• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Stress Kerja Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Stress Kerja Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

STRESS KERJA PERAWAT DI TIAP RUANG

RAWAT INAP RSUD SIDIKALANG

TESIS

OLEH

LILIS DIAN PRIHATINI

057010015/KK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan Kesehatan Kerja, Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LILIS DIAN PRIHATINI

057010015/KK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN STRESS KERJA PERAWAT DI TIAP RUANG RAWAT INAP RSUD SIDIKALANG

Nama Mahasiswa : LILIS DIAN PRIHATINI

Nomor Pokok : 057010015

Program Studi : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

KEKHUSUSAN KESEHATAN KERJA

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM Ketua

Dra.Sri Supriyanti, M.Si Ir. Mbue Kata Bangun,MS

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur SPs USU,

Dr. Drs.R.Kintoko Rochadi,MKM Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM

Anggota : Dra. Sri Supriyanti, MSi

Ir.Mbue Kata Bangun, MS

Dr.Halinda Sari Lubis, M.KKK

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2007

(6)

ABSTRACT

LILIS DIAN PRIHATINI

Stress emerged on nurse due to various factors, such as work load. Load of nurses in hospital including physical task and mentally task. This research is purposed to find out the relationship between work load with work stress on nurse in every room of Region General Hospital Sidikalang.

The research used cross sectional design of 30 nurses as samples which work in surgical room 6 nurses, children section 9 nurses, midwifery section 7 nurses and internist section 8 nurses. Data analyzed by analytical approach which use product

moment correlation and one way Anova testing.

The result show that there are significant relationship between workg load and work stress of all nurses in all overnight room, with significant level an\d various coefficient correlation. In surgical room there are correlation of work load to work stress with coefficient correlation about 0,885. Nurses in children section, coefficient correlation about 0,705, in midwife section coefficient correlation about 0,756, internist\section , coefficient correlation about 0,797.

The result of one way Anova testing show that there is no significant

differentiation of work load off all nurses in all room with work stress.

The research recommended the necessity of average work load for nurses by perform rotation system to prevent surfeit for nurse if work in one room for long time period. The necessity to keep average work stress by improve their ability to balancing internal and external work load when performing service in hospital. The possibility to make following research about related factors with load and work stress in hospital.

(7)

PERAWAT DI TIAP RUANG RAWAT INAP RSUD SIDIKALANG

ABSTRAK

LILIS DIAN PRIHATINI

Stress pada perawat dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah beban kerja. Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja fisik dan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel beban kerja dengan stress kerja pada perawat di tiap ruangan rawat inap RSUD Sidikalang.

Penelitian menggunakan rancangan cross sectional terhadap 30 orang perawat sebagai sampel yang bertugas di ruangan bedah 6 orang, ruangan anak 9 orang, ruangan kebidanan 7 orang dan ruangan penyakit dalam 8 orang. Analisis

data secara analitik menggunakan uji korelasi product moment pearson untuk menguji hubungan kerja dengan stress kerja dan untuk menguji perbedaan beban kerja dengan stress kerja ditiap ruangan digunakan uji statistik one way Anova.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stress kerja pada perawat di seluruh ruang rawat inap, dengan tingkat signifikan dan koefisien korelasi yang bervariasi. Pada ruang perawatan bedah terdapat hubungan beban kerja dengan stress kerja dengan koefisien korelasi sebesar 0,885. Pada perawat yang bertugas di ruang perawatan anak, koefisien korelasi sebesar 0,705, di ruang perawatan kebidanan, koefisien korelasi sebesar 0,756, ruang perawatan penyakit dalam, koefisien korelasi sebesar 0,797.

Hasil uji one way Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan beban kerja dan stress kerja perawat di seluruh ruang perawatan.

Rekomendasi penelitian ini adalah perlu dipertahankan beban kerja yang sedang pada perawat dengan melakukan upaya sistem rotasi bagi perawat di ruang perawatan RSUD Sidikalang sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada perawat apabila bekerja pada satu ruangan dalam jangka waktu lama yang dapat menimbulkan stress kerja. Perlu dipertahankan tingkat stress kerja yang sedang pada perawat dengan meningkatkan kemampuan dalam diri perawat untuk menyeimbangkan beban internal dan beban eksternal yaitu memisahkan beban kerja pada keluarga (rumah) dengan beban kerja pada saat melakukan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dimungkinkan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang terkait dengan beban dan stress kerja perawat di rumah sakit.

(8)

dengan waktu yang telah direncanakan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya dan penghargaan kepada

1. Bapak Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM sebagai Ketua Komisi Pembimbing,

Ibu Dra. Sri Supriyantini, M.Si dan Bapak Ir. Mbue Kata Bangun,MS yang

telah banyak meluangkan waktu dan sumbang saran pemikiran dalam

membimbing penulis mulai dari awal sehingga dapat menyelesaikan tesis ini

dengan baik.

2 Ibu Prof.Dr.Ir. Chairun Nisa B, MSc sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis mengikuti pendidikan ini.

3 Bapak Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM sebagai Ketua Jurusan Kekhususan

Program Studi Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana USU dan Ibu

dr.Halinda Lubis, MKKK sebagai Sekretaris Program yang turut mendukung

dalam menyelesaikan studi ini.

4 Seluruh Dosen pengajar Kekhususan Program Studi Kesehatan kerja Sekolah

Pascasarjana USU yang telah menberikan ilmu kepada saya selama

mengikuti pendidikan .

5 Bapak dr. Budiman Simanjuntak, MKes selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Dairi beserta staf yang memberikan kesempatan kepada saya untuk

mengikuti pendidikan ini

6 Bapak dr.Reinfil Capah, MKes selaku Direktur RSUD Sidikalang yang turut

membantu dalam kelancaran pendidikan penulis.

7 Suamiku GTD Sihite, DCN, MKes, anak-anakku Theodora TA Sihite dan Joel

TB Sihite yang telah mendukung dengan semangat,kasih sayang dan doa

(9)

Sekolah Pascasarjana angkatan 2005 atas dorongan, bantuan dan kerjasama

yang telah kita bina selama ini.

9 Seluruh Staf administrasi Kekhususan Program Studi Kesehatan Kerja

Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu kelancaran administrasi

dengan tulus ikhlas

10 Teman-teman di RSUD Sidikalang dan Medan yang telah memberi semangat

dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini

Secara khusus Penulis juga mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada ;

Ayahnda YH Ratih BSc ( Alm) yang telah meninggal tanggal 27 Juni 2007 atas

perannya yang sedemikian besarnya dalam mendidik dan membesarkan penulis.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini,

sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tesis

ini.

Medan, 31 Agustus 2007

(10)

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Komplek RSUD Sidikalang no. 13 B Sidikalang

Telpon. (0627 22968)

Riwayat Pendidikan

1. SD Katolik ” Don Bosco” Palangkaraya tahun 1970 – 1976

2. SMP Katolik ” ST Paulus” Palangkaraya tahun 1976 - 1980

3. SMF ISFI Banjarmasin Banjarmasin tahun 1980 – 1983

4. Akademi Gizi DepKes Jakarta tahun 1984 - 1988

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan tahun 2000 - 2002

6. Magister Kekhususan Program Studi Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana USU

Medan tahun 2005 – 2007.

