premenopause
sering menimpa wanita yang berusia menjelang 40 tahun ke atas.
3. Konsumsi susu adalah tindakan wanita meminum susu untuk memenuhi
kebutuhan kalsiumnya.
3.7. Aspek Pengukuran
1. Pengetahuan tentang osteoporosis melalui 10 pertanyaan yang digunakan
kepada responden dengan memilih jawaban yang benar. Jawaban yang benar
diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0. Hasil pengukuran dibedakan
atas 3 kategori menurut (Arikunto, 2002):
Kurang : jika jawaban benar 3 (< 30 %)
Sedang : jika jawaban benar antara 4-8 (40%-80%)
Baik : jika jawaban benar diatas 8 (90-100%)
2. Konsumsi susu melalui 10 pertanyaan yang digunakan kepada responden
dengan memilih jawaban yang benar. Jawaban yang benar diberi nilai 1 dan
jawaban salah diberi nilai 0. Hasil pengukuran dibedakan atas 3 kategori
Kurang : jika jawaban benar 3 (< 30 %)
Sedang : jika jawaban benar antara 4-8 (40%-80%)
Baik : jika jawaban benar diatas 8 (90-100%)
3. Penilaian hasil food frequency berdasarkan jumlah dan persentasenya melalui
program pengolahan data SPSS yang kemudian dikategorikan berdasarkan
bahan makanan.
3.8. Teknik Analisis Data. 3.8.1. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan computer dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
2. Koding
3. Entry data
3.8.2. Analisis data
Data yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi kemudian dapat dianalisis secara deskriptif.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan
konsumsi susu pada wanita premenopouse dengan menggunakan uji chi square pada
Jika ditemukan pada table 2x2 ada expected count yang kurang dari 5 maka
dilakukan Exact Fisher.
Data yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lingkungan I Padang Bulan Medan. Lingkungan
ini terletak di kawasan Kelurahan Padang Bulan Medan, Kecamatan Medan Baru.
Berikut ini tentang gambaran umum lokasi penelitian. Jumlah penduduk di Kelurahan
ini pada tahun 2011 adalah 11.600 orang. Sedangkan jumlah penduduk di
Lingkungan I ini adalah 3.281 orang dengan jumlah wanita sebanyak 1.902 dan pria
sebanyak 1.379 orang.
4.1.1. Deskripsi wilayah (Letak dan Batas)
Lingkungan I ini terletak diantara Pajak Sore dan Simpang Kampus.
Penduduknya rata-rata adalah pedagang dan pemilik kost untuk mahasiswa karena
letaknya berdekatan dengan beberapa fakultas dari Universitas Sumatera Utara.
Wanita dewasanya kebanyakan adalah ibu rumah tangga dan pedagang di Pajak Sore.
Hal ini juga dikarenakan letak wilayahnya yang berdampingan dengan Pajak Sore.
Batas wilayahnya adalah Kelurahan Merdeka (Utara), Kelurahan Titi Rantai
(Selatan), Kelurahan Polonia (Timur), : Kelurahan Padang Bulan (Barat):
4.1.2. Deskripsi responden 4.1.2.1. Umur responden
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah wanita-wanita
premenopouse yang berusia 40-45 tahun di Lingkungan I Padang Bulan. Jumlah
responden yang menjadi sampel sebesar 47 orang. Semua data diambil dari data
4.1.2.2. Pendidikan responden
Responden yang menjandi sampel dalam penelitian ini memiliki tingkat
pendidikan yang beragam dengan proporsi tidak jauh berbeda. Responden memiliki
tingkat pendidikan mulai dari SD, SMP dan SMA. Responden dengan pendididkan
terakhir pada jenjang SMP paling banyak dengan jumlah 24 orang (25,5%) dan yang
berada pada jenjang SD paling sedikit dengan jumlah 11 orang (23,4%).
