• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KINERJA DAN PRODUKTIVITAS HIJAU

RANTAI PASOK KEDELAI DI PROVINSI BANTEN

FAISAL PRATAMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

FAISAL PRATAMA. Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten. Dibimbing oleh MARIMIN dan M.ARIF DARMAWAN.

Kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai merupakan dua hal yang terus dievaluasi dan diperbaiki oleh stakeholder terkait. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas yang paralel dengan pendekatan lingkungan dalam mewujudkann produksi yang berkelanjutan. Penelitian ini menerapkan analisis kinerja berdasarkan model supply chain operations reference (SCOR) dan integrasi pengukuran dengan data envelopment analysis (DEA). Pengukuran produktivitas hijau current state menggunakan metode green productivity index (GPI). Pengukuran kinerja menunjukkan nilai untuk sektor hulu dan hilir berturut turut sebesar 69.75 dan 88.50. Pengukuran produktivitas diperoleh nilai GPI pada sektor hulu dan hilir berturut-turut sebesar 11.38 dan 0.12. Alternatif strategi dikemukakan terhadap kedua unit sektor yang dikembangkan berdasarkan pendapat pakar. Metode analytical hierarchy process (AHP) digunakan untuk mensintesis pendapat pakar. Alternatif strategi terpilih sebagai pertimbangan pendekatan produktivitas hijau adalah penggunaan jerami untuk menghadang gulma dengan bobot 0.35 untuk sektor hulu dan strategi penggunaan kedelai lokal dengan bobot 0.33 untuk sektor hilir. Alternatif strategi yang disimulasikan pada sektor hilir mampu meningkatkan GPI hingga 14.76. Simulasi alternatif strategi di sektor hilir tidak sejalan dengan pendapat pakar, hasil tertinggi peningkatan GPI ditempati oleh alternatif pemanfaatan limbah cair dengan nilai GPI sebesar 0.38. Kata kunci: AHP, GPI, kedelai, produktivitas hijau, SCOR.

ABSTRACT

FAISAL PRATAMA. Increasing The Performance and Green Productivity of Soybean Supply Chain at Banten Province. Supervised by MARIMIN and M. ARIF DARMAWAN.

(6)

strategy of using local soybean with weights 0.33 for the downstream sector. The strategies were simulated to the downstream sector can increase up to 14.76 GPI. Simulation of alternative strategic in the downstream sector was not in line with expert opinion. The highest yield increase of GPI occupied by the use of waste water alternative with GPI value 0.38.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENINGKATAN KINERJA DAN PRODUKTIVITAS HIJAU

RANTAI PASOK KEDELAI DI PROVINSI BANTEN

FAISAL PRATAMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten

Nama : Faisal Pratama NIM : F34110034

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Marimin, MSc Pembimbing I

M. Arif Darmawan, STP MT Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten.

Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan serta bimbingan dari banyak pihak. Maka dari itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, khususnya kepada:

1. Prof Dr Ir Marimin, MSc selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah.

2. M. Arif Darmawan, STP MT selaku dosen pembimbing kedua atas segala waktu yang diberikan dalam memberikan bimbingan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

3. Dr. Ir. Faqih Udin MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

4. Bapak Kardiono selaku partner riset yang memberikan rekomendasi serta bantuan informasi selama melakukan penelitian di Banten.

5. Bapak Rusmin beserta bapak/ibu petani anggota kelompok tani Sukatani I yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian.

6. Bapak Budi dan karyawannya di pabrik Tahu Kramatwatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian.

7. Bapak Suhaeri, Bapak H. TB. Mu’min, Bapak Yoni AT, Bapak Kostaman, Bapak Viktor Siagian, dan Ibu Resmayeti yang telah menjadi narasumber pakar dalam penelitian ini.

8. Kedua orang tua penulis Buya Edi Prayitno dan Ummi Eli Hardiani atas doa serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Kepada kedua Adik penulis Dimas Hardiansyah dan Muhammad Raihan Pramudya yang memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

9. Rizqah Wahidah Pangestu atas doa dan dukungannya kepada penulis. 10.Keluarga besar TINFORMERS (TIN 48), yang senantiasa berbagi ilmu

selama kegiatan perkuliahan di Fakultas Teknologi Pertanian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Pertanyaan Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

METODE 3

Kerangka Pemikiran 3

Tata Laksana Penelitian 3

Pengumpulan dan Pengolahan Data 3

Tahap Analisis Rantai Pasok 6

Tahap Pengukuran dan Peningkatan Kinerja 6

Tahap Pengukuran Produktivitas 8

Tahap Peningkatan Produktivitas 9

Perancangan Aplikasi Pendukung Analisis 9

Waktu dan Tempat Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Analisis Rantai Pasok Kedelai 11

Struktur Rantai Pasok 11

Proses Bisnis 15

Sumber Daya Rantai Pasok 17

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Kedelai 18

Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok Kedelai 22

Unit Sektor Hulu 22

(14)

Pengukuran Produktivitas Hijau 23

Analisis Tujuh Sumber Pembangkit Limbah 23

Perhitungan Dampak Lingkungan 25

Perhitungan Indikator Ekonomi 25

Perhitungan GPI 25

Pemilihan Alternatif Strategi Peningkatan Produktivitas Hijau 27 Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hulu 27 Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hilir 29 Perangkat Lunak Pendukung Analisis Sistem Penunjang Keputusan 30

Subsistem Informasi Rantai Pasok Kedelai 31

Subsistem Perhitungan Kinerja 32

Subsistem Perhitungan Produktivitas Hijau 33

Verifikasi dan Validasi 34

Implikasi Manajerial 34

SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

RIWAYAT HIDUP 56

DAFTAR TABEL

1. Perbandingan karakteristik biji kedelai lokal dan impor 12

2. Spesifikasi persyaratan mutu biji kedelai 13

3. Profil kontrol unit sektor hulu (kelompok tani) 16

4. Profil kontrol unit sektor hilir (IKM tahu) 16

5. Klasifikasi nilai standar kinerja 20

6. Rincian perhitungan kinerja sektor hulu 20

7. Rincian perhitungan kinerja sektor hilir 21

8. Data nilai unit, target, dan potential improvement 21 9. Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hulu (budidaya

kedelai) 23

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir penelitian 5

2. Kerangka analisis manajemen rantai pasok 6

3. Ruang lingkup SCOR 7

4. Model DEA 7

5. Tahapan pengukuran produktivitas hijau 8

6. Konfigurasi sistem pendukung analisis 10

7. Mekanisme rantai pasok kedelai 11

8. Perbedaan rantai pasok kedelai lokal (a) dan impor (b) (Bappenas 2013) 14 9. Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai 15

10. Bobot struktur SCOR-AHP 19

11. Current-state green value stream map 26

12. Future-state green value stream map 28

13. Hasil perbaikan GPI dari kondisi awal oleh tiap alternatif strategi sektor

hulu 29

14. Perbandingan strategi produktivitas sektor hilir 30

15. Tampilan header dinamis website 31

16. Laman pilihan subsistem kinerja (a) dan fragmen subsistem

perhitungan kinerja hilir (b) 32

17. Fragmen input perhitungan produktivitas hijau sektor hilir 33

DAFTAR LAMPIRAN

1. Struktur hirarki SCOR untuk pengukuran kinerja rantai pasok kedelai 39 2. Klasifikasi faktor metrik kinerja dan teknik perhitungan metrik kinerja 40

3. Skema tahapan peningkatan produktivitas 41

4. Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hulu 42 5. Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hilir 43 6. Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hulu 44 7. Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hilir 45 8. Rincian biaya produksi biji kedelai kering dan perhitungan indikator

ekonomi sektor hulu (current state) 46

9. Rincian biaya produksi tahu putih dan perhitungan indikator ekonomi

sektor hilir (current state) 46

10. Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap

level sektor hulu 47

11. Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap

level Sektor Hilir 48

12. Sequence diagram 49

13. Data flow diagram (DFD) level 0 dan level 1 49

14. Tampilan aplikasi web IndoKedelai 50

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max) ialah komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia sebagai salah satu sumber utama protein nabati (Widyasari et al. 2012). Kedelai telah dikenal masyarakat Indonesia serta pemanfaatannya sudah sangat beragam untuk menjadi produk pangan khususnya tahu dan tempe (Rante 2013). Data Badan Pusat Statistik (2014) menyebutkan bahwa produksi kedelai Indonesia tahun 2013 sebesar 780.16 ribu ton biji kering, menurun sebesar 62.99 ribu ton (7.47 %) dibandingkan tahun 2012. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi di wilayah Jawa sebesar 81.69 ribu ton, meskipun di luar Jawa terjadi peningkatan sebesar 18.70 ribu ton. Penurunan tersebut terjadi akibat luas panen menurun seluas 16.83 ribu hektar (2.96 %) dan penurunan produktivitas sebesar 0.69 kuintal/hektar (4.69 %). Banten sebagai daerah yang menyumbang produksi 6 384 ton kedelai pada tahun 2014 dengan tingkat produktivitas sebesar 13.26 kuintal/ha masih berada di bawah rata-rata produktivitas nasional yaitu sebesar 15.51 kuintal/ha (BPS 2014).

