UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA, EKSPOR, DAN KREDIT PERBANKAN TERHADAP PDRB SEKTOR PERTANIAN
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
NOVRIDHO RAKHMAD 040501016
EKONOMI PEMBANGUNAN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi Rabbil‘alamin tak terhingga Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala kesempatan, karunia, dan hidayah-Nya yang sangat berarti, sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi dengan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Ekspor, dan Kredit Perbankan Terhadap PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara”. Dan juga shalawat berangkaikan salam buat junjungan umat Nabi Besar Muhammad SAW yang sama-sama kita harapkan syafaatnya di hari akhir kelak.
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik materi maupun nonmateri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah meluangkan waktunya memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Kedua orang tua Penulis yang tercinta, Ayahanda Alm. H. Muhammad Kasim dan Ibunda Hj. Siti Aisyah yang selalu dan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, memandu ke jalan yang benar, menyalakan api semangat dan menjaganya agar tak pernah padam, serta aliran do’a restu yang takkan pernah terhenti kepada Penulis sepanjang hayat.
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.
5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec., selaku Dosen Pembimbing yang penuh keikhlasan menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing Penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Bapak Syarief Fauzi, M.Ec. dan Drs. Iskandar Syarief, MA, selaku Dosen Pembanding I dan Dosen Pembanding II, yang telah banyak memberi saran yang sangat berharga.
7. Seluruh dosen dan pegawai administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
8. Staf dan pegawai BI cabang Medan dan BPS Sumatera Utara yang telah menyediakan data penelitian, sehingga memberikan kemudahan bagi Penulis. Juga kepada para penulis buku, jurnal, artikel, dan opini yang telah menyediakan literatur yang sangat berarti. Jangan berhenti berkarya.
10.Teman, rekan, sahabat, saudara, keluarga, dan semua nyawa yang telah dan selalu menemani, mewarnai kehidupan dan mendewasakan Penulis, memberikan inspirasi serta meneriakkan bahwa aku bisa..
Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis dengan segala keterbatasannya sangat mengharapkan saran yang konstruktif, sehingga karya lain dari Penulis di masa yang akan datang jauh lebih baik.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada Penulis. Akhirul kalam, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Medan. Agustus 2008 Penulis,
NOVRIDHO RAKHMAD
DAFTAR GAMBAR
2.1 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO) .... 29
2.2 Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ………... 30
2.3 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja ... 30
2.4 Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional.. 41
3.1 Kurva Uji t Statistik . ... 59
3.2 Kurva Uji f Statistik……….. 60
3.3 Kurva D-W Statistik………. 64
4.1 Luas Panen Komoditi Tanaman Bahan Pangan Sumatera Utara 2006... 70
4.2 Produksi Daging dan Kulit Ternak Sumatera Utara 2006... 75
4.3 Perkembangan Populasi Ternak Unggas Sumatera... 76
4.4 Perkembangan Jumlah Nelayan Sumatera Utara... 78
4.5 Perkembangan PDRB Subsektor Pertanian ADHK 2000... 80
4.6 Persentase Penduduk Sumatera Utara Umur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha 2006... 82
4.7 Persentase Ekspor Sumatera Utara Menurut Sektor 2006... 84
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Hal
1.1 Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 1993
Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha 1997 - 1999…….. 3
1.2 Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Pertanian Sumatera Utara 2000 - 2006……… 7 3.1 Kriteria Pengambilan Keputusan D-W Test……… 63 4.1 Produksi Komoditi Tanaman Bahan Pangan Sumatera Utara
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2006... 71 4.2 Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat
2005 - 2006... 73 4.3 Produksi Hasil Hutan Sumatera Utara Menurut Komoditi
2004 – 2006... 74 4.4 Populasi Ternak Besar dan Kecil Sumatera Utara Menurut
Jenis 2004 – 2006... 75 4.5 Perkembangan Produksi Ikan Sumatera Utara Menurut Asal
Tangkapan 2003 – 2006... 77 4.6 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara ADHK
1985 – 2006……….. 79 4.7 Banyaknya Penduduk Umur 15 Tahun Ke atas Sumatera Utara
Menurut Jenis Kegiatan (jiwa)………. 81 4.8 Perkembangan Tenaga Kerja Sumatera Utara 1985 – 2006… 83 4.9 Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian Sumatera Utara
1985 – 2006 (000 US$)……… 85 4.10 Posisi Kredit Perbankan Sumatera Utara Menurut Sektor
Ekonomi 2006... 87 4.11 Hasil estimasi Pengolahan Data Antara Variabel Dependen dan
DAFTAR LAMPIRAN
No. LAMPIRAN
1 : Data Variabel Dependen dan Indepanden 2 : Hasil Regresi Linear Berganda
ABSTRACT
Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors. Credit that is brought to agriculture sector wish it is able to motive the farmer to increase their productions. Hence, its productions can be exported. Next, the final purpose of this process is to increase Gross Regional Domestic Product (GRDP).
For analyzing the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province, Bank Indonesia branch of Medan, and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector.
The result of the research shows that the man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector give a significance influence to GRDP of agriculture sector with a determinant coefficient (R2) 95%.
ABSTRAK
Sumatera Utara berada di sekitar daerah khatulistiwa, yang berarti daerahnya memiliki potensi yang besar di sektor pertanian. Oleh sebab itu, pembangunan pertanian mutlak diperlukan mengingat sektor pertanian merupakan mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat Sumatera Utara dan salah satu motor penggerak pertumbuhan nilai tambah dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Kredit yang disalurkan untuk sektor-sektor pertanian diharapkan mampu memotivasi petani meningkatkan produksinya, sehingga hasil produksinya dapat diekspor. Dan selanjutnya tujuan akhir dari proses tersebut untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat tercapai.
