BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) LIDO
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
DEUIS NUR APRIANTI NIM: 1110052000027
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Pola Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam Pembinaan Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido
Penyuluh agama merupakan agen perubahan yang membawa ide, gagasan serta memberikan inovasi bagi perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini menuju keadaan yang lebih baik. Sebagai agen perubahan diperlukan banyak kemampuan agar memungkinkan penyuluh dapat sukses merubah masyarakat dalam hal pengetahuan, sikap, dan perilaku salah satunya kemampuan berkomunikasi. Dengan kemampuan komunikasinya maka penyuluh agama tidak terkecuali dapat juga merubah pengetahuan, sikap dan perilaku residen yang ada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido. Melalui pola komunikasi yang efektif dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan penyuluh agama dapat masuk memberikan informasi dan gagasannya untuk merubah residen menjadi orang yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT dan diterima oleh masyarakat lainnya.
Dari pemaparan di atas tersebut ditemukan rumusan masalah: Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido? Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido?
Kemudian, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan teknik analisis data yang digunakan yaitu triangulasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Teori yang digunakan adalah pola komunikasi menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Ada empat pola komunikasi, yaitu pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah. Semoga rahmat serta salam penghormatan
senantiasa tercurah bagi Rasul utusan Allah berikut segenap keluarga, sahabat,
dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya.
Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karena skripsi yang
menjadi syarat kelulusan sudah sampai pada kesimpulannya. Selama penulisan
skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari
itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Keluarga penulis, khususnya mamah dan bapak yang selalu memberikan
ridhonya, dan selalu menghantarkan anaknya dengan doa. Adik-adik yang
selalu menyemangati penulis.
2. Kepada orang tua penulis Ibu Sri Rezeki Houtman dan Alm. Bapak
Houtman Zainal Arifin yang memberikan doa dan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk tinggal di Yayasan Pondok Sruni
sebagai rumah penulis yang ke dua, serta seluruh keluarga penulis di
Yayasan Pondok Sruni.
3. Kepada Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengelola Beasiswa BIDIK MISI yang sudah memberikan bantuan kepada
penulis selama masa kuliah jenjang S1.
4. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
iii
Islam.
6. Bapak Drs. Jumroni, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu memberikan arahan dalam penyusunan sampai pada
akhir skripsi
7. Kepada seluruh staff Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido khususnya Bapak
Solihun, Mbak Tuti, Ustadzah Musciner, Ustadz Jajang, Ustadz Jamal,
Ustadz Muslim, Ustadz Luthfi dan residen yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian dan banyak membantu penulis sehingga
penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar.
8. Teman-teman penulis Mela Silviana yang telah menemani penulis
beriringan menuju tempat penelitian. Fatmala Dewi, Intan Mayasari, Kiki
Rizki Amelia, Sri Mulyanti, Eka Fitri Yana, Haula Sofiana, Sabatini Ayu
Sentani, Juairiyah, Ida Handayani serta teman-teman yang lain yang tidak
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih.
Semoga Allah meridhoi setiap waktu, langkah dan pengorbanan yang telah
dilakukan selama penyelesaian skripsi ini. Amiin.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca dan
khususnya untuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, mohan maaf atas
segala kekurangan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Jakarta, 23 Juli 2014
iv DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI... iv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Metodologi Penelitian ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 14
F. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II TINJAUAN TEORITIS... 17
A. Pola Komunikasi ... 17
1. Pengertian Pola Komunikasi ... 17
2. Metode Komunikasi ... 22
3. Teknik Komunikasi... 23
4. Macam-macam Bentuk Komunikasi ... 24
5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan ... 28
B. Penyuluh Agama... 35
1. Pengertian Penyuluh Agama ... 35
2. Tugas Penyuluh Agama ... 36
C. Pembinaan Sosial Keagamaan ... 38
1. Pengertian Pembinaan Sosial ... 38
2. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... 40
D. Rehabilitasi Residen... 43
v
A. Sejarah berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido ... 46
B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido ... 49
C. Dasar Hukum, Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi ... 50
D. Sumber Daya... 50
1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan . ... 50
2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial ... 51
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA... 53
A. Gambaran Umum Informan ... 53
1. Penyuluh Agama ... 53
2. Residen ... 59
B. Kegiatan Pembinaan Sosial Keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido... 63
1. Kegiatan Pembinaan Sosial... 63
2. Kegiatan Pembinaan Keagamaan ... 64
C. Analisa Hasil Temuan... 66
1. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Sosial... ... 67
2. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Keagamaan ... 69
BAB V PENUTUP... 78
A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyuluh agama sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Menteri Agama RI Nomor 791 tahun 1985, adalah pembimbing umat
beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Penyuluh Agama Islam, yaitu
pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta
menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa
agama.1
Secara umum, istilah penyuluhan dalam bahasa sehari-hari
sering digunakan untuk menyebut pada kegiatan pemberian
penerangan kepada masyarakat, baik oleh lembaga pemerintah
maupun oleh lembaga non-pemerintah. Istilah ini diambil dari kata
dasar suluh yang searti dengan obor dan berfungsi sebagai penerangan.
Pada hakikatnya penyuluhan adalah bagian dari komunikasi,
yaitu proses penyampaian pesan oleh penyuluh kepada mereka yang
di suluh sejak mengetahui, meminati, dan kemudian menerapkannya
1
Ujang Jaenal Mutakin,Penyuluh Agama Islam Cilegon
dalam kehidupan yang nyata.2 Bagi seorang penyuluh, kemampuan
yang benar-benar dikuasai dalam berkomunikasi tidak diragukan lagi
merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan. Tanpa kemampuan
berkomunikasi yang memadai, sedikit kemungkinan bagi penyuluh
untuk dapat sukses dalam tugasnya menyampaikan informasi dan
mengajak anggota masyarakat berubah dalam hal pengetahuan, sikap,
dan perilaku.
Sebagai salah satu agen perubahan, maka diperkirakan
kompetensi komunikasi merupakan hal yang penting yang paling
diperlukan penyuluh. Penyuluh datang ke tengah suatu masyarakat
membawa sejumlah ide dan gagasan, umumnya ide dan gagasan
tersebut mengandung hal-hal yang baru bagi masyarakat yang
didatanginya. Tujuan penyebarluasan ide dan gagasan itu adalah untuk
melakukan perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini
menuju keadaan yang lebih baik lagi. Usaha perubahan tersebut
termasuk ke dalam apa yang dikenal dengan perubahan sosial (social
change), sedangkan orang yang mempelopori perubahan sosial seperti yang dilakukan oleh para penyuluh disebut sebagai agen perubahan
(agent of change).
