• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotik Nasional (BNN) Lido

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotik Nasional (BNN) Lido"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) LIDO

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

DEUIS NUR APRIANTI NIM: 1110052000027

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Pola Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam Pembinaan Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido

Penyuluh agama merupakan agen perubahan yang membawa ide, gagasan serta memberikan inovasi bagi perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini menuju keadaan yang lebih baik. Sebagai agen perubahan diperlukan banyak kemampuan agar memungkinkan penyuluh dapat sukses merubah masyarakat dalam hal pengetahuan, sikap, dan perilaku salah satunya kemampuan berkomunikasi. Dengan kemampuan komunikasinya maka penyuluh agama tidak terkecuali dapat juga merubah pengetahuan, sikap dan perilaku residen yang ada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido. Melalui pola komunikasi yang efektif dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan penyuluh agama dapat masuk memberikan informasi dan gagasannya untuk merubah residen menjadi orang yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT dan diterima oleh masyarakat lainnya.

Dari pemaparan di atas tersebut ditemukan rumusan masalah: Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido? Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido?

Kemudian, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan teknik analisis data yang digunakan yaitu triangulasi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Teori yang digunakan adalah pola komunikasi menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Ada empat pola komunikasi, yaitu pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah. Semoga rahmat serta salam penghormatan

senantiasa tercurah bagi Rasul utusan Allah berikut segenap keluarga, sahabat,

dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya.

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karena skripsi yang

menjadi syarat kelulusan sudah sampai pada kesimpulannya. Selama penulisan

skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari

itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Keluarga penulis, khususnya mamah dan bapak yang selalu memberikan

ridhonya, dan selalu menghantarkan anaknya dengan doa. Adik-adik yang

selalu menyemangati penulis.

2. Kepada orang tua penulis Ibu Sri Rezeki Houtman dan Alm. Bapak

Houtman Zainal Arifin yang memberikan doa dan memberikan

kesempatan kepada penulis untuk tinggal di Yayasan Pondok Sruni

sebagai rumah penulis yang ke dua, serta seluruh keluarga penulis di

Yayasan Pondok Sruni.

3. Kepada Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pengelola Beasiswa BIDIK MISI yang sudah memberikan bantuan kepada

penulis selama masa kuliah jenjang S1.

4. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

(7)

iii

Islam.

6. Bapak Drs. Jumroni, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

banyak membantu memberikan arahan dalam penyusunan sampai pada

akhir skripsi

7. Kepada seluruh staff Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido khususnya Bapak

Solihun, Mbak Tuti, Ustadzah Musciner, Ustadz Jajang, Ustadz Jamal,

Ustadz Muslim, Ustadz Luthfi dan residen yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian dan banyak membantu penulis sehingga

penelitian ini berjalan dengan baik dan lancar.

8. Teman-teman penulis Mela Silviana yang telah menemani penulis

beriringan menuju tempat penelitian. Fatmala Dewi, Intan Mayasari, Kiki

Rizki Amelia, Sri Mulyanti, Eka Fitri Yana, Haula Sofiana, Sabatini Ayu

Sentani, Juairiyah, Ida Handayani serta teman-teman yang lain yang tidak

penulis sebutkan satu persatu, terimakasih.

Semoga Allah meridhoi setiap waktu, langkah dan pengorbanan yang telah

dilakukan selama penyelesaian skripsi ini. Amiin.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca dan

khususnya untuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, mohan maaf atas

segala kekurangan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Jakarta, 23 Juli 2014

(8)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN TEORITIS... 17

A. Pola Komunikasi ... 17

1. Pengertian Pola Komunikasi ... 17

2. Metode Komunikasi ... 22

3. Teknik Komunikasi... 23

4. Macam-macam Bentuk Komunikasi ... 24

5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan ... 28

B. Penyuluh Agama... 35

1. Pengertian Penyuluh Agama ... 35

2. Tugas Penyuluh Agama ... 36

C. Pembinaan Sosial Keagamaan ... 38

1. Pengertian Pembinaan Sosial ... 38

2. Pengertian Pembinaan Keagamaan ... 40

D. Rehabilitasi Residen... 43

(9)

v

A. Sejarah berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido ... 46

B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido ... 49

C. Dasar Hukum, Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi ... 50

D. Sumber Daya... 50

1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan . ... 50

2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial ... 51

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA... 53

A. Gambaran Umum Informan ... 53

1. Penyuluh Agama ... 53

2. Residen ... 59

B. Kegiatan Pembinaan Sosial Keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido... 63

1. Kegiatan Pembinaan Sosial... 63

2. Kegiatan Pembinaan Keagamaan ... 64

C. Analisa Hasil Temuan... 66

1. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Sosial... ... 67

2. Analisa Pola Komunikasi dalam Pembinaan Keagamaan ... 69

BAB V PENUTUP... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyuluh agama sebagaimana tercantum dalam Keputusan

Menteri Agama RI Nomor 791 tahun 1985, adalah pembimbing umat

beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Penyuluh Agama Islam, yaitu

pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan

ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta

menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa

agama.1

Secara umum, istilah penyuluhan dalam bahasa sehari-hari

sering digunakan untuk menyebut pada kegiatan pemberian

penerangan kepada masyarakat, baik oleh lembaga pemerintah

maupun oleh lembaga non-pemerintah. Istilah ini diambil dari kata

dasar suluh yang searti dengan obor dan berfungsi sebagai penerangan.

Pada hakikatnya penyuluhan adalah bagian dari komunikasi,

yaitu proses penyampaian pesan oleh penyuluh kepada mereka yang

di suluh sejak mengetahui, meminati, dan kemudian menerapkannya

1

Ujang Jaenal Mutakin,Penyuluh Agama Islam Cilegon

(11)

dalam kehidupan yang nyata.2 Bagi seorang penyuluh, kemampuan

yang benar-benar dikuasai dalam berkomunikasi tidak diragukan lagi

merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan. Tanpa kemampuan

berkomunikasi yang memadai, sedikit kemungkinan bagi penyuluh

untuk dapat sukses dalam tugasnya menyampaikan informasi dan

mengajak anggota masyarakat berubah dalam hal pengetahuan, sikap,

dan perilaku.

Sebagai salah satu agen perubahan, maka diperkirakan

kompetensi komunikasi merupakan hal yang penting yang paling

diperlukan penyuluh. Penyuluh datang ke tengah suatu masyarakat

membawa sejumlah ide dan gagasan, umumnya ide dan gagasan

tersebut mengandung hal-hal yang baru bagi masyarakat yang

didatanginya. Tujuan penyebarluasan ide dan gagasan itu adalah untuk

melakukan perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini

menuju keadaan yang lebih baik lagi. Usaha perubahan tersebut

termasuk ke dalam apa yang dikenal dengan perubahan sosial (social

change), sedangkan orang yang mempelopori perubahan sosial seperti yang dilakukan oleh para penyuluh disebut sebagai agen perubahan

(agent of change).

