• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat serta Efek Residunya pada Produksi Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat serta Efek Residunya pada Produksi Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BERBAGAI CARA PEMBERIAN BAHAN

HUMAT SERTA EFEK RESIDUNYA PADA PRODUKSI

KANGKUNG DARAT (

Ipomoea reptans

Poir.)

ANDRE DANI MAWARDHI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat serta Efek Residunya pada Produksi Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Andre Dani Mawardhi

(4)

ABSTRAK

ANDRE DANI MAWARDHI. Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat serta Efek Residunya pada Produksi Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) Dibimbing oleh SUWARDI dan DYAH TJ SURYANINGTYAS.

Penggunaan bahan humat belum banyak diterapkan pada budidaya sayuran. Di samping itu, cara pemberian bahan humat perlu dipelajari mengingat bahan humat mudah larut dalam air dan diberikan dalam jumlah kecil. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian bahan humat dengan berbagai cara terhadap produksi kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) pada beberapa musim tanam serta menerangkan mekanisme pengaruh tersebut pada tanaman dan tanah. Hasil menunjukkan bahwa aplikasi bahan humat dengan carrier zeolit merupakan cara pemberian terbaik dalam meningkatkan produksi terutama di dua musim tanam pertama. Peningkatan tersebut didukung oleh stimulasi tinggi tanaman, panjang daun, dan jumlah daun. Pada akhir musim tanam ketiga, tidak terdapat perubahan sifat kimia tanah akibat perlakuan yang diberikan. Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit secara ekonomis lebih menguntungkan dibandingkan cara pemberian yang lain. Mekanisme peningkatan produksi kangkung darat terutama diperoleh melalui perbaikan kondisi perakaran seperti yang terlihat dari biomassa akar sehingga serapan N, P, dan Fe lebih baik.

Kata kunci: bahan humat, efek residu, kadar hara, kangkung darat, zeolit

ABSTRACT

ANDRE DANI MAWARDHI. The Effect of Various Methods on Application of Humic Substances and Their Residual Effect on Production of Kangkung Darat

(Ipomoea reptans Poir.). Supervised by SUWARDI and DYAH TJ

SURYANINGTYAS.

Application of humic substances has not been well-implemented in horticultural cultivation. In the other hand, methods on application of humic substances need to be examined due to their solubility in water and little amount required on application. The research was conducted in order to study the effect of various methods of application of humic substances on production of Ipomoea reptans Poir. in several growing seasons and also to describe their mechanism in increasing plant and soil properties. Results show that the application of humic substances carried by zeolite was the best method in increasing plant yields especially at first two planting times. This increasing was supported by stimulation in plant height, number of leaves and length of leaf. After the third planting time, there was no change in soil chemical properties affected by the treatments. The application of humic substances carried by zeolite gave more profit compared to other methods. The mechanism of increasing plant yield by the ameliorants especially resulted by enhancements in rhizosphere i.e. root biomass can uptake nutrients such as N, P, and Fe were better than in other methods. Keywords: humic substances, Ipomoea reptans Poir., nutrient content, residual

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PENGARUH BERBAGAI CARA PEMBERIAN BAHAN

HUMAT SERTA EFEK RESIDUNYA PADA PRODUKSI

KANGKUNG DARAT (

Ipomoea reptans

Poir.)

ANDRE DANI MAWARDHI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat serta Efek Residunya pada Produksi Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) Nama : Andre Dani Mawardhi

NIM : A14090078

Disetujui oleh

Dr Ir Suwardi, MAgr Pembimbing I

Dr Ir Dyah Tj Suryaningtyas, MApplSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah bahan humat, dengan judul Pengaruh Berbagai Cara Bahan Humat serta Efek Residunya pada Produksi Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.)

Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr Ir Suwardi, MAgr atas ide penelitian serta arahan yang diberikan sejak awal penelitian ini dilakukan sampai dapat diselesaikannya penelitian ini. 2. Ibu Dr Ir Dyah Tj Suryaningtyas MApplSc atas bimbingan dan masukan yang

diberikan selama penelitian dilakukan hingga terselesaikannya penelitian ini. 3. Bapak Dr Ir Gunawan Djajakirana, MSc atas kritikan dan masukan yang

diberikan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

4. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang telah memberikan beasiswa sepanjang menempuh pendidikan di IPB.

5. Kedua orang tua, kedua kakak, dan Rodearni Simarmata atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama menjalankan studi serta seluruh mahasiswa Manajemen Sumberdaya Lahan IPB angkatan 2009 atas semangat yang diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Bahan Humat 3

Zeolit 5

Kangkung Darat 6

Latosol 7

METODE 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Bahan dan Alat 8

Rancangan Penelitian 9

Pelaksanaan Penelitian 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat terhadap Produksi

Kangkung Darat di Musim Tanam Pertama 11

Efek Residu dari Pemberian Bahan Humat denganBerbagai Cara terhadap Produksi Kangkung Darat di Musim Tanam Kedua dan Ketiga 13 Mekanisme Peningkatan Produksi Kangkung Darat Melalui Pemberian

Bahan Humat dengan Berbagai Cara 17

Analisis Usaha Tani Kangkung Darat dengan Berbagai Cara Pemberian

Bahan Humat 22

KESIMPULAN DAN SARAN 23

Kesimpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap pertumbuhan kangkung darat 4 MST pada musim tanam pertama 12 2 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap pertumbuhan

kangkung darat 4 MST pada tiga musim tanam 14

3 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap kandungan C-org dan

nilai KTK tanah di akhir musim tanam ketiga 16

4 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap serapan N, P, dan Fe

oleh kangkung darat pada tiga musim tanam 20

5 Biaya tetap usaha tani kangkung darat 22

6 Analisis keuntungan bersih dari berbagai cara penggunaan bahan humat pada budidaya kangkung darat selama tiga musim tanam 22

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian lapang 8

2 Dokumentasi saat uji lapang (a) petak percobaan dan (b) penanaman

kangkung darat 10

3 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap produksi kangkung

darat di musim tanam pertama 11

4 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap produksi kangkung

darat pada tiga musim tanam 13

5 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap produksi total

kangkung darat pada tiga musim tanam 14

6 Mekanisme penyerapan bahan humat oleh tanaman (a) Bahan humat disemprotkan di daun. (b) Bahan humat disiram di tanah. (c) Bahan

humat dengan carrier zeolit 17

7 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap bobot akar kering

kangkung darat pada tiga musim tanam 18

8 Sketsa akar tanaman pada (a) kontrol dan (b) setelah diberi bahan humat dengan carrier zeolit. (c) Perbandingan akar tanaman antar

perlakuan di lapang 19

DAFTAR LAMPIRAN

A. TABEL

1 Hasil analisis bahan humat 26

2 Karakteristik zeolit 26

3 Sifat kimia tanah pada awal penelitian 27

4 Hasil sidik ragam produksi kangkung darat pada tiga musim tanam 28 5 Hasil sidik ragam tinggi kangkung darat 4 MST pada tiga musim tanam 28 6 Hasil sidik ragam panjang daun kangkung darat 4 MST pada tiga

musim tanam 29

7 Hasil sidik ragam jumlah daun kangkung darat 4 MST pada tiga musim

tanam 29

(11)

9 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap serapan hara makro

kangkung darat pada tiga musim tanam 31

10 Hasil sidik ragam serapan hara makro kangkung darat pada tiga musim

tanam 32

11 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap serapan hara mikro

kangkung darat pada tiga musim tanam 34

12 Hasil sidik ragam serapan hara mikro kangkung darat pada tiga musim

tanam 35

13 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap sifat kimia tanah di

akhir musim tanam ketiga 37

14 Hasil sidik ragam sifat kimia tanah setelah panen musim tanam ketiga 37

B. GAMBAR

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar kawasan di Indonesia khususnya bagian barat didominasi oleh daerah beriklim tropika basah. Ciri utama daerah ini adalah curah hujan yang tinggi sehingga proses pencucian hara semakin intensif terjadi. Pemiskinan hara dalam kompleks tanah mengakibatkan tanah bereaksi masam. Dalam kondisi demikian, sebagian hara seperti P, K, Ca, dan Mg yang dibutuhkan tanaman berada dalam jumlah sedikit. Masalah utama yang dihadapi lainnya yaitu proses mineralisasi bahan organik berjalan dengan cepat dan hanya sedikit humus yang terbentuk terlebih pada dataran rendah (Tan 2008).

Penurunan kandungan bahan organik di dalam tanah akibat praktik pengolahan tanah intensif mengakibatkan tanah menjadi tidak optimal dalam menunjang pertumbuhan tanaman dan kurang responsif terhadap pemupukan. Pengembalian sisa tanaman untuk meningkatkan kadar bahan organik tanah masih jarang dilakukan oleh sebagian besar petani. Sementara itu, dosis pupuk organik yang dibutuhkan cukup besar, umumnya mencapai kisaran ton per hektar. Hal tersebut dianggap kurang praktis bagi petani dalam mencari sumber pupuk organik dalam jumlah banyak maupun saat pemberiannya di lapang.

