• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2. Hubungan Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Tindakan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang atau overt behavior

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan tentang osteoporosis meliputi pengetahuan mengenai gejala dan penyebab serta pencegahannya. Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

Keropos tulang tidak bisa disembuhkan total dan mengembalikan tulang seperti kondisi semula, yang dapat dilakukan adalah mengurangi faktor risikonya dengan upaya pencegahan sedini mungkin melalui pembudayaan pola hidup dan pola makan sehat. Pengaturan makanan sangat penting untuk mencegah osteoporosis, yaitu

melalui pengkonsumsian makanan dengan gizi seimbang dan memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya kalsium dan rendah lemak (Anonim, 2012).

Dari hasil jawaban responden dalam menjawab kuesioner mengenai pengetahuan tentang osteoporosis ditemukan hasil tentang tingkat pengetahuan responden mengenai osteoporosis. Pengetahuan tentang osteoporosis pada responden pada kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang (46,8%) dan tindakan responden dalam mengonsumsi susu paling banyak dalam kategori kurang yaitu sebanyak 37 orang (78,7%), ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita premenopouse di Lingkungan I

Padang Bulan. Hal ini diukur dengan menggunakan uji Chi-square pada tingkat

kepercayaan 0,05 diperoleh hasil α = 0,408(> 0,05) yang artinya tidak ada hubungan

antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi susu pada wanita premenopouse.

Hasil penelitian Aryani (2005) yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium pada Wanita Premenopouse di Desa Banjarsari Kulon Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas” menunjukkkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara nilai tingkat pengetahuan dengan asupan kalsium, sehingga apabila nilai tingkat pengetahuan osteoporosis semakin bertambah maka asupan kalsium akan semakin bertambah pula.

Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Handarunestri (2006) yang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Persepsi Ancaman Osteoporosis dan Tingkat Ekonomi dengan Penggunaan Susu Tinggi Kalsium” yang

menyataka hal serupa bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan penggunaan susu tinggi kalsium.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian dari Mersi (2009) dalam penelitiannya

yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Premenopouse tentang

Osteoporosis dengan Tindakan Pencegahan Osteoporosis di Kelurahan Parupuk

Tabing Lubuk Buaya Padang” menunjukkan hasil analisa bivariat bahwa terdapat

hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan tindakan pencegahan osteoporosis. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan tindakan pencegahan osteoporosis. Hal ini menunjukan bahwa pengetahuan tentang osteoporosis mempengaruhi sikap.

Konsumsi susu pada wanita premenopouse dipengaruhi oleh banyak faktor. Responden yang merupakan wanita yang berada dalam usia premenopouse lebih banyak yang kurang memahami tentang apa sebenarnya osteoporosis yaitu 22 orang (46,8%), dibandingkan dengan mereka yang tahu apa sebenarnya osteoporosis yaitu sebanyak 14 orang (29,8%). Hal ini juga didorong faktor mahalnya harga susu yang cenderung menjadikannya bukan prioritas menu harian di rumah.

Salah satu pangan yang merupakan sumber Ca yang baik adalah susu. Susu mengandung Ca sekitar 895-1300 mg per 100 gr. Tingginya kandungan Ca dalam susu menunjukkan konsumsi susu setiap hari dapat memenuhi Ca tubuh sehingga dapat memperlambat osteoporosis. Namun perlu diingat terdapat beberapa faktor yang berpotensi menghambat penyerapan Ca, yang jika diabaikan, tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh meski sudah banyak mengkonsumsi makanan dan minuman sumber Ca.Beberapa faktor penghambat adalah konsumsi serat makanan

dalam jumlah yang berlebihan, penggunaan obatobatan tertentu yang mengganggu penyerapan Ca atau gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum kopi, dan minum alkohol (Hartono, 2001).

5.3. Asupan Kalsium

Susu mengandung kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebutuhan kalsium meningkat seiring dengan pertambahan usia dan pada wanita premenopose dibutuhkan lebih banyak karena mulai menurunnya kadar estrogen dalam tubuh. Dalam 250 ml susu segar terkandung 285 mg kalsium yang memenuhi 22 %- 29% kebutuhan harian tubuh akan kalsium. Wanita berisiko empat kali lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibanding pria hal ini disebabkan dua faktor yaitu massa tulang wanita lebih rendah dibanding pria dan cenderung memiliki tulang yang lebih kecil selain itu karena wanita mengalami menopause (Anthony, 2006).

