• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rehabilitation Center For Difable

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rehabilitation Center For Difable"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Rasy Janatunnisa

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 4 Mei 1987

Agama : Islam

Alamat : Perum. Rancaekek Permai Blok H 11 No. 5

RT 01 RW 29, Kecamatan-Rancaekek

Kabupaten-Bandung 40394

No Telepon : Rumah (022) 92638110

HP 085624980447

Email : arasy_azim@yahoo.co.id

Data Pendidikan

 2006 – 2010 : UNIKOM Jurusan Teknik Arsitektur

Tugas Akhir : Rehabilitation Center For Difable

 2002 – 2005 : SMA Al-Ma’soem, Jatinangor-Sumedang

 1999 – 2002 : SMP Al-Ma’soem, Jatinangor-Sumedang

 1993 – 1999 : SDN Abdi Negara, Rancaekek-Bandung

Pengalaman Organisasi

 Bendahara HIMARS Arsitektur UNIKOM

Karya Ilmiah

 Program Kreativitas Mahasiswa (Kategori Kewirausahaan)

(2)

i

REHABILITATION CENTER FOR DIFABLE

SARI

Pusat Rehabilitasi yang dirancang ini terdiri dari fasilitas-fasilitas terapi,

konsultasi medis, pemeriksaan, pelatihan vocational , workshop serta fasilitas

hunian bagi tamu atau pasien dari luar kota. Proyek Pusat Rehabilitasi ini

berlokasi di Jalan Tamansari, Bandung.

Pusat rehabilitasi ini memfokuskan pada penderita dengan gangguan

fungsi dalam beraktifitas (fungsi fisi, psikis, dan sosial) yang disebabkan oleh

berbagai penyakit. Pusat rehabilitasi akan membantu untuk mencapai kondisi

fisik, psikologis, sosial, vokasional, avokasional dan edukasi yang optimal. Visi

dari pusat rehabilitasi ini adalah menjadikan rehabilitasi yang dapat mewujudkan

penyandang cacat yang mandiri dan sejahtera sehingga mereka dapat berkarya dan

hidup dengan normal seperti orang lain pada umumnya. Sedangkan untuk jangka

panjang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat yang lebih

mandiri.

Kriteria program ruang didapat dari studi literatur unutk standar, dan studi

banding serta studi lapangan untuk pengamatan perilaku dan kebutuhan ruang

pengguna. Lingkup perancangan meliputi perancangan bangunan pusat

rehabilitasi beserta ruang-ruang luarnya dengan sasaran pasien dibatasi pada

pasien rehabilitasi dengan kesulitan pada kemampuan gerak tubuh. Perancangan

meliputi bangunan dan fasilitas penunjang berdasarkan studi yang telah

ditentukan.

Konsep dasar dari pembangunan pusat rehabilitasi ini adalah keteraturan.

Konsep keteraturan dikaitkan dengan pengidentifikasian lokasi. Keteraturan yang

dimaksud adalah keteraturan dalam ruang, sirkulasi, penataan zoning dan

penataan bangunan yang ditata dengan jarak yang berdekatan. Dengan

(3)

RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Sampai saat ini pembangunan gedung-gedung di Indonesia sebagian besar

cenderung belum mencerminkan kenyamanan bagi semua orang, dikarenakan

belum dapat digunakan oleh kelompok masyarakat yang memiliki kecacatan atau

keterbatasan fisik. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pembangunan dari

UUBG pasal 16 tentang Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung dan ketentuan

bangunan gedung yang meliputi fungsi, persyaratan, penyelenggaraan dan

pembinaan serta sanksi yang dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan,

keseimbangan, dan keserasian dengan lingkungannya bagi kepentingan

masyarakat.

UUBG atau Undang-Undang Bangunan Gedung mensyaratkan tahun 2010

bangunan gedung harus memenuhi kelayakan fungsi bangunan yang diantaranya

memenuhi persyaratan ANDAL. Yang dimaksud dengan keandalan bangunan

gedung adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan

keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai

dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan. Dari butir-butir pemenuhan

syarat tersebut ada syarat mengenai aksesibilitas untuk penyandang cacat.

Kegiatan penelitian mengenai aksesibilitas penyandang cacat telah dilakukan

dalam studi terdahulu, yaitu dalam mata kuliah Seminar. Penulis melakukan

penelitian terhadap beberapa fasilitas kesehatan di kota Bandung. Hasil yang

penulis dapatkan adalah bahwa fasilitas–fasilitas pelayanan umum di kota

Bandung seperti pelayanan kesehatan bahkan belum dilengkapi dengan fasilitas

yang dapat digunakan oleh pengguna yang berkebutuhan khusus seperti

penyandang cacat tubuh dan pengguna lain seperti lansia, anak-anak dan ibu

hamil.

Dalam hal ini penulis merasa prihatin karena di kota besar seperti Bandung ini

(4)

RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 2 faktor kenyamanan, apalagi bagi kaum diffable yang memiliki kesulitan tersendiri

dalam melakukan gerak dan aktivitasnya.

Berangkat dari rasa prihatin tersebut, penulis merasa perlu membantu dan ingin

berfikir mulia. Sehingga penulis mengusulan model perancangan berupa Pusat

Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh. Dimana fasilitas rehabilitasi ini berfungsi

untuk mengakomodir para penyandang cacat dalam melakukan segala aktifitasnya

dan menjadikan mereka menjadi manusia yang tangguh dan mandiri, sehingga

mereka dapat memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitasnya di

lingkungan luar tanpa merasa kesulitan akibat dari kecacatannya tersebut.

1.2MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari Model Perancangan Fasilitas Penyandang Cacat ini adalah untuk

memenuhi kebutuhan pelayanan yang terpadu bagi penyandang cacat di kota

Bandung. Perancangannya adalah menciptakan wadah bangunan yang

mengakomodir kebutuhan orang berkebutuhan khusus, sehingga dapat

menumbuhkan kemandirian dalam menjalani kehidupan tanpa merasa kesulitan

menjalani aktifitasnya sehari-hari dan tidak tergantung kepada orang lain.

Bangunan juga dapat memenuhi standar yang ditetapkan dalam UUBG, sehingga

pada saat pemberlakuan sertifikat layak fungsi bangunan, fasilitas ini dapat

memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

1.3PERMASALAHAN

A. Problem fisik

 Mobilitas; karena keterbatasan fisik, maka akan mengakibatkan gangguan kemampuan motorik gerak untuk melakukan suatu perbuatan atau

gerakan-gerakan tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari.

 Kecepatan; kecepatan bergerak dipengaruhi oleh faktor pengenalan

terhadap lingkungan. Mereka akan lambat jika berada pada lingkungan

yang mempunyai banyak halangan.

B. Problem Lain

(5)

RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 3 Problem kejiwaan yang dialami:

- Rendah iri atau sebaliknya,

- Mudah tersinggung,

- Kadang-kadang agresif sekali,

- Mudah curiga,

- Labil.

2. Problem sosial

Sosial; pandangan masyarakat mengenai penyandang cacat yang memiliki

keterbatasan bergerak mengalami kecacatan atau keterbatasan pula pada hal-hal

lain. Hal ini mengakibatkan penyandang cacat enggan untuk berinteraksi dengan

masyarakat. Keadaan tersebut menyebabkan mereka tidak terlatih untuk

berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

3. Problem masyarakat

Masyarakat ikut mempengaruhi keberhasilan dalam penanganan dan

penanggulangan permasalahan penyandang cacat, karena pada hakekatnya

permasalahan mereka adalah keberadaannya di tengah masyarakat.

