DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Rasy Janatunnisa
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 4 Mei 1987
Agama : Islam
Alamat : Perum. Rancaekek Permai Blok H 11 No. 5
RT 01 RW 29, Kecamatan-Rancaekek
Kabupaten-Bandung 40394
No Telepon : Rumah (022) 92638110
HP 085624980447
Email : arasy_azim@yahoo.co.id
Data Pendidikan
2006 – 2010 : UNIKOM Jurusan Teknik Arsitektur
Tugas Akhir : Rehabilitation Center For Difable
2002 – 2005 : SMA Al-Ma’soem, Jatinangor-Sumedang
1999 – 2002 : SMP Al-Ma’soem, Jatinangor-Sumedang
1993 – 1999 : SDN Abdi Negara, Rancaekek-Bandung
Pengalaman Organisasi
Bendahara HIMARS Arsitektur UNIKOM
Karya Ilmiah
Program Kreativitas Mahasiswa (Kategori Kewirausahaan)
i
”REHABILITATION CENTER FOR DIFABLE”
SARI
Pusat Rehabilitasi yang dirancang ini terdiri dari fasilitas-fasilitas terapi,
konsultasi medis, pemeriksaan, pelatihan vocational , workshop serta fasilitas
hunian bagi tamu atau pasien dari luar kota. Proyek Pusat Rehabilitasi ini
berlokasi di Jalan Tamansari, Bandung.
Pusat rehabilitasi ini memfokuskan pada penderita dengan gangguan
fungsi dalam beraktifitas (fungsi fisi, psikis, dan sosial) yang disebabkan oleh
berbagai penyakit. Pusat rehabilitasi akan membantu untuk mencapai kondisi
fisik, psikologis, sosial, vokasional, avokasional dan edukasi yang optimal. Visi
dari pusat rehabilitasi ini adalah menjadikan rehabilitasi yang dapat mewujudkan
penyandang cacat yang mandiri dan sejahtera sehingga mereka dapat berkarya dan
hidup dengan normal seperti orang lain pada umumnya. Sedangkan untuk jangka
panjang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat yang lebih
mandiri.
Kriteria program ruang didapat dari studi literatur unutk standar, dan studi
banding serta studi lapangan untuk pengamatan perilaku dan kebutuhan ruang
pengguna. Lingkup perancangan meliputi perancangan bangunan pusat
rehabilitasi beserta ruang-ruang luarnya dengan sasaran pasien dibatasi pada
pasien rehabilitasi dengan kesulitan pada kemampuan gerak tubuh. Perancangan
meliputi bangunan dan fasilitas penunjang berdasarkan studi yang telah
ditentukan.
Konsep dasar dari pembangunan pusat rehabilitasi ini adalah keteraturan.
Konsep keteraturan dikaitkan dengan pengidentifikasian lokasi. Keteraturan yang
dimaksud adalah keteraturan dalam ruang, sirkulasi, penataan zoning dan
penataan bangunan yang ditata dengan jarak yang berdekatan. Dengan
RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Sampai saat ini pembangunan gedung-gedung di Indonesia sebagian besar
cenderung belum mencerminkan kenyamanan bagi semua orang, dikarenakan
belum dapat digunakan oleh kelompok masyarakat yang memiliki kecacatan atau
keterbatasan fisik. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pembangunan dari
UUBG pasal 16 tentang Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung dan ketentuan
bangunan gedung yang meliputi fungsi, persyaratan, penyelenggaraan dan
pembinaan serta sanksi yang dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, dan keserasian dengan lingkungannya bagi kepentingan
masyarakat.
UUBG atau Undang-Undang Bangunan Gedung mensyaratkan tahun 2010
bangunan gedung harus memenuhi kelayakan fungsi bangunan yang diantaranya
memenuhi persyaratan ANDAL. Yang dimaksud dengan keandalan bangunan
gedung adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai
dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan. Dari butir-butir pemenuhan
syarat tersebut ada syarat mengenai aksesibilitas untuk penyandang cacat.
Kegiatan penelitian mengenai aksesibilitas penyandang cacat telah dilakukan
dalam studi terdahulu, yaitu dalam mata kuliah Seminar. Penulis melakukan
penelitian terhadap beberapa fasilitas kesehatan di kota Bandung. Hasil yang
penulis dapatkan adalah bahwa fasilitas–fasilitas pelayanan umum di kota
Bandung seperti pelayanan kesehatan bahkan belum dilengkapi dengan fasilitas
yang dapat digunakan oleh pengguna yang berkebutuhan khusus seperti
penyandang cacat tubuh dan pengguna lain seperti lansia, anak-anak dan ibu
hamil.
Dalam hal ini penulis merasa prihatin karena di kota besar seperti Bandung ini
RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 2 faktor kenyamanan, apalagi bagi kaum diffable yang memiliki kesulitan tersendiri
dalam melakukan gerak dan aktivitasnya.
Berangkat dari rasa prihatin tersebut, penulis merasa perlu membantu dan ingin
berfikir mulia. Sehingga penulis mengusulan model perancangan berupa Pusat
Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh. Dimana fasilitas rehabilitasi ini berfungsi
untuk mengakomodir para penyandang cacat dalam melakukan segala aktifitasnya
dan menjadikan mereka menjadi manusia yang tangguh dan mandiri, sehingga
mereka dapat memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitasnya di
lingkungan luar tanpa merasa kesulitan akibat dari kecacatannya tersebut.
1.2MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari Model Perancangan Fasilitas Penyandang Cacat ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan yang terpadu bagi penyandang cacat di kota
Bandung. Perancangannya adalah menciptakan wadah bangunan yang
mengakomodir kebutuhan orang berkebutuhan khusus, sehingga dapat
menumbuhkan kemandirian dalam menjalani kehidupan tanpa merasa kesulitan
menjalani aktifitasnya sehari-hari dan tidak tergantung kepada orang lain.
Bangunan juga dapat memenuhi standar yang ditetapkan dalam UUBG, sehingga
pada saat pemberlakuan sertifikat layak fungsi bangunan, fasilitas ini dapat
memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
1.3PERMASALAHAN
A. Problem fisik
Mobilitas; karena keterbatasan fisik, maka akan mengakibatkan gangguan kemampuan motorik gerak untuk melakukan suatu perbuatan atau
gerakan-gerakan tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari.
Kecepatan; kecepatan bergerak dipengaruhi oleh faktor pengenalan
terhadap lingkungan. Mereka akan lambat jika berada pada lingkungan
yang mempunyai banyak halangan.
B. Problem Lain
RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 3 Problem kejiwaan yang dialami:
- Rendah iri atau sebaliknya,
- Mudah tersinggung,
- Kadang-kadang agresif sekali,
- Mudah curiga,
- Labil.
2. Problem sosial
Sosial; pandangan masyarakat mengenai penyandang cacat yang memiliki
keterbatasan bergerak mengalami kecacatan atau keterbatasan pula pada hal-hal
lain. Hal ini mengakibatkan penyandang cacat enggan untuk berinteraksi dengan
masyarakat. Keadaan tersebut menyebabkan mereka tidak terlatih untuk
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.