Untuk menganalisis pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian, digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bank Indonesia Cabang Medan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder yang bersifat time series dari tahun 1985 sampai 2006 (22 tahun). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang cukup akurat mengenai pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian memberikan pengaruh yang signifikan terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinasi (R2) 95%.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Hipotesis ... 9
1.4 Tujuan Penelitian ... 10
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sektor Pertanian ... 11
2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian ... 11
2.1.2 Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi ... 13
2.1.3 Visi dan Kebijakan Sektor Pertanian Indonesia ... 19
2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 22
2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 22
2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional ………...………... 27
2.3 Tenaga Kerja... 28
2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja ... 28
2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja ... 30
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja 34 2.4 Ekspor ... 37
2.4.1 Pengertian Ekspor... 37
2.4.2 Teori tentang Ekspor ... 37
2.4.3 Strategi dan Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor ... 42
2.4.4 Manfaat Ekspor ……….. 47
2.5 Kredit... 48
2.5.1 Pengertian Kredit ... 48
2.5.2 Klasifikasi Kredit ... 50
2.5.3 Manfaat Kredit ... 54
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 56
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 56
3.3 Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 56
3.4 Pengolahan Data ... 57
3.5 Model Analisis Data ... 57
3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 58
3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)... 58
3.6.3 F-Statistik (Uji Serempak)... 60
3.7 Uji Asumsi Klasik ... 61
3.8 Defenisi Operasional Variabel ……… 65
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 66
4.1.1 Kondisi Geografis... 66
4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi... 67
4.1.3 Kondisi Demografi ... 67
4.1.4 Potensi Wilayah... 68
4.2 Perkembangan Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 69
4.2.1 Subsektor Tanaman Bahan Pangan ... 69
4.2.2 Subsektor Perkebunan ... 72
4.2.3 Subsektor Kehutanan ... 74
4.2.4 Subsektor Peternakan ... 74
4.2.5 Subsektor Perikanan ... 76
4.3 Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 78
4.4 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 80
4.5 Perkembangan Ekspor Sektor Pertanian Sumatera Utara ... 83
4.6 Perkembangan Kredit perbankan Sektor Pertanian Sumatera Utara . 86 4.7 Analisis Data... 88
4.7.1 Interpretasi Model ... 89
4.7.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 98 5.2 Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRACT
Sumatera Utara exists in equator line, it means that its regional has a bigger potential in agriculture sector. Therefore, agricultural development is pure to be used, remembering agriculture sector is one of livehood of amount of societies in Sumatera Utara and one of moving force for a development output and diversification of productions in other economy sectors. Credit that is brought to agriculture sector wish it is able to motive the farmer to increase their productions. Hence, its productions can be exported. Next, the final purpose of this process is to increase Gross Regional Domestic Product (GRDP).
For analyzing the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector is used OLS method. The source data comes from BPS-Statistics of Sumatera Utara Province, Bank Indonesia branch of Medan, and others sources references that relate to this research. The data used in this research is time series data from 1985 to 2006 (22 years). This research is hoped be able to give the description of information accurately about the influence of man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector to GRDP of agriculture sector.
The result of the research shows that the man power of agriculture sector, export of agriculture sector, and credit banking of agriculture sector give a significance influence to GRDP of agriculture sector with a determinant coefficient (R2) 95%.
ABSTRAK
Sumatera Utara berada di sekitar daerah khatulistiwa, yang berarti daerahnya memiliki potensi yang besar di sektor pertanian. Oleh sebab itu, pembangunan pertanian mutlak diperlukan mengingat sektor pertanian merupakan mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat Sumatera Utara dan salah satu motor penggerak pertumbuhan nilai tambah dan diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Kredit yang disalurkan untuk sektor-sektor pertanian diharapkan mampu memotivasi petani meningkatkan produksinya, sehingga hasil produksinya dapat diekspor. Dan selanjutnya tujuan akhir dari proses tersebut untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat tercapai.
Untuk menganalisis pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian, digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Bank Indonesia Cabang Medan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder yang bersifat time series dari tahun 1985 sampai 2006 (22 tahun). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang cukup akurat mengenai pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan sektor pertanian memberikan pengaruh yang signifikan terhadap PDRB sektor pertanian dengan koefisien determinasi (R2) 95%. Kata kunci: tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumatera Utara memiliki luas daratan sekitar 71.680 km2. Letaknya yang
berada dekat dengan garis khtulistiwa menyebabkan Sumatera Utara mengalami
iklim tropis basah dengan curah hujan berkisar antara 1.800 - 4.000 m per tahun dan
suhu udara beragam antara 12,40 – 34,20
Salah satu potensi tersebut dapat dilihat pada subsektor perkebunan. Seluruh
dunia tahu bahwa daerah yang paling cocok untuk menanam kelapa sawit adalah
daerah yang berada di sekitar khatulistiwa. Daerah di sekitar itu membentang dari
Afrika hingga Amerika Latin. Namun, ternyata tidak semua daerah yang berada di
sekitar khatulistiwa cocok untuk tanaman kelapa sawit karena unsur hara yang
terkandung dalam tanah tidak mendukung untuk tanaman kelapa sawit. Daerah yang
paling cocok dan memungkinkan kelapa sawit tumbuh dengan baik adalah Sumatera
(Suryopratomo, 2004:17). Selain kelapa sawit, Sumatera Utara juga dikenal dengan
kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah terkenal hingga Pulau Jawa, bahkan Eropa.
Masih banyak lagi potensi yang dimiliki, termasuk dari subsektor kehutanan,
peternakan, dan perikanan.
C. Dengan kondisi tersebut, Sumatera Utara
memiliki potensi yang besar di sektor pertanian.
