• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien Di Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien Di Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG

KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PERILAKU

PERAWAT SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN

DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN

SKRIPSI

DEVI SHINTANA OCTARIS SIGALINGGING

081101058

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Segala puji, hormat juga syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang

Maha Esa atas kasih setiaNya, berkat dan penyertaanNya yang senantiasa penulis

rasakan hari lepas hari sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul

“Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik

Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD

Dr.Pirngadi Kota Medan.”

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian

Skripsi ini, kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu

Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Pihak RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan yang telah memberi izin penelitian

kepada saya untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen

pembimbing dan juga sebagai dosen penasehat akademik saya yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi serta ilmu

yang bermanfaat selama saya mengikuti perkuliahan dan telah memberikan

masukan yang sangat berharga dalam pembuatan skripsi ini.

4. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I dan penguji

validitas instrumen penelitian ini, Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep

(4)

kepada Ibu Mahnum Lailan Nst, S.Kep, Ns, M.Kep yang juga penguji

validitas instrumen penelitian ini.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang

memberikan ilmu yang berharga dan seluruh staf pegawai yang telah

memperlancar proses akademik dan administrasi.

6. Teristimewa kepada kedua orang tuaku terkasih Bapak TG. Sigalingging dan

Ibu R.Siahaan atas doa, semangat, dukungan, dan kasih sayang yang begitu

berarti bagi penulis. Terima kasih untuk doa dan dukungan kakakku (Tina

Melfrien Sigalingging) dan adik-adikku (Lasondy Istanto Sigalingging,

Westron Abetnego Sigalingging, Filemon Fridesliantro Sigalingging) dan

untuk semua keluarga yang memberi motivasi, doa dan kasih sayang.

7. Terima kasih untuk KTBku Estomihi (K’Yohana, Tami, Gita, Desri) dan juga

kepada adik-adikku (Ides, Astika, Priskila) serta untuk K’Tri, K’Delima,

Novia, Emmi, Elisa dan Ade. Terima kasih untuk kasih, doa, dukungan,

semangat, yang kalian beri untukku terkhusus dalam pembuatan skripsi ini.

8. Teman-teman mahasiswa S1 F.Kep USU stambuk 2008 yang telah

memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya

satu per satu yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam

(5)

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu mencurahkan berkat dan kasih

karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung

penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk

pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan.

Medan, Juli 2012

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………... i

Halaman Pengesahan ………. ii

Prakata……… iii

Daftar Isi………. vi

Daftar Tabel……… viii

Daftar Skema ………. ix

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Konsep Pengetahuan ... 10

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 16

3 Komunikasi Terapeutik ... 18

3.1 Dasar Komunikasi Terapeutik... 18

3.2 Tujuan Komunikasi ... 22

3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik ... 23

3.4 Proses Komunikasi Terapeutik ... 24

3.5 Penerapan Komunikasi Terapeutik... 29

(7)

2.1 Variabel Penelitian ... 34

2.2 Defenisi Operasional ... 34

3. Hipotesa Penelitian... 35

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 36

2. Populasi dan Sampel ... 36

2.1 Populasi ... 36

2.2 Sampel ... 37

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4. Pertimbangan Etik ... 39

5. Instrumen Penelitian ... 39

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 42

7. Pengumpuan Data ... 43

8. Analisa Data ... 44

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 47

2. Pembahasan... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 56

2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Instrumen Penelitian

2. Inform Consent

3. Surat Izin Penelitian

4. Tabel Hasil Olah Data

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 35 Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi

dan arah korelasi ……….. 45 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase data demografi perawat (n = 93)

dan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012 ………. 48 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan perawat tentang

komunikasi terapeutik (n = 93) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli……….... 48 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku perawat saat

berkomunikasi dengan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli………. 49 Tabel 5.4. Hasil analisa hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

Nama : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

Abstrak

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, yang juga merupakan komunikasi professional yang mengarah pada penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dari perawat dan pasien dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan kuesioner. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling diperoleh 93 orang perawat dan teknik accidental sampling diperoleh 30 orang pasien. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik univariat dan bivariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sebanyak 85 orang (91.4 %) dalam kategori baik, dan sebanyak 17 orang (56.7 %) pasien menilai perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien dalam kategori cukup. Hasil uji korelasi Spearman menyatakan koefisien korelasi (r) 0,164 dengan tingkat signifikan (p) 0,385 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang ada sangat lemah atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Saran bagi penelitian berikutnya perlu diteliti apakah ada hubungan faktor endogen dan eksogen terhadap pengetahuan maupun perilaku perawat di rumah sakit.

(11)

Title : Relationship of Nurses Knowledge about Therapeutic Communication to the Behavior of Nurses when Communicating with Patients in Dr.Pirngadi Hospital Medan

Name : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Department : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2012

Abstract

Therapheutic communication is a planed communication which used by nurse and the other health worker that aimed to patient’s health. Researcher assume that there is a relationship of nurses behavior when communicating with the patient and what is they known about the nursing therapeutic communication, and what supposed they do in communication. This study aimed to identifying relationship of nurse's knowledge about therapeutic communication with nurses behavior when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. The design of this study is a descriptive correlation with cross sectional method approach. Data was collected from nurses and patients at the same time by using questionnaire. Sampling was done by using simple random sampling technique, obtained 93 nurses and accidental sampling technique is obtained of 30 patients. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical tests. Results of analysis of data showed that 85 nurses (91.4%) have a good knowledge about therapeutic communication, and 17 patients (56.7%) assess the behavior of nurses when communicating with them in the moderate category. Spearman correlation test results shows the correlation coefficient (r) 0.164 with a significant level (p) 0.385 (> 0.05). These results shows that the strength of the relationships are very weak or there is no significant relationship of nurses knowledge about therapeutic communication to the behavior of nurses when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. It is recommended for further research to examine whether there is a relationship of endogenous and exogenous factors on knowledge and behavior of nurses in hospital.