Riwayat Pekerjaan ;

1. Ka. Instalasi Gizi RSUD Sidikalang tahun 1990 - 2000

2. Pl.Sie Perawatan II RSUD Sidikalang tahun 2002 - 2003

3. Pl.Sie Pelayanan II RSUD Sidikalang tahun 2004 - 2005

(11)

1.4.Hipotesis Penelitian ... 11

1.5.Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Stress Kerja ... 13

2.1.1. Pengertian Stress Kerja ... 13

2.1.2. Tahapan Stress Kerja ... 14

2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Stress Kerja ... 16

2.1.4. Gejala-gejala Stress Kerja ... 20

2.1.5. Dampak Stress Kerja ... 22

2.1.6. Pencegahan dan Pengendalian Stress Kerja... 23

1.2.Beban Kerja ... 24

2.2.1. Pengertian Beban Kerja ... 24

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja ... 25

2.2.3. Dampak Beban Kerja ... 26

2.2.4. Penilaian Beban Kerja ... 26

2.3.Perawat ... 28

2.4.Beban Kerja dan Stress Kerja Unit Rawat Inap ... 29

2.5.Hubungan Antara Beban Kerja dan Stress Kerja... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Lokasi dan Waktu ... 35

3.2. Rancangan Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.4. Metode dan Alat ... 36

3.5. Validitas dan Reliabilitas... 38

3.6. Variabel Penelitian ... 39

3.7. Analisa Data ... 39

3.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 40

(12)

4.2. Deskripsi Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang ... 48

4.3. Identitas Responden ... 52

4.4. Beban Kerja Perawat... 53

4.5. Stress Kerja Perawat ... 54

4.6. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat ... 57

4.7. Perbedaan Beban Kerja Perawat Berdasarkan Ruangan ... 59

4.8. Perbedaan Stress Kerja Perawat Berdasarkan Ruangan... 60

4.9. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat ... 61

4.9.1. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Bedah... 61

4.9.2. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Anak ... 62

4.9.3. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Kebidanan... 64

4.9.4. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Penyakit Dalam ... 64

4.10. Perbedaan Beban Kerja setiap Ruangan ... 65

4.11. Perbedaan Stress Kerja Perawat setiap Ruangan ... 67

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1. Saran ... 68

5.2. Kesimpulan ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN

1. Struktur Organisasi 2. Kuesioner

(13)

Halaman

Tabel 2.1. Kategori Berat Ringan Beban Kerja berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung Menurut Christensen.. 28

Tabel 3.1. Kategori Beban Kerja ... 41

Tabel 3.2. Kisi-kisi Variabel bebas ... 44

Tabel 3.3. Jadwal Penelitian ... 46

Tabel 4.1. Distribusi Identitas Responden Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 53

Tabel 4.2. Distribusi Beban Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 54

Tabel 4.3. Distribusi Stress Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 55

Tabel 4.4. Korelasi antara Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang

Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 59

Tabel 4.5 Hasil Uji Perbedaan Beban Kerja Perawat Berdasarkan Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 59

(14)
(15)

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam era globalisasi sekarang ini, kita rasakan bahwa batas antar benua

sudah semakin tidak jelas. Hal ini memudahkan bagi suatu negara untuk

menanamkan modalnya serta mengembangkan usahanya ke negara lain. Oleh karena

itu persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin ketat. Suatu organisasi yang tidak

dapat menjawab tantangan tersebut, dapat dipastikan semakin lama akan semakin

terancam kelangsungan hidupnya.

Agar tetap dapat berkiprah di era pasar bebas yang penuh persaingan tersebut,

masalah kualitas sumber daya manusia merupakan suatu hal yang penting untuk

diperhatikan, karena sumber daya manusia merupakan salah satu asset yang

menentukan maju mundurnya suatu organisasi.

Demikian pula halnya dalam bidang pelayanan kesehatan, khususnya di

rumah sakit, tak terlepas dari dampak adanya era globalisasi tersebut. Rumah sakit

sebagai sebuah institusi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan telah

mengalami beberapa perubahan yang mendasar. Pada awal perkembangannya rumah

sakit adalah sebuah lembaga yang bersifat sosial. Tetapi dengan masuknya rumah

sakit swasta serta pemodal baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing,

menjadikan rumah sakit lebih mengacu sebagai suatu industri yang bergerak dalam

bidang pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang kini berkembang di rumah

sakit bukan saja menyangkut masalah bangunannya (seperti ukuran, kompleksitas,

(16)

dalam memberikan pelayanan.

Dalam bidang pelayanan kesehatan, pemerintah telah mencanangkan visi

“Indonesia Sehat 2010”, dimana dalam visi tersebut pemerintah bertekad untuk dapat

meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh (Bambang, 2002).

Dalam mencapai visi tersebut, salah satu strategi yang harus dilakukan adalah

meningkatkan profesionalisme, termasuk profesionalisme masyarakat pekerja rumah

sakit. Pekerja di rumah sakit merupakan kelompok masyarakat yang turut berperan

dalam mencapai “Indonesia Sehat 2010”. Oleh karena itu pekerja rumah sakit

merupakan sumber daya manusia yang harus dibina agar menjadi produktif dan

berkualitas ( Dep Kes ,2003).

Melihat kondisi diatas maka sudah seharusnya pekerja di rumah sakit

menjadi sasaran prioritas program kesehatan dan keselamatan kerja, karena

pemeliharaan kesehatan sangatlah penting untuk mendukung visi “Indonesia Sehat

2010” (Bambang, 2002).

Pekerja kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun

jumlahnya. Dalam melaksanakan tugasnya, pekerja rumah sakit banyak terpapar

dengan berbagai faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi

derajat kesehatan mereka. Mereka selalu berhubungan dengan berbagai bahaya

potensial, dimana bila tidak diantisipasi dengan baik dan benar dapat mempengaruhi

(17)

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit beroperasi 24 jam

sehari. Rumah sakit membuat pemisahan terhadap pelayanan perawatan pasien yaitu

pelayanan pasien yang memerlukan penanganan emergensi, tidak emergensi dan yang

di opname. Penanganan pada pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan

rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang

berjumlah sekitar 60 % dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Perawat

merupakan salah satu pekerja kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan

merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. Perawat di rumah sakit

bertugas pada pelayanan rawat inap, rawat jalan atau poliklinik dan pelayanan gawat

darurat. (Hamid, 2001).

Dalam menjalankan profesinya perawat rawan terhadap stress. Menurut survei

di Perancis (dalam Frasser, 1997) ditemukan bahwa persentase kejadian stress sekitar

74 % dialami perawat. Sedangkan di Indonesia menurut hasil penelitian yang

dilakukan oleh Persatuan Perawatan Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9%

perawat mengalami stress kerja.

Demikian pula halnya di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang,

berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa perawat RSUD tersebut,

diasumsikan bahwa banyak perawat RSUD tersebut yang mengalami stress kerja. Hal

ini terlihat dari banyaknya keluhan nyeri otot dan sendi, jantung berdebar, mudah

marah, sulit konsentrasi, apatis, perasaan lelah, serta nafsu makan menurun. Menurut

Anoraga (2001) hal ini merupakan gejala-gejala adanya stress kerja.

(18)

memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam upaya membantu pasien mengatasi

masalahnya. Tuntutan tersebut dapat menyebabkan terjadinya stress.

Menurut Spielberger (dalam Handoyo, 2001) stress diartikan sebagai

tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar

diri seseorang. Menurut Goldberger dkk (dalam Leila, 2002) menambahkan bahwa

stress kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi

pekerjaan yang disebabkan oleh stressor dari lingkungan kerja seperti faktor

lingkungan fisik, sistem organisasi dan individu. Ditambahkan oleh Spielberger

(dalam Handoyo, 2001) bahwa stress disebabkan oleh adanya tuntutan eksternal

yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek lingkungan atau suatu stimulus

yang secara obyektif adalah berbahaya.