4.1.3. Hasil Analisa Data
4.1.3.1. Pengetahuan wanita premenopouse tentang Osteoporosis
Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan tentang
pengetahuan osteoporosis yang dianggap dapat mewakili pengetahuan responden
tentang osteoporosis. Berikut disajikan tabel distribusi frekuensi responden
berdasarkan pengetahuan osteoporosis:
Tabel 4.1 Distribusi fekuensi responden berdasarkan pengetahuan tentang osteoporosis
Pengetahuan n Persentase (%)
Kurang 11 23,4
Sedang 22 46,8
Baik 14 29,8
Total 47 100,0
Dari tabel distribusi frekuensi di atas menunjukkan pengetahuan responden
terbanyak pada kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang (46,8%) dan yang paling
4.1.3.2. Tindakan wanita premenopouse dalam mengonsumsi susu
Dalam penelitian ini digunakan juga kuesioner yang berisi pertanyaan tentang
tindakan responden dalam memilih dan mengonsumsi susu. Berikut adalah tabel
distribusi frekuensi responden berdasarkan tindakan mengonsumsi susu:
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tindakan mengonsumsi susu
Tindakan n Persentase(%)
Kurang 37 78,7
Sedang 7 14,9
Baik 3 6,4
Total 47 100,0
Dari tabel distribusi frekuensi diatas dapat dilihat tindakan responden dalam
mengonsumsi susu paling banyak dalam kategori kurang yaitu sebanyak 37 orang
(78,7%) dan yang paling sedikit pada kategori baik yaitu sebanyak 3 orang (6,4%).
4.1.3.3. Konsumsi susu wanita premenopose
Dari hasil formulir food frequency diperoleh hasil bahwa jumlah responden
yang mengonsumsi susu sebanyak 3 orang (6,38%) dan yang tidak mengonsumsi
susu sebanyak 44 orang (93,62%). Jumlah ini sangat berkaitan dengan hasil kuesiner
mengenai tindakan mengonsumsu susu yaitu hanya 3 orang berkategori baik dan 37
orang berkategori kurang.
4.1.3.4. Distribusi pendidikan terhadap umur
Wanita dalam usia premenopouse yang menjadi responden ini paling banyak
berada pada usia 41 tahun (29,8%) dan paling sedikit pada usia 43 tahun (8,5%).
Sedangkan dilihat dari pendidikannya, responden pada usia 41 tahun ini paling
Tabel 4.3 Tabulasi silang pendidikan terakhir responden dilihat dari umur responden
Umur Pendidikan
terakhir Total p
SD % SMP % SMA %
40 2 18,2 7 63,6 2 18,2 11 100
41 4 28,6 6 42,9 4 28,6 14 100
42 0 0 4 80,0 1 20,0 5 100 0,304
43 0 0 2 50,0 2 50,0 4 100
44 3 42,9 4 57,1 0 0 7 100
45 2 33,3 1 16,7 3 50,0 6 100
Total 11 23,4 24 51,1 12 25,5 47 100
Dari tabel tabulasi silang tersebut dapat dilihat bahwa responden yang
memiliki tingkat pendidikan SMP paling banyak yaitu sebanyak 24 (51,1%)orang
sedangkan yang paling sedikit adalah pada tingkat pendidikan SD (23,4%) yaitu
sebanyak 11 orang. Pada kategori SMP responden paling banyak berada pada
kategori umur 40 tahun yaitu sebanyak 7 (63,6%) orang dan pada kategori SD
responden paling banyak berada pada kategori umur 41 tahun yaitu sebanyak 4
(28,6%) orang sedangkan pada kategori SMA responden paling banyak berada pada
kategori umur 41 tahun sebanyak 4 orang (28,6%). Responden tidak ada pada
kategori SD di kategori umur 42 tahun dan 43 tahun(0%).