(12)

Judul : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

Nama : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

Abstrak

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, yang juga merupakan komunikasi professional yang mengarah pada penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dari perawat dan pasien dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan kuesioner. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling diperoleh 93 orang perawat dan teknik accidental sampling diperoleh 30 orang pasien. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik univariat dan bivariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sebanyak 85 orang (91.4 %) dalam kategori baik, dan sebanyak 17 orang (56.7 %) pasien menilai perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien dalam kategori cukup. Hasil uji korelasi Spearman menyatakan koefisien korelasi (r) 0,164 dengan tingkat signifikan (p) 0,385 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang ada sangat lemah atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Saran bagi penelitian berikutnya perlu diteliti apakah ada hubungan faktor endogen dan eksogen terhadap pengetahuan maupun perilaku perawat di rumah sakit.

(13)

Title : Relationship of Nurses Knowledge about Therapeutic Communication to the Behavior of Nurses when Communicating with Patients in Dr.Pirngadi Hospital Medan

Name : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Department : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2012

Abstract

Therapheutic communication is a planed communication which used by nurse and the other health worker that aimed to patient’s health. Researcher assume that there is a relationship of nurses behavior when communicating with the patient and what is they known about the nursing therapeutic communication, and what supposed they do in communication. This study aimed to identifying relationship of nurse's knowledge about therapeutic communication with nurses behavior when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. The design of this study is a descriptive correlation with cross sectional method approach. Data was collected from nurses and patients at the same time by using questionnaire. Sampling was done by using simple random sampling technique, obtained 93 nurses and accidental sampling technique is obtained of 30 patients. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical tests. Results of analysis of data showed that 85 nurses (91.4%) have a good knowledge about therapeutic communication, and 17 patients (56.7%) assess the behavior of nurses when communicating with them in the moderate category. Spearman correlation test results shows the correlation coefficient (r) 0.164 with a significant level (p) 0.385 (> 0.05). These results shows that the strength of the relationships are very weak or there is no significant relationship of nurses knowledge about therapeutic communication to the behavior of nurses when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. It is recommended for further research to examine whether there is a relationship of endogenous and exogenous factors on knowledge and behavior of nurses in hospital.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pelayanan keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa

bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan

pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan

hidup sehari-hari secara mandiri (Dep Kes RI, 2001). Canadian Nurses

Assosiation (CAN), mengatakan bahwa praktik keperawatan secara umum dapat

didefenisikan sebagai hubungan yang dinamik, penuh perhatian dan pertolongan

dimana perawat membantu pasien untuk mencapai dan mempertahankan

kesehatan optimalnya (Sumijatun, 2009).

Perawat yang kompeten, dapat dilihat dari perawat yang menunjukkan

kompetensi professionalnya, termasuk kemampuan menerima informasi secara

baik dan terdidik secara optimal. Kompetensi interpersonal mencakup

kemampuan untuk berhubungan secara baik dengan orang lain, termasuk pasien,

rekan kerja, teman sebaya atau pihak yang berwenang. Kompetensi

intraprofesional dan interprofesional yang mencakup kemampuan untuk

(15)

beraneka ragam, dan mencakup kesadaran terhadap pengaruh budaya dan perilaku

seseorang, dan kesulitan yang mungkin timbul ketika berhadapan dengan orang

lain (Potter & Perry, 2005).

Proses perawatan pasien merupakan suatu proses yang kompleks.

Perhatian yang lebih sering berfokus pada tugas, fungsi dan struktur yang terlibat

dalam perawatan pasien telah menciptakan berbagai pelayanan yang tidak efisien.

Fokus perawatan seharusnya lebih ditekankan pada kebutuhan pasien. Pada model

perawatan yang berfokus pada pasien, perawat harus menjadi pemain kunci untuk

melakukan koordinasi perawatan pasien. Perawat mempunyai kemungkinan yang

lebih besar untuk melakukan aktivitas keperawatan professional, misalnya,

melakukan pengkajian klinik atau pendidikan kesehatan terhadap pasien maupun

keluarganya (Potter & Perry, 2005).

Proses keperawatan lebih lanjut menekankan pada pentingnya komunikasi.

Pengkajian dan evaluasi bersandar pada komunikasi yang menyangkut

pengalaman dan kebutuhan pasien. Perencanaan bersama tergantung pada

komunikasi yang rinci untuk mencapai pemahaman bersama dan komitmen antara

perawat dengan pasien. Interpretasi dan perasaan pasien dihargai sebagai

faktor-faktor yang mungkin berpengaruh pada masalah-masalah yang muncul dan juga

pada penyelesaian masalahnya. Model keperawatan seperti dalam model

sistemnya Neuman (1982), model adaptasi Roy (1984) dan model keperawatan

perawatan diri Orem (1985) meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara

perawat dan pasien dalam keterlibatan perawat yang efektif. (Potter & Perry,

(16)

Aktifitas di rumah sakit seperti memberikan pelayanan kepada pasien

selalu didahului dengan komunikasi. Komunikasi merupakan alat yang efektif

untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan

dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan,

melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka mencapai

tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar

manusia (Mundakir, 2006).

Komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta

kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi

professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang

dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya oleh Purwanto (1994)

disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik tidak dapat

berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan

dilaksanakan secara professional. Dalam melakukan komunikasi terapeutik

seorang perawat harus mengetahui dasar, tujuan, manfaat, proses atau teknik dan

tahapan komunikasi dan melaksanakannya dengan sikap yang benar di rumah

sakit. Karena komunikasi tersebut bertujuan untuk proses penyembuhan pasien

(Mundakir, 2006).

Perawat dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam

melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu tindakan apa

yang akan dilakukan pada pasien dengan cara perawat harus memperkenalkan

(17)

ada untuk pasien, adalah bagian dari komunikasi terapeutik. Perawat tidak boleh

terlihat bingung, pasien harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat

selama interaksi. Agar perawat dapat berperan aktif dan terapeutik, perawat harus

menganalisa dirinya meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu

menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang

disampaikan perawat hendaknya bertujuan terapeutik untuk pasien. Analisa

hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan

hubungan dan menentukan teknik dan ketrampilan yang tepat dalam setiap tahap

untuk mengatasi masalah pasien (Hermawan, 2009).

Hasil Laporan survey dalam penelitian Hermawan (2009), kenyamanan

pasien rawat inap dan keluarga di UGD RS Mardi Rahayu dari tahun 2006 sampai

Mei 2009, menyatakan bahwa 5% sampai 6,5% responden merasa tidak nyaman

saat di UGD hal ini dikarenakan komunikasi perawat yang kurang. Responden

memberikan saran serta kritik kepada perawat agar saat memberikan pelayanan

perawat juga memberikan penjelasan kepada pasien dan lebih banyak lagi

memberikan informasi dengan komunikasi yang baik dan sopan (Hermawan,

2009).

Hasil penelitian Denah (2001) yang berjudul “Hubungan karakteristik dan

tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan

pelaksanaannya dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD

Karawang”, menunjukkan bahwa dari 94 responden ada sebanyak 47,9%

melaksanakan komunikasi terapeutik baik dan 52,1% kurang. Tingkat pendidikan

(18)

komunikasi terapeutik. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, dan tingkat

pengetahuan tidak berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik

(Denah, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2007) tentang persepsi pasien

tentang komunikasi terapeutik perawat dengan sampel sebanyak 40 pasien di

ruang perawatan bedah. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik

verbal dan nonverbal perawat sudah efisien, namun beberapa tehnik komunikasi

terapeutik verbal belum diaplikasikan oleh perawat dengan baik seperti ketepatan

waktu dalam menyampaikan informasi kepada pasien mengenai kesehatannya.

Perbendaharaan kata yang dimiliki perawat masih kurang. Perawat masih sering

menggunakan istilah medis saat berinteraksi dengan pasien dan minat perawat

untuk berinteraksi dengan pasien untuk menghibur masih sangat kurang

(Fatmawati, 2007).

Pada komunikasi terapeutik nonverbal perawat, penampilan personal

perawat kurang baik, hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa perawat

yang menggunakan perhiasan yang terbuat dari karet atau sejenis logam, tidak

menggunakan seragam dinas terutama pada malam hari serta masih terdapat

perawat yang menggunakan alas kaki selain sepatu masuk di dalam ruang

perawatan pasien padahal ruangan tersebut bukan ruangan steril dan jarak yang

digunakan oleh perawat saat berinteraksi dengan pasien bukan jarak terapeutik,

dimana jarak terapeutik yang seharusnya digunakan pada umumnya terjadi di

(19)

Hasil penelitian Simamora (2011) tentang pengaruh pengetahuan,

dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan

komunikasi terapeutik di rumah sakit umum swadana tarutung, menunjukkan

bahwa secara statistik pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan

kepekaan perawat berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan

komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung. Variabel pengetahuan

berpengaruh paling besar terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU

Swadana Tarutung (Simamora, 2011).

Di Indonesia, sebagian besar atau 80% perawat yang bekerja di rumah

sakit berpendidikan Diploma III, Diploma IV 0,5%, Sarjana Strata Satu

Keperawatan 1%, Ners 11%, dan Sarjana Strata Dua 0,4%. Sedangkan perawat

yang berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sebanyak 7%. Jumlah

perawat di seluruh rumah sakit berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS

Tahun 2000) sebanyak 107.029 orang. Jumlah perawat yang bekerja di Puskesmas

berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2009 berjumlah 52.753 orang. Perawat di

Indonesia, jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan

lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit (DepKes RI, 2011).

