• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Gizi Undur Undur Laut Emerita emeritus (A Milne. Eduards, 1862)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Gizi Undur Undur Laut Emerita emeritus (A Milne. Eduards, 1862)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP

KANDUNGAN GIZI UNDUR-UNDUR LAUT

Emerita emeritus

(A Milne. Eduards, 1862)

YULIAN NUR HANIFA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Metode

Pengolahan terhadap Kandungan Gizi Undur-Undur Laut Emerita emeritus (A Milne. Eduards, 1862)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 11 Februari 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

YULIAN NUR HANIFA. Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Gizi Undur-Undur Laut Emerita emeritus (A Milne. Eduards, 1862). Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan YUSLI WARDIATNO.

Undur-undur laut merupakan krustasea yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Penelitian ini bertujuan mempelajari morfologi undur-undur laut, perubahan kandungan gizi undur-undur laut setelah perlakuan pengolahan (perebusan, pengukusan, dan pemanggangan), dan menentukan metode pengolahan yang terbaik. Undur-undur laut memiliki bentuk tubuh yang membulat, bewarna abu-abu, dan panjang karapas 29,29 mm, panjang telson 20,78 mm, lebar telson 10,10 mm, serta bobot 7,34 g. Undur-undur laut mengandung kadar air 74,90%, protein 38,52%, lemak 8,76%, abu 35,63% dan karbohidrat 17,08%. Hasil penelitian menunjukkan metode pengolahan secara nyata tidak mempengaruhi kadar total asam amino, asam lemak, mineral, dan kolesterol. Metode pengolahan terbaik adalah pengukusan, dengan kadar total asam amino 25,00 g/100 g, total mineral 11036,61 mg/g, total asam lemak, 71,86 g/100 g, serta kolesterol 2,11 g/100 g.

Kata kunci: Emerita emeritus, metode pengolahan, morfologi, zat gizi

ABSTRACT

YULIAN NUR HANIFA. The Effect of Processing Methods on Nutrition Content of the Mole Crab, Emerita emeritus (A Milne. Eduards, 1862). Supervised by JOKO SANTOSO and YUSLI WARDIATNO.

Mole crab are crustacean which can be developed to fulfill human nutrition. The aims of this research were to determine the morphology of mole crab, the changes of nutrition contents of mole crab after processing methods ie boiling, steaming, and grilling, and to find out the best processing method. Mole crab have oval shape body, gray colored, and 29.29 mm length of carapace, 20.78 mm length of telson, 10.10 mm width of telson, 7.34 g of weigth. The mole crab contained 74.90% of moisture, 38.52% of protein, 8.76% of fat, 35.63% of ash, and 17.08% of charbohydrate. The results showed that processing method did not affect significantly the total amino acid, fatty acid, mineral, and cholesterol. The best processing method was steaming method, produced the total amino acid content 25.00 g/100 g, total mineral 11036.61 mg/g, total fatty acid 71.86 g/100 g, and cholesterol 2.11 g/100 g.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP

KANDUNGAN GIZI UNDUR-UNDUR LAUT

Emerita emeritus

(A Milne. Eduards, 1862)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Gizi Undur Undur Laut Emerita emeritus (A Milne. Eduards, 1862)

Nama : Yulian Nur Hanifa NIM : C34090082

Program studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi Pembimbing I

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas karunia-Nya sehingga karya tulis berjudul “Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Gizi Undur-Undur Laut Emerita emeritus (A Milne. Eduards, 1862)” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1 Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku pembimbing I dan Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2 Dr Sri Purwaningsih, SPi, MSi selaku dosen penguji tamu serta Dr Desniar, SPi, MSi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan

saran dalam penyusunan skripsi ini.

3 Bapak Ali Mashar, SPi, MSi, atas masukan dan bantuan dana penelitian baik untuk pengambilan sampel maupun proses analisis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

4 Ayah, ibu, adik Agung, dan adik Riris atas dukungan dan doanya.

5 Eni Megawati SPi, Orang tua Eni, Bapak dan Ibu Sarmo, yang telah membantu dalam pengambilan undur-undur laut di Kebumen.

6 Teman-teman angkatan 46, OMDA JAC, serta teman seperjuangan Made, Dewi, Saptari, Aphe, Dila, Stevy, dan Siska atas dukungannya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya pada bidang Teknologi Hasil Perairan.

Bogor, 11 Februari 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Ruang Lingkup Penelitian ... 2

METODE PENELITIAN ... 3

Waktu dan Tempat ... 3

Bahan ... 3

Alat ... 4

Prosedur Penelitian ... 4

Metode Pengolahan ... 5

Analisis Proksimat ... 5

Analisis Asam Lemak ... 6

Analisis Kolesterol... 6

Analisis Mineral (Ca, Na, K, Mg, Fe, Zn, Cu) ... 7

Analisis Mineral Fosfor ... 7

Analisis Asam Amino ... 7

Rancangan Penelitian ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Morfologi Bahan Baku ... 9

Kandungan Proksimat Undur-undur Laut ... 10

Kandungan Asam Amino ... 12

Kandungan Mineral ... 15

Komposisi Asam Lemak ... 17

Kandungan Kolesterol ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 22

LAMPIRAN ... 27

(14)

DAFTAR TABEL

1 Morfometrik undur-undur laut ... 9

2 Komposisi proksimat undur-undur laut segar dan olahan ... 10

3 Komposisi kimia udang ronggeng, rajungan, dan Trachurus trachurus ... 11

4 Profil asam amino undur-undur laut segar dan olahan ... 12

5 Komposisi asam amino dari beberapa krustasea ... 14

6 Kandungan mineral undur-undur laut segar dan olahan... 15

7 Kandungan mineral udang ronggeng dan Cancer pagurus ... 17

8 Profil asam lemak undur-undur laut segar dan olahan ... 18

9 Asam lemak pada Cancer pagurus, udang ronggeng, dan rajungan ... 19

10 Kandungan kolesterol undur-undur laut, udang ronggeng, dan rajungan ... 21

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi pengambilan sampel di pantai Bocor, Kebumen ... 3

2 Diagram alir metode penelitian ... 4

3 Morfologi undur-undur laut ... 9

4 Total asam amino undur-undur laut segar dan olahan... 13

5 Asam amino undur-undur laut segar ( ) dan olahan dengan metode perebusan ( ), pengukusan ( ), dan pemanggangan ( ) ... 14

6 Total mineral undur-undur laut segar dan olahan... 15

7 Mineral makro undur-undur laut segar dan olahan ... 16

8 Mineral mikro undur-undur laut segar dan olahan ... 17

9 Total asam lemak undur-undur laut segar dan olahan ... 19

10 Asam lemak undur-undur laut segar ( ) dan olahan dengan metode perebusan ( ), pengukusan ( ), dan pemanggangan ( ) ... 20

11 Metode mengaduk ... 28

12 Metode sorok ... 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Metode pengambilan sampel ... 28

2 Morfometrik undur-undur laut ... 29

3 Analisis ragam kadar air ... 30

9 Analisis ragam kadar protein ... 31

10 Uji lanjut kadar protein ... 31

11 Analisis ragam kadar karbohidrat ... 31

12 Uji lanjut kadar karbohidrat... 31

13 Analisis ragam mineral mikro ... 31

(15)

15 Analisis ragam kadar besi ... 32

16 Uji lanjut kadar besi ... 32

17 Analisis ragam kadar asam lemak jenuh ... 32

18 Uji lanjut kadar asam lemak jenuh ... 32

19 Analisis ragam kadar asam miristat ... 32

20 Uji lanjut kadar asam miristat ... 32

21 Analisis ragam kadar asam palmitat ... 33

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor perikanan dan kelautan di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dalam pemenuhan gizi masyarakat. Gizi makanan dalam tubuh berperan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan, fungsi normal organ serta menghasilkan tenaga (Irianto 2006). Zat gizi terdiri atas enam kelompok yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral makro dan mikro.

Salah satu komoditas perikanan yang memiliki kandungan gizi tinggi adalah kelompok krustasea seperti undur-undur laut. Undur-undur laut merupakan famili Hippidae yang hidup di daerah pasang surut (swash zone) intertidal (FMSA 2007). Undur-undur laut di Indonesia dapat dijumpai di daerah pantai selatan seperti Samas dan Congot. Mursyidin (2007) mengidentifikasi undur-undur laut

yang terdapat di pantai Samas dan Congot sebagai Emerita talpoida dan Emerita analoga.

