ANALISIS
OBSTACLE
PLAT BERLUBANG TERHADAP
KADAR METIL ESTER BIODIESEL DALAM REAKTOR
KOLOM GELEMBUNG
NON-KATALITIK
ANGGA DEFRIAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Obstacle Plat Berlubang Terhadap Kadar Metil Ester Biodiesel Dalam Reaktor Kolom Gelembung Non-Katalitik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Pebruari 2014
Angga Defrian
RINGKASAN
ANGGA DEFRIAN. Analisis Obstacle Plat Berlubang Terhadap Kadar Metil Ester Biodiesel Dalam Reaktor Kolom Gelembung Non-Katalitik. Dibimbing oleh Dr Ir DYAH WULANDANI M Si dan Prof Dr Ir ARMANSYAH H TAMBUNAN.
Biodiesel dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani dengan methanol. Teknologi produksi biodiesel dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu katalitik dan non katalitik. Salah satu metoda produksi biodiesel non katalitik adalah metoda superheated methanol vapor (SMV), dimana superheated uap methanol bereaksi dengan minyak di dalam reaktor kolom gelembung (bubble column reactor), pada suhu tinggi dan tekanan atmosfer untuk menghasilkan FAME (Fatty acid methyl ester) dan glycerol.
Laju reaksi pada metoda SMV masih lebih rendah daripada konvensional, dan kadar biodiesel lebih rendah daripada Standart Nasional Indonesia (SNI). Laju reaksi dan kadar biodiesel diharapkan dapat ditingkatkan oleh peningkatan luas permukaan kontak antara uap methanol dan minyak. Hal ini diperoleh dengan memberikan perforated of plate(obstacle) didalam reaktor kolom gelembung. Tujuan penelitian ini adalah menentukan bentuk obstacle yang terbaik dan mempelajari pengaruh
obstacle terhadap kadar biodiesel yang berkaitan dengan perilaku gelembung didalam reaktor kolom gelembung.
Delapan belas (18) skenario obstacle disimulasikan dengan metode
Computational Fluid Dynamics (CFD), agar mendapatkan gambaran distribusi gelembung di dalam reaktor kolom gelembung, terutama pada luas permukaan kontak antara methanol dan minyak. Kemudian hasil tersebut akan diverifikasi dengan hasil pengujian laboratorium.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai luas permukaan kontak tertinggi diperoleh dari obstacle BBE (2 layer, diameter lubang 2 mm, jarak antar lubang 7 mm, kecepatan laju methanol 4 gr.mnt-1) adalah 0.023529 m2.s-1. dengan kadar metil ester 77.96%(w/w), dan laju produksi biodiesel 2.00 g.jam-1. Sedangkan pengaruh obstacle AAE (2 layer, diameter lubang 1 mm, jarak antar lubang 7 mm, kecepatan laju methanol 4 g.mnt-1) memberikan kadar biodiesel 98.68%(w/w), hal ini sesuai dengan SNI. Hasil laju produksi biodiesel didapatkan 1.62 g.jam-1.
SUMMARY
ANGGA DEFRIAN. Analysis of Obstacle Perforated Plate Content Metil Ester Biodiesel In Bubble Column Reactor Non-Catalytic. Dibimbing oleh Dr Ir DYAH WULANDANI M Si dan Prof Dr Ir ARMANSYAH H TAMBUNAN.
Biodiesel is produced by transesterification reaction of vegetable oils or animal fats and methanol. Production technology of biodiesel is grouped into 2 categories: namely catalytic and non catalytic. One of the methods for the non catalytic one is superheated methanol vapor (SMV), where superheated methanol vapor is reacted with oil in bubble column reactor, at high temperature and atmospheric pressure to produce FAME (Fatty Acid methyl ester) and glycerol.
However, reaction rate by the SMV method is still lower than the convensional one, and the content of biodiesel is lower than Indonesian National Standard (SNI). The reaction rate and content of biodiesel is expectedly can be improved by improvement of contact surface area between methanol vapor and oil. It could be obtained by giving perforated plate (obstacle) in bubble column reactor. Therefore, the objectives of this study are to determine the best obstacle configuration and to study the influece of the obstacle to biodiesel content in terms of bubble behavior in the column reactor.
Eighteen (18) scenarios of obstacle are simulated by Computational Fluid Dynamics (CFD) method to obtain bubble distribution in bubble column reactor, especially for increasing contact surface area between methanol and oil. Then the result will be verified by laboratory experiments.
Based on the simulation result, it is shown that the highest value of surface contact area was obtained by the obstacle BBE (2 layer, 2 mm hole diameter, 7 mm distance among holes, and 4 g.s-1 methanol flow rate), which was 0.023529 m2.s-1. By the obstacle, methyl ester content was found to be 77.96%(w/w) and rate of biodiesel production was 2.00 g.hr-1. While the obstacle AAE (2 layer, 1 mm hole diameter, 7 mm distance among holes, and 4 g.mnt-1 methanol flow rate) gave biodiesel content of 98.68%(w/w), which has met SNI. The rate of biodiesel production was found to be 1.62 g.hr-1.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
ANALISIS
OBSTACLE
PLAT BERLUBANG TERHADAP KADAR
METIL ESTER BIODIESEL DALAM REAKTOR
KOLOM GELEMBUNG
NON-KATALITIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
Judul Tesis : Analisis Obstacle Plat Berlubang Terhadap Kadar Metil Ester Biodiesel Dalam ReaktorKolom GelembungNon-Katalitik.
Nama : Angga Defrian NIM : F151110061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dyah Wulandani, M Si Ketua
Prof Dr Ir Armansyah, H Tambunan Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dr Ir YAris Purwanto, MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Pebruari 2012.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dyah Wulandani M Si dan Prof Dr Ir Armansyah H. Tambunan selaku pembimbing atas segala perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan naskah tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir YAris Purwanto, MSc atas kritik dan sarannya terhadap tesis ini.
