HASIL BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR (BSOL) MENGGUNAKAN
TEKNIK BRONCHOALVEOLAR LAVAGE (BAL) PADA
TUBERKULOSIS PARU DENGAN HAPUSAN DAHAK
BAKTERI TAHAN ASAM (BTA) NEGATIF
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi Di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan
OLEH
ARJUNA WIJAYA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TESIS
PPDS DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
1. Judul Penelitian : HASIL BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR ( BSOL ) MENGGUNAKAN TEKNIK BRONCHO- ALVEOLAR LAVAGE (BAL) PADA TUBERKULOSIS PARU DENGAN HAPUSAN DAHAK BAKTERI TAHAN ASAM (BTA) NEGATIF 2. Nama Peneliti : Arjuna Wijaya
3. NIP : 19700108 200003 1 002
4. Pangkat/Golongan : Penata TK I/IIId
5. Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara
6. Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Paru
7. Jangka Waktu : 6 (enam bulan)
8. Lokasi Penelitian : Ruang Rawat Paru RSUP HAM dan IDT
PERNYATAAN
HASIL BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR ( BSOL ) MENGGUNAKAN TEKNIK BRONCHOALVEOLAR LAVAGE (BAL) PADA TUBERKULOSIS PARU DENGAN HAPUSAN DAHAK BAKTERI TAHAN ASAM (BTA) NEGATIF
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2011
Peneliti
Telah diuji pada :
Tanggal 20 September 2011
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Dr. Hj. Amira Permatasari Tarigan, Sp.P
Sekretaris : Dr. Noni Novisari Soeroso, Sp.P
Anggota Penguji : - Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P (K)
- Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)
- Dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM & H, Sp.P (K)
- Dr. Pantas Hasibuan , Sp.P (K)
- Dr. Pandiaman Pandia, Sp.P (K)
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah di dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Berbagai upaya untuk mendiagnosis TB telah banyak dilakukan baik pemeriksan serologi maupun kultur untuk mencari M. tuberculosis. Pemeriksaan hapusan dahak (sputum) spontan merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosisTB paru, tetapi dengan sensitifitas ± 84%, terkadang pemeriksaan dahak spontan tidak menemukan kuman Bakteri Tahan Asam (BTA) yang ada pada M. tuberculosis. Di Poli DOTS TB di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009, dari 385 kasus TB paru baru dijumpai 54 (14,1%) penderita TB paru BTA negatif (–)
Tujuan penelitian ini ialah untuk meningkatkan kemampuan diagnostik penderita TB paru BTA negatif dengan mendapatkan kuman BTA dari hapusan spesimen yang didapat melalui bronkoskopi dengan teknik bronchoalveolar lavage (BAL) .Penelitian bersifat deskriptif observasional dilakukan di Instalasi Diagnostik Terpadu di RSUP. H. Adam Malik Medan dan SMF/ Departemen Mikrobiologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan dari April 2010 sampai dengan November 2010. Didapatkan 26 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. dengan jumlah penderita pria yang ditemukan lebih banyak (pria 65.4%, wanita 34.6%). Kebanyakan penderita berada pada kelompok usia 46-55 tahun dan dengan pendidikan menengah. Keluhan respirasi yang terbanyak adalah batuk darah pada 9 peserta penelitian ini ( 34.6% ) dan hanya 1 peserta yang mengeluhkan sesak nafas ( 3.8% ).
Kelainan radiologis yang terbanyak berupa gambaran bercak mengawan (infiltrat/ nodular) + lymphadenopaty pada 8 peserta (30.8%). Diagnosis awal sebagai suspek TB paru 22 orang (84.6%) dan efusi pleura pada 3 orang (11.5%) dan 1 peserta dengan pyopneumotoraks (3.8% ). Lokasi pengambilan sampel paling banyak dilakukan di lobus atas kanan pada 12 penderita (46.2%) .
Dari 26 orang peserta penelitian dijumpai hasil hapusan BTA dari bronchoalveolar lavage (BAL) tetap negatif pada 21 orang (80.8%) dan positif adalah 5 orang (19.2%) dengan gradasi BTA positif 1 Pada lima orang ini hanya 1 peserta didapati gambaran lumen dengan jumlah sekret yang produktif, sedang yang lain tidak disertai dengan sekret yang produktif.
Didapatkan 10 orang (38.5%) dengan gambaran hiperemis pada lumen bronkus dan gambaran normal bronkus pada 8 orang (30.8%). Dijumpai pada 1 orang penderita dengan massa di 1/3 proksimal trakea pada dinding posterior disertai stenosis edematous dengan mukosa hiperemis pada lobus bawah paru kanan.
Dari hasil yang didapat, menunjukkan perlunya tindakan BAL pada kasus yang disangka TB paru yang hasil pemeriksaan BTA nya negatif asal sesuai dengan prosedur/guidline dan dibenarkan dari segi akademis sehingga dari penelitian ini didapatkan diagnosa defenitif
CURICULUM VITAE DAN PENDIDIKAN
IDENTITAS
Nama : dr. Arjuna Wijaya Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 8 Januari 1970 Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Pegawai Negeri /PPDS Pulmonologi dan Ilmu Respirasi FK- USU
1. Dokter PTT Puskesmas Simundol Kecamatan Dolok Tapanuli Selatan 1996-1997 2. Dokter PTT Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Halongonan Tapsel 1997-1999 3. Dokter PNS Puskesmas Munte Kecamatan Munte Kabupaten Karo 2000-2002 4. PPDS Pulmonologi dan Ilmu Respirasi FK-USU RS HAM 2003-sekarang
KEGIATAN ORGANISASI
1. Anggota IDI Cabang Karo, tahun 2000 s/d sekarang
2. Anggota muda Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Medan, tahun 2003 s/d sekarang
PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH :
1. Peserta KONKER PDPI VII di Padang Sumatera Barat tahun 2004 2. Peserta RESPINA di Jakarta tahun 2004
3. Peserta KONAS VIII di Solo Jawa Tengah tahun 2005
4. Oral prensentasi/Peserta KONKER X PDPI di Denpasar Bali tahun 2007 5. Peserta Konas XIPDPI di Bandung tahun 2008
6. Peserta PIK XII PDPI di Yogyakarta tahun 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
sebab berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ Hasil
Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) Menggunakan Teknik Bronchoalveolar Lavage (BAL)
Pada Tuberkulosis Paru Dengan Hapusan Dahak Bakteri Tahan Asam (BTA) Negatif “ yang
merupakan persyaratan akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi Universitas Sumatera Utara/ RSUP.H.Adam Malik Medan.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik guru-guru yang penulis hormati, teman
sejawat asisten Departemen Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran respirasi FK USU, paramedis dan
nonmedis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Prof.Dr.H.Luhur Soeroso SpP(K) sebagai ketua Departemen Ilmu Penyakit Paru dan
Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP.H.Adam Malik Medan, yang dengan penuh
kesabaran dan tiada henti-hentinya memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, senantiasa
menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku yang baik serta pola berpikir dan bertindak ilmiah,
yang mana hal tersebut sangat berguna bagi penulis untuk masa yang akan datang. Terima kasih
juga dalam hal membantu penulis dalam pelaksanaan pemeriksaan bronkoskopi pada pasien yang
menjadi peserta penelitian ini.
Dr.Pantas Hasibuan SpP(K) sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Paru dan
Kedoktern Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP.H.Adam Malik Medan, yang dengan penuh
kesabaran telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di FK USU/ SMF Paru RSUP.H.Adam Malik Medan.
Dr.H.Zainuddin Amir SpP(K) / Ketua TKP PPDS FK USU yang senantiasa tiada jemunya
berupaya menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta dan sebagai
pembimbing penulis yang dengan penuh kesabaran banyak memberikan bimbingan, motivasi,
saran serta nasehat yang bermanfaat dalam penyempurnaan penulisan tesis ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini
Dr. Amira Permata Sari Sp.P, sebagai Pelaksana Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Paru
dan Kedokteran Respirasi yang banyak memberikan motivasi , nasehat dan masukan selama
penulis menjalani pendidikan
Dr. Noni N Soeroso SpP sebagai sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Paru dan
Kedokteran Respirasi yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama
penulis menjalani pendidikan, begitu juga membantu penulis dalam pelaksanaan pemeriksaan
bronkoskopi pada pasien yang menjadi peserta penelitian ini.