Undur-undur laut yang mengandung gizi tinggi dapat dijadikan sumber makanan baru. Hasil penelitian Mursyidin (2007) menunjukkan Emerita talpoida

mengandung omega 6 sebesar 11,80% dan Emerita analoga mengandung omega 6 sebesar 12,94%. Hasil penelitian Kardaya et al. (2011) juga

menunjukkan bahwa undur-undur laut mampu menurunkan kadar kolesterol mencit melalui pengujian ransum yang mengandung 12,5% dan 25% udur-undur laut. Hasil beberapa penelitian tersebut mengindikasikan bahwa undur-undur laut berpotensi tinggi sebagai sumber gizi hewani.

Undur-undur laut umumnya dimanfaatkan dalam bentuk rempeyek dan crispy. Olahan tersebut menunjukkan metode pengolahan yang diterapkan pada organisme perairan umumnya pemanasan. Garcia-Arias et al. (2003) menyebutkan bahwa metode pemanasan yang dilakukan yaitu perebusan, pengukusan, pemanggangan dengan oven, penggorengan, dan pemanggangan dengan arang.

(18)

Perumusan Masalah

Undur-undur laut dapat ditemukan di pantai selatan seperti Samas dan Congot (Mursyidin 2007), selain itu juga dapat ditemukan di pantai Bocor, Kebumen, Jawa Tengah dengan kondisi perairan bersih dari pencemaran logam berat. Garis pantai Indonesia yang mencapai 95.181 km menunjukkan potensi penyebaran undur-undur laut yang tinggi, dengan demikian komoditas ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh adalah protein, lemak, karbohidrat, air, mineral, dan vitamin. Hasil penelitian Mursyidin (2007) menunjukkan tingginya kandungan omega 6 pada undur-undur laut. Omega 6 merupakan turunan dari lemak yang baik untuk tubuh, terutama kecerdasaan anak.

Olahan seafood yang umumnya dijumpai adalah penggorengan, perebusan, pemanggangan dan pengukusan. Penelitian Jacoeb et al. (2008a) pada udang ronggeng dan Santoso et al. (2008) pada udang vanamei menunjukkan terjadi perubahan kandungan gizi setelah dilakukan perebusan. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menentukan metode pengolahan yang tepat untuk mendapatkan nilai gizi yang optimum dari undur-undur laut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari morfologi undur-undur laut yang digunakan, mempelajari perubahan kandungan gizi undur-undur laut setelah mengalami perlakuan pengolahan (perebusan, pengukusan, dan pemanggangan), menentukan metode pengolahan yang tepat sesuai kandungan gizi yang optimal.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai morfologi dan perubahan kandungan gizi undur-undur laut akibat pengolahan. Metode pengolahan yang terbaik diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat untuk mengolah undur-undur laut secara tepat dengan mengutamakan kandungan gizinya.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Pengambilan sampel dilakukan di pantai Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah (Gambar 1). Identifikasi morfologi dan pengukuran morfometrik dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan. Analisis proksimat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan. Proses pengolahan undur-undur laut dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan Departemen, Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian mineral makro dan mikro di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Analisis asam lemak, asam amino, dan kolesterol di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor, Baranangsiang, Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel di pantai Bocor, Kebumen Sumber : Pratiwi (2013)

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah undur-undur laut (Emerita emeritus) yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Bahan untuk metode pengolahan adalah air dan arang kayu. Bahan untuk analisis proksimat dan mineral yaitu akuades, selenium, H2SO4, NaOH, HCl, asam borat (H3BO3),

kertas saring, kapas, pelarut n-heksan, HNO3, H2SO4, HClO4, NaOH, KI, H3PO4,

dan HCl. Bahan untuk analisis asam lemak yaitu n-heksan, BF3, NaOH 0,5 N

dalam metanol, kloroform, NaCl jenuh, Na2SO4 anhidrat, dan isooktan. Bahan

untuk analisis asam amino yaitu Na-asetat, metanol, Na-EDTA, air HP, tetrahidroforan, buffer borat 1 M pH=10,4, larutan brij-30 30%, merkaptoetanol,

(20)

Alat

Alat untuk persiapan sampel adalah sorok (pengambilan sampel), penggaris, timbangan analitik (morfometrik), pisau, blender, panci, kompor gas, termometer, stopwatch dan timbangan analitik (pengolahan). Alat yang digunakan untuk analisis proksimat adalah timbangan analitik Sartonius tipe TE1502S, oven Yamato tipe DV-41 (analisis kadar air), tabung soxhlet, pemanas Sibata tipe SB-6 (analisis kadar lemak), tabung kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein), tanur Yamato tipe FM 38 (analisis kadar abu). Pengujian mineral dilakukan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Shimadzu tipe AA-7000, Spektrofotometer UV-VIS-200-RS untuk mineral P, hot plate, erlenmeyer dan labu takar 100 mL. Alat untuk analisis asam amino adalah membran miliphore 0,45 mikron, perangkat High Performance Liquid Chromatrografi (HPLC) Shimadzu model LC-6A, syringe 100 µL, vial 1 mL, neraca analitik, pipet 1 mL, labu takar 1 mL, ampul dan evaporator. Analisis asam lemak menggunakan penangas air, syringe 100 µL, tabung bertutup teflon, neraca analitik, pipet mikro, perangkat Gas chromatography (GC) Shimadzu 2010+. Alat untuk analisis kolesterol Soxhlet dan HPLC Shimadzu model LC-6A.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan. Tahap pertama adalah persiapan sampel yang terdiri atas pengambilan sampel, identifikasi morfologi, dan pemasakan. Tahap kedua adalah melakukan analisis proksimat, mineral, asam lemak, kolesterol, asam amino, serta rancangan percobaan dan analisis data. Prosedur penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian Perebusan, pengukusan,

pemanggangan

Undur-undur laut segar

Analisis proksimat Analisis asam lemak Analisis kolesterol Analisis asam amino Analisis mineral

Rancangan dan analisis data

Identifikasi morfologi meliputi bentuk, warna, dan pengukuran morfometrik (panjang karapas, panjang

(21)

Tahap persiapan sampel diawali dengan pengambilan sampel di pantai Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jawa Tengah, dengan metode sorok dan mengaduk. Metode sorok adalah pengambilan sampel dengan alat sorok yang terbuat dari bambu dan berbentuk huruf T. Metode mengaduk yaitu pengambilan sampel dengan cara mengaduk substrat pantai dengan tangan (Lampiran 1). Sampel kemudian dibersihkan dari kotoran yang melekat, setelah itu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibekukan. Sampel yang telah beku kemudian ditransportasikan menggunakan coolbox yang berisi es dan disimpan pada suhu -18 oC sampai dilakukan analisis dan pengolahan.

Metode Pengolahan (Santoso et al. 2008 yang dimodifikasi)

Metode pengolahan yang dilakukan meliputi perebusan, pengukusan, dan pemanggangan. Proses perebusan dilakukan dengan menggunakan panci pyrex borcan pada air mendidih selama 10 menit dengan perbandingan sampel dan air 1 : 4 (250 g sampel : 1000 mL air). Proses pengukusan dilakukan pada 300 g undur-undur dengan menggunakan kukusan stainless steel pada air mendidih selama 10 menit. Proses pemanggangan dilakukan pada 300 g undur-undur yang diletakkan di atas pembakaran arang selama 10 menit. Sampel segar maupun yang telah diolah dihomogenisasikan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis proksimat, mineral, asam lemak, asam amino, dan kolesterol.

Analisis Proksimat (AOAC 2005)

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia pada suatu bahan. Analisis ini terdiri atas analisis kadar air, abu, protein, dan lemak.

- Analisis kadar air

Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan alat kompor listrik sampai tidak berasap dan tanur bersuhu 600 °C selama 6 jam. Kadar abu ditentukan dengan menghitung perbandingan antara berat sampel akhir dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen.

- Analisis kadar protein

Kadar protein diuji dengan metode kjeldahl, prinsipnya menangkap nitrogen yang terdapat dalam sampel. Tahap uji protein yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Sampel didestruksi dengan tablet selenium dan 10 mL H2SO4 pekat

pada suhu 400 ºC selama 1 jam. Destilasi dilakukan dengan menambahkan NaOH 40% pada sampel dan uap nitrogen yang dihasilkan ditampung dengan erlenmeyer berisi larutan asam borat 4% hingga berwarna hijau. Larutan tersebut selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,1028 N hingga terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya.

- Analisis kadar lemak

(22)

menghitung perbandingan antara berat lemak dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen.

- Analisis kadar karbohidrat

Analisis karbohidrat dilakukan dengan metode by-different yaitu pengurangan dari total keseluruhan dengan persentasi kadar lemak, protein, air, dan abu.