Dari segi konsumsi kedelai, daerah perkotaan dan pedesaan terus meningkat tiap tahunnya. Bappenas (2013) melaporkan peningkatan konsumsi total kedelai mencapai 12.89 ton per tahun dengan laju defisit 32 % per tahun. Adanya defisit kebutuhan kedelai tersebut dipenuhi melalui impor kedelai sebanyak lebih dari 1 juta ton tiap tahunnya (Facino 2012) atau sekitar 60% dari kebutuhan seluruhnya (Supadi 2009).

Peningkatan produksi kedelai nasional dilakukan melalui beberapa strategi, salah satunya adalah peningkatan produktivitas (Kementrian Pertanian 2014). Rendahnya tingkat produktivitas dapat memengaruhi tingkat profitabilitas seluruh pelaku rantai pasok. Kinerja atau performa rantai pasok mengambil andil besar dalam menciptakan kondisi perbaikan produktivitas. Tujuan jangka pendek perbaikan kinerja organisasional dalam manajemen rantai pasok adalah peningkatan produktivitas, mengurangi inventori, dan mengurangi waktu siklus (Suhong et al. 2014). Dalam rangka memperbaiki kinerja rantai pasok dibutuhkan pengukuran kinerja rantai pasok sebagai kunci untuk dapat terus mengevaluasi dan memperbaiki kinerja rantai pasok (Marimin dan Maghfiroh 2010). Monczka et al. (2011) menyampaikan bahwa tujuan pengukuran kinerja yaitu untuk menyediakan data dan fakta serta untuk mengkomunikasikan kebutuhan kepada anggota rantai pasok lainnya sehingga didapatkan celah perubahan dan dapat dilakukan perbaikan berkelanjutan.

(18)

2

untuk mengatur keberlanjutan proses yang efisien dengan berfokus pada pengurangan "limbah hijau" yang berdampak terhadap lingkungan.

Beberapa penelitian telah dilaksanakan untuk menganalisis kinerja dan peningkatan produktivitas hijau. Feifi (2008) menganalisis kinerja manajemen rantai pasok kedelai edamame dan merumuskan strategi peningkatannya menggunakan metode balance scorecard. Setiawan (2009) juga melakukan hal yang sama namun dengan metode berbeda yaitu supply chain operation reference (SCOR) pada komoditas sayuran. Penelitian mengenai peningkatan produktivitas dengan pendekatan green productivity dilakukan oleh Darmawan et al. 2012) pada sektor produksi karet alam dan Marimin et al. (2014) pada rantai pasok karet alam.

Penelitian terdahulu cenderung dilakukan secara terpisah dengan mengkhususkan pada kinerja atau produktivitas terhadap komoditas yang berbeda-beda. Penelitian yang terintegrasi antara kinerja dan produktivitas rantai pasok khususnya pada komoditas kedelai di satu daerah belum dilakukan. Analisis secara komprehensif serta perumusan strategi kinerja dan produktivitas hijau penting dilakukan pada rantai pasok kedelai di Provinsi Banten sebagai ruang lingkup penelitian ini.

Peningkatan kinerja dan produktivitas akan sejalan dengan peningkatan nilai jual komoditas maupun produk berbasis kedelai. Melalui penelitian ini pula permasalahan mengenai dimensi organisasi, ekonomi, dan lingkungan dapat diintegrasikan secara harmonis demi mencapai tujuan yang sejalan. Penelitian ini diharapkan mampu mensintesis solusi optimal peningkatan kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Pertanyaan Penelitian

Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab agar dapat menyelesaikan permasalahan berdasarkan latar belakang yang teridentifikasi antara lain:

1. Bagaimana mekanisme rantai pasok kedelai di Provinsi Banten? 2. Bagaimana kondisi kinerja rantai pasok kedelai di Provinsi Banten? 3. Bagaimana strategi yang dapat memperbaiki kinerja rantai pasok kedelai? 4. Bagaimana produktivitas hijau rantai pasok kedelai di Provinsi Banten? 5. Bagaimana strategi terbaik konsep green productivity yang dapat

diimplementasikan untuk perbaikan produktivitas?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi mekanisme rantai pasok kedelai dan mengukur kinerja rantai pasok kedelai pada mata rantai suplai kedelai dan IKM tahu di Provinsi Banten.

2. Merumuskan strategi peningkatan kinerja di unit rantai pasok kedelai. 3. Membuat green value stream mapping (Green VSM) dalam proses budidaya

kedelai dan produksi di IKM tahu Provinsi Banten.

(19)

3

Ruang Lingkup Penelitian

Fokus penelitian ini adalah pengukuran kinerja rantai pasok serta pengembangan strategi peningkatan produktivitas rantai pasok kedelai berbasis produktivitas hijau pada sektor hulu dan hilir kedelai. Cakupan rantai pasok dalam penelititan ini diawali dari proses budidaya dan pasca panen kedelai yang dilakukan oleh kelompok tani Sukatani I di Kecamatan Cikeusal, Serang.

Rantai industri hilir dilanjutkan pada pengerajin tahu yang berlokasi di Kecamatan Kramatwatu, Serang. Penelitian dibatasi pada produk tahu putih yang diproduksi pengerajin tahu serta kedelai yang dihasilkan oleh kelompok tani dari Januari hingga April 2015.

METODE

Kerangka Pemikiran

Proses peningkatan kinerja dan produktivitas hijau rantai pasok kedelai dimulai dengan pengumpulan data pada anggota rantai pasok kedelai baik rantai hulu maupun hilir. Pengukuran kinerja rantai pasok berdasarkan model SCOR kemudian dilakukan terhadap proses make pada supplier kedelai yaitu Kelompok Tani Sukatani I dan proses make pada industri pengolahan kedelai yaitu IKM tahu Kramatwatu. Pengukuran seven green waste dilakukan untuk didapatkan current state dari produktivitas hijau rantai pasok kedelai.

Peningkatan produktivitas hijau dilakukan dengan pertimbangan pakar dengan berbagai kombinasi alternatif perbaikan atas kondisi current state yang didapatkan. Implikasi strategi pada dua subsistem peningkatan kinerja dan peningkatan produktivitas kemudian diakumulasi sebagai hasil analisis strategi yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Tata Laksana Penelitian

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data primer yang berupa data kualitatif dan kuantitatif diperoleh dengan cara wawancara mendalam, observasi lapang, serta dokumentasi. Data primer yang tidak tersedia atau sulit diukur didukung dengan data sekunder yang berasal dari dinas terkait berupa artikel dan jurnal ilmiah. Data primer dan data sekunder yang diperlukan pada penelitian ini diantaranya:

1. Data konfigurasi rantai pasok meliputi struktur, proses bisnis, sumber daya dan manajemen rantai pasok. Data-data pendukung lain seperti produksi dan konsumsi kedelai nasional, data standar kualitas kedelai, data perbandingan karakteristik kedelai varietas lokal dan impor, data produksi tahu, serta data pendukung lainnya.

2. Data pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan menggorganisir pendapat pakar yang bersifat data primer kualitatif.

(20)

4

4. Data primer tujuh sumber pembangkit limbah yaitu energi (kWh), penggunaan air (m3), produksi sampah (kg), penggunaan material (kg), transportasi (km), emisi (kg CO2 eq), serta biodiversits (ha).

5. Data hasil produksi, kebutuhan bahan baku, data jumlah dan upah tenaga kerja langsung, data harga produk, dan data bahan input tambahan lain pada baik pada sektor hilir maupun hulu rantai pasok untuk pengukuran indikator ekonomi.

6. Data-data sekunder baik empirik maupun teoritis sebagai acuan simulasi strategi perbaikan produktivitas hijau.

7. Data bobot dan rating oleh pakar terhadap strategi peningkatan produktivitas rantai pasok kedelai.

Data-data yang diperlukan diatas dikumpulkan melalui empat cara, yaitu: 1. Studi pustaka, diperlukan untuk mempelajari konsep manajemen rantai pasok

kedelai, konsep pengukuran dan perumusan strategi peningkatan kinerja dan produktivitas hijau rantai pasok.

2. Observasi lapang, yaitu melihat langsung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan manajemen, proses bisnis, sumber daya, dan aktivitas rantai pasok. 3. Wawancara diperlukan untuk memperoleh informasi yang akurat dan

mengklarifikasi permasalahan yang ditemukan di lapangan baik kepada praktisi ataupun akademisi.

4. Opini pakar, merupakan data yang diperoleh langsung dari pakar melalui alat ukur berupa kuesioner. Berikut adalah pakar yang dilibatkan pada penelitian ini terdiri dari kalangan praktisi dan akademisi:

a. Kardiono STP, MSi. Peneliti Muda Balai Pengkajian teknologi Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang rantai pasok kedelai dan menentukan bobot strategi perbaikan kinerja rantai pasok kedelai.

b. Ir. Resmayeti Purba MSi. Peneliti Utama Balai Pengkajian teknologi Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang agronomi tanaman kedelai dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hulu.

c. Ir. Victor Siagian MSi. Peneliti Muda Balai Pengkajian teknologi Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang sosial ekonomi komoditas kedelai dan menentukan bobot atribut SCOR.

d. Kostaman SP, MM. Pelaksana seksi produksi Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi Banten sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hulu.

e. H. TB. Mu’min, Kabid Pengembangan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hilir.

f. Drs. Yoni AT, Bendahara Primkopti Kabupaten Serang, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hilir.

