• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi dan Desarin Struktur Kelembagaan pada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi dan Desarin Struktur Kelembagaan pada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAN DESAIN STRUKTUR KELEMBAGAAN

PADA KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN

TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BIMO AULIA RASYID

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan Pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015 Bimo Aulia Rasyid

(4)

ABSTRAK

BIMO AULIA RASYID. Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan Pada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Dibimbing oleh LINDAWATI KARTIKA, SE, M.Si.

Pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenekartrans) telah berupaya melaksanakan tugas dan fungsinya dalam membangun bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi struktur kelembagaan, menganalisis tumpang tindih tugas dan fungsi, serta memberikan rekomendasi rancangan alternatif struktur Kemenakertrans 2015-2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan alat yakni Soft System Method (SSM). Penelitian ini juga menggunakan analisis fishbone. Data primer diperoleh melalui Forum Group Discussion (FGD) dan Indepth Interview. Data sekunder yakni dengan mempelajari dokumen seperti hasil laporan penilaian, Indikator Kinerja Utama (IKU) dari berbagai sumber, serta peraturan perundangan terkait. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat struktur yang multibasis. Tumpang tindih fungsi dan kesiapan Indonesia menghadapi globalisasi menjadi penyebab langsung mengapa harus dilakukan evaluasi dan desain struktur kelembagaan. Terdapat 2 fokus alternatif usulan skenario yang diajukan pada Kementrian Tenaga Kerja yakni usulan soft 1(NK1 & SS1) dan soft 3 (NK3 & SS1).

Kata kunci: evaluasi, desain, kualitatif, struktur, ketenagakerjaan

ABSTRACT

BIMO AULIA RASYID. Evaluation and Design Institutionals Structure at Ministry of Labour and Transmigration Republic of Indonesia. Supervised by; LINDAWATI KARTIKA, SE, M.Si.

The government through Ministry of Labour and Transmigration (Kemenekertrans) has seeked their duties and function to develop the Labour and Transmigration. The main objective of this study was to evaluate the structure of institutional, analyze duties and functions overlapping, and give an alternative structure plans in Kemenekertrans for 2015-2019. It was used a descriptive qualitative method with Soft System Method (SSM). It had been used fishbone analysis also. Primary datas had been gained by Forum Group Discussion (FGD) and Indepth Interview too. Secondary datas had been gotten by analyzing document such as, appraisal advisory, key performance indicator from many sources. The result of the research concluted about the multibasis structure. Overlapping duties and fuction, preparation to face globalization be a direct cause. There are two alternative scenarios which will be handed to Kemenakertrans, scenario soft 1 (NK1 & SS1) and soft 3 (NK3 & SS1).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

EVALUASI DAN DESAIN STRUKTUR KELEMBAGAAN

PADA KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN

TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BIMO AULIA RASYID

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

Nama : Bimo Aulia Rasyid NIM : H24124043

Disetujui oleh

Lindawati Kartika, SE, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Mukhamad Najib, STP, MM Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dipilih dalam penelitian yang diselesaikan sejak bulan Mei 2014 hingga bulan November 2014 ini adalah Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan pada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Lindawati Kartika, SE, MSi. selaku dosen pembimbing dan ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada tim ahli IPB yang senantiasa menularkan semangat dan kerja kerasnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pejabat Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia atas dinamika yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih yang sangat dalam untuk kedua orang tua, Triary Casuarina serta keluarga penulis atas doa, dukungan dan kasih sayang yang senantiasa menyertai penulis. Terakhir ucapan terima kasih diberikan untuk teman satu bimbingan, teman-teman PSAJM IPB, serta sahabat-sahabat yang selalu menularkan semangat positif.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Organisasi & Struktur Organisasi 5

Penelitian Terdahulu 6

METODE PENELITIAN 8

Kerangka Pemikiran 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Pengumpulan Data 10

Metode Pengolahan dan Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Visi, Misi dan Tujuan Kementrian Tenaga Kerja & Transmigrasi 11

Pembahasan Masalah 12

Implikasi Manajerial 45

KESIMPULAN DAN SARAN 45

DAFTAR PUSTAKA 46

(9)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Indikator Kinerja Kemenakertrans berbasis balanced score card 2

2 Hasil Laporan UKP4 3

3 Hasil Quick Assesment Basis Struktur Organisasi 4

4 Penelitian Terdahulu 7

5 Alat Bantu Analisis Tugas & Fungsi Struktur Organisasi 16

6 Indikator Kinerja Utama Hebat 27

7 Output RPJM 2015-2019 dan RPJP 2020-2025 28

8 Hasil Analisa CATWOE 30

9 Skenario Supporting Staff 32

10 Grand Design Arsitektur Ketenagakerjaan (soft, moderate, radical) 33

11 Grand Design Arsitektur Ketenagakerjaan (NK) Skenario SOFT 35

12 Rantai Nilai Efisiensi Usulan Soft 1 (NK1 & SS1) 40

13 Rantai Nilai Efisiensi Usulan Soft 3 (NK3 & SS1) 41

14 Benchmarking Ketenagakerjaan 42

15 Nawa Cita Presiden Indonesia 43

16 Prinsip Penataan dari Kemenpan & RB 44

DAFTAR GAMBAR

1 Penilaian PMPRB 2012 2

2 The five basic parts of Organization 5

3 Kerangka Pemikiran 9

4 Struktur Organisasi Kemenakertrans 13

5 Analisis Fishbone, Penyebab Perubahan Struktur Kelembagaan 19 6 Rich Picture Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan 21 7 Makro Model Integratif Ketenagakerjaan & Ketransmigrasian 23 8 Kerangka Kelembagaan Ketenagakerjaan dan Supporting Staff 25

9 Usulan Strukrur Soft 1 Kemenaker 2015-2019 30

10 Usulan Struktur Soft 3 Kemenaker 2015-2019 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi FGD

48

2 RPJP dan RPJMN Bidang Ketenagakerjaan 50

(10)

15 Struktur Ditjen Binalattas Eselon 3 dan 4 Pada Usulan Soft 3 70 16 Struktur Ditjen Binapenta Eselon 3 dan 4 Pada Usulan Soft 3 72 17 Struktur Ditjen PHI JAMSOS Eselon 3 dan 4 Pada Usulan Soft 3 74 18 Struktur Ditjen Binwasnaker Eselon 3 dan 4 Pada Usulan Soft 3 76 19 Rancangan Visi, Misi dan Program Kementrian Tenaga Kerja Tahun

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui badan legislatif telah menetapkan undang-undang sebagai landasan penyelenggaraan kepemerintahan. Salah satu yang diatur oleh undang-undang yakni mengenai kesejahteraan penduduknya. Pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakartrans) telah berupaya melaksanakan tugas dan fungsinya dalam membangun bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Hal ini tergambar dalam visinya yakni; Terwujudnya Tenaga Kerja dan Masyarakat Transmigrasi yang Produktif, Kompetitif dan Sejahtera. Sebuah desain kelembagaan yang disusun secara efektif dan efisien sangat diperlukan dalam upaya mencapai visi yang optimal. Hal tersebut mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Peraturan ini kemudian di dukung oleh Peraturan Presiden Nomer 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan fungsi kementrian negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi eselon 1 kementrian negara.

Untuk dapat mencapai visi yang optimal, Kementrian/lembaga negara di Indonesia perlu melakukan evaluasi terhadap organisasi. Dalam melakukan evaluasi, Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi mengeluarkan arahan dan kebijakan. Kebijakan terkait yang mengatur hal tersebut adalah Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi (Permenpan) Nomor PER./04/M.PAN/2009 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah. Selain itu Permenpan & RB no 1 tahun 2012 tentang pedoman penilaian mandiri reformasi birokrasi juga menjadi dasar kegiatan evaluasi. Kemenpan juga menyampaikan bahwa sebaiknya evaluasi ini dapat menghasilkan usulan struktur yang rightsizing dan lebih ramping daripada struktur sebelumnya. Peraturan dan perundangan yang telah disebutkan diatas sedikitnya menjadi aspek yang menjadi dasar mengapa kementrian harus melakukan evaluasi dan perubahan. Selain aspek diatas, terdapat pula aspek lain yang mempengaruhi kegiatan evaluasi.

