Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Mobilisasi
Di RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan Program Studi D III Keperawatan
Oleh
Tajun Mursida Lubis 112500027
PROGRAM STUDI D III
KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
ﻢﻴِﺣﱠﺭﺍﺍ ِﻦَﻤْﺣﱠﺮﻟﺍِﷲﺍ ِﻢــــــــــــــــْﺴِﺑ
Assalamua’alaikum Wr.Wb.
Syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan izinnya maka
penulis dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik.Tak lupa juga
shlawat dan salam kepada Nabi junjungan kita Muhammad SAW.
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan program hasil akhir dalam
menyelesaikan tugas akhir DIII KEPERAWATAN yang di selenggarakan di
RSU. PIRNGADI MEDAN, di mana penulis melaksanakan program karya
tulis ilmiah. Penulis berharap bisa menegakkan askep pada pasien , dan Selama
proses laporan ini penulis banyak menerima masukan dan bimbingan dari
berbagai pihak, baik secara moril maupun materil.Dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:
1. Teristimewa Buat Ayahanda Abd. hadi Lubis dan Ibunda tercinta Armida wati
yang telah memberikan kasih sayang dan perhatiannya dan Doanya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
2. Bapak Dr. dedy Ardinata M.Ns. selaku Dekan Fakultas Kepeawatan Universitas
Sumatera Utara
3. Ibu Nur Afidarti S.kp, M.Kep. ,selaku Ketua Program Diploma Fakultas
Kepeawatan Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Ikhsannuddin Hrp , M. Ns sekalu dosen pembimbing yang telah memberi
bimbingan dan meluangkan waktu serta pikiran dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini.
Dalam pelaksanaan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis lebih
menyadari ada kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis minta maaf yang
sebsar – besarnya dan mengahrapkan kritikan dan saran – saran yang sifatnya
penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Medan, Mei 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Mamfaat ... 2
BAB II PENGELOLAAN KASUS 2.1 Konsep dasar asuhan keperawatan dengan kebutuhan dasar mobilisasi ... 3
2.2 Pengkajian ... 4
2.3 Analisa data ... 8
2.4 Rumusan masalah ... 10
2.5 Perencanaan ... 11
A.Asuhan Keperawatan kasus ... 25
2.6 Pengkajian ... 25
2.7 Analisa data ... 27
2.8 Rumusan masalah ... 28
2.9 Perencanaan ... 29
2.10Implementasi ... 32
2.11Evaluasi ... 32
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan... 37
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Stroke adalah sindrom klinis berupa gangguan fungsi otak sebagian atau
seluruhnya yang di akibatkan oleh gangguan aliran suplai darah ke otak. Data
WHO (world healt organizzation) 2011 terdapat 15.000.000 orang yang
mengalami stroke setiap tahunnya. Dari hasil tersebut 5 juta jiwa yang
meninggal dunia , dan 5 juta jiwa yang mengalami cacat total permanen.
Stroke ( kecelakaan serebrovaskular). Penyakit ini meupakan penyebab
kematian tertinggi ke 3 di amrika serikatdan dapat terjadi dalam bentuk iskemia
ataupun pedaran otak (beer, 2005). Pada iskemia otak, area tertentu tidak dapat
suplai darah(poter&perry 2005)
Tanda dan gejala pada penyakit Stroke adalah mulut mencong, sulit
bebicara, penurunan kekutan otot, banyak tidur dan gerakan yang tidak
terkoordinasi. ( iskandar, 2004)
Defisit kemampuan jangka panjang paling umum terjadi karena stroke
adalah hemiparesis atau hemiplegia, yang akhirnya mengakibatkan pasien
komplikasi. Komplikasi ini di antaranya adalah pembentukan trombus yang
dapat mengakibatkan terjadinya Dee Vein Thombisis (DVT) : atrofi otot, jatuh,
penurunan fleksibilitas sendi yang dapat mengakibatkan terjadinya kontraktur
dan nyeri pada sendi . Komplikasi tersebut tidak hanya membatasi pasien untuk
mandiri dalam melakukan Activity Dail Lives (ADL), Namun juga
meningkatkan ketergantungan pasien pada keluarga dan memiliki dampak
ekonomi.( Maria dkk, 2011)
Teori di atas sejalan dengan kasus yang di temui di RSU. PIRNGADI
MEDAN , dimana pasien ditemukan tanda dan gejala anggota gerak klien
bagian kanan dan kiri sulit di gerakkan, kekuatan otot anggota gerak bagian kiri
menurun menjadi 1 (satu) Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi
atau dilihat
ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital,
transversal, dan frontal. Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Range of
motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang
bersangkutan (Suratun, dkk, 2008).
Berdasarkan pada pengkajian teori dan kasus yang ada di RSU.
PIRNGADI MEDAN. Penulis tertarik mengabil atau menegakkan kasus “
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi pada Pasien stroke.
1.2Tujuan
a. Tujuan umum
Melaporkan kasus pemenuhuan kebutuhan mobilisasi pada Ny. S
dengan stroke di Ruang Dahlia I RSU Pirngadi Medan.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk :
1. Menidentifikasi pengkajian yang akan di lakukan pada pasien dengan
masalah kebutuhan dasa mobilisasi fisik
2. Mengidentifikasi perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
maslah kebutuhan dasar mobilisasi
3. Mengidentifikasi penyusunan rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah kebutuhan mobilitas fisik
4. Mengidentifikasi implementasi asuhan keprawatan pada pasien dengan
masalah kebutuhan mobilitas fisik
5. Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah
mobilitas
fisik
1.3Mamfaat Penulisan Bagi Mahasiswa
menambah wawasan atau pengetahuan dalam pembuatan laporan kasus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Mobilisasi
Manusia sebagai keseluruhan yang komplit dan independen, holistik secara
biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang keseluruhannya tidak dapat dipisahkan,
teori Henderson mempunyai 14 kebutuhan dasar manusia yaitu: bernafas secara normal,
makan dan minum cukup, eliminasi, bergerak dan mempertahankan posisi yang
dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur, memilih cara berpakaian;berpakaian dan
melepas pakaian, mempertahankan temperatur suhu tubuh dalam rentang normal,
menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya dari lingkungan,
berkomunikasi dengan orang lain, beribadah menurut keyakinan, bekerja yang
menjanjikan prestasi, bermain dan bepatisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi, belajar,
menggali atau memuaskan rasa keinginantahuan yang mengacu pada perkembangan dan
kesehatan normal (Potter & Perry, 2005).
