• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Hybrid Library Pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Hybrid Library Pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI HYBRID LIBRARY PADA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam Bidang Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

ADRIMON TUSTIVER 130723012

DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Evaluasi Hybrid Library Pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang

Oleh : Adrimon Tustiver

NIM : 130723012

Pembimbing I : Laila Hadri Nasution, S.Sos,M.P

Tanda Tangan :

Tanggal :

Pembimbing II : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd

Tanda Tangan :

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Evaluasi Hybrid Library Pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang

Oleh : Adrimon Tustiver

NIM : 130723012

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ketua : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd

Tanda Tangan :

Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

Dekan : Dr. Syahron Lubis, M.A

Tanda Tangan :

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinal dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu klasifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.

Medan, Juli 2015

(5)

i ABSTRAK

Tustiver, Adrimon. 2015. Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan alasan untuk menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling serta dengan melakukan kajian pustaka terhadap literatur yang terkait dengan proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa Perpustakaan Universitas Negeri Padang telah memiliki kebijakan sebatas karya civitas akademika. Transformasi dilakukan dengan cara copy scanner koleksi tercetak dan dijadikan dalam bentuk softcopy dengan format pdf. Transformasi perpustakaan menerapkan beberapa sistem yaitu dengan sistem informasi perpustakaan (SIPUS), layanan digital perpustakaan, dan situs web yang pangkalan datanya terhubung melalui fiber optic (serat optik) jaringan internet. Pengalihmediaan koleksi dari tercetak ke elektronik/digital sudah dilakukan, sebatas karya civitas akademika saja. Perpustakaan Universitas Negeri Padang sudah mampu menggunakan koleksi tercetak dan elektronik secara bersamaan. Pangkalan data yang digunakan oleh Perpustakaan UNP juga sudah terhubung ke perpustakaan-perpustakaan cabang yang ada di lingkungan UNP melalui serat optik atau jaringan internet. Kendala yang timbul dalam transformasi digital perpustakaan adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) dan masalah dana/anggaran yang kurang mencukupi untuk pengelolaan perpustakaan karena instansi atau universitas masih menjadikan perpustakaan prioritas yang kesekian karena hasil diputuskan oleh bagian logistik UNP, serta bagian unit tidak dibenarkan untuk melakukan pengadaan. Berdasarkan hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa hybrid library pada Perpustakaan UNP telah menujukkan nilai yang baik, namun masih memerlukan banyak peningkatan dari segi layanan dan koleksi perpustakaan.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena

berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelengkapan studi untuk menyelesaikan

Program Sarjana Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini pertama

sekali penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian, doa,

materil, motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis yang juga telah

ikut serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini dapat selesai berkat adanya bimbingan, arahan dan bantuan dari

berbagai pihak, sebagai rasa hormat perkenankan penulis menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya dengan ketulusan hati kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd selaku Ketua Departemen Studi Ilmu

Perpustakaan dan Informasi dan juga selaku Penguji I yang telah memberikan

(7)

iii 3. Ibu Laila Hadri Nasution, S.Sos.,M.P selaku Dosen Pembimbing I yang telah

menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan akademis kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah

menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan akademis kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Ishak, SS., M. Hum selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan

saran dan masukan kepada penulis.

6. Ibu Himma Dewiyana, S.T.,M.Hum selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan saran dan masukan kepada penulis.

7. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah tulus memberikan pengajaran

kepada penulis selama penulis menyelesaikan pendidikan.

8. Ibu Drs. Yunaldi, M.Si selaku Kepala Perpustakaan Universitas Negeri

Padang, Bapak Idrizon selaku Ketua bagian TI, dan Ibu Wiwi Sartika S.Sos

selaku pustakawan bagian TI Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

9. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2013 di Departemen Ilmu

Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum sepenuhnya

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun

(8)

iv Semoga Allah SWT memberikan imbalan dan pahala yang berlipat ganda

kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir

kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkannya.

Medan, Juni 2015

Penulis

(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 8

2.1. Perpustakaan Konvensional dan Digital ... 8

2.2. Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 13

2.2.1 Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 15

2.2.2 Fungsi Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 20

2.2.3 Dampak Teknologi Informasi di Perpustakaan ... 24

2.3. Hybrid library (Perpustakaan Hibrida) ... 25

2.3.1 Konsep dan Model Hybrid Library ... 27

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Hybrid Library ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.2. Pendekatan dan Metode yang Digunakan ... 34

3.3. Data dan Sumber Data ... 35

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ... 35

3.5. Analisis Data ... 37

3.6. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Karakteristik Informan ... 40

4.2 Kategori ... 41

4.2.1 Kebijakan Transformasi Digital ... 41

4.2.2 Tujuan Transformasi Digital Perpustakaan ... 42

4.2.3 Sumber Daya Manusia ... 43

4.2.4 Persiapan dalam Transformasi Digital ... 44

4.2.5 Proses Transformasi Perpustakaan Dalam Mengintegrasi Sistem Konvensional ke Digital ... 45

4.2.6 Konsep Hybrid Library ... 47

4.2.7 Kompetensi Pustakawan ... 48

4.2.8 Pengembangan Koleksi ... 49

4.2.9 Integrasi Layanan Informasi ... 50

(10)

vi

4.2.11 Kebijakan Anggaran ... 52

4.3 Rangkuman Hasil Penelitian ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Perubahan Paradigma dari Perpustakaan Tradisional ke

Digital ... 12

Tabel 2.2.1 : Evolusi Teknologi di Perpustakaan ... 32

Tabel 4.1 : Karakteristik Informan ... 40

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman wawancara informan I ... 61

Lampiran 2 Pedoman wawancara informan II ... 62

Lampiran 3 Pedoman wawancara informan III ... 63

Lampiran 4 Transkrip Wawancara dengan Informan I ... 64

Lampiran 5 Transkrip Wawancara dengan Informan II ... 67

Lampiran 6 Transkrip Wawancara dengan Informan III ... 71

(13)

i ABSTRAK

Tustiver, Adrimon. 2015. Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan alasan untuk menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive sampling serta dengan melakukan kajian pustaka terhadap literatur yang terkait dengan proses hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

Dari hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa Perpustakaan Universitas Negeri Padang telah memiliki kebijakan sebatas karya civitas akademika. Transformasi dilakukan dengan cara copy scanner koleksi tercetak dan dijadikan dalam bentuk softcopy dengan format pdf. Transformasi perpustakaan menerapkan beberapa sistem yaitu dengan sistem informasi perpustakaan (SIPUS), layanan digital perpustakaan, dan situs web yang pangkalan datanya terhubung melalui fiber optic (serat optik) jaringan internet. Pengalihmediaan koleksi dari tercetak ke elektronik/digital sudah dilakukan, sebatas karya civitas akademika saja. Perpustakaan Universitas Negeri Padang sudah mampu menggunakan koleksi tercetak dan elektronik secara bersamaan. Pangkalan data yang digunakan oleh Perpustakaan UNP juga sudah terhubung ke perpustakaan-perpustakaan cabang yang ada di lingkungan UNP melalui serat optik atau jaringan internet. Kendala yang timbul dalam transformasi digital perpustakaan adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) dan masalah dana/anggaran yang kurang mencukupi untuk pengelolaan perpustakaan karena instansi atau universitas masih menjadikan perpustakaan prioritas yang kesekian karena hasil diputuskan oleh bagian logistik UNP, serta bagian unit tidak dibenarkan untuk melakukan pengadaan. Berdasarkan hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa hybrid library pada Perpustakaan UNP telah menujukkan nilai yang baik, namun masih memerlukan banyak peningkatan dari segi layanan dan koleksi perpustakaan.

