• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi radioekologi kelautan di perairan pesisir Sumenep Pulau Madura: status konsentrasi 137cs dan 239/240pu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi radioekologi kelautan di perairan pesisir Sumenep Pulau Madura: status konsentrasi 137cs dan 239/240pu"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN

PESISIRSUMENEP PULAU MADURA: STATUS

KONSENTRASI

137

Cs DAN

239/240

Pu

KHOLILI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

KONDISI RADIOEKOLOGI KELAUTAN DI PERAIRAN

PESISIR SUMENEP PULAU MADURA: STATUS

KONSENTRASI

137

Cs DAN

239/240

Pu

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Oleh:

KHOLILI

108096000034

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYAN SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KATYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2015

(6)

ABSTRAK

KHOLILI.

Kondisi Radioekologi Kelautan di Perairan Pesisir Sumenep Pulau

Madura: Status Konsentrasi

137

Cs dan

239/240

Pu. Dibimbing oleh

Heny Suseno dan

Adi Riyadhi

Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran aktivitas

137

Cs dan

239/240

Pu

pada sampel air laut dan sedimen yang berasal dari Perairan Pesisir Sumenep

Pulau Madura. Sampel diambil di tiga titik yang berbeda berdasarkan pada titik

kordinat. Penentuan

137

Cs dalam air laut menggunakan resin heksasinoferat dari

sejumlah air laut secara batch dan kolom yang kemudian diukur dengan

spektrometri gamma. Matrik penukar ion heksasianoferat dibuat dengan

mereaksikan silika gel dengan kalium heksasianoferat dan tembaga klorida. Hasil

pengukuran

137

Cs pada sampel air laut berkisar sebesar 0,005-0,09 mBq/l dan

sampel sedimen berkisar sebesar 0,05-1,75 mBq/l. Penentuan

239240

Pu pada

sampel air laut menggunakan metode α

-spektrometri. Prosedur analisis

melibatkan tahapan analisis yang komplek. Prekonsentrasi sampel bervolume

besar dan tahap pemurnian analit menggunakan resin penuikar ion sebagai

perlakuan awal sebelum analit dianalisis. Hasil pengukuran

239/240

Pu pada sampel

air laut adalah berkisar sebesar 0,38-4.5 mBq/m

3

dan sampel sedimen adalah

berkisar sebesar 0,001-0,037 Bq/kg. Hasil ini apabila dibandingkan dengan

penelitian

137

Cs dan

239/240

Pu di Perairan Laut Dunia maka Kondisi Radioekologi

Kelautan di Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura tidak terkontaminasi oleh

kecelakaan nuklir Fukushima Dai-ichi Jepang.

(7)

ABSTRACT

KHOLILI

. Marine Radioecological Monitoring At Coastal of Madura Island:

The Consentration of

137

Cs and

239/240

Pu Guided by

Heny Suseno and Adi

Riyadhi

In this research, Analyze of determination

137

Cs and

239/240

Pu have been

done in sea water and sediment from Madura Island. The samples have been

collected from three point sampling according to a cordinate. The

hexacyanoferrate ion exchanger matrix had been prepared by performing the

reaction of silica gel supported with potassium hexacyanoferrate and copper (II)

chloride. In order to test the performance of the ion exchanger, a batch experiment

was performed. A known activity of

137

Cs was used to spike of seawater then

added the hexacyanoferrate resin. The separated hexacyanoferrate resin then

counted with gamma spectrometer. The result of determination

137

Cs were

0,005-0,09 mBq/l activities in sea water and the result of sediment were 0,05-1,75 mBq/l

. Determination of

239/240

Pu from sea water samples used

α

-spectrometri.

Analysis procedures involved complex step of analytical technique.

Preconcentration from great volume sample and purification of analyte using

ion-exchange agent is needed as samples pretreatment before analyzed. The result of

239/240

Pu from samples sea water were 0,38-4,5 mBq/m

3

and the result of sediment

samples were 0,001-0,037 Bq/kg. This result if a combine whit the result research

137

Cs and

239/240

Pu in word coastal, so the condition of radioecology of

enviromental Madura Island have been not contamination by nuklir accident of

Fukushima Dai-ichi Japan.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah memberikan

kekuatan, hidayah serta limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi dengan judul

“Kondisi Radioekologi Kelautan di

Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura: Status Konsentrasi

137

Cs dan

239/240

Pu”.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini penuh dengan

ketidaksempurnaan sehingga penulis akan sangat berterima kasih apabila ada kritik

dan saran yang nantinya akan menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Skripsi ini bukan

hal yang istimewa, tapi penulis berharap skripsi ini memberikan wawasan dan

pengetahuan. Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa pihak-pihak yang terus

memberikan bimbingan serta dukungan kepada penulis, Oleh sebab itu penulis

ucapkan terima kasih kepada:

1.

Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2.

Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Dr. Heny Suseno, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberi bimbingan

kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

4.

Adi Riyadhi, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan bimbingan kepada penulis.

(9)

laboratorium yang telah memberikan bimbingan dan arahan penelitian dan

skripsi ini.

6.

Siti Nurbayti, M.Si selaku Pembimbing Akademik dan seluruh Dosen

Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan memberikan

manfaat dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7.

Ayah dan Ibu, yang selalu mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan

memberikan dukungan moril serta materil kepada penulis.

8.

Adikku tercinta Hannawiyah, yang selalu memotivasi penulis dan

memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.

9.

Teman-teman Mahasiswa Program Studi Kimia Angkatan 2008 yang selalu

mendukung dan memotivasi penulis.

Teman-teman Forum Mahasiswa Madura FORMAD Jabodetabek. Serta

semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, mudah-mudahan

bantuan, bimbingandan dukunganserta semangat dan do’a yang telah diberikan

menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu

pengetahuan umumnya.

Jakarta, Januari 2015

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Hipotesis ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1,5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Laut ... 7

2.2. Radioekologi ... 9

2.3. Radioaktivitas ... 11

2.4. Jenis-jenis Radionuklida ... 12

2.4.1. Radionuklida Alam ... 12

2.4.1.1. Radionuklida Primordial ... 12

2.4.1.2. Radionuklida Kosmogenik ... 13

2.4.2. Radionuklida Buatan ... 15

2.4.2.1. Radionuklida dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ... 15

(11)

2.5. PLTN Fukushima ... 16

2.6. Radiasi Alfa ... 21

2.7. Radiasi Gamma ... 22

2.8. Spektrometer Sinar Alfa ... 24

2.9. Spektrometer Sinar Gamma ... 25

2.10. Plutonium (Pu) ... 27

2.11. Cesium ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 2.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

3.2. Alat dan Bahan ... 32

3.2.1. Alat ... 32

3.2.2. Bahan ... 32

3.3.Prosedur Kerja ... 33

3.3.1. Analisis 137Cs ... 33

3.3.2. Pre-Konsentrasi Pu ... 33

3.3.2.1 Analisis Pu ... 34

3.3.2.2 Elektrodeposisi ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura ... 36

4.2. Radiocesium-137(137Cs) ... 38

4.3. Radioplutonium-239/240(239/240Pu) ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 46

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR

[image:13.612.106.539.109.554.2]

Halaman

Gambar 1. Zona Laut Berdasarkan Kedalamannya ... 9

Gambar 2. Peluruhan deret uranium ... 13

Gambar 3. Ledakan Hidrogen ... 19

Gambar 4. Bangunan reaktor sebelum dan sesudah Ledakan Hidrogen ... 20

Gambar 4. Spektrometer Alfa ... 24

Gambar 6. Skema Alat Spektrometer Gamma ... 26

Gambar 7. Skema peluruhan

137

Cs... 31

(14)

DAFTAR TABEL

[image:14.612.109.540.101.550.2]

Halaman

Tabel 1. Radionuklida Kosmogenik ... 14

Tabel 2. Radionuklida Buatan ... 15

Tabel 3. Kondisi Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura ... 37

Tabel 4. Aktivitas 137Cs Pada Air Laut ... 38

Tabel 5. Aktivitas 137Cs Pada Sampel Sedimen ... 40

Tabel 6. Aktivitas 137Cs di beberapa perairan laut South China Sea (SCS) ... 41

Tabel 7. Aktivitas 239/240Pu Pada Sampel Air Laut ... 44

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Proses Pembuatan

Catridge Filter

... 52

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kontaminasi zat radioaktif dilingkungan terjadi sejak tahun 1940-an,

mulai dari percobaan senjata nuklir, kecelakaan senjata nuklir dan buangan limbah

radioaktif di masa lalu. Prilaku zat radioaktif di lingkungan sangat bervariasi

antara lain: terdispersi di udara, terkoorpresipitasi dalam sedimen, dan

terakumulasi dalam biota dan aquatik dan sebagainya. Radioekologi berkembang

menjadi kajian ilmiah yang secara sistematis menelaah perilaku, distribusi dan

mekanisme perpindahan radionuklida dalam berbagai ekosistem (Dahlgaard,

1991).