Hjartäker bersama koleganya dari Institute of Community Medicine, Universitas Tromso, Norwegia, melalui publikasinya pada International Journal of Cancer, membuktikan bahwa mengonsumi tiga gelas atau lebih susu setiap hari dapat menurunkan risiko terkena kanker payudara pada wanita pramenopause. Melalui penelitian kohort the Norwegian Women and Cancer Study yang meneliti 48.844 wanita selama enam tahun dua bulan. Konsumsi susu diukur dengan mengirimkan formulir riwayat konsumsi pangan kepada responden. Selama kurun waktu tersebut, tim Hjartäker menemukan 317 kasus penderita kanker payudara (Anonim, 2011).

Banyak mengonsumsi produk susu rendah lemak seperti susu cair segar dan yogurt dapat mengurangi risiko stroke, demikian menurut peneliti Swedia (1997)

yang memantau hampir 75.000 pria dan wanita paruh baya dan lebih tua selama 10 tahun. Peserta penelitian yang mengkonsumsi produk susu cair segar rendah lemak

tiap hari memiliki risiko stroke 12% lebih rendah dibandingkan umum.

Ketika penelitian dimulai pada tahun 1997, Semua peserta memiliki kondisi kesehatan yang baik. Selanjutnya, peneliti meminta kepada peserta untuk mengisi sebanyak 96 item kuisioner makanan. Selama masa tindak lanjut selama kurang lebih 10 tahun, peneliti menemukan bahwa ada sekitar 4.000 kasus stroke yang terjadi. Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa mereka yang rutin minum produk

susu cair segar rendah lemak 12 persen lebih rendah risikonya menderita stroke

dibandingkan rekan mereka yang mengonsumsi produk tinggi lemak (Anonim, 2011). Namun meskipun kita lebih sering mengenal sumber asupan kalsium adalah susu bukan berarti tidak ada makanan lain selain susu yang berkalsium. Sayuran hijau seperti bayam dan brokoli mengandung kalsium sebanyak 150-300 mg dalam tiap

100 gr porsinya. Dari hasil food frequency diperoleh hasil bahwa mayoritas,

responden yaitu 10 orang (90,9%) dengan tingkat pengetahuan kurang jarang mengonsumsi sayur bayam dan 1 orang responden (7,1%) tidak pernah mengonsumsi sayur bayam. Dan seluruh responden tidak mengonsumsi sayur brokoli dengan alasan harganya yang mahal dan rasanya kurang disukai responden.Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak mendapatkan asupan kalsium yang cukup dari jenis sayuran yang biasanya mereka konsumsi sehari-hari.

Kalsium berperan penting dalam mencegah osteoporosis karena merupakan faktor dominan terhadap asupan gizi untuk tulang. Kalsium merupakan mineral yang dibutuhkan untuk menyusun struktur tulang. Asupan kalsium yang cukup sejak dini

dapat membantu memperkuat masa tulang dan mengurangi tingkat kehilangan masa tulang pada tahun-tahun selanjutnya ketika mulai menua. Pada usia lanjut, kalsium yang hilang dari tubuh lebih besar daripada kalsium yang diproduksi. Pada penderita osteoporosis kehilangan sekitar 500 mg kalsium. Berdasarkan standar internasional, konsumsi kalsium yang disarankan adalah 1000-1500 mg perhari untuk orang dewasa. Namun sangat disayangkan konsumsi kalsium di Indonesia sangat rendah, hanya sekitar 254 miligram per hari. Riset yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan, Depkes, menyebutkan bahwa sekitar 41,7% masyarakat Indonesia mengalami osteoporosis dini, yang berarti setiap 2 orang dari 5 penduduk Indonesia mempunyai risiko terkena osteoporosis.

Berdasarkan data terbaru dari IOF (International Osteoporosis Foundation)

menyebutkan sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita mengalami osteoporosis (Hartono, 2000:2). Wanita 2-3 kali lebih banyak menderita osteoporosis

dibandingkan laki-laki dengan prevalensi lebih kurang 35% wanita pasca menopause

menderita osteoporosis dan 50% ostopenia .Berdasarkan analisa data Pusat Penelitian

dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 14 propinsi

menunjukkan masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu

diwaspadai yaitu 19,7 % (Depkes, 2005).

