• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL DINAMIKA STOK KARBON BERDASARKAN

LAJU PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

ESA BAGUS NUGRAHANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Esa Bagus Nugrahanto

(4)

ABSTRAK

ESA BAGUS NUGRAHANTO. Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO.

Peningkatan emisi karbon akibat laju deforestasi dan degradasi hutan mengakibatkan perubahan iklim global yang mengkhawatirkan. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model dinamika penggunaan lahan dan dinamika simpanan karbon, serta mengestimasi simpanan karbon di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggambarkan laju perubahan hutan dan penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah serta keterkaitannya terhadap simpanan karbon dengan menggunakan metode pemodelan dinamika sistem. Hasil penelitian menunjukan bahwa Provinsi Jawa Tengah mempunyai simpanan karbon yang cenderung mengalami penurunan akibat laju deforestasi dan degradasi hutan. Simpanan karbon pada tahun 2004 sebesar 182.3 mega ton dan menurun sebesar 49.1 mega ton menjadi 133.2 mega ton pada tahun 2050. Skenario rehabilitasi hutan dan lahan, skenario penegakan hukum, skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman, dan skenario provinsi konservasi berdampak positif terhadap peningkatan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah.

Kata kunci: hutan, Jawa Tengah, karbon, model, simulasi

ABSTRACT

ESA BAGUS NUGRAHANTO. The Dynamic Model of Carbon Stock based on Forest and Landuse Change Rate in Central Java. Supervised by HERRY PURNOMO.

The enhancement of carbon emission from deforestration and forest degradation has leaded to the increase of global climate change. Hence, this research was conducted to make a dynamic model of landuse and carbon stock and to estimate the carbon stock in Central Java. The change of carbon stock was being evaluated to identify its relation to forest change and landuse rate in Central Java using a system dynamic model. The result shows that there was a reduction of carbon stock caused by deforestation and forest degradation. The research also found that in 2004 the total carbon stock was 182.3 mega tons and in 2050 is predicted to decrease by 49.1 mega tons to 133.2 mega tons. The application of forest and land rehabilitation, law enforcement, evaluation of forest plantation management, and conservation province scenarios have positive effect on the increase of carbon stock in Central Java.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

MODEL DINAMIKA STOK KARBON BERDASARKAN

LAJU PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN LAHAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH

ESA BAGUS NUGRAHANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah

Nama : Esa Bagus Nugrahanto NIM : E14080064

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Herry Purnomo, MComp Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Herry Purnomo, MComp selaku dosen pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah yang telah membantu pengumpulan data. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada dosen-dosen, rekan-rekan di Fakultas Kehutanan IPB, ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas masukan dan saran terhadap penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Esa Bagus Nugrahanto

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Metode Pengumpulan Data 4

Prosedur Pengembangan Model 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan 6

Formulasi Model Konseptual 7

Spesifikasi Model 8

Evaluasi Model 21

Penggunaan Model 21

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Data perkembangan penggunaan kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah 8

2 Komponen tegakan hutan Provinsi Jawa Tengah 10

3 Luas areal kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 14 4 Simpanan karbon berdasarkan jenis penggunaan lahan 15

5 Persamaan allometrik berdasarkan jenis pohon 16

6 Simpanan karbon non kawasan hutan 18

7 Evaluasi model 21

DAFTAR GAMBAR

1 Peta wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah 3 2 Model konseptual dinamika sistem yang dikembangkan 7 3 Submodel dinamika kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah 9

4 Dinamika kawasan hutan 9

5 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat per hektar 10

6 Dinamika tegakan hutan rakyat per hektar 11

7 Dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah 11 8 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah 12

9 Dinamika tegakan hutan tanaman jati 13

10 Dinamika tegakan hutan tanaman rimba 13

11 Dinamika luas non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah 13

12 Submodel rehabilitasi hutan dan lahan 14

13 Hasil simulasi simpanan karbon hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan 15

14 Submodel pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi

Jawa Tengah 16

15 Dinamika simpanan karbon kawasan hutan 16

16 Dinamika simpanan karbon hutan rakyat 17

17 Dinamika simpanan karbon hutan tanaman dan agroforestri 17 18 Dinamika total simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa

Tengah 18

19 Submodel pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi

Jawa Tengah 19

20 Dinamika simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah 19 21 Dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah 20 22 Simulasi skenario rehabilitasi hutan dan lahan 22

23 Simulasi skenario penegakan hukum 22

24 Simulasi dinamika tegakan skenario evaluasi pengelolaan HT 23 25 Simulasi simpanan karbon skenario evaluasi pengelolaan HT 24

(11)
(12)
(13)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Peningkatan emisi karbon pada beberapa tahun belakangan ini semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan perubahan iklim global yang mengkhawatirkan. Beberapa faktor yang menyebabkan semakin meningginya tingkat emisi karbon adalah adanya perubahan penggunaan fungsi lahan berupa deforestasi dan degradasi hutan. Laju deforestasi dan degradasi hutan Indonesia selama tahun 2000 – 2005 mencapai 1 089 juta ha/tahun (Kemenhut 2009).

Menurut UNFCCC (1998), deforestasi merupakan konversi hutan menjadi bukan hutan sebagai akibat langsung dari aktifitas manusia. Deforestasi terjadi karena adanya desakan ekonomi serta pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Permintaan akan adanya perubahan fungsi lahan hutan menjadi lahan pemukiman, pertanian, peternakan, dan alih fungsi non hutan lainnya semakin meningkat. Hal ini akan terus menekan luasan areal hutan di suatu kawasan. Laju deforestasi akan mempengaruhi ketersediaan stok karbon di daerah tersebut. Hutan yang selama ini berperan dalam penyerapan karbon, akan semakin berkurang keberadaannya akibat deforestasi dan kegiatan alih fungsi lahan lainnya.

Menurut Budiharto (2009), simpanan karbon di Indonesia pada periode 1990-2000 baik yang ada di kawasan hutan ataupun non kawasan hutan terus menurun setiap tahunnya, yaitu sebesar 3 646.1 mega ton atau rata-rata per tahun sebesar 364.64 mega ton. Simpanan karbon kemudian turun menjadi 1 046.78 mega ton pada periode 2000-2003 atau 348.93 mega ton /tahun, dan periode 2003-2006 menurun lagi menjadi 531.68 mega ton atau 177.56 mega ton/tahun. Penurunan simpanan karbon terbesar terjadi di Pulau Kalimantan dan Sumatera dengan rata-rata perubahan sebesar 112.35 mega ton/tahun dan 77.57 mega ton/tahun. Menurut FAO (2010), simpanan karbon pada biomasa hutan Indonesia tahun 1990 sebesar 16 335 mega ton, tahun 2000 sebesar 15 182 mega ton, tahun 2005 sebesar 14 299 mega ton, tahun 2010 sebesar 13 017 mega ton.

Laju deforestasi dan degradasi hutan tentunya harus segera ditahan jika tidak ingin memperoleh efek negatif yang lebih buruk terhadap lingkungan. Penahanan atau pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan bisa dilakukan dengan mekanisme REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), yaitu sebuah mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.

(14)

2

1.2Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang padat penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah sebanyak 32.38 juta jiwa atau sekitar 13.63% dari jumlah penduduk Indonesia. Kepadatan penduduk ini tentunya akan berdampak pada penggunaan lahan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti industri-industri atau pertanian pangan. Hal ini tentunya akan berdampak negatif terhadap luas dan tutupan kawasan hutan serta akan meningkatkan emisi di sektor LULUCF (Land Use, Land Use Change and Forestry). Akan tetapi, Provinsi Jawa Tengah ternyata memiliki peningkatan luasan hutan yaitu berupa hutan rakyat yang dikembangkan masyarakat. Data Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan adanya peningkatan luas hutan rakyat dari 287 667.36 ha pada tahun 2004 meningkat menjadi 506 501 ha pada tahun 2010 (Dinas Kehutanan Jawa Tengah 2010). Pertanyaan yang menjadi masalah penelitian adalah: (1) Bagaimanakah dinamika yang terjadi pada penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah? (2) Bagaimanakah hubungan keterkaitan antara pola penggunaan lahan dengan tingkat simpanan karbonnya?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membangun model dinamika penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah. 2. Membangun model pendugaan dinamika simpanan karbon di Provinsi Jawa

Tengah.

3. Mengestimasi simpanan karbon yang ada di Provinsi Jawa Tengah. 1.4Manfaat Penelitian

(15)

3

METODE

2.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 1 Peta wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah

Penelitian ini dilaksanakan di Bogor dengan obyek penelitian kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dari bulan November 2013 hingga Maret 2014.