Ucapan terima kasih kepada staf tenaga pengajar Progam Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana IPB atas ilmu yang diberikan selama penulis kuliah di IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada United Nations University dan Kirin leading company, melalui program UNU-Kirin
Fellowship (2012-2013) yang telah memberikan dana, Laboratorium Pindah Panas dan Massa, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (2012-2014) , Laboratorium Energi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (2012-2014). Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan bang Elwi, Mufid, Naufal, Nenek, Datuk, Mami, Om Boni, Om Fery, Om Yon, Om God, Tan Linda, Tan Adik, Tan Desi, Tan Lis, Tan Hauda, Om Herman, Om Yus, Om Husni, Tan Eli, Tante Yen, Tan Ami, Dayat, Elda, Risti, Egi, Hafis, Mimi, Naya, Uni Shinta, mas Bayu, mas Kiman, mbak Meika, mas Bos, Ika, Cecep, mas Tri, mas Ale, dodik, Agus, Tian, Irfan, Hasbi, mbak Reni, Setya, mbak Ketih, Hendri, Alpian, Ipeh, mas Kholis, mas Rudi, Handoko, Sari rahayu, Sari, Thomas, Susilo, Gita, Suardana, Novi, rekan-rekan Laboratorium Energi, seluruh TMP 2010, TMP 2011, Fajri, Yayan dan rekan-rekan kerja yang telah membantu selama pengumpulan data dan telah memberikan semangat serta dukungan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah (Helmi Azhar), Ibu (Kemala Wijaya), Abang, Adik-adikku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Pebruari 2014
DAFTAR ISI Perilaku Gelembung pada Proses Produksi Biodiesel oleh SMV 6
Luas Permukaan Kontak 6
Gas Holdup 6
Computational Fluid Dynamics (CFD) 7
METODE DAN BAHAN 8
Tempat dan Waktu Penelitian 8
Alat dan Bahan 8
Prosedur Penelitian 10
Perancangan Obstacle 11
Eksperimen Biodiesel Non-katalitik pada Berbagai Obstacle 13 Simulasi CFD Penggunaan Obstacle pada Produksi Biodiesel Non-katalitik 15 Variabel Pengamatan dan Pengukuran 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 19
Rancangan Obstacle 19
Simulasi CFD 20
Hasil Simulasi 21
Hasil Pengujian Laboratorium 29 Korelasi Hasil Simulasi CFD terhadap Hasil Pengujian Laboratorium 31
SIMPULAN DAN SARAN 37
Perbandingan kelebihan dan kelemahan proses produksi katalitik dan
non-katalitik 5
iii
Skenario desain dengan obstacle 2 layer 13 Parameter tetap yang digunakan dalam proses produksi biodiesel 14 Sifat bahan methanol dan trigliserida pada kondisi temperature (290 oC) 16 Pengaruh bentuk obstacle pada perbedaan diameter lubang terhadap luas
permukaan kontak 22
Gap gas holdup dari hasil asumsi dengan hasil simulasi 24 Rata-rata gas holdup pada perubahan waktu 27 Hasil kadar ME dari berbagai tipe obstacle 31 Perhitungan rata-rata diameter gelembung 33
DAFTAR GAMBAR
Reaksi transesterifikasi 4
Perbandingan antara porous plate dengan perporated plate 7 Alat produksi biodiesel secara non-katalitik 8 Diagram alir prosedur penelitian 10
Bentuk Obscale 12
Dimensi reaktor kolom gelembung 11
Bubble formation at the micro-tubes (jarak = 700 mm),QG = 0.11 cm3.s-1 (Kazakis, 2008) 12 Diagram pengujian pada alat biodiesel non katalitik 15 Skema produksi biodiesel non-katalitik metode superheated methanol
vapor (SMV) 14
Diagram prosedur simulasi 17
Diameter gelembung pada lubang plat (Noel de Nevers, 2005). 18
Rancangan obstacle 19
Desain obstacle di dalam reaktor kolom gelembung 20 Pendefinisian domain pada simulasi CFD 20
Kondisi awal simulasi CFD 21
Luas permukaan kontak pada pengaruh obstacle 1 layer 23 Luas permukaan kontak pada pengaruh obstacle 2 layer 23 Perilaku gas holdup konstan 25 Pengukuran gap gas holdup konstan dengan hasil simulasi CFD pada
obstacle 1 layer 25
Pengukuran gap gas holdup konstan dengan hasil simulasi CFD pada
obstacle 2 layers 26
Perilaku gas holdup pada obstacle CCE 27
Hubungan rata-rata luas permukaan kontak dan gas holdup pada pengaruh obstacle 1 layer 29 Hubungan rata-rata luas permukaan kontak dan gas holdup pada
pengaruh obstacle 2 layer 29 Hubungan luas permukaan kontak dengan kadar ME. 31 Sebaran gas holdup perilaku gelembung pada obstacle AAE dan obstacle
BBE selama 1 s 32
Sebaran luas permukaan dan gas holdup (eg) pada obstacle AAE dan
obstacle BBE selama 1 s 32
Visual simulasi gelembung pada pengaruh obstacle AAE dan obstacle
BBE 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil yang dibuat dari minyak nabati melalui proses transesterifikasi atau esterifikasi
(Krwczyk, 1996; Mittelbach, 2004; Knothe, 2005). Biodiesel memiliki sifat fisik yang mirip dengan solar, tetapi memiliki kelebihan lain yaitu merupakan energi terbarukan dan ramah lingkungan. Campuran biodiesel 30% volume terhadap solar menghasilkan kinerja mesin yang tidak jauh berbeda dengan pemakaian 100% solar dan pada komposisi ini tidak memerlukan modifikasi apapun pada mesin kendaraan, asap buangan biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatic sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan (Wirawan, 2008; Carraretto, 2004; Legowo, 2005).
Teknologi proses pembuatan biodiesel dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori yaitu katalitik dan non–katalitik. Metoda katalitik merupakan produksi biodiesel melalui proses reaksi minyak dengan alkohol, menggunakan katalis pada tekanan atmosfer dan suhu lebih rendah dari 65 0C. Metoda ini sudah diaplikasikan ke industri, namun produksi biodiesel secara katalitik membutuhkan pengadukan dan proses pemurnian untuk pemisahan katalis dan produk hasil samping. Dari beberapa hal tersebut ternyata prosesnya mengakibatkan biaya yang tinggi untuk menghasilkan produksi biodiesel.
Metoda non katalitik adalah metoda produksi biodiesel tanpa katalitik. Salah satu metoda non katalitik adalah metoda superheated methanol vapor (SMV) dimana uap methanol lewat jenuh bereaksi dengan minyak di dalam reaktor kolom gelembung (bubble column reactor), pada suhu tinggi dan tekanan atmosfer, menjadi FAME (Fatty acid methyl ester) dan glycerol. Metoda ini dapat dilakukan pada minyak yang memiliki kadar asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) tinggi, dan proses pemurnian produk lebih sederhana daripada metoda katalitik, serta tanpa limbah karena tidak menggunakan katalitis, sehingga ramah lingkungan. Namun pada metoda ini, laju reaksi lebih rendah daripada metoda pembuatan biodiesel lainnya dan kadar metil ester (ME) masih belum sesuai SNI yaitu 96.2%(w/w) (Miura, 2011). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi, antara lain luas permukaan kontak antara methanol dan minyak (Joelianingsih et al, 2008) dan waktu kontak antara minyak dan methanol yang memberikan efek negatif pada laju produksi biodiesel (Miura, 2011). Untuk meningkatkan luas permukaan tersebut maka perlu diberikan perforated plate
(obstacle). Obstacle merupakan perangkat tambahan di dalam reaktor kolom gelembung untuk memecahkan gelembung methanol menjadi bagian yang lebih kecil dari sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan luas permukaan antara
methanol dengan minyak. Hal tersebut dinyatakan oleh Wulandani (2011) bahwa penggunaan obstacle dapat meningkatkan luas permukaan kontak antara gelembung methanol dengan minyak, dimana nilai luas permukaan kontak 0.020m2.Namun proses pembentukan biodiesel yang dihasilkan dari penambahan
menghemat biaya produksi dan mempersingkat waktu, juga dapat menggambarkan secara jelas bentuk gelembung dan sebaran dari gelembung di dalam reaktor kolom gelembung, sehingga memudahkan analisis kinerja dari
obstacle yang dibuat.
Perumusan Masalah
Permasalahan pada penelitian ini adalah kadar biodiesel secara non-katalitik pada metoda SMV masih rendah dari metoda secara katalitik, dengan demikian masih perlu eksplorasi untuk meningkatkan kadar ME. Peningkatan kadar ME dilakukan dengan cara meningkatkan luas permukaan kontak antara gelembung
methanol dengan minyak. Peningkatan luas permukaan kontak tersebut diharapkan dapat diperoleh dengan penambahan obstacle di dalam reaktor kolom gelembung.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan disain obstacle terbaik dari seluruh disain obstacle yang diuji, dan mempelajari pengaruh desain obstacle
tersebut terhadap peningkatan kadar ME pada metoda non katalitik superheated methanol vapor (SMV).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi data pendukung dalam merancang reaktor kolom gelembung biodiesel dalam rangka meningkatkan kadar biodiesel sesuai dengan SNI.
LANDASAN TEORI
Definisi Biodiesel
Biodiesel didefinisikan sebagai monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, (Krawczyk, 1996). Biodiesel dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku.
Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan methanol) menghasilkan ester asam lemak (Fatty Acids Metyl Esters / FAME) dan gliserol.
Gliserol adalah produk samping dari produksi biodiesel yang memiliki beberapa manfaat untuk diaplikasikan di bidang industri kimia dan kosmetik. Sedangkan,
esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan
alcohol rantai pendek (methanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam lemak (FAME) dan air, (Joelianingsih, 2006).
Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel antara lain minyak sawit (Elaeis Guinensis), minyak rapeseed (Brassica Napus), minyak kedelai (Glycine Max), minyak biji bunga matahari (Helianthus Annuus), minyak kelapa (Cocos Nucifera), minyak jagung (Zea Mays), minyak dari biji kapas (Gossypium Hirsutum), minyak almond (Prunus Dulcis), minyak hazelnut (Corylus Avellana), minyak kacang (Arachis Hypogaeae), minyak
safflower (Carthamus Tinctorius), minyak biji gandum (Triticum Aestivum), minyak jarak (Jathropa Curcas), minyak castor (Ricinus Communis). Sedangkan lemak hewan yang bisa digunakan berupa beef tallow, minyak ikan, lard, lemak unggas (Mittelbach, 2004).