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan

berkomunikasi manusia melakukan suatu hubungan, karena manusia

adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan saling

2

(12)

3

membutuhkan satu sama lain. Tanpa berkomunikasi manusia tidak

akan bisa menjalankan fungsinya sebagai pembawa amanah dari Allah

di muka bumi (khalifah).

Dalam setiap peristiwa komunikasi tidak terlepas dari

unsur-unsur komunikasi, A. W. Widjaya dalam bukunya Komunikasi dan Hubungan Masyarakat mengatakan “bahwa unsur-unsur komunikasi terdiri atas sumber (orang, lembaga, buku, dokumen, dan lain

sebagainya), komunikator (orang, kelompok, surat kabar, radio,

televisi, film, dll), pesan (bisa melalui lisan, tatap muka langsung),

saluran media umum dan media massa (media umum seperti radio,

OHP, dll sedangkan media massa seperti pers, radio, film, dan TV),

komunikan (orang, kelompok atau negara), efek atau pengaruh

(perbedaan antara apa yang dirasakan atau apa yang dipikirkan, dan

dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan)”.3

Pola komunikasi merupakan gambaran atau rancangan

bagaimana proses komunikasi antara komunikan dengan komunikator

dapat berjalan dengan efektif ketika pesan yang disampaikan oleh

komunikator kepada komunikan itu dapat sampai dan bisa mengubah

sikap, pendapat, dan perilaku komunikan secara face to face communication dan dapat juga melalui sebuah medium telepon atau menggunakan media komunikasi (komunikasi massa) baik secara

3

(13)

lisan ataupun tulisan dan baik yang terjadi secara individu, antar

individu, maupun kelompok.

Setidaknya ada empat pola komunikasi yang dapat terjadi

dalam suatu kegiatan termasuk dalam kegiatan sosial keagamaan,

yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola

bintang.4

Mantan narapidana adalah orang yang pernah menjalani

hukuman karena tindak pidana. Sedangkan narapidana adalah orang

hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak

pidana).5 Ruang lingkupnya sangat terbatas, mereka tidak dapat bergaul dengan masyarakat luas selama menjalani hukuman dalam

waktu yang telah ditentukan dan kehidupan mereka sering diliputi

stress, merasa tidak diperhatikan, mudah tersinggung, acuh tak acuh

dan mudah putus asa.

Meskipun mantan narapidana pernah melakukan tindak

kriminal yang melanggar hukum, tapi mereka semua adalah manusia

biasa yang tetap memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Begitu pula

terhadap residen yang berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional (BNN) Lido, Bogor, Jawa Barat yang terkait

dengan narkoba. Kebanyakan persepsi orang menyatakan bahwa

pengguna narkoba adalah mereka yang rusak moralnya dan tidak

4

H.A.W. widjaja,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) edisi revisi, h. 102-103

5

(14)

5

memiliki akhlak yang terpuji hingga mereka bisa melakukan tindak

kejahatan.

Mereka juga hamba Allah yang memiliki kesempatan

bertaubat untuk membenahi diri agar kembali pada jalan yang benar

dan tidak mengulangi tindak pidana lagi, maka seharusnya selaku

sesama manusia sesuai fitrahnya untuk saling mengingatkan agar

menjalankan segala hal kebaikan dan mencegah kemunkaran di dunia.

Selain dari itu, agama juga sangat berperan penting terhadap

perubahan perilaku manusia. Sebuah agama dipandang sebagai

pedoman, petunjuk serta pegangan hidup dalam bersikap dan

mengaplikasikannya dalam berperilaku. Bagaimanapun keadaan

manusia tidak lepas dari agama, karena manusia adalah “homo

religius”atau makhluk beragama.6

Berdasarkan unsur-unsur fitrah tersebut maka umumnya umat

Islam dan khusunya penyuluh agama sebagaiagent of changedituntut berusaha sesuai kemampuannya mengemban amanat dari Allah yakni

amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban dan tanggung jawab untuk selalu

menebarkan kebaikan.

Ada upaya untuk menangani para penyalahgunaan narkotika

yakni dengan rehabilitasi serta berkomunikasi dengan mereka agar

6

Frang G. Goble,Mazhab Ke-Tiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow,

(15)

penyalahguna narkotika dapat memantapkan kepribadian untuk

kembali bersosialisasi dengan masyarakat.

Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dengan memiliki tujuan

awal, sebagai pusat rujukan dalam hal pelayanan secara terpadu

meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial terhadap korban

penyalahguna dan atau pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan

adiktif lainnya, memfasilitasi pengkajian dan pengembangan

rehabilitasi, serta memberikan bantuan informasi dalam rangka

pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba. Balai Besar Rehabilitasi

BNN Lido yang melaksanakan tugas pelayanan masyarakat berupa

rehabilitasi penyalah guna dan atau pecandu narkoba secara terpadu

berdasarkan aspek medis, psikologis, dan sosial.

Berpijak dari pemikiran di atas, akhirnya penulis

berkesimpulan dan merasa perlu membahas mengenai pola

komunikasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido. Maka untuk

menjawab semua persoalan tersebut penulis mengambil judul: Pola

Komunikasi antara Penyuluh Agama dengan Residen dalam

Pembinaan Sosial Keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional (BNN) Lido”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi

(16)

7

a) Pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses

pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido.

b) Pola komunikasi penyuluh agama terhadap proses

pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi BNN

Lido.

2. Perumusan Masalah

Agar dalam pembatasannya lebih terarah dan terfokus, maka

penulis perlu membuat perumusan masalah, yang tersusun dalam

kerangka pernyataan sebagai berikut:

a) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap

proses pembinaan sosial di Balai Besar Rehabilitasi BNN

Lido?

b) Bagaimana pola komunikasi penyuluh agama terhadap

proses pembinaan keagamaan di Balai Besar Rehabilitasi

BNN Lido?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama

terhadap proses pembinaan sosial di Balai Besar

(17)

b) Untuk mengetahui pola komunikasi penyuluh agama

terhadap proses pembinaan keagamaan di Balai Besar

Rehabilitasi BNN Lido.

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif

bagi pengembangan keilmuan dakwah selanjutnya, serta dapat

menambah wawasan berpikir dalam upaya meningkatkan ilmu

pengetahuan.

b) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi

Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido guna meningkatkan mental dan

keagamaannya terhadap residen sesuai dengan fungsinya yaitu

memperbaiki diri residen sehingga dapat kembali menjadi warga

negara baik dan berguna.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan

paradigma ilmiah. Artinya, penelitian ini mengasumsikan bahwa

kenyataan-kenyataan empiris terjadi dalam suatu konteks

sosial-kultural yang saling terkait satu sama lain. Karena itu menurut

(18)

9

holistik.7 Sedangkan desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah desain deskriptif, yaitu metode yang bertujuan

untuk membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti.8

Pemilihan desain penelitian ini didasarkan atas beberapa

pertimbangan, diantaranya penelitian kualitatif digunakan untuk

mendeskripsikan pola komunikasi yang kompleks dari informan dan

juga memberikan informasi yang lebih mendalam sehingga dapat

memberikan pemahaman yang lebih besar dibandingkan dengan

penelitian kuantitatif. Di sampaing itu, alasan pragmatis juga menjadi

pertimbangan dalam penelitian ini, yaitu biaya murah, waktu yang

cukup singkat, dan rancangan dapat dimodifikasi selama penelitian

berlangsung.