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perpustakaan merupakan salah satu unit dalam suatu lembaga yang

memiliki peran untuk mendukung kegiatan pembelajaran, penelitian, publikasi

dan rekreasi dengan menyediakan berbagai macam informasi yang sesuai dengan

kebutuhan pemustakanya. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi

informasi komunikasi, perpustakaan saat ini telah berubah secara signifikan

mengikuti kemajuan zaman. Perkembangan perpustakaan juga sangat terkait

dengan perkembangan masyarakat. Kondisi yang mempengaruhi perkembangan

masyarakat mempengaruhi perkembangan perpustakaan. Dengan kata lain,

perpustakaan mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan

suatu masyarakat.

Perpustakaan di Indonesia pada saat ini belum mengalami perkembangan

yang terlalu menggembirakan, terutama dalam mewujudkan perpustakaan yang

selalu memenuhi kebutuhan penggunanya. Berbagai macam kendala baik dari

dalam maupun dari luar perpustakaan menjadi salah satu alasan yang dominan.

Selain itu perdebatan antara pengembangan perpustakaan konvensional dan digital

semakin sering dilakukan. Namun demikian, ternyata perkembangan selanjutnya

telah mengalahkan perpustakaan konvensional karena telah dipengaruhi oleh

perkembangan teknologi informasi. Perpustakaan berperan utama dalam

pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian informasi, mau tidak mau harus

berhadapan dengan apa yang dinamakan Teknologi Informasi (TI), begitu juga

(15)

2 Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka

perpustakaan dan pusat informasi lainnya juga mengalami pergeseran paradigma

dalam sumber-sumber informasi, layanan, orientasi penggunannya, dan tanggung

jawab staf dan sistem dari perpustakaan tersebut. Salah satu efek dari adanya

pergeseran paradigma lama ke paradigma baru adalah munculnya hybrid library yang merupakan bentuk perpaduan antara perpustakaan konvensional/tradisional

dan perpustakaan digital/elektronik. Hybrid library sendiri adalah seperti yang dikemukakan oleh Hutton (2001,4):

“A hybrid library is a library where “new” electronic information resources and ‘traditional’ hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via internet or local computer networks”.

Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa perpustakaan berbasis TI

sangat dekat dengan konsep hybrid library. Walaupun sebetulnya hybrid library merupakan bentuk peralihan dari perpustakaan tradisional menuju perpustakaan

digital. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi

yang terintegrasi diantara dua bentuk sumber informasi tersebut yaitu

perpustakaan tradisional dan digital.

Pada hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi digital, baik melalui jaringan lokal maupun

jaringan internet. Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus dapat

menerapkan konsep hybrid library ini secara lebih baik sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan terkesan hanya

(16)

3 pengembangan sumber daya dalam bentuk tradisional juga harus seimbang dan

dapat dipadukan dengan pengembangan sumber dayadigital.

Data hasil laporan tahunan, Perpustakaan UNP memiliki jumlah koleksi

72.008 judul dengan jumlah eksemplar sebanyak 223.399. Koleksi tersebut terdiri

dari buku teks 41.904 judul dengan jumlah 190.640 eksemplar, karya ilmiah

29.534 judul dengan jumlah eksemplar yang sama, koleksi referensi 561 judul

dengan jumlah 2.244 eksemplar serta koleksi terbitan berkala (majalah, buletin,

jurnal) 9 judul dengan jumlah 981 eksemplar. Sedangkan UNP repository memiliki koleksi sumber informasi elektronik yang memiliki 19.034 dokumen

(tahun 2010-2013) yang dipublikasikan melalui UNP Repository. Dokumen tersebut terdiri dari karya ilmiah tugas akhir (3.971 dokumen), skripsi (13.371

dokumen), tesis (1.585 dokumen), diseertasi (7 dokumen), karya ilmiah dosen

atau karyawan (80 dokumen), laporan penelitian (100 dokumen). Proses

pengelolaan koleksi tersebut dilaksanakan oleh 2 orang dengan menerima

langsung koleksi tercetak yang sudah dikonversi kebentuk elektronik dan

ditempatkan di database perpustakaan yang dapat diakses dan didownload melalui

internet.

Berdasarkan pengamatan awal di Perpustakaan Universitas Negeri Padang

terlihat masalah dalam proses hybrid library yaitu transformasi perpustakaan yang masih belum fokus dan sungguh-sungguh dalam menyikapi perubahan paradigma

perpustakaan konvensional menuju digital. Yang terlihat jelas dari sikap dan

kompetensi pustakawan yang belum siap menghadapi transformasi perpustakaan

(17)

4 dibagian layanan dan entri data, satu lagi ketua bagian TI bukan direkrut dari latar

belakang pendidikan ilmu perpustakaan maupun ilmu teknologi informasi.

Sehingga adanya keterbatasan dalam penguasaan permasalahan-permasalahan di

perpustakaan dan tidak mampu mengimbangi aplikasi teknologi informasi..

Masalah sentralisasi dan desentralisasi seakan menjadi perdebatan bagi

perpustakaan untuk berkembang. Para penganut sentralisasi (pemusatan)

menganggap bahwa sentralisasi memungkinkan kemudahan dalam kontrol

pengadaan, perlengkapan, pengolahan dan peminjaman. Sedangkan penganut

desentralisasi (bagian/cabang) beranggapan bahwa desentralisasi memberikan

keuntungan akan penempatan koleksi/informasi yang lebih sesuai dengan

kebutuhan pengguna dan memudahkan dalam pengelompokan yang membawa

dampak kemudahan pada pengguna. Disini terlihat masalah bahwa pemanfaatan

teknologi yang ada belum digunakan secara maksimal. Perpustakaan pusat belum

tersinkron dengan pustaka-pustaka cabang pada setiap jurusan. Sehingga

sentralisasi dan desentralisasi belum berjalan secara berdampingan dalam

penyediaan informasi yang relevan.

Begitu juga dengan kebutuhan terhadap koleksi tercetak maupun digital

yang menjadi tujuan utama pengguna perpustakaan perguruan tinggi yang terbatas

kuantitas dan kualitasnya, tidak sedikit pemustaka yang mengeluh bahwa koleksi

perpustakaan tidak up to date. Koleksi juga masih banyak yang belum dialih mediakan seperti koleksi skripsi, jurnal dan koleksi naskah kuno, foto positif,

kaset rekaman, sehingga masih jauh ketinggalan dibanding konvensional yang

(18)

5 lagi hanya berorientasi pada layanan di dalam saja (internal) tetapi juga harus

mempunyai pandangan yang lebih universal bagi akses informasi, kolaborasi dan

sharing sumber daya dan layanan perpustakaan dengan cara mengintegrasikan sistem yang ada yaitu sentralisasi dengan desentralisasi atau perpustakaan diluar

perpustakaan universitas untuk memberikan pilihan lain seandainya koleksi tidak

tersedia di perpustakaan tersebut.

Selain permasalahan di atas, integrasi layanan informasi juga masih

kurang efektif dalam penerapannya, terlihat dari layanan digital library (digilib) yang dimiliki Perpustakaan UNP pada situs web nya yang memiliki beberapa

layanan namun tidak pernah digunakan yaitu layanan pemesanan buku online dan pembuatan review buku. Sehingga layanan tersebut jadi mubazir dan member kesan Perpustakaan UNP tidak konsisten terhadap layanan yang dimilikinya.

Meskipun sudah terotomasi dengan adanya teknologi informasi,

perpustakaan masih terkendala oleh masalah klasik yaitu anggaran dana yang

menjadi alasan tidak dapat berkembangnya sebuah perpustakaan, termasuk dalam

proses hybrid library yang memang kenyataannya perpustakaan perguruan tinggi masih ditopang oleh universitas sebagai lembaga induknya. Namun yang menjadi

permasalahan adalah minimnya perhatian universitas terhadap anggaran

perpustakaan yang mempunyai alokasi dana kurang dari 5-10% anggaran

universitas sesuai dengan standar yang seharusnya ada. Perpustakaan UNP hanya

menerima sekamir 3-4% anggaran berdasarkan penuturan kepala perpustakaan.