Imobilitas atau lebih dikenal dengan keterbatasan gerak dan juga didefinisikan
oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik baik aktif
dan pasif memiliki dampak pada sistem tubuh (Kim et al, 1995).
Imobilitas dapat mempengaruhi fisiologis sistem tubuh yang abnormal dan
patologis seperti perubahan sistem muskuluskeletal, sistem kardiovaskuler, sistem
repirasi, sistem urinari dan endokrin, sistem integument, sistem neourosensori,
perubahan metabolism dan nutrisi, perubahan eliminasi bowel, perubahan sosial, emosi
dan intelektual (Kozier & Erb, 1987)
Mobilisasi adalah kondisi dimana dapat melakukan kegiatan dengan bebas
(Kozier, 1989). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas
dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang
mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter &
Perry, 2006).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur yang bertujuan unutuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh
untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (Murbarak & Chayatin, 2008).
Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas, guna mempertahankan
kesehatannya (Aziz, 2009).
Berdasarkan jenisnya, menurut (Aziz, 2009) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan tidak jelas dan mampu bergerak secara bebas tanpa adanya
gangguan pada bagian tubuh
2 Mobilisasi sebahagian
Mobilisasi sebahagian adalah ketidakmampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas dan aktif karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada area tubuhnya.
Mobilisasi sebahagian terbagi atas dua jenis, yaitu:
a. Mobilisasi sebahagian temporer merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang tidak menetap. Hal tersebut dinamakan sebagai
batasan yang bersifat reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya:
adanya dislokasi pada sendi atau tulang.
b. Mobilisasi sebahagian permanen merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap, Contohnya: terjadinya
kelumpuhan karena stroke, lumpuh karena cedera tulang belakang,
poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik
2.2.Pengkajian
Aziz (2009) mengatakan bahwa pengkajian pada masalah pemenuhan
kebutuhan mobilitas dan immobilitas adalah sebagai berikut:
1. Riwayat keperawatan sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadinya keluhan/ gangguan dalam mobilitas dan imobilitas sepeti adanya
nyeri, kelemahan otot, kelelahan,tingkat mobilitas dan imobilitas dan lamanya
terjadi imobilitas (Aziz 2009)
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi misalnya adanya riwayat penyakit neurologis( kecelakan
serebrovascular, trauma pada kepala, peningkatan tekanan intea kranial,
miastenia grafis, guillain barre, cedera medula spinalis). Riwayat penyakit
sistem muskuluskletal (infark miokard, gagal jantung kongesti) riwayat
penyakit muskoloskletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayt sistem
pernafasan (penyakit paru obtruksi menahun, peneumonia), riwayat pemakain
obat sepeti saditiva, hipnotik, defresan sisitem saaf pusat, laksasnsia)
3. Kemampuan fungsi motorik dan fungsi sensorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau
spastis.
4. Kemampuan mobilisasi
Kategori tingkat kemampuan aktivitas (alimul aziz, 2012 )adalah sebagai
berikut:
Tingkat aktivitas/mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawas orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawas orang lain,
dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
5. Kemampuan rentang gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti: kepala (leher spinal servikal), bahu, siku, lengan, jari-tangan, ibu jari,
pergelangan tangan, pinggul, dan kaki(lutut, telapak kaki, jari kaki. (alimul aziz,
2012 )
Gerak sendi Derajat rentang normal
Bahu
Abduksi: Gerakan lengan ke lateral dari
posisi samping ke atas
180
Siku
Fleksi: Angkat lengan bawah kea rah
depan dan ke arah atas menuju bahu.
150
Pergelangan tangan
Fleksi: Tekuk jari-jari tangan kea rah
bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan
dari posisi fleksi.
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tang
kearah belakang sejauh mungkin.
Abduksi: Tekuk pergelangan tangan
kesisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: Tekuk pergelangan tangan
kearah kelingking, telapak tangan
menghadap ke atas.
80-90
80-90
70-80
0-20
30-50
Pergelangan tangan
Fleksi: Tekuk jari-jari tangan kearah
bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan
dari posisi fleksi.
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan
kearah belakang sejauh mungkin.
Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke
80-90
80-90
70-80
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: Tekuk pergelangan tangan
kearah kelingking, telapak tangan
menghadap ke atas.
30-50
(tarwoto wartona ;2010)
6. Perubahan intoleransi aktivitas
Pengakajian intoleransi yang berhubungan dengan perubahan pada sistem
pernafasan, antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thoraks,
adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat repirasi dan
sistem kardiovaskuler seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,
adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau
perubahan posisi. (Aziz 2009)
Kekuatan otot dan gangguan koordinasi, dalam pengkajian kekuatan otot
dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
Skala Presentase kekuatan normal Karakteristik
0
1
2
3
4
0
10
25
50
75
Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan,
kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh
melawan gravitasi dengan
topangan
Gerakan yang normal
melawan gravitasi
Gerakan penuh yang
5.
100
dangan melawan tahanan
minimal
Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal
melawan gravitasi dan
tahanan penuh
(tarwoto wartona ;2010)
2.3. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya
sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data
Fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan
yang dilaksanakan terhadap klien. (Potter & Perry, 2005)
Tujuan Pengumpulan Data :
a. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien.
b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien.
c. Untuk menilai keadaan kesehatan pasien.
d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah
Tipe Data :
1. Data Subjektif (dongoes,marilyn, 1999)
a. Akitivitas / istirahat pasien merasa sesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis
(hemiplegia) merasa lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang
otot).
b. sirkulasi adanya penyakit jantung(MI, reumatik/penyakit jantung
vaskule, GJK, endokarditis, bakterial) polisetemia, riwayat hipotensi
postural.
c. integitas ego perasaan tidak berdaya.
d. Eliminasi perubahan pola berkemih, seperti ikontinensia urine,
anuria. Distensi abdomen (distensi kandung kemih belebihan ) bising
usus negatif (ileus paalitik).