3. Problem masyarakat
Masyarakat ikut mempengaruhi keberhasilan dalam penanganan dan
penanggulangan permasalahan penyandang cacat, karena pada hakekatnya
permasalahan mereka adalah keberadaannya di tengah masyarakat.
Hal ini tercermin dari:
- Sikap ragu-ragu terhadap kemampuan penyandang cacat,
- Sikap masa bodoh terhadap permasalahan mereka,
- Belum meluasnya partisipasi masyarakat dalam menangani
permasalahan penyandang cacat,
Masalah perancangan:
- Memfasilitasi kebutuhan orang berkebutuhan khusus, dalam hal ini
penyandang cacat tubuh (Tuna Daksa) baik dalam hal kemudahan, gerak
dan sirkulasi.
RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 4
1.4METODOLOGI
1. Studi literatur
a. Studi literatur untuk mempelajari ruang gerak penyandang cacat tubuh.
b. Studi literatur untuk mempelajari dimensi bangunan rehabilitasi medis
beserta fasilitas pendukungnya
2. Pengamatan lapangan
Mengamati perilaku dan ruang gerak penyandang cacat tubuh dalam melakukan
aktifitasnya pada bangunan publik.
3. Studi banding
a. Studi banding dengan cara pustaka dan melalui internet yaitu mempelajari
penyelesaian desain bangunan rehabilitasi dan melakukan pengamatan
kebutuhan dan aktifitas pada bangunan-bangunan kesehatan yang ada di
Bandung dan luar negeri.
b. Studi banding ke fasilitas rehabilitasi dan bangunan sejenis yang sudah
berdiri untuk mendapat pengetahuan tentang perilaku pengguna, dan fasilitas
yang tersedia.
c. Membuat suatu perbandingan akan kebutuhan dan aktivitas yang didapat
melalui hasil pengamatan yang sudah ada dan kebutuhan dan aktivitas yang
akan diwadahi di dalam perancangan ini.
4. Wawancara
a. Terstruktur; wawancara yang dilakukan kepada badan oengelola bangunan
guna memperoleh data mengenai kebutuhan ruang dan fasilitas yang
dibutuhkan.
b. Tidak terstruktur; wawancara yang dilakukan secara lisan kepada pengguna
atau penyandang cacat tubuh mengenai faktor-faktor atau tingkat kesulitan
RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 5
RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 6
1.6LINGKUP DAN BATASAN PERANCANGAN
Lingkup perancangan meliputi perancangan bangunan pusat rehabilitasi beserta
ruang-ruang luarnya dengan sasaran pasien dibatasi pada pasien rehabilitasi
dengan kesulitan pada kemampuan gerak tubuh. Perancangan meliputi bangunan
dan fasilitas penunjang berdasarkan studi yang telah ditentukan. Kriteria program
ruang didapat dari studi literatur untuk standar, dan studi banding serta studi
lapangan untuk pengamatan perilaku dan kebutuhan ruang pengguna.
1.7SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan merupakan uraian mengenai latar belakang, maksud dan tujuan,
masalah perancangan, pendekatan, lingkup perancangan, kerangka berfikir dan
sistematika pembahasan laporan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka, studi literatur dan studi banding
kasus sejenis dan kesimpulan studi banding.
Bab III Deskripsi Proyek
Deskripsi proyek menguraikan kondisi proyek secara umum, meliputi
peraturan-peraturan bangunan, keadaan lahan dan kondisi disekitar lahan. Disamping itu
juga dijelaskan mengenai sasaran pengguna, program kegiatan, kebutuhan ruang
dan persyaratan teknis bangunan.
Bab IV Elaborasi Tema
Elaborasi tema menerangkan tentang interprestasi tema, studi banding tema
sejenis, dan kesimpulan studi banding tema.
Bab V Analisis Tapak
Analisis berisi analisis mengenai lokasi dan kondisi lingkungan, analisis
RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 7 Bab VI Konsep Perancangan
Konsep perancangan berisi uraian tentang konsep dasar, konsep dari konteks
lingkungan, konsep perancangan bangunan, konsep struktur, konsep tampak,
konsep utilitas dan konsep hunian.
1.8LANDASAN TEORI
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung
Pasal 2 tentang Asas, Tujuan dan Lingkup
- Asas kemanfaatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan
gedung dapat diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang
ditetapkan, serta sebagai wadah kegiatan manusia yang memenuhi
nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan, termasuk aspek kepatutan
dan kepantasan.
- Asas keselamatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan
gedung memenuhi persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan
keandalan teknis untuk menjamin keselamatan pemilik dan pengguna
bangunan gedung, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, di
samping persyaratan yang bersifat administratif.
- Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan
bangunan gedung berkelanjutan tidak mengganggu keseimbangan
ekosistem dan lingkungan di sekitar bangunan gedung.
- Asas keserasian dipergunakan sebagai landasan agar penyelenggaraan
bangunan gedung dapat mewujudkan keserasian dan keselarasan
bangunan gedung dengan lingkungan di sekitarnya.
Pasal 16 Ayat (1) tentang ANDAL
Yang dimaksud dengan keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan
gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pengertian Pusat Rehabilitasi
- Pusat : pokok pangkal yang jadi pumpunan (berbagai urusan, hal dan
sebagainya).
(Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988)
- Rehabilitas : pemulihan kepada kedudukan (keadaan) yang dahulu
(semula) perbaikan individu, pasien rumah sakit, atau korban bencana
supaya menjadi manusia yang lebih berhuna dan memiliki tempat di
masyarakat.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988)
2.2Pengertian Penyandang Cacat
“Disabled person is someone who has physical and/or mental abnormality, which
could disturb or be seen as obstacle and constraint in performing normal
activities, and consisted of: a) physically disabled, b). mentally disabled, and c).
physically and mentally disabled ”.
Penyandang cacat menurut kutipan di atas, adalah orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau menghalangi serta
dapat menjadi hambatan bagi dirinya untuk melakukan kegiatan yang normal, dan
hambatan tersebut dapat meliputi:
(a) cacat fisik,
(b) cacat mental, dan
(c) cacat keduanya yaitu mental dan fisik.
2.2.1 Kategori Penyandang Cacat
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
organ tubuhnya. Tingkat kelemahan itu menjadi penghambat yang
mengakibatkan tidak berfungsinya anggota tubuh lainnya seperti pada fungsi
mental.
Contoh dari kategori impairment ini adalah kebutaan, tuli, kelumpuhan,
amputasi pada anggota tubuh, gangguan mental (keterbelakangan mental) atau
penglihatan yang tidak normal. Jadi kategori cacat yang pertama ini lebih
disebabkan faktor internal atau biologis dari individu.
2. Disability, yakni ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas pada tataran aktifitas manusia normal, sebagai akibat dari kondisi impairment tadi. Akibat
dari kerusakan pada sebagian atau semua anggota tubuh tertentu, menyebabkan
seseorang menjadi tidak berdaya untuk melakukan aktifitas manusia normal,
seperti mandi, makan, minum, naik tangga atau ke toilet sendirian tanpa harus
dibantu orang lain.