(21)

5 h. Budi Hartawan, Pemilik IKM Tahu di Kramatwatu, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot SCOR dan strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hilir.

i. A. Rusmin, Ketua Kelompok Tani Sukatani 1, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot SCOR dan strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hulu.

Pengolahan data primer dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 untuk pengolahan data kuantitatif berupa aritmatika. Perangkat lunak ExpertChoice ver. 11.0 digunakan untuk mensintesis data kualitatif pendapat pakar. Pengolahan perbandingan referensi dilakukan oleh perangkat lunak frontier4.01 untuk didapatkan persentase peluang perbaikan kinerja. Pengembangan perangkat lunak pendukung dimodelkan menggunakkan Power Designer16.5. Pembuatan program menggunakan Dreamweaver CS6 dengan bahasa pemrograman HTML 5, CSS 3, serta PHP.

Pengukuran kinerja rantai

pasok Perancangan

metrik pengukuran kinerja (SCOR)

Penentuan bobot metrik

pengukuran (AHP)

Pengukuran produktivitas hijau rantai pasok kedelai

Peningkatan produktivitas rantai

pasok kedelai

Perumusan Implikasi Manajerial Mulai

Analisis rantai pasok

Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Kedelai

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian Identifikasi

Struktur

Identifikasi Proses Bisnis

Identifikasi Manajemen

(22)

6

Tahap Analisis Rantai Pasok

Deskripsi dan analisis rantai pasok dilakukan dengan identifikasi empat elemen rantai pasok (Van der Vorst 2006). Empat elemen dasar rantai pasok yang saling terkait adalah elemen struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumberdaya rantai pasok (Van der Vorst 2006; Abror 2011). Kerangka analisis manajemen rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 2.

Struktur jaringan rantai pasok dijelaskan melalui dua komponen yaitu anggota rantai dan entitas rantai. Melalui identifikasi anggota rantai akan didapatkan aliran komoditas dari hulu sampai hilir serta bentuk kerjasama antar anggota. Menurut Syafi (2009), entitas rantai pasok dijelaskan sebagai elemen-elemen di dalam rantai pasok yang menstimulasi terjadinya proses bisnis. Elemen-elemen tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder, dan situasi persaingan.

Manajemen rantai menjelaskan struktur hubungan dalam rantai pasok, kesepakatan kontraktual yang terjalin, system transaksi yang berlaku, serta dukungan dari pemerintah. Pada proses bisnis, Chopra dan Meindl (2007) menjelaskan bahwa proses-proses dalam rantai pasok dapat diidentifikasi dari sudut pandang tinjauan siklus yang dibagi kedalam beberapa rangkaian siklus dan tinjauan dorong/tarik (push/pull view). Elemen sumber daya rantai digunakan untuk meninjau potensi yang dimliki anggota rantai meliputi aspek sumber daya fisik, teknologi, SDM, dan modal (Syafi 2009).

Tahap Pengukuran dan Peningkatan Kinerja

Tahapan pengukuran kinerja dilakukan berdasarkan model SCOR versi 11.0. SCOR didasarkan pada lima proses manajemen yang berbeda, yaitu Perencanaan, Sumber pasokan, Produksi, Distribusi dan Pengembalian. Kelima proses tersebut membentuk tingkat atas dari model SCOR. Setiap proses selanjutnya didekomposisi menjadi tingkat yang lebih rendah (Batuhan et al. 2011).

(23)

7 Pengembangan hirarki dan pembobotan melalui pendapat pakar dan disintesis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) serta bantuan perangkat lunak ExpertChoice11. Pemilihan metrik kinerja rantai pasok kedelai dilakukan dengan pendekatan AHP. Struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok kedelai terdiri atas level 1 yaitu tipe proses bisnis, level 2 yaitu parameter kinerja, level 3 yaitu atribut kinerja dan level 4 yaitu metrik kinerja . Keempat level hirarki tersebut mengikuti arahan pembaruan model SCOR versi 11.0. Hirarki pembobotan metrik pengukuran rantai pasok kedelai dengan pendekatan SCOR dapat dilihat pada Lampiran 1. Klasifikasi faktor Metrik Kinerja dan Teknik Perhitungan Metrik Kinerja dapat dilihat pada Lampiran 2.

Ruang lingkup pengukuran kinerja rantai pasok kedelai pada penelitian ini mencakup proses make pada supplier dan proses make pada industri. Supplier yang dimaksud disini adalah kelompok tani yang memproduksi biji kedelai lokal dan dilanjutkan rantainya pada industri pengolahan kedelai yaitu pengerajin tahu. Ruang lingkup SCOR yang akan dianalisis pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.

Penilaian terhadap tiap metrik kinerja dilakukan untuk mendapatkan akumulasi perhitungan kinerja. Pendekatan yang digunakan adalah metode Data Envelopment Analysis (DEA). Menurut Setiawan (2009), metode ini merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja decision making unit sehingga dapat diketahui efisiensi kinerja organisasi dibanding lainnya. Model DEA dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Ruang lingkup SCOR

1. Siklus pemenuhan pesanan

2. Fleksibilitas terhadap peningkatan kapasitas 3. Daya adaptasi terhadap

peningkatan kapasitas 4. Daya adaptasi terhadap

penurunan kuantitas 5. Biya total rantai pasok 6. Waktu siklus kas 7. Persediaan harian

1. Pemenuhan pesanan sempurna

2. Kinerja pengiriman 3. Kesesuaian dengan

standar/mutu Decision

Making Unit (DMU)

(24)

8

Tahap Pengukuran Produktivitas

Tujuh sumber pembangkit limbah hijau yang terdiri atas pemakaian energi, air, material, sampah, transportasi, emisi, dan biodiversitas dikenal dalam green value stream mapping (Wills 2009). Pemetaan pembangkit limbah ini bertujuan untuk menganalisis potensi perbaikan produktivitas. Dampak lingkungan yang diakibatkan ketujuh variabel dijadikan dasar pengukuran produktivitas yang dibandingkan dengan indikator ekonomi. Produktivitas hijau dinilai dalam GPI. Tahapan pengukuran produktivitas hijau dapat dilihat pada Gambar 5.

1. Perhitungan Dampak Lingkungan

Perhitungan dampak lingkungan dilakukan dengan penjumlahan bobot indikator Green productivity (GP). Menurut Esty et al. (2005), bobot dan indikator GP telah ditentukan oleh pakar dunia yang terangkum dalam Environmental Sustainability Index (ESI). Tiga variabel lingkungan utama terdiri atas variabel pembangkit limbah gas (GWG), padat (SWG), dan konsumsi air (WC). Pada sektor hulu yang menggunakan lahan sebagai sarana produksi ditambahkan satu variabel yaitu penggunaan lahan (LC) yang berdampak pada biodiversitas (Wills 2009).

Penurunan bobot ESI sektor hulu merujuk pada penelitian Marimin et al. (2014) formulasi EI ditunjukkan pada persamaan 1. Perhitungan dampak

Gambar 5 Tahapan pengukuran produktivitas hijau Mulai

Selesai

Economic Indicator Environemntal

Impact

GPI Perhitungan Dampak

lingkungan

Perhitungan tingkat produktivitas

Perhitungan Indeks produktivitas hijau (GPI)

Data Hasil analisis tujuh sumber pembangkit limbah

(Green VSM)

(25)

9 lingkungan yang ditimbulkan proses hilir dihitung dengan mempertimbangkan tiga variabel lingkungan (GWG, SWG, dan WC). Penurunan bobot ESI sektor hilir merujuk pada penelitian Gandhi et al. (2006) dan Darmawan et al. (2012) yang ditunjukkan pada persamaan 2.

EI = 0.375GWG + 0.25WC + 0.125SWG + 0.25LC… (1) EI = 0.17SWG + 0.5GWG + 0.33WC………. (2) Keterangan :

EI = Dampak lingkungan

GWG = Variabel pembangkit limbah gas (kg CO2 eq /basis)

SWG = Variabel pembangkit limbah padat (kg/basis) WC = Konsumsi air (kg/basis)

LC = Penggunaan lahan (ha/basis)

2. Perhitungan Indikator Ekonomi dan Indeks GPI

Indikator ekonomi pada sektor hulu merupakan perbandingan perolehan pendapatan satu ton produk kedelai dengan biaya produksinya. Sedangkan indikator ekonomi sektor hilir merupakan perbandingan perolehan pendapatan per 100 kg basis produksi kedelai dengan biaya pembuatan tahu. GPI didefinisikan sebagai rasio perbandingan tingkat produktivitas (indikator ekonomi) unit usaha dengan dampak lingkungan atau Environmental Impact (EI) yang dihasilkan dari proses budidaya dan pasca panen kedelai. Produktivitas hijau untuk rantai pasok kedelai pada tahap current state dapat dihitung dari perolehan kedua variabel GPI tersebut. Hur et al. (2004) merumuskan GPI yang ditunjukkan pada persamaan 3.