Perpustakaan masih menjadi prioritas yang kesekian sehingga masih kurangnya

(19)

6 Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penulis ingin mengetahui lebih

lanjut tentang “Evaluasi Hybrid Library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang telah diuraikan di

atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah transformasi perpustakaan dari konvensional ke digital

pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang?

2. Bagaimanakah sumber informasi tercetak dan elektronik pada

Perpustakaan Universitas Negeri Padang?

3. Bagaimanakah integrasi layanan informasi dan penerapan TI pada proses

evaluasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses transformasi

perpustakaan, sumber informasi tercetak dan digital serta integrasi layanan

informasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak,

antara lain:

1. Instansi/lembaga, sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan transformasi

perpustakaan pada hybrid library atau instansi tertentu

2. Pembaca, dapat digunakan sebagai pedoman untuk penambah wawasan dan

(20)

7 3. Penulis, menambah pengetahuan tentang hybrid library yang menganut

sistem konvensional dan digital serta penerapan ilmu yang telah didapatkan.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengevaluasi hybrid library pada Perpustakaan Universitas Negeri Padang. Batasan pembahasan dalam penelitian

(21)

8 BAB II

KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Konvensional dan Digital

Perpustakaan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang

merefleksikan perubahan yang terjadi dimasyarakat. Perpustakaan atau library didefenisikan sebagai tempat buku-buku yang diatur untuk dibaca dan dipelajari

atau dipakai sebagai bahan rujukan. Istilah perpustakaan juga diartikan sebagai

pusat media, pusat belajar, sumber pendidikan, pusat informasi, pusat

dokumentasi dan pusat rujukan (The American Library Association yang dikutip oleh Mahmudi, 2006). Untuk perpustakaan modern, dengan paradigma baru

(kerangka berpikir atau model teori ilmu pengetahuan), koleksi perpustakaan tidak

hanya terbatas pada buku-buku, majalah, koran, atau barang tercetak (printed matter) lainnya. Koleksi perpustakaan telah berkembang dalam bentuk terekam, dan digital (recorded matter).

Alur perubahan perpustakaan bisa dinarasikan seperti berikut, perpustakaan

tradisional dengan akses tertutup bergeser ke perpustakaan dengan akses terbuka.

Perpustakaan dengan akses terbuka kemudian bergeser ke perpustakaan otomatis,

perpustakaan yang otomatis kemudian berubah menjadi elektronik, kemudian

elektronik berubah menjadi digital dan akhirnya berakhir di perpustakaan digital

dan memiliki aspek yang berbeda.

(22)

9 - emphashis on storage and preservation of physical items, particularly books and

periodicals

- cataloging at a high level rather than one of detail, e.g., author and subject indexes as opposed to full text

- browsing based on physical proximity of related materials, e.g., books on sociology are near one another on the shelves

- passivity; information is physically assembled in one place; user must travel to the library to learn what is there and make use of it.

Berdasarkan teori di atas perpustakaan konvensional merupakan

perpustakaan yang memiliki koleksi buku, manuskrip, jurnal, sumber informasi

terekam lainnya dan terbitan yang terbatas pada bentuk cetak dengan akses

manual. Keseluruhan proses mulai dari proses pengadaan sampai sirkulasi

dilakukan dengan cara manual.

Era digital telah membawa perubahan pada setiap bidang layanan di

perpustakaan, baik itu bidang pembinaan koleksi termasuk preservasi koleksi,

maupun bidang layanan pengguna. Era digital membuktikan bahwa pemustaka

tidak selalu harus datang ke perpustakaan, namun perpustakaanlah yang

mendatangi pemustaka. Era digital juga telah membawa pergeseran citra terhadap

perpustakaan dari yang manual, dibatasi oleh gedung, dan untuk akses masuk

harus melalui berbagai prosedur, kesulitan akses dan pemanfaatan koleksi, dan

lain-lain. Kini di era digital pemustaka bisa mengakses dan memanfaatkan koleksi

perpustakaan di manapun dan kapanpun. Harapan-harapan pemustaka tersebut

bisa terwujud dengan dibangunnya perpustakaan yang bisa diakses di manapun

dan kapanpun, yaitu dengan model perpustakaan digital.

Pada dasarnya, perpustakaan digital sama saja dengan perpustakaan biasa,

hanya saja memakai prosedur kerja berbasis komputer dan sumber daya digital.

(23)

10 (digital library) menawarkan kemudahan bagi para pengguna untuk mengakses sumber-sumber elektronik dengan alat yang menyenangkan pada waktu dan

kesempatan yang terbatas. Sedangkan menurut Saffady yang dikutip oleh Saleh

(2010, 3) mendefinisikan digital library adalah perpustakaan yang mengelola semua atau sebagian yang substansi dari koleksi-koleksinya dalam bentuk

komputerisasi sebagai bentuk alternatif, suplemen atau pelengkap terhadap

cetakan konvensional dalam bentuk mikro material yang saat ini didominasi

koleksi perpustakaan.

Saleh (2010,4) juga menjelaskan kelebihan perpustakaan digital dibanding

dengan perpustakaan konvensional adalah sebagai berikut

1. Menghemat ruangan

Karena koleksi perpustkaan digital adalah dokumen-dokumen berbentuk digital, maka penyimpanan akan sangat efisien.

2. Akses ganda (multiple acces)

Kekurangan perpustakaan konvesional adalah akses terhadap koleksinya bersifat tunggal. Artinya apabila ada sebuah buku dipinjam oleh seorang pemustaka, maka anggota lain yang akan meminjam harus menunggu buku tersebut dikembalikan terlebih dahulu. Koleksi digital tidak demikian.

3. Tidak dibatasi oleh ruang dan waktu

Perpustakaan dapat dikses dari mana saja dan kapan saja dengan catatan ada jaringan komputer (computer internetworking). Sedangkan perpustakaan konvensional hanya bisa diakses jika orang tersebut datang ke perpustakaan pada saat perpustakaan membuka layanan.

4. Koleksi dapat berbentuk multimedia

Koleksi perpustakaan digital tidak hanya bersifat teks atau gambar saja. Koleksi perpustakaan digital dapat berbentuk kombinasi antara teks gambar dan suara.

5. Biaya lebih murah

(24)

11 Federasi perpustakaan di Amerika Serikat juga memberi batasan istilah

perpustakaan digital sebagaimana dikutip oleh Pendit (2007, 29) sebagai berikut:

“Digital Libraries are organizations that provide the resources, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual acces to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readily and economically available for use by a defined community or set of communities.”

Defenisi di atas merumuskan bentuk organisasi perpustakaan digital, dan

jelas terlihat bahwa organisasi tersebut memerlukan pegawai dengan tata kerja

dan tujuan kerja, serta komunitas yang diharapkan dapat memanfaatkan jasa

mereka. Konsep perpustakaan digital semakin sering dikaitkan dengan organisasi

yang mengoleksi rujukan ke sumberdaya yang berbasis Web di internet, dan

bukan sumberdaya itu sendiri. Batasan terakhir memberi makna yang lebih luas

dari dua terdahulu, yaitu bahwa perpustakaan digital menyediakan sumber-sumber

digital disamping pegawai dengan tatakerja dan tujuan kerja serta masyarakat

yang diharapkan dapat memanfaatkan layanan perpustakaan.

Selanjutnya Tedd dan Large yang dikutip oleh Pendit (2007, 30),

menyebut ada tiga karakter untuk menyebut perpustakaan sebagai perpustakaan

digital yaitu:

1. Memakai teknologi yang mengintegrasikan kemampuan menciptakan, mencari, dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dalam sebuah jaringan digital yang tersebar luas.