3. handicap, yaitu ketidakmampuan seseorang di dalam menjalankan peran sosial-ekonominya sebagai akibat dari kerusakan fisiologis dan psikologis baik
karena sebab abnormalitas fungsi (impairment), atau karena cacat (disability)
sebagaimana di atas. Cacat dalam kategori ke tiga lebih dipengaruhi faktor
eksternal si individu penyandang cacat, seperti terisolir oleh lingkungan
sosialnya atau karena stigma budaya, dalam arti penyandang cacat adalah
orang yang harus dibelaskasihani, atau bergantung bantuan orang lain yang
normal.
2.2.2 Undang-undang tentang Penyandang Cacat
Agar para penyandang cacat tersebut mampu berperan dalam lingkungan
sosialnya, dan memiliki kemandirian dalam mewujudkan kesejahteraan dirinya,
maka dibutuhkan aksesibilitas terhadap prasarana dan sarana pelayanan umum,
sehingga para penyandang cacat mampu melakukan segala aktivitasnya seperti
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 4 Tahun 1997 pasal 8 disebutkan bahwa,
pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya
hak-hak penyandang cacat.
Lebih lanjut dalam pasal 10 ayat (1) dan (2) dari UU No. 4 Tahun 1997 tersebut
dinyatakan bahwa: “Setiap kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas”.
Pasal 10 ayat (2), penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan
keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat agar dapat
hidup bermasyarakat.
Perangkat UU sebagaimana disinggung di atas, masih dilengkapi PP No. 43
Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat,
melalui penyediaan aksesibilitas.
Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) menyebutkan penyediaan aksesibilitas berbentuk
fisik dilaksanakan pada sarana dan pra sarana umum meliputi:
a. aksesibilitas pada bangunan umum;
b. aksesibilitas pada jalan umum;
c. aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum; dan
d. aksesibilitas pada angkutan umum.
Secara rinci, ketentuan pasal 11 ayat (1) dan (2) serta pasal 12 PP Np. 43 Tahun
1998 tentang aksesibilitas pada bangunan umum dilaksanakan dengan
menyediakan:
akses ke, dari dan di dalam bangunan;
pintu, tangga, lift khusus untuk bangunan bertingkat;
tempat parkir dan tempat naik turun penumpang;
toilet;
tempat minum;
tempat telepon;
peringatan darurat; dan
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2.2.3 Fasilitas Pelayanan Yang Ada Di Pusat Rehabilitasi
1. Medis
Dokter spesialis rehabilitasi menata program rehabilitasi dengan tujuan fungsional
yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan program rehabilitasi
memanfaatkan EMG/biofeedback, spirometer, myo exercire, lased an tread mild.
2. Fisioterapi
Fasilitas fisioterapi melaksanakan upaya pelayanan kesehatan yang bertanggung
jawab atas kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang dilaksanakan dengan
tindakan pemecahan masalah dengan cara menggantungkan ilmu pengetahuan
alam, biologi, ilmu perilaku dengan penerapan teknologi bio fisika medika.
Fasilitas ini didukung dengan fasilitas dan kemampuan: elekto terapi, aktino
terapi, mekano terapi, terapi latihan, manipulasi dan nebulizer.
3. Terapi okupasi
Terapi okupasi bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kemandirian
terutama kemampuan fungsi aktifitas kehidupan segari-hari, serta melatih dan
memberikan terapi pada gangguan koordinasi, keseimbangan aktivitas lokomotor
dengan memperhatikan efektifitas serta efisisensi. Disamping itu okupasi ini
melatih pemakaian alat adaptif fungsional (adaptive device). Berbagai kegiatan
dari terapi okupasi ini adalah: latihan koordinasi, latihan aktivitas kehidupan
sehari-hari, melatih pemakaian bidai fungsional dan adaptif serta berbagai fasilitas
simulasi untuk penyandang cacat.
4. Terapi wicara
Terapi ini bertujuan merangsang dan mempertahankan kemampuan
berkomunikasi melalui latihan sensori organ bicara, melatih gangguan fungsi
lahir, mengembangkan kemampuan komunikasi verbal, signal, tulisan dan baca
serta melatih kemampuan makan atau minum dan latihan organ mengunyah,
menelan dan menghisap pada gangguan menelan.
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Kegiatan dari fasilitas psikologi adalah melaksanakan pemerikasaan dan evaluasi
psikologis,memberikan bimbingan, dukungan dan terapi psikis bagi pasien dan
keluarganya serta mengupayakan pemeliharaan motivasi pasien menuju tujuan
rehabilitasi.
6. Ortorik Prostetik
Ortorik prostetik melayani pembuatan protese anggota gerak atas dan bawah,
ortosis spinal (tulang belakang) dan anggota gerak, bidang fungsional, alat bantu
jalan (tongkat, walker, dll), dan sepatu khusus. Kegiatan ortorik prostetik ini
meliputi pengukuran, desain, pembuatan, pengepasan dan penyelesaian akhir serta
melatih penggunaan dan perawatan (termasuk melatih penggunaan kursi roda).
7. Petugas sosial medik
Petugas sosial medik bertugas mengevaluasi, menganalisa dan memberikan
alternatif penyelesaian masalah sosial ekonomi pasien, termasuk kesempatan kerja
pendidikan,penyesuaian lingkungan rumah dan lain-lain. Serta memberikan saran
dan mencari peluang untuk mengatasi maslah pendanaan bagi pasien yang
membutuhkan, disamping itu petugas sosial medis memberikan informasi tentang
peraturan dan ketentuan yang berlaku di rumah sakit serta instansi lain yang
terkait dengan bidang sosial.
2.2.4 Beberapa Jenis Metode Terapi Fisik
a. Hydrotherapy (terapi air)
Hydrotherapy merupakan terapi dengan menggunakan air, termasuk di dalamnya
merendam sebagian atau seluruh tubuh ke dalam air. Wadah yang digunakan bias
berupa portable whirpool atau hubbard tank. Whirpool yang bias dipindah-pindah
bias diisi dan dikosongkan dengan memakain selang air.
Cara penggunaanya pasien duduk diatas kursi tinggi (yang bias diatur
ketinggiannya) apabila ingin merendam kakinya ke whirpool. Sementara whirpool
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Biasanya bagian terapi fisik mempunyai whirpool permanen, selain itu juga
memiliki beberapa portable whirpool yang mudah dipindahkan untuk terapi pada
kaki atau tangan.
b. Heat or Cold (terapi panas dingin)
Heat or Cold merupakan terapi yang menggunakan panas dan dingin untuk
menstimulasi anggota tubuh. Suhu panas untuk terapi bias didapatkan dari
beberapa metode mulai pemanas listrik, pemanas uap atau dengan air panas
9untuk merendam tubuh atau anggota tubuh lainnya). Sedangkan suhu dingin bias
didapatkan dari beberapa metode, antara lain menggunakan pendingin sampapi
menggunakan es (untuk dibalurkan ke tubuh)
c. Massage (terapi pijat)
Pijat adalah bentuk terapi fisik yang paling tua, biasanya dilakukan diruang
tertutup, bias mempergunakan ruang-ruang pribadi atau kelompok. Dalam
pelaksanaannya harus disediakan pula alat-alat yang dibutuhkan untuk terapi pijat
ini, seperti alas untuk berbaring, rak untuk meja atau cream pijat. Selain itu juga
bias mengunakan unit-unit portable, seperti stimulator otot atau unit ultrasound.
d. Exercise (terapi olahraga)
Terapi fisik yang baik akan mamakai peralatan olahraga yang tepat. Terapi ini
membutuhkan tunag yang luas untuk menampung beberapa peralatan olahraga.