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan
berkomunikasi manusia melakukan suatu hubungan, karena manusia
adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan saling
2
3
membutuhkan satu sama lain. Tanpa berkomunikasi manusia tidak
akan bisa menjalankan fungsinya sebagai pembawa amanah dari Allah
di muka bumi (khalifah).
Dalam setiap peristiwa komunikasi tidak terlepas dari
unsur-unsur komunikasi, A. W. Widjaya dalam bukunya Komunikasi dan Hubungan Masyarakat mengatakan “bahwa unsur-unsur komunikasi terdiri atas sumber (orang, lembaga, buku, dokumen, dan lain
sebagainya), komunikator (orang, kelompok, surat kabar, radio,
televisi, film, dll), pesan (bisa melalui lisan, tatap muka langsung),
saluran media umum dan media massa (media umum seperti radio,
OHP, dll sedangkan media massa seperti pers, radio, film, dan TV),
komunikan (orang, kelompok atau negara), efek atau pengaruh
(perbedaan antara apa yang dirasakan atau apa yang dipikirkan, dan
dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan)”.3
Pola komunikasi merupakan gambaran atau rancangan
bagaimana proses komunikasi antara komunikan dengan komunikator
dapat berjalan dengan efektif ketika pesan yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan itu dapat sampai dan bisa mengubah
sikap, pendapat, dan perilaku komunikan secara face to face communication dan dapat juga melalui sebuah medium telepon atau menggunakan media komunikasi (komunikasi massa) baik secara
3
lisan ataupun tulisan dan baik yang terjadi secara individu, antar
individu, maupun kelompok.
Setidaknya ada empat pola komunikasi yang dapat terjadi
dalam suatu kegiatan termasuk dalam kegiatan sosial keagamaan,
yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola
bintang.4
Mantan narapidana adalah orang yang pernah menjalani
hukuman karena tindak pidana. Sedangkan narapidana adalah orang
hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana).5 Ruang lingkupnya sangat terbatas, mereka tidak dapat bergaul dengan masyarakat luas selama menjalani hukuman dalam
waktu yang telah ditentukan dan kehidupan mereka sering diliputi
stress, merasa tidak diperhatikan, mudah tersinggung, acuh tak acuh
dan mudah putus asa.
Meskipun mantan narapidana pernah melakukan tindak
kriminal yang melanggar hukum, tapi mereka semua adalah manusia
biasa yang tetap memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Begitu pula
terhadap residen yang berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional (BNN) Lido, Bogor, Jawa Barat yang terkait
dengan narkoba. Kebanyakan persepsi orang menyatakan bahwa
pengguna narkoba adalah mereka yang rusak moralnya dan tidak
4
H.A.W. widjaja,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) edisi revisi, h. 102-103
5
5
memiliki akhlak yang terpuji hingga mereka bisa melakukan tindak
kejahatan.
Mereka juga hamba Allah yang memiliki kesempatan
bertaubat untuk membenahi diri agar kembali pada jalan yang benar
dan tidak mengulangi tindak pidana lagi, maka seharusnya selaku
sesama manusia sesuai fitrahnya untuk saling mengingatkan agar
menjalankan segala hal kebaikan dan mencegah kemunkaran di dunia.
Selain dari itu, agama juga sangat berperan penting terhadap
perubahan perilaku manusia. Sebuah agama dipandang sebagai
pedoman, petunjuk serta pegangan hidup dalam bersikap dan
mengaplikasikannya dalam berperilaku. Bagaimanapun keadaan
manusia tidak lepas dari agama, karena manusia adalah “homo
religius”atau makhluk beragama.6
Berdasarkan unsur-unsur fitrah tersebut maka umumnya umat
Islam dan khusunya penyuluh agama sebagaiagent of changedituntut berusaha sesuai kemampuannya mengemban amanat dari Allah yakni
amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban dan tanggung jawab untuk selalu
menebarkan kebaikan.
Ada upaya untuk menangani para penyalahgunaan narkotika
yakni dengan rehabilitasi serta berkomunikasi dengan mereka agar
6
Frang G. Goble,Mazhab Ke-Tiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow,
penyalahguna narkotika dapat memantapkan kepribadian untuk
kembali bersosialisasi dengan masyarakat.
Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dengan memiliki tujuan
awal, sebagai pusat rujukan dalam hal pelayanan secara terpadu
meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban
penyalahguna dan atau pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya, memfasilitasi pengkajian dan pengembangan
rehabilitasi, serta memberikan bantuan informasi dalam rangka
pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba. Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido yang melaksanakan tugas pelayanan masyarakat berupa
rehabilitasi penyalah guna dan atau pecandu narkoba secara terpadu
berdasarkan aspek medis, psikologis, dan sosial.
Berpijak dari pemikiran di atas, akhirnya penulis
berkesimpulan dan merasa perlu membahas mengenai pola
komunikasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. Maka untuk
menjawab semua persoalan tersebut penulis mengambil judul: “Pola
Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam
Pembinaan Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional (BNN) Lido”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi
7
a) Pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses
pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido.
b) Pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses
pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Lido.
2. Perumusan Masalah
Agar dalam pembatasannya lebih terarah dan terfokus, maka
penulis perlu membuat perumusan masalah, yang tersusun dalam
kerangka pernyataan sebagai berikut:
a) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap
proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Lido?
b) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap
proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
a) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama
terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar
b) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama
terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
bagi pengembangan keilmuan dakwah selanjutnya, serta dapat
menambah wawasan berpikir dalam upaya meningkatkan ilmu
pengetahuan.
b) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi
Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido guna meningkatkan mental dan
keagamaannya terhadap residen sesuai dengan fungsinya yaitu
memperbaiki diri residen sehingga dapat kembali menjadi warga
negara baik dan berguna.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan
paradigma ilmiah. Artinya, penelitian ini mengasumsikan bahwa
kenyataan-kenyataan empiris terjadi dalam suatu konteks
sosial-kultural yang saling terkait satu sama lain. Karena itu menurut
9
holistik.7 Sedangkan desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain deskriptif, yaitu metode yang bertujuan
untuk membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti.8
Pemilihan desain penelitian ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan, diantaranya penelitian kualitatif digunakan untuk
mendeskripsikan pola komunikasi yang kompleks dari informan dan
juga memberikan informasi yang lebih mendalam sehingga dapat
memberikan pemahaman yang lebih besar dibandingkan dengan
penelitian kuantitatif. Di sampaing itu, alasan pragmatis juga menjadi
pertimbangan dalam penelitian ini, yaitu biaya murah, waktu yang
cukup singkat, dan rancangan dapat dimodifikasi selama penelitian
berlangsung.