Segala potensi yang ada harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Agar
potensi tersebut memberikan konstribusi yang nyata, maka sektor pertanian perlu
(2003:75), pembangunan adalah penciptaan sistem dan tata nilai yang lebih baik,
sehingga terjadi keadilan dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Pembangunan
pertanian harus mengantisipasi tantangan demokratisasi dan globalisasi untuk dapat
menciptakan sistem yang adil. Selain itu, harus diarahkan untuk mewujudkan
masyarakat sejahtera, khususnya petani, melalui pembangunan sistem pertanian dan
usaha pertanian yang mapan. Sistem tersebut harus berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan, dan desentralistik.
Pembangunan pertanian mutlak diperlukan mengingat pertanian merupakan
salah satu motor penggerak pertumbuhan output atau NT (nilai tambah) dan
diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini, pertanian
disebut sebagai sektor “pemimpin”. Artinya, semakin besar ketergantungan daripada
pertumbuhan NT di sektor-sektor lain terhadap pertumbuhan NT di sektor pertanian,
maka semakin besar peran sektor pertanian sebagai sektor pemimpin (Tambunan,
2003:121). Menurut Simatupang dan Syafa’at (dalam Tambunan, 2003:122), ada lima
syarat yang harus dipenuhi sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai
sektor kunci dalam perekonomian. Kelima syarat tersebut adalah strategis, tangguh,
artikulatif, progresif, dan responsif.
Pemberian label sektor pertanian sebagai sektor pemimpin semakin layak jika
melihat kondisi pada tahun 1997, masa di mana Indonesia mengalami krisis moneter
yang menjatuhkan perekonomian bangsa. Setahun setelah 1997, hampir semua sektor
di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang negatif. Sebagai akibatnya, PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto) Sumatera Utara juga ikut mengalami hal yang
mengalami pertumbuhan yang positif yakni sebesar 2,1 %. Pada tahun berikutnya
(akhir 1999), sektor pertanian bahkan mampu tumbuh mencapai 5,54 %. Sedangkan
sektor lainnya masih tertatih-tatih, bahkan ada sektor yang pertumbuhannya masih
negatif seperti sektor pertambangan dan penggalian, industri, serta keuangan.
Tabel 1.1
Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 1993 Sumatera Utara
Menurut Lapangan Usaha
Sumber : Bank Indonesia (BI) cabang Medan
Melihat kondisi terkini peran sektor pertanian sebagai sektor pemimpin belum
tergantikan. Pada tahun 2006, sektor pertanian masih merupakan penyumbang
terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara dengan konstribusi sebesar 24,33 %.
0
Distribusi Persentase PDRB Sumatera Utara ADHK 2000
Hal di atas dapat terjadi karena tahapan-tahapan pembangunan pertanian yang
selama ini dilakukan oleh pemerintah belum mengalami kemajuan yang pesat. Untuk
itu, dibutuhkan terobosan-terobosan baru serta keberanian untuk melakukan
reformasi agraria (agrarian reform) dan bukan hanya reformasi lahan (land reform).
Di masa mendatang, pendekatan pembangunan sudah seyogyanya mengacu pada
kaidah people driven (menggerakkan orang) jika ingin mewujudkan suatu pola
pembangunan yang berkeadilan dan bertanggungjawab. Artinya, politik
pembangunan benar-benar berpijak pada realitas bangsa saat ini dengan melakukan
perubahan seluruh tatanan menuju konsep people driven. Maksud konsep tersebut
produktivitasnya. Hal ini terkait dengan bagaimana mengubah struktur insentif dan
dukungan kepada petani (Dillon, 2004:28).
Produktivitas merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh sektor pertanian
di negara berkembang. Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, tenaga kerja
merupakan faktor produksi yang berlebihan atau faktor produksi yang paling kurang
terbatas dibandingkan dengan modal. Hal ini mengakibatkan peningkatan
produktivitas sulit dan tidak berguna dilakukan. Faktor tersebut yang membuat sektor
pertanian lambat berkembang (Daniel, 2002:88). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Makmun dan Akhmad Yasin (2003:1) di Indonesia mendukung pernyataan di
atas. Koefisien tenaga kerja tidak berdampak signifikan bahkan negatif terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa
produktivitas tenaga kerja sangat rendah, sehingga penambahan jumlah tenaga kerja
tidak berdampak pada peningkatan produksi.
Keadaan di atas tidak jauh berbeda dengan Sumatera Utara yang notabene
merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2006
dari 4.859.647 jiwa penduduk Sumatera Utara yang bekerja, sebanyak 49,64 %
diantaranya menafkahi hidupnya dari sektor pertanian. Sedangkan sisanya bekerja di
sektor perdagangan (19,21 %), jasa (11,81 %), industri (7,08 %), dan sektor-sektor
lainnya. Sektor pertanian memang memiliki tenaga kerja yang jauh lebih banyak
daripada sektor-sektor lain, namun keunggulan jumlah tersebut tidak diiringi
produktivitas yang baik.
Produktivitas yang rendah juga dapat dilihat dari sisi ekspor. Nilai FOB (free
sedangkan sektor industri masih lebih baik dengan US$ 3.798 juta. Begitu juga
dengan tahun-tahun sebelumnya, nilai FOB sektor industri selalu lebih tinggi
dibandingkan sektor pertanian.
Perkembangan Ekspor Sumatera Utara
Agar sektor pertanian dapat terus berkembang, maka perlu diperhatikan juga
faktor pendukung lainnya seperti modal kerja dan investasi. Modal kerja dan investasi
sangat bermanfaat dalam sektor pertanian, misalnya untuk pembangunan pabrik
pengolahan, pembelian mesin-mesin produksi, pembelian traktor, penyediaan sarana
irigasi, lembaga penyuluhan petani, dan sebagainya. Modal kerja dan investasi
tersebut dapat berasal dari modal pribadi atau pihak ketiga, seperti bank. Kredit dari
pihak ketiga atau perbankan sangat diharapkan oleh petani karena banyak dari
mereka yang ingin meningkatkan produksi, namun tidak memiliki dana yang
memadai. Disinilah peran perbankan dibutuhkan.