Prof.Dr.Tamsil Syafiuddin SpP(K) sebagai Koordinator penelitian ilmiah Ilmu Penyakit
Utara yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam
rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Hilaluddin
Sembiring, DTM&H, SpP(K), yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan,
pengarahan, motivasi, saran serta nasehat yang bermanfaat selama penulis menjalani pendidikan
ini.
Prof.Dr.RS Parhusip SpP(K), (alm) Dr.Sumarli SpP(K), (alm) Dr.Sugito SpP(K), yang
telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, ilmu pengetahuan dan pengalaman klinis beliau
selama mengabdi pada Departemen Ilmu Penyakit paru yang sangat berguna untuk penulis selama
menjalani pendidikan ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Widi Rahardjo
SpP(K), Dr.P.S.Pandia SpP(K) Dr.Fajrinur Syarani SpP(K), Dr.Usman SpP, Dr.Parluhutan Siagian
SpP, Dr. Amira Permata Sari Sp.P, Dr. Bintang Y Sinaga, SpP, Dr.Setia Putra SpP, Dr. Ucok
Martin SpP, Dr. Netty Yosefhin Damanik Sp.P , yang telah banyak memberikan bantuan, masukan
dan pengarahan selama penulis menjalani pendidikan.
Drs.Abdul Jalil sebagai pembimbing statistik yang banyak memberikan bantuan, dukungan
serta membuka wawasan penulis dalam bidang statistik.
Izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUP.H.Adam Malik Medan, Direktur RS Materna,
Kepala Departemen Kardiologi RSUP. H.Adam Malik Medan, Kepala Departemen Patologi
Anatomi FK USU, Kepala Departemen Mikrobiologi FK USU yang telah memberikan kesempatan
dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi FK USU, pegawai tata usaha,
perawat/petugas poliklinik, ruang bronkoskopi, ruang rawat inap bagian paru, instalasi perawatan
intensif, unit gawat darurat RSUP. H.Adam Malik Medan, perawat/ petugas di RS Tembakau Deli
Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, BP4 Medan, RSU Materna Medan yang telah bekerja sama dan
membantu penulis selama bertugas menjalani pendidikan ini.
Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada
Ayahanda (alm) Drs. Hidup Bangun dan Ibunda (almh) Maria Sitepu yang telah membesarkan,
mendidik dan memberi semangat sehingga akhirnya penulis dapat mengikuti pendidikan ini.
Rasa hormat dan terima kasih terhadap mertua penulis Bapak Alfred Hutasoit SH. Sp.N
dan Ibu Dameria Silaban yang banyak memberikan bantuan, dukungan semangat dan doa selama
penulis menjalani pendidikan ini. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada abang, kakak,
adik dan ipar penulis. Demikian juga dengan istriku tercinta Dr. Herna Hutasoit Sp.M dan anakku
tersayang Simon Hadi Bangun yang selalu setia dalam suka dan duka, penuh pengertian, kesabaran
diucapkan selain ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan atas segala kesetiaan maupun
dukungan kalian selama ini.
Akhirnya pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan permohonan maaf
yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang diperbuat selama
ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini
dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... ix
Daftar Gambar ... x
Daftar Singkatan ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Definisi TB Paru ... 6
2.2 Epidemiologi TB Paru ... 6
2.3 Mycobacterium Tuberkulosis ... 7
2.4 Diagnosis TB Paru ... 7
2.5 Pemeriksaan Penunjang ………….. ……… 8
2.5.1 Pemeriksaan Bakteriologis ... 8
2.5.2 Pemeriksaan Radiologis ... 9
2.5.3 Pemeriksaan Khusus ... 10
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang lain ... 11
2.6 Klasifikasi Tb Paru Berdasarkan Hasil
Pemeriksaan Dahak (BTA) ... 11
2.7 Bronkoskopi ... 14
2.8 Kerangka Konsep ... 20
BAB 3 METODE PENELITIAN ...21
3.1 Desain Penelitian ... 21
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
3.3 Populasi dan Sampel ... 21
3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 21
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 22
3.6 Cara Kerja ... 23
3.6.1. Kerangka Operasional ... 25
3.7. Identifikasi Variabel ... 26
3.8 Defenisi Operasional ... 26
3.8.1 TB Paru ... 26
3.8.2 Bronkoskopi ... 26
3.8.3 Bronchoalveolar Lavage ... 26
3.8.4 Pengecatan /DS cairan BAL ... 27
3.8.5 Batang Tahan Asam ... 27
3.9. Bahan dan Alat ... 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...29
4.1 Karakteristik Peserta Penelitian ... 29
4.2 Profil Keluhan Respirasi ... 31
4.3 Profil Kelainan Radiologis ... 31
4.4 Profil diagnosis awal peserta penelitian ... 32
4.5 Lokasi Sampel ... 33
4.6 Profil Hapusan Batang Tahan Asam (BTA) dari Bronchoaleolar Lavage (BAL) ... 33
4.7 Profil Gambaran Yang Tampak Dari Bronkoskopi ... 34
4.7 Pembahasan ... 35
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...42
5.1 Kesimpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
Daftar Pustaka ... 43
Lampiran :
• Persetujuan Komite Etika Penelitian Bidang Kesehatan
• Lembar Informasi dan Penjelasan Kepada Subjek Penelitian • Lembar Persetujuan Penderita
• Status Penelitian
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Jumlah Kasus Baru TB Paru di Poli DOTS TB Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan ... 2
Tabel 2 : ` Perbandingan Gambaran Radiologi dengan pemeriksaan mikrobiologi sputum pada penderita dengan dugaan TB di Bangalore India ... 10
Tabel 4.1 . Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 29
Tabel 4.2. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur ... 30
Tabel 4.3. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ... 30
Tabel 4.4. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan pekerjaan ... 30
Tabel 4.5. Profil Keluhan Utama ... 31
Tabel 4.6. Profil Foto toraks ... 32
Tabel 4.7. Profil Diagnosis Awal ... 32
Tabel 4.8. Lokasi pengambilan sampel ... 33
Tabel 4.9. Profil Hapusan Batang Tahan Asam (BTA) dari Bronchoaleolar Lavage (BAL) ... 34
Tabel 4.10. Profil Gambaran Hasil Bronkoskopi ... 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL) ………...…...… 15
DAFTAR ISTILAH
BSOL : Bronkoskopi Serat Optik Lentur BAL : Bronchoalveolar lavage
HIV : Human immunodeficiency virus BTA : Bakteri Tahan Asam
DOTS : Directly observed of treatment shortcourse FOB : Fiber optic bronchoscopy
TB : Tuberkulosis
WHO : World health organization MTB : Mycobacteriumtuberculosis SPS : Sewaktu pagi sewaktu OAT : Obat anti tuberkulosis PA : Postero anterior
PCR : Polymerase chain reaction ICT : Imuno chromatography assay DNA : Deoxy ribonucleic acid
IUATLD : International union against tuberculosis EKG : Elektrokardiografi
AGDA : Analisa gas darah arteri ICU : Intensive care unit LAKA : Lobus Atas Kanan LAKI : Lobus Atas Kiri LMKA : Lobus Medius Kanan LBKA : Lobus Bawah Kanan
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah di dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Berbagai upaya untuk mendiagnosis TB telah banyak dilakukan baik pemeriksan serologi maupun kultur untuk mencari M. tuberculosis. Pemeriksaan hapusan dahak (sputum) spontan merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosisTB paru, tetapi dengan sensitifitas ± 84%, terkadang pemeriksaan dahak spontan tidak menemukan kuman Bakteri Tahan Asam (BTA) yang ada pada M. tuberculosis. Di Poli DOTS TB di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009, dari 385 kasus TB paru baru dijumpai 54 (14,1%) penderita TB paru BTA negatif (–)
Tujuan penelitian ini ialah untuk meningkatkan kemampuan diagnostik penderita TB paru BTA negatif dengan mendapatkan kuman BTA dari hapusan spesimen yang didapat melalui bronkoskopi dengan teknik bronchoalveolar lavage (BAL) .Penelitian bersifat deskriptif observasional dilakukan di Instalasi Diagnostik Terpadu di RSUP. H. Adam Malik Medan dan SMF/ Departemen Mikrobiologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan dari April 2010 sampai dengan November 2010. Didapatkan 26 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. dengan jumlah penderita pria yang ditemukan lebih banyak (pria 65.4%, wanita 34.6%). Kebanyakan penderita berada pada kelompok usia 46-55 tahun dan dengan pendidikan menengah. Keluhan respirasi yang terbanyak adalah batuk darah pada 9 peserta penelitian ini ( 34.6% ) dan hanya 1 peserta yang mengeluhkan sesak nafas ( 3.8% ).