Hal ini tercermin dari:

- Sikap ragu-ragu terhadap kemampuan penyandang cacat,

- Sikap masa bodoh terhadap permasalahan mereka,

- Belum meluasnya partisipasi masyarakat dalam menangani

permasalahan penyandang cacat,

Masalah perancangan:

- Memfasilitasi kebutuhan orang berkebutuhan khusus, dalam hal ini

penyandang cacat tubuh (Tuna Daksa) baik dalam hal kemudahan, gerak

dan sirkulasi.

(6)

RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 4

1.4METODOLOGI

1. Studi literatur

a. Studi literatur untuk mempelajari ruang gerak penyandang cacat tubuh.

b. Studi literatur untuk mempelajari dimensi bangunan rehabilitasi medis

beserta fasilitas pendukungnya

2. Pengamatan lapangan

Mengamati perilaku dan ruang gerak penyandang cacat tubuh dalam melakukan

aktifitasnya pada bangunan publik.

3. Studi banding

a. Studi banding dengan cara pustaka dan melalui internet yaitu mempelajari

penyelesaian desain bangunan rehabilitasi dan melakukan pengamatan

kebutuhan dan aktifitas pada bangunan-bangunan kesehatan yang ada di

Bandung dan luar negeri.

b. Studi banding ke fasilitas rehabilitasi dan bangunan sejenis yang sudah

berdiri untuk mendapat pengetahuan tentang perilaku pengguna, dan fasilitas

yang tersedia.

c. Membuat suatu perbandingan akan kebutuhan dan aktivitas yang didapat

melalui hasil pengamatan yang sudah ada dan kebutuhan dan aktivitas yang

akan diwadahi di dalam perancangan ini.

4. Wawancara

a. Terstruktur; wawancara yang dilakukan kepada badan oengelola bangunan

guna memperoleh data mengenai kebutuhan ruang dan fasilitas yang

dibutuhkan.

b. Tidak terstruktur; wawancara yang dilakukan secara lisan kepada pengguna

atau penyandang cacat tubuh mengenai faktor-faktor atau tingkat kesulitan

(7)

RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 5

(8)

RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 6

1.6LINGKUP DAN BATASAN PERANCANGAN

Lingkup perancangan meliputi perancangan bangunan pusat rehabilitasi beserta

ruang-ruang luarnya dengan sasaran pasien dibatasi pada pasien rehabilitasi

dengan kesulitan pada kemampuan gerak tubuh. Perancangan meliputi bangunan

dan fasilitas penunjang berdasarkan studi yang telah ditentukan. Kriteria program

ruang didapat dari studi literatur untuk standar, dan studi banding serta studi

lapangan untuk pengamatan perilaku dan kebutuhan ruang pengguna.

1.7SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I Pendahuluan

Pendahuluan merupakan uraian mengenai latar belakang, maksud dan tujuan,

masalah perancangan, pendekatan, lingkup perancangan, kerangka berfikir dan

sistematika pembahasan laporan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka, studi literatur dan studi banding

kasus sejenis dan kesimpulan studi banding.

Bab III Deskripsi Proyek

Deskripsi proyek menguraikan kondisi proyek secara umum, meliputi

peraturan-peraturan bangunan, keadaan lahan dan kondisi disekitar lahan. Disamping itu

juga dijelaskan mengenai sasaran pengguna, program kegiatan, kebutuhan ruang

dan persyaratan teknis bangunan.

Bab IV Elaborasi Tema

Elaborasi tema menerangkan tentang interprestasi tema, studi banding tema

sejenis, dan kesimpulan studi banding tema.

Bab V Analisis Tapak

Analisis berisi analisis mengenai lokasi dan kondisi lingkungan, analisis

(9)

RASY JANATUNNISA | 1.04.05.002 7 Bab VI Konsep Perancangan

Konsep perancangan berisi uraian tentang konsep dasar, konsep dari konteks

lingkungan, konsep perancangan bangunan, konsep struktur, konsep tampak,

konsep utilitas dan konsep hunian.

1.8LANDASAN TEORI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang

Bangunan Gedung

Pasal 2 tentang Asas, Tujuan dan Lingkup

- Asas kemanfaatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan

gedung dapat diwujudkan dan diselenggarakan sesuai fungsi yang

ditetapkan, serta sebagai wadah kegiatan manusia yang memenuhi

nilai-nilai kemanusiaan yang berkeadilan, termasuk aspek kepatutan

dan kepantasan.

- Asas keselamatan dipergunakan sebagai landasan agar bangunan

gedung memenuhi persyaratan bangunan gedung, yaitu persyaratan

keandalan teknis untuk menjamin keselamatan pemilik dan pengguna

bangunan gedung, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, di

samping persyaratan yang bersifat administratif.

- Asas keseimbangan dipergunakan sebagai landasan agar keberadaan

bangunan gedung berkelanjutan tidak mengganggu keseimbangan

ekosistem dan lingkungan di sekitar bangunan gedung.

- Asas keserasian dipergunakan sebagai landasan agar penyelenggaraan

bangunan gedung dapat mewujudkan keserasian dan keselarasan

bangunan gedung dengan lingkungan di sekitarnya.

Pasal 16 Ayat (1) tentang ANDAL

Yang dimaksud dengan keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan

gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan

kemudahan bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan fungsi yang telah

(10)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Pusat Rehabilitasi

- Pusat : pokok pangkal yang jadi pumpunan (berbagai urusan, hal dan

sebagainya).

(Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988)

- Rehabilitas : pemulihan kepada kedudukan (keadaan) yang dahulu

(semula) perbaikan individu, pasien rumah sakit, atau korban bencana

supaya menjadi manusia yang lebih berhuna dan memiliki tempat di

masyarakat.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988)

2.2Pengertian Penyandang Cacat

“Disabled person is someone who has physical and/or mental abnormality, which

could disturb or be seen as obstacle and constraint in performing normal

activities, and consisted of: a) physically disabled, b). mentally disabled, and c).

physically and mentally disabled ”.

Penyandang cacat menurut kutipan di atas, adalah orang yang mempunyai

kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau menghalangi serta

dapat menjadi hambatan bagi dirinya untuk melakukan kegiatan yang normal, dan

hambatan tersebut dapat meliputi:

(a) cacat fisik,

(b) cacat mental, dan

(c) cacat keduanya yaitu mental dan fisik.

2.2.1 Kategori Penyandang Cacat

(11)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

organ tubuhnya. Tingkat kelemahan itu menjadi penghambat yang

mengakibatkan tidak berfungsinya anggota tubuh lainnya seperti pada fungsi

mental.

Contoh dari kategori impairment ini adalah kebutaan, tuli, kelumpuhan,

amputasi pada anggota tubuh, gangguan mental (keterbelakangan mental) atau

penglihatan yang tidak normal. Jadi kategori cacat yang pertama ini lebih

disebabkan faktor internal atau biologis dari individu.

2. Disability, yakni ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas pada tataran aktifitas manusia normal, sebagai akibat dari kondisi impairment tadi. Akibat

dari kerusakan pada sebagian atau semua anggota tubuh tertentu, menyebabkan

seseorang menjadi tidak berdaya untuk melakukan aktifitas manusia normal,

seperti mandi, makan, minum, naik tangga atau ke toilet sendirian tanpa harus

dibantu orang lain.

