DETEKSI RESIDU ANTIBIOTIK PADA HATI ITIK
BERASAL DARI PETERNAKAN DI KABUPATEN BOGOR
SUSAN FASELLA
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN
MASYARAKAT VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Residu Antibiotik pada Hati Itik Berasal dari Peternakan di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
SUSAN FASELLA. Deteksi Residu Antibiotik pada Hati Itik Berasal dari Peternakan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi residu antibiotik pada hati itik yang diperoleh dari peternakan di Kabupaten Bogor. Sebanyak 53 sampel diambil secara acak di Kabupaten Bogor sebagai unit sampel. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode bioassay. Hasil menunjukkan sampel hati itik yang diambil dari peternakan di Kabupaten Bogor menunjukkan adanya residu antibiotik (28.3%), yang berasal dari golongan aminoglikosida dan makrolida. Residu antibiotik pada hati ditemukan dari itik yang berasal dari peternakan itik di Ciomas (29.4%), Gunung Sindur (11.8%), Jasinga (35.3%), dan Jonggol (23.5%). Klapanunggal merupakan kecamatan yang negatif terhadap residu antibiotik dari 5 kecamatan yang diambil sampel. Oleh karena itu perlu dilakukan kontrol terhadap keberadaan residu antibiotik untuk menjamin kesehatan konsumen.
Kata kunci: itik, metode bioassay, residu antibiotik.
ABSTRACT
SUSAN FASELLA. Detection of Antibiotic Residue in Ducks Liver from Farms in Bogor District. Supervised by DENNY WIDAYA LUKMAN.
The research was aimed to detect the existence of antibiotic residue in ducks liver at poultry in Bogor District. There were 53 samples which were taken from 5 Sub-districts in Bogor District. The research was done by bioassay method. The result showed that antibiotic residue in ducks liver was detected positive (32.1%) from aminoglicoside and macrolide group. Antibiotic residue came from poultry in Ciomas Sub-district (29.4%), Gunung Sindur (11.8%), Jasinga (35.3%), and Jonggol (23.5%). Based on aminoglicoside group, it was 3.77% came from Jonggol Sub-district (12.5%), while tetrasiclin and penicilin was not found. In Klapanunggal Sub-district was detected negative antibiotic residue in the result of testing. Therefore, it is needed to control toward the excistence of antibiotics residue in order to guarantee the consumens health.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
DETEKSI RESIDU ANTIBIOTIK PADA HATI ITIK
BERASAL DARI PETERNAKAN DI KABUPATEN BOGOR
SUSAN FASELLA
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN
MASYARAKAT VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Deteksi Residu Antibiotik pada Hati Itik Berasal dari Peternakan di Kabupaten Bogor
Nama : Susan Fasella NIM : B04100032
Disetujui oleh
Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH IPB
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME atas rahmat dan karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Deteksi Residu Antibiotik pada Hati Itik Berasal dari Peternakan di Kabupaten Bogor dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drh Usamah Affif, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswi FKH IPB. Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada Drh Herwin Pisestyani, MSi dan Pak Hendra atas dorongan, masukan, bantuan selama penelitian.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, dan adik untuk dukungan dan semangat yang tak terbatas. Selanjutnya ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman selama penelitian (Ninditya Anggie Wiyani Putri, Kak Loisa, dan Kak Meilani). Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada teman-teman seangkatan Acromion 47 dan terkhusus ucapan terima kasih untuk sahabat terbaik (Riena Carlina, Fitri Susana, dan Etri Mardaningsih) yang sama-sama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor serta sahabat semasa SMA sampai sekarang (Derry Budianto, Prastiwi Sri Agustina, Rahmazudi, dan Rita Arnita) yang banyak membantu dalam pembuatan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi bagi penulis. Terlepas dari kekurangan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Bahan dan Alat 2
Metodologi 4
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
SIMPULAN DAN SARAN 7
Simpulan 7
Saran 7
DAFTAR PUSTAKA 8
LAMPIRAN 10
DAFTAR TABEL
1 Keberadaan residu antibiotik dan golongannya pada hati itik dari
peternakan itik di Kabupaten Bogor 5
2 Dosis dan waktu henti obat pada unggas 7
DAFTAR GAMBAR
1
Residu antibiotik golongan makrolida 6
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan pangan asal hewan dalam hal ini unggas baik ayam maupun itik merupakan salah satu komoditi pertanian khususnya sektor peternakan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan zat gizi seperti protein, lemak, mineral, vitamin, dan komponen lainnya. Kebutuhan bahan pangan asal hewan ini semakin meningkat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, peningkatan pengetahuan, pergeseran gaya hidup dan tingkat kesehatan masyarakat semakin membaik. Kontribusi terbesar dalam penyediaan daging secara nasional umumnya berasal dari ternak unggas dan sapi potong.