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido Jawa Barat selama kurang lebih enam minggu lamanya,
terhitung mulai minggu ke empat bulan April 2014 sampai bulan Juni
2014 minggu pertama. Sebelumnya penulis telah melakukan survei
izin penelitian yang dilakukan pada tanggal 13 November 2013.
7
M. Sayuti Ali,Metodologi Penelitian Agama,(Pendekatan Teori dan Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 59
8
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling dimana pemilihan informan didasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu dari peneliti sehingga akhirnya
mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber.
Adapun yang menjadi kriteria informan ialah mereka yang
terlibat langsung dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan di Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido. Informan dalam penelitian ini adalah 5
penyuluh agama dan 5 residen selaku penerima penyuluhan. Hal ini
dikarenakan penyuluh agama di BNN Lido berjumlah 5 orang dan
residen dalam penelitian ini hanya sebagai cross chek data dengan fakta dari sumber lain sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil
5 residen.
Pemilihan informan tersebut berdasarkan pada prinsip:
a) Kesesuaian (appropiateness) : informan dipilih
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan
topik penelitian.
b) Kecukupan (adequency) : data yang diperoleh dari
informan harus menggambarkan seluruh fenomena yang
11
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
tersebut adalah memperoleh data.
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:
a) Observasi
Observasi adalah berusaha untuk memperoleh dan
mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan terhadap
sesuatu kegiatan secara akurat, serta fenomena yang muncul
dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam
fenomena tersebut.9 Dalam hal ini peneliti mengadakan
penelitian langsung dengan mengamati objek yang diteliti,
yakni bagaimana pola komunikasi antara penyuluh agama
dengan residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido.
b) Wawancara
Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan
orang-orang yang terlibat sebagai penyuluh agama di Balai
Besar Rehabilitasi BNN maupun residennya, dengan tujuan
untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola
komunikasi dalam proses pembinaan sosial keagamaan sesuai
dengan tujuan dalam penelitian ini. Wawancara tersebut untuk
9
dijadikan sebagai data primer, semua pembicaraan direkam di
dalam alat perekam suara.
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua
orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi
dari seorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara sebagai
garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan
wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering
disebut juga wawancara mendalam, wawancara intensif,
wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka (openended
interview), wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering disebut juga wawancara baku (standardized
interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan
sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban
yang juga sudah disedikan.10 c) Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari
berbagai macam data seperti yang tertulis, mengambil foto, dan
statistik dan data-data di perpustakaan atau instansi terkait
lainnya yang dapat dijadikan analisa untuk hasil dalam
penelitian ini.
10
13
5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Data atau informasi yang telah dikumpulkan perlu diuji
keabsahannya melalui teknik-teknik berikut:
a) Triangulasi metode, yaitu menguji data atau informasi
dengan menggunakan metode yang berbeda.
b) Triangulasi peneliti, yaitu memeriksa data atau informasi
dengan peneliti yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk
menguji kejujuran, subjektivitas dan kemampuan merekam
data oleh peneliti di lapangan.
c) Triangulasi sumber, yaitu membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari
perbandingan yang diharapkan adalah berupa kesamaan
atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.
d) Triangulasi situasi, yaitu bagaimana penuturan seorang
informan jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan
dengan dalam keadaan sendiri.
e) Triangulasi teori, yaitu apakah ada hubungan penjelasan
dan analisis atau tidak antara satu teori dengan teori yang
lain terhadap data hasil penelitian.11
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi triangulasi sumber, yaitu melakukan pengecekkan data antara
penyuluh agama dengan residen dan triangulasi situasi, yaitu
11
melakukan pengecekkan terhadap kenyataan lapangan dengan
penuturan penyuluh agama dan residen.
6. Pedoman Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Penulis menemukan beberapa tema yang sama dengan
penelitian yang ditulis oleh penulis sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Nama Penulis : Shochibul Hujjah
Judul Penelitian : Pola Komunikasi Guru Agama dalam Pembinaan
Akhlak Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan. Hasil penelitiannya adalah:
Guru Agama merupakan komunikator dalam menyampaikan pesan
(materi pelajaran/pembinaan akhlak) kepada para siswanya. Pesan
berupa materi pelajaran/pembinaan akhlak. Media yang digunakan
adalah sekolah yang menjadi tempat terjadinya komunikasi antara guru
dan siswanya. Maka dari situlah timbul efek komunikasi dimana
seorang guru menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam
bersikap dan berucap.
Adapun perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian ini adalah
15
penelitiannya terhadap pembinaan akhlak, sedangkan penelitian ini
fokus pada pembinaan sosial keagamaan.
2. Nama Penulis : Armillatussholihah
Judul Penelitian : Pola Komunikasi Perawat dan Pasien Rawat Inap
dalam Pelayanan Medis di Rumah Sakit Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitiannya: Proses komunikasi
yang berlangsung di ruang perawatan merupakan komunikasi yang
bersifat antarpribadi, serta perawat dan pasien rawat inap
menggunakan komunikasi yang bersifat langsung (tatap muka) secara
verbal dan non verbal dan menggunakan pendekatan komunikasi antar
pribadi secara sosiologis, psikologis dan kultural. Perbedaan dari
penelitian di atas adalah sasaran dan tempat penelitian. Penelitian di
atas hanya fokus kepada aspek sosial dan kejiwaannya, sedangkan
penulis menambahkan aspek keagamaannya. Persamaannya yaitu,
ingin melihat bagaimana dengan komunikasi mampu mempengaruhi
pasien yang sedang sakit atau ketergantungan obat.