Terdapat berbagai faktor penyebab dari stress. Menurut Hurrel (dalam

Munandar,2001) faktor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stress

dikelompokkan dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam

pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan

serta struktur dan organisasi. Pertama, kategori faktor –faktor intrinsik dalam

pekerjaan adalah fisik dan tugas, untuk fisik misalnya kebisingan, panas sedangkan

tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan dari resiko dan bahaya.

Kedua, peran individu dalam organisasi artinya setiap tenaga kerja mempunyai

kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada. Ketiga,

pengembangan karier merupakan pembangkit stress potensial yang mencakup

(19)

Keempat, hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terlihat dari kepercayaan yang

rendah, minat yang rendah dalam pemecahan masalah organisasi. Sedangkan untuk

yang ke lima yaitu struktur dan organisasi, kurangnya peran serta atau partisipasi

dalam pengambilan keputusan dalam organisasi.

Seperti halnya stress pada umumnya, stress pada perawat dapat disebabkan

oleh berbagai faktor, diantaranya adalah beban kerja. Menurut Manuaba (2000)

beban kerja dapat berupa tuntutan tugas atau pekerjaan, organisasi dan lingkungan

kerja. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Ilmi (2003) bahwa terdapat lima

besar urutan stressor pada perawat. Pertama dikarenakan beban kerja yang berlebihan

(sebanyak 82,2 %), selanjutnya dikarenakan pemberian upah tidak adil (57,9 %),

kondisi kerja (52,3 %), beban kerja yang kurang (48,6 %) , dan tidak diikutkan dalam

pengambilan keputusan (44,9 %).

Perawat adalah profesi pekerjaan yang mengkhususkan diri pada upaya

penanganan perawatan pasien atau asuhan kepada pasien dengan tuntutan kerja yang

bervariasi, tergantung pada karakteristik-karakteristik tertentu dalam melaksanakan

pekerjaannya. Karakteristik tersebut meliputi karakteristik tugas (yang membutuhkan

kecepatan, kesiagaan, serta kerja shift), karakteristik organisasi, serta karakteristik

lingkungan kerja baik lingkungan kerja fisik maupun sosial. Selain itu perawat juga

dibebani tugas tambahan lain dan sering melakukan kegiatan yang bukan fungsinya,

misalnya menangani administrasi, keuangan dan lainnya. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia (2005) bahwa

terdapat 78,8% perawat melaksanakan tugas kebersihan, 63,6% melakukan tugas

(20)

dan hanya 50 % yang melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan fungsinya.

Menurut survei di Perancis (dalam Frasser, 1997) ditemukan bahwa

persentase kejadian stress sekitar 74 % dialami perawat. Mereka mengeluh terhadap

lingkungan kerjanya yang menuntut kekuatan fisik dan ketrampilan. Sedangkan di

Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawatan

Nasional Indonesia (2006) perawat mengalami stress kerja, menyatakan keluhan

sering merasa pusing, lelah, tidak ada istirahat, yang antara lain dikarenakan beban

kerja yang terlalu tinggi dan pekerjaan yang menyita waktu.

Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja fisik dan mental.

Beban kerja bersifat fisik meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien,

membantu pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan

tempat tidur pasien, mendorong brankart pasien. Sedangkan beban kerja yang

bersifat mental dapat berupa bekerja dengan shift atau bergiliran, kompleksitas

pekerjaan (mempersiapkan mental dan rohani pasien dan keluarga terutama bagi

yang akan memerlukan operasi atau dalam keadaan kritis), bekerja dengan

ketrampilan khusus dalam merawat pasien, tanggung jawab terhadap kesembuhan

serta harus menjalin komunikasi dengan pasien.

Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan perawatan kesehatan terhadap masyarakat di Kabupaten Dairi dan

merupakan rumah sakit rujukan bagi puskesmas – puskesmas yang ada di sekitarnya

Unit Perawatan Rawat Inap yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang

(21)

Kebidanan dan Ruang Perawatan Dewasa. Berdasarkan data RSUD Sidikalang

(2006) terdapat 60 perawat di Ruang Rawat Inap.

Adanya perbedaan penanganan pasien di rumah sakit terutama di ruangan

rawat inap dapat merupakan beban kerja bagi perawat. Perawatan pada pasien

anak-anak atau bayi, pasien bedah, pasien penyakit dalam dan pasien kebidanan dalam

penanganannya mempunyai cara dan ketrampilan yang tidak sama dengan resiko

yang berbeda. Penanganan pada ruangan bedah, perawat dituntut untuk dapat

melakukan komunikasi pada pasien terutama untuk menyiapkan mental dan

rohaninya dalam menghadapi operasi dan setelah operasi, mendorong brankart pasien

menuju kamar operasi, mengangkat pasien, merawat luka bekas operasi dan

menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi pada luka tersebut. Beban perawat di

ruangan bedah lainnya selain mereka juga dituntut untuk melaksanakan administrasi

dan mencatat perkembangan pasien yang dirawat,mereka juga menghadapi erangan

atau rintihan pasien setelah sadar dari pengaruh obat bius setelah operasi. Untuk

penanganan anak atau bayi sakit, perawat harus mempunyai ketrampilan khusus

misalnya dalam pemasangan infus karena vena pada pasien tersebut sangat halus,

peralatan yang digunakan berbeda dengan peralatan pemasangan infus pada pasien

dewasa serta rawannya pasien anak atau bayi terhadap infeksi, cara mengangkat bayi

atau anak berbeda dengan mengangkat pasien dewasa, mencatat perkembangan

pasien anak dan kegiatan administrasi ruangan. Beban kerja di ruangan kebidanan

adalah penanganan pada ibu yang mau melahirkan dan sesudah melahirkan baik

dengan cara biasa atau operasi, menyiapkan mental pasien dalam menghadapi proses

(22)

merawat kebersihan pasien dan mencatat perkembangan pasien serta melaksanakan

administrasi ruangan. Sedangkan beban kerja perawat di ruangan penyakit dalam

adalah selain harus mengerjakan administrasi dan mencatat perkembangan pasien,

perawat juga membantu pasien ke kamar mandi, menyiapkan peralatan emergency

seperti oksigen, menyiapkan mental rohani pasien dan keluarga dalam menghadapi

masa-masa kritis, serta bekerja harus menggunakan alat pelindung diri seperti masker

karena pada umumnya pasien di ruangan penyakit dalam adalah penderita penyakit

menular seperti TBC, tipus dan penyakit infeksi menular lainnya.

Dari gambaran diatas terlihat bahwa perawat menghadapi beban kerja yang

bervariasi berat ringannya maupun jenisnya di setiap ruang rawat inap. Beban kerja di

ruang rawat inap pada ruangan bedah yang terutama adalah beban fisik dan kedua

beban mental. Di ruang anak yang terbanyak adalah beban mental. Sedangkan pada

ruang kebidanan yang banyak dihadapi perawat adalah beban kerja fisik, sedangkan

di ruangan penyakit dalam yang banyak dihadapi perawat adalah beban mental,

karena mereka harus menghindari resiko penularan penyakit dari pasien terhadap

dirinya.

Lingkungan rumah sakit sebagaimana lingkungan organisasi lainnya

menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Oleh karena itu

dengan beban kerja yang ada dapat menyebabkan stress kerja pada perawat di rumah

(23)

Berkaitan dengan alasan tersebut maka peneliti perlu mengkaji tentang

hubungan beban kerja dengan stress kerja pada perawat terutama pada Ruang Rawat

Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. Penelitian ini belum pernah

diadakan di RSUD Sidikalang sehingga sangat relevan jika permasalahan ini diangkat

sebagai judul tesis “Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja pada

Perawat di tiap ruangan rawat inap RSUD Sidikalang ”

1.2.Perumusan Masalah.

Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang merupakan pelayanan jasa dalam

bidang pelayanan kesehatan yang dilaksanakan selama 24 jam. Pekerja yang

terbanyak adalah perawat, yang bekerja pada unit rawat inap. Dalam melaksanakan

pelayanannya, perawat pada ruangan rawat inap harus menghadapi pekerjaan yang

membutuhkan kecekatan, ketepatan, ketrampilan, keahlian, kesiagaan, kekuatan fisik

dalam menangani pasien yang sesuai dengan jenis penyakitnya. Penanganan

perawatan yang berbeda pada ruang rawat inap dapat menjadi beban bagi perawat,

sehingga ini akan mempengaruhi terjadinya stress kerja. Namun sejauh mana

peranan beban kerja tersebut terhadap terjadinya stress kerja belum diketahui.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah penelitian ini adalah

bagaimana gambaran hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di

(24)

1.3.1. Tujuan Umum.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara beban kerja

dengan stress kerja pada perawat di tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah

1. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruang perawatan bedah.

2. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruang perawatan anak.

3. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruang perawatan kebidanan.

4. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruangan perawatan penyakit

dalam

5. Mengetahui stress kerja pada Perawat di ruang perawatan bedah

6. Mengetahui stress kerja pada Perawat di ruang perawatan anak.

7. Mengetahui stress kerja pada Perawat di ruang perawatan kebidanan.

8. Mengetahui stress kerja pada perawat di ruang perawatan penyakit dalam

9. Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di

ruang perawatan bedah.

10.Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di

ruang perawatan anak

11.Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di

ruang perawatan kebidanan.

12.Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di

(25)

13. Mengetahui perbedaan beban kerja Perawat di ruang perawatan

bedah, ruang perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan ruangan

perawatan penyakit dalam.

14. Mengetahui perbedaan stress kerja Perawat ruang perawatan bedah,ruang

perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan ruang perawatan

penyakit dalam.

1.4. Hipotesa penelitian

1. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang

perawatan bedah RSUD Sidikalang

1. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang

perawatan anak RSUD Sidikalang

2. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang

perawatan kebidanan RSUD Sidikalang

3. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang

perawatan penyakit dalam

4. Terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat di ruang perawatan bedah,

ruang perawatan anak , ruang perawatan kebidanan dan ruangan perawatan

penyakit dalam

5. Terdapat perbedaan stress kerja antara Perawat di ruang perawatan bedah,

ruang perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan ruangan perawatan

(26)

1 Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi

Pemerintah Kabupaten Dairi sebagai pemilik Rumah Sakit Umum Sidikalang

dalam menentukan kebijakan peningkatan kesehatan pekerja rumah sakit

2. Pimpinan Rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk

mengembangkan program peningkatan kesehatan dan keselamatan kerja

bagi pekerja di rumah sakit terutama bagi Perawat agar dapat meningkatkan

mutu pelayanan keperawatan

3. Penelitian lain

Rekomendasi untuk penelitian lain untuk mengkaji variabel lain diluar model

penelitian ini, sehingga dapat dirumuskan berbagai konsep baru dalam

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stress Kerja

2.1.1. Pengertian Stress Kerja

Stress adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau

proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi dan kejadian eksternal

yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis individu yang

bersangkutan. Pendapat lain mengatakan bahwa stress adalah tanggapan yang

menyeluruh dari tubuh terhadap tuntutan yang datang kepadanya (Nasution, 2000)

Miner (1992) menyatakan bahwa stress merujuk pada kondisi internal

individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang mengancam

kondisi fisik dan psikis atau gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi

ansietas, ketidaknyamanan dan atau hal yang sejenis.

Dalam kaitan dalam pekerjaannya, Smet (1994) secara spesifik menjelaskan

bahwa stress kerja sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara

individu dengan lingkungan kerja sehingga menimbulkan persepsi jarak antara

tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis

dan sosial.

Stress yang terlalu rendah cenderung membuat pekerja menjadi lesu, malas

dan merasa cepat bosan. Sebaliknya stress yang berlebihan dapat mengakibatkan

kehilangan efisiensi, kecelakaan kerja, kesehatan fisik terganggu dan dampak lain

(28)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stress kerja adalah respon

adaptif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antara individu dan

lingkungan. Stress yang rendah dan berlebihan akan menyebabkan lesu,malas,cepat

bosan,kehilangan efisiensi,kecelakaan kerja dan kelelahan fisik.

2.1.2.Tahapan Stress Kerja

Timbulnya stress kerja pada seorang tenaga kerja melalui tiga tahap yaitu

tahap pertama : reaksi awal yang merupakan fase inisial dengan timbulnya beberapa

gejala/tanda,namun masih dapat diatasi oleh mekanisme pertahanan diri.

Tahap kedua ; reaksi pertahanan yang merupakan adaptasi maksimum dan pada masa

tertentu dapat kembali kepada keseimbangan. Bila stress ini terus berlanjut terus dan

mekanisme pertahanan diri tidak sanggup berfungsi lagi maka berlanjut ke tahap

ketiga, yaitu kelelahan yang timbul akibat mekanisme adaptasi telah kolaps (layu).

(Nasution, H.R,2000).

Menurut Hans Selye (1963) dalam Nurmiati Amir ( Jiwa,Indonesia

Phychiatric, Quarterly : XXXII:4) bahwa ada tiga fase atau tahapan stress adalah

sebagai berikut ;

a. Tahap reaksi waspada, pada tahap ini dapat terlihat reaksi psikologis” fight or

flight syndrome ” dan reaksi fisiologis. Pada tahap ini individu mengadakan

reaksi pertahanan terekspos pada stressor. Tanda fisik akan muncul adalah curah

jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal

mengalir kekepala dan ekstremitas. Sehingga banyak organ tubuh yang

(29)

otot. Pada saat yang sama daya tahan tubuh akan berkurang dan bahkan bila

stressor sangat besar atau kuat dapat menimbulkan kematian.

b. Tahap melawan, pada tahap ini individu mencoba berbagai macam mekanisme

penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi

untuk mengatasi stressor. Tubuh berusaha menyeimbangkan proses fisiologis

yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada untuk sedapat mungkin kembali

keadaan normal dan pada waktu yang sama pula tubuh mencoba mengatasi

faktor-faktor penyebab stress. Apabila proses fisiologis telah teratasi maka

gejala-gejala stress akan menurun,tubuh akan secepat mungkin berusaha normal kembali

karena ketahanan tubuh ada batasnya dalam beradaptasi. Jika stressor tidak dapat

diatasi atau terkontrol maka ketahanan tubuh beradaptasi akan habis dan individu

tidak akan sembuh.

c. Tahap kelelahan, tahap ini terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap awal stress

yang tubuh individu terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan individu tersebut

tidak dapat lagi mengambil dari berbagai sumber penyesuaian yang di gambarkan

pada tahap kedua. Akan timbul gejala penyesuaian terhadap lingkungan seperti

sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, bisul, kolitis. Tanpa ada

usaha untuk melawan atau mencegahnya kelehan bahkan kematian dapat terjadi.

Bila tubuh terekspos pada stressor yang sama pada waktu yang lama secara terus

menerus, maka tubuh yang semula telah terbiasa menyesuaikan diri akan

(30)

dapat dianggap dapat bertahan selamanya karena suatu saat energi untuk adaptasi

itu akan habis.