Selain dari kelompok jenis sayuran, kalsium juga masih bisa kita dapatkan untuk keperluan sehari-hari dari kelompok lauk-pauk seperti ikan basah, ikan sarden, ikan teri, dan tahu/tempe. Dalam 100 gr tahu atau tempe mengandung kurang lebih 125 mg kalsium, sedangkan ikan teri dan ikan sarden juga ikan basah mengandung 1200-2300 mg kalsium dalam tiap 100 gr bagian keringnya. Konsumsi susu tinggi

kalsium dan rendah lemak, yogurt, keju, brokoli, bayam, sarden kaleng, tiram, udang kecil/rebon, teri dan ikan yang dimakan dengan tulangnya, serta kedelai dan olahannya seperti tempe dan tahu sebagai sumber kalsium. Kedelai sangat baik terutama untuk wanita, karena mengandung estrogen alamiah (fitoestrogen). Konsumsikan juga kacang-kacangan lainnya sebagai sumber fosfor, makanan yang tinggi kandungan vitamin D seperti sayuran berdaun hijau gelap. Tubuh juga harus cukup mendapat sinar matahari pagi minimal 15 menit sebagai sumber vitamin D, karena vitamin ini dibutuhkan untuk penyerapan kalsium.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil responden dengan pengetahuan sedang paling banyak mengonsumsi ikan basah 4-5 x seminggu dengan jumlah 15 orang (68,2%). Juga diketahui bahwa paling banyak ditemukan responden dengan konsumsi ikan teri yang jarang pada tingkat pengetahuan kurang yaitu 6 orang (54,5%). Pada tingkat pengetahuan sedang, paling banyak ditemukan responden dengan konsumsi ikan teri yang jarang yaitu 12 orang (54,5%). Kemudian seluruh responden(100%) jarang mengonsumsi ikan sarden. Hasil ini menunjukkan bahwa responden juga sangat sedikit memperoleh asupan kalsium dari kelompok makanan lauk-pauk.

Kelompok buah-buahan juga menyumbang kalsium di angka yang bermakna yaitu, seperti jeruk dan pisang mengandung 7-55 mg kalsium per 100 gr. Dari hasil food frequency diperoleh hasil bahwa responden dengan tingkat pengetahuan sedang

dan mengonsumsi pisang 4-5 x seminggu paling banyak jumlahnya yaitu 9 orang (40,9%). Sedangkan responden yang mengonsumsi pisang 1-3 x sehari paling sedikit jumlahnya pada responden dengan pengetahuan kurang dan baik yaitu 1 orang (9,1% dan 7,1 %), sedangkan pada konsumsi jeruk diperoleh hasil bahwa konsumsi buah

jeruk paling banyak pada responden dengan pengetahuan sedang dan mengonsumsi jeruk 1-3 x seminggu yaitu 16 orang (72,7%). Jumlah yang sedikit dari total 47 responden dengan arti bahwa asupan kalsium responden dari kelompok makanan selain susu, yaitu sayuran, lauk-pauk dan buah-buahan juga rendah dan belum dapat mencukupi kebutuhan kalsium sehari-hari yang seharusnya didapatkan oleh wanita dalam usia premenopouse ini. Meskipun asupan kalsium yang didapatkan dari berbagai makanan ini tidak sebanyak dari susu namun jika dikonsumsi secara bersamaan dan rutin maka akan mampu melengkapi kebutuhan tubuh akan kalsium setiap hari tanpa mengonsumsi susu dan produk olahannya.

Menurut Ulfan (2010) yang mengutip pendapat spesialis gizi klinis dr Samuel Oetoro, MS, SpGK menyebutkan, Indonesia masih berada di urutan ke 111 dari 182 negara dalam Human Developmnet Index. Di sana disebutkan satu penyebabnya adalah karena Indonesia masih menghadapi banyak masalah dalam kesehatan, khususnya terkait gizi kurang.

5.4. Hubungan pengetahuan osteoporosis dengan konsumsi bahan makanan

Dokumen terkait