Analisis Asam Lemak (AOAC 2005)

Prinsip analisis asam lemak yaitu mengubah asam lemak menjadi turunannya metil ester. Analisis asam lemak terdiri atas beberapa tahap yaitu tahap ekstraksi, pembentukan metil ester, dan indentifikasi asam lemak

- Tahap ekstraksi

Ekstraksi asam lemak dilakukan dengan metode soxhlet, kemudian ditimbang sebanyak 0,02-0,03 g lemak dalam bentuk minyak.

- Pembentukan metil ester

Tahap metilasi bertujuan untuk membentuk senyawa turunan dari asam lemak menjadi metil esternya. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N ke dalam metanol dan dipanaskan pada suhu 80 °C selama 20 menit. Proses selanjutnya penambahan 2 mL BF3 20% (sebagai katalis) kemudian dipanaskan kembali pada suhu

80 °C selama 20 menit dan didinginkan dengan cara didiamkan pada suhu ruang. Sampel kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL isooktan serta dihomogenkan. Lapisan heksana dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan didiamkan selama 15 menit. Larutan

disaring dengan mikrofilter untuk memisahkan fase cairnya sebelum diinjeksikan ke dalam GC. Sebanyak 1 μL sampel diinjeksikan ke dalam GC. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh Flame Ionization Detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak).

- Identifikasi Asam Lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksi metil ester pada alat kromatografi gas.

Jenis dan jumlah asam lemak yang ada pada contoh diidentifikasi dengan membandingkan peak kromatogram contoh dengan peak kromatogram asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya, kemudian dihitung kadar asam lemaknya. Pengujian asam lemak menggunakan metode eksternal standar dimana contoh dan standar dilakukan secara terpisah.

Analisis asam lemak dilakukan menggunakan alat GC tipe Shimadzu 2010+ yang dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom kapiler (p=60 cm, ø=0,25 mm). Suhu kolom diprogram pada 125 oC selama 5 menit, kemudian dinaikkan menjadi 225 oC selama 7 menit, tebal lapisan film 0,25 μm. Nitrogen

digunakan gas pembawa dengan laju alir : 20 mL/menit, laju alir hidrogen 30 mL/menit, dan laju alir udara : 200-250 mL/menit, suhu injektor 220 °C, suhu detektor 240 °C.

Analisis Kolesterol (AOAC 2005)

(23)

menggunakan HPLC. Kondisi alat yaitu fase gerak dengan perbandingan acetonitril : isopropanol (80:20), laju aliran fase gerak : 1mL/menit, panjang gelombang 208 nm, kolom hypersil ODS 250x4,6 nm.

Analisis Mineral(K, Na, Ca, Mg, Zn, Fe, Cu) (Reitz et al. 1960)

Prinsip analisis mineral adalah mendestruksi dan melarutkan mineral yang ada dalam sampel ke dalam pelarut berupa asam pekat (pengabuan basah). Proses pengabuan basah yaitu sampel ditimbang sebanyak 20 g, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 150 mL, ditambahkan 25 mL HNO3, dan didiamkan selama satu

jam. Labu erlenmeyer kemudian diletakkan di atas hotplate dengan suhu ± 600 oC selama 6 jam. Sampel kemudian ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat dan dipanaskan

selama ± 1 jam, selanjutnya ditambahkan campuran HClO4 dan HNO3 (2:1)

sebanyak 15 tetes, dan 3 mL HCl pekat, serta dipanaskan lagi ± 1 jam. Larutan sampel kemudian diencerkan menjadi 100 mL dalam labu takar. Jenis dan kuantitas mineral dalam sampel dihitung dengan AAS. Panjang gelombang pengukuran yang digunakan yaitu Ca 422,7 nm, Mg 285,2 nm, Cu 324,8 nm, Fe 248,3 nm, K 766,5 nm, Na 589,6 nm, dan Zn 213,9 nm.

Analisis Mineral Fosfor (Taussky dan Shorr 1953)

Uji mineral fosfor dilakukan dengan pembuatan larutan A, B, dan standar. Larutan A dibuat dengan 10 g amonium molibdat 10% ditambahkan 60 mL akuades, selanjutnya ditambahkan 28 mL H2SO4 dan dilarutkan dengan akuades

hingga 100 mL. Larutan B dibuat sesaat sebelum analisis dilakukan dengan 10 mL larutan A ditambahkan dengan 60 mL akuades dan 5 g FeSO4.7H2O,

selanjutnya dilarutkan dengan akuades sampai 100 mL. Larutan standar dibuat dengan melarutkan 4,394 g KH2PO4 dalam akuades sampai 1000 mL. Konsentrasi

larutan standar yang digunakan yaitu 2,3,4, dan 5 ppm sehingga diperlukan :

• 2 ppm = 2 ppm/25 ppm x 5 mL = 0,4 mL KH2PO4

• 3 ppm = 3 ppm/25 ppm x 5 mL = 0,6 mL KH2PO4

• 4 ppm = 4 ppm/25 ppm x 5 mL = 0,8 mL KH2PO4

• 5 ppm = 5 ppm/25 ppm x 5 mL = 1,0 mL KH2PO4

Sampel hasil pengabuan basah sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung kuvet kemudian ditambahkan dengan 2 mL larutan B. Kadar mineral P diuji dengan Spektrofotometer UV-VIS-200-RS dengan panjang gelombang 660 nm.

Analisis Asam Amino (AOAC 2005)

Analisis asam amino dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino dengan pereaksi tertentu membentuk suatu derivat yang dapat menyerap sinar UV atau berflouresensi. Analisis asam amino terdiri atas beberapa tahap yaitu pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi, dan injeksi ke HPLC.

- Pembuatan hidrolisat protein

Sebanyak 3 g sampel ditambahkan HCl 6 N sebanyak 1 mL dan gas hidrogen kemudian ditutup rapat. Sampel yang telah ditutup rapat dioven selama 24 jam pada suhu 110 oC. Pemanasan ini dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis.

- Pengeringan

(24)

dengan 2 mL HCl 0,01 N dan dikeringkan menggunakan rotatory evaporator selama 15-30 menit untuk mengubah sistein menjadi sistin. Sampel yang sudah kering ditambahkan 5 mL HCl 0,01 N sampai 10 mL dan disaring dengan kertas miliphore.

- Derivatisasi

Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Prosesnya yaitu sampel yang telah disaring kemudian ditambahkan buffer (kalium borat pH 10,4) dengan perbandingan 1:1. Sampel sebanyak 50 µL kemudian dimasukkan ke dalam vial kosong dan ditambahkan 250 µL pereaksi OPA dan diamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna.

- Injeksi ke HPLC

Sampel kemudian diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µL kemudian ditunggu sampai terjadi pemisahan asam amino selesai. Proses injeksi berlangsung sekitar 25 menit.

Kondisi HPLC yang digunakan yaitu temperatur 27 oC (suhu ruang), jenis kolom thermo S ODS-Hypersil, tekanan 128 kgf/cm2, laju alir fase mobil : 1 mL/menit, fase mobil : bufer A (Na-asetat (pH 6,5) 0,025 M, Na-EDTA 0,05%, metanol 9%, dan THF 1%) dan buffer B (metanol 95% dan air HP), detektor : flouresensi, panjang gelombang 350-450 nm.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap satu faktor (RAL) dengan 3 perlakuan berbeda yaitu perebusan, pengukusan, dan pemanggangan. Perlakuan tersebut menggunakan tiga kali pengulangan. Model rancangan percobaan berdasarkan Steel dan Torrie (1993) adalah :

Yij= μ + τ i+ εij

Keterangan:

Yij = Respon pengaruh pengolahan pada perlakuan ke-i (1,2,3) dan ulangan ke-j

(1,2,3,4)

μ = Nilai rata-rata umum

τi = Pengaruh pengolahan pada perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam pada taraf beda nyata 5% (p<0,05). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata jujur (uji Duncan) dengan rumus sebagai berikut:

p=q p dbs √kts

r

Keterangan:

Rp = Nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan

dbs = derajat bebas

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Bahan Baku

Undur-undur laut merupakan subfilum krustasea yang sekerabat dengan udang, lobster, dan kepiting. Haye et al. (2002) menyatakan bahwa undur-undur laut memiliki bentuk tubuh yang sedikit membulat, memiliki uropod, antena, abdomen bilateral simetris, memiliki telson di bawah thoraks yang memanjang dan meruncing, serta bewarna abu-abu. Uropod dan keempat pasang kaki undur-undur laut dimanfaatkan untuk menggali pasir. Antena undur-undur-undur-undur dimanfaatkan untuk menyaring plankton dan detritus-detritus yang terbawa oleh gelombang

pasang surut (Perez 1999). Undur-undur laut tergolong hewan filter feeder. Wenner (1977) menyatakan bahwa makanan undur-undur laut berupa plankton

dan detritus yang terbawa air. Undur-undur cenderung membenamkan diri ke dalam substrat untuk menghindari predator. Morfologi undur-undur laut disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Morfologi undur-undur laut Sumber: Dokumentasi pribadi