3. handicap, yaitu ketidakmampuan seseorang di dalam menjalankan peran sosial-ekonominya sebagai akibat dari kerusakan fisiologis dan psikologis baik

karena sebab abnormalitas fungsi (impairment), atau karena cacat (disability)

sebagaimana di atas. Cacat dalam kategori ke tiga lebih dipengaruhi faktor

eksternal si individu penyandang cacat, seperti terisolir oleh lingkungan

sosialnya atau karena stigma budaya, dalam arti penyandang cacat adalah

orang yang harus dibelaskasihani, atau bergantung bantuan orang lain yang

normal.

2.2.2 Undang-undang tentang Penyandang Cacat

Agar para penyandang cacat tersebut mampu berperan dalam lingkungan

sosialnya, dan memiliki kemandirian dalam mewujudkan kesejahteraan dirinya,

maka dibutuhkan aksesibilitas terhadap prasarana dan sarana pelayanan umum,

sehingga para penyandang cacat mampu melakukan segala aktivitasnya seperti

(12)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 4 Tahun 1997 pasal 8 disebutkan bahwa,

pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya

hak-hak penyandang cacat.

Lebih lanjut dalam pasal 10 ayat (1) dan (2) dari UU No. 4 Tahun 1997 tersebut

dinyatakan bahwa: “Setiap kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek

kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas”.

Pasal 10 ayat (2), penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan

keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat agar dapat

hidup bermasyarakat.

Perangkat UU sebagaimana disinggung di atas, masih dilengkapi PP No. 43

Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat,

melalui penyediaan aksesibilitas.

Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) menyebutkan penyediaan aksesibilitas berbentuk

fisik dilaksanakan pada sarana dan pra sarana umum meliputi:

a. aksesibilitas pada bangunan umum;

b. aksesibilitas pada jalan umum;

c. aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum; dan

d. aksesibilitas pada angkutan umum.

Secara rinci, ketentuan pasal 11 ayat (1) dan (2) serta pasal 12 PP Np. 43 Tahun

1998 tentang aksesibilitas pada bangunan umum dilaksanakan dengan

menyediakan:

 akses ke, dari dan di dalam bangunan;

 pintu, tangga, lift khusus untuk bangunan bertingkat;

 tempat parkir dan tempat naik turun penumpang;

 toilet;

 tempat minum;

 tempat telepon;

 peringatan darurat; dan

(13)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2.2.3 Fasilitas Pelayanan Yang Ada Di Pusat Rehabilitasi

1. Medis

Dokter spesialis rehabilitasi menata program rehabilitasi dengan tujuan fungsional

yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan program rehabilitasi

memanfaatkan EMG/biofeedback, spirometer, myo exercire, lased an tread mild.

2. Fisioterapi

Fasilitas fisioterapi melaksanakan upaya pelayanan kesehatan yang bertanggung

jawab atas kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang dilaksanakan dengan

tindakan pemecahan masalah dengan cara menggantungkan ilmu pengetahuan

alam, biologi, ilmu perilaku dengan penerapan teknologi bio fisika medika.

Fasilitas ini didukung dengan fasilitas dan kemampuan: elekto terapi, aktino

terapi, mekano terapi, terapi latihan, manipulasi dan nebulizer.

3. Terapi okupasi

Terapi okupasi bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kemandirian

terutama kemampuan fungsi aktifitas kehidupan segari-hari, serta melatih dan

memberikan terapi pada gangguan koordinasi, keseimbangan aktivitas lokomotor

dengan memperhatikan efektifitas serta efisisensi. Disamping itu okupasi ini

melatih pemakaian alat adaptif fungsional (adaptive device). Berbagai kegiatan

dari terapi okupasi ini adalah: latihan koordinasi, latihan aktivitas kehidupan

sehari-hari, melatih pemakaian bidai fungsional dan adaptif serta berbagai fasilitas

simulasi untuk penyandang cacat.

4. Terapi wicara

Terapi ini bertujuan merangsang dan mempertahankan kemampuan

berkomunikasi melalui latihan sensori organ bicara, melatih gangguan fungsi

lahir, mengembangkan kemampuan komunikasi verbal, signal, tulisan dan baca

serta melatih kemampuan makan atau minum dan latihan organ mengunyah,

menelan dan menghisap pada gangguan menelan.

(14)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Kegiatan dari fasilitas psikologi adalah melaksanakan pemerikasaan dan evaluasi

psikologis,memberikan bimbingan, dukungan dan terapi psikis bagi pasien dan

keluarganya serta mengupayakan pemeliharaan motivasi pasien menuju tujuan

rehabilitasi.

6. Ortorik Prostetik

Ortorik prostetik melayani pembuatan protese anggota gerak atas dan bawah,

ortosis spinal (tulang belakang) dan anggota gerak, bidang fungsional, alat bantu

jalan (tongkat, walker, dll), dan sepatu khusus. Kegiatan ortorik prostetik ini

meliputi pengukuran, desain, pembuatan, pengepasan dan penyelesaian akhir serta

melatih penggunaan dan perawatan (termasuk melatih penggunaan kursi roda).

7. Petugas sosial medik

Petugas sosial medik bertugas mengevaluasi, menganalisa dan memberikan

alternatif penyelesaian masalah sosial ekonomi pasien, termasuk kesempatan kerja

pendidikan,penyesuaian lingkungan rumah dan lain-lain. Serta memberikan saran

dan mencari peluang untuk mengatasi maslah pendanaan bagi pasien yang

membutuhkan, disamping itu petugas sosial medis memberikan informasi tentang

peraturan dan ketentuan yang berlaku di rumah sakit serta instansi lain yang

terkait dengan bidang sosial.

2.2.4 Beberapa Jenis Metode Terapi Fisik

a. Hydrotherapy (terapi air)

Hydrotherapy merupakan terapi dengan menggunakan air, termasuk di dalamnya

merendam sebagian atau seluruh tubuh ke dalam air. Wadah yang digunakan bias

berupa portable whirpool atau hubbard tank. Whirpool yang bias dipindah-pindah

bias diisi dan dikosongkan dengan memakain selang air.

Cara penggunaanya pasien duduk diatas kursi tinggi (yang bias diatur

ketinggiannya) apabila ingin merendam kakinya ke whirpool. Sementara whirpool

(15)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Biasanya bagian terapi fisik mempunyai whirpool permanen, selain itu juga

memiliki beberapa portable whirpool yang mudah dipindahkan untuk terapi pada

kaki atau tangan.

b. Heat or Cold (terapi panas dingin)

Heat or Cold merupakan terapi yang menggunakan panas dan dingin untuk

menstimulasi anggota tubuh. Suhu panas untuk terapi bias didapatkan dari

beberapa metode mulai pemanas listrik, pemanas uap atau dengan air panas

9untuk merendam tubuh atau anggota tubuh lainnya). Sedangkan suhu dingin bias

didapatkan dari beberapa metode, antara lain menggunakan pendingin sampapi

menggunakan es (untuk dibalurkan ke tubuh)

c. Massage (terapi pijat)

Pijat adalah bentuk terapi fisik yang paling tua, biasanya dilakukan diruang

tertutup, bias mempergunakan ruang-ruang pribadi atau kelompok. Dalam

pelaksanaannya harus disediakan pula alat-alat yang dibutuhkan untuk terapi pijat

ini, seperti alas untuk berbaring, rak untuk meja atau cream pijat. Selain itu juga

bias mengunakan unit-unit portable, seperti stimulator otot atau unit ultrasound.

d. Exercise (terapi olahraga)

Terapi fisik yang baik akan mamakai peralatan olahraga yang tepat. Terapi ini

membutuhkan tunag yang luas untuk menampung beberapa peralatan olahraga.