(12)

2

Tabel 1 Nilai Indikator Kinerja Kemenakertrans berbasis balanced score card, 2012

Perspektif Skor Terbobot

Keuangan 8,85 %

Pelanggan 30,15 %

Manajemen Internal 10, 22 % Pertumbuhan Pembelajaran 9,53 %

Total 58,73 %

Sumber : Laporan Balanced Scorecard Kemenakertrans, 2013

Berdasarkan Tabel 1, terdapat perspektif yang masih harus diperbaiki yakni pada perspektif pelanggan. Penilaian juga muncul dari Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penilaian ini menunjukan sasaran dan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional, seperti ditunjukan pada Gambar 1 :

Gambar 1 Penilaian PMPRB 2012

Sumber : (Laporan Kinerja Akuntabilitas Pemerintah, 2012)

Berdasarkan Gambar 1, terdapat beberapa faktor yang memerlukan fokus dalam melakukan perbaikan. Faktor yang perlu diperhatikan yang ditunjukan dengan warna merah antara lain; penataan dan penguatan organisasi, penataan sistem manajemen SDM, dan penguatan pengawasan.

(13)

3 Tabel 2 Hasil Laporan UKP4

Sumber : Hasil Laporan UKP4 Triwulan II, Juni 2014

Berdasarkan Tabel 2 masih terdapat penilaian yang berwarna merah. Hal ini berarti penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian, dan jaminan hari tua masih harus diperbaiki. Baik dari aspek yuridis serta beberapa penilaian yang telah disebutkan menjadi pertimbangan pemegang keputusan pada kementrian tenaga kerja dan transmigrasi untuk mengambil langkah. Pilihan tujuan dan strategi yang dimiliki mempengaruhi bagaimana organisasi seharusnya di desain (Daft, 2008). Kementrian memutuskan tujuan utama organisasi dan berusaha untuk menentukan arah yang akan diambil untuk memenuhi tujuan tersebut.

Untuk dapat memberikan usulan, maka informasi awal dapat diberikan dengan melakukan evaluasi terhadap struktur organisasi 2009-2014. Mengacu pada Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2011, yang dengan jelas menyebutkan komposisi struktur untuk masing-masing level. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 juga menjelaskan tugas dan fungsi untuk kedudukan direktorat jenderal. Namun berdasarkan hasil quick asessement menyebutkan, terdapat ketidaksamaan basis. Rangkuman dari ketidaksamaan basis pada satuan kerja dapat dilihat dari Tabel 3.

NO KOMPONEN KETERANGAN

1 Pembangunan Sistem Pengelolaan Informasi Perizinan Terpadu (SIP)

Masih diverifikasi UKP4 2

Penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja (JKK) Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari tua (JHT) (Prioritas nasional 3 kesehatan)

50% Tercapai

3 Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun 100% tercapai

4

Pengembangan dan peningkatan perluasan kesempatan kerja

(Prioritas 4 Penanggulangan kemiskinan) 154% tercapai

5 Peningkatan perlindungan pekerja perempuan dan penghapusan

pekerja anak 90% tercapai 6 Pengelolaan penerapan pengupahan dan jaminan sosial tenaga

kerja (Prioritas nasional 7 : iklim usaha dan iklim investasi ) 292% tercapai 7

Inpres no 1 Tahun 2014 : Peningkatan pembinaan pengawasan Permenakertrans no 19 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain

150% tercapai

8 Pelaksanaan Transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme

pengadaan barang dan jasa 100% Tercapai

9

Aksi Penuntasan KIB II : pelaporan satu aksi berkaitan dengan rencana aksi penerapan pengupahan berdasarkan perundingan dan atau penerapan struktur dan skala upah di perusahaan-perusahaan yang paling rawan konflik pengupahan

(14)

4

Tabel 3 Hasil Quick Assesment Basis Struktur Organisasi

NO SATUAN KERJA BASIS KETERANGAN 1 Sekretariat Jenderal Proses & Fungsi Multibasis 2 Inspektorat Jenderal Geografis Sesuai 3 Balitfo Proses Sesuai 4 Ditjen. Binalattas Fungsi Sesuai 5 Ditjen. Binapenta Proses & Geografis Multibasis 6 Ditjen. PHI & Jamsos Produk & Fungsi Multibasis 7 Ditjen. Binwasnaker Produk & Fungsi Multibasis 8 Ditjen. P2KTRANS Proses Sesuai 9 Ditjen. P2MKT Proses Sesuai

Sumber: Laporan hasil quick assesment, (2014)

Berdasarkan Tabel 3 basis pengelompokan penataan struktur kelembagaan ini masih terdapat struktur yang multibasis. Keuntungan utama dari cara pengelompokan semacam ini adalah didapatnya efisiensi (Robbins and Judge, 2008). Penataan struktur kelembagaan sangat dipengaruhi oleh komitmen dan keinginan pimpinan untuk melakukan perubahan. Keterlibatan stakeholders juga berperan penting. Komunikasi yang harus terjalin secara reguler untuk membangun partisipasi dari semua elemen, hal ini bertujuan untuk membangun kesiapan untuk berubah ke arah yang diinginkan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dituangkan ke dalam pertanyaan penelitian yakni; (1) Bagaimana evaluasi struktur kelembagaan pada Kemenakertrans?, (2) Bagaimana analisis tugas dan fungsi pada struktur organisasi Kemenakertrans?, (3) Bagaimana rancangan alternatif struktur Kemenakertrans periode 2015-2019?

Tujuan Penelitian

Menjawab rumusan masalah yang telah dipaparkan, adapun tujuan penelitian ini adalah; (1) Melakukan evaluasi struktur kelembagaan Kemenakertrans, (2) Menganalisis tugas dan fungsi pada struktur organisasi Kemenakertrans, (3) Memberikan rekomendasi rancangan alternatif struktur Kemenakertrans 2015-2019.

Manfaat Penelitian

(15)

5

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada evaluasi dan desain struktur kelembagaan bagian supporting staff dan ketenagakerjaan pada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonsia, yang sekaligus menjadi objek penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA

Organisasi & Struktur Organisasi

Pekerjaan dapat dikelompokan bersama, sehingga tugas yang sama dapat dikoordinasi dalam satu basis. Adapun basis yang dimaksud yakni; (1) fungsi, (2) proses, (3) produk, (4) konsumen, (5) geografis. Gabungan dari keseluruhan basis tersebut membuat struktur organisasi matriks yang lebih kompleks (Robbins and Judge , 2008). Sesuai dengan apa yang diterapkan oleh Kemenakertrans. Lebih jauh lagi, matriks terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi koordinasi manakala organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang rumit dan saling tergantung. Garis-garis yang ditujukan dalam sebuah struktur merupakan garis rantai komando dan koordinasi. Rantai komando merupakan suatu garis wewenang tanpa putus dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab pada siapa (Robbins and Judge, 2008;219). Wewenang mengacu pada hak-hak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah dan untuk berharap bahwa instruksi atau perintah itu dapat dipenuhi.

Struktur organisasi merupakan sebuah susunan resmi, hubungan standar kerja yang dibangun dalam sebuah sistem otoritas formal yang mengikat (Mintzberg, 1979). Untuk dapat mengetahui bagaimana struktur organisasi itu sendiri, maka kita harus mengetahui bagaimana fungsi pada masing-masing bagian. Mintzberg menyebutkan terdapat 5 fungsi dan bagian dasar pada organisasi. Bagian tersebut terdiri dari; (1) strategic apex, (2) technostructure, (3) middle line, (4) supporting staf, dan (5) operating core. Bagian ini ditunjukan oleh Gambar 2.

(16)

6

Berdasarkan Gambar 2 Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, khususnya bagian ketenagakerjaan masuk dalam ranah technostructure. Menurut Mintzberg (1979), technostructure merupakan sekumpulan orang yang memberikan pelayanan pada organisasi. Mereka dapat membuat desain, perencanaan, kebijakan, merubah kebijakan tersebut, bahkan melatih orang yang melakukan hal yang telah disebutkan. Untuk supporting staff mengacu pada pernyataan Mintzberg (1979) supporting staff jelas sangat berbeda dari technostructure, supporting staff tidak secara khusus menganani masalah standarisasi dan supporting staff hanya dapat memberikan sebatas saran.

