• Tidak ada hasil yang ditemukan

dari surfaktan minyak sawit dengan penambahan bakteri Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 untuk bioremediasi tanah tercemar hidrokarbon minyak bumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "dari surfaktan minyak sawit dengan penambahan bakteri Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 untuk bioremediasi tanah tercemar hidrokarbon minyak bumi"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA OSD (

OIL SPILL

DISPERSANT) DARI

SURFAKTAN MINYAK SAWIT DENGAN PENAMBAHAN

Pseudomonas aeruginosa

IPBCC.b11662 UNTUK

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR HIDROKARBON

MINYAK BUMI

SHAFIRA ADLINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul kinerja OSD (Oil Spill Dispersant) dari surfaktan minyak sawit dengan penambahan bakteri

Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 untuk bioremediasi tanah tercemar hidrokarbon minyak bumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Penelitian ini merupakan sebagain dari penelitian yang berjudul “Peningkatan Kinerja Produk Oil Spill Dispersant dari Surfaktan Minyak Sawit Menggunakan

Pseudomonas sp. untuk Pengendalian Lahan Tercemar Minyak Bumi” yang dibiayai program Insentif Riset Sistem Nasional (INSINAS) kemenrisrekdikti anggaran 2016.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Shafira Adlina

(3)
(4)

RINGKASAN

SHAFIRA ADLINA. Kinerja OSD (Oil Spill Dispersant) dari Surfaktan Minyak Sawit dengan Penambahan Bakteri Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 untuk Bioremediasi Tanah Tercemar Hidrokarbon Minyak Bumi. Dibimbing oleh MOHAMAD YANI dan ERLIZA HAMBALI.

Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi utama untuk transportasi, rumah tangga, dan industri. Kegiatan industri perminyakan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Penanggulangan pencemaran akibat limbah minyak bumi dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi (bioremediasi). Bioremediasi merupakan proses pemulihan lingkungan secara alami menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa organik berbahaya menjadi senyawa sederhana yang tidak berbahaya. Penambahan Oil Spill Dispersant (OSD) pada proses bioremediasi berperan untuk meningkatkan kelarutan minyak dalam fase cairan sehingga minyak lebih mudah dibiodegradasi oleh bakteri.

Penelitian ini terbagi menjadi empat tahap : tahap pertama yaitu formulasi OSD berbahan dasar surfaktan dietanolamida (DEA) dan sodium metil ester sulfonat (SMES); tahap kedua yaitu persiapan kultur Pseudomonas aeruginosa

IPBCC.b11662; Tahapan ketiga adalah formulasi produk OSD dengan P. aeruginosa ; tahap keempat yaitu uji kinerja bioremediasi. Bioremediasi tanah tercemar minyak bumi disimulasikan dengan mencampur minyak mentah (crude oil), tanah, formula OSD dan P. aeruginosa dalam berbagai komposisi. Kinerja proses bioremediasi dievaluasi selama 6 minggu, dengan pengambilan sampel dan analisis kadar air, suhu, pH, populasi bakteri dengan Total Plate Count (TPC), Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) secara gravimetri, dan komponen hidrokarbon dengan kromatografi gas spektrofotometri massa (GCMS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, formulasi OSD terbaik diperoleh pada pencampuran surfaktan DEA 1,5% dengan SMES 0,9% dengan rasio 7:3. Produk OSD terpilih menunjukkan stabilitas yang baik dengan karakteristik yang baik meliputi densitas sebesar 0,996 g/cm3, tegangan permukaan 23,57 dyne/cm, tegangan antar muka 0,20 dyne/cm, pH 9,59, viskositas 1,17cP, dan rerata ukuran droplet 1,55 µm. Hasil pengujian penambahan P. aeruginosa ke dalam larutan OSD menunjukkan bahwa, bakteri ini dapat memanfaatkan OSD sebagai sumber karbonnya, sehingga pada pengujian bioremediasi sebaiknya OSD dan bakteri disiapkan secara terpisah.

Aplikasi OSD pada bioremediasi tanah terkontaminasi minyak bumi menunjukkan bahwa persentase biodegradasi minyak tidak berbeda nyata antara penambahan OSD, P. aeruginosa maupun kombinasi keduanya. Hal ini diduga bakteri P. aeruginosa bila dikombinasikan dengan OSD tidak dapat mendegradasi hidrokarbon secara optimal. Persentase biodegradasi minyak terbesar diperoleh pada perlakuan dengan perbandingan penambahan OSD dengan cemaran minyak (DOR) 0,5:1 yakni sebesar 91,1% selama 6 minggu masa inkubasi. Hasil analisis kromatografi gas spektrofotometri massa menunjukkan bahwa keenam perlakuan mendegradasi hidrokarbon dengan cara memotong rantai karbon senyawa penyusun minyak mentah menjadi rantai karbon yang lebih pendek.

(5)

SUMMARY

SHAFIRA ADLINA. The OSD (Oil Spill Dispersant) Performance from Surfactant of Palm Oil with Addtion of Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 for Bioremediation of Soil Contaminated Petroleum Hydrocarbons. Supervised by MOHAMAD YANI and ERLIZA HAMBALI.

The oil and gas are the promising energy sources for transportations, household and industries. Oil and gas industries cause environmental pollution. The reduction of petroleum waste can be done through physical, chemical and biological (such as bioremediation). Bioremediation is a natural process of environmental recovery using microorganism activity to degrade hazardous organic compounds into simple and harmless compounds. The addition of OSD in bioremediation process serves to increase the solubility of the oil in the liquid phase so that oil can be biodegraded by bacteria.

The research is conducted in four steps: the first step is OSD formulation with raw material surfactant DEA and SMES; the second step is preparation of

Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662; The third step is formulation OSD with

P. Aeruginosa; and the fourth step is bioremediation test to performance of OSD. The bioremediation test of petroleum contaminated soil was simulated by mixing of crude oil, soil, OSD and P. aeruginosa in various compositions. The bioremediatioan process was evaluated by sampling and analysis of moisture content, temperature, pH, Total Plate Count (TPC), Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) by gravimetric, and hydrocarbon composition by gas chromatography-mass spectrophotometry (GCMS).

The result indicated that the best formulation of OSD is obtained by mixing of surfactant DEA 1,5% with SMES 0,9% with ratio of 7 : 3. The OSD product shows an excellent stability with a good properties including; density of 0,996 g/cm3, surface tension of 23.57 dyne/cm, interfacial tension of 0.20 dyne/cm, pH of 9,59, viscosity of 1,17cP, and average droplet size of 1,55 µm. The result of addition of P.aeruginosa to formulated OSD solution shows that this bacteria can utilize OSD as a source of carbon, so at the bioremediation test, the formulated OSD and bacteria should be preprared separately.

The OSD application to bioremediation of contaminated soil by petroleum show that, the percentage of TPH biodegradation is not significantly different to the addition of the OSD, P. aeruginosa or a combination of them. It is suspected that P. aeruginosa combined with OSD can not optimally degrade hydrocarbon. The highest percentage of biodegradation of oil was obtained by dispersant to oil ratio (DOR) 0,5: 1, which is equal of 91,1% during 6 weeks incubation period. The result of GCMS analysis showed that all treatments can degrade crude oil by cutting the carbon chain of crude oil into a shorter carbon chains.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

KINERJA OSD (

OIL SPILL

DISPERSANT) DARI

SURFAKTAN MINYAK SAWIT DENGAN PENAMBAHAN

Pseudomonas aeruginosa

IPBCC.b11662 UNTUK

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR HIDROKARBON

MINYAK BUMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Kinerja OSD (Oil Spill Dispersant) dari Surfaktan Minyak Sawit dengan Penambahan Bakteri Pseudomonas aeruginosa

IPBCC.b11662 untuk Bioremediasi Tanah Tercemar Hidrokarbon Minyak Bumi

Nama : Shafira Adlina NIM : A154140021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Mohamad Yani, M Eng Ketua

Prof Dr Erliza Hambali Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dengan judul “Kinerja OSD (Oil Spill Dispersant) dari Surfaktan Minyak Sawit dengan Penambahan Bakteri Pseudomonas aeruginosa

IPBCC.b11662 untuk Bioremediasi Tanah Tercemar Hidrokarbon Minyak Bumi”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Mohamad Yani M, Eng. dan Prof. Dr. Erliza Hambali selaku pembimbing. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Suami (Nur Hidayat) dan anak (Halim Sakha Ahmad Al Khawarizmi) atas pengorbanan, cinta, doa dan dukungan yang selalu mengalir. Tak luput dari doa dan dukungan dari Orang tua, Mertua dan seluruh keluarga juga yang telah mengantarkan penulis dalam menyelesaikan studi. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tulus kepada sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam penyelesaian studi di Pascasarjana, seluruh teknisi serta staff

Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) LPPM-IPB serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan masukan bagi penulisan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Surfaktan 3