Kelainan radiologis yang terbanyak berupa gambaran bercak mengawan (infiltrat/ nodular) + lymphadenopaty pada 8 peserta (30.8%). Diagnosis awal sebagai suspek TB paru 22 orang (84.6%) dan efusi pleura pada 3 orang (11.5%) dan 1 peserta dengan pyopneumotoraks (3.8% ). Lokasi pengambilan sampel paling banyak dilakukan di lobus atas kanan pada 12 penderita (46.2%) .
Dari 26 orang peserta penelitian dijumpai hasil hapusan BTA dari bronchoalveolar lavage (BAL) tetap negatif pada 21 orang (80.8%) dan positif adalah 5 orang (19.2%) dengan gradasi BTA positif 1 Pada lima orang ini hanya 1 peserta didapati gambaran lumen dengan jumlah sekret yang produktif, sedang yang lain tidak disertai dengan sekret yang produktif.
Didapatkan 10 orang (38.5%) dengan gambaran hiperemis pada lumen bronkus dan gambaran normal bronkus pada 8 orang (30.8%). Dijumpai pada 1 orang penderita dengan massa di 1/3 proksimal trakea pada dinding posterior disertai stenosis edematous dengan mukosa hiperemis pada lobus bawah paru kanan.
Dari hasil yang didapat, menunjukkan perlunya tindakan BAL pada kasus yang disangka TB paru yang hasil pemeriksaan BTA nya negatif asal sesuai dengan prosedur/guidline dan dibenarkan dari segi akademis sehingga dari penelitian ini didapatkan diagnosa defenitif
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penemuan Mycobacterium tuberculosis pada tahun 1882 oleh Robert Koch merupakan suatu momen yang sangat penting dalam penemuan dan pengendalian
penyakit tuberkulosis, walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak 8000 tahun sebelum
tahun Masehi. Penemuan ini jelas merupakan pilar yang amat penting yang mengubah
perjalanan kehidupan dan dunia kesehatan selanjutnya. 1
Saat ini sekitar 16 juta orang menunjukkan TB aktif, 8 juta orang merupakan
kasus baru, diperkirakan 3 – 4 juta orang infeksius karena hapusan dahaknya positif.
Setiap tahun 1,5 – 2 juta orang meninggal karena TB di seluruh dunia dan
diperkirakan kematian karena TB terjadi setiap menit. Indonesia berada pada tempat
ketiga terbesar jumlah penderita TB di dunia setelah India dan Cina dimana dijumpai
262.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian karena TB setiap tahunnya. 2,3
Penyebab peningkatan TB paru di seluruh dunia adalah ketidakpatuhan terhadap
program pengobatan, diagnosis, dan pengobatan yang tidak adekuat, migrasi, infeksi
human immunodeficiency virus (HIV). Di Indonesia sebagian besar kasus TB paru tidak ditemukan secara keseluruhan dan dari kasus yang ditemukan tersebut,hanya
sebagian kasus TB paru yang dijumpai basil tahan asam (BTA) 3,4
Dari data yang dilaporkan di Poli DOTS TB di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan pada tahun 2009, didapatkan 385 kasus TB paru baru dengan
rincian penderita dengan BTA positif (+) atau BTA negatif(-) , yang dapat dilihat
No TRI
Presentase BTA negatif (–) dari seluruh penderita TB paru baru yang datang ke
poli DOTS TB RSUP Haji Adam Malik Medan adalah 14.1%
Untuk mendiagnosis TB paru bisa ditentukan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Dinegara-negara yang berkembang, seperti Indonesia, biasanya untuk
menegakkan diagnosis TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak spontan.
Pemeriksaan dengan cara ini, hanya bisa mendeteksi 50%-70% kasus TB paru. Dahak
yang dikumpulkan pada pagi hari setelah bangun tidur adalah bahan spesimen
pemeriksaan yang terbaik. Dan untuk mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan
minimal 3 kali pemeriksaan pada hari yang berlainan. 6,7,8
Tabel 1 : Jumlah Kasus Baru TB Paru di Poli DOTS TB Rumah Sakit
Untuk mendiagnosis TB aktif sebaiknya melalui uji diagnostik yang sesuai
dengan kriteria yang dianjurkan WHO, yakni simplicity and reproducibility
(sederhana dan dapat diulang kembali setiap saat), speed (cepat dalam hitungan hari),
low cost (tidak mahal), high specificity (spesifisitas tinggi), the ability to delimit contagious (kemungkinan penularan kecil), dan dapat memberikan data tentang kepekaan obat yang tersedia. Hingga sekarang belum ada pemeriksaan yang dapat
memenuhi kriteria dimaksud. Pemeriksaan dahak spontan pada yang diduga penderita
TB mempunyai sensitifitas yang rendah,. 7,8,9
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan mikroskopis yang positif, yaitu dapat
dilihat kuman BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan jumlah kuman mikrobakterium
yang banyak pada setiap sputum yang akan diperiksa, yaitu sekitar 5000-10000
kuman pada setiap mililiter dahak. 9,10,11
Setelah pemeriksaan hapusan dahak 3 kali tidak dijumpai kuman BTA, langkah
selanjutnya untuk menegakkan diagnosis bisa dengan melakukan pemeriksaan
bronkoskopi, dimana dapat dilakukan tindakan-tindakan seperti bilasan bronkus
(washing), bronkoalveolar lavage (BAL) sikatan bronkus (brushing) dan lainnya
untuk mendapatkan bahan pemeriksaan BTA. 7,9, 12
Penelitian yang dilakukan Danek dan Brower yang meneliti 41 penderita
dengan hasil dahak BTA negatif, tetapi kultur dahak positif mycobacterium TB,
dijumpai 14 orang (34%) hapusan BTA positif dari bilasan (washing) bronkoskopi,
sedangkan kultur positif ditemukan pada 39 (95%) penderita. Hasil kultur dari
spesimen dahak setelah bronkoskopi dijumpai positif terhadap 5 penderita yang
pemeriksaan hapusan dahak hasilnya negatif. 13
Parwitasari Ririek dkk di RS. Dr. Soetomo Surabaya (2007) melakukan
hasil BTA negatif, dijumpai 8 orang (38%) yang hasil hapusan cairan BAL dijumpai
kuman BTA positif. 14
Di Indonesia masih sedikit penelitian tentang peran bronkoskopi serat optik
lentur (BSOL) menggunakan teknik bronchoalveolar lavage (BAL) mendiagnosis
penderita TB paru dengan hapusan dahak BTA negatif, sehingga peneliti ingin
mengetahui peranan bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) menggunakan teknik
bronchoalveolar lavage (BAL) mendiagnosis penderita TB paru dengan hapusan
dahak BTA negatif di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang maka dapatlah dirumuskan permasalahannya
: Seberapa besar peran tindakan bronkoskopi dengan teknik BAL menegakkan
diagnosis TB pada penderita TB paru dengan BTA negatif pada pasien-pasien yang
diperiksa di RSUP. H. Adam Malik Medan
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk meningkatkan kemampuan diagnostik penderita TB paru BTA negatif
dengan mendapatkan kuman BTA dari hapusan spesimen yang didapat melalui
bronkoskopi dengan teknik BAL
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan melakukan bronkoskopi menggunakan teknik BAL pada penderita TB
paru dengan BTA negatif di pelayanan kesehatan yang mempunyai fasilitas alat
bronkoskop, seperti RSUP H. Adam Malik Medan, maka Departemen Pulmonologi
menegakkan diagnosis pada penderita dengan kecurigaan TB paru, dan dengan
ditemukan kuman BTA positif pada cairan BAL, maka diagnosis, pengobatan dan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penemuan Mycobacterium tuberculosis pada tahun 1882 oleh Robert Koch merupakan suatu momen yang sangat penting dalam penemuan dan pengendalian
penyakit tuberkulosis, walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak 8000 tahun sebelum
tahun Masehi. Penemuan ini jelas merupakan pilar yang amat penting yang mengubah
perjalanan kehidupan dan dunia kesehatan selanjutnya. 1
Saat ini sekitar 16 juta orang menunjukkan TB aktif, 8 juta orang merupakan
kasus baru, diperkirakan 3 – 4 juta orang infeksius karena hapusan dahaknya positif.