2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi

BNN Lido Jawa Barat selama kurang lebih enam minggu lamanya,

terhitung mulai minggu ke empat bulan April 2014 sampai bulan Juni

2014 minggu pertama. Sebelumnya penulis telah melakukan survei

izin penelitian yang dilakukan pada tanggal 13 November 2013.

7

M. Sayuti Ali,Metodologi Penelitian Agama,(Pendekatan Teori dan Praktek), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 59

8

(19)

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik

purposive sampling dimana pemilihan informan didasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu dari peneliti sehingga akhirnya

mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber.

Adapun yang menjadi kriteria informan ialah mereka yang

terlibat langsung dalam kegiatan pembinaan sosial keagamaan di Balai

Besar Rehabilitasi BNN Lido. Informan dalam penelitian ini adalah 5

penyuluh agama dan 5 residen selaku penerima penyuluhan. Hal ini

dikarenakan penyuluh agama di BNN Lido berjumlah 5 orang dan

residen dalam penelitian ini hanya sebagai cross chek data dengan fakta dari sumber lain sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil

5 residen.

Pemilihan informan tersebut berdasarkan pada prinsip:

a) Kesesuaian (appropiateness) : informan dipilih

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan

topik penelitian.

b) Kecukupan (adequency) : data yang diperoleh dari

informan harus menggambarkan seluruh fenomena yang

(20)

11

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

tersebut adalah memperoleh data.

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

a) Observasi

Observasi adalah berusaha untuk memperoleh dan

mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan terhadap

sesuatu kegiatan secara akurat, serta fenomena yang muncul

dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam

fenomena tersebut.9 Dalam hal ini peneliti mengadakan

penelitian langsung dengan mengamati objek yang diteliti,

yakni bagaimana pola komunikasi antara penyuluh agama

dengan residen dalam pembinaan sosial keagamaan di Balai

Besar Rehabilitasi BNN Lido.

b) Wawancara

Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan

orang-orang yang terlibat sebagai penyuluh agama di Balai

Besar Rehabilitasi BNN maupun residennya, dengan tujuan

untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola

komunikasi dalam proses pembinaan sosial keagamaan sesuai

dengan tujuan dalam penelitian ini. Wawancara tersebut untuk

9

(21)

dijadikan sebagai data primer, semua pembicaraan direkam di

dalam alat perekam suara.

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua

orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi

dari seorang lainnya dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara sebagai

garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak terstruktur dan

wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering

disebut juga wawancara mendalam, wawancara intensif,

wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka (openended

interview), wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering disebut juga wawancara baku (standardized

interview), yang susunan pertanyaannya sudah ditetapkan

sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban

yang juga sudah disedikan.10 c) Dokumentasi

Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari

berbagai macam data seperti yang tertulis, mengambil foto, dan

statistik dan data-data di perpustakaan atau instansi terkait

lainnya yang dapat dijadikan analisa untuk hasil dalam

penelitian ini.

10

(22)

13

5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Data atau informasi yang telah dikumpulkan perlu diuji

keabsahannya melalui teknik-teknik berikut:

a) Triangulasi metode, yaitu menguji data atau informasi

dengan menggunakan metode yang berbeda.

b) Triangulasi peneliti, yaitu memeriksa data atau informasi

dengan peneliti yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk

menguji kejujuran, subjektivitas dan kemampuan merekam

data oleh peneliti di lapangan.

c) Triangulasi sumber, yaitu membandingkan hasil wawancara

dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari

perbandingan yang diharapkan adalah berupa kesamaan

atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.

d) Triangulasi situasi, yaitu bagaimana penuturan seorang

informan jika dalam keadaan ada orang lain dibandingkan

dengan dalam keadaan sendiri.

e) Triangulasi teori, yaitu apakah ada hubungan penjelasan

dan analisis atau tidak antara satu teori dengan teori yang

lain terhadap data hasil penelitian.11

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi triangulasi sumber, yaitu melakukan pengecekkan data antara

penyuluh agama dengan residen dan triangulasi situasi, yaitu

11

(23)

melakukan pengecekkan terhadap kenyataan lapangan dengan

penuturan penyuluh agama dan residen.

6. Pedoman Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang diterbitkan oleh

CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Penulis menemukan beberapa tema yang sama dengan

penelitian yang ditulis oleh penulis sendiri, yaitu sebagai berikut:

1. Nama Penulis : Shochibul Hujjah

Judul Penelitian : Pola Komunikasi Guru Agama dalam Pembinaan

Akhlak Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan. Hasil penelitiannya adalah:

Guru Agama merupakan komunikator dalam menyampaikan pesan

(materi pelajaran/pembinaan akhlak) kepada para siswanya. Pesan

berupa materi pelajaran/pembinaan akhlak. Media yang digunakan

adalah sekolah yang menjadi tempat terjadinya komunikasi antara guru

dan siswanya. Maka dari situlah timbul efek komunikasi dimana

seorang guru menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam

bersikap dan berucap.

Adapun perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian ini adalah

(24)

15

penelitiannya terhadap pembinaan akhlak, sedangkan penelitian ini

fokus pada pembinaan sosial keagamaan.

2. Nama Penulis : Armillatussholihah

Judul Penelitian : Pola Komunikasi Perawat dan Pasien Rawat Inap

dalam Pelayanan Medis di Rumah Sakit Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitiannya: Proses komunikasi

yang berlangsung di ruang perawatan merupakan komunikasi yang

bersifat antarpribadi, serta perawat dan pasien rawat inap

menggunakan komunikasi yang bersifat langsung (tatap muka) secara

verbal dan non verbal dan menggunakan pendekatan komunikasi antar

pribadi secara sosiologis, psikologis dan kultural. Perbedaan dari

penelitian di atas adalah sasaran dan tempat penelitian. Penelitian di

atas hanya fokus kepada aspek sosial dan kejiwaannya, sedangkan

penulis menambahkan aspek keagamaannya. Persamaannya yaitu,

ingin melihat bagaimana dengan komunikasi mampu mempengaruhi

pasien yang sedang sakit atau ketergantungan obat.