Pemanfaatan radionulida buatan saat ini sudah sangat luas, sehingga

mengakibatkan lingkungan menerima konsekuensi ekologis berupa peningkatan

radiasi latar yang pada gilirannya berdampak pada kualitas lingkungan ditinjau

dari aspek radioekologi (Odum, 1993). Sejak saat itu, penelitian-penelitian

mengenai radionuklida banyak dilakukan di berbagai negara, termasuk di

Indonesia.

Isotop radioaktif dari cesium terlepas ke udara dari kebocoran/kecelakaan

pembangkit tenaga nuklir, limbah radioaktif dan percobaan senjata nuklir.

Radiocesium dapat bertahan lama di udara sebelum jatuh ke tanah. Di dalam tanah

maupun air, kebanyakan materi cesium larut dalam air. Masing-masing

(17)

gelombang radiasi gamma (γ). Radiocesium dapat berbahaya baik bagi

lingkungan maupun bagi manusia apabila terpapar dalam dosis yang tinggi.

Bencana tsunami yang telah menghancurkan beberapa kota di Jepang salah

satunya Fukushima, tempat salah satu pusat reaktor nuklir di Jepang. Kecelakan

nuklir Fukushima Jepang akibat gempa bumi yang diikuti tsunami pada tanggal

11 Maret 2011 telah melepaskan radionuklida produksi fisi seperti 131I (t1/2 28,1

hari), 134Cs (t1/2 2,06 tahun) dan 137Cs (t1/2 30,2 tahun) ke atmosfer, daratan dan

lingkungan laut (M. Inoue et al, 2012).Pada bencana alam tersebut reaktor nuklir

Fukushima Jepang mengalami kerusakan yang parah disebabkan karena sistem

pendingin mengalami kegagalan akibat pasokan listrik tidak ada. Kegagalan

sistem pendingin tersebut menyebabkan terjadi pelelehan bahan bakar nuklir

sehingga berbagai 239/240Pu hasil belah fisi terlepas kedalam air laut. Pelepasan bahan bakar nuklir ini banyak tersebar ke wilayah utara dan juga tidak menutup

kemungkinan akan tersebar ke wilayah selatan dari tempat kejadian kecelakaan

tersebut. Penyebaran kontaminan radioaktif antara lain 131I, 137Cs telah terdeteksi di bumi bagian utara (Amerika dan Eropa) (Bowyer et al, 2011).

Kecelakaan nuklir Fukushima tersebut, meskipun bukan berasal dari

ledakan nuklir, namun tetap memberikan dampak psikologis bagi penduduk

diseluruh dunia. Lepasan radionuklida 239/240Pu di Samudera Pasifik tersebut dikhawatirkan sampai ke perairan Indonesia melalui Arus Lintas Indonesia

(ARLINDO). Kekhawatiran ini disebabkan Indonesia terletak diantara dua

samudera besar di dunia, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Dalam

(18)

Tenaga gesekan angin ini berfungsi mendorong massa air Pasifik ke arah barat,

sehingga terjadilah penumpukan massa air di Pasifik bagian barat yang berada

dekat dengan Indonesia. Sebagai akibat terjadinya perbedaan tinggi permukaan

air, terjadilah perpindahan massa air dari Samudera Pasifik menuju Samudera

Hindia melalui rute Indonesia. Inilah yang disebut dengan Arus lintas Indonesia

(ARLINDO) (Wyrtki K. 1961).

Selama ini Indonesian Troughflow (ITF) lebih banyak diketahui

merupakan aliran dari Samudra Pasifik ke Samudera Indonesia melewati Selat

Makasar. Menurut Global Drifter Programi dari Agustus 1988 sampai

dengan Juni 2007 terindikasi Selat Karimata merupakan saluran penting

lainnya untuk ITF dari laut Cina Selatan ke perairan laut Indonesia.

Menurut fakta jumlah drifter yang melalui Selat Karimata lebih tinggi

(Susanto, et al, 2009).

Mengacu pada aliran laut di Jepang dimana karakteristik arus Kurosio

Current membawa massa air sepanjang pesisir Jepang bagian timut ke lautan

terbuka. Cabang dari Kuroshio juga membawa massa air ke lautan

Pasifik (Maderich, et al, 2013). Arus Samudra Pasifik pada akhirnya masuk

ke perairan Jawa melalui ITF (Suseno, Heny. 2013). Namun demikian hasil

analisis 137Cs tidak menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum kecelakaan nuklir Fukushima. Disisi lain hasil penelitian ini juga

tidak terdeteksi 134Cs yang juga merupakan karakter dari lepasan di Fukushima. Disisi lain terdapat argumen dimana massa air laut dari Jepang

(19)

waktu transit antara Samudra Pasifik arah utara-barat dan wilayah

katulistiwa diestimasi sekitar 10 -15 tahun (IRSN, 2011). Sebagian dari massa

air Samudera Pasifik bagian utara mengalir ke Samudera Hindia melalui

wilayah laut Indonesia menuju belahan selatan Samudera Atalantik

dimana waktu perpindahannya diestimasi 30 – 40 tahun (IRSN, 2011).

Perairan Indonesia termasuk perairan Pulau Madura sangat dimungkinkan

menerima inputan radionuklida dari kecelakaan nuklir Fukushima Dai-ichi

Jepang. Radionuklida yang dimungkinkan masuk ke perairan Indonesia adalah

radionuklida 137Cs dan 134Cs (Suseno, Heny dan Prihatiningsih, W.R, 2014). Kecelakaan nuklir Fukushima Jepang dimungkinkan juga melepaskan

radionuklida 239/240Pu yang merupakan produk fisi dari reaktor nuklir tersebut. Radionuklida 239/240Pu merupakan produk fisi yang dapat berpindah dari satu kompartemen ke kompartemen lingkungan lainnya. Karena kurang lebih 70,8%

permukaan bumi adalah lautan, maka radionuklida 239/240Pu tersebut akan lebih banyak jatuh dan tertampung di lautan, terutama Samudera Atlantik, Arktik dan

Samudera Pasifik yang letaknya berada relatif dekat dengan Chernobyl (IAEA,

2005).

Monitoring lingkungan di perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura sangat

penting untuk dilakukan pasca kecelakaan nuklir Fukushima Dai-ichi Jepang

untuk mengetahui efek atau dampak dari kecelakaan nuklir tersebut khususnya

(20)

di perairan Indonesia sehingga perlu dilakukan inventarisasi untuk mengantisipasi

kecelakaan-kecelakaan nuklir yang akan terjadi dimasa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah

Aspek-aspek yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Radioisotop137Cs yang terlepas dari kecelakaan nuklir Fukushima dimungkinkan memasuki perairan Indonesia termasuk Perairan Pesisir

Sumenep Pulau Madura.

2. Radioisotop 239/240Pu walaupun bersifat partikel reaktif dan sulit tersebar keperairan Indonesia tetapi proses geobiokimia seperti tersuspensi

sedimen menjadi partikulat yang larut dalam air memungkinkan terbawa

oleh arus laut dan memasuki perairan Indonesia, Disisi lain base line

data 239/240Pu di perairan laut Indonesia sangat sedikit sehingga data kosentrasi 239/240Pu sangat diperlukan Indonesia dalam lingkungan laut Indonesia.

3. Konsentrasi137Cs dan 239/340Pu perlu dilakukan inventarisasi untuk memperoleh data dasar (baseline) sehingga jika terjadi kecelakaan nuklir

di wilayah atau kawasan Asia Pasifik dapat diantisipasi dampaknya

terhadap lingkungan laut Indonesia.

1.3 Hipotesis

1. Konsentrasi 137Cs di Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura masih berada pada backround level atau hampir sama dengan konsentrasi

(21)

2. Konsentrasi 239/240Pu di Perairan Pesisir Pulau Madura masih berada pada

backround level atau hampir sama dengan konsentrasi sebelum kecelakaan

nuklir Fukushima Dai-ichi Jepang.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Memperoleh base line data konsentrasi137Cs dan 239/240Pu di Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura setelah terjadi kecelakaan nuklir

Fukushima Dai-ichi Jepang.

2. Mengetahui kondisi radioekologi kelautan diperairan Pesisir Sumenep

Pulau Madura khususnya aktivitas 137Cs dan 239/240Pu pasca kecelakaan nuklir Fukushima Jepang.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai kondisi

radioekologi kelautan di Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura dan menjadi

acuan data (Base Line) apabila terjadi kecelakaan nuklir di masa yang akan datang

sehingga kondisi perairan Indonesia tetap berada pada backround level aman

khususnya Madura serta dapat diperkirakan dampak yang mungkin ditimbulkan

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laut

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (2008) pengertian

laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang

menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau-pulau. Bumi yang kita

huni dipenuhi air. Sekitar 79,8% dari permukaan bumi yang luasnya 510 juta

kilometer persegi merupakan wilayah laut dan samudra. Luas keseluruhan laut

dan samudra kurang lebih 361 juta kilometer persegi ( Hutabarat, et al, 2008).

Menurut cara terjadinya, ada tiga jenis laut, yaitu sebagai berikut (Kusuma

Atmadja dan Mochtar, 1978).

1. Laut Ingresi, yaitu laut yang terjadi karena adanya penurunan dasar

laut dengan kedalaman lebih dari 200 meter.

