• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Input Bagi Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis, Cantor 1849) Di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Input Bagi Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis, Cantor 1849) Di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR INPUT BAGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA

IKAN TONGKOL (

Euthynnus affinis,

Cantor 1849)

DI TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI

RIZKA SARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Bogor, September 2015

Rizka Sari

(4)

ABSTRAK

RIZKA SARI. Faktor-Faktor Input bagi Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tongkol

(Euthynnus affinis, Cantor 1849) di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi. Dibimbing

oleh LUKY ADRIANTO dan YONVITNER.

Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) adalah jenis ikan pelagis yang merupakan

salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi distribusi spasial, parameter biologi dan populasi untuk optimasi pengelolaan sumber daya ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Teluk

Palabuhanratu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember hingga Maret 2015 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan ikan Tongkol memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif. Daerah tangkapan berada di sekitar Teluk Palabuhanratu. Puncak musim penangkapan ikan Tongkol terjadi pada bulan Oktober dan Desember. Pengelolaan yang tepat sumber daya ikan Tongkol

(Euthynnus affinis) di Teluk Palabuhanratu secara berkelanjutan berdasarkan hasil

analisis penelitian ini dapat dilakukan dengan pengaturan upaya penangkapan, pengaturan daerah penangkapan, regulasi berbasis biologi dan menerapkan rezim MEY.

Kata kunci: ikan Tongkol, daerah tangkapan, indeks musim penangkapan, pengelolaan

ABSTRACT

RIZKA SARI. Factors Input for Tuna Fish Resources Management (Euthynnus affinis, Cantor 1849) in the Gulf Palabuhanratu, Sukabumi. Supervised by LUKY ADRIANTO dan YONVITNER.

Eastern little tuna (Euthynnus affinis) is a pelagic fish species which is one

of Indonesia's main export commodity. The purpose of this study is to identify the spatial distribution, biology and population parameters for optimization of the management of fish resources little tuna (Euthynnus affinis) in the Gulf

Palabuhanratu. This research was conducted in December until March 2015 in the PPN Palabuhanratu, Sukabumi. The results showed little tuna fish have a negative allometric growth patterns. Fishing ground located around the Gulf Palabuhanratu. Little tuna peak fishing season occurs in October and December. Proper management of fish resources Little tuna (Euthynnus affinis) in the Gulf

Palabuhanratu ongoing basis based on the results of this research can be done by setting fishing effort, setting fishing areas, and biology-based regulatory regime applying MEY.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

FAKTOR-FAKTOR INPUT BAGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA

IKAN TONGKOL (

Euthynnus affinis,

Cantor 1849)

DI TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI

RIZKA SARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat kelimpahan rahmat dan hidayahnya sehingga rencana penelitian ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang akan dilaksanakan adalah “Faktor-Faktor Input bagi Pengelolaan Sumber Daya IkanTongkol (Euthynnus affinis, Cantor 1849) di

Teluk Palabuhanratu, Sukabumi”. Rencana penelitian ini akan menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi yang menjadi tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan. 2. Beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan bantuan dana selama

perkuliahan.

3. Inna Puspa Ayu, SPi MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.

4. Dr Ir Luky Adrianto, MSc dan Dr Yonvitner, S.Pi M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 dan Zulhamsyah Imran, SPi MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Mas Alia, Mba Widar, Bu Yeni serta Pak Asep, Pak Usu dan staf KKP PPN Palabuhanratu dan staf Syah Bandar PPN Palabuhanratu

7. Mama, Papa, Fadiahsari, Sutan, Sunan dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini.

8. Tim penelitian Palabuhanratu, teman-teman MSP 48, MSP 49, MSP 50 serta teman-teman TPB 48 atas doa, semangat, dukungan, dan bantuannya. 9. Bagus Ilham pradianto atas semangat dan saran yang diberikan untuk

penulisan skripsi ini

10.Tyas, Nesia, Salis, Santi, Ira, Ilmil, Trini selaku pemberi motivasi dan tim sukses seminar sidang sampai akhir.

Serta semua pihak yang telah mengambil bagian dalam pemberian masukan dan saran selama penyusunan usulan penelitian. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak sebagaimana mestinya.

Bogor, September 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Pembahasan 21

KESIMPULAN DAN SARAN 24

Kesimpulan 24

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 27

(10)

DAFTAR TABEL

1. Rangkuman kebutuhan dan analisis data 4

2. Parameter Pertumbuhan Berdasarkan Model Von Bertalanffy (K, L∞, t0) 12

3. hasil analisis model produksi surplus 16

4. Hasil estimasi parameter ekonomi 19

5. Hasil estimasi parameter biologi 19

6. Hasil bioekonomi ikan Tongkol dalam berbagai kondisi pengelolaan 19

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 2

2. Peta lokasi penelitian 3

3. Penentuan panjang total (A-B) Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) 5 4. Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan Tongkol (n = 46) 12

5. kurva pertumbuhan ikan Tongkol 13

6. Hubungan panjang bobot ikan Tongkol (Euthynnus affinis) 14 7. Grafik hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan Tongkol 14

8. Hasil tangkapan per upaya tangkap 15

9. Grafik hubungan effort dengan CPUE 16

10. Grafik hubungan effort dengan Ln CPUE 16

11. Kurva potensi lestari sumberdaya ikan Tongkol dengan pendekatan

model Fox 17

12. Keterkaitan antara CPUE dan RPUE 18

13. Kurva bioekonomi berbagai kondisi pengelolaan ikan Tongkol 20

14. Nilai indeks musim penangkapan ikan Tongkol 21

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data spasial kapal payang 27

2. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan Tongkol di PPN

Palabuhanratu dari tahun 2005-20014 27

3. Standarisasi alat tangkap 28

4. Hubungan panjang dan bobot ikan Tongkol (Euthynnus affinis) 28 5. Analisis bioekonomi ikan Tongkol dengan model Fox 28

6. Hasil wawancara dengan nelayan paying 29

7. Model produksi surplus 29

8. Pendugaan indeks musim penangkapan 30

9. Dokumentasi observasi lapang 31

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor perikanan merupakan sektor strategis dalam perekonomian Indonesia mengingat Indonesia memiliki potensi kelautan dan daerah tangkapan yang sangat luas. Pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia sampai saat ini dilakukan oleh pihak pemerintah, yakni Departemen Kelautan dan Perikanan yang merupakan pengelola sumber daya perikanan, terus mencari dan menyempurnakan cara yang tepat untuk diterapkan (Susilowati 2012). Faktor-faktor penting dalam pengelolaan perikanan di antara lain biologi, spasial, teknologi dan ekonomi. Aspek pengelolaan wilayah ini erat kaitannya dengan kondisi stok ikan di perairan Indonesia. Kemampuan menduga jumlah populasi ikan (stock assessment) secara akurat sangat

ditentukan ketersediaan informasi dan data yang tepat.

Produksi yaitu suatu proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumberdaya atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk), dengan arti lain produksi merupakan hasil akhir dari suatu proses ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Hal ini mengandung pengertian bahwa kegiatan produksi merupakan berbagai kombinasi input untuk menghasilkan output (Fauzi 2010).

Sumber daya ikan Tongkol (Euthnnus affinis) merupakan salah satu

komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perikanan yang umum dikonsumsi baik skala lokal maupun ekspor. Tingginya nilai ekonomis ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

sangat menjadi harapan akan tingkat kesejahteraan dan penghasialan secara ekonomi bagi nelayan di Palabuhanratu. Permasalahan yang timbul dari lima tahun terakhir produksi ikan Tongkol (Euthynnus affinis) mengalami penurunan yang

signifikan (PPNP 2014).

Persebaran ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di perairan Palabuhanratu

mengalami nilai puncak pada bulan-bulan tertentu saja. Hal ini menjadi kendala bagi usaha perikanan tangkap di palabuhanratu. Menurunnya hasil tangkapan ini diduga karena eksploitasi berlebih akan menurunkan stok perairan. Sehingga diperlukan informasi mengenai analisis tentang faktor-faktor input bagi pengelolaan sumberdaya ikan Tongkol di Palabuhanratu, Sukabumi agar keberadaan ikan Tongkol tetap lestari.