e. Makan/cairan, nafsu makan hilang mual muntah fase akut
(peningkatan TIK) kehilangan sensasi( rasa kecap) pada lidah, pipi
dan tenggorok, dispagia, adanya riwayat diabetes,peningkatan lemak
dalam darah.
f. Neurosensori sinkope/pusing( sebalum serangan CSV/ selama TIA)
Sakit kepala : akan sangat berat dengan adanya pedarahan
intraserebal atau subarakhnoid. Kelehan/ kesemutan/ kebas(biasanya
terjadi selama serangan TIA, yang di temukan dalam bebagai deajat
stroke jenis yang lain) sisi yang tekena terlihat sepeti mati/ lumpuh ,
penlihatan menurun seperti buta total , kehilangan daya lihat
sebagian,( kebuetaan monokuler)penglihatan ganda (diplopia) atau
gangguan yang lain )
Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik kontralateal (pada sisi
tubuh yang belawanan ) pada ektremitas dan kadang-kadang
ipsilateral( sisi yang satu) pada wajah.
Gangguan rasa pengecapan dan panciuman.
g. Nyeri dan keamanan
Sakit kepala dengan intesistas yang berbeda-beda ( aena arteri karotis
2. Data Objektif ,
Gangguan tonus otot (flaksid,spastis);paralitik (hemiplegia),terjadi
kelemahan umum,gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran,
areteri iliaka yang abnormal, kesulitan menelah (gangguan refleks
palatinum faringeal, ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan
nafas. (dongoes,marilyn, 1999)
2.4 Rumusan masalah
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan perfusi jaringan
c. Gangguan eliminasi
d. Gangguan komunikasi verbal
e. Peubahan pesepsi atau sensori
f. Kurangnya perawatan diri
g. Gangguan menelan
h. Kuangnya pengetahuan terhadap mengenai kondisi dan pengobatan
(NANDA dalam Potter & Perry, 2006)
2.5 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi yaitu:
(dongoes,marilyn, 1999)
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan
neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak
, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
2. gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder
akibat stroke.
3. Gangguan eliminasi bowel (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi
saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan dengan kerusakan artikulasi, tidak
dapat berbicara,tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan.
5. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu tempat orang, perubahan
dalam respon terhadap rangsangan.
6. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neomuskuler ditandai dengan
7. Kurangnya perawatan diri brehubungan dengan penutunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot ditandai dengan ketidakmampuan
mandikan bagian tubuh, tioleting dan makan
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima
pasien tentang penyakit dialami oleh pasien. Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh
pasien yanf dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi
informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
2.6 Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan pada
diagnosa kepeawatan (lyer, 1996)
a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
Tujuan: klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah.
Kriteria hasil:
a. Ekstremitas tidak tampak lemah
b. Ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri
c. Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau
kiri
Intervensi Rasional
1. Jelaskan pada pasien akibat dari
terjadinya imobilitas fisik
2. Ubah posisi pasien tiap 2 jam
(terlantang, miring )dan
sebagainya dan jika mungkin
lebih sering di letakkan dalam
posisi bagian yang terganggu,
1. Imobilitas fisik akan
menyebabkan otot-otot menjadi
kaku sehingga penting diberikan
latihan gerak.
2. Menurunkan resiko terjadinnya
trauma iskemia jaringandeaah
yang terkenamengalami
pemburukan sirkulasi darah yang
3. Letakkan pada posisi telungkup
satu kali atau dua kali jika pasien
dapat mentoleransinya
4. Mulailah melakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstrimitas saat masuk
yang sakit
5. Anjurkan pasien melakukan
gerak pasif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
untuk latihan fisik klien
7. Observasi kemampuan mobilitas
pasien
lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit /dekubitus
3. Membantu mempertahankan
ektensi pinggul fungsional tapi
mungkin akan meningkatkan
ansietas trauma mengenai
kemampuan pasien benafas
4. Gerakan aktif memberikan dan
memperbaiki massa, tonus dan
kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan.
5. Mencegah otot volunter
kehilangan tonus dan kekuatannya
bila tidak dilatih untuk digerakkan
6. Peningkatan kemampuan daam
mobilisasi ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi
7. Untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan gerak pasien setelah
di lakukan latihan dan untuk
menentukan intervensi selanjutnya
(dongoes,marilyn, 1999)
b. gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas
sekunder akibat stroke
Tujuan: tidak ada di temukan lagi integitas kulit ,atau tidak adanya lesi pada
kulit
Kriteria hasil:
a. Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
b. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi Rasional
1. melakukan latihan mobilisasi
2. Ubah posisi tiap 2 jam
3. bersikan luka dan kolaborasi
obat luka
4. Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin, hindari
trauma dan panas pada kulit.
1. Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah
2. Menghindari tekanan yang berlebihan
pada daerah yang menonjol
3. Mempertahankan keutuhan kulit
4. Menghindari kerusakan-kerusakan
kapiler
c. Gangguan eliminasi bowel (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi
saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke ditandai pasien belum BAB selama 4 hari, teraba distensi abdomen.
Tujuan: Pasien mampu memenuhai eliminasi bowel
Kriteria hasil: -
a. Pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar dengan menggunakan obat
b. Konsistensi feses lembek
c. Tidak teraba distensi abdomen
Intervensi Rasional
1. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga tentang penyebab
konstipasi.
2. Anjurkan pada pasien untuk makan
makanan yang mengandung serat.
3. Bila pasien mampu minum, berikan
asupan cairan yang cukup (2
liter/hari) jika tidak ada
kontraindikasi.
4. Lakukan mobilisasi sesuai dengan
keadaan pasien.
1. Konstipasi disebabkan oleh karena
penurunan peristaltic usus.
2. Diet seimbang tinggi kandungan serat
merangsang peristaltik dan eliminasi
reguler
3. Masukan cairan adekuat membantu
mempertahankan konsistensi feses
yang sesuai pada usus dan membantu
eliminasi reguler
4. Aktivitas fisik membantu eliminasi
5. Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian pelunak feses
(laksatif, supositoria, enema)
abdomen dan merangsang nafsu
makan dan peristaltic
5. Pelunak feses meningkatkan efisiensi
pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan
membantu eliminasi
(dongoes,marilyn, 1999)
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara,tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan.