2. Laut Transgresi (laut yang meluas), yaitu laut yang terjadi karena

adanya peninggian permukaan air laut dengan kedalaman kurang dari

200 meter.

3. Laut Regresi (laut yang menyempit), yaitu penyempitan laut yang

terjadi karena adanya pengendapan oleh batuan (pasir, lumpur, dan

lain-lain) yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di laut

tersebut.

Sedangkan menurut letaknya, laut dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai

(23)

1. Laut Tepi adalah laut yang berada di tepi benua.

2. Laut Pedalaman adalah laut yang yang hampir seluruhnya dikelilingi

oleh daratan benua .

3. Laut Pertengahan adalah laut yang berada di antara benua-benua.

Kedalaman dasar laut tidak sama. Tingkat-tingkat kedalaman dasar laut

dibedakan ke dalam bagian-bagian wilayah (zona) berikut (Kusuma Atmadja dan

Mochtar.1978).

1. Zona Litoral atau pesisir, yaitu daerah pantai yang terletak di antara

garis pasang naik dan pasang surut.

2. Zona Neritik (laut dangkal), yaitu dari batas garis pasang surut sampai

kedalaman 150 meter.

3. Zona Batial (wilayah laut dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki

kedalaman antara 150 meter dan 1.800 meter.

4. Zona Abisal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang

memiliki kedalaman antara 1.800 meter dan 5.000 meter.

5. Zona Hadal (wilayah laut paling dalam), yaitu wilayah laut yang

(24)
[image:24.612.112.535.104.527.2]

Gambar 1. Zona laut berdasarkan kedalamannya (Belajar Kemdiknas. go.id)

2.2Radioekologi

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah

melahirkan berbagai cabang kajian baru dalam neo-ekologi, salah satunya adalah

radioekologi yang secara khusus mempelajari unsur-unsur radioaktif yang ada di

lingkungan (Thayib, M.H. 1994). Kajian mengenai kelautan dengan radionuklida

pelacak dilakukan sekitar 45 tahun yang lalu dengan aplikasinya (Koczy. E.E,

1958).

Kontaminasi zat radioaktif di lingkungan terjadi sejak tahun 1940-an, saat

fisi percobaan senjata nuklir mulai terjadi, sehingga lingkungan radionuklida

buatan manusia telah menjadi masalah yang serius di Amerika Serikat sebagai

sikap antisipasi manusia terhadap kontaminasi radioaktif lingkungan.

Radioekologi berkembang menjadi kajian ilmiah yang secara sistematis menelaah

perilaku, distribusi dan mekanisme perpindahan radionuklida dalam berbagai

(25)

Dalam radioekologi dipelajari radionuklida, radiasi yang dipancarkan serta

perilakunya di lingkungan (Thayib, M.H, 1994). Radionuklida itu sendiri adalah

zat yang mengandung inti tidak stabil. Radioekologi lebih khusus dibagi menjadi

dua kelompok (Thayib, M.H, 1994). Kelompok pertama mempelajari efek dari

radiasi pada individu, populasi, dan komunitas serta ekosistem. Kelompok kedua

melakukan perdekatan berdasarkan perilaku zat radioaktif yang terlepas ke

lingkungan dan bagaimana caranya komunitas dan populasi yang ada dalam

ekosistem mengendalikan distribusi zat radioaktif tersebut.

Lingkungan laut pesisir (coastal) merupakan suatu ekosistem yang khas

karena menjadi tempat akumulasi berbagai kontaminan yang berasal dari lepasan

langsung ke perairan laut, jatuhan dari atmosfer dan deposisi dari daratan (Thayib,

M.H, 1994). Perairan laut terdapat mata rantai makanan yang merupakan

pathways penting radionuklida dan berperan dalam proses penyebaran dan

pengakumulasian kontaminan pada masing-masing mata rantai. Dalam konteks

radioekologi, lingkungan laut pesisir merupakan badan air tempat akumulasi

radionuklida yang berasal dari lepasan langsung instalasi nuklir, cebakan batuan

induk, deposisi dari daratan hasil proses geomorfologi, jatuhan dari atmosfer dan

paparan sinar kosmis dari angkasa luar dan kecelakaan nuklir (Thayib, M.H,

1994).

Indonesia yang merupakan negara yang terletak diantara Samudera Pasifik

dan Samudera Hindia. Peristiwa kecelakaan nuklir Fukushima Dai-ichi Jepang

(26)

Disisi lain baseline data radioaktivitas di lingkungan laut Indonesia belum banyak

tersedia.

2.3 Radioaktivitas

Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tidak stabil untuk

memancarkan radiasi dan berubah menjadi inti stabil. Proses perubahan ini

disebut peluruhan dan inti atom yang tidak stabil disebut radionuklida. Materi

yang mengandung radionuklida disebut zat radioaktif. Zat radioaktif biasa tersebar

ke lingkungan dalam bentuk gas, cairan ataupun berupa padatan. Kemudian

masuk ke lingkungan melalui berbagai jalur lintasan berupa udara, tanah dan air.

Kemudian masuk ke dalam tanaman dan hewan atau dengan penyiraman langsung

yang pada akhirnya akan sampai kepada manusia (Wiryosimin, 1995).

Pencemaran radioaktivitas lingkungan, baik yang melalui udara maupun

air, pada akhirnya akan dapat mencemari manusia. Menurut Thayib (1994) untuk

dapat mengetahui masalah pencemaran radioaktivitas lingkungan terlebih dahulu

harus diketahui kemungkinan sumber-sumber pencemaran radioaktivitas

lingkungan, yang antara lain dapat berasal dari:

a. Penambangan, Pengolahan dan Proses Kimia Bahan Nuklir

b. Proses Pengkayaan dan Fabrikasi Bahan Bakar Nuklir

c. Operasi Reaktor Nuklir

d. Reprocessing Bahan Bakar

e. Pengelolaan Limbah Radioaktif

f. Proses Pembuatan Radionuklida

(27)

h. Proses Dekontaminasi dan Dekomisioning suatu Fasilitas Nuklir

i. Akselerator

j. Pemakaian Bahan Bakar Fosil

k. Percobaan dan Ledakan Bom Atom

2.4Jenis - Jenis Radionuklida

Secara garis besar di alam ini terdapat 2 jenis radionuklida, yaitu

radionuklida alam dan radionuklida buatan. Radionuklida alam bisa

dikelompokkan menjadi radionuklida primordial, radiasi kosmik dan radionuklida

kosmogenik. Radionuklida buatan dapat dikelompokkan menjadi radionuklida

yang muncul karena pembangkitan listrik tenaga nuklir, radionuklida yang

diproduksi untuk kedokteran, dan industri serta radionuklida yang muncul akibat

percobaan nuklir(Wiryosimin, 1995).

Bahan radioaktif adalah bahan yang memancarkan radiasi α, β, γ atau

neutron. Pada tabel susunan berkala, dapat dilihat unsur yang memancarkan

radiasi yang disebut unsur radioaktif, ataupun yang tidak memancarkan radiasi

yang disebut unsur stabil. Sebagai contoh, Iodium dengan nomor massa 129 atau

131 sampai 135 adalah unsur radioaktif. Unsur radioaktif disebut juga

radionuklida (Wiryosimin, 1995).

2.4.1 Radionuklida Alam

2.4.1.1 Radionuklida Primordial

Radionuklida ini ada sejak terbentuknya alam semesta, dan terdiri dari

(28)

stabil timbal (206Pb) (Gambar 2). Peningkatan kadar uranium, thorium dan sejenisnya berada di air laut di daerah yang kaya radioaktivitas alam (Saqan, et al

2000). Karena uranium alam terdiri dari 238U dan 235U (dengan kelimpahan, berturut-turut, sekitar 99.3% dan 0.7%) maka di bumi terbentuk radionuklida dari

kedua deret ini (Pentreath, R. J. 1988).

[image:28.612.105.540.195.507.2]

Sumber : (Uni Soviet Sciences Association: pengaruh radiasi terhadap manusia, diterbitkan 1988)

Gambar 2. Peluruhan Deret Uranium

2.4.1.2 Radionuklida Kosmogenik

Radionuklida Kosmogenik terbentuk melalui reaksi antara radiasi kosmik

dengan inti atom utama di lapisan atmosfer rendah seperti N, O dan Ar dihasilkan

sekitar 20 radionuklida. Penduduk bumi selalu dihujani radiasi kosmis baik yang

berasal dari bintang-bintang sekitar galaksi kita sendiri (galaksi Bimasakti), gugus

(29)

merupakan bintang terdekat dengan bumi (Fujitaka, K). Jumlah radionuklida yang

terbentuk berbeda-beda, bergantung pada intensitas radiasi kosmik dan

konsentrasi inti yang bereaksi dengan radiasi kosmik di atmosfir. Jika dilihat

dalam rentang waktu yang panjang maka jumlah radionuklida yang dihasilkan

akan seimbang dengan jumlah yang meluruh. Oleh karena itu kelimpahannya di

alam hampir konstan.