Sehubungan dengan sifat wilayah perairan di Palabuhanratu yang merupakan perairan terbuka (open acces), siapa saja dapat memanfaatkan (common property resource) tetapi dilakukan dengan kurangnya memperhatikan kaidah-kaidah

pengelolaan perikanan yang lestari, maka keberadaan bagan di Teluk Palabuhanratu dan sepasial hasil tangkapnya perlu dikaji lebih jauh.

Perumusan Masalah

(12)

2

(Euthynnus sp.) adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas

utama ekspor Indonesia. Akibat pengelolan yang kurang baik dibeberapa perairan Indonesia, terutama minimnya informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi sangat rendah.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan mengancam kelestarian dan ketersediaan dari sumber daya ikan Tongkol yang ada. Untuk itu, diperlukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dengan melihat seberapa banyak armada yang boleh dioperasikan dan berapa hasil tangkapan lestari agar ketersediaan stok dapat berkelanjutan dan dimanfaatkan secara optimal untuk menambah nilai ekonomis bagi nelayan setempat. Gambar 1 berikut ini menujukan diagram alir perumusan penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini :

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi distribusi spasial perikanan Tongkol (Euthynnus affinis) di

Teluk Palabuhanratu.

2. Evaluasi parameter biologi Tongkol (Euthynnus affinis) di Teluk

Palabuhanratu.

3. Menentukan optimal pengelolaan yang tepat sumber daya ikan Tongkol

(Euthynnus affinis) di Teluk Palabuhanratu.

(13)

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitaan dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan sebanyak lima kali, dilaksanakan mulai bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 dengan interval waktu pengambilan contoh dua minggu. Pengumpulan data sekunder dilaksanakan selama penelitian berlangsung dan wawancara terhadap nelayan yang melakukan pendaratan ikan Tongkol di PPN Palabuhanratu. Berikut ini disajikan peta lokasi daerah pengakapan ikan Tongkol (Euthynnus affinis) di Teluk Palabuanratu yang

didaratkan PPN Palabuhanratu.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Pengumpulan Data

Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung di lapangan. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran panjang dan bobot ikan Tongkol dan hasil wawancara dengan nelayan payang yang melakukan pendaratan ikan Tongkol di PPN Palabuhanratu. Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah metode purposive sampling, artinya bahwa

(14)

4

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan Badan Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: kondisi geografis Kabupaten Sukabumi, jumlah produksi dan nilai produksi hasil hasil tangkapan ikan selama 10 tahun 2003-2014 di PPN Palabuhanratu, jumlah kapal (armada yang digunakan untuk penangkapan ikan), jumlah alat tangkap di PPN Palabuhanratu, jumlah nelayan di PPN Palabuhanratu. Rangkuman Kebutuhan dan analisis data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data

No. Tujuan Analisis Data Data

1 Mengetahui pola pertumbuhan ikan Tongkol yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.

Pertumbuhan 1. Panjang ikan

Tongkol (P)

2. Bobot ikan

Tongkol (P)

2 Mengetahui daerah tangkapan ikan Tongkol yang didaratkan di PPN Palabuhanratu

Distribusi spasial Wawancara (P)

3 Mengetahui pola musim penangkapan ikan Tongkol

IMPi = Indeks musim penangkapan bulan ke-i RBB = rasio rata-rata untuk bulan ke-i FK = Faktor koreksi

Analisis Data

Pengukuran panjang dan bobot

(15)

5

Gambar 3 Penentuan panjang total (A-B) Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

( ̅TL = 63 cm)

Sumber : Data Primer

Analisis spasial sederhana

Analisis spasial sederhana merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui sebaran daerah penangkapan ikan Tongkol yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Langkah-langkah untuk menentukan daerah sebaran penangkapan ikan Tongkol adalah sebagai berikut :

1. Penentuan banyaknya jumlah responden (nelayan yang akan diwawancara mengenai daerah penangkapan ikan Tongkol berdasarkan alat tangkap yang digunakan).

2. Pembuatan peta dasar dari lokasi penelitian.

3. Pembuatan plot-plot lokasi penangkapan ikan Tongkol dalam bentuk spasial ke peta dasar, berdasarkan data dari pendekatan partisipatif.

4. Formulasi peta daerah penangkapan.

Analisis Parameter Biologi

Pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999).

Lt = L∞ (1-e[-K(t-t0)]) (1)

Pendugaan parameter pertumbuhan (L∞ dan K) menggunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dengan metode

length frequency analysis bantuan ELEFAN I (Electronic Length-Frequency Analysis). Sehingga diperoleh Von Bertalanffy untuk t sama dengan t+1,

sehingga persamaannya menjadi:

Lt = L∞ (1-e-K(t-t0) (2)

Berdasarkan persamaan di atas dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b0 + b1x, jika Lt sebagai sumbu (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai

sumbu (y) sehingga terbentuk kemiringan sama dengan e-K dan titik potong

dengan sumbu (x) sama dengan L∞ [1-e-K]. Dengan demikian, nilai K dan L∞

diperoleh dengan cara :

K = - ln (b) (3)

(16)

6

Pendugaan terhadap nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama

dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1984) :

log (-t0) = 3.3922 – 0.2752 (logL∞) – 1.038 (logK) (5)

Keterangan :

Lt = Panjang ikan pada saat umur t (mm)

L∞ = Panjang asimtotik ikan (mm)

K = koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu) t = Umur ikan

t0 = umur ikan pada saat panjang sama dengan nol. Hubungan Panjang Bobot

Analisis hubungan panjang-bobot ikan Tongkol dihitung menggunakan rumus yang umum sebagai berikut (Effendie 2002).

W= ɑ Lb (6)

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), ɑ adalah konstanta dan b adalah penduga pola hubungan panjang-bobot. Rumus umum tersebut bila ditransformasikan ke dalam logaritme, akan diperoleh persamaan:

(7) Interpretasi dari hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b yaitu dengan hipotesis:

1. H0 : b = 3, dikatakan hubungan isometrik (pola pertumbuhan panjang

sama dengan pola pertumbuhan bobot)

2. H1 : b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik

Pola pertumbuhan allometrik ada dua macam yaitu allometrik positif (b>3) yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang dan allometrik negatif (b<3) yang berarti bahwa pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobotnya. Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik uji sebagai berikut:

t hitung = | | (8)

Sb1 adalah simpangan baku dugaan b1 atau b yang dihitung dengan:

(∑ ) (9)

Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya adalah jika thitung > ttabel maka tolak

hipotesis nol (H0) dan jika thitung < ttabel berarti terima hipotesis nol (Walpole 1993). Analisis Parameter Teknologi

(17)

7 diasumsikan menghasilkan tangkapan yang sama dengan alat tangkap standar. Pada umumnya pemilihan alat tangkap standar didasarkan pada dominan atau tidaknya alat tangkap tersebut digunakan di suatu daerah penangkapan serta besarnya upaya penangkapan yang dilakukan. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index (FPI) sama dengan satu (Tampubolon dalam Tinungki 2005). Standarisasi

dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Upaya dan hasil tangkapan dihitung masing-masing hingga tahun ke-i, dimana i = 1, 2, 3, ………… , n.

2. CPUE dihitung untuk masing – masing upaya.

3. Total upaya yang terbesar dari beberapa jenis upaya dipilih sebagai standar dalam menghitung fishing power index (FPI).

4. Jika upaya yang diperoleh terbesar misalnya alat tangkap dogol, maka FPI dogol adalah 1 dan FPI alat tangkap pukat pantai dapat dihitung dengan rumus :

,demikian sebaliknya. (10)

5. Upaya standar dihitung melalui persamaan berikut:

(11)

Potensi Lestari

Statistik hasil tangkapan dan upaya merupakan persyaratan dasar dari penilaian sederhana untuk perikanan berkelanjutan yang berdasarkan model produksi surplus. Data hasil tangkapan dan upaya dapat dianalisis menggunakan model surplus produksi Schaefer dan Fox. Boer dan Aziz (1995) menyatakan bahwa persamaan matematika untuk model Schaefer adalah:

C = af - bf2 (12)

= a – bf (13)

dimana C adalah hasil kesetimbangan (atau keadaan tetap), f adalah upaya penangkapan serta a dan b adalah konstanta yang mewakili intercept dan slope, secara berurutan didapat dari regresi tangkapan per unit usaha (C/f atau CPUE) yang diamati pada upaya. Berdasarkan persamaan (13) dapat diperoleh model untuk menentukan jumlah upaya maksimum yang diperbolehkan agar perikanan tetap berkelanjutan atau maximum sustainable yield (MSY):

f(MSY) = (14)

dan dengan menggantikan untuk f pada Persamaan (14), diperoleh persamaan lebih lanjut dari MSY.