Akhir-akhir ini dikembangkan alternatif dalam rangka mempermudah aplikasi bahan organik, yaitu ekstraksi bahan tersebut menjadi senyawa humat. Salah satu sumber ekstrak bahan organik ialah lignit. Lignit yang sering pula disebut brown coal merupakan batubara dengan kadar energi terendah dibandingkan tipe batubara lainnya. Bahan humat juga dapat diekstrak dari gambut, kompos sisa tanaman, dan sampah dapur (Dariah dan Nurida 2011). Sebagian kecil bahan humat juga dapat diekstrak dari perairan (Malcolm 1990) dan endapan limbah(Boyd dan Sommers 1990).

Bahan humat dicirikan oleh strukturnya yang kompleks, bobot molekul yang tinggi, resisten terhadap dekomposisi, koloidal, dan berwarna coklat kehitaman (Stevenson 1982). Bahan humat menyusun sebagian besar bahan organik tanah serta memiliki peranan penting dalam ekosistem (Zech et al. 1990) termasuk pengaruhnya pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah serta pertumbuhan tanaman (Chen dan Aviad 1990; Eyheraguibel et al. 2008; Baskoro 2010).

(14)

2

Aplikasi bahan humat dengan berbagai cara masih belum banyak dipelajari khususnya pada sayuran. Begitu pula dengan efek residunya dalam beberapa masa musim tanam masih belum banyak diteliti. Efek residu menjadi penting dalam rangka mengetahui lamanya suatu bahan yang tersisa berada di dalam tanah dan masih dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati pengaruh berbagai cara penambahan bahan humat baik langsung ke tanah dan tanaman serta menggunakan bahan pembawa berupa zeolit pada musim tanam pertama terhadap produksi kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) Efek residu dari berbagai cara tersebut terhadap tanaman dan sifat kimia tanah pada masa tanam berikutnya juga diteliti.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana respon produksi kangkung darat terhadap berbagai cara pemberian bahan humat di musim tanam pertama?

2. Apakah berbagai cara pemberian bahan humat pada musim tanam pertama masih berpengaruh pada produksi kangkung darat di musim tanam berikutnya?

3. Bagaimana mekanisme peningkatan produksi oleh pemberian bahan humat dengan berbagai cara baik ditinjau secara langsung pada tanaman maupun pada perbaikan sifat kimia tanah?

4. Berapa besar keuntungan ekonomi yang diperoleh dari usaha tani kangkung darat dengan berbagai cara pemberian bahan humat selama tiga musim tanam?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat pada produksi kangkung darat di musim tanam pertama serta efek residunya di dua musim tanam berikutnya. Penelitian ini bertujuan pula menerangkan mekanisme peningkatan produksi kangkung darat baik secara langsung pada tanaman maupun pada perbaikan sifat kimia tanah setelah pemberian bahan humat dengan berbagai cara. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan menghitung keuntungan ekonomi yang diperoleh dari usaha tani kangkung darat pada masing-masing cara pemberian bahan humat tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Humat

Tanah tersusun atas berbagai fraksi yaitu bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan organik umumnya dijumpai dalam jumlah sedikit akan tetapi perannya bagi kesuburan tanah sangatlah penting. Bahan organik di dalam tanah mineral berkisar antara 1% sampai 6%. Kandungan yang lebih besar dijumpai pada tanah organik yakni sekitar 12-18% bahkan lebih (Brady dan Weil 2008).

Humus yang merupakan bahan organik tanah terlapuk sempurna terbagi menjadi dua grup, yaitu bahan tidak terhumifikasi dan bahan terhumifikasi. Golongan pertama meliputi karbohidrat, asam amino, protein, lipid, lignin, asam nukleat, pigmen, hormon dan berbagai asam organik hasil perombakan sisa tumbuhan atau hewan. Golongan kedua terbentuk sepanjang proses dekomposisi lanjut dari konstituen bahan tidak terhumifikasi dan terdiri dari senyawa kompleks meliputi fraksi humin, fraksi asam humat, dan fraksi asam fulvik. Pembagian fraksi tersebut didasarkan pada kelarutannya dalam kondisi basa dan asam (Stevenson 1982).

Elemen yang menyusun bahan humat utamanya adalah C dan O sedangkan sebagian kecil terdiri dari H, N, dan S. Bahan humat memiliki sejumlah gugus fungsional di antaranya karboksil, hidroksil, karbonil, dan sejumlah grup amino (Tan 2003). Gugus fungsional ini memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi dan mampu membentuk ikatan kompleks dengan logam. Besarnya KTK pada bahan humat tergantung oleh disosiasi H+dari gugus –COOH dan –OH sehingga dapat berubah-ubah sesuai reaksi di dalam tanah. Nilai KTK dari bahan humat dapat meningkat beberapa kali lipat dari pH 3 hingga 10 (Oades 1989). Sebagai makromolekul heterogen, senyawa humat memiliki bobot molekul berkisar dari 2 600-1 360 000 Da dan radius molekul berkisar dari 0.57-1.78 nm (Tan 2003).

Bahan humat dapat dengan mudah diperoleh dari berbagai ekosistem baik daratan maupun perairan. Ayuso et al. (1996) mengekstrak senyawa humat dari endapan limbah, kompos, gambut, dan leonardit dan diperoleh ratio C:N yang beragam. Leonardit memiliki ratio C:N tertinggi yaitu sebesar 52.7 dan endapan limbah mengandung ratio C:N paling rendah yaitu sebesar 6.3. Hasil berkebalikan diperoleh pada ratio gugus –OH:-COOH yakni leonardit sebesar 0.40 dan endapan limbah sebesar 1.39. Kandungan C-organik pada bahan humat yang diekstrak dari pupuk kandang, sampah rumah tangga, gambut, dan batubara muda menunjukkan variasi yang cukup besar berkisar dari 25.37% sampai 50.20% dan kandungan N relatif sama yakni 1.05-1.53% (Dariah dan Nurida 2011).

(16)

4

Senyawa humat menstimulasi pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme yang tampak dari beberapa parameter antara lain tinggi tanaman, bobot akar, bobot tajuk, panjang akar, jumlah daun, jumlah buah, dan jumlah bunga. Hasil penelitian yang dilakukan Arancon et al. (2006) menunjukkan bahwa senyawa humat dari kotoran sapi, sampah dapur, dan vermikompos meningkatkan bobot kering akar marigolds, cabai, dan strawberi. Jumlah bunga dan buah pada tanaman cabai juga lebih banyak setelah penambahan asam humat dari sampah dapur dibandingkan kontrol. Senyawa humat juga dapat meningkatkan tinggi tanaman dan luas daun pada tomat seiring penambahan dosis yang diberikan walaupun pada dosis yang sangat tinggi tidak berbeda nyata terhadap kontrol (Atiyeh et al. 2002).

Proses fisiologis dan metabolisme pada jaringan tanaman merupakan mekanisme penting bagi senyawa humat dalam mendorong pertumbuhan tanaman. (Trevisan et al. 2010). Asam humat dan asam fulvat yang diabsorb oleh tanaman mampu meningkatkan permeabilitas sel sehingga serapan hara turut meningkat. Fotosintesis dan respirasi tanaman cenderung meningkat pada tanaman yang diberikan senyawa humat. Peran penting lainnya dari senyawa humat adalah dalam sintesis protein dan asam nukleat serta dalam aktivitas enzim (Chen dan Aviad 1990). Selain itu, senyawa humat dianggap memiliki aktivitas yang mirip dengan hormon auxin (Nardi et al. 2002).

Senyawa humat sebagai konstituen dari bahan organik tanah juga berpengaruh terhadap sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Peningkatan kadar C-org terdapat pada tanah yang diberi bahan humat (Dewi 2012). Nilai N total tanah yang diberi bahan humat cenderung lebih besar dibandingkan kontrol (Hermawan 2012). Tanah yang diberi senyawa humat juga mengandung P dan K lebih besar dibandingkan dengan kontrol (Tahir et al. 2010). Ikatan kompleks dan khelat yang terbentuk antara senyawa humat dan logam-logam (Fe, Cu, Mn, Zn) berdampak pada ketersediaan hara mikro bagi tanaman (Chen dan Aviad 1990). Salah satu sifat fisik tanah yang dipengaruhi oleh penambahan bahan humat adalah kemampuan mengikat air. Tanah yang diberi bahan tersebut cenderung mampu mengikat air lebih baik dibandingkan kontrol dan dalam waktu yang relatif lebih lama (Baskoro 2010). Sebagai bahan yang kaya akan sumber energi, adanya senyawa humat pada tanah dapat menjadi makanan bagi mikroorganisme. Alhasil, kondisi biologis di dalam tanah menjadi lebih aktif (Tan 2003). Seluruh efek posistif ini secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

(17)

5

Zeolit

Zeolit merupakan mineral kristalin aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali dan alkali tanah. Mineral ini memiliki struktur kristal tiga dimensi yang sangat panjang. Karakteristik yang melekat pada zeolit adalah kemampuannya untuk terhidrasi dan terdehidrasi secara reversible tanpa terjadi perubahan berarti pada strukturnya. Zeolit ditemukan pertama kali pada tahun 1756 oleh ahli mineralogi Swedia bernama Axel Cornstedt. Kata “zeolit” berasal dari bahasa Yunani yang berarti batu mendidih. Sekitar 50 jenis mineral zeolit telah ditemukan di alam dan setidaknya 150 jenis zeolit telah disintesis di laboratorium. Beberapa jenis zeolit yang umum ditemukan di alam adalah analsim, chabazit, clinoptilolit, erionit, heulandit, laumonit, mordenit, dan phillipsit (Ming dan Mumpton 1989).