Apabila radiasi kosmis primer berenergi tinggi yang berasal dari galaksi

dan matahari memasuki atmosfer bumi, maka radiasi kosmis itu akan melakukan

reaksi nuklir dengan atom-atom yang terdapat dalam atmosfer seperti hidrogen

(H), carbon (C), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S) dan fosfor (P). Dari reaksi

inti tersebut akan dipancarkan neutron, proton, pion dan kaon serta beberapa jenis

[image:29.612.102.530.162.615.2]

radionuklida yang disebut radionuklida kosmogenik (Tabel 1) (Fujitaka, K).

Tabel 1. Radionuklida Kosmogenik

Nuklida Lambang Waktu paruh Sumber Aktivitas alami

Carbon 14 14C 5730 tahun Interaksi sinar kosmik, 6 pCi/g (0,22 Bq/g) 14N(n,p)14C dalam bahan organik

Tritium 3 3T 12,3 tahun Interaksi sinar kosmik 0,032 pCi/kg (1,2x10-3 dengan N dan O;

spallation Bq/kg) dari sinar kosmik, 6Li (n,alpha) 3H

Beryllium 7 7Be 53,38 hari Interaksi sinar kosmik 0,27 pCi/kg (0,01 Dengan N dan O; Bq/kg)

(30)

2.4.2 Radionuklida Buatan

Radionuklida buatan dihasilkan dari pemanfaatan energi nuklir untuk

tujuan damai maupun militer. Dibawah ini akan dibahas jumlah radionuklida

akibat pembangkitan listrik tenaga nuklir maupun percobaan nuklir (Tabel 2)

[image:30.612.107.538.174.584.2]

(Fujitaka, K).

Tabel 2. Radionuklida Buatan

Nuklida Lambang Waktu paruh Sumber

Tritium 3H 12,3 th Dihasilkan dari uji senjata dan reaktor fisi; fasilitas proses ulang pabrik senjata nuklir

Iodine 131 131I 8,04 hari Hasil fisi diperoleh dari uji senjata reaktor fisi, digunakan dalam perlakuan medis masalah- masalah toroid

Iodine 129 129I 1,57x107 th Hasil fisi diperoleh dari uji senjata reaktor fisi

Cesium 137 137Cs 30,17 th Hasil fisi diperoleh dari uji senjata reaktor fisi

Stronsium 90 90Sr 28,78 th Hasil fisi diperoleh dari uji senjata reaktor fisi

Technetium 99` 99Tc 2,11x105 th Hasil peluruhan 99Mo, digunakan diagnose medis

Plutonium 239 239Pu 2,41x104 th Dihasilkan dari pembakaran neutron 235U

2.4.2.1 Radionuklida Dari Pembangkitan Listrik Tenaga Nuklir

Industri yang berkaitan dengan pembangkitan listrik tenaga nuklir terdiri

dari penambangan uranium,pengolahan menjadi bahan bakar, fabrikasi bahan

(31)

bahan bakar bekas dan penyimpanan limbah radioaktif. Dari setiap tahapan

produksi bahan bakar tersebut akan dihasilkan bahan radioaktif, dengan jenis dan

jumlah yang berbeda-beda (Eisenbud dan Gesell, 1995).

2.4.2.2Radionuklida Dari Percobaan Nuklir

Percobaan nuklir pada tahun 1945-1980 dilakukan di udara, setelah itu

hampir semuanya dilakukan dibawah tanah. Percobaan di udara dilakukan

sebanyak 423 kali; Amerika Serikat melakukan 193 kalipada tahun 1945-1962,

bekas Uni-Soviet sebanyak 142 kali pada tahun 1949-1962, Inggris sebanyak 21

kali pada tahun 1952-1953. Perancis 45 kali pada tahun 1960-1974, China 22 kali

pada tahun1964-1980 (Eisenbud dan Gesell, 1995).

Salah satu radionuklida yang dihasilkan adalah 90Sr (umur paro 28,6 tahun) dan 137Cs (umur paro 30,2 tahun) (Eisenbud dan Gesell, 1995). Jumlah jatuhan 90Sr mencapai puncak pada tahun 1963, dan sesudah itu semakin berkurang. Bahan lepasan lainnya menunjukkan kecenderungan yang sama. Dosis

radiasi yang diakibatkan oleh percobaan nuklir yang diterima manusia di belahan

bumi utara relatif lebih besar karena lebih banyak percobaan nuklir dilakukan di

kawasan tersebut.

2.5 PLTN Fukushima

Saat gempa akbar Tohoku 2011 terjadi, hanya reaktor unit 1, 2 dan 3 yang

hidup, sementara reaktor unit 4, 5 dan 6 sedang dimatikan sesuai jadwal untuk

perawatan rutin. Episentrum gempa berada sejauh 179 km dari kompleks PLTN

Fukushima, namun patahan sumber gempanya tepat berhadapan dengan kompleks

(32)

kompleks PLTN Fukushima 1 mencapai skala 8 MMI dengan percepatan tanah

0.5 g. Percepatan ini hampir 3 kali lipat nilai percepatan maksimum desain reaktor

PLTN Fukushima (yakni 0.18 g) namun sejauh itu tidak ditemukan kerusakan.

Meski demikian getaran sangat keras ini menghancurkan menara jaringan

tegangan ekstra tinggi sehingga jaringan listrik setempat terputus.

Karena posisinya tepat di tepi laut, PLTN ini juga dilindungi dengan

dinding anti-tsunami (seawall). Namun dinding dirancang hanya untuk menahan

tsunami setinggi 4 meter produk gempa dengan Mw~8. Kala gempa akbar Tohoku

2011 terjadi, tinggi tsunami di Fukushima Jepang mencapai 8.5 meter yang secara

teoritis mampu menerjang ke daratan hingga sejauh 200 meter pada pantai yang

telah dilengkapi sistem anti-tsunami sekalipun. Ketinggian tsunami melampaui

dinding penahannya dengan mudah menerjang fasilitas PLTN Fukushima Dai-ichi

Jepang.

Disinilah rangkaian kegagalan demi kegagalan terjadi yang kemudian

berujung pada kecelakaan nuklir. Sistem kendali reaktor secara otomatis

mematikan semua reaktor kala gempa terjadi secara SCRAM. Putusnya jaringan

listrik membuat katup-katup aliran pendingin digerakkan oleh diesel cadangan,

namun ini pun hanya bertahan 1 jam karena diesel kemudian mati terendam air

tsunami. Aliran listrik lantas diambil alih aki selama 8 jam kemudian. Bantuan aki

dan diesel cadangan yang mobil segera didatangkan dari PLTN terdekat yang

tidak mengalami gangguan, namun butuh waktu 13 jam pasca gempa untuk

mencapai Fukushima Dai-ichi Jepang. Bantuan itu pun tidak langsung tersambung

(33)

air. Akibatnya reaktor unit 1 hanya mendapatkan pendinginan 9 jam pasca gempa

dan setelah itu pendingin berhenti. Sistem pendinginan darurat (ECCS atau

emergency core cooling system) juga tidak bisa diaktifkan akibat ketiadaan listik.

Konsekuensinya panas peluruhan tidak lagi bisa dialirkan keluar, sebuah kondisi

yang kadang diistilahkan sebagai LOHSA (Loss Of Heat Sink Accident) atau

LOFA (Loss Of Flow Accident) (EPA, 2007).

Akibat LOHSA, air pendingin dalam reaktor tidak bisa mengalir sehingga

terus terdidihkan sampai menguap oleh panas peluruhan. Penguapan intensif

membuat tinggi permukaan air reaktor terus menyusut dan satu saat sampai ke

titik dimana batang bahan bakar mulai tidak terendam air. Pada saat itu suhu

reaktor sudah mencapai 800 oC. Tidak terendamnya batang bahan bakar berimplikasi serius, sebab suhu reaktor terus naik hingga mencapai 1000 oC. Pada titik ini, panas telah mampu melelehkan batang bahan bakar dan isinya, kondisi

yang secara teknis disebut LOCA (Loss Of Coolant Accident) (EPA, 2007).

Dalam fisika reaktor nuklir, LOCA menduduki hirarki tertinggi sebagai

kecelakaan terparah yang membuat sebuah reaktor bisa mati untuk selamanya

(EPA, 2007). Zirkonium yang meleleh lantas bereaksi secara kimiawi (reaksi

kimia biasa) dengan uap air panas menghasilkan zirkonium oksida dan gas

hidrogen, dimana dalam tiap kg zirkonium yang bereaksi diproduksi 500 liter gas

hidrogen. Terbentuknya gas hidrogen membuat tekanan di dalam reaktor

meningkat sehingga sempat mencapai 2 kali lipat di atas normal.

Pada titik tertentu, campuran uap air, udara dan gas hidrogen cukup

(34)

pelepasan gelombang kejut. Setiap reaktor pada dasarnya memiliki perangkat

yang mampu mengalirkan gas hidrogen keluar sebelum konsentrasi berbahaya

tercapai. Namun ketiadaan aliran listrik membuat langkah ini tak berjalan,

sementara gas hidrogen telah dialirkan keluar memenuhi ruangan di antara lapisan

pengungkung pertama dan kedua. Sebagai akibatnya, ketika konsentrasi

[image:34.612.107.540.156.475.2]

berbahaya tercapai, ledakan hidrogen tidak bisa terelakkan.