2. Memiliki koleksi yang mencakup data dan metadata yang saling mengaitkan berbagai data, baik di lingkungan internal maupun eksternal. 3. Merupakan kegiatan mengoleksi dan mengatur sumberdaya jasa untuk

(25)

12 Tabel 2.1 Perubahan paradigma dari perpustakaan tradisional ke digital

Paradigm shift Traditional Library Digital Library Library Building =>

Virtual Library (You go to the library => The library comes to you)

– Design, size, location of the library building – Other than warehousing library materials, library building has other important societal functions

– Electronic resources, hardware, software, telecommunications

Ownership => Access

– “Buy and own” books and journals, etc

– “Annual

subscriptions” for access

Just In Case => Just In Time

– 80% of books and

journals, etc. “purchased and owned” have never been used – Buy and own – “just in case”

– Document delivery, print on demand, pay per view, etc.

– “just in time” Unlimited Use =>

Pre-Defined Limited Use

– “Buy and own” books and journals, etc. for unlimited use by any users

– Number of

simultaneous logons (concurrent users) – 12 month subscriptions – By registered users

only One At A Time =>

Many At A Time

– One book or journal can be read by one user at a time

– One user can read one book or journal at a time

– One database can be accessed by many users at the same time – One user can access

many databases or journals at the same time

Take Your Time => Don’t Waste My Time!

– Users wait for weeks or months for the library to purchase books or journals or through ILL – Users spend hours or days

going through printed pages to find and compile information needed

– Users want the

information right now

Isolation => Cooperation

– Do everything by myself and for myself

– Cooperation to eliminate unnecessary duplication of efforts – Cooperation to

(26)

13 Tabel 2.1 menjelaskan bahwa perubahan paradigma dari perpustakaan

konvensional ke digital meiliki perbedaan dari beberapa segi seperti bangunan dan

tempat penyimpanan koleksi pada perpustakaan konvensional berupa gedung,

namun pada perpustakaan digital berupa electronic resources. Akses informasi yang lebih mudah pada perpustakaan digital karena berupa real time acces, sedangkan pada perpustakaan konvensional harus membutuhkan waktu untuk

menemukan koleksinya. Penggunaan koleksi yang terbatas jumlah pada

perpustakaan konvensional, namun tidak pada perpustakaan digital.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan

konvensional adalah perpustakaan yang memiliki koleksi tercetak dan terekam

lainnya yang terbatas pada bentuk cetak dan keseluruhan proses pengadaan

sampai sirkulasi masih menggunakan akses yang manual. Sedangkan

perpustakaan digital adalah perpustakaan yang memiliki sumber informasi

elektronik dengan prosedur kerja berbasis komputer dan sumber daya digital.

Dengan aspek meliputi sumber informasi tercetak dan sumber informasi

elektronik.

2.2 Teknologi Informasi di Perpustakaan

Istilah Teknologi Informasi (TI) merupakan kombinasi dua istilah dasar

yaitu teknologi, informasi dan komunikasi. Menurut Hariyadi yang dikutip oleh

Ardoni (2005), teknologi informasi diberi batasan sebagai teknologi pengadaan,

pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan

(27)

14 dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi

kelambatan manusia mengolah informasi...".

Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk

mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,

memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang

berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan

untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang

strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat

komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu

komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi

telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global

(Wardiana, 2002).

Lebih jauh Hasugian (2000) mengartikan bahwa teknologi informasi

sebagai perpaduan antara:

1. komputer yang mencakup komponen perangkat keras dan perangkat lunak, 2. komunikasi data yang memungkinkan komputer yang berdiri sendiri

terintegrasi pada jaringan komputer baik lokal maupun internasional, 3. media penyimpanan dan metode yang merepresentasikan data dengan

tujuan untuk memperoleh, mengolah, menyimpan, serta menyampaikan informasi.

(28)

15 Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi

merupakan istilah umum untuk teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan,

menyimpan, mengedit, dan menyampaikan informasidalam berbagai bentuk

dengan menggunakan perangkat elektronik seperti: komputer, internet, kamera

digital, kamera web, kaertu pintar, pemindai, buku elektronik, pencetak, jurnal

elektronik, WEB-OPAC, animasi, surel, CDROM, DVD,dan teknologi RFID.

2.2.1 Penerapan Teknologi informasi di Perpustakaan

Menurut Ishak (2008) penerapan TI di perpustakaan bersamaan dengan

perkembangan budaya manusia itu sendiri. Perkembangan tersebut dapat dilihat

dari tahapan evolusi format dokumen yang menjadi koleksi perpustakaan, antara

lain dimulai dari bahan cetak (paper material), microfilm, CD-ROM/DVD, komputer, internet, wireless, sampai format web. Perkembangan ini menjadikan

Great Technology Great Library yang maksudnya dengan teknologi yang modern maka akan tercipta perpustakaan yang modern juga.

Penerapan TI di perpustakaan dapat difungsikan dalam berbagai bentuk,

antara lain:

a. Sebagai sistem manajemen perpustakaan bidang pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen perpustakaan adalah pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi, keanggotaan, statistik dan lain sebagainya. Fungsi ini sering diistilahkan sebagai bentuk Automasi Perpustakaan.

b. Sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan, dan menyebarluaskan informasi ilmu pengetahuan dalam format digital. Bentuk penerapan TI ini sering dikenal dengan perpustakaan digital (digital library).

Kedua fungsi penerapan TI tersebut dapat dilakukan secara terpisah atau

(29)

16 tergantung dari kemampuan software yang digunakan, sumber daya manusia dan infrastruktur peralatan teknologi informasi yang digunakan.

Berikut faktor pendukung dan keuntungan pemanfaatan TI di perpustakaan

menurut Ishak (2008).

Faktor pendukung pemanfaatan TI di perpustakaan antara lain: a. kemudahan dalam mendapatkan produk TI

b. harga semakin terjangkau

c. tuntutan layanan masyarakat (right information, right user dan right now)

Keuntungan pemanfaatan TI di perpustakaan antara lain:

a. mempermudah dan mengefisiensikan pekerjaan pengelolaan perpustakaan

b. memberikan layanan yang lebih baik pada pengguna c. meningkatkan citra perpustakaan dan pustakawan

d. mengembangkan infrastruktur regional, nasional dan global

Pada dasarnya teknologi informasi mengalami kemajuan dalam dua arah: 1. Pengembangan produk, yaitu pengembangan perangkat sistem dan konsep-

konsepnya (gagasan, prosedur), dengan cakupan aplikasi di segala bidang yang mengharuskan manusia berhubungan dengan informasi, dilihat dari perangkat yang digunakan.

2. Aplikasi produk dan konsep tersebut pada sejumlah kegiatan tertentu, antara lain di bidang industri, keuangan dan perdagangan, percetakan, militer, dan untuk pengelolaan pekerjaan di kantor.

Aplikasi teknologi informasi yang tercakup dalam ruang lingkup suatu

sistem informasi, baik itu perpustakaan maupun pusat-pusat dokumentasi dan

informasi. Penerapan teknologi informasi dalam ruang lingkup suatu sistem

informasi seperti perpustakaan dapat terbagi dalam empat bidang utama yang

dikemukan oleh Suwanto (2006, 23-2 4) yaitu:

1. Library Housekeeping

(30)

17 agar perpustakaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya

kemajuan teknologi informasi dapat dilakukan dengan menggunakan sistem yang

terpadu yang terdiri dari beberapa modul, yaitu akuisisi atau pengadaan,

pengatalogan, sirkulasi, pengaksesan katalog umum atau yang dikenal dengan

nama OPAC (Online Public Acces Catalog), dan peminjaman antar perpustakaan. Konsep integrasi akhir-akhir ini telah diterapkan secara luas pada sistem

housekeeping perpustakaan. Istilah Sistem perpustakaan yang terintegrasi (Integrated Library System) sering digunakan sebagai indikasi bahwa sub-sistem atau modul-modul yang ada diintegrasikan semuanya membentuk Sistem

Informasi Tunggal yang berbasis komputer yang mampu melakukan tukar

menukar informasi dari satu modul ke modul lain, serentak oleh beberapa modul

yang berbeda sehingga memungkinkan penggunaan dan pemanfaatan data oleh

sistem akan lebih efisien. Sebagai contoh: informasi pengarang / judul akan

digunakan bersama oleh modul : akuisisi, pengatalogan, sirkulasi, OPAC (Online Public Acces Catalog), dan informasi pengelolaan. Dari semua modul atau sub sistem ini yang paling penting bagi pemakai adalah sub sistem OPAC, yang

memungkinkan pengaksesan online ke katalog. Sistem perpustakaan yang

terintegrasi ini kemudian dikenal secara luas dengan nama otomasi perpustakaan.