4.1.3.4. Distribusi pengetahuan responden dilihat dari umur
Responden yang berada pada tingkat umur yang berbeda juga memiliki
jumlah yang berbeda bila dihubungkan dengan tingkat pengetahuan responden dalam
tiap tingkatannya, dari hasil penelitian diketahui bahwa responden dengan usia yang
lebih muda memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan responden dengan
Tabel 4.4 Tabulasi silang pengetahuan responden tentang osteoporosis dilihat dari umur responden
Umur Pengetahuan
tentang Osteoporosis Total p
Kurang % Sedang % Baik % %
40 2 18,2 5 45,5 4 36,4 11 100
41 6 42,9 4 28,6 4 28,6 14 100
42 1 20,0 3 60,0 1 20,0 5 100 0,803
43 0 0 3 75,0 1 25,0 4 100
44 1 14,3 4 57,1 2 28,6 7 100
45 1 16,7 3 50,0 2 33,3 6 100
Total 11 23,4 22 46,8 14 29,8 47 100
Dari tabel tabulasi silang diatas menunjukkan bahwa responden dengan
kategori pengetahuan baik paling banyak berada pada umur 40 tahun dan 41 tahun
yaitu sebanyak 4 orang (36,4% dan 28,6%), dengan kategori pengetahuan sedang
paling banyak pada umur 40 tahun yaitu sebanyak 5 (45,5%) orang sedangkan dengan
kategori kurang paling banyak pada umur 41 tahun yaitu sebanyak 6 orang (42,9%).
4.1.3.5. Distribusi pendidikan responden berdasarkan pengetahuan tentang osteoporosis
Responden yang berada pada tingkat pengetahuan yang berbeda juga
memiliki jumlah yang berbeda bila dihubungkan dengan tingkat pendidikan
responden dalam tiap tingkatannya, hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.5 Tabulasi silang pendidikan responden berdasarkan pengetahuan tentang osteoporosis
Pendidikan Pengetahuan
osteoporosis
Total p
Kurang % Sedang % Baik % %
SD 6 54,5 3 27,3 2 18,2 11 100
SMP 4 16,7 13 54,2 7 29,2 24 100 0,076
SMA 1 8,3 6 50,0 5 41,7 12 100
Dari tabel tabulasi silang di atas dapat dilihat responden dengan jenjang
pendidikan SD paling banyak berada pada kategori pengetahuan kurang yaitu
sebanyak 6 orang (54,5%), responden dengan jenjang pendidikan SMP paling
banyak berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 13 orang (54,2%) dan responden
dengan jenjang pendidikan SMA paling banyak berada pada kategori sedang yaitu
sebanyak 6 orang (50,0%). Responden paling sedikit dengan jenjang pendidikan
SMA yang berada pada kategori kurang yaitu hanya 1 orang (8,3%).
4.1.3.6. Distribusi pendidikan responden dalam tindakan mengonsumsi susu
Responden yang berada pada tingkat tindakan mengonsumsi susu yang
berbeda juga memiliki jumlah yang berbeda bila dihubungkan dengan tingkat
pendidikan responden dalam tiap tingkatannya, hal ini dapat dilihat dalam tabel
[image:45.612.110.537.418.533.2]berikut:
Tabel 4.6 Tabulasi silang pendidikan responden dalam tindakan mengonsumsi susu
Pendidikan Konsumsi susu Total p
Kurang % Sedang % Baik % %
SD 8 72,7 2 18,2 1 9,1 11 100
SMP 19 79,2 4 16,7 1 4,2 24 100 0,918
SMA 10 83,3 1 8,3 1 8,3 12 100
Total 37 78,7 7 14,9 3 6,4 47 100
Dari tabel tabulasi silang diatas dapat dilihat bahwa responden dengan jenjang
pendidikan SMP paling banyak berada pada kategori tindakan mengonsumsi susu
kurang yaitu sebanyak 19 orang (79,2%) dan responden dengan jenjang pendidikan
SMA paling banyak berada pada kategori tindakan mengonsumsi susu kurang yaitu
paling banyak pada kategori tindakan mengonsumsi susu kurang yaitu sebanyak 8
orang (72,7%). Sedangkan pada responden dengan jenjang pendidikan SMA yang
berada pada kategori tindakan mengonsumsi susu sedang memiliki jumlah yang
paling sedikit yaitu 1 orang (8,3%) demikian juga responden dengan kategori
tindakan mengonsumsi susu baik yang berada pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan
SMA juga hanya berjumlah 1 orang (9,1%,4,2% dan 8,3%).
