HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PERILAKU
PERAWAT SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN
DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN
SKRIPSI
DEVI SHINTANA OCTARIS SIGALINGGING
081101058
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Segala puji, hormat juga syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas kasih setiaNya, berkat dan penyertaanNya yang senantiasa penulis
rasakan hari lepas hari sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik
Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD
Dr.Pirngadi Kota Medan.”
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian
Skripsi ini, kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu
Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Pihak RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan yang telah memberi izin penelitian
kepada saya untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.
3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen
pembimbing dan juga sebagai dosen penasehat akademik saya yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi serta ilmu
yang bermanfaat selama saya mengikuti perkuliahan dan telah memberikan
masukan yang sangat berharga dalam pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I dan penguji
validitas instrumen penelitian ini, Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep
kepada Ibu Mahnum Lailan Nst, S.Kep, Ns, M.Kep yang juga penguji
validitas instrumen penelitian ini.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang
memberikan ilmu yang berharga dan seluruh staf pegawai yang telah
memperlancar proses akademik dan administrasi.
6. Teristimewa kepada kedua orang tuaku terkasih Bapak TG. Sigalingging dan
Ibu R.Siahaan atas doa, semangat, dukungan, dan kasih sayang yang begitu
berarti bagi penulis. Terima kasih untuk doa dan dukungan kakakku (Tina
Melfrien Sigalingging) dan adik-adikku (Lasondy Istanto Sigalingging,
Westron Abetnego Sigalingging, Filemon Fridesliantro Sigalingging) dan
untuk semua keluarga yang memberi motivasi, doa dan kasih sayang.
7. Terima kasih untuk KTBku Estomihi (K’Yohana, Tami, Gita, Desri) dan juga
kepada adik-adikku (Ides, Astika, Priskila) serta untuk K’Tri, K’Delima,
Novia, Emmi, Elisa dan Ade. Terima kasih untuk kasih, doa, dukungan,
semangat, yang kalian beri untukku terkhusus dalam pembuatan skripsi ini.
8. Teman-teman mahasiswa S1 F.Kep USU stambuk 2008 yang telah
memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
9. Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya
satu per satu yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu mencurahkan berkat dan kasih
karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………... i
Halaman Pengesahan ………. ii
Prakata……… iii
Daftar Isi………. vi
Daftar Tabel……… viii
Daftar Skema ………. ix
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Konsep Pengetahuan ... 10
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 16
3 Komunikasi Terapeutik ... 18
3.1 Dasar Komunikasi Terapeutik... 18
3.2 Tujuan Komunikasi ... 22
3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik ... 23
3.4 Proses Komunikasi Terapeutik ... 24
3.5 Penerapan Komunikasi Terapeutik... 29
2.1 Variabel Penelitian ... 34
2.2 Defenisi Operasional ... 34
3. Hipotesa Penelitian... 35
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 36
2. Populasi dan Sampel ... 36
2.1 Populasi ... 36
2.2 Sampel ... 37
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38
4. Pertimbangan Etik ... 39
5. Instrumen Penelitian ... 39
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 42
7. Pengumpuan Data ... 43
8. Analisa Data ... 44
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 47
2. Pembahasan... 50
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 56
2. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Instrumen Penelitian
2. Inform Consent
3. Surat Izin Penelitian
4. Tabel Hasil Olah Data
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 35 Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi
dan arah korelasi ……….. 45 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase data demografi perawat (n = 93)
dan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012 ………. 48 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan perawat tentang
komunikasi terapeutik (n = 93) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli……….... 48 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku perawat saat
berkomunikasi dengan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli………. 49 Tabel 5.4. Hasil analisa hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi
DAFTAR SKEMA
Judul : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan
Nama : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012
Abstrak
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, yang juga merupakan komunikasi professional yang mengarah pada penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dari perawat dan pasien dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan kuesioner. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling diperoleh 93 orang perawat dan teknik accidental sampling diperoleh 30 orang pasien. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik univariat dan bivariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sebanyak 85 orang (91.4 %) dalam kategori baik, dan sebanyak 17 orang (56.7 %) pasien menilai perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien dalam kategori cukup. Hasil uji korelasi Spearman menyatakan koefisien korelasi (r) 0,164 dengan tingkat signifikan (p) 0,385 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang ada sangat lemah atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Saran bagi penelitian berikutnya perlu diteliti apakah ada hubungan faktor endogen dan eksogen terhadap pengetahuan maupun perilaku perawat di rumah sakit.