Penelitian Terdahulu

Murwani (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Terhadap Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Grobogan mengacu pada Perdaturan Daerah Kabupaten Grobogan No. 2 Tahun 2001. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penyusunan struktur organisasi dan tata kerja kurang memperhatikan prinsip organisasi, serta adanya faktor kepentingan untuk dapat mengakomodasi pejabat yang kepangkatannya sudah tinggi. Dampaknya adalah tugas dan fungsi susunan organisasi menjadi overlap. Rekomendasi yang diberikan oleh peneliti yakni peninjauan kembali Perda No. 2 Tahun 2001.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rinawati (2013). Penelitian dengan tema evaluasi struktur organisasi dan tata kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilakukan di Kabupaten Probolinggo. Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengevaluasi urusan dan tugas pokok, serta fungsi SKPD, sehingga memudahkan untuk membentuk struktur organisasi perangkat daerah yang sesuai. Terdapat beberapa nomenklatur SKPD yang tidak sesuai dengan fungsi dan peraturan perundangan yang berlaku. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif dan dianalisis secara deskriptif ini menghasilkan sebuah rancangan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) dari SKPD yang di evaluasi.

(17)

7

NO. JUDUL & NAMA PENELITI ALAT ANALISIS HASIL PENELITIAN

1 Strategi Peningkatan Daya Saing Petani Komoditas Kentang Melalui Analisis Beban Kinerja. Uzman Hilman Mahani. IPB. 2014

Soft System Method (SSM)

(1) Aktivitas Petani Kentang memiliki beban kerja 49 kali lebih besar pada aktivitas musim tanam dibandingkan dengan aktivitas musim panen, (2) Situasi problematis petani kentang pada Kab. Karo masih memerlukan program pengembangan pertanian yang mengacu pada stakeholders dalam mendukung program petani

setempat, (3) analisis keterkaitan elemen penciptaan daya saing petani memberikan gambaran mengenai peningkatan kualitas sumberdaya petani menjadi peran dasar terhadap transformasi peningkatan

kemampuan daya saing petani secara berkelanjutan.

2 Penyusunan Struktur Organisasi, Analisis Jabatan, Pengkajian Uraian Jabatan, dan

Pengembangan Penilaian Kinerja Berbasis Kompetensi Pada Departemen Produksi - PT, HJS Surabaya. Yovita Maria. Universitas Surabaya. 2013

Hasilnya berupa pembuatan desain struktur organisasi, pembuatan uraian jabatan, identifikasi kompetensi, pengelompokan kompetensi, pemadatan jumlah kompetensi, hingga penyusunan pengembangan desain sistem penilaian kinerja berbasis kompetensi .

3 Evaluasi Kesesuaian Struktur Organisasi Pengelola Teknologi Informasi dengan Rencana Jangka Panjang Instansi (Studi Kasus pada Dinas XYZ). Arief Anwar Shodiq & Khakim Ghozali. ITS. 2012

COBIT (Control Objectives for Information and Related

Technology)

Demi mendukung usaha pencapaian sasaran dan tujuan bisnis instansi, dilakukanlah penyesuaian struktur organisasi,penambahan tupoksi baru, dan penyesuaian nomenklatur tupoksi yang telah ada saat ini. Struktur organisasi yang ideal sesuai COBIT dikombinasikan dengan struktur organisasi yang telah ada saat ini dengan tidak meninggalkan budaya kerja sebelumnya dari instansi. Selanjutnya, dilakukanlah penambahan sejumlah 21 tupoksi baru, dan juga dilakukan

penyesuaian nomenklatur sebanyak enam dari tupoksi yangtelah ada saat ini, untuk menjawab kebutuhan proses TI masa depan

(18)

8

Lanjutan Tabel 4

Berdasarkan Tabel 4, terdapat beberapa poin yang menjadi referensi penelitian. Diantaranya alat analisis Soft System Method (SSM), desain struktur organisasi, penyesuaian nomenklatur dan efektivitas restrukturisasi organisasi.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menggunakan pendekatan Soft System Method (SSM). SSM merupakan sistem pembelajaran situasi dunia nyata yang dianggap problematis dengan berpikir serba sistem. Masalah tersebut akan dibuatkan model pemecahan permasalahnanya. Model yang telah terbentuk akan dibandingkan dengan kondisi nyata hingga dapat membangun perumusan aksi nyata untuk dinilai kelayakannya. Aksi nyata ini diharapkan dapat di implementasikan untuk menghasilkan susunan struktur kelembagaan yang berbasis kinerja, efektif dan efisien. Uraian tersebut akan dipermudah melalui Gambar 3.

NO. JUDUL & NAMA PENELITI ALAT ANALISIS HASIL PENELITIAN

4 Evaluasi Grand Strategy

Kepolisian Negara Republik Indonesia Tahap I "Trust Building" Periode 2005-2010. Intan Fitrian Meutia. Universitas Indonesia. 2012

Decision Making Model, AHP

Pelaksanaan grand strategy Polri tahap I sudah berjalan dengan baik dimana pelaksanaan potensi pembangunan dan faktor strategis telah dilaksanakan sebagai upaya pencapaian target kepercayaan publik. Grand Strategy Polri menjadi refleksi atas upaya reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Polri baik dari aspek kultural, struktural dan instrumental. 5 Pengaruh Restrukturisasi

Organisasi Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura,

Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan. Andin Niantima Primasari. Universitas Andalas. 2011

Uji F, Uji T, dan Regresi Linear

(19)

9

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia yang berlokasi di jalan Gatot Subroto Kav. 51 dan jalan TMP Kalibata no. 17 Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei hingga Oktober 2014.

(20)

10

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari pihak terkait. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara wawancara, diskusi kelompok kecil dan Forum Group Discussion (FGD). Metode ini dilakukan dengan pihak yang paham mengenai permasalahan yang tengah diteliti, dalam penelitian ini sumber informasi berasal dari pejabat eselon 1 & 2 ataupun setingkatnya. Sumber data bukan sebagai sampel (seperti kuantitatif), tetapi sebagai informan (Basrowi & Suwandi, 2008). Terdapat 4 tahapan FGD yang telah di jadwalkan sebelumnya. FGD 1, dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 2014. FGD 2, dilaksanakan pada 16-17 September 2014. FGD 3, dilaksanakan pada 3 Oktober 2014. FGD 4 kemudian digantikan dengan beberapa indepth interview sebagaimana terlampir dokumentasinya pada lampiran 1. Indepth Interview adalah bagian dari proses triangulasi. Triangulasi (Basrowi & Suwandi, 2008) adalah proses memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain. Proses ini berguna untuk memastikan data yang diperoleh adalah valid. Hasil pengumpulan data primer ditunjukan dalam beberapa notulensi, catatan khusus dan rekaman. Data sekunder yang digunakan yakni buku, jurnal, penelitian terdahulu, dan dokumen kenegaraan yang relevan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam menyelesaikan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Metode kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif dari orang atau perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (Basrowi & Suwandi, 2008). Metode ini memiliki dasar pendekatan yang fenomenologis serta interaksi yang simbolik. Artinya, peneliti harus ikut langsung terlibat dalam segenap aktivitas untuk dapat memperoleh informasi yang harus dipahami artinya. Arti yang dimaksud yakni bagaimana sebuah keterkaitan antara sebuah peristiwa, individu yang terlibat, fenomena yang terjadi serta teori yang menjadi dasar.

Data yang telah diperoleh baik primer maupun sekunder kemudian akan diolah dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel dan Microsoft Visio. Metode pengolahannya menggunakan beberapa metode sesuai dengan permasalahan yang akan diselesaikan. Data yang telah dikumpulkan kemudian di generalisasi. Hal ini bertujuan untuk dapat menerapkan model konseptual dengan data empiris yang telah diperoleh (Basrowi & Suwandi, 2008).