Secara umum ada tiga generasi otomasi perpustakaan, yaitu:

Generasi I: Otomasi aktivitas-aktivitas pemrosesan, sepert akuisisidan

pengatalogan ditambah dengan pengendalian sirkulasi

Generasi II: Pengembangan dan pemasangan sistem yang terintegrasi termasuk

(31)

18 Generasi III: Dibangun Local Area Network (LAN) dengan kemampuan

komputerisasi dan komunikasipada stasiun kerja individu

Pengertian otomasi Perpustakaan kalau dilihat dari segi etimologi berasal

dari bahasa Inggris yaitu library automation. Kata automation di dalam microcomputer dictionary berarti : (1) Perubahan dari suatu proses atau prosedur secara otomatis; (2) Pelaksanaan proses dengan sarana-sarana otomatis. Adapun

konsep Otomasi berdasarkan Encyclopedia of Science and Technology, Vol.1, menggambarkan penerapan mesin-mesin komputer pada penyimpanan,

pemrosesan data-data bisnis, teknis, maupun ilmiah. Dengan demikian otomasi

perpustakaan berarti penggunaan komputer untuk semua kegiatan perpustakaan

mulai dari pengadaan, pengolahan, sampai ke layanan sirkulasi.

2. Information Retrieval

Sistem informasi untuk temu kembali informasi secara elektronis pertama

kali digunakan untuk pencarian data lokal dilakukan dengan menggunakan

katalog. Kemudian dengan adanya kemajuan teknologi informasi temu kembali

informasi atau yang dikenal dengan penelusuran informasi juga mengalami

kemajuan, yaitu dengan penggunaan sarana-saran elektronis. Ada tiga macam

sarana dalam penelusuran informasi atau temu kembali informasi secara

elektronis, yaitu :

a) Pangkalan data lokal

b) CD-ROM

(32)

19 3. General Purpose Software

General purpose software yang dapat digunakan di lembaga-lembaga yang bergerak di bidang dokumentasi dan informasi adalah :

a. Word Processing: untuk pengolah teks dan pencetakan. b. Spreadsheets: untuk kalkulasi keuangan

c. Graphics: untuk presentasi statistik

d. Desktop Publishing: untuk penerbitan dan percetakan yang profesional e. Electronic mail: untuk pendistribusian pesan

4. Library networking

Istilah Library networking mempunyai cakupan yang luas, tetapi bisaanya meliputi

a. Kerjasama antar perpustakaan atau jaringan informasi antar

lembaga-lembaga yang bergerak di bidang informasi yang sama atau relevan, atau

pengkaitan komputer perpustakaan atau lembaga informasi (Pusdokinfo)

dengan lembaga lainnya di dalam institusi untuk membentuk LAN

(Local Area Network).

b. Pengkaitan komputer lembaga Pusdokinfo ke komputer lain yang jauh

jaraknya untuk membentuk Wide Area Network atau yang sering dikenal dapat berhubungan melalui internet.

LAN dan WAN adalah jenis jaringan yang digunakan untuk automasi

perpustakaan yang dilihat dari lingkup geografisnya. LAN adalah suatu jaringan

komputer dengan daerah kerja relatif kecil, dalam satu lokal; dan WAN adalah

(33)

20 dan bahkan antar benua. Sebenarnya masih ada jenis lain, yang disebut

Metropolitan Area Network (MAN ), dengan daerah kerja antara 30 sampai 50 km, yang merupakan alternatif pilihan untuk membangun jaringan komputer

kantor-kantor dalam satu kota. (Suwanto 2006, 23-24)

2.2.2Fungsi Teknologi Informasi di Perpustakaan

Setelah mengetahui penerapan teknologi informasi, maka fungsi utama

Teknologi Informasi menurut (Suwanto 2006, 26) pada dasarnya adalah :

1. Mengatur informasi “Ing-Griyo”(in-house information ) atau informasi yang ada di dalam lembaga informasi tersebut, serta mengusahakannya agar

dapat di temu balik.

2. Mengakses pangkalan data luar (ektern), yaitu pangkalan data dari lembaga-lembaga lain, maupun belahan dunia lain.

Fungsi-fungsi lainnya, yaitu :

1. Meringankan beban kerja

2. Efisien dan menghemat waktu dan tenaga staf

3. Meningkatkan jasa perpusdokinfo dan fungsi-fungsi baru. 4. Membangun jaringan kerja dan kerjasama.

Secara umum fungsi teknologi informasi di perpustakaan berfungsi untuk

mempermudah setiap kegiatan dan layanan yang ada di perpustakaan, baik

yang bersangkutan dengan pengelolaan informasi maupun fungsi lain terhadap

pekerjaan para pustakawan.

Surachman (2005) menjelaskan apabila perpustakaan ingin

mengimplementasikan TI dalam layanan dan aktifitasnya, perlu direncanakan

(34)

21 perencanaan dan pengembangan yang berakibat pula pada pemborosan waktu,

tenaga, pikiran dan keuangan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan dalam rangka penerapan TI pada perpustakaan, yakni:

1.Dukungan top manajemen / lembaga induk 2.Kesinambungan / kontinuitas

3.Perawatan dan pemeliharaan 4.Sumber daya manusia

5.Infrastruktur lainnya seperti listrik, ruang/gedung, furnitur, desain interior, jaringan komputer, dan sebagainya.

6.Pengguna perpustakaan seperti faktor kebutuhan, kenyamanan, pendidikan pengguna, kondisi pengguna, dan lain-lain.

Hal-hal tersebut di atas akan menentukan sejauh mana penerapan TI di

perpustakaan khususnya dilayanan perpustakaan dapat berjalan dengan baik.

Surachman (2005) menambahkan pemanfaatan TI dalam bidang layanan

perpustakaan ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti:

a. Layanan Sirkulasi

Pemanfaatan TI dalam bidang layanan sirkulasi dapat meliputi banyak hal

diantaranya adalah layanan peminjaman dan pengembalian, statistik

pengguna, administrasi keanggotaan, dan lain-lain. Selain itu dapat juga

dilakukan silang layan antar perpustakaan yang lebih mudah dilakukan

apabila teknologi informasi sudah menjadi bagian dari layanan sirkulasi

(35)

22 b. Layanan Referensi & Hasil-hasil Penelitian

Pemanfaatan TI dalam layanan referensi dan hasil-hasil penelitian dapat

dilihat dari tersedianya akses untuk menelusuri sumber-sumber referensi

elektronik/digital dan bahan pustaka lainnya melalui kamus elektronik,

direktori elektronik, peta elektronik, hasil penelitian dalam bentuk digital,

dan lain-lain.

c. Layanan Journal /Majalah/Berkala

Pengguna layanan jurnal, majalah, berkala akan sangat terbantu apabila

perpustakaan mampu menyediakan kemudahan dalam akses ke dalam

jurnal-jurnal elektronik, baik itu yang diakses dari database lokal, global

maupun yang tersedia dalam format compact disk dan disket. Bahkan silang layan dan layanan penelusuran informasipun bisa dimanfaatkan oleh

pengguna dengan bantuan teknologi informasi seperti internet.

d. Layanan Multimedia /Audio-Visual

Layanan multimedia/audio-visual yang dulu lebih dikenal sebagai layanan

non book material” adalah layanan yang secara langsung bersentuhan dengan TI. Pada layanan ini pengguna dapat memanfaatkan teknologi

informasi dalam bentuk kaset video, kaset audio, microfilm, microfische, compact disk, laser disk, DVD, home movie, home theatre, dan lain lain. Layanan ini juga memungkinkan adanya media interaktif yang dapat

dimanfaatkan pengguna untuk melakukan pembelajaran, dan sebagainya.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam layanan perpustakaan adalah

(36)

23 buta, pendengaran yang kurang dan ketidakmampuan lainnya. Layanan

multimedia/audio-visual memungkinkan perpustakaan dapat memberikan

pelayanan kepada para pengguna dengan kriteria ini. Sebagai contoh dari

bentuk penerapan teknologi untuk itu adalah audible e-books, digital audio books, infoeyes (virtual reference), braille, dan sebagainya.

e. Layanan Internet & Computer Station

Internet saat ini menjadi bintang dalam TI. Orang sudah tidak asing lagi

untuk menggunakan internet dalam kehidupannya. Untuk itu mau tidak

mau perpustakaan harus dapat memberikan layanan melalui media ini.