Peralatan olahraga tersebut ada yang terpasang di dinding yang memerlukan
perhitungan khusus dalam pemasangannya sehingga dinding membutuhkan
penguatan khusus. Selain itu ada peralatan yang di lantai. Jendela dan
pemandangan luar akan membuat suasana olahraga lebih menyenangkan.
Peralatan olahraga yang dipakai
- Gait Bar
- Exercise bicycles
- Barbells
- Ambulation staircase
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Karpet sangat dianjurkan dalam ruangna ini, makin tebal makin baik, sebab karpet
berfungsi untuk mengurangi efek benturan bila pasien terjatuh. Akan tetapi perlu
dipertimbangkan agar ketebalan karpet tidak mengganggu kenyamanan pasien.
e. Ultra Sound
Terapi ini memakai acoustic high-frequency untuk menhasilkan panas pada
jaringan otot yang diterapi. Alat ini kecil dan portable, serta tidak membutuhkan
persyaratan ruangan yang khusus.
f. Traction
Terapi ini digunakan untuk pemakaian pada anggota tubuh. Caranya dengan
mengurangi tekanan pada otot sambungan atau jaringan yang sedang diobati,
untuk mengembalikan jaringan syaraf dan pembuluh darah pada area tersebut.
Terapi ini juga dapat berguna untuk memperbaiki smabungan-sambungan
persendian pada tulang.
g. Electrical stimulation (terapi stimulasi elektronik)
Pada terapi ini gelombang listrik dalam kisaran mili ampere dikirimkan ke otot
untuk memperlancar pengendalian otot, mulai dari ketegangan otot sampai
kontraksi otot yang kompleks. Hal ini digunakan untuk melemahkan massa otot,
sehingga lebih mudah dalam pengobatannya. Selain itu jugadiperhunakan untuk
mengerahkan gerakan otot, menguatkan otot, menstimulasi otot yang lemah, dan
mengurangi rasa sakit.
h. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation / T.E.N.S (terapi stimulasi elektrik pada syaraf)
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation bekerja dengan mengirimkan
gelombang listrik ke jaringan syaraf melalui elektroda-elektroda yang
ditempelkan ke permukaan kulit. Terapi ini digunakan untuk mengurangi rasa
sakit yang timbul dengan cara mengalihkan rasa sakit dari syaraf-syaraf penerima.
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Iontophoresis merupakan terapi dengan menggunakan peralatan yang bias
menyalurkan ion melalui kulit.
j. Continous passive motion (terapi gerakan pasif yang berulang)
Terapi ini merupakan teknik terapi rehabilitasi sambungan atau otot yang sudah
tiak berfungsi, lemah, atau terluka, dengan cara melakukan gerakan-gerakan pasif
yang berulang kali pada otot-otot tersebut. Fungsi terapi ini adalah untuk
membiasakan otot dengan gerakan-gerakan tersebut.
k. Mobilization (Mobilisasi)
Jenis terapi ini disebut juga terapi chiropatic type manipulative. Merupakan terapi
yang bekerja pada sambungan tulang belakang, dan sambungan – smabungan
tulang lainnya. Terpi ini berfungsi untuk mengembalikan ke posisi semula, dan
fungsi semula. Prosedur ini biasa disebut pengaturan kembali. Terapi ini
menggunakan meja yang bias diatur posisinya sebagai alas.
2.3Teori-teori Tentang Besaran dan Studi Gerak
Dalam rangkan menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi persyaratan
teknis aksesibilitas, digunakan prinsip-prinsip penerapan sebagai berikut:
a. Setiap bangunan umum harus memperhatikan semua persyaratan
teknis aksesibilitas pada:
- Ukuran dasar ruang,
- Pintu,
- Perlengkapan dan
peralatan,
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
b. Setiap pembangunan tapak bangunan umum harus memperhatikan
persyaratan teknis aksesibilitas pada:
- Ukuran dasar ruang,
- Jalur pedestrian,
- Jalur pemandu,
- Area parker,
- Ramp ,
- Rambu.
2.3.1 Ukuran Dasar Ruang
Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) yang mengacu kepada
ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dan ruang yang
dibutuhkan untuk mewadahi pergerakannya.
2.3.2 Ukuran dan Detail Penerapan Standar
Ruang Gerak Bagi Pemakai Kruk Ukuran Umum Orang Dewasa
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Ukuran putar kursi roda Belokan dan papasan kursi roda
Ruang gerak kursi roda Batas jangkauan pengguna kursi roda
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2.3.3 Pedestrian
Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang
cacat yang disiapkan berdasarkan kebutuhan manusia untuk dapat bergerak aman,
nyaman dan tak terhalang.
Persyaratan
a. Permukaan. Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca bertekstur
halus dan tidak licin. Apabila harus terjadi gundukan tingginya tidak lebih
dari 1,25 cm. Bila menggunakan karpet maka ujungnya harus kencang dan
mempunyai trim yang permanen.
b. Kemiringan. Kemiringan maksimum 7 derajat dan pada setiap 9 m
disarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat.
c. Area istirahat. Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan
penyandang cacat
d. Pencahayaan. Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
e. Perawatan. Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
f. Drainase. Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman
maksimal 1,5 cm mudah dibersihkan dan perletakan lubang di jauhkan dari
tepi ramp.
g. Ukuran. Lebar minimum jalur pedestrian adalah 136 cm untuk jalur satu
arah dan 180 cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari
pohon tiang, rambu rambu dan benda benda pelengkap jalan yang
menghalang.
h. Tepi pengaman. Disiapkan bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat
tuna netra kearah area yang berbahaya. Tepi pengaman di buat setinggi
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Prinsip penerapan jalur pedestrian Penempatan pohon, rambu dan street furniture
2.3.4 Parkir
Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh penyandang
cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi roda,
daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik turunkan
penumpang adalah tempat bagi semua penumpang termasuk penyandang cacat,
untuk naik atau turun dari kendaraan.
Persyaratan
a. Fasilitas parkir kendaraan
a. Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju
bangunan/fasilitas yang dituju dengan jarak maksimum 60 meter.
b. Jika tempat parkir tidak berhubungan langsung dengan bangunan ,
misalnya pada parkir taman dan tempat terbuka lainnya, maka tempat
parkir harus diletakkan sedekat mungkin dengan pintu gerbang masuk dan
jalur pedestrian.
c. Area parkir arus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya sehingga
pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
d. Area parkir khusus penyandang cacat di tandai dengan symbol/tanda
parkir penyandang cacat yang berlaku.
e. Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ramp trotoir di kedua sisi
kendaraan.
f. Ruang parkir mempunyai lebar 375 cm untuk parkir tunggal atau 625 cm
untuk parkir ganda dan sudah di hubungkan dengan ramp dan jalan
menuju fasilitas fasilitas lainnya.