MSY = (15)

(18)

8

log e = e (a´-b´f) (16)

C = fed+(-b´f) (17)

f(MSY) = (18)

MSY = e(d-1) (19)

dimana a' dan b' adalah konstanta dalam regresi log CPUE pada f. Catch per Unit of Effort (CPUE) dan Revenue per Unit of Effort (RPUE) Hasil tangkapan per upaya tangkap (Catch per unit of effort, CPUE) hasil tangkapan per upaya tangkap mencerminkan perbandingan antara hasil tangkapan dengan unit penangkapan yang dicurahkan. Data produksi pertahun dibagi dengan upaya penangkapan pertahun untuk menghasilkan CPUE. Rumus perhitungan CPUE adalah sebagai berikut: CPUEti = (20)

Keterangan: CPUEti : CPUE pada waktu t untuk jenis ke-i (kg/orang/trip) Cti : hasil tangkapan pada waktu t jenis ke-i (kg) fti : upaya penangkapan pada waktu t jenis ke-i (trip) Analisis pendapatan per upaya tangkap (Revenue per unit of effort, RPUE) dilakukan untuk melihat apakah nelayan mengalokasikan upaya penangkapannya berdasarkan keuntungan atau laba yang akan diperoleh. Keuntungan ini dapat dilihat berdasarkan nilai pasar dari suatu komoditi atau jumlah hasil produksi. Prakiraan keuntungan ekonomi tidak dapat dihitung langsung tetapi dapat diperkirakan melalui perhitungan RPUE, dengan persamaan sebagai berikut: RPUEjt = CPUEjt x Pjt (21)

(19)

9 CPUEi adalah CPUE urutan ke-i, ni adalah CPUE urutan ke-i dan i adalah 1,2,3,… dst

2. Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RGi)

RGi = ∑ CPUEi (23)

RGi adalah rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i, CPUEi adalah CPUE urutan ke-i dan i adalah 7,8,9,…,n-5.

3. Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGPi)

RGPi = ∑ RGi (24)

RGPi adalah rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i, RGi adalah rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i dan i adalah 7,8,9,…n-5.

4. Rasio rata-rata tiap bulan (Rb)

Rbi = (25)

Rbi adalah rasio rata-rata bulan urutan ke-i, CPUEi adalah CPUE urutan ke-i dan RGPi adalah rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i.

5. Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berurutan i x j yang disusun untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan Juli-Juni. Selanjutnya menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan (RBBi) dengan menggunakan rumus:

RBBi = ∑ Rbij) (26)

RBBi adalah rata-rataRbij untuk bulan ke-i, Rbij adalah rasio rata-rata bulanan dalam matriks i x j, i adalah 1,2,3,…,12 dan j adalah 1,2,3,…n. 6. Menghitung jumlah rasio rata-rata bulanan

(JRBB) JRBB = ∑ RBBi (27)

JRBBi adalah jumlah rasio rata-rata bulanan, RBBi adalah rata-rata RBij untuk bulan ke-i dan i adalah 1,2,3,…12.

Indeks Musim Penangkapan (IMP)

Idealnya jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB) sama dengan 100% x 12 bulan = 1200. Namun banyak faktor yang menyebabkan sehingga JRBB tidak selalu sama 1200. Oleh karena itu, nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu nilai koreksi yang disebut dengan nilai Faktor Koreksi (FK). Rumus untuk memperoleh nilai Faktor Koreksi:

FK = (28)

FK adalah nilai faktor koreksi dan JRBB adalah jumlah rasio rata-rata bulanan. Indeks Musim Penangkapan (IMP) dihitung dengan menggunakan rumus:

IMPi = RBBi x FK (29)

IMPi adalah indeks musim penangkapan bulan ke-i, RBBi adalah rasio ratarata untuk bulan ke-i, FK adalah nilai faktor koreksi dan i adalah 1,2,3,…,12. Kriteria Indeks Musim Penangkapan (IMP):

(20)

10

50% < IMP < 100% : Bukan Musim Penangkapan IMP > 100% : Musim penangkapan

Analisis Bioekonomi

Estimasi Parameter Biologi Nilai parameter pertumbuhan intrinsik (r), koefisien daya tangkap (q) dan daya dukung lingkungan (K) diperoleh dari perhitungan menggunakan model-model estimasi pendukung dari persamaan Schaefer yaitu model estimasi Algoritma Fox.

[∏ | |]

(30)

(31)

(32)

(33)

, dan (34)

Biaya penangkapan yang digunakan merupakan rata-rata dari biaya operasional penangkapan yang meliputi biaya bahan bakar, oli, pangan, dan retribusi. Menurut Fauzi (2005), rata-rata biaya penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

c = ∑ (35)

Keterangan :

c = Biaya penangkapan rata-rata (rupiah/trip) ci = Biaya penangkapan nominal responden ke-i

n = Jumlah responden

Sedangkan harga ikan Tongkol juga ditentukan berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) :

IHK = ∑ (36)

Keterangan :

p = Harga ikan rata-rata (rupiah per kg)

pt= Harga nominal ikan Tongkol pada tahun ke-t

n = Jumlah responden

Jika kedua parameter ekonomi tersebut telah diketahui, maka TR (Total Revenue), TC (Total Cost), dan keuntungan ekonomi ( diperoleh dengan

persamaan (Fauzi 2006) :

TR = ph (37)

= TR – TC (38)

Model Fox (1970)

(21)

11 pertumbuhan Gompertz, dan penurunan CPUE terhadap upaya penangkapan mengikuti pola eksponensial negatif. Adapun asumsi-asumsi model eksponensial Fox (FAO/Danida 1984 dalam Tinungki 2005):

1. Populasi dianggap tidak akan punah 2. Populasi sebagai jumlah dari individu ikan

Adapun persamaan model Fox menurut Thanh (2006) sebagai berikut:

(37)

(38)

(39)

(40)

(41)

(42)

Keterangan :

Untuk perhitungan MEY model Fox digunakan metode grafis-simulasi karena sulit mencari nilai w (tertera pada lampiran 5).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan

Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak diantara 6o57’ – 7o25’ LS dan 106o49’ – 07o-00’ BT (Wahyudin

2011). Daerah penangkapan dilakukan di WPP 573. Ikan Tongkol dapat ditangkap oleh beberapa jenis alat tangkap dengan proporsi yang berbeda-beda. Jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan Tongkol di kawasan perairan Palabuhanratu antara lain : payang, gillnet dan pancing tonda, sedangkan

alat tangkap yang dominan dari segi hasil tangkapan adalah payang. Jaring payang termasuk ke dalam jenis surrounding nets dengan target tangkapan ikan

pelagis. Kapal payang yang menangkap ikan Tongkol memiliki berukuran 5 GT yang dioperasikan di perairan Teluk Palabuhanratu. Kapal payang yang beroperasi di PPN Palabuhanratu memiliki trip harian atau one day fishing. Lama

(22)

12

Gambar 4 Pemetaan partisipatif daerah penangkapan ikan Tongkol (n = 46) Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa daerah penangkapan ikan Tongkol berada di Teluk Palabuhanratu yaitu sekitar 2-7 mil dari pantai. Nelayan menangkap ikan Tongkol di sekitar Ikan melalui jalur darat berasal dari Jakarta, Jawa Barat (Cisolok, Ujung Genteng, Binuangeun, Cidaun, Loji dan Indramayu), dan Juwana Jawa Tengah. Pergerakkan rata-rata daerah penangkapan ikan Tongkol didapat dari wawancara kepada nelayan payang mulai dari bulan Desember 2014 hingga bulan Maret 2015. Nelayan dengan trip harian berangkat setiap hari dari pukul 05.00 WIB dan pulang pada pukul 17.00 WIB. Daerah penangkapan nelayan dengan trip harian berubah setiap hari. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan yang menggunakan alat tangkap payang sebagian besar melaut hanya sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Pergerakan daerah penangkapan terjadi karena keinginan nelayan. Perpindahan lokasi penangkapan ikan dilakukan setiap hari, hal ini dikarenakan adanya kesepakatan dari nelayan payang harian yang berada di PPN Palabuhanratu.