Gambar 3. Ledakan Hidrogen (Digital Globe, 2011)

Gambar 3 menunjukkan ledakan yang terjadi pada unit 1 dan 3. Ledakan

hidrogen di reaktor unit 1 terjadi lebih dahulu dari reaktor lainnya menyebabkan

atap reaktor (lapisan pengungkung kedua) bolong. Namun inspeksi menunjukkan

lapisan pengungkung pertama masih utuh. Masalah di reaktor unit 1 ternyata juga

menghinggapi reaktor unit 3 yang berujung pada ledakan hidrogen dua hari

kemudian, sebagai bagian dari rangkaian kegagalan yang dimulai dengan matinya

ECCS sejak sehari sebelumnya. Meski ledakan menyebabkan bagian atas lapisan

pengungkung kedua juga bolong, namun lapisan pengungkung pertama tetap utuh.

(35)

sistem pendinginan reaktor unit 2. Akibatnya ECCS reaktor unit 2 juga mati, yang

membuat air dalam reaktor sepenuhnya kosong sehingga pelelehan juga mulai

[image:35.612.106.533.135.582.2]

terjadi. Akhirnya, ledakan hidrogen di reaktor unit 2 juga terjadi.

Gambar 4. Bangunan reaktor sebelum dan sesudah ledakan Hidrogen ( NHK, 2011)

Gambar 4 menunjukkan kondisi reaktor sebelum dan sesudah ledakan

hidrogen. Gas hidrogen juga terbentuk dan lama kelamaan mencapai konsentrasi

berbahaya sehingga ledakan hidrogen terjadi. Tingginya konsentrasi gas hidrogen

membuat kolam bahan bakar bekas terbakar empat jam kemudian. Ledakan telah

menyebabkan dinding lapisan pengungkung kedua bolong di dua lokasi,

masing-masing seluas 64 meter persegi. Bolongnya dinding dan habisnya air dalam kolam

bahan bakar bekas menempatkan reaktor unit 4 sebagai reaktor paling berbahaya

selama rangkaian kecelakaan nuklir ini, karena nyaris tidak ada pelindung lagi

antara batang bahan bakar nuklir dengan lingkungan luas.

Akibat rangkaian kejadian ini, IAEA menempatkannya sebagai kecelakaan

nuklir dalam skala 4 INES dan kemudian dinaikkan menjadi skala 5 INES. Ini

disebabkan telah terjadinya pelelehan sebagian bahan bakar nuklir dalam reaktor,

[image:35.612.111.537.164.390.2]
(36)

2 masing-masing telah terjadi 70 % dan 33 % bahan bakar rusak. Dalam skala 5

INES, kecelakaan nuklir PLTN Fukushima 1 setara dengan kecelakaan nuklir

PLTN Three Mile Island 1 di Pennsylvania (AS), yang sama-sama disebabkan

oleh LOCA (EPA, 2007). Radiasi di dalam kompleks PLTN Fukushima 1 sempat

menyentuh angka 1 juta mikro Sievert/jam alias 3 juta kali lipat di atas nilai

radiasi natural, meski kemudian turun menjadi 0.6 juta mikro Sievert/jam. Dalam

jarak 20 km dari reaktor, radiasi tercatat 330 mikro Sievert/jam sementara batas

aman bagi manusia adalah 25 mikro Sievert/jam (EPA, 2007). Inilah yang

menjadi dasar evakuasi penduduk dalam radius 20 km dari PLTN Fukushima 1

sementara penduduk dalam radius 20 hingga 30 km diminta untuk tetap tinggal di

dalam rumah. Namun pada jarak yang lebih jauh, seperti Tokyo, radiasi masih

berada di ambang batas normal.Tingkat radiasi di Tokyo tercatat 0.8 mikro

Sievert/jam (EPA, 2007).

2.6 Radiasi Alfa

Partikel alfa merupakan partikel yang bersifat energetik dengan muatan

listrik positif (α) terdiri dari inti helium yang mengandung dua proton dan dua

neutron serta memiliki sifat yang sama dengan inti helium. Menurut standar nuklir

partikel alfa melintas lebih lambat dalam bahan, hal ini menyebabkan adanya

kesempatan lebih lama untuk berinteraksi dengan atom sepanjang jalur

lintasannya dan akan memberikan sebagian energinya selama interaksinya dengan

bahan. Pertikel alfa kehilangan energi melalui interaksi dengan elektron atom

(37)

elektron tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi atau seluruhnya terpisah

dari atom induknya (ionisasi). Radiasi alfa adalah radiasi ionisasi yang dihasilkan

dari peluruhan radioaktif atom-atom unsur yang bersifat tidak stabil. Unsur-unsur

yang dapat memancarkan pertikel alfa diantaranya adalah 241Am, 236Pu, 232Th,

226Ra (EPA, 2009). Contoh peluruhan radiasi alfa adalah peluruhan plutonium

menjadi uranium, dimana 24 adalah radiasi alfa (α) yang persamaan reaksinya

sebagai berikut (Martin et al, 2002).

92238 → 24 + 90234 ℎ

Jika ditinjau dari bidang kesehatan, maka partikel alfa akan menyebabkan

kerusakan pada tubuh. Tingkat bahayanya bergantung pada jenis paparan yang

terjadi. Pemaparan internal jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan pemaparan

eksternal, karena pertikel alfa kehilangan energi dan tidak mampu untuk

menembus lapisan terluar dari kulit manusia. Apabila partikel alfa terhirup,

termakan atau masuk ke dalam aliran darah, maka jaringan-jaringan yang dilewati

oleh partikel alfa dapat mengalami kerusakan.

2.7 Radiasi Gamma

Radiasi gamma memiliki wujud sebagai paket-paket energi

elektromagnetik yang disebut foton (EPA, 2009).Radiasi atau foton gamma tidak

memiliki massa maupun muatan listrik. Radiasi gamma tidak mempunyai besaran

massa dan muatan listrik sehingga dikelompokkan ke dalam gelombang

elektromagnetik. Daya ionisasinya di dalam medium sangat kecil. Karena tidak

mempunyai muatan listrik maka sinar gamma tidak terbelokkan oleh medan listrik

(38)

dengan daya tembus partikel alfa (α) atau beta (β). Kerena tingkat energi yang

tinggi, foton gamma bergerak dengan kecepatan sama dengan kecepatan cahaya,

yaitu sebesar 3x108 m/det dan dapat melintas ribuan meter sebelum melepas energinya. Foton gamma dapat melintas menembus berbagai bahan, termasuk

jaringan manusia. Pancaran radiasi gamma biasanya terjadi apabila atom dari

suatu unsur yang bersifat radioaktif memiliki energi yang terlalu besar. Pancaran

radiasi gamma biasanya disertai dengan pancaran partikel beta. Radionuklida

yang memancarkan radiasi gamma diantaranya 60Co, 137Cs dan 99Tc (EPA, 2009). Pada efek fotolistrik semua energi dari foton gamma dipindahkan ke

elektron atom yang terlepas dari atom induknya. Dalam hal ini foton diserap

seluruhnya. Sebaliknya efek hamburan compton terjadi apabila hanya sebagian

energi dari foton yang dipindahkan ke elektron atom. Oleh karena itu foton

dihamburkan dengan energi yang dikurangi. Pada medan listrik yang kuat dekat

partikel bermuatan, foton gamma yang berenergi bisa diubah menjadi pasangan

positron-elektron. Ini yang disebut dengan produksi pasangan dan kedua partikel

ini berbagi energi yang dimilikinya. Radiasi gamma tidak secara langsung

mengionisasi atom pada jaringan.

Radiasi gamma men-transfer energinya ke partikel-partikel atom seperti

elektron. Partikel-partikel yang telah menerima energi ini kemudian berinteraksi

dengan jaringan dan membentuk ion-ion. Hasil akhir dari efek radiasi gamma

sama dengan efek yang dihasilkan oleh partikel alfa maupun beta, namun karena

(39)

secara tidak langsung ini dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan yang

lebih dalam (Wiryosimin, 1995).

2.8 Spektrometri Sinar Alfa

Radionuklida pemancar alfa tidak mudah dideteksi karena sifat radisi alfa

yang sangat kuat mengionisasi medium yang dilaluinya sehingga “rate of energy

loss” nya sangat cepat dan partikel-partikel ini sudah berhenti pada jarak yang

pendek. Pengukuran radiasi alfa memerlukan prosedur pemisahan kimia yang

[image:39.612.105.537.148.543.2]

cukup rumit untuk memurnikan radionuklida (Infonuklir, 2012).

Gambar 5. Spektrometer alfa

Gambar 5 menunjukkan alat spektrometer alfa yang digunakan untuk

radionuklida pemancar alfa. Detektor yang biasa digunakan dalam spektrometri

alfa adalah detektor semikonduktor sawar muka silikon (silicon surface barrier).