Tujuan : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan
Kriteria hasil:
a. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi
b. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tipe/ derajat disfungsi, sperti pasien
tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan bebica atau
membuat pengetian sendiri
2. Bedakana antara afasia dengan disartria
1. Membantu menentukan daerahdan
derajat karusakan serebralyang
terjadi dan kesulitan pasien dalam
beberapa atau seluruh tahap proses
komunikasi.
2. Intevensi yan dipilih tegangtung pada
tipe keusakannya.
Afasia adala ganggaun dalam
menggunakandan
mengimtepretasikan simbol-simbol
bahasa dan mungkin melibatkan
komponen senrorik dan/
motorik.disatria dapat memahami,
3. Pehatikan kesalahan dalam
berkomunikasi dan beikan umpan balik
4. Mintalah pasien untuk mengikuti
peintah sedehana (seperti membuka
mata , tunjuk ke pintu)ulangi dengan
kata atau kalimat sedehana
5. Tunjukan objek dan minta pasien untuk
menyebutkan nama benda tersebut.
6. Minta pasien untuk mengucapkan suara
sederhana seperti “sh” atau “pus”
7. Beikan mode komunikasi alternatif,
seperti menulis, menggambar
8. Katakan secara langsun dengan pasien,
berbicara secara berlahan dan dengan
tenang, gunakan pertanyaan terbuka
dengan jawan “ya”/ “tidak.
9. Bicara dengan dada normal dan hindari
percakapan yang cepat, berika pada
pasien jarak dan waktu untuk berespon
10.Ajurkan pengunjung/orng terdekat
mempertahankan usahanya untuk
dalam berbicara , kelemahan dan
paralisis dari otot-otot daerah oral
3. pasien mungkin kehilangan
kemampuan untuk memntau ucapan
yang kelua dan tidak menyadari
bahwa komunikasi yang di ucapkan
tidaknyata.
4. Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik(afasia senorik.)
5.malakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan motorik(afasia motorik
sepeti pasien mungkin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutkannya
6. Mengidentifikasi adanya disatria
sesuai komponen motorik dari bicaa
(seperti lidah, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan
mungkin tidak di sertai atrisia motorok
7.Memberi komunikasi tentang
kebutuhan dasar keadaan/ defisit yang
mendasari
8.Menurukan kebingungan/ansietas
selama komunikasi dan berespon pada
informasi yang lebih banyak pada suatu
tertentus
9.pasien tidak perlu merusak pendengar
dan meninggikan suara dapat
menimbulkan marah pasien/
menyebabkan kepedihan
10.Mengurangi isolasi pasien dan
berkomunikasi dengan pasien , sepeti
membaca surat, diskusi tentang hal-hal
yang terjadi pada keluarga
11.Diskusikan mengenai hal-hal yang
dikenal pasien, seperti pekerjaan,
keluarga dan hobbi(kesenangan )
12.Hargai kemampuan pasien sebelum
terjadi penyakit, hindari pembicaraan
yang merndahkan pada pasien atau
membuat hal-hal yang menentang
kebanggan pasien
13.Kolaboasi
Konsultasi dengan ujuk kepeda ahli
terpi wicara
yang efektif
11.meningkatkan pecakapan yang
bermakna dan membeikan kesempatan
untuk keterapilan praktis
12.kemampuan pasien untuk
merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien
seingkali tetap baik
Pengkajian secara individual
kemampuan berbicara secara sensori,
motorik dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi.
(dongoes,marilyn, 1999)
e. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu tempat orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan
Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan
Kriteria hasil:
a. Adanya perubahan kemampuan yang nyata
b. Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat dan orang
INTEVENSI RASIONAL
1. Lihat kembali proses patologis
indvidual
1.Keasadaran akan tipe atau daerah yang
terkena membentu dalam
2. Evaluasi adanya gangguan
penglihatan ,catat adanya penutunan
lapangan pandang, peubahan
ketajaman pesepsi (bidang horizontal
dan vertikal). Adanya diplopia
(pandangan ganda)
3. Dekati pasien dari daerah penglihatan
normal biakan lampu menyala
;letakkan benda dalam jangkauan
lapang penglihatan yang normal,
tutup mata yang sakit bila perlu
4. Ciptakan lingkuanga yang sedehana,
pindakan peabot yang membahayakan
5.beikan stimulasi terhadap rasa
sentuhan, sperti berikan kepada pasien
suatu benda untuk menyetuh, meraba,
biaran pasien menyentuh dinding/
batas-batas yang lainnya
6.lindungi pasien dengan suhu yang
berlebihan kaji adanya lingkunagn yang
membahayakan .rekomendasikan dengan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan
tangan yang nomal.
7.obsevasi respon perilaku seperti
benusuhan,menangis afek tidak sesuai
8.hilangkan kebisisngan atau stimulan
ekternal yang belebihan sesuai
dan perawatan.
2.Munculnya gangguan penglihatan
dapat bedampak negatif terhadap
kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan dan mempelajari kembali
keterampilam motorik dan menigkatkan
terjadinya resiko cedera
3.pemberian pengenalan terhadap adanya
orang/benda dapat membatu masalah
persepsi
4.menurunkan/ membatasi jumlah
stimulasi penglihatan mungkin dapat
menimbulkan kebingungan terhadap
interprestasi lingkungan ; menurunkan
esiko terjadinya kecelakaan
5.membantu melatih kembali jasa
sensorik untuk menginterasikan persepsi
dan intepretasi stimulan. Membantu
pasien utnuk mengorientasikan bagian
dirinya dan kekuatan pengguanaan dari
daerah yang berpengaruh.
6.meningkatkan keamanan pasien yang
menurukan resiko terjadinya trauma.
7.respon individu berpaiasi tetapi pada
umunya yang terlihat epeti emosi labil
8. menurunkan ansietas dan respon emosi
yang belebihan/kebingungan
kebutuhan
9.bicara dengan tenang dan berlahan,
dengan menggunakan kalimat yang
pendek, pertahankan kontak mata
10.lakukan validasi terhadap persepsi
pasien, orientasikan kembali secara
teratur pada ligkuang. Staf, dan tindakan
yang akan di lakukan
9.pasien mungkin mengalami
keterbatasab dalam rantang perhatian
atau pemahaman. Tindakan ini dapat
membantu paien dalam berkomunikasi
Membatu paien untuk mengidektifikasi
ketidakkonsistenan dari pesepsi dan
integrasi stimylus dan mungkin
menurunkan distorsi persepsi pada
realitas.