(21)

11 Analisis Fishbones akan menunjukan penyebab-penyebab dari sebuah kejadian dengan spesifik (Ishikawa, 1984). Diagram ini akan membantu mengidentifikasi alasan dasar mengapa kementrian tenaga kerja dan transmigrasi perlu melakukan perubahan struktur kelembagaan.

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Visi, Misi dan Tujuan Kementrian Tenaga Kerja & Transmigrasi

Memahami tujuan dan strategi sebuah organisasi dengan baik dapat membantu merumuskan desain organisasi yang tepat untuk beragam kepentingan (Daft, 2008). Hal tersebut merupakan langkah awal untuk memahami efektivitas organisasi. Organisasi manapun hendaknya memiliki visi yang kuat dan jelas untuk diraih bersama seluruh bagian organisasi. Termasuk Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dalam usahanya mencapai tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, maka dalam 5 tahun ke depan visi yang

ingin dicapai ialah “Mewujudkan Tenaga Kerja dan Masyarakat Transmigrasi

yang Inovatif, Produktif, Kompetitif, Mandiri dan Sejahtera Secara

Berkelanjutan”. Hal ini menjadi langkah awal untuk dapat memahami efektivitas organisasi.

Sebagai upaya dalam pencapaian visi Kemenakertrans, maka dirumuskan misi sebagai berikut :

1) Meningkatkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja dan masyarakat transmigrasi;

2) Meningkatkan pelayanan penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja

3) Meningkatkan pembinaan hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja; 4) Meningkatkan perlindungan ketenagakerjaan

5) Membangun kawasan transmigrasi yang didukung prasarana dan sarana dasar dengan sebaran penduduk yang serasi dan seimbang sebagai prasarat bagi tumbuh dan berkembang menjadi satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah

6) Mengembangkan kawasan transmigrasi menjadi satu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah yang berfungsi sebagai hinterland kota kecil/menengah terdekat

7) Mengembangkan riset dan kebijakan berbasis pengetahuan

8) Menerapkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan terpadu dengan prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan meningkatkan efektivitas pengawasan internal

(22)

12

Dalam menjalankan tugasnya, Kemenakertrans melaksanakan fungsi:

1) Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian

2) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenakertrans;

3) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenakertrans;

4) Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kemenakertrans di daerah; dan

5) Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional

Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, Kemenakertrans dibantu oleh 9 unit kerja Eselon 1 dan turunannya yang di rangkum dalam sebuah struktur organisasi. Struktur organisasi pemerintah bersifat sangat kompleks. Kompleksitas ini diantaranya mengandung tugas, fungsi, kewenangan, eselonisasi, koordinasi, aturan, kebijakan, sistem, prosedur dan sebagainya. Kemenpan juga menyampaikan hal senada, bahwasanya dalam Permenpan telah disebutkan organisasi pemerintah harus melakukan evaluasi setidaknya 1 (satu) kali dalam setahun. Secara mikro (audit organisasi) kebijakan organisasi pemerintah untuk melakukan rightsizing (tepat ukuran) struktur organisasi harus sesuai dengan beberapa faktor diantaranya; visi misi dan strategi, urusan pemerintah, karakteristik, potensi, kemampuan keuangan, ketersediaan SDM, dan pengelolaan pola kerja sama. Hal tersebut akan menghasilkan sebuah strategi untuk melakukan penataan organisasi.

Pembahasan Masalah

Soft System Method (SSM) sebagaimana telah disebutkan menjadi alat bantu utama untuk menyelesaikan penelititan. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing tahapan yang harus ditempuh untuk menyelesaikan penelitian.

1. Penetapan Situasi Problematis

Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam metode SSM. Tahapan ini adalah sebuah proses penetepan situasi dunia nyata yang dianggap problematis (Hardjosoekarto, 2012). Proses pada tahap ini sangat penting, karena terkait dengan keputusan oleh siapapun, baik peneliti maupun pihak kementrian. Pada penelitian ini, penetapan situasi problematis melalui identifikasi situasi yang terjadi di dunia nyata. Identifikasi yang dimaksud, diperoleh dari berbagai laporan penilaian dan hasil quick asessement.

Identifikasi selanjutnya dilakukan dengan 3 cara yakni; quick asessement, analisa tugas dan fungsi serta analisa fishbones. Berikut ini masing-masing penjelasan terhadap hasil identifikasi lengkap dengan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja dalam rangka menetapkan situasi problematis di dunia nyata. a. Hasil Quick Assesment Kelembagaan Kemenakertrans 2009-2014

(23)
(24)

14

Berdasarkan Gambar 4 melalui Quick asessement telah berhasil memetakan matriks organisasi Kemenakertrans untuk mengetahui kesamaan basis pada level eselon I dan II. Kesamaan ini juga sebagai salah satu cerminan dari pencapaian tujuan organisasi. Kesamaan basis dapat menghadirkan peluang terbentuknya organisasi yang lebih efektif dan efisien. Efektivitas secara tidak langsung menjadi pertimbangan berbagai variabel, baik di tingkat organisasi secara umum maupun tingkat departemen (Daft, 2008).

Struktur organisasi dari Kemenaketrans pada tingkat Eselon I telah menunjukkan suatu struktur berbasis proses. Proses kerja di Kemenakertrans khususnya di bidang Ketenagakerjaan diawali dengan mengadakan pelatihan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan Produktivitas (Binalattas), ditempatkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta), kemudian tenaga kerja diharapkan dapat memiliki hubungan industrial yang baik dengan perusahaan/lembaga/personal yang memperkerjakannya serta memiliki jaminan sosial yang layak, kegiatan ini menjadi peran dari Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial & Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI & Jamsos TK). Setelah itu, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja (Binwasnaker) akan mengawasi proses ketenagakerjaan tersebut. Sedangkan Sekretariat Jenderal (Setjen), Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi (Balitfo) adalah struktur general sebagai pendukung utama kelancaran core bisnis dari Kemenakertrans.

Berikut ini adalah pemaparan analisis tugas dan fungsi, serta hasil quick asessement dari struktur kelembagaan Kemenakertrans 2009-2014 ;

1) Sekretariat Jenderal;

Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pada tingkat Eselon II Setjen, terdapat beberapa biro dan pusat dalam satu garis komando, namun memiliki basis struktur yang berbeda. Biro perencanaan merupakan struktur berbasis proses, namun biro lainnya seperti biro keuangan, biro organisasi dan kepegawaian, biro hukum, dan biro umum merupakan struktur berbasis fungsi. Adapun pusat administrasi kerjasama luar negeri, pusat hubungan masyarakat, serta pusat pendidikan dan pelatihan pegawai berbasis fungsi, sedangkan pusat keselamatan dan kesehatan kerja berbasis fungsi, dan pusat perencanaan tenaga kerja berbasis proses

2) Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas;

(25)

15 3) Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja;

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan penempatan tenaga kerja. Direktorat Jenderal Binapenta telah memiliki struktur berbasis proses untuk Direktorat pengembangan dan perluasan sempatan kerja, dan berbasis geografis untuk direktorat penempatan tenaga kerja di dalam maupun di luar negeri, lalu berbasis proses kembali pada Direktorat Pengendalian penggunaan tenaga kerja asing yang masuk agar kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal tetap tersedia.

4) Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja;

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja. Adapun Ditjen. PHI yang pada dasarnya memiliki struktur organisasi berbasis produk dengan menghasilkan persyaratan kerja kesejahteraan dan analisis diskriminasi, serta pengupahan dan jaminan sosial, juga memiliki struktur berbasis fungsi dari perannya pada kelembagaan dan pemasyarakatan hubungan industrial, serta pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 5) Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan;

Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan pengawasan ketenagakerjaan. Direktorat Jenderal Binwasnaker memiliki struktur organisasi berbasis fungsi dan Produk, karena Direktorat pengawasan norma kerja dan jaminan sosial tenaga kerja, pengawasan norma kerja perempuan dan anak, pengawasan norma keselamatan dan kesehatan kerja adalah struktur dengan basis produk serta Direktorat penegakan hukum adalah berbasis fungsi .