Setiap tahun 1,5 – 2 juta orang meninggal karena TB di seluruh dunia dan
diperkirakan kematian karena TB terjadi setiap menit. Indonesia berada pada tempat
ketiga terbesar jumlah penderita TB di dunia setelah India dan Cina dimana dijumpai
262.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian karena TB setiap tahunnya. 2,3
Penyebab peningkatan TB paru di seluruh dunia adalah ketidakpatuhan terhadap
program pengobatan, diagnosis, dan pengobatan yang tidak adekuat, migrasi, infeksi
human immunodeficiency virus (HIV). Di Indonesia sebagian besar kasus TB paru tidak ditemukan secara keseluruhan dan dari kasus yang ditemukan tersebut,hanya
sebagian kasus TB paru yang dijumpai basil tahan asam (BTA) 3,4
Dari data yang dilaporkan di Poli DOTS TB di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan pada tahun 2009, didapatkan 385 kasus TB paru baru dengan
rincian penderita dengan BTA positif (+) atau BTA negatif(-) , yang dapat dilihat
No TRI
Presentase BTA negatif (–) dari seluruh penderita TB paru baru yang datang ke
poli DOTS TB RSUP Haji Adam Malik Medan adalah 14.1%
Untuk mendiagnosis TB paru bisa ditentukan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Dinegara-negara yang berkembang, seperti Indonesia, biasanya untuk
menegakkan diagnosis TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak spontan.
Pemeriksaan dengan cara ini, hanya bisa mendeteksi 50%-70% kasus TB paru. Dahak
yang dikumpulkan pada pagi hari setelah bangun tidur adalah bahan spesimen
pemeriksaan yang terbaik. Dan untuk mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan
minimal 3 kali pemeriksaan pada hari yang berlainan. 6,7,8
Tabel 1 : Jumlah Kasus Baru TB Paru di Poli DOTS TB Rumah Sakit
Untuk mendiagnosis TB aktif sebaiknya melalui uji diagnostik yang sesuai
dengan kriteria yang dianjurkan WHO, yakni simplicity and reproducibility
(sederhana dan dapat diulang kembali setiap saat), speed (cepat dalam hitungan hari),
low cost (tidak mahal), high specificity (spesifisitas tinggi), the ability to delimit contagious (kemungkinan penularan kecil), dan dapat memberikan data tentang kepekaan obat yang tersedia. Hingga sekarang belum ada pemeriksaan yang dapat
memenuhi kriteria dimaksud. Pemeriksaan dahak spontan pada yang diduga penderita
TB mempunyai sensitifitas yang rendah,. 7,8,9
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan mikroskopis yang positif, yaitu dapat
dilihat kuman BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan jumlah kuman mikrobakterium
yang banyak pada setiap sputum yang akan diperiksa, yaitu sekitar 5000-10000
kuman pada setiap mililiter dahak. 9,10,11
Setelah pemeriksaan hapusan dahak 3 kali tidak dijumpai kuman BTA, langkah
selanjutnya untuk menegakkan diagnosis bisa dengan melakukan pemeriksaan
bronkoskopi, dimana dapat dilakukan tindakan-tindakan seperti bilasan bronkus
(washing), bronkoalveolar lavage (BAL) sikatan bronkus (brushing) dan lainnya
untuk mendapatkan bahan pemeriksaan BTA. 7,9, 12
Penelitian yang dilakukan Danek dan Brower yang meneliti 41 penderita
dengan hasil dahak BTA negatif, tetapi kultur dahak positif mycobacterium TB,
dijumpai 14 orang (34%) hapusan BTA positif dari bilasan (washing) bronkoskopi,
sedangkan kultur positif ditemukan pada 39 (95%) penderita. Hasil kultur dari
spesimen dahak setelah bronkoskopi dijumpai positif terhadap 5 penderita yang
pemeriksaan hapusan dahak hasilnya negatif. 13
Parwitasari Ririek dkk di RS. Dr. Soetomo Surabaya (2007) melakukan
hasil BTA negatif, dijumpai 8 orang (38%) yang hasil hapusan cairan BAL dijumpai
kuman BTA positif. 14
Di Indonesia masih sedikit penelitian tentang peran bronkoskopi serat optik
lentur (BSOL) menggunakan teknik bronchoalveolar lavage (BAL) mendiagnosis
penderita TB paru dengan hapusan dahak BTA negatif, sehingga peneliti ingin
mengetahui peranan bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) menggunakan teknik
bronchoalveolar lavage (BAL) mendiagnosis penderita TB paru dengan hapusan
dahak BTA negatif di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang maka dapatlah dirumuskan permasalahannya
: Seberapa besar peran tindakan bronkoskopi dengan teknik BAL menegakkan
diagnosis TB pada penderita TB paru dengan BTA negatif pada pasien-pasien yang
diperiksa di RSUP. H. Adam Malik Medan
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk meningkatkan kemampuan diagnostik penderita TB paru BTA negatif
dengan mendapatkan kuman BTA dari hapusan spesimen yang didapat melalui
bronkoskopi dengan teknik BAL
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan melakukan bronkoskopi menggunakan teknik BAL pada penderita TB
paru dengan BTA negatif di pelayanan kesehatan yang mempunyai fasilitas alat
bronkoskop, seperti RSUP H. Adam Malik Medan, maka Departemen Pulmonologi
menegakkan diagnosis pada penderita dengan kecurigaan TB paru, dan dengan
ditemukan kuman BTA positif pada cairan BAL, maka diagnosis, pengobatan dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI TB PARU
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 9
2.2. EPIDEMIOLOGI TB PARU
WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk
dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga
menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di
negara berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110
orang penderita baru per 100.000 penduduk.9,11,15
Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara
regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah,
yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, 2.
wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3.
wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.
Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000
penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan
2.3 Mycobacterium Tuberculosis
Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung
lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna.
Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada
dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan
terhadap kerja bakterisidal antibiotika.M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat
menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel
yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh dari oksidasi senyawa
karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan
suhu 30-40 0 C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 C
selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme
kuman.1,3,9,16
2.4 Diagnosis TB Paru
TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk
darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise. 1,9,11,17
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
mungkin pasien tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi akibat adanya
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar. 1,11
Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik. Kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama di daerah
apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diapragma dan mediastinum.,16,18
Untuk yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam
waktu 2 hari yaitu sewaktu pagi – sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB
nasional, diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya
kuman TB (BTA). Sedangkan pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya
dan tidak dibenarkan dalam mendiagnosis TB jika diagnosis dibuat hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks. 9,11,18
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.5.1 Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal,
2.5.2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti
foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran
bermacam-macam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa: • bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah • bayangan berawan atau berbercak
• Adanya kavitas tunggal atau ganda • Bayangan bercak milier
• Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
• Destroyed lobe sampai destroyed lung
• Kalsifikasi • Schwarte. .3
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia luasnya proses yang tampak
pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut:3
- Lesi minimal (Minimal Lesion):
Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal
junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.