Undur-undur laut terdiri atas jantan dan betina. Undur-undur laut betina memiliki pleopod untuk tempat melekatnya telur, sedangkan pada jantan tidak dijumpai pleopod. Penelitian ini menggunakan undur-undur laut betina untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut. Salah satu identifikasi yang dilakukan adalah morfometrik. Morfometrik merupakan ukuran tubuh biota dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh luar (Afrianto et al. 1996). Morfometrik undur-undur yang diukur terdiri atas panjang telson, panjang karapas, dan lebar telson. Nilai morfometrik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Morfometrik undur-undur laut

No Parameter Satuan Nilai

1 Panjang karapas a mm 29,28±1,63

2 Panjang telson a mm 20,78±1,72

3 Lebar telson a mm 10,10±0,82

4 Bobot a g 7,34±1,05

a sampel 30 ekor undur-undur (Lampiran 2)

(26)

20,78 mm, lebar telson 10,10 mm, dan berat 7,34 g. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Phasuk dan Boonruang (1975) yaitu undur-undur laut betina

yang terdapat di pantai Thailand memiliki panjang karapas berkisar antara 11-35 mm. Morfometrik ini juga sesuai dengan hasil penelitian Megawati (2012)

pada Emerita emeritus di pantai Bocor, panjang karapas berkisar antara 19-34 mm. Hasil penelitian Petracco et al. (2003) di pantai Prainha Brazil, juga menunjukkan Emerita brasiliensis jantan terbesar memiliki ukuran 15 mm, sedangkan yang betina mencapai ukuran 23-24 mm.

Kandungan Proksimat Undur-undur Laut

Pengujian kandungan kimia digunakan untuk mengetahui proporsi kandungan kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Hasil analisis proksimat terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi proksimat undur-undur laut segar dan olahan

Komposisi Undur-undur laut

Segar Rebus Kukus Panggang

Air(%)1 74,90±0,28c 77,23±0,43d 68,39±0,23b 62,67±0,81a

Abu (%)2 35,63±0,99b 34,63±0,99b 32,50±1,13a 31,59±0,08a

Lemak (%)2 8,76±1,09c 2,95±0,49a 4,32±0,29ab 5,65±0,95b

Protein (%)2 38,52±1,04b 38,40±0,83b 37,20±0,31b 35,13±1,45a

Karbohidrat(%)

(by difference) 2 17,08±1,40 a

24,02±0,97b 25,98±1,21bc 27,62±1,29c

Angka-angka yang diikuti superscipt yang berbeda (a,b,c) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05)

1basis basah 2

basis kering

Tabel 2 menunjukkan kadar air tertinggi terdapat pada undur-undur rebus sebesar 77,23% (bb) dan terendah terdapat pada undur-undur panggang sebesar 62,67% (bb). Kisaran kadar air ini sesuai dengan penelitian pada ikan laut. Puwastein et al. (1999) menunjukkan bahwa kadar air ikan laut berkisar antara 71-80 g/100 g. Kadar air undur-undur laut juga sesuai dengan hasil penelitian Adeyemi et al. (2013) pada Trachurus trachurus rebus, namun berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb et al. (2008b) dan Marimuthu (2012) yaitu kadar air mengalami penurunan setelah proses perebusan dan pengukusan. Kadar air yang tinggi dapat dipengaruhi metode pemasakan. Musaiger dan D’Souza (2008) menyatakan penyerapan air dari media memasak, seperti perebusan dapat menyebabkan jaringan otot dalam fillet ikan akan melemah, sehingga kadar airnya akan menunjukkan nilai yang tinggi. Kadar air dipengaruhi secara nyata oleh metode pengolahan (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa olahan rebus, kukus, dan panggang berbeda nyata dengan segar.

(27)

nyata mempengaruhi kadar abu (Lampiran 5). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 6) menunjukkan bahwa olahan kukus dan panggang berbeda nyata dengan segar.

Tabel 3 Komposisi kimia udang ronggeng, rajungan, dan Trachurus trachurus

Komposisi kimia

Udang ronggeng1 Rajungan2 kulit Trachurus trachurus3 Segar

Kadar lemak tertinggi terdapat pada undur-undur laut segar yaitu sebesar 8,76% (bk) dan terendah pada undur-undur rebus yaitu 2,95% (bk). Kadar lemak yang menurun pada setiap metode pengolahan dapat dipengaruhi oleh waktu dan suhu pemanasan. Tapotobun et al. (2008) menyatakan semakin lama waktu pemanasan maka semakin banyak lemak yang mencair dan hilang bersama dengan air. Hasil analisis ragam yang dilakukan menunjukkan kadar lemak secara nyata dipengaruhi oleh metode pengolahan (Lampiran 7). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 8) menunjukkan bahwa olahan rebus, kukus, dan panggang berbeda nyata dengan segar.

Kadar protein tertinggi terdapat pada undur-undur laut segar yaitu sebesar 38,52% (bk) dan terendah terdapat pada undur-undur laut panggang sebesar 35,13% (bk). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Adeyemi et al. (2013)

pada kulit Trachurus trachurus asap, kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh Kocatepe et al. (2011) pada anchovy panggang dan oven. Kadar protein yang

menurun dapat dipengaruhi proses pengolahan dengan suhu tinggi yang mampu menurunkan kelarutan protein. Ghelichpour dan Shabanpour (2011) menyatakan bahwa metode pemanasan dapat mempengaruhi kelarutan protein dan secara umum sampel mentah memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan yang diolah. Hasil analisis ragam menunjukkan kadar protein secara nyata dipengaruhi oleh metode pengolahan (Lampiran 9). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa olahan panggang berbeda nyata dengan segar.

Kadar karbohidrat dalam penelitian diperoleh berdasarkan perhitungan by-difference. Kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada undur-undur

(28)

Kandungan Asam Amino

Asam amino merupakan komponen organik yang mengandung gugus amino dan karboksil. Asam amino berperan sebagai penyusun protein, yaitu setiap jenis asam amino saling berkaitan satu sama lain (Linder 2010). Asam amino dapat diproduksi oleh tubuh (asam amino nonesensial) namun ada yang harus diperoleh dari makanan yang mengandung protein (asam amino esensial) (Winarno 2008). Hasil analisis asam amino undur-undur laut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Profil asam amino undur-undur laut segar dan olahan

Asam amino Undur-undur laut (g/100g protein)

Segar Rebus Kukus Panggang

Nonesensial

Asam aspartat 2,62±0,70 a 3,10±0,45 a 2,88±0,55 a 1,06±0,22 a

Asam glutamat 3,83±1,01 a 4,59±0,50a 4,12±0,78 a 1,55±0,32 a

Serin 1,73±0,31 a 2,19±0,30 a 1,61±0,22 a 0,71±0,14a

Glisin 1,25±0,31a 1,59±0,23a 1,43±0,26 a 0,53±0,12a

Alanin 1,76±0,42 a 2,05±0,20 a 1,74±0,30 a 0,75±0,16 a

Tirosin 1,06±0,27 a 1,29±0,26a 1,21±0,24 a 0,47±0,10 a

Total asam amino non

esensial 12,25±3,02

a

14,81±1,68 a 12,99±2,36a 12,13±2,60a

Semi esensial

Total asam amino esensial 8,72±2,24 a 10,00±1,45 a 9,21±1,87 a 8,43±1,85 a

Asam amino yang terdeteksi sebanyak 15 jenis yaitu 7 asam amino esensial, 2 semi esensial dan 6 nonesensial. Total asam amino undur-undur laut yang terdeteksi meningkat pada olahan rebus dan kukus, namun mengalami penurunan pada olahan panggang. Kadar asam amino yang menurun dapat dipengaruhi oleh

proses denaturasi selama proses pengolahan dan penggunaan suhu tinggi (Basmal et al. 1997). Kadar total asam amino yang bervariasi tidak dipengaruhi

secara nyata oleh metode pengolahan terlihat pada Gambar 4.

(29)

Gambar 4 Total asam amino undur-undur laut segar dan olahan

Kadar asam amino nonesensial yang dominan adalah asam aspartat dan glutamat. Kadar asam aspartat dan glutamat secara nyata tidak dipengaruhi metode pengolahan. Asam glutamat dan aspartat mempunyai rantai cabang berupa asam dan bermuatan negatif (Winarno 2008). Asam glutamat sering dimanfaatkan sebagai penyedap. Ardyanto (2004) menyatakan bahwa asam glutamat mengandung garam turunan (mononatrium glutamat) yang dapat dimanfaatkan sebagai penyedap rasa. Asam aspartat bermanfaat dalam biosintesis urea, prekursor glukogenik, dan pirimidin (Linder 2010).