Title : Relationship of Nurses Knowledge about Therapeutic Communication to the Behavior of Nurses when Communicating with Patients in Dr.Pirngadi Hospital Medan
Name : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058
Department : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2012
Abstract
Therapheutic communication is a planed communication which used by nurse and the other health worker that aimed to patient’s health. Researcher assume that there is a relationship of nurses behavior when communicating with the patient and what is they known about the nursing therapeutic communication, and what supposed they do in communication. This study aimed to identifying relationship of nurse's knowledge about therapeutic communication with nurses behavior when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. The design of this study is a descriptive correlation with cross sectional method approach. Data was collected from nurses and patients at the same time by using questionnaire. Sampling was done by using simple random sampling technique, obtained 93 nurses and accidental sampling technique is obtained of 30 patients. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical tests. Results of analysis of data showed that 85 nurses (91.4%) have a good knowledge about therapeutic communication, and 17 patients (56.7%) assess the behavior of nurses when communicating with them in the moderate category. Spearman correlation test results shows the correlation coefficient (r) 0.164 with a significant level (p) 0.385 (> 0.05). These results shows that the strength of the relationships are very weak or there is no significant relationship of nurses knowledge about therapeutic communication to the behavior of nurses when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. It is recommended for further research to examine whether there is a relationship of endogenous and exogenous factors on knowledge and behavior of nurses in hospital.
Judul : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan
Nama : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012
Abstrak
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, yang juga merupakan komunikasi professional yang mengarah pada penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dari perawat dan pasien dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan kuesioner. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling diperoleh 93 orang perawat dan teknik accidental sampling diperoleh 30 orang pasien. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik univariat dan bivariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sebanyak 85 orang (91.4 %) dalam kategori baik, dan sebanyak 17 orang (56.7 %) pasien menilai perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien dalam kategori cukup. Hasil uji korelasi Spearman menyatakan koefisien korelasi (r) 0,164 dengan tingkat signifikan (p) 0,385 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang ada sangat lemah atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Saran bagi penelitian berikutnya perlu diteliti apakah ada hubungan faktor endogen dan eksogen terhadap pengetahuan maupun perilaku perawat di rumah sakit.
Title : Relationship of Nurses Knowledge about Therapeutic Communication to the Behavior of Nurses when Communicating with Patients in Dr.Pirngadi Hospital Medan
Name : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058
Department : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2012
Abstract
Therapheutic communication is a planed communication which used by nurse and the other health worker that aimed to patient’s health. Researcher assume that there is a relationship of nurses behavior when communicating with the patient and what is they known about the nursing therapeutic communication, and what supposed they do in communication. This study aimed to identifying relationship of nurse's knowledge about therapeutic communication with nurses behavior when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. The design of this study is a descriptive correlation with cross sectional method approach. Data was collected from nurses and patients at the same time by using questionnaire. Sampling was done by using simple random sampling technique, obtained 93 nurses and accidental sampling technique is obtained of 30 patients. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical tests. Results of analysis of data showed that 85 nurses (91.4%) have a good knowledge about therapeutic communication, and 17 patients (56.7%) assess the behavior of nurses when communicating with them in the moderate category. Spearman correlation test results shows the correlation coefficient (r) 0.164 with a significant level (p) 0.385 (> 0.05). These results shows that the strength of the relationships are very weak or there is no significant relationship of nurses knowledge about therapeutic communication to the behavior of nurses when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. It is recommended for further research to examine whether there is a relationship of endogenous and exogenous factors on knowledge and behavior of nurses in hospital.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan
kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa
bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan
hidup sehari-hari secara mandiri (Dep Kes RI, 2001). Canadian Nurses
Assosiation (CAN), mengatakan bahwa praktik keperawatan secara umum dapat
didefenisikan sebagai hubungan yang dinamik, penuh perhatian dan pertolongan
dimana perawat membantu pasien untuk mencapai dan mempertahankan
kesehatan optimalnya (Sumijatun, 2009).
Perawat yang kompeten, dapat dilihat dari perawat yang menunjukkan
kompetensi professionalnya, termasuk kemampuan menerima informasi secara
baik dan terdidik secara optimal. Kompetensi interpersonal mencakup
kemampuan untuk berhubungan secara baik dengan orang lain, termasuk pasien,
rekan kerja, teman sebaya atau pihak yang berwenang. Kompetensi
intraprofesional dan interprofesional yang mencakup kemampuan untuk
beraneka ragam, dan mencakup kesadaran terhadap pengaruh budaya dan perilaku
seseorang, dan kesulitan yang mungkin timbul ketika berhadapan dengan orang
lain (Potter & Perry, 2005).
Proses perawatan pasien merupakan suatu proses yang kompleks.
Perhatian yang lebih sering berfokus pada tugas, fungsi dan struktur yang terlibat
dalam perawatan pasien telah menciptakan berbagai pelayanan yang tidak efisien.
Fokus perawatan seharusnya lebih ditekankan pada kebutuhan pasien. Pada model
perawatan yang berfokus pada pasien, perawat harus menjadi pemain kunci untuk
melakukan koordinasi perawatan pasien. Perawat mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk melakukan aktivitas keperawatan professional, misalnya,
melakukan pengkajian klinik atau pendidikan kesehatan terhadap pasien maupun
keluarganya (Potter & Perry, 2005).
Proses keperawatan lebih lanjut menekankan pada pentingnya komunikasi.