Analisis Parameter Biologi Ikan Tongkol

Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan Tongkol yaitu koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter Pertumbuhan Berdasarkan Model Von Bertalanffy (K, L∞, t0)

Parameter Nilai

L∞ (mm) 815,15

K (waktu/tahun) 0,32

(23)

13 Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy yang terbentuk dari ikan objek penelitian diperoleh Lt= 815[1-e(0,32(t+0,2091))]. Berdasarkan persamaan tersebut

didapat nilai koefisien pertumbuhan (K) per tahun sebesar 0,32 dan panjang maksimum ikan Tongkol yang didaratkan di PPN Palabuhanratu (Lmaks) adalah

620 mm. Panjang ini menujukkan lebih kecil dibandingkan dengan panjang asimtotik (infinitif) yaitu sebesar 815 mm. Berikut ini adalah kurva Von Bertalanffy pertumbuhan ikan Tongkol

Gambar 5 kurva pertumbuhan ikan Tongkol

Berdasarkan kurva tersebut dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ikan Tongkol selama rentang hidupnya tidak sama. Ikan yang berumur muda (9 bulan) memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan yang berumur tua (>9 bulan). Ikan yang umurnya >9 bulan sampai umur 15 bulan (mendekati L∞) memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Kurva diatas juga menyatakan bahwa pada populasi, ikan Tongkol akan mendekati nilai L∞ pada saat mencapai umur 15 bulan.

Analisis hubungan panjang dan bobot menghasilkan pola pertumbuhan ikan Tongkol. Hubungan panjang bobot ikan Tongkol (Gambar 6) diperoleh berdasarkan persamaan W = 3E-05L2,8690 dengan koefisien determinasi (R2)

sebesar 93,05% menunjukkan bahwa pertambahan panjang akan mempengaruhi pertambahan bobot dengan koefisien korelasi (r) mendekati 1, yaitu sebesar 0,9646 menujukkan bahwa korelasi atau hubungan antara panjang dan bobot ikan sangat erat. Hasil uji statistik terhadap nilai b sebesar 2,8690. Pendugaan pola pertumbuhan ikan Tongkol dilakukan dengan menggunakan uji t (thit = 0,05 ttab)

(24)

14

Gambar 6 Hubungan panjang bobot ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Analisis Parameter Teknologi

Ikan Tongkol dapat ditangakap oleh beberapa jenis alat tangkap dengan porsi yang berbeda-beda. Alat tangkap yang banyak digunakan nelayan di PPN Palabuhanratu antara lain payang, gillnet dan pancing tonda. Kemampuan setiap

jenis alat tangkap berbeda-beda, sehing ga perlu dilakukan standarisasi upaya tangkap (Kekenusa 2008). Berdasarkan data statistik dari PPN Palabuhanratu, alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan Tongkol adalah payang. Hal tersebut dapat terlihat setelah melakukan standarisasi alat tangkap (lampiran 3). Hasil tangkapan per upaya tangkap dapat mengestimasi kelimpahan ikan di suatu wilayah. Hubungan antara upaya penangkapan dengan produksi ikan Tongkol dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan Tongkol Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa hasil tangkapan serta upaya penangkapan ikan Tongkol yang didaratkan di PPN Palabuhanratu mengalami fluktuasi dengan hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober tahun 2013 yaitu sebesar 17.681 ton dan upaya penangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober tahun 2013 yaitu sebesar 283 trip. Hasil tangkapan yang tinggi terjadi

W = 0,00003L2,869

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(25)

15 pada bulan Oktober dikarenakan pada bulan tersebut merupakan musim penangkapan ikan Tongkol (Nurhayati 2001). Pada tahun 2008 hingga 2009, terlihat bahwa hasil tangkapan ikan Tongkol tinggi dengan upaya yang rendah, sedangkan pada tahun 2010 hingga 2012 hasil tangkapan rendah dengan upaya penangkapan yang tinggi (nilai upaya penangkapan hampir sama dengan nilai hasil tangkapan). Hal ini mengindikasikan telah terjadi kelebihan tangkap secara biologi (biological overfishing) terhadap ikan Tongkol karena upaya penangkapan yang terus meningkat dan hasil tangkapan yang menurun.

Gambar 8 Hasil tangkapan per upaya tangkap

Berdasarkan diatas, terlihat bahwa hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE) tertinggi pada bulan juli 2008, CPUE mengalami fluktuasi yang cenderung menurun. Penurunan CPUE dari sumberdaya ikan Tongkol terjadi akibat peningkatan aktivitas penangkapan (effort) dapat dilihat pada Gambar 8.

Hubungan antara CPUE dan effort pada sumberdaya ikan pelagis besar dengan

persamaan y = -0,003x + 0,116 yang artinya setiap terjadi peningkatan effort

sebanyak 1 trip maka CPUE akan turun sebesar 0,003 ton per trip. Hal ini

menunjukkan kondisi sumberdaya ikan pelagis besar telah mengalami overfishing

secara biologi (biological overfishing).

Potensi Lestari

Model produksi surplus merupakan model holistik dimana suatu stok dianggap sebagai satu unit yang besar dari biomassa. Model produksi surplus berkaitan dengan stok secara keseluruhan, upaya total, dan hasil tangkapan total yang diperoleh dari stok. Tujuan digunakannya model ini adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang. Model yang biasa digunakan untuk menduga hasil tangkapan lestari dan upaya penangkapan optimal adalah model Schaefer dan Fox. Model Schaefer dan Fox merupakan model yang sering digunakan karena sederhana dan data yang diperlukan juga lebih sedikit, tidak memerlukan data kelompok umur (Sparre & Venema 1999).

Pada model Schaefer, penurunan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) terhadap upaya penangkapan (fishing effort) mengikuti pola

y = -0.003x + 0.116

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

CPUE

(

to

n

(26)

16

regresi linier, serta hubungan antara hasil tangkapan (yield) dan biomassa berbentuk parabola yang simetris (Widodo & Suadi 2006).

Gambar 9 Hubungan effort dengan CPUE

Pada model Fox, penurunan CPUE terhadap upaya penangkapan mengikuti pola eksponensial negatif yang memang lebih masuk akal dibandingkan dengan pola regresi linier (Widodo 1986).

Gambar 10 Hubungan effort dengan Ln CPUE Tabel 3 hasil analisis model produksi surplus

Parameter Schaefer Fox

A 0,06478895 -2,2899

B -3,233E-05 -0,0016

R2 (%) 0,63279279 65,6450

fmsy (trip) 1002,10425 626,1958

MSY (ton) 32,4626387 23,3302

CPUE = -3E-05effort + 0,0648 R² = 63,28% ln CPUE = -0,0016effort - 2,2899

(27)

17 Berdasarkan hasil tabel potensi lestari dengan model fox menunjukkan potensi ikan Tongkol yang boleh ditangkap sebesar 23,33 ton dengan upaya penangkapan sebesar 626 trip. Parameter ini merupakan batas lestari suatu perairan dalam upaya penangkapan.

Gambar 11 Kurva potensi lestari sumberdaya ikan Tongkol dengan pendekatan model Fox

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa terdapat empat tahun yang volume produksi (ton) dan jumlah upaya penangkapan (trip) berada diluar keseimbangan kurva produksi lestari yaitu pada tahun 2008, 2013, 2010 dan 2011. Kondisi sumberdaya ikan Tongkol mengalami overfishing secara biologi karena

kemampuan sumberdaya ikan Tongkol dalam melakukan pembaharuan atau memperbaharui diri sudah berkurang.