2.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari Data Statistik Kementerian Kehutanan dan Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Data tersebut meliputi data penggunaan dan pemanfaatan kawasan. Penelitian ini juga menggunakan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan model dinamika karbon. Adapun data yang dimaksud meliputi :

1. Data Penggunaan Kawasan Hutan antara lain: a. Data pelepasan kawasan hutan

b. Data pinjam pakai kawasan hutan c. Data tukar menukar kawasan hutan d. Data perubahan fungsi kawasan hutan 2. Data Pemanfaatan Kawasan Hutan antara lain :

a. Data perkembangan luas hutan tanaman Perhutani b. Data perkembangan luas agroforestri

3. Data perkembangan luas hutan rakyat Data perkembangan luas perkebunan 4. Data perkembangan luas pertanian

Alat yang digunakan yaitu seperangkat komputer serta perangkat lunak (software) untuk mengolah data, yaitu STELLA 9.0.2, Microsoft Office Excel 2007,

(16)

4

2.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan studi literatur dari Data Kementerian Kehutanan RI, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah serta penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini.

2.4 Prosedur Pengembangan Model

Pengembangan model pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis sistem. Analisis sistem dapat digunakan untuk melakukan pendekatan terhadap masalah secara intuitif terorganisir. Analisis sistem menyaratkan adanya pemahaman terhadap suatu sistem meskipun sedikit. Dengan membuat analogi-analogi untuk memahami suatu sistem. Analisis sistem melakukan pendekatan pemecahan suatu masalah berdasarkan proses. Hal ini membedakan analisis sistem dengan statistika yang lebih mengedepankan kualitas dan kuantitas data yang dimiliki. Pemahaman adanya isomorisme antar beragam sistem menjadikan pemahaman terhadap sesuatu menjadi mungkin, bahkan pada suatu sistem yang kita buta sekali akan perilakunya (Purnomo 2012).

Pemodelan sistem merupakan salah satu cara untuk menuangkan pemahaman kita terhadap sistem di dunia nyata. Model merupakan bentuk penyederhanaan sistem yang mampu menjelaskan komponen-komponen yang terkait dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Pada mulanya model digunakan sebagai alat prediksi, namun untuk memperoleh hasil yang akurat dalam sistem yang kompleks sulit didapatkan. Sekarang model lebih digunakan sebagai tempat belajar untuk memahami proses yang terjadi dalam sistem nyata. Kegunaan model terletak pada efektivitas kita belajar terkait sistem yang ingin dipahami.

Analisis sistem adalah pendekatan filosofis dan kumpulan teknik, termasuk simulasi yang dikembangkan secara eksplisit untuk menunjukkan masalah yang berkaitan dengan sistem yang kompleks. Analisis sistem menekankan pada pendekatan holistik untuk memecahkan masalah dan menggunakan model matematika untuk mengidentifikasi dan menyimulasikan karakteristik yang penting dari sistem yang kompleks. Untuk pemodelan yang lebih fleksibel dan multiguna, dapat digunakan dengan fase-fase sebagai berikut (Purnomo 2012): 2.4.1 Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan

(17)

5 Setelah isu ditentukan berikutnya adalah menentukan tujuan pemodelan itu sendiri. Tujuan pemodelan akan menentukan metode pemodelan, ketelitian pemodelan, dan jenis pemodelan itu sendiri. Tujuan pemodelan harus dinyatakan secara eksplisit. Ketersediaan sumberdaya yang ada seperti waktu, dana dan data yang tersedia haruslah menjadi pertimbangan suatu tujuan model. Ketersediaan data harus menjadi pertimbangan agar tujuan pemodelan tidak terlalu tinggi untuk dapat dicapai melalui model yang dibangun.

Langkah selanjutnya adalah menentukan batasan dari model. Batasan model menunjukkan komponen apa saja yang masuk atau tidak termasuk ke dalam model. Komponen yang tidak termasuk ke dalam pemodelan disebut sebagai lingkungan. Batasan dapat berupa batas ruang, waktu, dan isu.

2.4.2 Formulasi Konseptual

Fase ini ditujukan agar orang dapat dengan mudah mengikuti pola pikir yang tertuang pada model, sehingga kerumitan pada model harus dihindari. Model konseptual yang dibuat menggambarkan secara menyeluruh model yang akan dibuat. Fase ini dimulai dengan mengidentifikasi semua komponen yang terlibat dan dimasukkan dalam pemodelan. Komponen-komponen tersebut kemudian dicari interrelasinya satu sama lain menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, diagram sebab akibat, diagram stok dan aliran atau diagram sekuens (sequence diagram). Perilaku dan hubungan antar komponen sebaiknya juga digambarkan pada fase ini.

2.4.3 Spesifikasi Model

Pada fase ini dilakukan kuantifikasi model. Jika pada model konseptual, hubungan dua komponen dapat digambarkan dengan anak panah, maka pada fase ini spesifikasi model anak panah tersebut dapat berupa persamaan numerik dengan satuan-satuan yang jelas. Peubah waktu yang dipakai dalam keseluruhan model harus ditetapkan. Komponen-komponen yang terlibat dalam pemodelan, namun kita tidak memahami lebih lanjut harus dikeluarkan dari model.

Persamaan-persamaan yang dipakai dalam model harus disebutkan darimana asalnya, apakah berdasarkan suatu rujukan atau hasil kreasi sendiri. Suatu kreasi persamaan bisa dilakukan dengan melakukan regresi dari data yang tersedia atau dugaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Fase ini menuntut pengetahuan memadai dalam pemakaian perangkat bantu seperti perangkat lunak (software) STELLA, VENSIM, POWERSIM, SIMILE, CORMAS, dan lain-lain.

Dalam fase ini, pemrograman dilakukan. Fase ini dilakukan dari yang sederhana dan memastikan bahwa persamaan dan pemrograman benar. Bila terdapat kesalahan dalam model yang sederhana ini, maka yang lebih rumit pun pasti salah.

2.4.4 Evaluasi Model

(18)

6

Model dapat dikatakan logis berarti ada penalaran yang memadai dari relasi-relasi tersebut. Logis berarti bahwa semua persamaan sesuai dengan apa yang dipercayai orang atau dengan kata lain sesuai dengan paradigma yang ada. Setiap model harus memiliki keberanian untuk berbeda dengan paradigma yang ada karena pada awalnya pemodelan sistem adalah suatu paradigma baru yang berlawanan arah dengan paradigma lama yang cenderung spesialisasi berlebihan pada setiap bidang ilmu pengetahuan.

Tahap kedua adalah mengamati apakah perilaku model sesuai dengan harapan atau perkiraan yang digambarkan pada fase konseptualisasi model. Tahap ketiga evaluasi adalah membandingkan antara perilaku model dengan data yang didapat dari sistem atau dunia nyata. Misalnya model harus dapat dieksekusi pada rentang waktu batasan model. Kesesuaian model dengan dunia nyata adalah penting, tetapi lebih penting adalah bagaimana model tersebut bisa dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemodelan yang dilakukan.

2.4.5 Penggunaan Model

Pada tahap ini model yang telah dikembangkan diaplikasikan pada skenario-skenario yang telah ditentukan melalui simulasi skenario-skenario yng telah dibuat. Hasil simulasi tersebut kemudian dikerucutkan pada skenario yang memenuhi tujuan pemodelan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan

3.1.1 Identifikasi isu

Berkurangnya luas hutan yang ada akan sangat mempengaruhi fungsi hutan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon yang ada dari atmosfer. Peningkatan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim atau yang dikenal dengan climate change. Dewasa ini, telah mulai digalakkan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global tersebut seperti pemerintah yang berusaha mengurangi tingkat emisi karbon di Indonesia dengan program REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation). Provinsi Jawa Tengah berdasarkan SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. 359/Menhut-II/2004 memiliki kawasan hutan seluas 646 593 ha. Sedangkan untuk hutan rakyat, Provinsi Jawa Tengah memiliki luas sebesar 576 007 ha (Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2011) yang terus meningkat luasannya beberapa tahun terakhir. Keadaan ini bisa membuat Provinsi Jawa Tengah turut mensukseskan program REDD+ yang dicanangkan oleh pemerintah.

3.1.2 Tujuan

(19)

7 3.1.3 Batasan

Batasan dari model yang dibangun adalah data luas mengenai penggunaan kawasan hutan, perkebunan dan pertanian yang bersumber dari data statistik kehutanan dan perkebunan Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 sampai dengan tahun 2012. Model dibangun dengan basis data luas dan mengesampingkan kualitas dari kawasan hutan maupun non kawasan hutan.