Peralatan olahraga tersebut ada yang terpasang di dinding yang memerlukan

perhitungan khusus dalam pemasangannya sehingga dinding membutuhkan

penguatan khusus. Selain itu ada peralatan yang di lantai. Jendela dan

pemandangan luar akan membuat suasana olahraga lebih menyenangkan.

Peralatan olahraga yang dipakai

- Gait Bar

- Exercise bicycles

- Barbells

- Ambulation staircase

(16)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Karpet sangat dianjurkan dalam ruangna ini, makin tebal makin baik, sebab karpet

berfungsi untuk mengurangi efek benturan bila pasien terjatuh. Akan tetapi perlu

dipertimbangkan agar ketebalan karpet tidak mengganggu kenyamanan pasien.

e. Ultra Sound

Terapi ini memakai acoustic high-frequency untuk menhasilkan panas pada

jaringan otot yang diterapi. Alat ini kecil dan portable, serta tidak membutuhkan

persyaratan ruangan yang khusus.

f. Traction

Terapi ini digunakan untuk pemakaian pada anggota tubuh. Caranya dengan

mengurangi tekanan pada otot sambungan atau jaringan yang sedang diobati,

untuk mengembalikan jaringan syaraf dan pembuluh darah pada area tersebut.

Terapi ini juga dapat berguna untuk memperbaiki smabungan-sambungan

persendian pada tulang.

g. Electrical stimulation (terapi stimulasi elektronik)

Pada terapi ini gelombang listrik dalam kisaran mili ampere dikirimkan ke otot

untuk memperlancar pengendalian otot, mulai dari ketegangan otot sampai

kontraksi otot yang kompleks. Hal ini digunakan untuk melemahkan massa otot,

sehingga lebih mudah dalam pengobatannya. Selain itu jugadiperhunakan untuk

mengerahkan gerakan otot, menguatkan otot, menstimulasi otot yang lemah, dan

mengurangi rasa sakit.

h. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation / T.E.N.S (terapi stimulasi elektrik pada syaraf)

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation bekerja dengan mengirimkan

gelombang listrik ke jaringan syaraf melalui elektroda-elektroda yang

ditempelkan ke permukaan kulit. Terapi ini digunakan untuk mengurangi rasa

sakit yang timbul dengan cara mengalihkan rasa sakit dari syaraf-syaraf penerima.

(17)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Iontophoresis merupakan terapi dengan menggunakan peralatan yang bias

menyalurkan ion melalui kulit.

j. Continous passive motion (terapi gerakan pasif yang berulang)

Terapi ini merupakan teknik terapi rehabilitasi sambungan atau otot yang sudah

tiak berfungsi, lemah, atau terluka, dengan cara melakukan gerakan-gerakan pasif

yang berulang kali pada otot-otot tersebut. Fungsi terapi ini adalah untuk

membiasakan otot dengan gerakan-gerakan tersebut.

k. Mobilization (Mobilisasi)

Jenis terapi ini disebut juga terapi chiropatic type manipulative. Merupakan terapi

yang bekerja pada sambungan tulang belakang, dan sambungan – smabungan

tulang lainnya. Terpi ini berfungsi untuk mengembalikan ke posisi semula, dan

fungsi semula. Prosedur ini biasa disebut pengaturan kembali. Terapi ini

menggunakan meja yang bias diatur posisinya sebagai alas.

2.3Teori-teori Tentang Besaran dan Studi Gerak

Dalam rangkan menciptakan lingkungan binaan yang memenuhi persyaratan

teknis aksesibilitas, digunakan prinsip-prinsip penerapan sebagai berikut:

a. Setiap bangunan umum harus memperhatikan semua persyaratan

teknis aksesibilitas pada:

- Ukuran dasar ruang,

- Pintu,

- Perlengkapan dan

peralatan,

(18)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

b. Setiap pembangunan tapak bangunan umum harus memperhatikan

persyaratan teknis aksesibilitas pada:

- Ukuran dasar ruang,

- Jalur pedestrian,

- Jalur pemandu,

- Area parker,

- Ramp ,

- Rambu.

2.3.1 Ukuran Dasar Ruang

Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) yang mengacu kepada

ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dan ruang yang

dibutuhkan untuk mewadahi pergerakannya.

2.3.2 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

Ruang Gerak Bagi Pemakai Kruk Ukuran Umum Orang Dewasa

(19)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Ukuran putar kursi roda Belokan dan papasan kursi roda

Ruang gerak kursi roda Batas jangkauan pengguna kursi roda

(20)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2.3.3 Pedestrian

Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang

cacat yang disiapkan berdasarkan kebutuhan manusia untuk dapat bergerak aman,

nyaman dan tak terhalang.

Persyaratan

a. Permukaan. Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca bertekstur

halus dan tidak licin. Apabila harus terjadi gundukan tingginya tidak lebih

dari 1,25 cm. Bila menggunakan karpet maka ujungnya harus kencang dan

mempunyai trim yang permanen.

b. Kemiringan. Kemiringan maksimum 7 derajat dan pada setiap 9 m

disarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat.

c. Area istirahat. Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan

penyandang cacat

d. Pencahayaan. Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas

pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.

e. Perawatan. Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

kecelakaan.

f. Drainase. Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman

maksimal 1,5 cm mudah dibersihkan dan perletakan lubang di jauhkan dari

tepi ramp.

g. Ukuran. Lebar minimum jalur pedestrian adalah 136 cm untuk jalur satu

arah dan 180 cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari

pohon tiang, rambu rambu dan benda benda pelengkap jalan yang

menghalang.

h. Tepi pengaman. Disiapkan bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat

tuna netra kearah area yang berbahaya. Tepi pengaman di buat setinggi

(21)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Prinsip penerapan jalur pedestrian Penempatan pohon, rambu dan street furniture

2.3.4 Parkir

Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh penyandang

cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi roda,

daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik turunkan

penumpang adalah tempat bagi semua penumpang termasuk penyandang cacat,

untuk naik atau turun dari kendaraan.

Persyaratan

a. Fasilitas parkir kendaraan

a. Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju

bangunan/fasilitas yang dituju dengan jarak maksimum 60 meter.

b. Jika tempat parkir tidak berhubungan langsung dengan bangunan ,

misalnya pada parkir taman dan tempat terbuka lainnya, maka tempat

parkir harus diletakkan sedekat mungkin dengan pintu gerbang masuk dan

jalur pedestrian.

c. Area parkir arus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya sehingga

pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari

(22)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

d. Area parkir khusus penyandang cacat di tandai dengan symbol/tanda

parkir penyandang cacat yang berlaku.

e. Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ramp trotoir di kedua sisi

kendaraan.

f. Ruang parkir mempunyai lebar 375 cm untuk parkir tunggal atau 625 cm

untuk parkir ganda dan sudah di hubungkan dengan ramp dan jalan

menuju fasilitas fasilitas lainnya.

Jarak ke area parkir Rute aksesibel dari parkir

Tipikal ruang parkir

b. Daerah menaik turunkan penumpang

a. Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau

jalur lalu lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm

b. Dilengkapi dengan fasilitas ramp, jalur pedestrian dan rambu penyandang

cacat.

c. Kemiringan maksimal 5 derajat dengan permukaan yang rata di semua

(23)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

d. Diberi rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk

mempermudah dan membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum.

Ruang menaik-turunkan penumpang

2.3.5 Pintu

Pintu adalah bagian dari suatu tapak bangunan atau ruang yang merupakan tempat

untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup(daun

pintu).