Analisis CPUE dan RPUE

Prediksi keuntungan ekonomi dapat diestimasi melalui perhitungan pendapatan per trip upaya (RPUE). Nilai RPUE didapat dari CPUE dan harga. Keuntungan ekonomi per trip dapat dilihat dari Gambar 12. Nilai CPUE dan RPUE yang terjadi pada ikan Tongkol berbanding lurus. Hal ini dikarenakan permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan Tongkol.

Nilai RPUE yang mengikuti CPUE menandakan bahwa harga ikan Tongkol cenderung stabil, artinya ketika hasil tangkapan per upaya tangkap tinggi maka pendapatan nelayan rendah dan ketika hasil tangkapan per upaya tangkap rendah maka pendapatan nelayan tinggi karena harga ikan naik. Nilai CPUE yang rendah mengakibatkan nilai RPUE yang rendah pula karena harga ikan Tongkol tidak mengalami fluktuasi yang terlalu nyata. Kisaran harga ikan Tongkol tidak terlalu besar setiap tahunnya. Harga ikan Tongkol di PPN Palabuhanratu cenderung mengikuti hukum pasar, dimana pada saat produksi menurun maka

2008

0 1000 2000 3000 4000 5000

(28)

18

harga akan meningkat. Penetapan harga dari ikan Tongkol yang didaratkan di PPN Palabuhanratu harus diperbaiki lagi karena dengan kisaran harga yang cenderung stabil dan permintaan yang tinggi terhadap ikan Tongkol akan menyebabkan tidak seimbangnya biaya operasional dan keuntungan yang didapatkan oleh nelayan. Selain itu, sumberdaya juga akan terancam karena dilakukannya penangkapan secara terus menerus oleh nelayan.

Gambar 12 Keterkaitan antara CPUE dan RPUE

Hasil Bioekonomi

Pendekatan Maximum Suistainable Yield (MSY) atau tangkapan lestari maksimum dapat diartikan sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tanpa merusak kelestarian sumberdaya (Sari et al. 2009). Selain pendekatan MSY

dikenal juga pendekatan MEY (Maximum Economic Yield) atau tangkapan lestari secara ekonomi. Konsep MEY menekankan pada keuntungan maksimun namun tetap terjaga kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Pendekatan ini dikenal dengan sebutan pendekatan bioekonomi. Bioekonomi diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan karena selama ini permasalahan perikanan hanya terfokus pada maksimalisasi penangkapan dengan mengabaikan faktor produksi seperti biaya yang dipergunakan dalam melakukan penangkapan ikan.

Estimasi nilai MSY hanya faktor secara biologi saja yang diperhitungkan yaitu nilai r (laju intrinsik populasi), q (koefisien kemampuan alat tangkap), dan nilai K (daya dukung perairan). Estimasi nilai MEY adalah nilai p (harga) dan c (biaya). Model yang digunakan untuk mengkaji bioekonomi sumber daya ikan Tongkol di PPN Palabuhanratu yaitu model Fox. Model Fox dipilih karena memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang lebih besar dibandingkan model CYP, Schaefer, Schnute dan Walter Hibron yaitu sebesar 65,6%. Selain itu, signifikansi koefisien regresi individu diperoleh masih berkisar 0,05 (Lampiran 5). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa model Fox signifikan sehingga dapat digunakan sebagai penduga. Kekenusa (2008) menyatakan bahwa model yang memiliki koefisien determinasi terbesar dan memiliki signifikansi koefisien regresi individu lebih kecil dari 0,05 dapat digunakan sebagai penduga. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan model Fox, diperoleh parameter biologi (Tabel 5) dan ekonomi (Tabel 4) tersebut. Lampiran 5 dan 6 menjelaskan

-500000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(29)

19 cara perhitungan parameter biologi yang diperoleh dari model Fox dan parameter ekonomi berdasarkan hasil wawancara dengan 30 nelayan.

Tabel 4 Hasil estimasi parameter ekonomi

Parameter Nilai

Harga (p) (rupiah per ton) 8 933 333

Biaya (c) (rupiah per trip) 216 000

Nilai K merupakan daya dukung lingkungan yang artinya kemampuan ekosistem mendukung poduksi sumber daya ikan Tongkol sebesar 82,6451 ton/tahun. Nilai q merupakan koefisien daya tangkap yang artinya setiap peningkatan satuan upaya tangkap berpengaruh sebesar 0,0008 ton/trip. Nilai r merupakan laju pertumbuhan intrinsik yang artinya sumber daya ikan Tongkol akan tumbuh secara alami tanpa adanya gangguan gejala alam maupun kegiatan manusia sebesar 1,5712 ton/tahun. Parameter ekonomi meliputi harga dan biaya masing-masing sebesar Rp 8933333/ton dan Rp 216000/trip. Nilai tersebut merupakan nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 30 nelayan payang.

Tabel 5 Hasil estimasi parameter biologi

Model r (ton per tahun) q (ton per trip) K (ton per tahun) R2 (%) Parameter biologi Schaefer 0,0000615 0,000000031 2112721,6730 63,28%

Fox 1,5712 0,0008 82,6451 65,65%

Walter

Hilborn 0,2989 0,0031 0,0374 63,79%

Schnute 0,8560 0,0013 466,5198 62,22%

CYP 20,2952 0,0882 2,9195 15,77%

Parameter biologi dan ekonomi tersebut dugunakan untuk menentukan jumlah produksi lestari, upaya optimum dan keuntungan pada berbagai kondisi pengelolaan yaitu MSY, MEY, Open Access (OA) dan aktual. Hasil dari

perhitungan berbagai kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 dan Lampiran 5. Tabel 6 Hasil bioekonomi ikan Tongkol dalam berbagai kondisi pengelolaan

Aktivitas F (trip) Y (ton) (Milyar TR rupiah)

TC (Milyar

rupiah) (Milyar rupiah) Rente ekonomi

OAE 897 22 0.1937 0.1937 0

MSY 626 23 0.2084 0.1353 0.0732

MEY 400 21 0.1911 0.0864 0.1047

Aktual 517 21 0.1876 0.1117 0.0759

(30)

20

tangkapan dan upaya yang lebih besar. Kondisi aktual merupakan kondisi yang terjadi pada tahun 2014. Kajian bioekonomi dalam berbagai kondisi pengelolaan dapat diplotkan dalam bentuk kurva (Gambar 13).

Gambar 13 Kurva bioekonomi berbagai kondisi pengelolaan ikan Tongkol Gambar 13 menunjukkan nilai FMEY mendapatkan effort yang kecil dan

biaya yang dikeluarkan juga lebih kecil tetapi mendapatkan rente ekonomi yang lebih besar. Nilai Faktual lebih besar dibandingkan nilai FMEY. Hal ini

menggambarkan bahwa sumber daya ikan Tongkol di perairan Palabuhanratu telah mengalami overfishing secara ekonomi. Menurut Gordon (1954) dalam

Sobari (2008) tangkap lebih secara ekonomi akan terjadi pada pengelolaan yang tidak terkontrol.

Pola Musim Penangkapan Ikan Tongkol

Pola musim yang berlangsung di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh pola arus dimana terjadi interaksi antara udara dan laut (Nontji 2007). Di Indonesia terdapat empat musim yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan, yaitu Musim Barat (Desember, Januari, Februari), Musim Peralihan I (Maret, April, Mei), Musim Timur (Juni, Juli, Agustus), dan Musim Peralihan II (September, Oktober, November) (Realino et al. 2006). Pola musim penangkapan

ikan Tongkol dapat dihitung dengan menggunakan analisis deret waktu terhadap hasil tangkapan.

Nilai indeks musim penangkapan (IMP) ikan dapat digunakan dalam penentuan waktu yang tepat dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Nilai IMP ini didapatkan dengan cara mengolah data jumlah hasil tangkapan setiap bulan dan upaya penangkapan setiap bulannya. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang dihitung yaitu pada tahun 2008-2014. Berdasarkan Gambar 14, terlihat bahwa musim penangkapan ikan Tongkol yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berada pada bulan Juni, September, Oktober, November, Desember dan April dengan puncak musim penangkapan terjadi dua kali yaitu pada bulan

Rp0

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

B

TR MSY MEY OA Aktual TC

TC

(31)

21 Oktober dan Desember. Musim paceklik bagi penangkapan ikan Tongkol terjadi pada bulan Agustus, Januari, Februari dan Maret.