Permintaan daging itik setiap tahun semakin meningkat baik di dalam maupun luar negeri. Daging itik mulai digemari daripada daging ayam karena kandungan lemaknya yang rendah. Kandungan lemak daging ayam mencapai 6.8% sedang pada itik hanya 4.4% (Supriyadi 2009). Kendala yang dihadapi peternak itik adalah permintaan yang tinggi namun belum diimbangi dengan jumlah produksinya. Hal ini menjadikan peternak terpacu untuk meningkatkan produksi itik. Salah satu cara dengan penambahan antibiotik ke dalam pakan yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan.
Kondisi kesehatan ternak dan optimalisasi produksi dapat dilakukan dengan melakukan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang unggas. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan di peternakan untuk tujuan tersebut. Selain digunakan untuk mengobati penyakit dan mencegah terjadinya penyakit, penggunaan antibiotik di peternakan juga bertujuan sebagai pemacu pertumbuhan (growth promotor). Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan atau untuk pengobatan dan pencegahan penyakit yang tidak sesuai, dosis yang berlebihan, dan tidak memperhatikan masa henti obat (withdrawal time) dapat menimbulkan residu antibiotik pada otot dan produk hasil olahannya.
Menurut Bahri et al. (2005) hampir semua pabrik pakan menambahkan antibiotik ke dalam pakan komersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di Indonesia mengandung antibiotik. Antibiotik tidak boleh dicampur dalam pakan dan tidak boleh dikombinasikan dengan vitamin, mineral dan asam amino yang dipakai melalui air minum kecuali, sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 806/Kpts/TN.260/12/94 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Peraturan ini telah beberapa kali ditambah dan disempurnakan, jenis antibiotik yang direkomendasi sebagai bahan tambahan dalam pakan hewan yaitu avilamisina, avoparsina, basitrasin, enramisina, flavomisin (bambermisin), kitasamisin, kolistin sulfat, lasalosid, maduramisina, linkomisin HCl, monensin natrium, narasina, salinomisin (Na), spiramisin (embonat), virginiamisin.
2
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah keberadaan residu antibiotik pada produk pangan asal hewan sehingga aman dikonsumsi melalui pengujian secara rutin terhadap keberadaan residu antibiotik. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi keberadaan residu antibiotik dalam hati itik di wilayah Kabupaten Bogor.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi residu antibiotik pada hati itik yang dikaitkan dengan keamanan pangan bagi kesehatan konsumen di Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang residu antibiotik pada hati itik yang berasal dari peternakan di Kabupaten Bogor dalam rangka program jaminan keamanan pangan asal hewan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai September 2013. Pengambilan sampel di 5 kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor. Uji tapis (screening test) residu antibiotik pada hati itik menggunakan metode bioassay dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah hati itik, bacto agar, beef extract, yeast extract, dextrose, air destilata, kalium hidrogen fosfat (KH2PO4), dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4), spora bakteri Bacillus stearothermophilus
American Type Culture Collection (ATCC) 7953 untuk golongan penisilin, bakteri Bacillus cereus ATCC 11778 untuk golongantetrasiklin, bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633 untuk golongan aminoglikosida, bakteri Micrococcus luteus ATCC 9341 untuk golongan makrolida, natrium penisilin, oksitetrasiklin hidroklorida, kanamisin sulfat, tilosin tartat, dan kertas cakram.