Teknologi Produksi Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari sumber terbarukan (renewable), dengan komposisi ester asam lemak dari minyak nabati. Kelebihan biodiesel antara lain: tidak perlu modifikasi mesin jika campuran biodiesel dalam solar tidak melebihi 20%, bilangan setana tinggi, ramah lingkungan, daya pelumasan tinggi, aman dan tidak beracun, dan meningkatkan efisiensi pembakaran (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
Komponen utama dari minyak nabati dan lemak hewani adalah
triasilgliserol (TAG) atau biasa disebut trigliserida. Secara kimiawi TAG termasuk ester yang tersusun dari fatty acids (FA) dengan gliserol. Biodiesel didapatkan dengan mereaksikan secara kimiawi minyak nabati dan lemak hewani dengan alkohol (biasanya methanol) sehingga terbentuk metil ester dan gliserol
dengan reaksi transesterifikasi (Knothe, 2005). Biodiesel dapat diproduksi dengan bantuan katalis (katalitik) dan tanpa katalis (non-katalitik). Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi dapat digolongkan kedalam tiga macam, yaitu katalis asam (H2SO4, H3PO4), katalis basa (NaOH, KOH), dan katalis enzim (lipase).
Reaksi kimia yang terjadi dalam pembuatan biodiesel merupakan
transesterifikasi seperti ditunjukkan pada Gambar 1, dimana R1, R2, R3 adalah hidrokarbon rantai panjang dari asam lemak. Reaksi transesterifikasi terjadi tiga tahapan sebelum terbentuknya gliserol. Tahapan pertama adalah trigliserida
bereaksi dengan methanol akan membentuk Digliserida dan FAME seperti yang ditunjukkan pada persamaan 1. Digliserida bereaksi kembali dengan methanol
menghasilkan monogliserida dan FAME seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2, dan selanjutnya monogliserida bereaksi dengan methanol
menghasilkan gliserida dan FAME, sehingga Persamaan reaksi keseluruhan ditunjukkan pada Persamaan 4.
TG + MeOH DG + ME (1) DG + MeOH MG + ME (2) MG + MeOH GL + ME (3) TG + 3 MeOH 3FAME + Gliserol (4)
Gambar 1 Reaksi transesterifikasi
Kusdiana dan Saka (2001) menyatakan bahwa pembuatan biodiesel dengan katalis diawali dengan reaksi transesterifikasi, pengembalian methanol
yang tidak bereaksi, pemurnian metil ester dari katalis, pemisahan gliserol yang merupakan produk samping, pemurnian menggunakan air (aquades) dengan cara pencucian berulang, sehingga proses ini lebih boros air. Reaksi pembuatan biodiesel dengan katalis mempunyai kelebihan yaitu reaksi dapat berjalan lebih cepat pada suhu yang rendah, sedangkan kekurangannya adalah diperlukannya proses yang panjang untuk memurnikan produk dan perlu pengadukan yang kuat dalam reaksi karena methanol sulit larut dalam minyak. Menurut Joelianingsih (2007) proses pembuatan biodiesel secara non-katalitik mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah tidak memerlukan penghilangan FFA dengan cara
refining atau pra-esterifikasi. Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dapat berlangsung dalam satu reaktor kolom gelembung, sehingga minyak dengan kadar FFA tinggi dapat langsung digunakan. Selain itu, karena tanpa menggunakan katalis, proses pemisahan dan pemurnian produk menjadi lebih sederhana dan ramah lingkungan. Namun, proses non-katalitik biasanya menggunakan methanol
Tabel 1 Perbandingan kelebihan dan kelemahan proses produksi katalitik dan non-katalitik
Metode Kelebihan Kekurangan
1
2 Transesterifikasi
Perilaku Gelembung pada Proses Produksi Biodiesel oleh SMV
Perilaku gelembung mempengaruhi proses produksi biodiesel secara non-katalitik terutama pada metoda superheated methanol vapor (SMV). Parameter perilaku gelembung tersebut terdiri dari luas permukaan kontak, gas holdup dan kecepatan gelembung. Hal ini dijelaskan dari beberapa penelitian sebagai berikut;
Luas Permukaan Kontak
Suatu zat bereaksi apabila bercampur dan bertumbukan. Pada pencampuran reaktan yang terdiri dari dua fasa atau lebih, tumbukan berlangsung pada bagian permukaan zat. Semakin luas permukaan partikel, maka frekuensi tumbukan kemungkinan semakin tinggi sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Hal ini telah dibuktikan oleh Wulandani (2011) dan Miura (2011) bahwa meningkatkan luas permukaan kontak gelembung methanol di dalam minyak akan meningkatkan laju produksi biodiesel.
Gas Holdup
Gas holdup (g) adalah konsentrasi volume methanol terhadap total volume methanol dengan minyak. Gas holdup dipengaruhi oleh lamanya waktu kontak (contact time) gas pada waktu penambahan methanol di dalam minyak (Jeng-Dar, 1991). Selain itu parameter yang mempengaruhi gas holdup adalah diameter
column, diameter inlet lubang, superficial gas velocity, kinematic viscosity, dan density dari cairan, tegangan permukaan, dan grafitasi (Yoshida dan Akita, 1965).
Hubungan Gas holdup dan Superficial Gas Velocity pada Porous Plat dan
Perforated Plat
Krishna (2001) menyebutkan bahwa hubungandiameter gelembung dengan
superficial gas velocity berkorelasi positif. Perilaku gelembung dinyatakan dalam bentuk pemecahan atau penggabungan gelembung-gelembung gas didalam kolom, sehingga ada dua jenis gelembung yang akan terjadi yaitu gelembung ukuran kecil (small bubble) dan gelembung ukuran besar (large bubble). Gelembung kecil memiliki kecepatan gelembung (Vb) rendah (low velocity), sehingga gas holdup
menjadi tinggi. Sebaliknya gelembung berukuran besar (large bubble) memiliki kenaikan kecepatan lebih tinggi (high velocity) dibandingkan dengan kenaikan kecepatan pada gelembung kecil (small bubble), sehingga penurunan residence time akan menyebabkan penurunan gas holdup pada gelembung besar (large bubble).
Menurut Behnoosh (2009), pada rintangan berbentuk porous plate dengan diameter pori kecil akan dihasilkan gelembung kecil jika dibandingkan dengan rintangan berbentuk perforated plate. Pada kondisi laju aliran gas (gas velocity) sama, porous plate akan memiliki gas holdup lebih tinggi yaitu sekitar 40% dibandingkan dengan rintangan berbentuk perforated plate. Produksi gas holdup
Keterangan: diameter lubang pada perforatedplate 1 mm dan pada porous plate micrometer dengan porositas0.1%.
Gambar 2 Perbandingan antara porous plate dengan perporated plate
(Behnoosh, 2009).
Computational Fluid Dynamics (CFD)
CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika. Perangkat lunak CFD berguna untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan panas, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, interaksi fluida dengan struktur, dan sistem akustik hanya dengan pemodelan di komputer (Tuakia, 2008).
METODE DAN BAHAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Pebruari 2012 hingga Januari 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu alat produksi biodiesel non-katalitik (Non-Catalytic Reaction Biodiesel Plant Model, rancangan National
Food Research Institute (NFRI) Japan), vacum rotary evaporator tipe rotavapor
RII, Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) di PusLabFor Mabes Polri, software dan computer.