Walaupun petani membutuhkan kredit, namun sepertinya pihak perbankan
masih ragu untuk menyalurkannya dan petani pun enggan untuk meminjamnya dari
bank. Petani enggan meminjam dari bank karena mereka merasa syarat yang
dibutuhkan berbelit-belit, jaminan mereka tidak memadai, dan tingkat suku bunga
tinggi, dan sebagainya. Sementara perbankan ragu karena mereka menganggap
prospek sektor pertanian kurang menjanjikan, sehingga kemungkinan terjadinya
kredit macet besar. Minimnya dukungan perbankan terhadap sektor pertanian dapat
dilihat dari data yang dihimpun BPS. Pada tahun 2006, dari Rp 42.119.737 juta yang
disalurkan oleh perbankan, sektor pertanian hanya memperoleh Rp 6.616.401 juta
atau sekitar 15,71 %. Nilai kredit tersebut masih di bawah sektor industri,
perdagangan, dan sektor lain-lain. Begitu juga dengan tahun-tahun sebelumnya,
alokasi kredit untuk sektor pertanian selalu di bawah 20 %, kecuali tahun 2001.
Tabel 1.2
Perkembangan Kredit Perbankan Sektor Pertanian Sumatera Utara
2000 - 2006
Tahun Kredit Pertumbuhan (%) Persentase (%)
2000 1603,0 - 14,4
2001 3173,3 97,96 23,1
2002 2798,3 -11,82 17,9
2003 3982,6 42,32 19,6
2004 4193,1 5,29 15,2
2005 5381,3 28,34 14,7
2006 6616,4 22,95 15,7
Di samping semua kenyataan di atas, ada yang layak dibanggakan dari sektor
pertanian Sumatera Utara. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Sumatera Utara menjelaskan, pembangunan pertanian Sumatera Utara
berdasarkan angka ramalan (Aram) III Tahun 2007 seperti produksi padi sebesar
3.203.485 ton gabah kering giling (GKG) atau terdapat kenaikan sekitar 6,51%
dibandingkan dengan angka tetap tahun 2006, dimana produksi padi mencapai
3.007.636 ton. Sementara untuk tingkat nasional berdasarkan Aram III Badan Pusat
Statistik, ptoduksi GKG 2007 mencapai 57,05 juta ton atau meningkat sekitar 4,37 %
dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 54,66 juta ton.
Untuk komoditi jagung, Propinsi Sumut berada di atas target nasional.
Dimana berdasarkan dari Aram III tahun 2007 produksi jagung di Sumut sebesar
788.090 ton. Bila dibanding dengan angka tetap 2006 produksi jagung sebesar
682.042 ton atau naik 15,55%. Sementara pencapaian tingkat nasional berdasarkan
Aram III tahun 2007 produksi jagung nasional mencapai 13,28 juta ton atau
meningkat 14,39% dibandingkan dengan produksi jagung 2006 11,60 juta ton.
Perihal yang menggembirakan lainnya yakni secara agregat laju pertumbuhan
PDRB sektor pertanian Sumut tahun 2007 (sampai dengan triwulan III) telah
mencapai 6,98 % atau berada di atas pertumbuhan nasional yakni 4,62 %.
Berdasarkan keterangan di atas, Sumatera Utara memiliki potensi yang sangat
besar di sektor pertanian. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui seberapa besar
pengaruh tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan
sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara sektor pertanian, yang
adalah “Analisis Pengaruh Tenaga Kerja, Ekspor, dan Kredit Perbankan
Terhadap PDRB Sektor Pertanian Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis membuat perumusan masalah
sebagai berikut:
a. Apakah ada pengaruh jumlah tenaga kerja sektor pertanian terhadap PDRB
sektor pertanian Sumatera Utara?
b. Apakah ada pengaruh ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor
pertanian Sumatera Utara?
c. Apakah ada pengaruh kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB
sektor pertanian Sumatera Utara?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis
sebagai berikut:
a. Ada pengaruh positif antara jumlah tenaga kerja sektor pertanian terhadap
PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.
b. Ada pengaruh positif antara ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor
pertanian Sumatera Utara.
c. Ada pengaruh positif antara kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB
1.4 Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja sektor
pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ekspor sektor pertanian terhadap
PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit perbankan pertanian
terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.
1.5 Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya:
1. Guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi.
2. Sebagai bahan studi atau literatur bagi mahasiswa yang ingin mengetahui
tentang pengaruh tenaga kerja, ekspor, dan kredit terhadap PDRB.
3. Sebagai pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik
yang sama yang sudah ada sebelumnya.
4. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin
ilmu yang penulis tekuni.
5. Sebagai bahan masukan atau pemikiran bagi instansi yang terkait dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Sektor Pertanian
2.1.1 Klasifikasi Sektor Pertanian
Sektor pertanian Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi lima subsektor,
yaitu:
a. Subsektor Tanaman Bahan Makanan
1) Kelompok padi dan palawija, terdiri dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kacang tanah, kacang, kedelai, dan kacang hijau.
2) Kelompok sayur-sayuran, terdiri dari bawang merah, bawang putih,
bawang daun, kentang, kubis, sawi, wortel, lobak, kacang merah, kacang
panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam, kangkung,
bayam, ercis, dan kol bunga.