Gambar 14 Nilai indeks musim penangkapan ikan Tongkol

Pembahasan

Hasil analisis pertumbuhan didapatkan persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk dari ikan Tongkol diperoleh Lt= 815[1-e(0,32(t+0,2091))]. Berdasarkan persamaan tersebut didapat nilai koefisien pertumbuhan (K) per tahun sebesar 0,32 dan panjang maksimum ikan Tongkol yang tertangkap di perairan Selatan Jawa dan didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah 620 mm. Panjang ini menujukkan lebih kecil dibandingkan dengan panjang asimtotik (infinitif) yaitu sebesar 815 mm. Berdasarkan Penelitian yang pernah dilakukan oleh Fayetri et al. (2013) di perairan Natuna terlihat adanya perbedaan. Dimana

nilai hasil parameter pertumbuhan ikan Tongkol K per tahun yang didapat oleh Fayetri et al. (2013) di perairan Natuna yaitu 2,864 jauh lebih besar dari pada nilai

K per tahun yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,32. Begitu juga dengan L∞ yang didapatkan terlihat adanya perbedaan, dimana Fayetri et al.

(2013) di Perairan Natuna mendapatkan nilai L∞ sebesar 54 cm sedangkan penelitian ini sebesar 815 mm, maka terlihat dengan jelas bahwa ikan Tongkol di Teluk Palabuhanratu pada penelitian ini memiliki panjang asimtotik ikan yang lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa ikan Tongkol diteluk Palabuhanratu memiliki siklus hidup yang lebih pendek dibandingkankan dengan ikan Tongkol yang ada di perairan Natuna. Perbedaan kisaran panjang ikan Tongkol diduga karena perbedaan alat tangkap yang digunakan, kondisi lingkungan, dan variasi intensitas penangkapan (Motlagh et al. 2010).

Analisis pertumbuhan hubungan panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan. Hubungan panjang bobot ikan Tongkol adalah W = 0,00003L2,869 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 93,05%

menunjukkan bahwa pertambahan panjang akan mempengaruhi pertambahan bobot dengan koefisien korelasi (r) mendekati 1, yaitu sebesar 0,9646 menujukkan bahwa korelasi atau hubungan antara panjang dan bobot ikan sangat erat. Hasil uji statistik terhadap nilai b sebesar 2,8690. Pendugaan pola pertumbuhan ikan Tongkol dilakukan dengan menggunakan uji t pada selang kepercayaan 95% (α

(32)

22

0,05) menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan Tongkol adalah allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot). Pola pertumbuhan ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2013) terhadap ikan Tongkol di perairan Selat Sunda yaitu alometrik negatif pada ikan Tongkol jantan dan isometrik pada ikan Tongkol betina. Namun pada hasil penelitian Fayetri et al. (2013) di perairan Natuna pola pertumbuhan

ikan Tongkol yang didapatkan adalah isometrik. Nilai konstanta b yang berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain letak geografis, kondisi lingkungan, musim, penyakit, parasit, dan tingkat kepenuhan lambung (Effendie 2002).

Hasil tangkapan yang tinggi terjadi pada bulan Juni dikarenakan pada bulan tersebut merupakan musim penangkapan ikan Tongkol. Pada tahun 2008 hingga 2009, terlihat bahwa hasil tangkapan ikan Tongkol tinggi dengan upaya yang rendah, sedangkan pada tahun 2010 hingga 2014 hasil tangkapan rendah dengan upaya penangkapan yang tinggi (nilai upaya penangkapan hampir sama dengan nilai hasil tangkapan). Hal ini mengindikasikan telah terjadi kelebihan tangkap secara biologi (biological overfishing) terhadap ikan Tongkol karena upaya

penangkapan yang terus meningkat dan hasil tangkapan menurun (Suseno 2007). Model surplus produksi merupakan suatu model yang menjelaskan tentang pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari dan berkelanjutan. Berdasarkan gambar 7 dapat diketahui bahwa upaya penangkapan ikan Tongkol sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami penurunan dan mengalami puncak pada tahun 2013 sebesar 283 trip. Namun hal ini berbanding terbalik dengan hasil tangkapan yang didapatkan. Hasil tangkapan ikan Tongkol mulai tahun 2011 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup besar. Puncak penangkapan ikan Tongkol terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 17,681 ton. Berdasarkan gambar 11 analisis model produksi surplus (fox) dapat dilihat bahwa telah terjadi

overfishing di perairan Laut Jawa. Hal ini dikarenakan batas hasil tangkapan yang

sudah melebihi nilai MSY, walaupun usaha yang dilakukan masih dibawah dari nilai fMSY.

Sumber daya perikanan tangkap merupakan sumber daya yang open access, artinya setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu

wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat penguasaan maksimum bagi pelaku pemanfaatan sumber daya perikanan (Sobari & Muzakir 2008). Upaya penangkapan pada kondisi aktual telah mencapai 517 trip dengan produksi 21 ton. Maximum Economic Yield (MEY) adalah hasil tangkapan yang memaksimalkan keuntungan ekonomi

dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya (Widodo & Suadi 2006). Pada kondisi MEY, upaya yang dilakukan lebih rendah yaitu 400 trip/tahun namun menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan pada kondisi aktual maupun kondisi MSY yaitu sekitar Rp 1047 juta rupiah (Tabel 6). Kondisi MEY merupakan pengelolaan yang lebih baik dan menguntungkan karena upaya penangkapan dan biaya yang dikeluarkan untuk sumber daya ikan Tongkol lebih kecil. Upaya penangkapan aktual lebih besar dibandingkan upaya penangkapan MEY sehingga dapat dikatakan bahwa sumberdaya ikan Tongkol di teluk Palabuhanratu telah mengalami overfishing secara ekonomi. Masalah

(33)

23

Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah hasil tangkapan maksimal yang

lestari (Widodo & Suadi 2006). Hasil tangkapan diperoleh pada kondisi MSY yaitu 23 ton dengan upaya sebesar 626 trip. Pada kondisi MSY rente ekonomi yang diperoleh lebih kecil dari MEY sementara nilai TC (biaya yang dikeluarkan) lebih besar. Susilo (2010) menyatakan bahwa selisih rente ekonomi disebabkan oleh menurunnya jumlah produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan yang semakin tinggi. Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas penangkapan sumberdaya ikan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.

Open Access (OA) adalah kondisi ketika pelaku perikanan atau seseorang

yang mengesploitasi sumberdaya secara tidak terkontrol (Clark 1985 dalam Sobari 2008). Kondisi OA merupakan kondisi yang sangat tidak disarankan untuk dilakukan karena pada kondisi ini upaya yang dilakukan lebih besar namun hasil tangkapan yang diperoleh lebih sedikit dan keuntungan ekonominya pun sama dengan nol. Menurut Moses (2000), kondisi OA suatu perikanan akan berada pada titik kesimbangan pada tingkat effort open acces (FOA) dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC). Dimana pelaku perikanan hanya menerima rente ekonomi sumber daya sama dengan nol. Selain itu, keseimbangan OA dicirikan dengan terlalu banyak input sehingga stok sumber daya akan diekstraksi sampai pada titik yang terendah sebaliknya pada tingkat MEY input tidak terlalu banyak tetapi keseimbangan biomasa pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan adanya ketiga kondisi pengelolaan tersebut, maka disarankan nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan pada kondisi MEY. Pada kondisi ini nelayan akan mendapatkan keuntungan ekonomi yang maksimal dengan upaya penangkapan yang kecil dan secara biologi sumber daya ikan Tongkol berada pada kondisi lestari (Sulistianto 2013).