- Lesi luas (FarAdvanced):
Kelainan lebih luas dari lesi minimal
Penelitian di Bangalore, India yang melibatkan 2229 orang dengan gejala
minggu dan batuk darah) yang kemudian dievaluasi secara radiologi (foto toraks)
dan bakteriologi (hapusan dahak) menghasilkan tabel berikut :
Tabel 2 : Perbandingan Gambaran Radiologi dengan pemeriksaan mikrobiologi
sputum pada penderita dengan dugaan TB di Bangalore India 21
S : Hapusan sputum, C : Kultur sputum
2.5.3. Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi
kuman TB seperti :
a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.
2.5.4. Pemeriksaan Penunjang Lain :
Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah
dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang
spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali. 3
2.6 Klasifikasi TB Paru
Dalam Klasifikasi TB Paru ada beberapa pegangan yang prinsipnya hampir
bersamaan. PDPI membuat klasifikasi berdasarkan gejala klinis, radiologis dan hasil
pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini
dipakai untuk menetapkan strategi pengobatan dan penanganan pemberantasan TB:
1. TB Paru BTA positif yaitu:
- Dengan atau tanpa gejala klinis
- BTA positif mikroskopis +
mikroskopis + biakan +
mikroskopis + radiologis +
- Gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru
2. TB Paru (kasus baru) BTA negatif yaitu:
- Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktip
- Bakteriologis (sputum BTA): negatif, jika belum ada hasil tulis belum
diperiksa.
3. TB Paru kasus kambuh :
- Riwayat pengobatan OAT yang adekuat, gejala klinis dan gambaran
radiologis sesuai dengan TB Paru aktif tetapi belum ada hasil uji
resistensi.
4. TB Paru kasus gagal pengobatan :
- Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktif,
pemeriksaan mikroskopis + walau sudah mendapat OAT, tetapi
belum ada hasil uji resistensi.
5. TB Paru kasus putus berobat :
- Pada pasien paru yang lalai berobat
6. TB Paru kasus kronik yaitu:
- Pemeriksaan mikroskopis + , dilakukan uji resistensi. 3
.
2.6.1 Pengecatan dan Pembacaan Sediaan
• Pewarnaan sediaan dengan metode Ziehl – Nielsen
Bahan – bahan yang diperlukan :
1. Botol gelas berwarna coklat berisi larutan Carbol Fuchsin 0,3%
2. Botol gelas berwarna coklat berisi akohol (HCl-Alcohol 3%)
3. Botol coklat berisi larutan Merhylen Blue 0,3%
4. Rak untuk pengecatan slide
5. Baskom untuk ditempatkan di bawah rak
6. Corong dengan kertas filter
7. Pipet
9. Pengukur waktu (timer)
10. Api spiritus
11. Air yang mengalir berupa air ledeng atau botol berpipet berisi air.
12. Beberapa rak cadangan
Perwarnaan sediaan yang telah difiksasi, maksimum 12 slide. Antar sediaan
harus ada jarak untuk mencegah terjadinya kontaminasi antar sediaan.
• Cara Pewarnaan
1. Letakkan sediaan dahak yang telah difiksasi pada rak dengan hapusan
dahak menghadap ke atas.
2. Teteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3% pada hapusan dahak sampai
menutupi seluruh permukaan sediaan dahak.
3. Panaskan dengan nyala api spiritus sampai keluar uap selama 3 – 5 menit.
Zat warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering
maka Carbol Fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat seperti kuman TB
4. Singkirkan api spiritus, diamkan sediaan selama 5 menit.
5. Bilas sediaan dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas
terbuang.
6. Teteskan sediaan dengan asam alkohol (HCl Alcohol 3%) sampai warna
merah Fuchsin hilang
7. Bilas dengan air mengalir pelan
8. Teteskan larutan Methylen Blue 0,3% pada sediaan sampai menutupi
seluruh permukaan
9. Diamkan 10 – 20 detik
11. Keringkan sediaan di atas rak pengering di udara terbuka (jangan dibawah
sinar matahari langsung) 10
• Pembacaan BTA
Hasil pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(Internasional Union Against Tuberculosis) sesuai rekomendasi WHO.
2.7 Bronkoskopi
Di negara-negara berkembang dengan kemampuan diagnostik yang terbatas,
kasus-kasus TB paru pada daerah endemis dapat diberikan terapi empiris .Namun
jika memungkinkan, diagnosis definitif sebaiknya tetap didapatkan. Jika hasil
pemeriksaan bakteriologis tidak dijumpai kuman BTA, sedang dugaan yang
mengarah ke diagnosis adanya TB paru sangat kuat maka selanjutnya tindakan
bronkoskopi dapat menjadi langkah untuk menegakkan diagnostik. 6,22,
Bronkoskopi (bronkos = saluran napas, skopi = melihat) adalah tindakan
pemeriksaan untuk menilai saluran napas penderita dengan alat bronkoskopi. 23,24
Pertama kali diperkenalkan penggunaan bronkoskopi kaku (berupa pipa logam)
oleh Gustav Killian tahun 1897 dan kemudian dikembangkan oleh Chavalier Jackson
dan putranya
Awalnya Gustav killian melakukan bronkoskopi dengan menggunakan
laringoskop dan esofagoskop rigid, untuk mengambil benda asing pada bagian
proksimal bronkus utama kanan. Pada tahun 1963, Dr. Shigeto Ikeda
memperkenalkan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) (Gambar 2) yang tujuan
Gambar 1. Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL)26
Sejak akhir tahun 1960 an BSOL telah menggantikan bronkoskopi rigid sebagai alat
untuk tindakan diagnostik dan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan tindakan yang invasif. Komplikasi dapat
terjadi mulai pada saat premedikasi, saat tindakan bronkoskopi maupun sesudahnya.
Berbagai komplikasi yang dapat terjadi antara lain: • Kesulitan melakukan intubasi • Cedera pada trakea dan bronkus. • Perdarahan.
• Spasmus pada bronkus dan laring. • Aritmia:
o Sinus takikardia.
o Aritmia yang serius.
o Aritmia yang mengancam jiwa. • Henti jantung.
• Pneumotoraks.
• Emfisema mediastinum. 23,26
Pasien yang akan dilakukan tindakan bronkoskopi umumnya diberikan
premedikasi dengan obat antikolinergik seperti atropine atau glikopirolat untuk
mengurangi resiko reaksi vasovagal (bradikardi) dan mengurangi sekresi jalan napas.
Diikuti dengan pemberian anestesi lokal pada saluran napas atas, laring dan
percabangan tracehobronkial secara topikal dan inhalasi dan secara bronkoskopi dengan instilasi lidokain. 22,28
Tindakan pada bronkoskopi terdiri dari bronchoalveolar lavage (BAL),
bronchial washing (bilasan bronkus), bronchial brushing (sikatan bronkus), transbronchial biopsy (biopsi transbronkial) dan postbronchoscopy sputum collection (kumpulan dahak selama 24 jam setelah bronkoskopi 24,29
Kegunaan bonkoskopi dalam mendiagnosis TB adalah :
1. Bisa dilakukan pada penderita yang tidak dapat mengeluarkan dahak
secara spontan
2. Merupakan cara mendapatkan diagnosis dengan cepat (melalui hapusan
langsung ataupun histopatologi).