Melalui media web perpustakaan memberikan informasi dan layanan

kepada penggunanya. Selain itu perpustakaan juga dapat menyediakan

akses internet baik menggunakan computer station maupun wifi/access point yang dapat digunakan pengguna sebagai bagian dari layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Pustakawan dan perpustakaan juga bisa

menggunakan fasiltas web-conferencing untuk memberikan layanan secara online kepada pengguna perpustakaan. Web-Conferencing ini dapat juga dimanfaatkan oleh bagian layanan informasi dan referensi. OPAC atau Online Catalog merupakan bagian penting dalam sebuah perpustakaan, untuk itu perpustakaan perlu menyediakan akses yang lebih luas baik itu

melalui jaringan lokal, intranet maupun internet.

f. Keamanan

Teknologi informasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan

(37)

24 semacam gate keeper, security gate, CCTV dan lain sebagainya, perpustakaan dapat meningkatkan keamanan dalam perpustakaan dari

tangan-tangan jahil yang tidak asing sering terjadi dimanapun.

g. Pengadaan

Bagian Pengadaan juga sangat terbantu dengan adanya teknologi informasi

ini. Selain dapat menggunakan TI untuk melakukan penelusuran

koleksi-koleksi perpustakaan yang dibutuhkan, bagian ini juga dapat

memanfaatkannya untuk menampung berbagai ide dan usulan kebutuhan

perpustakaan oleh pengguna. Kerjasama pengadaan juga lebih mudah

dilakukan dengan adanya TI.

Jadi, pemanfaatan TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu

akan terus berkembang baik itu untuk keperluan automasi perpustakaan maupun

penyediaan media / bahan pustaka berbasis TI. Mulai dari layanan, pengadaan dan

keamanan pada perpustakaan.

2.2.3 Dampak Teknologi Informasi di Perpustakaan

Sumber daya manusia di perpustakaan terutama para pustakawan, termasuk

asisten pustakawan adalah front liner (garis terdepan) dari scientif discovery (penemuan-penemuan ilmiah). Oleh karena itu apabila dengan adanya internet di

perpustakaan, maka merekalah yang akan menerima dampak terbanyak baik

positif maupun negatif. Bagi orang yang introvert (yaitu jenis kepribadian yang mempunyai karakterisitik menutup diri), teknologi ini akan memberikan tempat

untuk mengekspresikan diri yang lebih bebas. Karena pada dasarnya dengan

(38)

25 menghadapi pemakai face-to-face, demikian pula bagi pemakai yang introvert. Pengaruh lain bagi pustakawan muda yang mempunyai wawasan luas,

mempunyai dorongan maju, teknologi ini akan dipandang sebagai peluang untuk

meningkatkan kinerja perpustakaan, termasuk pelayanan kepada pemakai.

Meskipun banyak kelebihan yang dapat dinikmati dengan adanya kemajuan

teknologi informasi, seperti yang dapat dilihat dari fungsi-fungsi teknologi,

namun ada pula dampak negatifnya. Dampak teknologi informasi secara umum

adalah :

1. Bila tidak terjadi perluasan kesempatan kerja, akan terjadi pengangguran.

2. Tidak ada perlindungan data

3. Karena adanya arus informasi melewati perbatasan negara (Transborder Data Flow), termasuk informasi sensitif akan menimbulkan dampak negatif terhadap bidang ekonomi, dan budaya.

4. Hak cipta tidak terlindungi

5. Sukar melakukan kontrol kearsipan. (Suwanto, 26)

Jadi, dampak yang diberikan oleh penggunaan teknologi informasi di

perpustakaan bisa menjadi positif dan bisa berdampak negatif tergantung dari

sikap penggunanya.

2.3 Hybrid Library (Perpustakaan Hibrida)

Istilah hybrid library (perpustakaan hibrida) pertama kali dikemukakan oleh Chris Rusbridge dalam artikel yang dimuat dalam di D-Lib Magazine pada

tahun 1998. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu perpustakaan yang

(39)

26 campuran bahan-bahan cetakan seperti buku, majalah, dan juga bahan-bahan

berupa jurnal elektronik, e-book dan sebagainya.

Menurut Borgman yang dikutip oleh Saputro (2008, 3) mengungkapkan

bahwa hybrid library adalah perpustakaan yang didesain untuk mengelola teknologi dari dua sumber yang berbeda, yaitu sumber elektronik dan sumber

koleksi yang tercetak yang dapat diakses melalui jarak dekat maupun jarak jauh.

Para pustakawan dan teknolog di Inggris mendefinisi hybrid library sebagai perpustakaan yang secara bersama-sama menghimpun koleksi jenis baru yaitu

koleksi digital dengan koleksi jenis lama yaitu koleksi tercetak (Pendit 2008,

239). Dengan kedua jenis koleksi ini memungkinkan bagi mereka yang tidak

familiar tengan teknologi informasi tetap mengakses koleksi tercetak dan bagi

mereka yang familiar dengan teknologi informasi dapat mengakses koleksi digital

untuk memenuhi kebutuhan informasinya.

Hybrid library sendiri adalah seperti yang dikemukakan oleh Hutton (2001,4):

“A hybrid library is a library where “new” electronic information resources and ‘traditional’ hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via internet or local computer networks”.

Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan hybrid library adalah merupakan bentuk perpaduan antara perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik yang terintegrasi melalui akses jaringan elektronik

dan dihubungkan melalui jaringan internet atau jaringan lokal komputer. Inilah

(40)

27 hybrid library. Seperti yang disampaikan Stephen Pinfiel yang dikutipSurachman (2005):

“A hybrid library is not just a traditional library (only containing paper-based resources) or just a virtual library (only containing electronic resources), but somewhere between the two. It is a library which brings together a range of different information sources, printed and electronic, local and remote, in a seamless way.”

Jadi dalam hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik,

baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara

koleksi tercetak dengan koleksi noncetak, artinya konsep tradisional dan

elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah

tetapi terintegrasi.

2.3.1 Konsep dan Model Hybrid Library

Menurut Saputro (2008, 3) konsep hybrid library berusaha mempertahankan koleksi tercetak, bukan menggantikan semuanya dengan koleksi

digital. Hybrid library memiliki koleksi tercetak yang permanen dan setara dengan koleksi digitalnya. Hybrid library berusaha memperluas konsep dan cakupan jasa informasi, sehingga penambahan koleksi digital dan penggunaan

teknologi komputer tidak bisa dipisahkan dari jasa berbasis koleksi tercetak.