6) Inspektorat Jenderal;

Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Struktur organisasi pada Inspektorat Jenderal (Itjen) telah berbasis Geografis seluruhnya, karena masing-masing unit pada Eselon II, yaitu Itjen I, Itjen II, Itjen III, dan Itjen IV memiliki tugas yang sama yaitu melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern, pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya serta pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri dan penyusunan laporan hasil pengawasan unit, serta secara fungsional kegiatan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Perbedaan antar Itjen terdapat pada tanggungjawabnya terhadap wilayah unit dan daerah pengawasan.

7) Badan Penelitian, Pengembangan, dan Informasi;

Mempunyai tugas melaksanakan penelitian, pengembangan, dan informasi di bidang tenagakerja dan transmigrasi. Balitfo yang telah memiliki struktur berbasis proses seutuhnya, yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan, lalu melakukan pengolahan data hingga menghasilkan informasi, kemudian menyebarluaskan informasi tersebut namun ada basis geografisnya yakni area tenaga kerja dan transmigrasi dipisahkan.

b. Analisis Tugas dan Fungsi

(26)

16

Republik Indonesia nomor PER. 12/MEN/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Secara umum Kemenakertrans berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kemenakertrans dipimpin oleh seorang Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kemenakertrans memiliki tugas menyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga menyebutkan dengan rinci kedudukan, tugas dan fungsi setiap susunan struktur organisasi.Tugas dan fungsi untuk setiap bagian dari struktur organisasi ini kemudian di analisis. Analisis ini digunakan untuk memetakan dugaan tumpang tindih tugas dan fungsi antar bagian.. Tumpang tindih fungsi organisasi ini terjadi karena gemuknya organisasi dan kurangnya koordinasi yang disebabkan oleh ketidakjelasan peran dan fungsi. Hasil identifikasi tugas dan fungsi Kemenakertrans menunjukkan diduga terdapat tumpang tindih antar bagian internal kementrian. Tabel 5 berikut ini merupakan alat bantu dalam melakukan analisa terhadap dugaan tumpang tindih tugas dan fungsi.

Tabel 5 Alat Bantu Analisis Tugas & Fungsi Struktur Organisasi

Sumber : Peraturan Menteri No. 12, Tahun 2010

ESELON 1 SEKJEN (A) BINALATTAS (B) BINAPENTA (C) PHI JAMSOS (D) BINWASNAKER (E) BALITFO (F)

ESELON 2 Tenaga Kerja Dalam Negeri

Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri

Biro Organisasi dan Kepegawaian Kerja dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak

Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian

(27)

17 Berdasarkan Tabel 5, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (8A) pada

Setjen mempunyai tugas “mengkoordinasikan dan melaksanakan pendidikan dan

pelatihan pegawai di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian” sangat terkait erat dengan tugas Subdirektorat Pengembangan Program Pelatihan

Ketenagakerjaan (2B) dari Ditjen Binalattas, yaitu “melaksanakan penyiapan

bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

program, dan penyusunan materi pelatihan ketenagakerjaan”. Selain itu, antara

Sekretariat Jenderal dan Ditjen Binalattas memiliki kondisi tumpang tindih tugas pada Pusat Perencanaan Tenaga Kerja (10A) dengan Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan (4B), Direktorat Bina Pemagangan (5B), serta Direktorat Produktivitas dan Kewirausahaan (6B), dikarenakan unit kerja tersebut memiliki tugas berupa perencanaan tenaga kerja melalui pemberian bimbingan teknis serta pelatihan.

Terdapat pula kondisi tumpang tindih tugas pada Biro Hukum (4A) dengan Direktorat Bina Penegakan Hukum (5E), dikarenakan unit kerja tersebut memiliki tugas melakukan penelahaan dan pengawasan hukum ketenagakerjaan.

Selain itu, Biro Hukum (4A) memiliki tugas serupa dengan Direktorat Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (4D) dari Ditjen PHI yang

mempunyai tugas “melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan

kebijakan, standarisasi serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengupahan, jaminan sosial tenaga kerja dalam hubungan kerja, jaminan sosial tenaga kerja luar hubungan kerja, serta analisis dan informasi jaminan sosial

tenaga kerja dan pengupahan” karena salah satu bagian dari jaminan sosial adalah jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dari tenaga kerja. Dan terdapat pula kondisi tumpang tindih tugas pada Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (4A) dengan Direktorat Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi (2D) karena untuk dapat mencapai keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan peraturan perusahaan, syarat kerja dan perjanjian kerja yang mengutamakan kesejahteraan pekerja.

Adapun Pusat Perencanaan Tenaga Kerja (10A) memiliki tugas

“melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,

standarisasi, pemberian bimbingan teknis, penyusunan, pemantauan, evaluasi, analisis, dan pelaporan di bidang perencanaan tenaga kerja makro dan mikro” sama dengan Direktorat Pengembangan Pasar Kerja (2C) dari Ditjen Binapenta

yang mempunyai tugas “melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan,

pelaksanaan kebijakan, standarisasi serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi pasar kerja, analisis pasar kerja, bursa kerja, dan

analisis jabatan”, karena untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja diperlukan

(28)

18

kerja tersebut memiliki tugas yang berhubungan dengan kerjasama internasional (TKI yang bekerja di luar negeri dan TKA yang bekerja di dalam negeri).

Adapun Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (6C) pada Ditjen Binapenta dengan Direktorat Kelembagaan dan Pemasyarakatan Hubungan Industrial (3D) pada Ditjen PHI JamSos mengalami kondisi tumpang tindih tugas, dikarenakan unit kerja tersebut memiliki tugas dalam melindungi tenaga kerja di sektor industri.

Subdirektorat Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Hubungan Kerja yang

memiliki tugas “melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,

pelaksanaankebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberianbimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengurusan, dan kepesertaan

jaminansosial tenaga kerja dalam hubungan kerja” tidak jauh berbeda dengan

Direktorat Pengawasan Norma Kerja dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (2E) yang

mempunyai tugas “melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, standarisasi serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan norma kerja, pengawasan norma hubungan kerja dan perlindungan berserikat, pengawasan norma penempaatan dan pelatihan tenaga kerja serta pengawasan norma jaminan sosial tenaga kerja”. PHI melakukan evaluasi jaminan sosial di perusahaan, begitu pun dengan Binwasnaker yang melakukan pengawasan jaminan sosial di perusahaan. Selain itu, terdapat tumpang tindih tugas unit kerja pada Direktorat Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi (2D) dengan Direktorat Pengawasan Norma Kerja dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (2E), dikarenakan unit kerja tersebut memiliki kesamaan tugas berupa pelaksanaan dan pengawasan akan jaminan sosial tenaga kerja.

Tugas dari pusdatin dan puslitbang Balitfo yakni melaksanakan penelitian, pengembangan, dan informasi di bidang tenaga kerja dan transmigrasi turut dilaksanakan oleh unit kerja di Ditjen masing-masing, sehingga sebagian hasil dari Balitfo tidak digunakan sepenuhnya oleh Ditjen terkait. Ditjen tersebut telah melaksanakan kegiatan yang sama. Bila hal ini terus berlanjut, maka tumpang-tindih kebijakan, program, dan alokasi dana yang terjadi akan menyebabkan kinerja organisasi tidak optimal.

c. Analisis sebab akibat (Fishbone)

(29)

19

Ket : : Penyebab Langsung

Gambar 5 Analisis Fishbone, Penyebab Perubahan Struktur Kelembagaan Berdasarkan Gambar 5 faktor internal yang menjadi penyebab langsung mengapa harus dilakukan perubahan terhadap struktur kelembagaan Kemenakertran ialah struktur organisasi yang multibasis. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, struktur organisasi yang memiliki ketidaksamaan basis dalam satu level horizontal menyebabkan banyak hal. Tugas dan fungsi yang tumpang tindih, serta alur kerja yang tidak efektif dan efisien. Selain itu beberapa hal juga mempengaruhi seperti belum optimalnya bisnis proses yang telah ada. Beban kerja yang tidak seimbang antara satu bagian dan bagian yang lainnya. Ego sektoral dalam sebuah struktur yang sering kali menyebabkan overlapping tugas, serta beberapa faktor lainnya.