Menarik dan penting dari penelitian yang dilakukan untuk

penulisan skripsi ini adalah penelitian ini dilakukan di Balai Besar

Rehabilitasi BNN Lido yang merupakan pusat Rehabilitasi di

Indonesia bagi penyalahguna narkoba. Menurut penulis itu adalah

salah satu lembaga yang sangat memiliki peran penting dalam

menumbuhkan kesadaran masayarkat agar tidak terjerumus kepada

(25)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi

ini disesuaikan dengan pokok masalah yang akan dibahas dalam lima

bab, yaitu:

BAB I: Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari enam sub, antara lain: Latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teori terdiri dari empat sub, antara lain: Pola komunikasi, penyuluh agama, pembinaan sosial keagamaan

dan rehabilitasi residen.

BAB III : Menjelaskan tentang gambaran umum lembaga, meliputi: sejarah Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, visi & misi Balai

Besar Rehabilitasi BNN Lido, dasar hukum, kedudukan tugas

pokok dan fungsi dan sumber daya Balai Besar Rehabilitasi

BNN Lido.

[image:25.595.105.513.215.620.2]

BAB IV: Analisis hasil penelitian, terdiri dari tiga sub, yaitu: Gambaran umum informan, kegiatan pembinaan sosial

keagamaan Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido dan analisa

hasil temuan pola komunikasi dalam pembinaan sosial

keagamaan.

(26)

17

BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi

1. Pengertian Pola Komunikasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola memiliki arti

model, corak, sistem dan bentuk.1 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pola diartikan sebagai model, corak, cara kerja

dan bentuk.2

Menurut H.A.W. widjaja di dalam bukunya Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, ada empat pola komunikasi, yaitu komunikasi pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang (Mudjito). Keempat

[image:26.595.103.511.213.677.2]

pola tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:3

Gambar.1

Pola Komunikasi Roda

1

Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005) edisi ke-3, h. 884

2

Peter Salim, Yenny Salim,Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,(Jakarta: Modern English Press, 2002), h.

3

H.A.W. widjaja,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) edisi revisi, h. 102-103

A C

D E

(27)
[image:27.595.99.507.136.702.2]

Gambar.2

Pola Komunikasi Rantai

Gambar.3

Pola Komunikasi Lingkaran

Gambar.4

Pola Komunikasi Rantai

A B C D E

A

E B

C D

E B

C D

(28)

19

Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi

kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam

posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh

anggota lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan

persetujuan anggota lainnya. Pola rantai adalah pola yang

mengarahkan seseorang berkomunikasi pada seseorang yang lain

dan kepada anggota yang lainnya dan anggota seterusnya. Pola

lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu

dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan

pesan. Tidak seorang anggota pun yang dapat berhubungan

langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada

anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi

yang diperlukan untuk memecahkan persoalan. Sedangkan pola

bintang adalah pola yang memungkinkan semua anggota bisa

berkomunikasi dengan semua anggota lainnya.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris

communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, dalam hal ini ialah sama makna.4Dalam komunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan

minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni

agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar

4

(29)

orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan dan

melakukan suatu perbuatan atau kegiatan.

Menurut Onong Uchjana Effendi komunikasi adalah proses

pernyataan antarmanusia. Hal yang dinyatakan itu adalah pikiran

atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan

bahasa sebagai alat penyalurnya.Sedangkan menurut penuturan

Agus M. Hardjana adalah komunikasi adalah proses penyampaian

makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada

orang lain melalui media tertentu”.5

Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan arti dari pola

komunikasi itu, merupakan gabungan dua kata antara Pola dan

Komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah cara atau

struktur yang tetap dalam penyampaian pesan yang terjadi atau

berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa dan siapa

yang dipercakapkan. Dapat disimpulkan juga bahwa komunikasi

ialah proses penyampaian pesan dari seseorang (komunikator)

kepada orang lain (komunikan) untuk tujuan tertentu. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berkomunikasi

berarti mengharapkan agar orang lain ikut berpartisispasi atau

bertindak sesuai dengan tujuan dan harapan dari isi pesan yang

disampaikan.

5

(30)

21

Dengan mengetahui gambaran pada sebuah proses

komunikasi maka kita dapat mengetahui komunikasi apa yang

digunakan sehingga apabila terjadi sebuah kekurangan dan

kelemahan kita dapat meminimalisasikannya sehingga tidak

menjadi sebuah kesalahan penyampaian sebuah informasi dalam

sebuah proses komunikasi.

Teori komunikasi dari Harold Laswell menjelaskan bahwa

cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah

menjawab pertanyaan: Why says what in which channel to whom with what effect? (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa).6

Teori ini berkaitan dengan adanya pembinaan sosial

keagamaan atau program Religious Session yang dilakukan di BNN, di mana teori ini menekankan adanya perubahan pada

komunikan terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.

Serta adanya hubungan-hubungan, dan lingkungan yang berubah.

Oleh karena itu dengan adanya pembinaan sosial keagamaan di

lembaga BNN maka diharapkan adanya perubahan terhadap

residen baik dari segi perilaku, akhlak, peningkatan ibadah dll.

Dengan adanya komunikasi yang dilakukan oleh penyuluh agama

ini dapat berjalan dengan baik. Serta adanya kesinambungan dalam

teori, dengan penelitian yang penulis gunakan.

6

(31)

2. Metode Komunikasi

Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator kepada

komunikan banyak metode yang ditempuh, hal ini tergantung pada

macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya, dan

latar belakang dari komunikan sehingga komunikator harus dapat

melihat metode atau cara apa yang akan dipakai supaya pesan yang

disampaikan mengenai sasaran.

Metode tersebut antara lain:7

a) Komunikasi satu tahap

Komunikator mengirimkan pesan langsung kepada

komunikan sehingga timbul kemungkinan terjadi proses

komunikasi satu arah.

b) Komunikasi dua tahap

Komunikator dalam menyampaikan pesannya tidak

langsung kepada komunikan, tetapi melalui orang-orang

tertentu dan kemudian mereka ini meneruskan pesan

kepada komunikan.

c) Komunikasi banyak tahap

Dalam menyampaikan pesan, komunikator melakukan

dengan cara-cara lain, tidak selalu mempergunakan

komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah akan tetapi

dengan cara lain, yakni dengan melalui berbagai tahap.

7

(32)

23

3. Teknik Komunikasi

Teknik bekomunikasi adalah cara atau “seni” penyampaian

suatu pesan yang dilakukan seorang komunikator sedemikian rupa,

sehingga menimbulkan dampak tertentu pada komunikan.8

Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan

komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi:9

a) Komunikasi Informatif, yaitu memberikan

keterangan-keterangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil

kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu

pesan informatif justru lebih berhasil dari pada persuasif,

misalnya jika audiensi adalah kalangan cendikiawan.

b) Komunikasi Persuasif, yaitu berisikan bujukan, yakni

membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa

apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan

sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri

(bukan dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas

kesadaran sendiri.

c) Komunikasi Instruktif/koersif, yaitu penyampaian pesan

yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi

apabila tidak terlaksana. Bentuk yang terkenal dari

penyampaian model ini adalah agitasi dengan

penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan

8

Onong Uchjana Effendy,Dinamika Kelompok, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008) cet. Ke-7, h. 6

9

(33)

di kalangan khalayak. Koersif dapat berbentuk

perintah-perintah, instruksi, dan sebagainya.

d) Hubungan manusiawi, yaitu bila ditinjau dari ilmu

komunikasi hubungan manusiawi ini termasuk ke dalam

komunikasi antarpersona (interpersonal communication)

sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara

dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu

komunikasinya bersifat action oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku

seseorang.