Asam amino semi esensial merupakan asam amino yang dapat menghemat pemakaian asam amino esensial, tetapi tidak sempurna menggantikannya. Kadar asam amino semi esensial tertinggi terdapat pada undur-undur laut rebus yaitu sebesar 3,20 g/100 g protein dan terendah pada undur-undur laut panggang sebesar 2,23 g/100 g protein. Hasil analisis ragam menunjukkan total asam amino semi esensial tidak dipengaruhi secara nyata oleh metode pengolahan terlihat pada Gambar 5. Asam amino semi esensial yang terdeteksi yaitu histidin dan arginin dan memiliki manfaat yang baik bagi tubuh. Popovic et al. (2007) menyatakan histidin bermanfaat dalam pembentukan sel darah merah dan putih, sedangkan arginin banyak terdapat pada daging dan kacang. Kadar histidin dan arginin tidak dipengaruhi secara nyata oleh metode pengolahan.

Asam amino esensial tertinggi terdapat pada undur-undur laut rebus yaitu sebesar 10,00 g/100 g protein dan terendah pada undur-undur laut panggang yaitu sebesar 8,43 g/100 g protein. Kadar asam amino yang tinggi pada olahan rebus dapat disebabkan oleh metode pemanasan yang dilakukan, namun analisis ragam menunjukkan metode pengolahan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan asam amino esensial (Gambar 5). Oduro et al. (2011) menyatakan bahwa residu asam amino yang sensitif terhadap dekomposisi suhu umumnya akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu, ketersediaan oksigen, dan pengurangan sakarida yang terdapat dalam bahan.

(30)

Gambar 5 Asam amino undur-undur laut segar ( ) dan olahan dengan metode perebusan ( ), pengukusan ( ), dan pemanggangan ( )

Asam amino esensial yang dominan adalah leusin dan lisin. Leusin dimanfaatkan untuk pertumbuhan anak-anak dan menjaga keseimbangan nitrogen pada manusia dewasa (Linder 2010). Lisin bermanfaat sebagai prekusor dalam biosintesis kartinin, yang merangsang proses β-oksidasi dari asam lemak, sehingga kadar lemak dan kolesterol rendah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar lisin dan leusin secara nyata tidak dipengaruhi metode pengolahan.

Perbandingan kandungan asam amino beberapa krustasea disajikan pada Tabel 5. Kandungan asam amino undur-undur laut, udang ronggeng, dan rajungan terdapat perbedaan. Ngoan et al. (2000) menyatakan bahwa kadar asam amino dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran, habitat, dan musim.

Tabel 5 Komposisi asam amino dari beberapa krustasea

Asam amino Udang ronggeng (mg/100g)

(31)

Kandungan Mineral

Kandungan mineral undur-undur laut terdiri atas lima mineral makro (Ca, K, Na, Mg, P) dan tiga mineral mikro (Fe, Cu, dan Zn). Kandungan mineral undur-undur laut disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kandungan mineral undur-undur laut segar dan olahan

Mineral Undur-undur laut (mg/g sampel)

Segar Rebus Kukus Panggang

Makro

Kalsium 7396,33±544,76 a 7604,07±301,94 a 7914,21±397,83 a 7144,19±367,83 a Natrium 824,87±15,05 b 610,31±43,94 a 666,63±51,20 a 642,31±25,24 a Kalium 634,18±30,41 c 396,70±45,91 a 494,63±21,82 b 512,34±33,87 b Magnesium 1220,48±64,48 a 1173,29±38,24 a 1239,35±58,87 a 1140,83±18,43 a Fospor 607,86±46,71 a 630,36±68,66 a 640,22±18,04 a 612,93±25,31 a

Hasil analisis menunjukkan kadar mineral makro lebih tinggi dibandingkan mineral mikro. Barento et al. (2009) dan Khotami (2009) menunjukkan total mineral makro pada Cancer pagurus dari Scottish Coast dan English Channel, serta udang ronggeng rebus lebih tinggi dari pada total mineral mikro. Hasil analisis juga menunjukkan metode pengolahan tidak memberikan pengaruh secara nyata terhadap kandungan total mineral (Gambar 6).

Gambar 6 Total mineral undur-undur laut segar dan olahan

Analisis mineral makro menunjukkan kandungan tertinggi terdapat pada undur-undur laut kukus sebesar 10955,04 mg/g dan terendah pada undur-undur laut panggang sebesar 10052,60 mg/g (Gambar 7). Analisis ragam menunjukkan

(32)

kadar mineral makro secara nyata tidak dipengaruhi oleh pengolahan. Total

mineral mikro tertinggi terdapat pada undur-undur laut kukus yaitu sebesar 81,57 mg/g dan terendah pada undur-undur laut segar sebesar 43,64 mg/g

(Gambar 8). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar mineral mikro secara nyata dipengaruhi oleh metode pengolahan (Lampiran 13). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa olahan rebus, kukus, dan panggang berbeda nyata dengan segar.

Gambar 7 Mineral makro undur-undur laut segar dan olahan

Kadar mineral makro undur-undur laut yang dominan adalah Ca dan Mg, sedangkan mineral mikro yang dominan adalah Fe dan Cu. Kadar mineral yang dominan pada undur-undur laut memiliki nilai yang berbeda dengan penelitian Laurenco et al. (2009) yang menunjukkan bahwa kadar mineral yang dominan pada gurita, cumi, dan sotong hanya mineral Mg dan Zn. Kadar mineral yang bervariasi pada organisme perairan dapat dipengaruhi oleh perbedaan proporsi asupan makanan. Wardiatno et al. (2012) menyatakan bahwa proporsi asupan makanan bergantung dari kebutuhan fisiologis invertebrata tersebut atau faktor endogen seperti jenis kelamin, usia, kondisi jaringan serta kelarutan mineral dalam air dan makanan.

Kadar kalsium tertinggi terdapat pada olahan kukus sebesar 7914,21 mg/g dan magnesium tertinggi terdapat pada olahan kukus yaitu 1239,35 mg/g. Hasil analisis ragam menujukkan metode pengolahan secara nyata tidak mempengaruhi kadar kalsium dan magnesium. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Marimuthu et al. (2012) yang melaporkan bahwa tidak terjadi perubahan mineral yang signifikan pada olahan ikan panggang bila dibandingkan dengan ikan segar. Kalsium dalam tubuh berperan sebagai pembentuk tulang (Winarno 2008). Magnesium memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi tubuh manusia. Sclingmann et al. (2004) menyatakan bahwa konsumsi magnesium per hari pada orang dewasa direkomendasikan 0,25 mmol (6 mg)/kg berat badan.

(33)

berinteraksi dalam absorpsi ceruloplasmin pada Fe (protein yang mengandung tembaga), selain itu terjadi interaksi Cu dan Fe di usus dengan kompetisi transpor. Oksuz et al. (2009) juga melaporkan bahwa kadar mineral mikro yang baik untuk dikonsumsi tidak melebihi 500 mg/100 g. Hasil analisis menunjukkan kadar besi secara nyata dipengaruhi oleh metode pengolahan (Lampiran 15). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa olahan rebus, kukus, dan panggang berbeda nyata dengan segar.

Gambar 8 Mineral mikro undur-undur laut segar dan olahan

Mineral dalam tubuh dapat berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Mineral makro per hari dibutuhkan lebih dari 100 mg sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg (Kasmidjo 1992). Kadar mineral makro dan mikro undur-undur laut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan krustasea lainnya. Barrento et al. (2009) menyatakan kepiting coklat (Cancer pagurus) dari Scottish Coast memiliki kadar mineral makro 17326,67 µg/g dan mikro 168,55 µg/g,

sedangkan dari English Channel sebesar 9311,67 µg/g dan 85,8 µg/g. Khotami (2009) juga menyatakan bahwa kadar mineral makro udang ronggeng

rebus lebih rendah yaitu 2436,8 mg/100 g dan mikro 29,34 mg/100 g. Perbedaan kandungan mineral ini dapat disebabkan jenis, makanan, dan asal bahan baku.