GPI = Productivity/Environmental Impact……… (3)

Tahap Peningkatan Produktivitas

Setelah diketahui kondisi awal produktivitas hijau, dilakukan tahapan peningkatan produktivitas dengan pendekatan GP. Strategi peningkatan produktivitas dan alternatifnya ditentukan berdasarkan pendapat ahli yang disusun sebagai struktur proses hirarki analitik (AHP). Penyusunan model AHP dan pembobotan dilakukan oleh pakar yang terdiri atas pakar budidaya kedelai dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten, Primkopti Serang, Banten, pakar Dinas Pertanian Provinsi Banten, pelaku usaha IKM tahu, dan ketua kelompok tani kedelai. Berdasarkan bobot strategi alternatif tertinggi kemudian disusun beberapa alternatif strategi khusus. Masing-masing alternatif strategi perbaikan kemudian dihitung perubahan nilai indeks GP yang diberikan. Skema tahapan peningkatan produktivitas pada penelitian ini ditunjukkan pada Lampiran 3.

Perancangan Aplikasi Pendukung Analisis

(26)

10

untuk meninjau kondisi sistem dan melakukan pengambilan keputusan secara lebih cepat.

Rancangan konfigurasi sistem mulai dari perngkat lunak antarmuka terdiri dari sistem manajemen dialog, sistem pengolahan terpusat, Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) dan Sistem Manajemen Basis Model (SMBM). SMBM akan menyediakan perhitungan dan pembandingan hasil perhitungan berdasarkan strategi untuk kemudian pengguna dapat memilih strategi yang terbaik dan viabel untuk dilterapkan. Konfigurasi sistem pendukung analisis dapat dilihat pada Gambar 6.

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan pengumpulan informasi rantai pasok kedelai sektor hulu dilakukan di lahan tanam kedelai Kecamatan Cikeusal, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) serta Dinas Pertanian Pemprov Banten. Sementara itu, kegiatan pengumpulan informasi mengenai rantai pasok hilir industri kedelai dilakukan di pengrajin tahu Kecamatan Kramatwatu, Perum Bulog, Primkopti Serang dan Bogor, serta Disperindag Pemprov Banten. Adapun tempat pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian dilakukan di lingkungan kampus Dramaga, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Februari sampai Juni 2015.

Pengguna

Sistem Manajemen Dialog Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Basis

Data

 Data nilai atribut kinerja  Data tujuh sumber

pembangkit limbah  Data penilaian pakar  Data perhitungan kinerja  Data perhitungan

produktivitas hijau  Data hasil perbandingan

strategi

 Data hasil penilaian pakar

Sistem Manajemen Basis Model

 Model perhitungan kinerja

 Model identifikasi tujuh sumber pembangkit limbah

 Model penilaian pakar  Model simulasi alternatif

(27)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Rantai Pasok Kedelai

Struktur Rantai Pasok

Struktur rantai pasok kedelai memiliki dua anggota utama yang menjadi pusat aktivitas rantai pasok. Kelompok tani sebagai anggota utama pemroduksi biji kedelai menjadi pusat kegiatan rantai pasok dari sektor hulu. Industri kecil dan menengah (IKM) pada sektor hilir, dalam hal ini adalah IKM produk tahu, sebagai salah satu anggota utama yang memberikan nilai tambah pada biji kedelai. Kelompok tani didukung pemerintah atau secara swadaya menyediakan kebutuhan produksinya dengan melakukan pengadaan alat dan mesin pertanian serta bibit unggul yang berhubungan langsung dengan anggota rantai pasok lainnya. Hasil biji kedelai yang diproduksi petani langsung didistribusikan oleh kelompok tani itu sendiri kepada IKM yang melakukan permintaan. Sementara itu, persaingan terjadi antara sumber penyediaan kedelai dari koperasi yang berasal dari importir kedelai dengan kedelai lokal yang langsung dijual oleh petani kepada IKM. Rantai Pasok Kedelai yang teridentifikasi di Provinsi Banten secara umum dapat dilihat pada Gambar 7.

6. Koperasi penyedia peralatan

7. Importir kedelai

(28)

12

Anggota Rantai Pasok

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7, konfigurasi rantai pasok kedelai melibatkan berbagai macam pihak dengan peranan yang berbeda sesuai dengan perspektif masing-masing anggota. Sektor hulu dan hilir sebagai dua perspektif tinjauan rantai pasok menampilkan peranan ganda pada setiap anggota rantai pasoknya. Berikut ini adalah rincian peranan anggota rantai pasok kedelai:

1. Pemasok

Sektor hulu berpusat pada kelompk tani yang memiliki hubungan dengan para pemasok pupuk, pestisida, serta peralatan tani. Bibit kedelai yang diproduksi oleh kelompok tani terlebih dahulu harus disertifikasi oleh badan sertifikasi bibit untuk dapat digunakan. Kelompok tani berperan sebagai pemasok kedelai kepada industri tahu ketika persepektif utama ada di sektor hilir rantai kedelai. Primer koperasi tahu-tempe (Primkopti) pada perspektif sektor hulu berperan sebagai penyalur kedelai impor yang didapat dari importir pihak ketiga. Kedelai impor tersebut disalurkan kepada indusri tahu dan tempe yang menjadi anggota primkopti.

2. Produsen

Kelompok tani berperan sebagai produsen kedelai, sementara itu industri tahu mengonversi kedelai menjadi produk tahu. Kelompok tani memproduksi kedelai biji kering yang telah melalui proses pasca panen. Pusat kegiatan rantai pasok kedelai terletak pada dua unit produksi ini.

3. Distributor

Kelompok tani berperan sebagai distributor hasil produksinya sendiri kepada IKM-IKM yang membutuhkan kedelai khususnya IKM tahu. Industri tahu juga berperan sebagai distributor produknya ke pasar.

4. Ritel dan Konsumen

Produk biji kering tidak memiliki pedagang ritel, sementara itu produk tahu dijual di pasar dan pedagang eceran lainnya yang langsung menyentuh konsumen. Konsumen kedelai lokal hasil produksi kelompok tani adalah industri tahu dan sedikit industri sari kedelai, termasuk kecap. Konsumen tahu adalah rumah tangga, pedagang makanan atau rumah makan.

Entitas Rantai Pasok

1. Produk

Dua produk utama yang dibahas pada penelitian ini adalah biji kedelai kering dan produk tahu putih. Kedelai lokal memiliki kenggulan yang sangat baik dibandingkan dengan kedelai impor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) menyatakan bahwa varietas kedelai lokal galur harapan memiliki kadar protein sebesar 40-44% bobot kering (bk) sementara kedelai impor hanya memiliki kadar protein 35-37% bk. Perbandingan karakteristik biji kedelai varietas yang digunakan oleh kelompok tani Sukatani 1 dengan kedelai impor dapat dilihat pada Tabel 1 dan standar mutu biji kedelai disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Perbandingan karakteristik biji kedelai lokal dan impor Varietas/galur Warna

kulit biji biji (gram)Bobot 100 air (%)Kadar Protein (% bk) Lemak (% bk) Anjasmoro Kuning 14.8-15.3 11.0 41.8-42.1 17.2-18.6 Kedelai impor Kuning 15.8-16.8 12.1 35.0-36.8 21.4-21.7

(29)

13

Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu biji kedelai

Jenis uji Satuan Persyaratan umum

I II III IV

Kadar air % Maks. 13 Maks. 14 Maks. 14 Maks. 16

Butir belah % Maks. 1 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 5

Butir rusak % Maks. 1 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 5

Butir warna lain % Maks. 1 Maks. 3 Maks. 5 Maks. 10

Kotoran % Maks. 0 Maks. 1 Maks. 2 Maks. 3

Butiran keriput % Maks. 0 Maks. 1 Maks. 3 Maks. 5

Sumber: BSN 1995 (SNI 01-3922-1995)

Menurut Raharja et al. (2012), kedelai yang diperlukan untuk produksi tahu adalah kedelai dengan kadar protein tinggi dengan kadar lemak rendah. Kedelai lokal memenuhi kriteria tersebut. Disamping itu, ukuran biji kedelai lokal yang kecil mempermudah ekstraksi karena luas permukaannya lebih besar sehingga rendemen tahu yang dihasilkan lebih besar. Kedelai yang digunakan untuk membuat tahu adalah kedelai impor dengan campuran kedelai lokal apabila tersedia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) mengatakan bahwa pengerajin tempe dan tahu cenderung memilih kedelai impor karena ketersediaan pasokan bahan bakunya terjamin.

Tahu yang diproduksi oleh IKM Kramatwatu adalah jenis tahu putih. Tahu putih atau tahu cina memiliki tekstur yang padat. Dalam pembuatannya digunakan biang (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelai. Tahu yang diproduksi oleh IKM kramatwatu masih menggunakan kedelai impor karena ketersediaan kedelai lokal yang tidak kontinyu.