3.2 Formulasi Model Konseptual

Provinsi Jawa Tengah mempunyai kawasan hutan (KH) berdasarkan fungsinya berupa hutan produksi tetap (HP), hutan produksi terbatas (HPT), hutan konservasi (HK), dan hutan lindung (HL) yang ditetapkan melalui SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. 359/Menhut-II/2004. Pengelolaan hutan produksi dilakukan oleh Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah yaitu berupa hutan tanaman (HT) dan sistem agroforestry. Selain itu juga terdapat kawasan berfungsi hutan berupa hutan rakyat (HR) yang status kepemilikan lahannya merupakan lahan pribadi.

Gambar 2 Model konseptual dinamika sistem yang dikembangkan

Pendugaan simpanan karbon dikembangkan melalui submodel kegiatan alih fungsi lahan dan submodel dinamika tegakan pada kawasan berhutan dan non kawasan hutan yang berpotensi memiliki simpanan karbon. Pada submodel kegiatan alih fungsi lahan menggambarkan perubahan fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan yang terjadi di hutan produksi dan hutan lindung yang berubah fungsi menjadi areal tambang serta hutan lindung yang berubah fungsi menjadi hutan konservasi. Kawasan hutan mengalami degradasi hutan menjadi kawasan hutan rusak (KHR) dan mengalami deforestasi menjadi non kawasan hutan (NKH). Submodel dinamika tegakan pada kawasan hutan menggambarkan dinamika tegakan di hutan produksi yang dikelompokkan menjadi agroforestri dan hutan tanaman yang meliputi hutan jati dan hutan rimba campuran. Pada submodel pendugaan karbon non kawasan hutan menggambarkan dinamika

(20)

8

simpanan karbon di perkebunan, pertanian, dan dinamika tegakan di hutan rakyat yang terbagi atas hutan jati, hutan sengon dan hutan mahoni.

Gambaran-gambaran dari submodel tersebut akan saling berhubungan dan menghasilkan pendugaan biomassa dan dikonversikan menjadi simpanan karbon (C stock) berdasarkan persamaan dari IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) .

3.3 Spesifikasi Model

3.3.1 Submodel Dinamika Kawasan Hutan

Provinsi Jawa Tengah memiliki kawasan hutan seluas 646 593 ha berdasarkan SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. 359/Menhut-II/2004. Pada perkembangannya, luas kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah mengalami perubahan karena adanya lahan yang diperuntukan untuk penggunaan lain. Data Kemenhut (2009) menyatakan bahwa kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah mengalami deforestasi rata-rata sebesar 5 044 ha/tahun. Degradasi hutan juga terjadi di kawasan hutan akibat kebakaran hutan sebesar 4 724 ha/tahun dan pembalakan liar sebesar 414 ha/tahun.

Tabel 1 Data perkembangan penggunaan kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah

Tahun

Tukar

menukar (ha) Alih fungsi (ha)

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah (2007-2011) (-) tidak ada kegiatan

(21)

9

Gambar 3 Submodel dinamika kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4 Dinamika kawasan hutan

Grafik pada Gambar 4 di atas menyajikan perkembangan luas tutupan kawasan hutan dari submodel yang dibangun. Luas tutupan kawasan hutan dari tahun 2004 hingga 2050 terus mengalami penurunan dari 646 593 ha pada tahun 2004 terus mengalami penurunan menjadi 228 976 ha pada tahun 2050 pada kondisi alami atau bussines as ussual (BAU).

3.3.2 Submodel Hutan Rakyat

Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang memiliki hutan rakyat yang terus berkembang. Luas hutan rakyat terus meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2004, hutan rakyat memiliki luas 287 667 ha dan terus mengalami kenaikan hingga tahun 2011 menjadi 576 007 ha. Jenis yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah jenis Sengon (Paraserienthes falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla), dan Jati (Tectona grandis). Submodel hutan rakyat mensimulasikan dinamika tegakan yang terjadi di hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah. Submodel yang dibangun adalah untuk menyajikan dinamika tegakan

HK

Dinamika Kawasan Hutan Jawa Tengah

Lu

as (h

(22)

10

untuk mengetahui jumlah pohon yang ada sehingga bisa digunakan untuk membangun submodel dinamika karbon Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 2 Komponen tegakan hutan Provinsi Jawa Tengah

Jenis pohon Jarak tanam (m)

Intensitas penjarangan

(%)

Daur

(tahun) Sumber Pustaka

Jati(Tectona

grandis) 3x3 0,05 30 Lestari (2011)

Mahoni (Swietenia

macrophylla) 4x2 0,05 30 Krisnawati (2011)

Sengon

(Paraserienthes

falcataria)

3x3 0,05 10 Krisnawati (2011)

Pinus (Pinus

merkusii) 3x3 0,05 35

Dinas Kehutanan Jawa Tengah (2011)

Gambar 5 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat per hektar

Nha Mahoni

Tanam M

JT2 penjarangan M intensitas penjarangan M Panen M

daur M

Tegakan Hutan Rakyat Mahoni per Hektar

Nha Sengon

Tanam S

JT3

penjarangan S

intensitas penjarangan S Panen S

daur S

(23)

11 Pada Gambar 5 jumlah pohon perhektar digambarkan sebagai stock (bentuk persegi). Tanam (inflow), penjarangan (outflow) dan panen (outflow) adalah variabel yang mempengaruhi stock. Variabel jarak tanam (JT) mempengaruhi tanam. Variabel daur mempengaruhi tanam dan panen, sedangkan variabel intensitas penjarangan mempengaruhi penjarangan. Submodel hutan rakyat dibangun menjadi dua bagian yaitu bagian tegakan pohon per hektar dan bagian tegakan pohon luas keseluruhan. Simulasi hutan rakyat dibangun dengan asumsi hutan rakyat menggunakan sistem silvikultur monokultur dengan sistem tebang habis pada umur daur.

Gambar 6 Dinamika tegakan hutan rakyat per hektar

Gambar 6 menyajikan grafik mengenai dinamika tegakan hutan rakyat per hektar (Nha). Kurva yang terbentuk tersebut diperoleh karena adanya daur panen dan penjarangan. Jumlah pohon jati, mahoni, sengon per hektar yang diperoleh dari model yang dibangun secara berturut-turut adalah 1 111 pohon/ha, 1 250 pohon/ha, dan 1 111 pohon/ha pada awal daur dan terus menurun akibat adanya penjarangan selama masa daur. Jumlah pohon jati, mahoni, sengon di akhir daur untuk dipanen secara berturut-turut adalah 860 pohon/ha, 873 pohon/ha dan 905 pohon/ha.

Gambar 7 Dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah

Ju

ml

ah

P

o

h

o

n

(

N

/h

a)

Ju

ml

ah

P

o

h

o

(24)

12

Grafik pada Gambar 7 menyajikan hal yang berbeda dengan grafik pada Gambar 6. Perbedaan pada Gambar 7, grafik yang disajikan relatif mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena luas hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah yang selalu mengalami kenaikan luasan tiap tahunnya sehingga jumlah pohonnya pun ikut mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sedangkan submodel dinamika tegakan hutan rakyat dibangun seperti yang tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8 Submodel dinamika tegakan hutan rakyat Provinsi Jawa Tengah 3.3.3 Submodel Hutan Tanaman

Selain hutan rakyat, Provinsi Jawa Tengah juga terdapat hutan tanaman yang dikelola oleh Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Hutan tanaman yang terdapat di perhutani berupa hutan tanaman Jati (T grandis) dan hutan tanaman rimba campuran yaitu jenis Pinus (P merkusii) dan Mahoni (S macrophylla). Submodel yang dikembangkan sama dengan submodel hutan rakyat. Sistem silvikultur yang digunakan adalah monokultur dan sistem tebang habis pada umur daur. Hanya saja, pada hutan tanaman memperlihatkan hasil yang cenderung menurun seperti yang tersaji di Gambar 9 dan Gambar 10. Hal ini sesuai dengan kenyataan, yaitu luasan hutan tanaman yang cenderung menurun.

HR Jati

Tegakan Hutan Rakyat jati Jateng

HR Mahoni

Tegakan Hutan Rakyat Mahoni Jateng

HR Sengon

(25)

13

Gambar 9 Dinamika tegakan hutan tanaman jati

Gambar 10 Dinamika tegakan hutan tanaman rimba 3.3.4 Submodel Non Kawasan hutan

Areal non kawasan hutan yang disimulasikan adalah perkebunan, sawah, ladang dan padang rumput. Komoditas perkebunan yang digunakan dalam pemodelan berupa cengkeh, kakao, karet, kopi, kapok, teh, kelapa, tembakau, tebu, dan jambu mete. Simulasi model hanya menggunakan komoditas tersebut karena komoditas tersebut memiliki luas terbesar, sedangkan komoditas lainnya hanya memiliki luas yang kecil dan tidak mempengaruhi hasil pendugaan karbon perkebunan.