Tabel 7 Kandungan mineral udang ronggeng dan Cancer pagurus

Mineral Udang ronggeng

rebus1

Cancer pagurus2

Scottish Coast English channel

Total mineral makro 2436,8 mg/100 g 17326,67 µg/g 9311,67 µg/g

Total mineral mikro 29,34 mg/100 g 168,55 µg/g 85,8 µg/g

1Khotami (2009) 2

Barrento et al. (2009)

Komposisi Asam Lemak

Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai rantai hidrokarbon lurus, pada satu ujungnya mempunyai gugus hidroksil (-COOH) dan pada ujung lainnya memiliki gugus metil (CH3) (Almatsier 2006). Asam lemak berperan sebagai

sumber energi bagi sel atau memodifikasi fosfolipid menjadi sebuah sel atau membran (Guilliams 2000). Asam lemak terdiri atas asam lemak jenuh dan asam

(34)

lemak tak jenuh. Hasil analisis asam lemak undur-undur laut segar dan olahan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Profil asam lemak undur-undur laut segar dan olahan

Asam lemak Undur-undur laut (g/100 g lemak)

Segar Rebus Kukus Panggang

Jenuh

Asam kaprat 0,02±0,01a 0,02±0,00 a 0,03±0,00 a 0,02±0,00 a

Asam laurat 0,28±0,02 a 0,29±0,02 a 0,30±0,01 a 0,26±0,00 a

Asam tridekanoat 0,05±0,01a 0,04±0,00 a 0,05±0,00 a 0,04±0,00 a

Asam miristat 9,22±0,35c 8,41±0,15 b 9,70±0,04 c 7,65±0,62 a

Asam pentadekanoat 0,37±0,00 b 0,34±0,01 a 0,43±0,01 c 0,32±0,02 a

Asam palmitat 21,65±0,20 b 20,70±0,85 ab 24,00±0,37 c 20,04±0,93 a

Asam heptadekanoat 0,19±0,02 a 0,21±0,03 a 0,23±0,01 a 0,18±0,03 a

Asam stearat 4,40±0,11 a 4,21±0,26 a 4,96±0,16 b 4,20±0,33 a

Asam arakidat 0,26±0,01 ab 0,24±0,02 a 0,28±0,01 bc 0,29±0,01 c

Asam heneikosanoat 0,03±0,00 a 0,03±0,00 a 0,03±0,00 a 0,03±0,00 a

Asam behenat 0,12±0,01 a 0,11±0,01 a 0,12±0,01 ab 0,14±0,01 a

jenuh tunggal 27,31±1,38

a

Asam lemak yang terdeteksi sebanyak 27 jenis, terdiri atas 12 asam lemak jenuh, 6 asam lemak tak jenuh tunggal, dan 9 asam lemak tak jenuh jamak. Hasil analisis menunjukkan total asam lemak tidak dipengaruhi secara nyata oleh metode pengolahan. Hasil ini terlihat pada Gambar 9.

(35)

memiliki nomor atom C dari 10-22. Kadar asam lemak jenuh tertinggi terdapat pada undur-undur kukus sebesar 40,16 g/100 g lemak dan terendah terdapat pada undur-undur panggang yaitu 32,28 g/100 g lemak. Metode pengolahan memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan asam lemak jenuh terlihat pada Gambar 10 dan Lampiran 17. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 18) menunjukkan bahwa olahan rebus tidak berbeda nyata dengan segar, namun olahan kukus dan panggang berbeda nyata dengan segar dan olahan rebus.

Gambar 9 Total asam lemak undur-undur laut segar dan olahan

Kandungan asam lemak jenuh yang dominan adalah asam miristat dan asam palmitat. Tsape et al. (2010) menunjukkan persentase C16:0 dan C18:0 yang paling dominan terdapat pada otot dan cephalothorax Nephorps norvegicus, Palinurus vulgaris dan Penaeus kerathurus. Jenis asam lemak jenuh memiliki fungsi dan proporsi yang berbeda pada setiap organisme. Ozugul dan Ozugul (2007) menyatakan bahwa asam palmitat adalah komponen utama dari asam lemak jenuh dengan persentase 53-65% dari total asam lemak jenuh. Rustan dan Christian (2005) menyatakan bahwa asam palmitat paling umum ditemukan pada tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, sedangkan asam miristat umumnya menjadi komponen utama pada hewan dan tumbuhan. Hasil analisis ragam menunjukkan kadar asam miristat dan palmitat secara nyata dipengaruhi oleh metode pengolahan (Lampiran 19 dan 21). Hasil uji lanjut Duncan asam miristat (Lampiran 20) menunjukkan bahwa olahan kukus tidak berbeda nyata dengan segar, namun olahan rebus dan panggang berbeda nyata dengan segar. Hasil uji lanjut Duncan asam palmitat (Lampiran 22) menunjukkan bahwa olahan rebus tidak berbeda nyata dengan segar, namun olahan kukus dan panggang berbeda nyata dengan segar.

(36)

Asam lemak tidak jenuh tunggal tertinggi terdapat pada undur-undur kukus sebesar 27,99 g/100 g lemak dan terendah terdapat pada undur-undur rebus sebesar 26,32 g/100 g lemak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Larsen et al. (2010) yang menunjukkan bahwa kadar PUFA pada king salmon mengalami peningkatan setelah pengukusan. Domiszewski et al. (2011) juga menunjukkan kandungan PUFA fillet catfish rebus lebih rendah dari segar dan olahan dengan microwave. Hasil analisis ragam menunjukkan kadar asam lemak tidak jenuh tunggal secara nyata tidak dipengaruhi oleh pengolahan terlihat pada Gambar 10.

Kandungan asam lemak tidak jenuh tunggal yang dominan adalah asam palmitoleat (C16:1) dan asam oleat (C18:1n9c). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Camargo et al. (2011) yang menunjukkan kadar asam palmitoleat dan oleat memiliki nilai yang tinggi pada udang dari Brazil. Asam palmitoleat umumnya dapat ditemukan pada hewan, tumbuhan, mikroorganisme dan susunan minyak (Rustan dan Cristian 2005). Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang paling banyak dijumpai di dalam makanan. Desnelli dan Zainal (2009) menunjukkan bahwa makanan yang banyak mengandung asam oleat adalah margarin sekitar 47%, selain itu 1/3 bagian lemak daging ayam juga merupakan asam oleat. Kadar asam palmitoleat dan oleat secara nyata tidak dipengaruhi oleh metode pengolahan.

Asam lemak tidak jenuh jamak tertinggi pada undur-undur laut panggang sebesar 7,44 g/100 g lemak dan terendah pada undur-undur laut kukus sebesar 3,71 g/100 g lemak. Hasil analisis ragam menunjukkan kadar asam lemak tidak jenuh jamak secara nyata tidak dipengaruhi oleh metode pengolahan terlihat pada Gambar 10. Kandungan asam lemak tidak jenuh jamak yang dominan adalah EPA dan DHA. Ouijifard et al. (2012) menunjukkan bahwa kandungan C18:1n9, C18:3n3, EPA, dan DHA paling tinggi dibanding asam lemak tunggal dan jamak lainnya pada Litopenaeus vannamei. Kadar EPA dan DHA secara nyata tidak dipengaruhi oleh metode pengolahan.

Gambar 10 Asam lemak undur-undur laut segar ( ) dan olahan dengan metode perebusan ( ), pengukusan ( ), dan pemanggangan ( )

(37)

Asam lemak undur-undur laut tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan Cancer pagurus, udang ronggeng, dan rajungan. Ozyurt et al. (2006) menyatakan asam lemak yang berbeda pada setiap jenis krustasea dapat disebabkan oleh pergantian musim, letak geografis, dan salinitas lingkungan. Larsen et al. (2010) melaporkan kadar SFA yang tinggi setelah pengolahan disebabkan sifat asam lemak jenuh cenderung stabil pada metode olahan yang menggunakan suhu tinggi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar asam lemak adalah nomor atom C yang dikandung SFA lebih rendah dan hanya memiliki ikatan tunggal, sehingga mudah mengalami hidrolisis. Asam lemak dengan nilai C12 dan C14 mengalami sedikit penguapan dan tidak larut dalam air

dingin maupun panas (Winarno 2008).

Asam lemak elaidat terdeteksi dalam bentuk trans. Asam elaidat merupakan asam lemak trans wujud perubahan dari asam lemak oleat. Sartika (2009) menyatakan proses perubahan wujud tersebut terjadi karena reaksi oksidasi asam oleat (bentuk cis) saat pemanasan, seperti proses menggoreng. Asam lemak trans dapat mengganggu peranan asam lemak essential, seperti mengganggu konversi linoleat (cis) menjadi arakidonat (Linder 2010). Analisis asam lemak yang dilakukan pada undur-undur laut juga menunjukkan tidak ditemukannya asam erukat pada olahan rebus. Hal ini karena asam erukat umumnya banyak ditemukan pada minyak, seperti minyak canola (minyak sayur) (FSANZ 2003).