2.1.3.Faktor – faktor Penyebab Stress Kerja

Menurut Hurrel ( dalam Munandar,2001) sumber stress yang menyebabkan

seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit,

tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stress.

Sebagian dari waktu manusia adalah untuk bekerja, karena itu lingkungan pekerjaan

mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seorang pekerja. Pembangkit

stress di pekerjaan merupakan pembangkit stress yang besar terhadap kurang

berfungsinya atau jatuh sakitnya seorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di

pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stress dikelompokkan

dalam lima kategori,yaitu ;

a. Faktor intrinsik dalam pekerjaan

Faktor intrinsik dalam pekerjaan katagorinya adalah tuntutan fisik dan

tuntutan tugas,tuntutan fisik : kondisi fisik misalnya faktor kebisingan, panas,

penerangan dan lain sebagainya, sedangkan faktor tugas mencakup ; kerja

malam.beban kerja dan penghayatan dari resiko bahaya. Tuntutan fisik yaitu

kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis seorang

tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stress, tuntutan tugas

menurut penelitian menunjukkan bahwa shift kerja /kerja malam merupakan

sumber stress bagi pekerja pabrik roti. Beban kerja berlebih dan beban kerja

(31)

b. Peran dalam organisasi,

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi artinya

setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai

dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh

atasannya,namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan

perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang baiknya fungsi peran merupakan

pembangkit stress yang meliputi konflik peran dan ketidak jelasan kerja.

c. Pengembangan karir

Pengembangan karir merupakan pembangkit stress yang potensial yang

mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi yang berlebih atau promosi yang

kurang.

d.Hubungan dalam pekerjaan

Hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejalanya

dalam kepercayaan yang rendah, minat yang rendah dalam pemecahan masalah

dalam organisasi, komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara

pekerja,ketegangan psikologis dalam bentuk kepuasan kerja yang menurun dan

penurunan kondisi kesehatan.

e. Struktur dan Iklim organisasi

Faktor stress yang dikenali dalam katagori ini adalah terpusat pada sejauh

mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support sosial.

(32)

Teori lain mengatakan terdapat dua faktor penyebab atau sumber stress yaitu

faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa

kondisi fisik, manajemen atau hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan

faktor personal berupa kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi

sosial ekonomi keluarga, dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. (Dwiyanti,

2001)

Hasil penelitian Singarimbun (2004) menyatakan bahwa faktor – faktor yang

menpengaruhi stress terutama pada wanita pekerja adalah status kawin, umur,

pendidikan dan jarak tempat tinggal. Menurut penelitian Badra (2004) dan Iswanto

(2001) ada hubungan antara motivasi (instrinsik dan akstrinsik ) dengan kinerja serta

ada hubungan stress kerja dengan kinerja. Kepribadian memberikan kontribusi

terhadap hubungan stress kerja dengan kinerja. Tingkat stress yang paling tinggi akan

mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang dan pada gilirannya akan

mempengaruhi kinerja yang semakin menurun.

Orang dengan tipe kepribadian A lebih mudah stress dibandingkan dengan

tipe kepribadian B, orang dengan tipe kepribadian introvert lebih mudah stress

daripada yang extrovert. Pengalaman hidup orang yang pernah mengalami kegagalan

di masa lampau akan mudah membuatnya menilai kegagalan sebagai hal yang sudah

biasa. Tetapi bagi orang yang selalu berhasil, kegagalan sebagai sumber stress yang

luar biasa. Orang yang belum dewasa dalam menghadapi perkara, mudah goyah

dalam sikap, pendirian, dan arah hidupnya dibandingkan orang yang berkepribadian

(33)

Menurut Cooper (1983) sumber stress terdiri dari faktor-faktor ;

a. Lingkungan kerja ; kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan pekerja

mudah sakit, mengalami stress dan menurunkan produktivitas kerja.

b. Overload (beban kerja berlebih) ; dapat dibedakan menjadi kuantitatif dan

kualitatif. Beban kerja berlebih kuantitatif bila target kerja melebihi kemampuan

pekerja yang bersangkutan akibatnya mudah lelah dan berada dalam ketegangan

tinggi.Beban kerja berlebih secara kualitatif bila pekerjaan memiliki tingkat

kesulitan yang tinggi.

c. Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang atau tidak menarik

lagi bagi pekerja, akibatnya timbul berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidak

puasan dan lain sebagainya.

d. Pekerjaan berisiko tinggi yaitu pekerjaan yang berbahaya bagi keselamatan.

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi stress kerja adalah faktor intrinsik dalam pekerjaan seperti tuntutan

fisik dan tuntutan tugas, peran dalam organisasi, pengembangan karir,hubungan

dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, faktor lingkungan kerja yaitu kondisi,

fisik, manajemen atau hubungan sosial dan faktor personal yaitu tipe kepribadian.

Serta beban kerja yang berlebih, pekerjaan yang berisiko tinggi, status perkawinan,

(34)

2.1.4.Gejala – gejala Stress Kerja

Menurut Anoraga ( 2001) gejala stres adalah sebagai berikut ;

a. Menjadi mudah marah dan tersinggung

b. Bertindak secara agresif dan defensif

c. Merasa selalu lelah

d. Sukar konsentrasi ,pelupa

e. Jantung berdebar-debar

f. Otot tegang,nyeri sendi

g. Sakit kepala,perut dan diare.

Teori Terry Beehr dan Newman (1978) membagi gejala stress menjadi tiga

aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.

Gejala psikologis terdiri dari

- Kecemasan,ketegangan

- Bingung,marah,sensitif

- Memendam perasaan

- Komunikasi tidak efektif,menurunnya fungsi intelektual

- Mengurung diri, ketidak puasan bekerja

- Depresi,kebosanan,lelah mental

- Merasa terasing dan mengasingkan diri,kehilangan daya konsentrasi

- Kehilangan spontanitas dan kreativitas

(35)

Gejala fisik ;

- Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah

- Meningkatnya sekresi adrenali dan non adrenalin

- Gangguan gastrointestial,misalnya gangguan lambung

- Mudah terluka,kematian,gangguan kardiovaskuler

- Mudah lelah secara fisik,gangguan pernafasan

- Lebih sering berkeringat,gangguan pada kulit

- Kepala pusing,migrain,kanker

- Ketegangan otot,problem tidur.

Gejala perilaku ;

- Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas

- Penurunan prestasi dan produktifitas

- Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk

- Perilaku sabotase

- Meningkatnya frekuensi absensi

- Perilaku makan yang tidak normal

- Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan

- Kecendrungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut,berjudi

- Meningkatnya agresivitas dan kriminalitas

- Penurunan kualitas hubungan interpersoal dengan keluarga dan tema

(36)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala stress kerja terdiri

dari gejala psikologis,gejala fisik dan gejala perilaku.

2.1.5. Dampak Stress Kerja

Menurut Lubis (2006) stress kerja dapat mengakibatkan hal-hal sebagai

berikut ;

- Penyakit fisik yang diinduksi oleh stress seperti penyakit jantung koroner,

hipertensi, tukak lambung, asama, gangguan menstruasi dan lain-lain

- Kecelakaan kerja terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi,

bekerja bergiliran

- Absensi kerja

- Lesu kerja, pegawai kehilangan motivasi bekerja

- Gangguan jiwa mulai dari gangguan ringan sampai ketidak mampuan yang

berat. Gangguan jiwa yang ringan misalnya mudah gugup, tegang,

marah-marah, apatis dan kurang konsentrasi. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat

berupa despresi, gangguan cemas.

