STRESS KERJA PERAWAT DI TIAP RUANG
RAWAT INAP RSUD SIDIKALANG
TESIS
OLEH
LILIS DIAN PRIHATINI
057010015/KK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan Kesehatan Kerja, Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
LILIS DIAN PRIHATINI
057010015/KK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN STRESS KERJA PERAWAT DI TIAP RUANG RAWAT INAP RSUD SIDIKALANG
Nama Mahasiswa : LILIS DIAN PRIHATINI
Nomor Pokok : 057010015
Program Studi : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KEKHUSUSAN KESEHATAN KERJA
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM Ketua
Dra.Sri Supriyanti, M.Si Ir. Mbue Kata Bangun,MS
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur SPs USU,
Dr. Drs.R.Kintoko Rochadi,MKM Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
Anggota : Dra. Sri Supriyanti, MSi
Ir.Mbue Kata Bangun, MS
Dr.Halinda Sari Lubis, M.KKK
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2007
ABSTRACT
LILIS DIAN PRIHATINI
Stress emerged on nurse due to various factors, such as work load. Load of nurses in hospital including physical task and mentally task. This research is purposed to find out the relationship between work load with work stress on nurse in every room of Region General Hospital Sidikalang.
The research used cross sectional design of 30 nurses as samples which work in surgical room 6 nurses, children section 9 nurses, midwifery section 7 nurses and internist section 8 nurses. Data analyzed by analytical approach which use product
moment correlation and one way Anova testing.
The result show that there are significant relationship between workg load and work stress of all nurses in all overnight room, with significant level an\d various coefficient correlation. In surgical room there are correlation of work load to work stress with coefficient correlation about 0,885. Nurses in children section, coefficient correlation about 0,705, in midwife section coefficient correlation about 0,756, internist\section , coefficient correlation about 0,797.
The result of one way Anova testing show that there is no significant
differentiation of work load off all nurses in all room with work stress.
The research recommended the necessity of average work load for nurses by perform rotation system to prevent surfeit for nurse if work in one room for long time period. The necessity to keep average work stress by improve their ability to balancing internal and external work load when performing service in hospital. The possibility to make following research about related factors with load and work stress in hospital.
PERAWAT DI TIAP RUANG RAWAT INAP RSUD SIDIKALANG
ABSTRAK
LILIS DIAN PRIHATINI
Stress pada perawat dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah beban kerja. Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja fisik dan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel beban kerja dengan stress kerja pada perawat di tiap ruangan rawat inap RSUD Sidikalang.
Penelitian menggunakan rancangan cross sectional terhadap 30 orang perawat sebagai sampel yang bertugas di ruangan bedah 6 orang, ruangan anak 9 orang, ruangan kebidanan 7 orang dan ruangan penyakit dalam 8 orang. Analisis
data secara analitik menggunakan uji korelasi product moment pearson untuk menguji hubungan kerja dengan stress kerja dan untuk menguji perbedaan beban kerja dengan stress kerja ditiap ruangan digunakan uji statistik one way Anova.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stress kerja pada perawat di seluruh ruang rawat inap, dengan tingkat signifikan dan koefisien korelasi yang bervariasi. Pada ruang perawatan bedah terdapat hubungan beban kerja dengan stress kerja dengan koefisien korelasi sebesar 0,885. Pada perawat yang bertugas di ruang perawatan anak, koefisien korelasi sebesar 0,705, di ruang perawatan kebidanan, koefisien korelasi sebesar 0,756, ruang perawatan penyakit dalam, koefisien korelasi sebesar 0,797.
Hasil uji one way Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan beban kerja dan stress kerja perawat di seluruh ruang perawatan.
Rekomendasi penelitian ini adalah perlu dipertahankan beban kerja yang sedang pada perawat dengan melakukan upaya sistem rotasi bagi perawat di ruang perawatan RSUD Sidikalang sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada perawat apabila bekerja pada satu ruangan dalam jangka waktu lama yang dapat menimbulkan stress kerja. Perlu dipertahankan tingkat stress kerja yang sedang pada perawat dengan meningkatkan kemampuan dalam diri perawat untuk menyeimbangkan beban internal dan beban eksternal yaitu memisahkan beban kerja pada keluarga (rumah) dengan beban kerja pada saat melakukan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dimungkinkan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang terkait dengan beban dan stress kerja perawat di rumah sakit.
dengan waktu yang telah direncanakan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya dan penghargaan kepada
1. Bapak Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM sebagai Ketua Komisi Pembimbing,
Ibu Dra. Sri Supriyantini, M.Si dan Bapak Ir. Mbue Kata Bangun,MS yang
telah banyak meluangkan waktu dan sumbang saran pemikiran dalam
membimbing penulis mulai dari awal sehingga dapat menyelesaikan tesis ini
dengan baik.
2 Ibu Prof.Dr.Ir. Chairun Nisa B, MSc sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis mengikuti pendidikan ini.
3 Bapak Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM sebagai Ketua Jurusan Kekhususan
Program Studi Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana USU dan Ibu
dr.Halinda Lubis, MKKK sebagai Sekretaris Program yang turut mendukung
dalam menyelesaikan studi ini.
4 Seluruh Dosen pengajar Kekhususan Program Studi Kesehatan kerja Sekolah
Pascasarjana USU yang telah menberikan ilmu kepada saya selama
mengikuti pendidikan .
5 Bapak dr. Budiman Simanjuntak, MKes selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Dairi beserta staf yang memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti pendidikan ini
6 Bapak dr.Reinfil Capah, MKes selaku Direktur RSUD Sidikalang yang turut
membantu dalam kelancaran pendidikan penulis.
7 Suamiku GTD Sihite, DCN, MKes, anak-anakku Theodora TA Sihite dan Joel
TB Sihite yang telah mendukung dengan semangat,kasih sayang dan doa
Sekolah Pascasarjana angkatan 2005 atas dorongan, bantuan dan kerjasama
yang telah kita bina selama ini.
9 Seluruh Staf administrasi Kekhususan Program Studi Kesehatan Kerja
Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu kelancaran administrasi
dengan tulus ikhlas
10 Teman-teman di RSUD Sidikalang dan Medan yang telah memberi semangat
dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini
Secara khusus Penulis juga mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada ;
Ayahnda YH Ratih BSc ( Alm) yang telah meninggal tanggal 27 Juni 2007 atas
perannya yang sedemikian besarnya dalam mendidik dan membesarkan penulis.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini,
sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tesis
ini.
Medan, 31 Agustus 2007
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Komplek RSUD Sidikalang no. 13 B Sidikalang
Telpon. (0627 22968)
Riwayat Pendidikan
1. SD Katolik ” Don Bosco” Palangkaraya tahun 1970 – 1976
2. SMP Katolik ” ST Paulus” Palangkaraya tahun 1976 - 1980
3. SMF ISFI Banjarmasin Banjarmasin tahun 1980 – 1983
4. Akademi Gizi DepKes Jakarta tahun 1984 - 1988
5. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan tahun 2000 - 2002
6. Magister Kekhususan Program Studi Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana USU
Medan tahun 2005 – 2007.