Alat Produksi Biodiesel Non-Katalitik
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor kolom gelembung biodiesel yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Alat produksi biodiesel secara non-katalitik (National Food Research Institute (NFRI) Japan)
a. Pompa methanol
Pompa methanol berfungsi untuk memompakan methanol agar direaksikan di dalam reaktor kolom gelembung sesuai laju aliran yang diinginkan. Tipe pompa adalah tipe reaction synchronous 5SK25GN-A. Besarnya laju aliran diatur dari bukaan stroke dengan cara memutar stroke. Semakin besar bukaan stroke maka laju aliran methanol semakin tinggi.
b. Pemanas methanol (methanol heater)
Pemanas methanol heater berfungsi untuk memanaskan methanol hingga mencapai fase uap pada kondisi superheated sebelum memasuki reaktor kolom gelembung. Pemanas methanol terdiri dari dua bagian yaitu evaporator dan
superheater. Masing-masing bagian dilengkapi dengan dua buah pemanas elektrik. Besarnya suhu diatur melalui regulator pemanas dengan cara mengatur besar tegangan yang digunakan.
c. Reaktor
Reaktor yang digunakan merupakan reaktor jenis kolom gelembung (bubble column). Reaktor dilengkapi dengan pemanas listrik (heater) dan level minyak (oil leveler) yang digunakan untuk mengontrol volume minyak didalam reaktor agar selalu tetap. Reaktor tidak hanya berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi tetapi juga sebagai pemisah (separator). Seperti halnya pada pemanas methanol, besarnya suhu yang digunakan diatur melalui regulator pemanas dengan cara mengatur tegangan.
Penampung produk berfungsi untuk menampung produk yang keluar dari reaktor yang dihasilkan setelah didinginkan oleh heat exchanger. Penampung produk yang digunakan adalah erlenmeyer.
f. Vacum Rotary Evaporator
Alat ini digunakan untuk memisahkan methanol yang masih tercampur dengan produk biodiesel yang dihasilkan. Hal ini dengan cara menguapkan
methanol pada titik didihnya yaitu suhu 64.5oC.
g. Software dan Komputer
1. Gambit
Software Gambit digunakan untuk mendesain tipe obstacle adalah Gambit 6.2.16/.2.4.6.
2. Ansys Fluent
Ansys Fluent digunakan untuk menganalis aliran fluida pada reaktor kolom gelembung adalah Ansys 2.2.3 / 13.
3. Komputer
Komputer digunakan untuk simulasi yaitu komputer merk dell Inspiron 620 dengan processor core i3 dan RAM 4 Gb dan Aspire 4741 dengan prosessor Intel Core i3-330M.
Bahan
Bahan yang digunakan pada proses pengujian obstacle yang telah dibuat pada reaktor adalah:
1.Methanol
Methanol yang digunakan adalah methanol teknis dengan tingkat kemurnian 96%.
Minyak sawit yang digunakan adalah palm oil. Kandungan terbesar minyak goreng adalah 40.67% untuk asam palmitat, 49.34% asam
C8-oktadekenoat, dan 4.90 % untuk asam stearat (Fatimah et al, 2009). 3.Gas nitrogen
Gas nitrogen untuk mencegah masuknya minyak dari reaktor kolom gelembung ke dalam pipa methanol maupun pemanas methanol yang dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pipa oleh minyak.
4.Bahan lain
Bahan lain yang digunakan untuk mencuci alat adalah air untuk pencucian alat, Aquades dan sabun pencuci merk Sunlight.
Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan melakukan perancangan obstacle. Obstacle
merupakan suatu rintangan yang diberikan di dalam reaktor kolom gelembung yang diharapkan akan meningkatkan luas permukaan kontak antara gelembung dengan minyak, dan gas holdup akan menjadi optimal sehingga proses produksi biodiesel diharapkan menghasilkan metil ester yang sesuai dengan SNI BIODIESEL NO 723 K/10/DJE/2013 yaitu 96.5%(w/w). Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Identifikasi masalah
Simulasi CFD Eksperimen Alat
biodiesel non katalitik
Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa tahap yaitu tahap perancangan, tahap pembuatan dan perakitan, tahap pengamatan.
1.Tahap perancangan obstacle, meliputi pembuatan gambar detail rancangan
structural obstacle, gambar tiga dimensi obstacle, penentuan ukuran, dan penentuan bahan konstruksi.
2.Tahap pembuatan dan perakitan, meliputi pembuatan obstacle, selanjutnya dilakukan perakitan dibagian sistem produksi biodiesel SMV yaitu didalam reaktor kolom gelembung kemudian dilakukan pengujian alat.
3.Tahap pengamatan, meliputi 2 proses pengamatan yaitu pengamatan hasil simulasi CFD di dalam reaktor kolom gelembung dengan menggunakan perangkat lunak software ANSYS dan pengamatan eksperimen pada proses produksi biodiesel.
Perancangan Obstacle
Rintangan atau hambatan (obstacle) yang dirancang merupakan tipe
perforated plate. Obstacle difungsikan untuk merubah formasi, struktur gelembung (bubble) dan distribusi gelembung, sehingga diharapkan dapat meningkatkan luas permukaan kontak.
Rancangan Fungsional
Obstacle yang dirancang merupakan bagian eksternal pada sistem alat produksi biodiesel non-katalitik yang diberikan dalam reaktor kolom gelembung. Secara fungsional obstacle diberikan di dalam reaktor kolom gelembung, untuk meningkatkan luas permukaan kontak. Jenis obstacle yang dirancang merupakan
perforated plate dengan perbedaan diameter lubang, jarak antar lubang dan pemberian layerobstacle yaitu berjumlah 1 layer dan 2 layer (Gambar 5).
Gambar 5 Dimensi reaktor kolom gelembung
Rancangan Struktural
Bahan, bentuk dan dimensi merupakan faktor penting di dalam perancangan suatu alat, karena pemilihan dari faktor-faktor tersebut di atas akan berdampak pada kinerja alat. Penentuan dimensi dari obstacle yang dirancang, disesuaikan dengan perilaku gelembung dan dimensi reaktor kolom gelembung. Dasar penentuan diameter lubang dan jarak antar lubang berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Behnoosh (2009) dan Wulandani (2010).
1. Diameter reaktor kolom gelembung sebesar 55 mm, hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.
2. Obstacle pada layer pertama memiliki diameter 53 mm dan obstacle layer
kedua memiliki diameter 54 mm. Tinggi dinding obstacle masing-masing yaitu 12 mm.
3. Desain diameter lubang (do) 1 mm (A,C), dan 2 mm (B,D) (Gambar 6) dengan
masing-masing ukuran diameter gelembung yang mungkin terjadi adalah 2.3 mm, dan 2.9 mm dari persamaan 8.
4. Penentuan jarak antar lubang pada perancangan obstacle dilakukan untuk melihat pengaruh perilaku gelembung pada obstacle pada jarak antar lubang yang berbeda. Hal ini dikarenakan perilaku gelembung yang cenderung menyatu atau terjadinya pemecahan antara gelembung (Gambar 7). Penelitian ini dilakukan dengan rancangan jarak antar lubang 7 mm (A,B) dan 10 mm (C,D) (Gambar 6).
Gambar 6 Bentuk Obscale
Gambar 7 Bubble formation at the micro-tubes (jarak = 700 mm),QG = 0.11 cm3.s-1 (Kazakis, 2008)
digunakan adalah 1.5 g.mnt-1 (S) dan 4 g.mnt-1 (E). Dasar penentuan aliran laju
methanol berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh furqon (2011) dan Joelianingsih (2008). Pada ketinggian plat layer ke-1 diberikan ketinggian 36 mm, sedangkan plat layer ke-2 diberikan ketinggian 62.7 mm (Tabel 2 dan Tabel 3). Hal ini dikarenakan oleh perilaku gelembung terutama pada perilaku penggabungan antar gelembung pada ketinggian tersebut.