Serupa dengan kuarsa dan feldspar, zeolit memiliki kerangka tiga dimensi yang tersusun oleh SiO44- tetrahedra yang dihubungkan satu sama lain oleh atom

O. Sebagian Si quadrivalen dapat digantikan Al trivalen yang menyebabkan elektron pada struktur bertambah. Kation alkali dan alkali tanah, umumnya Na+, K+, Ca2+, dan Mg2+, kemudian mengisi kekurangan muatan positif tersebut. Gottardi (1978) menyusun rumus umum untuk zeolit sebagai berikut:

( )(Al Si ).

di mana M+ dan M2+ secara berurutan adalah kation monovalen dan kation divalen. Kation yang pertama merupakan kation dapat dipertukarkan sedangkan kation yang kedua merupakan penyusun struktur zeolit bersama dengan atom O. Kadangkala Ca2+, Sr2+, Ba2+, Mg2+ juga ditemukan dominan sebagai kation dapat dipertukarkan pada beberapa jenis zeolit (Ming dan Mumpton 1989).

Zeolit dengan struktur kristalinnya merupakan bahan adsorben yang khas mengingat volume pori yang dimiliki sekitar 20-50% dan luas permukaan mencapai 1x105 m2 tiap kilogram mineral tersebut. Molekul dengan diameter lintang yang cukup kecil mampu melewati lubang-lubang (0.3-1.0 nm) pada mineral zeolit dan menempati rongga-rongga di dalamnya. Selain itu, ion dengan radius tertentu juga dapat menempati rongga dengan proses yang tidak jauh berbeda. Molekul maupun ion dengan ukuran yang lebih besar maka tidak akan mampu mengisi rongga zeolit. Ming dan Mumpton (1989) menamakan sifat unik ini sebagai chemical sieving.

Karakteristik utama zeolit yang berkaitan dengan strukturnya ialah KTK yang tinggi. Kation dapat dipertukarkan dari zeolit diperoleh saat kerangka tetrahedral yang disusun oleh Si digantikan oleh Al (terkadang Fe3+) sehingga terjadi kelebihan muatan negatif dan kemudian diimbangi oleh kation alkali maupun alkali tanah agar muatan mineral tetap netral. Berdasarkan hal tersebut, maka semakin besar substitusi yang terjadi oleh Al dan Fe bagi Si semakin besar pula KTK dan kation dapat dipertukarkan pada zeolit. Ming dan Mumpton (1989) mencontohkan, zeolit Linde A dengan ratio Si:Al sebesar 1:1 memiliki KTK sekitar 540 cmol(+) kg-1, sebaliknya mordenit dengan ratio Si:Al lebih besar yakni 4.2-5.0:1 hanya memiliki KTK sekitar 220 cmol(+) kg-1. Meskipun demikian, KTK zeolit umumnya berkisar antara 200-300 cmol(+) kg-1, atau dua hingga tiga kali lipat dari KTK smektit dan vermikulit.

(18)

6

mengurangi bau pada pengomposan, dan bahan media tumbuh tanaman (Suwardi 2000). Penambahan zeolit secara nyata dapat meningkatkan KTK pada tanah Ultisol dan Entisol serta sangat nyata meningkatkan kalium dapat dipertukarkan pada Ultisol, Entisol, dan Andisol. Oleh karena strukturnya yang stabil di dalam tanah maka sekali pemberian zeolit terutama di tanah-tanah marginal, hasilnya dapat dirasakan untuk beberapa tahun kemudian (Suwardi 2000). Efisiensi pemupukan N dengan pencampuran zeolit melalui mekanisme penjerapan ammonium yang dikeluarkan oleh pupuk pada struktur zeolit sehingga potensi kehilangan N karena pencucian volatilisasi dapat berkurang (Suwardi 2000; Malekian et al. 2011;Gholamhoseini et al. 2013).

Kapabilitas mineral zeolit sebagai pembenah tanah dan perannya dalam efisiensi pemupukan secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman menjadi lebih baik. Malekian et al. (2011) melaporkan pemberian clinoptilolit maupun surfactant-modified zeolit dapat meningkatkan kadar N pada biji, bobot brangkasan, dan serapan N jagung. Produksi jagung juga meningkat seiring penambahan dosis dari 9 ton ha-1 menjadi 27 ton ha-1. Pupuk kandang yang dicampur zeolit juga menghasilkan produksi yang lebih besar pada bunga matahari karena kombinasi tersebut dapat berperan sebagai pupuk tersedia lambat (Gholamhoseini et al. 2013). Peningkatan bobot gabah sebesar 8% hingga 20% diperoleh ketika zeolit ditambahkan ke dalam pupuk urea (Suwardi 2000).

Kangkung Darat

Kangkung (Ipomoea spp.) merupakan salah satu sayuran daun yang tergolong ke dalam famili Convolvulaceae. Berdasarkan tempat tumbuhnya, secara umum kangkung dibagi menjadi kangkung air (Ipomoea aquatica Forssk.) dan kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) Meskipun demikian, kangkung darat tetap membutuhkan pengairan yang cukup agar dapat tumbuh secara baik.

Kangkung darat memiliki beragam varietas di antaranya kangkung Grand, Bangkok LP-1, Bisi, Serimpi, dan Sutera. Umumnya, varietas-varietas tersebut memiliki ciri morfologi yang serupa yaitu pertumbuhan tanaman tegak, seragam, warna daun dan batang hijau, bentuk daun lonjong atau lancip, tinggi tanaman mencapai 20-30 cm (Wahyudi 2010).

Syarat tumbuh bagi tanaman kangkung tidaklah sulit. Faktor pembatas yang penting dalam budidaya sayuran tersebut ialah kecukupan air. Kangkung darat dapat ditanam baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Tidak ada jenis tanah yang khusus bagi budidaya kangkung namun pH tanah optimum untuk pertumbuhan adalah sekitar 5.5 – 6.5. Waktu tanam yang baik adalah pada musim hujan (Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian 2012).

Tanaman yang merupakan sumber provitamin A ini sebaiknya ditanam pada lokasi terbuka dan memperoleh sinar matahari langsung, namun juga dapat ditanam di tanah rawa yang drainase airnya tidak lancar. Kangkung darat dapat dipanen setelah berumur 20-30 hari yang biasanya dengan cara dicabut beserta akarnya.

(19)

7 pertama dengan aplikasi pupuk kandang dan pada musim berikutnya hanya mencapai 6.94-8.11 ton ha-1 tanpa pemberian pupuk kandang lagi. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Hortikultura (2013) rata-rata hasil panen kangkung dalam negeri hanya 6.38 ton ha-1 di tahun 2011. Masih kecilnya hasil panen kangkung dalam negeri dibandingkan potensi produksinya menandakan perlu dilakukan upaya peningkatan produksi sayuran ini yang salah satunya dapat dicapai dengan penambahan pupuk maupun bahan pembenah tanah. Pemberian pupuk organik diketahui dapat meningkatkan hasil panen kangkung darat (Nurtika

et al. 1997) dan keuntungan yang lebih besar (Wahyudi 2010).

Latosol

Latosol merupakan kelompok tanah yang terbentuk dari bahan induk volkan atau batuan tufa masam di bawah curah hujan dan suhu yang tinggi, serta ketinggian kurang dari 1 000 m di atas permukaan laut. Latosol banyak dijumpai di daerah tropika dengan formasi tua dan berasal dari bahan induk vulkanik yang telah mengalami pelapukan lanjut (Hardjowigeno 2007). Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, menyebar pada ketinggian 10 – 1 000 m di atas permukaan laut dengan topografi bergelombang, berbukit, dan bergunung (Dudal dan Soeraptohardjo 1975).

Proses pembentukan tanah pada Latosol dinamakan latosolisasi yaitu pemindahan silika secara kimia keluar dari solum tanah sehinga konsentrasi Fe dan Al meningkat secara relatif. Proses ini terjadi di daerah tropika dengan suhu dan curah hujan yang tinggi sehingga Si mudah larut di mana dalam kondisi demikian, hidrolisis dan oksidasi berlangsung sangat intensif dan mineral-mineral silikat cepat hancur (Hardjowigeno 2007). Basa-basa seperti kalium, magnesium, kalsium, dan natrium dengan cepat dibebaskan. Selain itu, dekomposisi bahan organik juga berlangsung secara cepat. Pencucian basa-basa, silika, dan bahan organik meninggalkan senyawa-senyawa oksida dan hidrousoksida Fe dan Al (seskuioksida) dengan kadar tinggi pada horizon B. Hal inilah yang menyebabkan kapasitas tukar kationnya rendah

Sifat morfologi yang dimiliki oleh Latosol antara lain solum dalam, perbedaan horizon kurang jelas, tekstur liat, struktur remah sampai gumpal lemah, konsistensi gembur, drainase vertikal yang baik, plastisitas dan kohesi sedang, stabilitas agregat tinggi. Warna tanah merah, coklat kemerah-merahan atau kekuning-kuningan, atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi.