Jarak ke area parkir Rute aksesibel dari parkir
Tipikal ruang parkir
b. Daerah menaik turunkan penumpang
a. Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau
jalur lalu lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm
b. Dilengkapi dengan fasilitas ramp, jalur pedestrian dan rambu penyandang
cacat.
c. Kemiringan maksimal 5 derajat dengan permukaan yang rata di semua
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
d. Diberi rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk
mempermudah dan membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum.
Ruang menaik-turunkan penumpang
2.3.5 Pintu
Pintu adalah bagian dari suatu tapak bangunan atau ruang yang merupakan tempat
untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup(daun
pintu).
Persyaratan
a. Pintu pagar ketapak bangunan harus mudah di buka dan di tutup oleh
penyandang cacat.
b. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm dan pintu
pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.
c. Didaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau
ketinggian lantai.
d. Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan :
- Pintu geser
- Pintu yang berat dan sulit untuk di buka/ditutup
- Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil.
- Pintu yang terbuka kekedua arah (dorong dan tarik)
- Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
e. Penggunaan pintu otomatis di utamakan yang peka terhadap bahaya
kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam waktu
lebih cepat lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali.
f. Hindari penggunaan bahan lantai yang licin di sekitar pintu
g. Alat alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup
dengan sempurna karena pintu yang terbuka sebagian dapat
membahayakan penyandang cacat
h. Plat tendang yang diletakkan dibagian bawah pintu diperlukan bagi
pengguna kursi roda.
Ruang bebas pintu 1 daun Ruang bebas pintu 2 daun
Pintu dengan plat tendang Pegangan pintu yang dianjurkan
2.3.6 Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga/peyandang
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 Persyaratan
a. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7 derajat,
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp(
curb ramps landing). Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar
bangunan maksimum 6 derajat.
b. Panjang mendatar dari satu ramp ( dengan kemiringan 7 derajat) tidak
boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih
rendah dapat lebih panjang.
c. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman dan 136 cm
dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang digunakan sekaligus untuk
pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara
seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi
tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri2.
d. Bordes (muka datar) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas
dan datar sehingga memungkinkan sekurang kurangnya untuk memutar
kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.
e. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
f. Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm dirancang untuk menghalangi
roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila
berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan
harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.
g. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga
membantu pencahayaan di ramp waktu malam hari. Pencahayaan
disediakan pada bagian bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap
muka tanah sekitarnya dan bagian bagian yang membahayakan.
h. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Tipikal ramp Bentuk-bentuk ramp
Kemiringan ramp Kemiringan sisi lebar ramp
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
2.3.7 Tangga
Fasilitas bagi pergerakab vertical yang di rancang dengan mempertimbangkan
ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan ebar yang memadai.
Persyaratan
a. harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.
b. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60 derajat.
c. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga.
d. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah
satu sisi tangga.
e. Pegangam rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung ujungnya
( puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.
f. Pegangan rambat harus mudah di pegang dengan ketinggian 65 - 80 cm
dari lantai,bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu da bagian
ujungnya harus bulat atau di belokkan dengan baik kearah lantai, dinding
atau tiang.
g. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan harus di rancang sehingga
tidak ada air hujan yang menggenang pada lantai.
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Detail handrail tangga Detail handrail pada dinding
2.3.8 Lift
Lift adalah alat mekanis elektris untuk membantu pergerakan vertikal di dalam
bangunan, baik yang digunakan khusus bagi penyandang cacat maupun yang
merangkap sebagai lift barang.
Persyaratan
a. Untuk bangunan lebih dari 5 lantai paling tidak satu buah lift yang
aksesibel harus terdapat pada jalur aksesibel den memenuhi standar teknis
yang berlaku.
b. Toleransi perbedasn muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang lift
maksimurn 1,25 mm.
c. Koridor/lobby lift
- Ruang perantara yang digunakan untuk menunggu kedatangan lift,
sekaligus mewadahi penumpang yang baru keluar dari lift, harus
disediakan. Lebar ruangan ini minimal 185 cm, den tergantung pada
konfigurasi ruang yang ada.
- Perletakan tombol dan layar tampilan yang mudah dilihat den
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
- Panel luar yang berisikan tombol lift harus dipasang di tengah-tengah
ruang lobby atau hall lift dengan ketinggian 90-110 cm dari muka
lantai bangunan.
- Panel dalam dari tombol lift dipasang dengan ketinggian 90-120 cm
dari muka lantai ruang lift.
- Semua tombol pada panel harus dilengkapi dengan panel huruf Braille,
yang dipasang dengan tanpa mengganggu panel biasa.
- Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual
menunjukkan posisi lift harus dipasang di atas panel kontrol dan di
atas pintu lift, baik di dalam maupun di luar lift (hall/koridor).
d. Ruang lift
- Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai dari
masuk melewati pintu lift, gerakan memutar, menjangkau panel
tombol dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih minimal ruang
lift adalah 140cm x 140cm.
- Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)
menerus pada ketiga sisinya.
e. Pintu Lift
- Waktu minimum bagi pintu lift untuk tetap terbuka karena menjawab
panggilan adalah 3 detik.
- Mekanisme pembukaan dan penutupan pintu harus sedemikian rupa
sehingga memberikan waktu yang cukup bagi penyandang cacat
terutama untuk masuk dan keluar dengan mudah. Untuk itu lift harus
dilengkapi dengan sensor photo-electric yang dipasang pada ketinggian
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
2.3.9 Kamar Kecil
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuksemua orang ( tanpa terkecuali penyandang
cacat, orang tua, ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya.
Persyaratan
a. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan
tampilan rambu “ penyandang cacat “ pada bagian luarnya.
b. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
c. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna
kursi roda (45 – 50 cm).
d. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian yang disesuaikan dengan
pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain.
e. Pegangan di sarankan memiliki bentuk siku siku mengarah ke atas untuk
membantu pergerakan pengguna kursi roda.
f. Letak kertas tisu,air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan
perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus di
pasangsedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki
keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa di jangkau pengguna kursi roda.
g. Kran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel.
h. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.
i. Pintu harus mudah di buka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk
membuka dan menutup.
j. Kunci kunci toilet atau grendel di pilih sedemikian sehingga bisa di buka
dari luar jika terjadi kondisi darurat.
k. Pada tempat tempat yang mudah di capai seperti pada daerah pintu masuk,
dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan darurat (emergency
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Ukuran sirkulasi masuk Tinggi perletakkan kloset
Analisa ruang gerak toilet dengan pendekatan diagonal dan pendekatan samping
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Kran wudlu bagi penyandang cacat
2.3.10 Pancuran
Merupakan fasilitas mandi dengan pancuran (shower) yang bisa digunakan oleh
semua orang, khususnya bagi pengguna kursi roda.