4. Macam-macam Bentuk Komunikasi

Pada dasarnya ada 4 bentuk komunikasi, diantaranya:

komunikasi intrapersonal, komunikasi antarpribadi, komunikasi

kelompok, dan komunikasi massa. Namun komunikasi yang paling

diperlukan oleh seorang penyuluh dalam melaksanakan kegiatannya,

antara lain yang menyangkut:

a) Komunikasi antarpribadi

Komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi antara

orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik

secara verbal ataupun nonverbal.10

10

(34)

25

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penyuluh agar

bisa menjalin komunikasi antarpribadi dengan masyarakat seperti

yang semestinya:11

1) Kemampuan empati

2) Menciptakan situasi homopholy dengan khalayak

3) Menegakkan keserasian (kompatibilitas) program yang

dijalankannya dengan kebudayaan masyarakat setempat

b) Komunikasi Kelompok

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya,

Human Communication, A Revisian of Approaching Speech Communication, yang disadur oleh Sasa Djuarsa, memberi

batasan komunikasi kelompok sebagai “interaksi tatap muka

dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau

tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi,

pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua

anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota

lainnya dengan akurat.12

Komunikasi kelompok bisa diartikan sebagai suatu

sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan

bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka

11

Zulkarimein Nasution,Prinsip-prinsip Komunikasi untuk Penyuluhan,h. 22 12

(35)

menjadi salah satu bagian dari kelompok tersebut, komunikasi

ini dengan sendirinya melibatkan komunikasi interpersonal.13

Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa

sedikit, bisa juga banyak. Jika jumlah orang dalam kelompok

itu sedikit, disebut komunikasi kelompok kecil. Jika jumlah

komunikannya banyak, dinamakan komunikasi kelompok

besar.14

1) Komunikasi kelompok kecil (small group communication), yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kognisi komunikan. Dalam komunikasi

kelompok kecil pelaku komunikasi berjumlah sedikit.

Dalam komunikasi ini, logika berpikir memiliki

peranan yang sangat penting. Prosesnya terjadi secara

dialogis, tidak linear, tetapi sirkular.

2) Komunikasi kelompok besar (large group communication) lebih cenderung ditujukan kepada afeksi (perasaan) komunikan, jadi tidak pada logis

komunikan. Komunikasi kelompok besar bersifat

heterogen, berbeda dengan komunikasi kelompok kecil

yang homogen. Proses komunikasi dalam komunikasi

kelompok besar bersifat linear, satu arah.

13

Marhaeni Fajar,Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.65

14

(36)

27

Dapat disimpulkan bahwa, dalam komunikasi kelompok

jumlah komunikan tidak dapat ditentukan secara eksak, berapa

jumlah orang yang termasuk dalam small group communication atau berapa orang yang termasuk dalam large group communication.

c) Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah salah satu konteks

komunikasi antar-manusia yang sangat besar perannya dalam

perubahan sosial atau masyarakat. Sebagai salah satu konteks

komunikasi, komunikasi massa adalah komunikasi

antara-manusia yang memanfaatkan media (massa) sebagai alat

komunikasi.15

Komunikasi massa pada dasarnya mempunyai proses

yang melibatkan beberapa komponen. Dua komponen yang

berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat: pesan yang diberi

kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran

dan diberi kode oleh penerima (decode): tanggapan yang

diamati penerima: umpan balik yang memungkinkan interaksi

berlanjut antara sumber dan penerima.

Definisi awal dari komunikasi massa sebagai suatu

bidang kajian memfokuskan pada “masyarakat massa” seperti

khalayak komunikasi. Masyarakat massa merupakan

15

(37)

lingkunagan dimana komunikasi massa berfungsi. Herbert

Blumer, dengan menggunakan konsep-konsep yang berasal

dari teori-teori masyarakat massa memberikan ciri-ciri

khalayak massa sebagai:

1) Heterogen dalam komposisi, anggota-anggotanya

berasal dari kelompok-kelompok yang berbeda

dalam masyarakat.

2) Kelompok individu yang tidak mengetahui satu

sama lain, yang terpisah berdasarkan kekhususan

satu sama lain, dan yang tidak dapat berinteraksi

satu sama lain.

Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa,

komunikasi massa tidak dapat dilepaskan dari media massa

sebagai alat bantu dan massa sebagai kumpulan masyarakat

yang jumlahnya banyak.

5. Unsur-unsur Komunikasi dalam Penyuluhan

Unsur-unsur komunikasi dalam penyuluhan yaitu semua unsur

(faktor) yang terlibat, turut serta atau diikutsertakan ke dalam kegiatan

penyuluhan, antara unsur yang satu dengan unsur lainnya tidak dapat

dipisahkan karena semuanya tunjang-menunjang dalam satu aktifitas.

(38)

29

a) Penyuluh (communicator, source, sender)

Penyuluh adalah orang yang menyampaikan pesan.

Penyuluh sebagai pihak yang berinisiatif menyampaikan

gagasannya harus dilandasi adanya kepercayaan (source

credibility), dan daya tarik (source attractiveness). Dalam hal ini kepercayaan dalam diri penyuluh ialah memiliki

keahlian (expertise) sesuai bidangnya sehingga materi yang

dikomunikasikan memiliki daya penetrasi yang tinggi

dalam mendorong dan merangsang perubahan yang

diinginkan.

Penyuluh dalam hal ini komunikator sebagai unsur

yang sangat menentukan proses komunikasi harus

mempunyai persyaratan dan menguasai bentuk, model, dan

startegi komunikasi untuk mencapai tujuannya.

Faktor-faktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan

daya tarik komunikan atau sasaran kepada komunikator

dalam hal ini adalah penyuluh.

Syarat yang diperlukan penyuluh untuk

berkomunikasi, di antaranya:

1) Mempunyai kredibilitas yang tinggi bagi

sasarannya

2) Kemampuan berkomunikasi yang baik

(39)

4) Sikap

5) Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki

kemampuan untuk melakukan perubahan sikap

atau perubahan pengetahuan pada diri

komunikan.16

b) Sasaran (communicant, communicatee)

Sasaran adalah orang yang menerima materi.

Sasaran di sini adalah sasaran komunikasi, yang merupakan

faktor kunci untuk mendapatkan efek perubahan yang kita

inginkan.