2. Pasar

Permintaan kedelai di Indonesia setiap tahun meningkat 12.89 ton per tahun (Bappenas 2013). Peluang penerimaan hasil produksi kedelai petani juga sangat besar apabila hasil produksi tersebut dikelola dan didistribusikan dengan baik. Keseluruhan hasil produksi kedelai terserap oleh industri kecil dengan distribusi atau penjualan langsung sehingga petani tidak terlindungi. Sementara itu, di sektor hilir, produksi tahu juga terus meningkat bahkan pada waktu-waktu tertentu permintaan produk tahu di pasaran dapat melonjak hingga dua kali lipat. Pasar tahu tradisional memiliki konsumen tetap dari rumah tangga maupun pengusaha rumah makan. IKM tahu kramatwatu juga memiliki outlet penjualan tahu yang dikelola sendiri selain mendistribusikannya langsung ke pasar tradisional dan retail.

3. Stakeholder

(30)

14

utama dan bukan lahan peralihan. Balai sertifikasi benih berperan untuk menguji bibit kedelai yang ditangkarkan petani untuk dapat digunakan secara massal. Beberapa bibit varietas unggul juga telah diturunkan kepada petani melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Dinas Pertanian.

Stakeholder yang berperan pada sektor hilir adalah industri IKM tahu sebagai unit produksi dengan pasokan kedelai utama dari Primkopti. Kedelai tersebut berasal dari Benua Amerika yang diimpor oleh Primkopti dan importir pihak ketiga yang berpusat di Jakarta. Distribusi kedelai langsung dilakukan ke cabang primkopti dan dari primkopti ke anggota koperasi.

4. Situasi Persaingan

Menurut Bappenas (2013), setelah harga kedelai sempat melambung terlalu tinggi karena kekurangan pasokan, pada bulan Oktober 2013 Menteri Keuangan mengambil kebijakan menghapus hambatan masuk (entry barriers) dan penghapusan kuota impor yang tertuang dalam Permenkeu No. 133/PMK.011/2013. Sementara untuk mencegah jatuhnya harga kedelai lokal sekaligus mendorong petani untuk tertarik menanam kedelai, diterbitkanlah Permendag No:59/M-DAG/PER/9/2013, yang menetapkan harga pembelian kedelai sebesar Rp 7 400/kg. Keberadaan kedelai impor yang bebas masuk ke Indonesia memiliki dampak menekan pada petani kedelai. Pendeknya rantai pasok kedelai impor dibandingkan kedelai lokal juga menjadi sebab sulitnya kedelai lokal menembus pasar kedelai. Perbedaan rantai pasok kedelai lokal dan impor dapat dilihat pada Gambar 8.

Petani

Pedagang pengumpul Pedagang besar lokal

Pengecer Konsumen kedelai

Pedagang besar antar

daerah

Bulog Primkopti

Perajin tahu/tempe

Konsumen tahu/tempe

KOPTI Perajin tahu/tempe

Impor Bulog Pedagang besar

Importir swasta (a)

(b)

(31)

15 Peta persaingan produk tahu putih tradisional adalah persaingan kawasan. Terdapat lebih dari 25 IKM sejenis yang menargetkan pasar di wilayah yang sama yaitu pasar Kramatwatu dan Cilegon. Konsumen tahu bebas memilih produk dari pabrik manapun. Pada aspek pesaing baru, menurut Tandian dan Praptiningsih (2013) menjelaskan bahwa tidak ada barriers of entry baik dari pemerintah maupun dari asosiasi usaha. Pasar tahu tradisonal masih tetap kuat meskipun tahu-tahu kualitas tinggi mulai tersedia di pasar modern.

Proses Bisnis

Abror (2011) menyatakan bahwa proses tarik diawali karena adanya pesanan konsumem, sedangkan proses dorong dilaksanakan sebagai antisipasi pesanan konsumen. Chopra dan Meindl (2007)menerangkan bahwa proses dorong (push) berlangsung pada kondisi yang tidak pasti dengan menawarkan hasil produksi kepada konsumen, sedangkan proses tarik dilakuan untuk merespon permintaan konsumen. Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai dijelaskan pada Gambar 9.

Kelompok tani melakukan penawaran langsung kepada industri tahu untuk menjual biji kedelai kering mereka. Apabila terjadi kesepakatan terkait jumlah dan kualitas kedelai maka dilanjutkan ke proses pembelian. Di sektor hilir, tahu yang telah diproduksi ditawarkan kepada pedagang besar di beberapa pasar sekitar pabrik. Terdapat pula mitra-mitra pedagang yang telah memiliki kerjasama dengn pabrik untuk melakukan pengadan tahu secara rutin. Pada ingkat ritel, pull atau permintaan dilakukan dengan mekanisme pembelian langsung di pasar tradisional. Selanjutnya ritel atau pedagang eceran melakukan penawaran atau push kepada konsumen.

Kelompok

Siklus procurement Siklus

manufacturing

(32)

16

Struktur Manajemen menerangkan aspek tindakan pada setiap tingkatan manajemen di dalam rantai pasokan (Syafi 2009). Di dalam rantai pasok kedelai unit kelompok tani sebagai produsen sekaligus supplier kedelai kepada unit sektor hilir yaitu industri tahu. IKM tahu berperan sebagai unit perantara yang menghubungkan petani kedelai dengan pasar melalui konversi produk dan pemberian nilai tambah. Kegiatan manajemen yang dilakukan oleh unit sektor hulu dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan unit sektor hilir dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3 Profil kontrol unit sektor hulu (kelompok tani) Kepemilikan

penuh Kepemilikan sebagian Kontrak jangka panjang

Aliansi Hubungan transaksi Input suplai

pertanian √ √

Produksi

pertanian √

Transportasi

masuk √ √

Gudang √ √

Transportasi

keluar √

Ritel/agen √

Kesepakatan kontraktual dibuat untuk menjalin kerjasama jangka panjang antar anggota rantai. Belum ada kesepakatan kontraktual yang dibuat oleh kelompok tani dengan anggota rantai pasok lain. Kelompok tani hanya memiliki kesepakatan jual beli dan bantuan bibit unggul dari pemerintah, sedangkan terkait pengadaan sumber daya produksi dilakukan secara mandiri. Di sektor hilir, kesepakatan kontraktual juga tidak terjadi pada industri tahu, hanya saja terjalin kerjasama yang bersifat kooperatif kenggotaan oleh Primkopti kepada IKM. Sementara itu, kesepakatan kontraktual terjadi pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu antara importir pihak ketiga dengan KOPTI pusat yang menyediakan kebutuhan kedelai impor.

Tabel 4 Profil kontrol unit sektor hilir (IKM tahu) Kepemilikan

penuh Kepemilikan sebagian Kontrak jangka panjang

Aliansi Hubungan transaksi

Input suplai √ √

Produksi √

Transportasi

masuk √

Gudang √

Transportasi

keluar √

(33)

17

Sistem transaksi yang terjadi di setiap unit rantai pasok kedelai cukup sederhana. Pada unit sekor hulu, transaksi terjadi secara cash and carry atau dengan cara membayar langsung untuk mendapatkan kedelai. Cara pembayaran seringkali dilakukan secara bertahap oleh industri yang membeli kedelai dari kelompok tani dalam jangka waktu tertentu. Cara transaksi yang berbeda terjadi apabila IKM membeli bahan baku kedelai dari Primkopti. Keanggotaan IKM pada Primkopti membuat sistem pembayaran juga lebih mudah dan kepastian ketersediaan barang lebih terjamin. Pembayaran dari pedagang pasar dan retailer kepada IKM tahu dilakukan secara cash untuk mendapatkan produk tahu setiap harinya.

Dinas Pertanian dan balai penelitian sebagai instansi pemerintah yang menjalankan mandat terkait kelangsungan pertanian daerah memberikan berbagai macam dukungan kebijakan. Mulai dari pengadaan bibit, bantuan pupuk dan pestisida, alat dan mesin pertanian, serta pelatihan kepada petani. Di sektor hilir, kebijakan pemerintah melalu peraturan menteri perdagangan memberikan jaminan ketersediaan biji kedelai kering untuk mencukupi kebutuhan nasional yang belum terpenuhi yaitu dengan membebaskan bea masuk impor kedelai.

Sumber Daya Rantai Pasok

1. Fisik

Sumber daya fisik rantai pasok kedelai di Provinsi Banten secara keseluruhan meliputi lahan pertanian, infrastruktur jalan, jembatan, sarana dan prasarana transportasi, pasar tradisional serta kawasan industri. Lahan pertanian yang digunakan untuk produksi kedelai di Provinsi Banten tercatat menurun. Luas panen dari 7.93 ribu hektar di tahun 2013 menjadi 4.82 ribu hektar pada 2014 atau menurun sebesar 39.27 persen (BPS 2015). Menyusutnya luas panen kedelai diketahui akibat adanya peralihan komoditas dari kedelai ke komoditas lain terutama jagung oleh petani. Bappenas (2013) menyatakan bahwa terjadinya persaingan antara jagung dan kedelai di lahan sawah, sementara areal tanam kedelai sering kali kalah saing dengan komoditas jagung sebagai pilihan rotasi tanaman di lahan sawah oleh petani.

Lahan di Kabupaten Serang yang digunakan untuk bercocok tanam kedelai sebagian lahannya merupakan tipe tadah hujan. Infrastruktur seperti bendungan dan irigasi belum tersedia. Hal tersebut mempengaruhi produktivitas lahan tanam, khususnya tanaman kedelai yang membutuhkan cukup air. Infrasturktur lain juga belum terpenuhi secara baik utuk menunjang kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai. Akses dari lahan pertanian ke lokasi niaga rata-rata cukup jauh dengan kondisi infrastruktur jalan yang kurang baik.