Beehr dalam Frase (1992) mengatakan stress mempunyai dampak terhadap

a. Individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan,

psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang mengalami

stress akan mudah terserang penyakit, pada gangguan mental stress

berkepanjangan akan mengakibatkan ketegangan hal ini akan merusak tubuh dan

gangguan kesehatan. Pada gangguan intrepersonal stress akan lebih sensitif

(37)

b. Dampak terhadap organisasi adalah pekerja yang stress akan berpengaruh pada

kualitas kerja dan kesehatan pekerja terganggu berupa kekacauan manajemen dan

operasional kerja, meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang tertunda

2.1.6.Pencegahan dan Pengendalian Stress Kerja

Cara mencegah dan mengendalikan stress kerja menurut Sauter (1990) adalah

sebagai berikut

- Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan

kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya

beban berlebih maupun yang ringan.

- Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung

jawab diluar pekerjaan

- Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan

karier,mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.

- Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu

dengan yang lain,supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi.

- Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan

kesempatan agar pekerja dapat menggunakan ketrampilannya.

Pengendalian stress menurut Quick (1997) adalah dengan secara

a. Organisasional yaitu memodifikasikan tuntutan kerja,meningkatkan hubungan

(38)

b. Individual yaitu memanajemen persepsi pribadi tentang stress, memanajemen

lingkungan kerja pribadi, menghindari tugas yang beban kerja berlebihan,

memanajemi gaya hidup dan menghindari respon terhadap stress.

2.2. Beban Kerja

2.2.1.Pengertian Beban Kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan

sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut

tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, jadi

definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.

Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima seorang harus sesuai

dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun

keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban dapat berupa beban fisik

dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti

mengangkat, mengangkut, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja mental

dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu

dengan individu lainnya. (Manuaba,2000)

Everly dkk (dalam Munandar,2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah

keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu

tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif

dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena tugas –tugas terlalu

(39)

mampu melakukan tugas atau tugas tidak menggunakan ketrampilan atau potensi

dari pekerja. Beban kerja fisikal atau mental yang harus melakukan terlalu banyak

hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan.

Kesimpulan beban kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima pekerjaan

dapat berupa beban fisik dan beban mental.

2.2.2..Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Rodahl (1989) dan Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja

dipengaruhi faktor – faktor sebagai berikut ;

a.. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti ;

- Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata

ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja,

sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan,

tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.

- Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir,

kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas

dan wewenang.

- Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,

lingkungan kerja biologis dan lingkungann kerja psikologis.

Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.

b. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat

(40)

dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor

somatis (jenis kelamin,umur,ukuran tubuh,status gizi,kondisi kesehatan), faktor psikis

(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan)

2.2.3. Dampak Beban Kerja

Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang terlalu sedikit dapat

mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja Hal

ini didukung oleh penelitian Suciari (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara beban kerja dengan keluhan Low Back Pain yang dialami pramu kamar.

Presentase yang mengalami keluhan Low Back Pain dari pramu kamar dengan

kategori beban kerja berat sekali mencapai 100 %, sedangkan beban kerja kategori

berat mencapai 79 % dan beban kerja sedang 30 %.

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik

atau mental dan reaksi –reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan

dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan

yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton

Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu

sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial

membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat

menimbulkan stress kerja. (Manuaba,2000)

2.2.4. Penilaian Beban Kerja

Astrand, dkk (1977) menyatakan bahwa pengukuran beban kerja fisik dan

(41)

oleh peneltian Nurhayati (1996) yang menyatakan tentang pengukuran beban

psikologis kerja dalam sistem kerja menggunakan analisis spektral menemukan 3

komponen variabilitas denyut nadi yang berkaitan dengan mekanisme pengendalian

biologis, yang terendah hubungan dengan mekanisme pengaturan temperatur,

komponen tengah dipercaya berasosiasi dengan penaturan tekanan darah, sedangkan

yang ketiga berkesesuain dengan efek respirasi. Komponen tengah menunjukan

variasi yang berkaitan erat dengan pembebanan kerja mental dari suatu pekerjaan.

Kekuatan komponen ini berkurang dengan meningkatnya beban kerja yang berarti

variabilitas denyut nadi berkurang pada level pembebanan tinggi. Pengukuran beban

kerja mental dapat secara obyektif dan subyektif, pengukuran dengan cara obyektif

dapat dilakukan melalui pengukuran denyut nadi sedangkan pengukuran dengan cara

subyektif melalui pendekatan psikologis dengan membuat skala psikometri, yaitu

pengukuran dengan mengamati dan mengobservasi kondisi psikologis seseorang.

Menurut Cristensen (dalam Tarwaka, 2004) dan Grandjean(1993),

pengukuran beban fisik melalui denyut jantung adalah salah satu pendekatan untuk

mengetahui berat ringannya beban kerja fisik selain ditentukan juga oleh konsumsi

energi, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pengukuran denyut nadi selama

bekerja merupakan metode untuk menilai Cardiovasculair strain. Pada batas tertentu

ventilasi paru, denyut jantung/nadi dan suhu tubuh mempunyai hubungan linear

dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Pengukuran denyut jantung

(42)

mendengarkan denyut jantung dengan stetoskop, menggunakan EKG dan

menggunakan alat heart rate.

Tabel 2.1. Kategori Berat Ringan Beban Kerja berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung Menurut Christensen.

Kategori beban

Sumber Christensen (1991;1699) Encyclopedia of Occupational Health and Safety

. ILO.Geneva

2.3. Perawat

Pekerja rumah sakit yang terbanyak adalah perawat, terdapat sekitar 60 %

dari tenaga kesehatan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu jenis pekerja

kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak

pelayanan kesehatan rumah sakit. Perawat adalah profesi pekerjaan yang

mengkhususkan diri pada upaya penanganan perawatan pasien atau asuhan kepada

pasien dengan beban kerja yang berlebihan serta tugas tambahan dan sering

melakukan kegiatan yang bukan fungsinya. Tenaga keperawatan di rumah sakit

(43)

sakit bertugas pada pelayanan rawat inap, rawat jalan atau poliklinik dan pelayanan

gawat darurat. (Hamid,2001)

Fungsi perawat adalah membantu individu yang sakit atau sehat dalam

melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kesehatan atau penyembuhan

individu tersebut .

2.4. Beban Kerja Dan Stress Kerja Di Ruang Rawat Inap

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit beroperasi selama 24

jam. Salah satu dari sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah unit pelayanan

ruang rawat inap. Menurut Depkes RI (1987) ruang rawat inap adalah ruang

pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur

perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa terapi, rehabilitasi medik dan

pelayanan medik lainnya.Unit ini bertanggung jawab terhadap perawatan dan

penanganan kesehatan pasien. Ruang rawat inap terdiri dari perawatan anak,

perawatan bedah,perawatan kebidanan umum dan perawatan penyakit dalam.

Beban kerja di perawatan rawat inap adalah perawat dituntut harus tetap ada

di sisi pasien untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan perawatan pasien,

seperti pelayanan yang diberikan dalam keadaan sakit ringan ataupun berat yang

memerlukan pemantauan serta tindakan yang terus menerus. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Azwar (1993) bahwa beban perawat pada pasien adalah menyelamatkan

(44)

Perawat di ruangan juga melaksanakan asuhan keperawatan selama 24 jam

dan bekerja secara bergiliran/shift jaga. Dalam shift jaga, perbandingan jumlah

perawat dalam satu shift jaga sering tidak seimbang dengan jumlah pasien. Akibatnya

perawat sering bekerja melebihi kapasitasnya. (PPNI,2000)

Menurut penelitian Jauhari (2005) bahwa standar beban kerja perawat

senantiasa harus sesuai dengan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan

pasien. Untuk menghasilkan pelayanan yang efektif dan efisien diupayakan

kesesuaian antara ketersediaan tenaga perawat dengan beban kerja ada.