Kelompok sasaran penyuluh agama terbagi ke

dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Kelompok sasaran masyarakat umum:

a) Masyarakat pedesaan

b) Masyarakat transmigrasi

2) Kelompok sasaran masyarakat perkotaan:

a) Komplek perumahan

b) Real estate c) Masyarakat pasar

d) Masyarakat industri, dll

3) Kelompok sasaran masyarakat khusus:

a) Cendekiawan

16

(40)

31

b) Generasi muda

c) Lembaga Pengembangan Masyarakat

d) Binaan Khusus; LP, WTS, Rumah Sakit, dll

e) Daerah terpencil

c) Materi

Materi adalah pernyataan yang didukung oleh

lambang. Materi harus dirumuskan secara apik dan

sederhana karena dalam isi materi terkandung makna dan

maksud tertentu, juga menghindari munculnya makna

bersayap dan terselubung sehingga sulit dijelaskan dan

dipahami oleh pihak penerima.

Materi penyuluhan Agama islam pada dasarnya

meliputi materi agama dan materi pembangunan,

meliputi:17

a) Materi Agama: Aqidah, syari’ah, muamalah,

akhlak

b) Materi pembangunan: Pembinaan wawasan

kebangsaan, kesadaran hukum, kerukunan antar

umat beragama, reformasi kehidupan nasional,

partisipasi masyarakat dalam pembangunan

17

Mohammad Idris Abdul Shomad, disampaikan dalam Seminar Nasional:

“Implementasi Kebijakan Pengembangan Profesionalisme Penyuluh Agama Islam”UIN Jakarta,

(41)

d) Media (channel)

Media adalah sarana atau saluran yang mendukung

kegiatan komunikasi jika sasaran jauh tempatnya atau

banyak jumlahnya.18Saluran adalah wahana atau alat yang digunakan sebagai media perantara dalam komunikasi, baik

bahasa, gambar, bunyi, maupun cahaya.19

Media komunikasi di sini ialah alat komunikasi,

seperti berbicara, gerak badan, kontak mata, sentuhan,

radio, televisi, surat kabar, buku dan gambar. Media

komunikasi ini sengaja dipilih penyuluh untuk

menghantarkan pesannya agar sampai ke sasaran.

e) Metode

Metode ialah cara penyuluh dalam menyampaikan

materi agar materi yang disampaikan mengenai sasaran.

f) Waktu

Waktu dikatakan sebagai unsur kegiatan

penyuluhan karena hal ini terkait dengan kesempatan. Itu

artinya bahwa dalam kegiatan penyuluhan itu tidak hanya

kesiapan dari penyuluh saja yang diperhatikan namun lebih

kepada waktu luang yang dimiliki oleh sasaran sehingga

membuat mereka lebih nyaman dan bisa serius dalam

18

Wahyu Ilaihi,Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 8 19

(42)

33

mengikuti kegiatan penyuluhan yang ditujukan bagi

mereka. Dengan kata lain jika kita ingin kegiatan

penyuluhan itu berjalan dengan semestinya, terkait dengan

waktu selain yang menyangkut kesempatan maka yang juga

harus diperhatikan yaitu materi apa yang dibutuhkan oleh

sasaran waktu itu.

g) Tempat

Tempat tidak jauh berbeda dengan waktu, tempat

dikatakan sebagai unsur penyuluhan karena juga

menunjang kegiatan penyuluhan itu sendiri. Tempat dapat

mempengaruhi jalannya kegiatan penyuluhan karena

berkaitan dengan suasana hati dari sasaran dan penyuluh.

Maksudnya adalah tempat itu bisa membangun suasana,

suasana kegiatan penyuluhan yang dilakukan dalam suatu

ruangan akan berbeda dengan kegiatan penyuluhan yang

dilakukan di luar ruangan.

Dalam komunikasi ada satu unsur yang menjadi standar

keberhasilan pesan yang disampaikan dari komunikator kepada

komunikan, yaitu:

h) Efek(effect, impact, influence)

Efek yaitu dampak sebagai pengaruh pesan. Efek

komunikasi adalah tujuan akhir komunikasi. Komunikasi

(43)

disampaikan dan diterima mampu membuka cakrawala

berpikir sehingga mampu memberi kesan baik atau citra

positif dalam setiap diri khalayak. Efek inilah yang mampu

menuntun khalayak mengambil keputusan yang tepat. Pada

tingkat ini, mungkin terjadi penambahan, penguatan,

bahkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku di

antara peserta komunikasi.20

Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan

menurut kadarnya, yaitu:

1) Dampak kognitif, adalah yang timbul pada

komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu

atau meningkat intelektualitasnya

2) Dampak afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada

dampak kognitif. Tujuan komunikator bukan

hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi

bergerak hatinya, menimbulkan pesan tertentu,

misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira,

marah, dan sebagainya

3) Dampak behavioral/psikomotorik, yang paling

tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada

komunikan dalam bentuk perilaku tindakan atau

kegiatan.

20

(44)

35

Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang ada dalam

penyuluhan merupakan unsur-unsur yang ada dalam komunikasi juga,

keduanya saling berkaitan. Unsur-unsur di atas menunjang

keberhasilan suatu kegiatan penyuluhan.

B. Penyuluh Agama

1. Pengertian Penyuluh Agama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menggambarkan

dinamika penggunaan kata penyuluh. Kata penyuluh berasal dari kata

dasar suluh, yang berarti barang yang dipakai untuk menerangi, dalam

hal ini penyuluh berarti pemberi penerangan atau orang yang bertugas

melaksanakan kegiatan.21

Secara khusus, kata penyuluh terkait dengan istilah bimbingan

yaitu bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) satu

istilah dari cabang disiplin ilmu psikologi. Arti penyuluhan secara

khusus ialah proses pemberian bantuan kepada individu atau kelompok

dengan menggunakan metode psikologi agar yang bersangkutan dapat

keluar dari masalahnya dengan kekuatan sendiri, baik bersifat prefentif

(pencegahan), kuratif, korektif maupun perkembangan.22

Seorang penyuluh harus memahami teknik praktis penyuluhan

berupa kemampuan menjadi narasumber atau penceramah (retorik),

21

Kamus Besar Bahasa Indonesia,h. 1100 22

(45)

penguasa substansi persoalan, maupun menganalisis kondisi audien,

dan mengoptimalkan penampilan.

Dapat penulis tarik kesimpulan bahwa penyuluha agama adalah

orang yang berperan dalam bertugas atau berprofesi yang memberikan

pendidikan, bimbingan dan penerangan kepada masyarakat untuk

mengatasi berbagai masalah dengan menggunakan bahasa agama.