Gambar 11 Dinamika luas non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah

Ju

ml

ah

P

o

h

o

n

Lu

as

(

h

a)

Ju

m

lah

P

o

h

o

(26)

14

Hasil yang disajikan di Gambar 11 menunjukan hasil kenaikan secara linier. Hal ini dikarenakan setelah tahun 2012, grafik merupakan hasil persamaan regresi linier dari data luas masing-masing sektor. Model juga dibangun dengan mengesampingkan faktor-faktor lain seperti kebakaran, bencana alam, penyakit, dan tindakan lainnya yang dapat mempengaruhi dinamika luas non kawasan hutan. Sektor yang menyumbang simpanan karbon terbesar adalah dari sektor perkebunan.

3.3.5 Submodel Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dilaksanakan untuk mengembalikan atau meningkatkan kualitas dan fungsi dari lahan kritis baik di dalam kawasan hutan maupun luar kawasan hutan yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan kegiatan RHL beberapa tahun terakhir yang terangkum dalam Tabel 3.

Tabel 3 Luas areal kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

Tahun Luas (ha)

2005 5 140

2006 29 685

2007 2 273

2008 11

Sumber: Kemenhut (2009)

Rata-rata luas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sebesar 9 277 ha/tahun. Data tersebut kemudian dikembangkan menjadi model untuk menduga besaran karbon yang diserap. Submodel yang dikembangkan tersaji pada Gambar 12.

Gambar 12 Submodel rehabilitasi hutan dan lahan

Pohon RHL

tanamrhl

JTrhl

matirhl

C RHL

BiomassaSengon

R H L

Luas RHL

(27)

15

Gambar 13 Hasil simulasi simpanan karbon hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan meningkatkan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah. Penghitungan simpanan karbon dilakukan dengan cara mengkalikan luas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan faktor konversi karbon. Gambar 13 menyajikan hasil simulasi model RHL. Pada tahun 2050, simulasi model menunjukkan karbon yang berhasil diserap adalah sebesar 624 384 ton.

3.3.7 Submodel Dinamika Simpanan Karbon Kawasan Berhutan

Pendugaan nilai simpanan karbon kawasan hutan menggunakan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai simpanan karbon seperti yang tersaji di Tabel 4.

Tabel 4 Simpanan karbon berdasarkan jenis penggunaan lahan Jenis Penggunaan Lahan Cadangan Karbon

(ton/ha) Sumber Pustaka

Hutan Primer 348.02 Tresnawan dan Rosalina (2002)

Hutan Bekas Tebangan 189.26 Tresnawan dan Rosalina (2002)

Hutan Pinus 74.6 Gintings (1997)

Agroforestry 41.1 Rusolono (2006)

Metode pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan pada penelitian ini mengacu pada metode perhitungan IPCC (2006) untuk sektor AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use) dimana untuk mendapatkan nilai emisi/ serapan GRK menggunakan rumus:

Emisi/ Serapan GRK = DA X FE

Keterangan :

DA = Data aktifitas (ha) FE = Faktor emisi (tonC/ha)

(28)

16

Tabel 5 Persamaan allometrik berdasarkan jenis pohon

Jenis Pohon Persamaan Allometrik

(kg/pohon) Sumber Pustaka

Jati (Tectona grandis) B=0.153xD2.382 Sutaryo (2009) Mahoni (Swietenia macrophylla) B=0.048xD2.68 Sutaryo (2009) Sengon (Paraserianthes falcataria) B=0.049xD2.591 Sutaryo (2009)

Keterangan: B=biomassa (kg/pohon), D=diameter (cm)

Data dari Tabel 4 dan Tabel 5, kemudian digunakan untuk membangun model pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan seperti pada Gambar 14.

Gambar 14 Submodel pendugaan simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah

Gambar 15 Dinamika simpanan karbon kawasan hutan

HT Maho

HR Maho HR Sengo

C Mahoni HT Biomassa

C Mahoni HR C Sengon

Agrofores

Sub model Pendugaan karbon KH Jateng

(29)

17 Gambar 15 menyajikan simpanan karbon kawasan hutan yang cenderung mengalami tren negatif, yaitu terjadi penurunan hingga akhir periode simulasi. Penurunan simpanan karbon ini terjadi karena adanya deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di kawasan hutan. Pada tahun 2004, simpanan karbon kawasan hutan sebesar 138.3 mega ton dan menurun menjadi 59.3 mega ton di tahun 2050 atau kehilangan simpanan karbon sebesar 79 mega ton karbon pada kondisi BAU. Deforestasi menyebabkan kawasan hutan kehilangan simpanan karbon sebesar 1 mega ton/tahun. Degradasi hutan berupa kebakaran hutan dan pembalakan liar melepaskan simpanan karbon sebesar 0.7 mega ton/tahun.

Gambar 16 Dinamika simpanan karbon hutan rakyat

Gambar 16 menyajikan hasil simulasi simpanan karbon HR yang relatif mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini berbanding lurus dengan luas HR yang selalu meningkat setiap tahunnya. Simpanan karbon HR hingga tahun 2004 sebesar 22.5 mega ton dan akan terus meningkat menjadi 38.87 mega ton pada tahun 2050.

Sektor selanjutnya adalah agroforestri. Agroforestri yang berkembang di Provinsi Jawa Tengah memiliki sistem tumpang sari. Tumpang sari tersebut berupa tanaman kehutanan yang ditanam bersama dengan tanaman pertanian seperti kedelai, kacang tanah, jagung, padi, dan lain sebagainya.

Gambar 17 Dinamika simpanan karbon hutan tanaman dan agroforestri Hasil yang tersaji pada Gambar 17 menunjukan bahwa simpanan karbon yang diperoleh dari sistem agroforestri mengalami fluktuasi sampai tahun 2012. Simpanan karbon agroforestry sampai dengan tahun 2012 sebesar 2.35 mega ton.

(30)

18

Setelah itu grafik secara konstan mengalami kenaikan hingga tahun 2050 simpanan karbon agroforestry menjadi 5.14 mega ton. Fluktuasi tersebut terjadi karena model yang dibangun sampai tahun 2012 berasal dari data yang diperoleh, sedangkan untuk tahun 2013 hingga akhir periode simulasi merupakan hasil dari regresi linier data agroforestri. Kemudian untuk grafik hutan tanaman cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2004 simpanan karbon hutan tanaman sebesar 6.3 mega ton dan menurun menjadi 3.2 mega ton pada tahun 2050.

Gambar 18 Dinamika total simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah

Gambar 18 memperlihatkan bahwa simpanan karbon kawasan berhutan Provinsi Jawa Tengah hingga tahun 2004 adalah sebesar 168.8 mega ton dan jika berada di kondisi BAU, simpanan karbon kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah akan terus menurun dan di tahun 2050, simpanan karbon hanya sebesar 106.4 mega ton atau kehilangan 62.4 mega ton selama periode simulasi. Total simpanan karbon kawasan berhutan paling besar dipengaruhi oleh simpanan karbon hutan rakyat dan simpanan karbon kawasan hutan.

3.3.8 Submodel Dinamika Simpanan Karbon Non Kawasan hutan

Tabel 6 Simpanan karbon non kawasan hutan Jenis Penggunaan Lahan Cadangan Karbon

(ton/ha) Sumber Pustaka

Sawah 2.8 Rakhmawati (2012)

Ladang 1.1 Kurniawan et al (2010)

Padang Rumput 10 Muzahid (2008)

(31)

19

Agroforestry 41.1 Rusolono (2006)

Semak Belukar 15 Muzahid (2008)

Data mengenai perkembangan luas kawasan dan faktor emisi tersebut kemudian digunakan untuk membangun model pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan tersaji pada Gambar 19.

Gambar 19 Submodel pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah

Pendugaan simpanan karbon di kawasan non hutan menggunakan metode penghitungan IPCC (2006) yaitu dengan mengkalikan luas kawasan dengan faktor emisi karbon.

Gambar 20 Dinamika simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah.