(34)

18

2. Teknologi

Penerapan teknologi pengolahan tanah, penanaman, perawatan tanaman, pencegahan gulma dan hama, serta pemuliaan bibit sangat penting untuk menjamin keberhasilan panen kedelai. Penyaluran teknologi budidaya kedelai tersebut dilakukan oleh Dinas Pertanian melalui program kerjanya. BPTP sebagai lembaga riset juga terus mengembangkan tekonologi agronomi serta sosial ekonomi untuk perbaikan komoditas kedelai. Namun tidak semua petani di Provinsi Banten menerapkan teknologi tersebut. Pengetahuan petani yang tidak merata menjadi kendala untuk meningkatkan produktivitas kedelai secara serentak. Secara bertahap, penyuluhan dan penyaluran bantuan teknologi tetap dilakukan.

Sektor hilir rantai pasok kedelai membutuhkan penerapan teknologi produksi tahu modern dengan memperhatikan aspek lingkungan. Keberadaan industri kecil yang berproduksi secara sendiri-sendiri mengakibatkan pengawasan dan penerapan produksi berseih terkendala.

3. Sumber Daya Manusia

Sumber daya tani baik yang hanya sebagai buruh tani maupun petani pemilik lahan berhimpun dalam kelompok-kelompok tani. Kelompok tani Sukatani 1 memiliki anggota 25 orang dengan lahan yang dimiliki kelompok tersebut sebesar 20 ha. Pengembangan sumber daya manusia yang terlibat dalam agribisnis kedelai khususnya petani perlu dilakukan. Penyuluhan serta kerjasama antara pemerintah dengan petani untuk menciptakan tata niaga kedelai yang lebih baik akan menarik minat para petani untuk menanam kedelai.

Pelatihan dan pembentukan role model usaha produksi tahu yang terintegrasi secara kawasan dapat mengembangkan produksi dan kualitas tahu. Primkopti juga sebagai paguyuban pengusaha tahu dan tempe memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada karyawan dan juga pemilik usaha untuk perlahan lahan memperbaiki proses produksi dan memperbaiki kualitas tahu hingga pengolahan limbah.

4. Modal

Tingkat pembiayaan modal usaha produksi kedelai cukup besar. Kelompok tani yang tidak memiliki kerjasama dengan pemerintah atau lembaga riset harus memenuhi modal awal secara swadaya. Pembiayaan melalui pinjaman modal dari bank masih cukup sulit diterima oleh petani ditinjau dari aspek kelayakan usaha dan kelayakan aspek keuangan kelompok tani. Kemandirian modal tani secara berkelompok ataupun melalui pembiayaan koperasi tani lebih dipilih daripada pembiayaan modal atau kredit dari bank.

Pengembangan usaha tahu melalui peningkatan modal untuk pabrik masih belum banyak dilakukan oleh pemilik usaha. Pengusaha masih enggan mengembangkan pabriknya baik melalui kredit bank atau dengan modal pribadi. Kondisi margin keuntungan dengan biaya produksi yang tidak besar adalah salah satu alasannya. Bantuan serta pengkondisian oleh pemerintah terkait Industri kecil dan menengah perlu dilakukan untuk mengembangkan usaha tersebut.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Kedelai

(35)

19 dan tidak memiliki persediaan harian untuk memasok karena proses make budidaya yang tergolong lama dan musiman. Data benchmark diperoleh berdasarkan target yang diharapkan oleh unit usaha untuk menghasilkan kinerja antar anggota rantai pasok terbaik. Bobot Struktur SCOR-AHP yang berhasil disintesis dari pakar dapat dilihat pada Gambar 10.

Kelima atribut kinerja yang diturunkan menjadi metrik kinerja telah dinilai secara kualitatif oleh para pakar dengan nilai inconsistency ratio sebesar 0.02 sehigga termasuk konsisten. Nilai bobot atribut kinerja tertinggi yaitu atribut reliabilitas atau kepercayaan disusul atribut biaya rantai pasok. Masing-masing atribut didekomposisi menjadi metrik kinerja yang menjadi variabel penilaian kinerja yang selanjutnya akan dikalkulasikan dengan bobot struktur AHP untuk mendapatkan nilai kinerja.

Hasil pengukuran kinerja melalui sintesis reference comparison dengan benchmark terhadap nilai variabel DEA dan penggunaan bobot AHP dari model SCOR didapatkan nilai kinerja untuk sektor hulu dan hilir berturut turut sebesar 69.75 dan 88.50.

Pengukuran kinerja rantai pasok kedelai dengan pendekatan SCOR®

(1.000)

Perencanaan (0.237) Pengadaan (0.267) Pengolahan (0.249) Distribusi (0.247)

Nilai tambah (0.216) Kualitas (0.522) Resiko (0.262)

Reliabilitas

(36)

20

Nilai kinerja yang didapatkan tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kinerja dengan skala 0 sampai 100. Pembandingan dengan standar kinerja dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian kinerja. Klasifikasi nilai standar kinerja menurut Monczka et al. (2011) dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai kinerja unit sektor hulu dengan nilai 69.75 tergolong dalam kategori sangat kurang, sedangkan nilai kinerja unit sektor hilir tergolong dalam kategori sedang. Rincian perhitungan kinerja dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 5 Klasifikasi nilai standar kinerja

Nilai Kinerja Kriteria

95-100 Sangat Baik (Excellent)

90-94 Baik (Above Average)

80-89 Sedang (Average)

70-79 Kurang (Below Average)

60-79 Sangat Kurang (Poor)

<60 Buruk (Unacceptable)

Sumber: Monczka et al. (2011)

Tabel 6 Rincian perhitungan kinerja sektor hulu

Atribut Kinerja

(Level V) Bobot AHP Aktual PerbandinganBenchmark % Level IV

Siklus Pemenuhan

Pesanan (hari) 0.136 111 79 71.17 11.51

Biya total rantai

pasok (Juta Rupiah) 0.267 59 50 84.75 26.91

Waktu siklus kas

(hari) 0.098 116 81 69.83 8.10

Pemenuhan pesanan

sempurna (%) 0.187 50 100 50.00 11.12

Kinerja pengiriman

(%) 0.044 70 100 70.00 3.68

Kesesuaian dengan

standar/mutu (%) 0.109 65 100 65.00 8.44

Total =100%0.841 Nilai Kinerja 69.75

(37)

21 Tabel 7 Rincian perhitungan kinerja sektor hilir

Atribut Kinerja (Level V) Bobot AHP AktualPerbandinganBenchmark % Level IV

Siklus Pemenuhan Pesanan

(hari) 0.136 1 1 100 13.60

Fleksibilitas terhadap

peningkatan kapasitas (hari) 0.080 2 1 50 4.00

Daya adaptasi terhadap

peningkatan kapasitas (%) 0.030 100 100 100 3.00

Daya adaptasi terhadap

penurunan kuantitas (%) 0.020 50 50 100 2.03

Biya total rantai (Juta Rp) 0.267 1.05 1 95.24 25.43

Waktu siklus kas (hari) 0.098 7 4 57.14 5.57

Persediaan harian untuk

memasok (%) 0.029 0.75 0.5 66.67 1.96

Pemenuhan pesanan

sempurna (%) 0.187 100 100 100 18.70

Kinerja pengiriman (%) 0.044 75 100 75 3.32

Kesesuaian dengan

standar/mutu (%) 0.109 100 100 100 10.91

Total 1.000 Nilai Kinerja 88.50

Tabel 8 Data nilai unit, target, dan potential improvement Varibel KT1)Unit Sektor HuluTarget PI2) Unit Sektor Hilir

(%) IKM Target PI

peningkatan kapasitas (hari) - - - 2 1 -50 Daya adaptasi terhadap

peningkatan kapasitas (%) - - - 100 100 0 Daya adaptasi terhadap

penurunan kuantitas (%) - - - 50 50 0

Biya total rantai pasok (Juta

Rupiah) 59 50 -40 1.05 1.00 -4

sempurna 50 100 40 100 100 0

Kinerja pengiriman (%) 70 100 0 75 100 33 Kesesuaian dengan

standar/mutu (%) 65 100 7 100 100 0

Keterangan:

1) Kelompok Tani 2) Potential Improvement

(38)

22

Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok Kedelai

Unit Sektor Hulu

Hasil potential improvement (PI) yang disintesis menggunakan DEA dijadikan sebagai acuan perbaikan kinerja. Tingkat kepentingan antar strategi berikut dilihat dari peringkat bobot AHP. Rincian bobot AHP strategi peningkatan kinerja sektor hulu dapat dilihat pada Lampiran 4. Unit sektor hulu atau kelompok tani memiliki kelemahan pada beberapa variabel kinerja berikut peningkatan kinerja yang dapat dilakukan untuk perbaikan:

1. Siklus pemenuhan pesanan dan waktu siklus kas

Umumnya selama 75 hari setelah tanam kedelai dapat dipanen. Namun biasanya petani menunggu sampai masa panen maksimum yaitu 90 hari. Lamanya kedelai dari petani sampai kepada konsumen atau dalam hal ini adalah produsen tahu mencapai waktu 9-11 hari. Kedelai disimpan di gudang kelompok tani selama waktu distribusi secara bertahap selesai dilakukan. Sementara itu, pembayaran yang dilakukan oleh konsumen kedelai bisa berlangsung selama 3 sampai 5 hari setelah kedelai tiba karena pembayaran dapat dilakukan secara berangsur-angsur.