Dari survey yang dilakukan peneliti di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

didapat data perawat berdasarkan tingkat pengetahuannya antara lain, Sarjana

Strata Satu Keperawatan 68 orang, Diploma III 245 orang, Perawat Bidan 77

orang, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 113 orang, dan Tenaga Keperawatan

(20)

Kota Medan, peneliti mendapatkan informasi secara lisan bahwa beberapa pasien

yang mendapatkan tindakan pemasangan infus mengatakan bahwa perawat belum

menjelaskan secara terbuka mengenai prosedur tindakan tersebut, pasien hanya

diberitahu akan diinfus tanpa memberikan penjelasan kenapa harus diinfus, tidak

ada perawat yang memperkenalkan diri saat akan melakukan tindakan

keperawatan. Keluarga pasien mengatakan bahwa perawat di ruangan tersebut

tidak ramah. Sebenarnya pasien dan keluarganya ingin tahu informasi dari

tindakan yang akan dilakukan oleh perawat tetapi sangat jarang perawat

menjelaskan perkembangan keadaan pasien kepada keluarga. Sementara,

komunikasi tersebut seharusnya digunakan sebagai sarana penyampaian informasi

yang maksimal kepada pasien dan keluarga dalam memberikan asuhan

keperawatan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat

berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat

tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang

diketahui oleh perawat tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik

terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD

Dr.Pirngadi Kota Medan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah

(21)

terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD

Dr.Pirngadi Kota Medan.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan

pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat

saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :

a. Pengetahuan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tentang

komunikasi terapeutik.

b. Perilaku perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan saat berkomunikasi

dengan pasien.

c. Hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap

perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota

Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

masukan kepada institusi pendidikan keperawatan, sehingga institusi dapat lebih

memberikan pemahaman konsep komunikasi terapeutik bagi peserta didik.

4.2 Bagi Praktek Keperawatan

Manfaat penelitian ini bagi praktek keperawatan, menjadi masukan agar

perawat dapat mengaplikasikan pengetahuan komunikasi terapeutik yang baik saat

(22)

4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit

Institusi rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang mendukung

pengetahuan dan perilaku perawat tentang komunikasi terapeutik

perawat-perawatnya, seperti seminar dan latihan komunikasi terapeutik.

4.4 Bagi Penelitian Keperawatan

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat digunakan

sebagai data awal untuk penelitian yang terkait dengan pengetahuan serta perilaku

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Pengetahuan

1.1Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini

terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).

Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan lain sebagainya).

1.2Tingkatan Pengetahuan

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

(24)

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

(25)

merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

1.3Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,

2003).

1.4Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara

lain :

1. Pendidikan

Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah berlangsung seumur

hidup. Menurut batasan ini proses pendidikan itu tidak hanya sampai pada

kedewasaan saja, melainkan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo,1993).

Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

(26)

pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya (Wied Hary A,

1996 dalam Hendra AW, 2008).

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat

diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman

itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu

pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu

(Notoadmojo, 1997).

3. Usia

Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun

(Singgih, 1998 dalam Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam

Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu

salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan

bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan

pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau

menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan

(27)

4. Lama kerja

Lama kerja merupakan waktu dimana seseorang bekerja. Makin lama

seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Pengalaman

seseorang mempunyai dampak dalam bersikap baik positif maupun negative.

Mengingat pengalaman yang banyak atau lama akan mempunyai kecenderungan

untuk bertindak lebih baik dari yang baru. Masa kerja 5-10 tahun mempunyai

sikap positif mengingat puncak masa kerja seseorang pada masa tersebut

(Notoatmodjo, 2003).

5. Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan

informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar

maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A,

1996 dalam Hendra AW, 2008).

2. Konsep Perilaku

2.1Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup)

yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sunaryo (2004) perilaku adalah

suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan yang dapat diamati

secara langsung maupun tidak langsung. Definisi lain dari perilaku adalah suatu

aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya (Sunaryo, 2004). Perilaku

(28)

merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.

(Purwanto, 1999)

2.2 Ciri-ciri Perilaku

Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makluk lain adalah

sebagai berikut:

a. Kepekaan Sosial

Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat

menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah

makluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang

lain.

b. Kelangsungan Perilaku

Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya

dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang

lalu-lalu dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara

berkesinambungan bukan serta merta.

c. Orientasi Tugas

Orientasi tugas merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada

suatu tugas tertentu.

d. Usaha dan Perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri,

serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan

(29)

2.3 Jenis Perilaku

Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku Tertutup (cover behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktik (pratice), yang dengan mudah dapat diamatai atau dilihat orang lain.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang menurut

Sunaryo (2004), faktor tersebut terdiri dari:

2.4.1 Faktor Genetik atau Endogen

Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal

untuk kelanjutan perkembangan perilaku makluk hidup itu. Faktor genetik berasal

dari dalam individu (endogen), antara lain:

a. Jenis ras. Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling

berbeda satu dengan yang lainnya.

b. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari

(30)

c. Sifat kepribadian. Salah satu pengertian kepribadian yang ditentukan

oleh Marami (1995) : “ Keseluruhan pola, pikiran, perasaan, dan

perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha dan

adaptasi yang terus-menerus dalam hidupnya”.

d. Bakat pembawa. Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan

sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal

tersebut.

e. Inteligensi, adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Menurut

Notoatmodjo (1997), inteligensi adalah kemampuan untuk membuat

kombinasi.

f. Usia. Menurut Hurlock (1996), usia dewasa dini merupakan periode

penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan dikenal

dengan masa kreatif dimana individu memiliki kemampuan mental

untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, seperti

mengingat hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir

kreatif serta belum terjadi penurunan daya ingat.

2.4.2 Faktor dari Luar Individu atau Eksogen

a. Faktor Lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada

disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial.

b. Pendidikan. Pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan

individu. Proses kegiatan–kegiatan pendidikan pada dasarnya

(31)

c. Agama. Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang

terakhir atau penghabisan.

d. Sosial Ekonomi. Telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu

lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah

lingkungan sosial.

e. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan ekspresi jiwa yang terwujud

dalam cara-cara hidupdan berpikir, pergaulan hidup, seni

kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan.