Oil Spill Dispersant (OSD) 4

Limbah Tumpahan Minyak 5

Mikroorganisme Pendegradasi Minyak Bumi 5

3 METODE 6

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 6

Alat dan Bahan 6

Metode Penelitian 6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Formulasi OSD dan Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 11

Pengujian Bioremediasi 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 43

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dari masing-masing perlakuan 9

2 Sifat fisiko kimia surfaktan DEA dan SMES 11

3 Penilaian stabilitas emulsi produk OSD 14

4 Sifat fisiko kimia OSD 15

5 Hasil penilaian OSD berdasarkan pembobotan terhadap parameter OSD 20

6 Persentase laju penurunan degradasi TPH 33

7 Perubahan luas puncak (%) senyawa yang terdeteksi dengan GCMS di awal dan di akhir pengukuran pada perlakuan P2,P3,P4,P5 dan P6 36

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur umum molekul surfaktan (Fessenden dan Fessenden 1989) 4 2 Penetapan Kurva Standar populasi bakteri (Herdiyantoro 2005) 8

3 Diagram alir tahapan penelitian 10

4 Pengaruh konsentrasi surfaktan DEA terhadap tegangan permukaan 12 5 Pengaruh konsentrasi surfaktan SMES terhadap tegangan permukaan 13 6 Penampilan fisik formulasi Oil Spill Dispersant (OSD) yang stabil (kiri) dan

yang tidak stabil (kanan) 14

7 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap tegangan permukaan 15 8 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap tegangan antarmuka 16

9 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap pH 17

10 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap ukuran droplet 17

11 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap densitas 18

12 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap uji viskositas 19 13 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap absorbansi 19 14 Kurva baku populasi Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 21 15 Kurva pertumbuhan bakteri Pseudomonasaeruginosa IPBCC.b11662 22

16 Uji cakram bakteri dengan OSD 22

17 Pengaruh lama penyimpanan larutan OSD dengan bakteri P.aeruginosa

IPBCC.b11662 terhadap tegangan permukaan 23

18 Pengaruh lama penyimpanan larutan OSD dengan bakteri P.aeruginosa

IPBCC.b11662 terhadap kerapatan optik 23

19 Pengaruh waktu proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi terhadap perubahan suhu (°C) media pada masing-masing perlakuan 25 20 Pengaruh waktu proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi terhadap

perubahan kadar air (%) media pada masing-masing perlakuan 26 21 Pengaruh waktu proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi terhadap

perubahan pH media pada masing-masing perlakuan 28 22 Pengaruh waktu proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi terhadap

perubahan populasi bakteri (Log (SPK/g)) media pada masing-masing

perlakuan 29

23 Penurunan kadar TPH (%) pada masing-masing perlakuan selama proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi selama 6 minggu 32 24 Persentase penurunan degradasi TPH selama 6 minggu proses

(13)

25 Kromatogram GCMS pada awal perlakuan DOR (Dispersant to Oil Ratio)

sebesar 0,5:1 35

26 Kromatogram GCMS pada perlakuan DOR (Dispersant to Oil Ratio)

sebesar 0,5:1 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis surfaktan dan OSD 43

2 Prosedur analisis uji kinerja bioremediasi 44

3 Data perubahan suhu (oC) masing-masing perlakuan selama 6 minggu 44 4 Data pengukuran kadar air (%) masing-masing perlakuan selama 6

minggu 45

5 Data pengukuran pH masing-masing perlakuan 45

6 Data pengukuran populasi bakteri Log TPC (SPK/g) masing-masing

perlakuan 45

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi minyak bumi terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Hal ini senada dengan data pada Global Energy Statistical Yearbook (2015) yang menyatakan bahwa saat ini dunia mengkonsumsi hampir 90 juta barrel (13.000 mtoe) minyak per tahunnya. Peningkatan limbah minyak berbanding lurus dengan konsumsi minyak bumi. Hal ini menyebabkan limbah minyak bumi merupakan produk yang tidak mungkin dihindarkan. Permasalahan terjadi ketika minyak bumi mencemari lingkungan dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan bagi manusia sendiri ataupun bagi lingkungan sekitar. Efek tersebut dapat terjadi baik dari pengeboran, pengilangan proses produksi, transportasi dan pemanfaatan minyak bumi itu sendiri.

Menurut PP No. 85 tahun 1999, menyatakan bahwa limbah minyak bumi termasuk ke dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pencemaran minyak bumi di tanah merupakan ancaman bagi kesehatan manusia. Pada daerah-daerah yang mengandalkan air tanah sebagai sumber utama kebutuhan air bersih dan air minum dapat menimbulkan efek serius, karena minyak bumi yang mencemari tanah dapat mencapai lokasi air tanah, danau atau sumber air yang menyediakan air bagi kebutuhan domestik maupun industri. Pencemaran minyak bumi, meskipun dengan konsentrasi hidrokarbon yang sangat rendah sangat mempengaruhi bau dan rasa air tanah (Nugroho 2006).

Selain mengancam kesehatan manusia, cemaran minyak bumi juga dapat merugikan lingkungan. Hal ini dikarenakan pencemaran tanah dapat memberikan dampak negatif terhadap ekosistem. Sekalipun dosis cemaran rendah, hal tersebut dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme yang hidup di sekitar lingkungan tersebut. Bahkan dapat mengakibatkan musnahnya beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut.

Penanggulangan pencemaran akibat limbah minyak bumi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Pengolahan limbah secara fisika dan kimia merupakan cara penanganan yang relatif singkat untuk mengelola limbah tumpahan minyak, namun penanganan ini memiliki kekurangan yaitu menimbulkan pencemaran lingkungan lainnya yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang kurang ramah lingkungan. Dengan menggunakan pengolahan limbah secara biologi untuk mengatasi masalah pencemaran hidrokarbon merupakan alternatif yang efektif dan ramah terhadap lingkungan.

(16)

2

menggunakan surfaktan nonionik dan anionik yang dikembangkan oleh beberapa peneliti berikut : Fiocco et al. (1999), Place et al. (2010) dan Song et al. (2013).

Surfaktan memiliki gugus polar dan nonpolar sekaligus dalam satu molekulnya. Salah satu sisinya akan mengikat minyak (nonpolar), di sisi lain surfaktan akan mengikat air (polar). Surfaktan akan bertindak sebagai pengemulsi, yaitu senyawa yang dapat mengurangi tegangan antarmuka dua cairan (air dan minyak). Emulsi yang terjadi akan meningkatkan dispersi minyak bumi di dalam air, dan memperluas daerah pertemuan antara minyak bumi dan bakteri sehingga mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi untuk metabolisme mikroorganisme di dalam tanah (Pokethitiyook et al. 2002). Fungsi pelarut pada komposisi produk OSD berfungsi untuk melarutkan surfaktan dan mengurangi viskositas sehingga lebih mudah di aplikasikan.

Formulasi OSD dari dua jenis surfaktan dietanolamida (DEA) 3% dalam air dan larutan sodium metil ester sulfonat (SMES) 5% dalam pelarut metil ester, dengan rasio 1:3 mampu mendispersikan limbah minyak cukup baik dibanding OSD komersial (Elvina 2015). Gogoi et al. (2002) yang menunjukkan bahwa penggunaan biosurfaktan yang diisolasi dari Pseudomonas sp akan memaksimalkan tingkat biodegradasi minyak mentah dibandingkan dengan tanpa penambahan biosurfaktan. Penelitian yang serupa dilakukan (Eris 2006), melaporkan bahwa isolat Pseudomonas pseudomallei (PP) dan Enterobacter aggloimerans (EA) dapat mendegradasi nilai TPH sebesar 85,29 % pada tanah tercemar hidrokarbon.

Hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan diatas menunjukkan bahwa dengan penambahan OSD akan mempengaruhi kinerja dari biodegradasi minyak bumi beserta turunannya oleh suatu bakteri. Uraian diatas mendasari dilakukan penelitian dengan menggunakan OSD untuk meningkatkan dispersi limbah minyak bumi yang akan mempengaruhi kemampuan mikrob dalam melakukan degradasi minyak bumi. Namun sebelumnya perlu dilakukan peningkatan kinerja OSD dengan pemilihan pelarut yang ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mempelajari peranan dan mekanisme OSD dan bakteri Pseudomonas sp. dalam mendegradasi tanah tercemar hidrokarbon.

Perumusan Masalah

Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana komposisi DEA dan SMES sehingga dihasilkan emulsi produk OSD yang stabil?

2. Bagaimana sifat fisiko kimia produk OSD yang dihasilkan?

3. Bagaimana kinerja OSD dalam mempercepat proses degradasi hidrokarbon? 4. Bagaimana proses biodegradasi hidrokarbon minyak bumi dengan

menggunakan campuran OSD dan bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 pada tanah terkontaminasi minyak bumi?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(17)

3 sodium metil ester sulfonat (SMES).