Persyaratan

a. Pintu pagar ketapak bangunan harus mudah di buka dan di tutup oleh

penyandang cacat.

b. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm dan pintu

pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.

c. Didaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau

ketinggian lantai.

d. Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan :

- Pintu geser

- Pintu yang berat dan sulit untuk di buka/ditutup

- Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil.

- Pintu yang terbuka kekedua arah (dorong dan tarik)

- Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi

(24)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

e. Penggunaan pintu otomatis di utamakan yang peka terhadap bahaya

kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam waktu

lebih cepat lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali.

f. Hindari penggunaan bahan lantai yang licin di sekitar pintu

g. Alat alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup

dengan sempurna karena pintu yang terbuka sebagian dapat

membahayakan penyandang cacat

h. Plat tendang yang diletakkan dibagian bawah pintu diperlukan bagi

pengguna kursi roda.

Ruang bebas pintu 1 daun Ruang bebas pintu 2 daun

Pintu dengan plat tendang Pegangan pintu yang dianjurkan

2.3.6 Ramp

Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu

sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga/peyandang

(25)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 Persyaratan

a. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7 derajat,

perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp(

curb ramps landing). Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar

bangunan maksimum 6 derajat.

b. Panjang mendatar dari satu ramp ( dengan kemiringan 7 derajat) tidak

boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih

rendah dapat lebih panjang.

c. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman dan 136 cm

dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang digunakan sekaligus untuk

pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara

seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi

tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri2.

d. Bordes (muka datar) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas

dan datar sehingga memungkinkan sekurang kurangnya untuk memutar

kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.

e. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur

sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

f. Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm dirancang untuk menghalangi

roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila

berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan

harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.

g. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga

membantu pencahayaan di ramp waktu malam hari. Pencahayaan

disediakan pada bagian bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap

muka tanah sekitarnya dan bagian bagian yang membahayakan.

h. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang

(26)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Tipikal ramp Bentuk-bentuk ramp

Kemiringan ramp Kemiringan sisi lebar ramp

(27)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

2.3.7 Tangga

Fasilitas bagi pergerakab vertical yang di rancang dengan mempertimbangkan

ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan ebar yang memadai.

Persyaratan

a. harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.

b. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60 derajat.

c. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan

pengguna tangga.

d. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah

satu sisi tangga.

e. Pegangam rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung ujungnya

( puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.

f. Pegangan rambat harus mudah di pegang dengan ketinggian 65 - 80 cm

dari lantai,bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu da bagian

ujungnya harus bulat atau di belokkan dengan baik kearah lantai, dinding

atau tiang.

g. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan harus di rancang sehingga

tidak ada air hujan yang menggenang pada lantai.

(28)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Detail handrail tangga Detail handrail pada dinding

2.3.8 Lift

Lift adalah alat mekanis elektris untuk membantu pergerakan vertikal di dalam

bangunan, baik yang digunakan khusus bagi penyandang cacat maupun yang

merangkap sebagai lift barang.

Persyaratan

a. Untuk bangunan lebih dari 5 lantai paling tidak satu buah lift yang

aksesibel harus terdapat pada jalur aksesibel den memenuhi standar teknis

yang berlaku.

b. Toleransi perbedasn muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang lift

maksimurn 1,25 mm.

c. Koridor/lobby lift

- Ruang perantara yang digunakan untuk menunggu kedatangan lift,

sekaligus mewadahi penumpang yang baru keluar dari lift, harus

disediakan. Lebar ruangan ini minimal 185 cm, den tergantung pada

konfigurasi ruang yang ada.

- Perletakan tombol dan layar tampilan yang mudah dilihat den

(29)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

- Panel luar yang berisikan tombol lift harus dipasang di tengah-tengah

ruang lobby atau hall lift dengan ketinggian 90-110 cm dari muka

lantai bangunan.

- Panel dalam dari tombol lift dipasang dengan ketinggian 90-120 cm

dari muka lantai ruang lift.

- Semua tombol pada panel harus dilengkapi dengan panel huruf Braille,

yang dipasang dengan tanpa mengganggu panel biasa.

- Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual

menunjukkan posisi lift harus dipasang di atas panel kontrol dan di

atas pintu lift, baik di dalam maupun di luar lift (hall/koridor).

d. Ruang lift

- Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai dari

masuk melewati pintu lift, gerakan memutar, menjangkau panel

tombol dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih minimal ruang

lift adalah 140cm x 140cm.

- Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)

menerus pada ketiga sisinya.

e. Pintu Lift

- Waktu minimum bagi pintu lift untuk tetap terbuka karena menjawab

panggilan adalah 3 detik.

- Mekanisme pembukaan dan penutupan pintu harus sedemikian rupa

sehingga memberikan waktu yang cukup bagi penyandang cacat

terutama untuk masuk dan keluar dengan mudah. Untuk itu lift harus

dilengkapi dengan sensor photo-electric yang dipasang pada ketinggian

(30)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

2.3.9 Kamar Kecil

Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuksemua orang ( tanpa terkecuali penyandang

cacat, orang tua, ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya.

Persyaratan

a. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan

tampilan rambu “ penyandang cacat “ pada bagian luarnya.

b. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup

untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.

c. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna

kursi roda (45 – 50 cm).

d. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat

(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian yang disesuaikan dengan

pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain.

e. Pegangan di sarankan memiliki bentuk siku siku mengarah ke atas untuk

membantu pergerakan pengguna kursi roda.

f. Letak kertas tisu,air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan

perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus di

pasangsedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki

keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa di jangkau pengguna kursi roda.

g. Kran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel.

h. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.

i. Pintu harus mudah di buka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk

membuka dan menutup.

j. Kunci kunci toilet atau grendel di pilih sedemikian sehingga bisa di buka

dari luar jika terjadi kondisi darurat.

k. Pada tempat tempat yang mudah di capai seperti pada daerah pintu masuk,

dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan darurat (emergency

(31)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Ukuran sirkulasi masuk Tinggi perletakkan kloset

Analisa ruang gerak toilet dengan pendekatan diagonal dan pendekatan samping

(32)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Kran wudlu bagi penyandang cacat

2.3.10 Pancuran

Merupakan fasilitas mandi dengan pancuran (shower) yang bisa digunakan oleh

semua orang, khususnya bagi pengguna kursi roda.

Persyratan

a. Bilik pancuran (shower cubicles) harus memiliki tempat duduk yang lebar

dan tinggi disesuaikan dengan cara-cara memindahkan badan pengguna

kursi roda.

b. Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat (handrail) pada posisi

yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu.

c. Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm atau alat pemberi tanda

lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat.

d. Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang~bisa

dibuka dari luar pada kondisi darurat (emergency)

e. Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu geser atau tipe bukaan

keluar.

f. Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan

(33)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Potongan bilik pancuran Ukuran dasar bak rendam

Bilik pancuran dengan tempat duduk dan bak penampung Bilik pancuran tanpa tempat duduk

Bak rendam dengan dudukan tambahan Ukuran bebas kursi roda

2.3.11 Wastafel

Fasilitas cuci tangan, cuci muka , berkumur atau gosok gigi yang bisa di gunakan

(34)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 Persyaratan

a. Wastafel harus di pasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan

lebar depannya dapat di manfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan

baik.

b. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel.

c. Wastafel harus memiliki ruang gerak dibawahnya sehingga tidak

menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda.

d. Pemasangan ketinggian cermin di perhitungkan terhadap pengguna kursi

roda.