(20)

8

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dibagi ke dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu percobaan lapang yang dilaksanakan di Desa Bantarjaya, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Selanjutnya, analisis kandungan hara tanaman dan analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari April 2013 sampai Oktober 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa benih kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.), bahan humat, dan zeolit. Sebagai pupuk dasar digunakan pupuk kandang dan urea sementara herbisida dipakai untuk pengendalian gulma. Alat-alat yang digunakan selama percobaan di lapang adalah cangkul, hand sprayer, automatic sprayer, penggaris, dan timbangan digital. Analisis kandungan hara tanaman dan analisis tanah antara lain menggunakan UV-VIS, Atomic

Absorption Spectrophotometer (AAS), dan Flamephotometer.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian lapang

(21)

9

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan faktor tunggal yaitu cara pemberian bahan humat. Model matematika rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ti + Pj + Eij

Keterangan:

Yij = respons pengamatan akibat cara pemberian ke-i dalam ulangan ke-j

µ = nilai tengah

Ti = pengaruh cara pemberian ke-i

Pj = pengaruh ulangan/kelompok ke-j

Eij = pengaruh galat percobaan dari cara pemberian ke-i ulangan ke-j

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini meliputi K (tanpa pemberian bahan humat dan zeolit), HT (bahan humat disiram ke tanah dengan dosis 15 liter ha-1 pengenceran 100 kali), HD (bahan humat disemprot ke daun dengan dosis 15 liter ha-1 pengenceran 100 kali), Z (zeolit dibenamkan ke tanah dengan dosis 150 kg ha-1), dan HZ (bahan humat dengan dosis 15 liter ha-1 pengenceran 100 kali dicampurzeolit sebanyak 10 kg liter-1). Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan sehingga jumlah satuan percobaan adalah 15 satuan percobaan. Bahan humat dan zeolit yang digunakan merupakan bahan-bahan komersial. Karakteristik kedua bahan amelioran tersebut disajikan pada Lampiran 1 dan 2.

Data hasil pengamatan dan analisis laboratorium diolah dengan menggunakan “One-way Analysis of Variance” (ANOVA). Apabila perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata pada parameter yang diamati, berikutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan Lapang

Kangkung darat ditanam pada petakan berukuran 2 m x 3 m dengan jarak antar lajur 40 cm sehingga terdapat 5 lajur dalam setiap petak. Kebutuhan benih sebanyak 70 gram dan ditebar dalam tiap lajur secara merata. Tiap petakan diberikan pupuk dasar berupa pupuk kandang dan urea dengan dosis masing-masing 3 ton ha-1 dan 150 kg ha-1. Pemberian pupuk kandang bersamaan dengan awal tanam pada lajur sedangkan urea diberikan setengah dosis awal pada 1 Minggu Setelah Tanam (1 MST) dan sisanya diberikan pada 2 MST. Perlakuan HT, Z, dan HZ diberikan saat 1 MST sedangkan perlakuan HD diaplikasikan saat 2 MST sebanyak setengah dari dosis dan saat 3 MST untuk sisanya. Seluruh perlakuan tersebut hanya diberikan pada musim tanam pertama. Untuk musim tanam berikutnya, hanya urea dan pupuk kandang yang diberikan dengan dosis seperti pada musim tanam pertama.

(22)

10

diambil lima tanaman sebagai sampel. Hasil pengamatan ketiga parameter pertumbuhan tersebut kemudian dirata-ratakan.

Panen dilakukan saat tanaman mencapai umur 28-30 hari. Tanaman kangkung dicabut pada masing-masing petak dan kemudian ditimbang untuk memperoleh hasil produksi. Contoh tanaman diambil sebagian untuk diukur kadar air tanamannya. Lima sampel tanaman yang digunakan pada parameter pertumbuhan dipisahkan untuk diukur bobot tajuk dan bobot akar dalam kondisi basah lalu dioven pada suhu 65oC hingga bobot konstan untuk mendapatkan bobot biomassa kering.

Analisis Kadar Hara Tanaman

Persiapan analisis kadar hara tanaman diawali dengan pemilahan daun kangkung dari tajuk. Berikutnya, daun dicuci menggunakan aquadest dan dioven pada suhu 65oC selama minimal tiga hari. Daun yang telah kering digiling untuk didapatkan ukuran yang halus dan relatif seragam. Sampel tanaman selanjutnya diekstrak melalui pengabuan basah menggunakan H2SO4 dan H2O2. Kemudian

dilakukan penetapan kadar hara N, P, K, Ca, Mg, dan hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn) untuk dihitung serapannya pada kangkung darat. Analisis kadar hara tanaman dilakukan di setiap akhir musim tanam.

Analisis Sifat Kimia Tanah

Beberapa sifat kimia tanah juga diuji pada penelitian ini untuk melihat pengaruh setiap perlakuan pada tanah yang ditanami kangkung darat. Contoh tanah awal diambil secara komposit pada lahan percobaan dan kemudian dikeringudarakan untuk kemudian diukur beberapa sifat kimianya seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 3. Pada akhir panen musim tanam ketiga, contoh tanah diambil pada masing-masing petak untuk dianalisis pula dan dibandingkan antar perlakuan. Sifat kimia tanah yang diamati meliputi pH, kadar C-organik, kandungan N-total, P-tersedia, KTK dan basa-basa (Ca, Mg, K, Na) dapat dipertukarkan, serta mikro tersedia (Fe, Cu, Mn, Zn).

(a) (b)

(23)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat terhadap Produksi Kangkung Darat di Musim Tanam Pertama

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa cara pemberian bahan humat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi per petak pada MT I (Lampiran 4). Meskipun demikian, terdapat kecenderungan bahwa bahan humat yang diberikan pada tanaman meningkatkan produksi terutama pada perlakuan HZ.

Peningkatan produksi pada MT I oleh karena pemberian bahan humat tergolong cukup besar (Gambar 1). Perlakuan HZ meningkatkan hasil panen 59% lebih besar daripada kontrol. Perlakuan HT dan HD meningkatkan produksi berturut-turut 35% dan 29% lebih besar daripada kontrol. Penambahan zeolit menunjukkan hasil panen lebih kecil dibandingkan perlakuan penambahan bahan humat. Hal tersebut dapat dikarenakan jumlah zeolit yang diberikan relatif sedikit mengingat peran zeolit dalam penelitian ini hanya sebagai bahan pembawa (carrier) bahan humat.

Peningkatan produksi oleh aplikasi bahan humat dengan carrier zeolit juga dilaporkan pada padi, jagung, dan kelapa sawit (Suwardi 2012). Kombinasi 15 L ha-1 bahan humat dengan 150 kg ha-1 zeolit dapat meningkatkan produksi padi, jagung, dan kelapa sawit masing-masing sekitar 15%, 7%, dan 10%. Peningkatan produksi tersebut terutama disebabkan oleh perkembangan akar yang lebih baik sehingga memungkinkan tanaman dapat menyerap lebih banyak unsur hara dari dalam tanah.

Selain pengaruhnya pada hasil panen, pemberian bahan humat turut pula menstimulasi pertumbuhan tanaman. Data pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang selaras dengan produksi kangkung darat di musim tanam pertama (Tabel 1). Parameter pertumbuhan tersebut meliputi tinggi tanaman, panjang daun, dan jumlah daun. Akan tetapi, hanya tinggi tanaman yang menunjukkan

Gambar 3 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap produksi kangkung darat di musim tanam pertama

(24)

12

perbedaan nyata antar perlakuan (Lampiran 5). Pada hasil panjang daun dan jumlah daun terdapat kecenderungan bahwa pemberian bahan humat meningkatkan kedua parameter tersebut (Lampiran 6 dan 7).

Kombinasi bahan humat dengan zeolit mampu meningkatkan tinggi tanaman lebih baik dibandingkan dengan cara pemberian humat lainnya maupun pemberian zeolit di MT I secara nyata (Tabel 1). Kangkung darat yang diberi perlakuan HZ lebih tinggi 14% dibandingkan kontrol, sedangkan perlakuan HT, HD, dan Z secara berturut-turut meningkatkan tinggi kangkung darat sebesar 3%, 7%, dan 5% dibandingkan kontrol. Suwardi (2012) melaporkan peningkatan tinggi padi dan jagung setelah pemberian bahan humat yang diberi carrier zeolit. Temuan yang sama juga dilaporkan oleh Atiyeh et al. (2002) pada tanaman sayuran lain yang diberikan bahan humat dengan peningkatan tinggi sekitar 3% sampai 26%.