Menarik dan penting dari penelitian yang dilakukan untuk
penulisan skripsi ini adalah penelitian ini dilakukan di Balai Besar
Rehabilitasi BNN Lido yang merupakan pusat Rehabilitasi di
Indonesia bagi penyalahguna narkoba. Menurut penulis itu adalah
salah satu lembaga yang sangat memiliki peran penting dalam
menumbuhkan kesadaran masayarkat agar tidak terjerumus kepada
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini disesuaikan dengan pokok masalah yang akan dibahas dalam lima
bab, yaitu:
BAB I: Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari enam sub, antara lain: Latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teori terdiri dari empat sub, antara lain: Pola komunikasi, penyuluh agama, pembinaan sosial keagamaan
dan rehabilitasi residen.
BAB III : Menjelaskan tentang gambaran umum lembaga, meliputi: sejarah Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, visi & misi Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido, dasar hukum, kedudukan tugas
pokok dan fungsi dan sumber daya Balai Besar Rehabilitasi
BNN Lido.
[image:25.595.105.513.215.620.2]BAB IV: Analisis hasil penelitian, terdiri dari tiga sub, yaitu: Gambaran umum informan, kegiatan pembinaan sosial
keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dan analisa
hasil temuan pola komunikasi dalam pembinaan sosial
keagamaan.
17
BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi
1. Pengertian Pola Komunikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola memiliki arti
model, corak, sistem dan bentuk.1 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pola diartikan sebagai model, corak, cara kerja
dan bentuk.2
Menurut H.A.W. widjaja di dalam bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, ada empat pola komunikasi, yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang (Mudjito). Keempat
[image:26.595.103.511.213.677.2]pola tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:3
Gambar.1
Pola Komunikasi Roda
1
Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005) edisi ke-3, h. 884
2
Peter Salim, Yenny Salim,Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,(Jakarta: Modern English Press, 2002), h.
3
H.A.W. widjaja,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) edisi revisi, h. 102-103
A C
D E
Gambar.2
Pola Komunikasi Rantai
Gambar.3
Pola Komunikasi Lingkaran
Gambar.4
Pola Komunikasi Rantai
A B C D E
A
E B
C D
E B
C D
19
Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi
kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam
posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh
anggota lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan
persetujuan anggota lainnya. Pola rantai adalah pola yang
mengarahkan seseorang berkomunikasi pada seseorang yang lain
dan kepada anggota yang lainnya dan anggota seterusnya. Pola
lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu
dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan
pesan. Tidak seorang anggota pun yang dapat berhubungan
langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada
anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi
yang diperlukan untuk memecahkan persoalan. Sedangkan pola
bintang adalah pola yang memungkinkan semua anggota bisa
berkomunikasi dengan semua anggota lainnya.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris
communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, dalam hal ini ialah sama makna.4Dalam komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan
minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni
agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar
4
orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan dan
melakukan suatu perbuatan atau kegiatan.
Menurut Onong Uchjana Effendi komunikasi adalah proses
pernyataan antarmanusia. Hal yang dinyatakan itu adalah pikiran
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa sebagai alat penyalurnya.Sedangkan menurut penuturan
Agus M. Hardjana adalah komunikasi adalah proses penyampaian
makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada
orang lain melalui media tertentu”.5
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan arti dari pola
komunikasi itu, merupakan gabungan dua kata antara Pola dan
Komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah cara atau
struktur yang tetap dalam penyampaian pesan yang terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa dan siapa
yang dipercakapkan. Dapat disimpulkan juga bahwa komunikasi
ialah proses penyampaian pesan dari seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan) untuk tujuan tertentu. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi
berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisispasi atau
bertindak sesuai dengan tujuan dan harapan dari isi pesan yang
disampaikan.
5
21
Dengan mengetahui gambaran pada sebuah proses
komunikasi maka kita dapat mengetahui komunikasi apa yang
digunakan sehingga apabila terjadi sebuah kekurangan dan
kelemahan kita dapat meminimalisasikannya sehingga tidak
menjadi sebuah kesalahan penyampaian sebuah informasi dalam
sebuah proses komunikasi.
Teori komunikasi dari Harold Laswell menjelaskan bahwa
cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah
menjawab pertanyaan: Why says what in which channel to whom with what effect? (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa).6
Teori ini berkaitan dengan adanya pembinaan sosial
keagamaan atau program Religious Session yang dilakukan di BNN, di mana teori ini menekankan adanya perubahan pada
komunikan terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
Serta adanya hubungan-hubungan, dan lingkungan yang berubah.
Oleh karena itu dengan adanya pembinaan sosial keagamaan di
lembaga BNN maka diharapkan adanya perubahan terhadap
residen baik dari segi perilaku, akhlak, peningkatan ibadah dll.
Dengan adanya komunikasi yang dilakukan oleh penyuluh agama
ini dapat berjalan dengan baik. Serta adanya kesinambungan dalam
teori, dengan penelitian yang penulis gunakan.
6
2. Metode Komunikasi
Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan banyak metode yang ditempuh, hal ini tergantung pada
macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya, dan
latar belakang dari komunikan sehingga komunikator harus dapat
melihat metode atau cara apa yang akan dipakai supaya pesan yang
disampaikan mengenai sasaran.
Metode tersebut antara lain:7
a) Komunikasi satu tahap
Komunikator mengirimkan pesan langsung kepada
komunikan sehingga timbul kemungkinan terjadi proses
komunikasi satu arah.
b) Komunikasi dua tahap
Komunikator dalam menyampaikan pesannya tidak
langsung kepada komunikan, tetapi melalui orang-orang
tertentu dan kemudian mereka ini meneruskan pesan
kepada komunikan.
c) Komunikasi banyak tahap
Dalam menyampaikan pesan, komunikator melakukan
dengan cara-cara lain, tidak selalu mempergunakan
komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah akan tetapi
dengan cara lain, yakni dengan melalui berbagai tahap.
7
23
3. Teknik Komunikasi
Teknik bekomunikasi adalah cara atau “seni” penyampaian
suatu pesan yang dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa,
sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan.8
Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan
komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi:9
a) Komunikasi Informatif, yaitu memberikan
keterangan-keterangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil
kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu
pesan informatif justru lebih berhasil dari pada persuasif,
misalnya jika audiensi adalah kalangan cendikiawan.
b) Komunikasi Persuasif, yaitu berisikan bujukan, yakni
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa
apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan
sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri
(bukan dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas
kesadaran sendiri.
c) Komunikasi Instruktif/koersif, yaitu penyampaian pesan
yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi
apabila tidak terlaksana. Bentuk yang terkenal dari
penyampaian model ini adalah agitasi dengan
penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan
8
Onong Uchjana Effendy,Dinamika Kelompok, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008) cet. Ke-7, h. 6
9
di kalangan khalayak. Koersif dapat berbentuk
perintah-perintah, instruksi, dan sebagainya.
d) Hubungan manusiawi, yaitu bila ditinjau dari ilmu
komunikasi hubungan manusiawi ini termasuk ke dalam
komunikasi antarpersona (interpersonal communication)
sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara
dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu
komunikasinya bersifat action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku
seseorang.