4.1.3.7. Distribusi pengetahuan responden dalam tindakan mengonsumsi susu
Pengetahuan responden tentang osteoporosis bila dihubungkan dengan
[image:46.612.110.534.335.448.2]konsumsi susu dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Tabulasi silang pengetahuan responden dalam tindakan mengonsumsi susu
Pengetahuan osteoporosis
Konsumsi susu
Total
Kurang % Sedang % Baik % % p
Kurang 8 72,7 3 27,3 0 0 11 100
Sedang 18 81,8 3 13,6 1 4,5 22 100 0,408
Baik 11 78,6 1 7,1 2 14,3 14 100
Total 37 78,7 7 14,9 3 6,4 47 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang tidak mengonsumsi susu
paling banyak pada tingkat pengetahuan sedang yaitu 18 orang (81,8%) dan yang
paling banyak mengonsumsi susu pada tingkat pendidikan baik yaitu 2 orang
4.2. Konsumsi makanan sumber kalsium wanita premenopose
Selain melihat konsumsi susu responden, penelitian ini juga melihat konsumsi
responden terhadap jenis bahan makanan lain seperti makanan pokok, lauk-pauk,
sayur-sayuran dan juga buah-buahan untuk mengetahui sumber kalsium yang
dikonsumsi responden selain susu. Konsumsi responden terhadap bahan makanan
[image:47.612.111.547.261.429.2]tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini
Tabel 4.8 Distribusi konsumsi lauk pauk responden
Nama bahan makanan
Frekuensi Konsumsi 1-3x sehari 4-5x
seminggu
1-3x
seminggu jarang
Tidak
pernah Total
n % n % n % n % n % %
Ikan basah 0 0 30 63,8 8 17,0 9 19,1 0 0 100
Ikan asin 0 0 0 0 0 0 47 100 0 0 100
Ikan teri 0 0 3 6,4 21 44,7 23 48,9 0 0 100
Ikan sarden 0 0 0 0 0 0 47 100 0 0 100
Daging ayam 0 0 29 61,7 18 38,3 0 0 0 0 100
Daging sapi 0 0 0 0 0 0 10 21,3 37 78,7 100
Tahu/tempe 8 17,0 14 29,8 25 53,2 0 0 0 0 100
Pada tabel 4.10 dapat kita ketahui responden paling sering mengonsumsi ikan
basah sebanyak 30 orang (63,8%) dan responden paling sedikit memilih kelompok
makanan lauk-pauk berupa ikan asin yaitu 47 orang (100%) tidak pernah dan daging
sapi sebanyak 37 orang (78,7%) . Responden memperoleh asupan kalsium dari jenis
kelompok lauk-pauk paling banyak dari jenis ikan basah yaitu sebanyak 30 orang
(63,8%) mengonsumsinya dengan frekuensi 4-5 x seminggu. Tahu dan tempe juga
menjadi sumber kalsium bagi responden dengan jumlah 8 orang (17,0%)
mengonsumsinya 1-3 x sehari dan 14 orang (29,8%) mengonsumsinya 4-5 x
Tabel 4.9 Distribusi konsumsi sayuran responden Nama bahan makanan Frekuensi Konsumsi 1-3x sehari 4-5x seminggu 1-3x
seminggu jarang
Tidak
pernah Total
n % n % n % n % n % %
Bayam 0 0 1 2,1 3 6,4 40 85,1 3 6,4 100
Kangkung 0 0 13 27,7 21 44,7 12 25,5 1 2,1 100
Daun ubi 0 0 0 0 12 25,5 1 2,1 34 72,3 100
Kol 0 0 0 0 6 12,8 37 78,7 4 8,5 100
Brokoli 0 0 0 0 0 0 0 0 47 100 100
Buncis 0 0 6 12,8 17 36,2 18 38,3 6 12,8 100
Kacang panjang 0 0 9 19,1 2 4,3 14 29,8 22 46,8 100
Terung 0 0 0 0 0 0 0 0 47 100 100
Wortel 0 0 5 10,6 18 38,3 14 29,8 10 21,3 100
Sawi 0 0 0 0 6 12,8 32 68,1 9 19,1 100
Sedangkan dari tabel 4.11diketahui bahwa kelompok sayuran yang
menyumbang asupan kalsium paling banyak pada responden adalah dari jenis sayur
bayam yaitu sebanyak 3 orang (6,4%) mengonsumsinya dengan frekuensi 1-3 x
seminggu dan seluruh responden tidak mendapatkan asupan dari sayur brokoli karena
semua responden tidak mengonsumsinya.