Pengkajian dan evaluasi bersandar pada komunikasi yang menyangkut
pengalaman dan kebutuhan pasien. Perencanaan bersama tergantung pada
komunikasi yang rinci untuk mencapai pemahaman bersama dan komitmen antara
perawat dengan pasien. Interpretasi dan perasaan pasien dihargai sebagai
faktor-faktor yang mungkin berpengaruh pada masalah-masalah yang muncul dan juga
pada penyelesaian masalahnya. Model keperawatan seperti dalam model
sistemnya Neuman (1982), model adaptasi Roy (1984) dan model keperawatan
perawatan diri Orem (1985) meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara
perawat dan pasien dalam keterlibatan perawat yang efektif. (Potter & Perry,
Aktifitas di rumah sakit seperti memberikan pelayanan kepada pasien
selalu didahului dengan komunikasi. Komunikasi merupakan alat yang efektif
untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan
dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan,
melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka mencapai
tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar
manusia (Mundakir, 2006).
Komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta
kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi
professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang
dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya oleh Purwanto (1994)
disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik tidak dapat
berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan
dilaksanakan secara professional. Dalam melakukan komunikasi terapeutik
seorang perawat harus mengetahui dasar, tujuan, manfaat, proses atau teknik dan
tahapan komunikasi dan melaksanakannya dengan sikap yang benar di rumah
sakit. Karena komunikasi tersebut bertujuan untuk proses penyembuhan pasien
(Mundakir, 2006).
Perawat dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam
melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu tindakan apa
yang akan dilakukan pada pasien dengan cara perawat harus memperkenalkan
ada untuk pasien, adalah bagian dari komunikasi terapeutik. Perawat tidak boleh
terlihat bingung, pasien harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat
selama interaksi. Agar perawat dapat berperan aktif dan terapeutik, perawat harus
menganalisa dirinya meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu
menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang
disampaikan perawat hendaknya bertujuan terapeutik untuk pasien. Analisa
hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan
hubungan dan menentukan teknik dan ketrampilan yang tepat dalam setiap tahap
untuk mengatasi masalah pasien (Hermawan, 2009).
Hasil Laporan survey dalam penelitian Hermawan (2009), kenyamanan
pasien rawat inap dan keluarga di UGD RS Mardi Rahayu dari tahun 2006 sampai
Mei 2009, menyatakan bahwa 5% sampai 6,5% responden merasa tidak nyaman
saat di UGD hal ini dikarenakan komunikasi perawat yang kurang. Responden
memberikan saran serta kritik kepada perawat agar saat memberikan pelayanan
perawat juga memberikan penjelasan kepada pasien dan lebih banyak lagi
memberikan informasi dengan komunikasi yang baik dan sopan (Hermawan,
2009).
Hasil penelitian Denah (2001) yang berjudul “Hubungan karakteristik dan
tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan
pelaksanaannya dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD
Karawang”, menunjukkan bahwa dari 94 responden ada sebanyak 47,9%
melaksanakan komunikasi terapeutik baik dan 52,1% kurang. Tingkat pendidikan
komunikasi terapeutik. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, dan tingkat
pengetahuan tidak berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik
(Denah, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2007) tentang persepsi pasien
tentang komunikasi terapeutik perawat dengan sampel sebanyak 40 pasien di
ruang perawatan bedah. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik
verbal dan nonverbal perawat sudah efisien, namun beberapa tehnik komunikasi
terapeutik verbal belum diaplikasikan oleh perawat dengan baik seperti ketepatan
waktu dalam menyampaikan informasi kepada pasien mengenai kesehatannya.
Perbendaharaan kata yang dimiliki perawat masih kurang. Perawat masih sering
menggunakan istilah medis saat berinteraksi dengan pasien dan minat perawat
untuk berinteraksi dengan pasien untuk menghibur masih sangat kurang
(Fatmawati, 2007).
Pada komunikasi terapeutik nonverbal perawat, penampilan personal
perawat kurang baik, hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa perawat
yang menggunakan perhiasan yang terbuat dari karet atau sejenis logam, tidak
menggunakan seragam dinas terutama pada malam hari serta masih terdapat
perawat yang menggunakan alas kaki selain sepatu masuk di dalam ruang
perawatan pasien padahal ruangan tersebut bukan ruangan steril dan jarak yang
digunakan oleh perawat saat berinteraksi dengan pasien bukan jarak terapeutik,
dimana jarak terapeutik yang seharusnya digunakan pada umumnya terjadi di
Hasil penelitian Simamora (2011) tentang pengaruh pengetahuan,
dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan
komunikasi terapeutik di rumah sakit umum swadana tarutung, menunjukkan
bahwa secara statistik pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan
kepekaan perawat berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan
komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung. Variabel pengetahuan
berpengaruh paling besar terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU
Swadana Tarutung (Simamora, 2011).
Di Indonesia, sebagian besar atau 80% perawat yang bekerja di rumah
sakit berpendidikan Diploma III, Diploma IV 0,5%, Sarjana Strata Satu
Keperawatan 1%, Ners 11%, dan Sarjana Strata Dua 0,4%. Sedangkan perawat
yang berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sebanyak 7%. Jumlah
perawat di seluruh rumah sakit berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS
Tahun 2000) sebanyak 107.029 orang. Jumlah perawat yang bekerja di Puskesmas
berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2009 berjumlah 52.753 orang. Perawat di
Indonesia, jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan
lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit (DepKes RI, 2011).