2. Memperoleh informasi sifat fisiko kimia produk OSD yang dihasilkan. 3. Mengetahui kemampuan biodegradasi hidrokarbon minyak bumi oleh OSD

dan bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 pada tanah terkontaminasi minyak bumi.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam pemecahan masalah pencemaran tanah oleh minyak bumi dengan penerapan teknologi bioremediasi. Manfaat lain dari penelitian ini adalah mengamati kinerja aplikasi OSD berbahan dasar DEA dan SMES dalam membantu proses bioremediasi dan diharapkan dapat diaplikasikan di lapangan.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa pemanfaatan OSD dengan bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 memberikan hasil terbaik dibandingkan perlakuan tanpa kombinasi dengan bakteri dalam menurunkan nilai TPH sebagai upaya bioremediasi tanah tercemar minyak bumi.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

a. Surfaktan dietanolamida (DEA) dan sodium metil ester sulfonat (SMES) yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari minyak sawit yang diperoleh dari SBRC LPPM IPB.

b. Bakteri yang digunakan adalah P. aeruginosa IPBCC.b11662 yang diperoleh dari IPB CultureCollection (IPBCC).

c. Tanah tercemar minyak bumi yang digunakan merupakan simulasi tumpahan minyak bumi pada media tanah yang diperoleh dari daerah Serpong, Tangerang, Banten, serta pasir gunung yang berasal dari daerah Rangkas, Banten.

d. Limbah minyak yang digunakan diperoleh dari salah satu lapangan minyak Indonesia yang memiliki densitas sebesar 0,7981 g/cm3 dan API gravity sebesar 43,13o API.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Surfaktan

(18)

4

rantai hidrokarbon atau lebih). Porsi hidrokarbon dari suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau lebih agar efektif. Stuktur umum molekul surfaktan (Gambar 1) tersebut menyebabkan surfaktan mampu mereduksi tegangan permukaan dan antar permukaan serta membentuk mikroemulsi sehingga hidrokarbon dapat larut dalam air dan begitupun sebaliknya (Desai dan Banat 1997).

Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan cara mematahkan ikatan-ikatan hidrogen melalui peletakan kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air sedangkan ekor-ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air (Fessenden dan Fessenden 1989).

Salah satu gugus pada molekul surfaktan harus lebih dominan jumlahnya. Apabila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Sementara itu, bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu (Tang 2011).

Jumlah minimal surfaktan yang dibutuhkan untuk menurunkan tegangan permukaan disebut dengan critical micelle concentration (CMC). Pada konsentrasi ini akan terbentuk misel yang terdiri atas 10-200 molekul surfaktan (Volkering et al. 1995). Nilai CMC menunjukkan proses agregasi dari misel surfaktan menyebabkan solubilitas surfaktan di dalam air akan bertambah. Gugus hidrofobik dari molekul-molekul surfaktan akan mengelompok ke dalam struktur misel, sementara gugus hidrofiliknya berada di fase air. Pada kondisi ini bagian di dalam misel akan mempunyai keadaan yang baik bagi molekul-molekul organik yang tidak dapat larut dalam air, termasuk minyak. Maka terjadilah pelarutan minyak ke dalam misel. Nilai CMC suatu surfaktan menentukan efektivitas surfaktan itu sendiri. Suatu surfaktan dikatakan efektif bila dapat menurunkan tegangan permukaan air dari 72 dyne/cm menjadi sekitar 35 dyne/cm (Santosa 1995).

Oil Spill Dispersant (OSD)

Dispersan adalah campuran surfaktan (zat aktif permukaan) dan pelarut, dirancang untuk mempercepat minyak membentuk droplet yang menyebar dan terdegradasi secara alami oleh mikroorganisme. Surfaktan yang merupakan zat aktif yang memiliki dua gugus yang berlainan sifat dalam satu molekulnya yaitu gugus hidrofilik dan hidrofobik sehingga mampu menyatukan dua bahan yang berbeda kepolarannya. Berdasarkan sifat tersebut surfaktan pada dispersan dapat digunakan untuk menurunkan energi antarmuka yang membatasi pada lapisan

(19)

5 antara cairan minyak dan air yang tidak saling larut. Dengan menurunkan tegangan permukaan pada bagian antarmuka, menghalangi molekul minyak dan air berikatan dengan molekul sesamanya. Hal ini juga mengurangi energi yang dibutuhkan untuk mencampur minyak sebagai gumpalan kecil yang terpisah dari lapisan minyak ke dalam fase air. Dispersan dapat menyebabkan minyak pecah menjadi butiran-butiran kecil (droplet). Surfaktan melalui proses dispersi dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam fase cairan sehingga permukaan minyak yang dapat didegradasi oleh bakteri bertambah.

Limbah Tumpahan Minyak

Senyawa hidrokarbon merupakan salah satu kontaminan yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Senyawa utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah alifatik, alisiklik dan aromatik (Udiharto 1996). Senyawa hidrokarbon minyak bumi bersifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat. Selain itu, hidrokarbon dapat menjadi sumber pencemar bagi lingkungan air dan tanah (Margesin dan Schinner 2001).

Menurut Bartha dan Bossert (1984) jenis dan asal pencemaran minyak bumi di tanah dapat terjadi melalui rembesan limbah minyak dan gas bumi. Oleh sebab itu limbah kegiatan industri perminyakan dapat mencemari lingkungan. Proses pengeboran dan pengilangan minyak bumi juga menghasilkan lumpur minyak dalam jumlah besar. Menurut UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 18 dan 85 tahun 1999 mengkategorikan lumpur minyak dan tumpahan minyak sebagai limbah B3 (Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun). Dalam pengaturan tersebut ditegaskan bahwa setiap produsen yang menghasilkan limbah B3 hanya diizinkan menyimpan limbah tersebut paling lama 90 hari sebelum diolah dan perlu dilakukan perlakuan tertentu sehingga tidak mencemari lingkungan sekitarnya.

Mikroorganisme Pendegradasi Minyak Bumi

Aktivitas mikroorganisme dan kondisi lingkungan mempengaruhi keberhasilan biodegradasi hidrokarbon minyak bumi. Menurut Kadarwati et al.

(1994) mikroorganisme yang banyak hidup dan berperan di lingkungan hidrokarbon minyak bumi sebagian besar adalah bakteri.

Bakteri yang sesuai harus mempunyai kemampuan fisiologi dan metabolik untuk mendegradasi bahan pencemar. Dalam beberapa hal, lingkungan yang akan dilakukan bioremediasi sudah terdapat bakteri indigenous. Akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu ditambahkan bakteri eksogenus yang lebih sesuai (Noegroho 1999).

Telah banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan mikroorganime pendegradasi minyak bumi. Sejumlah mikrob pendegradasi hidrokarbon telah dilaporkan dan dijelaskan mekanisme mineralisasinya seperti Mycobacterium sp.,, Pseudomonas putida, P. fluorescens, P. paucimobilis, P. vesicularis, P. cepacia, P. testosteroni, Rhodococcus sp., Corynebacterium venale, Bacillus cereus, Moraxella sp., Streptomyces sp., dan Vibrio cyclotrophicus, (Hedlund dan Staley 2001) (Samanta et al. 2001).

(20)

6

Pseudomonas sp. dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon terlihat dari beragam penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Murniasih et al. (2009) bahwa salah satu senyawa poliaromatik hidrokarbon (PAH) mampu didegradasi oleh isolat terpilih

Pseudomonas sp. Kalp3b22 sebesar 59,5% selama 29 hari. Penelitian yang dikemukan oleh Styani (2008) di Laboratorium Bioteknologi Lemigas, menunjukkan bahwa Pseudomonas sp. membutuhkan waktu 3 minggu untuk mendegradasi minyak bumi kadar TPH dari 1,52 % menjadi 0,79 %. Pseudomonas aeruginosa UL07 dan Bacillus megaterium UL05 dilaporkan oleh Riskuwa-Shehu dan Ijah (2016) dapat meningkatkan degradasi dalam tanah tercemar minyak dengan mendegradasi senyawa hidrokarbon C14-C38.

Selain itu pada tahun 2009, Charlena menjelaskan pada penelitiannya bahwa selama lima minggu, isolat D8 dan A10 masing-masing mampu menurunkan kadar TPH pada tanah tercemar minyak hingga 92.30% dan 60.23%.