2. Tugas Penyuluh Agama

Sebagai konsekuensi dari tugas yang diembannya, maka pada

setiap penyuluh pada dasarnya tercermin beberapa fungsi yang melekat

pada dirinya.23

a) Seorang penyuluh dapat dilihat sebagai seorang pemimpin

yang membina dan meningkatkan kemampuan anggota

masyarakat dalam usaha bersama mengubah kehidupan

menjadi lebih baik.

b) Seorang penyuluh juga dapat dilihat sebagai seorang

motivator, agar masyarakat yang dibinanya bersemangat

untuk berusaha mencapai cita-cita kehidupan bersama.

c) Dalam proses perubahan itu, penyuluh sekaligus

merupakan fasilitator yang membantu anggota masyarakat

melaksanakan proses kegiatan yang dimaksud.

d) Penyuluh juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan atau

orang-orang yang menyebarserapkan inovasi ke

tengah-23

(46)

37

tengah masyarakat. Dengan gagasan-gagasan dan ide-ide

yang disebarluaskannya.

Tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan

mengembangkan kegiatan penyuluhan agama dan pembangunan

melalui bahasa agama.

Ada beberapa fungsi penyuluh agama Islam, menurut standar

Kementerian Agama, yaitu:24

a) Fungsi Informatif dan Edukatif, penyuluh agama Islam

memposisikan dirinya sebagai da’i yang berkewajiban

mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama

dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai

dengan tuntutan al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

b) Fungsi Konsultatif, penyuluh agama Islam menyediakan

dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan

persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat secara

umum.

c) Fungsi Advokatif, penyuluh agama Islam memiliki

tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan

pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap

berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang

merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak

akhlak.

24

(47)

Beberapa al-Qur’an dan Hadis menyebutkan bahwa:

Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kabaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yangberuntung”(QS. Al-Imran:104)

Hadits Rasulullah SAW: “Barang siapa yang melihat kemunkaran, maka rubahlah dengan tangan, apabila tidak kuasa dengan tangan, maka rubahlah dengan lisan, dan apabila tidak bisa dengan lisan maka dengan hati, walaupun itulah selemah-lemahnya iman”.

Semua fungsi yang dikemukakan di atas tadi menuntut satu

hal yang tidak bisa dielakkan oleh seorang penyuluh, ialah

kemampuan berkomunikasi dengan khalayak, karena penyuluh

juga tidak lain (idealnya) adalah seorang komunikator yang handal.

Bagi seorang penyuluh kemampuan berkomunikasi

merupakan hal yang harus dikuasai, salah satunya dalam

pengembangan sosial keagamaan, karena dengan kemampuan

komunikasi berpangaruh untuk perubahan residen.

C. Pembinaan Sosial Keagamaan 1. Pengertian Pembinaan Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pembinaan”

mengandung arti penyempurnaan, pembaharuan usaha, tindakan dan

kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk

memperoleh hasil yang baik.25

25

(48)

39

Pembinaan merupakan segala usaha, ikhtiar, dan kegiatan yang

berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, dan

pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah.26

Pembinaan sosial merupakan kegiatan yang mengandung

tujuan utama yaitu memperkenankan serta memberi jalan agar

bakat-bakat yang dimiliki oleh setiap manusia itu dapat berkembang, dalam

hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial manusia itu

sendiri. Kehidupan sosial menurut Islam didasarkan pada keluhuran

budi dan ketinggian akhlak, bahkan dianggap sebagai salah satu bagian

penting dalam aqidahnya, juga memperkuat kepribadian manusia itu

dalam segala segi dan persoalannya, baik keruhanian, kecerdasan akal,

kesucian hati, budi pekerti dan juga tubuhnya.27

Pembinaan sosial merupakan salah satu kegiatan yang

diselenggarakan sebuah lembaga tertentu dalam hal ini ialah lembaga

rehabilitasi korban penyalahguna narkoba/pecandu narkotika,

psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Pembinaan sosial menjadi

saran bagi residen atau orang yang sedang dalam masa rehabilitasi

dalam implementasi nilai-nilai sosial. Pembentukan pribadi residen

menjadi manusia seutuhnya akan dapat diwujudkan jika residen

memperoleh kesempatan menghayati kehidupan manusia, baik secara

universal maupun khusus bagi suatu bangsa. Pengalaman dan

26

Masdar Hilmi,Dakwah dalam Alam Pembangunan,(Semarang: Toha Putra, 1973), h. 53

27Musthafa Husni Assiba’i,

(49)

kepercayaan itu diperoleh oleh residen secara langsung ketika masa

rehabilitasi dan dari materi-materi yang disampaikan. Disamping itu,

sebagian besar lainnya pengalaman itu diperoleh di luar kegiatan dan

materi yang disampaikan.

Dengan pembinaan sosial ini dimaksudkan agar residen dapat

kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di

rumah, di sekolah/di kampus dan di tempat kerja. Program rehabilitasi

sosial merupakan persiapan untuk kembali kemasyarakat dan diterima

oleh masyarakat.28

2. Pengertian Pembinaan Keagamaan

Pembinaan keagamaan (psikoreligius) terhadap para

penyalahguna NAPZA ternyata memegang peranan penting, baik dari

segi pencegahan, terapi maupun rehabilitasi.

Keagamaan berasal dari kata “agama” yang telah diberi awalan

“ke” dan akhiran “an”. Kata agama berasal dari bahasa sangsekerta.

Satu pendapat megatakan bahwa agama terdiri dari dua suku kata yaitu

“a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi. Jadi agama

berarti tidak pergi, tetapi ditempat atau diwarisi turun temurun.

Pendapat lain mengatakan agama berarti teks atau kitab suci, karena

setiap agama memang mempunyai kitab suci.

28

(50)

41

Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain, yang

mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam

lingkup lokal, regional, nasional maupun mondial. Maka dalam

tinjauannya yang dipentingkan ialah daya guna dan pengaruh agama

terhadap masyarakat, sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama

(agama-agama) cita-cita masyarakat (akan keadilan dan kedamaian,

dan akan kesejahteraan jasmani dan rohani) dapat terwujud.

Menurut Khodijah Salim sebagaimana dikutip Mujahid Abdul

Manaf, agama adalah peraturan Allah SWT, yang diturunkan kepada

Rasulnya yang telah lalu, yang berisikan suruhan, larangan dan lain

sebagainya yang wajib ditaati manusia dan menjadi pedoman serta

pegangan hidup agar selamat dunia akhirat.29

Termasuk dalam pembinaan keagamaan ini adalah semua

bentuk ritual keagamaan, misalnya dalam agama Islam antara lain:

a) Menjalankan sembahyang wajib 5 waktu dan ditambah

dengan sembahyang sunah.

b) Berdo’a dan berdzikir (memohon dan mengingat Allah

SWT).

c) Membaca dan mempelajari isi kandungan al-Qur’an.