Pengukuran dengan spektrometer alfa memerlukan sumber cacah yang tipis dan

rata untuk menghilangkan efek “self absorptio” (Infonuklir, 2012). Teknik

(40)

pemancar alfa yang akan dicacah dengan spektrometer alfa. Dengan teknik ini

sumber bisa dibuat melekat secara merata dan tipis pada permukaan disc yang

akan dijadikan sebagai sumber cacah. Disamping itu pada spektrometer alfa,

untuk menghindari hilangnya energi alfa dalam udara tode antara sumber dengan

detektor, sumber cacah dan detektor ditempatkan dalam ruang vakum (vacuum

chamber). Sebelum dilakukan pencacahan, udara dalam vacuum chamber

dikeluarkan dengan bantuan pompa vakum. Tanpa divakum energi alfa akan

hilang kira-kira 1 keV per 0,001 atm per cm jarak sumber dengan detektor.

2.9 Spektrometer Sinar Gamma

Sinar gamma adalah radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang sangat pendek (dalam orde Angstrom) yang dipancarkan oleh

inti atom yang tidak stabil yang bersifat radioaktif. Setelah inti atom

memancarkan partikel α, β¯(elektron), β+

(positron), atau setelah peristiwa

penangkapan elektron, inti yang masih dalam keadaan tereksitasi tersebut akan

turun ke keadaan dasarnya dengan memancarkan radiasi gamma.

Spektrometer sinar gamma dapat digunakan untuk menganalisis sumber

radioaktif yang kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur atau

isotop-isotop radioaktif yang ada di dalamnya. Biasanya untuk mengidentifikasi

isotop radioaktif, spektrometer gamma dilengkapi dengan suatu perangkat lunak

untuk kalibrasi dan mencocokkan puncak-puncak energi foton (photopeak)

dengan suatu pustaka data nuklir. Untuk memahami puncak-puncak energi

spektrum maka dibutuhkan pengetahuan tentang interaksi radiasi sinar gamma

(41)

Spektrometer Gamma merupakan alat analisis yang digunakan untuk

identifikasi radionuklida dengan cara mengamati spektrum karakteristik yang

ditimbulkan oleh interaksi radiasi dengan materi detektor (Gambar 6) (Martin et

al, 2002). Pada Spektrometer Gamma ini detektor yang digunakan adalah detector

HPGe. Detektor HPGe ini dapat berfungsi dengan baik sebagaimana yang

diharapkan jika detektor senantiasa didinginkan sampai temperatur -196oC. Spektrometer gamma adalah salah satu teknik paling baik dan bermanfaat untuk

menganalisa radioisotop untuk berbagai macam sampel. Karena hasil pembacaan

energi sinar gamma bersifat diskrit dan unik untuk setiap radionuklida (Martin et

[image:41.612.106.536.125.558.2]

al, 2002).

Gambar 6. Skema Alat Spektrometer Gamma

Kelebihan spektrometer gamma antara lain:

1. Dapat menganalisa radionuklida yang berbeda-beda secara simultan dan

(42)

2. Tidak memerlukan prosedur kimia yang rumit dan mudah dalam

menyiapkan sampel

3. Tingkat validasi yang tinggi karena nilai perkiraan yang stabil dan proses

konfirmasi proses data menggunakan computer

4. Dapat mengukur tingkat radioaktivitas yang rendah, seperti sampel dari

lingkungan

Detektor semikonduktor Germanium adalah detektor yang paling sering

digunakan pada spectrometer gamma, misalnya untuk monitoring radioaktivitas,

analisis aktivitas dan penelitian. Detektor ini memiliki resolusi energi yang tinggi.

Interaksi sinar gamma dengan detektor menghasilkan pulsa-pulsa tersebut

diproses secara elektronik melalui serangkaian peralatan yang disebut perangkat

spectrometer gamma, maka sebagai hasil akhir akan didapatkan suatu spektrum

gamma. Analisis spektrometer gamma didasarkan pada interpretasi yang tepat dan

benar atas spektrum gamma yang dihasilkan dari pengukuran. Untuk dapat

membaca dan menginterpretas spektrum gamma dengan benar, maka perlu

diketahui terlebih dahulu proses pembentukan spektrum gamma dan gejala yang

menyertainya. Interaksi sinar gamma dengan detektor pada dasarnya sama dengan

interaksi sinar gamma dengan materi.

2.10 Plutonium (Pu)

Plutonium adalah unsur kimia transuranium dan tergolong dalam logam

(43)

banyak. Oleh karena itu, dia dapat mempertahankan reaksi rantai nuklir setelah

mencapai massa kritis. Sifat-sifat inilah yang memungkinkan plutonium

digunakan sebagai senjata nuklir dan digunakan pada beberapa reaktor nuklir.

Isotop paling stabil plutonium adalah 244Pu, dengan umur paruh sekitar 80 juta tahun. Umur paruh ini cukup panjang untuk bisa ditemukan secara alami dalam

jumlah kecil. Isotop 238Pu memiliki umur paruh 88 tahun dan memancarkan partikel alfa. Ia adalah sumber panas pada generator termolistrik radioisotop

(digunakan pada beberapa pesawat antariksa). Isotop 240Pu memiliki laju fisi spontan yang tinggi sehingga akan meningkatkan tingkat neutron latar pada

sampel. Keberadaan (EPA, 2009). Unsur 94 pertama kali disintesis oleh

sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Glenn T. Seaborg dan Edwin McMillan

di Universitas California, Berkeley pada tahun 1940. McMillan kemudian

menamai unsur baru tersebut plutonium (atas nama Pluto). Penemuan plutonium

kemudian menjadi bagian penting dalam Proyek Manhattan untuk

mengembangkan bom atom selama Perang Dunia II. Uji nuklir pertama, "Trinity"

(Juli 1945), dan bom atom kedua ("Fat Man") yang digunakan untuk

menghancurkan kota Nagasaki (Agustus 1945) memiliki inti 239Pu.

Isotop 239Pu merupakan salah satu dari tiga isotop fisil utama (Hecker et al, 2000) (sisanya adalah 233U dan 235U) (EPA, 2009). Agar dapat dianggap sebagai fisil, inti atom sebuah isotop haruslah dapat memecah (fisi) ketika

ditembakkan dengan neutron dan melepaskan sejumlah neutron tambahan yang

cukup untuk mempertahankan reaksi berantai nuklir dengan memecahkan inti

(44)

Plutonium tingkat senjata 239Pu memiliki faktor penggandaan (k) yang positif. Hal ini berarti bahwa jika logam tersebut tersedia dalam jumlah massa

yang mencukupi dan dalam bentuk geometri yang tepat, ia dapat membentuk

massa kritis. Selama fisi, sebagian energi ikat yang mengikat inti agar tetap

bersama dilepaskan sebagai energi panas, energi kinetik, dan energi

elektromagnetik dalam jumlah yang besar. Satu kilogram 239Pu dapat menghasilkan ledakan yang setara dengan 20,000 ton TNT. Jumlah energi yang

sangat besar ini membuat 239Pu sangat berguna pada reaktor dan senjata nuklir. Isotop 238Pu dan 239Pu adalah isotop yang paling sering disintesis (Kennedy, J. W. 1946). Isotop 239Pu disintesis via reaksi berikut yang menggunakan uranium (U) dan neutron (n) via peluruhan beta (β−) dengan

neptunium (Np) sebagai zat antara: (Kennedy, J. W. 1946)

Dengan kata lain, neutron yang berasal dari fisi 235U ditangkap oleh inti

238

U, menjadi 239U, peluruhan beta akan menambahkan sebuah proton, menjadi

239

Np (umur paruh 2.36 hari), dan peluruhan beta lebih lanjut akan mengubahnya

menjadi 239Pu (Greenwood, N. N. 1997).

(45)

Pada persamaan ini, deuteron menghantam 238U dan menghasilkan dua neutron berserta 238Np. Isotop 238Np secara spontan meluruh dengan memancarkan partikel beta negatif menjadi 238Pu.

2.11 Cesium (Cs)

Pertama kali cesium ditemukan oleh Bunseb dan Kirchoff pada tahun 1860

melalui spektroskopi air dan mineral dari Durkheim, Jerman. Kata cesium berasal

dari bahasa Latin, caesius, yang berarti langit biru, karena unsur ini memiliki

spektrum garis di daerah warna biru. Cesium di alam terasosiasi dengan mineral

polusit (silika terhidrat antara aluminium dan cesium) dan lepidolit. Cesium

tersebar luas di dalam kerak bumi dengan konsentrasi rendah. Sumber buatan

cesium paling penting adalah polusit dan silika hidrat dari aluminium. Rata-rata

kandungan cesium dalam tanah adalah 5µg/gram (Alfiyan, 2001).

Cesium merupakan logam yang sangat reaktif secara kimiawi. Cesium

sangat reaktif terutama ketika bereaksi dengan air akan terbentuk basa dengan

pelepasan kalor yang sedemikian besar sehingga bereaksi dengan hidrogen yang

dilepaskan dalam proses tersebut. Cesium adalah logam berat dari semua logam

alkali dengan nomor atom 55. Sifat kimia cesium mirip dengan kalium

[image:45.612.114.520.110.565.2]

danrubidium. 134Cesium merupakan salah satu isotop cesium yang bersifat radioaktif dengan memancarkan partikel β dan γ untuk mencapai kestabilannya.