Kaka Cengke Kapo

C Kakao C Cengkeh C Kapok

C Ladang

Sub Model Pendugaan Karbon NKH Jateng

(32)

20

Submodel pendugaan simpanan karbon non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah dibangun berdasarkan penggunaan lahan kawasan non hutan yang ada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu berupa perkebunan, sawah, ladang, dan padang rumput. Komoditas perkebunan yang digunakan untuk membangun model yaitu berupa cengkeh, kakao, karet, kopi, kapok, teh, kelapa, tembakau, tebu, dan jambu mete. Model juga dibangun dengan mengesampingkan faktor-faktor lain seperti kebakaran, bencana alam, penyakit. Hasil simulasi tersaji dalam grafik yang disajikan Gambar 20 menunjukan bahwa simpanan karbon non kawasan hutan relatif mengalami kenaikan secara linier. Grafik berbentuk linier karena grafik tersebut merupakan hasil regresi linier luas kawasan non hutan yang dikonversikan menjadi simpanan karbon. Pada tahun 2012 simpanan karbon non kawasan hutan sebesar 14.44 mega ton dan meningkat menjadi 26.19 mega ton pada tahun 2050. Sektor perkebunan dan sawah menjadi penyumbang simpanan karbon terbesar.

3.3.9 Submodel Dinamika Simpanan Karbon Provinsi Jawa Tengah

Submodel pendugaan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah yang dibangun merupakan hasil keluaran dari submodel-submodel yang telah dibangun sebelumnya. Hasil dari simulasi submodel dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah tersaji dalam Gambar 21.

Gambar 21 Dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah

(33)

21 3.4 Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan untuk membandingkan perilaku model yang dibangun dengan kondisi nyata. Evaluasi model menggunakan kriteria kelogisan dan perbandingan perilaku model dengan pola yang diharapkan dan perbandingan perilaku model dengan sistem nyata (Purnomo 2012).

Evaluasi model dilakukan dari model secara keseluruhan kemudian ke setiap submodel yang dikembangkan. Model dinamika simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah memiliki relasi-relasi antar bagian dari model yang logis untuk dibangun sebagai satu kesatuan model. Bagian-bagian dari model yang dibangun memiliki hubungan yang saling terkait untuk menghasilkan model yang diharapkan. Perilaku yang ditunjukan oleh model yang dibangun sesuai dengan yang diharapkan dan sesuai dengan sistem nyata. Hasil dari model yang dibangun dibandingkan dengan data statistik yang diperoleh dan menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda.

Tabel 7 Evaluasi model

Model Kelogisan Perbandingan perilaku model dengan pola yang diharapkan

Model secara keseluruhan Ya Sesuai

Submodel dinamika kawasan hutan Ya Sesuai

Submodel hutan rakyat Ya Sesuai

Submodel hutan tanaman Ya Sesuai

Submodel non kawasan hutan Ya Sesuai

Submodel rehabilitasi hutan dan lahan Ya Sesuai

Submodel dinamika simpanan karbon

kawasan berhutan Ya Sesuai

Submodel dinamika simpanan karbon non

kawasan hutan Ya Sesuai

Submodel dinamika simpanan karbon

Provinsi Jawa Tengah Ya Sesuai

Model yang dibangun menunjukan bahwa simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah terus mengalami penurunan hingga akhir periode simulasi. Hasil ini sesuai dengan data statistik kehutanan dan perkebunan Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2004 hingga 2012 dan keadaan di lapangan.

3.5 Penggunaan Model

Model yang telah dibangun harus bisa digunakan untuk skenario-skenario sesuai dengan tujuan model. Model yang dibangun dapat digunakan sebagai

(34)

22

3.5.1 Skenario Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Provinsi Jawa Tengah memiliki luas lahan kritis mencapai 720 763 ha pada tahun 2011. Pemerintah selama ini telah melakukan kegiatan untuk merehabilitasi lahan kritis tersebut. Laju rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan pemerintah sekitar 9 277 ha/tahun. Skenario rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan meningkatkan luasan menjadi 2 kali lipat dari luasan rehabilitasi hutan dan lahan aktual. Skenario dilakukan mulai dari tahun 2014 hingga akhir periode simulasi.

Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario RHL

Gambar 22 Simulasi skenario rehabilitasi hutan dan lahan

Gambar 22 menyajikan grafik simulasi pada kondisi BAU hingga tahun 2050 menunjukan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah sebesar 133.2 mega ton. dengan adanya penerapan skenario peningkatan luas rehabilitasi hutan dan lahan meningkatkan simpanan karbon sebesar 0.6 mega ton menjadi 133.8 mega ton.

3.5.2 Skenario Penegakan Hukum

Pembalakan liar dan kebakaran hutan merupakan hal yang merugikan baik secara ekonomi dan lingkungan. Setiap tahun, negara terus dirugikan akibat aktivitas pembalakan liar serta kebakaran hutan. Setiap tahunnya kawasan hutan juga terus mengalami kehilangan simpanan karbon.

Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario penegakan hukum

Gambar 23 Simulasi skenario penegakan hukum

(35)

23 Upaya penanggulangan dari pemerintah sebenarnya telah dilakukan dengan keluarnya peraturan-peraturan untuk mencegah terjadinya aktivitas pembalakan liar. Hanya saja, upaya penegakan hukum di lapangan masih kurang maksimal. Skenario penegakan hukum dibuat dengan asumsi bahwa penegakan hukum dan pengawasan dilaksanakan secara maksimal sehingga aktivitas pembalakan liar dan kebakaran hutan dapat ditekan hingga angka minimal. Hasil dari simulasi skenario penegakan hukum disajikan pada Gambar 23. Dengan adanya skenario penegakan hukum, diharapkan simpanan karbon yang hilang akan menurun. Penerapan skenario penegakan hukum meningkatkan simpanan karbon pada akhir periode simulasi sebesar 23.5 mega ton menjadi 156.7 mega ton.

3.5.3 Skenario Evaluasi Pengelolaan Hutan Tanaman

Hutan tanaman di Provinsi Jawa Tengah dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Beberapa tahun belakangan ini, luas pengelolaan hutan tanaman oleh perhutani cenderung mengalami penurunan. Hal ini tentunya berdampak pada penurunan simpanan karbon. Keadaan ini dapat diubah dengan memperbaiki kinerja pengelolaan hutan tanaman. Skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman dibangun untuk memperbaiki tren yang ada saat ini. Skenario ini dibangun dengan asumsi jika luas pengelolaan hutan tanaman ditingkatkan menjadi 1.5 kali luasan yang telah dikelola hingga saat ini dan adanya penghentian aktivitas penebangan selama 5 tahun untuk memperbaiki ekosistem hutan tanaman. Skenario diterapkan mulai tahun 2014 dan hasilnya seperti yang tersaji pada grafik di Gambar 24.

Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario evaluasi pengelolaan HT

Gambar 24 Simulasi dinamika tegakan skenario evaluasi pengelolaan HT Ketika skenario diterapkan, pada tahun 2014 hingga tahun 2019 merupakan waktu ketika aktivitas penebangan dihentikan dan mulai dilakukan perluasan area pengelolaan. Pada rentang waktu tersebut terjadi peningkatan jumlah pohon. Grafik akan mulai mengalami penurunan ketika aktivitas penebangan kembali dilakukan.

Ju

m

lah

P

o

h

o

(36)

24

Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario evaluasi pengelolaan HT

Gambar 25 Simulasi simpanan karbon skenario evaluasi pengelolaan HT Gambar 25 menyajikan hasil simulasi pada kondisi BAU hingga tahun 2050 menunjukkan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah sebesar 133.2 mega ton. penerapan skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman mampu meningkatkan simpanan karbon sebesar 2 mega ton.

3.5.4 Skenario Provinsi Konservasi

Skenario Provinsi Konservasi dibangun berdasarkan pada model yang telah ada, dengan mengasumsikan bahwa semua kegiatan yang dapat mengurangi luas kawasan hutan setelah tahun 2013 dihentikan. Gambar 26 menyajikan hasil simulasi jika skenario provinsi konservasi diterapkan.

Keterangan: (1) garis biru: baseline, (2) garis merah: skenario provinsi konservasi

Gambar 26 Simulasi skenario provinsi konservasi

Penerapan skenario provinsi konservasi mampu menahan hilangnya simpanan karbon di Provinsi Jawa Tengah. Simulasi pada kondisi BAU hingga tahun 2050 menunjukkan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah sebesar 133.2 mega ton. penerapan skenario provinsi konservasi dimulai tahun 2014 dan dapat meningkatkan simpanan karbon sebesar 36.1 mega ton.

(37)

25

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Hasil pemodelan mengenai dinamika simpanan karbon yang dibangun menunjukan bahwa Provinsi Jawa Tengah mempunyai simpanan karbon yang cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Faktor yang paling mempengaruhi adalah laju deforestasi dan degradasi hutan yang besar di kawasan hutan setiap tahunnya. Simpanan karbon pada tahun 2004 sebesar 182.3 mega ton dan menurun sebesar 49.1 mega ton menjadi 133.2 mega ton pada tahun 2050.