(30)

20

2. Identifikasi Situasi Masalah Problematis

Checkland dan Poulter dalam Hardjosoekarto (2012) menyarankan dilakukannya tiga analisis yang dilakukan dalam rangka memahami situasi dunia nyata. Analisis pertama yakni penetapan 3 pihak yang berperan sangat penting kaitannya dengan situasi problematis. Ketiga pihak itu adalah:

1) Pihak yang berperan sebagai klien (clients) yaitu orang yang menyebabkan terjadinya intervensi terkait situasi problematis yang terjadi. Pada penelitian ini pihak yang berperan sebagai klien adalah lembaga (Kemenpan & RB).

2) Pihak yang berperan sebagai praktisi (practioners), yaitu orang yang melakukan kajian dengan menggunakan Soft System Method (SSM). Pada penelitian ini yang berperan sebagai praktisi adalah peneliti.

3) Pihak yang berperan sebagai pemilik isu (owners of the issues addressed), yaitu orang yang berkepentingan atau yang terkena dampak dari situasi atau dampak dari hasil upaya perbaikan atas situasi problematis. Pihak yang dimaksud adalah lembaga (Kemenakertrans) dan peneliti.

Analisis kedua menitikberatkan pada analisis sosial. Dengan memahami situasi sosial secara umum maka dapat membuat gambaran yang semakin komprehensif. Gambaran mengenai kegiatan evaluasi dan desain struktur organisasi Kemenakertrans meliputi tiga elemen. Tiga elemen yang menjadi fokus analisis yakni:

1) Peran (roles), peran kementrian tenaga kerja dan transmigrasi sebagaimana telah disebutkan melalui visi dan misi kementrian 2009-2014. Namun pada periode 2014-2019, peran Kemenakertrans tercantum pada Nawa Cita Presiden Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut maka diturunkan dalam 4 unit kerja. Pada penelitian ini hanya akan fokus pada Supporting Staff dan bagian ketenagakerjaan.

2) Norma (norms), perilaku yang diharapkan yang terkait dengan peran. Perilaku yang dimaksud diturunkan dalam tugas dan fungsi unit kerja. Hal ini dituangkan dalam Permenakertrans No. 5 tahun 2012 tentang organisasi dan tata kerja. Hal ini juga seiring dengan ekspektasi yang diharapkan dalam bentuk Indikator Kinerja Utama (IKU) Hebat. Selain itu tertuang pula pada output Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP) & Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang sudah diterapkan.

3) Nilai (values), standar atau kriteria perilaku yang sesuai dengan peran. Untuk merumuskan struktur organisasi maka standar yang digunakan adalah prinsip penataan struktur dari Kemenpan & RB.

(31)

21

Gambar 6 Rich Picture Evaluasi dan Desain Struktur Kelembagaan

Berdasarkan Gambar 6, Fokus analisis ini adalah mengkaji isu mengenai power. Situasi politik pada penelitian ini berhubungan dengan pemegang kekuasaan tertinggi pada Kemenakertrans yakni Menteri tenaga kerja dan transmigrasi. Presiden RI, yang kini menetapkan Nawa Cita yang menjadi acuan seluruh kementrian/lembaga negara dalam menjalankan kegiatannya. Serta intervensi dari Kemenpan & RB sebagai wadah pelaksaan evaluasi dan reformasi birokrasi. Alasan perubahan, tantangan, dan seluruh elemen terkait akan menghasilkan usulan struktur organisasi Kementrian Tenaga Kerja.

3. Relevansi Sistem Aktivitas Utama & Situasi Problematis

Tahap ini adalah tahap pemilihan dan penamaan root definition dari sistem yang relevan. Root definition adalah tentang sistem aktivitas manusia atau sistem aktivitas yang punya maksud relevan dengan situasi problematis yang sedang diteliti (Hardjosoekarto, 2012). Sistem aktivitas ini digunakan sebagai alat untuk membantu merumuskan langkah perbaikan. Sistem aktivitas yang relevan pada penelitian ini terdiri dari beberapa jenis. Berikut ini adalah masing-masing penjelasannya.

a. Rumusan Bisnis Proses Kemenakertrans

(32)

22

sebagai perbaikan struktur organisasi serta pembuatan atau perbaikan uraian pekerjaan (job description).

Pedoman Tatalaksana memiliki dasar hukum atau aspek yuridis yang menjadi acuan dalam penyusunannya, antara lain;

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor: 33 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4700); 2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014;

3) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;

4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional sebagaimana telah dirubah dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2010;

5) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010

– 2014

6) Permenpan & RB Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process).

(33)

23

Ket : : Bagian khusus Ketenagakerjaan

Gambar 7 Makro Model Integratif Ketenagakerjaan & Ketransmigrasian Berdasarkan Gambar 7, hasil integratif kedua sistem tersebut bermuara pada sebuah tujuan yaitu menciptakan tenaga kerja dan masyarakat transmigrasi yang inovatif, produktif, kompetitif, mandiri dan sejahtera.

Bisnis proses Ketenagakerjaan di Kemenakertrans diawali dengan program Ditjen Binalattas berupa penyusunan standar kompetensi kerja. Standar kompetensi kerja ini kemudian menjadi sebuah acuan dan dasar bagi lembaga lain yang juga meningkatkan kompetensi SDM di tempatnya masing-masing. Direktorat ini kemudian menyiapkan SDM yang kompeten.

Untuk tenaga kerja yang memutuskan untuk menjalin hubungan kerja dengan pelaku usaha, Ditjen Binapenta akan menempatkan tenaga kerja tersebut di sektor kerja yang sedang membutuhkan yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki tenaga kerja tersebut. Penempatan tenaga kerja ini dibagi ke dalam sektor formal & informal, serta pasar kerja dalam dan luar negeri. Kegiatan untuk memperluas pasar dimulai dari menganalisis informasi mengenai pasar kerja dalam dan luar negeri. Hasil dari analisis kemudian disampaikan melalui lowongan kerja yang bekerja sama dengan bursa-bursa kerja baik yang disiapkan oleh pemerintah maupun dikelola oleh pihak swasta.

(34)

24

musyawarah untuk mencapai mufakat, jika upaya tersebut gagal maka dilakukan tahap selanjutnya, yaitu melalui konsiliasi, arbitrase atau Pengadilan Hubungan Industrial. Seluruh kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab dari Ditjen PHI & Jamsos Tenaga Kerja.

Ditjen Binwasnaker akan melakukan pengawasan, advokasi, serta penegakan hukum akan pelaksanaan proses ketenagakerjaan tersebut. Proses ketenagakerjaan tersebut memiliki tujuan utama, yaitu mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. Terdapat sebuah ketentuan bahwa antara pembuat regulasi dan bagian yang melakukan fungsi pengawasan tidak bisa disatukan. Apabila itu terjadi, maka besar kemungkinan akan terjadi fraud atau bias kekacauan. Hal tersebut terjadi karena, apabila pembuat regulasi juga ikut mengawasi, maka cenderung pengawas akan lebih paham dan mudah untuk melakukan manipulasi dan kecurangan,

Kegiatan tersebut didukung oleh struktur yang mengacu pada pengelompokan Mintzberg (1979) yakni supporting staff. Struktur ini memberikan dukungan berupa dukungan administrasi, fungsi pengawasan dan kebutuhan akan data, informasi dan penelitian sebagai referensi serta bahan pertimbangan pengambilan keputusan. Pada Sekretariat Jenderal tersusun dari Biro yang berfungsi sebagai perencanaan, kepegawaian dan umum, keuangan dan perlengkapan, humas dan kerjasama serta hukum, organisasi, dan tata laksana. Pada Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi memiliki fungsi untuk melaksanakan Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan, melakukan Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian, serta Pengembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada Inspektorat Jenderal memiliki unit yang terdiri dari Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III, dan Inspektorat IV memiliki tugas yang sama yaitu melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern, pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya serta pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri dan penyusunan laporan hasil pengawasan unit, serta secara fungsional kegiatan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Perbedaan antar Inspektorat terdapat pada tanggung jawabnya terhadap unit dan daerah pengawasan.