3

METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari bulan November 2015 hingga Maret 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Kampus IPB Baranang Siang, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah pH meter Schott,

densitymeter DMA 4500M, viscometer Brookfield, waterbath shaker, hot plate, oven, desikator, spinning drop interfacial tensiometer, thermometer, rotary evaporator dan alat-alat gelas serta gas chromatography-mass spectrophotometry

(GCMS) AGILENT 5973. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan dietanolamida berbasis minyak nabati dan Sodium Metil Ester Sulfonat (SMES), bakteri Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662, minyak mentah (crude oil), akuades, crude oil, Na2SO4 anhidrat, silika gel, heksana, tanah dari wilayah Serpong, pasir dari wilayah Rangkas, pupuk urea, pupuk TSP-36, K2HPO4, (NH4)2Cl, MgSO4.7H2O, YeastEkstrak, 0,1 g CasaminoAcid, FeSO4, CuSO4.5H2O, MnSO4.4H2O, ZnSO4, media Nutrien Agar (NA) dan NutrienBroth (NB).

Metode Penelitian

(21)

7 (TPH), analisa komponen minyak dengan kromatografi gas spektrofotometri massa (GC-MS), dan pengukuran populasi bakteri dengan Total Plate Count (TPC). Formulasi OSD

Proses formulasi OSD dilakukan melalui tiga tahapan sesuai dengan prosedur (Elvina 2014). Tahap pertama adalah menentukan nilai critical micelle concentration (CMC) surfaktan dietanolamida (DEA) dan sodium metil ester sulfonat (SMES). Surfaktan dietanolamida (DEA) dengan air pada konsentrasi 0,5 sampai 2,5 % dan melarutkan surfaktan SMES dalam air pada konsentrasi 0,1 sampai 1,0%. Pelarut yang digunakan adalah air, sehingga diperoleh OSD dengan

water based dispersant. Konsentrasi surfaktan yang memiliki nilai CMC terkecil, akan dilanjutkan pada pencampuran formulasi OSD.

Selanjutnya tahap kedua adalah seleksi rasio larutan DEA dan SMES terpilih. Kedua larutan dicampur dengan rasio diantaranya 1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 5:5, 6:4, 7:3, 8:2, 9:1. Proses formulasi dilakukan pada suhu 50C, kecepatan pengadukan 4000 rpm, selama 20 menit, lalu diamati stabilitas emulsinya secara visual selama 7 hari. Campuran formulasi surfaktan yang menghasilkan stabilitas terbaik, dipilih untuk selanjutnya dilakukan pengujian sifat fisiko-kimia surfaktan.

Tahap ketiga yaitu analisa sifat fisiko kimia produk OSD terpilih. OSD berbahan dasar surfaktan DEA dan SMES dari minyak sawit dilakukan analisis sifat fisiko kimia antara lain, tegangan antar muka, tegangan permukaan, visikositas, densitas, pH dan ukuran droplet. Prosedur analisis sifat fisiko kimia OSD ditunjukkan pada Lampiran 1.

Persiapan kultur Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 1. Peremajaan Isolat Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662

Peremajaan isolat bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 dilakukan pada media Nutrien Broth (NB). Bakteri dalam media agar miring sebanyak 1 ose diinokulasikan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml yang berisi 100 ml media cair

NutrienBroth. Kemudian media baru tersebut di inkubasi pada shaker dengan kecepatan 120 rpm dan suhu 30°C selama 1 hari.

2. Penentuan Kurva Standar Populasi Bakteri

Kultur hasil peremajaan diencerkan secara aseptik 2, 4, 8, dan 16 kali, lalu diukur Optical Density (OD) dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm, dan diukur populasi bakterinya dengan metode cawan tuang (Herdiyantoro 2005). Dari kedua data tersebut dapat dibuat kurva hubungan linear antara nilai kerapatan optik (sumbu x) dengan jumlah satuan pembentuk koloni (SPK) bakteri per ml biakan (sumbu y). Kurva ini ditentukan dengan metode turbidimetrik (Gambar 2). Kurva standar yang diperoleh digunakan untuk menentukan jumlah bakteri sejenis untuk keperluan inokulasi pada suatu percobaan dengan populasi yang seragam.

(22)

8

Formulasi OSD dengan P. aeruginosa IPBCC.b11662 1. Uji Viabilitas P. aeruginosa IPBCC.b11662

Uji viabilitas ditujukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam menggunakan formula OSD dan sebagai penentuan cara aplikasi OSD dan bakteri pada pengujian bioremediasi. Uji viabilitas dilakukan dua tahap yakni dengan metode cakram dan viabilitas dalam larutan OSD.

A. Metode cakram

Medium 1/10 NA (NA 2,3 g/L dan bacto agar 20 g/L) sebanyak 15 ml dituangkan ke dalam masing-masing cawan petri kemudian dipadatkan. Suspensi bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 dituang dengan metode

spread plate. Cakram kertas saring yang telah disterilkan dengan larutan alkohol diletakkan masing-masing pada permukaan medium, lalu larutan OSD dan minyak diteteskan di atas kertas saring. Diinkubasi pada suhu 30-320C selama 24 jam. Daerah zona bening di sekitar kertas cakram diamati dan diukur.

B. Viabilitas P. aeruginosa IPBCC.b11662 dalam Larutan OSD

Larutan OSD ditambahkan kultur bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662.

sebanyak 10% (v/v) dengan konsentrasi 107 dan dilakukan analisis tegangan permukaan dan kerapatan optik.

2. Adaptasi kultur P. aeruginosa IPBCC.b11662.

Adaptasi bakteri dilakukan pada erlenmeyer 250 mL dengan menambahkan 10 mL suspensi bakteri pada 100 mL media minimal untuk minyak bumi. Komposisi media minimal minyak bumi dalam 1000 ml mengandung 0,5 g K2HPO4, 1 g (NH4)2Cl, 0,02 g MgSO4.7H2O, 0,2 g Yeast Ekstrak, 0,1 g CasaminoAcid, 1 ml unsur kelumit (0.05 g/l MgSO4.7H2O, 0,002 g FeSO4,0,5 mg/l CuSO4.5H2O, 0,2 mg/l MnSO4.4H2O, 0,2 mg/l ZnSO4), dengan 10 persen (v/v) crude oil. Campuran media dan bakteri diinkubasi pada

(23)

9 Kultur mikrob yang telah teradaptasi ini selanjutnya digunakan untuk uji bioremediasi.

Pengujian Bioremediasi

Pengujian aplikasi OSD pada tanah tercemar minyak bumi dilakukan sesuai dengan hasil terbaik dari campuran tanah yang dikembangkan oleh Arifuddin (2016). Simulasi tumpahan minyak di tanah menggunakan wadah plastik berukuran 40 cm x 20 cm x 12 cm. Wadah plastik diisikan tanah latosol yang berasal dari wilayah Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Tanah tersebut ditambahkan

crude oil (minyak bumi) dari salah satu lapangan minyak di Indonesia. Tanah latosol sebanyak 4,2 kg dicampurkan dengan pasir sungai (1,8 kg) dan minyak mentah (360 mL). Setelah tanah diaduk hingga rata, tanah yang sudah terkontaminasi minyak bumi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk proses penstabilan. Pengujian dilakukan dengan rasio antara penambahan OSD terhadap jumlah cemaran crude oil (Dispersant to Oil Ratio/DOR) sebesar 0 : 1 ; 0,5 : 1 dan 1 : 1. Kemudian bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 ditambahkan sesuai variabel (0% dan 10% v/v). Masing-masing wadah diberikan nutrien dengan cara menambahkan urea dan TSP-36 hingga rasio C : N : P = 100 : 10 : 1. Secara periodik dilakukan pengukuran pH, suhu, kadar air, pengukuran populasi bakteri dengan

Total Plate Count (TPC) dan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) serta analisa komponen minyak dengan kromatografi gas spektrofotometri massa (GC-MS). Selama 6 minggu pengukuran parameter dilakukan pada setiap minggu sementara pengukuran TPH dilakukan 2 minggu sekali dan analisa GCMS dilakukan pada awal dan akhir aplikasi bioremediasi. Prosedur analisis uji kinerja ditunjukkan pada Lampiran 2. Komposisi dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Sementara diagram alir secara keseluruhan tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.

Tabel 1 Komposisi dari masing-masing perlakuan

Keterangan :

OSD (Oil Spill Dispersant)

(24)

10

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor, yaitu rasio perbandingan OSD dengan minyak bumi dan konsentrasi bakteri P. aeruginosa IPBCC.

Rasio perbandingan OSD dengan minyak bumi yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: S0 = tanpa penambahan OSD

S1 = rasio penambahan OSD dengan cemaran minyak (DOR) sebesar 0,5:1 S2 = rasio penambahan OSD dengan cemaran minyak (DOR) sebesar 1:1 Konsentrasi bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 yang terdiri dari 2 taraf: P0 = tanpa inokulasi bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662

P1 = inokulasi bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 sebanyak 10%

Pengamatan pada percobaan tersebut dilakukan dengan 3 kali ulangan setiap parameternya sehingga jumlah unit percobaannya adalah 3 x 2 x 3 = 18 unit percobaan. Data hasil pengamatan pada penelitian ini dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variance) pada taraf α 0.05. Apabila efek tersebut nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α 0.05.