Skenario pilihan yang dibangun dalam penelitian ini untuk mempertahankan dan meningkatkan simpanan karbon adalah skenario rehabilitasi hutan dan lahan, skenario penegakan hukum, skenario evaluasi pengelolaan hutan tanaman, dan skenario provinsi konservasi. Hasil simulasi keempat skenario tersebut berdampak positif terhadap peningkatan simpanan karbon Provinsi Jawa Tengah.

4.2 Saran

Upaya mitigasi perubahan iklim perlu dilakukan setiap waktu untuk mempertahankan simpanan karbon. Penelitian-penelitian serupa terkait dinamika simpanan karbon perlu dilakukan di provinsi lainnya untuk mengetahui dinamika simpanan karbon Indonesia. Penelitian yang lebih mendalam mengenai nilai ekonomi yang akan diperoleh dan dampak sosial yang akan ditimbulkan jika skenario Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+) diterapkan di Provinsi Jawa Tengah juga perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. FAO, Forestry Paper 134. A Forest Resource Assessment Publication, Rome. Pp,1.

Budiharto. 2009. Penentuan rujukan dan skenario pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia [Tesis]. Bogor (ID) Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2007. Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2008. Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008. Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2009. Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009. Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

(38)

26

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Jawa Tengah (ID): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. 2008. Statistik Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008. Jawa Tengah (ID): Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. 2009. Statistik Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009. Jawa Tengah (ID): Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. 2010. Statistik Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010. Jawa Tengah (ID): Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Statistik Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Jawa Tengah (ID): Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah. 2012. Statistik Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Jawa Tengah (ID): Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. Global Forest Resources Assessment 2010: Main Report. Forestry Paper No 163.

Gintings A. Ng. 1997. Pendugaan biomassa karbon pada berbagai tipe hutan tanaman. Bogor (ID): Kerjasama JIFPRO dan Puslitbang hutan dan Konservasi Alam.

Haryadi. 2005. Kajian Potensi Cadangan Karbon pada Pertanaman Teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) dan Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Institut pertanian bogor.

[IPCC] International Panel on Climate Change. 2006. Guidelines for National

Greenhouse Gas Inventories: Vol 4: Agriculture, Forestry and Other Land Use. [KEMENHUT] Kementerian Kehutanan. 2009. Eksekutif Data Strategis

Kehutanan Tahun 2008. Jakarta (ID): Kemenhut

[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan. 2011. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2010. Jakarta (ID): Kemenhut.

Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Paraserianthes falcataria

(L.) Nielsen: Ekologi, silvikultur dan produktivitas. Bogor (ID): CIFOR.

Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Swietenia macrophylla

King: Ekologi, silvikultur dan produktivitas. Bogor (ID): CIFOR.

Kurniawan S, Prayogo C, Zulkarnain MT, Lestari ND, Aini FK, Hairiah K. 2010.

Estimasi Karbon Tersimpan di Lahan-lahan Pertanian di DAS Konto Jawa Timur: RACSA (Rapid Carbon Stock Appraisal). Working paper 120. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Program.

Lestari WS. 2011. Model Simpanan Karbon pada Hutan dan Mebel Jati di Jepara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Muzahid HA. 2008. Potensi Simpanan Karbon di Hutan Alam Tropika Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(39)

27 Rakhmawati M. 2012. Pemanfaatan citra landsat untuk estimasi biomassa atas permukaan dari berbagai penutupan lahan dengan pendekatan indeks vegetasi (studi kasus kabupaten mamuju utara sulawesi barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rusolono T. 2006. Model pendugaan persediaan karbon tegakan agroforestri untuk pengelolaan hutan milik melalui skema perdagangan karbon [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutaryo D. 2009. Penghitungan biomassa: sebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan karbon. Bogor (ID): Wetlands International Indonesia Programme.

Tresnawan H, Rosalina U. 2002. Pendugaan biomasa di atas tanah di ekosistem hutan primer dan hutan bekas tebangan (Studi Kasus Hutan Dusun Aro, Jambi). Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VIII No. 1 : 15-29 (2002) Artikel (Article) Trop. For. Manage. J. VIII (1) : 15-29 (2002).

[UNFCCC] United Nations Framework Convention on Climate Change. 1998.

Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate

Change. UNFCCC

Widayati A, Ekadinata A, Syam R. 2005. Alih Guna Lahan di Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan dan Kerapatan Vegetasi pada Skala Lanskap Di dalam : Lusiana B, van Noordwijk M, Rahayu S, editor. Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre – ICRAF.

Yuwono SB, Hilmanto R, Qurniati R. 2012. Estimasi Total Penyerapan Karbon Tersimpan Pada Sistem Agroforestri di Desa Sumber Agung Untuk Mendukung Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca [jurnal]. Bandar Lampung (ID): Universitas lampung.

(40)

28

LAMPIRAN

1. Model kuantitatif dinamika simpanan karbon di Provinsi Jawa Tengah

Agroforestry Jateng

Agroforestry(t) = Agroforestry(t - dt) + (laju_Agroforestry + laju2_agroforestry - panen_agf) * dtINIT Agroforestry = 47499.00

INFLOWS:

laju_Agroforestry = if time>2012 then Permit1_agroforestry else 0 laju2_agroforestry = if time<2013 then permit2_agroforestry else 0 OUTFLOWS:

panen_agf = if mod(time,0) then Agroforestry else 0 Permit1_agroforestry = -2690206+1374*time permit2_agroforestry = GRAPH(TIME)

(2004, 47499), (2005, 58602), (2006, 77153), (2007, 98210), (2008, 31138), (2009, 117903), (2010, 57120), (2011, 57163)

HK(t) = HK(t - dt) + (Alih_Fungsi) * dtINIT HK = 16413 INFLOWS:

Alih_Fungsi = GRAPH(TIME)

(2004, 10844), (2005, 0.00), (2006, 231), (2007, 0.00), (2008, 0.00), (2009, 0.00), (2010, 0.00), (2011, 0.00), (2012, 0.00), (2013, 0.00), (2014, 0.00)

HL(t) = HL(t - dt) + (RPP - Alih_Fungsi - PP) * dtINIT HL = 84430 INFLOWS:

RPP = if time=2036 then Pinjam_pakai/2 else 0 OUTFLOWS:

Alih_Fungsi = GRAPH(TIME)

(2004, 10844), (2005, 0.00), (2006, 231), (2007, 0.00), (2008, 0.00), (2009, 0.00), (2010, 0.00), (2011, 0.00), (2012, 0.00), (2013, 0.00), (2014, 0.00)

PP = if time=2006 then Pinjam_pakai/2 else 0

HP(t) = HP(t - dt) + (RPP_HP + TM - PP_HP - TK) * dtINIT HP = 362360 INFLOWS:

RPP_HP = if time=2036 then Pinjam_pakai/2 else 0 TM = if TIMe>2003 and time<2012 then Tn_msk else 0 OUTFLOWS:

PP_HP = if time=2006 then Pinjam_pakai/2 else 0

TK = if time>2003 and Prov_konservasi=0 then Tn_klr else if time>2003 and time<2014 and Prov_konservasi=1 then Tn_klr else 0

HPT(t) = HPT(t - dt)INIT HPT = 183390

KHR(t) = KHR(t - dt) + (Degradasi_hutan) * dtINIT KHR = 0 INFLOWS:

Degradasi_hutan = if time>2005 and penegakanhukum=0 then Intensitas_dh else if time>2005 and time<2014 and penegakanhukum=1 then Intensitas_dh else 0 NKH(t) = NKH(t - dt) + (Deforestasi + TK - TM) * dtINIT NKH = 0

INFLOWS:

(41)

29 TK = if time>2003 and Prov_konservasi=0 then Tn_klr else if time>2003 and time<2014 and Prov_konservasi=1 then Tn_klr else 0

OUTFLOWS:

TM = if TIMe>2003 and time<2012 then Tn_msk else 0

Tambang(t) = Tambang(t - dt) + (PP + PP_HP - RPP - RPP_HP) * dtINIT Tambang = 0

INFLOWS:

PP = if time=2006 then Pinjam_pakai/2 else 0 PP_HP = if time=2006 then Pinjam_pakai/2 else 0 OUTFLOWS:

RPP = if time=2036 then Pinjam_pakai/2 else 0 RPP_HP = if time=2036 then Pinjam_pakai/2 else 0 Intensitas_df = 5044 (2010, 10698), (2011, 128)

Tn_msk = GRAPH(TIME)

(2004, 10.6), (2005, 0.00), (2006, 0.00), (2007, 0.00), (2008, 258), (2009, 1.69), (2010, 2680), (2011, 467)