Tipikal pemasangan wastafel Tipe wastafel dengan penutup bawah

(35)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Perletakkan kran Ruang bebas area wastafel

2.3.12 Telepon

2.3.13 Perletakkan dan Alat Kontrol

Merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa mempermudah

semua orang ( tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua, dan ibu ibu hamil)

untuk melakukan control peralatan tertentu seperti system alarm, tombol/stop

kontak, dan pencahayaan.

Persyaratan

a. Sistem alarm/peringatan

1. Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari system peringatan

suara ( vocal alarms) system peringatan bergetar ( vibrating alarms ) dan

berbagai petunjuk serta pertandaan untuk melarikan diri pada situasi

darurat.

2. Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk mempermudah

(36)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

3. Semua pengontrol peralatan listrik harus dapat dioperasikan dengan satu

tangan dan tidak memerlukan pegangan yang sangat kencang atau sampai

dengan memutar lengan.

b. Tombol dan stop kontak

Tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan tingginya

sesuai dan mudah di jangkau oleh enyandang cacat.

Perletakkan pintu dan jendela Perletakkan alat listrik

Perletakkan peralatan toilet Perletakkan peralatan elektronik penunjang

(37)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2.3.14 Perabot

Perletakan barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan ruang

gerak dan sirkulasi yang cukup bagi penyandang cacat.

Persyaratan

a. Sebagian dari perabot yang tersedia dalam bangunan umum harus dapat

digunakan oleh penyandang cacat, termasuk dalam keadaan darurat.

b. Dalam suatu bangunan yang digunakan oleh masyarakat banyak, seperti

bangunan pertemuan, konperensi pertunjukan dan kegiatan yang sejenis

maka jumlah tempat duduk aksesibel yang harus disediakan adalah:

Perabot ruang duduk

(38)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Kotak obat-obatan

2.3.15 Rambu

Fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi,

arah, penanda atau petunjuk bagi penyandang cacat.

Persyaratan

a. Penggunaan rambu terutama di butuhkan pada:

1. Arah dan tujuan jalur pedestrian.

2. KM/WC umum, telpon umum

3. Parkir khusus penyandang cacat

4. Nama fasilitas dan tempat

b. Persyaratan rambu yang di gunakan :

1. Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat di baca oleh

tunanetra dan penyandang cacat lainnya.

2. Rambu yang berupa gambar dan symbol yang mudah dan cepat di

tafsirkan artinya.

3. Rambu yang berupa tanda dan symbol internasional.

4. Rambu yang menerapkan metode khusus (missal: perbedaan

perkerasan tanah,warna kontras dll)

5. Karakter dan latar belakang rambu harus di buat dari bahan yang tidak

silau. Karakter dan simbul harus kontras dengan latar belakangnya,

(39)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

6. Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar

dan tinggi antara 3 :5 dan 1:1 serta ketebalan huruf antara 1:5 dan 1: 10

7. Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus di ukur sesuai

dengan jarak pandang dari tempat rambu itu dibaca.

c. Lokasi penempatan rambu

1. Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa

penghalang.

2. Satu kesatuan system dengan lingkungan

3. Cukup mendapat pencahayaan termasuk penambahan lampu ada

kondisi gelap.

4. Tidak mengganggu arus( pejalan kaki dll) dan sirkulasi (buka/tutup

dll).

Peletakan rambu sesuai jarak dan sudut pandang

2.3.16 Simbol-Simbol Penyandang Cacat

Simbol aksesibilitas

(40)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002

Simbol tuna daksa Simbol tuna netra

Simbol telepon Simbol ramp

Simbol ramp dua arah

Simbol telepon untuk

Tuna rungu

Simbol penunjuk arah

Simbol-simbol Penyandang Cacat

(41)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 1 BAB III

KASUS PROYEK

3.1 DESKRIPSI PROYEK

Kasus : Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh

Tema : Perilaku dalam Arsitektur

Sifat Proyek : Fiktif

Pemilik Proyek : Yayasan dan Dinas Sosial

Pemilik Dana : Yayasan dan Dinas Sosial

Lokasi : Jl. Tamansari, Bandung

Luas Lahan : 25000 m2

3.2 PROGRAM KEGIATAN

A. Alur Cerita

Tahap aw al, evaluasi psikologis,m emberikan bimbingan, dukungan dan t erapi psikis bagi pasien dan keluarganya sert a

mengupayakan pem eliharaan mot ivasi pasien menuju t ujuan rehabilit asi.

(42)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2 B. Program kegiatan yang diambil dari hasil proyek studi:

N

intensif sesuai dengan

program yang

dibutuhkannya

- Melakukan aktivitas

sehari-hari seperti tidur,

makan, mandi.

- Ditunggu/dijenguk

oleh keluarha/kerabat

- Beristirahat,

berinteraksi dengan sesame

pasien

menginap, sesuai dengan

program terapi yang

- Mengantar pasien

(43)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 3

- Beristirahat dan

berinteraksi dengan

- Melakukan koseling

dengan pasien,

- Melakukan kegiatan

administrasi

- Beristirahat dan

berinteraksi

-Ruangadministr

asi

-Ruang isrtirahat

12 m2

(44)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 4 3.3 POLA AKTIVITAS PENGGUNA

- Pengunjung Baru

Pengunjung baru adalah pengunjung yang datang bersama pendamping atau

keluarga mereka ke Pusat Rehabilitasi untuk mendapatkan informasi atau

konsultasi kesehatan kepada tim medis.

- Pengunjung Tetap

Pengunjung tetap adalah pengunjung yang datang bersama pendamping atau

keluarga mereka ke Pusat Rehabilitasi untuk menjalani program terapi, konsultasi

psikologi dan pelatihan vocational.

Dat ang

Drop Off

Parkir

Lobby

Daft ar

Periksa Konsult asi Terapi

Dat ang /

pulang

Drop Off

Parkir

Lobby Periksa

Konsult asi

Terapi

Pulang

(45)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 5 - Tim Medis dan Fisioterapis

- Staff dan Pengelola Administrasi

(46)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 6 3.4 STUDI BANDING PROYEK SEJENIS

A. Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso, Solo.

Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta adalah

Unit Pelaksana Teknis di bidang rehabilitasi sosial bina daksa di lingkungan

Departemen Sosial yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung

kepada Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Melaksanakan pelayanan kepada tuna daksa, meliputi:

1. Rehabilitasi Medik

- Operasi Bedah Ortopedi

- Perawatan Medis

- Fisiotherapy

- Occupational Therapy

- Penggunaan Alat Bantu Mobilitas (Orthese/Prothese)

2. Rehabilitasi Sosial

- Karakteristik Psikologi

1. Rendah diri/minder

2. Pesimis akam masa depannya

3. Agresif dan mudah tersinggung

4. Fatalisme dan masa bodoh

5. Mudah menyerah karena nasih telah mebelenggu

- Karakteristik Fisiologi

1. Mengalami degradasi bentuk dan keindahan tubuh

2. Terjadi gangguan mobilitas sehari-hari

3. Rehabilitasi Vocational

- Pengembangan potensi kekaryaan (Latihan ketrampilan)

(47)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 7 - Pengembangan Bakat dan Minat kerja (Konsultasi dan bimbingan)

4. Resosialisasi

- Penyuluhan kepada masyarakat

- Konseling dengan orangtua (KK)

- Latihan hidup bermasyarakat(BSHB)

Tugas Pokok

Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi soasial, resosialisasi, penyaluran dan

bimbingan lanjut bagi penyandang tuna daksa agar mampu berperan dalam

kehidupan bermasyarakat, rujukan nasional, pengkajian dan penyiapan standar

pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dengan instansi terkait sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi

1. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan

penyusunan laporan.