(35)

25

Gambar 8 Kerangka Kelembagaan Ketenagakerjaan dan Supporting Staff Berdasarkan Gambar 8, telah diketahui bahwa urusan ketenagakerjaan memiliki rangkaian proses. Hal ini menggambarkan dan mengakomodir hampir seluruh urusan ketenagakerjaan dari hulu ke hilir lengkap dengan unsur pendukungnya.

b. Indikator Kinerja Utama Hebat (IKU Hebat)

(36)

26

(37)

Tabel 6 Indikator Kinerja Utama Hebat

SETJEN ITJEN BALITFO BINALATTAS BINAPENTA PHI & JAMSOS BINWASNAKER

Perencanaan Supervisi dan Koordinasi Kerja & Jaminan Sosial TK Keuangan Keuangan Data dan Informasi Tenaga Pelatihan &

Lembaga Pelatihan

Perlindungan Tenaga Kerja

Kelembagaan

Hubungan Industrial Penegakan Hukum Organisasi dan

Kepegawaian Pemeriksaan

Pelayanan

Administrasi, Teknis Lainnya, dan Sumber Daya Informatika

Pemagangan, Produktivitas, dan Kewirausahaan

Perluasan

Kesempatan Kerja Persyaratan Kerja

Pengawasan Norma Kerja Perempuan & Anak

(38)

28

Berdasarkan Tabel 6, telah diketahui IKU Hebat dari masing-masing direktorat Jenderal. Hal ini merupakan unsur penting dalam melakukan penyusunan usulan alternatif struktur organisasi.

c. Output Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP)

Menjawab tantangan isu dan permasalahan yang terjadi dalam konteks ketenagakerjaan, maka pemerintah juga telah menyiapkan target tertentu. Target ini merupakan turunan dari Indikator Kinerja Utama yang lebih terukur. Pemerintah telah menetapkan target sesuai dengan masing-masing bidang. Target tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP). Untuk melihat target bagian ketenagakerjaan yang tercantum pada RPJP dapat dilihat melalui Tabel 7;

Tabel 7 Output RPJM 2015-2019 dan RPJP 2020-2025

Bidang Consolidation and Recovery

Phase

Expansion and Development Phase

Bidang Ketenagakerjaan

a. Seluruh Kabupaten/Kota dan seluruh Instansi Sektoral sudah menyusun Rencana Tenaga Kerja;

a. Rencana Tenaga Kerja dipergunakan sebagai acuan dalam pembangunan ketenagakerjaan;

b. Sebagian besar perusahaan sudah menyusun Rencana Tenaga Kerja Makro;

b. Rencana Tenaga Kerja Mikro digunakan dalam pembinaan

kepegawaian/pekerja; c. Angkatan Kerja

berpendidikan minimal SMTP sebanyak 45 – 55 %;

c. Angkatan kerja berpendidikan minimal SMTP sebanyak 55 – 65 %;

d. Tingkat pengangguran terbuka 4 – 6 %;

d. Tingkat Pengangguran Terbuka 3 – 5 %; e. Jumlah setengah

penganggur 20 – 25 %;

e. Jumlah setengah penganggur 15 – 20 %; f. Jumlah pekerja informal

55 – 60 %;

f. Jumlah pekerja informal 40

– 50 %; g. Jumlah pengusaha 3,5 – 4

%;

g. Jumlah pengusaha 4 – 5 %; h. Jumlah pekerja tak

dibayar 12 – 14 %;

h. Jumlah pekerja tak dibayar 10 – 12 %;

i. Terbentuk budaya anti pungutan liar;

i. Investasi stabil; j. Tidak ada lagi gangguan

keamanan yang

membahayakan investasi;

(39)

29 Lanjutan Tabel 7

Bidang Consolidation and Recovery

Phase

Expansion and Development Phase

k. Program sektoral sudah merupakan bagian utama dalam penciptaan kesempatan kerja dan pemecahan masalah ketenagakerjaan;

k. Perluasan kesempatan kerja dan hubungan industrial yang harmonis merupakan kebijakan Pemerintah Daerah; l. Perluasan kesempatan kerja dan

hubungan industrial yang harmonis sudah merupakan tujuan utama kebijakan Pemerintah Daerah.

l. Cakupan lembaga pendidikan formal merata di seluruh Indonesia

Sumber : Rencana Pemerintah Jangka Panjang Ketenagakerjaan 2010-2025, (2012)

Berdasarkan Tabel 7, telah diketahui target bidang ketenagakerjaan secara umum. Pemerintah melalui RPJP & RPJMN, seperti yang dilampirkan pada lampiran 2, telah menyiapkan sekumpulan target yang harus dicapai hingga tahun 2025 Hal ini merupakan salah satu elemen penting dalam penyusunan usulan alternatif struktur organisasi Kementerian Tenaga Kerja.

d. Analisis CATWOE

Analisis CATWOE merupakan alat bantu pengingat agar root definiton yang dibuat benar-benar menggambarkan sebuah sistem aktivitas yang relevan (Hardjosoekarto, 2012). Adapun pendekatan analisis CATWOE sebagai berikut; 1) C (Customer)

Customer merupakan orang yang langsung atau hampir langsung menjadi korban atau yang akan diuntungkan oleh proses transformasi di dalam bagian organisasi.

2) A (Actors)

Actors merupakan orang yang melakukan kegiatan dalam rangka melaksanakan proses transformasi (T). Peran actors ditunjukan sebagai komponen proses transformasi struktur kelembagaan yang ideal, acceptable, dan implementable.

3) T (Transformation)

Transformation adalah proses pengubahan input menjadi output. Input ini kemudian akan ditransformasikan menjadi sebuah output berupa rekomendasi usulan skenario struktur kelembagaan Kemenakertrans.

4) W (Worldview)

(40)

30

NO ELEMEN CATWOE KOMPONEN PENELITIAN TERKAIT

1 C (Customers)

Kementrian/Lembaga ; Bappenas, BNSP, Kementrian Agama, pendidikan, kesehatan, sosial, pemuda, olahraga, INFOKOM, kehutanan,kelautan, lingkungan hidup, ESDM, maritim, pertanian, perikanan, pemberdayaan perempuan, peternakan, perkebunan.

2 A (Actors) Menteri dan Sekretaris Jenderal Kemenakertrans, Biro

Organisasi dan Kepegawaian sebagai pelaksana teknis.

3 T (Transformation)

Rumusan bisnis proses, rangkuman IKU Hebat, mandat pemerintah, Nawa Cita pemerintah, serta benchmarking

dengan negara lain menjadi sekumpulan input. Menjadi output berupa rekomendasi usulan skenario postur kelembagaan Kemenakertrans.

4 W (Worldview)

Kementrian sebagai pihak yang bertanggung jawab perlu merancang desain arsitektur kelembagaan Kemenakertrans. Desain yang berbasis kinerja demi menjawab mandat dan tantangan pemerintah

5 O (Owners) Presiden dan Menteri Kemenakertrans

6 E (Enviroment Constraints)

Struktur multibasis, Peraturan perundangan, politik anggaran, ego sektoral, inefisiensi birokrasi, kesiapan menghadapi globalisasi dan kebiasaan buruk pegawai

5) O (Owners)

Orang atau kelompok tertentu yang memeiliki wewenang dan kekuasaan atas sistem dan dapat menghentikan atau mengubah proses transformasi. Komponen ini memiliki peran besar yang menentukan terlaksana atau tidaknya proses transformasi ini.

6) E (Enviromental Constraints)

Lingkungan yang menjadi kendala atas berlangsungnya proses transformasi seperti peraturan perundangan, anggaran dan peraturan lainnya. Pada penelitian ini, struktur multibasis, inefisiensi birokrasi, peraturan perundangan, politik anggaran, ego sektoral, kesiapan menghadapi globalisasi dan kebiasaan buruk pegawai masih berperan sebagai elemen penghambat proses transformasi.

Komponen elemen CATWOE yang telah disebutkan merupakan hasil analisis dari kondisi selama penelitian berlangsung. Komponen tersebut disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil Analisa CATWOE

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui hasil analisa CATWOE. Analisa ini dapat membantu mengingat agar root definition benar-benar memberi gambaran mengenai situasi permasalahan dan sistem aktivitas manusia yang relevan.