Tabel 4.10 Distribusi konsumsi buah responden Nama bahan makanan Frekuensi Konsumsi 1-3x sehari 4-5x seminggu 1-3x
seminggu jarang
Tidak
pernah Total
n % N % n % n % n % %
Pepaya 0 0 0 0 0 0 0 0 47 100 100
Jeruk 0 0 0 0 2 4,3 15 31,9 30 63,8 100
Pisang 0 0 0 0 7 14,9 18 38,3 22 46,8 100
Jambu 0 0 10 21,3 10 21,3 10 21,3 17 36,2 100
Dari tabel 4.12 diketahui bahwa responden mendapatkan asupan kalsium dari
jenis buah jeruk dan pisang. Responden mengonsumsi jeruk dengan frekuensi 1-3 x
seminggu sebanyak 2 orang (4,3%) dan mengonsumsi buah pisang dengan frekuensi
BAB V PEMBAHASAN
5.1.Gambaran Umum Responden
Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang
dianalisa secara kuantitatif dan bersifat deskriptif dapat dilihat bahwa responden yang
merupakan wanita premenopouse yang berusia berkisar dari 40-45 tahun paling
banyak berada pada usia 41 tahun, jumlahnya yaitu 14 orang (29,8%) sedangkan
responden yag berusia 43 tahun paling kecil jumlahnya yaitu 4 orang (8,5%). Hal ini
menunjukkan kebanyakan responden adalah wanita yang baru memasuki masa awal
premenopouse.
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan
perubahan tingkah laku yang diharapkan. Hasil pendidikan yang berupa perubahan
tingkah laku meliputi bentuk kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Selanjutnya menurut Binkesmas Depkes RI pendidikan mempengaruhi seseorang
untuk menerima apa yang diberikan. Pendidikan yang rendah mempengaruhi daya
serap dalam menerima pengetahuan yang diberikan. Dalam menanamkan pengertian
merubah kebiasaan yang dilakukan dalam usaha perbaikan gizi sering kali pula
dihambat oleh faktor rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, sebab masyarakat
yang pendidikannya rendah masih sulit untuk menerima pengetahuan yang diberikan.
Responden memiliki jenjang pendidikan terakhir mulai dari SD, SMP, dan
SMA. Dari data, responden dengan pendididkan terakhir pada jenjang SMP paling
banyak dengan jumlah 24 orang (25,5%) dan yang berada pada jenjang SD paling
karena latar belakang pendidikan yang rendah dan kalau ada yang bekerja biasanya
dengan cara berdagang secara kecil-kecilan di rumah ataupun di pasar.
Dari kuesioner penelitian yang berisi 10 pertanyaan tentang pengetahuan
osteoporosis diperoleh hasil tingkat pengetahuan responden mengenai osteoporosis
yaitu pengetahuan responden terbanyak pada kategori sedang yaitu sebanyak 22
orang (46,8%) dan yang paling sedikit pada kategori kurang yaitu sebanyak 11 orang
(23,4%). Hal ini menunjukkan pengetahuan wanita premenopouse di Lingkungan I
Padang Bulan yang menjadi responden penelitian ini masih tergolong awam karena
mayoritas hanya berada pada kategori sedang yaitu 22 orang (46,8%), latar belakang
dan kurangnya akses mereka terhadap isu kesehatan seperti osteoporosis membuat
mereka berada pada kategori ini meskipun mereka tinggal di daerah yang dekat
dengan instansi pendidikan seperti Universitas Sumatera Utara dan AMIK (Akademi
Manajemen dan Ilmu Komputer) Polibisnis.