LNKH = Ladang+Pd_Rumput+Sawah+Kebun biomasaPL = pembalakan_liar*189.26

C_Pembalakan_Liar = if time>2003 and time<=2012 then biomasaPL else if time>2012 and penegakanhukum=0 then biomasaPL else 0

pembalakan_liar = 414 penegakanhukum = 0

Ladang(t) = Ladang(t - dt) + (laju_Ladang + laju2_ladang - panen_ld) * dtINIT Ladang = 12205.00

INFLOWS:

laju_Ladang = if time>2012 then permit_ladang else 0

laju2_ladang = if time<2008 then 12205.00 else if time>2007 and time<2013 then permit2_ladang else 0

OUTFLOWS:

panen_ld = if mod(time,0) then Ladang else 0 permit_ladang = 568022-276*time

permit2_ladang = GRAPH(TIME)

(42)

30

INFLOWS:

laju_Pd_Rumput = if time<2008 then 1846.00 else if time>2007 and time<2013 then permit2_pd_rumput else 0

laju2_pd_rumput = if time>2012 then permit_rumput else 0 OUTFLOWS:

panen_pdr = if mod(time,0) then Pd_Rumput else 0 permit_rumput = -61162+31*time

permit2_pd_rumput = GRAPH(TIME)

(2008, 1846), (2009, 1231), (2010, 1184), (2011, 1745), (2012, 1745) C_Jateng = C_KH+C_NKH+C_RHL

Cengkeh(t) = Cengkeh(t - dt) + (laju_Cengkeh + laju2_cengkeh - panen_ckh) * dtINIT Cengkeh = 36059.76

INFLOWS:

laju_Cengkeh = if time<2008 then 36059.76 else if time>2007 and time<2013 then permit_cengkeh else 0

laju2_cengkeh = if time>2012 then permit2_cengkeh else 0 OUTFLOWS:

panen_ckh = if mod(time,0) then Cengkeh else 0

Jambu_Mete(t) = Jambu_Mete(t - dt) + (laju_Jambu_Mete + laju2_jbmete - panen_jbmt) * dtINIT Jambu_Mete = 26364.85

INFLOWS:

laju_Jambu_Mete = if time<2008 then 26364.85 else if time>2007 and time<2013 then permit_jbmete else 0

laju2_jbmete = if time>2012 then permit2_jbmete else 0 OUTFLOWS:

panen_jbmt = if mod(time,0) then Jambu_Mete else 0

Kakao(t) = Kakao(t - dt) + (laju_Kakao + laju2_kakao - panen_kakao) * dtINIT Kakao = 6862.64

INFLOWS:

laju_Kakao = if time<2008 then 6862.64 else if time>2007 and time<2013 then permit_kakao else 0

laju2_kakao = if time>2012 then permit2_kakao else 0 OUTFLOWS:

panen_kakao = if mod(time,0) then Kakao else 0

Kapok(t) = Kapok(t - dt) + (laju_Kapok + laju2_kapok - panen_kapok) * dtINIT Kapok = 44021.48

INFLOWS:

laju_Kapok = if time<2008 then 44021.48 else if time>2007 and time<2013 then permit_kapok else 0

laju2_kapok = if time>2012 then permit2_kapok else 0 OUTFLOWS:

panen_kapok = if mod(time,0) then Kapok else 0

Karet(t) = Karet(t - dt) + (laju_Karet + laju2_karet - panen_karet) * dtINIT Karet = 33056.20

(43)

31 laju_Karet = if time<2008 then 33056.20 else if time>2007 and time<2013 then permit_karet else 0

laju2_karet = if time>2012 then permit2_karet else 0 OUTFLOWS:

panen_karet = if mod(time,0) then Karet else 0

Kelapa(t) = Kelapa(t - dt) + (laju_Kelapa + laju2_kelapa - panen_kelapa) * dtINIT Kelapa = 253586.71

INFLOWS:

laju_Kelapa = if time<2008 then 253586.71 else if time>2007 and time<2013 then permit_kelapa else 0

laju2_kelapa = if time>2012 then permit2_kelapa else 0 OUTFLOWS:

panen_kelapa = if mod(time,0) then Kelapa else 0

Kopi(t) = Kopi(t - dt) + (laju_Kopi + laju2_kopi - panen_kopi) * dtINIT Kopi = 37376.76

INFLOWS:

laju_Kopi = if time<2008 then 37376.76 else if time>2007 and time<2013 then permit_kopi else 0

laju2_kopi = if time>2012 then permit2_kopi else 0 OUTFLOWS:

panen_kopi = if mod(time,0) then Kopi else 0

Tebu(t) = Tebu(t - dt) + (laju_Tebu + laju2_tebu - panen_tebu) * dtINIT Tebu = 63250.98

INFLOWS:

laju_Tebu = if time<2008 then 63250.98 else if time>2007 and time<2013 then permit_tebu else 0

laju2_tebu = if time>2012 then permit2_tebu else 0 OUTFLOWS:

panen_tebu = if mod(time,0) then Tebu else 0

Teh(t) = Teh(t - dt) + (laju_Teh + laju2_teh - panen_teh) * dtINIT Teh = 9189.85 INFLOWS:

laju_Teh = if time<2008 then 9189.85 else if time>2007 and time<2013 then permit_teh else 0

laju2_teh = if time>2012 then permit2_teh else 0 OUTFLOWS:

panen_teh = if mod(time,0) then Teh else 0

Tembakau(t) = Tembakau(t - dt) + (laju_Tembakau + laju2_tbk - panen_tembakau) * dtINIT Tembakau = 36778.31

INFLOWS:

laju_Tembakau = if time<2008 then 36778.31 else if time>2007 and time<2013 then permit_tbk else 0

laju2_tbk = if time>2012 then permit2_tbk else 0 OUTFLOWS:

panen_tembakau = if mod(time,0) then Tembakau else 0

Kebun =

Cengkeh+Jambu_Mete+Kakao+Kapok+Karet+Kelapa+Kopi+Tebu+Teh+Tembak au

(44)

32

(2008, 36060), (2009, 37488), (2010, 38971), (2011, 42322), (2012, 42823) permit_jbmete = GRAPH(TIME)

(2008, 26365), (2009, 26309), (2010, 26191), (2011, 25895), (2012, 25404) permit_kakao = GRAPH(TIME)

(2008, 6863), (2009, 6661), (2010, 6560), (2011, 7091), (2012, 7900) permit_kapok = GRAPH(TIME)

(2008, 44021), (2009, 43575), (2010, 43169), (2011, 42177), (2012, 41330) permit_karet = GRAPH(TIME)

(2008, 33056), (2009, 35092), (2010, 38955), (2011, 39303), (2012, 40563) permit_kelapa = GRAPH(TIME)

(2008, 253587), (2009, 256286), (2010, 258485), (2011, 260688), (2012, 259859) permit_kopi = GRAPH(TIME)

(2008, 37377), (2009, 37477), (2010, 37641), (2011, 38127), (2012, 38902) permit_tbk = GRAPH(TIME)

(2008, 36778), (2009, 42158), (2010, 48812), (2011, 45932), (2012, 53019) permit_tebu = GRAPH(TIME)

(2008, 63251), (2009, 60545), (2010, 67371), (2011, 69456), (2012, 72564) permit_teh = GRAPH(TIME)

(2008, 9190), (2009, 8979), (2010, 8975), (2011, 10717), (2012, 8905)

Pohon_RHL(t) = Pohon_RHL(t - dt) + (tanamrhl - matirhl) * dtINIT Pohon_RHL = 0 Pohon_RHL*BiomassaSengon*0.47*Luas_RHL/1000 else if time>2012 and R_H_L=0 then Pohon_RHL*BiomassaSengon*0.47*Luas_RHL/1000 else if

time>2012 and R_H_L=1 then

Pohon_RHL*BiomassaSengon*0.47*(Luas_RHL*2)/1000 else 0 JTrhl = 25

Luas_RHL = if time>2003 then 9277.4 else 0 R_H_L = 0

(45)

33 INFLOWS:

Laju_Sawah = if time>2012 then Permit1_Sawah else 0

laju2_sawah = if time<2008 then 992455 else if time>2007 and time<2013 then permit2_sawah else 0

OUTFLOWS:

panen_sw = if mod(time,0) then Sawah else 0 Permit1_Sawah = 1190551-99*time

permit2_sawah = GRAPH(TIME)

(2008, 992455), (2009, 990652), (2010, 991652), (2011, 991524), (2012, 991524) Biomassa[mahoni] = 61.05

C_pgunaan_kws =

(46)

34

Panen2 = if time>=2004 then HR_Jati*(1/daur_J) else 0

penjarangan_J2 = if time>=2004 then HR_Jati*intensitas_penjarangan_J2/daur_J else 0