4. Macam-macam Bentuk Komunikasi
Pada dasarnya ada 4 bentuk komunikasi, diantaranya:
komunikasi intrapersonal, komunikasi antarpribadi, komunikasi
kelompok, dan komunikasi massa. Namun komunikasi yang paling
diperlukan oleh seorang penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya,
antara lain yang menyangkut:
a) Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi antara
orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal ataupun nonverbal.10
10
25
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penyuluh agar
bisa menjalin komunikasi antarpribadi dengan masyarakat seperti
yang semestinya:11
1) Kemampuan empati
2) Menciptakan situasi homopholy dengan khalayak
3) Menegakkan keserasian (kompatibilitas) program yang
dijalankannya dengan kebudayaan masyarakat setempat
b) Komunikasi Kelompok
Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya,
Human Communication, A Revisian of Approaching Speech Communication, yang disadur oleh Sasa Djuarsa, memberi
batasan komunikasi kelompok sebagai “interaksi tatap muka
dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau
tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi,
pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua
anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota
lainnya dengan akurat.12
Komunikasi kelompok bisa diartikan sebagai suatu
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan
bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka
11
Zulkarimein Nasution,Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan,h. 22 12
menjadi salah satu bagian dari kelompok tersebut, komunikasi
ini dengan sendirinya melibatkan komunikasi interpersonal.13
Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa
sedikit, bisa juga banyak. Jika jumlah orang dalam kelompok
itu sedikit, disebut komunikasi kelompok kecil. Jika jumlah
komunikannya banyak, dinamakan komunikasi kelompok
besar.14
1) Komunikasi kelompok kecil (small group communication), yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kognisi komunikan. Dalam komunikasi
kelompok kecil pelaku komunikasi berjumlah sedikit.
Dalam komunikasi ini, logika berpikir memiliki
peranan yang sangat penting. Prosesnya terjadi secara
dialogis, tidak linear, tetapi sirkular.
2) Komunikasi kelompok besar (large group communication) lebih cenderung ditujukan kepada afeksi (perasaan) komunikan, jadi tidak pada logis
komunikan. Komunikasi kelompok besar bersifat
heterogen, berbeda dengan komunikasi kelompok kecil
yang homogen. Proses komunikasi dalam komunikasi
kelompok besar bersifat linear, satu arah.
13
Marhaeni Fajar,Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.65
14
27
Dapat disimpulkan bahwa, dalam komunikasi kelompok
jumlah komunikan tidak dapat ditentukan secara eksak, berapa
jumlah orang yang termasuk dalam small group communication atau berapa orang yang termasuk dalam large group communication.
c) Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah salah satu konteks
komunikasi antar-manusia yang sangat besar perannya dalam
perubahan sosial atau masyarakat. Sebagai salah satu konteks
komunikasi, komunikasi massa adalah komunikasi
antara-manusia yang memanfaatkan media (massa) sebagai alat
komunikasi.15
Komunikasi massa pada dasarnya mempunyai proses
yang melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang
berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat: pesan yang diberi
kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran
dan diberi kode oleh penerima (decode): tanggapan yang
diamati penerima: umpan balik yang memungkinkan interaksi
berlanjut antara sumber dan penerima.
Definisi awal dari komunikasi massa sebagai suatu
bidang kajian memfokuskan pada “masyarakat massa” seperti
khalayak komunikasi. Masyarakat massa merupakan
15
lingkunagan dimana komunikasi massa berfungsi. Herbert
Blumer, dengan menggunakan konsep-konsep yang berasal
dari teori-teori masyarakat massa memberikan ciri-ciri
khalayak massa sebagai:
1) Heterogen dalam komposisi, anggota-anggotanya
berasal dari kelompok-kelompok yang berbeda
dalam masyarakat.
2) Kelompok individu yang tidak mengetahui satu
sama lain, yang terpisah berdasarkan kekhususan
satu sama lain, dan yang tidak dapat berinteraksi
satu sama lain.
Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa,
komunikasi massa tidak dapat dilepaskan dari media massa
sebagai alat bantu dan massa sebagai kumpulan masyarakat
yang jumlahnya banyak.
5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan
Unsur-unsur komunikasi dalam penyuluhan yaitu semua unsur
(faktor) yang terlibat, turut serta atau diikutsertakan ke dalam kegiatan
penyuluhan, antara unsur yang satu dengan unsur lainnya tidak dapat
dipisahkan karena semuanya tunjang-menunjang dalam satu aktifitas.
29
a) Penyuluh (communicator, source, sender)
Penyuluh adalah orang yang menyampaikan pesan.
Penyuluh sebagai pihak yang berinisiatif menyampaikan
gagasannya harus dilandasi adanya kepercayaan (source
credibility), dan daya tarik (source attractiveness). Dalam hal ini kepercayaan dalam diri penyuluh ialah memiliki
keahlian (expertise) sesuai bidangnya sehingga materi yang
dikomunikasikan memiliki daya penetrasi yang tinggi
dalam mendorong dan merangsang perubahan yang
diinginkan.
Penyuluh dalam hal ini komunikator sebagai unsur
yang sangat menentukan proses komunikasi harus
mempunyai persyaratan dan menguasai bentuk, model, dan
startegi komunikasi untuk mencapai tujuannya.
Faktor-faktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan
daya tarik komunikan atau sasaran kepada komunikator
dalam hal ini adalah penyuluh.
Syarat yang diperlukan penyuluh untuk
berkomunikasi, di antaranya:
1) Mempunyai kredibilitas yang tinggi bagi
sasarannya
2) Kemampuan berkomunikasi yang baik
4) Sikap
5) Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki
kemampuan untuk melakukan perubahan sikap
atau perubahan pengetahuan pada diri
komunikan.16
b) Sasaran (communicant, communicatee)
Sasaran adalah orang yang menerima materi.
Sasaran di sini adalah sasaran komunikasi, yang merupakan
faktor kunci untuk mendapatkan efek perubahan yang kita
inginkan.