Nilai IMP lebih besar dari 100% dikatakan sebagai musim penangkapan. Nilai IMP kurang dari 100% namun di atas 50% menandakan bahwa pada bulan tersebut bukan termasuk musim penangkapan ikan. Musim paceklik dilihat dari nilai IMP kurang dari 50% (Yulianie 2012). Nilai indeks musim penangkapan (IMP) ikan dapat digunakan dalam penentuan waktu yang tepat dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Hasil analisis IMP sesuai dengan hasil wawancara nelayan, bulan Juni merupakan musim penangkapan ikan Tongkol dan bulan Januari sampai Maret merupakan musim paceklik bagi penangkapan ikan Tongkol. Berdasarkan data sekunder yang didapat dari PPN Palabuhanratu, hasil tangkapan ikan Tongkol memiliki nilai yang tinggi pada bulan Juni walaupun usaha penangkapan yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Pada bulan Oktober, hasil tangkapan ikan sedikit tetapi usaha penangkapan yang dikeluarkan cukup besar. Pada musim barat (Desember, Januari, Februari) Laut Jawa memiliki rata-rata tinggi gelombang yang besar dan angin yang kencang (Realino et al. 2006).

Musim penangkapan ikan Tongkol dipengaruhi oleh gelombang laut karena ikan Tongkol merupakan ikan pelagis yang hidupnya dipermukaan perairan sehingga gelombang laut mempengaruhi ketersediaan dari ikan Tongkol. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara nelayan yang mengatakan pada bulan Januari banyak nelayan yang tidak berani melaut diakibatkan sedang terjadi musim barat.

Pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries resource management)

(34)

24

sumberdaya perikanan ialah seberapa banyak ikan dapat diambil tanpa mengganggu stok yang ada di alam itu sendiri (Sari et al. 2009). Ikan Tongkol

yang ditangkap mengalami economic overfishing karena effort aktual relatif tinggi

bila dibandingkan dengan effort pada rezim MEY. Menurut Strydom &

Nieuwoudt1 dalam Yulianie (2012), pengelolaan perikanan tidak hanya sebatas menyediakan sumber daya secara berkelanjutan tetapi juga mencapai manfaat ekonomi secara efisien. Sesuai dengan pernyataan tersebut, pengelolaan dapat dilakukan dengan menerapkan rezim pengeloaan MEY yaitu melakukan pengurangan effort sebanyak 17 trip di PPN Palabuhanratu. Keuntungan yang

dapat diperoleh dengan menerapkan rezim MEY menurut Widodo & Suadi (2006) antara lain ialah memberikan pendapatan yang lebih baik bagi nelayan, harga ikan yang lebih murah, dan pendapatan yang dihasilkan lebih banyak bagi pemerintah daerah.

Hampir seluruh nelayan di Palabuhanratu masih menggunakan teknologi secara tradisional. Cara tradisional ini diduga menghasilkan hasil tangkapan aktual yang masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil tangkapan pada rezim MEY dan juga MSY. Penerapan teknologi modern perlu dilakukan dalam mengembangkan pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Penerapan teknologi modern memudahkan nelayan Palabuhanratu melakukan operasi penangkapan secara efisien dari segi biaya dan waktu. Hasil tangkapan dapat meningkat tanpa perlu membutuhkan waktu melaut yang lama. Pengaturan daerah tangkapan, serta peran pemerintah dan stakeholder setempat juga sangat diperlukan demi terciptanya pengelolaan perikanan yang lestari dan berkelanjutan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Faktor input bagi optimasi pengelolaan perikanan Tongkol di Palabuhanratu diantaranya,

1. Daerah penangkapan ikan Tongkol berada di Teluk Palabuhanratu yaitu sekitar 2-7 mil dari pantai.

2. Pertumbuhan bersifat allometrik negatif, menunjukkan adanya persaingan dan ketersediaan makanan, serta laju pertumbuhan yang lambat menjadi indikator kondisi lingkungan yang kurang sesuai.

3. Hasil analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan Tongkol diketahui bahwa keseimbangan kondisi pengelolaan maximum economic yield

(MEY) lebih optimal dibandingkan dengan pengelolaan openaccess (OA)

dan maximum sustainable yield (MSY).

(35)

25

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai musim pemijahan dan daerah pemijahan dari sumber daya ikan Tongkol. Perlu juga pembatasan armada penangkapan, peningkatan selektivitas alat tangkap yang meliputi pengaturan mata jaring, juga pendataan hasil produksi dan harga ikan yang akurat. Hal tersebut dimaksudkan dapat dipakai untuk menentukan alternatif pengelolaan yang lebih tepat dan berkelanjutan terhadap ikan Tongkol.

DAFTAR PUSTAKA

Boer M, Aziz KA. 1995. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumber daya perikanan melalui pendekatan Bio-Ekonomi. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 3(2): 109-119.

Dajan A. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid I. Jakarta(ID): LP3ES.

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID). Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal.

Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Teori dan Aplikasi.Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Fauzi A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis, dan Gagasan.

Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Fayerti W R, Efrizal T, Zulfikar. 2013. Kajian analitik stok ikan Tongkol (Euthynnus affinis) berbasis data panjang berat yang didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pasar Sedanau Kabupaten Natuna [Internet]. [diunduh 2015 Maret 2015]. Tersedia pada: http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/ 2013/08/WAN-RITA-FAYETRI-090254242071.pdf.

Kekenusa JS. 2008. Evaluasi model produksi surplus ikan cakalang yang tertangkap di Perairan sekitar Bitung Provinsi Sulawesi Utara. J SIGMA 11 (1): 43-52. ISSN: 1410-5888. South-Eastern Nigeria. Fisheries Research 47(2000): 81-92.

Nikijuluw VPH. 2005. Politik Ekonomi Perikanan. PT. Fery Agung Corporation: Jakarta.

Nontji. 2007. Laut Nusantara. Cetakan ke-5. Jakarta (ID): Djambatan.

Nurhayati M. 2001. Analisis beberapa aspek potensi ikan Tongkol (Euthynnys affinis) di perairan pelabuhanratu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use with programmable calculator. ICLARM. Manila. Filipina. 325p.

Pertiwi D. 2013. Biologi reproduksi ikan Tongkol (Euthynnys affinis Cantor,

(36)

26

[PPNP] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2014. Data Statistik PPN Palabuhanratu 2014. Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Realino B, Wibawa T, Zahrudin D, Napitu A. 2006. Pola spasial dan temporal kesuburan perairan permukaan laut di Indonesia. Bali (ID): Badan Riset dan Observasi Kelautan.

Utami, Gumilar, Sriati. 2012. Analisis bioekonomi penangkapan ikan layur (Trichirus sp.) di perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Perikanan dan Kelautan 3(3): 137-144. ISSN: 2088-3137. Widodo J. 1986. Fox model and generalized production model another versions of surplus production models. Oseana 11(4): 143-149. ISSN: 0216-1877

Sari DS, Firdaus M, Huda MH, Mira, dan Koeshendrajana S. 2009. Pendekatan Bioekonomi Penentuan Tingkat Pemanfaatan dan Optimasi Pengelolaan Perikananan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Sobari M P, Muzakir. 2008. Kajian Ekonomi Pemanfaatn Sumberdaya Ikan Teri di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Buletin PSP. 17(3): 372-381

Sparre P, Venema CS. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis.

Jakarta(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Suharsimi S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis, edisi revisi

2010. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Sulistianto E. 2013. Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kakap di Kabupaten Kutai Timur. Ilmu Perikanan Tropis 18(2): ISSN 1402-2006

Susilo H. 2010. Analisis Bioekonomi pada Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis Besar di Perairan Bontang. Ilmu Kelautan dan Perikanan 7(1): 25-30. ISSN:

0853-3489.

Susilowati I. 2012. Menuju pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan yang berbasis pada ekosistem : studi empiris di Karimunjawa, Jawa Tengah. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Suseno. 2007. Presentasi Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan, di Semarang. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktur Jendral Perikanan Tangkap, Direktur Sumberdaya ikan, Jakarta (ID).

Thanh N.V. 2011.Sustainable Management of Shrimp Trawl in Tonkin Gulf, Vietnam. Applied Economics Journal. 18(2): 65-81

Tinungki G M. 2005. Evaluasi Model Produksi Dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistik. Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka.

Widodo J. 1986. Fox model and generalized production model another versions of surplus production models. Oseana 11(4): 143-149. ISSN: 0216-1877.

Widodo J dan Suadi 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyudin Y. 2011. Karakteristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Bonorowo Wetlands 1(1):

19-32. ISSN: 2088-2475.