Kandungan Kolesterol

Kolesterol merupakan senyawa kompleks dimana 80% dihasilkan dalam tubuh dan 20% dihasilkan di luar tubuh. Kolesterol diproduksi di hati dan berfungsi untuk membangun dinding sel. Kolesterol terdiri atas Low Density Lipoprotein (LDL), sering disebut kolesterol jahat dan High Density Lipoprotein (HDL) sering disebut kolesterol baik. Kandungan kolesterol undur-undur laut terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kandungan kolesterol undur-undur laut, udang ronggeng, dan rajungan

Perlakuan Undur-undur

Kadar kolesterol undur-undur laut mengalami penurunan pada semua metode pengolahan, namun metode pengolahan secara nyata tidak mempengaruhi kadar kolesterol. Kadar kolesterol terendah terdapat pada olahan panggang dengan nilai 1,68 g/100g, dibandingkan undur-undur segar yang mencapai 3,89 g/100g. Hasil penelitian ini sesuai dengan Savage et al. (2002) yang melaporkan kadar kolesterol mengalami oksidasi yang signifikan pada daging, telur, dan olahan seafood.

(38)

dijumpai pada kepiting coklat seperti Nephorps norvegicus, Palinurus vulgaris dan Penaeus kerathurus (Tsape et al. 2010), kepiting coklat dari Scottish Coast dan dari English Channel (Barrento et al. 2010). Ozyurt et al. (2006) menyatakan bahwa perbedaan kolesterol pada setiap organisme dapat dipengaruhi oleh pergantian musim, letak geografis, dan salinitas lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Undur-undur laut memiliki morfologi dengan bentuk tubuh yang sedikit membulat, memiliki uropod, antena, abdomen bilateral simetris, memiliki telson di bawah thoraks yang memanjang dan meruncing, serta bewarna abu-abu. Undur-undur laut memiliki panjang karapas sebesar 29,28 mm, panjang telson sebesar 20,78 mm, lebar telson 10,10 mm, dan berat 3,74 g. Hasil penelitian menunjukkan metode pengolahan tidak mempengaruhi secara nyata total asam amino, mineral, asam lemak dan kolesterol. Metode pengolahan yang tepat dari penelitian ini adalah pengukusan.

Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan mengidentifkasi daya cerna asam lemak, asam amino, serta kelarutan mineral. Pengujian kandungan gizi lain seperti vitamin dan senyawa komponen bioaktif perlu dilakukan agar dapat diaplikasikan sebagai produk suplemen kesehatan.

PERSANTUNAN

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian DIKTI melalui Skim Unggulan Strategis Nasional 2013yang diketuai oleh Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc

dengan judul penelitian “Eksplorasi Biologi Undur-undur Laut, Emerita sp. dan

Hippa sp. (Crustacea: Hippidae)”.Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc dan Ali Mashar S.Pi, M.Si atas bimbingan, nasehat dan pendanaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E, Rifai SA, Liviawaty E, Hamdhani H. 1996. Kamus Istilah Perikanan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(39)

Adeyemi OT, Osilesi OO, Onajobi F, Adebawo O, Oyedemi SO, Afolayan AJ. 2013. Effect of processing on the proximate and mineral compositions of Trachurus Trachurus: A fish commonly consumed in Nigeria. Emerging Trends in Engineering and Applied Sciences. 4(3):378-385.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Ardyanto TD. 2004. MSG dan kesehatan: sejarah, efek, dan kontroversinya. Inovasi. 1(16):52-56

Basmal J, Bagus SBU, Taylor KDA. 1997. Pengaruh perebusan, penggaraman, dan penyimpanan terhadap penurunan kandungan lisin yang terdapat dalam ikan pindang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 3(2):54-62.

Barrento S, Marques A, Teixeira B, Mendes R, Bandarra N, Vaz-Pires P, Nunes ML. 2009. Macro and trace elements in two populations of brown crab Cancer pagurus: Ecological and human health implications. Journal of Food Composition and Analysis. 22:65-71.

_________. 2010. Chemical composition, cholesterol, fatty acid and amino acid in two populations of brown crab Cancer pagurus: Ecological and human health implications. Journal of Food Composition and Analysis. 23:716–725.

Camargo APS, Maria AAM, Bruna LFL, Fernando AC. 2011. Proximate composition and extraction of carotenoids and lipids from Brazilian redspotted shrimp waste (Farfantepenaeus paulensis). Journal of Food Engineering. 102:87–93.

Desnelli, Zainal F. 2009. Kinetika reaksi oksidasi asam miristat, stearat, dan oleat dalam medium minyak kelapa, minyak kelapa sawit, serta tanpa medium. Jurnal Penelitian Sains. 12(1C):12107 (1-6).

Devi WS, Sarojnalini C. 2012. Impact of different cooking methods on proximate and mineral composition of Amblypharyngodon mola of manipur. Internasional Journal of Advanced Biological Research. 2(4):641-645.

Domiszewski Z, Grzegorz B, Dominika P. 2011. Effects of different heat treatments on lipid quality of striped catfish (Pangasius hypophthalmus). Acta Scientiarum Polonorum, Technologia Alimentaria. 10(3):359-373.

[FMSA] Farallones Marine Sanctuary Association. 2007. Sand Crab Monitoring. Farallones Marine Sanctuary Association (415):561 – 6625.

[FSANZ] Food Standards Australia New Zealand. 2003. Erucic acid in food: a toxicological review and risk, assessment technical report series no 21.

Garcia-Arias MT, Pontes EA, Garcia-Linares MC, Garcia-Fernandaz MC,

Sanchez-Muniz FJ. 2003. Cooking-Freezing reheating (CFR) of sardine

(Sardinapilchardus) fillets. Effects of different cooking and reheating

procedures on the proximate and fatty-acid compositions. Food Chemistry. 83:349-356.

Ghelichpour M, Shabanpour B. 2011. The investigation of proximate composition and protein solubility in processed mullet fillets. International Food Research

Journal. 18(4):1343-1347.

Guilliams TG. 2000. A concise update of important issues concerning natural health ingredients, fatty acids: essential therapeutic. The Standars. 3(2):1-8. Haye PA, Tam YK, Kornfield. 2002. Molecular phylogenetics of mole crabs

(40)

Irianto DP. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta (ID): Andi.

Jacoeb AM, Cakti N, Nurjanah. 2008a. Perubahan komposisi protein dan asam amino daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 9(1):1-20.

Jacoeb AM, Hamdani M, Nurjanah. 2008b. Perubahan komposisi kimia dan vitamin daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 9(2):1-13.

Kardaya D, Ralahalu TN, Zubir, Purba M, Parakkasi A. 2011. Pengujian undur-undur laut (Emerita analoga) sebagai bahan penurun kolesterol pada mencit (Mus musculus BALB/C). JITP. 1(2):76-87.

Kasmidjo RB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Khotami AI. 2009. Komposisi mineral mikro dan makro daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat proses perebusan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kocatepe D, Turan H, Taşkaya G, Kaya Y, Erden , Erdoğdu F. 2011. Effects of cooking methods on the proximate composition of black sea anchovy (Engraulis encrasicolus, Linnaeus 1758). GIDA. 36(2):71-75.

Larsen D, Siew YQ, Laurence E. 2010. Effect of cooking method on the fatty acid profile of New Zealand king salmon (Oncorhyncus tshawytscha). Food Chemistry. 119:786-790.

Laurenco HM, Anacleto P, Afonso C, Ferraria V, Martins MF, Carvalho ML, Lino AR, Nunes ML. 2009. Elemental composition of cephalopods from Portuguese continental waters. Food Chemistry. 113:1146–1153.

Linder MC. 2010. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Aminuddin P, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Nutrition Biochemichal and Metabolism

Lingga LABR. 2011. Karakteristik protein dan asam amino daging rajungan (Portunus pelagicus) akibat pengukusan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Manurung DM. 2009. Komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mardiana. 2011. Karakteristik asam lemak dan kolesterol rajungan (Portunus pelagicus) akibat proses pengukusan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Marimuthu K, Thilaga M, Kathiresan S, Xavier R, Mas RHMH. 2012. Effect of different cooking methods on proximate and mineral composition of striped snakehead fish (Channa striatus, Bloch). Journal Food Science Technology. 49(3):373–377.

Megawati E. 2012. Studi beberapa aspek biologi kepiting pasir di kecamatan buluspesantren kabupaten kebumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(41)

Musaiger AO, D’Souza . 2008. The effect of different methods of cooking on proximate, mineral and heavy metal composition of fish and shrimps consumed in the arabian gulf. Archivos Latinoamericanos De Nutricion. 58(1):103-109. Ngoan LD , Lindberg JE, Ogle B, Thomke S. 2000. Anatomical proportions and

chemical and amino acid composition of common shrimp species in central vietnam. Asian-Aus. Journal. Anim.Sci. 13(10):1422-1428.