Kelompok sasaran penyuluh agama terbagi ke
dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Kelompok sasaran masyarakat umum:
a) Masyarakat pedesaan
b) Masyarakat transmigrasi
2) Kelompok sasaran masyarakat perkotaan:
a) Komplek perumahan
b) Real estate c) Masyarakat pasar
d) Masyarakat industri, dll
3) Kelompok sasaran masyarakat khusus:
a) Cendekiawan
16
31
b) Generasi muda
c) Lembaga Pengembangan Masyarakat
d) Binaan Khusus; LP, WTS, Rumah Sakit, dll
e) Daerah terpencil
c) Materi
Materi adalah pernyataan yang didukung oleh
lambang. Materi harus dirumuskan secara apik dan
sederhana karena dalam isi materi terkandung makna dan
maksud tertentu, juga menghindari munculnya makna
bersayap dan terselubung sehingga sulit dijelaskan dan
dipahami oleh pihak penerima.
Materi penyuluhan Agama islam pada dasarnya
meliputi materi agama dan materi pembangunan,
meliputi:17
a) Materi Agama: Aqidah, syari’ah, muamalah,
akhlak
b) Materi pembangunan: Pembinaan wawasan
kebangsaan, kesadaran hukum, kerukunan antar
umat beragama, reformasi kehidupan nasional,
partisipasi masyarakat dalam pembangunan
17
Mohammad Idris Abdul Shomad, disampaikan dalam Seminar Nasional:
“Implementasi Kebijakan Pengembangan Profesionalisme Penyuluh Agama Islam”UIN Jakarta,
d) Media (channel)
Media adalah sarana atau saluran yang mendukung
kegiatan komunikasi jika sasaran jauh tempatnya atau
banyak jumlahnya.18Saluran adalah wahana atau alat yang digunakan sebagai media perantara dalam komunikasi, baik
bahasa, gambar, bunyi, maupun cahaya.19
Media komunikasi di sini ialah alat komunikasi,
seperti berbicara, gerak badan, kontak mata, sentuhan,
radio, televisi, surat kabar, buku dan gambar. Media
komunikasi ini sengaja dipilih penyuluh untuk
menghantarkan pesannya agar sampai ke sasaran.
e) Metode
Metode ialah cara penyuluh dalam menyampaikan
materi agar materi yang disampaikan mengenai sasaran.
f) Waktu
Waktu dikatakan sebagai unsur kegiatan
penyuluhan karena hal ini terkait dengan kesempatan. Itu
artinya bahwa dalam kegiatan penyuluhan itu tidak hanya
kesiapan dari penyuluh saja yang diperhatikan namun lebih
kepada waktu luang yang dimiliki oleh sasaran sehingga
membuat mereka lebih nyaman dan bisa serius dalam
18
Wahyu Ilaihi,Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 8 19
33
mengikuti kegiatan penyuluhan yang ditujukan bagi
mereka. Dengan kata lain jika kita ingin kegiatan
penyuluhan itu berjalan dengan semestinya, terkait dengan
waktu selain yang menyangkut kesempatan maka yang juga
harus diperhatikan yaitu materi apa yang dibutuhkan oleh
sasaran waktu itu.
g) Tempat
Tempat tidak jauh berbeda dengan waktu, tempat
dikatakan sebagai unsur penyuluhan karena juga
menunjang kegiatan penyuluhan itu sendiri. Tempat dapat
mempengaruhi jalannya kegiatan penyuluhan karena
berkaitan dengan suasana hati dari sasaran dan penyuluh.
Maksudnya adalah tempat itu bisa membangun suasana,
suasana kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam suatu
ruangan akan berbeda dengan kegiatan penyuluhan yang
dilakukan di luar ruangan.
Dalam komunikasi ada satu unsur yang menjadi standar
keberhasilan pesan yang disampaikan dari komunikator kepada
komunikan, yaitu:
h) Efek(effect, impact, influence)
Efek yaitu dampak sebagai pengaruh pesan. Efek
komunikasi adalah tujuan akhir komunikasi. Komunikasi
disampaikan dan diterima mampu membuka cakrawala
berpikir sehingga mampu memberi kesan baik atau citra
positif dalam setiap diri khalayak. Efek inilah yang mampu
menuntun khalayak mengambil keputusan yang tepat. Pada
tingkat ini, mungkin terjadi penambahan, penguatan,
bahkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku di
antara peserta komunikasi.20
Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan
menurut kadarnya, yaitu:
1) Dampak kognitif, adalah yang timbul pada
komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu
atau meningkat intelektualitasnya
2) Dampak afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada
dampak kognitif. Tujuan komunikator bukan
hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi
bergerak hatinya, menimbulkan pesan tertentu,
misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira,
marah, dan sebagainya
3) Dampak behavioral/psikomotorik, yang paling
tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada
komunikan dalam bentuk perilaku tindakan atau
kegiatan.
20
35
Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang ada dalam
penyuluhan merupakan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi juga,
keduanya saling berkaitan. Unsur-unsur di atas menunjang
keberhasilan suatu kegiatan penyuluhan.
B. Penyuluh Agama
1. Pengertian Penyuluh Agama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menggambarkan
dinamika penggunaan kata penyuluh. Kata penyuluh berasal dari kata
dasar suluh, yang berarti barang yang dipakai untuk menerangi, dalam
hal ini penyuluh berarti pemberi penerangan atau orang yang bertugas
melaksanakan kegiatan.21
Secara khusus, kata penyuluh terkait dengan istilah bimbingan
yaitu bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) satu
istilah dari cabang disiplin ilmu psikologi. Arti penyuluhan secara
khusus ialah proses pemberian bantuan kepada individu atau kelompok
dengan menggunakan metode psikologi agar yang bersangkutan dapat
keluar dari masalahnya dengan kekuatan sendiri, baik bersifat prefentif
(pencegahan), kuratif, korektif maupun perkembangan.22
Seorang penyuluh harus memahami teknik praktis penyuluhan
berupa kemampuan menjadi narasumber atau penceramah (retorik),
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia,h. 1100 22
penguasa substansi persoalan, maupun menganalisis kondisi audien,
dan mengoptimalkan penampilan.
Dapat penulis tarik kesimpulan bahwa penyuluha agama adalah
orang yang berperan dalam bertugas atau berprofesi yang memberikan
pendidikan, bimbingan dan penerangan kepada masyarakat untuk
mengatasi berbagai masalah dengan menggunakan bahasa agama.