Beban kerja perawat pada setiap ruang rawat tidak sama. Perawat bekerja

sesuai dengan pedoman uraian tugas yang telah di tetapkan oleh Depkes ( 1994) yaitu

pada ruangan perawatan bedah, perawat harus menyiapkan perlengkapan alat-alat

atau obat-obat yang dibutuhkan pasien sebelum dan sesudah operasi menyiapkan

kebutuhan untuk pasien yang mau operasi, memelihara kebersihan dan merawat

pasien sesudah operasi dan melaksanakan administrasi. Pada ruang perawatan anak

perawat harus mempunyai ketrampilan khusus atau spesialistik tentang penanganan

perawatan anak misalnya pemasangan infus pada pasien anak berbeda seperti pada

dewasa, mengkaji kebutuhan pasien, mengamati keadaan dan mengevaluasi

perkembangan pasien,melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien, mencatat

perkembangan pasien dan kegiatan administrasi ruangan. Beban kerja di ruangan

kebidanan adalah menerima dan merawat pasien yang akan bersalin,menyiapkan

fasilitas kebutuhan pasien, mengamati keadaan pasien, menjaga kebersihan

(45)

melaksanakan administrasi kebidanan. Sedangkan uraian tugas perawat di ruangan

penyakit dalam adalah selain harus mengerjakan administrasi dan mencatat

perkembangan pasien, perawat menyiapkan fasilitas dan peralatan yang di butuhkan

di ruangan seperti peralatan emergensi, memelihara kebersihan pasien, komunikasi

dengan pasien, melakukan tindakan pengobatan , melakukan penyuluhan kepada

pasien mengenai penyakitnya dan bekerja sesuai dengan prosedur yang telah

ditetapkan untuk menghindar penularan penyakit.

Hampir setiap beban kerja dapat mengakibatkan timbulnya stress kerja,

tergantung bagaimana reaksi pekerja itu sendiri menghadapinya dan besarnya stress.

Stress terhadap perawat akan mempengaruhi munculnya terhadap masalah

kesehatan,psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang

mengalami stress akan mudah terserang penyakit, pada stress mental berkepanjangan

akan mengakibatkan ketegangan, hal ini cenderung merusak tubuh dan gangguan

kesehatan. Reaksi terhadap stress dapat berupa reaksi psikis maupaun fisik. Biasanya

pada perawat stress akan menunjukkan perubahan perilaku.Usaha perilaku berupa

melawan stress atau berdiam diri, dalam kehidupan sehari-hari reaksi ini berlaku

bergantian tergantung situai dan bentuk stress. ( Fraser.1992)

Secara umum stress kerja dipengaruhi oleh banyak faktor lain, seperti yang

disebutkan dalam penelitian Restiaty, et al (2006) tentang beban kerja dengan

kelelahan kerja menyimpulkan adanya hubungan beban kerja ditempat kerja dengan

kelelahan kerja, artinya semakin berat beban kerja ditempat kerja maka semakin

(46)

kelelahan kerja adalah faktor utama penyebab stress kerja, namun terdapat juga faktor

lain sebagai penyebab stress kerja, yaitu faktor tempat bekerja, jenis pekerjaan serta

beban mental.

2.5. Hubungan antara Beban kerja dengan Stress kerja

Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) dan Manuaba (2000) salah satu

faktor penyebab stress kerja adalah beban kerja, faktor-faktor pekerjaan yang dapat

menimbulkan stress adalah dalam kategori faktor –faktor intrinsik dalam pekerjaan

adalah fisik dan tugas, tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan

dari resiko dan bahaya.

Stress kerja pada perawat bisa terjadi karena perawat bertanggungjawab

terhadap kehidupan pasien, tanggung jawab tersebut menuntut pelaksanaan kerja

yang efektif hal ini merupakan beban kerja Perawat. Menurut Charles, A dan Shanley

F, (1997) mengemukakan sumber stress dalam ruang rawat inap (keperawatan )

antara lain

• Beban kerja secara berlebihan misalnya merawat terlalu banyak pasien,

mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar tinggi, merasa tidak

mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi

keterbatasan tenaga.

• Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain,misalnya mengalami konflik

(47)

• Kesulitan dalam merawat pasien kritis misalnya kesulitan dalam menjalankan

peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru,bekerja

dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan yang cepat.

• Berurusan dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya bekerja dengan

dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, merawat

pasien yang sulit atau tidak dapat bekerja sama,

• Merawat pasien yang gagal untuk membaik. Misalnya merawat pasien lansia,

anak-anak, pasien nyeri atau yang meninggal setelah dirawat.

Beban kerja di ruangan tidak selalu menjadi penyebab stress pada perawat,

beban kerja akan menjadi sumber stress bila banyaknya beban kerja tidak sebanding

dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi

perawat. Setiap perawat mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas yang

dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian,pengalaman dan

waktu yang dimilikinya.

Dalam setiap ruang rawat inap terdapat perbedaan jenis pasien yang

berdampak pada kondisi dan beban kerja yang berbeda. Untuk itu perawat harus

peran sebagai tenaga serba bisa, memiliki inisiatif, berperilaku kreatif serta memiliki

wawasan yang luas dengan motivasi kerja keras,cerdas ,iklas dan kerja berkualitas.

Jenis pasien yang dirawat di ruangan rawat inap rumah sakit dapat dipandang

sebagai tuntutan terhadap pelayanan kesehatan jika tidak dikelola dengan baik maka

(48)

Beban kerja penting menjadi perhatian untuk mengindentifikasi penyebab

stress yang potensial di rumah sakit , karena stress akan selalu menimpa perawat.

Setiap perawat mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stress,

hal tersebut bergantung jenis,lama dan frekuensi stress yang dialami perawat.

Menurut Dantzer dkk dalam Widyastuti (1999) makin kuat stressor, makin lama dan

sering terjadi sangat berpotensi menurunkan daya tahan tubuh dan mudah

(49)

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

3.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten

Dairi, dengan pertimbangan ;

1. Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang merupakan sarana upaya kesehatan

yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap dimana pekerjaan

perawat ditiap unit bagian tersebut mempunyai beban kerja yang berbeda.

2. Adanya keluhan perawat yang merupakan gejala-gejala stress.

3.1.2. Waktu

Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, survey awal,

mempersiapkan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data sampai dengan

penyusunan laporan akhir. Pengambilan data dilakukan selama 1 (satu) bulan yaitu

bulan Juni – Juli 2007.

3.2. Rancangan Penelitian

1. Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan Cross Sectional

2. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yaitu menguraikan obyek penelitian

juga mencari hubungan antara variabel beban kerja dengan stress kerja pada

(50)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap

RSUD Sidikalang yaitu di ruang perawatan bedah 15 orang, ruangan perawatan anak

15 0rang, ruang perawatan kebidanan 15 orang dan penyakit dalam 15 orang total

populasi sebanyak 60 orang.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling yaitu teknik dengan tujuan atau pertimbangan tertentu

yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut ; Jenis kelamin wanita, lama bekerja

minimal 1 (satu ) tahun, mempunyai status gizi yang baik, tidak sedang hamil, tidak

sedang menyusui, tidak sedang sakit waktu penelitian, umur tergolong usia produktif

( 18 – 45 thn). Responden yang termasuk pada kriteria tersebut adalah dari ruangan

bedah 6 orang, ruangan anak 9 orang, ruangan kebidanan 7 orang dan ruangan

penyakit dalam 8 orang, total sampel sebanyak 30 orang.

3.4. Metode dan Alat Pengumpul data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder.Data primer diperoleh

dengan cara ;

1. Melakukan pengukuran terhadap beban kerja fisik dan beban kerja mental

(51)

memakai Stopwatch. Data ini untuk memberikan gambaran berat ringannya beban

kerja fisik dan mental di tiap ruang rawat inap.

2. Untuk mengukur stress kerja dengan menggunakan kuesioner stress kerja.

Instrumen penelitian stress kerja dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori

Beehr dan Newman (1978), yang membagi gejala stress menjadi tiga aspek yaitu

gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku. (1) Gejala psikologis terdiri dari ;

kecemasan,ketegangan,bingung,marah,sensitif,memendam perasaan, komunikasi

tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual, mengurung diri,ketidak puasan

bekerja,depresi,lelah mental,merasa terasing dan mengasingkan diri,kehilangan

daya konsentrasi,kehilangan spontanitas dan kreativitas,kehilangan semangat

hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri. (2) Gejala fisik seperti

meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin

dan non adrenalin, gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung,mudah

terluka,kematian, gangguan kardiovaskular, mudah lelah secara fisik, gangguan

pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain,

kanker, ketegangan otot dan problem tidur. (3) Gejala perilaku: menunda atau

menghindari pekerjaan atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas,

meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,

meningkatnya frekuensi absensi,perilaku makan yang tidak normal, kehilangan

nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, kecendrungan perilaku berisiko

(52)

penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman dan

kecendrungan bunuh diri.

Sebelum dilakukan pengambilan data stress kerja, kuisoner stress kerja terdiri

dari 100 item dengan menggunakan skala Likert, masing-masing pernyataan

berisikan 4 alternatif pilihan yaitu tidak pernah angka 1, kadang-kadang angka 2,

sering angka 3 dan sering kali angka 4 dan diuji cobakan di lapangan (try out)

untuk menguji kelengkapan pertanyaan disamping itu untuk menguji validitas

dan reliabilitas daftar pertanyaan tersebut. Setelah diuji coba jumlah item yang

gugur atau tidak valid sebanyak 35 item, sehingga jumlah item menjadi 65 item.

Item tersebut terdiri dari 27 item tentang gejala psikologis, 21 item tentang

gejala fisik dan 17 item tentang gejala perilaku. Cara perhitungan dengan melihat

skor jumlah terkecil = 65 dan jumlah skor terbesar = 260. Kategori stress terdiri

dari ringan 65 - 130 , sedang 131- 195 dan berat 196 - 260. Data ini

dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana stress kerja Perawat.

3. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari studi dokumentasi dengan

mempelajari data-data tentang riwayat pekerjaan responden.

3.5. Validitas dan Reliabilitas

3.5.1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Dalam penelitian ini validitas alat ukur ditentukan berdasarkan content validity

dan Internal Consistency . Content validity yaitu validitas yang diperoleh melalui

(53)

Semakin skala itu mendekati konsep teoritis dari variabel, maka akan semakin tinggi

validitasnya. Reliabilitas dalam penelitian ini dengan pendekatan Internal

Consistency, yaitu hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes kepada

sekelompok subjek. Prosedur analisis reliabilitas data diarahkan pada analisis

item-item, penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini digunakan bantuan

komputer program SPSS for windows dengan rumus Cronbach’s

3.6. Variabel Penelitian.

Variabel yang diteliti adalah

a. Variabel bebas ( independen) adalah

1. Beban kerja

2. Ruang rawat inap

a. Ruang perawatan bedah

b. Ruang perawatan anak

c. Ruang perawatan kebidanan

d. Ruang perawatan penyakit dalam

b. Variabel terikat ( dependen) adalah stress kerja.

c. Variabel kontrol adalah jenis kelamin, umur, lama bekerja.

3.7. Analisa Data

Data dianalisa dengan statistik dengan menggunakan SPSS, untuk menguji

(54)

korelasi Product Moment Pearson sedangkan untuk menguji perbedaan beban kerja

dengan stress kerja di setiap ruangan digunakan uji statistik one way anova.

3.8. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar. 3.1. Kerangka Konsep penelitian

Ruang rawat inap

- Ruang perawatan bedah

- Ruang perawatan anak

- Ruang perawatan kebidanan

- Ruangan perawatan penyakit

dalam

Stress Kerja Perawat

- jenis kelamin - umur

- lama bekerja - status gizi

- tidak sedang hamil, menyusui

- tidak sedang sakit Beban kerja

3.9. Definisi Operasional

1. Beban kerja adalah beban yang diterima Perawat dalam melaksanakan

pekerjaannya. Beban tersebut dapat berupa beban eksternal maupun beban

internal. Mengukur berat ringan beban kerja secara fisik dan mental dengan

mengukur denyut nadi. Setiap obyek dilakukan 3 (tiga) kali pengukuran

pada shift pagi yaitu sebelum bekerja pada pukul 8.00 wib dan sesudah

bekerja pada pukul 15.00 wib selama 3 hari secara manual memakai Stop

(55)

Beban kerja dikategorikan berdasarkan jumlah nadi kerja permenit

berdasarkan teori Christensen.

Tabel.3.1. Kategori Beban Kerja

Beban Kerja Denyut nadi (nadi jantung)

Ringan 75-100

Sedang 101-125

Berat 126-150

Sangat Berat 151-175

Sumber; Christensen ,1991

2. Ruang Rawat Inap adalah tempat perawatan pasien rawat inap yang terdiri

dari ruang perawatan bedah, ruang perawatan anak, ruang perawatan

kebidanan dan ruangan perawatan penyakit dalam.

3. Stress kerja adalah respon adaptif, penyesuaian diri terhadap tanggapan yang

menyeluruh dari tubuh terhadap tuntutan pekerjaan pada Perawat.

4. Perawat adalah Tenaga kesehatan non medis yang bertugas di ruang

perawatan bedah, ruang perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan

ruang perawatan penyakit dalam.

3.10. Jalannya Penelitian

Jalannnya penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu persiapan penelitian ,

Gambar

Gambar  1.1. Kerangka Konsep Penelitian  ......................................................
Tabel  2.1. Kategori Berat Ringan Beban Kerja berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung  Menurut Christensen
Gambar. 3.1. Kerangka Konsep penelitian
Tabel.3.1. Kategori Beban Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

sumber daya manusia, pendidikan memiliki peran utama untuk menghasilkan SDM

MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan

Selanjutnya tahun 2008 penulis melanjutkan Studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Syukur Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Hubungan Antara Kemampuan kerja dan Kualitas Pelayanan pada Karyawan Bagian Tata Usaha

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik pekerjaan, kompensasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan dealer di Purbalingga baik secara

Implikasi teoritis tersebut memberikan implikasi praktis di dunia pendidikan diantaranya berupa: a) Kurikulum integrasi sangat membantu diterapkan di sekolah yang memiliki

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada hubungan positif antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat siswa bersekolah di SMA Budi Mulia; (2) ada

perlindungan hukum terhadap pasien rawat inap sebagai konsumen. Pendekatan secara sosiologis merupakan pendekatan yang bertujuan. untuk melihat bagaimana proses