Oduro FA, Nam-Do Choi, Hong-Soo Ryu. 2011. Effects of cooking conditions on the protein quality of chub mackerel Scomber japonicus. Fish Aquatic Science. 14(4):257-265.

Ouijifard A, Jafar S, Abdolmohammad AK, Masoud R. 2012. Growth and apparent digestibility of nutrients, fatty acids and amino acids in Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei, fed diets with rice protein concentrate as total and partial replacement of fish meal. Aquaculture. 342:56-61

Oksuz A, Ozyilmaz A, Aktas M, Gercek G, Motte J. 2009. A comparative study on proksimat, mineral and fatty acid compositons of deep seawater rose shrimp (Parapenaeus longirostris, Lucas 1846) and red shrimp (Plesionika martia, A. Milne-Edwards, 1883). Journal Animal and Veterinary Advances. 8(1):183-189.

Ozugul Y, Ozugul F. 2007. Fatty acid profiles of commercially important fish species from the mediterranean, agean dan black seas. Food Chemistry. 100 (4):1634-1638.

Ozyurt G, Duysak O, Akamca E, Tureli C. 2006. Seasonal changes of fatty acids of cuttlefish Sepia officinalis L. (mollusca: cephalopoda) in the north eastern mediterranean sea. Food Chemistry. 95(3): 382-385.

Perez D. 1999. Mercury levels in mole crab Hippa cubensis, Emerita brasiliensis, E.portoricensis, and Lepidopa richmondi (Crustacea: Decapoda: Hippidae) from a Sandy Beach at Venezuela. Environmental Contamination and Toxicology. 63:320-326.

Petracco M, GV Valeria, SC Ricardo. 2003. Population dynamics and secondary production of Emerita brasiliensis (Crustacea: Hippidae) at Prainha Beach, Brazil. Marine Ecology. 24 (3):231-245.

Phasuk B, Boonruang P. 1975. Species composition and abundance distribution of anumuran sand crabs and population bionomic of Emerita emeritus (L) along the Indian Ocean Coast of Thailand (Decapoda: Hippidae). Research Bulletin. 8:1-17.

Popovic PJ, Zeh III HJ, Ocha JB. 2007. Arginine and immunity 1-3. The Journal of Nutrition: 1681-1686.

Pratiwi MA. 2013. Studi pertumbuhan undur-undur laut Emerita emeritus (Decapoda: Hippidae) di Pantai Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Puwastein P, Kunchit J, Eakkarach K, Kreingkrai V, Yupaporn N, Lalita B. 1999. Proximate composition of raw and cooked thai freshwater and marine fish. Journal of Food Composition And Analysis. 12:9-16.

Reitz LL, Smith WH, Plunlee MP. 1960. Analytical Chemistry. West Lafayette (US): Animal Science Department, Purdue University.

(42)

Rustan AC, Cristian AD. 2005. Fatty acids: structures and properties. [artikel]. Encyclopedia of Life Sciences. 1-7.

Santoso J, Nurjanah, dan Irawan A. 2008. Kandungan dan kelarutan mineral pada Cumi-cumi Loligo sp. dan udang vannamei Litopenaeus vannamei. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15(1):7-12.

Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains. 13(1):23-28.

Savage GP, Paresh CD, Rodriguez-Estrada MT. 2002. Cholesterol oxides: their occurrence and methods to prevent their generation in foods. Asia Pacific Journal Clin Nutrition. 11(1):72–78.

Schlingmann KP, Konrad M, Seyberth HW. 2004. Genetics of hereditary disorders of magnesium homeostasis. Pediatr Nephrol. 19:13-25.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik Edisi Ketiga. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics. Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for the determination

of inorganic phosphorus. Journal Biology Chemistry. 202:675-685.

Tapotobun AM, Nanlohy E, Louhenapessy J. 2008. Efek waktu pemanasan terhadap mutu presto beberapa jenis ikan. Ichthyos. 7(2):65-70.

Tsape K, Vassilia JS, Miniadis-Meimaroglou S. 2010. Comparative analysis of the fatty acid and sterol profiles of widely consumed Mediterranean crustacean species. Food Chemistry. 122:292-299.

Wardiatno Y, Santoso J, Mashar A. 2012. Biochemical composition in two populations of the mantis shrimp, Harpiosquilla raphidea (Fabricius 1798) (Stomatopoda, Crustacea). Ilmu Kelautan. 17(1):49-58. ISSN 0853-7291. Wenner AM. 1977. Food supply, feeding habits, and egg production in pacific

mole crabs (Hippa pacifica Dana). Pacific Science. 31(1):39-47.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

(43)
(44)

Lampiran 1 Metode pengambilan sampel

Gambar 11 Metode mengaduk Sumber : Dokumentasi pribadi

(45)

Lampiran 2 Morfometrik undur-undur laut

No Panjang karapas Panjang telson Lebar telson Berat total

1 28,00 20,00 10,00 6,34

2 33,00 25,00 12,00 9,43

3 33,00 22,00 10,00 9,29

4 29,00 21,00 10,00 7,67

5 29,00 24,00 10,00 6,22

6 30,00 23,00 11,00 7,85

7 28,00 21,00 10,00 7,9

8 29,00 22,00 10,00 7,49

9 30,00 22,50 10,00 6,865

10 31,00 22,00 11,00 9,72

11 30,50 22,00 10,00 8,71

12 27,00 21,00 8,00 6,445

13 29,00 21,00 10,00 7,25

14 28,00 20,00 11,00 6,915

15 30,00 21,00 11,00 7,29

16 31,00 21,00 10,50 7,64

17 30,50 21,00 10,00 7,865

18 29,00 19,50 10,50 6,495

19 32,00 20,00 10,00 8,73

20 29,00 20,00 10,00 6,655

21 29,00 19,00 9,00 6,5

22 28,00 20,00 10,00 6,535

23 29,00 21,00 10,00 6,9

24 27,00 20,50 9,50 5,85

25 28,00 21,00 10,00 7,82

26 29,00 20,50 9,00 7,82

27 26,00 16,00 9,00 5,86

28 29,50 19,00 10,00 7,305

29 29,00 19,50 9,50 6,54

30 28,00 18,00 12,00 6,16

(46)

Lampiran 3 Analisis ragam kadar air

Lampiran 4 Uji lanjut kadar air

Perlakuan Ulangan =0,05

a b c d

Lampiran 5 Analisis ragam kadar abu Sumber

Lampiran 6 Uji lanjut kadar abu

Perlakuan Ulangan =0,05

a b

Segar 3 35,6267

Rebus 3 34,6300

Kukus 3 32,4933

Panggang 3 31,5933

Signifikan 1,000 1,000

Lampiran 7 Analisis ragam kadar lemak Sumber

Lampiran 8 Uji lanjut kadar lemak

Perlakuan Ulangan =0,05

(47)

Lampiran 9 Analisis ragam kadar protein

Lampiran 10 Uji lanjut kadar protein

Perlakuan Ulangan =0,05

a b

Segar 3 38,5267

Rebus 3 38,4033

Kukus 3 37,2033

Panggang 3 35,1333

Signifikan 1,000 1,000

Lampiran 11 Analisis ragam kadar karbohidrat Sumber

Lampiran 12 Uji lanjut kadar karbohidrat

Perlakuan Ulangan =0,05

a b c

Lampiran 13 Analisis ragam mineral mikro Sumber

Lampiran 14 Uji lanjut mineral mikro

Perlakuan Ulangan =0,05

(48)

Lampiran 15 Analisis ragam kadar besi

Lampiran 16 Uji lanjut kadar besi

Perlakuan Ulangan =0,05

a b c

Lampiran 17 Analisis ragam kadar asam lemak jenuh Sumber

Lampiran 18 Uji lanjut kadar asam lemak jenuh

Perlakuan Ulangan =0,05

a b c

Lampiran 19 Analisis ragam kadar asam miristat Sumber

Lampiran 20 Uji lanjut kadar asam miristat

Perlakuan Ulangan =0,05

(49)

Lampiran 21 Analisis ragam kadar asam palmitat Sumber

keragaman

db (derajat bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F hitung sig.

Perlakuan 3 37,649 12,550 12,787 0,002

Galat 8 7,852 0,981

Total 11 45,501

Lampiran 22 Uji lanjut kadar asam palmitat

Perlakuan Ulangan =0,05

a b c

Segar 3 21,65

Rebus 3 20,70 20,70

Kukus 3 24,00

Panggang 3 19,11

Gambar

Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian
Tabel 3 Komposisi kimia udang ronggeng, rajungan, dan Trachurus trachurus
Tabel 4 Profil asam amino undur-undur laut segar dan olahan
Gambar 5. Asam amino semi esensial yang terdeteksi yaitu histidin dan arginin
+7

Referensi

Dokumen terkait