3) Kelompok buah-buahan, terdiri dari alpukat, jeruk , mangga, rambutan,
duku/langsat, durian, sawo, jambu biji, pepaya, pisang, nenas, salak,
manggis, nangka, sirsak, dan belimbing.
b. Subsektor Perikanan
1) Kelompok perikanan laut
a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan manyung, kerapu, kakap, ekor
kuning, cucut, bawal hitam, bawal putih, selar, teri, kembung,
b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang windu,
udang dogol, udang putih, dan udang lainnya serta kepiting.
c) Subkelompok binatang berkulit lunak, terdiri dari cumi-cumi,
kerang, dan remis.
d) Subkelompok binatang air lainnya, terdiri dari ubur-ubur, penyu,
dan teripang.
e) Subkelompok tanaman air, terdiri dari rumput laut.
2) Kelompok perikanan darat
a) Subkelompok ikan, terdiri dari ikan mas, tawes, mujair, gabus,
lele, sepat siam, bandeng, dan gurami.
b) Subkelompok binatang berkulit keras, terdiri dari udang galah,
udang putih, udang api-api, dan udang windu.
c. Subsektor Peternakan
1) Kelompok ternak besar, terdiri dari sapi, sapi perah, kerbau, dan kuda.
2) Kelompok ternak kecil, terdiri dari kambing, domba, dan babi.
3) Kelompok unggas terdiri dari ayam ras petelur, ayam ras pedaging, ayam
kampung, dan itik manila.
d. Subsektor Kehutanan
1) Hasil utama, terdiri dari log rimba, log pinus, kayu gergajian, kayu lapis,
PULP, block board, dan moulding.
e. Subsektor Perkebunan
1) Perkebunan rakyat, terdiri dari kelapa sawit, karet, kopi arabika, kopi
arabusta, kelapa, coklat, cengkeh, kemenyan, kulit manis, nilam,
tembakau, kemiri, tebu, pala, lada, kapuk, gambir, teh, aren, pinang,
vanili, jahe, kapulaga, jambu mente, dan sereh wangi.
2) Perkebunan negara, terdiri dari kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau,
kopi, dan tebu (SHS dan tetes).
2.1.2 Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi
Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
ekonomi tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga di Indonesia. Apabila
pembangunan pertanian berhasil, maka pembangunan ekonomi juga akan merasakan
imbasnya. Pembangunan pertanian, menurut Apriyantono (2005:2), pada hakekatnya
adalah pendayagunaan secara optimal sumberdaya pertanian dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan, yaitu membangun SDM aparatur profesional, petani
mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh, meningkatkan pemanfaatan
sumberdaya pertanian secara berkelanjutan, memantapkan ketahanan dan keamanan
pangan, meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian,
menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi
perdesaan, serta membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang
Tambunan (dalam Hidayat, 2004:3) menyatakan bahwa setidaknya ada
beberapa faktor yang bisa diungkapkan mengapa sektor pertanian menjadi penting
dalam proses pembangunan, yaitu:
a. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input
sektor lain, terutama sektor industri, seperti industri tekstil, industri makanan
dan minuman.
b. Sebagai negara agraris (kondisi historis), maka sektor pertanian menjadi
sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal proses
pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu
proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi
produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang
konsumsi, terutama produk pangan.
c. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri,
maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama
tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).
d. Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan
komparatif dibanding bangsa lain.
Sejalan dengan pemikiran Tambunan, Jhingan (2007:362) menyatakan bahwa
peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam hal:
a. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang
b. Meningkatkan permintaan akan produk industri, dan dengan demikian
mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan sektor tersier.
c. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal
bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus.
d. Meningkatkan penghasilan masyarakat untuk dimobilisasi pemerintah.
e. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian
guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri,
meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan
kerja, pemantapan ketahanan pangan, dan mendorong pemerataan kesempatan
berusaha.
Walaupun demikian, pembangunan pertanian masih dihadapkan kepada
sejumlah kendala dan masalah yang harus segera dipecahkan (Pemprovsu Bidang
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, 2005:4), antara lain:
a. Lahan tanaman pangan, seperti lahan sawah, cenderung berkurang karena
beralih fungsi menjadi areal perkebunan, industri, dan perumahan.
b. Masih terbatasnya akses petani dan nelayan terhadap sumber daya dan
infrastruktur.
c. Keterbatasan modal membatasi peningkatan pengelolaan hasil dan penerapan
teknologi.
d. Masih rendahnya peran lembaga petani untuk mendukung sektor pertanian.
e. Nilai tambah dan upaya-upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam
f. Rendahnya kemampuan penanganan dan pengolahan hasil perikanan.
g. Masih meningkatnya pencurian ikan atau illegal fishing oleh nelayan dan
kapal asing.
h. Meningkatnya illegal loggingsehingga mengakibatkan kerusakan hutan.
i. Belum terpenuhinya kebutuhan daging di Sumatera Utara sehingga Sumatera
Utara mengimpor dari luar negeri.
j. Masih terdapatnya penyakit hewan menular di Sumatera Utara.
Disamping permasalahan di atas, pembangunan pertanian juga dihadapkan
paling tidak pada delapan tantangan yang paling mendesak untuk segera ditangani,
yaitu:
a. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian.
b. Peningkatan ketahanan pangan dan penyediaan bahan baku industri.
c. Penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan.
d. Operasionalisasi pembangunan berkelanjutan.
e. Globalisasi perdagangan dan investasi.
f. Terbangunnya industri hasil pertanian sampai tingkat desa.
g. Sinkronisasi program pusat dan daerah sejalan era otonomi daerah, dan
h. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance).
Dengan memandang pentingnya dan besarnya peranan yang dapat diambil
maka pemerintah Sumatera Utara berusaha untuk mengoptimalkan sektor pertanian
tersebut dengan membuat program pembangunan yaitu:
a. Peningkatan Ketahanan Pangan.
c. Pengembangan Kesejahteraan Petani.
d. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan.
e. Program Pengembangan Sumber Daya Perikanan.