3. Komunikasi Terapeutik

3.1 Dasar Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk

menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal

kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam

memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu komunikasi terapeutik memegang

peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi. Pada dasarnya komunikasi

terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah pada tujuan yaitu

penyembuhan pasien. Pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen penting

yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. (Nurhasanah, 2010)

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik

tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien.

Menurut Purwanto, (1999) komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan

dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan dalam artian wawancara

(32)

penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa

komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk

terapi. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang

dihadapinya melalui komunikasi (Nurhasanah, 2010).

Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik

tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi. Hubungan terapeutik sebagai

pengalaman belajar baik bagi klien maupun bagi perawat yang diidentifikasi

dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat-klien, yaitu : tindakan

diawali perawat, respon reaksi dari klien, interaksi dimana perawat dan klien

mengkaji kebutuhan klien dan tujuan, transaksi dimana hubungan timbal balik

pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan (Mundakir, 2006).

Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat

terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai

dengan prinsip-prinsip berikut ini:

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya

sendiri serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan

saling menghargai.

3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun

mental.

(33)

sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah

yang dihadapi.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan

maupun frustasi.

7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan

konsistensinya.

8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya

simpati bukan tindakan yang terapeutik.

9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

terapeutik.

10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu

mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual, dan gaya

hidup.

11. Disarankan mengekspresikan perasaan dianggap mengganggu.

12. Perawt harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

berkembang tanpa rasa takut.

13. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.

14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan

(34)

15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya

atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang

apa yang dikomunikasikan (Mundakir, 2006).

Menurut Nasir, dkk (2009), prinsip dasar komunikasi terapeutik antara lain:

a. Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan. Setiap pesan

komunikasi mempunyai tujuan tertentu atau makna tertentu dimana perawat harus

dapat memprediksikan bagaimana cara berkomunikasi. Saat perawat

berkomunikasi dengan pasien, maka semua percakapan berorientasi bagaimana

percakapan ini bisa mendukung perawat mendapatkan masukan yang berharga

dalam menentukan sikap dan tindakan. Komunikasi yang terjadi antara perawat

dan pasien merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah

keperawatan melalui pengkajian sampai evaluasi dari hasil tindakan yang telah

dilakukan oleh perawat.

b. Komunikasi terstruktur dan direncanakan. Perawat yang akan melakukan

komunikasi dengan pasien sudah merencanakan cara-cara yang akan dilakukan

atau hal-hal yang akan dikomunikasikan kepada pasien. Perawat harus

mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan matang. Untuk itu

dibutuhkan strategi pelaksanaan komunikasi yang baik. Strategi ini menuntun dan

memberi petunjuk, serta mengarahkan perkataanapa saja yang akan disampaikan

kepada pasien.

c. Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan waktu. Saat

(35)

itu, perawat harus mampu beradaptasi dengan keunikan pasien, karena pasien

yang satu dengan pasien yang lain tidak sama, baik topik maupun cara

berhubungan atau berkomunikasi sehingga perawat harus memperhatikan dari sisi

dimensi isi dan hubungan. Perawat harus memprediksi dan menentukan isi pesan

apa yang akan disampaikan. Isi pesan yang disampaikan harus dapat memberikan

efek terapeutik bagi pasien. Perawat harus membuat kontrak pertemuan dengan

pasien terutama kapan dan dimana pertemuan tersebut dilaksanakan sehingga

diharapkan komunikasi yang berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan

dan materi/topik yang akan dibicarakan atau disampaikan sesuai dengan tempat

yang telah disepakati.

d. Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman pasien. Dalam proses

komunikasi perawat harus memperhatikan kondisi emosional dari pasien sehingga

dalam berkomunikasi perawat mampu menempatkan diri dalam berinteraksi.

e. Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari pasien dan keluarga.

Untuk mempercepat proses penyembuhan pasien dan keluarga harus mengikuti

pesan yang disampaikan perawat. Untuk itu perawat harus menampilkan

kesungguhan dari perawat dimana pesan verbal sesuai dengan pesan nonverbal

atau pesan yang disampaikan sesuai kebutuhan pasien (Nasir, dkk 2009).

3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk membina hubungan

interpersonal antara perawat dan pasien, dalam membantu mengurangi beban

perasaan dan pikiran yang diderita pasien, demi kesembuhan pasien itu sendiri.

(36)

a. membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

mempertahakan kekuatan egonya.

b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada

c. Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif dan

mempengaruhi orang lain lingkungan fisik dan dirinya.

d. Meningkatkan tingkat kemandirian pasien.

e. Meningkatkan rasa integritas yang tinggi pada pasien

f. Meningkatkan hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan

mencintai antar perawat dengan pasien

g. Dipusatkan untuk kesembuhan pasien

h. Mengatasi hambatan psikologis pada pasien.