Tetapi bronkoskopi juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu memerlukan
biaya yang lebih besar dibandingkan dahak spontan dan induksi, serta kemungkinan
adanya penularan pada pekerja kesehatan (operator bronkoskopi) 24
Gambaran yang dijumpai pada TB yang dapat dilihat melalui bronkoskopi
adalah inflamasi endobronkial dan didapati juga pembesaran kenjar limfe. Kelainan
yang dijumpai bisa berupa pembengkakkan mukosa, sekresi purulen atau darah,
terkadang granuloma, ulserasi pada percabangan bronkus atau segmen. Gambaran
inflamasi yang terjadi pada TB ini bisa kembali normal dengan kemoterapi atau
berubah menjadi jaringan parut (bronchial scarring) dan bisa pula menjadi stenosis
2.7.1 Bronchoaveolar Lavage (BAL)
Tindakan BAL adalah salah satu teknik pengambilan sampel pada saat tindakan
bronkoskopi berlangsung. Tindakan BAL ditujukan untuk mengambil spesimen yang
berada pada ujung saluran nafas (alveolus) yang terkadang sudah mengendap. Cairan
yang didapat dari tindakan BAL ini sangat berguna karena dapat digunakan untuk
pemeriksaan mikrobiologi (hapusan BTA dan kultur mycobacterium tuberculosis), ,
jumlah sel dan diferensiasi, penyakit infeksi oportunistik pada penderita
immuno-compromised, tumor paru dan interstitial lung diseases, gambaran alveolar proteinosis, gambaran terpapar debu seperti badan asbestos, silika, dan sel ganas.28,32
Melalui saluran yang ada pada bronkoskop, 20-50 ml cairan salin atau Ringer
dimasukkan kebagian ujung (scope) bronkoskop yang sudah diarahkan ke arah lesi
dan kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai di dapat jumlah
sample 100-300 ml dengan tujuan mendapatkan material yang cukup dari alveolus.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi maupun pemeriksaan lainnya seperti
pemeriksaan mikrobiologis. 24,29,30
Gambar 2. Contoh sampel BAL24
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gracia, dkk pada kasus TB yang
dilakukan bronkoskopi membandingkan antara kultur dari BAL, bilasan bronkial dan
kasus, kultur dari dahak setelah bronkoskopi positif pada 9 (53%) dari 17 kasus. Pada
penelitian Baughman dkk mendapatkan 68% positif dari hapusan BAL, sedangkan
kulktur BAL 92% positif. Kennedy dkk, menemukan antara hasil kultur dari BAL
dan kultur dahak setelah bronkoskopi yaitu 66% dari BAL dan 63% dari dahak. 23,29, 33
Penelitian yang dilakukan oleh Parwitasari Ririek dkk di RS. Dr. Soetomo
Surabaya (2007) pada 23 orang yang telah diperiksa hapusan dahak dengan hasil
BTA negatif, dijumpai 8 orang (38%) yang hasil hapusan cairan BAL dijumpai
kuman BTA positif. 14
Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa hapusan dan kultur
dari BAL lebih unggul dibandingkan hapusan dan kultur dari bilasan bronkial ataupun
dari dahak setelah bronkoskopi.
Conde dkk (2000) yang melakukan pemeriksaan bronkoskopi pada penderita
HIV dan non HIV yang diduga menderita TB, tidak menjumpai perbedaan yang
bermakna saat dilakukan pemeriksaan hapusan dahak spontan yang di induksi dengan
pemeriksaan cairan BAL pada 202 peserta penelitian. 34
Penelitian oleh Kennedy, dkk (1992) pada pemeriksaan hapusan BTA cairan
BAL pada penderita HIV dan non-HIV, dari 67 penderita HIV dan 45 non-HIV yang
di duga menderita TB paru, (hasil pemeriksaan dahak spontan sebelum bronkoskopi
tidak dijumpai kuman BTA), dijumpai basil pada 23 orang (34%) hapusan dari BAL
menjadi positif pada penderita HIV, sedangkan pada non-HIV 20 (44%)33
Hendaknya sebelum dilakukan tindakan bronkoskopi kepada penderita diberikan
informasi seperti prosedur, tujuan dan resiko tindakan bronkoskopi. Anemnesis
terhadap riwayat penyakit penderita perlu diketahui untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor risiko penyakit tertentu. Diperlukan juga pemeriksaan kardiopulmonal
lengkap, kimia klinik darah, waktu pembekuan (clotting time), prothrombin time, dan
hitung platelet juga sebaiknya dilakukan. Sedangkan pemeriksaan faal koagulasi
diperlukan pada penderita yang memakai antikoagulan, dimana dijumpai adanya
perdarahan aktif, penderita dengan kelainan darah, pada penderita dengan penyakit
hati, disfungsi ginjal, malabsorpsi, manutrisi atau kelainan pembekuan darah lainnya.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan sebelum dilakukan bronkoskopi ini
sifatnya tidak sama pada semua pasien.
Analisa gas darah dan faal paru sebaiknya dikerjakan sebelum bronkoskopi
karena bronkoskopi dapat menyebabkan edema mukosa bronkial dan mempengaruhi
hasil pemeriksaan faal paru.
Setiap penderita yang akan di bronkoskopi juga diminta untuk berpuasa (tidak
makan dan minum) selama minimal 6 jam. dan selama bronkoskopi oksigenasi
jaringan harus selalu diobeservasi dengan pemeriksaan pulse oxymetri sebelum dan
Sputum BTA (SPS)
KERANGKA KONSEP
- Gambaran Radiologis lesi luas, kavitas - Jumlah Kuman : 5000-10000/ml
Spesimen sampai ke alveolus Aspirasi dengan suction
BRONKOSKOPI (BAL) TB Paru BTA (+)
BTA (+) BTA (-)
TB Paru
- Gambaran Radiologis lesi minimal, kavitas (-) - Jumlah Kuman : < 5000/ml - Tidak bisa mengeluarkan dahak secara optimal
TB Paru BTA (-)
Gejala Klinis Radiologis
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN
Rancangan penelitian adalah deskriptif observasional
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Instalasi Diagnostik Terpadu di RSUP. H. Adam
Malik Medan dan SMF/ Departemen Mikrobiologi Klinik RSUP. H. Adam
Malik Medan selama 6 bulan
3.3 POPULASI DAN SAMPEL
Sampel adalah penderita yang dengan gejala klinis dan diduga TB paru dan
gambaran radiologi dijumpai bercak yang minimal sampai dengan lesi yang
luas tetapi tidak dijumpai kuman BTA pada pemeriksaan sputum
Sewaktu-Pagi-Sewaktu.
3.4 PERKIRAAN BESAR SAMPEL
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus:
n = [Zά√ Po Qo + Zβ√ Pa Qa ]2
( Pa – Po )2
Dimana:
• Zά = nilai baku normal dari tabel Z yan nilainya tergantung dari nilai ά untuk nilai ά 0,05, maka Zά = 1,96
• Z β = nilai baku normal dari tabel Z yan nilainya tergantung dari nilai β untuk nilai β 0,15, maka Zβ = 1,036
• Po = Proporsi penderita TB yang BTA negatif dengan pengecatan
• Qo = 1 – Po = 1 – 0,44 = 0,56
• Pa = Proporsi penderita TB yang BTA negatif dengan pengecatan
cairan BAL BTA positif /penelitian terakhir
• nilainya adalah 38%, dalam angka desimal adalah 0,38 • Qa = 1 – Pa = 1 – 0,38 = 0,62
• Pa – Po adalah selisih proporsi yang diinginkan oleh peneliti, diambil
nilainya adalah 10 %, dalam angka desimal adalah 0,10. n = [1,96 √ (0,44) (0,56) + 1,036 √ (0,38) (0,62) ]2
( 0,10)2 n= 26,2 ≈ 26
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 26 orang
3.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
3.5.1 Kriteria inklusi :
1. Penderita disangka TB paru yang berusia lebih dari 17 tahun hingga 65
tahun
2. Memenuhi persyaratan untuk dilakukan tindakan bronkoskopi
3. Hasil pemeriksaan 3 kali hapusan dahak spontan negatif (SPS).
4. Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran TB paru.
5. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent.