3 Metodologi
Besaran Sampel
Metode penelitian yang digunakan adalah survei cross sectional. Besaran sampel dihitung menggunakan software WinEpiscope 2.0, dengan menggunakan asumsi sebagai berikut: tingkat kepercayaan 95%, prevalensi dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Besaran sampel yang didapatkan yaitu 53 sampel dengan rincian Kecamatan Ciomas sebanyak 8 sampel, Gunung Sindur 5 sampel, Klapanunggal 7 sampel, Jasinga 17 sampel dan Jonggol sebanyak 16 sampel.
Desain Penelitian
Unit sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah itik pedaging yang berasal dari Kabupaten Bogor. Variabel yag diamati adalah residu antibiotik pada hati itik. Data diperoleh dengan mengambil sampel hati kemudian dikirim ke BPMSPH (Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan) untuk diuji. Penelitian didesain menggunakan metode uji tapis (screening test) secara bioassay.
Pengujian Residu Antibiotik
Residu antibiotik pada hati itik diuji menggunakan metode uji tapis (screening test) secara bioassay dengan standar normal diameter zona hambatan yang digunakan 20 ± 1 mm dari diameter kertas cakram 8 mm sesuai dengan petunjuk teknis Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 7424:2008 tentang Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotik pada Daging, Telur, dan Susu secara bioassay.
Pemeriksaan terhadap antibiotik golongan makrolida menggunakan bakteri Micrococcus luteus ATCC 9341 sebanyak 1 ml yang dibiakkan pada media yang mengandung bacto agar 18 g, peptone 6 g, beef extract 1.5 g, yeast extract 3 g, glukosa 1 g di dalam air destilata 1000 ml. Nilai pH media disesuaikan 8.5 ± 0.1 dan dididihkan sampai bacto agar tersebut larut.
Antibiotik golongan tetrasiklin diperiksa dengan menggunakan bakteri Bacillus cereus ATCC 11778 sebanyak 1 ml yang dibiakkan pada media yang mengandung bacto agar 15 g, peptone 6 g, beef extract 1.5 g, yeast extract 3 g, KH2PO4 1.35 g di dalam air destilata 1000 ml. Nilai pH media disesuaikan 5.7 ± 0.1 dan dididihkan sampai bacto agar tersebut larut.
Antibiotik golongan penisilin diperiksa dengan menggunakan bakteri Bacillus stearothermophilus ATCC 7953 sebanyak 1 ml yang dibiakkan pada media yang mengandung bacto agar 15 g, peptone 5 g, yeast extract 3 g, dextrose 1 g di dalam air destilata 1000 ml. Nilai pH media disesuaikan 5.7 ± 0.1 dan dididihkan sampai bacto agar tersebut larut.
Antibiotik golongan aminoglikosida diperiksa dengan menggunakan bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633 sebanyak 1 ml yang dibiakkan pada media yang mengandung bacto agar 15 g, peptone 5 g, beef extract 3 g, air destilata 1000 ml. Nilai pH media disesuaikan 8.5 ± 0.1 dan dididihkan sampai bacto agar tersebut larut. Keempat media tersebut disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 121 ± 1 ºC, dengan tekanan 15 psi selama 15 menit.
4
menjadi 6.0 ± 0.1, kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121± 1 oC, dengan tekanan 15 psi selama 15 menit.
Hati sebanyak 10 g dipotong kecil-kecil, kemudian ditambahkan pelarut dapar sebanyak 20 ml. Larutan tersebut dihomogenkan menggunakan homogenizer, kemudian disentrifus 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan siap dilakukan pegujian. Setiap cawan Petri berisi 5 kertas cakram, yang terdiri dari 4 kertas cakram dari sampel daging yang berbeda dan 1 kertas cakram dari larutan antibiotik sebagai larutan standar. Larutan standar sebanyak 75 μl diteteskan di atas kertas cakram secara tegak lurus menggunakan pipet mikro. Larutan standar digunakan sebagai kontrol positif setiap golongan antibiotik dengan konsentrasi tertentu dalam setiap mililiter larutan.