Yulianie R. 2012. Pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki (Rastrellinger kanagurta Cuvier 1817) menggunakan model analisis bioekonomi di PPP

(37)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data spasial kapal payang Payang

Lintang Bujur Lintang Bujur

6.57 106.26 7.81 106.263

7.07 106.31 7.82 106.262

7.6 106.28 7.83 106.261

7.9 106.26 7.84 106.26

7.8 106.26 7.85 106.259

7.8 106.27 7.86 106.258

7.7 106.27 7.87 106.257

6.59 106.32 7.88 106.256

7.6 106.28 7.89 106.255

7.9 106.26 7.9 106.254

7.8 106.26 7.91 106.253

7.8 106.27 7.92 106.252

7.8 106.26 7.93 106.251

7.8 106.27 7.94 106.25

7.7 106.27 7.95 106.249

7.79 106.265 7.07 106.31

7.8 106.264 7.6 106.28

7.9 106.26 7.9 106.26

7.84 106.26 7.7 106.27

7.8 106.27 7.6 106.28

7.7 106.27 7.9 106.26

Lampiran 2 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan Tongkol di PPN Palabuhanratu dari tahun 2005-20014

Tahun Gill Net Pancing tonda Payang

C F C F C F

2005 8,155 227 107 188 154,868 4238

2006 23325 952 328 264 128382 2,657

2007 3104 778 375 286 5,639 2,078

2008 20388 434 409 350 29276 437

2009 2482 210 160 940 12551 287

2010 1725 38 18 1,927 6727 1,407

2011 2248 136 3241 1,695 8620 1,734

2012 4783 51 1320 1,120 5138 732

2013 383 30 15 1,533 56561 1,293

(38)

28

Lampiran 3 Standarisasi alat tangkap

Alat Tangkap C F CPUE FPI

Gill Net 66899 2872 23,29352368 0,835111294

P. Tonda 6205 9226 0,672555821 0,024112237

Payang 428990 15380 27,89271782 1

Lampiran 4 Hubungan panjang dan bobot ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Nilai

B 2,6379

Sb 0,1281

t hit 2,8258

t tab 2,0032

thit> ttab maka tolak H0, dan b<3 maka allometrik negative

Lampiran 5 Analisis bioekonomi ikan Tongkol dengan model Fox

Tahun C (ton) E (trip) CPUE Ln CPUE 200 15 131473070 43200000 88273070 300 19 168102295 64800000 103302295

400 21 191054803 86400000 104654803 MEY

500 23 203569895 108000000 95569895

517 23 204853713 111672000 93181713 Aktual

600 23 208228600 129600000 78628600

626 23 208416123 135216000 73200123 MSY

700 23 207077422 151200000 55877422 800 23 201729901 172800000 28929901

897 22 193730922 193752000 -21078 OA

1000 21 183219397 216000000 -32780603

1100 19 171794682 237600000 -65805318

1200 18 159751100 259200000 -99448900

1400 15 135419687 302400000 -166980313

1500 14 123677475 324000000 -200322525

1600 13 112451412 345600000 -233148588

1700 11 101844934 367200000 -265355066

1800 10 91919700 388800000 -296880300

1900 9 82705668 410400000 -327694332

(39)

29 Lampiran 6 Hasil wawancara dengan nelayan paying

Nama Nelayan BBM (Solar) Oli Biaya/trip Es Konsumsi Jumlah Harga Ikan

Rp Rp Rp Rp Rp (Rp/kg)

Junaedi 585.000 90000 20000 25000 720.000 8000 Kaimuddin 585.000 90000 20000 25000 720.000 8000 Cheppy Kristiana 585.000 90000 20000 25000 720.000 8000 Karina karay 585.000 90000 20000 25000 720.000 8000 O.Rahmat/Mukito 585.000 90000 20000 25000 720.000 12000 Hendi 585.000 90000 20000 25000 720.000 7000

rata-rata 720.000 8933,333 Biaya rata-rata untuk 216000

Lampiran 7 Model produksi surplus

(40)

30

Lampiran 8 Pendugaan indeks musim penangkapan

total Rbi rata" IMPi 100% 30% 60% 30% 60% 100% 50%

0,7542 0,1508 121,9742 121,9742 36,59227 73,18454 88,5 177 100 147,5

0,4966 0,0993 80,30368 80,30368 24,0911 48,18221 88,5 177 100 147,5

0,1527 0,0305 24,70147 24,70147 7,41044 14,82088 88,5 177 100 147,5

0,6448 0,1290 104,2749 104,2749 31,28246 62,56491 88,5 177 100 147,5

1,3594 0,2719 219,8414 219,8414 65,95241 131,9048 88,5 177 100 147,5

0,6172 0,1234 99,81089 99,81089 29,94327 59,88654 88,5 177 100 147,5

1,8268 0,3654 295,4282 295,4282 88,62846 177,2569 88,5 177 100 147,5

0,1905 0,0381 30,80531 30,80531 9,241594 18,48319 88,5 177 100 147,5

0,0989 0,0198 15,98954 15,98954 4,796863 9,593726 88,5 177 100 147,5

0,0725 0,0145 11,72331 11,72331 3,516992 7,033983 88,5 177 100 147,5

0,8312 0,1662 134,4291 134,4291 40,32872 80,65743 88,5 177 100 147,5

0,3755 0,0751 60,71808 60,71808 18,21542 36,43085 88,5 177 100 147,5

(41)

31 Lampiran 9 Dokumentasi observasi lapang

(b) Ikan Tongkol

(c) Pelelangan Ikan

(a) Alat Tangkap Payang

(d) Kapal 5 GT

(42)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Agustus 1993 dari pasangan Bapak Abdullah dan Ibu Misna. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang dijalani diawali di TK Al-ittihadiyah Jakarta dan lulus di tahun 1999. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 02 Jakarta dan lulus di tahun 2005, Pada tahun 2005- 2008, penulis meneruskan pendidikan di SMP Negeri 166 Jakarta. Berikutnya pada tahun 2008-2011 menempuh pendidikan di SMA Negeri 109 Jakarta. Pada tahun 2011, penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan dan diterima sebagai mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Badan Ekekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama sebagai staff Informasi dan Jurnalistik periode 2011-2012, Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (Himasper) sebagai divisi informasi dan komunikasi periode 2010-2011 dan divisi sport and art periode 2012-2013, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa sebagai staff kementerian apresiasi dan olahraga periode 2013-2014, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa sebagai sekretaris kementerian apresiasi dan olahraga periode 2014-2015. Selain itu, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitian seperti MPKMB, OMBAK, PORIKAN, Festival Air, OMI dan lain-lain. penulis juga aktif mengikuti beberapa seminar di lingkungan kampus IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judu “Faktor-faktor input bagi pengelolaan sumber daya ikan Tongkol (Euthynnus affini) di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi’’ penulis dibimbing oleh Dr

Ir Luky Adrianto, MSc dan Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Rangkuman kebutuhan dan analisis data
Gambar 3 Penentuan panjang total (A-B) Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)   ̅(TL = 63 cm) Sumber : Data Primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa media filtrasi berupa kombinasi adsorben yang digunakan dalam penelitian ini terbukti dapat

Warna yang digunakan untuk menggambarkan kebebasan dan kegembiraan sekaligus mengacu pada keteraturan dan kombinasi warna (karakter creative and eye cathcing interior pada

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pelaksanaan pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

Dasar hukum yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara tentang cerai gugat nomor 1718/Pdt.G/2017/PA.Mdn dalam menggunakan hak ex officio, hakim menggunakan hak

Mencermati adanya pengelompokan yang dilakukan oleh Bapepam untuk jenis-jis saham yang mempunyai kinerja perusahaan yang baik kedalam MBX dan saham-saham yang kinerja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar pengaruh masing-masing faktor kecerdasan emosi yang diantaranya kesadaran diri, kontrol diri, motivasi diri, empati

Setelah menentukan kriteria dalam menentukan program Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Desa Terbaik di Tingkat Kecamatan maka langkah selanjutnya Membuat matriks

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang perancangan media interaktif Logika Pemograman untuk menarik minat belajar siswa menggunakan aplikasi Adobe