Peningkatan kinerja kelompok tani pada variabel kinerja ini dapat diatasi oleh peran Bulog untuk membeli kedelai dari kelompok tani dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) komoditi kedelai sebesar Rp7 400/kg. Distribusi kedelai lokal menjadi lebih terkendali oleh Bulog ke konsumen-konsumen kedelai seperti industri tahu dan kecap. Kelompok tani juga sangat diuntungkan dengan pembelian langsung oleh Bulog, karena akan menghemat biaya transportasi serta harga yang ditawarkan juga lebih tinggi daripada harga kedelai lokal pasaran.

2. Kesesuaian dengan standar mutu

Kedelai yang dihasilkan oleh kelompok tani biasanya berbiji kecil namun dengan kadar protein tinggi. Kondisi tersebut membuat kedelai lokal tidak mampu memenuhi standar kedelai yang ditetapkan pengusaha tempe yakni ukuran biji kedelai yang besar, namun sangat memenuhi standar mutu produksi tahu sehingga terjadi peningkatan rendemen dibandingkan dengan penggunaan kedelai impor karena kadar protein kedelai lokal yang tinggi.

Peluang perbaikan distribusi dapat dilakukan oleh kelompok tani secara langsung atau melalui Bulog dan Primer koperasi tahu dan tempe (Primkopti) untuk bekerjasama mendistribusikan hasil kedelai petani kepada pengerajin tahu. Hal tersebut memicu peningkatan kinerja pengiriman serta persentase pemenuhan standar mutu. Selain itu diperlukan penyediaan alat pasca panen yang memadai agar kedelai dapat dipertahankan kualitasnya hingga sampai ke konsumen.

Unit Sektor Hilir

Peluang peningkatan kinerja unit sektor hilir dapat ditinjau berdasarkan potential improvement (PI). Kelemahan IKM tahu terletak pada beberapa atribut kinerja. Strategi pebaikan kinerja sektor hilir disusun menggunakan struktur AHP. Berdasarkan pendapat pakar, peringkat tingkat kepentingan strategi perbaikan kinerja sektor hilir ini tersusun dalam struktur AHP sektor hilir (Lampiran 5).

(39)

23 pengadaan bahan baku dan juga tenaga pengerajin tambahan yang sulit untuk didapat dalam waktu singkat.

Kerjasama dengan Primkopti provinsi sebagai penyedia bahan baku kedelai utama harus ditingkatkan. Prediksi peningkatan permintaan perlu dilakukan secara berkala untuk mengantisipasi kurangnya pasokan kedelai pada saat itu. Selain itu, kerjasama yang kuat harus dibina dengan pedagang pasar dan retailer sehingga pembayaran secara langsung dapat dilakukan untuk memperpendek waktu siklus kas. Produksi tahu juga harus dilebihkan untuk meningkatkan persediaan bila terjadi permintaan tambahan secara mendadak.

Pengukuran Produktivitas Hijau

Analisis tujuh sumber pembangkit limbah dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aliran material hijau. Secara umum, sektor hulu dapat digolongkan menjadi tujuh proses kegiatan yang terdiri dari penolahan lahan, penanaman kedelai, perawatan awal, perawatan lanjut, pemanenan, pascapanen, dan distribusi. Klasifikasi kegiatan sektor hilir dibagi menjadi perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, pencetakan, dan distribusi.

Analisis Tujuh Sumber Pembangkit Limbah

Analisis tujuh sumber pembangkit limbah dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aliran material hijau. Melalui pemetaan ini, maka didapatkan data sumber material yang berpotensi sebagai sumber pembangkit limbah, yang kemudian dijadikan dasar pengukuran produktivitas, setelah didapatkan nilai dampak lingkungan (Environmental Impact) dan indikator ekonomi (Economic Indicator). Hasil analisis tujuh sumber pembangkit limbah untuk sektor hulu dapat dilihat pada Tabel 9 dan sektor hilir pada Tabel 10. Perhitungan total ketujuh jenis limbah tersebut disesuaikan dengan keadaan di lapangan dan data sekunder pendukung.

Tabel 9 Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hulu (budidaya kedelai)

Jenis Limbah

(40)

24

budidaya kedelai ini menggunakan air hujan karenan lahan tanam kedelai di daerah Cikeusal merupakan lahan tadah hujan. Konsumsi air yang dimaksud oleh Wills (2009) yaitu biaya yang dibayarkan untuk kebutuhan proses, menadah hujan untuk irigasi akan menghemat biaya untuk proses tersebut. Sampah yang dimaksud dalam sumber limbah ini adalah biomassa kedelai. Material yang dimaksud adalah bahan budidaya kedelai yang terdiri dari bibit dan pupuk. Indikator selanjutnya adalah emisi dengan satuan kg CO2 Ekuivalen. Variabel perhitungan yang dibutuhkan

adalah energi output yang dikeluarkan suatu mesin atau kendaraan dengan estimasi kebutuhan bahan bakar yang digunakan. Terakhir adalah indikator biodiversitas. Menurut Wills (2009), limbah biodiversitas muncul akibat destruksi atau pengalihan lahan biodiversitas menjadi lahan produksi. Areal tanam kedelai di kecamatan Cikeusal yang memiliki luas 20 ha tidak didapatkan dari pembukaan lahan baru melainkan pemanfaatan lahan yang telah digunakan untuk penanaman padi dan palawija lainnya pada musim tanam sebelumnya. Oleh karena itu, dampak konsumsi lahan terhadap biodiversitas pada proses budidaya kedelai ini tidak ada.

Analisa di sektor hilir meninjau limbah industri tahu yang diketahui seringkali menjadi polemik. Berbagai solusi alternatif pemanfaatan limbah tahu khususnya limbah air juga telah banyak dikembangkan. Jumlah air yang digunakan per hari dalam produksi tahu dengan basis 100 kg kedelai mencapai 4 325 liter atau setara 4.3 m3 (Nasution 2001). Limbah industri tahu lainnya berupa limbah padat yang terdiri dari ampas sebesar 114.28 kg dan whey sebesar 1 578.63 kg.

Kebutuhan material untuk produksi tahu terdiri dari 100 kg kedelai, 1 500 kg kayu bakar dan 3 kg air cuka biang. Sementara itu energi yang digunakan hanya berasal dari penggunaan pompa air, mesin penggiling kedelai, dan proses pemasakan bubur kedelai. Emisi yang ditimbulkan oleh penggunaan kayu bakar jauh lebih kecil dari pada emisi yang dikeluarkan peralatan lsitrik maupun peralatan yang menggunakan bahan bakar minyak bumi atau gas alam. Emisi karbon yang ditimbulkan dari penggunaan kayu bakar adalah sebesar 0.016 kg CO2 eq/kWh

(Pearson dan Gardner 2006).

Tabel 10 Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hilir (IKM tahu)

Jenis Limbah

(41)

25

Perhitungan Dampak Lingkungan

Basis perhitungan dampak lingkungan ditentukan sebesar 100 kg kedelai yang diproduksi sektor hulu. Besaran basis tersebut juga akan digunakan pada sektor hilir untuk mendapatkan sinkronisasi perhitungan antara hulu dan hilir. Dari hasil analisis keempat variabel GPI didapatkan nilai bobot 0.708 ton (WC), 0.023 ton (SWG), 0.093 ton (GWG), dan 0 ton (LC).

Pada sektor hilir, proses pembungkusan tahu dengan kain kasa menggunakan tenaga manusia atau tahapan proses manual menyebabkan tingkat konversi kedelai menjadi tahu relatif rendah yaitu sebesar 1.8 kg/kg kedelai (Romli dan Suprihatin 2009). Sehingga 100 kg kedelai diproses menjadi 180 kg tahu. Analisis tiga variabel GPI dari 100 kg kedelai tersebut didapatkan nilai bobot sebesar 24.03 kg (WC), 9.41 kg (SWG), 0.61 kg (GWG).

Perhitungan EI sektor hulu dengan persamaan (1):

EI = (0.36 x 0.09) + (0.25 x 0.71) + (0.13 x 0.02) + (0.25 x 0) = 0.22 ton untuk memproduksi 100 kg biji kedelai/musim tanam Perhitungan EI sektor hilir dengan persamaan (2):

EI = (0.17 x 9.41) + (0.5 x 0.61) + (0.33 x 24.03)

= 9.83 kg dengan basis produksi 100 kg biji kedelai/hari

Melalui perhitungan tersebut diketahui nilai dampak lingkungan (EI) yang ditimbulkan sektor hulu rantai pasok kedelai yaitu sebesar 0.56 ton untuk memproduksi 100 kg kedelai. Nilai EI sektor hilir rantai pasok kedelai yaitu sebesar 9.83 kg untuk memproses 100 kg kedelai menjadi produk tahu.