Larutan standar dari golongan penisilin diwakili oleh natrium penisilin (0.01 IU/ml), golongan tetrasiklin diwakili oleh oksitetrasiklin (1.0 μg/ml), golongan aminoglikosida diwakili oleh kanamisin (1.0 μg/ml), dan golongan makrolida diwakili oleh tilosin (1.0 μg/ml). Biakan tersebut diinkubasi ke dalam inkubator dengan suhu yang berbeda untuk setiap antibiotik (grup tetrasiklin suhu inkubator 30 ºC, grup makrolida dan aminoglikosida 36 ºC, dan grup penisilin 55 ºC) selama 18 sampai 24 jam. Pembacaan hasil dilakukan dengan mengukur zona hambat yang terbentuk di sekeliling kertas cakram yang diduga mengandung residu antibiotik dengan menggunakan jangka sorong. Sampel dinyatakan positif mengandung residu antibiotik apabila terbentuk zona bening (daerah hambatan) minimal 2 mm lebih besar dari diameter kertas cakram.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan analisa secara deskriptif menggunakan Microsoft excel 2007.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5 Tabel 1 Keberadaan residu antibiotik dan golongannya pada sampel hati itik dari
peternakan itik di Kabupaten Bogor
Positif terhadap residu antibiotik berdasarkan golongan
Penisilin ditinjau dari segi kesehatan masyarakat veteriner keberadaan residu antibiotik dalam pangan asal hewan perlu mendapat perhatian serius mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh antibiotik terhadap konsumen. Bahaya yang dapat ditimbulkan dari produk pangan asal hewan yang mengandung residu antibiotik adalah reaksi alergi, resistensi mikroorganisme, gangguan flora usus, toksisitas, dan keracunan (Yuningsih et al. 2005).
Golongan antibiotik penisilin dan tetrasiklin tidak ditemukan pada sampel yang diuji, hal ini dibuktikan dengan tidak terbentuknya zona hambatan pertumbuhan bakteri Bacillus stearothermophilus dan Bacillus cereus pada media agar. Golongan makrolida merupakan antibiotik yang banyak digunakan oleh peternak itik untuk pengobatan. Contoh golongan makrolida yang biasa digunakan yaitu eritromisin, kloramfenikol, dan tilosin yang diindikasikan untuk pengobatan mikoplasmosis, salmonellosis dan chronic respiratory disease.
6
Gambar1 Residu antibiotik golongan makrolida
Residu aminoglikosida pada hati itik di Kabupaten Bogor sebesar 3.8% berasal dari peternakan di Kecamatan Jonggol (100%). Antibiotik golongan aminoglikosida yang biasa digunakan oleh peternak yaitu kanamisin, gentamisin, dan spektinomisin yang diindikasikan untuk pengobatan akibat penyakit salmonellosis dan kolibasilosis. Absorpsi aminoglikosida lebih baik melalui parenteral sehingga absorpsi terjadi sangat cepat dan tuntas. Distribusi aminoglikosida terjadi dalam waktu 1 jam setelah injeksi. Polikationik dari antibiotik ini menyebabkan penetrasi aminoglikosida melalui membran barrier dengan cara difusi sederhana sangat terbatas sehingga konsentrasi aminoglikosida yang ditemukan di cairan sekresi sangat sedikit. Rute ekskresi utama dari aminoglikosida adalah melalui ginjal (Riviere dan Spoo 2001).
Penggunaan antibiotik pada ternak dapat mengakibatkan residu pada produk ternak yang dihasilkan seperti daging, susu, dan telur yang dikonsumsi manusia. Antibiotik yang digunakan sebagai terapi akibat penyakit yang disebabkan infeksi bakteri harus memperhatikan dosis dan waktu henti obat pada saat ternak dipotong. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan akan menghasilkan akumulasi residu dalam produk hewan yang berakibat buruk pada kesehatan manusia karena bersifat racun, mengakibatkan perubahan mikroflora normal pada saluran pencernaan dan mengakibatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik (Nisha 2008).
Pemakaian antibiotik perlu memperhatikan waktu henti obat, setelah waktu henti obat dapat dilewati diharapkan residu tidak ditemukan lagi atau telah berada dibawah batas maksimum residu sehingga produk ternak aman dikonsumsi. Pemerintah memperbolehkan penggunaan antibiotik pada ternak dengan ketentuan, antibiotik yang digunakan pada manusia tidak boleh digunakan pada ternak, aman bagi manusia, hewan, lingkungan, memiliki efikasi yang bagus dan bermutu baik, khususnya untuk mencegah resisitensi bakteri pada manusia.