Riwayat Pekerjaan ;
1. Ka. Instalasi Gizi RSUD Sidikalang tahun 1990 - 2000
2. Pl.Sie Perawatan II RSUD Sidikalang tahun 2002 - 2003
3. Pl.Sie Pelayanan II RSUD Sidikalang tahun 2004 - 2005
1.4.Hipotesis Penelitian ... 11
1.5.Manfaat Penelitian ... 12
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1. Stress Kerja ... 13
2.1.1. Pengertian Stress Kerja ... 13
2.1.2. Tahapan Stress Kerja ... 14
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Stress Kerja ... 16
2.1.4. Gejala-gejala Stress Kerja ... 20
2.1.5. Dampak Stress Kerja ... 22
2.1.6. Pencegahan dan Pengendalian Stress Kerja... 23
1.2.Beban Kerja ... 24
2.2.1. Pengertian Beban Kerja ... 24
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja ... 25
2.2.3. Dampak Beban Kerja ... 26
2.2.4. Penilaian Beban Kerja ... 26
2.3.Perawat ... 28
2.4.Beban Kerja dan Stress Kerja Unit Rawat Inap ... 29
2.5.Hubungan Antara Beban Kerja dan Stress Kerja... 32
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35
3.1. Lokasi dan Waktu ... 35
3.2. Rancangan Penelitian ... 35
3.3. Populasi dan Sampel ... 36
3.4. Metode dan Alat ... 36
3.5. Validitas dan Reliabilitas... 38
3.6. Variabel Penelitian ... 39
3.7. Analisa Data ... 39
3.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 40
4.2. Deskripsi Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang ... 48
4.3. Identitas Responden ... 52
4.4. Beban Kerja Perawat... 53
4.5. Stress Kerja Perawat ... 54
4.6. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat ... 57
4.7. Perbedaan Beban Kerja Perawat Berdasarkan Ruangan ... 59
4.8. Perbedaan Stress Kerja Perawat Berdasarkan Ruangan... 60
4.9. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat ... 61
4.9.1. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Bedah... 61
4.9.2. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Anak ... 62
4.9.3. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Kebidanan... 64
4.9.4. Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang Perawatan Penyakit Dalam ... 64
4.10. Perbedaan Beban Kerja setiap Ruangan ... 65
4.11. Perbedaan Stress Kerja Perawat setiap Ruangan ... 67
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1. Saran ... 68
5.2. Kesimpulan ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
LAMPIRAN
1. Struktur Organisasi 2. Kuesioner
Halaman
Tabel 2.1. Kategori Berat Ringan Beban Kerja berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung Menurut Christensen.. 28
Tabel 3.1. Kategori Beban Kerja ... 41
Tabel 3.2. Kisi-kisi Variabel bebas ... 44
Tabel 3.3. Jadwal Penelitian ... 46
Tabel 4.1. Distribusi Identitas Responden Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 53
Tabel 4.2. Distribusi Beban Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 54
Tabel 4.3. Distribusi Stress Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 55
Tabel 4.4. Korelasi antara Beban Kerja dengan Stress Kerja Perawat di Ruang
Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 59
Tabel 4.5 Hasil Uji Perbedaan Beban Kerja Perawat Berdasarkan Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang ... 59
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini, kita rasakan bahwa batas antar benua
sudah semakin tidak jelas. Hal ini memudahkan bagi suatu negara untuk
menanamkan modalnya serta mengembangkan usahanya ke negara lain. Oleh karena
itu persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin ketat. Suatu organisasi yang tidak
dapat menjawab tantangan tersebut, dapat dipastikan semakin lama akan semakin
terancam kelangsungan hidupnya.
Agar tetap dapat berkiprah di era pasar bebas yang penuh persaingan tersebut,
masalah kualitas sumber daya manusia merupakan suatu hal yang penting untuk
diperhatikan, karena sumber daya manusia merupakan salah satu asset yang
menentukan maju mundurnya suatu organisasi.
Demikian pula halnya dalam bidang pelayanan kesehatan, khususnya di
rumah sakit, tak terlepas dari dampak adanya era globalisasi tersebut. Rumah sakit
sebagai sebuah institusi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan telah
mengalami beberapa perubahan yang mendasar. Pada awal perkembangannya rumah
sakit adalah sebuah lembaga yang bersifat sosial. Tetapi dengan masuknya rumah
sakit swasta serta pemodal baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing,
menjadikan rumah sakit lebih mengacu sebagai suatu industri yang bergerak dalam
bidang pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang kini berkembang di rumah
sakit bukan saja menyangkut masalah bangunannya (seperti ukuran, kompleksitas,
dalam memberikan pelayanan.
Dalam bidang pelayanan kesehatan, pemerintah telah mencanangkan visi
“Indonesia Sehat 2010”, dimana dalam visi tersebut pemerintah bertekad untuk dapat
meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh (Bambang, 2002).
Dalam mencapai visi tersebut, salah satu strategi yang harus dilakukan adalah
meningkatkan profesionalisme, termasuk profesionalisme masyarakat pekerja rumah
sakit. Pekerja di rumah sakit merupakan kelompok masyarakat yang turut berperan
dalam mencapai “Indonesia Sehat 2010”. Oleh karena itu pekerja rumah sakit
merupakan sumber daya manusia yang harus dibina agar menjadi produktif dan
berkualitas ( Dep Kes ,2003).
Melihat kondisi diatas maka sudah seharusnya pekerja di rumah sakit
menjadi sasaran prioritas program kesehatan dan keselamatan kerja, karena
pemeliharaan kesehatan sangatlah penting untuk mendukung visi “Indonesia Sehat
2010” (Bambang, 2002).
Pekerja kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi jenis maupun
jumlahnya. Dalam melaksanakan tugasnya, pekerja rumah sakit banyak terpapar
dengan berbagai faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi
derajat kesehatan mereka. Mereka selalu berhubungan dengan berbagai bahaya
potensial, dimana bila tidak diantisipasi dengan baik dan benar dapat mempengaruhi
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit beroperasi 24 jam
sehari. Rumah sakit membuat pemisahan terhadap pelayanan perawatan pasien yaitu
pelayanan pasien yang memerlukan penanganan emergensi, tidak emergensi dan yang
di opname. Penanganan pada pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan
rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang
berjumlah sekitar 60 % dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Perawat
merupakan salah satu pekerja kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan
merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. Perawat di rumah sakit
bertugas pada pelayanan rawat inap, rawat jalan atau poliklinik dan pelayanan gawat
darurat. (Hamid, 2001).
Dalam menjalankan profesinya perawat rawan terhadap stress. Menurut survei
di Perancis (dalam Frasser, 1997) ditemukan bahwa persentase kejadian stress sekitar
74 % dialami perawat. Sedangkan di Indonesia menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Persatuan Perawatan Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9%
perawat mengalami stress kerja.
Demikian pula halnya di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang,
berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa perawat RSUD tersebut,
diasumsikan bahwa banyak perawat RSUD tersebut yang mengalami stress kerja. Hal
ini terlihat dari banyaknya keluhan nyeri otot dan sendi, jantung berdebar, mudah
marah, sulit konsentrasi, apatis, perasaan lelah, serta nafsu makan menurun. Menurut
Anoraga (2001) hal ini merupakan gejala-gejala adanya stress kerja.
memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam upaya membantu pasien mengatasi
masalahnya. Tuntutan tersebut dapat menyebabkan terjadinya stress.