3.5.2 Kriteria eksklusi
1. Tidak bersedia ikut dalam pemilihan
2. Penderita yang tidak memenuhi syarat bronkoskopi yaitu menderita :
A. Penyakit jantung (recent myocard infark, unstable angina, unstable
B. Penyakit paru yang berat (hipoksemia berat walau telah diberi oksigen
maksimal, hipoventilasi dengan hiperkapnea, bronkospasme berat atau
asma tidak stabil), kondisi neurologi (kejang, peningkatan tekanan
intrakranial, gelisah) atau
C. Keadaan seperti perdarahan, trombositopenia atau disfungsi platelet
anemia berat, sirosis dengan hipertensi portal dan uremia.
3. Penderita yang gambaran radiologis menunjukkan penyakit paru lainnya
misalnya tumor paru.
4. Penderita dengan kehamilan
5. Penderita yang pernah mendapat terapi OAT lebih dari 2 minggu.
3.6. CARA KERJA
Semua penderita yang disangka TB paru yang sudah ditegakkan melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik dan foto toraks dilakukan pemeriksaan dahak
spontan sebanyak 3 kali (sewaktu, pagi, sewaktu) di laboratorium Mikrobiologi
Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan dan di laboratorium DOTS Poli Paru
Jika hasil dari pemeriksaan dahak spontan 3 kali BTA negatif, maka penderita
dipersiapkan untuk tindakan bronkoskopi, yaitu dilakukan pemeriksaan darah
lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, faal hemostasis, faal paru dan
elektrokardiografi.
Setelah memenuhi syarat maka penderita dijadwalkan untuk bronkoskopi dan
BAL.
Bronkoskopi dilakukan di ruang Bronkoskopi IDT oleh Supervisor
Bronkoskopi diarahkan sesuai dengan lesi di foto torak dan dilakukan tindakan
BAL di daerah lesi dan sekitarnya dimana melalui saluran yang ada pada
bronkoskop yang sudah diarahkan ke arah lesi dan kemudian disedot. Tindakan
ini diulang beberapa kali sampai di dapat jumlah sample 100-300 ml
Cairan BAL yang dikumpulkan ini kemudian diproses di laboratorium
Mikrobiologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan hapusan BTA. Kelainan yang tampak dari bronkoskopi juga
Sputum BTA (SPS)
3.6.1.KERANGKA OPERASIONAL
Gejala Klinis TB Paru
Lakukan pemeriksaan penunjang laboratorium, faal paru, rekam jantung
Foto Toraks yang mengarah TB paru
TB Paru BTA (-) TB Paru BTA (+)
Bronkoskopi (BAL) Sesuai dengan arah lesi pada
foto toraks
BTA DS (+) BTA DS (-)
TERAPI
ANALISA /STUDI
3.7. IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini menggunakan varibel bebas dan variabel tergantung. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pemeriksaan bronkoskopi serat optik lentur
(BSOL) menggunakan teknik bronchoalveolar lavage (BAL) , sedang variabel
tergantung adalah kuman BTA
3.8. DEFINISI OPERASIONAL
3.8.1 TB Paru BTA negatif
Penderita yang disangka TB paru adalah setiap individu dengan batuk
produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat dipastikan
penyebabnya bisa juga'disertai gejala respiratorik lainnya seperti batuk darah,
sesak napas dan nyeri dada dan didapati juga gejala seperti gejala sistemik
seperti demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan
malaise. Gambaran foto toraks menunjukkan adanya lesi dengan kecurigaan
TB seperti bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas dari
segmen superior lobus bawah, atau dijumpai kavitas, atau bayangan bercak
milier dan hasil pemeriksaan mikrobiologi SPS negatif
3.8.2 Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan diagnostik dan terapi yang dapat melihat secara
langsung lumen trakeobronkial dengan bantuan suatu alat optik khusus yang
disebut bronkoskop.
3.8.3 Bronchoalveoar Lavage
Bronchoalveolar lavage (BAL) adalah instilasi larutan -:normal salin yang
steril, sebanyak 20-50 ml dimasukkan ke bagian distal ruang udara melalui
bronkoskop dan kemudian aspirasi dilakukan melalui instrumen yang
3.8.4. Pengecatan ( Direct Smear) cairan BAL
Cairan hasil BAL adalah bahan /spesimen yang berasal dari bronkus yang
bercampur dengan cairan steril. Bahan yang dikumpulkan dalam wadah ini
adalah bahan yang memenuhi persyaratan tertentu ( tidak terkontaminasi,
volume nya cukup dan telah melalui pengamatan bahan spesimen seperti
warna, konsentrasi cairan dan lain-lain. Semua bahan/cairan ini dimasukkan
ke dalam tabung centrifuge sebanyak-banyaknya dan diputar dengan
kecepatan 3000 G selama 15 menit yang tujuannya agar tercapai suspensi
sedimen dari cairan BAL. Setelah didiamkan selama 15 menit maka akan
terbentuk bahan terkonsentrasi (supernatant) dari sediment cairan BAL dan
sediment ini diproses lagi melalui teknik fortex 2-5 menit sehingga didapat
bahan sediment yang benar-benar homogen. 100 mikroliter bahan spesimen ini
diperiksa dengan metode Ziehl- Nielsen dan diperiksa dibawah mikroskop
untuk melihat BTA
3.8.5 Batang Tahan Asam (BTA)
Batang Tahan Asam (BTA) adalah kuman Mycobacterium tuberculosis yang
menyebabkan TB paru. Dijumpai pada dahak dan saluran pernafasan
penderita TB paru. Dengan pengecatan dengan metode Ziehl-Nielsen akan
tampak berbentuk batang berwarna kemerahan dibawah mikroskop cahaya.
Pembacaan sediaan dahak menggunakan Skala IUATLD sebagai berikut:
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
4) Ditemukan 1 -10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +2
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +3 .
3.9. BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang dipergunakan pada penelitian ini :
1. Bronkoskopi serat optik lentur 2 buah : Pentax EB 1570 K 2.0 dan
Pentax 1978 K 2.8.
2. NaCL 0.9 %
3. Spuit 20 cc.
4. Sarung tangan.
5. Media tempat meletakkan cairan.
6. Cairan Bronchoalveolar bronkoskopi.
3.10. MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA
Data yang dikumpulkan diolah dengan statistik deskriptif observasional serta
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi yang dimulai dari bulan April sampai November 2010.
Peserta penelitian ini adalah penderita TB paru yang hasil pemeriksaan sputum
SPS negatif sebanyak 26 orang penderita yang berasal dari di ruang rawat inap paru
Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut.
4.1. Karakteristik Peserta Penelitian
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin peserta penelitian didapatkan bahwa
jumlah laki-laki lebih banyak (65.4%) dibandingkan jumlah perempuan
( 34.6%) dengan rasio 1.92 : 1 ( Tabel 4.1)
Tabel 4.1. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin.
Jenis kelamin Jumlah Penderita Persentase
Pria 17 65.4% Perempuan 9 34.6% Jumlah 26 100%
Berdasarkan karakteristik umur peserta penelitian didapatkan umur yang paling
sering adalah pada kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 7 orang ( 27.0 %)
dengan umur termuda 17 tahun dan umur tertua 65 tahun ( Tabel 4.2 ). Rata-rata
Tabel 4.2. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur.