Panjang daun sebagai parameter pertumbuhan lain yang diamati pada penelitian ini juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Meskipun tidak berbeda nyata berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), namun pada Tabel 1 tampak bahwa pemberian bahan humat dengan berbagai cara aplikasi dapat meningkatkan panjang daun pada 4 MST dibandingkan kontrol. Perlakuan HZ merupakan cara paling efektif dalam meningkatkan panjang daun diikuti oleh perlakuan HD dan HT. Namun, perlakuan Z tampaknya tidak memiliki kecenderungan meningkatkan panjang daun. Hal tersebut didasari oleh dosis zeolit yang diberikan cukup kecil untuk dapat menstimulasi panjang daun.

Hasil serupa ditunjukkan pula oleh parameter jumlah daun seperti yang tercantum pada Tabel 1. Jumlah daun pada perlakuan HZ merupakan hasil yang tertinggi hingga mencapai 30 helai daun per tanaman. Perlakuan HT, HD, dan Z turut mendorong perbanyakan jumlah daun tanaman dibandingkan kontrol. Walaupun begitu, hasil analisis ragam pada cara pemberian bahan humat terhadap jumlah daun 4 MST tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 7). Eyheraguibel et al. (2008) melaporkan bahwa pemberian Humic Like Substance

(HLS) pada larutan hara dapat memperbanyak jumlah daun jagung. Sebaliknya, Dariah dan Nurida (2011) mendapatkan bahwa pemberian HLS yang diekstrak dari berbagai sumber pada media pot secara nyata tidak mempengaruhi jumlah daun jagung.

Tabel 1 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap pertumbuhan kangkung darat 4 MST pada musim tanam pertama

(25)

13

Efek Residu dari Pemberian Bahan Humat dengan Berbagai Cara terhadap Produksi Kangkung Darat di Musim Tanam Kedua dan Ketiga

Pengaruh dari pemberian bahan humat dengan berbagai cara pada MT I terhadap produksi kangkung darat masih dapat terlihat di musim tanam berikutnya. Gambar 4 menampilkan perbandingan hasil panen tiap perlakuan dari musim tanam pertama hingga ketiga. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, tampak bahwa terdapat trend produksi yang menurun seiring berlanjutnya musim tanam terutama di musim tanam ketiga.

Perbedaan yang signifikan antar perlakuan pada produksi tanaman terjadi di musim tanam kedua berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4). Pada musim tanam ini perlakuan HD dan perlakuan HZ secara nyata mencapai hasil panen paling tinggi yakni sekitar 50% lebih besar dibandingkan kontrol. Selanjutnya, perlakuan HT memberikan produksi 40% lebih besar daripada kontrol sedangkan persentase peningkatan hasil panen pada perlakuan Z tidak jauh berbeda dari musim tanam sebelumnya.

Produksi kangkung darat di musim tanam ketiga tidak terlalu berbeda dibandingkan kontrol untuk semua perlakuan yang diberikan seperti yang tersaji pada Gambar 4. Walaupun demikian, perlakuan HD tetap menghasilkan produksi yang sedikit lebih baik daripada perlakuan lainnya. Apabila dibandingkan dengan kedua musim tanam sebelumnya, maka hasil panen di musim tanam ketiga cenderung menurun cukup jauh. Variasi tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang berbeda dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Masa panen musim tanam ketiga yang mendekati puncak kemarau (akhir Juli) dapat mempengaruhi produksi tanaman akibat suhu harian yang cukup tinggi dan laju evapotranspirasi yang besar.

Keterangan: Huruf yang sama di atas balok data menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

(26)

14

Secara total dari ketiga musim tanam, produksi kangkung darat lebih besar pada perlakuan yang diberikan bila dibandingkan kontrol (Gambar 5). Perlakuan HZ menunjukkan hasil panen yang terbaik diikuti perlakuan HD. Persentase kenaikan produksi pada perlakuan HZ dan HD secara berturut-turut sebesar 43% dan 34% dibandingkan kontrol. Berikutnya, nilai produksi kangkung darat pada perlakuan HT dan Z lebih besar 22% dan 19% dibandingkan kontrol secara berturut-turut.

Penurunan produksi dalam rentang tiga musim tanam tercermin pula pada tinggi tanaman. Meskipun demikian, di setiap musim tanam pemberian bahan humat secara nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan kontrol (Lampiran 6). Tabel 2 menampilkan perbandingan tinggi tanaman dalam tiga musim tanam secara berturut-turut.

Cara pemberian bahan humat pada MT II menunjukkan trend yang berbeda dibandingkan musim tanam sebelumnya. Perlakuan HT dan HD merupakan perlakuan yang meningkatkan tinggi kangkung darat paling nyata dibandingkan kontrol, diikuti oleh perlakuan HZ dan Z. Perbedaan tinggi tersebut terhadap kontrol adalah sebesar 42% untuk HT, 38% untuk HD, 31% untuk HZ, dan 19% untuk Z.

Gambar 5 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap produksi total kangkung darat pada tiga musim tanam

11143

Tabel 2 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap pertumbuhan kangkung darat 4 MST pada tiga musim tanam

(27)

15 Tinggi kangkung darat pada musim tanam ketiga menunjukkan trend yang serupa pada musim tanam pertama. Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit secara nyata menstimulasi tinggi tanaman sebesar 31% dibandingkan kontrol. Perlakuan HD dan HT tetap mendukung pertumbuhan tanaman secara nyata pada musim tanam ini sehingga tinggi yang diperoleh secara berturut-turut lebih besar 28% dan 16% dibandingkan kontrol. Perbedaan tinggi tanaman pada perlakuan Z lebih besar 9% dibandingkan kontrol.

Hasil dari ketiga musim tanam tersebut mengindikasikan bahwa tinggi kangkung darat yang lebih baik dicapai pada musim tanam pertama meskipun persentase kenaikan tinggi di musim kedua dan ketiga lebih besar daripada di musim pertama. Hal tersebut dapat terjadi akibat penurunan kualitas tanah untuk menyokong pertumbuhan tanaman. Perlakuan pupuk dasar saja belum mampu membenahi tanah sepanjang tiga musim tanam. Sebaliknya, penggabungan bahan humat dengan zeolit relatif mampu mempertahankan kualitas tanah dalam menstimulasi pertumbuhan kangkung darat.

Panjang daun sebagai parameter pertumbuhan lain yang diamati dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang cenderung berbeda antar perlakuan pada musim pertama dan kedua serta hasil yang signifikan pada musim tanam ketiga di antara perlakuan berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6). Setelah musim tanam pertama, panjang daun pada perlakuan HZ dan HD umumnya cenderung serupa terlebih pada musim tanam kedua. Di musim tanam berikutnya, efek residu dari perlakuan HZ secara nyata meningkatkan panjang daun lebih baik dibandingkan perlakuan lain. Berdasarkan Tabel 2, secara umum diketahui bahwa panjang daun pada pemberian bahan humat dengan berbagai cara dapat mencapai lebih dari 9 cm. Pemberian zeolit tampaknya tidak memiliki kecenderungan dalam meningkatkan panjang daun.

Hasil analisis ragam pada cara pemberian bahan humat terhadap jumlah daun 4 MST di musim tanam kedua dan ketiga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan (Lampiran 7). Berdasarkan Tabel 2, tampak pula bahwa jumlah daun 4 MST di kedua musim tanam tersebut tidak menampilkan kecenderungan yang meningkat oleh pemberian bahan humat. Hal tersebut mengindikasikan efek residu dari perlakuan di musim tanam sebelumnya tidak berpengaruh untuk meningkatkan jumlah daun.

Selain parameter produksi dan pertumbuhan tanaman, pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap sifat kimia tanah juga diukur pada akhir musim tanam ketiga untuk melihat efek residu dari perlakuan yang diberikan (Lampiran 13). Berdasarkan sidik ragam, hanya P tersedia, KTK, dan Na dapat dipertukarkan (Na-dd) yang menunjukkan hasil berbeda nyata. Akan tetapi kadar C-org, Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan beberapa hara mikro-tersedia cenderung menampilkan hasil yang berbeda antara perlakuan yang diberikan dengan kontrol. Hasil sidik ragam sifat kimia tanah disajikan pada Lampiran 14.

(28)

16

Sebagai contoh, kadar C-org tanah setiap perlakuan yang diberikan lebih besar dibandingkan kontrol seperti yang tersaji pada Tabel 3. Bahkan kadar C-org tanah pada perlakuan HZ mencapai 2%. Cara aplikasi bahan humat lainnya juga meningkatkan kadar C-org tanah 0.03% dan 0.11% dibandingkan kontrol. Perlakuan zeolit pun menunjukkan kadar C-org yang tidak jauh berbeda dibandingkan penambahan bahan humat di daun dan di tanah. Untuk dapat mencapai persentase sebesar itu, maka diperlukan sumbangan 600 kg – 3400 kg C yang lebih besar dibandingkan kontrol. Jumlah tersebut tidak dapat dipenuhi oleh bahan humat yang hanya diberikan 15 L ha-1 dengan kandungan C 10.13% (Lampiran 1).