Persyratan
a. Bilik pancuran (shower cubicles) harus memiliki tempat duduk yang lebar
dan tinggi disesuaikan dengan cara-cara memindahkan badan pengguna
kursi roda.
b. Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat (handrail) pada posisi
yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu.
c. Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm atau alat pemberi tanda
lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat.
d. Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang~bisa
dibuka dari luar pada kondisi darurat (emergency)
e. Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu geser atau tipe bukaan
keluar.
f. Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Potongan bilik pancuran Ukuran dasar bak rendam
Bilik pancuran dengan tempat duduk dan bak penampung Bilik pancuran tanpa tempat duduk
Bak rendam dengan dudukan tambahan Ukuran bebas kursi roda
2.3.11 Wastafel
Fasilitas cuci tangan, cuci muka , berkumur atau gosok gigi yang bisa di gunakan
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 Persyaratan
a. Wastafel harus di pasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan
lebar depannya dapat di manfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan
baik.
b. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel.
c. Wastafel harus memiliki ruang gerak dibawahnya sehingga tidak
menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda.
d. Pemasangan ketinggian cermin di perhitungkan terhadap pengguna kursi
roda.
Tipikal pemasangan wastafel Tipe wastafel dengan penutup bawah
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Perletakkan kran Ruang bebas area wastafel
2.3.12 Telepon
2.3.13 Perletakkan dan Alat Kontrol
Merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa mempermudah
semua orang ( tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua, dan ibu ibu hamil)
untuk melakukan control peralatan tertentu seperti system alarm, tombol/stop
kontak, dan pencahayaan.
Persyaratan
a. Sistem alarm/peringatan
1. Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari system peringatan
suara ( vocal alarms) system peringatan bergetar ( vibrating alarms ) dan
berbagai petunjuk serta pertandaan untuk melarikan diri pada situasi
darurat.
2. Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
3. Semua pengontrol peralatan listrik harus dapat dioperasikan dengan satu
tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau sampai
dengan memutar lengan.
b. Tombol dan stop kontak
Tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan tingginya
sesuai dan mudah di jangkau oleh enyandang cacat.
Perletakkan pintu dan jendela Perletakkan alat listrik
Perletakkan peralatan toilet Perletakkan peralatan elektronik penunjang
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2.3.14 Perabot
Perletakan barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan ruang
gerak dan sirkulasi yang cukup bagi penyandang cacat.
Persyaratan
a. Sebagian dari perabot yang tersedia dalam bangunan umum harus dapat
digunakan oleh penyandang cacat, termasuk dalam keadaan darurat.
b. Dalam suatu bangunan yang digunakan oleh masyarakat banyak, seperti
bangunan pertemuan, konperensi pertunjukan dan kegiatan yang sejenis
maka jumlah tempat duduk aksesibel yang harus disediakan adalah:
Perabot ruang duduk
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Kotak obat-obatan
2.3.15 Rambu
Fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi,
arah, penanda atau petunjuk bagi penyandang cacat.
Persyaratan
a. Penggunaan rambu terutama di butuhkan pada:
1. Arah dan tujuan jalur pedestrian.
2. KM/WC umum, telpon umum
3. Parkir khusus penyandang cacat
4. Nama fasilitas dan tempat
b. Persyaratan rambu yang di gunakan :
1. Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat di baca oleh
tunanetra dan penyandang cacat lainnya.
2. Rambu yang berupa gambar dan symbol yang mudah dan cepat di
tafsirkan artinya.
3. Rambu yang berupa tanda dan symbol internasional.
4. Rambu yang menerapkan metode khusus (missal: perbedaan
perkerasan tanah,warna kontras dll)
5. Karakter dan latar belakang rambu harus di buat dari bahan yang tidak
silau. Karakter dan simbul harus kontras dengan latar belakangnya,
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
6. Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar
dan tinggi antara 3 :5 dan 1:1 serta ketebalan huruf antara 1:5 dan 1: 10
7. Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus di ukur sesuai
dengan jarak pandang dari tempat rambu itu dibaca.
c. Lokasi penempatan rambu
1. Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa
penghalang.
2. Satu kesatuan system dengan lingkungan
3. Cukup mendapat pencahayaan termasuk penambahan lampu ada
kondisi gelap.
4. Tidak mengganggu arus( pejalan kaki dll) dan sirkulasi (buka/tutup
dll).
Peletakan rambu sesuai jarak dan sudut pandang
2.3.16 Simbol-Simbol Penyandang Cacat
Simbol aksesibilitas
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002
Simbol tuna daksa Simbol tuna netra
Simbol telepon Simbol ramp
Simbol ramp dua arah
Simbol telepon untuk
Tuna rungu
Simbol penunjuk arah
Simbol-simbol Penyandang Cacat
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 1 BAB III
KASUS PROYEK
3.1 DESKRIPSI PROYEK
Kasus : Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh
Tema : Perilaku dalam Arsitektur
Sifat Proyek : Fiktif
Pemilik Proyek : Yayasan dan Dinas Sosial
Pemilik Dana : Yayasan dan Dinas Sosial
Lokasi : Jl. Tamansari, Bandung
Luas Lahan : 25000 m2
3.2 PROGRAM KEGIATAN
A. Alur Cerita
Tahap aw al, evaluasi psikologis,m emberikan bimbingan, dukungan dan t erapi psikis bagi pasien dan keluarganya sert a
mengupayakan pem eliharaan mot ivasi pasien menuju t ujuan rehabilit asi.
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2 B. Program kegiatan yang diambil dari hasil proyek studi:
N
intensif sesuai dengan
program yang
dibutuhkannya
- Melakukan aktivitas
sehari-hari seperti tidur,
makan, mandi.
- Ditunggu/dijenguk
oleh keluarha/kerabat
- Beristirahat,
berinteraksi dengan sesame
pasien
menginap, sesuai dengan
program terapi yang
- Mengantar pasien
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 3
- Beristirahat dan
berinteraksi dengan
- Melakukan koseling
dengan pasien,
- Melakukan kegiatan
administrasi
- Beristirahat dan
berinteraksi
-Ruangadministr
asi
-Ruang isrtirahat
12 m2
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 4 3.3 POLA AKTIVITAS PENGGUNA
- Pengunjung Baru
Pengunjung baru adalah pengunjung yang datang bersama pendamping atau
keluarga mereka ke Pusat Rehabilitasi untuk mendapatkan informasi atau
konsultasi kesehatan kepada tim medis.
- Pengunjung Tetap
Pengunjung tetap adalah pengunjung yang datang bersama pendamping atau
keluarga mereka ke Pusat Rehabilitasi untuk menjalani program terapi, konsultasi
psikologi dan pelatihan vocational.
Dat ang
Drop Off
Parkir
Lobby
Daft ar
Periksa Konsult asi Terapi
Dat ang /
pulang
Drop Off
Parkir
Lobby Periksa
Konsult asi
Terapi
Pulang
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 5 - Tim Medis dan Fisioterapis
- Staff dan Pengelola Administrasi
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 6 3.4 STUDI BANDING PROYEK SEJENIS
A. Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso, Solo.