(dongoes,marilyn, 1999)
f. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neomuskuler ditandai dengan pasien tidak mampu makan peroral
Tujuan
Mendemontrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspiasi
tecegah
Kriteria hasil
Mempertahankan berat badan yang di inginkan
INTERVENSI RASIONAL
1.tinjau ulang patologi/ kemampuan
menelan pasien secara indivudual,
catat luas paralisisfasial, ganggaun
lidah, kemampuan untuk melindungi
jalan nafas, timbang berat badan secara
teratur sesuai kebutuhan
2.bantu pasien dengan mengontrol
kepala
3.latakkan pasien pada posisi duduk/
tegak selama dan setelah makan
1. intervensi nutrisi/pilihan rute
nakanan ditentukan oleh faktor-faktor
lain
2.menetralkan hiperektensi, membantu
mencegah aspirasi, dan menungkatkan
kemampuan untuk menelan
3.menggunakan garfitasi untuk
4.stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secaa manual dengan
menekan ringan keatas atau di bawah
dagu jika di butuhkan
5.letakkan makan pada daerah mulut
yang tidak teganggu
6.sentuh bagian pipi bagian dalam
dengan spatel lidah/tempatkan esuntuk
mengetahui adanya kelemahan lidah
7.berikan makanan dengan perlahan
pada lingkunagn yang tenag
8.mulai memberikan makanan peroral
setngah cair, stengah lunak ketika
pasien dapat menelan air.
9.anjurkan pasien untuk menggunakan
sedotan untuk munum air
10.pertahankan masukan dan haluaran
dengan akurat, catat jumlah kalori
yang masuk
11.anjurkan untuk berpartisipasi dalam
progam latihan/ kegiatan
12. kolaborasi
Berikan cairan melalui IV adan/atau
makanan melalui selang
menurunkan resiko terjadinya aspirasi
4.membantu dalam melatih sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler
5.membeikan stimulasi sensori(
termasuk ras kecap)yang dapat
mencetuskan rasa usaha menelan dan
meningkatkan masukan
6.dapat meningkatkan gerak dan
kontrol lidah
7.pasien dapat berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/ganggaun dari luar
8.makan lunak / caian kental lebih
mudah untuk mengendalikan dalam
mulut, menurunkan resiko terjadinya
aspirasi
9.menguatkan otot fasial dan otot
menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak
10.jika usaha menelan tidak memadai
untuk memenuhi kebutuhan cairan atau
makanan harus di cari metode alternatif
untuk makanan.
11.dapat meningkatkan pelepasan
endofrin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan
meningkatkan nafsu makan
12. mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga
memasukkan sesgala sesuatu dar
mulut.
(dongoes,marilyn, 1999)
g. Kurangnya perawatan diri brehubungan dengan penutunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot ditandai dengan ketidakmampuan mandikan bagian tubuh, tioleting dan makan
Tujuan ; mendemontasikan teknik/perubahan gaya hidup utnuk memenuhi
kebutuhan perewatan diri
Kriteria hasil
a. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
b. Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan banuan sesuai dengan
kebutuhan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kemampaun dan
tingkat kekuangan (dengan
menggunakan sekala 0-4) untuk
melakukan kebutuhan sehari-hari
2. Hindari melakukan sesuatu untuk
pasien yang dapat di lakukan
pasien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai dengan yang di
butuhkan
3. Sadari perilaku /aktivitas impulsif
karena gangguan dalam
pengambilan keputusan
4. Pertahankan dukungan sikap yang
tegas , beri pasien waktu yang
cukup untuk mengerjakan
tugasnya
5. Berikan umpan balik yang positif
1.membantu dalam mengantisipasi/
merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual
2.untuk mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan
3.dapat menunjukan kebutuhan
intervensi dan pengawasan tambahan
untuk meningkatkan keamanan pasien
4.pasien akan memerlukan empati
tetapi perlu untuk mengetahui
pembeian asuhan yang akan membantu
pasien secara konsisten
5.meningkatkan perasaan makna diri,
emningkatkan kemandirian , dan
ntuk setiap usaha yang di laukan
atau keberhasilannya
6. Buat rencana terhadap ganggau
penglihatan yang adad; seperti
Letakkan makanan dan alat-alat
lainnya pada sisi yang tidak sakit
Sesuaikan tempat tidur seinggan
sisi tubuh pasien yang tidak sakit
menghadap keruangan dan sisi
yang sakit menghadap ke dinding.
7. gunakan alat bantu pibadi, seperti
kombinasi pisasu bercabang, sikat
tangkai panjang , tangkai panjang
untuk mengambil sesuatu dari
lantai ; kursi mandi pancuran.
Kloset duduknya agak tinggi.
8. Kaji kemampuan pasien untuk
berkomunikasi untuk
kebutuhannya untuk menghindari
dan/atau kemampuan
menggunakan urinal,
bedpan.bawa pasien kemamandi
dengan teratur/interval waktu
tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan
9. Indentifikasi ebiasan defekasi
sebelumnya dan kebalikannnya
pada kebiasaan pola normal
tersebut. Kadar makanan yang
berserat, anjurkan minum banyak
dan tingkat aktivitas
10. Kolaborasi
secara kontinu
6.pasien akan dapat melihat untuk
makan makanannya.