7 Tabel 2 Dosis dan waktu henti obat pada unggas
Antibiotik Dosis Waktu henti obat
(hari)
Oksitetrasiklin 1 g/l air 9
Ampisilin 0.5 g/l air 7
Basitrasin 50 g/ton ransum 11
Furazolidon 300-450 g/ton ransum 5
Streptomisin 30-100 mg/ekor 4
Sumber: Herni (1995)
Dampak buruk yang ditimbulkan akibat penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan, World Health Organisation (WHO) sebagai badan kesehatan dunia sejak tahun 2006 telah melarang penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan pada ternak. Antibiotik yang digunakan sebagai terapi dengan pengawasan dokter hewan. WHO menghimbau untuk meminimalisir penggunaan antibiotik pada peternakan dengan cara peningkatan kesehatan ternak melalui peningkatan biosekuriti, pencegahan penyakit melalui vaksinasi, menerapkan manajemen, praktik, dan higiene yang baik pada petenakan (WHO 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Residu antibiotik pada sampel hati itik di Kabupaten Bogor sebesar 32.1% yang berasal dari golongan aminoglikosida dan makrolida. Residu ditemukan dari sampel yang berasal dari peternakan di Kecamatan Ciomas (29.4%), Kecamatan Gunung Sindur (11.8%), Kecamatan Jasinga (35.3%), dan Kecamatan Jonggol (23.5%).
Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 7424:2008. Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotik pada Daging, Telur, dan Susu secara Bioassay. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Bahri S, Masbulan E, Kusumaningsih A. 2005. Proses praproduksi sebagai faktor penting dalam menghasilkan produk ternak yang aman untuk manusia. J Litbang Pertanian. 24(1):27-35.
Crawford LM, Franco DA. 1994. Animal Drug and Human Health. Lanchaster (US): Technomic Publishing.
Donkor ES, Newman MJ, Tay CK, Dayie KD, Bannerman E, Taiwo OM. 2011. Investigation into the risk of exposure to antibiotic residues contaminating meat and egg in Ghana. J Food Control. 22(6):869-873.
Herni. 1995. Residu oksitetrasiklin dan ampisilin dalam daging ayam potong pada umur pemotongan yang berbeda [skripsi]. Ujungpandang: Universitas Hasanuddin.
Murtidjo BA. 2007. Pemotongan, Penanganan, dan Pengolahan Daging Ayam. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Nisha AR. 2008. Antibiotic residues a global health hazard. J Vet World Rev. 1(12):375–377.
[KepMentan] Keputusan Menteri Pertanian. 1994. KepMentan No. 806/Kpts/TN.260/12/1994 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
Riviere JE, Spoo JW. 2001. Aminoglicosides antibiotics. Di dalam: Adams HR, editor. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Iowa (US): Iowa State Univ Pr.
Supriyadi. 2009. Panen Itik Pedaging dalam Enam Minggu. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
[WHO] World Health Organization. 2011. Tackling antibiotic resistance from a food safety perspective in Europe: summary [Internet]. [diunduh 2014 Feb 16]. Tersedia pada: http://www.euro.who.int/en/health-topics/.
9
10
Lampiran 1 Hasil pengujian residu antibiotik di Kabupaten Bogor
Lokasi Hati Itik Screening AB
PC ML AG TC
Ciomas
R/H1-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H2-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H3-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H4-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H5-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H6-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H7-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H8-1 Negatif Positif Negatif Negatif
Gunung Sindur
R/H9-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H10-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H11-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H12-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H13-1 Negatif Positif Negatif Negatif
Klapanunggal
R/H14-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H15-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H16-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H17-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H18-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H19-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H20-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
Jasinga
R/H21-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H22-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H23-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H24-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H25-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H26-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H27-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H28-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H29-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H30-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H31-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H32-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H33-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H34-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H35-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H36-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H37-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
Jonggol
R/H38-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H39-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H40-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H41-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H42-1 Negatif Positif Negatif Negatif
R/H43-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H44-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H45-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H46-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H47-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H48-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H49-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H50-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
R/H51-1 Negatif Negatif Positif Negatif
R/H52-1 Negatif Negatif Negatif Negatif
11