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta adalah
Unit Pelaksana Teknis di bidang rehabilitasi sosial bina daksa di lingkungan
Departemen Sosial yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Melaksanakan pelayanan kepada tuna daksa, meliputi:
1. Rehabilitasi Medik
- Operasi Bedah Ortopedi
- Perawatan Medis
- Fisiotherapy
- Occupational Therapy
- Penggunaan Alat Bantu Mobilitas (Orthese/Prothese)
2. Rehabilitasi Sosial
- Karakteristik Psikologi
1. Rendah diri/minder
2. Pesimis akam masa depannya
3. Agresif dan mudah tersinggung
4. Fatalisme dan masa bodoh
5. Mudah menyerah karena nasih telah mebelenggu
- Karakteristik Fisiologi
1. Mengalami degradasi bentuk dan keindahan tubuh
2. Terjadi gangguan mobilitas sehari-hari
3. Rehabilitasi Vocational
- Pengembangan potensi kekaryaan (Latihan ketrampilan)
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 7 - Pengembangan Bakat dan Minat kerja (Konsultasi dan bimbingan)
4. Resosialisasi
- Penyuluhan kepada masyarakat
- Konseling dengan orangtua (KK)
- Latihan hidup bermasyarakat(BSHB)
Tugas Pokok
Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi soasial, resosialisasi, penyaluran dan
bimbingan lanjut bagi penyandang tuna daksa agar mampu berperan dalam
kehidupan bermasyarakat, rujukan nasional, pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dengan instansi terkait sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi
1. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan.
2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, penyelenggaraan asrama
dan pemelirahaan serta penetapan diagnosa sosial, kecacatan, serta
perawatan medis.
3. Pelaksanaan bimbingan sosial, mental, keterampilan dan fisik.
4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.
5. Pemberian informasi dan advokasi.
6. Pengkajian dan pengembangan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial.
7. Pengelolaan urusan tata usaha.
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 8
Sasaran
Sasaran Garapan adalah penyandang cacat tubuh yang bercirikan sebagai berikut:
1. Mempunyai hambatan fisik/mobilitas.
2. Mempunyai masalah mental psikologis, rasa rendah diri, kurang percaya
diri, isolatif, dll.
3. Mengalami kecanggungan dalam melaksanakan fungsi sosialnya:
4. Tidak mampu bergaul secara wajar.
o Tidak mampu berkomunikasi secara wajar.
o Tidak mampu berpartisipasi di dalam kegiatan pembangunan.
o Ketergantungan kepada orang lain yang sangat besar.
5. Mengalami rintangan di dalam melakukan ketrampilan kerja produktif
yang diakibatkan kecacatannya.
6. Rawan sosial ekonominya.
Tabel suasana eksisting:
NAMA RUANG KONDISI EKSISTING DIMENSI
Ruang Pendaftaran 20 m2
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 9
Ruang Terapi Air 20 m2
Ruang Sport Injury Clinic 16 m2
Ruang Ortorik Prostetik 12 m2
Ruang Okupasi Terapi 32 m2
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 10
Toilet 3 m2
Gedung Petermuan
Sarana Olahraga
Ruang Produksi Ortorik
prostetik
20 m2
Ruang oven 20 m2
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 11
Ruang Kayu 32 m2
Ruang Onderdil OP 32 m2
Ruang Sepatu 32 m2
Gudang OP 20 m2
Pabrik Kursi Roda 32 m2
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 12 Parkir Motor
Parkir Mobil
Masjid
Kantin 4 m2
Bagian Informasi 6 m2
MOBILITAS DI LAHAN BERKONTUR
LAPORAN PERANCANGAN AR 38313 S – STUDIO TUGAS AKHIR
SEMESTER X TAHUN 2009/2010
Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Oleh :
RASY JANATUNNISA
1.04.05.002
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
SARI ...i
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI ...iv
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR LAMPIRAN ...x
I. PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Maksud dan Tujuan ...2
1.3 Permasalahan ...3
1.4 Metodologi ...4
1.5 Skema Berpikir...5
1.6 Lingkup dan Batasan Perancangan ...6
1.7 Sistematika Penulisan ...6
1.8 Landasan Teori...7
II. TINJAUAN PUSTAKA ...8
2.1 Pengertian Pusat Rehabilitasi ...8
2.2 Pengertian Penyandang Cacat ...8
v
2.2.2 Undang-Undang tentang Penyandang Cacat ...9
2.2.3 Fasilitas Pelayanan ...11
2.2.4 Beberapa Jenis Metode Terapi Fisik ...12
2.3 Teori Tentang Besaran dan Studi Gerak ...15
2.3.1 Ukuran Dasar Ruang ...16
2.3.2 Ukuran dan Detail Penerapan Standar ...16
2.3.3 Pedestrian ...18
2.3.4 Parkir ...19
2.3.5 Pintu ...21
2.3.6 Ramp ...23
2.3.7 Tangga ...25
2.3.8 Lift ...26
2.3.9 Kamar Kecil ...28
2.3.10 Pancuran ...30
2.3.11 Wastafel ...32
2.3.12 Perletakkan dan alat Kontrol ...33
2.3.13 Perabot ...35
2.3.14 Rambu ...36
vi
III. KASUS PROYEK ...39
3.1 Deskripsi Proyek ...39
3.2 Program Kegiatan ...39
3.3 Pola Aktivitas Pengguna ...42
3.4 Studi Banding Proyek Sejenis ...44
A. RS. Orthopedi Prof.Dr. R. Soeharso, Solo ...44
B. YPAC Surakarta, Solo ...51
C. YPAC Bandung ...55
IV. ELABORASI TEMA ...59
4.1 Perwujudan Tema Pada Bangunan ...59
4.2 Pendalaman Tema Pada Perancangan ...60
4.3 Penerapan Tema Pada Perancangan ...61
4.3.1 Pola Sirkulasi ...61
4.3.2 Pedestrian ...61
4.3.3 Material ...62
V. ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN ...63
5.1 Lokasi ...63
vii
VI. KONSEP RANCANGAN ...74
6.1 Konsep Tapak ...75
6.2 Konsep Bangunan ...80
DAFTAR PUSTAKA
1. Time sever standar for building types standard CD-Room
2. Neufert, E. ARSITEK DATA edisi 33 jilid 1,2. Jakarta: Erlangga, 1995
3. DeChiara,J. Challender. Time Saver Standards for Buildings Types,INew York: Mcgraw-Hill Book Company, 1987
4. Haryadi & Setiawan, B.. ARSITEKTUR LINGKUNGAN DAN
PERILAKU. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1996
5. Ferneeuw, Sophie. Guidelines For Planning A Barrier-Free Environment. France: STEPS Consulting Social, 2005
6. Note, Guidance. Access for Disabled People. England: Sport
7. http://www.scribd.com/doc/35333559/AKSESIBI#fullscreen:off
ii
KATA PENGANTAR
Assallamualaikum Wr.Wb
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini. Laporan ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik dan Ilmu
Komputer, Universitas Komputer Indonesia. Dimana dalam tugas akhir ini penulis
mengambil studi kasus proyek dengan Judul REHABILITATION CENTER FOR DIFABLE.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna baik
ditinjau dari segi penyajian maupun penyusunan materi. Oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan keritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan Laporan Tugas Akhir ini.
Penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari dukungan dan dorongan dari
semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Dhini D. Tantarto,M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur
sekaligus Pembimbing Tugas Akhir. Terima kasih atas dukungan, motivasi
dan dorongannya dalam membimbing dan mengarahkan selama proses
Tugas Akhir.
2. Ilhamdaniah ,ST.,MT.,M.Sc. selaku dosen Koordinator Tugas Akhir dan
penguji, yang telah memberikan masukan-masukan dan saran dalam
proses tugas akhir.
3. Ir. Tri Wahyu Handayani., Msa selaku dosen penguji, yang telah
memberikan masukan-masukan dan saran dalam proses tugas akhir.
4. Ir. Wanita S Abioso, MT. Selaku Dosen Wali, yang telah membimbing
dan memberikan petuahnya.
5. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan ilmu – ilmunya selama
iii
6. Mbak Foni, selaku sekretaris jurusan yang telah banyak membantu dalam
administratif perkulaiahan.
7. Papa dan Mama tercinta atas segala pengorbanan, do’a dan kasih sayang
serta dukungan moril dan materil yang tak terhingga.
8. Kakak dan adikku tersayang, Mbak icha, Abang Anjar, Aa Deny, yang
selalu memberikan semangat dan dukungan.
9. Kepada Fauzil Azim, atas perhatian, kasih sayang dan kepercayaan yang
telah diberikan serta dorongan untuk terus maju.
10.Kepada Aa Opik (Babe), A Tezar & Teh Dini, atas do’a dan dorongannya.
11.Teman teman seperjuangan Tugas Akhir; Geri, Rifky, Asrial, Dina, Nurul,
Ulil, Ricky, Eddy, Aripin, Fikri, yang selalu memberikan semangat yang
luar biasa.
12.Teman-teman yang telah banyak membantu kelancaran Tugas Akhir ini,
Neng Ella, Teh Dian, Teh Tri, atas dukungan dan bantuannya.
13.Teman-teman satu angkatan 2005, Cas, Adit, Rizky dan semua pihak yang
telah mendukung Tugas Akhir ini, sukses selalu.
Besar harapan penulis kiranya laporan ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Amien.
Wassallamualaikum Wr.Wb
Bandung, Agustus 2010
Penulis
RASY JANATUNNISA| 1.04.05.002 5 orientasi, vegetasi dan estetika.
PENGAMATAN OBJEK
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 1 BAB IV
ELABORASI TEMA
“Mobilitas di Lahan Berkontur”
Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau
banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Mobilitas adalah
kemampuan, kesiapan, dan mudahnya bergerak dan berpindah tempat. Mobilitas
juga berarti kemampuan bergerak dan berpindah dalam suatu lingkungan.
Tema ini dibuat berdasarkan pengamatan pada bangunan-bangunan umum yang
cenderung tidak memperhatikan kenyamanan, keamanan dalam menggunakan
bangunan maupun berinteraksi dengan lingkungan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perilaku. Dengan mendalami
perilaku penyandang cacat diharapkan dapat memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam
aktivitas dengan keterbatasana mereka.
Kata perilaku sendiri menunjukan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan
semua aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya
ataupun dengan lingkungan fisiknya.
4.1Perwujudan tema pada bangunan
- Aspek fungsi
Mewujudkan bangunan yang selaras dengan lingkungannya serta mampu
mengeksplorasi dan memaksimalkan potensi tapak yang ada dengan baik, tetapi
tetap dapat mewadahi fungsinya sebagai pusat rehabilitasi.
- Aspek bentuk
Bangunan yang diwujudkan mempunyai ekspresi bangunan bergaya arsitektur
tropis modern, dengan keberagaman penggunaan material serta penggunaan
warna-warna yang lembut agar membuat bangunan menjadi lebih nyaman dan
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2 4.2Pendalaman tema pada perancangan
Proyek ini ditujukan secara khusus bagi para penyandang cacat tuna daksa yang
membutuhkan perlakuan khusus serta fasilitas-fasilitas yang berbeda akibat dari
keterbatasan gerak yang mereka miliki.
Oleh sebab itu, rancangan bangunan rehabilitasi ini di desain agar dapat
benar-benar memberikan kenyamanan bagi penyandang cacat tubuh dan fasilitas yang
memadai kebutuhan mereka.
Pendalaman yang diambil adalah pendalaman kenyamanan (comfort) dimana
kenyamanan yang diberikan berbeda dengan kenyamanan yang diberika pada
orang normal biasa.
Kenyamanan yang dimaksud meliputi:
a. Pergerakan pola sirkulasi yang mudah diingat yaitu dengan pola
linier yang mempunyai pusat orientasi.
b. Signage sebagai penanda perbedaan zona, seperti taman atau plaza
sebagai penanda memasuki area privat atau penanda-penanda
lain yang dapat membedakan zona.
c. Material yang digunakan haruslah aman dan nyaman. Penambahan
tekstur pada material dapat memberikan keamanan bagi
penyandang cacat tubuh yang menggunakan kursi roda ataupun
tongkat.
d. Penghawaan alami dan buatan yang diletakan pada masing-masing
zona. Untuk zona public menggunakan penghawaan buatan
dimana jumlah penggunanya lebih banyak sehingga ruangan
dapat menjadi lebih nyaman. Sedangkan untuk zona asrama
dan zona rehabilitasi menggunakan penghawaan alami sebab
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 3 4.3Penerapan Tema pada Rancangan
4.3.1 Pola Sirkulasi
a. Permukaan
Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin.
Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada,
tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabia menggunakan karpet, maka
ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.
b. Kemiringan
Kemiringan maksimum 7° dan pada setiap jarak 9 m disarankan terdapat
pemberhentian untuk istirahat.
4.3.2 Pedestrian
a. Ukuran
Lebar minimum jelur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm
untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu dan
benda-benda pelengkap jalan yang menghalang.
b. Tepi pengaman
Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang
berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm
sepanjang jalur pedestrian.
4.3.3 Perabot
Penyimpanan perabot seperti telepon, stop kontak listrik dan elemen-elemen
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 4 4.3.4 Material
Material yang digunakan adalah material yang memiliki tekstur, tidak licin dan
RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 1 BAB V
ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN
5.1 Lokasi
Lokasi : Jalan Tamansari, Bandung
Luas lahan : ± 2.5 Ha
Batas – Batas :
Utara : Jl. Kebon Bibit, Pasar Balubur.
Selatan : Jl. Kebon Kembang, pemukiman penduduk.
Timur : Jl. Tamansari, Jl. Sulanjana.
Barat : Pemukiman Penduduk, S. Cikapundung.
Lokasi berbatasan langsung dengan jalan utama yaitu jalan Tamansari yang
berada dekat dengan jalan menuju kota dan jalan-jalan besar lainnya, seperti
adanya fly over di sebelah utara lokasi sehingga memudahkan pengunjung yang
datang dari luar daerah kota Bandung.
A. Kondisi dan Potensi Lahan
Kondisi permukaan site berkontur,
dimana ketinggian dari setiap kontur
yaitu 1 meter. Sehingga dibutuhkan
pengolahan cut n fil agar bangunan
yang terbangun dapat memiliki
sirkulasi yang mudah dicapai oleh
setiap penggunanya.