Di dalam kuesioner penelitian juga terdapat 10 pertanyaan yang didesain untuk
mengetahui tindakan responden dalam mengonsumsi susu. Dari hasil wawancara
langsung antara peneliti dan responden yang dilakukan di rumah setiap responden
didapatkan hasil yaitu, tindakan responden dalam mengonsumsi susu paling banyak
dalam kategori kurang yaitu sebanyak 37 orang (78,7%) dan yang paling sedikit pada
kategori baik yaitu sebanyak 3 orang (6,4%). Hal ini juga berkaitan erat dengan
pengetahuan mereka tentang pentingnya susu dan bahaya osteoporosis yang
mengancam wanita pada tingkatan usia mereka (premenopouse). Responden juga
memaparkan bahwa tidak ada keluhan jika mereka tidak mengonsumsi susu jadi
Penelitian Kurniaty (2002) terhadap 300 orang dengan judul ”Perilaku
Konsumsi Susu pada Wanita Dewasa di Jakarta Timur“ menunjukkan bahwa
frekuensi dan jumlah konsumsi susu berhubungan nyata positif dengan tingkat
pendidikan, pendapatan, dan pengeluaran untuk susu.
5.2. Hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tindakan konsumsi susu
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang atau overt behavior
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan tentang osteoporosis meliputi pengetahuan mengenai gejala dan
penyebab serta pencegahannya. Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous,
osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi,
osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas
berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang.
Keropos tulang tidak bisa disembuhkan total dan mengembalikan tulang seperti
kondisi semula, yang dapat dilakukan adalah mengurangi faktor risikonya dengan
upaya pencegahan sedini mungkin melalui pembudayaan pola hidup dan pola makan
melalui pengkonsumsian makanan dengan gizi seimbang dan memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan unsur kaya kalsium dan rendah lemak (Anonim, 2012).
Dari hasil jawaban responden dalam menjawab kuesioner mengenai
pengetahuan tentang osteoporosis ditemukan hasil tentang tingkat pengetahuan
responden mengenai osteoporosis. Pengetahuan tentang osteoporosis pada responden
pada kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang (46,8%) dan tindakan responden dalam
mengonsumsi susu paling banyak dalam kategori kurang yaitu sebanyak 37 orang
(78,7%), ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang
osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita premenopouse di Lingkungan I
Padang Bulan. Hal ini diukur dengan menggunakan uji Chi-square pada tingkat
kepercayaan 0,05 diperoleh hasil α = 0,408(> 0,05) yang artinya tidak ada hubungan
antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita
premenopouse.
Hasil penelitian Aryani (2005) yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan
tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium pada Wanita Premenopouse di Desa
Banjarsari Kulon Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas” menunjukkkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara nilai tingkat pengetahuan dengan asupan
kalsium, sehingga apabila nilai tingkat pengetahuan osteoporosis semakin bertambah
maka asupan kalsium akan semakin bertambah pula.
Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Handarunestri (2006)
yang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Persepsi Ancaman
menyataka hal serupa bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
tentang osteoporosis dengan penggunaan susu tinggi kalsium.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian dari Mersi (2009) dalam penelitiannya
yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Premenopouse tentang
Osteoporosis dengan Tindakan Pencegahan Osteoporosis di Kelurahan Parupuk
Tabing Lubuk Buaya Padang” menunjukkan hasil analisa bivariat bahwa terdapat
hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan tindakan pencegahan
osteoporosis. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan
tindakan pencegahan osteoporosis.