4. Pembuatan Model Konseptual Berdasarkan Root Definition

(41)

31 a. Desain Besar Arsitektur Ketenagakerjaan dan Supporting Staff 2015- 2019

Pembentukan usulan alternatif struktur kelembagaan yang baru memerlukan sebuah dasar yang kuat. Secara mendasar, penyusunan ini dapat dilakukan dengan melihat bagaimana bisnis proses sebuah struktur, gabungan IKU Hebat serta output RPJP yang telah ditetapkan pemerintah. Gabungan tersebut idelanya dapat melahirkan sebuah usulan bagian yang tepat untuk menjawab tantangan tersebut. Bagian yang dimaksud yakni sebuah kotak dalam struktur organisasi, yang nomenklaturnya harus merepresentasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya.

Pada penyusunan alternatif struktur kelembagaan yang baru, Kemenpan memberikan beberapa pedoman. Pedoman tersebut berupa poin penting yang sebaiknya memenuhi 3 aspek yakni; (1) ideal (efektif & efisien), (2) implementable, (3) acceptable.

Terdapat 3 usulan besar, baik pada bagian ketenagakerjaan maupun supporting staff. Usulan ini akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan berikutnya. Secara umum desain arsitektur struktur organisasi kelembagaan dibagi menjadi 3 yakni; soft, moderate, radical. Struktur soft didesain dengan tujuan agar Kemenakertrans dapat segera mengimplementasikan alternatif ini. Alternatif struktur moderate dan radical dianggap memenuhi aspek ideal. Namun belum cukup memenuhi aspek implementable dan acceptable karena perlu sebuah proses untuk mencapainya.

b. Usulan Struktur Supporting Staff

(42)

32

NO. SATKER SOFT (SS1) MODERATE (SS2) RADICAL (SS3)

Perencanaan Perencanaan Perencanaan Organisasi &

Kepegawaian

Organisasi &

Kepegawaian Hukum

Keuangan Keuangan Organisasi & Kepegawaian Hukum Hukum Keuangan

Umum Umum Humas & Administrasi Kerjasama Luar Negeri

Pusat K3 (Menjadi Unit Inti Bisnis)

Pusat K3 (Menjadi Unit Inti Bisnis)

3 Inspektorat Jenderal Wilayah 1,2,3,4 Wilayah 1,2,3,4 Wilayah 1,2,3,4 Pusat Data dan

Informasi

Pusat Data dan

Informasi Pusat Data dan Informasi Pusat Penelitian &

Pengembangan Ketenagakerjaan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagakerjaan

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Pusat Pengembangan Sistem Informasi

Tabel 9 Skenario Supporting Staff

Berdasarkan Tabel 9, skenario diatas menunjukan prinsip yang sama. Bahwasanya usulan skenario yang paling ideal untuk diterapkan adalah skenario soft (SS1). Skenario ini tidak banyak mengalami perubahan. Namun tetap lebih mempertajam fungsi untuk menjawab mandat pemerintah. Skenario soft kemudian berangsur-angsur akan dapat diterapkan skenario moderate (SS2) dan tahapan yang paling ideal adalah skenario radical (SS3).

c. Desain Besar Usulan Struktur Ketenagakerjaan

Desain arsitektur kelembagaan bagian ketenagakerjaan telah melampaui berbagai dinamika proses. Kerangka penyusunan tersebut merupakan pertimbangan dari banyak aspek. Aspek yang dimaksud terdiri dari RPJP, arah kebijakan RPJMN 2015-2019, dokumen teknokratik Kemenakertrans, Indikator Kinerja Utama dari berbagai sumber, benchmarking struktur kelembagaan negara lain, basis desain struktur teori, bisnis proses serta arahan alur penyusunan struktur dari Kemenpan.

(43)

33 untuk diterapkan langsung oleh Kemenakertrans. Usulan ini terdiri dari 3 opsi/pilihan. Pilihan pertama merupakan usulan murni dari peneliti, sedangkan usulan kedua dan ketiga merupakan gabungan dari pertimbangan peneliti dan satuan kerja terkait. Pada eselon 1 nomenklatur relatif sama. Namun terjadi penyesuaian pada eselon 2,3 dan 4. Penajaman fungsi dilakukan untuk mendapatkan usulan struktur yang ideal.

Usulan alternatif arsitektur kelembagaan selanjutnya ialah usulan secara moderat dan radikal. Usulan ini merupakan langkah-langkah Kemenakertrans pada waktu yang akan datang. Usulan ini dianggap sebagai bentuk yang efektif dan efisien untuk melakukan bisnis utama Kementerian. Usulan ini berdasarkan benchmarking dengan struktur Kementerian sejenis pada negara lain. Selain itu dengan memperhatikan IKU Hebat dan tantangan pemerintah melalui RPJP & RPJMN yang harus di jawab. Semua usulan ditunjukan pada Tabel 10.

Tabel 10 Grand Design Arsitektur Ketenagakerjaan (soft, moderate, radical)

Berdasarkan Tabel 10, tentunya baik skenario soft, moderate dan radical memiliki pemenuhan kriteria yang berbeda-beda, dan yang paling memenuhi kriteria acceptable adalah skenario kondisi soft (karena perubahan bersifat incremental). Incramental dimaksudlan bahwa usulan ini dapat langsung diimplementasikan tanpa menunggu jeda waktu. Perubahan ini berangsur-angsur menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di dunia nyata. Perubahan yang cukup terlihat adalah usulan perubahan nomenklatur pada direktorat jenderal. Perubahan ini sebagai bentuk penyesuaian dari penajaman fungsi.

Pada Eselon 1 (direktorat jenderal) perubahan pada nomenklatur tidak terjadi secara signifikan. Namun terdapat usulan perubahan nomenklatur. Usulan ini menyesuaikan dengan inti bisnis yang dilakukan oleh masing-masing direktorat jenderal. Berikut ini ialah usulan perubahan nomenklatur untuk masing-masing direktorat jenderal;

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 1 (NKM1) Skenario 2 (NKM2) Skenario 3 (NKM3) Skenario 1 (NKR1) Skenario 2 (NKR2) NK 1 NK 2 NK 3 Basis Proses 1 Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 1 Fungsi 2 Skills, Training & Development

Labour Standards Labour Standards

Labour Standard, Employment Development and

Placement

Labour Standard, skills, training and development

Skills, Training & Development

Employment Development and Placement

Workplace, Safety & HealthEmployment Development and Placement

Workplace, Safety & Health

Labour Inspection Workplace, Safety & Health

4

Gambar

Gambar 1 Penilaian PMPRB 2012
Tabel 2 Hasil Laporan UKP4
Gambar 2 The five basic parts of Organization
Tabel 4 Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengkaji melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar Siswa Mata

Berdasarkan teori yang ada fungsi bahan ajar bagi siswa yaitu (1) siswa dapat belajar tanpa harus ada guru maupun temannya yang lain, (2) siswa dapat belajar

Oleh karena itu muncul ide untuk meneliti pengaruh penambahan fin pada rudder terhadap pengurangan hambatan kemudi kapal sehingga akan diperoleh jumlah fin

PBV paired sample t-test Pengadopsia n ESOP tidak terdapat perbedaan terhadap ROA perusahaan namun pengadopsia n ESOP terdapat perbedaan terhadap nilai perusahaan 17 (Askanda r,

Berdasarkan pengukuran isotop dengan ICP-MS-ETV.dan menggunakan metode isotop ganda (double isotope method), dapat ditentukan banyaknya Fe yang diabsorpsi dalam tubuh anak, Absorpsi

Dalam hal ini sistem informasi yang diterapkan adalah Media Pembelajaran Pengenalan Mesin Bubut dalam program keahlian Teknik Permesinan untuk kelas XI di SMK Nawa Bhakti

Badan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara menciptakan Sistem Informasi Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dalam hal ini aplikasi yang dinamakan yaitu Info

Tahun 2008 sampai dengan tahun 2016 rasio kemandirian masih dibawah 25% dan berdasarkan kriteria kemandirian keuangan daerah termasuk rendah sekali dan pola hubungan