Akan dapat melihat kika naik/ turun
dari tempat tidur, dapat mengobservasi
oang-orang yang datang ke uangan
tersebut
7.memberi keamanan ketika pasien
bergerak di ruangan ,untuk
menutunkan resiko jatuh/terbentur
perabot tersebut.pasien dapat mengenai
diri sendiri, meningkatkan kemampuan
sendiri dan harga dirri
8.mungkin mengalami gangguan
sarafkandung kemih,tidak dapat
mengatakan kebutuhannya pada pase
akut tetapi bisa balik mengontrol
fungsi ini sesuai dengan proses
pekembangan penyambuhan
9.mengkaji perkembangan program
latihan mandiri dan membatu dalam
pencegahan konstipasi dan sembelit(
pengaruh jangka panjang )
Mungkin di butuhkan pada awal untuk
membantu menciptakan/merangsang
Berikan obat supo sitoria
Konsultasikan dengan ahkli
fisioterafi/ahli akupasi
Membeikan bantuan yang mantap
untuk mengembangkan rencana terapi
dan mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong kasus
(dongoes,marilyn, 1999)
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yang dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi
Tujuan :berpartisipasi dalam proses belajar
Kriteria hasil
a. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan traupertik
b. Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan
INTERVENSI RASIONAL
1. Evaluasi tipe/ derajat dari gangguan
persepsi sensori
2. Diskusikan keadaan patologis yang
khusus dan kekuatan pada individu
3. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan
diskusikan rencana / kemungkinan
melakukan kembali aktivitas
(termasuk hubungan seksual)
4. Tinjau ulang atau pertegas kembali
pengobatan yang diberikan
Identifikasi cara meneruskan program
setelah pulang
5. Diskusikan encana untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri
1.Defisit mempengaruhi pilihan metode
pengajaran dan isi/ komplesitas
intruksi
2.Membantu dalam harapan yang
realistis dan meningkatkan
pemahaman terhadap kebutuhan saat
ini
3.Meningkatkan pemahaman , berikan
harapan pada masa datang dan
menimbulkan harapan dari
keterbatasan hidup secara “nomal”
4.Aktivitas yang di anjutkan
,pembatasan dan kebutuhan obat/
terapi di buat bedasarkan pendekatan
interdisiplin terekordinasi. Mengikuti
cara tersebut merupakan suatu hal
yang terpenting pada kemuajuan
6. Beikan intruksi daan jadwal tertulis
mengenai aktifitas pengobatan dan
faktor-factor penting lainnya
7. Anjurkan pasien untuk merujuk pada
daftar / komunikasi tetulis / catatan
yang ada dari pada hanya bergantung
pada apa yang di ingat
8. Sarankan pasien
menurunkan/membatasi stimulasi
lingkungan terutama selama kegiatan
berpikir
9. Rekomendasikan pasien untuk
menerima bantuan dalam proses
pemecahan masalah dan mempalidasi
keputusan sesuai dengan kebutuhan
10. Indentifikasi faktor-faktor resiko
secara individual (seperti
hipertensi.kegemukan,
merokok,aterokelorosis menggunakan
kontrasepsi oral) perubahan pola
hidup yang penting)
11. Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan kontrol secara medis
contoh perubahan fungsi penglihatan,
sensorik dan motorik ; gangguan
respon mental dan prilaku dan sakit
kepala yang hebat
12. Rujuk pada perencanaan pemulihan/
pencegahan komplikasi
5.Berbagai tingkat bantuan mungkin di
pelukan /perlu di rencanakan
berdasaan kebutuhan individual
6.Memberikan penguatan visual dan
sumber rujukan setelah sembuh
7.Memberikan bantuan untuk
menyokong ingatan dan
meningkatkan perbaikan dalam
keterampilan daya pikir
8.Stimulasi yang beragam dapat
memperbesar gangguan proses
berfikir
9.Beberapa pasien (trauma dengan
masalah CVS kanan) mungkin
mengalami gangguan dalam cara
pengambilan keputuan yang
memanjang dan beprilaku infulsif
kehilangan kemampuan untuk
mengungkapkan keputusan yang di
buatnya.
10.Meningkatkan kesehatan secara
umum dan mungin menurunkan esiko
kambuh
11. Evaluasi dan intervensi dengan
cepat menurunkan resiko terjadinya
penngawasan di tumah dengan
mengunjungi perawat
13. Identifikasi sumber-sumber yang
ada di masyarakat, seperti
perkumpula stroke atau progam
pendukung lainnya
14. Rujuk/ tegaskan perlunya evalusasi
denga tim ahli rehabilitasi seperti ahli
fisioteapi fisik,terapi okupasi, dan
terpai wicara
berlanjut
12. Lingkuangan umah mungkin
memerlukan evaluasi dan
memodivikasi untuk memenuhi
kebutuhan individu
13. Meningkatkan kemampuan koping
dan meningkatkan penangan di
rumah dan penyesuain terhadap
kerusakan
14. Kerja yang baik pada akhirnya
diharapkan/ meminimalkan adanya
2.7 Asuhan keperawatan kasus A.Pengkajian gangguan mobilisasi
I.Biodata
Nama : Nurhaidah Br. Silitonga
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 59 tahun
Status perkawinan : Janda
Agama : Protestan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : jalan pembengunan Gg Horas. Deli Serdang
Tanggal masuk RS : 31- Mei- 2014
No. Register : 00.92.37.99
Ruangan / kama : Ruang XV (Dahlia I) / kamar 9
Golongan darah : B
Tanggal pengkajian : 02-juni-2014
Tanggak Operasi : Tidak pernah dilakukan operasi
Diangnosa Medis : Stroke
I. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh lumpun pada ekstremitas superiors sinistra dan
ekremitas inferior sinista sehingga tidak bisa bergeak
II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Pasien mengalami kelemahan pada kedua ektremitas bawah kanan dan
kiri,dan tangan kanan, yang pertamanya dimana pasien mengalami
peningkatan tekanan darah (darah tinggi), kelemahan ektremitas ini di
alami pasien sejak 2 hari yang lalu sebelum di bawak di RSU. Pirngadi
Medan
III. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DI DERITA
Keluarga paien mengatakan pasien pernah mengalami penyakit berat eprti
hipertensi 20 tahun yang lalu, keluarga juga mengatakan pasien pernah
mengalami kelemahan pada tangan kanan pada saat pasien mengalami
peningkatan tekanan darah tinggi, riwayat muskuluskletal pasien pernah
mengalami osteoposis dan penyakit paru pasien tidak pernah mengalami
pemakanian obat; selama penyakit hipetensi yang pernah di derita oleh
pasien pasien belum pernah mengkonsumsi obat medis baik dari dokter
maupun dari bidan atau perawat, pasien hanya berorat obat tradisional jika
hipertensinya kambuh,
IV. KEMAMPUAN FUNGSI MOTORIK DAN SENSORIK
Adanya kelemahan/kelumpuhan pada tangan kanan ,kaki kiri dan kaki
kanan
V. KEMAMPUAN MOBILITAS
Pada saat di lakukan pengkajian mobilitas fisik pada pasien, pasien sangat
tergantung dan tidak dapat melakukan dan berpartisifasi dalam perawatan
nilai tingkat aktivitas dan mobilitas pasien adalah 4.