Formulasi OSD dan P.

aeruginosa IPBCC.b11662

Uji Kinerja (TPH, TPC, suhu, pH, kadar air dan komposisi hidrokarbon)

Perbaikan formulasi

OSD SMES

DEA

Analisa sifat fisiko

kimia OSD Stabilitas Emulsi

Analisa densitas, tegangan permukaan,

pH, viskositas

Simulasi tanah terkontaminasi Minyak bumi

(25)

11 Model matematika dalam percobaan ini sebagai berikut :

Yijk µ + Ti + αj + βk + (αβ) jk +

ε

ijk

Yijk = Pengamatan pada ulangan ke-i yang menerima perlakuan rasio perbandingan konsentrasi OSD dengan minyak mentah ke-j dan dengan inokulasi bakteri Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662.

ke-k dengan i= 1,2,3 j= 1,2,3 dan k= 1,2 µ = rata-rata umum

Ti = pengaruh ulangan ke-i

αj = pengaruh perlakuan rasio perbandingan OSD dengan minyak mentah

βk = pengaruh bakteri Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662

(αβ) jk = pengaruh interaksi rasio perbandingan OSD dengan minyak mentah ke-j dan perlakuan bakteri P. aeruginosa IPBCC.b11662 ke-j

ε

ijk = pengaruh galat/error

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formulasi OSD dan Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662

Karakteristik Bahan Baku Surfaktan

Pada penelitian ini, surfaktan DEA dan SMES digunakan karena memiliki sifat biodegradable dan ramah lingkungan. Hal ini disebabkan bahan baku pembuatan kedua surfaktan yang berasal dari olein sawit. Selain itu kedua surfaktan juga memiliki sifat pendispersi yang baik karena kedua surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik. Gugus hidrofilik akan mengikat molekul air, sedangkan gugus hidrofobik akan mengikat molekul minyak sehingga dapat berikatan dalam sistem emulsi.

DEA yang merupakan salah satu dari surfaktan nonionik disintesis menggunakan bahan baku metil ester olein berasal dari minyak olein sawit yang direaksikan dengan dietanolamina dan katalis NaOH pada suhu 140oC (Hambali et al. 2014). Proses produksi surfaktan DEA menggunakan metil ester dari minyak

Tabel 2 Sifat fisiko kimia surfaktan DEA dan SMES

Parameter Unit Hasil Analisis Larutan DEA (1,5%) SMES(0,9%)

Densitas (30oC) g/cm3 0,995 0,9952

Viskositas cP 1,32 1,06

pH 9,84 7,15

Tegangan Permukaan dyne/cm 25,492 36,60

Keterangan :

(26)

12

sawit melalui reaksi amidasi, yaitu dengan mereaksikan metil ester olein sawit dengan dietanolamina. Surfaktan DEA yang dihasilkan dilakukan analisa sifat fisiko kimia surfaktan (Tabel 2).

Penggunaan surfaktan nonionik pada penelitian ini dikarenakan surfaktan jenis ini tidak memiliki muatan saat dilarutkan pada media air, dimana surfaktan ini mengandung rantai polietilen oksida sebagai gugus hidrofilik sehingga mudah larut di air (Tardos 2005). Surfaktan nonionik diketahui dapat menstimulasi biodegradasi hidrokarbon poliaromatik melalui peningkatan bioavailabilitas (Zheng dan Obbard 2001). Surfaktan nonionik umum digunakan dalam penelitian biodegradasi hidrokarbon karena kurang toksik terhadap bakteri dan tidak menyebabkan perubahan pH yang dapat mengganggu proses biodegradasi (Volkering et al. 1995).

Surfaktan kedua yang digunakan dalam formulasi OSD adalah sodium metil ester sufonat (SMES) dari metil ester olein sawit. Sintesis surfaktan anionik ini dilakukan dengan mereaksikan metil ester dengan gas SO3 pada konsentrasi rendah sebagai agen pensulfonasi pada suhu 90o-100o C (Hambali et al. 2009). Analisis surfaktan SMES yang dilakukan meliputi densitas, viskositas pH, dan tegangan permukaan. Hasil dari analisis tersebut disajikan pada Tabel 2.

CMC (Critical Micelle Concentration)

Batas konsentrasi pembentukan misel ditentukan pada nilai CMC (Critical Micelle Concentration). CMC merupakan parameter standar untuk mengetahui konsentrasi emulsi yang seimbang pada formulasi surfaktan, karena umumnya CMC menjadi titik dimana surfaktan membentuk struktur asosiasi surfaktan (Wang et al. 2003). Asosiasi surfaktan yang diharapkan pada produk ini adalah mikroemulsi air dalam minyak. CMC juga diketahui sebagai titik jenuh surfaktan dapat bekerja untuk mengikat air dan minyak.

Untuk mengetahui nilai CMC dilakukan pengukuran tegangan permukaan. Pada nilai CMC, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan yang dipakai dari nilai

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi surfaktan DEA terhadap tegangan permukaan 0

(27)

13 CMC, semakin tidak efisien. Hal ini dikarenakan penggunaan dosis surfaktan yang lebih besar dari nilai CMC dapat mengakibatkan terjadinya emulsi balik (reemulsification). Secara ekonomis, semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin besar biaya yang dikeluarkan.

Pengukuran tegangan permukaan surfaktan DEA dilakukan antara 1% hingga 2,5%. Sementara surfaktan SMES dilakukan antara konsentrasi 0,1% hingga 1%. Berdasarkan Gambar 4, hasil grafik pengukuran tegangan permukaan surfaktan DEA terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi surfaktan maka tegangan permukaan semakin rendah. Air yang digunakan sebagai pelarut surfaktan memiliki nilai tegangan permukaan sebesar 67,80 dyne/cm. Air mempunyai tegangan permukaan yang lebih besar diantara kebanyakan cairan karena gaya kohesifnya lebih besar berdasarkan ikatan hidrogennya (Charlena et al. 2009). Pada konsentrasi DEA 1% dan 1,5% tegangan permukaan menurun dari 27,94 menjadi 25,49 dyne/cm. Pada konsentrasi 2% dan 2,5% tegangan permukaan meningkat menjadi 26,37 dan 27,06 dyne/cm. Hal ini menunjukkan bahwa CMC untuk surfaktan DEA terletak pada konsentrasi 1,5%.

Gambar 5 Pengaruh konsentrasi surfaktan SMES terhadap tegangan permukaan Tegangan permukaan berbagai konsentrasi surfaktan SMES ditunjukkan pada Gambar 5. Nilai tegangan permukaan SMES pada konsentrasi 0,1% hingga 0,9% terus menurun dari 39,50 menjadi 36,60 dyne/cm, kemudian pada konsentrasi 1% kembali naik menjadi 40,44 dyne/cm. Hal tersebut menandakan bahwa nilai CMC untuk surfaktan SMES terletak pada konsentrasi 0,9%. Konsentrasi tersebut adalah konsentrasi terpilih yang akan digunakan sebagai dosis pada tahap pembuatan produk OSD pada penelitian ini.

(28)

14

Formulasi OSD

Tahap penelitian awal dilakukan untuk mendapatkan komposisi yang tepat untuk menghasilkan produk OSD. OSD yang dihasilkan ditujukan untuk aplikasi bioremediasi pada tanah tercemar minyak bumi. Sesuai dengan tahap penelitian sebelumnnya, bahan baku surfaktan yang digunakan adalah surfaktan DEA 1,5% dan SMES 0,9%. Pembuatan OSD dilakukan dengan mencampur kedua bahan baku dengan 9 macam rasio. Uji stabilitas emulsi terhadap produk OSD dilakukan dengan skoring 1-5 (Tabel 3), dimana semakin besar nilai stabilitas emulsi semakin baik. Berdasarkan nilai stabilitas emulsi, OSD yang dipiih untuk tahap selanjutnya yang memiliki nilai 4-5. Hasil uji menunjukkan sistem emulsi yang stabil pada rasio surfaktan DEA dan SMES sebesar 9:1, 8:2, 7:3, 6:4 dan 5:5. Hasil produk OSD yang memiliki kestabilan yang tinggi dan rendah ditunjukkan pada Gambar 6. Kelima macam rasio OSD dilakukan analisa lanjutan, yaitu pengukuran densitas, pH, tegangan permukaan, tegangan antarmuka, viskositas serta kejernihan berupa nilai absorbansi dan transmisi (Tabel 4). Data pengukuran masing-masing OSD ditunjukkan pada Lampiran 5. Hasil pengukuran dianalisis dengan ANOVA, kemudian dilakukan uji lanjut DMRT. Produk OSD terbaik ditentukan dengan metode skoring dari hasil analisis ke-6 parameter.

Gambar 6 Penampilan fisik formulasi Oil Spill Dispersant (OSD) yang stabil (kiri) dan yang tidak stabil (kanan)

Tabel 3 Penilaian stabilitas emulsi produk OSD Rasio DEA (1,5%) :

SMES (0,9%)

Kejernihan Stabilitas Emulsi Nilai stabilitas emulsi

9:1 Sangat jernih Sangat stabil 5

8:2 Sangat jernih Sangat stabil 5

7:3 Sangat jernih Sangat stabil 5

6:4 Jernih Stabil 4

5:5 Jernih Stabil 4

4:6 Tidak jernih Cukup stabil 3

3:7 Tidak jernih Cukup tidak stabil 2

2:8 2 fase Tidak stabil 1

1:9 2 fase Tidak stabil 1

Keterangan :

(29)

15 Tabel 4 Sifat fisiko kimia OSD

RASIO (DEA :

menurut uji Duncan pada taraf nyata 5%

Tegangan Permukaan OSD

Parameter tegangan permukaan diberi bobot skoring sebesar 40% pada penentuan produk OSD. Tegangan permukaan dinilai cukup besar mempengaruhi kinerja OSD dalam mendegradasi minyak dibandingkan dengan sifat fisiko kimia lainnya. Tegangan permukaan merupakan energi yang dibutuhkan dalam meningkatkan luas permukaan cairan dalam satuan luas. Oleh sebab itu semakin rendah nilai tegangan permukaan OSD semakin baik. Surfaktan dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam fase cairan melalui proses dispersi, sehingga permukaan minyak yang didegradasi oleh bakteri bertambah (Herdiyantoro 2005). Peran surfaktan dalam proses bioremediasi adalah meningkatkan bioavailabilitas senyawa minyak yang memiliki kadar solid yang tinggi sehingga dapat lebih terlarut dalam media.

Gambar 7 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap tegangan permukaan Menurut Schramm (2000) penurunan tegangan permukaan terjadi karena adanya gaya kohesi dan adhesi pada permukaan air. Gaya adhesi yang terjadi pada permukaan dapat mengakibatkan molekul pada permukaan akan tarik menarik dengan molekul di bawah permukaan. Densitas yang kecil memiliki kerapatan partikel yang kecil sehingga gaya yang diperlukaan saat memecahkan permukaan cairan akan kecil (Young 2004). Grafik hasil pengukuran tegangan permukaan

(30)

16

kelima produk OSD ditunjukkan pada Gambar 7. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa untuk OSD dengan rasio DEA : SMES sebesar 9:1 dan 5:5 tidak berbeda nyata. Sama halnya dengan produk OSD 8:2 dan 6:4 memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Sementara produk OSD 7:3 memiliki nilai tegangan permukaan yang paling rendah di antara produk OSD lainnya, yakni 23,57 dyne/cm.

Tegangan Antarmuka OSD

Gambar 8 menunjukkan hasil pengujian tegangan antarmuka yang dihasilkan kelima produk OSD. Nilai tegangan antarmuka atau IFT (Interfacial Tension) yang dihasilkan oleh surfaktan semakin meningkat seiring dengan peningkatan rasio larutan SMES yang ditambahkan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dengan air. Larutan surfaktan yang mempunyai kinerja baik adalah larutan yang mampu menurunkan tegangan antarmuka sebesar < 10-2dyne/cm (Rivai 2011). Nilai IFT diberi bobot 15% dalam penilaian produk OSD. Tegangan antar muka yang dihasilkan oleh produk OSD DEA dan SMES 5:5 berbeda nyata dengan ke-4 produk OSD lainnya.

Gambar 8 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap tegangan antarmuka

pH dan Ukuran droplet OSD

Parameter pH dan ukuran droplet produk OSD masing-masing diberi bobot 10% pada metode skoring penentuan produk OSD yang akan digunakan pada tahap aplikasi bioremediasi. Hasil pengukuran pH produk OSD menurun seiring dengan penambahan rasio surfaktan SMES (Gambar 9). Nilai pH formulasi bersifat basa, karena ada keseimbangan ion di antara kedua campuran tersebut. Semakin besar konsentrasi SMES, maka pH semakin rendah. Nilai pH ideal untuk pemanfaatan di lingkungan adalah sektiar 6-9 atau mendekati netral. Kondisi optimum untuk proses bioremediasi biasanya antara 6-8.

(31)

17

Gambar 9 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap pH

Ukuran droplet pada suatu sistem emulsi sangat berpengaruh pada faktor stabilitas emulsi, semakin kecil ukuran droplet maka emulsi yang terbentuk semakin stabil. Menurut Raymundo et al. (2005), bahwa ukuran droplet pada suatu sistem emulsi sangat berpengaruh pada faktor stabilitas emulsi. Semakin kecil ukuran droplet maka emulsi yang terbentuk juga lebih stabil. Ukuran droplet emulsi produk OSD disarankan berukuran kecil dan seragam (Fingas et al. 2008). Gambar 10 menunjukkan hasil uji droplet kelima formula OSD. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa peningkatan rasio surfaktan SMES diikuti dengan peningkatan droplet OSD. Berdasarkan uji DMRT bahwa formula DEA:SMES dengan perbandingan 6:4 dan 5:4 memiliki ukuran droplet yang berbeda nyata dibandingkan dengan formula OSD lainnya.

Gambar 10 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap ukuran droplet

(32)

18

Densitas dan Viskositas OSD

Densitas merupakan berat jenis suatu cairan atau larutan. Berat jenis ini ditentukan oleh jumlah komponen cairan yang berbeda yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu setiap cairan atau larutan memiliki berat jenis yang berbeda. Hasil analisis densitas larutan OSD dengan rasio kedua surfaktan yang berbeda dapat mengubah nilai densitas yang dihasilkan. Nilai densitas produk OSD menunjukkan bahwa semakin besar rasio surfaktan SMES yang ditambahkan, semakin besar pula densitas larutan yang dihasilkan (Gambar 11). Densitas setiap produk OSD berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Semakin besar nilai densitas maka akan semakin rapat partikel-partikel di dalam larutan, sehingga nilai tegangan permukaan akan semakin besar. Pada penentuan jenis OSD yang akan dipilih dengan metode skoring, sifat densitas dan viskositas diberi bobot 10%. Analisis viskositas larutan OSD disajikan pada Gambar 12 berikut.

Nilai viskositas yang tinggi mempengaruhi terbentuknya misel-misel yang lebih sempurna pada larutan surfaktan (Elfiyani 2013). Viskositas suatu cairan merupakan sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran molekul dan gaya antarmolekul. Parameter viskositas memiliki hubungan dengan stabilitas emulsi. Besarnya viskositas dapat meningkatkan stabilitas emulsi karena dapat menghambat proses bersatunya misel atau coalescence (Waistra 1996). Hasil pengamatan menunjukkan semakin besar perbandingan DEA semakin besar nilai viskositasnya.

Gambar 11 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap densitas 0,9954

0,9956 0,9958 0,9960 0,9962 0,9964

9:1 8:2 7:3 6:4 5:5

D

en

si

ta

s

(g/

cm

3)

(33)

19

Gambar 12 Pengaruh rasio DEA : SMES terhadap uji viskositas

Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu 30°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Pengaruh suhu terhadap densitas suatu zat cair tidak dapat diabaikan karena cairan akan meregang mengikuti peningkatan suhu yang terjadi.

Pada umumnya densitas dikaitkan dengan viskositas dimana cairan yang lebih padat akan mempunyai viskositas yang lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh data produk OSD (Gambar 11 dan 12) bahwa densitas produk OSD berbanding lurus dengan nilai viskositas.

Kejernihan OSD

Kejernihan kelima produk OSD pada penelitian ini diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi SMES pada larutan OSD semakin kecil nilai absorbansinya. Sebaliknya semakin besar konsentrasi SMES pada larutan OSD semakin besar nilai transmisinya. Diagram hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 13. Sifat fisik OSD ini diberi bobot 5% pada penilaian formulasi.

(34)

20

Tabel 5 menunjukkan nilai masing-masing produk OSD. Produk OSD yang memiliki nilai terbesar dari penilaian seluruh parameter sifat fisiko kimia akan digunakan pada tahap pengujian bioremediasi tanah tercemar. Produk OSD terbaik dengan skor tertinggi yakni OSD dengan formula perbandingan antara surfaktan DEA 1,5% dan SMES 0,9% sebesar 7 : 3. OSD terpilih memiliki karakteristik densitas sebesar 0,996 g/cm3,tegangan permukaan 23,57 dyne/cm, tegangan antar muka 0,20 dyne/cm, pH 9,59, viskositas sebesar 1,17cP, rerata ukuran droplet sebesar 1,55 µm, dan kejernihan (absorbansi pada 460 nm) 3 A. Hasil penelitian Elvina (2015) menunjukkan formulasi OSD terbaik dari dua jenis surfaktan dietanolamida (DEA) 3% dalam air dan larutan sodium metil ester sulfonat (SMES) 5% dalam pelarut metil ester, dengan rasio 1:3. Produk OSD tersebut memiliki sifat fisiko kimia berupa densitas sebesar 0,90 g/cm3, tegangan permukaan 25,59 mN/m, pH 9,1 dan viskositas sebesar 131 cP.

Persiapan kultur Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662

Kurva baku populasi

Kurva standar populasi Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 disajikan pada Gambar 14. Kurva standar populasi memperlihatkan persamaan regresi linear antara satuan pembentuk koloni (SPK) dan kerapatan optik (OD). Nilai rapatan optik merupakan hasil perhitungan berdasarkan nilai transmitan. penyerapan sinar atau pemantulan partikel dalam media yang menyebabkan terukurnya nilai transmitan. Sedangkan jumlah bakteri dihitung dengan Total Plate Count (TPC).

Pada metode ini diasumsikan bahwa tiap satu sel mikrob dapat membentuk koloni sehingga satu koloni merupakan indeks jumlah bakteri yang ada pada sampel. Kurva baku populasi diperlukan untuk mengetahui waktu inkubasi bakteri saat mencapai fase eksponensial. Selain itu, kurva baku digunakan untuk menentukan jumlah populasi bakteri yang akan digunakan pada tahap formulasi dan aplikasi bioremediasi. Hal ini bertujuan untuk memperhatikan kecepatan isolat bakteri dalam mendegradasi minyak bumi.

(35)

21

Persamaan garis linear antara nilai OD dan jumlah populasi bakteri

Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 Y=107,65x-8,1467 dengan nilai r = 0,957. Nilai kerapatan optik dan jumlah populasi bakteri selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Koefisien korelasi bakteri cukup tinggi, yaitu 95,7%, artinya benar bahwa nilai rapat optik dipengaruhi oleh banyaknya populasi bakteri. Makin kecil jumlah sel dalam suspensi, makin besar intensitas cahaya yang lolos, sehingga makin tinggi persen transmitan yang tercatat dan nilai OD makin kecil (Hadioetomo 1995).

Kurva pertumbuhan

Gambar 15 memperlihatkan bahwa pada selang waktu 0-5 jam bakteri

P.aeruginosa IPBCC.b11662 mengalami fase adaptasi. Bakteri mengalami fase pertumbuhan eksponensial pada selang waktu 4-20 jam dan mengalami fase pertumbuhan stasioner pada selang waktu 20-72 jam. Data selengkapnya disajikan pada lampiran 5.

Setiap mikrob memiliki waktu tumbuh yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui waktu tumbuh isolat mencapai fase eksponensialnya, yaitu suatu fase pertumbuhan yang cepat dan produktif (Pelczar 1986). Fase ini terjadi pada saat OD0.6. Kerapatan optik menunjukkan kepadatan bakteri yang terlihat sebagai kekeruhan media. Waktu tumbuh merupakan waktu yang diperlukan oleh satu sel untuk membelah menjadi dua atau waktu yang dibutuhkan oleh suatu populasi mikrob untuk menggandakan jumlahnya (Lim 1998). Dari hasil penelitian diperoleh waktu tumbuh isolat Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 mencapai fase stasioner pada jam ke-20 sementara fase akhir stasioner pada jam ke-70.

(36)

22

Gambar 15 Kurva pertumbuhan bakteri Pseudomonasaeruginosa IPBCC.b11662 Fase stationer dibutuhkan ketika proses adaptasi bakteri. Dimana bakteri

P.aeruginosa IPBCC.b11662 diadaptasikan untuk menggunakan crude oil sebagai sumber karbonnya. Fase stationer adalah fase dimana jumlah sel hidup sama dengan sel mati. Di akhir fase ini bakteri sudah terbiasa menggunakan nutrient saat beradaptasi dengan minyak bumi. Isolat bakteri yang telah diremajakan, disubkultur ke dalam media mineral modifikasi. Setelah mencapai fase akhir stationer, isolat bakteri siap diaplikasikan ke dalam tanah simulasi.

Formulasi OSD dengan P. aeruginosa IPBCC.b11662

Uji Viabilitas P. aeruginosa IPBCC.b11662

Metode difusi cakram digunakan untuk melihat aktivitas bakteri

Pseudomonas aeruginosa IPBCC.b11662 terhadap formulasi OSD terpilih. Gambar 16 menunjukkan bahwa bakteri dapat menggunakan OSD sebagai nutrisi.

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 20 40 60 80

K

e

r

ap

atan

O

p

ti

k

Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 16 Uji cakram bakteri dengan OSD

(37)

23 Selain dengan metode difusi cakram, tegangan permukaan diukur pada larutan OSD yang telah dicampurkan bakteri. Selama 3 hari, tegangan permukaan diukur untuk melihat stabilitas produk OSD. Gambar 17 menunjukkan grafik tegangan permukaan OSD. Tegangan permukaan larutan OSD yang telah ditambahkan bakteri terus berubah setiap harinya, hal ini menandakan larutan OSD yang telah dikombinasikan bakteri tidak memiliki tegangan permukaan yang stabil.

Perubahan kerapatan optik pada larutan OSD memperlihatkan bahwa larutan mengalami kekeruhan (Gambar 18). Hasil kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa bakteri P.aeruginosa IPBCC.b11662 di dalam OSD terus mengalami pertumbuhan dan bakteri dapat menggunakan OSD sebagai sumber nutrisinya. Oleh sebab itu saat simulasi bioremediasi tanah tercemar hidrokarbon, aplikasi OSD dan bakteri dilakukan secara terpisah. Aplikasi OSD dilakukan saat awal kemudian larutan bakteri ditambahkan sesuai dosis yang ditentukan. Hal ini dikarenakan agar OSD dapat mendispersi minyak di tanah terlebih dahulu, kemudian bakteri dapat lebih mudah memanfaatkan minyak yang tersedia.

Gambar 18 Pengaruh lama penyimpanan larutan OSD dengan bakteri

P.aeruginosa IPBCC.b11662 terhadap kerapatan optik 0

Gambar 17 Pengaruh lama penyimpanan larutan OSD dengan bakteri

(38)

24

Pengujian Bioremediasi

Pada tahap pengujian sumber minyak pencemar yang digunakan merupakan

crude oil yang diperoleh dari salah satu lapangan minyak di Pulau Sumatera, Indonesia. Pengujian aplikasi produk OSD ini dilakukan terhadap tanah tercemar minyak bumi, seperti yang diteliti oleh Arifuddin (2016) dengan menggunakan campuran tanah, pasir dan minyak mentah. Pada tahap aplikasi bioremediasi, analisis dilakukan selama 6 minggu. Pengukuran TPH dilakukan setiap 2 minggu sekali, sementara pengukuran pH, suhu, kadar air dan populasi bakteri tanah dilakukan seminggu sekali. Analisa senyawa hidrokarbon dengan GC-MS dilakukan di awal dan akhir pengujian bioremediasi.

Ketersediaan sumber nutrisi berdampak langsung terhadap aktivitas mikrob dan biodegradasi dalam menurunkan nilai TPH (Yang et al. 2009). Senyawa organik diperlukan sebagai sumber donor/akseptor elektron. Sementara senyawa inorganik termasuk kation yang dapat ditukarkan, nitrat dan fosfat juga penting untuk proses bioremediasi. Walaupun dalam jumlah sedikit, senyawa lain seperti nitrogen, fosfor, asam amino, vitamin atau molekul organik lainnya diperlukan dalam proses bioremediasi. (Thomassin-Lacroix 2000). Hal ini diperkuat oleh Bragg et al. (1993) yang menyatakan bahwa bioremediasi limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi nitrogen dan fosfor sehingga proses penguraian berlangsung lebih cepat dan pertumbuhan bakteri meningkat. Oleh sebab itu, pada awal penelitian seluruh perlakuan diberi nutrisi hingga rasio kandungan C/N/P di dalam tanah sebesar 100/10/1. Rasio tersebut sesuai kondisi yang disarankan Vidali (2001). Sebagai sumber nitrogen dan fosfor pada penelitian ini digunakan urea dan TSP 36.

Perubahan suhu, kadar air dan pH pada bioremediasi lahan tercemar minyak Menurut Vidali (2001), pertumbuhan bakteri dan aktivitasnya dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan pH. Meskipun bakteri dapat diisolasi pada kondisi ekstrim, bakteri lebih banyak tumbuh optimal di kisaran sempit, sehingga penting untuk mencapai kondisi optimal.

Suhu akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia komponen-komponen minyak dan laju biodegradasi senyawa hidrokarbon oleh mikrob. Menurut Atlas (1981) biodegradasi minyak bumi berlangsung pada kisaran suhu yang luas tetapi tidak selalu menjadi faktor utama yang membatasi biodegradasi jika faktor lingkungan lain baik. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan suhu lingkungannya yaitu: psikrofilik memerlukan suhu optimum antara 5-15°C, mesofilik memerlukan suhu optimum antara 25-40°C dan thermofilik memerlukan suhu optimum antara 45-60°C (Udiharto 1996). Proses bioremediasi umumnya menggunakan bakteri mesofilik.

(39)

25

Gambar 19 Pengaruh waktu proses bioremediasi tanah tercemar minyak bumi terhadap perubahan suhu (°C) media pada masing-masing perlakuan Menurut Vidali (2001) suhu yang tepat dapat meningkatkan metabolisme bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon, khususnya suhu yang berkisar antara 20ºC-30ºC. Selama proses bioremediasi, keenam perlakuan masuk ke dalam kisaran suhu tersebut. Suhu media ke-6 perlakuan selama proses bioremediasi memiliki suhu yang tidak berbeda nyata. Namun, P5 dan P6 memiliki suhu yang lebih rendah dibanding perlakuan yang lain pada minggu ke-4 proses bioremediasi.

Pada proses degradasi, suhu akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia komponen-komponen minyak, kecepatan degradasi oleh mikrob, dan komposisi komunitas mikrob. Suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan toksisitas hidrokarbon terhadap bakteri. Sedangkan suhu rendah dapat menghambat proses biodegradasi. Hal ini disebabkan viskositas minyak akan meningkat dan volatilitas hidrokarbon berantai pendek serta kelarutan minyak dalam air akan menurun.

Hasil penelitian Retno dan Mulyana (2013) pada bioremediasi lahan tercemar limbah lumpur minyak menggunakan konsorsia mikrob dan kompos iradiasi menunjukkan perubahan suhu berkisar 25°C –30,5°C. Kisaran tersebut mengindikasikan bahwa mikrob (Aspergillus niger, Pseudomonas aeruginosa, Trichoderma zeanum, Bacillus sphaeric dan Bacillus cereus) yang digunakan dapat hidup dalam temperatur normal.

Keberadaan air sangat berpengaruh terhadap aktivitas metabolik dari mikrob. Sebagian besar komposisi sel mikrob mengandung air sehingga kandungan air tanah sangat penting untuk aktivitas metabolit pada proses degradasi hidrokarbon minyak bumi. Oleh karena itu kadar air merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses bioremediasi. Menurut Fletcher (1992) jika selama proses bioremediasi kandungan air terlalu tinggi akan mengakibatkan sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah, sedangkan tanpa air mikrob tidak dapat hidup

22

(40)

26

dalam limbah minyak karena mikrob akan hidup aktif di interfase antara minyak dan air.

Kelembaban tanah dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan, transfer gas dan tingkat toksisitas dari kontaminan. Kontaminan minyak bumi di permukaan tanah bisa menjadi penghalang bagi bakteri dalam memperoleh oksigen. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini ialah bakteri aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen (O2). Oksigen yang diperlukan bakteri diperoleh dari air dan udara melalui proses pengadukan. Menurut Santosa et al. (2004) pada kondisi yang kaya akan oksigen banyak mikrob yang dapat merombak minyak mentah.

Selama masa inkubasi, kadar air pada seluruh perlakuan dipertahankan minimal sebesar 20% agar suplai air untuk pertumbuhan mikrob selalu terpenuhi. Penambahan air dan pengadukan dilakukan setiap hari untuk menjaga kadar air dan suplai O2. Dengan pengadukan setiap hari, distribusi O2 dalam media lebih merata dan setiap sel bakteri akan mendapat suplai O2 yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya (Brahmana dan Moelyo 2003). Selain itu, pengadukan juga bertujuan meratakan minyak di dalam tanah serta mengoptimalkan proses pengolahan secara biologis.

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap minggu, kadar air yang terukur berkisar antara 14,8-29,8 % (Lampiran 7). Santosa et al. (2004) menjelaskan bahwa proses bioremediasi tanah sebaiknya kandungan air dipertahankan pada kisaran 20-24%. Kekurangan air pada media dapat menyebabkan terhambatnya proses degradasi. Gambar 20 menunjukkan kadar air pada masing-masing perlakuan pada Minggu ke-0 hingga minggu ke-6. Data Gambar 20 Pengaruh waktu proses bioremediasi tanah tercemar minyak

bumi terhadap perubahan kadar air (%) media pada

(41)

27 pengamatan menunjukkan bahwa kadar air seluruh perlakuan hingga proses biodegradasi selesai memenuhi kriteria kadar air yang disarankan.

Suhu mempengaruhi penurunan kadar air tanah. Suhu secara tidak langsung mempengaruhi tekanan uap atmosfer. Pada cuaca cerah tekanan udara pada permukaan tanah lembab sangat tinggi. Adanya perbedaan tekanan uap air yang besar antara tanah dengan atmosfer mengakibatkan penguapan berlangsung cepat (Irawathi 2005).

Salah satu faktor penting dalam proses degradasi hidrokarbon adalah tingkat keasaman atau pH (Zhu et al. 2001). Keberhasilan degradasi dapat dicapai jika pH tanah sesuai dengan kondisi optimum mikrob pendegradasi hidrokarbon. Nilai pH berhubungan dengan jumlah asam yang terkandung dalam tanah. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan setiap minggu, pH yang terukur menunjukan kisaran pH antara 5,07-9,12 (Lampiran 8). Vidali (2001) melaporkan bahwa kisaran pH optimum untuk degradasi minyak bumi sebesar 6,5 hingga 8.

Pada minggu pertama proses biodegradasi, semua perlakuan mengalami kenaikan pH. Hal ini dapat disebabkan adanya penambahan konsentrasi bahan organik berupa crude oil dan pupuk (urea dan SP36). Menurut Tanner (1997) peningkatan pH dapat terjadi jika adanya proses reduksi nitrat membentuk amonia atau gas nitrogen. Respon toleransi bakteri terhadap asam dengan mekanisme pompa hidrogen dapat menyebabkan kenaikan pH. Beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk melakukan upaya homeostatis terhadap keasaman lingkungan sebatas masih dalam toleransi adaptasinya. Dengan cara melakukan pertukaran kation K+ dari dalam sel dan menukarnya dengan H+ yang banyak terdapat di lingkungannya, sehingga keasaman lingkungan dapat dikurangi (Nugroho 2006). Oleh sebab itu perlu dilakukan penambahan senyawa asam setelah minggu pertama. Larutan H2SO4 5% digunakan untuk mengembalikan nilai pH pada kondisi optimum proses biodegradasi.

Minggu kedua hingga minggu terakhir proses bioremediasi semua perlakuan mengalami penurunan pH (Gambar 21). Penurunan pH terjadi bila terbentuknya asam-asam organik sebagai hasil proses fermentasi (Tanner 1997). Hal ini seperti apa yang disampaikan Udiharto (1996), bahwa penurunan pH disebabkan oleh senyawa-senyawa asam organik yang dihasilkan selama proses bioremediasi. Selama proses bioremediasi nilai pH P1 cenderung lebih tinggi/basa dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena P1 adalah kontrol sehingga eksresi metabolit asamnya jauh lebih sedikit dibanding dengan perlakuan lainnya.

Gambar

Gambar 1 Struktur umum molekul surfaktan (Fessenden dan Fessenden 1989)
Gambar 2 Penetapan Kurva Standar populasi bakteri (Herdiyantoro 2005)
Tabel 1 Komposisi dari masing-masing perlakuan
Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

harus menyadari bahwa konsepsi yang dimiliki sebelumnya merupakan pengetahuan yang salah (Wenning, 2008). Siswa dibawa agar menyadari adanya dampak negatif dari

Tahap persiapan yang dilakukan diawali dengan persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian yang sebelumnya telah disterilkan.Kantong plastik sebagai wadah untuk

Mekanisme penyaluran dana Biaya Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2012 menggunakan mekanisme Tugas Pembantuan oleh karena itu pelaporan keuangan dalam pelaksanaan

Berdasarkan kesimpulan tersebut dikemukakan beberapa implikasi yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Implikasi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran

Membuat suatu tabel perkembangan masyarakat dari masyarakat tidak maju (belum melakukan transisi ke arah masyarakat informasi) sampai ke masyarakat super maju dimana

Jika anak perempuan tersebut lahir sebagai akibat atau dalam pernikahan yang sah menurut hukum Islam, maka anak perempuan tersebut termaksud anak sah pula, sehimngga

bentuk dasar cangkang dimana pada  Spirifer terdapat lekukan pada bagian fold memberikan kenampakan bentuk hati, sedangakan pada Rafinesquina berupa lengkungan yang menerus 

Merangkai rangkaian sesuai dengan gambar (III.13). dimana pada gambar ini rangkaian clipping.. Menghubungkan signal generator dan osiloskop chanel 1 pada input