Menurut Spielberger (dalam Handoyo, 2001) stress diartikan sebagai
tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar
diri seseorang. Menurut Goldberger dkk (dalam Leila, 2002) menambahkan bahwa
stress kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan yang disebabkan oleh stressor dari lingkungan kerja seperti faktor
lingkungan fisik, sistem organisasi dan individu. Ditambahkan oleh Spielberger
(dalam Handoyo, 2001) bahwa stress disebabkan oleh adanya tuntutan eksternal
yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek lingkungan atau suatu stimulus
yang secara obyektif adalah berbahaya.
Terdapat berbagai faktor penyebab dari stress. Menurut Hurrel (dalam
Munandar,2001) faktor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stress
dikelompokkan dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan
serta struktur dan organisasi. Pertama, kategori faktor –faktor intrinsik dalam
pekerjaan adalah fisik dan tugas, untuk fisik misalnya kebisingan, panas sedangkan
tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan dari resiko dan bahaya.
Kedua, peran individu dalam organisasi artinya setiap tenaga kerja mempunyai
kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada. Ketiga,
pengembangan karier merupakan pembangkit stress potensial yang mencakup
Keempat, hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terlihat dari kepercayaan yang
rendah, minat yang rendah dalam pemecahan masalah organisasi. Sedangkan untuk
yang ke lima yaitu struktur dan organisasi, kurangnya peran serta atau partisipasi
dalam pengambilan keputusan dalam organisasi.
Seperti halnya stress pada umumnya, stress pada perawat dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, diantaranya adalah beban kerja. Menurut Manuaba (2000)
beban kerja dapat berupa tuntutan tugas atau pekerjaan, organisasi dan lingkungan
kerja. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Ilmi (2003) bahwa terdapat lima
besar urutan stressor pada perawat. Pertama dikarenakan beban kerja yang berlebihan
(sebanyak 82,2 %), selanjutnya dikarenakan pemberian upah tidak adil (57,9 %),
kondisi kerja (52,3 %), beban kerja yang kurang (48,6 %) , dan tidak diikutkan dalam
pengambilan keputusan (44,9 %).
Perawat adalah profesi pekerjaan yang mengkhususkan diri pada upaya
penanganan perawatan pasien atau asuhan kepada pasien dengan tuntutan kerja yang
bervariasi, tergantung pada karakteristik-karakteristik tertentu dalam melaksanakan
pekerjaannya. Karakteristik tersebut meliputi karakteristik tugas (yang membutuhkan
kecepatan, kesiagaan, serta kerja shift), karakteristik organisasi, serta karakteristik
lingkungan kerja baik lingkungan kerja fisik maupun sosial. Selain itu perawat juga
dibebani tugas tambahan lain dan sering melakukan kegiatan yang bukan fungsinya,
misalnya menangani administrasi, keuangan dan lainnya. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia (2005) bahwa
terdapat 78,8% perawat melaksanakan tugas kebersihan, 63,6% melakukan tugas
dan hanya 50 % yang melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan fungsinya.
Menurut survei di Perancis (dalam Frasser, 1997) ditemukan bahwa
persentase kejadian stress sekitar 74 % dialami perawat. Mereka mengeluh terhadap
lingkungan kerjanya yang menuntut kekuatan fisik dan ketrampilan. Sedangkan di
Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawatan
Nasional Indonesia (2006) perawat mengalami stress kerja, menyatakan keluhan
sering merasa pusing, lelah, tidak ada istirahat, yang antara lain dikarenakan beban
kerja yang terlalu tinggi dan pekerjaan yang menyita waktu.
Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja fisik dan mental.
Beban kerja bersifat fisik meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien,
membantu pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan
tempat tidur pasien, mendorong brankart pasien. Sedangkan beban kerja yang
bersifat mental dapat berupa bekerja dengan shift atau bergiliran, kompleksitas
pekerjaan (mempersiapkan mental dan rohani pasien dan keluarga terutama bagi
yang akan memerlukan operasi atau dalam keadaan kritis), bekerja dengan
ketrampilan khusus dalam merawat pasien, tanggung jawab terhadap kesembuhan
serta harus menjalin komunikasi dengan pasien.
Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan perawatan kesehatan terhadap masyarakat di Kabupaten Dairi dan
merupakan rumah sakit rujukan bagi puskesmas – puskesmas yang ada di sekitarnya
Unit Perawatan Rawat Inap yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang
Kebidanan dan Ruang Perawatan Dewasa. Berdasarkan data RSUD Sidikalang
(2006) terdapat 60 perawat di Ruang Rawat Inap.
Adanya perbedaan penanganan pasien di rumah sakit terutama di ruangan
rawat inap dapat merupakan beban kerja bagi perawat. Perawatan pada pasien
anak-anak atau bayi, pasien bedah, pasien penyakit dalam dan pasien kebidanan dalam
penanganannya mempunyai cara dan ketrampilan yang tidak sama dengan resiko
yang berbeda. Penanganan pada ruangan bedah, perawat dituntut untuk dapat
melakukan komunikasi pada pasien terutama untuk menyiapkan mental dan
rohaninya dalam menghadapi operasi dan setelah operasi, mendorong brankart pasien
menuju kamar operasi, mengangkat pasien, merawat luka bekas operasi dan
menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi pada luka tersebut. Beban perawat di
ruangan bedah lainnya selain mereka juga dituntut untuk melaksanakan administrasi
dan mencatat perkembangan pasien yang dirawat,mereka juga menghadapi erangan
atau rintihan pasien setelah sadar dari pengaruh obat bius setelah operasi. Untuk
penanganan anak atau bayi sakit, perawat harus mempunyai ketrampilan khusus
misalnya dalam pemasangan infus karena vena pada pasien tersebut sangat halus,
peralatan yang digunakan berbeda dengan peralatan pemasangan infus pada pasien
dewasa serta rawannya pasien anak atau bayi terhadap infeksi, cara mengangkat bayi
atau anak berbeda dengan mengangkat pasien dewasa, mencatat perkembangan
pasien anak dan kegiatan administrasi ruangan. Beban kerja di ruangan kebidanan
adalah penanganan pada ibu yang mau melahirkan dan sesudah melahirkan baik
dengan cara biasa atau operasi, menyiapkan mental pasien dalam menghadapi proses
merawat kebersihan pasien dan mencatat perkembangan pasien serta melaksanakan
administrasi ruangan. Sedangkan beban kerja perawat di ruangan penyakit dalam
adalah selain harus mengerjakan administrasi dan mencatat perkembangan pasien,
perawat juga membantu pasien ke kamar mandi, menyiapkan peralatan emergency
seperti oksigen, menyiapkan mental rohani pasien dan keluarga dalam menghadapi
masa-masa kritis, serta bekerja harus menggunakan alat pelindung diri seperti masker
karena pada umumnya pasien di ruangan penyakit dalam adalah penderita penyakit
menular seperti TBC, tipus dan penyakit infeksi menular lainnya.
Dari gambaran diatas terlihat bahwa perawat menghadapi beban kerja yang
bervariasi berat ringannya maupun jenisnya di setiap ruang rawat inap. Beban kerja di
ruang rawat inap pada ruangan bedah yang terutama adalah beban fisik dan kedua
beban mental. Di ruang anak yang terbanyak adalah beban mental. Sedangkan pada
ruang kebidanan yang banyak dihadapi perawat adalah beban kerja fisik, sedangkan
di ruangan penyakit dalam yang banyak dihadapi perawat adalah beban mental,
karena mereka harus menghindari resiko penularan penyakit dari pasien terhadap
dirinya.
Lingkungan rumah sakit sebagaimana lingkungan organisasi lainnya
menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Oleh karena itu
dengan beban kerja yang ada dapat menyebabkan stress kerja pada perawat di rumah
Berkaitan dengan alasan tersebut maka peneliti perlu mengkaji tentang
hubungan beban kerja dengan stress kerja pada perawat terutama pada Ruang Rawat
Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. Penelitian ini belum pernah
diadakan di RSUD Sidikalang sehingga sangat relevan jika permasalahan ini diangkat
sebagai judul tesis “Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Stress Kerja pada
Perawat di tiap ruangan rawat inap RSUD Sidikalang ”
1.2.Perumusan Masalah.
Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang merupakan pelayanan jasa dalam
bidang pelayanan kesehatan yang dilaksanakan selama 24 jam. Pekerja yang
terbanyak adalah perawat, yang bekerja pada unit rawat inap. Dalam melaksanakan
pelayanannya, perawat pada ruangan rawat inap harus menghadapi pekerjaan yang
membutuhkan kecekatan, ketepatan, ketrampilan, keahlian, kesiagaan, kekuatan fisik
dalam menangani pasien yang sesuai dengan jenis penyakitnya. Penanganan
perawatan yang berbeda pada ruang rawat inap dapat menjadi beban bagi perawat,
sehingga ini akan mempengaruhi terjadinya stress kerja. Namun sejauh mana
peranan beban kerja tersebut terhadap terjadinya stress kerja belum diketahui.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana gambaran hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di
1.3.1. Tujuan Umum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara beban kerja
dengan stress kerja pada perawat di tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah
1. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruang perawatan bedah.
2. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruang perawatan anak.
3. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruang perawatan kebidanan.
4. Mengetahui beban kerja pada Perawat di ruangan perawatan penyakit
dalam
5. Mengetahui stress kerja pada Perawat di ruang perawatan bedah
6. Mengetahui stress kerja pada Perawat di ruang perawatan anak.
7. Mengetahui stress kerja pada Perawat di ruang perawatan kebidanan.
8. Mengetahui stress kerja pada perawat di ruang perawatan penyakit dalam
9. Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di
ruang perawatan bedah.
10.Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di
ruang perawatan anak
11.Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di
ruang perawatan kebidanan.
12.Mengetahui hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di
13. Mengetahui perbedaan beban kerja Perawat di ruang perawatan
bedah, ruang perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan ruangan
perawatan penyakit dalam.
14. Mengetahui perbedaan stress kerja Perawat ruang perawatan bedah,ruang
perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan ruang perawatan
penyakit dalam.
1.4. Hipotesa penelitian
1. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang
perawatan bedah RSUD Sidikalang
1. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang
perawatan anak RSUD Sidikalang
2. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang
perawatan kebidanan RSUD Sidikalang
3. Ada hubungan beban kerja dengan stress kerja pada Perawat di ruang
perawatan penyakit dalam
4. Terdapat perbedaan beban kerja antara Perawat di ruang perawatan bedah,
ruang perawatan anak , ruang perawatan kebidanan dan ruangan perawatan
penyakit dalam
5. Terdapat perbedaan stress kerja antara Perawat di ruang perawatan bedah,
ruang perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan ruangan perawatan
1 Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi
Pemerintah Kabupaten Dairi sebagai pemilik Rumah Sakit Umum Sidikalang
dalam menentukan kebijakan peningkatan kesehatan pekerja rumah sakit
2. Pimpinan Rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengembangkan program peningkatan kesehatan dan keselamatan kerja
bagi pekerja di rumah sakit terutama bagi Perawat agar dapat meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan
3. Penelitian lain
Rekomendasi untuk penelitian lain untuk mengkaji variabel lain diluar model
penelitian ini, sehingga dapat dirumuskan berbagai konsep baru dalam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stress Kerja
2.1.1. Pengertian Stress Kerja
Stress adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau
proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi dan kejadian eksternal
yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis individu yang
bersangkutan. Pendapat lain mengatakan bahwa stress adalah tanggapan yang
menyeluruh dari tubuh terhadap tuntutan yang datang kepadanya (Nasution, 2000)
Miner (1992) menyatakan bahwa stress merujuk pada kondisi internal
individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang mengancam
kondisi fisik dan psikis atau gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi
ansietas, ketidaknyamanan dan atau hal yang sejenis.
Dalam kaitan dalam pekerjaannya, Smet (1994) secara spesifik menjelaskan
bahwa stress kerja sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan kerja sehingga menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis
dan sosial.
Stress yang terlalu rendah cenderung membuat pekerja menjadi lesu, malas
dan merasa cepat bosan. Sebaliknya stress yang berlebihan dapat mengakibatkan
kehilangan efisiensi, kecelakaan kerja, kesehatan fisik terganggu dan dampak lain
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stress kerja adalah respon
adaptif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antara individu dan
lingkungan. Stress yang rendah dan berlebihan akan menyebabkan lesu,malas,cepat
bosan,kehilangan efisiensi,kecelakaan kerja dan kelelahan fisik.
2.1.2.Tahapan Stress Kerja
Timbulnya stress kerja pada seorang tenaga kerja melalui tiga tahap yaitu
tahap pertama : reaksi awal yang merupakan fase inisial dengan timbulnya beberapa
gejala/tanda,namun masih dapat diatasi oleh mekanisme pertahanan diri.
Tahap kedua ; reaksi pertahanan yang merupakan adaptasi maksimum dan pada masa
tertentu dapat kembali kepada keseimbangan. Bila stress ini terus berlanjut terus dan
mekanisme pertahanan diri tidak sanggup berfungsi lagi maka berlanjut ke tahap
ketiga, yaitu kelelahan yang timbul akibat mekanisme adaptasi telah kolaps (layu).
(Nasution, H.R,2000).
Menurut Hans Selye (1963) dalam Nurmiati Amir ( Jiwa,Indonesia
Phychiatric, Quarterly : XXXII:4) bahwa ada tiga fase atau tahapan stress adalah
sebagai berikut ;
a. Tahap reaksi waspada, pada tahap ini dapat terlihat reaksi psikologis” fight or
flight syndrome ” dan reaksi fisiologis. Pada tahap ini individu mengadakan
reaksi pertahanan terekspos pada stressor. Tanda fisik akan muncul adalah curah
jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal
mengalir kekepala dan ekstremitas. Sehingga banyak organ tubuh yang
otot. Pada saat yang sama daya tahan tubuh akan berkurang dan bahkan bila
stressor sangat besar atau kuat dapat menimbulkan kematian.
b. Tahap melawan, pada tahap ini individu mencoba berbagai macam mekanisme
penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi
untuk mengatasi stressor. Tubuh berusaha menyeimbangkan proses fisiologis
yang telah dipengaruhi selama reaksi waspada untuk sedapat mungkin kembali
keadaan normal dan pada waktu yang sama pula tubuh mencoba mengatasi
faktor-faktor penyebab stress. Apabila proses fisiologis telah teratasi maka
gejala-gejala stress akan menurun,tubuh akan secepat mungkin berusaha normal kembali
karena ketahanan tubuh ada batasnya dalam beradaptasi. Jika stressor tidak dapat
diatasi atau terkontrol maka ketahanan tubuh beradaptasi akan habis dan individu
tidak akan sembuh.
c. Tahap kelelahan, tahap ini terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap awal stress
yang tubuh individu terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan individu tersebut
tidak dapat lagi mengambil dari berbagai sumber penyesuaian yang di gambarkan
pada tahap kedua. Akan timbul gejala penyesuaian terhadap lingkungan seperti
sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, bisul, kolitis. Tanpa ada
usaha untuk melawan atau mencegahnya kelehan bahkan kematian dapat terjadi.
Bila tubuh terekspos pada stressor yang sama pada waktu yang lama secara terus
menerus, maka tubuh yang semula telah terbiasa menyesuaikan diri akan
dapat dianggap dapat bertahan selamanya karena suatu saat energi untuk adaptasi
itu akan habis.
2.1.3.Faktor – faktor Penyebab Stress Kerja
Menurut Hurrel ( dalam Munandar,2001) sumber stress yang menyebabkan
seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit,
tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stress.
Sebagian dari waktu manusia adalah untuk bekerja, karena itu lingkungan pekerjaan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seorang pekerja. Pembangkit
stress di pekerjaan merupakan pembangkit stress yang besar terhadap kurang
berfungsinya atau jatuh sakitnya seorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di
pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stress dikelompokkan
dalam lima kategori,yaitu ;
a. Faktor intrinsik dalam pekerjaan
Faktor intrinsik dalam pekerjaan katagorinya adalah tuntutan fisik dan
tuntutan tugas,tuntutan fisik : kondisi fisik misalnya faktor kebisingan, panas,
penerangan dan lain sebagainya, sedangkan faktor tugas mencakup ; kerja
malam.beban kerja dan penghayatan dari resiko bahaya. Tuntutan fisik yaitu
kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis seorang
tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stress, tuntutan tugas
menurut penelitian menunjukkan bahwa shift kerja /kerja malam merupakan
sumber stress bagi pekerja pabrik roti. Beban kerja berlebih dan beban kerja
b. Peran dalam organisasi,
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi artinya
setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai
dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh
atasannya,namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan
perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang baiknya fungsi peran merupakan
pembangkit stress yang meliputi konflik peran dan ketidak jelasan kerja.
c. Pengembangan karir
Pengembangan karir merupakan pembangkit stress yang potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi yang berlebih atau promosi yang
kurang.
d.Hubungan dalam pekerjaan
Hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejalanya
dalam kepercayaan yang rendah, minat yang rendah dalam pemecahan masalah
dalam organisasi, komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara
pekerja,ketegangan psikologis dalam bentuk kepuasan kerja yang menurun dan
penurunan kondisi kesehatan.
e. Struktur dan Iklim organisasi
Faktor stress yang dikenali dalam katagori ini adalah terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support sosial.
Teori lain mengatakan terdapat dua faktor penyebab atau sumber stress yaitu
faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa
kondisi fisik, manajemen atau hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan
faktor personal berupa kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi
sosial ekonomi keluarga, dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. (Dwiyanti,
2001)
Hasil penelitian Singarimbun (2004) menyatakan bahwa faktor – faktor yang
menpengaruhi stress terutama pada wanita pekerja adalah status kawin, umur,
pendidikan dan jarak tempat tinggal. Menurut penelitian Badra (2004) dan Iswanto
(2001) ada hubungan antara motivasi (instrinsik dan akstrinsik ) dengan kinerja serta
ada hubungan stress kerja dengan kinerja. Kepribadian memberikan kontribusi
terhadap hubungan stress kerja dengan kinerja. Tingkat stress yang paling tinggi akan
mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang dan pada gilirannya akan
mempengaruhi kinerja yang semakin menurun.
Orang dengan tipe kepribadian A lebih mudah stress dibandingkan dengan
tipe kepribadian B, orang dengan tipe kepribadian introvert lebih mudah stress
daripada yang extrovert. Pengalaman hidup orang yang pernah mengalami kegagalan
di masa lampau akan mudah membuatnya menilai kegagalan sebagai hal yang sudah
biasa. Tetapi bagi orang yang selalu berhasil, kegagalan sebagai sumber stress yang
luar biasa. Orang yang belum dewasa dalam menghadapi perkara, mudah goyah
dalam sikap, pendirian, dan arah hidupnya dibandingkan orang yang berkepribadian
Menurut Cooper (1983) sumber stress terdiri dari faktor-faktor ;
a. Lingkungan kerja ; kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan pekerja
mudah sakit, mengalami stress dan menurunkan produktivitas kerja.
b. Overload (beban kerja berlebih) ; dapat dibedakan menjadi kuantitatif dan
kualitatif. Beban kerja berlebih kuantitatif bila target kerja melebihi kemampuan
pekerja yang bersangkutan akibatnya mudah lelah dan berada dalam ketegangan
tinggi.Beban kerja berlebih secara kualitatif bila pekerjaan memiliki tingkat
kesulitan yang tinggi.
c. Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang atau tidak menarik
lagi bagi pekerja, akibatnya timbul berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidak
puasan dan lain sebagainya.
d. Pekerjaan berisiko tinggi yaitu pekerjaan yang berbahaya bagi keselamatan.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi stress kerja adalah faktor intrinsik dalam pekerjaan seperti tuntutan
fisik dan tuntutan tugas, peran dalam organisasi, pengembangan karir,hubungan
dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, faktor lingkungan kerja yaitu kondisi,
fisik, manajemen atau hubungan sosial dan faktor personal yaitu tipe kepribadian.
Serta beban kerja yang berlebih, pekerjaan yang berisiko tinggi, status perkawinan,
2.1.4.Gejala – gejala Stress Kerja
Menurut Anoraga ( 2001) gejala stres adalah sebagai berikut ;
a. Menjadi mudah marah dan tersinggung
b. Bertindak secara agresif dan defensif
c. Merasa selalu lelah
d. Sukar konsentrasi ,pelupa
e. Jantung berdebar-debar
f. Otot tegang,nyeri sendi
g. Sakit kepala,perut dan diare.
Teori Terry Beehr dan Newman (1978) membagi gejala stress menjadi tiga
aspek yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.
Gejala psikologis terdiri dari
- Kecemasan,ketegangan
- Bingung,marah,sensitif
- Memendam perasaan
- Komunikasi tidak efektif,menurunnya fungsi intelektual
- Mengurung diri, ketidak puasan bekerja
- Depresi,kebosanan,lelah mental
- Merasa terasing dan mengasingkan diri,kehilangan daya konsentrasi
- Kehilangan spontanitas dan kreativitas
Gejala fisik ;
- Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
- Meningkatnya sekresi adrenali dan non adrenalin
- Gangguan gastrointestial,misalnya gangguan lambung
- Mudah terluka,kematian,gangguan kardiovaskuler
- Mudah lelah secara fisik,gangguan pernafasan
- Lebih sering berkeringat,gangguan pada kulit
- Kepala pusing,migrain,kanker
- Ketegangan otot,problem tidur.
Gejala perilaku ;
- Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas
- Penurunan prestasi dan produktifitas
- Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk
- Perilaku sabotase
- Meningkatnya frekuensi absensi
- Perilaku makan yang tidak normal
- Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan
- Kecendrungan perilaku yang beresiko tinggi seperti ngebut,berjudi
- Meningkatnya agresivitas dan kriminalitas
- Penurunan kualitas hubungan interpersoal dengan keluarga dan tema
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala stress kerja terdiri
dari gejala psikologis,gejala fisik dan gejala perilaku.
2.1.5. Dampak Stress Kerja
Menurut Lubis (2006) stress kerja dapat mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut ;
- Penyakit fisik yang diinduksi oleh stress seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, tukak lambung, asama, gangguan menstruasi dan lain-lain
- Kecelakaan kerja terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi,
bekerja bergiliran
- Absensi kerja
- Lesu kerja, pegawai kehilangan motivasi bekerja
- Gangguan jiwa mulai dari gangguan ringan sampai ketidak mampuan yang
berat. Gangguan jiwa yang ringan misalnya mudah gugup, tegang,
marah-marah, apatis dan kurang konsentrasi. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat
berupa despresi, gangguan cemas.
Beehr dalam Frase (1992) mengatakan stress mempunyai dampak terhadap
a. Individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan,
psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang mengalami
stress akan mudah terserang penyakit, pada gangguan mental stress
berkepanjangan akan mengakibatkan ketegangan hal ini akan merusak tubuh dan
gangguan kesehatan. Pada gangguan intrepersonal stress akan lebih sensitif
b. Dampak terhadap organisasi adalah pekerja yang stress akan berpengaruh pada
kualitas kerja dan kesehatan pekerja terganggu berupa kekacauan manajemen dan
operasional kerja, meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang tertunda
2.1.6.Pencegahan dan Pengendalian Stress Kerja
Cara mencegah dan mengendalikan stress kerja menurut Sauter (1990) adalah
sebagai berikut
- Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan
kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya
beban berlebih maupun yang ringan.
- Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung
jawab diluar pekerjaan
- Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan
karier,mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.
- Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu
dengan yang lain,supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi.
- Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan
kesempatan agar pekerja dapat menggunakan ketrampilannya.
Pengendalian stress menurut Quick (1997) adalah dengan secara
a. Organisasional yaitu memodifikasikan tuntutan kerja,meningkatkan hubungan
b. Individual yaitu memanajemen persepsi pribadi tentang stress, memanajemen
lingkungan kerja pribadi, menghindari tugas yang beban kerja berlebihan,
memanajemi gaya hidup dan menghindari respon terhadap stress.
2.2. Beban Kerja
2.2.1.Pengertian Beban Kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan
sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut
tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, jadi
definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.
Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima seorang harus sesuai
dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun
keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban dapat berupa beban fisik
dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti
mengangkat, mengangkut, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja mental
dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu
dengan individu lainnya. (Manuaba,2000)
Everly dkk (dalam Munandar,2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah
keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu
tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif
dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena tugas –tugas terlalu
mampu melakukan tugas atau tugas tidak menggunakan ketrampilan atau potensi
dari pekerja. Beban kerja fisikal atau mental yang harus melakukan terlalu banyak
hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan.
Kesimpulan beban kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima pekerjaan
dapat berupa beban fisik dan beban mental.
2.2.2..Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Rodahl (1989) dan Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja
dipengaruhi faktor – faktor sebagai berikut ;
a.. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti ;
- Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata
ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja,
sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan,
tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.
- Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir,
kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas
dan wewenang.
- Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungann kerja psikologis.
Ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.
b. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat
dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor
somatis (jenis kelamin,umur,ukuran tubuh,status gizi,kondisi kesehatan), faktor psikis
(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan)
2.2.3. Dampak Beban Kerja
Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang terlalu sedikit dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja Hal
ini didukung oleh penelitian Suciari (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara beban kerja dengan keluhan Low Back Pain yang dialami pramu kamar.
Presentase yang mengalami keluhan Low Back Pain dari pramu kamar dengan
kategori beban kerja berat sekali mencapai 100 %, sedangkan beban kerja kategori
berat mencapai 79 % dan beban kerja sedang 30 %.
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik
atau mental dan reaksi –reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan
dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan
yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton
Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu
sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial
membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat
menimbulkan stress kerja. (Manuaba,2000)
2.2.4. Penilaian Beban Kerja
Astrand, dkk (1977) menyatakan bahwa pengukuran beban kerja fisik dan
oleh peneltian Nurhayati (1996) yang menyatakan tentang pengukuran beban
psikologis kerja dalam sistem kerja menggunakan analisis spektral menemukan 3
komponen variabilitas denyut nadi yang berkaitan dengan mekanisme pengendalian
biologis, yang terendah hubungan dengan mekanisme pengaturan temperatur,
komponen tengah dipercaya berasosiasi dengan penaturan tekanan darah, sedangkan
yang ketiga berkesesuain dengan efek respirasi. Komponen tengah menunjukan
variasi yang berkaitan erat dengan pembebanan kerja mental dari suatu pekerjaan.
Kekuatan komponen ini berkurang dengan meningkatnya beban kerja yang berarti
variabilitas denyut nadi berkurang pada level pembebanan tinggi. Pengukuran beban
kerja mental dapat secara obyektif dan subyektif, pengukuran dengan cara obyektif
dapat dilakukan melalui pengukuran denyut nadi sedangkan pengukuran dengan cara
subyektif melalui pendekatan psikologis dengan membuat skala psikometri, yaitu
pengukuran dengan mengamati dan mengobservasi kondisi psikologis seseorang.
Menurut Cristensen (dalam Tarwaka, 2004) dan Grandjean(1993),
pengukuran beban fisik melalui denyut jantung adalah salah satu pendekatan untuk
mengetahui berat ringannya beban kerja fisik selain ditentukan juga oleh konsumsi
energi, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pengukuran denyut nadi selama
bekerja merupakan metode untuk menilai Cardiovasculair strain. Pada batas tertentu
ventilasi paru, denyut jantung/nadi dan suhu tubuh mempunyai hubungan linear
dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Pengukuran denyut jantung
mendengarkan denyut jantung dengan stetoskop, menggunakan EKG dan
menggunakan alat heart rate.
Tabel 2.1. Kategori Berat Ringan Beban Kerja berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu Tubuh dan Denyut Jantung Menurut Christensen.
Kategori beban
Sumber Christensen (1991;1699) Encyclopedia of Occupational Health and Safety
. ILO.Geneva
2.3. Perawat
Pekerja rumah sakit yang terbanyak adalah perawat, terdapat sekitar 60 %
dari tenaga kesehatan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu jenis pekerja
kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan rumah sakit. Perawat adalah profesi pekerjaan yang
mengkhususkan diri pada upaya penanganan perawatan pasien atau asuhan kepada
pasien dengan beban kerja yang berlebihan serta tugas tambahan dan sering
melakukan kegiatan yang bukan fungsinya. Tenaga keperawatan di rumah sakit
sakit bertugas pada pelayanan rawat inap, rawat jalan atau poliklinik dan pelayanan
gawat darurat. (Hamid,2001)
Fungsi perawat adalah membantu individu yang sakit atau sehat dalam
melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kesehatan atau penyembuhan
individu tersebut .
2.4. Beban Kerja Dan Stress Kerja Di Ruang Rawat Inap
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit beroperasi selama 24
jam. Salah satu dari sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah unit pelayanan
ruang rawat inap. Menurut Depkes RI (1987) ruang rawat inap adalah ruang
pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur
perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa terapi, rehabilitasi medik dan
pelayanan medik lainnya.Unit ini bertanggung jawab terhadap perawatan dan
penanganan kesehatan pasien. Ruang rawat inap terdiri dari perawatan anak,
perawatan bedah,perawatan kebidanan umum dan perawatan penyakit dalam.
Beban kerja di perawatan rawat inap adalah perawat dituntut harus tetap ada
di sisi pasien untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan perawatan pasien,
seperti pelayanan yang diberikan dalam keadaan sakit ringan ataupun berat yang
memerlukan pemantauan serta tindakan yang terus menerus. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Azwar (1993) bahwa beban perawat pada pasien adalah menyelamatkan
Perawat di ruangan juga melaksanakan asuhan keperawatan selama 24 jam
dan bekerja secara bergiliran/shift jaga. Dalam shift jaga, perbandingan jumlah
perawat dalam satu shift jaga sering tidak seimbang dengan jumlah pasien. Akibatnya
perawat sering bekerja melebihi kapasitasnya. (PPNI,2000)
Menurut penelitian Jauhari (2005) bahwa standar beban kerja perawat
senantiasa harus sesuai dengan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan
pasien. Untuk menghasilkan pelayanan yang efektif dan efisien diupayakan
kesesuaian antara ketersediaan tenaga perawat dengan beban kerja ada.
Beban kerja perawat pada setiap ruang rawat tidak sama. Perawat bekerja
sesuai dengan pedoman uraian tugas yang telah di tetapkan oleh Depkes ( 1994) yaitu
pada ruangan perawatan bedah, perawat harus menyiapkan perlengkapan alat-alat
atau obat-obat yang dibutuhkan pasien sebelum dan sesudah operasi menyiapkan
kebutuhan untuk pasien yang mau operasi, memelihara kebersihan dan merawat
pasien sesudah operasi dan melaksanakan administrasi. Pada ruang perawatan anak
perawat harus mempunyai ketrampilan khusus atau spesialistik tentang penanganan
perawatan anak misalnya pemasangan infus pada pasien anak berbeda seperti pada
dewasa, mengkaji kebutuhan pasien, mengamati keadaan dan mengevaluasi
perkembangan pasien,melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien, mencatat
perkembangan pasien dan kegiatan administrasi ruangan. Beban kerja di ruangan
kebidanan adalah menerima dan merawat pasien yang akan bersalin,menyiapkan
fasilitas kebutuhan pasien, mengamati keadaan pasien, menjaga kebersihan
melaksanakan administrasi kebidanan. Sedangkan uraian tugas perawat di ruangan
penyakit dalam adalah selain harus mengerjakan administrasi dan mencatat
perkembangan pasien, perawat menyiapkan fasilitas dan peralatan yang di butuhkan
di ruangan seperti peralatan emergensi, memelihara kebersihan pasien, komunikasi
dengan pasien, melakukan tindakan pengobatan , melakukan penyuluhan kepada
pasien mengenai penyakitnya dan bekerja sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan untuk menghindar penularan penyakit.
Hampir setiap beban kerja dapat mengakibatkan timbulnya stress kerja,
tergantung bagaimana reaksi pekerja itu sendiri menghadapinya dan besarnya stress.
Stress terhadap perawat akan mempengaruhi munculnya terhadap masalah
kesehatan,psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang
mengalami stress akan mudah terserang penyakit, pada stress mental berkepanjangan
akan mengakibatkan ketegangan, hal ini cenderung merusak tubuh dan gangguan
kesehatan. Reaksi terhadap stress dapat berupa reaksi psikis maupaun fisik. Biasanya
pada perawat stress akan menunjukkan perubahan perilaku.Usaha perilaku berupa
melawan stress atau berdiam diri, dalam kehidupan sehari-hari reaksi ini berlaku
bergantian tergantung situai dan bentuk stress. ( Fraser.1992)
Secara umum stress kerja dipengaruhi oleh banyak faktor lain, seperti yang
disebutkan dalam penelitian Restiaty, et al (2006) tentang beban kerja dengan
kelelahan kerja menyimpulkan adanya hubungan beban kerja ditempat kerja dengan
kelelahan kerja, artinya semakin berat beban kerja ditempat kerja maka semakin
kelelahan kerja adalah faktor utama penyebab stress kerja, namun terdapat juga faktor
lain sebagai penyebab stress kerja, yaitu faktor tempat bekerja, jenis pekerjaan serta
beban mental.
2.5. Hubungan antara Beban kerja dengan Stress kerja
Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) dan Manuaba (2000) salah satu
faktor penyebab stress kerja adalah beban kerja, faktor-faktor pekerjaan yang dapat
menimbulkan stress adalah dalam kategori faktor –faktor intrinsik dalam pekerjaan
adalah fisik dan tugas, tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan
dari resiko dan bahaya.
Stress kerja pada perawat bisa terjadi karena perawat bertanggungjawab
terhadap kehidupan pasien, tanggung jawab tersebut menuntut pelaksanaan kerja
yang efektif hal ini merupakan beban kerja Perawat. Menurut Charles, A dan Shanley
F, (1997) mengemukakan sumber stress dalam ruang rawat inap (keperawatan )
antara lain
• Beban kerja secara berlebihan misalnya merawat terlalu banyak pasien,
mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar tinggi, merasa tidak
mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi
keterbatasan tenaga.
• Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain,misalnya mengalami konflik
• Kesulitan dalam merawat pasien kritis misalnya kesulitan dalam menjalankan
peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru,bekerja
dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan yang cepat.
• Berurusan dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya bekerja dengan
dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, merawat
pasien yang sulit atau tidak dapat bekerja sama,
• Merawat pasien yang gagal untuk membaik. Misalnya merawat pasien lansia,
anak-anak, pasien nyeri atau yang meninggal setelah dirawat.
Beban kerja di ruangan tidak selalu menjadi penyebab stress pada perawat,
beban kerja akan menjadi sumber stress bila banyaknya beban kerja tidak sebanding
dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi
perawat. Setiap perawat mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian,pengalaman dan
waktu yang dimilikinya.
Dalam setiap ruang rawat inap terdapat perbedaan jenis pasien yang
berdampak pada kondisi dan beban kerja yang berbeda. Untuk itu perawat harus
peran sebagai tenaga serba bisa, memiliki inisiatif, berperilaku kreatif serta memiliki
wawasan yang luas dengan motivasi kerja keras,cerdas ,iklas dan kerja berkualitas.
Jenis pasien yang dirawat di ruangan rawat inap rumah sakit dapat dipandang
sebagai tuntutan terhadap pelayanan kesehatan jika tidak dikelola dengan baik maka
Beban kerja penting menjadi perhatian untuk mengindentifikasi penyebab
stress yang potensial di rumah sakit , karena stress akan selalu menimpa perawat.
Setiap perawat mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stress,
hal tersebut bergantung jenis,lama dan frekuensi stress yang dialami perawat.
Menurut Dantzer dkk dalam Widyastuti (1999) makin kuat stressor, makin lama dan
sering terjadi sangat berpotensi menurunkan daya tahan tubuh dan mudah
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu
3.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten
Dairi, dengan pertimbangan ;
1. Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang merupakan sarana upaya kesehatan
yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap dimana pekerjaan
perawat ditiap unit bagian tersebut mempunyai beban kerja yang berbeda.
2. Adanya keluhan perawat yang merupakan gejala-gejala stress.
3.1.2. Waktu
Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, survey awal,
mempersiapkan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data sampai dengan
penyusunan laporan akhir. Pengambilan data dilakukan selama 1 (satu) bulan yaitu
bulan Juni – Juli 2007.
3.2. Rancangan Penelitian
1. Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan Cross Sectional
2. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yaitu menguraikan obyek penelitian
juga mencari hubungan antara variabel beban kerja dengan stress kerja pada
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap
RSUD Sidikalang yaitu di ruang perawatan bedah 15 orang, ruangan perawatan anak
15 0rang, ruang perawatan kebidanan 15 orang dan penyakit dalam 15 orang total
populasi sebanyak 60 orang.
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling yaitu teknik dengan tujuan atau pertimbangan tertentu
yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut ; Jenis kelamin wanita, lama bekerja
minimal 1 (satu ) tahun, mempunyai status gizi yang baik, tidak sedang hamil, tidak
sedang menyusui, tidak sedang sakit waktu penelitian, umur tergolong usia produktif
( 18 – 45 thn). Responden yang termasuk pada kriteria tersebut adalah dari ruangan
bedah 6 orang, ruangan anak 9 orang, ruangan kebidanan 7 orang dan ruangan
penyakit dalam 8 orang, total sampel sebanyak 30 orang.
3.4. Metode dan Alat Pengumpul data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder.Data primer diperoleh
dengan cara ;
1. Melakukan pengukuran terhadap beban kerja fisik dan beban kerja mental
memakai Stopwatch. Data ini untuk memberikan gambaran berat ringannya beban
kerja fisik dan mental di tiap ruang rawat inap.
2. Untuk mengukur stress kerja dengan menggunakan kuesioner stress kerja.
Instrumen penelitian stress kerja dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori
Beehr dan Newman (1978), yang membagi gejala stress menjadi tiga aspek yaitu
gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku. (1) Gejala psikologis terdiri dari ;
kecemasan,ketegangan,bingung,marah,sensitif,memendam perasaan, komunikasi
tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual, mengurung diri,ketidak puasan
bekerja,depresi,lelah mental,merasa terasing dan mengasingkan diri,kehilangan
daya konsentrasi,kehilangan spontanitas dan kreativitas,kehilangan semangat
hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri. (2) Gejala fisik seperti
meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin
dan non adrenalin, gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung,mudah
terluka,kematian, gangguan kardiovaskular, mudah lelah secara fisik, gangguan
pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain,
kanker, ketegangan otot dan problem tidur. (3) Gejala perilaku: menunda atau
menghindari pekerjaan atau tugas, penurunan prestasi dan produktivitas,
meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,
meningkatnya frekuensi absensi,perilaku makan yang tidak normal, kehilangan
nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, kecendrungan perilaku berisiko
penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman dan
kecendrungan bunuh diri.
Sebelum dilakukan pengambilan data stress kerja, kuisoner stress kerja terdiri
dari 100 item dengan menggunakan skala Likert, masing-masing pernyataan
berisikan 4 alternatif pilihan yaitu tidak pernah angka 1, kadang-kadang angka 2,
sering angka 3 dan sering kali angka 4 dan diuji cobakan di lapangan (try out)
untuk menguji kelengkapan pertanyaan disamping itu untuk menguji validitas
dan reliabilitas daftar pertanyaan tersebut. Setelah diuji coba jumlah item yang
gugur atau tidak valid sebanyak 35 item, sehingga jumlah item menjadi 65 item.
Item tersebut terdiri dari 27 item tentang gejala psikologis, 21 item tentang
gejala fisik dan 17 item tentang gejala perilaku. Cara perhitungan dengan melihat
skor jumlah terkecil = 65 dan jumlah skor terbesar = 260. Kategori stress terdiri
dari ringan 65 - 130 , sedang 131- 195 dan berat 196 - 260. Data ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana stress kerja Perawat.
3. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari studi dokumentasi dengan
mempelajari data-data tentang riwayat pekerjaan responden.
3.5. Validitas dan Reliabilitas
3.5.1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Dalam penelitian ini validitas alat ukur ditentukan berdasarkan content validity
dan Internal Consistency . Content validity yaitu validitas yang diperoleh melalui
Semakin skala itu mendekati konsep teoritis dari variabel, maka akan semakin tinggi
validitasnya. Reliabilitas dalam penelitian ini dengan pendekatan Internal
Consistency, yaitu hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes kepada
sekelompok subjek. Prosedur analisis reliabilitas data diarahkan pada analisis
item-item, penghitungan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini digunakan bantuan
komputer program SPSS for windows dengan rumus Cronbach’s
3.6. Variabel Penelitian.
Variabel yang diteliti adalah
a. Variabel bebas ( independen) adalah
1. Beban kerja
2. Ruang rawat inap
a. Ruang perawatan bedah
b. Ruang perawatan anak
c. Ruang perawatan kebidanan
d. Ruang perawatan penyakit dalam
b. Variabel terikat ( dependen) adalah stress kerja.
c. Variabel kontrol adalah jenis kelamin, umur, lama bekerja.
3.7. Analisa Data
Data dianalisa dengan statistik dengan menggunakan SPSS, untuk menguji
korelasi Product Moment Pearson sedangkan untuk menguji perbedaan beban kerja
dengan stress kerja di setiap ruangan digunakan uji statistik one way anova.
3.8. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar. 3.1. Kerangka Konsep penelitian
Ruang rawat inap
- Ruang perawatan bedah
- Ruang perawatan anak
- Ruang perawatan kebidanan
- Ruangan perawatan penyakit
dalam
Stress Kerja Perawat
- jenis kelamin - umur
- lama bekerja - status gizi
- tidak sedang hamil, menyusui
- tidak sedang sakit Beban kerja
3.9. Definisi Operasional
1. Beban kerja adalah beban yang diterima Perawat dalam melaksanakan
pekerjaannya. Beban tersebut dapat berupa beban eksternal maupun beban
internal. Mengukur berat ringan beban kerja secara fisik dan mental dengan
mengukur denyut nadi. Setiap obyek dilakukan 3 (tiga) kali pengukuran
pada shift pagi yaitu sebelum bekerja pada pukul 8.00 wib dan sesudah
bekerja pada pukul 15.00 wib selama 3 hari secara manual memakai Stop
Beban kerja dikategorikan berdasarkan jumlah nadi kerja permenit
berdasarkan teori Christensen.
Tabel.3.1. Kategori Beban Kerja
Beban Kerja Denyut nadi (nadi jantung)
Ringan 75-100
Sedang 101-125
Berat 126-150
Sangat Berat 151-175
Sumber; Christensen ,1991
2. Ruang Rawat Inap adalah tempat perawatan pasien rawat inap yang terdiri
dari ruang perawatan bedah, ruang perawatan anak, ruang perawatan
kebidanan dan ruangan perawatan penyakit dalam.
3. Stress kerja adalah respon adaptif, penyesuaian diri terhadap tanggapan yang
menyeluruh dari tubuh terhadap tuntutan pekerjaan pada Perawat.
4. Perawat adalah Tenaga kesehatan non medis yang bertugas di ruang
perawatan bedah, ruang perawatan anak, ruang perawatan kebidanan dan
ruang perawatan penyakit dalam.
3.10. Jalannya Penelitian
Jalannnya penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu persiapan penelitian ,