2. Tugas Penyuluh Agama
Sebagai konsekuensi dari tugas yang diembannya, maka pada
setiap penyuluh pada dasarnya tercermin beberapa fungsi yang melekat
pada dirinya.23
a) Seorang penyuluh dapat dilihat sebagai seorang pemimpin
yang membina dan meningkatkan kemampuan anggota
masyarakat dalam usaha bersama mengubah kehidupan
menjadi lebih baik.
b) Seorang penyuluh juga dapat dilihat sebagai seorang
motivator, agar masyarakat yang dibinanya bersemangat
untuk berusaha mencapai cita-cita kehidupan bersama.
c) Dalam proses perubahan itu, penyuluh sekaligus
merupakan fasilitator yang membantu anggota masyarakat
melaksanakan proses kegiatan yang dimaksud.
d) Penyuluh juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan atau
orang-orang yang menyebarserapkan inovasi ke
tengah-23
37
tengah masyarakat. Dengan gagasan-gagasan dan ide-ide
yang disebarluaskannya.
Tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan
mengembangkan kegiatan penyuluhan agama dan pembangunan
melalui bahasa agama.
Ada beberapa fungsi penyuluh agama Islam, menurut standar
Kementerian Agama, yaitu:24
a) Fungsi Informatif dan Edukatif, penyuluh agama Islam
memposisikan dirinya sebagai da’i yang berkewajiban
mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama
dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan tuntutan al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
b) Fungsi Konsultatif, penyuluh agama Islam menyediakan
dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat secara
umum.
c) Fungsi Advokatif, penyuluh agama Islam memiliki
tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan
pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang
merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak
akhlak.
24
Beberapa al-Qur’an dan Hadis menyebutkan bahwa:
Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kabaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yangberuntung”(QS. Al-Imran:104)
Hadits Rasulullah SAW: “Barang siapa yang melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tangan, apabila tidak kuasa dengan tangan, maka rubahlah dengan lisan, dan apabila tidak bisa dengan lisan maka dengan hati, walaupun itulah selemah-lemahnya iman”.
Semua fungsi yang dikemukakan di atas tadi menuntut satu
hal yang tidak bisa dielakkan oleh seorang penyuluh, ialah
kemampuan berkomunikasi dengan khalayak, karena penyuluh
juga tidak lain (idealnya) adalah seorang komunikator yang handal.
Bagi seorang penyuluh kemampuan berkomunikasi
merupakan hal yang harus dikuasai, salah satunya dalam
pengembangan sosial keagamaan, karena dengan kemampuan
komunikasi berpangaruh untuk perubahan residen.
C. Pembinaan Sosial Keagamaan 1. Pengertian Pembinaan Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pembinaan”
mengandung arti penyempurnaan, pembaharuan usaha, tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk
memperoleh hasil yang baik.25
25
39
Pembinaan merupakan segala usaha, ikhtiar, dan kegiatan yang
berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, dan
pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah.26
Pembinaan sosial merupakan kegiatan yang mengandung
tujuan utama yaitu memperkenankan serta memberi jalan agar
bakat-bakat yang dimiliki oleh setiap manusia itu dapat berkembang, dalam
hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial manusia itu
sendiri. Kehidupan sosial menurut Islam didasarkan pada keluhuran
budi dan ketinggian akhlak, bahkan dianggap sebagai salah satu bagian
penting dalam aqidahnya, juga memperkuat kepribadian manusia itu
dalam segala segi dan persoalannya, baik keruhanian, kecerdasan akal,
kesucian hati, budi pekerti dan juga tubuhnya.27
Pembinaan sosial merupakan salah satu kegiatan yang
diselenggarakan sebuah lembaga tertentu dalam hal ini ialah lembaga
rehabilitasi korban penyalahguna narkoba/pecandu narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Pembinaan sosial menjadi
saran bagi residen atau orang yang sedang dalam masa rehabilitasi
dalam implementasi nilai-nilai sosial. Pembentukan pribadi residen
menjadi manusia seutuhnya akan dapat diwujudkan jika residen
memperoleh kesempatan menghayati kehidupan manusia, baik secara
universal maupun khusus bagi suatu bangsa. Pengalaman dan
26
Masdar Hilmi,Dakwah dalam Alam Pembangunan,(Semarang: Toha Putra, 1973), h. 53
27Musthafa Husni Assiba’i,
kepercayaan itu diperoleh oleh residen secara langsung ketika masa
rehabilitasi dan dari materi-materi yang disampaikan. Disamping itu,
sebagian besar lainnya pengalaman itu diperoleh di luar kegiatan dan
materi yang disampaikan.
Dengan pembinaan sosial ini dimaksudkan agar residen dapat
kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di
rumah, di sekolah/di kampus dan di tempat kerja. Program rehabilitasi
sosial merupakan persiapan untuk kembali kemasyarakat dan diterima
oleh masyarakat.28
2. Pengertian Pembinaan Keagamaan
Pembinaan keagamaan (psikoreligius) terhadap para
penyalahguna NAPZA ternyata memegang peranan penting, baik dari
segi pencegahan, terapi maupun rehabilitasi.
Keagamaan berasal dari kata “agama” yang telah diberi awalan
“ke” dan akhiran “an”. Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta.
Satu pendapat megatakan bahwa agama terdiri dari dua suku kata yaitu
“a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi. Jadi agama
berarti tidak pergi, tetapi ditempat atau diwarisi turun temurun.
Pendapat lain mengatakan agama berarti teks atau kitab suci, karena
setiap agama memang mempunyai kitab suci.
28
41
Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain, yang
mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam
lingkup lokal, regional, nasional maupun mondial. Maka dalam
tinjauannya yang dipentingkan ialah daya guna dan pengaruh agama
terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama
(agama-agama) cita-cita masyarakat (akan keadilan dan kedamaian,
dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani) dapat terwujud.
Menurut Khodijah Salim sebagaimana dikutip Mujahid Abdul
Manaf, agama adalah peraturan Allah SWT, yang diturunkan kepada
Rasulnya yang telah lalu, yang berisikan suruhan, larangan dan lain
sebagainya yang wajib ditaati manusia dan menjadi pedoman serta
pegangan hidup agar selamat dunia akhirat.29
Termasuk dalam pembinaan keagamaan ini adalah semua
bentuk ritual keagamaan, misalnya dalam agama Islam antara lain:
a) Menjalankan sembahyang wajib 5 waktu dan ditambah
dengan sembahyang sunah.
b) Berdo’a dan berdzikir (memohon dan mengingat Allah
SWT).
c) Membaca dan mempelajari isi kandungan al-Qur’an.