(46)

137 Cs

β-1

661,6 keV

β-2 γ

0,2

137

[image:46.612.109.514.102.526.2]

Ba (Stabil)

Gambar 7. Skema peluruhan 137Cs

Radionuklida cesium 134Cs atau 137Cs merupakan salah satu radionuklida yang dapat terlepas ke lingkungan dan mempunyai potensi membahayakan

kesehatan manusia dan lingkungan, karena radiasi gamma yang dipancarkannya

dan waktu paronya yaitu masing-masing 2.05 tahun dan 30 tahun, sehingga dapat

berada di lingkungan dalam waktu yang relatif lama (Chebowski et al, 1994).

Sumber utama radionuklida dilingkungan laut adalah fallout dari

uji coba nuklir yang dilakukan di atmosfer. Di beberapa daerah, seperti Irlandia,

Baltik dan Laut Hitam, konsentrasi 137Cs dalam lingkungan laut tergantung pada input pelepasan dari fasilitas pengolahan dan kecelakaan Chernobyl, dan di

wilayah ini evolusi konsentrasinya cukup dinamis (IAEA, 2005).

Teknik analisis sampel air laut untuk Isotop 137Cs bisa menggunakan 3 (tiga) metode penukar ion yang diaplikasikan untuk pemekatan 137Cs di dalam sampel cair. Penukar yang digunakan adalah resin organik, ion penukar cair, dan

ion penukar anorganik (Gaur, 1996). Dari 3 (tiga) metode ini, metode penukar ion

yang digunakan adalah penukar ion anorganik buatan seperti hidro oksida, garam

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bidang Radioekologi Kelautan

(BRK) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif PTLR di Badan Tenaga Nuklir

Nasional BATAN Serpong Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama

8 bulan dimulai dari bulan April sampai November 2012.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan meliputi peralatan untuk mengambil sedimen laut

(Sampling Core) dengan kedalaman sampai 5-15 meter, spektrometer gamma

yang dilengkapi dengan detector HPGe dengan efisiensi relatif 20 % dan resolusi

1,8 keV, Spektrometer alfa dengan menggunakan detektor model PIPS

(Passivated Implanted Planar Silicon) dengan resolusi 20 keV, timbangan, silinder

dari bahan plastik ukuran 0.2 liter, 2 liter dan 7 liter, Marinelli beaker ukuran 0,5

liter, 1 liter, 2 liter dan 3 liter, gelas ukur 100 ml, penggerus, ayakan dan kompor

listrik.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah KMnO4, HCl 37%, MnCl2/MnSO4,

(48)

(NH4)2SO4, NH4OH, kertas pH dan plastik untuk menampung sampel sedimen

laut serta jerigen untuk menampung air permukaan laut.

3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Analisis 137Cs

Catrige filter dibuat dengan cara merendam catrige dalam larutan

Fe(II)(CN)6, kemudian catridge filter direndam lagi dalam larutan Cu(II)(NO3)2

dan dioven pada suhu 80-90oC (Lampiran 1).

Sampel air permukaan sebanyak 200-300 liter diambil menggunakan

pompa dan dilewatkan pada catrige filter yang telah terlapisi oleh CuFe(CN)6.

Selanjutnya filter dikeringkan dan dioven pada suhu 80-90oC selama 24 jam. Filter diwadahi dalam kontainer dan dianalisis kandungan 137Cs menggunakan spektrometer gamma.

Sampel sedimen diambil sebanyak 1,5 kg, kemudian dikeringkan dan

ditumbuk halus. Selanjutnya ditempatkan dalam Marinelli beaker dan dianalisis

kandungan radionuklida alam dan kandungan 137Cs menggunakan spektrometer gamma.

3.3.2 Pre-Konsentrasi Pu

Air laut diambil pada tiga stasiun berbeda sebanyak 60-80 liter, kemudian

diletakkan dalam tempat pengadukan. Pertama air laut ditambahkan dengan

carriers SrCl sebanyak 1 gram, kemudian diaduk sekitar 30 menit. Setelah

pengadukan selesai ditambahkan KMnO4 dengan perbandingan( 0,5 ml/liter

(49)

bertujuan untuk mempermudah pembentukan MnO2. Setelah itu ditambahkan 1

mL MnCl2/MnSO4 0.5 M, diaduk selama 1 jam. Penambahan larutan ini untuk

membentuk endapan MnO2. Setelah pengadukan selesai sampel air laut didiamkan

sampai terbentuk endapan berwarna coklat tua. Setelah pembentukan endapan

MnO2(Pu) sempurna, kemudian dipisahkan filtrat dan endapannya. Endapan yang

terbentuk adalah MnO2.xH2O(Pu) (Lampiran 2).

3.3.2.1 Analisis Pu

Endapan MnO2.xH2O(Pu) diasamkan dengan HCl/HNO3 sampai pH 1.

Kemudian ditambahkan beberapa tetes NH2OH.HCl (0.1 gram/mL) pada sampel

kondisi panas sampai seluruh mangan dioksida (MnO2) larut atau larutan sampel

menjadi jernih.

Sampel larutan yang sudah didiamkan sampai kondisi normal, kemudian

ditambahkan 20 mikrometer tracer 242Pu pada setiap sampel dan diaduk rata. Ditambahkan 50 mg Fe(III) dan beberapa mL NH2OH.HCl, lalu dipanaskan.

Pemanasan bertujuan untuk mereduksi Fe(III) menjadi Fe(II) dan juga mereduksi

Pu(IV,V,VI) menjadi Pu(III). Kemudian ditambahkan NaNO2 sebanyak 2 gram

(dilarutkan dalam 20 ml aguades) dalam kondisi sampel dipanaskan. Larutan ini

bertujuan untuk menghilangkan sisa NH2OH.HCl dan juga untuk merubah Fe(II)

dan Pu(III) menjadi Fe(III) dan Pu(IV). Ditambahkan NH4OH pada sampel

larutan sampai pH 8-9 sehingga terbentuk endapan Fe(OH)3(Pu) coklat, kemudian

ditambahkan 100 mL HNO3(3:2) dan endapan berubah menjadi larutan.

Ditambahkan 200 mL HNO3(3:2) kemudian ditambahkan 10g NaNO2, dipanaskan

(50)

disaring dengan bantuan pompa vakum. Sampel dimasukkan kedalam resin

coloum yang sudah siap digunakan kemudian ditambahkan 100 mL HNO3(3:2)

sebanyak 8 kali. Ditambahkan 100 mL HCl (3:2) sebanyak 6 kali, setelah itu

ditambahkan larutan Eluting Solution (HI, HCl dan Air dalam labu ukur 500 mL)

50 mL. Penambahan eluting solution bertujuan untuk menarik Pu sehingga Pu

lepas dari trap resin. Ditambahkan 3-5 tetes HClO4 pada sampel yang sudah

dipanaskan. Larutan ini berfungsi sebagai oksidator. Setelah itu ditambahkan 1

mL HNO3, dipanaskan kemudian diaduk sampai uapnya habis. Larutan sampel

ditambahkan 10 mL H2SO4 (1:19) kemudian dipanaskan. Larutan sampel

ditambahkan 3 tetes indicator thymol blue kemudian ditambahkan beberapa tetes

NH4OH sampai terjadi perubahan warna dari pink menjadi kuning dan dilanjutkan

beberapa tetes H2SO4 (1:19) sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi

pink. Setelah itu larutan sampel dielektroplating.

3.3.2.2 Elektrodeposisi

Ditambahkan 0,5 N H2SO4 dan 10 ml (NH4)2SO4 ke dalam larutan lalu

dipanaskan. Larutan ditransfer ke dalam cell electrolisis dan ditambahkan 0.5 mL

NH4OH. Cell elektroplate diberi arus 0,3A, 6V selama 2 jam (Lampiran 3).

Planset dikeluarkan dari dalam cell dan dibilas dengan aquadest dilanjutkan

dengan ethanol. Bagian bawah planset dibakar beberapa saat lalu didinginkan

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura

Penelitian ini dilakukan untuk menganalis kondisi Radioekologi Perairan

Pesisir Sumenep Pulau Madura. Radionuklida yang dianalisis berupa radionuklida

137

[image:51.612.106.537.204.524.2]

Cs dan 2392/240Pu. Sampel yang digunakan adalah sampel yang diambil dari tiga stasiun yang berbeda (Gambar 8).