Sedangkan Pendit (2007, 33-35) menjelaskan hybrid library merupakan continuum antara perpustakaan konvensional dan perpustakaan digital, dimana informasi yang dikemas dalam media elektronik maupun cetak digunakan secara

(41)

28 Inggris merupakan negara yang paling aktif melakukan penelitian guna

mewujudkan perpustakaan digital. Rusbridge (1998) mengatakan setidaknya ada

lima proyek yang Inggris coba untuk mewujudkan impiannya menciptakan hybrid library, yaitu:

1. HyLife (Hybrid Library of the Future)

Proyek ini berusaha mendirikan, menguji, mengevaluasi, serta menyebarkan sekamir teori dan praktik hybrid library yang terdiri atas layanan elektronik dan cetak. Proyek ini dikembangkan di University of Northumbria yang menfokuskan diri dalam hal nonteknologi untuk memahami bagaimana cara terbaik mengoperasikan hybrid library. Salah satu hasilnya adalah Hybrid Library Toolkit, yang berisikan panduan mengenai langkah implementasi bagi perpustakaan-perpustakaan yang ingin mengembangkan jasa elektronik sesuai dengan kebutuhan.

2. Malibu (Managing the hybrid Library for the Benefit of Users). Proyek ini memfokuskan diri pada pengembangan model institusi untuk organisasi dan layanan hybrid library. Malibu didirikan oleh tiga lembaga yaitu King’s College London, University of Oxford, dan University of Southamton, yang mengembangkan hybrid library dalam kajian humanities. Proyek ini menarik sebab juga melibatkan pemakai untuk membuat skenario sistem yang memudahkan dalam melayani pemakainya. Malibu memfokuskan pada pengembangan model institutsi untuk suatu organisasi dan manajemen layanan hybrid library.

(42)

29 4. Builder (Birmingham University Integrated Library Development and

Electronic Resource) dikembangkan di University of Birmingham, bertujuan untuk mempelajari dampak hybrid library terhadap pemakai di perguruan tingi, mulai dari mahasiswa serta dosen yang mengajar di sana, serta pengelola perpustakaan sendiri.

5. Agora, membangun sistem manajemen hybrid library ( a hybrid library management system /HLMS) merupakan konsorsium yang terdiri atas University of East Anglia, UKOLN, Fretwell-Downing Informatics, dan CERLIM (the Centre for Research in Library and Information Management) dengan konsentarsi pada Hibrid Library Management System. Perhatian utama dalam proyek ini adalah pengembangan sistem informasi berbasis pada konsep search, locate, request, an deliver.

Dari temuan di atas akhirnya para pustakawan dan para teknolog

berkolaborasi mengembangkan suatu konsep hybrid library yang tetap mempertahankan koleksi tercetak, dan digital secara terintegrasi tanpa harus

menomorduakan macam koleksi tertentu. Yang membedakan perpustakaan digital

dengan hibryd library adalah: Pertama, hybrid library masih memiliki koleksi tercetak yang permanen dan setara dengan koleksi digitalnya, dimana

perpustakaan digital berusaha ingin mengubah semua koleksinya ke dalam bentuk

digital. Kedua, hybrid library memperluas konsep cakupan jasa informasi sehingga perubahan koleksi elektronik dan digital serta penggunaan teknologi

komputer tidak dipisahkan dari yang berbasis tercetak.

Sedangkan menurut Ulumi (2008) konsep hybrid library sangat jelas yaitu mempertahankan keberadaan perpustakaan tercetak dengan alasan bahwa pemakai

(43)

30 Tetap saja buku tercetak tidak tergantikan dengan buku digital. Untuk itulah

koleksi tercetak harus tetap dipertahankan.

Sebenarnya apabila dilihat, perpustakaan perguruan tinggi saat ini secara

tidak sadar dan langsung telah mengembangkan sebuah konsep perpustakaan ini.

Hanya saja hal itu masih kurang terasa dan terlihat berdiri sendiri-sendiri. Konsep

hybrid library ini tidak bisa dipisahkan, artinya antara pengembangan resources dalam bentuk “tradisional” juga harus seimbang dan dipadukan dengan

pengembangan resources “digital/elektronik”. Perpustakaan harus

mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi antara

sumber tercetak dan elektronik.

Jadi dalam hybrid library, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik

atau virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas

antara koleksi tercetak dengan elektronik atau virtual, artinya konsep tradisional

dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak

terpisah dan terintegrasi. Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus dapat

menerapkan konsep hybrid library ini secara lebih “benar” sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan

terkesan hanya mengikuti trend belaka. Hal lain adalah perubahan paradigma

informasi yang akan dapat dijaga dengan penerapan yang benar terhadap apa yang

dinamakan hybrid library.

Perpustakaan harus dapat memadukan antara sumber-sumber yang berupa

(44)

31 Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang

terintegrasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh HeadLine tahun 1998

terhadap harapan pemakai London School of Economics, The London Business School, dan University of Hertsfordshire dengan diterapkannya hybrid library pada perpustakaan perguruan tinggi tersebut disimpulkan bahwa pemakai

membutuhkan:

1. One stop shopping dan electronic full-text. Pemakai menginginkan sumber informasi yang mereka butuhkan tersedia dalam bentuk teks lengkap. Mereka tidak menghendaki perpustakaan hanya sekedar menyediakan cantuman bibliografi saja, sedangkan bentuk teks lengkapnya tersedia pada pangkalan data lainnya.

2. Mampu melakukan penelitian secara mandiri. Bisaanya pemakai cenderung mengikuti dan mencari daftar pustaka yang ada pada suatu artikel atau dokumen yang sedang mereka baca. Mereka menghendaki link dengan sumber informasi tersebut.

3. Akses dari mana saja dan kapan saja. Pemakai tidak selalu betah belajar di perpustakaan. Mereka terkadang lebih suka menghabiskan waktu di rumah atau di mana saja untuk mengerjakan tugas-tugas yang sedang mereka kerjakan. Untuk ini, pemakai tentu harus memiliki seperangkat komputer yang telah tersambung dengan internet. Jasa seperti ini sangat dibutuhkan oleh pemakai.

(45)
[image:45.595.111.515.139.558.2]

32 Tabel 2.3.1 Evolusi teknologi di perpustakaan

Perpustakaan Koleksi Penggunaan

teknologi

keterangan Perpustakaan

konvensional

Berbasis kertas Mula-mula

menggunakan tangan (manual), kemudian berkembang teknologi seperti mesin ketik dan duplikator kartu

Disebut juga perpustakaan tradisional Perpustakaan konvensional Berbasis kertas serta bentuk nonbuku seperti DVD, film dan peta

Teknologi seperti mesin ketik dan duplikator kartu Perpustakaan terotomasi Berbasis kertas serta bentuk nonbuku seperti DVD, film dan peta

Komputerisasi kegiatan perpustakaan berulang-ulang seperti pengatalogandan penelusuran Perpustakaan elektronik. Koleksinya berbasis kertas serta koleksi analog. Perpustakaan hibrida Koleksi berbasis perpustakaan beserta digital Otomasi data bibliografis materi berbasis kertas, teknologi digital pada koleksi perpustakaan maupun yang diunduh dari internet Istilah ini banyak digunakan dalam literatur Inggris Perpustakaan digital Koleksinya didominasi oleh koleksi digital

Digitalisasi materi Istilah dalam literatur

Amerika utara. (Sulistyo-Basuki 2007).

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Hybrid Library

Hybrid library memiliki potensi yang besar dalam langkah perubahan perpustakaan konvensional menuju perpustakaan digital. Dalam

perkembangannya tersebut ada berbagai kelebihan dan kekurangan yang

(46)

33 1. Kelebihan hybrid library

a. Sumber data yang tersedia lebih banyak dan beraneka ragam, selain itu dapat digunakan oleh beberapa orang dalam waktu yang sama.

b. Biaya yang dikeluarkan jauh lebih rendah dari perpustakaan yang sekarang sudah ada

c. Lebih efektif, pengguna perpustakaan tidak harus memilih mencari buku dengan melihat satu persatu di rak, tetapi dapat melihat koleksi buku dengan indeks katalog yang sudah diterapkan dengan sistem informasi digital.

d. Pendekatan lebih terstruktur, memberikan kandungan data yang lebih jelas dan dapat berpindah dari satu katalog ke katalog buku yang lain. e. Berbagai istilah yang terangkum dalam suatu buku dapat dengan cepat di

cari arti serta maknanya.

f. Penyimpanan data dapat bertahan lama dan dapat diperbaharui dengan mudah, serta tempat penyimpanannya memerlukan sedikit tempat.

g. Jaringan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dapat dilakukan dengan lebih mudah.