VI. KEKUATAN OTOT DAN GANGGUAN KOORDINASI
Pada saat dilakukan pengkajian kekuatan otot pada pasien tidak ada
gerakan saat di intruksikan untuk mengangkat tangan dan kontraksi otot
dapat di palpasi dengan nilai kekuatan otot 1
VII. PENGKAJIAN GCS / TINGKAT KESADARAN GCS : 7
E (Eye) : 2, dengan rangsangan nyeri. V(Verbal) : 1, tidak ada respon
1.7 Analisa data
No. Data Penyebab Masalah
Keperawatan
1. Ds: -
Do :
-Pasien terlihat lumpuh,
tidak ada respon ekstremitas
superior sinistra dan
ekstremitas inferior sinistra
jika diberi stimulant GCS
motorik 1
- Sangat tergantung dan tidak
dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam
perawatan = 4
- Skala kekekuatan otot
ekstremitas superior sinistra
dan ekstremitas inferior
sinistra 1
Patofisiologis penyakit
stroke ↓
Kerusakan neuromuskuler ↓
Fungsi saraf
motorik/sensorik terganggu ↓
Kelumpuhan ekstremitas
superior sinistra dan
ekstremitas inferior sinistra ↓
Keterbatasan rentang gerak ↓
Immobilitas fisik ↓
gangguan Mobilitas fisik
Gangguan
1.8 Rumusan masalah
A. MASALAH KEPERAWATAN
1. Mobilisasi fisik
2. Intergritas kulit
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)
1. Gangguan mobilisasi fisik b/d penurunan rentang gerak akibat kelumpuhan ekstremitas superior sinistra dan ekstremitas inferior sinistra ditandai dengan
pasien tidak dapat menggerakkan tangan kiri dan kaki kiri, GCS (motorik) 2,
kekuatan otot 2, tingkat aktivitas /mobilisasi 2, pasien mengeluh bagian tubuh
sebelah kiri dapat merasakan sensasi apapun saat diberi stimulant dan tidak
mampu mengidentifikasikan fungsi motorik/sensorik
2. Integritas kulit berhubungan dengan penurunan fungsi otot ditandai dengan
adanya lesi di daerah leher.
No. Data Penyebab Masalah
Keperawatan Ds :-
Do:
- ada luka di leher
- luka terlihat kurang
bersih
- Nilai GCS 7
pe↓ kekutan tonus otot ↓
Kurangnya mobilisasi ↓
Adanya penekanan pada otot ↓
Otot panas dan lecet serta
tidak jalanya aliran darah ↓
Ganggaun integritas kulit
Gangguan integritas
2.9. Perencanaan Hari/
Tanggal Diangnosa Perencanaan Keperawatan
02/06/2014 Gangguan mobilisasi
fisik b/d penurunan
rentang gerak akibat
kelumpuhan ekstremitas
superior sinistra dan
ekstremitas inferior
sinistra ditandai dengan
pasien tidak dapat
menggerakkan tangan
kiri dan kaki kiri
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas
fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15
sesuai dengan kemampuannya secara mandiri
setiap hari
Kriteria Hasil :
-Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak
pada sendi/ ektremitas yang lumpuh secara
mandiri
- Bergerak sendiri di tempat tidur atau
memerlukan bantuan minimal pada tingkat
yang realistis
- Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik dan
kekuatan otot
Rencana Tindakan Rasional
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan
(tingkatan 0-4) secara berkala
2. Kaji kekuatan otot/kemampuan fungsional
mobilitas sendi dengan menggunakan (skala
kekuatan otot 0-5)secara teratur
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang,
miring), dan sebagainya jika bisa lebih sering
jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu
1. Menunjukkan perubahan tingkatan
mobilitas pasien setiap hari
2. Menentukan perkembangan
peningkatan kekuatan otot/mobilitas
sendi pasien sebelum dan sesudah
dilakukan latihan rentang gerak
(ROM)
3. Kelumpuhan otot mempengaruhi
sirkulasi pada ekstremitas
4. Menurunkan resiko terjadinya
5. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan
ROM pasif secara konsisten
6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai
dengan kemampuannya
7. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
(fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi
spesialis
8. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan
rentang gerak mobilisasi (ROM) sesuai
dengan jadwal pengobatan dan perawatan
pada pasien
5. Meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur dan
meningkatkan pemulihan fungsi
kekuatan otot dan sendi
6. Meningkatkan kemampuan aktivitas
mandiri pasien, harga diri, dan peran
diri pasien sehari-hari
7. Mendukung peningkatan kekuatan
otot dan fungsi ekstremitas fungsional
dan mencegah kontraktur
8. Peran keluarga sangat membantu
peningkatan kesehatan pasien dalam
mobilsasi fisik di rumah sakit dan atau
dirumah
Hari/
Tanggal Diagnosa kepeawatan Perencanaan Keperawatan
05/04/2014 Integritas kulit
berhubungan dengan
penurunan fungsi otot
ditandai dengan
adanya lesi di daerah
leher
Tujuan: pasien mampu mempertahankan
keutuhan kulit
Kriteria hasil:
- Pasien mau berpartisipasi terhadap
pencegahan luka
- Mengetahui penyebab dan cara
pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau
luka
Intervensi Rasional
1. Anjurkan untuk melakukan latihan
mobilisasi
1. Menghindari tekanan dan
2. Ubah posisi tiap 2 jam
3. Observasi terhadap eritema, kepucatan
dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi
4. Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin, hindari trauma dan panas pada
kulit
2. Menghindari tekanan yang
berlebihan pada daerah yang
menonjol
3. Mempertahankan keutuhan kulit
4. Menghindari kerusakan-kerusakan
5. Implementasi dan Evaluasi
CATATAN PERKEMBANGAAN (Evaluasi) a.hari pertama
Hari /
tanggal
Diagnosa
keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
(SOAP) Selasa
02/06/2014
Gangguan
mobilisasi fisik
b/d penurunan
rentang gerak
akibat
kelumpuhan
ekstremitas
superior sinistra
dan ekstremitas
inferior sinistra
ditandai dengan
pasien tidak
dapat
menggerakkan
tangan kiri dan
kaki kiri.