Perhitungan Indikator Ekonomi

Biaya produksi kedelai rata-rata per musim tanam adalah Rp58 900 000 berdasarkan data yang dimiliki kelompok tani Sukatani I untuk basis produksi 20 ha. Harga jual kedelai lokal di pasaran yakni sebesar Rp6 000 per kg kedelai. Total kedelai yang dihasilkan untuk luas wilayah tanam 20 ha rata-rata adalah 24 ton. Biaya dan laba kotor tiap basis 100 kg kedelai yang dihasilkan adalah berturut-turut Rp245 417 dan Rp600 000. Melalui data-data tersebut, selanjutnya diketahui nilai perbandingan perolehan pendapatan dan keseluruhan biaya adalah 2.45.

Hasil wawancara terhadap pelaku usaha tahu dan karyawan pengerajin tahu di Kramatwatu, Serang, dapat diketahui bahwa biaya produksi tahu rata-rata perharinya adalah sebesar Rp1 049 857 dengan basis produksi rata-rata 100 kg kedelai per hari. Laba kotor yang diterima pemilik usaha tahu setiap hari mencapai Rp1 188 000. Nilai perbandingan perolehan pendapatan dan keseluruhan biaya adalah 1.13. Rincian biaya produksi serta perhitungan indikator ekonomi pada kedua sektor dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.

Perhitungan GPI

(42)

26

Energi (kWh) = 2 874.77

Air (m3) = 174.325

Sampah (kg) = 7 142.90

Material (kg) = 6 543

Transportasi (km) = 112.00 Emisi (kg CO2 eq) = 22 452.26

(43)

27

Pemilihan Alternatif Strategi Peningkatan Produktivitas Hijau

Peningkatan produktivitas hijau dilakukan melalui simulasi penerapan alternatif terpilih berdasarkan mekanisme AHP. Struktur model AHP dan bobot tiap levelnya dapat dilihat pada Lampiran 10 untuk sektor hulu dan pada Lampiran 11 untuk sektor hilir. Penyusunan struktur, alternatif, dan pembobotan tiap sektor dilakukan oleh para pakar bidang kedelai dan IKM serta dari berbagai instansi atau organisasi terkait.

Hasil yang didapatkan dari sintesis struktur AHP berdasarkan pendapat pakar, terpilih alternatif terbaik untuk sektor hulu yaitu penggunaan jerami untuk menghadang gulma dengan bobot 0.351, sementara itu untuk sektor hilir terpilih alternatif untuk menggunakan kedelai lokal dengan bobot 0.327. Nilai overall inkonsistency kedua struktur AHP tersebut adalah 0.02 atau lebih kecil dari 0.1

sehingga pendapat pakar dapat dikatkan konsisten dan dapat diterima. Alternatif strategi yang terpilih berdasarkan pendapat pakar merupakan alternatif yang paling mungkin dan paling diharapkan untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, perlu dilakukan pembandingan tiap alternatif melalui pendekatan produktivitas hijau yaitu perubahan nilai GPI yang dapat dihasilkan masing-masing strategi. Hasil gabungan perbaikan yang diarahkan melalui alternatif strategi disusun dalam future-state green value stream map pada Gambar 12.

Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hulu

Alternatif strategi yang dikemukakan untuk memperbaiki produktivitas di sektor hulu adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan biomassa kedelai untuk pupuk

Biomassa yang cukup besar dihasilkan oleh tanaman kedelai yaitu 12.86 g/tanaman (Ningrum 2011). Pemanfaatan biomassa kedelai ini masih sangat minim. Penggunaan biomassa untuk dijadikan kompos dapat menjadi alternatif dan sebagai substitusi atau komplementer sebagian pupuk kimia yang lazim digunakan petani. 2. Penggunaan jerami untuk menghadang gulma

Musim tanam kedelai dilaksanakan setelah masa panen padi memberikan peluang penggunaan jerami tanaman padi untuk digunakan sebagai mulsa atau penutup tanah yang berfungsi sebagai pengendali gulma. Menurut Widyasari et al. (2012), dosis mulsa jerami yang disarankan adalah sebesar 8 ton/ha lahan tanam kedelai. Melalui penggunaan mulsa jerami, biaya perawatan tanaman dapat ditekan. 3. Pengggunaan bibit varietas unggul

Area tanam kedelai di provinsi Banten rata-rata adalah lahan tadah hujan yang mengandalkan pasokan air dari curah hujan. Bibit kedelai yang digunakan oleh pemerintah provinsi banten diharuskan memiliki ketahanan terhadap kondisi lahan kering. Penggunaan varietas Grobogan menjadi alternatif terbaru yang telah diujicobakan di kabupaten Pandeglang dengan hasil produktivitas rata-rata sebesar 1.37 ton/ha (Dinas Pertanian Provinsi Banten 2015)

4. Subtitusi pestisida dengan biopestisida

(44)

28

Energi (kWh) = 2 874.77

Air (m3) = 172.325

Sampah (kg) = 0.01

Material (kg) = 80 040

Transportasi (km) = 112.00 Emisi (kg CO2 eq) = 22 452.26

(45)

29

Hasil perbandingan GPI tertinggi diperoleh Alternatif strategi 2 yaitu penggunaan jerami untuk menghadang gulma sebesar 14.76, lebih tinggi daripada kondisi awal dengan selisih 3.38. Hasil perbaikan GPI dari kondisi awal oleh tiap alternatif strategi sektor hulu disajikan pada Gambar 13.

Jika dibandingkan dengan hasil AHP yang diperoleh sebelumnya maka implementasi strategi 2 yang menunjukkan bobot tertinggi dapat diakomadasi oleh setiap aktor rantai pasok. Alternatif strategi 3 atau penggunaan bibit unggul menempati peringkat ke dua perbaikan GPI namun berada pada peringkat ke tiga dalam skor AHP. Hal yang mendasari keadaan tersebut adalah penggunaan bibit terstandar yang sudah diimplementasikan oleh kelompok tani serta dukungan pemerintah sebagai penyedia dan lembaga sertifikasi benih sudah maksimal dalam penyediaan bibit unggul, sehingga tingkat kepentingan alternatif 3 dibandingkan alternatif lain sedikit kurang. Penerapan alternatif strategi 2 mengurangi biaya dan meningkatkan indikator ekonomi sehingga nilai GPI dapat meningkat. Selain itu pemanfaatan jerami meskipun tidak langsung mengurangi dampak lingkungan rantai pasok kedelai tetapi mengurangi dampak lingkungan secara keseluruhan dari rantai pasok.

Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hilir

Empat alternatif strategi dikemukakan untuk memperbaiki produktivitas hijau di sektor hilir antara lain:

1. Penggunaan peralatan terstandar

Pada umumnya industri tahu menggunakan peralatan tradisional. Penggunaan peralatan terstandar untuk produksi tahu sangat menghemat penggunaan air karena tidak memiliki takaran dan tidak terbuang untuk sanitasi. Setengah penggunaan air pada proses produksi tahu diperuntukkan pada sanitasi. Menurut Romli dan

Gambar 13 Hasil perbaikan GPI dari kondisi awal oleh tiap alternatif strategi sektor hulu

2.44 2.54 3.17 2.73 2.48

11.38 12.00

awal AS1 AS2 AS3 AS4

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 2 Kerangka analisis manajemen rantai pasok
Gambar 3. Gambar 3 Ruang lingkup SCOR
Gambar 5 Tahapan pengukuran produktivitas hijau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi peningkatan indeks produktivitas hijau dapat dilakukan melalui peningkatan kinerja dalam aspek penggunaan benih melalui penumbuhan penangkar benih pada

Metode AHP dapat menganalisis indikator kinerja rantai pasok pala yang menjadi prioritas untuk diperbaiki dalam peningkatan kinerja rantai pasok pada setiap

Untuk melengkapi analisa yang komprehensif pada keseluruhan rantai pasok agroindustri kelapa sawit dari hulu sampai hilir perlu dilakukan pengumpulan data yang

Penelitian dimulai dari tahap perencanaan untuk melakukan identifikasi dampak yang timbul pada pelaksanaan rantai pasok obat herbal melalui diskusi dan wawancara

Artinya, kepercayaan yang terbangun dari tiap anggota rantai pasok akan sangat penting sebagai syarat utama yang harus dipenuhi dan menjadi latar belakang kerjasama

1) Kinerja Rantai Pasok PT Alas Indah Remaja dapat dikategorikan sebagai “Baik”. 2) Peningkatan Kinerja Rantai Pasok perusahaan diprioritaskan pada proses Source karena

Kolaborasi Rantai Pasok Pada penelitian ini, kolaborasi rantai pasok Porang di kecamatan Cenrana dimulai dari petani selaku pemasok porang yang memiliki pasokan dari hasil budidaya

PENINGKATAN DAYA SAING UKM MELALUI SISTEM PENGUKURAN DAN PERBAIKAN KINERJA RANTAI PASOK STUDI KASUS UKM LAPIS BOGOR SANGKURIANG FATIMATUZ ZAHRO DIAH PUTRI DANI Tesis sebagai