2. Kekurangan hybrid library

a. Bahan-bahan yang ada kadang keaslian datanya masih ada yang belum bisa dipertanggung jawabkan (data digital)

b. Pengetahuan tentang hybrid library pada masyarakat masih kurang, terutama sistem yang ada.

c. Keterampilan masyarakat akan penggunaan sarana teknologi digital masih belum merata.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hybrid library adalah bentuk perpaduan perpustakaan dengan konsep tradisional dan elektronik kedudukannya

saling melengkapi satu sama lain dengan mempertahankan kedua jenis koleksi

secara terintegrasi melalui akses jaringan elektronik dan terhubung melalui

jaringan internet. Dari jenis perpustakaan di atas, maka aspek dari hybrid library yang akan dirancang merupakan jenis dari perpustakaan umum. Karena bidang

ilmu yang akan digunakan dalam konsep pustaka data meliputi berbagai bidang

(47)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP)

yang berlokasi di Jalan Prof. Dr. Hamka No. 76 Air Tawar Padang – Sumatera

Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April

2015 dengan alokasi waktu sebagai berikut:

1. Pra Pelaksanaan Penelitian

a. Survei awal bulan September 2014

b. Menentukan judul penelitian bulan September 2014

c. Pembuatan proposal bulan Desember 2014

d. Menyelesaikan administrasi penelitian

2. Pelaksanaan

a. Pengumpulan data

b. Proses bimbingan

c. Pengolahan data

3.2. Pendekatan dan Metode yang Digunakan

Metode penelitian adalah suatu prosedur atau langkah-langkah dalam

mendapatkan pengetahuan ilmiah dan ilmu. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut

Moleong (2006, 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik atau analisis

(48)

35 suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.

Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti berfikir secara induktif, yaitu

menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena social, melalui pengamatan

di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan

teorisasi berdasarkan apa yang diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk

memahami fenomena sosial melalui gambaran holistik dan memahami secara

mendalam.

3.3. Data dan Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan sperti dokumen dan lain-lain. Hasil

penelitian didapatkan melalui dua sumber

1. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari hasil wawancara yang

diperoleh dari responden atau informan yang dianggap berpotensi dalam

memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan.

2. Data sekunder, yaitu data yang mendukung data primer dari literatur dan

dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi yaitu Perpustakaan

Universitas Negeri Padang.

3.4.Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Arikuntoro (2005, 100) metode pengumpulan data adalah cara-cara

yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian

(49)

36 1. Wawancara

Menurut Bungin (2008, 100) wawancara secara umum adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya

jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau

orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

(guide) wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan mendalam (in-depth interview) terhadap beberapa informan. Tujuan wawancara dalam hal ini adalah mengumpulkan informasi yang

kompleks, sebagian besar berisi pendapat, sikap dan pengalaman

pribadi (Sulistyo-Basuki 2006, 173). Sasaran wawancara mendalam

adalah memungkinkan para responden atau informan membahas secara

mendalam (in-depth interview) terhadap orang yang terlibat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman yang membatasi

pertanyaan wawancara.

Pemilihan informasi didasarkan pada Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan

kriteria spesifik dan purpose (tujuan) yang ditetapkan. Adapun informan dalam penelitian ini adalah Kepala Perpustakaan UNP (kode:

I1), Kepala bagian IT (kode: I2) dan Pustakawan bagian IT (kode: I3).

Adapun data yang akan diambil pada informan adalah data mengenai

jumlah koleksi konvensional dan digital, transformasi perpustakaan,

dan kendala yang dihadapi dalam proses transformasi perpustakaan

(50)

37 2. Observasi

Observasi adalah kegiatan meneliti langsung ke tempat penelitian.

Menurut Bungin (2008, 115) observasi adalah kemampuan seseorang

untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra

mata serta dibantu pancaindra lainnya. Kegiatan observasi dilakukan

pada lokasi penelitian yang sebenarnya dalam rangka untuk

memperoleh data yang diinginkan. Observasi yang peneliti lakukan

adalah mengenai evaluasi hybrid library. 3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan

untuk menelusuri data historis yang berupa informasi yang disimpan

atau didokumentasikan. Sebagian besar data yang tersedia di website dan Perpustakaan UNP adalah jumlah koleksi, laporan dan sebagainya.

3.5.Analisis Data

Data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara berupa jawaban dari

informan akan disortir terlebih dahulu untuk mempermudah dalam analisis data

dan dihubungkan serta dibandingkan satu dengan yang lainnya.

Analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beberapa alur kegiatan antara

lain adalah:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses memfokuskan dan mengabstraksikan data

menjadi informan yang bermakna. Menurut Bungin (2007, 70) ”reduksi

(51)

38 penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data secara kasar yang

timbul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan”.

2. Penyajian Data

Penyajian data yang akan digunakan dalam penelitian dapat berbentuk teks

naratif, tabel dan sebagainya. Untuk mempermudah pemahaman terhadap

informasi yang besar jumlahnya, maka dalam penyajian data akan

dilakukan penyederhanaan informasi. Penyajian data dalam penelitian ini

menggunakan teks naratif.

3. Verifikasi Data

Tahapan selanjutnya adalah verifikasi dari kegiatan sebelumnya dan

dilanjutkan ke penarikan kesimpulan. Pada tahap ini peneliti akan

melakukan proses menginterpretasi data-data yang telah dikumpulkan

dengan metode wawancara serta observasi sambil melakukan pencocokan

terhadap kesimpulan yang akan dibuat.

3.6. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data

Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini, maka penulis

menggunakan bebrapa metode triangulasi, yakni teknik yang dilakukan

dengan meminta penjelasan lebih lanjut. Adapun teknik triangulasi yang

digunakan adalah:

1. Triangulasi D

Gambar

Tabel 2.1 Perubahan paradigma dari perpustakaan tradisional ke digital
Tabel 2.3.1 Evolusi teknologi di perpustakaan
Tabel 4.1 Karakteristik Informan
Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang dihadapi sekolah dalam pelaksanaan pengelolaan perpustakaan antara lain: Gedung yang kurang layak, koleksi buku yang kurang lengkap, peralatan dan perlengkapan

Kendala yang dihadapi pada proses pengelolaan perpustakaan dalam meningkatkan minat baca siswa di SD Negeri 8 Banda Aceh yaitu kurangnya staf tetap di

Kendala kepala perpustakaan dalam meingkatkan kinerja pegawai yaitu pendidikan SDM di perpustkaan Universitas Tanjungpura yang masih rendah kurang lebih pendidikan S1 saja,

Jenis masalah yang timbul dalam penelitian ini : Kurang Efektifitasnya pengelolaan perpustakaan sekolah dalam meningkatkan minat baca siswa di MTs Negeri

Setelah dilakukan pengkajian didapati masalah: (1) informasi tentang keberdaan dan kegunaan Koleksi Cadangan kurang diketahui pengguna, untuk itu perpustakaan Universitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “model pengelolaan perpustakaan berbasis electronic library di Perpustakaan Politeknik Negeri Jakarta” yang tepat,

Selain kendala tersebut terdapat beberapa kendala lainnya dalam tata letak pada katalog online Perpustakaan UNP yang mengurangi minat pemustaka untuk memakainya, seperti pemustaka

Kedua, dalam memanfaatkan jurnal elektronik e-journal pemustaka masih menemukan beberapa kendala, seperti kurang tahunya pemustaka dengan jurnal elektronik e-journal, jurnal yang