3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan aktifitas yang tidak dapat dipisahkan dengan peran

perawat. Pelaksanaan komunikasi terapeutik yang baik sangat bermanfaat bagi

keberhasilan perawat dalam melaksanakan tugasnya. Secara umum komunikasi

terapeutik bermanfaat dalam media informasi, pendidikan, himbauan atau ajakan

dan hiburan bagi pasien. Ada beberapa indikator manfaat komunikasi terapeutik

dalam keperawatan, antara lain:

a. Kepuasan pasien

b. Kenyamanan pasien secara fisik

c. Kesediaan pasien mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat

berkomunikasi

(37)

3.4 Proses Komunikasi Terapeutik

Proses ini terdiri dari unsur komunikasi, prinsip komunikasi dan

tahapan komunikasi. Unsur komunikasi terdiri dari : Sumber komunikasi yaitu

pengirim pesan atau sering disebut komunikator yaitu orang yang menyampaikan

atau menyiapkan pesan. Komunikator adalah perawat yang memberikan

pertolongan pada pasien . Komunikator memiliki peranan penting untuk

menentukan keberhasilan dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pasien.

Kemampuan komunikator mencakup keahliaan atau kredibilitas daya tarik dan

keterpercayaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan

keberhasilan dalam melakukan komunikasi.

Unsur komunikasi terapeutik selain komunikator, yaitu pesan

merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam proses komunikasi.

Tanpa kehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan

berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima

komunikan. Keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh daya tarik pesan.

Effendy (2000) mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil bila pesan yang

disampaikan memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pesan harus direncanakan

2. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak

3. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima

4. Pesan harus berisi hal-hal yang mudah difahami

(38)

Teknik komunikasi terapeutik terdiri dari (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam

simamora 2011):

a. Mendengarkan (Listening)

Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui

perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien

untuk bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Ellis (1998)

menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan

menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan

dia adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan ”anda

bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik padamu”.

b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)

Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi

topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien

menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik

apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan

Sundeen, 1995 dalam simamora 2011).

c. Mengulang (Restating)

Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok

pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien

dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai

terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi,

(39)

d. Penerimaan (Acceptance)

Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah

laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti

persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa

menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat

harus sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari

memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang

dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.

e. Klarifikasi

Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak

jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat

mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.

f. Refleksi

Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa

yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien

terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.

Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak

menilai (Boyd dan Nihart, 1998 dalam Simamora 2011).

g. Asertif

Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman

mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang

lain (Lindberg dalam Nurjanah, 2001). Tahap-tahap menjadi lebih asertif antara

(40)

maksud dengan jelas, mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan

komunikasi disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan

diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.

h. Memfokuskan

Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan

menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan

berfokus pada realitas.

i. Membagi persepsi

Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien

tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.

j. Identifikasi ”tema”

Merupakan teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang

muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang

penting.

k. Diam

Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran,

memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu

respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan

klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah.

Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain

untuk berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang

(41)

l. Informing

Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan

respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan

memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi

klien untuk mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya

pemberian informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan

mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah

menasehati klien pada saat memberikan informasi.

m. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi

ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan

keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.

Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi

catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan

toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi

pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak

atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

Sedangkan Nurjanah (2001) menyatakan humor sebagai hal yang penting dalam

komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa

(42)

n. Saran

Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.

Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal

hubungan (Simamora, 2011).

3.5 Penerapan Komunikasi Terapeutik

Wood mengatakan pada umumnya hubungan antar pribadi berkembang

melalui tahap-tahap yaitu :

1. Fase orientasi. Pada tahap ini antara petugas dan pasien terjadi kontak dan pada

tahap ini penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka

untuk diamati. Kualitas-kualitas lain seperti sifat bersahabat kehangatan,

keterbukaan dan dinamisme juga terungkap. Yang dapat dilakukan pada terapi ini

menurut Purwanto (1999) ialah pengenalan, mengidentifikasi masalah dan

mengukur tingkat kecemasan diri pasien.

2. Fase kerja adalah tahap pengenalan lebih jauh, menurut Purwanto (1999)

dilakukan untuk meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi

kecemasan, melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada. Komunikasi

pada tahap ini mengikatkan pada diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan

juga mengungkapkan diri kita. Pada tahap ini termasuk pada tahap persahabatan

yang menghendaki agar kedua pihak harus merasa mempunyai kedudukan yang

sama, dalam artian ada keseimbangan dan kesejajaran kedudukan.

Persahabatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

(43)

3. Membuat pihak lain menjadi senang

4. Membantu sesama kalau dia berhalangan untuk suatu urusan

Purwanto (1999) mengatakan pada tahap komunikasi terapeutik ini harus:

a. Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada

b. Meningkatkan komunikasi

c. Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan

berdasarkan masalah yang ada.

Secara psikologis komunikasi yang bersifat terapeutik akan membuat

pasien lebih tenang, dan tidak gelisah.

3. Fase terminasi menurut Purwanto (1999) pada tahap ini terjadi pengikatan antar

pribadi yang lebih jauh, merupakan fase persiapan mental untuk membuat

perencanaan tentang kesimpulan perawatan yang didapat dan mempertahankan

batas hubungan yang ditentukan, yang diukur antara lain mengantisipasi masalah

yang akan timbul karena pada tahap ini merupakan tahap persiapan mental atas

rencana pengobatan, melakukan peningkatan komunikasi untuk mengurangi

ketergantungan pasien pada perawat. Terminasi merupakan akhir dari setiap

pertemuan antara petugas

dengan pasien.