Tabel 2 Perlakuan rancangan dengan obstacle 1 layer
NO
Tabel 3 Perlakuan rancangan dengan obstacle 2 layer
NO
Eksperimen Biodiesel Non-katalitik pada Berbagai Obstacle
Eksperimen biodiesel non-katalitik dilakukan sebanyak 18 skenario, seperti pada Tabel 2 dan Tabel 3. Eksperimen laboratorium dilakukan untuk mendapatkan hasil kadar ME dan hasil laju produksi biodiesel secara laboratorium. Prosedur pengujian produksi biodiesel non-katalitik dengan berbagai skenario obstacle dilakukan dengan terlebih dahulu memasangkan
obstacle didalam reaktor kolom gelembung. Sedangkan untuk melihat perbandingan penggunaan obstacle dengan non-obstacle terhadap hasil kadar ME dan laju produksi biodiesel dilakukan perlakukan tanpa obstacle (non-obstacle). Pengujian proses produksi biodiesel non-katalitik dimulai dengan mengalirkan nitrogen kedalam reaktor kolom gelelmbung. Selanjutnya dilakukan pengisian minyak goreng sebanyak 200g kedalam reaktor reaktor kolom gelembung. Langkah selanjutnya adalah memanaskan minyak goreng diruang superheater
pada reaktor dengan melakukan pengaturan suhu yang diinginkan dengan cara mengatur tegangan. Setelah suhu yang diinginkan tercapai, pompa methanol
aliran nitrogen ke reaktor kolom gelembung dihentikan. Selanjutnya produk yang dihasilkan ditampung pada gelas penampung (erlenmeyer). Methanol yang tidak ikut bereaksi pada produk selanjutnya dilakukan pemisahan dengan menggunakan alat vacum rotary evaporator. Setelah pemisahan hasil produknya merupakan
metil ester dan gliserol, untuk memisahkan produk gliserol dengan metil ester
dilakukan dengan cara berat jenis masing-masing komponen, dimana gliserol
lebih berat daripada metil ester. Diagram alir eksperimen biodiesel non-katalitik secara detail diperlihatkan pada Gambar 8 dan skema produksi biodiesel non-katalitik metode superheated methanol vapor (SMV) (Gambar 9). Parameter tetap dalam proses pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Parameter tetap yang digunakan dalam proses produksi biodiesel Parameter Nilai Satuan
Uap methanol Suhu 290 oC
Minyak Sawit 200 g
Suhu reaksi 290 oC
Tekanan reaksi 0.1 MPa
Interval waktu pengambilan
sample
Total waktu percobaan
0.5 per skenario
90
jam
jam
Gambar 8 Skema produksi biodiesel non-katalitik metode superheated methanol vapor (SMV)
Pemberian obstacle didalam
Idl
e
Obstacle pemasangan Reaktor
Mengatur heater methanol
CT1=CT2=CT3 = 60 volt CT4 = 70 volt
Dengan suhu CT1 = 100 C, CT2 = 180 C, CT3 = 240 C ,CT4 = 290 C
Nyalakan heater
reaktor (290 C) Alirkan N2
Sample
(methanol, biodiesel dan
gliserol)
Minyak 200 g
Jika heatermethanol 100 C
maka nyalakan pompa methanol Tidak dialirkan N2
Timbang
Sample
Evaporator Sample
dengan suhu 64.5 C
Timbang Sample
biodiesel dan
gliserol
Gambar 9 Diagram pengujian pada alat biodiesel non katalitik
Simulasi CFD Penggunaan Obstacle pada Produksi Biodiesel Non-katalitik
Japan) dengan menggunakan software pendukung ANSYS FLUENT yaitu
GAMBIT. Setelah pembentukan dimensi geometri, maka dilanjutkan dengan proses meshing. Meshing merupakan ikatan-ikatan pembentukan geometri, dimana mesh yang biasa diterima agar iterasi berjalan dengan baik adalah harus memiliki worst element <0.9. Jika hasil mesh yang dihasilkan memiliki worst element <0.9, langkah selanjutnya adalah menentukan kondisi batas (boundary layer) yaitu nilai batas gas methanol dan minyak. Setelah menentukan kondisi batas. Langkah selanjutnya adalah memvisualisasi distribusi fluida dengan iterasi tertentu sesuai dengan target yang diinginkan dengan memasukkan data inputan yang dibutuhkan, dimana akan digunakan software ANSYS FLUENT. Prosedur simulasi penggunaan obstacle pada produksi biodiesel non-katalitik diperlihatkan pada Gambar 10 dan data input simulasi CFD sesuai dengan data input yang digunakan oleh Wulandani (2010) seperti diperlihatkan pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 5 Sifat bahan methanol dan trigliserida pada kondisi temperature (290 oC) No Material Temperature
(oC)
4. Chumpitaz et al. (1999)
Variabel Pengamatan dan Pengukuran
Variabel yang diamati pada tahapan eksperimen produksi biodiesel non-katalitik dan simulasi CFD adalah sebagai berikut;
1. Variabel eksperimen biodiesel non-katalitik adalah kadar metil ester dan laju produk biodiesel terhadap penggunaan obstacle.
2. Variabel simulasi CFD adalah luas permukaan kontak gelembung methanol
yang bersentuhan dengan minyak serta gas holdup yang berhubungan dengan lamanya kontak waktu untuk menghasilkan metil ester.
Pengolahan Data
Untuk melihat perilaku gelembung didalam reaktor kolom gelembung dengan penggunaan obstacle pada pengujian produksi biodiesel non-katalitik, maka hal-hal berikut perlu diketahui.
Perhitungan gas holdup
Gas holdup didefinisikan sebagai rasio volume methanol terhadap total volume methanol dan minyak, yang di tuliskan dalam persamaan (5) (Jeng-Dar, 1991).
Gambar 10 Diagram prosedur simulasi
Perkiraan diameter gelembung.
Perkiraan diameter gelembung yang terjadi oleh diameter lubang pada
obstacle, dapat dihitung dengan persamaan gaya buoyant gelembung (6) dan gaya
surface (7).
Fbuoyant = (6)
Fsurface = (7)
Sehingga persamaan untuk diameter gelembung adalah sebagai berikut;
= [ ] 1/3 (8)
dimana : l = densitas minyak (kg.m-3)
Pembuatan geometri dan meshing
reaktor kolom gelembung
Pengecekan mesh
Mesh baik (<0.9)?
Pendefinisian kondisi batas geometri reaktor kolom
gelembung (inlet, outlet, minyak, dan methanol)
Mesh baik (<0.9)?
Y a
Penentuan kondisi batas (boundary condition)
Proses numerik
Iterasi error? Mulai
Selesai Koreksi input
data Tidak
Tidak
Ya
Tidak
GAMBIT
g = densitas gas (kg.m-3)
= tegangan permukaan (N.m-1) = diameter lubang (m)
= diameter gelembung(m) = grafitasi (m.s-2)
Perhitungan perkiraan kecepatan gelembung
Perhitungan perkiraan kecepatan gelembung dihitung dengan persamaan Davies-Taylor dapat dilihat pada persamaan 9 dengan skala koreksi pada persamaan 12:
(SF) (9)
(10) (11)
(12)
Dimana Vb adalah kecepatan gelembung, db adalah diameter gelembung (m), Dτ
adalah diameter kolom, SF adalah merupakan faktor skala, dan g adalah grafitasi (m.s-2).
Perhitungan gap gas holdup
Gap gas holdup = – x 100 %
Perhitungan gap nilai antara menggunakan obstacle dengan non-obstacle
Gap nilai = –
Gambar 11 Diameter gelembung pada lubang plat (Noel de Nevers, 2005).
liquid
Gas gelembung
plat dengan diameter
lubang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancangan Obstacle
Penelitian ini dilakukan dengan 18 perlakuan (Tabel 2 dan Tabel 3), termasuk skenario non-obstacle. Perlakuan tersebut digunakan sebagai perbandingan antara pengaruh penggunaan obstacle dengan tidak menggunakan
obstacle terhadap kadar ME dan laju produksi biodiesel pada proses produksi biodiesel non-katalitik. Perlakuan tersebut meliputi pengaruh laju aliran, jumlah
layer, diameter lubang serta jarak antar lubang terhadap luas permukaan kontak dan gas holdup. Hasil rancangan obstacle pada perlakuan tersebut diperlihatkan pada gambar 12. Selanjutnya, perlakuan tersebut dinyatakan sebagai skenario untuk menyesuaikan dengan proses simulasi CFD.
.
Gambar 12 Rancangan obstacle
Ukuran diameter plat obstacle lebih kecil 2 mm dari ukuran diameter reaktor kolom gelembung. Pada plat obstacle layer ke-1 diberikan dudukan dengan ketinggian 36 mm, dan plat obstacle layer ke-2 diberikan dudukan dengan ketinggian 12 mm, seperti diperlihatkan pada Gambar 13. Fungsi dudukan adalah untuk mencegah gelembung melewati celah antara dinding reaktor kolom gelembung dengan obstacle. Pemberian dudukan ini diharapkan agar gelembung dapat melewati bagian berlubang dari obstacle.
Obstacle Layer ke-1 Obstacle Layer ke-2
A
B
C
D
A
B
C
D
Gambar 13 Desain obstacle di dalam reaktor kolom gelembung
Simulasi CFD
Pendefinisian Domain
Pada simulasi CFD, geometri reaktor kolom gelembung disesuaikan dengan ukuran dimensi reaktor reaktor kolom gelembung pada alat non-catalytic reaction biodiesel plant model dan geometri 18 skenario obstacle dibuat sesuai dengan rancangan struktural yang kemudian ditempatkan di dalam reaktor kolom gelembung. Setelah pembuatan bentuk geometri masing-masing yaitu obstacle
dan reaktor kolom gelembung, langkah selanjutnya adalah pemberian nama
domain. Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan dihitung dalam simulasi, sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan material dari fluida yang disimulasikan. Domain terdiri atas 2 kelompok, yaitu fluid dan
solid. Domain solid diberikan pada obstacle, dan domain fluid diberikan pada daerah yang dimungkinkan dialiri fluida. Dengan demikian simulasi dapat mendefinisikan pergerakan fluida yang akan mengalir melewati rintangan (obstacle), sehingga dapat memberikan visual distribusi fluida dan mendapatkan luas permukaan kontak antara methanol dengan minyak. Salah satu bentuk grid dari 18 skenario obstacle pada masing-masing obstacle layer 1 dan 2 dapat diperlihatkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Pendefinisian domain pada simulasi CFD Dudukan
Obstaclelayer
ke-2
Obstaclelayer
ke-1
Pipa
methanol Reaktor kolom
Kondisi Awal Simulasi
Pada awal simulasi, kondisi sistem dinyatakan dalam batasan 2 fase yaitu fase uap dan fase cair. Fase uap merupakan uap methanol saat suhu 290 oC, sedangkan untuk fase cair adalah minyak (trigliserida), seperti terlihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Kondisi awal simulasi CFD
Hasil Simulasi
Hasil simulasi dari 18 skenario obstacle yang dilakukan pada penelitian ini difokuskan pada perilaku luas permukaan kontak dan gas holdup.
Pengaruh Obstacle Terhadap Luas Permukaan Kontak.
Umumnya luas permukaan kontak akan meningkat seiring dengan peningkatan aliran massa atau volume fluid (gas methanol) (Nevers Nd, 2005). Hal ini juga terbukti pada penelitian ini, yaitu luas permukaan kontak antara
methanol dan minyak meningkat seiring peningkatan aliran massa fluid Hal ini dapat diperlihatkan pada Gambar 16, Gambar 17, dan Tabel 6. Laju aliran dinyatakan dengan huruf paling belakang pada pengkodean yaitu S dan E, dimana kode S adalah untuk laju aliran gas methanol 1.5 gr.mnt-1 dan kode E laju aliran gas methanol 4 gr.mnt-1.
Pada kondisi laju aliran gas (gas velocity) dan jarak antar lubang yang sama, maka bentuk obstacle yang memiliki ukuran diameter lubang 1 mm yaitu AS, CS, AAS, CCS, AE, CE, AAE dan CCE masing-masing menghasilkan peningkatan luas permukaan kontak yang cenderung lebih tinggi, jika dibandingkan pada
obstacle yang memiliki ukuran diameter lubang 2 mm yaitu BS, DS, BBS, DDS, BE, DE, BBE dan DDE (Tabel 6). Hal ini juga dapat diperlihatkan pada gap antara luas permukaan kontak non-obstacle dengan penggunaan masing-masing
obstacle (Tabel 6). Dengan demikian obstacle yang memiliki diameter kecil dapat memberikan peningkatan luas permukaan kontak yang lebih tinggi daripada
Jika dilihat lebih lanjut pada obstacle berdiameter lubang yang sama, dan laju aliran gas (gas velocity) yang sama, maka bentuk obstacle yang memiliki jarak antar lubang 7 mm yaitu AS, BS, AAS, BBS, AE, BE, AAE, dan BBE memberikan peningkatan luas permukaan kontak yang cenderung lebih tinggi, apabila dibandingkan pada obstacle yang memiliki bentuk jarak antar lubang 10 mm yaitu CS, DS, CCS, DDS, CE, DE, CCE, dan DDE (Tabel 6). Hal ini juga dapat diperlihatkan pada gap antara luas permukaan kontak non-obstacle dengan penggunaan masing-masing obstacle (Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan bahwa
obstacle yang memiliki jarak antar lubang yang semakin dekat memberikan kecenderungan peningkatan luas permukaan kontak antara methanol dan minyak yang lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi karena ketika semakin dekat suatu jarak antar lubang, maka terjadi pemecahan gelembung (lampiran 1(1-18)). Terjadinya pemecahan gelembung diduga akibat energi gelembung yang cukup untuk mencapai pemecahan gelembung, sehingga menjadi bentuk gelembung yang kecil dan menghasilkan luas permukaan kontak yang meningkat dari sebelumnya. Namun ketika tidak memiliki cukup energi untuk tercapai pemecahan gelembung, maka akan terjadi penggabungan gelembung (lampiran 1 (1-18)).
Hasil perhitungan gap antara luas permukaan kontak antara non-obstacle
dengan bentuk obstacle pada 1 layer yang memiliki diameter lubang 1 mm dan pada kecepatan aliran methanol sama menghasilkan luas permukaan kontak yang lebih tinggi daripada bentuk obstacle pada 1 layer yang memiliki diameter lubang 2 mm (Tabel 6). Sedangkan pada gap antara luas permukaan kontak antara non-obstacle dengan bentuk obstacle pada 1 layer yang memiliki jarak antar lubang 7 mm dan pada kecepatan aliran methanol sama memberikan luas permukaan kontak yang lebih tinggi daripada bentuk obstacle pada 1 layer yang memiliki jarak antar lubang 10 mm (Tabel 6). Gap luas permukaan kontak antara non-obstacle dengan bentuk obstacle pada 2 layer tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Tabel 6). Namun hasil gap pada obstacle 1 tetap dapat membuktikan bahwa pengaruh obstacle yang memiliki bentuk diameter lubang kecil dan jarak antar lubang dekat memberikan peningkatan luas permukaan kontak yang cenderung lebih tinggi.
Gambar 16 Luas permukaan kontak pada pengaruh obstacle 1 layer
Gambar 17 Luas permukaan kontak pada pengaruh obstacle 2 layer
Gas Holdup.
Simulasi perilaku gas holdup dilakukan dengan menggunakan persamaan 5. Gas holdup merupakan konsentrasi volume atau massa methanol terhadap total volume methanol dan minyak. Jika diasumsikan bahwa massa methanol didalam minyak adalah konstan selama proses, maka perilaku gas holdup akan selalu meningkat sesuai dengan aliran massa yang diberikan. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 18. Gap gas holdup dihitung melalui perbandingan antara hasil pengukuran laboratorium dengan hasil simulasi CFD. Jika gas holdup dari hasil pengukuran laboratorium digunakan sebagai basis, maka didapatkan gap pada masing-masing obstacle seperti diperlihatkan pada Tabel 7. Gap rata-rata gas
holdup antara hasil simulasi CFD dengan gas holdup pengukuran adalah sekitar 10.07%. Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian Miura (2011), bahwa gap rata-rata gas holdup antara hasil simulasi CFD dan hasil pengukuran laboratorium adalah sekitar 10%. Akan tetapi, kelemahan perhitungan gap antara gas holdup
hasil pengukuran dengan hasil simulasi ini adalah bahwa perhitungan dilakukan hanya pada saat terjadi peningkatan gas holdup hasil simulasi, tanpa mempertimbangkan penurunannya pada akhir proses. Hal ini dilakukan karena jika gas holdup pada simulasi telah mengalami penurunan, maka telah terjadi pengaruh keadaan yang tidak konstan, karena massa aliran methanol di dalam minyak telah keluar atau akibat pengaruh perilaku gelembung. Hal ini dapat diperlihatkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Meskipun demikian, hasil perhitungan ini tetap dapat membuktikan bahwa gap gas holdup hasil pengukuran dengan hasil simulasi yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian Miura (2011). Dengan demikian akurasi antara hasil simulasi CFD dengan pengujian laboratorium sebesar +10.07%.
Tabel 7 Gap gas holdup dari hasil asumsi dengan hasil simulasi
Nama Obstacle Gap (%) Nama Obstacle Gap (%)
AS 10.12 AAS 10.23
BS 10.17 BBS 10.13
CS 10.17 CCS 10.37
DS 10.14 DDS 10.14
Non-Obs (S) 10.13 AAE 10.04
AE 9.91 BBE 9.91
BE 9.91 CCE 9.98
CE 9.92 DDE 9.94
DE 9.91
Gambar 18 Perilaku gas holdup konstan
Gambar 20 Pengukuran gap gas holdup konstan dengan hasil simulasi CFD pada obstacle 2 layers
Hasil perhitungan gap antara gas holdup penggunaan obstacle dengan non-obstacle dapat diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada kecepatan aliran methanol dan jarak antar lubang yang sama pada masing-masing
obstacle, maka bentuk obstacle yang memiliki ukuran diameter lubang 1 mm (A, C, AA dan CC) menghasilkan gas holdup yang lebih tinggi daripada bentuk
obstacle yang memiliki ukuran diameter lubang 2 mm (B, D, BB dan DD). Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian Behnoosh (2009). Sedangkan, pada kecepatan aliran methanol dan diameter lubang yang sama pada masing-masing obstacle, maka bentuk obstacle yang memiliki jarak antar lubang 7 mm (A, B, AA dan BB) menghasilkan gas holdup yang cenderung lebih rendah daripada bentuk obstacle
yang memiliki jarak antar lubang 10 mm (C, D, CC dan DD). Hanya saja, tingginya gas holdup pada obstacle yang memiliki jarak antar lubang 10 mm bukan dikarenakan perilaku gelembung melainkan dikarenakan akibat bentuk
obstacle. Dengan begitu gelembung yang seharusnya mengalir ke arah permukaan minyak ditahan atau dihambat oleh bentuk obstacle tersebut, dan hanya sebagian gelembung yang langsung mengalir ke arah permukaan minyak. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 21 dan pada Lampiran 1 (5, 6, 9, 10, 13, 14, 17 dan 18).
Perilaku gas holdup dari masing-masing obstacle selama berlangsungnya proses diperlihatkan pada Gambar 22 dan Gambar 23. Pada umumnya ketika massa gas methanol masih berada didalam minyak, maka gas holdup selalu meningkat, namun ketika massa gas methanol telah keluar dari minyak, maka nilai gas holdup menurun, sehingga terjadi keseimbangan massa input dan output. Tetapi kondisi keseimbangan ini, selalu memiliki hubungan dengan kondisi perilaku gelembung yaitu penggabungan dan pemecahan gelembung.
Tabel 8 Rata-rata gas holdup pada perubahan waktu
Gambar 22 Perilaku gas holdup pada pengaruh obstacle 1 layer
Gambar 23 Perilaku gas holdup pada pengaruh obstacle 2 layers
Hubungan Luas Permukaan Kontak dengan Gas holdup
Hubungan luas permukaan kontak dengan gas holdup memiliki perilaku yang hampir mirip selama proses (Gambar 24), namun peningkatan gas holdup
tidak selalu memberikan luas permukaan kontak yang lebih tinggi dari perubahan waktu sebelumnya (Gambar 25 dan Gambar 26). Hal ini dikarenakan adanya perilaku penggabungan dan pemecahan gelembung (Behnoosh, 2009), sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Hubungan rata-rata luas permukaan kontak dan gas holdup sebagai pengaruh penggunaan obstacle menunjukkan bahwa
obstacle 1 layer memiliki kecenderungan untuk berkorelasi positif. Demikian pula dengan pengaruh obstacle 2 layer pada laju aliran methanol 1.5 g.mnt-1. Namun
obstacle 2 layer dengan laju aliran methanol 4 g.mnt-1 menunjukkan hubungan yang berkorelasi cenderung negative (Gambar 26). Hal ini diduga karena pengaruh obstacle yang menyebabkan perilaku gelembung selalu berubah terhadap perubahan waktu, sebagaimana dibahas sebelumnya.
Gambar 24 Perilaku gelembung didalam reaktor kolom gelembung.
Gambar 25 Hubungan rata-rata luas permukaan kontak dan gas holdup pada pengaruh obstacle 1 layer
Gambar 26 Hubungan rata-rata luas permukaan kontak dan gas holdup pada pengaruh obstacle 2 layer
Hasil Pengujian Laboratorium
Pengujian laboratorium menghasilkan nilai kadar ME seperti ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan SNI biodiesel menurut keputusan DIREKTUR JENDERAL ENERGI BARU NOMOR: 723 K/10/DJE/2013 kadar metil ester
minimum yang diperlukan adalah sebesar 96.5 % (w/w). Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar ME yang sesuai SNI dihasilkan dari penggunaan
obstacle AAE dengan laju aliran methanol 4 g.mnt-1, yaitu sebesar 98.68%(w/w). laju produksi biodiesel yang dapat dicapai pada kondisi tersebut adalah sebesar 1.62 g.jam-1.
Pada kondisi laju aliran gas (gas velocity) dan jarak antar lubang yang sama, maka bentuk obstacle yang memiliki ukuran diameter lubang 1 mm, dan 1
layer yaitu AS, CS, AE, dan CE akan menghasilkan kadar ME yang cenderung lebih tinggi, jika dibandingkan dengan obstacle yang memiliki ukuran diameter lubang 2 mm yaitu BS, DS, BE, dan DE (Tabel 9). Namun penggunaan obstacle 2
dibandingkan dengan obstacle yang memiliki ukuran diameter lubang 2 mm yaitu BBS, DDS, BBE dan DDE (Tabel 9). Jika dilihat pada obstacle berdiameter lubang dan kondisi laju aliran gas (gas velocity) yang sama, 1 layer, maka bentuk
obstacle yang memiliki jarak antar lubang 7 mm pada kecepatan 1.5 g.mnt-1 yaitu AS, dan BS, akan memberikan kadar ME yang cenderung menurun, apabila dibandingkan dengan obstacle yang memiliki bentuk jarak antar lubang 10 mm yaitu CS, dan DS (Tabel 9). Sedangkan pada kondisi bentuk obstacle berdiameter lubang dan kondisi laju aliran gas (gasvelocity) yang sama, 1 layer, maka bentuk
obstacle yang memiliki jarak antar lubang 7 mm pada laju aliran 4 g.mnt-1 yaitu AE, dan BE, memberikan kadar ME yang cenderung meningkat, apabila dibandingkan dengan obstacle yang memiliki jarak antar lubang 10 mm yaitu CE, dan DE (Tabel 9). Pada kondisi obstacle berdiameter lubang dan laju aliran gas (gas velocity) yang sama, 2 layer, maka bentuk obstacle yang memiliki jarak antar lubang 7 mm pada kecepatan 1.5 g.mnt-1 yaitu AAS, dan BBS akan memberikan kadar ME yang cenderung meningkat, apabila dibandingkan dengan obstacle yang memiliki jarak antar lubang 10 mm yaitu CCS, dan DDS (Tabel 9). Sedangkan pada kondisi obstacle berdiameter lubang dan kondisi laju aliran gas (gas velocity) yang sama, 2 layer, maka bentuk obstacle yang memiliki jarak antar lubang 7 mm pada kecepatan aliran 4 g.mnt-1 yaitu AAE, dan BBE akan memberikan kadar ME yang cenderung menurun, apabila dibandingkan pada obstacle yang memiliki bentuk jarak antar lubang 10 mm yaitu CCE, dan DDE (Tabel 9). Pada kondisi
obstacle berdiameter lubang, laju aliran gas (gas velocity), jarak antar lubang yang sama, maka bentuk obstacle yang memiliki 2 layer mm yaitu AAS, BBS, CCS, DDS, AAE, BBE, CCE, dan DDE akan memberikan kadar ME yang cenderung meningkat, apabila dibandingkan dengan obstacle yang memiliki 1 layer yaitu AS, BS, CS, DS, AE, BE, CE, dan DE (Tabel 9).
Secara umum dapat dinyatakan bahwa pengaruh berbagai perlakuan yang diterapkan terhadap kadar ME menunjukkan variasi yang cukup besar. Perlakuan tanpa obstacle menunjukkan bahwa peningkatan laju aliran metanol menghasilkan kadar ME yang cenderung tinggi. Namun penggunaan obstacle menunjukkan bahwa peningkatan laju aliran metanol justru menyebabkan penurunan kadar ME (Tabel 9). Ketidak-teraturan respon nilai kadar ME yang diperoleh dari perlakuan laju aliran dan konfigurasi bentuk obstacle akan dijelaskan secara khusus pada bagian berikut. Penjelasan dilakukan dengan mengambil salah satu bentuk
obstacle yang memberi respon terbaik dan didasarkan pada luas permukaan kontak serta gas holdup yang dihitung berdasarkan simulasi CFD.
Korelasi Hasil Simulasi CFD terhadap Hasil Pengujian Laboratorium
Hubungan luas permukaan kontak dengan kadar ME.
Tabel 9 Hasil kadar ME dari berbagai tipe obstacle
Tipe Obstacle Kadar ME (%(w/w)) Laju Produksi Biodiesel (g.jam-1)
Gambar 27 Hubungan luas permukaan kontak dengan kadar ME.
Hubungan gas holdup dengan hasil kadar ME.
Behnoosh (2009) menyatakan bahwa pada kondisi laju aliran gas (gas velocity) sama, makarintangan berbentuk porous plate dengan diameter pori kecil akan menghasilkan gelembung berdiameter kecil, daripada rintangan yang berbentuk perforated plate. Dengan begitu porous plate memiliki gas holdup
lebih tinggi dibandingkan dengan rintangan berbentuk perforated plate. Hal ini juga terbukti pada penelitian ini. Obstacle AAE yang memiliki pori lebih banyak dan lebih rapat daripada obstacle BBE menghasilkan gas holdup yang lebih besar.
S
Hal ini menunjukkan bahwa gelembung yang disebabkan oleh obstacle AAE lebih menyebar dari pada gelembung yang dihasilkan oleh obstacle BBE. Penyebaran gelembung tersebut menyebabkan waktu kontak (contact time) antara gas
methanol dengan minyak pada reaktor yang diberi obstacle AAE lebih lama daripada obstacle BBE (Gambar 28). Sebagai akibatnya, gas holdup yang lebih tinggi memberikan kadar ME tinggi. Kondisi ini juga berkaitan erat dengan pembentukan luas permukaan kontak antara gas metanol dengan minyak.
Gambar 28 Sebaran gas holdup perilaku gelembung pada obstacle AAE dan obstacle BBE selama 1 s
Hubungan luas permukaan kontak dan gas holdup terhadap kadar ME.
Hubungan luas permukaan kontak dan gas holdup terhadap kadar ME untuk
obstacle AAE dan obstacle BBE, dapat dijelaskan dengan Gambar 29.
Gambar 29 menunjukkan bahwa obstacle AAE dan BBE memiliki luas permukaan kontak tidak berbeda terlalu besar, tetapi memiliki gas holdup yang berbeda. Gas holdup untuk obstacle AAE lebih besar, serta menghasilkan kadar ME yang juga lebih besar, dari obstacle BBE. Hal ini menunjukkan obstacle AAE memiliki waktu kontak yang lebih lama serta sebaran luas permukaan kontak yang cukup tinggi daripada obstacle BBE. Kondisi ini juga menyebabkan obstacle
AAE memberikan hasil kadar ME yang lebih tinggi daripada obstacle lainnya. Dari bahasan tersebut dapat diduga bahwa luas permukaan kontak saja, serta perbedaannya yang tidak terlalu besar, tidak cukup menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan reaksi. Berlangsungnya reaksi membutuhkan waktu kontak yang memadai antara methanol dengan minyak, yang dapat dinyatakan dengan parameter gas holdup.
Perkiraan gelembung yang terjadi di dalam reaktor kolom gelembung
Obstacle AAE berbeda dari obstacle BBE hanya dalam hal diameter pori, yang pada prinsipnya diharapkan akan memberi ukuran (diameter) gelembung yang berbeda. Pada dasarnya, diameter gelembung akan menentukan luas permukaan kontak, dengan hipotesa bahwa diameter gelembung yang lebih kecil akan menghasilkan luas permukaan kontak yang lebih besar. Perkiraan diameter gelembung yang diharapkan terjadi sebagai akibat ukuran pori pada obstacle
dapat dihitung dengan persamaan 8 dan 9, dan hasilnya diperlihatkan pada Tabel 10.
Tabel 10 Perhitungan diameter kritis gelembung Tipe
obstacle AAE lebih kecil dari obstacle BBE sebagai akibat dari ukuran pori yang lebih kecil. Hal ini juga diperlihatkan dari hasil visual simulasi pada Gambar 30 atau visual dari Lampiran 1 (15, dan 16). Tetapi, dalam perjalanannya ke permukaan minyak, gelembung dapat mengalami pemecahan atau penggabungan yang menyebabkan perubahan ukuran gelembung, sebagaimana dijelaskan sebagai perilaku gelembung pada bagian sebelumnya.
Meskipun kadar ME yang dihasilkan lebih tinggi, laju produksi biodiesel dapat mengalami penurunan karena besarnya gas holdup atau lamanya waktu kontak. Hal ini juga dinyatakan oleh Miura (2011) bahwa tingginya waktu kontak memberikan efek negatif pada laju produksi biodiesel. Namun, Solikhah (2012) menyatakan bahwa tidak selamanya hasil produksi biodiesel yang lebih rendah diakibatkan oleh peningkatan waktu kontak. Dengan demikian, pengaruh gas
gelembung yaitu faktor kecepatan gelembung di dalam minyak dan diameter gelembung (luas permukaan kontak gelembung).
Gambar 30 Visual simulasi gelembung pada pengaruh obstacle AAE dan obstacle BBE
Krishna (2001) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara kecepatan gelembung dengan diameter gelembung. Jika perilaku tersebut dihubungkan dengan gas holdup yang terjadi, maka ketika gelembung yang dihasilkan memiliki diameter berukuran kecil dan menghasilkan gas holdup yang tinggi, maka kemungkinan terjadi tumbukan efektif yang tinggi. Sebaliknya jika diameter gelembung berukuran besar dan gas holdup rendah, maka tumbukan efektif rendah. Sebagai contoh pertama, ketika gas yang diberikan pada detik pertama memiliki gelembung berdiameter besar yang berkorelasi dengan kecepatan, maka gas pada detik kedua mungkin tidak bisa melakukan tumbukan terhadap gelembung detik pertama yang memiliki luas permukaan kontak yang sedang bereaksi, sehingga kemungkinan reaksi yang diinginkan tidak tercapai (Gambar 31). Contoh kedua, ketika gelembung pertama berdiameter kecil dalam jumlah yang sama dari laju alir yang diberikan, maka ada kesempatan untuk melakukan tumbukan yang cukup untuk menghasilkan laju reaksi yang diinginkan (Gambar 32). Dengan demikian, perilaku gelembung yaitu penggabungan gelembung dan pemecahan gelembung memiliki hubungan terhadap tumbukan yang efektif atau tidak terjadi tumbukan efektif terhadap perubahan waktu. Untuk itu masih perlu dilakukan penelitian terhadap perilaku gelembung, karena gelembung selalu berubah pada perubahan waktu, sehingga luas permukaan kontak pun mengalami perubahan posisi.
Gambar 31 Perilaku gelembung contoh 1
Gambar 32 Perilaku gelembung contoh 2
0 s 0.125s s
0.25 0.375 s
0.5 0.525s s
s Satuan
0 s 0.125s s
0.25 0.375 s
0.5 0.525s s