2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, penyelenggaraan asrama

dan pemelirahaan serta penetapan diagnosa sosial, kecacatan, serta

perawatan medis.

3. Pelaksanaan bimbingan sosial, mental, keterampilan dan fisik.

4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.

5. Pemberian informasi dan advokasi.

6. Pengkajian dan pengembangan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial.

7. Pengelolaan urusan tata usaha.

(48)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 8

Sasaran

Sasaran Garapan adalah penyandang cacat tubuh yang bercirikan sebagai berikut:

1. Mempunyai hambatan fisik/mobilitas.

2. Mempunyai masalah mental psikologis, rasa rendah diri, kurang percaya

diri, isolatif, dll.

3. Mengalami kecanggungan dalam melaksanakan fungsi sosialnya:

4. Tidak mampu bergaul secara wajar.

o Tidak mampu berkomunikasi secara wajar.

o Tidak mampu berpartisipasi di dalam kegiatan pembangunan.

o Ketergantungan kepada orang lain yang sangat besar.

5. Mengalami rintangan di dalam melakukan ketrampilan kerja produktif

yang diakibatkan kecacatannya.

6. Rawan sosial ekonominya.

Tabel suasana eksisting:

NAMA RUANG KONDISI EKSISTING DIMENSI

Ruang Pendaftaran 20 m2

(49)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 9

Ruang Terapi Air 20 m2

Ruang Sport Injury Clinic 16 m2

Ruang Ortorik Prostetik 12 m2

Ruang Okupasi Terapi 32 m2

(50)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 10

Toilet 3 m2

Gedung Petermuan

Sarana Olahraga

Ruang Produksi Ortorik

prostetik

20 m2

Ruang oven 20 m2

(51)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 11

Ruang Kayu 32 m2

Ruang Onderdil OP 32 m2

Ruang Sepatu 32 m2

Gudang OP 20 m2

Pabrik Kursi Roda 32 m2

(52)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 12 Parkir Motor

Parkir Mobil

Masjid

Kantin 4 m2

Bagian Informasi 6 m2

(53)

MOBILITAS DI LAHAN BERKONTUR

LAPORAN PERANCANGAN AR 38313 S – STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER X TAHUN 2009/2010

Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

RASY JANATUNNISA

1.04.05.002

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(54)
(55)

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

SARI ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

I. PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Maksud dan Tujuan ...2

1.3 Permasalahan ...3

1.4 Metodologi ...4

1.5 Skema Berpikir...5

1.6 Lingkup dan Batasan Perancangan ...6

1.7 Sistematika Penulisan ...6

1.8 Landasan Teori...7

II. TINJAUAN PUSTAKA ...8

2.1 Pengertian Pusat Rehabilitasi ...8

2.2 Pengertian Penyandang Cacat ...8

(56)

v

2.2.2 Undang-Undang tentang Penyandang Cacat ...9

2.2.3 Fasilitas Pelayanan ...11

2.2.4 Beberapa Jenis Metode Terapi Fisik ...12

2.3 Teori Tentang Besaran dan Studi Gerak ...15

2.3.1 Ukuran Dasar Ruang ...16

2.3.2 Ukuran dan Detail Penerapan Standar ...16

2.3.3 Pedestrian ...18

2.3.4 Parkir ...19

2.3.5 Pintu ...21

2.3.6 Ramp ...23

2.3.7 Tangga ...25

2.3.8 Lift ...26

2.3.9 Kamar Kecil ...28

2.3.10 Pancuran ...30

2.3.11 Wastafel ...32

2.3.12 Perletakkan dan alat Kontrol ...33

2.3.13 Perabot ...35

2.3.14 Rambu ...36

(57)

vi

III. KASUS PROYEK ...39

3.1 Deskripsi Proyek ...39

3.2 Program Kegiatan ...39

3.3 Pola Aktivitas Pengguna ...42

3.4 Studi Banding Proyek Sejenis ...44

A. RS. Orthopedi Prof.Dr. R. Soeharso, Solo ...44

B. YPAC Surakarta, Solo ...51

C. YPAC Bandung ...55

IV. ELABORASI TEMA ...59

4.1 Perwujudan Tema Pada Bangunan ...59

4.2 Pendalaman Tema Pada Perancangan ...60

4.3 Penerapan Tema Pada Perancangan ...61

4.3.1 Pola Sirkulasi ...61

4.3.2 Pedestrian ...61

4.3.3 Material ...62

V. ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN ...63

5.1 Lokasi ...63

(58)

vii

VI. KONSEP RANCANGAN ...74

6.1 Konsep Tapak ...75

6.2 Konsep Bangunan ...80

DAFTAR PUSTAKA

(59)

1. Time sever standar for building types standard CD-Room

2. Neufert, E. ARSITEK DATA edisi 33 jilid 1,2. Jakarta: Erlangga, 1995

3. DeChiara,J. Challender. Time Saver Standards for Buildings Types,INew York: Mcgraw-Hill Book Company, 1987

4. Haryadi & Setiawan, B.. ARSITEKTUR LINGKUNGAN DAN

PERILAKU. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1996

5. Ferneeuw, Sophie. Guidelines For Planning A Barrier-Free Environment. France: STEPS Consulting Social, 2005

6. Note, Guidance. Access for Disabled People. England: Sport

7. http://www.scribd.com/doc/35333559/AKSESIBI#fullscreen:off

(60)

ii

KATA PENGANTAR

Assallamualaikum Wr.Wb

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan Tugas Akhir ini. Laporan ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik dan Ilmu

Komputer, Universitas Komputer Indonesia. Dimana dalam tugas akhir ini penulis

mengambil studi kasus proyek dengan Judul REHABILITATION CENTER FOR DIFABLE.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna baik

ditinjau dari segi penyajian maupun penyusunan materi. Oleh karena itu dengan

kerendahan hati penulis mengharapkan keritik dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan Laporan Tugas Akhir ini.

Penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari dukungan dan dorongan dari

semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Dhini D. Tantarto,M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur

sekaligus Pembimbing Tugas Akhir. Terima kasih atas dukungan, motivasi

dan dorongannya dalam membimbing dan mengarahkan selama proses

Tugas Akhir.

2. Ilhamdaniah ,ST.,MT.,M.Sc. selaku dosen Koordinator Tugas Akhir dan

penguji, yang telah memberikan masukan-masukan dan saran dalam

proses tugas akhir.

3. Ir. Tri Wahyu Handayani., Msa selaku dosen penguji, yang telah

memberikan masukan-masukan dan saran dalam proses tugas akhir.

4. Ir. Wanita S Abioso, MT. Selaku Dosen Wali, yang telah membimbing

dan memberikan petuahnya.

5. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan ilmu – ilmunya selama

(61)

iii

6. Mbak Foni, selaku sekretaris jurusan yang telah banyak membantu dalam

administratif perkulaiahan.

7. Papa dan Mama tercinta atas segala pengorbanan, do’a dan kasih sayang

serta dukungan moril dan materil yang tak terhingga.

8. Kakak dan adikku tersayang, Mbak icha, Abang Anjar, Aa Deny, yang

selalu memberikan semangat dan dukungan.

9. Kepada Fauzil Azim, atas perhatian, kasih sayang dan kepercayaan yang

telah diberikan serta dorongan untuk terus maju.