Begitu pula halnya dengan parameter KTK tanah yang meningkat secara nyata setelah pemberian zeolit secara tunggal maupun dikombinasikan dengan bahan humat seperti yang tersaji di Tabel 3 hanya disebabkan variabilitas tanah

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Dewi (2012) dan Hermawan (2012) juga tidak menunjukkan adanya suatu parameter kimia tanah yang berubah drastis akibat pemberian bahan humat dengan carrier zeolit. Beberapa parameter secara statistik seperti pH, K-dd, dan Ca-dd berbeda nyata antar perlakuan akan tetapi tidak menggambarkan suatu pola peningkatan seiring dengan penambahan dosis baik bahan humat maupun zeolit. Perbedaan data yang diperoleh tersebut diperkirakan akibat variabilitas pengambilan contoh tanah di lapang.

Respon tanah yang tidak signifikan setelah penambahan bahan humat dengan berbagai cara menandakan bahwa mekanisme stimulasi pertumbuhan dan peningkatan produksi pertumbuhan tanaman bukan sepenuhnya disebabkan oleh perbaikan sifat kimia tanah. Stevenson (1982) mengutarakan bahwa efek humus terhadap sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah nyata pada tanah-tanah yang memiliki tekstur pasir dan sebaliknya pada tanah yang didominasi liat. Selain itu, pengaruh bahan humat yang cukup besar bagi tanaman yang akhir-akhir ini menjadi perhatian adalah peranannya secara fisiologis dalam berbagai metabolisme tanaman seperti fotosintesis dan respirasi, pembentukan enzim, dan sintesis protein (Trevisan et al. 2010). Bahan humat juga diketahui mengandung berbagai senyawa seperti hormon pemicu tumbuhan yakni auksin dan giberelin yang diperoleh selama proses pembentukkannya (Tan 2003).

Tabel 3 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap kandungan C-org dan nilai KTK tanah di akhir musim tanam ketiga

Parameter Satuan K HT HD Z HZ

C-org % 1.84 1.87 1.95 1.95 2.01

(29)

17

Mekanisme Peningkatan Produksi Kangkung Darat Melalui Pemberian Bahan Humat dengan Berbagai Cara

Aplikasi bahan humat dengan carrier zeolit dalam pertanian telah diketahui dapat meningkatkan produksi tanaman (Suwardi 2012). Hasil tersebut dapat dijelaskan oleh berbagai mekanisme. Saat diberikan pada tanah maupun bagian tanaman, bahan humat dapat diserap oleh tanaman melalui akar, stomata, dan lentisel (Gambar 6). Selanjutnya, senyawa tersebut mempengaruhi secara fisiologis terhadap pertumbuhan tanaman dan berbagai metabolisme yang berlangsung selama tanaman hidup (Trevisan et al. 2012). Di dalam kompleks tanah, bahan humat dapat pula memperbaiki kondisi tanah di rizosfer sehingga mampu menyediakan sejumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman (Tan 2003).

Akan tetapi, aplikasi bahan humat secara langsung di daun tidak praktis karena harus disemprotkan beberapa kali. Pemberiannya dengan cara disiram di tanah juga berpeluang tercuci oleh air hujan sehingga keluar dari daerah perakaran. Oleh karena itu digunakanlah zeolit sebagai bahan pembawa yang mampu menjerap dan melepaskan bahan humat secara perlahan akibat karakteristik yang Gambar 6 Mekanisme penyerapan bahan humat oleh tanaman. (a) Bahan

humat disemprotkan di daun. (b) Bahan humat disiram di tanah. (c) Bahan humat dengan carrier zeolit.

a

b

bahan humat

bahan humat

dengan carrier

zeolit

c

bahan humat

bahan humat

tercuci terjerap koloid tanah

pergerakan simplas

pergerakan apoplas

Rizosfer

plasmodesmata korteks epidermis

bahan humat

bahan humat stomata

(30)

18

dimilikinya yaitu ruang pori yang besar. Dalam jangka waktu yang lama, bahan humat yang dilepaskan oleh zeolit ke zona perakaran dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Pengaruh langsung dari bahan humat terhadap produksi tanaman adalah melalui keterlibatan dalam berbagai proses metabolisme antara lain respirasi, sintesis protein, aktivitas enzim, dan fotosintesis (Trevisan et al. 2010). Di dalam jaringan tanaman, diketahui pula bahwa senyawa humat mengatur absorpsi sejumlah ion termasuk hara. Nitrat merupakan salah satu hara yang meningkat serapannya oleh senyawa tersebut (Nardi et al 2002). Respon tanaman yang signifikan terhadap pemberian bahan humat pada tinggi tanaman dan panjang daun menekankan perannya dalam pemanjangan sel. Ciri demikian dimiliki oleh hormon auksin dan giberelin. Oleh karena itu, aktivitas senyawa humat dalam jaringan tanaman mirip dengan hormon tersebut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Trevisan et al. 2010).

Selain berperan dalam proses metabolisme, pengaruh bahan humat juga terdapat pada perkembangan akar tanaman yang diduga berkaitan pula dengan peningkatan produksi tanaman (Suwardi 2012). Berdasarkan hasil analisis ragam, terlihat bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot akar kering (Lampiran 8). Akan tetapi, terdapat kecenderungan pemberian bahan humat dapat meningkatkan bobot akar kering seperti yang tersaji pada Gambar 7.

Parameter biomassa akar tanaman yang diamati pada MT I menunjukkan bahwa pemberian bahan humat maupun zeolit dapat meningkatkan bobot akar kering. Bobot akar kering pada perlakuan HZ lebih besar 50% dibandingkan kontrol sedangkan perlakuan lainnya tidak melebihi 35%. Hasil ini menandakan bahwa pemberian bahan humat dengan carrier zeolit paling efektif dalam meningkatkan bobot akar tanaman pada MT I. Pola tersebut hampir serupa dengan peningkatan produksi oleh perlakuan HZ pada MT I sebesar 59%.

Pada MT II, pemberian bahan humat tetap menunjukkan hasil yang lebih baik pada bobot akar kering dibandingkan pemberian zeolit maupun kontrol. Bobot akar kering pada perlakuan HZ merupakan hasil yang paling tinggi dibandingkan semua perlakuan lain sedangkan bobot tajuk kering paling besar terdapat pada perlakuan HD. Meskipun produksi pada perlakuan HD adalah yang Gambar 7 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap bobot akar kering

kangkung darat pada tiga musim tanam

(31)

19 terbesar di MT II, tampak bahwa nilai tersebut tidak berbeda signifikan terhadap produksi pada perlakuan HZ (Gambar 4). Trend peningkatan produksi tersebut cenderung sama dengan trend peningkatan bobot akar pada MT II yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Pola peningkatan bobot akar kangkung darat pada MT III sedikit berbeda daripada kedua musim tanam sebelumnya. Pada musim tanam ini, tidak terdapat kecenderungan suatu perlakuan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain terutama pada pemberian bahan humat. Berdasarkan data bobot akar kering yang relatif seragam tersebut tampak bahwa pengaruh bahan humat sudah tidak terlalu berperan dalam MT III sehingga umumnya produksi di musim tanam tersebut juga cenderung tidak berbeda jauh antar perlakuan.

(32)

20

Perakaran yang berkembang dengan baik ditunjukkan salah satunya oleh bobot akar sehingga luas permukaan akar meningkat. Luas permukaan yang besar kemudian mendorong serapan hara oleh tanaman (Gambar 8). Eyheraguibel et al.

(2008) membuktikan serapan N, Fe, dan Mn oleh jagung secara signifikan meningkat setelah pemberian HLS. Faktor lain yang mempengaruhi serapan hara oleh tanaman yakni kadar air tanah, KTK tanah, dan ketersediaan hara bagi tanaman (Havlin et al. 2005).

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 12, dapat diketahui bahwa serapan N, P, dan Fe meningkat secara signifikan setelah pemberian bahan humat dibandingkan hara-hara yang lainnya. Tabel 4 menampilkan serapan N, P, dan Fe oleh kangkung darat selama tiga musim tanam.

Pada musim tanam pertama dan kedua, serapan N oleh tanaman pada perlakuan HZ merupakan yang paling besar diikuti pula oleh perlakuan HD dan HT. Hal tersebut disebabkan perkembangan akar yang baik sehingga meningkatkan luas permukaan akar untuk mengambil N dari urea yang diberikan setiap kali tanam. Selain itu, senyawa humat dalam tanaman juga dapat mendorong penyerapan N terutama dalam betuk nitrat (Nardi et al. 2002). Sebaliknya, pemberian zeolit tampak tidak berpengaruh besar dibandingkan perlakuan lain dalam serapan N. Dosis zeolit yang sedikit pada pemberian di MT I diasumsikan menjadi alasan serapan N oleh tanaman yang rendah pada perlakuan tersebut. Umumnya zeolit dibutuhkan dalam jumlah yang banyak sebagai bahan amelioran tanah yakni sekitar 10 ton ha-1 (Suwardi 2000). Pada musim tanam berikutnya, tidak tampak perbedaan yang jauh berbeda dalam serapan N oleh tanaman antar masing-masing perlakuan

Nitrogen merupakan hara esensial bagi tanaman dan diserap dalam bentuk nitrat dan ammonium. Nitrogen berperan sangat besar dalam berbagai metabolisme tanaman. Selain sebagai pembentuk asam amino, nitrogen juga berfungsi dalam pembentukan enzim. Klorofil dibentuk pula oleh nitrogen sehingga kekurangan hara tersebut dapat menghambat fotosintesis (Bennet 1993).

Tabel 4 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap serapan N, P, dan Fe oleh kangkung darat pada tiga musim tanam

(33)

21 Serapan P oleh tanaman secara umum mengikuti pola serapan N (Tabel 4). Peningkatan serapan P pada dua musim tanam pertama tergolong cukup besar oleh karena pemberian humat. Pada MT I, persentase peningkatan tersebut berkisar 35-70% dan pada musim tanam berikutnya mencapai 85%. Meskipun dalam jumlah sedikit, pemberian zeolit cukup berpengaruh dalam peningatan serapan P oleh tanaman di MT I dan II.

Peningkatan serapan P oleh tanaman pada musim tanam ketiga tidak sebesar pada MT I dan II. Perlakuan HD menunjukkan hasil yang terbaik dalam hal tersebut. Perlakuan HZ dan HT cenderung mempunyai kadar P yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Pemberian zeolit pada musim tanam ini memberikan hasil kurang begitu baik daripada pemberian bahan humat. Hasil tersebut menandakan bahwa dalam beberapa kali musim tanam, peranan bahan humat dalam meningkatkan serapan P masih terlihat meskipun hanya diberikan pada musim tanam pertama.

Dua alasan yang memungkinkan peningkatan serapan P oleh tanaman ialah perbaikan sifat kimia tanah dan stimulasi dalam metabolisme tanaman. Senyawa humat di dalam tanah diketahui dapat meningkatkan ketersediaan P melalui pembentukan ligan ataupun ikatan kompleks dengan Fe dan Al yang mulanya berikatan dengan P (Chen et al. 2004; Tan 2003). Proses lainnya yang berperan penting dalam meningkatkan serapan P yakni keterlibatan senyawa humat dalam proses metabolisme tanaman.

Tanaman menyerap P dari dalam tanah dalam bentuk ion monovalen (H2PO4-) atau ion divalen (HPO42-). Fungsinya dalam jaringan tanaman adalah

sebagai penyusun sejumlah enzim dan dalam proses transfer energi. P juga turut berperan dalam hampir seluruh metabolisme tanaman (Bennett 1993). Serapan P yang lebih baik oleh tanaman berasosiasi dengan pertumbuhan akar tanaman. Kualitas berbagai jenis tanaman termasuk sayuran serta ketahanannya terhadap penyakit juga dapat meningkat pada status hara P yang cukup dalam tanaman (Havlin et al. 2005).

Tabel 4 juga menunjukkan pola serapan Fe oleh tanaman pada masing-masing perlakuan dari ketiga musim tanam. Pada musim tanam pertama, perlakuan yang diberikan meningkatkan serapan Fe oleh tanaman sebesar 31-76% dibandingkan kontrol. Selanjutnya, peningkatan kadar Fe tanaman pada semua perlakuan sekitar 64-111% di musim tanam kedua dan sekitar 40-80% di musim tanam berikutnya dibandingkan kontrol. Hasil tersebut sebanding dengan penelitian Eyheraguibel et al. (2008) yang melaporkan peningkatan serapan Fe oleh jagung pada larutan hara yang diberi HLS.

(34)

22

Analisis Usaha Tani Kangkung Darat dengan Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat

Berdasarkan produksi kangkung darat selama tiga musim tanam, dapat dihitung keuntungan bersih yang diperoleh dari budidaya sayuran tersebut setelah menggunakan bahan humat. Biaya tetap yang ditampilkan pada Tabel 5 merinci berbagai komponen yang dibutuhkan dalam praktek usaha tani kangkung darat yang besarnya sama untuk setiap perlakuan.

Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dengan carrier zeolit dapat memberikan selisih keuntungan yang cukup tinggi selama tiga musim tanam (3-4 bulan) dibandingkan perlakuan lainnya. Terlebih lagi, pemberian bahan humat hanya dilaksanakan di musim tanam pertama saja sehingga biaya aplikasinya tidak terlalu besar. Usaha tani kangkung darat tanpa menggunakan bahan humat justru menyebabkan kerugian yang terbilang tidak sedikit.

Tabel 6 Analisis keuntungan bersih dari berbagai cara penggunaan bahan humat pada budidaya kangkung darat selama tiga musim tanam

Perlakuan Biaya aplikasi bahan Produksi total Pendapatan Keuntungan bersih (1000 Rp ha-1) (kg ha-1) (1000 Rp kg-1) (1000 Rp ha-1)

K 0 18572 20429.2 -510.8

HT 615 22635 24898.5 3343.5

HD 855 24898 27387.8 5592.8

Z 990 22042 24246.2 2316.2

HZ 1365 26323 28955.3 6650.3

Ket: Biaya tetap = Rp 20 940 000,00 ; Harga kangkung darat = Rp 1 100,00 kg-1 ; Harga bahan humat = Rp 25 000,00 L-1 ; Harga zeolit = 5 000,00 kg-1 ; Biaya aplikasi bahan humat = Rp 240 000,00 (20 Hari Orang Kerja)

Tabel 5 Biaya tetap usaha tani kangkung darat

Komponen Satuan Harga satuan (Rp) Volume Total (Rp)

Sewa lahan ha/MST 2 000 000 3 MST 6 000 000

Benih kg 320 000 10 kg x 3 MST 960 000

Herbisida liter 150 000 2 liter 300 000

Urea kg 3 000 150 kg x 3 MST 1 350 000

Pupuk Kandang kg 600 3000 kg x 3 MST 5 400 000

Tenaga Kerja

Pengelolaan lahan HOK/MST 15 000 30 HOK x 3 MST 1 350 000

Penanaman HOK/MST 15 000 20 HOK x 3 MST 900 000

Pemupukan HOK/MST 15 000 20 HOK x 3 MST 900 000

Penyiangan HOK/MST 15 000 12 HOK x 3 MST 540 000

Pengendalian OPT HOK/MST 15 000 12 HOK x 3 MST 540 000

Pemanenan HOK/MST 15 000 30 HOK x 3 MST 1 350 000

Pasca panen HOK/MST 15 000 30 HOK x 3 MST 1 350 000

(35)

23

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit merupakan perlakuan paling baik dalam meningkatan produksi kangkung darat di musim tanam pertama yaitu sebesar 59% dibandingkan kontrol. Hasil tersebut juga selaras dengan stimulasi tinggi tanaman, panjang daun, dan jumlah daun yang lebih baik. 2. Meskipun sifat kimia tanah tidak dipengaruhi penambahan bahan humat dan

zeolit, efek residu dari pemberian kedua bahan tersebut masih tampak di musim tanam berikutnya pada produksi dan pertumbuhan kangkung darat. Oleh karenanya, pemberian bahan humat dapat memberikan keuntungan ekonomi terutama untuk perlakuan HZ.

3. Mekanisme peningkatan produksi oleh pemberian bahan humat dengan carrier

zeolit utamanya melalui perbaikan kondisi perakaran yakni pada biomassa akar sehingga serapan hara lebih baik terutama untuk N, P, dan Fe.

4. Analisis usaha tani kangkung darat selama tiga musim tanam menunjukkan bahwa pemberian humat dengan carrier zeolit secara ekonomis menguntungkan dibandingkan perlakuan lainnya termasuk kontrol.

Saran

Penelitian sejenis baik pada kangkung maupun sayuran lainnya dengan perlakuan cara pemberian bahan humat dan zeolit dalam skala besar perlu dilakukan untuk menguji hasil penelitian ini sebelum digunakan sebagai rekomendasi bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arancon NQ, Edwards CA, Lee S, Byrne R. 2006. Effects of humic acids from vermicomposts on plant growth. Eur J Soil Biol. 42: 65-69. doi: 10.1016/j.ejsobi.2006.06.004.

Atiyeh RM, Lee S, Edwards CA, Arancon NQ, Metzger, JD. 2002. The influence of humic acids derived from earthworm-processed organic wastes on plant growth. Bioresource Technol. 84: 7-14.

Ayuso M, Hernandez T, Garcia C, Pascual JA. 1996. Stimulation of barley growth and nutrient absorption by humic substances originating from various organic materials. Bioresource Technol. 57: 251-257.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (ID): Departemen Pertanian.

Baskoro DPT. 2010. Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos sisa tanaman terhadap sifat fisik tanah dan produksi ubi kayu. J Tanah Lingk. 12(1): 9-14. Bennett FW. 1993. Nutrient Deficiencies and Toxicities in Crop Plants.

(36)

24

Boyd SA, Sommers LE. 1990. Humic and fulvic acid fractions from sewage sludges and sludge-amended soils. Di dalam: MacCarthy P, Clapp CE, Malcolm L, Bloom PR, editor. Humic Subtances in Soil and Crop Sciences:

Selected Readings. Wisconsin (USA): ASA dan SSSA. hlm 203-220.

Brady NC, Weil RR. 2008. The Nature and Properties of Soils. Edisi ke-14. New Jersey (USA): Pearson Prentice Hall.

Chen Y, Aviad T. 1990. Effects of humic substances on plant growth. Di dalam: MacCarthy P, Clapp CE, Malcolm L, Bloom PR, editor. Humic Subtances in

Soil and Crop Sciences: Selected Readings. Wisconsin (USA): ASA dan SSSA.

hlm 161-186.

Chen Y, Nobili MD, Aviad T. 2004. Stimulatory effects of humic substances on plant growth. Di dalam: Magdoff F, Weil RR, editor. Soil Organic Matter in Sustainable Agriculture. Florida (USA): CRC Press.

Dariah A, Nurida NL. 2011. Formula pembenah tanah diperkaya senyawa humat untuk meningkatkan produksi tanah Ultisols Taman Bogo, Lampung. J Tanah Ikl. 33: 33-38.

Dewi EM. 2012. Aplikasi bahan humat dengan carrier zeolit untuk meningkatkan produksi padi sawah di tanah Latosol Bogor. Skripsi. Bogor (ID): Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2007-2011. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Dudal R, Supraptohardjo M. 1975. Soil Classification in Indonesia. Bogor (ID): Balai Besar Penyelidik Pertanian.

Eyheraguibel B, Silvestre J, Morard P. 2008. Effect of humic substances derived from organic waste enhancement on the growth and mineral nutrition of maize.

Bioresource Technol. 99: 4206-4212. doi: 10.1016/j.biortech.2007.08.082.

Gholamhoseini M, Ghalavand A, Khodaei-Joghan A, Dolatabadian A, Zakikhani H, Farmanbar E. 2013. Zeolite-amended cattle manure effects on sunflower yield, seed quality, water use efficiency and nutrient leaching. Soil Till Res.

126: 193-202. doi: 10.1016/j.still.2012.08.002.

Gottardi G. 1978. Mineralogy and crystal chemistry of zeolites. Di dalam: Sand LB, Mumpton PA, editor. Natural Zeolites: Occurrence, Properties, Use. New York (USA): Pergamon Press. hlm 31-44

Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers. Edisi ke-7. New Jersey (USA): Pearson Prentice Hall.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Hermawan BA. 2012. Aplikasi bahan humat dengan carrier zeolit untuk meningkatkan produksi tanaman jagung (Zea mays) pada Latosol Bogor.

Skripsi. Bogor (ID): Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Malcolm RL. 1990. Variations between humic substances isolated from soils, stream waters, and groundwaters as revealed by 13C-NMR Spectroscopy. Di dalam: MacCarthy P, Clapp CE, Malcolm L, Bloom PR, editor. Humic Subtances in Soil and Crop Sciences: Selected Readings. Wisconsin (USA): ASA dan SSSA. hlm 13-36.

Malekian R, Abedi-Koupai J, Eslamian SS. 2011. Influences of clinoptilolite and surfactant-modified clinoptilolite zeolite on nitrate leaching and plant growth. J

(37)

25 Ming DW, Mumpton FA. 1989. Zeolits in Soils. Di dalam: Dixon JB, Weed SB, editor. Mineral in Soil Environmet. Edisi ke-2. Wisconsin (USA): SSSA. hlm 873-911

Nardi S, Pizzeghello D, Muscolo A, Vianello A. 2002. Physiological effects of humic substances on higher plant. Soil Biol Biochem. 34: 1527-1536.

Nurtika N, Hidayat A, Fatchullah D. 1997. Pendayagunaan pupuk kandang domba pada tanaman kangkung. J Hort. 7(3): 788-794.

Oades JM. 1989. An Introduction to Organic Matter in Mineral Soils. Di dalam: Dixon JB, Weed SB, editor. Mineral in Soil Environmet. Edisi ke-2. Wisconsin (USA): SSSA. hlm 89-159

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. 2012. Teknologi Budidaya Sayuran. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.

Suwardi. 2000. Prosek zeolit sebagai bahan untuk meningkatkan produksi pangan di Indonesia. Prosiding Kongres Nasional HITI VII. 1999 Nov 2-4. Bandung, Indonesia. Bandung (ID). hlm 1095-1104.

Suwardi. 2007. Deposit dan sifat-sifat mineral zeolit serta pemanfaatannya sebagai bahan pembenah tanah. Prosiding Kongres Nasional HITI IX. 2007 Des 5-7. Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID).

Suwardi. 2012. Zeolit sebagai karier bahan humat untuk peningkatan produksi tanaman pangan dan perkebunan. Prosiding Kongres Nasional HITI X. 2012 Des 6-8. Surakarta, Indonesia. Surakarta (ID).

Stevenson FJ. 1982. Humus Chemistry: Genesis, Composition, and Reactions. New York (USA): John and Wiley Sons.

Tahir MM, Khurshid M, Khan MZ, Abbasi MK, Kazmi, MH. 2011. Lignite-derived humic acid effect on growth of wheat plants in different soils.

Pedosphere. 21 (1): 124-131.

Tan KH. 2003. Humic Matter in Soil and the Environment: Principles and Controversies. New York (USA): Marcel Dekker.

Tan KH. 2008. Soils in the Humid Tropics and Monsoon Region of Indonesia. Florida (USA): CRC Press.

Trevisan S, Francioso O, Quaggiotti S, Nardi S. 2010. Humic substances biological-activity at the plant-soil interface. Plant Sign Behav. 5(6): 635-643. Wahyudi. 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Jakarta (ID): Agromedia

Pustaka.

Wibowo AY. 2011. Pengaruh abu terbang dan bahan humat terhadap pertumbuhan tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) dan sifat-sifat kimia tanah di lahan bekas tambang batubara. Skripsi. Bogor (ID): Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Zech W, Haumaier L, Hempfling R. 1990. Ecological aspects of soil organic matter in tropical land use. Di dalam: MacCarthy P, Clapp CE, Malcolm L, Bloom PR, editor. Humic Subtances in Soil and Crop Sciences: Selected

(38)

26

Lampiran 1 Hasil analisis bahan humat

Jenis Analisis Satuan Nilai

Kemasaman (pH) - 9-10

Daya Hantar Listrik (DHL) mS cm-1 20-30

Kandungan C % 10.13

Kandungan Abu % 10-15

Kandungan Padatan % 25-35

Bobot Isi g cm-3 1.10-1.18

Kandungan Asam Humat % 20-26

Sumber: Analisis bahan humat di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan IPB (Wibowo 2011)

Lampiran 2 Karakteristik zeolit

Lokasi Cikalong

Jenis Zeolit M,C

Kandungan:

Clinoptilolit 15 Mordenit 51

Total 66

Campuran Mineral M,C pH H2O (1:5) 6.5

DHL (dSm-1) 0.09 KTK (cmol(+)kg-1) 110

KB (%) 97.3

Basa-basa:

CaO (cmol(+)kg-1) 58.3 MgO (cmol(+)kg-1) 4.98 K2O (cmol(+)kg-1) 18.4

Na2O (cmol(+)kg-1) 25.5

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian lapang
Gambar 2.  Dokumentasi saat uji lapang (a) petak percobaan dan (b) penanaman
Gambar 3 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap produksi  kangkung darat di musim tanam pertama
Gambar 4 Pengaruh cara pemberian bahan humat terhadap produksi kangkung
+6

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu elemen NU kultural di Yogyakarta yang cukup pro-aktif merespon Wahabisme kontemporer adalah KMNU (Keluarga Mahasiswa NU) UGM. Sebagai respon atas maraknya dakwah Wahabi

Menimbang, bahwa baik Sertifikat Hak Milik atas tanah yang menjadi obyek perkara milik Terbanding semula Terlawan/Penggugat maupun Sertifikat Hak Guna Bangunan yang

Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk berupa modul pembelajaran matematika berbasis e-learning dengan model pengembangan mengacu pada rancangan

Syaikh al-Albâni Rahimahullah berkata, [11] “Ringkas kata, dalam masalah cara shalat gerhana yang benar ialah dua raka’at, yang pada setiap raka’at terdapat dua ruku’,

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga negara yang berwenang menyelenggarakan Pemilu Tahun 2019 telah menerbitkan dan memberlakukan Peraturan KPU Nomor 26

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelebihan model project based learning adalah meningkatkan motivasi belajar peserta didik, membuat peserta

The management control systems were used to deal with changes in the internal and external inter- dependencies in the domains of strategy and structure of the organization,

Data yang telah di peroleh yaitu dijelaskan dan dijabarkan secara detail dari setiap point untuk mengetahui hasil kajian secara menyeluruh yang berkaitan dengan bahasan