Program pembangunan di atas diwujudkan dalam bentuk kegiatan sebagai
berikut:
a. Meningkatkan ketersediaan bahan pangan dengan cara intensifikasi,
ekstensifikasi, diversifikasi bahan pangan, dan pengembangan agribisnis
didukung oleh sektor agropolitan (seperti pengembangan KSP/Koperasi
Simpan Pinjam, pengembangan Kawasan Agropolitan Sumatera Utara).
b. Meningkatkan peremajaan atau rehabilitasi kebun-kebun yang tua serta
mengembangkan teknologi pascapanen.
c. Melaksanakan pengawasan dan operasi pemberantasan illegal logging.
d. Pemberdayaan nelayan kecil melalui bantuan kapal dan alat tangkap yang
modern.
e. Melaksanakan pengawasan dan operasi pemberantasan illegal fishing di laut.
f. Mewujudkan swasembada protein hewani dengan kegiatan inseminasi
buatan.
g. Mengembangkan penggemukan ternak dan mencegah berjangkitnya wabah
penyakit hewan menular.
Dalam kurun waktu yang sangat panjang pembangunan pertanian selalu
diidentikkan dengan kegiatan produksi usahatani semata (proses budidaya atau
agronomi). Kondisi ini menyebabkan pada masa lalu kegiatan pertanian lebih
pembangunan sektor pertanian. Hal ini memberikan pandangan seakan-akan
pembangunan pertanian terlepas dengan pembangunan sektor-sektor lainnya dan juga
bukan merupakan bagian dari pembangunan wilayah. Dengan orientasi kepada
produksi, memang kita telah relatif mampu menyediakan pangan dan bahan baku
industri domestik. Namun keberhasilan peningkatan produksi pertanian tersebut
ternyata belum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petaninya. Hal ini antara lain
karena kebijakan di bidang produksi tidak diikuti oleh kebijakan pendukung lain
secara sinergis. Kondisi pembangunan pertanian seperti itu antara lain berkaitan
dengan pembinaan pembangunan pertanian yang masih tersekat-sekat oleh banyak
departemen, sehingga kebijakan pengembangan pertanian seringkali tidak sinkron
antar lembaga terkait akibat perbedaan kepentingan dari masing-masing departemen
(Apriyantono, 2005:2).
Belajar dari kelemahan tersebut, sejak Pelita (Pembangunan Lima Tahun) VI
pembangunan pertanian dilakukan melalui pendekatan pembangunan agribisnis.
Pembangunan agribisnis, yang pada hakekatnya menekankan kepada tiga hal, yaitu
a. Melalui pembangunan agribisnis, pembangunan pertanian ditingkatkan dari
pendekatan produksi ke pendekatan yang berdasarkan bisnis. Dengan
orientasi kepada bisnis maka aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar
pertimbangan utama.
b. Dalam pembangunan agribisnis pembangunan pertanian bukan semata
pembangunan sektoral namun juga terkait dengan lintas/inter-sektoral.
Pembangunan pertanian sangat terkait/ditentukan oleh agroindustri hilir,
c. Pembangunan pertanian bukan sebagai pembangunan pengembangan
komoditas secara parsial, melainkan sangat terkait dengan pembangunan
wilayah, khususnya perdesaan yang berkaitan erat dengan upaya-upaya
peningkatan pendapatan masyarakat pertanian.
Pada dasarnya pelaku pembangunan pertanian adalah masyarakat dan sektor
swasta. Pemerintah berperan memfasilitasi bagi peningkatan sebesar-besarnya
partisipasi masyarakat tersebut, serta mengatur agar pelaksanaan pembangunan
berjalan secara adil. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Departemen Pertanian telah
menetapkan perlunya jiwa (spirit) dan nilai (value) yang merupakan ruh
pembangunan yang melandasi penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan,
khususnya sektor pertanian, tanpa dilandasi ruh yang menjadi dasar pijakan akan
kehilangan arah dan semangat yang akhirnya dapat menyimpang dari tujuan dan
sasaran pembangunan. Apalagi kegiatan sektor pertanian yang obyek
pembangunannya adalah benda hidup, yakni manusia, hewan, tanaman dan
lingkungannya, maka ruh pembangunan sangat diperlukan, agar pembangunan tidak
bersifat eksploitatif dan merusak kelestarian dari obyek pembangunan. Ruh
pembangunan pertanian dimaksud adalah bersih dan peduli. Bersih berarti bebas dari
KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), amanah, transparan dan akuntabel. Peduli
berarti memberikan fasilitasi, pelayanan, perlindungan, pembelaan, pemberdayaan,
dan keberpihakan terhadap kepentingan umum (masyarakat pertanian) di atas
2.1.3 Visi dan Kebijakan Sektor Pertanian Indonesia
Visi pembangunan pertanian sampai tahun 2025 adalah: “Terwujudnya sistem
pertanian industrial berkelanjutan yang berdayasaing dan mampu menjamin
ketahanan pangan dan kesejahteraan petani”.
Secara lebih spesifik sasaran jangka panjang yang perlu ditempuh adalah:
a. Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing.
b. Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri.
c. Terciptanya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian, dan
d. Hapusnya masyarakat petani miskin dan meningkatnya pendapatan petani.
Untuk mencapai sasaran-sasaran besar di atas, maka arah kebijakan yang
perlu dilakukan adalah:
a. Meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian;
b. Mewujudkan sumberdaya insani pertanian yang berkualitas;
c. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian;
d. Mewujudkan sistem inovasi pertanian;
e. Mewujudkan system pembiayaan pertanian tepat guna;
f. Mewujudkan kelembagaan pertanian yang kokoh;
g. Menyediakan sistem insentif dan perlindungan bagi petani;
h. Mewujudkan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan;
i. Menerapkan praktek pertanian yang baik; dan
j. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan
Dalam periode 2005-2009, pembangunan pertanian diarahkan untuk mencapai
visi: “terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan,
peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian serta peningkatan
kesejahteraan petani”.
Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara
optimal sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu:
a. Membangun SDM (Sumber Daya Manusia) aparatur profesional, petani
mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh;
b. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan;
c. Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan;
d. Meningkatkan dayasaing dan nilai tambah produk pertanian;
e. Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas
ekonomi perdesaan; dan
f. Membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak
kepada petani.
Sejalan dengan visi pembangunan pertanian seperti dikemukakan di atas,
maka misi yang akan dilaksanakan oleh Departemen Pertanian adalah:
a. Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas
moral yang tinggi;
b. Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan;
c. Mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan
d. Mendorong peningkatan peran sektor pertanian terhadap perekonomian
nasional;
e. Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan
pelayanan;
f. Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan
pertanian dalam sistem perdagangan domestik dan global.
Dalam rangka mewujudkan berbagai tujuan pembangunan di atas, paling tidak
ada tujuh strategi umum yang akan ditempuh, yaitu:
a. Melaksanakan manajemen pembangunan yang bersih, transparan dan bebas
KKN,
b. Meningkatkan koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan manajemen
pembangunan pertanian,
c. Memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan,
d. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan SDM pertanian,
e. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian,
f. Meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna, dan..
g. Mempromosikan dan memproteksi komoditas pertanian.
Dalam lima tahun mendatang, program pembangunan pertanian akan
difokuskan pada:
a. Peningkatan ketahanan pangan,
b. Peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian, dan
Ketiga program tersebut secara bertahap diharapkan mampu meningkatkan
kinerja sektor pertanian yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan petani.
Disamping itu, pembangunan pertanian juga sangat memerlukan dukungan
kebijakan dari sektor lain. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan makro, kebijakan
pengembangan industri, kebijakan perdagangan, kebijakan pengembangan
infrastruktur, kebijakan pengembangan kelembagaan, serta kebijakan pendayagunaan
dan rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan.
2.2 Produk Domestik Regional Buto (PDRB)
2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB. PDRB pada dasarnya merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari
PDRB akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah, serta ekspor bersih.
Konsumsi (consumption) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah
tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok: barang tidak tahan lama, barang
tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nonderable goods) adalah
barang-barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian.
Barang tahan lama (durable goods) adalah barang-barang yang memiliki usia
panjang, seperti mobil dan televisi. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan
untuk konsumen oleh individu dan perusahaan, seperti potong rambut dan berobat ke
Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk
penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok: investasi
tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis
adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi
adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Sedangkan investasi
persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika investasi
gagal, maka investasi persediaan negatif).
Pengeluaran pemerintah (government expenditure) adalah barang dan jasa
yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Kelompok ini
meliputi peralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah.
Ini tidak termasuk pembayaran transfer kepada individu, seperti jaminan sosial dan
kesejahteraan, karena merealokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat
perubahan dalam barang dan jasa.
Ekspor bersih (nett export) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke
negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor
bersih menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita,
yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.
Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga
berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur
inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang
atau 2000. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa
meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik
atau harga turun.
Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui,
maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB, juga disebut dengan deflator
harga implisit untuk PDRB, didefenisikan sebagai rasio PDRB atas harga berlaku
terhadap PDRB atas harga konstan.
Deflator PDRB =
Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh
tingkat harga dalam perekonomian.
2.2.2 Metode Penghitungan PDRB
a. Metode Langsung
1) Pendekatan Produksi (Production Approach)
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di suatu
wilayah dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan
NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB) dari barang dan jasa tersebtu
dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.
Y = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQ
PDRB atas harga berlaku
n
Di mana :
P1, P2,…, Pn = Harga satuan produk pada satuan masing-masing
sektor ekonomi
Q1, Q2,…,Qn
2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
= Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor
ekonomi
Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat
menghindari adanya perhitungan ganda.
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah
dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan (laba); semuanya
belum dipotong pajak pengahasilan dan pajak langsung lainnya.
Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan
pajak tidak langsung neto.
Y = Yw + Yr + Yi + Yp
Di mana :
Y = Pendapatan nasional atau PDB
Yw = Pendapatan upah / gaji
Yr = Pendapatan sewa
Yi = Pendapatan bunga
3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan
untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu
wilayah tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini,
penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang
dan jasa yang diproduksi.
Y = C + I + G + (X – M)
Di mana :
Y = PDB (Pendapatan Domestik Bruto)
C = Pengeluaran Rumah Tangga Konsumen untuk konsumsi
I = Pengeluaran Rumah Tangga Perusahaan untuk investasi
G = Pengeluarana Rumah Tangga Pemerintah
(X-M) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri
Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja,
untuk menghindari adanya perhitungan ganda.
b. Metode Tidak Langsung (Alokasi)
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan
mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok
paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan
ekonomi tersebut.
2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional
Data statistik pendapatan regional memberikan informasi yang berguna
mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi (Sukirno, 2004:55), yaitu:
a. Menilai prestasi kegiatan ekonomi.
Semakin tinggi pendapatan regional, semakin besar jumlah output
yang diciptakan dalam suatu wilayah dan semakin tinggi kapasitas
barang-barang modal yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan. Kenaikan
pendapatan regional juga berkaitan erat dengan kenaikan kesempatan kerja.
Apabila tingkat pengangguran masih tinggi, keadaan itu menggambarkan
bahwa pendapatan regional yang dicapai masih di bawah potensi maksimal.
b. Menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Dengan membandingkan statistik pendapatan riil pada suatu tahun
tertentu dengan pendapatan riil pada tahun-tahun sebelumnya akan dapat
ditentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.
c. Memberi informasi mengenai struktur kegiatan ekonomi.