Dari survey yang dilakukan peneliti di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
didapat data perawat berdasarkan tingkat pengetahuannya antara lain, Sarjana
Strata Satu Keperawatan 68 orang, Diploma III 245 orang, Perawat Bidan 77
orang, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 113 orang, dan Tenaga Keperawatan
Kota Medan, peneliti mendapatkan informasi secara lisan bahwa beberapa pasien
yang mendapatkan tindakan pemasangan infus mengatakan bahwa perawat belum
menjelaskan secara terbuka mengenai prosedur tindakan tersebut, pasien hanya
diberitahu akan diinfus tanpa memberikan penjelasan kenapa harus diinfus, tidak
ada perawat yang memperkenalkan diri saat akan melakukan tindakan
keperawatan. Keluarga pasien mengatakan bahwa perawat di ruangan tersebut
tidak ramah. Sebenarnya pasien dan keluarganya ingin tahu informasi dari
tindakan yang akan dilakukan oleh perawat tetapi sangat jarang perawat
menjelaskan perkembangan keadaan pasien kepada keluarga. Sementara,
komunikasi tersebut seharusnya digunakan sebagai sarana penyampaian informasi
yang maksimal kepada pasien dan keluarga dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Berdasarkan uraian di atas peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat
berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat
tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang
diketahui oleh perawat tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik
terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD
Dr.Pirngadi Kota Medan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah
terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD
Dr.Pirngadi Kota Medan.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan
pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat
saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :
a. Pengetahuan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tentang
komunikasi terapeutik.
b. Perilaku perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan saat berkomunikasi
dengan pasien.
c. Hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap
perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota
Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
masukan kepada institusi pendidikan keperawatan, sehingga institusi dapat lebih
memberikan pemahaman konsep komunikasi terapeutik bagi peserta didik.
4.2 Bagi Praktek Keperawatan
Manfaat penelitian ini bagi praktek keperawatan, menjadi masukan agar
perawat dapat mengaplikasikan pengetahuan komunikasi terapeutik yang baik saat
4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Institusi rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang mendukung
pengetahuan dan perilaku perawat tentang komunikasi terapeutik
perawat-perawatnya, seperti seminar dan latihan komunikasi terapeutik.
4.4 Bagi Penelitian Keperawatan
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat digunakan
sebagai data awal untuk penelitian yang terkait dengan pengetahuan serta perilaku
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Pengetahuan
1.1Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).
Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan lain sebagainya).
1.2Tingkatan Pengetahuan
Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
1.3Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau
kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
1.4Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara
lain :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah berlangsung seumur
hidup. Menurut batasan ini proses pendidikan itu tidak hanya sampai pada
kedewasaan saja, melainkan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo,1993).
Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya (Wied Hary A,
1996 dalam Hendra AW, 2008).
2. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat
diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman
itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu
(Notoadmojo, 1997).
3. Usia
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun
(Singgih, 1998 dalam Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam
Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu
salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan
bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau
menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan
4. Lama kerja
Lama kerja merupakan waktu dimana seseorang bekerja. Makin lama
seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Pengalaman
seseorang mempunyai dampak dalam bersikap baik positif maupun negative.
Mengingat pengalaman yang banyak atau lama akan mempunyai kecenderungan
untuk bertindak lebih baik dari yang baru. Masa kerja 5-10 tahun mempunyai
sikap positif mengingat puncak masa kerja seseorang pada masa tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
5. Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan
informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar
maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A,
1996 dalam Hendra AW, 2008).
2. Konsep Perilaku
2.1Definisi Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup)
yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sunaryo (2004) perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Definisi lain dari perilaku adalah suatu
aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya (Sunaryo, 2004). Perilaku
merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.
(Purwanto, 1999)
2.2 Ciri-ciri Perilaku
Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makluk lain adalah
sebagai berikut:
a. Kepekaan Sosial
Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat
menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah
makluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang
lain.
b. Kelangsungan Perilaku
Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya
dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang
lalu-lalu dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara
berkesinambungan bukan serta merta.
c. Orientasi Tugas
Orientasi tugas merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada
suatu tugas tertentu.
d. Usaha dan Perjuangan
Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri,
serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan
2.3 Jenis Perilaku
Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku Tertutup (cover behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku Terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktik (pratice), yang dengan mudah dapat diamatai atau dilihat orang lain.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang menurut
Sunaryo (2004), faktor tersebut terdiri dari:
2.4.1 Faktor Genetik atau Endogen
Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal
untuk kelanjutan perkembangan perilaku makluk hidup itu. Faktor genetik berasal
dari dalam individu (endogen), antara lain:
a. Jenis ras. Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling
berbeda satu dengan yang lainnya.
b. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari
c. Sifat kepribadian. Salah satu pengertian kepribadian yang ditentukan
oleh Marami (1995) : “ Keseluruhan pola, pikiran, perasaan, dan
perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha dan
adaptasi yang terus-menerus dalam hidupnya”.
d. Bakat pembawa. Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan
sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal
tersebut.
e. Inteligensi, adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Menurut
Notoatmodjo (1997), inteligensi adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi.
f. Usia. Menurut Hurlock (1996), usia dewasa dini merupakan periode
penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan dikenal
dengan masa kreatif dimana individu memiliki kemampuan mental
untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, seperti
mengingat hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir
kreatif serta belum terjadi penurunan daya ingat.