Berdasarkan tingkat pendidikan peserta penelitian dijumpai tingkat pendidikan
menengah merupakan yang paling banyak sebesar 69.3%. Sementara itu pendidikan
sarjana hanya sebagian kecil yakni 7.70% ( Tabel 4.3)
Berdasarkan karakteristik pekerjaan didapati bahwa peserta penelitian yang
bekerja wiraswasta umumnya lebih tinggi (30.8%) dan yang PNS/Pensiunan
hasilnya rendah (7.70%) yang bisa dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan pekerjaan
4.2. Profil Keluhan Respirasi
Keluhan respirasi umumnya dikeluhkan secara bersamaan. Karena keluhan
respiratorius yang dialami cukup bervariasi, maka keluhan batuk, batuk darah, nyeri
dada dan sesak nafas ditempatkan menjadi kelompok keluhan utama pada peserta
penelitian ini. Keluhan utama batuk darah dijumpai paling banyak pada peserta
penelitian ini (34.6%) dan nyeri dada dijumpai pada 1 orang peserta (3.8%)
Tabel 4.5. Profil Keluhan Utama
Keluhan Utama Jumlah Penderita Persentase
Batuk 8 30.8% Batuk darah 9 34.6%
Sesak nafas 8 30.8%
Nyeri dada 1 3.8% Jumlah 26 100%
4.3. Profil Kelainan Radiologis
Sebanyak 26 penderita yang menjadi peserta penelitian ini mempunyai kelainan
foto toraks curiga TB dengan hasil BTA DS adalah negatif. Kelainan foto toraks yang
dijumpai sangat bervariasi, yang ditunjukkan dalam tabel dibawah ini. Dari Tabel 4.6
dapat dilihat kelainan foto toraks yang dijumpai sangat bervariasi, dimana gabungan
gambaran bercak mengawan (infiltrat/nodular) disertai lymphadenopaty adalah
gambaran yang paling sering sebanyak 8 peserta (30.8%) , sedang gambaran
atelektasis, gambaran bercak mengawan (infiltrat/nodular) disertai gambaran
hidropneumotoraks dan gambaran bercak mengawan (infiltrat/nodular) disertai
Tabel 4.6. Profil Foto toraks
4.4. Profil diagnosis awal peserta penelitian
Pada 26 peserta yang ikut pada penelitian ini yang mempunyai keluhan respirasi,
kelainan foto toraks curiga TB dengan hasil BTA DS adalah negatif, ditegakkanlah
diagnosis awal sebagai suspek TB paru (84.7%), efusi pleura yang disebabkan suspek
TB paru (11.5%) dan Pyopneumotoraks disebabkan TB paru (3.8%) yang mana
dapat dilihat pada Tabel 4.7 dibawah ini.
Tabel 4.7. Profil Diagnosis Awal
4.5. Lokasi Sampel
Lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan letak kelainan yang tampak
di foto toraks penderita. Dengan gambaran kelainan yang sangat bervariasi, cairan
Nacl yang diinstilasikan disesuaikan ke arah gambaran lesi dimana bisa hanya pada
satu lobus paru saja, dan bisa juga ke lebih satu lobus paru. Lokasi pengambilan
sampel ditunjukkan dalam tabel dibawah ini. Dari Tabel 4.8. dapat dilihat lokasi
pengambilan sampel paling banyak di lobus atas kanan pada 12 penderita (46.2%),
serta 1 penderita (3.8%) yang diinstlasikan cairan Nacl pada Lobus Atas Kanan dan
Kiri .
Tabel 4.8. Lokasi pengambilan sampel
Lokasi Jumlah Penderita Persentase
4.6. Profil Hapusan Batang Tahan Asam (BTA) dari Bronchoaleolar Lavage
(BAL)
Sebanyak 26 penderita yang menjadi peserta penelitian ini telah menjalani
pemeriksan hapusan dahak dengan hasil BTA negatif (-). Hasil hapusan BTA dari
yang dibronkoskopi akhirnya didapatkan :
• Hasil hapusan BTA dari bronchoalveolar lavage (BAL) tetap negatif adalah
• Hasil hapusan BTA dari bronchoalveolar lavage (BAL) menjadi positif
adalah 5 orang (19.2 %) dengan gradasi BTA + (positif 1)
Tabel 4.9. Profil Hapusan Batang Tahan Asam (BTA) dari Bronchoalveolar
Lavage (BAL)
Pada 26 peserta yang ikut pada penelitian ini dijumpai 10 orang dengan
gambaran hiperemis (38.5%) pada saat bronkoskopi dilaksanakan, disamping adanya
dijumpai gambaran normal bronkus pada 8 orang (30.8%), 4 orang dengan sekret
yang produktif (15.4%), gumpalan darah 3 orang (11.5%) dan pada 1 peserta
penelitian tampak gambaran massa di trakea serta mukosa hiperemis dan stenosis
edematous pada lobus bawah paru kanan (tumor trakea dengan TB paru)
Tabel 4.10. Profil Gambaran Hasil Bronkoskopi
Tabel 4.11. Profil Gambaran Hasil Bronkoskopi dengan BTA
Dari 5 orang peserta penelitian yang dijumpai BTA positif pada cairan BAL, 3
peserta menampakkan gambaran lumen yang hiperemis, 1 peserta dijumpai gambaran
sekret pada lumen dan 1 peserta yang lain menunjukkan gambaran massa di trakea
dan stenosis edematous dengan mukosa hiperemis pada lobus bawah paru kanan
(tumor trakea dengan TB paru)
4.8. PEMBAHASAN
Dalam suatu studi epidemiologi di India, insidens TB meningkat sesuai
pertambahan umur, dimana pada usia 25-34 penyakit TB lebih banyak dijumpai pada
laki-laki dibanding wanita. 35.
Pada, penelitian ini jumlah penderita pria yang ditemukan lebih banyak (pria
65.4%, wanita 34.6%). Angka ini hampir mendekati persentasi jumlah data penderita
baru TB paru yang berobat di poli paru RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009.
Angka kunjungan penderita baru TB paru di poli paru RSUP H. Adam Malik selama
tahun 2009 menunjukkan jenis kelamin pria lebih banyak yakni 255 orang (66.23%)
dibandingkan wanita (33.77%) dari total 385 penderita
Pada penelitian ini usia penderita paling muda pada penelitian ini adalah 17
tahun, paling tua 65 tahun dengan rata-rata usia 41 tahun. Kelompok usia 46-55
tahun lebih banyak menjadi peserta dalam penelitian ini
Penelitian Davilia S dkk di Jakarta mendapatkan data penderita TB paru
terbanyak, pada laki-laki (60,8%) disebabkan keterlibatan TLR8 yang terdapat pada
kromosom X sehingga ekspresinya lebih banyak pada laki-laki yang mempunyai satu
kromosom X.
Dengan kriteria adanya gejala respirasi, pemeriksaan BTA DS negatif dan
kelainan foto toraks curiga TB didapati 26 peserta penilitian yang tentunya
didiagnosis awal sebagai suspek TB paru 22 orang (84.6%) dan efusi pleura yang 36
Berdasarkan tingkat pendidikan peserta penelitian dijumpai bahwa tingkat
pendidikan menengah merupakan yang paling banyak yakni sebesar 69.3%. (18
orang) Sementara itu pendidikan sarjana hanya sebagian kecil saja yakni 7.70%. ( 2
orang). Pekerjaan peserta penelitian yang terbanyak adalah wiraswasta 8 orang
(30.8%) dan yang paling sedikit adalah PNS/Pensiunan sebanyak 2 orang (7.70%)
Keluhan respirasi umumnya dikeluhkan secara bersamaan. Keluhan utama
batuk darah dijumpai pada 9 peserta penelitian ini ( 34.6% ) dan hanya 1
peserta yang mengeluhkan sesak nafas ( 3.8% ).
Kelainan foto toraks pada penderita TB paru sangat bervariasi, seperti
gambaran bercak mengawan (infiltrat/noduler), milier, kavitas, kalsifikasi,
lymphadenopaty , fibrotik, efusi pleura, dan lain-lain. Kadang sering dijumpai
gabungan dari bermacam-macam kelainan diatas.6.9.11
Penelitian yang dilakukan Jalleh dkk yang melakukan bronkoskopi terhadap
120 orang yang sudah didiagnosis dengan TB paru, menjumpai 53 penderita (44,2%)
dengan gambaran bercak mengawan, 19 penderita (15,8%) dengan pleura efusi, 18
penderita (15,0%) dengan atelektasis, 9 penderita (7,5%) dengan kavitas. 37
Pada penelitian ini dijumpai gambaran bercak mengawan (infiltrat/ nodular) +