29
d) Pendalaman keagamaan dari pembimbing agama yang
terkait khususnya di bidang keimanan, kesehatan dan
perilaku yang sholeh dan terpuji (akhlakul karimah).30
Pendalaman, penghayatan dan pengalaman keagamaan ini akan
menumbuhkan kekuatan kerohanian (spiritual power) pada diri
seseorang sehingga mampu menekan resiko seminimal mungkin
terlibat kembali dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.
Hawari (2000) dalam penelitiannya memperoleh data bahwa para
mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA apabila taat dan rajin
menjalankan ibadah, resiko kambuh hanya 6,83 %, bila
kadang-kadang beribadah, resiko kekambuhan 21,50 %, dan apabila tidak
sama sekali menjalankan ibadah agama, resiko kekambuhan mencapai
71,67 %.31
Penelitian yang dilakukan oleh Cancerellaro, Larson dan Wilson (1982) manyatakan bahwa terapi keagamaan dalam arti
sembahyang, do’a dan dzikir (mengingat Tuhan) terhadap para pasien
penyalahguna/ketergantungan NAPZA ternyata membawa hasil yang
jauh lebih baik daripada hanya terapi medik-psikiatrik saja.32
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agama
adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia dalam usahanya
mencari hakikat diri hidupnya dan yang mengajarkan kepadanya
30
Dadang Hawari,Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif),h. 140
31
Ibid, h. 141 32
43
dengan Tuhan. Unsur agama dalam rehabilitasi residen mempunyai
arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Sedangkan keagamaan merupakan suatu
kegiatan yang berhubungan dengan agama, serta mempunyai peranan
penting dalam penyembuhan residen di dalam masa rehabnya. Maka
fungsinya Islam dalam pembinaan sosial keagamaan adalah dengan
tugas menguatkan agamanya, mendidik pribadinya, membersihkan
ruhaninya dan mempertinggi mutu akhlaknya, semua itu agar residen
tidak lagi terlibat dan memakai narkoba dan zat adiktif lainnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan pembinaan sosial
keagamaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan
nilai-nilai sosial dan agama yang diarahkan pada peningkatan
pemahaman kesadaran tentang nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama,
baik dari segi akhlak, syariah maupun aqidah serta tataran kehidupan.
D. Rehabilitasi Residen 1. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan
orang yang memiliki penyakit kronis baik dari fisik maupun
psikologinya.33
Rehabiliatsi bisa disebut sebagai tempat untuk mulai
membebaskan diri dari ketergantungan narkoba, sebagai modal awal
33
untuk bisa bertahan dan bebas dari pengaruh ikut-ikutan atau
keterkaitan dengan keberadaan narkoba, dan untuk selanjutnya dapat
hidup produktif dengan pola hidup sehat (BNN, 2006)
Adapun hasil yang diharapkan setelah residen selesai menjalani
program rehabilitasi adalah antara lain:
a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.
b) Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAPZA.
c) Memiliki keterampilan.
d) Dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan
sehari-hari baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di
tempat kerja maupun masyarakat.34
Dapat diambil kesimpulan bahwa rehabilitasi tidak hanya
memulihkan kondisi fisik pecandu semata, melainkan pemulihan
mental, emosional, dan spritual. Dengan detoksifikasi fisik pecandu
mengalami perubahan dimana adanya penghilangan racun dari narkoba
yang dapat meniadakan akibat-akibat fisik, namun dengan
detoksifikasi bukan berarti pecandu dinyatakan pulih dari narkoba
(BNN, 2006)35
2. Pengertian Residen
Residen narkoba dapat diartikan sebagai seseorang yang
sedang mengikuti proses pemulihan agar dapat lepas dari
34
Dadang Hawari,Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif),h. 133
35
45
ketergantungan narkoba. Pemulihan yang dimaksud adalah upaya yang
dilakukan secara bertahap, untuk mempelajari keterampilan baru dan
tugas-tugas yang mempersiapkannya menghadapi tantangan hidup
6
A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN
Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan
kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat
dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor
6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional
(BAKIN) untuk menanggulangi enam permasalahan nasional yang
menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan
penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan,
penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, dan
pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk
Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya
adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah
badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari
Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri,
Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan
bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak
mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi
anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan
[image:55.595.104.513.186.591.2]Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan
terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut,
Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan
Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden
Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi
penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah
terkait.
BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak
mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN
diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya secara maksimal.
BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi
untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh
karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002
tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan
Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum
dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan
ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan
narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional
penanggulangan narkoba.
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran
dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus
berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP
(Badan Narkotika Provinsi) dan BNK (Badan Narkotika
Kabupaten/Kota). Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang
memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif
(kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja
optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba
yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang
otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor
83 Tahun 2007 tentang BNN, BNP dan BNK , yang memiliki
kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait
dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan
mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang
masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan
Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BNKab/Kota)
tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus
meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor
VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan
merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan
mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997.
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan
kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan
prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara
untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena
disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah
digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk
menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco
for Politic).
B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN VISI:
Menjadi Pusat Rujukan Nasional Pelaksana Rehabilitasi Bagi
Penyalahguna dan/atau Pecandu Narkoba Secara Profesional.
MISI:
1. melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan
sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba;
2. memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi;
pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba.
C. Dasar Hukum, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
1. Dasar hukum Balai Besar Rehabilitasi BNN sudah tertera dalam
dasar hukum, yakni:
a) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
b) Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional.
c) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor:
PER/03/V/2010/BNN tentang Organisasi dan Tata Kerja
(OTK) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.
d) Peraturan Katua Badan Narkotika Nasional Nomor:
PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15 November 2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan
Rehabilitasi BNN.
e) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
D. Sumber Daya
1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan
a. Dokter umum yang sudah dilatih menangani korban NAPZA
b. Perawat
1
d. Psikolog
e. Peksos
f. Pembimbing Keagamaan
g. Sopir
h. Satpam
2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial 1. Tenaga Pelayanan Resos
a. Peksos, 1:5 dengan klien (Rasio)
b. Psikolog
c. Pembimbing agama
d. Infrastruktur keterampilan
e. Pendidik/Guru
2. Tenaga A