(2004, 287667), (2005, 317440), (2006, 345883), (2007, 375211), (2008, 412981), (2009, 469195), (2010, 506501), (2011, 576008)

Nha_Jati(t) = Nha_Jati(t - dt) + (Tanam_J - penjarangan_J - Panen_J) * dtINIT Nha_Jati = 0

INFLOWS:

Tanam_J = if mod(time,daur_J)=0+1 then 10000/JT1 else 0 OUTFLOWS:

penjarangan_J = if mod(time,5)=0 then intensitas_penjarangan_J*Nha_Jati else 0 Panen_J = if mod(time,daur_J)=0 then Nha_Jati else 0

daur_J = 30

(47)

35 HR_Mahoni(t) = HR_Mahoni(t - dt) + (Tanam_M2 - Panen_M2 - penjarangan_M2) * dtINIT HR_Mahoni = 119861400

INFLOWS:

Tanam_M2 = ((10000/JT2)*(permit_HR/3))*1/daur_M OUTFLOWS:

Panen_M2 = if time>=2004 then HR_Mahoni*(1/daur_M) else 0

penjarangan_M2 = if time>=2004 then

HR_Mahoni*intensitas_penjarangan_M2/daur_M else 0 intensitas_penjarangan_M2 = 5/100

Nha_Mahoni(t) = Nha_Mahoni(t - dt) + (Tanam_M - penjarangan_M - Panen_M) * dtINIT Nha_Mahoni = 0

INFLOWS:

Tanam_M = if mod(time,daur_M)=0+1 then 10000/JT2 else 0 OUTFLOWS:

penjarangan_M = if mod(time,4)=0 then intensitas_penjarangan_M*Nha_Mahoni else 0

Panen_M = if mod(time,daur_M)=0 then Nha_Mahoni else 0 daur_M = 30

intensitas_penjarangan_M = 5/100 JT2 = 8

HR_Sengon(t) = HR_Sengon(t - dt) + (Tanam_S2 - Panen_S2 - penjarangan_S2) * dtINIT HR_Sengon = 106543467

INFLOWS:

Tanam_S2 = ((10000/JT3)*(permit_HR/3))*1/daur_S OUTFLOWS:

Panen_S2 = if time>=2004 then HR_Sengon*(1/daur_S) else 0

penjarangan_S2 = if time>=2004 then

HR_Sengon*intensitas_penjarangan_S2*(1/daur_S) else 0 intensitas_penjarangan_S2 = 5/100

Nha_Sengon(t) = Nha_Sengon(t - dt) + (Tanam_S - penjarangan_S - Panen_S) * dtINIT Nha_Sengon = 0

INFLOWS:

Tanam_S = if mod(time,daur_S)=0+1 then 10000/JT3 else 0 OUTFLOWS:

penjarangan_S = if mod(time,2)=0 then intensitas_penjarangan_S*Nha_Sengon else 0

Panen_S = if mod(time,daur_S)=0 then Nha_Sengon else 0 daur_S = 10

intensitas_penjarangan_S = 5/100 JT3 = 9

HT_Jati(t) = HT_Jati(t - dt) + (Penanaman - Pemanenan - penjarangan_HTJ) * dtINIT HT_Jati = 38193295

(48)

36

Penanaman = if time>2013 and insentif2=0 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_Jati)*1/daur_J) else if time>2013 and insentif2=1 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_Jati*1.5)*1/daur_J) else if time>2003 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_Jati)*1/daur_J) else 0

OUTFLOWS:

Pemanenan = if time>2013 and time<2019 and insentif=0 then HT_Jati*(1/daur_J) else if time>2013 and time<2019 and insentif=1 then 0*HT_Jati*(1/daur_J) else if time>=2004 then HT_Jati*(1/daur_J) else 0

penjarangan_HTJ = if time>=2004 then

HT_Jati*intensitas_penjarangan_J2_2*(1/daur_J) else 0 intensitas_penjarangan_J2_2 = 5/100

permit_Tanam_Jati = GRAPH(TIME)

(2004, 34374), (2005, 26521), (2006, 23273), (2007, 25858), (2008, 14741), (2009, 15038), (2010, 12389), (2011, 11984)

HT_Mahoni(t) = HT_Mahoni(t - dt) + (Penanaman_3 - Pemanenan_3 - penjarangan_RC_2) * dtINIT HT_Mahoni = 7119444

INFLOWS:

Penanaman_3 = if time>2013 and insentif2=0 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_RC_2)*1/daur_Mahoni)*0.5 else if time>2013 and insentif2=1 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_RC_2*1.5)*1/daur_Mahoni)*0.5

else if time>2003 then

(((10000/JT1)*permit_Tanam_RC_2)*1/daur_Mahoni)*0.5 else 0 OUTFLOWS:

Pemanenan_3 = if time>2013 and time<2019 and insentif=0 then HT_Mahoni*(1/daur_Mahoni) else if time>2013 and time<2019 and insentif=1 then 0*HT_Mahoni*(1/daur_Mahoni) else if time>=2004 then HT_Mahoni*(1/daur_Mahoni) else 0

penjarangan_RC_2 = if time>=2004 then

HT_Mahoni*intensitas_penjarangan_RC_2*(1/daur_Mahoni) else 0

HT_Pinus(t) = HT_Pinus(t - dt) + (Penanaman_2 - Pemanenan_2 - penjarangan_RC) * dtINIT HT_Pinus = 7119444

INFLOWS:

Penanaman_2 = if time>2013 and insentif2=0 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_RC)*1/daur_Pinus)*0.5 else if time>2013 and insentif2=1 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_RC*1.5)*1/daur_Pinus)*0.5 else if time>2003 then (((10000/JT1)*permit_Tanam_RC)*1/daur_Pinus)*0.5 else 0 OUTFLOWS:

Pemanenan_2 = if time>2013 and time<2019 and insentif=0 then HT_Pinus*(1/daur_Pinus) else if time>2013 and time<2019 and insentif=1 then 0*HT_Pinus*(1/daur_Pinus) else if time>=2004 then HT_Pinus*(1/daur_Pinus) else 0

penjarangan_RC = if time>=2004 then

HT_Pinus*intensitas_penjarangan_RC*(1/daur_Pinus) else 0 daur_Mahoni = 30

(49)

37 intensitas_penjarangan_RC = 5/100

intensitas_penjarangan_RC_2 = 5/100 permit_Tanam_RC = GRAPH(TIME)

(2004, 12815), (2005, 14936), (2006, 12130), (2007, 21732), (2008, 3903), (2009, 9859), (2010, 4248), (2011, 9584)

permit_Tanam_RC_2 = GRAPH(TIME)

(50)

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 12 Desember 1989 dari ayah Eka Heru Nugraha dan ibu Lilik Musyarofah. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA 1 Wonosobo dan tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama mengikuti pendidikan penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Forest Management Student Club (FMSC) sebagai wakil ketua, International Forestry Student Asociation (IFSA-LC IPB) sebagai staf

Departement Public Relation. Selain itu, penulis juga aktif menjadi anggota kepanitiaan pada berbagai acara kemahasiswaan.

Pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan yang dilaksanakan di Sancang-Papandayan, Garut. Kemudian pada tahun 2011, penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan Perhutani KPH Cianjur Selatan. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di PT. Suka Jaya Makmur di Ketapang Kalimantan Barat pada tahun 2012.

Gambar

Gambar 1 Peta wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah
Gambar 2 Model konseptual dinamika sistem yang dikembangkan
Tabel 1 Data perkembangan penggunaan kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah
Gambar 3 Submodel dinamika kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data tersebut menunjukkan bahwa mencit 1 dengan perlakuan kontrol negative lebih banyak memberikan efek geliat, hal ini disebabkan karena pada mecit 1 tidak diberikan

19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia ( Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO) yang mewajibkan sertifikasi ISPO

Dengan keunggulan khas yang dimiliki oleh Kepulauan Riau, juga dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dan pemerintah setempat untuk mengembangkan

[r]

Agar suatu bangsa dapat berkiprah dalam tatanan dunia baru yang cepat berubah, perlu penyiapan SDM yang berkualifikasi: (1) memunyai daya saing secara terbuka dengan

Marinal Indoprima cukup baik dikarenakan tingkat kepuasan karyawan yang naik dan turun, retensi karyawan yang mengalami peningkatan yang tidak stabil,

Berdasarkan hasil pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dinas Tata Ruang Permukiman dan Kebersihan Kab Pangkajene dan Kepulauan serta memperhatikan Perpres 54 Tahun 2010

Bahwa proses penyusunan anggaran pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman, terdapat beberapa kendala dan kelemahan yang terjadi yaitu lemahnya sistem