- Mengkaji tingkat mobilisasi pasien
dengan (tingkatan 0-4) secara
berkala
- mengKaji kekuatan
otot/kemampuan fungsional
mobilitas sendi dengan
menggunakan (skala kekuatan otot
0-5)secara teratur
- mengukur tanda-tanda vital
- mengubah posisi setiap 2 jam
(telentang, miring), dan sebagainya
jika bisa lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian
yang terganggu
- melakukan latihan ROM pasif
secara konsisten
- mengintruksikan pasien pada
aktivitas sesuai dengan
kemampuannya
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik
(fisioterapi)/ okupasi dan atau
rehabilitasi spesialis
- Mengajarkan keluarga dalam
melakukan latihan rentang gerak
mobilisasi (ROM) sesuai dengan
jadwal pengobatan dan perawatan
pada pasien
S : -
O: ektremitas
kiri,kanan
bawah tidak
dapat di
Hari /
tanggal
Diagnosa
keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
(SOAP)
02/06/2014 Integritas kulit
berhubungan
dengan
penurunan fungsi
otot ditandai
dengan adanya
lesi di daerah
leher.
1. Melatih gerakan mobilisasi
2. Mengubah posisi tiap 2 jam
3. mengobservasi terhadap
eritema, kepucatan dan
palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah
posisi
4. menjaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin, hindari
trauma dan panas pada kulit
S :-
O: pasien
masih ada
luka daerah
leher
lanjutkan
b.Hari ke dua
Hari / tanggal
Diagnosa
keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi
(SOAP)
03/06/2014 Gangguan
mobilisasi fisik
b/d penurunan
rentang gerak
akibat
kelumpuhan
ekstremitas
superior sinistra
dan ekstremitas
inferior sinistra
- Menantau kaeadaan umum
pasien
- Mengkaji tingkat mobilisasi
pasien dengan (tingkatan 0-4)
secara berkala
- mengKaji kekuatan
otot/kemampuan fungsional
mobilitas sendi dengan
menggunakan (skala
ditandai dengan
pasien tidak
dapat
menggerakkan
tangan kiri dan
kaki kiri.
teratur
- mengukur tanda-tanda vital
- mengubah posisi setiap 2 jam
(telentang, miring), dan
sebagainya jika bisa lebih
sering jika diletakkan dalam
posisi bagian yang terganggu
- melakukan latihan ROM
pasif secara konsisten
- mengintruksikan pasien pada
aktivitas sesuai dengan
kemampuannya
- Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik (fisioterapi)/ okupasi
dan atau rehabilitasi spesialis
Mengajarkan keluarga dalam
melakukan latihan rentang
gerak mobilisasi (ROM) sesuai
dengan jadwal pengobatan dan
perawatan pada pasien
gerakkan
Hari / tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
03/06/2014 Integritas kulit
berhubungan dengan
penurunan fungsi otot
ditandai dengan adanya
lesi di daerah leher.
1. Melatih gerakan
mobilisasi
2. Mengubah posisi tiap 2
jam
3. mengobservasi terhadap
eritema, kepucatan dan
palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan S :-
O: pasien
masih ada
luka daerah
leher , luka
bersih
pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi
4. menjaga kebersihan kulit
dan seminimal mungkin,
hindari trauma dan panas
pada kulit
sebagian
teratasi
P : Intervensi
di lanjutkan
c. hari ketiga
Hari / tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
04/06/2014
Gangguan mobilisasi
fisik b/d penurunan
rentang gerak akibat
kelumpuhan
ekstremitas superior
sinistra dan
ekstremitas inferior
sinistra ditandai
dengan pasien tidak
dapat menggerakkan
tangan kiri dan kaki
kiri.
- Mengkaji tingkat
mobilisasi pasien dengan
(tingkatan 0-4) secara
berkala
- mengKaji kekuatan
otot/kemampuan
fungsional mobilitas
sendi dengan
menggunakan (skala
kekuatan otot 0-5)secara
teratur
- mengukur tanda-tanda
vital
- mengubah posisi setiap 2
jam (telentang, miring),
dan sebagainya jika bisa
lebih sering jika
diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu
- melakukan latihan ROM
pasif secara konsisten
S : -
O: ektremitas
kiri bawah
sedikit dapat
di gerakkan
- mengintruksikan pasien
pada aktivitas sesuai
dengan kemampuannya
- Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik (fisioterapi)/
okupasi dan atau
rehabilitasi spesialis
- Mengajarkan keluarga
dalam melakukan latihan
rentang gerak mobilisasi
(ROM) sesuai dengan
jadwal pengobatan dan
perawatan pada pasien
Hari / tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
04/06/2014 Integritas kulit
berhubungan dengan
penurunan fungsi otot
ditandai dengan adanya
lesi di daerah leher.
1. Melatih gerakan
mobilisasi
2. Mengubah posisi tiap 2
jam
3. mengobservasi terhadap
eritema, kepucatan dan
palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap
mengubah posisi
4. menjaga kebersihan
kulit dan seminimal
mungkin, hindari trauma
dan panas pada kulit
S :-
O: pasien
masih ada
luka daerah
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Penulis mampu mengidentifikasi pengkajian yang dilakukan pada masalah
gangguan mobilitas fisik
2. Penulis mempu mengidentifikasi perumuskan diagnosa kepeawatan pada
pasien dengan masalah kebutuhan dasa mobilisasi
3. Penulis mampu mengidentifikasi penyusunan rencana asuhan kepeawatan
pada pasien dengan kebutuhan dasar mobilisasi
4. Penulis mampu mengidentifikasi implementasi keperawatan pada pasien
dengan masalah kebutuhan mobilasi
5. Penulis mampu mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada pasien dengan
masalah mobilitas fisik
B.SARAN
Bagi kalangan mahasiswa diharapkan penulisan karya tulis ilmiah ini dapat
menambah wawasan atau pengetahuan dalam pembuatan lapoan kasus dan
Dafta pustaka
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik, Jakarta: EG
Murwani arita, s.kep :keterampilan dasar praktek klinik keperawatan
,2009, fitra maya :yogyakarta.
Tarwoto&wartona,2010 :kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan,
edisi 4. Jakarta.
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC