• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pungutasi dalam terjemahan buku nasha'ih al-iba'd karya Syeikh Nawawi Al-Bantani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pungutasi dalam terjemahan buku nasha'ih al-iba'd karya Syeikh Nawawi Al-Bantani"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

BANTANI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh:

WULANDARI

106024000952

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANOIRA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

(2)

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Juni 2010

Wulandari NIM: 106024000952

(3)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh Wulandari

NIM: 106024000952

Pembimbing

Dr. Abdullah, M. Ag NIP: 1996108251993031002

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

(4)

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 16 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 16 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, MA. Ahmad Saekhuddin, M.Ag. NIP: 195708161994031001 NIP: 19700502000031003

Pembimbing Penguji

Dr. Abdullah, M.Ag

Dr. H. A. Ismakun Ilyas, MA

NIP: 1996108251993031002 NIP: 150 274 620 000 000 000

(5)

Alhamdulilah, segala puji syukur penulis senantiasa panjatkan kepada Allah Swt, sang pencipta, penguasa, pengatur alam raya ini, yang selamanya selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada mahluk. Shalawat serta salam kita haturkan juga kepada figur idola umat islam baginda Nabi besar Muhammad Saw, yang telah membangun pondasi peradaban islam.

Penulis menyelesaikan skripsi ini bukanlah mukjizat yang datang secara tiba-tiba, melainkan melalui proses yang tak luput dari bantuan, bimbingan, dorongan dan saran-saran dari berbagai pihak. Tanpa mereka kerja keras penulis tidak berarti apa-apa dalam menyelesaikan studi di UIN Jakarta, maupun dalam menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M. Ag atas Bimbingannya kepada mahasiswa/mahasiswi Fakultas Adab dan Humaniora.

2. Bapak Ketua Jurusan Tarjamah, Drs. Ikhwan azizi dan Sekretaris Jurusan Tarjamah Ahmad Syaikhuddin, M.Ag yang selalu membimbing mahasiswa dan mahasiswi jurusan Tarjamah.

3. Bapak Drs. Abdullah. M.Ag sebagai dosen pembimbing skripsi atas waktu dan pikirannya yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(6)

penulis untuk membaca serta meminjamkan buku-buku koleksinya.

6. Ayahhanda tercinta Ujang Sumria dan Ibunda Euis Kholidah terima kasih sedalam-dalamnya yang sudah memberikan doa, motivasi serta memberikan moral dan materi dari awal kuliah hingga sekarang penulis menyelesaikan tugas akhirnya.

7. Kepada Kakakku Danu Heryanto, Dedi Heryanto, Lidya Anggraeni, dan adikku Wilyansari yang selalu mendoakanku dan selalu memberikan masukan supaya skripsi ini terselesaikan.

8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Jurusan Tarjamah angkatan 2006 atas doa, masukan informasi dan bantuan yang tak terhingga yaitu Suti Indrawati, Nubza, Fuad, Siti Hamidah, Musyarofah, Ade Ernawati, Yoem, Yuyun dan sebagainya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

9. Kepada orang-orang yang penulis sayangi, yang sudah memberikan dorongan agar skripsi ini cepat selesai yaitu Akbar Khadafi dan Indra Permana.

10.Buat seorang sahabat Melly Amalia yang sangat saya sayangi, penulis ucapkan banyak terima kasih atas dorongan dan memberikan semangat, ketika penulis sedang rapuh selalu ada disamping penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

11.Kepada Bapak Mahmurudin yang telah memberikan semangat dan motivasi.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

PERNYATAAN………... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN………... iv

PRAKATA………... v

DAFTAR ISI………... ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN………... vii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 6

D. Tinjuan Pustaka ... 7

E. Metodologi Penelitian... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. KERANGKA TEORI A. GAMBARAN UMUM PENERJEMAHAN... 10

1. Definisi Penerjemahan ... 10

(8)

4. Syarat-syarat Penerjemahan ... 16

5. Unsur Linguistis dan Nonlinguistis dalam Penerjemahan ... 17

6. Keuntungan Menjadi Penerjemah ... 18

7. Prospek Penerjemah ... 19

B. GAMBARAN UMUM PUNGTUASI BAHASA INDONESIA... 20

1. Definisi Pungtuasi ... 20

2. Macam-macam Pungtuasi ... 22

3. Improvisasi Penerjemahan………..27

C. SISTEM PUNGTUASI BAHASA ARAB…………...………. 28

1. Titik……… 28

BAB III. BIOGRAFI IBNU HAJAR AL-ASQALANI DAN SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI A. Ibnu Hajar Al-Asqalani 1. Kelahiran dan Perkembangannya... 30

2. Riwayat Pendidikan dan Pengajarannya. ... 33

3. Karya-karyanya ... 35 4. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya ... 36

B. Syeikh Nawawi Al-Bantani 1. Kelahiran dan Perkembangannya………...37

2. Riwayat pendidikan dan Pengajarannya………....40

(9)

BAB IV. ANALISIS PUNGTUASI DALAM TERJEMAHAN KITAB NASHA'IH AL-IBAD OLEH SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI

A. Tanda Petik………....52 B. Kekeliruan yang seharusnya Tanda Koma menjadi Tanda Titik………..59 C. Kekeliruan yang seharusnya Tanda Titik menjadi Tanda Koma………..59 D. Kekeliruan yang seharusnya Tanda Titik Koma menjadi TandaTitik Dua…..60 E. Improvisasi Penerjemahan……….62

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan………64

B. Saran………..64

DAFTAR PUSTAKA

(10)

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

ا ط t

ب b ظ z

ت t ع ‘

ث ts غ gh

ج j ف f

ح h ق q

خ kh ك k

د d ل l

ذ dz م m

ر r ن n

ز z و w

س s ة h

ش sy ء `

ص s ي y

ض d

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

A. Vokal tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

----

a Fathah

----

i Kasrah

---

u Dammah

B. Vokal rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

---ي ai a dan i

---و au a dan u

(11)

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي/ا---- â a dengan topi di atas

----ي î i dengan topi di atas

---و û u dengan topi di atas

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan ar-

rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda--- dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

syamsiyyah. Misalnya, kata ةروﺮﻀﻟا tidak ditulis ad-darûrah melainkan al- darûrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbûtah

Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang sama juga berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na’t) atau kata sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh no.3)

No. Kata Arab Alih Aksara

1 ﺔﻘ ﺮﻃ tarîqah

2 ﺔ ﻣﻼﺳﻹاﺔﻌﻣﺎﺠﻟا al-jâmi’ah al-islâmiyah

3 دﻮ ﻮﻟاةﺪﺣو wihdat al-wujûd

(12)

“al” a tidak boleh kapital.

(13)

munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 15 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 15 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, MA. Ahmad Saekhuddin, M.Ag. NIP: 195708161994031001 NIP: 19700502000031003

Pembimbing, Penguji,

Ahmad Saekhuddin, M.Ag.

Drs. Ikhwan Azizi, MA. NIP: 195708161994031001 NIP: 19700502000031003

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

(14)

xiv

dalam Kamus Al-Munawwir dan Al-‘Ashri telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, 15 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 15 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, MA. Ahmad Saekhuddin, M.Ag. NIP: 195708161994031001 NIP: 19700502000031003

(15)

1. Definisi Penerjemahan

Banyak definisi yang diberikan oleh para ahli terkait penerjemahan. Secara umum, definisi itu mengerucut pada definisi bahwa penerjemahan adalah “ suatu proses memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (bahasa sumber [Bsu]; source language [SL]; al-lughah al-mutarjam minha) menjadi ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran[Bsa]; target language [TL]; al-lughah al-mutarjam ilaiha).” Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa penerjemahan itu adalah

pemindahan pesan teks Bsu ke Bsa, bukan pemindahan struktur Bsu ke Bsa. 1 Translation atau penerjemahan selama ini di definisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Meskipun sangat tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan dewasa ini.

Penerjemah merupakan suatu kegiatan yang menjadi penting bagi manusia di abad modern ini yaitu kegiatan yang bukan saja milik penerjemah, para guru bahasa, para ahli bahasa, dan peminat bahasa lainnya, melainkan juga telah memberikan daya tarik bagi para ilmuan lainnya yang menyadari kekuatan bahasa sebagai salah satu media yang dapat memantau kepesatan perkembangan ilmu

1.

Moch. Syarif Hidayatullah, Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia,

(Pamulang:2009)

(16)

pengetahuan. Sudah banyak buku-buku dan artikel-artikel tentang terjemah ditulis oleh para ahli dalam suatu cabang ilmu tertentu dengan pendekatan yang beraneka ragam sesuai dengan ilmunya masing-masing. 2

Penerjemahan adalah peralihan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari bentuk bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua melalui struktur semantik. Maknalah yang dialihkan dan harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah. Larson mendefinisikan terjemah sebagai berikut: “Menerjemahkan berarti mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi dan kontek budaya dari bahasa sumber, kemudian menganalisis teks tersebut untuk menemukan maknanya dan menemukan kembali makna yang sama itu dengan mengungkapkan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya.”3

Menerjemahkan merupakan seni yang di dukung kecintaan, kemauan, dan dediksi. Sebagai suatu seni dalm menyampaikan pesan, baik makna dan gaya bahasanya. Penerjemah hendaknya membekali diri dengan kemampuan astetis, begitu pula penyusunan kalimat memerlukan kompetensi yang serba estetis. Kegiatan penerjemahan juga merupakan suatu keterampilan yang bisa dipelajari, ditingkatkan, dikembangkan, dan diajarkan asalkan mereka berminat mau bertekun dalam prakteknya setelah dibekali pengetahuan teoritis sebagai pegangan dasar. Tidak berlebihan kalau Prof. J.C Catford (1965) begitu berantusias

2

. Suhendar Yusuf, Teori Terjemah, Pengantar kea rah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik, (Bandung : Mandar Maju, 1994) Cet. Ke-7, h 7

3

(17)

menyuarakan kepada guru dan dosen, agar penerjemahan yang merupakan keterampilan yang sangat berharga ini diajarkan kepada para siswa dan mahasiswa yang belajar bahasa. 4

Menerjemahkan berarti melibatkan dua aktivitas penting, yaitu:

a. Tindak pemahaman (act of comrehension), yaitu bagaimana seseorang memahami makna kata atau kalimat yang erat kaitannya dengan konteks kalimat. Dalam hal ini pemahaman pesan hendaknya disertai dengan pemahaman pengertian. Misalnya: Goerge is an English teacher, apakah yang dimaksud oleh penulis aslinya Goerge seorang

guru bahasa Inggris ataukah Goerge seorang guru dari Inggris? Untuk itu penerjemah harus bisa menyampaikan pesan teks secara tepat, agar pesan dan pengertiaan dari kalimat di atas tidak dipahami secara keliru.

b. Tindak pengungkapan (act of expresion), yaitu melalui cara bagaimana seorang mengungkapkan agar apa yang diungkapkan atau ditulis sesuai dan cukup mewakili simbol dan sajian penulis asli, baik itu berupa kalimat maupun alinea. Untuk lebih jauh lagi kita mengenal dan memahami istilah terjemah, kurang lengkaap kalau kita tidak mengetahui para tokohnya yang telah lama berkecimpung dalam bidang terjemahan, beserta definisi yang diungkapkan. 5

2. Jenis Penerjemah

4

. Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Ende-Flores-NTT: Nusa Indah, 1986), Cet. Ke-1, h. 23

(18)

Penerjemah terbagi menjadi dua. Pertama, interpreter (juru bahasa; tarjuman), baik yang konsekutif (tanpa jeda) maupun yang simultan (berjeda). Objek yang diterjemahkan interpreter adalah konteks. Dengan kata lain, ia mengalihbahasakan secara langsung bunyi yang didengarnya dalam Bsu ke dalam bunyi Bsa. Seorang interpreter bisa menekuni beberapa propesi berikut: (1) interpreter konferensi (juru bahasa acara-acara konferensi); (2) interpreter pemandu (juru bahasa tamu dari mancanegara yang ber-Bsu); (3) interpreter hukum (juru bahasa pada masalah seperti di persidangan); (4) interpreter medis (juru bahasa urusan medis); (5) interpreter tanda bahasa (juru bahasa terkait tanda bahasa, seperti konteks historis, nuansa budaya, lirikan mata, dan gerak tubuh).

Kedua, translator (penerjemah; mutarjim). Objek yang diterjemahkan oleh

seorang translator berupa teks, seperti yang banyak dibahas dalam buku ini. Seorang translator bisa menekuni beberapa profesi berikut: (1) translator hukum (penerjemahn hukum, seperti dokumen hukum); (2) translator kesusastraan (penerjemah naskah fiksi maupun nonfiksi); (3) translator lokalisasi (penerjemah untuk produk yang akan dipasarkan di suatu wilayah); (4) translator medis (penerjemah urusan medis, seperti obat-obatan).

(19)

Penerjemah bebas berarti penerjemah yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, namun bekerja sebagai penerjemah lepas baik di penerbit maupun di biro penerjemahan.

3. Proses Penerjemah

Untuk menghasilkan pesan teks Bsa yang sesuai dengan pesan teks yang terdapat pada teks Bsu, seorang penerjemah harus memperhatikan proses penerjemahan yang saya rumuskan sebagai berikut: proses penerjemahan yang melalui setidaknya 11 proses, mulai dari struktur luar Bsu hingga menjadi struktur luar Bsa, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. struktur luar Bsu berarti teks masih berupa teks sumber (Tsu), belum mengalami proses apapun;

2. pemahaman leksikal Tsu mengharuskan penerjemah memiliki kepekaan leksikal, sehingga dia memahami makna kosakata yang terlihat pada Tsu;

3. pemahaman morfologis Tsu mengharuskan penerjemah memahami bentuk morfologis kosakata Tsu, sehingga dia mengerrti perubahan bentuk kosakata pada Tsu yang berimbas pada perubahan makna; 4. pemahaman sintaksis Tsu mengharuskan penerjemah memahami pola

kalimat dalam Tsu, yang pada gilirannya mengontraskannya dengan Tsa;

(20)

6. pemahaman pragmatis Tsu mengharuskan penerjemah memahami pemahaman yang dikaitakan dengan konteks yang berlaku pada Tsu; 7. pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi transformasi pada diri

penerjemah untuk kemudian menyelaraskan pemahaman Tsu ke dalam pemadanan Tsa;

8. pemadanan leksikal Tsa mengharuskan penerjemah memilih padanan yang tepat untuk tiap kata yang ditemuinya pada Tsu;

9. pemadanan morfologis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah mengalami perubahan bentuk;

10. pemadana sintaksis Tsa mengharuskan penerjemahan memiliki kepekaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa, sehingga memilih padanan yang akurat pada tiap kalimat ada di hadapannya;

11. pemadanan semantis Tsa berhubungan dengan pemadanan sintaksis Tsa;

12. pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil dari pemahaman kontekstual Tsu, sehingga penerjemah dapat menerjemahkan dengan tepat kalimat dalam konteks tertentu, yang tentu saja akan berbeda maknanya, meskipun bentuknya sama;

(21)

Pemahaman Bsa merupakan hasil dari olah intelektual atas apa yang dilihat (teks) dan apa yang didengar, yang dibantu oleh aspek gramatikal melalui perangkat morfologis dan sintaksis yang melekat pada Tsu. Implikatur merupakan maksud yang dihasilkan dari ketajaman menangkap aspek semantic (makna) dan pragmatik yang sangat dipengaruhi oleh pemahaman terhadap teks dan implikasi kontekstualnya. Sementara itu pemadanan Bsa merupakan pengalihan aspek tekstual dan kontekstual dari Tsu ke Tsa.

4. Syarat-syarat Penerjemahan

Hasil terjemahan yang itu akan dianggap baik atau buruk, jelas atau tidak sangat bergantung pada siapa yang menerjemahkan, meskipun seorang penerjemah itu adalah sebagai pencipta, tetapi ia tidak punya kebebasan seluas kebebasan yang dimiliki penulis naskah aslinya, karena ia harus menciptakan terjemahannya dari dunia ciptaan yang sudah ada.

Untuk menjadi seorang penerjemahan yang baik serta menghasilkan terjemahan yang baik pula, si penerjemah harus memiliki persyaratan-persyaratan berikut ini:

a. Seorang penerjemah harus menguasai dua bahasa, bahasa asli dan bahasa terjemahan.

b. Penerjemah harus memahami secara benar gaya bahasa dan karakteristik bahasa-bahasa yang akan diterjemahkan. 6

6.

(22)

c. Penerjemahan harus sesuai ciri khas bahasa sumber dan bahasa sasaran.7

d. Penerjemah harus mengetahui kosa kata pada dua bahasa tersebut. 8

5. Unsur Linguistis dan Nonlinguistis dalam Penerjemahan

Untuk menajamkan kepekaan dalam menyelami Bsu dan kepiawaian mengalihkannya ke dalam Bsa, seorang penerjemah harus memiliki pengetahuan terkait dengan unsur linguistis dan unsur nonlinguistis dalam penerjemahan. Unsur linguistis berkaitan dengan aspek kebahasaan dalam penerjemahan, sementara unsur nonlinguistis berkaitan dengan aspek diluar bahasa yang diperlukan pada saat menerjemahkan.

Unsur linguistis dalam penerjemahan adalah sebagai berikut: 1) Makna kamus

Unsur ini terkait dengan konsep kata dan kosakata; bahasa yang merupakan kumpulan kosakata; dan memilih makna kosakata, apakah itu makna kamus (lexical meaning), makna tekstual (textual meaning), dan makna konotatif (connotative meaning).

2) Makna morfologis

Unsur ini terkait dengan bentuk, struktur, dan pola kata. Unsur ini dalam bahasa Arab bisa dilihat pada kasus seperti bentuk fi’l tsulatsi (verba trikonsonantal), fi’l ruba’I (verba kuadrikonsonantal), tashrif lughawi (derivasi), tashrif ishthilahi (infleksi), tambahan huruf (seperti

7

. Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan al-Qur’an Depag Edisi 1990, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2000), Cet, ke-1, h. 63

8

(23)
(24)

3) Makna Sintaksis

Unsur ini terkait dengan posisi ism dalam kalimat yang mempunyai posisi I’rab. Seorang penerjemah harus mampu mencermati mana bagian dari teks sumber yang menjadi mubtada’ (subbjek), khabar (predikat), maf’ul bihi awwal (objek), maf’ul bihi tsani (komplemen), tarkib idhafi (frasa nominal; aneksi). Makan sintaksis juga berhubungan dengan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal) dan jumlah ismiyyah (kalimat normal).

6. Keuntungan Menjadi Penerjemah

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh seorang penerjemah, berikut beberapa keuntungan dimaksud:

1. Mendapat apresiasi intelektual berupa dicantumkan namanya di halaman hak cipta.

2. Mendapat honor layak, yang bervariasi disesuaikan dengan kapasitas yang bersangkutan.

3. Mendapat kesempatan untuk mengtahui isi naskah sebelum orang lain tahu.

(25)

5. Mendapat kebanggaan intelektual bila naskah yang disuntingnya mendapat apresiasi luas dari pembaca. 9

9

(26)

7. Prospek Penerjemah

Meski belum menepati status sosial yang seharusnya, prospek penerjemah tidak bisa mempunyai keahlian dipandang sebelah mata. Ada banyak profesi yang bisa ditekuni oleh seorang yang mempunyai keahlian menerjemah. Berikut prospek penerjemah:

1. Penerjemah Profesional

Seiring berkembang pesatnya penerbit-penerbit Islam beberapa tahun belakangan, menjadi penerjemah merupakan profesi yang menjanjikan. Hampir setiap bulan ratusan buku diterjemahkan untuk diterbitkan. Ini masih tidak memasukan penerjemah dokumen hukumm dan yang lain, baik yang tersumpah maupun yang belum.

2. Penulis Profesional

Penerjemah adalah salah satu orang yang paling potensial untuk menjadikan penulis yang hebat dan handal. Banyak penulis terkemuka yang mulai kariernya sebagai penerjemah.

3. Editor Profesional

(27)

penerjemah lebih dekat secara emosi dengan Bsu dari pada orang yang tidak menguasai Bsu.

4. Wartawan Profesional baik di media maupun di media elektronik

Semenjak perang Irak, perhatian terhadap Negara Timur Tengah menjadi kian besar. Dengan kondisi seperti itu, penerjemah (baik interpreter maupun translator) menjadi profesi yang sangat menjanjikan.

5. Dosen

Belum banyak Universitas atau Institute yang membuka jurusan penerjemahan. Dengan prospek terjemah yang sedemikian baik, beberapa Universitas dan Institute terkemuka mulai menjajaki kapasitas untuk membuka jurusan penerjemahan. Itu artinya, seorang yang memenuhi kapasitas sebagai penerjemah dan memiliki kapasitas akademis yang baik mendapat kesempatan untuk berkiprah menjadi dosen. Apalagi, teori dan praktik terjemah.

B. GAMBARAN UMUM PUNGTUASI BAHASA INDONESIA

1. Definisi Pungtuasi

[image:27.595.100.488.164.563.2]
(28)

(suprasegmental), dan sebagian didasarkan atas relasi gramatikal, frase, dan inter-relasi antar bagian kalimat (hubungan sintaksis). 10

Bahasa dalam pengertian sehari-hari adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa tulis merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan itu dalam bentuk simbol-simbol tertulis. Dalam percakapan secara lisan jelas terdengar bahwa kata-kata seolah-olah dirangkaikan satu sama lain, serta di sana-sini terdengar perhentian sebentar atau agak lama dengan suara menaik atau menurun.

Di samping itu masih terdapat ekspresi-ekspresi air muka, berupa menggerak-gerakkan alis mata, menggeleng-gelengkan atau mengangguk-anggukan kepala, mengangkat bahu, mengacungkan tangan dan sebagainya. Untuk memudahkan pembaca mengikuti jejak bahasa lisannya, diciptakanlah tanda-tanda atau gambar-gambar yang melambangkan ciri-ciri suprasegmental dalam sebuah tutur.

Pungtuasi atau tanda-tanda sebagai hasil usaha menggambarkan unsure-unsur suprasegmental itu, tidak lain dari gambar-gambar atau tanda yang secara konvensional disetujui bersama untuk member kunci kepada pembaca terhadap apa yang ingin disampaikan kepada mereka.

Kata ‘ya!’ dapat diucapkan sedemikian rupa untuk menyatakan persetujuan yang bersemangat, atau bernada kemalu-maluan, kebimbangan dan kekurang-percayaan, atau sebagai suatu penolakan kasar. Banyak sekali warna arti yang dapat diberikan kepada suatu ucapan dengan perbedaan variasi kecepatan, keras-lembut, dan intonasi yang berlainan.

10

(29)

Semuannya begitu biasa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak timbul persoalan bagi pendengar. Setiap orang yang diajak bicara langsung memahami apa fungsi dari suara naik atau turun. Semuanya itu baru menjadi persoalan bila percakapan-percakapan atau bahasa lisan itu ditranskripsikan dalam tulisan. Bahasa terdiri dari dua aspek yaitu aspek makna dan aspek bentuk. Aspek bentuk dibagi menjadi unsur segmetal dan unsur suprasegmental.

Unsur segmental, yaitu unsur bahasa yang dapat dibagi atas bagian-bagian yang lebih kecil, meliputi: fonem, morfem, kata, frasa, kalimat, dan wacana. Sedangkan unsur suprasegmental adalah unsur bahasa yang kehadirannya tergantung kepada unsur segmental, meliputi: tekanan keras, tekanan tinggi (nada), dan tekanan panjang, yang disebut intonasi. 11

Unsur-unsur segmental dinyatakan secara tertulis dengan abjad, persukuan, penulisan kata dan sebagainya. Unsur-unsur suprasegmental beserta gerak-gerik dan air muka belum dapat dilukiskan dengan sempurna, unsur suprasegmental itu lalu dinyatakan secara tertulis melalui tanda-tanda baca atau pungtuasi.

Pungtuasi dibuat berdasarkan dua hal utama yang saling melengkapi, yaitu: 1. Didasarkan pada unsur suprasegmental pada hubungan sintaksis, yaitu:

1. Unsur-unsur sintaksis yang erat hubungannya tidak boleh dipisahkan dengan tanda-tanda baca

2. Unsur-unsur sintaksis yang tidak erat hubungannya harus dipisahkan dengan tanda-tanda baca.

2. Macam-macam Pungtuasi

11

(30)

a. Titik

1. Menyatakan akhir sebuah kalimat

2. Menyatakan akhir dari singkatan: Ir., M.A., dkk.

b. Koma

1. Memisahkan bagian-bagian kalimat

2. Menandakan bentuk parentesis (keterangan tambahan yang biasanya ditempatkan dalam kurung):

3. Memisahkan anak kalimat dengan induk aklimat, bila anak kalimat mendahulukan induk aklimat:

4. Menceraikan beberapa kata yang disebut berturut-turut di belakang kata/ungkapan transisi:

5. Menghindari salah baca:

Dari dalam kelas terdengar berisik. (tidak jelas)

Dari dalam, kelas terdengar berisik. (jelas)

Dari dalam kelas, terdengar berisik. (jelas)

6. Menandakan seseorang yang diajak bicara

Dengarkan, Nita, semua nasehat nenekmu.

Kerjakan sekarang, Galih, supaya kita segera dapat berangkat.

7. Memisahkan aposisi dari kata yang diterangkan.

(31)

Negara itu, Skandinavia, terletak dekat kutub utara.

8. Memisahkan ucapan langsung:

Adik berkata, ‘Tunggu saya ya.’

Polisi itu membentak, ‘Minggir’.

9. Memisahkan kata-kata afektif dari bagian kalimat lainnya:

Aduhai, cantik nian dia!

Ah, masakan demikian cerobohnya dia!

c. Titik-Koma

1. Memisahkan dua kalimat yang sederajat Ia anak yang soleh; santri yang taat beribadah.

Pulau Bali sangat molek; Irian Jaya sebuah propinsi yang sangat

luas.

2. Memisahkan anak kalimat yang sederajat

Karena merasa sudah tua; akibatnya tenaganya sudah berkurang

Beliau mengisi waktunya dengan melakukan kegiatan social

Karena lapar; karena tidak ada makanan; mereka menjadi liar

3. Memisahkan kalimat yang panjang dengan subyek yang sama

Mengikuti kegiatan siswa-siswa di alam terbuka, senanglah

hatinya; menjadi pencinta lingkungan.

(32)

a. Trampil menggunakan teknologi canggih;

b. Menguasai bahasa Indonesia dan bahasa Inggris;

c. Menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan.

d. Titik Dua

1. Pengantar kutipan yang panjang

2. Akhir pernyataan yang lengkap, tetapi diikuti dengan pemerian Alam semesta terdiri atas dua bagian: antariksa dan bumi.

3. Pengantar sebuah kesimpulan

Sebagian dari materi Ujian Nasional sebagai berikut: bahas

Indonesia, bahasa Inggris, dan Matematika.

4. Memisahkan dua kalimat yang sederajat, meskipun jarang digunakan.

Ia sudah berusaha semaksimal mungkin: nilainya masih di bawah

rata-rata kelas.

5. Sesudah kata atau frasa yang memerlukan pemerian Ketua Panitya: Abdullah

Wakil Ketua : Anisah

Penulis : Didiek

Bendahara : Naniek

6. Dalam teks drama/dialog Anita : Dari mana kamu?

Andra : Dari kampus.

(33)

1. Mengutip kata-kata seseorang

Ia berteriak, “Tangkap!.”

2. Menulis judul artikel, syair, dan bab buku

Ayu Utami menulis cerpen “Terbang” di Kompas.

Menyatakan kata asing atau yang diistimewakan

Ia menyatakan bahwa semua sudah “oke”.

3. Tanda kutip dalam tanda kutip

Ayah berkata, “Saya mendengar suara Ibumu ‘Cepat tidur, ya

Nak’ ”

4. Mengapit terjemahan atau penjelasan

Di IRRI (Internatioanl Rice Research Institute) telah diadakan percobaan pemuliaan tanaman padi.

5. Kutipan langsung pada materi

“Menurut cerita lama,” kata nenek, “penguasa Lautan Selatan

adalah Kanjeng Ratu Kidul.”

6. Dalam dialog, meskipun pendek, selalu dimulai dengan alinea baru

“Nenekku sakit?

(34)

f.Tanda Tanya

1. Dalam suatu pertanyaan langsung

Dari mana kamu?

2. Menyatakan keragu-raguan

Kakek lahir tahun 1867 (?).

Menggantikan bentuk sarkasme Ia gadis cantik (?) yang congkak.

g. Tanda Seru

1. Menyatakan pernyataan yang penuh emosi

Mustahil! Tidak mungkin ia berbuat tak senonoh!

2. Menyatakan suatu perintah

Cepat selesaikan pekerjaanmu!

3. Meyatakan ketidaksetujuan terhadap suatu pernyataan

Bumi makin dingin (!).

h. Tanda Hubung

1. Memisahkan suku-suku kata Benar: ba-pak, de-mam

Salah : i-bu, a-yah, a-dik, me-ma-da-i 2. Menyambung kata ulang

(35)

ber-evolusi, be-revolusi; ber-uang, be-ruang

4. Merangkai se- dengan kata yang dimulai dengan huruf kapital, ke- dengan angka, Singkatan huruf kapital dengan imbuhan

se-Jakarta, ke-10, KTP-nya, di-PHK, bom-H

Orang asing itu juga suka makan buah – buah – buah durian.

i.Tanda Elipsis (Titik Berspasi)

1. Menyatakan sebagian kutipan dihilangkan

2. Menyuruh pembaca melanjutkan sendiri kalimat yang terputus

Ia penganggur. Namun ia punya rumah dengan halaman seluas

8.500 m2, mobilnya banyak, anak-anaknya bersekolah di luar

(36)

j.Tanda Kurung

1. Mengapit tambahan keterangan.

BRI (Bank Rakyat Indonesia) terdapat di seluruh pelosok tanah air.

2. Mengapit keterangan yang bukan merupakan bagian integral dari pokok pembicaraan.

Jurusan Geologi (yang sesudah terjadi gempa di Indonesia banyak

peminatnya) mempelajari masalah kebumian.

3. Mengapit angka /huruf yang merinci satu seri keterangan

4. Universitas Indonesia terdiri atas beberapa fakultas:

a. Fakultas Kedokteran

b. Fakultas Teknik

c. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

(a) Jurusan Sastra Inggris

(b) Jurusan Sastra Arab

(c) Jurusan Sastra Indonesia

(i) Program Studi BudayaJawa

(37)

C. Sistem Pungtuasi Bahasa Arab

1. Titik

Beberapa kegunaan titik di dalam bahasa Arab sebagai berikut:

a. Diletakkan di akhir paragraf atau kalimat yang sempurna. Contoh:

أْو

ْ

ﱠﺘﻘ

ﷲا

و

ْﺪ

ة

ْاﻟ

ْﺬ

ر

ﻣْ

(38)

A. IBNU HAJAR AL-ASQALANI

1. Kelahiran dan Perkembangannya

Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Kannani Qabilah yang berasal dari Al-Asqalan. Beliau lahir, besar dan meninggal di Mesir. Bermadzhab syafi’i. Beliau menjadi ketua para qadhi, seorang syaikhul islam, seorang hafizh secara mutlak, amirul mukminin dalam bidang hadist dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kuniyahnya) adalah Abu Al-Fadhl. Beliau dilahirkan tanggal 22 Sya’ban tahun 773 Hijriyah dipinggiran sungai Nil di Mesir. Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al- Jadid.1

Ibnu hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya, dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Dia adalah seorang yang pendengaran dan penglihatan sehat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya, kuat

1

Biografi For Ibnu Hajar Al-Asqalani” yang di akses pada tanggal 17 juni 2010 dari http://www.belajarislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=582:biografi-ibnu-hajar-al-asqalani&catid=61:biografi&Itemid=139

(39)

tubuhnya, bercita-cita tinggi,kurus badannya, fasih lisannya, lirih suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin dimasanya.

Ibnu hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ibnu hajar menjadi seorang yang sangat iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati dan mandiri dibawah asuhan Az-Zaki Al-Kharubi(kakak tertua ibnu hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Namun hidup ibnu hajar sengsara dalam pengasuhannya dan kurang perhatian dalam mengurus pendidikannya. Ibnu hajar menyertai Az-Zaki ketika ia tinggal di mekkah hingga akhirnya ia memasukkan ibnu hajar ke Al- Maktab(sekolah untuk belajar dan menghafal al-Qur’an ) ketika dia berumur lima tahun.

Salah seorang gurunya disitu ialah Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu hajar belum berhasil menghafal al-Qur’an sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadrudin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu hajar dapat mengkhatamkan hafalan Al-Qur’annya ketika berumur sembilan tahun. Ketika Ibnu Hajar berumur dua belas tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785H. Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784H,

(40)

didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al- Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang mahzab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai san guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya.

Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al- Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami adapun guru lain yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al- Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksi nya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.

(41)

berselang dua jam setelah shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya untuk membacakan surat Yasin. Ketika sampai ayat,(Yasin :58) Keluarlah ruhnya dari jasadnya. Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar.Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang non muslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung, semua para pembesar saat itu datang melayat.

2. Riwayat Pendidikan dan Pengajarannya

Perjalanan hidup al Hafizh sangatlah berkesan. Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al Qur’an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Qur’an ketika genap berusia sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al ‘Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.2

Semangat dalam menggali ilmu, beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri. Semua itu dikunjungi untuk menimba ilmu. Negeri-negeri yang pernah beliau singgahi dan tinggal disana, di antaranya:

2

(42)

1. Dua tanah haram, yaitu Makkah dan Madinah. Beliau tinggal di Makkah al

Mukarramah dan shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Yaitu pada umur 12 tahun. Beliau mendengarkan Shahih Bukhari di Makkah dari Syaikh al Muhaddits (ahli hadits) ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki Rahimahullah. Dan Ibnu Hajar berulang kali pergi ke Makkah untuk melakukah haji dan umrah.

2. Dimasyq (Damaskus). Di negeri ini, beliau bertemu dengan murid-murid

ahli sejarah dari kota Syam, Ibu ‘Asakir Rahimahullah. Dan beliau menimba ilmu dari Ibnu Mulaqqin dan al Bulqini.

3. Baitul Maqdis, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus, Khalil,

Ramlah dan Ghuzzah. Beliau bertemu dengan para ulama di tempat-tempat tersebut dan mengambil manfaat.

4. Shana’ dan beberapa kota di Yaman dan menimba ilmu dari mereka.

(43)

paling pandai dalam bidang hadits-, ‘Abdurrahim bin Razin Rahimahullah –dari beliau ini al Hafizh mendengarkan shahih al Bukhari-, al ‘Izz bin Jama’ah Rahimahullah, dan beliau banyak menimba ilmu darinya. Tercatat juga al Hummam al Khawarizmi Rahimahullah.

Dalam mengambil ilmu-ilmu bahasa arab, al Hafizh belajar kepada al Fairuz Abadi Rahimahullah, penyusun kitab al Qamus (al Muhith-red), juga kepada Ahmad bin Abdurrahman Rahimahullah. Untuk masalah Qira’atus-sab’ (tujuh macam bacaan al Qur’an), beliau belajar kepada al Burhan at-Tanukhi Rahimahullah, dan lain-lain, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam berbagai cabang ilmu, khususnya fiqih dan hadits.

Layaknya sebagai seorang ‘alim yang luas ilmunya, maka beliau juga kedatangan para thalibul ‘ilmi (murid) dari berbagai penjuru yang ingin mengambil ilmu dari beliau, sehingga banyak sekali murid beliau. Bahkan tokoh-tokoh ulama dari berbagai madzhab adalah murid-murid beliau. Dianaranya, Imam ash-shakhawi (wafat 902 H), yang merupakan murid khusus al Hafizh dan penyebar ilmunya, kemudian al Biqa’i (wafat 885 H), Zakaria al-Anshari (wafat 926 H), Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H), Ibnu Fahd al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.

3. Karya-karyanya

(44)

karya-karyanya, yaitu keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang lain. Oleh karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat islam dan tersebar luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar Rahimahullah. Bahkan sampai sekarang, kita dapati banyak peneliti dan penulis bersandar pada karya-karya beliau Rahimahullah.

Di antara karya beliau yang terkenal ialah:

• Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, • Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, • Al- Ishabah fi Tamyizish Shahabah, • Tahdzibut Tahdzib,

• Ad Durarul Kaminah, • Taghliqut Ta’liq,

• Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.

Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).

4. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

(45)

tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.”

Al-Iraqi berkata “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah, Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhoif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek. ” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu Hajar.

B. SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI

1. Kelahiran dan Perkembangannya

(46)

Banten, Nawawi melanjutkan pendidikannya kepada ulama besar Purwakarta Kyai Yusuf. 3

Syekh Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, adalah ulama Indonesia bertaraf internasional, lahir di Kampung Pesisir, Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Serang, Banten, 1815. Sejak umur 15 tahun pergi ke Makkah dan tinggal di sana tepatnya daerah Syi’ab Ali, hingga wafatnya 1897, dan dimakamkan di Ma’la. Ketenaran beliau di Makkah membuatnya di juluki Sayyidul Ulama Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz). Daerah Hijaz adalah daerah yang sejak 1925 dinamai Saudi Arabia (setelah dikudeta oleh Keluarga Saud) Diantara ulama Indonesia yang sempat belajar ke Beliau adalah Syaikhona Khalil Bangkalan dan Hadratusy Syekh KH Hasyim Asy’ari.

Ketika berusia 15 tahun bersama dua orang saudaranya, Nawawi pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Tapi, setelah musim haji usai, ia tidak langsung kembali ke tanah air. Dorongan menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan di Kota Suci Mekkah untuk menimba ilmu kepada ulama-ulama besar kelahiran Indonesia dan negeri lainnya, seperti Imam Masjidil Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syekh Abdul Hamid Daghestani.

Tiga tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Mekkah. Setelah merasa bekal ilmunya cukup, segeralah ia kembali ke tanah air. Ia lalu mengajar dipesantren ayahnya. Namun, kondisi tanah air agaknya tidak menguntungkan

3.

(47)

pengembangan ilmunya. Saat itu, hampir semua ulama Islam mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak menyenangkan hati Nawawi. Lagi pula, keinginannya menuntut ilmu di negeri yang telah menarik hatinya, begitu berkobar. Akhirnya, kembalilah Syekh Nawawi ke Tanah Suci Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan ia menjadi salah satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syekh Ahmad Khatib Sambas uzur menjadi Imam Masjidil Haram, Nawawi ditunjuk menggantikannya. Sejak saat itulah ia menjadi Imam Masjidil Haram dengan panggilan Syekh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi Imam Masjid, ia juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai belahan dunia.

Dikenal sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan pendirian yang khas, Syekh Nawawi amat konsisten dan berkomitmen kuat bagi perjuangan umat Islam. Namun demikian, dalam menghadapi pemerintahan kolonial Hindia Belanda, ia memiliki caranya tersendiri. Syekh Nawawi misalnya, tidak agresif dan reaksioner dalam menghadapi kaum penjajah. Tapi, itu tak berarti ia kooperatif dengan mereka. Syekh Nawawi tetap menentang keras kerjasama dengan kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka memberikan perhatian kepada dunia ilmu dan para anak didiknya serta aktivitas dalam rangka menegakkan kebenaran dan agama Allah SWT.

(48)

satu ajaran), Syekh Nawawi berpendapat, bahwa yang termasuk mujtahid (ahli ijtihad) mutlak adalah Imam Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan Maliki.

Bagi keempat ulama itu, katanya, haram bertaklid, sementara selain mereka wajib bertaklid kepada salah satu keempat imam mazhab tersebut. Pandangannya ini mungkin agak berbeda dengan kebanyakan ulama yang menilai pintu ijtihad tetaplah terbuka lebar sepanjang masa. Barangkali, bila dalam soal mazhab fikih, memang keempat ulama itulah yang patut diikuti umat Islam kini. Apapun, umat Islam patut bersyukur pernah memiliki ulama dan guru besar keagamaan seperti Syekh Nawawi Al-Bantani. Kini, tahun haul (ulang tahun wafatnya) diperingati puluhan ribu orang di Tanara, Banten, setiap tahunnya.

Laporan Snouck Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah ditahun 1884-1885 menyebut, Syekh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00 memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil Madura, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad Thawil dari Banten dan KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari menjadi ulama-ulama terkenal di tanah air. Sejak 15 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai berbagai persoalan agama. Paling tidak 34 karya Syekh Nawawi tercatat dalam Dictionary of Arabic Printed Books karya Yusuf Alias Sarkis.

(49)

Sejak kecil Syaikh Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan ilmu tafsir. Selain itu ia belajar pada Kyai Sahal di daerah Banten dan Kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan bermukim di sana selama 3 tahun. Di tempat ini beliau belajar pada banyak ulama besar yang bermukim di sana. Setelah itu beliau belajar di Madinah untuk lebih menambah wawasan keislaman dalam bidang disiplin ilmu yang lain. Semangat tinggi menyebabkan beliau berkelana mencari dan mendalami berbagai ilmu pengetahuan ke negeri-negeri lain, seperti Mesir dan Syam (Syiria). Di tempat ini beliau belajar kepada ulama-ulama besar. 4

Setelah belajar dan berkelana mencari dan mendalami berbagai ilmu pengetahuan di empat negeri tersebut, beliau pulang ke tanah air, yaitu pada tahun 1248 H/ 1831 M, untuk kembali belajar kepada salah seorang ulama besar di Karawang, Jawa Barat. Setelah perjalanan pencarian ilmu di Karawang, beliau kembali ke daerah asalnya, Tanara, untuk mulai mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada umat yang sangat mengharapkan dan mendambakan ilmunya. Di tempat kelahirannya tersebut, beliau membina pesantren peninggalan orang tuanya. Akan tetapi, karena kondisi tanah air ketika itu masih berada di bawah jajahan Belanda, dan setiap gerak-gerik para ulama diawasi, termasuk kegiatan Imam Nawawi, beliau kembali ke Makkah untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada para Mahasiswa yang berdatangan ke sana dari berbagai negara.

4.

(50)

Sejak keberangkatannya yang kedua kalinya ini, Syaikh Nawawi tidak pernah kembali lagi ke Indonesia. Menurut catatan sejarah, di Mekkah ia kembali berupaya mendalami ilmu-ilmu agama dari para gurunya, seperti Syaikh Muhammad Khatib Sambas, Syaikh Abdul Ghani Bima, Syaikh Yusuf Sumulaweni dan Syaikh Abdul Hamid Dagastani.

3. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.”

Al-Iraqi berkata “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah. Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhoif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek. ” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu Hajar. 5

4.Karya-karyanya

Nawawi menulis kitab dalam hampir setiap disiplin ilmu yang dipelajari di

5.

(51)

pesantren. Paling tidak ada sembilan bidang ilmu pengetahuan yang ia tulis, yakni tafsir, fiqh, ushuluddin, tauhi (teologi), tasawuf (mistisisme), kehidupan nabi, tata bahasa Arab, hadis, dan akhlak (ajaran moral). Berbeda dari pengarang Indonesia sebelumnya, ia menulis dalam bahasa Arab. 6

Hampir semua karya-karyanya merupakan syarah (komentar) atas kitab-kitab yang telah digunakan di pesantren serta menjelaskan, melengkapi, dan terkadang mengkoreksi matan (kitab asli) yang dikomentari. Sejumlah syarah-nya benar-benar menggantikan matan asli dalam kurikulum pesantren. Tidak kurang dari 22 karyanya (ia menulis paling sedikit dua kali jumlah itu) masih beredar dan 11 kitabnya yang paling banyak digunakan di pesantren.

Ia memperkenalkan dan menafsirkan kembali warisan intelektualnya dan memperkayanya dengan menulis karya baru berdasarkan kitab yang belum dikenal di Indonesia pada zamannya. Semua kyai zaman sekarang menganggapnya sebagai nenek moyang intelektual mereka

1. Bidang Tafsir

Salah satu karya Nawawi yang sangat dikagumi Ulama di Makka dan Mesir adalah Tafsir ”Al-Munir li Ma’alim Al-Tanzil” atau dengan judul lain ”Marah Labid Tafsir Al-Nawawi.” Kitab ini terdiri dari dua jilid yang keseluruhan halamannya berjumlah 985, diselesaikan pada tahun 1886. Dengan prestasinya dalam bidang tafsir tersebut para ulama menganugerahi Nawawi dengan gelar Sayyid Ulama Al-Hijaz .

Gelar tersebut begitu mengesankan sehingga ia mengungkapkan dalam

6

(52)

satu penggalan puisinya: ”Tidak diragukan, ilmu pengetahuan adalah sumber cahaya yang menerangi pemiliknya. Di mana pun sang pemilik berada, dia akan selalu dihormati.” Dalam tafsirnya Nawawi selalu menyisipkan berbagai kisah menarik. Tersedia cukup banyak dan komprehensif informasi tentang asbab al-nuzul.

Semua itu didukung oleh kepandaian dan kelihaian gaya penulisannya, yang tak seorangpun menyangkal bahwa Nawawi memiliki latar belakang kuat dalam sastra dan tata bahasa Arab. Sejalan dengan hal ini, tafsirnya juga penuh dengan kekayaan eksplanasi linguistik dan pendahuluan yang beragam dalam membaca Alquran oleh tujuh imam (qira’at al-sab’ah). 2. Bidang Sufisme dan Akhlak

Meskipun Nawawi tidak pernah menganjurkan ataupun melarang murid-muridnya mengikuti tarekat, namun Nawawi selalu mengaku sebagai pengikut Khatib Sambas ( Ahmad Khatib Al-Sambasi w. 1878), pendiri tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah. Sebagaimana Sambas, Nawawi adalah penganut sufisme Ghazali. Nawawi memperkenalkan kepada murid-muridnya karya-karya sufi yang memiliki etika yang lebih besar dari pada unsur-unsur mistisismenya.

(53)

mendekatkan seseorang pada kasih sayang Tuhan.

Karya Nawawi yang berisi tentang sufisme antara lain; ”Syarh Maraqi Al-’Ubudiyah,” “Sullam Attaufiq,” “Nashaih Al-‘Ibad,””Misbah Al-Zhulam,” “Qami’ Al-Thughyan,”dan“Salamim Al-Fudhala.”

3. Bidang Hukum Islam

Nawawi termasuk ulama tradisional besar yang telah memberikan sumbangan sangat penting bagi perkembangan ilmu fiqh di Indonesia. Ia memperkenalkan dan menjelaskan, melalui syarah yang ia tulis dan mendidik generasi sesudahnya untuk menguasai dan memberikan perhatian kepada fiqh.

Ia menulis kitab fiqh yang digunakan secara luas, ”Nihayat Al-Zain.” Kitab ini merupakan syarah kitab ”Qurrat Al-‘Ain,” yang ditulis oleh ulama India Selatan abad ke-16, Zainuddin Al-Malibari (w. 975 M). Ulama India ini adalah murid Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 973 M), penulis ”Tuhfah al-Muhtaj,” tetapi ”Qurrat Al-’Ain” dan syarah yang belakangan ditulis al-Malibari sendiri tidak didasarkan pada Tuhfah. ”Qurrat Al-‘Ain” belakangan dikomentari dan ditulis kembali oleh pengarangnya sendiri menjadi ”Fath Al-Muin.” Dua orang yang sezaman dengan Kiai Nawawi Banten di Makkah tapi lebih muda usianya menulis hasyiyah (catatan) atas ”Fath Al-Mu’in.” Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha al-Dimyathi menulis empat jilid ”I’anah Al-Thalibbin” yang berisikan catatan pengarang dan sejumlah fatwa mufti Syafi’i di Makkah saat itu, Ahmad bin Zaini Dahlan. Inilah kitab yang popular sebagai rujukan utama.

(54)

”Sullam Al-Taufiq” yang ditulis oleh Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi (wafat 1272 H/ 1855 M), dan yang lainnya ialah ”Safinah Al-Najah” ditulis oleh Salim bin Abdullah bin Samir, ulama Hadrami yang tinggal di Batavia (kini: Jakarta) pada pertengahan abad ke-19 ”Sullam Al-Munajat” merupakan syarah Nawawi atas pedoman ibadah ”Safinah ash-Shalah” karangan Abdullah bin Umar al-Hadrami, sedangkan ”Tausyih Ibn Qasim” merupakan komentarnya atas ”Fath Al-Qarib.” Walau bagaimanapun, masih banyak yang belum kita ketahui tentang Nawawi Banten. Nawawi Sang Multidisipliner.

Mungkin banyak orang menilai bahwa Nawawi hanya menghasilkan tidak lebih dari sekedar pengulangan karya-karya klasik ulama sunni periode pertengahan. Namun, harus dipahami bahwa para ulama masa lalupun melakukan hal yang sama. Maka, dialog antara ulama yang berasal dari tempat dan waktu yang berlainan tidak dapat dihindarkan.

Interaksi intelektual dimanifestasikan dengan cara mulai dari setuju sepenuhnya yang diungkapkan oleh penulis produktif masa berikutnya melalui syarahnya, karya-karya berupa uraian panjang dan pengembangannya. Nawawi juga juga menggunakan anekdot dan cerita-cerita favorit dari kasus-kasus yang terjadi pada abad pertengahan.

Sebagaimana ulama-ulama besar lainnya, Imam Nawawi disamping mengajar dan mendidik para siswa yang belajar kepadanya- seluruh waktunya dipergunakan untuk menulis. Buah karyanya sebanyak 115 kitab, atau 99 kitab, menurut riwayat lain.

(55)

1. As-Simar al-Yani’at: ulasan atas Riyadh al-Badi’at-nya Syaikh Muhammad Hasbullah. Kitab ini membahas masalah fikih.

2. Tanqih al-Qaul: ulasan atas Lubab al-Hadits-nya Imam Jalaludin Sayuthi. Kitab ini membahas empat puluh keutamaan, dimulai dengan keutamaan sabar.

3. At-Tausyih: ulasan atas Fath al-Qarib al-Mujib al-Musamma bi at-Taqrib-nya Ibn Qasim al-Ghazi. Kitab ini membahas masalah fikih. 4. Nur azh-Zhulam: ulasan atas al-Manzumah bi Aqidat al-Awwam-nya

Syaikh Sayyid Ahmad Marzuki al-Maliki. Kitab ini membahas masalah tauhid.

5. At-Tafsir al-Munir li Ma’alim at-Tanzil: kitab ini membahas masalah tafsir Alqur’an.

6. Madarij ash-Shu’ud: ulasan atas Maulid an-Nabawi asy-Syahir bi al-Barzanji-nya Imam Sayyid Ja’far. Kitab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan sejarah kelahiran Nabi Muhammad Saw.

7. Fath al-Mujid: ulasan atas ad-Darr al-Farid fi at-Tauhid-nya Imam Ahmad Nawawi. Kitab ini membahas masalah tauhid.

8. Fath as-Shamad: ulasan atas Maulid an-Nabawi asy-Syahir bi al-Barjanzi-nya Ahmad Qasim al-Maliki. Kitab ini membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan kelahiran Nabi.

(56)

10. Sulam al-Fudhala: ulasan atas Manzumat al-Azkiya-nya Syaikh Imam Fadhil Zainuddin. Kitab ini membahas masalah akhlak dan tasawuf. 11. Muraqi al-‘Ubudiyah: ulasan atas Matn Bidayat al-Hidayat-nya Hujjat

al-Islam Abi Hamid al-Ghazali. Kitab ini membahas masalah akhlak dan tasawuf.

12. Nashaih ‘Ibad: ulasan atas Munbihat ‘ala Isti’dad li yaum al-Ma’ad-nya Syaikh Syihabudin Ahmad bin Ahmad al-Asqalani. Kitab ini merupakan nasihat kepada manusia tentang persiapan menghadapi Hari Akhir.

13. Sulam al-Munajat: ulasan atas Safinat ash-Shalat-nya Sayyid Abdullah bin Umar al-Hadhrami. Kitab ini membahas masalah fikih.

14. Al-‘Aqdhu ats-Tsamin: ulasan atas Manzumat as-Sittin Mas-alatan Musamma bi Fath Mubin-nya Syaikh Musthafa bin Utsman al-jawi al-Qaruti. Kitab ini membahas enam puluh masalah yang berkaitan dengan tauhid dan fikih.

15. Bahjat al-Wasa’il: ulasan atas ar-Risalah al-Jami’ah bain Ushul ad-Din wa al-Fiqh wa Tashawuf-nya syaikh Ahmad bin Zaini al-habsyi. Kitab ini membahas masalah tauhid, fikih dan tasawuf.

16. Targhib al-Musytaqin: ulasan atas Manzumat as-Sayyid al-Barjanzi Zain al-Abidin fi Maulid-nya Sayyid al-Awwalin. Kitab ini membahas masalah kelahiran Nabi Muhammad Saw.

(57)

18. Fath Mujib: ulasan ringkas atas Khatib asy-Syarbani fi ‘Ilmi al-Manasik. Kitab ini membahas masalah haji.

19. Mirqat Shu’ud at-Tashdiq: ulasan atas Sullam at-Taufiq-nya Syaikh Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim Ba’alwi. Kitab ini membahas masalah tauhid, fiqih dan akhlak.

20. Kasyifat asy-Syaja: ulasan atas Safinat an-Naja-nya Syaikh Salim bin Samir al-Hadhrami. Kitab ini membahas masalah tauhid dan akhlak. 21. Qami’ at-Thugyan: ulasan atas Manzumat Syu’b al-Iman-nya Imam

Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad asy-Syafi’i Kausyani al-Malibari. Kitab ini membahas masalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah iman.

22. Al-Futuhat al-Madaniyah: ulasan atas Syu’b al-Imaniyah.

23. Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq az-Zaujain: membahas hak dan kewajiban suami isteri.

24. Fath Ghafir Khattiyah: ulasan atas Nuzhum Jurumiyah al-Musamma bi al-Kaukab al-Jaliyah-nya Imam Abdus Salam bin Mujahid an-Nabrawi. Kitab ini membahas masalah ilmu nahwu (tata bahasa). 25. Qathr al-Ghaits: ulasan atas Masa’il Abi Laits-nya Imam Abi Laitsi dan

Mufassir bin Muhammad bin al-Hanafi.

(58)

pilihan lainnya.

Dari karya-karya tulis Imam Nawawi di atas, dapat diketahui bahwa cakupan disiplin Ilmunya sangat beragam dan luas sekali, mulai dari ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sejarah, ilmu fikih, ilmu tauhid, ilmu akhlak, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa. Hampir seluruh kitab tersebut kini dipelajari di pondok-pondok pesantren salafi maupun majelis-majelis taklim, bahkan sering dijadikan sebagai kitab pegangan utama, misalnya kitab-kitab fikh dan akhlak. Adapun kitab Hadits yang sangat terkenal adalah Nashaihul Ibad, yang beberapa tahun yang lalu dibahas secara bergantian oleh Alm. KH Mudzakkir Ma’ruf dan KH Masrikhan (dari Masjid Jami Mojokerto) dan disiarkan berbagai radio swasta di Jawa Timur. Kitab itu adalah syarah dari kitabnya Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Beberapa keistimewaan dari karya-karya beliau telah ditemukan oleh para peneliti, diantaranya kemampuan menghidupkan isi karangan sehingga dapat dijiwai oleh pembacanya, pemakaian bahasa yang mudah dipahami sehingga mampu menjelaskan istilah-istilah yang sulit dan keluasan isi karangannya. Buku-buku karangannya juga banyak digunakan di Timur Tengah.

Semua kitab fikih karya Imam Nawawi merujuk kepada mazdhab fikih Syafi’i, karena memang beliau bermadzhab Syafi’i. Inilah barangkali salah satu faktor kuatnya madzhab Syafi’i di kalangan umat Islam Indonesia.

(59)

Di samping itu, tokoh-tokoh yang biasa digunakan Nawawi untuk menampilkan kepahlawanan santri adalah model-model mereka. Lagi pula, harus dihargai bahwa penulis abad 19 –era kolonial—ini telah mencerna dan menyegarkan kembali karya-karya terpenting ulama abad pertengahan.

Tugas tersebut tidak dapat secara efektif dilakukan seandainya Nawawi bukan seorang murid multidisipliner yang memusatkan perhatiannya terhadap dunia akademik berupa belajar, mengajar dan menulis yang menghasilkan banyak karya.Kitab-kitab Nawawi yang telah memadukan karya-karya standar Syafi’I dalam berbagai bidang merupakan alasan lain mengapa Nawawi menduduki tempat spesial dalam tradisi intelektual santri Jawa.

Silsilah Keturunan.

Silsilah keturunan Imam Nawawi dari garis ayah adalah sebagai berikut:

Imam Nawawi → Kyai Umar → Kyai Arabi → Kyai Ali → Ki Jamad → Ki Janta → Ki Masbugil → Ki Masqun → Ki Masnun → Ki Maswi → Ki Tajul Arusy

Tanara → Maulana Hasanudin Banten → Maulana Syarif Hidayatullah Cirebon → Raja Amatudin Abdullah → Ali Nuruddin → Maulana Jamaludin Akbar

Husain → Imam sayyid Ahmad Syah Jalal → Abdullah Adzmah Khan → Amir Abdullah Malik → Sayydi Alwi → Sayyid Muhammad Shahib Mirbath → Sayyid Ali Khali’ Qasim → Sayyid Alwi → Imam Ubaidillah → Imam Ahmad Muhajir Ilallahi → Imam Isa an-Naqib → Imam Muhammad Naqib → Imam Ali Aridhi → Imam Ja’far as-Shadiq → Imam Muhammad al-baqir → Imam Ali Zainal Abidin → Sayyiduna Husain → Sayyidatuna Fatimah Zahra → Muhammad Rasulullah

(60)
(61)

Salah satu yang sering diabaikan orang dalam menulis adalah penggunaan tanda baca atau pungtuasi. Padahal tanda baca dapat membantu seseorang dalam memahami isi bacaan. Jika teks atau wacana tidak menggunakan tanda baca, maka bacaan tersebut tidak dapat dipahami.

Seperti terjemahan kitab Nasha’ih Al-Ibad di bawah ini!

1. Tanda Petik

Contoh Terjemahan

آْ

أ

ْ

ْﺘ

ْ

ﻟﺎ

ْﻮ

أ

ا

ْ

ْ

ْﺆ

ْ

ﷲﺎ

لﺎ

و

إ

ْ

ْ

ﻟﺎ

ْﻮا

ْ

ْا

ء

و

ْﻜ

ﺮﻟا

ءﺎ

و

ْﺮ

ْﻰ

ْﻟﺎ

ءﺎ

لﺎ

ْ

ﱠ ﻟا

م

أ

ْﺘ

ْا

ْﺆ

ْﻮ

ن

ًﻘ

و

ر

ب

ْا

ﻜﻟ

ْﻌ

“Bagaimana keadaan kalian memasuki pagi hari?”

Mereka menjawab: “ kami berada dalam keadaan beriman kepada Allah.” Beliau bertanya: “ Apakah tanda-tanda keimanan kalian?” Mereka menjawab:

“ Kami bersabar terhadap musibah, bersyukur atas nikmat kelapangan dan menerima semua ketetapan Allah.”

(62)

Analisa

Tanda baca yang dipakai di atas yaitu: tanda petik yang mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Tanda Tanya yang digunakan di atas yaitu dipakai pada akhir kalimat Tanya.

Dalam buku EYD telah dijelaskan bahwa banyak sekali tanda petik yang di gunakan selain untuk menghapit terjemahan, akan tetapi tanda petik juga bisa menjadi tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

Jika diperbaiki kalimat dan tanda bacanya terjemahan tersebut akan menjadi:

“Bagaimana kalian memasuki pagi hari? Dan mereka menjawab: kami

berada dalam keadaan beriman kepada Allah. Lalu beliau bertanya: Apakah tanda-tanda keimanan kalian? Mereka menjawab, kami bersabar terhadap musibah, bersyukur atas nikmat kelapangan dan menerima semua ketetapan Allah.”

Jika dibandingkan kedua paragraf di atas, paragraf kedua relatif lebih mudah dipahami. Hal ini disebabkan, pada paragraf kedua, penulis menggunakan tanda baca dan aturan kalimat yang sesuai. Contohnya:

ْ

لﺎ

إﻟ

إ

ﷲا

ْ

د

ْا

ﺠﻟ

ﱠﺔ

ﻟﺎ

ْﻮا

رﺎ

ْﻮ

ل

ﷲا

إﺎ

ْ

لﺎ

أ

ْﺘ

ْ

آ

ْ

ْ

آ

مﺮﺣ

ﷲا

ْﻜ

ْ

(63)

Analisa

Tanda petik yang digunakan diatas adalah tanda petik yang mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.

Jika diperbaiki kalimat dan tanda bacanya terjemahan tersebut akan menjadi:

Barang siapa membaca dengan ikhlas kalimat laa ilaaha illallooh, maka ia akan masuk surga. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apa wujud keikhlasannya? Beliau menjawab: Kalimat laa ilaaha illallooh tersebut dapat mencegah kalian dari segala sesuatu yang diharamkan Allah kepada kalian.

Dalam buku EYD pun dijelaskan bahwa tanda petik itu mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.

Jika dibandingkan kedua paragraf di atas, paragraf kedua lebih relatif lebih mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena pada paragraf kedua, penulis sudah merubah tanda baca dan aturan kalimat yang sesuai.

(64)

“Apakah kalian semua ingin masuk surga?” para sahabat menjawab: “Ingin, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “kalau begitu, pendekanlah angan-angan kalian; jadikanlah kematian selalu terbayang di depan mata kalian; dan malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar malu.” Mereka menjawab: “ Ya Rasulullah, semua di antara kami merasa malu kepada Allah.” Beliau lantas bersabda: “ bukan begitu caranya malu kepada Allah, tetapi malu kepada Allah itu adalah kalian tidak melupakan kubur dan kehancuran tubuh kalian (di dalam kubur), tidak melupakan perut, dan tidak mengabaikan kepala serta anggota lain yang menempel padanya. Barang siapa ingin mendapatkan kemuliaan dunia akhirat, tentu dia harus meninggalkan kesenangan duniawi. Disanalah letaknya haya’ (rasa malu) manusia kepada Allah dan disana pula dia akan menemukan keridhaan Allah.”

Analisa

Tanda petik di atas mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnya. Begitu juga dengan tanda titik dua di atas yaitu dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Tanda titik yang dipakai dalam terjemahan di atas yaitu dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

(65)

Apakah kalian semua ingin masuk surga? Para sahabat menjawab: Ingin ya Rasulullah. Beliau bersabda: “kalau begitu, pendekanlah angan-angan kalian; “ “ jadikanlah kematian selalu terbayang di depan mata kalian dan malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar malu. Mereka menjawab: “ Ya Rasulullah, semua di antara kami merasa malu kepada Allah.” Beliau lantas bersabda: “ bukan begitu caranya malu kepada Allah, tetapi malu kepada Allah itu adalah kalian tidak melupakan kubur dan kehancuran tubuh kalian (di dalam kubur), tidak melupakan perut, dan tidak mengabaikan kepala serta anggota lain yang menempel padanya. Barang siapa ingin mendapatkan kemuliaan dunia akhirat, tentu dia harus meninggalkan kesenangan duniawi. Disanalah letaknya haya’ (rasa malu) manusia kepada Allah dan disana pula dia akan menemukan keridhaan Allah.”

Jika dibandingkan kedua paragraf di atas maka yang kedualah yang lebih relative mudah dipahami, karena pada paragraf kedua telah dirubah dan menggunakan tanda baca dan aturan kalimat yang disesuaikan oleh penulis.

(66)

“ Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi di bawah ‘Arsy-Nya pada hari yang tidak ada tempat bernaung. Kecuali naunga-Nya, yaitu:

1. Pemimpin yang adil

2. Pemuda yang giat beribadah kepada Allah

3. Orang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi sampai air matanya mengalir karena rasa takutnya kepada Allah;

4. Orang yang hatinya selalu terkait dengan masjid saat ia keluar sampai kembali lagi masuk ke mesjid

5. Orang yang bersadaqoh dengan sembunyi-sembunyi sehingga orang lain yang ada di kanan-kirinya tidak mengetahuinya;

6. Dua orang saling mencintai karena Allah, maka mereka berkumpul dan berpisah semata-mata karena Allah; dan

7. Lelaki yang diajak berbuat mesum oleh wanita, tetapi ia menolaknya dengan berkata: ‘Aku takut kepada Allah.’ “

Analisa

(67)

tanda titik koma yang dipakai disetiap akhir kalimat yaitu memisahkan yang setara di dalam kalimat majemuk.

Dalam buku EYD tanda petik ini dijelaskan untuk mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.

Jika diperbaiki kalimat dan tanda bacanya terjemahan di atas maka akan menjadi:

“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi di bawah ‘Arsy-Nya pada hari yang tidak ada tempat bernaung. Kecuali naunga-Nya, yaitu:

1. Pemimpin yang adil

2. Pemuda yang giat beribadah kepada Allah

3. Orang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi sampai air matanya mengalir karena rasa takutnya kepada Allah;

4. Orang yang hatinya selalu terkait dengan masjid saat ia keluar sampai kembali lagi masuk ke mesjid

5. Orang yang bersadaqoh dengan sembunyi-sembunyi sehingga orang lain yang ada di kanan-kirinya tidak mengetahuinya;

6. Dua orang saling mencintai karena Allah, maka mereka berkumpul dan berpisah semata-mata karena Allah; dan

(68)

Terjemahan ynag sudah diperbaiki mungkin terlihat lebih mudah dipahami dibandingkan dengan terjemahan aslinya, karena penulis telah menganalisa bahwa tanda baca yang dipakai diterjemahkan terlalu berlebihan sehingga nantinya pembaca akan bertanya-tanya dengan tanda baca yang berlebihan.

2. Kekeliruan yang seharusnya Koma menjadi Titik

Con

Gambar

GAMBARAN UMUM PUNGTUASI BAHASA INDONESIA

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kematangan emosi ibu dengan kekerasan verbal pada anak usia sekolah di SD Negeri 11

Segenap pegawai PT Metropolitan Kentjana Tbk selaku pengelola Pondok Indah Mall 2 yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk membuat kios informasi Pondok Indah Mall 2

Konsultansi Pengawasan Pembangunan/Peningkatan Jalan Lingkar Semelako Atas- Danau Liang (DAK TRANDES 2013) dan Pembangunan/Peningkatan Jalan Talang Leak- Bungin dan

1) Menganalisis informasi tentang potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah, serta

Tabel 14 :Distribusi Frekuensi Cabang Olahraga yang Dijadikan Sampel di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta Tahun 2017.... Tabel 17 :Distribusi Frekuensi Tingkat Kecukupan Lemak

Mengidentifikasi masalah dan latihan soal yang berkaitan dengan pemangkatan (pangkat dua dan tiga) dan penarikan akar (akar pangkat dua dan tiga) bilangan cacah.. Siswa

Dublin Core adalah satu set metadata yang terdiri dari 15 set elemen telah dibangun untuk mendukung temu kembali informasi perpustakaan dengan lebih mudah.. Dublin core term

Untuk memberikan kenyamanan kaki pada saat dipakai duduk kursi roda dilengkapi dengan tempat pijakan kaki dan juga sandaran untuk betis sehingga mengurangi