Menurut Uripni (1993) bahwa tahap terminasi dibagi dua, yaitu terminasi

sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari setiap

pertemuan, pada terminasi ini pasien akan bertemu kembali pada waktu yang telah

ditentukan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika pasien selesai menjalani

(44)

Dalam sumber lain, penerapan komunikasi terapeutik ada empat tahap,

dimana pada setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat

(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Simamora, 2011).

a. Fase Prainteraksi

Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan pasien. Perawat

mengumpulkan data tentang pasien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan

ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan pasien.

b. Fase Orientasi

Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan pasien untuk pertama

kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang

akan memengaruhi terbinanya hubungan perawat dengan pasien.

Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya,

penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontak

dengan pasien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut:

memberi salam dan senyum pada pasien, melakukan validasi (kognitif,

psikomotor, afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama

kesukaan pasien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu

yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan

akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.

c. Fase Kerja

Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan

(45)

rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif

pasien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang

meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan,

ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada pasien.

d. Fase Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang

dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut

dengan pasien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri

(46)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual Penelitian

Skema 3.1 Kerangka konseptual penelitian hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien.

Pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik :

• Dasar Komunikasi Terapeutik

• Tujuan Komunikasi Terapeutik

• Manfaat Komunikasi Terapeutik

• Proses Komunikasi Terapeutik

Perilaku perawat saat

berkomunikasi dengan pasien (penerapan komunikasi terapeutik):

• Fase Orientasi • Fase Kerja • Fase Terminasi Faktor yang mempengaruhi

pengetahuan :

Faktor yang mempengaruhi perilaku :

1. Faktor genetik atau endogen yaitu: jenis ras, jenis kelamin, sifat kepribadian, bakat pembawa, inteligensi, dan usia. 2. Faktor dari luar

individu atau eksogen yaitu: lingkungan,

pendidikan, agama, sosial ekonomi, dan kebudayaan.

Cukup Kurang

Baik

Cukup Kurang

(47)

2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

2.1Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh anggota kelompok lain

(Notoatmodjo, 1993). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel

independen/bebas dan variabel dependen/terikat. Variabel independen/bebas

adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan perubahan variabel yang

lain. Dalam penelitian ini variabel independen/bebasnya adalah pengetahuan

perawat tentang komunikasi terapeutik, variabel dependen/terikat adalah variabel

yang berubah akibat perubahan variabel independen/bebas. Dalam penelitian ini

variabel dependen/terikatnya adalah perilaku perawat saat berkomunikasi dengan

pasien.

2.2Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil

Segala sesuatu yang

diketahui oleh

perawat tentang

komunikasi

terapeutik, meliput i :

(48)

proses komunikasi

yang di dapat dari

informasi yang

tahap orientasi, tahap

kerja, dan tahap

terminasi.

skor 3, jawaban

(kadang-kadang)

Tabel 3.1 Defenisi operasional kerangka penelitian

3. Hipotesa Penelitian

Ada hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik

terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD

(49)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukuan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggunakan

rancangan penelitian deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross

sectional yaitu rancangan penelitian yang menekankan waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat

atau variabelnya diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali

saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) dan tidak ada tindak

lanjut (Nursalam, 2009).

2. Populasi dan sampel

2.1Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap kelas II RSUD

Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012 yang terdiri dari 122 orang.

Populasi untuk responden pasien yang akan mengisi kuesioner penilaian tentang

perilaku perawat saat berkomunikasi adalah pasien yang sedang dirawat di ruang

(50)

2.2Sampel

2.2.1 Sampel Perawat

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007). Pengambilan jumlah sampel untuk

responden perawat dilakukan dengan cara simple random sampling yaitu

penarikan sampel dimana masing-masing subyek atau unit populasi memiliki

peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Wahyuni, 2007). Untuk

menghitung minimum besarnya sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan

(accurary) peneliti menggunakan rumus populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 (Notoatmodjo, 2005) yaitu:

N n =

1 + N (d2)

Keterangan:

n : besar sampel

N : besar populasi

d : penyimpangan terhadap populasi atau tingkat kepercayaan yang

diinginkan (0,05)

Dalam penelitian ini besar populasi adalah 122 orang perawat. Jadi besar

sampel yang didapat adalah:

N n =

1 + N (d2

122 )

(51)

122 n =

1 + 0,305

122 n =

1,305

n = 93,49

n = 93 orang

Jadi dalam penelitian ini jumlah sampel perawat yang digunakan oleh

peneliti adalah 93 orang perawat.

2.2.2 Sampel Pasien

Roscoe (1992 dalam Rihandoyo, 2009) menyatakan bahwa pada penelitian

kuantitatif jumlah sampel yang layak adalah 30 sampai 500 sampel, dengan

jumlah minimal adalah 30 sampel maka jumlah sampel untuk responden pasien

dalam penelitian ini adalah 30 orang. Pengambilan jumlah sampel untuk

responden pasien dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan/ incidental dimana siapa saja pasien yang secara

kebetulan sedang dirawat di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan saat peneliti

melakukan pengambilan data yang bersedia sebagai sumber data.

Kriteria pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah, pasien

dewasa yang menjalani rawat inap di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan

(52)

perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat

berkomunikasi dengan pasien. Selain itu, pada lokasi ini tersedia sampel yang

memadai dan lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan

sejak bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Juli 2012.

4. Pertimbangan etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Fakultas

Keperawatan dan dari RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan, kemudian peneliti

menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian. Responden diminta untuk

berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan, kemudian peneliti menanyakan

kesediaan menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan

(informed consent). Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak calon

responden. Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (anonimity). Penelitian juga harus memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan pada

hasil riset (Nursalam, 2009).

5. Instrumen Penelitian

(53)

cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir (Setiadi, 2007).

Jenis kuesioner yang digunakan adalah angket langsung, dimana daftar pertanyaan

diberikan langsung kepada responden untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang responden

ketahui dan amati (Arikunto, 2006).

Kuesioner yang digunakan terdiri dari, kuisioner untuk perawat: yang

pertama (bagian A) untuk data demografi, yang terdiri dari nama responden,

umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja. Yang kedua (bagian B) untuk

variabel pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik yang terdiri dari 16

pernyataan dan bertujuan untuk melihat bagaimana pengetahuan perawat tentang

komunikasi terapeutik yaitu dasar komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4

pernyataan tertutup, tujuan komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan

tertutup, manfaat komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup,

dan proses komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup dengan

jenis pernyataan pilihan ganda. Setiap kategori pernyataan dengan jawaban benar

diberi skor 2 dan jawaban salah diberi skor 1.

Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 32 dan nilai terendah 16. Skala ukur

yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal. Menurut Sudjana (2005),

untuk menghitung jumlah total skor menggunakan rumus statistik p = ,

dimana p merupakan panjang kelas. Rentang kelas didapat dengan cara nilai tertinggi dikurangi nilai terendah sehingga diperoleh rentang adalah 16 dan

banyak kelas adalah 3 sehingga didapat panjang kelas adalah 5,3 dengan

(54)

Kurang : skor 16-20

Cukup : skor 21-25

Baik : skor 26-32

Kuisioner untuk pasien: yang pertama (bagian A) untuk data demografi,

yang terdiri dari nama, umur, dan jenis kelamin. Yang kedua (bagian B) untuk

variabel perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien yang terdiri dari 15

pernyataan dan bertujuan untuk melihat bagaimana perilaku perawat saat

berkomunikasi dengan pasien yang diukur dari penerapan komunikasi terapeutik

perawat yaitu fase orientasi yang terdiri dari 5 pernyataan tertutup, fase kerja yang

terdiri dari 5 pernyataan tertutup, dan fase terminasi yang terdiri dari 5 pernyataan

tertutup dengan jenis pernyataan (sering), (kadang-kadang) dan (tidak). Setiap

kategori pernyataan dengan jawaban (sering) diberi skor 3, jawaban

(kadang-kadang) diberi skor 2 dan jawaban (tidak) diberi skor 1.

Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 45 dan nilai terendah 15. Skala ukur

yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal. Menurut Sudjana (2005),

untuk menghitung jumlah total skor menggunakan rumus statistik p = ,

dimana p merupakan panjang kelas. Rentang kelas didapat dengan cara nilai tertinggi dikurangi nilai terendah sehingga diperoleh rentang adalah 30 dan

banyak kelas adalah 3 sehingga didapat panjang kelas adalah 10. Batasan skor

masing-masing kategori adalah sebagai berikut :

(55)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data.

Valid berarti Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur (Sugiyono, 2006). Kuesioner ini divalidasi dengan

menggunakan validitas isi (Content validity) yang dilakukan oleh tiga orang ahli dalam penelitian ini.

Ahli diminta untuk mengamati semua item dalam kuesioner yang hendak

divalidasi. Kemudian mengoreksi semua item yang telah dibuat. Ahli diminta

untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut menggambarkan

cakupan isi yang akan diukur. Pertimbangan ahli tersebut juga menyangkut

apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertanyaan

dalam tes (Sukardi, 2009). Pernyataan yang tidak valid langsung disarankan oleh

penguji validitas untuk diganti.

Kuesioner pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik pernyataan

yang belum valid langsung disarankan oleh ahli untuk diganti redaksi katanya,

yaitu item 2 pada dasar komunikasi terapeutik, item 1 dan 2 pada tujuan

komunikasi terapeutik serta item 1 dan 4 pada proses komunikasi terapeutik.

Kuesioner perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien pernyataan yang

belum valid juga langsung disarankan oleh ahli untuk diganti redaksi katanya,

yaitu item 1 pada fase orientasi, item 4 pada fase kerja serta item 1, 3 dan 5 pada

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi operasional kerangka penelitian
Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik (n = 93) di RSUD Dr
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien (n = 30) di RSUD Dr
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

“A udit manajemen sumber daya manusia adalah seluruh upaya penelitian yang dilakukan terhadap aktivitas manajemen sumber daya manusia untuk mencari, menemukan dan mengevaluasi

4.5.1 Pengaruh Organization Commitment, Job Involvement , dan Job Satisfaction Terhadap Kinerja Perawat Yang Bekerja di Rumah Sakit Bhakti Timah Kota Pangkalpinang

` Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (i) klasifikasi klausa kata benda yang digunakan dalam naskah film The Girl with the Dragon Tattoo, (ii) aturan sintaksis

, Job Involvement, dan Job Satisfaction terhadap Kinerja Perawat yang Bekerja di Rumah Sakit Bhakti Timah Kota Pangkal pinang”. 1.2

Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, cet.. mata pelajaran dan standar kompetensi yang sesuai dengan prinsip- prinsip tersebut yang berhubungan

Unsur/strata yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi: unsur bunyi, unsur arti (satuan arti), unsur objek, unsur dunia, dan unsur

Sumber data dalam penelitian ini adalah dari mana data dapat diperoleh. 10 Sedangkan menurut Lofland menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif adalah