2.4.2 Faktor dari Luar Individu atau Eksogen
a. Faktor Lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada
disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial.
b. Pendidikan. Pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan
individu. Proses kegiatan–kegiatan pendidikan pada dasarnya
c. Agama. Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang
terakhir atau penghabisan.
d. Sosial Ekonomi. Telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu
lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah
lingkungan sosial.
e. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan ekspresi jiwa yang terwujud
dalam cara-cara hidupdan berpikir, pergaulan hidup, seni
kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan.
3. Komunikasi Terapeutik
3.1 Dasar Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk
menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal
kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam
memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu komunikasi terapeutik memegang
peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi. Pada dasarnya komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah pada tujuan yaitu
penyembuhan pasien. Pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen penting
yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. (Nurhasanah, 2010)
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien.
Menurut Purwanto, (1999) komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan
dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan dalam artian wawancara
penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk
terapi. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi (Nurhasanah, 2010).
Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik
tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi. Hubungan terapeutik sebagai
pengalaman belajar baik bagi klien maupun bagi perawat yang diidentifikasi
dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat-klien, yaitu : tindakan
diawali perawat, respon reaksi dari klien, interaksi dimana perawat dan klien
mengkaji kebutuhan klien dan tujuan, transaksi dimana hubungan timbal balik
pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan (Mundakir, 2006).
Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat
terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai
dengan prinsip-prinsip berikut ini:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual, dan gaya
hidup.
11. Disarankan mengekspresikan perasaan dianggap mengganggu.
12. Perawt harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
13. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang
apa yang dikomunikasikan (Mundakir, 2006).
Menurut Nasir, dkk (2009), prinsip dasar komunikasi terapeutik antara lain:
a. Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan. Setiap pesan
komunikasi mempunyai tujuan tertentu atau makna tertentu dimana perawat harus
dapat memprediksikan bagaimana cara berkomunikasi. Saat perawat
berkomunikasi dengan pasien, maka semua percakapan berorientasi bagaimana
percakapan ini bisa mendukung perawat mendapatkan masukan yang berharga
dalam menentukan sikap dan tindakan. Komunikasi yang terjadi antara perawat
dan pasien merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah
keperawatan melalui pengkajian sampai evaluasi dari hasil tindakan yang telah
dilakukan oleh perawat.
b. Komunikasi terstruktur dan direncanakan. Perawat yang akan melakukan
komunikasi dengan pasien sudah merencanakan cara-cara yang akan dilakukan
atau hal-hal yang akan dikomunikasikan kepada pasien. Perawat harus
mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan matang. Untuk itu
dibutuhkan strategi pelaksanaan komunikasi yang baik. Strategi ini menuntun dan
memberi petunjuk, serta mengarahkan perkataanapa saja yang akan disampaikan
kepada pasien.
c. Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan waktu. Saat
itu, perawat harus mampu beradaptasi dengan keunikan pasien, karena pasien
yang satu dengan pasien yang lain tidak sama, baik topik maupun cara
berhubungan atau berkomunikasi sehingga perawat harus memperhatikan dari sisi
dimensi isi dan hubungan. Perawat harus memprediksi dan menentukan isi pesan
apa yang akan disampaikan. Isi pesan yang disampaikan harus dapat memberikan
efek terapeutik bagi pasien. Perawat harus membuat kontrak pertemuan dengan
pasien terutama kapan dan dimana pertemuan tersebut dilaksanakan sehingga
diharapkan komunikasi yang berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan
dan materi/topik yang akan dibicarakan atau disampaikan sesuai dengan tempat
yang telah disepakati.
d. Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman pasien. Dalam proses
komunikasi perawat harus memperhatikan kondisi emosional dari pasien sehingga
dalam berkomunikasi perawat mampu menempatkan diri dalam berinteraksi.
e. Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari pasien dan keluarga.
Untuk mempercepat proses penyembuhan pasien dan keluarga harus mengikuti
pesan yang disampaikan perawat. Untuk itu perawat harus menampilkan
kesungguhan dari perawat dimana pesan verbal sesuai dengan pesan nonverbal
atau pesan yang disampaikan sesuai kebutuhan pasien (Nasir, dkk 2009).
3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk membina hubungan
interpersonal antara perawat dan pasien, dalam membantu mengurangi beban
perasaan dan pikiran yang diderita pasien, demi kesembuhan pasien itu sendiri.
a. membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
mempertahakan kekuatan egonya.
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada
c. Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif dan
mempengaruhi orang lain lingkungan fisik dan dirinya.
d. Meningkatkan tingkat kemandirian pasien.
e. Meningkatkan rasa integritas yang tinggi pada pasien
f. Meningkatkan hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan
mencintai antar perawat dengan pasien
g. Dipusatkan untuk kesembuhan pasien
h. Mengatasi hambatan psikologis pada pasien.
3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan aktifitas yang tidak dapat dipisahkan dengan peran
perawat. Pelaksanaan komunikasi terapeutik yang baik sangat bermanfaat bagi
keberhasilan perawat dalam melaksanakan tugasnya. Secara umum komunikasi
terapeutik bermanfaat dalam media informasi, pendidikan, himbauan atau ajakan
dan hiburan bagi pasien. Ada beberapa indikator manfaat komunikasi terapeutik
dalam keperawatan, antara lain:
a. Kepuasan pasien
b. Kenyamanan pasien secara fisik
c. Kesediaan pasien mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat
berkomunikasi
3.4 Proses Komunikasi Terapeutik
Proses ini terdiri dari unsur komunikasi, prinsip komunikasi dan
tahapan komunikasi. Unsur komunikasi terdiri dari : Sumber komunikasi yaitu
pengirim pesan atau sering disebut komunikator yaitu orang yang menyampaikan
atau menyiapkan pesan. Komunikator adalah perawat yang memberikan
pertolongan pada pasien . Komunikator memiliki peranan penting untuk
menentukan keberhasilan dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pasien.
Kemampuan komunikator mencakup keahliaan atau kredibilitas daya tarik dan
keterpercayaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan
keberhasilan dalam melakukan komunikasi.
Unsur komunikasi terapeutik selain komunikator, yaitu pesan
merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam proses komunikasi.
Tanpa kehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan
berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima
komunikan. Keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh daya tarik pesan.
Effendy (2000) mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil bila pesan yang
disampaikan memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pesan harus direncanakan
2. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak
3. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
4. Pesan harus berisi hal-hal yang mudah difahami
Teknik komunikasi terapeutik terdiri dari (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam
simamora 2011):
a. Mendengarkan (Listening)
Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui
perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien
untuk bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Ellis (1998)
menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan
menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan
dia adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan ”anda
bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik padamu”.
b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)
Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi
topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien
menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik
apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam simamora 2011).
c. Mengulang (Restating)
Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok
pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien
dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai
terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi,
d. Penerimaan (Acceptance)
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah
laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa
menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat
harus sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari
memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang
dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.
e. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak
jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat
mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.
f. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa
yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien
terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak
menilai (Boyd dan Nihart, 1998 dalam Simamora 2011).
g. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang
lain (Lindberg dalam Nurjanah, 2001). Tahap-tahap menjadi lebih asertif antara
maksud dengan jelas, mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan
komunikasi disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan
diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.
h. Memfokuskan
Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan
menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan
berfokus pada realitas.
i. Membagi persepsi
Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien
tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.
j. Identifikasi ”tema”
Merupakan teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang
muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang
penting.
k. Diam
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran,
memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu
respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan
klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah.
Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain
untuk berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang
l. Informing
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan
respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan
memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi
klien untuk mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya
pemberian informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan
mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah
menasehati klien pada saat memberikan informasi.
m. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi
pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak
atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
Sedangkan Nurjanah (2001) menyatakan humor sebagai hal yang penting dalam
komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa
n. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.
Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal
hubungan (Simamora, 2011).
3.5 Penerapan Komunikasi Terapeutik
Wood mengatakan pada umumnya hubungan antar pribadi berkembang
melalui tahap-tahap yaitu :
1. Fase orientasi. Pada tahap ini antara petugas dan pasien terjadi kontak dan pada
tahap ini penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka
untuk diamati. Kualitas-kualitas lain seperti sifat bersahabat kehangatan,
keterbukaan dan dinamisme juga terungkap. Yang dapat dilakukan pada terapi ini
menurut Purwanto (1999) ialah pengenalan, mengidentifikasi masalah dan
mengukur tingkat kecemasan diri pasien.
2. Fase kerja adalah tahap pengenalan lebih jauh, menurut Purwanto (1999)
dilakukan untuk meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi
kecemasan, melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada. Komunikasi
pada tahap ini mengikatkan pada diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan
juga mengungkapkan diri kita. Pada tahap ini termasuk pada tahap persahabatan
yang menghendaki agar kedua pihak harus merasa mempunyai kedudukan yang
sama, dalam artian ada keseimbangan dan kesejajaran kedudukan.
Persahabatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
3. Membuat pihak lain menjadi senang
4. Membantu sesama kalau dia berhalangan untuk suatu urusan
Purwanto (1999) mengatakan pada tahap komunikasi terapeutik ini harus:
a. Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada
b. Meningkatkan komunikasi
c. Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan
berdasarkan masalah yang ada.
Secara psikologis komunikasi yang bersifat terapeutik akan membuat
pasien lebih tenang, dan tidak gelisah.
3. Fase terminasi menurut Purwanto (1999) pada tahap ini terjadi pengikatan antar
pribadi yang lebih jauh, merupakan fase persiapan mental untuk membuat
perencanaan tentang kesimpulan perawatan yang didapat dan mempertahankan
batas hubungan yang ditentukan, yang diukur antara lain mengantisipasi masalah
yang akan timbul karena pada tahap ini merupakan tahap persiapan mental atas
rencana pengobatan, melakukan peningkatan komunikasi untuk mengurangi
ketergantungan pasien pada perawat. Terminasi merupakan akhir dari setiap
pertemuan antara petugas
dengan pasien.
Menurut Uripni (1993) bahwa tahap terminasi dibagi dua, yaitu terminasi
sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari setiap
pertemuan, pada terminasi ini pasien akan bertemu kembali pada waktu yang telah
ditentukan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika pasien selesai menjalani
Dalam sumber lain, penerapan komunikasi terapeutik ada empat tahap,
dimana pada setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Simamora, 2011).
a. Fase Prainteraksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan pasien. Perawat
mengumpulkan data tentang pasien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan pasien.
b. Fase Orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan pasien untuk pertama
kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang
akan memengaruhi terbinanya hubungan perawat dengan pasien.
Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontak
dengan pasien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut:
memberi salam dan senyum pada pasien, melakukan validasi (kognitif,
psikomotor, afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama
kesukaan pasien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan
akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.
c. Fase Kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan
rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif
pasien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang
meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan,
ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada pasien.
d. Fase Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang
dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut
dengan pasien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual Penelitian
Skema 3.1 Kerangka konseptual penelitian hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien.
Pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik :
• Dasar Komunikasi Terapeutik
• Tujuan Komunikasi Terapeutik
• Manfaat Komunikasi Terapeutik
• Proses Komunikasi Terapeutik
Perilaku perawat saat
berkomunikasi dengan pasien (penerapan komunikasi terapeutik):
• Fase Orientasi • Fase Kerja • Fase Terminasi Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan :
Faktor yang mempengaruhi perilaku :
1. Faktor genetik atau endogen yaitu: jenis ras, jenis kelamin, sifat kepribadian, bakat pembawa, inteligensi, dan usia. 2. Faktor dari luar
individu atau eksogen yaitu: lingkungan,
pendidikan, agama, sosial ekonomi, dan kebudayaan.
Cukup Kurang
Baik
Cukup Kurang
2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
2.1Variabel Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota
suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh anggota kelompok lain
(Notoatmodjo, 1993). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel
independen/bebas dan variabel dependen/terikat. Variabel independen/bebas
adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan perubahan variabel yang
lain. Dalam penelitian ini variabel independen/bebasnya adalah pengetahuan
perawat tentang komunikasi terapeutik, variabel dependen/terikat adalah variabel
yang berubah akibat perubahan variabel independen/bebas. Dalam penelitian ini
variabel dependen/terikatnya adalah perilaku perawat saat berkomunikasi dengan
pasien.
2.2Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil
Segala sesuatu yang
diketahui oleh
perawat tentang
komunikasi
terapeutik, meliput i :
proses komunikasi
yang di dapat dari
informasi yang
tahap orientasi, tahap
kerja, dan tahap
terminasi.
skor 3, jawaban
(kadang-kadang)
Tabel 3.1 Defenisi operasional kerangka penelitian
3. Hipotesa Penelitian
Ada hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik
terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam
melakukuan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross
sectional yaitu rancangan penelitian yang menekankan waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat
atau variabelnya diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali
saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) dan tidak ada tindak
lanjut (Nursalam, 2009).
2. Populasi dan sampel
2.1Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap kelas II RSUD
Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012 yang terdiri dari 122 orang.
Populasi untuk responden pasien yang akan mengisi kuesioner penilaian tentang
perilaku perawat saat berkomunikasi adalah pasien yang sedang dirawat di ruang
2.2Sampel
2.2.1 Sampel Perawat
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007). Pengambilan jumlah sampel untuk
responden perawat dilakukan dengan cara simple random sampling yaitu
penarikan sampel dimana masing-masing subyek atau unit populasi memiliki
peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Wahyuni, 2007). Untuk
menghitung minimum besarnya sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan
(accurary) peneliti menggunakan rumus populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 (Notoatmodjo, 2005) yaitu:
N n =
1 + N (d2)
Keterangan:
n : besar sampel
N : besar populasi
d : penyimpangan terhadap populasi atau tingkat kepercayaan yang
diinginkan (0,05)
Dalam penelitian ini besar populasi adalah 122 orang perawat. Jadi besar
sampel yang didapat adalah:
N n =
1 + N (d2
122 )
122 n =
1 + 0,305
122 n =
1,305
n = 93,49
n = 93 orang
Jadi dalam penelitian ini jumlah sampel perawat yang digunakan oleh
peneliti adalah 93 orang perawat.
2.2.2 Sampel Pasien
Roscoe (1992 dalam Rihandoyo, 2009) menyatakan bahwa pada penelitian
kuantitatif jumlah sampel yang layak adalah 30 sampai 500 sampel, dengan
jumlah minimal adalah 30 sampel maka jumlah sampel untuk responden pasien
dalam penelitian ini adalah 30 orang. Pengambilan jumlah sampel untuk
responden pasien dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan/ incidental dimana siapa saja pasien yang secara
kebetulan sedang dirawat di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan saat peneliti
melakukan pengambilan data yang bersedia sebagai sumber data.
Kriteria pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah, pasien
dewasa yang menjalani rawat inap di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan.
3. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan
perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat
berkomunikasi dengan pasien. Selain itu, pada lokasi ini tersedia sampel yang
memadai dan lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan
sejak bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Juli 2012.
4. Pertimbangan etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Fakultas
Keperawatan dan dari RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan, kemudian peneliti
menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian. Responden diminta untuk
berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan, kemudian peneliti menanyakan
kesediaan menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan
(informed consent). Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak calon
responden. Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak mencantumkan
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (anonimity). Penelitian juga harus memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan pada
hasil riset (Nursalam, 2009).
5. Instrumen Penelitian
cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir (Setiadi, 2007).
Jenis kuesioner yang digunakan adalah angket langsung, dimana daftar pertanyaan
diberikan langsung kepada responden untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang responden
ketahui dan amati (Arikunto, 2006).
Kuesioner yang digunakan terdiri dari, kuisioner untuk perawat: yang
pertama (bagian A) untuk data demografi, yang terdiri dari nama responden,
umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja. Yang kedua (bagian B) untuk
variabel pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik yang terdiri dari 16
pernyataan dan bertujuan untuk melihat bagaimana pengetahuan perawat tentang
komunikasi terapeutik yaitu dasar komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4
pernyataan tertutup, tujuan komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan
tertutup, manfaat komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup,
dan proses komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup dengan
jenis pernyataan pilihan ganda. Setiap kategori pernyataan dengan jawaban benar
diberi skor 2 dan jawaban salah diberi skor 1.
Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 32 dan nilai terendah 16. Skala ukur
yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal. Menurut Sudjana (2005),
untuk menghitung jumlah total skor menggunakan rumus statistik p = ,
dimana p merupakan panjang kelas. Rentang kelas didapat dengan cara nilai tertinggi dikurangi nilai terendah sehingga diperoleh rentang adalah 16 dan
banyak kelas adalah 3 sehingga didapat panjang kelas adalah 5,3 dengan
Kurang : skor 16-20
Cukup : skor 21-25
Baik : skor 26-32
Kuisioner untuk pasien: yang pertama (bagian A) untuk data demografi,
yang terdiri dari nama, umur, dan jenis kelamin. Yang kedua (bagian B) untuk
variabel perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien yang terdiri dari 15
pernyataan dan bertujuan untuk melihat bagaimana perilaku perawat saat
berkomunikasi dengan pasien yang diukur dari penerapan komunikasi terapeutik
perawat yaitu fase orientasi yang terdiri dari 5 pernyataan tertutup, fase kerja yang
terdiri dari 5 pernyataan tertutup, dan fase terminasi yang terdiri dari 5 pernyataan
tertutup dengan jenis pernyataan (sering), (kadang-kadang) dan (tidak). Setiap
kategori pernyataan dengan jawaban (sering) diberi skor 3, jawaban
(kadang-kadang) diberi skor 2 dan jawaban (tidak) diberi skor 1.
Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 45 dan nilai terendah 15. Skala ukur
yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal. Menurut Sudjana (2005),
untuk menghitung jumlah total skor menggunakan rumus statistik p = ,
dimana p merupakan panjang kelas. Rentang kelas didapat dengan cara nilai tertinggi dikurangi nilai terendah sehingga diperoleh rentang adalah 30 dan
banyak kelas adalah 3 sehingga didapat panjang kelas adalah 10. Batasan skor
masing-masing kategori adalah sebagai berikut :
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data.
Valid berarti Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sugiyono, 2006). Kuesioner ini divalidasi dengan
menggunakan validitas isi (Content validity) yang dilakukan oleh tiga orang ahli dalam penelitian ini.
Ahli diminta untuk mengamati semua item dalam kuesioner yang hendak
divalidasi. Kemudian mengoreksi semua item yang telah dibuat. Ahli diminta
untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut menggambarkan
cakupan isi yang akan diukur. Pertimbangan ahli tersebut juga menyangkut
apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertanyaan
dalam tes (Sukardi, 2009). Pernyataan yang tidak valid langsung disarankan oleh
penguji validitas untuk diganti.
Kuesioner pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik pernyataan
yang belum valid langsung disarankan oleh ahli untuk diganti redaksi katanya,
yaitu item 2 pada dasar komunikasi terapeutik, item 1 dan 2 pada tujuan
komunikasi terapeutik serta item 1 dan 4 pada proses komunikasi terapeutik.
Kuesioner perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien pernyataan yang
belum valid juga langsung disarankan oleh ahli untuk diganti redaksi katanya,
yaitu item 1 pada fase orientasi, item 4 pada fase kerja serta item 1, 3 dan 5 pada