10.Kepada Aa Opik (Babe), A Tezar & Teh Dini, atas do’a dan dorongannya.

11.Teman teman seperjuangan Tugas Akhir; Geri, Rifky, Asrial, Dina, Nurul,

Ulil, Ricky, Eddy, Aripin, Fikri, yang selalu memberikan semangat yang

luar biasa.

12.Teman-teman yang telah banyak membantu kelancaran Tugas Akhir ini,

Neng Ella, Teh Dian, Teh Tri, atas dukungan dan bantuannya.

13.Teman-teman satu angkatan 2005, Cas, Adit, Rizky dan semua pihak yang

telah mendukung Tugas Akhir ini, sukses selalu.

Besar harapan penulis kiranya laporan ini bisa bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya. Amien.

Wassallamualaikum Wr.Wb

Bandung, Agustus 2010

Penulis

(62)

RASY JANATUNNISA| 1.04.05.002 5 orientasi, vegetasi dan estetika.

PENGAMATAN OBJEK

(63)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 1 BAB IV

ELABORASI TEMA

“Mobilitas di Lahan Berkontur”

Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau

banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Mobilitas adalah

kemampuan, kesiapan, dan mudahnya bergerak dan berpindah tempat. Mobilitas

juga berarti kemampuan bergerak dan berpindah dalam suatu lingkungan.

Tema ini dibuat berdasarkan pengamatan pada bangunan-bangunan umum yang

cenderung tidak memperhatikan kenyamanan, keamanan dalam menggunakan

bangunan maupun berinteraksi dengan lingkungan.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perilaku. Dengan mendalami

perilaku penyandang cacat diharapkan dapat memberikan keamanan dan

kenyamanan bagi pengguna sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam

aktivitas dengan keterbatasana mereka.

Kata perilaku sendiri menunjukan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan

semua aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya

ataupun dengan lingkungan fisiknya.

4.1Perwujudan tema pada bangunan

- Aspek fungsi

Mewujudkan bangunan yang selaras dengan lingkungannya serta mampu

mengeksplorasi dan memaksimalkan potensi tapak yang ada dengan baik, tetapi

tetap dapat mewadahi fungsinya sebagai pusat rehabilitasi.

- Aspek bentuk

Bangunan yang diwujudkan mempunyai ekspresi bangunan bergaya arsitektur

tropis modern, dengan keberagaman penggunaan material serta penggunaan

warna-warna yang lembut agar membuat bangunan menjadi lebih nyaman dan

(64)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 2 4.2Pendalaman tema pada perancangan

Proyek ini ditujukan secara khusus bagi para penyandang cacat tuna daksa yang

membutuhkan perlakuan khusus serta fasilitas-fasilitas yang berbeda akibat dari

keterbatasan gerak yang mereka miliki.

Oleh sebab itu, rancangan bangunan rehabilitasi ini di desain agar dapat

benar-benar memberikan kenyamanan bagi penyandang cacat tubuh dan fasilitas yang

memadai kebutuhan mereka.

Pendalaman yang diambil adalah pendalaman kenyamanan (comfort) dimana

kenyamanan yang diberikan berbeda dengan kenyamanan yang diberika pada

orang normal biasa.

Kenyamanan yang dimaksud meliputi:

a. Pergerakan pola sirkulasi yang mudah diingat yaitu dengan pola

linier yang mempunyai pusat orientasi.

b. Signage sebagai penanda perbedaan zona, seperti taman atau plaza

sebagai penanda memasuki area privat atau penanda-penanda

lain yang dapat membedakan zona.

c. Material yang digunakan haruslah aman dan nyaman. Penambahan

tekstur pada material dapat memberikan keamanan bagi

penyandang cacat tubuh yang menggunakan kursi roda ataupun

tongkat.

d. Penghawaan alami dan buatan yang diletakan pada masing-masing

zona. Untuk zona public menggunakan penghawaan buatan

dimana jumlah penggunanya lebih banyak sehingga ruangan

dapat menjadi lebih nyaman. Sedangkan untuk zona asrama

dan zona rehabilitasi menggunakan penghawaan alami sebab

(65)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 3 4.3Penerapan Tema pada Rancangan

4.3.1 Pola Sirkulasi

a. Permukaan

Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin.

Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada,

tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabia menggunakan karpet, maka

ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.

b. Kemiringan

Kemiringan maksimum 7° dan pada setiap jarak 9 m disarankan terdapat

pemberhentian untuk istirahat.

4.3.2 Pedestrian

a. Ukuran

Lebar minimum jelur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm

untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu dan

benda-benda pelengkap jalan yang menghalang.

b. Tepi pengaman

Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang

berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm

sepanjang jalur pedestrian.

4.3.3 Perabot

Penyimpanan perabot seperti telepon, stop kontak listrik dan elemen-elemen

(66)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 4 4.3.4 Material

Material yang digunakan adalah material yang memiliki tekstur, tidak licin dan

(67)

RASY JANATUNNISA 1.04.05.002 1 BAB V

ANALISIS KONDISI LINGKUNGAN

5.1 Lokasi

Lokasi : Jalan Tamansari, Bandung

Luas lahan : ± 2.5 Ha

Batas – Batas :

 Utara : Jl. Kebon Bibit, Pasar Balubur.

 Selatan : Jl. Kebon Kembang, pemukiman penduduk.

 Timur : Jl. Tamansari, Jl. Sulanjana.

 Barat : Pemukiman Penduduk, S. Cikapundung.

Lokasi berbatasan langsung dengan jalan utama yaitu jalan Tamansari yang

berada dekat dengan jalan menuju kota dan jalan-jalan besar lainnya, seperti

adanya fly over di sebelah utara lokasi sehingga memudahkan pengunjung yang

datang dari luar daerah kota Bandung.

A. Kondisi dan Potensi Lahan

Kondisi permukaan site berkontur,

dimana ketinggian dari setiap kontur

yaitu 1 meter. Sehingga dibutuhkan

pengolahan cut n fil agar bangunan

yang terbangun dapat memiliki

sirkulasi yang mudah dicapai oleh

setiap penggunanya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari larangan pemilikan tanah secara absentee adalah agar hasil yang diperoleh dari penguasaan tanah pertanian tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat yang

• Bahwa saksi mengetahui pemohon dan termohon adalah suami istri yang telah menikah sekitar bulan Desember 2006 di Kabupaten Lombok Barat karena saksi turut

Dari hasil uji coba yang dilakukan , alat pencuci dan pengering tangan dengan menggunakan mikrokontroller AT89S51 dapat bekerja sesuai yang di harapkan ketika tangan

pada pelaksanaan siklus II, kendala atau kesulitan yang terjadi pada siklus I hampir semua terselesaikan. Pada siklus II aktivitas guru dan siswa telah

Perancangan Sistem Pengolahan Data Nilai Berbasis Web di SMK Negeri 1 Badegan oleh Binti Sholikhah (2015) dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengolahan data

Usaha Salam Jagung Marning dikembangkan dalam rangka pengembangan agroindustri khusus Jagung dalam pengolahan pangan dalam bentuk jagung marning yang.. dilakukan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan siswi kelas VIII MTs Negeri Babadan Baru Yogyakarta dapat menggunakan terapi musik Mozart dan guided imagery sebagai teknik distraksi

Desain yang tangguh, Adalah sebuah desain yang dapat diproduksi sesuai dengan permintaan walaupun pada kondisi yang tidak memadai pada proses produksi3. Desain Modular,