Data pendapatan regional yang dihitung dengan cara pengeluaran
menunjukkan nilai dan komposisi pengeluaran agregat, seperti konsumsi
rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, ekspor, dan impor.
Data pendapatan yang dihitung dangan cara produk neto memberikan
menunjukkan nilai output yang mereka menciptakan dan persentase
sumbangan berbagai sektor terhadap pendapatan regional.
d. Memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran.
Tingkat kemakmuran penduduk suatu regional dapat diketahui melalui
pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk tersebut.
e. Sebagai dasar untuk membuat ramalan dan perencanaan.
Data pendapatan regional pada masa kini dan masa lalu dapat memberi
informasi penting mengenai ciri-ciri dari kegiatan ekonomi, seperti dapat
menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dan
sektor-sektor yang mewujudkan pertumbuhan tersebut, perkembangan ekspor dan
investasi, dan berbagai informasi penting lainnya. Berdasarkan data tersebut,
pemerintah dapat merumuskan kebijakan ekonomi untuk mewujudkan
pembangunan di masa mendatang, seperti meramalkan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang akan dicapai, perkembangan investasi dan ekspor, dan
sebagainya.
2.3 Tenaga Kerja
2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja
Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk
dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja
dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih,
seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan
kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain
bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu penduduk
yang bekerja (sering disebut pekerja), dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang
mencari pekerjaan.
Gambar 2.1
Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)
Dengan demikian angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang
bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan
meru-pakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan
untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.
Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk yang
berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu PENDUDUK
TENAGA KERJA BUKAN
TENAGA KERJA
ANGKATAN KERJA
BUKAN ANGKATAN KERJA
BEKERJA TIDAK BEKERJA DAN MENCARI
negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga
mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.
Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau
perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan
kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.
2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah
ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran
tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho dalam
Subri, 2006:56). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran
dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih
besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor).
W
We
0 Ne N
D E
Gambar 2.2
Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Keterangan gambar:
(1).Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan
jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le pada tingkat
upah keseimbangan We. titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Pada
tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat
bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut
full employment pada tingkat upah We
(2).Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W .
1,
penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL).
Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2,
W
Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja
sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian, ada orang yang
menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.
(3).Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah
W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga
kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat
upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2
a. Adam Smith (1729 – 1790)
.
Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya:
Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama
yang menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak
ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat
bagi kehidupan.
Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal
pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai
dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain,
alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi
pertumbuhan ekonomi.
b. Lewis (1959)
Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu
masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor
akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di
terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor subsisten terbelakang, tidak
hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti
pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten
terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten
terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang
relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya upah
pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk
merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern
perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan
penawaran pekerja di sektor subsisten terbelakang akan diserap.
Bersamaan dengan terserapnya kelebiham pekerja di sektor industri
modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat.
Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat
pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.
Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran
pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya
kelbihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan,
dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang
ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan
pernah menjadi “terlalu banyak”.
c. Fei-Ranis (1961)
Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang
diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak
pengangguran, dan tingkta pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam
kondisi kelebihan buruh yakni:
1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian)
dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.
2) Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi
memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh,
dialihkan pula ke sektor industri.
3) Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat
buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan
upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke
sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan
pertambahan produksi dan perluasan usahanya.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja
a. Tingkat Upah
Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi
perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya
produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang
dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik,
tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk
mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat
mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi
(scale effect).
Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal
yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk
menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja
akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi
(substitution effect).
b. Teknologi
Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi
berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja
belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat
terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang
lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam
kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam
menentukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk
menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada
kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan
c. Produktivitas tenaga kerja
Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh
seberapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk
menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan
produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan
karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat
diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.
Arsyad Anwar (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa
produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu
perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan,
pendidikan, dan kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha,
perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output
dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi. Di lain
pihak, Basri (dalam Kasnawi, 1999:3) mengemukakan bahwa tinggi
rendahnya produk-tivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan
kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena
pemanfaatan kapasitas produksi rendah.
d. Kualitas Tenaga Kerja
Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan
pembahasan mengenai produktivitas. Mengapa demikian. karena dengan
meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan,
ketrampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.
e. Fasilitas Modal
Dalam prakteknya faktor-faktor produksi baik sumber daya
manusia maupun yang non sumber daya manusia seperti modal tidak
dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu
industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka
semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan
tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi
faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menambah modalnya, maka
jumlah tenaga keja yang diminta juga bertambah.
2.4 Ekspor
2.4.1 Pengertian Ekspor
Menurut Undang-undang Perdagangan Tahun 1996 Tentang Ketentuan
Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean.
Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia .
Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan
barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri
sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing
2.4.2 Teori Tentang Ekspor (Perdagangan Internasional)
Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh
faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor-faktor-faktor keunggulan kompetitif.
Inti dari paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam
persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik
dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas
dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan
kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan
lainnya dengan keunggulan komparatif adalah, bahwa keunggulan kompetitif sifatnya
lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya
manusia (Tambunan, 2001).
Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor
(perdagangan internasional), yaitu:
a. Adam Smith (1729 – 1790)
Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut
(absolute advantage)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni
perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu
negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang
tertentu, di mana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak
memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak
memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan
efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada
efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses
produksi yang sangat menetukan keunggulan atau tingkat daya saing.
b. David Ricardo
David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif
(comparative adavantage)”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori
keunggulan absolut milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan
internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki
keunggulan absolut terhadap kedua barang yang diciptakan. Misalnya,
Indonesia unggul secara absolut atas Vietnam dalam memproduksi beras dan
buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan
komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah
satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan
berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, di mana
Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan
antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing negara memilki
biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda.
Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik
pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu suatu barang ditentukan
oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah
tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam
model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain