• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Cyber Extension Sebagai Media Informasi Pertanian Oleh Penyuluh Di Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Cyber Extension Sebagai Media Informasi Pertanian Oleh Penyuluh Di Kabupaten Bogor."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN

CYBER EXTENSION

SEBAGAI MEDIA

INFORMASI OLEH PENYULUH PERTANIAN

DI KABUPATEN BOGOR

ABUNG SUPAMA WIJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Informasi Pertanian oleh Penyuluh di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Informasi Pertanian oleh Penyuluh di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SARWITITI SARWOPRASODJO sebagai Ketua dan KUDANG BORO SEMINAR sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Cyber Extension dikembangkan agar penyuluh sebagai agen pembangunan dapat memberikan informasi kepada petani. Berkembang dan melimpahnya sumber informasi yang disediakan oleh Cyber Extension menuntut keterampilan penyuluh dalam melakukan aktivitas pencarian informasi. Kemampuan penyuluh dalam melakukan pencarian informasi ini diduga akan mempengaruhi pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh pertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menjelaskan karakteristik penyuluh, penggunaan media, tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension pada Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor, (2) Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, penggunaan media dengan tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension, (3) Menganalisis hubungan antara tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension dengan pemanfaatan Cyber Extension pada penyuluh di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini didesain sebagai penelitian sensus yang bersifat deskriptif korelasional. Penelitian ini dilakukan di 3 BP3K yaitu, BP3K Ciawi, Leuwiliang, dan Ciseeng Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 61 orang penyuluh. Analisis data rank Spearman (rs) digunakan untuk mengetahui hubungan antar peubah.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui karakteristik penyuluh pada indikator umur, tingkat kepemilikan media dan motivasi berhubungan nyata dengan tahapan pencarian informasi. Kelancaran penyuluh dalam tahapan pencarian informasi didukung oleh umur, tingkat kepemilikan media dan motivasi penyuluh. Pada indikator umur dan kepemilikan media, hubungan diketahui mempunyai arah negatif.

Penggunaan media pada indikator kemampuan penyuluh mengakses internet, ketersediaan sarana akses dan biaya operasional berhubungan sangat nyata dengan tahapan informasi. Kemampuan penyuluh dalam mengakses Cyber Extension tergolong baik, kebanyakan para penyuluh sudah mampu mengoperasikan komputer untuk akses internet, mengakses informasi terbaru, menggunakan email, dan berkomunikasi dengan sesama penyuluh. Ketersediaan sarana untuk akses internet masih dirasakan kurang. Hal ini dikarenakan minimnya fasilitas wifi dan modem untuk mendukung kelancaran mengakses internet. Biaya operasional masih dirasakan kurang, biaya yang sudah ada dianggap kurang merata dan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan penyuluh dalam pencarian informasi melalui internet.

(5)

Saran dalam penelitian ini adalah pemerintah khususnya kementerian pertanian perlu mengadakan pelatihan kepada penyuluh untuk mengakses internet, terutama kepada penyuluh yang telah berusia lebih dari 40 tahun. Hal ini mengingat penyuluh yang berada pada kategori tersebut mencapai jumlah yang cukup banyak khususnya di Kabupaten Bogor. Pengadaan alokasi dana khusus yang lebih besar untuk ketersediaan sarana dan biaya operasional akses internet dianggap perlu. Sosialisasi terkait sumber informasi pemerintah tentang pertanian di lembaga-lembaga pertanian harus lebih ditingkatkan. Aktivitas berbagi informasi hasil pencarian sumber informasi dari penyuluh kepada petani agar lebih ditingkatkan dan diefektifkan, hal ini dikarenakan masih banyak para penyuluh pertanian yang tidak meneruskan informasi yang didapatnya sampai kepada para petani dilapangan.

(6)

SUMMARY

ABUNG SUPAMA WIJAYA. The Utilization of Cyber Extension-Based Agricultural Extension as Information Media by Extension Officers in Bogor Regency. Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO as the principal supervisor and KUDANG BORO SEMINAR as the co-supervisor.

Cyber Extension is developed to facilitate extension officers as the agent of development to transfer information toward farmers. Development and abundance of information sources provided by cyber extension-based agricultural extension require skills of extension officers to access the information. The skills were predicted will influence the utilization of cyber extension of the extension officers. The purposes of the study were (1) to analyse characteristics of extension officers as well as media utilization, stages of information seeking on cyber extension, and the utilization of cyber extension of the officers in Bogor Regency, 2) to analyse the relationship of the officers’ characteristics and media utilization with the stages of information seeking on cyber extension, 3) to analyse the relationship between the stages of information seeking on cyber extension and the utilization of cyber extension of extension officers in Bogor Regency.

The study was designed as descriptive correlational census study. It was conducted in three BP3K which were located in Sub-district of Ciawi, Leuwiliang, and Ciseeng, in Bogor Regency, West Java Province. The number of 61 extension officers were taken as respondents. Spearman Rank Test was used to analyse the correlation between variables.

Results showed that extension officers’ characteristicts at the indicator of age, level of media ownership, and extension officers’ motivation had a significant relationship with the stage of information seeking. The capability of extension officers in the stages of information seeking was supported by the age, the level of media ownership, and extension officers’ motivation. The relationship between age and level of media ownership was negative.

The use of media at the indicator of extension officers’ skills, internet access, availibility of means of access, and operational cost had a very significant relationship with the stages of information seeking. The officers’ skills in accessing cyber extension was good, most of extension officers were capable of operating computer to access internet, new information, e-mail, and to communicate with another officers. The availability of means of internet access was not enough. It was seen in the minimum of wifi and modem facilities. Operational cost was perceived disproportionately distributed and insufficient to meet the needs of extension officers in seeking information via internet.

The stages of information seeking at the indicators of starting, chaining, browsing, differentiating, monitoring, and extracting had a significant possitive relationship with the utilization of cyber extension at the indicators of information benefit, capability to build social networks, and capability to share the information and knowledge. Extension officers’ skills in utilizing cyber extension will be supported by the capability of officers in running the stages of information seeking.

(7)

age are above forty years old. It is considering that the most extension officers in Bogor Regency are at that age. Provision of more particular fund to provide the means and operational fund of accessing internet is needed. Socialization about the government’s information sources of agriculture for the agricultural institutions is should be improved. Activities of sharing the information accessed from extension officers to the farmers should be improved and be more effective, due to the finding that most of the extension officers didn’t share the information they accessed to the farmers.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

PEMANFAATAN

CYBER EXTENSION

SEBAGAI MEDIA

INFORMASI OLEH PENYULUH PERTANIAN

DI KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Informasi oleh Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor

Nama : Abung Supama Wijaya NIM : I352114051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS Ketua

Prof Dr Kudang Boro Seminar, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Pemanfaatan Cyber Extension sebagai Media Informasi oleh Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor dengan sebaik-baiknya. Penulisan tesis ini ditujukan untuk memenuhi syarat dalam perolehan gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi dan Pembangunan Pertanian Pedesaan.

Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada sejumlah pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini atas jasa dan dukungannya baik dukungan moril maupun materil

Terima kasih nan tulus ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Unggulan (BU) periode tahun 2012-2013. Terima kasih telah memfasilitasi proses perkuliahan spenulis dengan sebaik-baiknya.

Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan yang diberikan oleh pembimbing tercinta. Terima kasih yang sebesarnya kepada Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo MS, yang telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran dalam berbagi ilmu. Pembimbing sekaligus motivator dan selalu menjadi penyemangat yang hebat.

Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Kudang Boro Seminar MSc, atas kesabarannya dalam membimbing. Terima kasih atas kesediannya memberikan arahan dan bimbingan yang berarti bagi penulis.

Kepada Dr Ir Wahyu Budi Priatna MSi, koordinator program keahlian komunikasi program Diploma IPB yang telah memberikan motivasi penulis untuk menyelesaikan gelar magister. Selanjutnya rekan dosen di Program keahlian Komunikasi terutama ketiga sahabat seperjuangan Willy, Ezi, dan Vivien.

Selanjutnya ucapan terima kasih kepada Dr Ir Amiruddin Saleh MS, atas bantuan dan motivasinya dalam penyelesaian jurnal komunikasi pembangunan. Mba Heti bagian Tata Usaha KMP yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian studi.

Terakhir, kepada keluarga tercinta khususnya Bapak (H. Irianto) dan Mamah (Hj. Utin) yang tidak pernah absen untuk mendoakan putra pertamanya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kedua Adik tercinta Iip Irmansyah dan Dinda Fajrianti, semoga gelar ketiga ini lebih memotivasi kalian. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, September 2015

(13)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA 6 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang Pertanian ... 6

Gambaran Singakat Cyber Extension ... 7

Peran, Karakteristik, dan Motivasi Penyuluh Pertanian ... 8

Peran Penyuluh Pertanian ... 8

Karakteristik Penyuluh Pertanian ... 10

Motivasi Penyuluh Pertanian ... 11

Hambatan dalam Proses Pencarian Informasi ... 11

Pemanfaatan Cyber Extension ... 12

Pengertian Informasi ... 15

Penelitian Terdahulu terkait Cyber Extension dan Pemanfaatan Media Informasi ... 17

Kerangka Berpikir ... 21

Hipotesis Penelitian ... 25

METODE PENELITIAN ... 26

Desain Penelitian ... 26

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

Sumber Data Penelitian ... 27

Teknik Pengumpulan Data ... 27

Definisi Operasional ... 27

Validitas dan Reabilitas Instrumentasi ... 30

Pengolahan dan Analisis Data ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

Karakteristiik Penyuluh ... 35

Penggunaan Media 38 Tahapan Pencarian Informasi ... 40

Pemanfaatan Cyber Extension 46 Hubungan antara Karakteristik Penyuluh dengan Tahapan Pencarian Informasi ... 48

Hubungan antara Penggunaan Media dengan Tahapan Pencarian Informasi ... 49

Hubungan antara Kelancaraan Tahapan Pencarian Informasi Cyber Extension dengan Pemanfaatan Cyber Extension ... 50

SIMPULAN DAN SARAN ... 52

Simpulan ... 52

Saran ... 52

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pemanfaatan Cyber Extension ... 14

Tabel 2. Penelitian Terdahulu tentang Cyber Extension ... 16

Tabel 3. Data Penyuluh di Kabupaten Bogor yang Menjadi Objek Penelitian ... 27

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Karakteristik Penyuluh ... 35

Tabel 5. Jumlah dan Presentase Penggunaan Media ... 38

Tabel 6. Jumlah dan Presentasi Penggunaan Media ... 41

Tabel 7. Jumlah dan Presentase Pemanfaatan Cyber Extension ... 46

Tabel 8. Koefesien Korelasi (r) antara Karakteristik Penyuluh dengan Tahapan Pencarian Informasi ... 48

Tabel 9. Koefesien Korelasi (r) antara Hambatan Penggunaan Media dengan Tahapan Pencarian Informasi ... 49

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian yang berkelanjutan saat ini terletak pada upaya dan kapasitas yang dimiliki oleh penyuluh pertanian. Hal ini disebabkan oleh peran penting yang dimiliki oleh penyuluh pertanian sebagai ujung tombak serta jembatan antara pemerintah dan petani sebagai pelaku utama. Penyuluh pertanian dituntut memiliki pengetahuan, informasi yang memadai untuk petani, dan kemampuan untuk akses dan tanggap terhadap perkembangan teknologi informasi. Salah satu teknologi informasi di bidang pertanian yang dikembangkan saat ini adalah program Cyber Extension. Pengembangan sistem informasi tersebut mengacu pada Pasal 15 ayat 1c Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) dengan materi bahwa Balai Penyuluhan berkewajiban menyediakan dan menyebarkan informasi tentang teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar.

Cyber Extension merupakan mekanisme pertukaran informasi pertanian dalam sistem penyuluhan pertanian melalui area cyber dengan tujuan untuk mempercepat arus informasi berbasis teknologi ke tingkat pengguna akhir (petani) serta membangun komunikasi secara interaktif. Sistem informasi ini pertama kali dikembangkan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2008 dengan mangacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 Pasal 8 bahwa penyuluhan pertanian melalui website, merupakan salah satu tugas penyuluh pertanian terutama bagi penyuluh pertanian yang telah menyandang jabatan fungsional sebagai Penyuluh Pertanian Ahli.

Pada sektor pertanian, pengembangan informasi dan inovasi pertanian berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dilakukan menggunakan jaringan komputer terprogram, yang terkoneksi dengan internet dan dikenal dengan istilah Cyber Extension. Menurut Sharma (2006), Cyber Extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan komunikasi informasi inovasi pertanian terprogram, secara efektif, dengan mengimplementasikan TIK dalam sistem pertanian, yang dapat meningkatkan keberdayaan penyuluh, melalui penyiapan informasi pertanian yang tepat waktu, dan relevan dalam mendukung proses pengambilan keputusan penyuluh guna penyampaian data dan informasi pertanian kepada petani dan kelompok taninya. Adekoya (2007) menambahkan bahwa pendekatan Cyber Extension berorientasi kepada penerima, bersifat individual, dan dapat menghemat biaya, waktu, serta tenaga.

(16)

Extension sejumlah 180 unit, (62 unit ditempatkan di kelembagaan penyuluhan kecamatan) yang khusus diperuntukkan bagi 11 provinsi pelaksana P2BN guna menunjang percepatan materi penyuluhan dan informasi pertanian dalam rangka mendukung pembangunan pertanian. Distribusi tersebut jumlahnya didasarkan pada bentuk kelembagaan yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (SP3K) (Helmy, 2013).

Cyber Extension dikembangkan agar penyuluh sebagai agen pembangunan dapat memberikan informasi (message carriers) kepada petani. Selain itu, melalui informasi yang diperoleh dari Cyber Extension dapat digunakan untuk mengembangkan inovasi baru, produk-produk pertanian yang berdaya saing dan berproduktivitas tinggi, program penyuluhan dan lain sebagainya. Cyber Extension bertujuan agar informasi penyuluhan bisa dikirim secara cepat kepada penyuluh sehingga petani selalu update dengan informasi-informasi terbaru. Menurut Deptan dalam Sumardjo et al. (2010) tujuan akhir dari jaringan informasi Cyber Extension diperuntukan kepada masyarakat petani yang membutuhkan berbagai informasi seputar permasalahan pertanian untuk mendukung program revitalisasi penyuluhan khususnya dalam melaksanakan pengembangan kerjasama dan jejaring kerja penyuluhan pertanian dengan instansi terkait

Mulyandari (2011) menemukan bahwa peningkatan kapasitas penyuluh dalam mengakses dan menerapkan teknologi informasi merupakan kunci untuk mengembangkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang efektif dalam lingkup pertanian, termasuk pengembangan teknologi Cyber Extension. Penelitian Mulyandari (2011) ini menemukan bahwa petani merasakan manfaat Teknologi Informasi (TI) untuk komunikasi, akses informasi dan sarana promosi. Sumardjo et al. (2010) menambahkan bahwa kegiatan pelatihan dan sosialisasi pemanfaatan TI telah berhasil meningkatkan tingkat aksesibilitas petani terhadap sistem informasi berbasis TI untuk mendukung peningkatan, untuk keberdayaan petani dalam pengambilan keputusan usaha tani. Hal ini menjadi dasar perlunya penelitian lanjutan tentang pemanfatan media informasi dalam bidang pertanian untuk mengetahui secara mendalam sehingga manfaat, efektivitas dan inovasi baru tersebut dapat diketahui dan dikembangkan.

Penelitian lain, Veronice (2013) menyatakan bahwa salah satu unsur penting yang harus dimiliki oleh penyuluh pertanian adalah kemampuan dalam mengakses teknologi informasi dan komunikasi di bidang pertanian untuk mendukung perannya dalam memberikan layanan informasi sesuai dengan kebutuhan petani dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan komunikasi yang berlangsung cepat. Untuk menunjang pencapaian tersebut, penyuluh pertanian dapat mencari dan mengakses sumber-sumber informasi dari media online sehingga pada nantinya petani mampu meningkatkan daya saing usaha taninya.

(17)

perpustakaan. Sementara itu menurut Anwas et al. (2009) menyatakan bahwa penyuluh harus memiliki inisiatif dan aktif untuk mencari berbagai media belajar untuk meningkatkan kompetensinya untuk memfasilitasi kebutuhan informasi petani. Penelitian yang dilakukan Veronice (2013), menyatakan bahwa tingkat pemanfaatan TIK penyuluh di Kabupaten Bogor sangat tinggi, terutama dalam pemanfaatan komputer, internet dan handphone. Hal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kecenderungan penyuluh dalam mengakses Cyber Extension untuk mendapatkan informasi khususnya di kabupaten Bogor cenderung cukup tinggi.

Berkembangnya informasi melalui media internet ini akan menyebabkan terjadinya kelimpahan informasi atau kebingungan pengguna dalam melakukan kegiatan pencarian informasi (information seeking) baik itu dari tahapan memulai, memilih, menyaring dan menilai informasi yang ditemukan di internet (Andriaty et al. 2011). Berkembang dan melimpahnya sumber informasi yang disediakan oleh Cyber Extension menuntut keterampilan penyuluh dalam melakukan aktivitas pencarian informasi sehingga penyuluh tidak mengalami kebingungan dalam melakukan kegiatan pencarian informasi. Ellis et al. (1997) mendeskripsikan proses pencarian informasi dalam mengakses internet sebagai berikut, dimulai dari fase (Starting), kemudian diikuti dengan link menuju sumber informasi terkait (Chaining), mengamati situs terpilih (Browsing), menandai sumber yang berguna untuk kepentingan di masa mendatang (Differentiating), mencatat alamat sumber untuk bisa mengakses dan terus mengikuti perkembangan informasi terbaru (Monitoring) dan mulai menetapkan sumber informasi (Extracting). Kemampuan penyuluh dalam melakukan pencarian informasi inilah yang diduga akan berhubungan dengan pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan mengkaji lebih lanjut mengenai pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor. Lokasi ini dipilih karena derah ini merupakan daerah dengan variasi penggunaan TIK dan tingkat aksesibilitas cukup tinggi terhadap sumber informasi, penyuluhnya sudah terdedah dengan TIK, koneksi jaringan yang cukup luas, dan di wilayah kabupaten Bogor terdapat berbagai unit kerja penelitian pertanian pusat-pusat informasi. Institusi pendidikan terbesar di Indonesia yaitu Institut Pertanian Bogor ada dalam wilayah kabupaten Bogor, semakin menarik untuk diteliti bagaimana para penyuluh di Kabupaten Bogor memanfaatkan media teknologi informasi khususnya program Cyber Extension ini guna menjawab kebutuhan informasi untuk memecahkan permasalahan, maupun menambah pengetahuan dalam ruang lingkup pertanian.

Perumusan Masalah

(18)

pertanian merupakan ujung tombak pelaksanaan penyuluhan pertanian karena penyuluh pertanian merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang bersentuhan langsung dengan pelaku utama pertanian yakni petani. Keberhasilan penyuluhan diasumsikan berkorelasi positif dengan kualitas penyuluh di lapangan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman tersebut. Namun menurut Sumardjo (2008) dan Slamet (2008), kendala utama dalam menghadapi tantangan penyuluhan saat ini adalah keterbatasan tenaga profesional di bidang penyuluhan pembangunan.

Ketersediaan berbagai macam atau jenis TIK dan beragam jenis informasi yang ada belum menjamin dapat dimanfaatkan oleh penyuluh pertanian untuk dapat diteruskan kepada para petani melalui penyuluhan pertanian, dengan kata lain pemanfaatan berbagai jenis program penyuluhan berbasis digital ini mempunyai hambatan atau kendala baik yang berasal dari dalam diri penyuluh pertanian itu sendiri maupun faktor eksternal lainnya yang menentukan.

Pengembangan TIK sebagai salah satu alternatif untuk menjamin kecepatan dan ketepatan penyebaran informasi teknologi baru di bidang pertanian juga menjadi salah satu pilihan pertimbangan pada efektivitas dan efisiensi sistem layanan penyuluhan (Subejo, 2011), bahkan pemanfaatan TIK ini juga tidak lepas dari adanya peningkatan kualitas sumber daya petani dan pelaku pembangunan pertanian, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyebarluasan informasi. Sharma (2006) pada penelitian terdahulu menyatakan salah satu solusi yang ditawarkan dalam rangka mengatasi persoalan transfer teknologi dan pengetahuan yaitu dengan memberikan istilah tentang pemanfaatan TIK untuk penyuluhan pertanian dengan sebutan Cyber Extension.

Pemanfaatan Cyber Extension di berbagai daerah berbeda-beda tergantung kemampuan penyuluh pertanian dalam mengakses infomasi yang tersedia. Umumnya keefektifan media komunikasi ini terlihat di kota besar, termasuk di Kabupaten Bogor sedangkan di berbagai pelosok pedesaan, media ini kurang dimanfaatkan. Pemanfaatan media ini tergantung pada karakteristik petani, karakteristik penyuluh dan jenis teknologi ini sendiri sebagai inovasi. Merujuk pada penelitian Permatasari (2013) bahwa penyuluh pertanian perlu diberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai penggunaan media komunikasi Cyber Extension, manfaat menggunakan media komunikasi tersebut dalam mencari informasi tentang teknologi pertanian. Cyber Extension merupakan mekanisme yang dapat dioptimalkan dengan dukungan program peningkatan kapasitas penyuluh sebagai pendamping dalam pemanfaatan Cyber Extension. Penyuluh sekaligus dapat mensinergikan beragam media komunikasi untuk menyampaikan inovasi pertanian. Keberadaan media komunikasi / informasi ini menjadi bernilai jika dimanfaatkan dengan baik, keberadaan media ini menjadi penting untuk diteliti sehingga dapat diketahui sejauh mana pemanfaatan media ini sebagai media informasi oleh penyuluh pertanian sebagai agen pembangunan.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian ini secara rinci sebagai berikut :

(19)

Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana hubungan karakteristik penyuluh, penggunaan media dengan tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension?

3. Bagaimana hubungan antara tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension dengan Pemanfaatan Cyber Extension pada penyuluh di Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan karakteristik penyuluh, penggunaan media, tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension pada Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor

2. Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, penggunaan media dengan tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension.

3. Menganalisis hubungan antara tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension dengan Pemanfaatan Cyber Extension pada penyuluh di Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai pemanfaatan Cyber Extension sebagai media informasi oleh penyuluh pertanian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Komunikasi dalam pelaksanaan program pembangunan masyarakat.

2. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berkompeten dalam bidang diseminasi hasil penelitian untuk menyediakan media informasi teknologi pertanian yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan sasaran

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dan penyuluh pertanian dalam rangka menyusun program penelitian dan penyuluhan serta merancang media yang tepat dalam percepatan alih teknologi.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang Pertanian

Informasi teknologi pertanian memegang peranan penting dalam proses pembangunan pertanian. Tersedianya berbagai sumber informasi yang akan mendesiminasikan (menyebarkan) atau menyampaikan informasi teknologi pertanian dapat mempercepat kemajuan usaha pertanian di pedesaan. Pada era globalisasi dan informasi dewasa ini, perkembangan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat luas, baik peneliti, dosen, mahasiswa maupun pengguna jasa informasi lainnya.Terbukanya pasar global dan peningkatan selera konsumen ke arah mutu produk pertanian yang lebih tinggi merupakan tantangan yang harus ditanggapi secara sistematis, antara lain dengan mengoptimalkan kegiatan diseminasi (penyebarluasan informasi) hasil penelitian dan teknologi pertanian melalui berbagai media, baik media cetak (buku, prosiding, jurnal, brosur, leaflet atau folder dan poster), media elektronik (televisi, radio, CD, surat elektronik, dan internet) maupun melalui tatap muka, berupa seminar, lokakarya, workshop atau apresiasi dan advokasi (Setiabudi, 2004).

Sehubungan dengan hal tersebut, maka komunikasi pembangunan yang merupakan serangkaian usaha untuk mengkomunikasikan program pembangunan dapat bermanfaat dan menimbulkan efek serta dampak pesan kepada masyarakat. Kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat merupakan unsur yang paling utama dalam komunikasi pembangunan. Tujuannya untuk menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara berkembang. Pesan pembangunan dapat disampaikan melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, film teatrikal dan media cetak lainnya seperti poster, pamflet, spanduk dan lain sebagainya. Chury et al. (2012) menyatakan bahwa radio merupakan saluran yang paling efektif untuk mendapatkan informasi mengenai iklim.

Hasil penelitian Usman et al. (2012) mengemukakan bahwa infrastruktur yang penting dan lebih banyak diminta yaitu dalam bentuk TIK guna pengembangan inovasi dan penggunaan sumber daya secara efektif, memanfaatkan metodologi baru dan pasar untuk peningkatan taraf hidup petani. Lebih lanjut Usman et al. (2012) mengungkapkan, bahwa TIK harus dimasukkan ke dalam semua usaha yang berhubungan dengan pembangunan pertanian. Kesadaran harus dihasilkan dari kalangan petani muda dan setengah baya tentang ketersediaan layanan TIK untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif.

(21)

media massa sehingga pesan mengalami distorsi. Sangat disadari bahwa tidak seorangpun dapat membaca semua penerbitan, penelitian menunjukkan bahwa dasar pemilihan media terletak pada kegunaan yang diharapkan. Misalnya untuk keperluan memecahkan masalah, mengetahui yang sedang terjadi di sekeliling atau untuk sekedar santai, juga untuk keperluan agar dapat berpartisipasi dalam diskusi atau mengukuhkan pendapat mengenai suatu hal (Murfiani, 2006).

Sementara itu, Iddings dan Apps (1990) menyatakan, adopsi pemanfaatan aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi biasanya tidak spontan. Dalam berbagai penelitian, secara jelas menunjukkan bahwa kompleksitas usahatani, tingkat dukungan eksternal (lingkungan), usia, waktu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pengalaman, jaringan, ketersediaan informasi, kepribadian dan pendekatan proses pembelajaran memberikan pengaruh pada peningkatan atau pengurangan terhadap penggunaan komputer atau teknologi informasi dan komunikasi. Faktor lain yang banyak mempengaruhi adopsi dan penggunaan teknologi informasi dalam organisasi pertanian menurut Kurtenbach and Thompson (2000) dapat dikelompokkan menjadi lima kategori seperti akses terhadap teknologi informasi, demografi, pelatihan/pendidikan bidang teknologi informasi, tingkat kepercayaan terhadap teknologi informasi, dan waktu atau lama menggunakan teknologi informasi.

Bagaimana karakteristik penyuluh, penggunaan media, tahapan pencarian informasi pada Cyber Extension dan pemanfaatan Cyber Extension pada Penyuluh Pertanian di Kabupaten Bogor?

Gambaran Singkat Cyber Extension

Cyber Extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber Extension ini memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan (Wijekoon et al. 2009).

Cyber extension is an agricultural information exchange mechanism over cyber space, the imaginary space behind the interconnected computer networks through telecommunication means. It utilizes the power of networks, computer communications and interactive multimedia to facilitate information sharing mechanism”.

(22)

universal sehingga memungkinkan semua orang yang memiliki komputer, modem, dan koneksi internet masuk ke dalam web global.

Model komunikasi Cyber Extension mengumpulkan atau memusatkan informasi yang diterima oleh petani dari berbagai sumber yang berbeda maupun yang sama dan disederhanakan dalam bahasa lokal disertai dengan teks dan ilustrasi audio visual yang dapat disajikan atau diperlihatkan kepada seluruh masyarakat desa terutama petani (Sumardjo et al. 2010). Lebih lanjut dikatakan bahwa knowledge sharing model (model berbagi pengetahuan) merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman, dan ide yang dimiliki kepada anggota lainnya. Cyber Extension diharapkan dapat membantu mewujudkan jaringan informasi bidang pertanian sampai ditingkat petani dapat diwujudkan.

Peran, Karakteristik, dan Motivasi Penyuluh Pertanian Peran penyuluh pertanian

Jika melihat dari sejarah, penyuluhan itu berawal dari suatu sistem pertukaran informasi mengenai pertanian (agricultural information exchange) yang dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian. Hal ini sudah dilakukan oleh Mesir kuno, Mesopotamia, dan Yunani. Dalam bahasa Inggris, istilah penyuluhan menggunakan istilah extention. Penggunaan istilah ini berawal dari university extension atau extension of the university yang merupakan kegiatan staf pengajar dari universitas untuk menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan tentang pertanian kepada masyarakat non-universitas (Leeuwis 2004).

Penggunaan extension akhirnya lebih lazim digunakan terutama untuk penyuluhan pertanian (agricultural extension). Penggunaannya berkembang ke bidang-bidang lain keluarlah istilah Extension Education, Development Communication atau Development Extension (Penyuluhan Pembangunan) (Hafsah 2009).

Penyuluh pertanian berdasarkan Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan adalah perorangan warga Negara Indonesia yang melakukan kegitan penyuluhan. Penyuluhan sendiri merupakan cara penyebaran informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan perbaikan kesejahteraan masyarakat atau keluarga yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian. Penyebaran informasi yang dimaksud mencakup informasi tentang ilmu dan teknologi yang bermanfaat, analisis ekonomi dan upaya rekayasa sosial yang berkaitan dengan pengembangan usaha tani serta peraturan dan kebijakan pendukung.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/Menpan/2/2008, bahwa tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian adalah melakukan kegiatan yaitu:

(23)

2. Melaksanakan penyuluhan pertanian meliputi kemampuan menyusun materi penyuluhan, kemampuan menerapkan metode penyuluhan, baik metode penyuluhan perorangan maupun penyuluhan kelompok serta metode penyuluhan massal, juga memiliki kemampuan membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran dan kemampuan mengembangkan swadaya dan swakarsa petani nelayan.

3. Kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan.

4. Kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian seperti merumuskan kajian arah penyuluhan, menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan dan mengembangkan sistem kerja penyuluhan pertanian.

5. Pengembangan profesi penyuluh pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis ilmiah dan ilmu populer bidang penyuluhan pertanian dan penerjemahan buku penyuluhan.

6. Kegiatan penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertaniaan

7. Penyelenggaraan penyuluhan pertanian untuk masa yang akan datang haruslah dipola secara terpadu dan integratif.

Peran penyuluh lainnya antara lain:

1. Peran Penyuluh sebagai tenaga teknis edukatif. Dalam peranan ini penyuluh dapat bertindak sebagai penyedia jasa konsultan (pendidikan), termasuk di dalamnya penyuluh dapat melakukan tindakan membimbing, melatih, mengarahkan, dan memberikan transfer informasi dan teknologi usaha tani. Perubahan perilaku pada tiga domain utama (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) menjadi bagian tugas yang tidak terpisahkan dalam peranan penyuluh sebagai konsultan/tenaga pendidikan pertanian. Sebagai tenaga teknis edukatif, seorang penyuluh pertanian mampu melakukan penyelenggaraan proses belajar mengajar sesuai prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa.

2. Peran penyuluh sebagai pemberdaya petani. Sebagai pemberdaya petani, penyuluh diharapkan mampu memberikan semangat dan energi yang penuh bagi kemandirian hidup petani, sehingga petani mau dan mampu untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya secara independen dan swadaya. Tentunya dalam hal ini tindakan yang perlu dilakukan penyuluh sebagai pemberdaya petani di antaranya:

a. Penyuluh sebagai insiator: senantiasa memberikan gagasan/ide baru yang inovatif, adaptif, dan fleksibel.

b. Penyuluh sebagai fasilitator: selalu memberikan alternatif solusi dari setiap problema yang dihadapi petani, dan mampu memberikan akses kepada tujuan pasar dan perbaikan modal usaha.

c. Penyuluh sebagai motivator: senantiasa penyuluh memberikan dorongan semangat agar petani mau dan mampu bertindak untuk kemajuan.

d. Penyuluh sebagai evaluator: senantiasa penyuluh mampu melakukan tindakan korektif, mampu melakukan analisis masalah.

(24)

serta bertanggung jawab penuh terhadap profesinya.

4. Penyuluh berperan sebagai entrepreneurship (kewirausahaan) Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995).

Hasil penelitian Marius et al. (2007) mengenai kompetensi penyuluh mengungkapkan bahwa di dalam era otonomi daerah perhatian pemerintah daerah menurun seperti hampir tidak adanya penggunaan informasi dalam bentuk leaflet, brosur dan lain-lain. Begitu juga dengan pemberian dana, sarana/prasarana, dukungan masyarakat dan keluarga juga menurun, penggunaan teknologi pertanian oleh petani terbatas, motivasi penyuluh rendah. Senada dengan hasil penelitian Margono et al. (2011) yang membahas mengenai gap antara hubungan pemerintah pusat dengan penyuluh dalam penyebaran informasi mengungkapkan bahwa sumber informasi sekunder yang dapat diakses oleh penyuluh, bukan tergolong dalam kasus informasi primer. Mengenai isu yang berkaitan dengan jenis atau ragam informasi, perlunya portal bagi penyuluh dalam mengakses informasi dan akses ke katalog online database bagi pusat-pusat informasi sehingga interoperabilitas lintas kelembagaan dan database repositori menjadi isu penting dalam memberikan portal informasi pertanian.

Karakteristik Penyuluh Pertanian

Karakteristik merupakan sifat atau ciri yang melekat pada seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik penyuluh ini diperlukan untuk menjalankan fungsi dan peran penyuluh pertanian, Karakteristik penyuluh yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi Umur, pendidikan, pengalaman penyuluh, tingkat kepemilikan teknologi informasi, dan status penyuluh.

Huda (2010) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya pada macam pekerjaan tertentu sehingga umur seseorang juga akan berpengaruh terhadap motivasinya untuk belajar. Mardikanto (1993) mengatakan bahwa umur akan berpengaruh kepada tingkat kematangan seseorang (baik kematangan fisik maupun emosional) yang sangat menentukan kesiapannya untuk belajar. Selaras dengan hal tersebut Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa sesuai dengan bertambahnya umur, seseorang akan menumpuk pengalaman-pengalamannya yang merupakan semberdaya yang sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut.

(25)

diungkapkan oleh Nwafor dan Akubue (2008) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penggunaan radio dan televisi di Nigeria. Radio dan program televisi yang terkenal di kalangan perempuan berupa siaran berita, program sosial budaya, musik dan drama. Masalah yang menghambat penggunaan radio dan televisi oleh perempuan yaitu kendala waktu, dan kondisi ekonomi. Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksudkan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti penyuluh. berdasarkan uraian di atas tingkat pendidikan penyuluh akan berpengaruh terhadap pemanfaatan media.

Lebih lanjut Anwas et al. (2009) menyebutkan bahwa intensitas pemanfaatan media massa dan media lingkungan rendah, sedangkan pemanfaatan media terprogram dalam kategori sedang. Pemanfaatan media ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal, kepemilikan media komunikasi dan informasi, motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga penyuluh, dan tuntutan petani. Informasi yang paling banyak digunakan adalah sumber interpersonal (sesama penyuluh dan kontak tani/petani maju) dan media cetak (surat kabar).

Motivasi Penyuluh Pertanian

Motivasi merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak atau dorongan lain yang berasal dari dalam diri individu untuk melakukan suatu tindakan serta memberi tujuan dan arah kepada perilaku individu (Ahmadi, 2007). Motivasi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dibagi menjadi dua yaitu:

a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan).

Tindakan yang didorong oleh motif-motif instrinsik lebih baik daripada yang didorong oleh motif ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003). Penelitian Purnaningsih (1999) menunjukkan bahwa motivasi kognit if berhubungan secara nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Semakin banyak petani yang menyatakan motivasi kognitifnya untuk memanfaatkan sumber informasi, semakin banyak pula petani yang memanfaatkan sumber informasi tersebut. Selanjutnya penelitian Hubeis (2008) mengungkapkan bahwa motivasi penyuluh (internal dan eksternal) yang rendah akan menyebabkan produktivitas kerjanya juga menjadi rendah.

Hambatan dalam Proses Pencarian Informasi

Beberapa hambatan dalam aplikasi TIK untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan yang berhasil diidentifikasi oleh Sumardjo et al. (2009) dalam Lubis (2010) adalah sebagai berikut:

(26)

2. Biaya untuk aplikasi teknologi informasi untuk akses dan pengelolaan informasi yang disediakan oleh pemerintah daerah khususnya sangat tidak memadai terutama untuk biaya langganan ISP untuk pengelolaan informasi yang berbasis internet.

3. Infrastruktur telekomunikasi yang belum memadai dan mahal.

4. Tempat akses informasi melalui aplikasi teknologi informasi sangat terbatas. 5. Sebagian usia produktif dan yang bekerja di lembaga subsistem jaringan

informasi inovasi pertanian tidak berbasis teknologi informasi, sehingga semua pekerjaan jalan seperti biasanya dan tidak pernah memikirkan efisiensi atau pemanfaatan teknologi informasi yang konsisten.

6. Dunia teknologi informasi terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara sebagian besar sumber daya manusia yang ada di lembaga subsistem jaringan informasi inovasi pertanian cenderung kurang memiliki motivasi untuk terus belajar mengejar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga seringkali kapasitas SDM yang ada tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan cenderung menjadi lambat dalam menyelesaikan tugas.

7. Kemampuan kapasitas SDM dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi, khususnya di level pertanian ataupun fasilitator tingkat desa sebagai motor pendamping pelaksana pembangunan pertanian di daerah masih sangat terbatas.

8. Keterbatasan kemampuan dan pengetahuan petani atau pengguna akhir dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam akses informasi inovasi pertanian dan mempromosikan produknya ke pasar yang lebih luas. Dari segi sosial budaya, kultur berbagi masih belum membudaya. Kultur berbagi (sharing) informasi dan pengetahuan untuk mempermudah akses dan pengelolaan informasi belum banyak diterapkan oleh anggota lembaga stakeholders. Di samping itu, kultur mendokumentasikan informasi/data juga belum lazim, khususnya untuk kelembagaan yang berada di daerah.

Pemanfaatan Cyber Extension

Subejo (2011) menyatakan bahwa model Cyber Extension yang telah dikembangkan di Jepang dengan cukup pesat adalah computer network system yang dikenal dengan Extension Information Network (El-net). Sistim El-net merupakan sistim yang terintegrasi yang menggabungkan berbagai stakeholders seperti pemerintah pusat, propinsi, lembaga penelitian, perusahaan pertanian, pasar, penyuluh dan petani. Pada sistim El-net, dikembangkan sistim database dan sistim komunikasi melalui email. Database tersebut antara lain mencakup berita pertanian, informasi pasar serta informasi cuaca.

(27)

pedagang dan perusahaan besar dalam dan luar negeri untuk produk dari Cina dapat berkembang dengan pesat (BBC News 2004 dalam Mulyandari 2011).

Sumardjo et al. (2010) mengungkapkan bahwa Kenya Agricultural Commodities Exchange (KACE) didukung oleh perusahaan swasta mengembangkan Sistem Informasi Pasar (SIP) melalui aplikasi TIK untuk membantu akses petani terhadap informasi pasar dan harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani miskin di daerah pedesaan atau daerah terpencil di Kenya. Jaringan Huaral Valley di Peru dibangun untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi pertanian. Jaringan dari pusat informasi masyarakat ini dirancang dengan teknologi jaringan tanpa kabel (wireless). Akses internet berjalan (mobile internet) memberikan kemungkinan yang lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang nyata bagi kehidupan petani pedesaan. Selain petani, para pelajar di pedesaan juga dapat merasakan manfaat dari infrastruktur telekomunikasi yang telah dibangun tersebut. Thailand Canada Telecentre Project (TCTP) bekerja sama dengan pemerintahan Thailand, sektor swasta, dan World Bank telah mempromosikan akses layanan ICT di desa-desa dengan menempatkan beberapa telepon dan komputer untuk akses ke internet di lokasi yang mudah diakses oleh masyarakat yang disebut telecenter.

Cyber Extension memanfaatkan kekuatan jaringan komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagai informasi atau pengetahuan. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, mekanisme Cyber Extension sudah mulai diterapkan di banyak negara dalam tahun-tahun ini sebagai suatu mekanisme penyaluran informasi yang dapat diupayakan untuk memenuhi kebutuhan petani di pedesaan terhadap informasi untuk mendukung kegiatan usahataninya.

Hasil penelitian Mulyandari (2011) di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur mengenai Cyber Extension terhadap keberdayaan petani menyatakan sebagian besar responden merasakan manfaat Cyber Extension sudah sesuai dengan kebutuhan. Petani juga merasakan keuntungan dari pemanfaatan Cyber Extension dari segi ekonomi dalam mendukung kegiatan usahatani apabila dibandingkan dengan teknologi informasi sebelumnya. Keuntungan yang dirasakan sangat nyata oleh petani yaitu dapat menghemat waktu dan biaya transportasi karena dibantu pemanfaatan Cyber Extension. Tingkat pemanfaatan Cyber Extension pada hasil penelitian ini sudah sangat baik. Petani menggunakan telepon genggam untuk melakukan kegiatan komunikasi dengan petani lainnya, petani juga mengakses informasi pasar maupun teknologi melalui online, selain itu petani juga melakukan promosi produk pertaniannya. Faktor dominan yang secara nyata memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pemanfaatan Cyber Extension adalah karakteristik individu dan perilaku (sikap dan keterampilan) petani dalam memanfaatkan teknologi informasi. Selanjutnya, tingkat keberdayaan petani dipengaruhi secara dominan oleh perilaku dalam memanfaatkan teknologi informasi, tingkat pemanfaatan Cyber Extension, karakteristik individu (tingkat kekosmopolitan), persepsi terhadap karakteristik Cyber Extension, dan faktor lingkungan (ketersediaan sarana teknologi informasi).

(28)

melalui Cyber Extension. Persepsi petani pengguna mengenai keuntungan dari Cyber Extension berhubungan dengan karakteristik petani pada tingkat pendidikan formal.

Hasil penelitian Anon (2006) di India mengenai pemanfaatan internet untuk melakukan perdagangan hasil pertanian secara online sudah baik. Penerapan perdagangan secara online atau dikenal E-choupal dianggap membantu petani mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi, mengurangi praktik perdagangan yang dilakukan oleh tengkulak, adanya perbedaan harga komoditas antara perdagangan melalui online dan fisik. Karakteristik komoditas mempengaruhi motivasi pembeli untuk membeli melalui online. kegiatan promosi produk kopi melalui website menguntungkan petani karena konsumen produk pertanian lebih menganggap kegiatan pembelian melalui website lebih praktis. Harga yang diberikan melalui perdagangan online tidak memengaruhi pembeli karena mereka memilih untuk mendapatkan produk lebih cepat dibandingkan dengan menunggu perdagangan fisik yang memerlukan waktu seminggu. Hal ini dikarenakan persepsi konsumen terhadap ketersediaan fasilitas dan waktu, kemudahan dan keuntungan yang dirasakan untuk memperoleh produk tersebut dianggap cepat dan tepat karena dapat memenuhi kebutuhan dengan segera.

(29)

Tingkat manfaat

Informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah/memproses stimulus, yang masuk kedalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak/pusat syaraf untuk diolah/diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi. Informasi ini bisa diingat di otak, bila dikomunikasikan kepada individu/khalayak, maka akan berubah menjadi pesan (Wiryanto 2005).

Pengertian pencarian informasi terkait dengan kegunaannya sehingga dikenal pula pengertian kebutuhan informasi. Menurut Hartono (2013) kebutuhan informasi adalah pernyataan yang dikemukakan oleh seseorang (misalnya seorang manajer) tentang informasi yang diperlukan dan akan digunakannya, agar dapat melakukan sesuatu (misalnya pengambilan keputusan) dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut maka disampaikan delapan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan nilai dari suatu informasi yakni relevansi, kelengkapan dan keluasan, kebenaran, terukur, keakuratan, kejelasan dan keluwesan.

Van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa petani memanfaatkan berbagai sumber untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usaha tani mereka dengan baik, yang meliputi :

1. Petani-petani lain

(30)

3. Perusahaan yang menjual input, menawarkan kredit, dan membeli hasil pertanian

4. Agen pemerintah yang lain, lembaga pemasaran dan politisi 5. Organisasi petani dan organisasi swasta beserta stafnya 6. Jurnal usaha tani, radio, televisi, dan media massa lainnya 7. Konsultan swasta, pengacara, dan dokter hewan.

Burch (1985) dalam Wiryanto (2005) mengatakan bahwa informasi yang berkualitas sangat ditentukan oleh kecermatan (accuracy), tepat waktu (timleness) dan relevansinya (relevancy). Keakuratan informasi adalah bila informasi tersebut terbebas dari bias. Informasi dikatakan tepat waktu bila dihasilkan pada saat diperlukan. Adapun relevansi suatu informasi berhubungan dengan kepentingan pengambilan keputusan yang telah direncanakan.

Sementara itu Ellis (1987) melakukan penelitian pencarian informasi yang disebut dengan behavioral models of seeking strategies. Model pencarian informasi yang dirumuskan oleh Ellis ini sudah mencakup pencarian yang menggunakan teknologi komputer dan ditujukan pada pencari informasi yang telah berpengalaman. Ellis membedakan model pencarian informasi untuk ilmuwan bidang ilmu alam dan sosial. Model pencarian informasi untuk ilmu sosial sebanyak 6 tahapan, yaitu :

1. Starting, dengan ciri dimulainya kegiatan pencarian informasi. Pencari informasi mulai melakukan pencarian atau pengenalan awal terhadap rujukan.

2. Chaining, seseorang yang berada dalam tahap ini mulai menampakkan kegiatannya dengan mengikuti saluran-saluran (rantai) yang menghubungkan antara bentuk bahan acuan dengan alat penelusuran yang berupa sitasi, indeks dan sejenisnya.

3. Browsing, merupakan tahap yang ditandai dengan kegiatan pencarian yang mulai diarahkan pada bidang-bidang yang menjadi minatnya. Browsing dapat dilakukan melalui abstrak hasil penelitian, daftar isi, jajaran buku di perpustakaan.

4. Differentiating, pada tahap ini pencari informasi mulai menggunakan sumber-sumber yang beraneka ragam dengan maksud sebagai saringan untuk menguji secara alamiah kualitas dari informasi yang dibutuhkannya. 5. Monitoring, pada tahap ini pencari informasi mulai menyiapkan diri untuk

pengembangan lebih lanjut dari pencarian informasi yang dibutuhkannya dengan cara memberi perhatian yang lebih serius terhadap sumber-sumber tertentu.

(31)

Penelitian Terdahulu terkait Cyber Extension dan Pemanfaatan Media Informasi

Tabel 2. Penelitian Terdahulu tentang Cyber Extension dan Pemanfaatan Media Informasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap petani di Jawa Timur terhadap pemanfaatan teknologi informasi lebih positif dibandingkan dengan petani di Jawa Barat.

Pemanfaatan Cyber Extension dipengaruhi secara nyata oleh tingkat kekosmopolitan, persepsi terhadap karakteristik Cyber Extension, dan perilaku petani dalam memanfaatkan teknologi informasi.

Perilaku petani dalam pemanfaatan teknologi informasi memberikan pengaruh yang paling dominan terhadap tingkat keberdayaan petani. Tingginya tingkat ketersediaan sarana teknologi informasi yang dapat diakses untuk mendukung kegiatan usahatani juga akan meningkatkan keberdayaan petani khususnya dalam mengatur input produksi dan mengakses teknologi pertanian. Strategi konvergensi komunikasi dalam pemanfaatan Cyber Extension dalam pemberdayaan petani sayuran disusun dengan mengembangkan komunikasi banyak tahap atau multi step flow communication dan kombinasi media sesuai dengan karakteristik petani.

Pemanfaatan Cyber Extension oleh penyuluh, petani maju, komunitas, lembaga komunikasi lokal dan fasilitator telecenter disebarkan kepada petani lain melalui berbagai media komunikasi yang ada di tingkat lokal secara interaktif secara langsung maupun tidak langsung ke petani.

Tingkat pemanfaatan sumber informasi agribisnis tanaman sayuran yang paling tinggi, baik persentase jumlah petani dan intensitas keterdedahan informasi tanaman sayuran maupun pemanfaatan informasi adalah melalui saluran interpersonal disusul kemudian media elektronik dan media cetak.

(32)

(informasi harga hasil produksi). Urutan selanjutnya adalah informasi subsistem hulu (obat-obatan, jenis dan harga sarana produksi), informasi subsistem budidaya (memilih/menggunakan obat-obatan) dan informasi subsistem penunjang (mencari dan menggunakan modal).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemanfaatan sumber informasi adalah motivasi kognitif dan kebutuhan informasi, khususnya mengenal subsistem hulu, susbsistem hilir dan subsistem penunjang. Karakteristik demografis dan ketersediaan inforrnasi tidak berhubungan dengan perilaku pemanfaatan sumber inforrmasi agribinis tanaman sayuran di Kabupaten Kendari.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif pada petani sayuran dan holtikultura yang mengusahakannya di lahan kering. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis efektifitas penggunaan Cyber Extension sebagai media komunikasi pada pertanian lahan kering, serta menganalisis faktor yang mempengaruhi perilaku petani dan pemberdayaan petani dalam menggunakan Cyber Extension sebagai media komunikasi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa karakteristik petani, interaksi petani dan persepsi petani menggunakan Cyber Extension berhubungan nyata dengan efektivitas penggunaan media komunikasi Cyber Extension dan perubahan perilaku petani lahan kering. Hubungan antara interaksi petani, persepsi petani, efektifitas penggunaan Cyber Extension dan perilaku petani dalam menggunakan Cyber Extension adalah paralel. Semakin tinggi level petani interaksi petani, persepsi petani, efektifitas penggunaan cyber

(33)

memperoleh pengetahuan atau informasi yang sesuai dengan kebutuhan atau untuk memecahkan masalah yang ditemukan di lapangan. Sumber informasi yang paling banyak digunakan adalah sumber interpersonal dan media cetak.

Terdapat hubungan nyata antara kebutuhan informasi bahan penentuan kebijakan dan penggunaan sumber informasi interpersonal. Kebutuhan informasi penyuluh pertanian perlu diimbangi dengan ketersediaan informasi sehingga lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pencipta teknologi,

akedemisi, peneliti perlu

Penelitian dilakukan untuk menganalisis kebutuhan informasi teknologi pertanian dan mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan aksesibilitas petani terhadap informasi teknologi pertanian. Hasil penelitian menujukkan informasi yang paling dibutuhkan adalah mengenai teknologi produksi, diikuti informasi pemasaran dan pasca panen. Media yang paling diakses untuk memenuhi informasi adalah pertemuan diikuti dengan media cetak dan elektronis. Kemudahan akses ke media komunikasi berbanding lurus dengan tingkat akses. Faktor yang mempengaruhi akses terhadap informasi untuk daerah yang mudah mengakses informasi (Magelang dan Malang) dan yang sulit mengakses informasi (Banjarnegara dan Pacitan) adalah tingkat kekosmopolitan dan tingkat manfaat informasi.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif untuk menganalisis pemanfaatan internet oleh penyuluh pertanian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan nyata antara motivasi kebutuhan informasi, persepsi penyuluh dengan frekuensi mengakses internet.

(34)

memanfaatkan internet sebagai sarana pencarian informasi, hal itu tidak berpengaruh terhadap informasi yang apakah kemudian akan disampaikan, dibagikan kepada sesama penyuluh, maupun disebarkan

Penelitian ini mencoba menguji prestasi tiga proyek ICT di India. Penelitian ini terkonsentrasi pada peningkatan pengiriman informasi kepada petani dan penghuni desa. Proyek pertama mengelola pemerintahan Madya Pradesh sebagai bagian dari eksplorasi e-governence. Proyek kedua dijalankan perusahaaan gula (dengan dukungan pemerintah) di Maharashtra dan upaya untuk memperluas pelayanan untuk petani. Proyek ketiga adalah percobaan pada pemasok input pertanian swasta terbesar untuk memberikan informasi kepada petani di Andhra Pradesh. Penelitian ini menggambarkan organisasi beberapa proyek, mendiskusikan tipe petani yang terlibat dan menjajaki manfaat pelayanan serta melihat latar belakang dan prestasi dari fungsionaris yang mengelola proyek. Proyek mempelajari variasi sehubungan dengan jenis layanan yang diberikan, tetapi juga memasukkan informasi pemasaran, saran dan penyuluhan, kemudian informasi tentang program pembangunan pedesaan dan informasi lainnya dari pemerintah dan sumber swasta.

Hubungan yang lemah antara penyuluhan, penelitian jaringan pemasaran dan petani membatasi efektivitas dari penelitian dan penyuluhan yang berkontribusi pada pembangunan pertanian. ICT sebagai sebuah inisiasi, penyuluhan pertanian dengan mekanisme cyber memberikan implementasi pada tahun 2004 sebagai mekanisme pengiriman informasi yang tepat, terjangkau untuk petani desa dan memuaskan mereka yang haus informasi.

9. Phade Khene C et al/2010/A baseline Study of a Dwesa Rural Community for the Siyakhula Information and Technology for Development Project : Understanding the

(35)

Reality on the Ground. oleh ICT. Studi dilakukan di Afrika Selatan yang dilakukan sebagai bagian dari komponen inisiasi dari penerapan konsep Living Lab. Shiyakula Living Lab mengkolaborasikan hubungan antara publik, swasta, dan masyarakat sipil untuk membuat inovasi solusi untuk pembangunan. Studi ini menemukan bahwa ekonomi lokal dan kualitas hidup sebagai target masyarakat. Realitas dan kebutuhan untuk pembangunan adalah tipe pedesaan di Afrika selatan, tidak hanya target untuk mengakses informasi tetapi juga menginformasikan dan mengajak project stakeholders untuk mengimplementasikan 10. Oztruk MC/2011/Analyzing

Internet Use of Student in Anadolu University

Penelitian ini mengkaji internet sebagai instrument komunikasi dan juga public relations. Internet menyajikan banyak peluang untuk komunikasi. Transfer informasi juga memberikan beberapa kemungkinan untuk komunikasi. Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Anadolu University memiliki pengalaman lebih luas dalam menggunakan teknologi internet dan memiliki perbedaan pendidikan seperti dalam sikap terhadap teknologi, intensitas dari penggunaan internet, aplikasi online yang lebih disukai, dan pengalaman di dunia maya. Berbagai hasil penelitian tersebut merupakan salah satu pendorong pemikiran untuk membuat sebuah kajian yang sama, namun dalam aspek yang berbeda yaitu pada pemanfaatan Cyber Extension sebagai media informasi bagi para penyuluh pertanian dimana pada penelitian-penelitian sebelumnya belum dikaji secara mendalam. Seperti yang telah dibahas dalam latar belakang bahwa informasi memiliki peran yang penting dalam berbagai aspek kehidupan termasuk pertanian yang merupakan leading sektor di Indonesia.

Kerangka Berpikir

Cyber Extension sebagai media informasi di bidang pertanian lahir sebagai salah satu upaya dalam pembangunan pertanian dengan mengakomodir pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan internet sebagai salah satu inovasi menuntut kemampuan penyuluh pertanian dalam akses informasi dan mengemas informasi tersebut untuk dikomunikasikan dengan sesama penyuluh dan petani. Kebutuhan petani akan informasi terbaru menjadi salah satu alasan perlunya media Cyber Extension di tengah-tengah penyuluhan pertanian saat ini.

(36)

mulai dari perkembangan teknologi, inovasi pertanian, sistem dan teknik pertanian sampai harga pasar. Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana Cyber Extension ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh penyuluh pertanian. Manfaat Cyber Extension ini akan maksimal jika didukung kemampuan atau kompetensi yang dimiliki penyuluh untuk siap memenuhi kebutuhan petani yang terus berkembang dengan akses internet. Hal ini merupakan kunci agar penyuluh mampu memenuhi fungsi dan perannya tanpa harus bergantung pada pihak lain, dalam hal ini penyuluh dituntut aktif mencari berbagai pengetahuan dan informasi dari berbagai media. Penelitian Helmy (2013) tentang kesiapan penyuluh dalam pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa rendahnya kemampuan penyuluh dalam mengoperasikan komputer dan belum mampunya penyuluh mengelola sistem informasi pertanian serta mengemas informasi tersebut menyebabkan informasi yang tersedia pada jaringan cyber tidak terpublikasikan kepada petani.

Peningkatan kapasitas lembaga penyuluhan dalam mekanisme pengembangan sistem jaringan informasi inovasi pertanian sangat mendesak untuk dilakukan. Cyber Extension merupakan salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran penyuluhan di masa kini dalam mekanisme pengembangan sistem jaringan informasi inovasi pertanian berbasis aplikasi teknologi informasi dan komunikasi. TIK merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing), dengan mengintegrasikan TIK dalam pembangunan pertanian berkelanjutan melalui peningkatan kapasitas petani, maka petani akan berpikir dengan cara yang berbeda, berkomunikasi secara berbeda, dan mengerjakan bisnisnya secara berbeda.

Penelitian ini didasari oleh beberapa fenomena tuntutan perubahan zaman, yaitu (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, (2) perubahan sistem pemerintahan desentraslisasi, (3) lahirnya UU No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, (4) tuntutan kebutuhan dan dinamika masyarakat yang terus berkembang, (5) era reformasi banyak pilihan media belajar yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampun. Namun, pada kenyataannya media-media yang tersedia belum termanfaatkan sesuai dengan harapan. Fenomena tersebut menuntut kajian lebih mendalam tentang pemanfaatan media komunikasi untuk memenuhi tuntutan perkembangan era pertanian yang terus berkembang (Anwas, 2009).

Gambar

Tabel 1. Pemanfaatan Cyber Extension
Tabel 2.  Penelitian Terdahulu tentang Cyber Extension dan Pemanfaatan Media Informasi
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Pemanfaatan Cyber Extension Sebagai Media
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Karakteristik Penyuluh
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini,didapatkan beberapa pohon yang memiliki diameter di atas 60 m (Ө>60), seperti : Resak ( Vatica rassak ), Bengkirai ( Shorea leavis ),

Oleh karena itu perlu dilakukan konseling atau penyuluhan kepada masyarakat mengenai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang lebih tepat untuk mengatur jarak

Hubungan seksual antara seorang pria dan seorang wanita yang tidak menikah, atau antara orang- orang dengan sesama jenis, melanggar salah satu hukum terpenting dari Bapa kita di

terimakasih atas bimbingannya selama ini, ilmu yang bermanfaat, kesabaran serta nasihat yang diberikan kepada kami berdua sehingga Laporan Akhir ini selesai, semoga Allah

Petani yang menilai tingkat kerumitan tinggi, artinya menilai mengakses informasi mengenai teknologi pertanian melalui media komunikasi cyber extension semakin tidak

Perlu adanya upaya gerakan nasional swasembada susu yang diikuti dengan program kegiatan berupa bantuan dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan budidaya sapi perah, mendorong

Gill dan Obradovich (2012) meneliti pengaruh variabel dualitas CEO, ukuran dewan, komite audit, efek pengungkit keuangan, ukuran perusahaan, pengembalian aset, tata

Pemasaran kacang tanah pada pola I dan pola II di Kelurahan Landasan Ulin Tengah dikatakan efisien, karena pada pola I dengan Indeks Efisiensi Ekonomis sebesar