29

(51)

d) Pendalaman keagamaan dari pembimbing agama yang

terkait khususnya di bidang keimanan, kesehatan dan

perilaku yang sholeh dan terpuji (akhlakul karimah).30

Pendalaman, penghayatan dan pengalaman keagamaan ini akan

menumbuhkan kekuatan kerohanian (spiritual power) pada diri

seseorang sehingga mampu menekan resiko seminimal mungkin

terlibat kembali dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.

Hawari (2000) dalam penelitiannya memperoleh data bahwa para

mantan penyalahguna/ketergantungan NAPZA apabila taat dan rajin

menjalankan ibadah, resiko kambuh hanya 6,83 %, bila

kadang-kadang beribadah, resiko kekambuhan 21,50 %, dan apabila tidak

sama sekali menjalankan ibadah agama, resiko kekambuhan mencapai

71,67 %.31

Penelitian yang dilakukan oleh Cancerellaro, Larson dan Wilson (1982) manyatakan bahwa terapi keagamaan dalam arti

sembahyang, do’a dan dzikir (mengingat Tuhan) terhadap para pasien

penyalahguna/ketergantungan NAPZA ternyata membawa hasil yang

jauh lebih baik daripada hanya terapi medik-psikiatrik saja.32

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agama

adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia dalam usahanya

mencari hakikat diri hidupnya dan yang mengajarkan kepadanya

30

Dadang Hawari,Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif),h. 140

31

Ibid, h. 141 32

(52)

43

dengan Tuhan. Unsur agama dalam rehabilitasi residen mempunyai

arti penting dalam mencapai keberhasilan penyembuhan. Unsur agama

yang mereka terima akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya

diri, harapan dan keimanan. Sedangkan keagamaan merupakan suatu

kegiatan yang berhubungan dengan agama, serta mempunyai peranan

penting dalam penyembuhan residen di dalam masa rehabnya. Maka

fungsinya Islam dalam pembinaan sosial keagamaan adalah dengan

tugas menguatkan agamanya, mendidik pribadinya, membersihkan

ruhaninya dan mempertinggi mutu akhlaknya, semua itu agar residen

tidak lagi terlibat dan memakai narkoba dan zat adiktif lainnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan pembinaan sosial

keagamaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan

nilai-nilai sosial dan agama yang diarahkan pada peningkatan

pemahaman kesadaran tentang nilai-nilai sosial dan nilai-nilai agama,

baik dari segi akhlak, syariah maupun aqidah serta tataran kehidupan.

D. Rehabilitasi Residen 1. Pengertian Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan

orang yang memiliki penyakit kronis baik dari fisik maupun

psikologinya.33

Rehabiliatsi bisa disebut sebagai tempat untuk mulai

membebaskan diri dari ketergantungan narkoba, sebagai modal awal

33

(53)

untuk bisa bertahan dan bebas dari pengaruh ikut-ikutan atau

keterkaitan dengan keberadaan narkoba, dan untuk selanjutnya dapat

hidup produktif dengan pola hidup sehat (BNN, 2006)

Adapun hasil yang diharapkan setelah residen selesai menjalani

program rehabilitasi adalah antara lain:

a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.

b) Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAPZA.

c) Memiliki keterampilan.

d) Dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan

sehari-hari baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di

tempat kerja maupun masyarakat.34

Dapat diambil kesimpulan bahwa rehabilitasi tidak hanya

memulihkan kondisi fisik pecandu semata, melainkan pemulihan

mental, emosional, dan spritual. Dengan detoksifikasi fisik pecandu

mengalami perubahan dimana adanya penghilangan racun dari narkoba

yang dapat meniadakan akibat-akibat fisik, namun dengan

detoksifikasi bukan berarti pecandu dinyatakan pulih dari narkoba

(BNN, 2006)35

2. Pengertian Residen

Residen narkoba dapat diartikan sebagai seseorang yang

sedang mengikuti proses pemulihan agar dapat lepas dari

34

Dadang Hawari,Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif),h. 133

35

(54)

45

ketergantungan narkoba. Pemulihan yang dimaksud adalah upaya yang

dilakukan secara bertahap, untuk mempelajari keterampilan baru dan

tugas-tugas yang mempersiapkannya menghadapi tantangan hidup

(55)

6

A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Rehabilitasi BNN

Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan

kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat

dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor

6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional

(BAKIN) untuk menanggulangi enam permasalahan nasional yang

menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan

penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan,

penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, dan

pengawasan orang asing.

Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk

Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya

adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah

badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari

Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri,

Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan

bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak

mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi

anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan

[image:55.595.104.513.186.591.2]
(56)

Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan

terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut,

Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan

Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden

Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi

penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah

terkait.

BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia

(Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak

mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN

diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan

tugas dan fungsinya secara maksimal.

BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi

untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh

karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002

tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan

Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum

dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan

ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan

(57)

narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional

penanggulangan narkoba.

Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran

dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus

berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP

(Badan Narkotika Provinsi) dan BNK (Badan Narkotika

Kabupaten/Kota). Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang

memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif

(kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja

optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba

yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang

otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor

83 Tahun 2007 tentang BNN, BNP dan BNK , yang memiliki

kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait

dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan

mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang

masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan

Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BNKab/Kota)

tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.

Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus

meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor

VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan

(58)

merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan

perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan

mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997.

Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan

kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan

prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara

untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena

disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah

digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk

menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco

for Politic).

B. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN VISI:

Menjadi Pusat Rujukan Nasional Pelaksana Rehabilitasi Bagi

Penyalahguna dan/atau Pecandu Narkoba Secara Profesional.

MISI:

1. melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan

sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba;

2. memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi;

(59)

pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkoba.

C. Dasar Hukum, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi

1. Dasar hukum Balai Besar Rehabilitasi BNN sudah tertera dalam

dasar hukum, yakni:

a) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

b) Peraturan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan

Narkotika Nasional.

c) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor:

PER/03/V/2010/BNN tentang Organisasi dan Tata Kerja

(OTK) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

d) Peraturan Katua Badan Narkotika Nasional Nomor:

PER/02/XI/2007/BNN tanggal 15 November 2007 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Terapi dan

Rehabilitasi BNN.

e) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.

D. Sumber Daya

1. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Kesehatan

a. Dokter umum yang sudah dilatih menangani korban NAPZA

b. Perawat

(60)

1

d. Psikolog

e. Peksos

f. Pembimbing Keagamaan

g. Sopir

h. Satpam

2. Kelengkapan Sumber Daya Pelayanan Rehabilitasi Sosial 1. Tenaga Pelayanan Resos

a. Peksos, 1:5 dengan klien (Rasio)

b. Psikolog

c. Pembimbing agama

d. Infrastruktur keterampilan

e. Pendidik/Guru

2. Tenaga A

Gambar

Gambaranumum
Gambar.1Pola Komunikasi Roda
Gambar.2Pola Komunikasi Rantai
GAMBARAN UMUM BALAI BESAR REHABILITASI BNN

Referensi

Dokumen terkait