Gambar 8. Tiga titik pengambilan sampel 137Cs dan 239/240Pu

Pada saat pengambilan sampel perlu diperhatikan beberapa prameter,

diantaranya adalah Temperatur, pH dan Salinitas. Pada saat pengambilan sampel

kondisi temperatu, pH, dan salinitas air laut Perairan Pesisir Sumenep Pulau

(52)
[image:52.612.107.515.122.537.2]

Tabel 3. Kondisi Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura

No Kode Sampel pH Temperatur Salinitas

1 Stasiun I 7,7 32°C 3,1%

2 Stasiun II 7,7 33°C 2,9%

3 Stasiun III 7,8 33°C 3,0%

Sampel berupa sedimen dan air laut yang berasal dari Perairan Pesisir

Sumenep Pulau Madura. Sampel ini akan dianalisis kandungan radioisotop 137Cs dan 239/240Pu. Berdasarkan ARLINDO (Arus Laut Indonesia) dimungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kecelakaan nuklir yang

terjadi di Fukushima Jepang (Nuklear Accident Of Fukushima). Akibat kecelakaan

nuklir ini dimungkinkan Perairan Laut Indonesia juga terkena dampaknya,

termasuk Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura. Radioisotop cesium dan

plutonium masuk keperairan Pesisir Pulau Madura melalui celah-celah selat

Sulawesi.

Radionuklida yang dianalisis pada sampel adalah radionuklida 137Cs dan

239/240

Pu. Radionuklida cesium adalah radinuklida pemancar gamma sehingga

tidak perlu dilakukan perlakukan secara khusus (non destruction). Sedangkan

radionuklida plutonium merupakan salah satu radionuklida pemancar alfa

sehingga perlu dilakukan preparasi khusus terlebih dahulu sebelum dicacah

(53)

4.2 Radiocesium-137 (137Cs)

Sampel air laut menggunakan metode penukar ion anorganik buatan yaitu

metode penukar ion heksasianoferat. Metode ini sangat murah, lebih selektif

terhadap cesium dan mudah dalam pemisahannya. Pada proses pengikatan 137Cs

catrige filter ada yang berfungsi sebagai penyaring (catrige filter yang tidak

dilapisi oleh Cu-Heksasianoferat. Heksasianoferat dapat berupa campuran dari

unsur-unsur transisi seperti Cu, Ni, Co dan Zn. Walaupun ke semua unsur tersebut

cocok untuk pemisahan 137Cs, tetapi Cu-heksasianoferat mempunyai kestabilan yang sangat tinggi dalam air laut (Murdahayu, Makmur 2007).

Pengukuran atau analisis 137Cs di lingkungan menggunakan gamma spektrometri. Analisis dilakukan dengan cara mengamati spektrum karakteristik

yang ditimbulkan oleh interaksi radiasi dengan materi detektor. Pada

Spektrometer Gamma ini detektor yang digunakan adalah detektor HPGe.

Detektor HPGe ini dapat berfungsi dengan baik dan dapat bekerja optimal

sebagaimana yang diharapkan jika detektor senantiasa didinginkan sampai

temperatur -196oC.

[image:53.612.135.505.599.705.2]

Berdasarkan hasil analisis spektrometer gamma untuk radioisotop 137Cs di tiga stasiun yang berbeda adalah pada Tabel 4.

Tabel 4. Aktivitas 137Cs pada sampel air laut

No Kode sampel Aktivitas 137Cs (mBq/l)

1 Stasiun I 0,08 + 0,008

2 Stasiun II 0,05 + 0,005

(54)

Tabel 4 menunjukkan bahwa radioisotop 137Cs sampel air laut di Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura terdeteksi radiocesium dengan aktivitas yang

sangat kecil. Radioisotop 137Cs masuk ke Perairan Indonesia, termasuk Perairan Sumenep Pulau Madura yang diakibatkan oleh kecelakan nuklir Fukushima

melalui global fall out. Hirose dan Ayoma (2003) menyatakan “ bahwa kondisi

rata-rata 137Cs di laut dunia yang dihasilkan dari fall out yaitu berkisar 2-3 Bq/m3. Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Hirose maka kondisi radioisotop

137

Cs untuk Stasiun I adalah sebesar 0,08 + 0,008 mBq/l, Stasiun II sebesar 0,05

+ 0,005 mBq/l dan stasiun III sebesar 0,09+ 0,010 mBq/l masih berada pada

kondisi yang aman . Dari data ini maka Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura

dikategorikan masih berada backround level aman dari terkontaminasi kecelakaan

nuklir Fukushima Dai-ichi Jepang (Nuklear Accident of Fukushima). Aktivitas

137Cs pada air laut di Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura bahkan lebih kecil

apabila dibandingkan dengan hasil analisis di laut Bangka Barat dan Bangka

Selatan yang berkisar antara 0,49 mBq/l sampai dengan 0,66 mBq/l (Heny Suseno

dan Wahyu Retno Prihatiningsih,, 2012).

(55)

diukur langsung dengan spektrometri gamma. Untuk itu diperlukan pemekatan

137

Cs dari sejumlah besar sampel air laut sebelum akhirnya diukur dengan

menggunakan spektrometri gamma. Apabila data perairan pesisir Madura diatas

dibandingkan dengan data 137Cs di laut dunia adalah sangat kecil dan dapat dikategorikan bahwa Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura masih aman dari

kecelakakaan Nuklir Fukushima Dai-ichi Jepang.

[image:55.612.108.539.183.501.2]

Adapun data analisis untuk sampel sedimen adalah pada Tabel 5.

Tabel 5. Aktivitas 137Cs pada sampel sedimen

No Kode sampel Aktivitas 137Cs (mBq/kg)

1 Stasiun I 1,21 + 0,12

2 Stasiun II 0,66 + 0,05

3 Stasiun III 1,75 + 0,18

Tabel 5 menunjukkan bahwa kondisi Perairan Pesisir Sumenep Pulau

Madura untuk sampel sedimen masih berada dibatas normal yaitu sebesar 1,21 +

0,12 mBq/kg, 0,66 + 0,05 mBq/kg, dan 1,75 + 0,18 mBq/kg untuk tiga stasiun

(56)
[image:56.612.105.540.128.557.2]

Tabel 6. Aktivitas 137Cs di beberapa perairan laut South China Sea (SCS)

Wilayah Konsentrasi 237Cs Bq/l Acuan

Vietnam 0,67-3.60 (Nguyen, T. N, et, al 2003)

Kawasan Asia Pasifik

(ASPARAMAD) 0,25-4.22 (Garcia, T.Y, et, al, 2003)

Selat Malaka 3,63-5,87 (Zaharudin, A, et, al, 2003)

Rendahnya aktivitas 137Cs di sedimen di Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura diperkirakan karena wilayah Madura tidak mempunyai sumber aktivitas

reaktor nuklir dan juga tidak adanya proses peluruhan (decay) dari unsur

radionuklida 235U dan 239Pu menjadi 137Cs yang diduga aktivitas yang ada berasal dari global fallout. Jadi kondisi Perairan Pesisir Sumenep Pulau Madura untuk

sampel sedimen masih berada dibatas normal dan tidak terkena dampak dari

kecelakaan nuklir Fukushima Dai-ichi Jepang.

4.3 Radioplutonium-239/240 (239/240Pu)

Kondisi radioplutonium yang terkandung dalam air laut sangat kecil,

pemekatan dari sampel yang bervolume besar (>40) perlu dilakukan agar

konsentrasi analit dalam sampel melewati limit deteksi alat. Radionuklida

pemancar alfa diperlukan tahapan-tahapan perlakukan yang tidak sederhana

sebelum dapat dicacah dengan spektrometer alfa seperti pengkayaan/pemekatan,

pemisahan, pemurnian dan elektrodeposisi.Teknik analisis sampel air laut untuk

(57)

Sebelum dilakukan teknik pemisahan dengan cara ion-exchange terlebih dulu

perlu dilakukan pengendapan, pemekatan, dan kondisioning resin.

Perlu diketahui bahwa isotop 239/240Pu merupakan

Gambar

Gambar 1. Zona Laut Berdasarkan Kedalamannya .............................................
Tabel 1. Radionuklida Kosmogenik ......................................................................
Gambar 1. Zona laut berdasarkan kedalamannya (Belajar Kemdiknas. go.id)
Gambar 2. Peluruhan Deret Uranium
+7

Referensi

Dokumen terkait

sebagai manager memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikanya melalui kerjasama yang kooperatif, memberikan kesempatan kepada tenaga

positif merupakan pengaruh yang kuat terhadap penggunaan e-learning , 2) dapat membantu meningkatkan kepropfesionalan, dan 3) membantu dalam hal penyampaian materi

Berjalin kelindannya antara Islam dan budaya Madura adalah sebuah kenyataan yang menggejala hingga kini pada pada yang akan datang pada pelbagai aspek

Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas II SD Muhammadiyah 8 Jagalan dari penerapan strategi Make a Match dengan menggunakan media

Hasil kajian IPCC menyatakan bahwa produksi pangan terutama padi, jagung, dan kedelai dalam beberapa dekade terakhir mengalami penurunan akibat meningkatnya frekuensi kejadian

Fisioterapis juga perlu mengetahui harapan akhir dari pasien terhadap hasil akhir penanganan yang akan diberikan. Fisioterapis dan klien harus memiliki harapan yang sama dan

Pada pengujian diketahui bahwa penerapan skenario variasi jumlah node berpengaruh terhadap kinerja protokol routing yang digunakan yaitu average throughput, average

Beban kerja yang akan dibahas dalam penelitian ini berasal dari lingkungan psikis pekerjaan karena beban kerja yang berasal dari lingkungan fisik pekerjaan di bank bjb